Upload
bahtiardjamal
View
141
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu tugas pokok dan fungsi Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) adalah peningkatan dan pembangunan jejaring pemantauan
(monitoring) kualitas udara di Indonesia. Monitoring partikulat dan gas berkaitan
dengan polusi perkotaan sebagai bahan informasi terhadap kebijakan pengelolaan
tata ruang dan pengendalian bahaya pencemaran udara terhadap kesehatan
manusia dan mahluk hidup lainnya. Disamping itu, monitoring partikulat dan gas
di daerah bersih (remote area) sebagai bagian dari antisipasi dampak polusi udara
terhadap isu perubahan iklim.
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan
meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat – pusat industri, kualitas udara
telah mengalami perubahan. Udara yang dulunya segar, kini kering dan kotor.
Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu
masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) kedalam
udara.
Udara ambien yang dihirup oleh mahluk hidup merupakan hal pokok yang
harus tetap dijaga kualitasnya, agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.
Udara yang tercemar dengan tingkat konsentrasi bahan pencemar baik dalam
bentuk gas maupun padatan lebih tinggi dari yang umumnya terdapat di
lingkungan alam dapat membahayakan kehidupan manusia, binatang, maupun
tumbuh – tumbuhan (http://airqualitylaw.cecepaminudin.info,2009).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang pengendalian pencemaran udara, pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya.
1
Salah satu jenis polutan yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia
adalah SPM (Suspended Particulate Matter). SPM yang merupakan salah satu
partikulat yang dapat menyebabkan penyakit asma, kanker saluran nafas,
permasalahan pada sistem peredaran darah, dan kematian mendadak.
Hujan merupakan fenomena atmosfer yang sangat penting dalam siklus
hidrologi. Hujan sendiri merupakan proses alamiah yang bermanfaat untuk
membersihkan polutan di atmosfer, termasuk SPM. Karena sifat hujan tersebut
maka perlu diketahui karakteristik hujan dalam membersihkan atmosfer, melalui
kajian hubungan antara jumlah curah hujan terhadap kadar SPM.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
BMKG sebagai representatif perwakilan pemerintah Indonesia di Badan
Dunia World Meteorological Organization (WMO) berkewajiban melakukan
pemantauan sampel air hujan yang merupakan bagian dari program WMO.
Sehingga dapat diketahui informasi tentang kondisi atau kecenderungan sampel
air hujan serta hubunganya dengan iklim, lingkungan dan kesehatan.
Oleh karena itu akan dibahas mengenai korelasi antara total curah hujan terhadap
kadar SPM yang tercatat di Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura – Jayapura.
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik hubungan total curah hujan terhadap
SPM di Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura –Jayapura.
2. Untuk mengetahui kondisi kadar SPM pada bulan – bulan kering
(Jumlah curah hujan kecil) maupun bulan basah (Jumlah curah hujan
besar).
1.3 PERMASALAHAN
Konsentrasi gas dan partikel di Atmosfer berubah sejalan dengan
peningkatan emisi gas buang dari kegiatan industri dan transportasi. Gas-gas
polutan seperti SPM, aerosol (PM10), CO, O3 Permukaan, NO2, SO2 dan lain-lain
yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil, proses industri dan transportasi
akan berdampak pada penurunan kesehatan bila terbawa masuk dalam pernapasan
dan menimbulkan berbagai gangguan pernapasan. Sehingga perlu adanya analisis
laboratorium untuk mengetahui nilai dari parameter tersebut sudah melebihi nilai
2
baku mutu bagi kesehatan. Dalam penulisan ini data yang digunakan merupakan
data curah hujan dan kadar SPM yang tercatat di Stasiun Geofisika Klas 1
Angkasapura – Jayapura sehingga dapat diketahui adanya korelasi antara total
curah hujan terhadap kadar SPM di Jayapura dalam proses pembersihan atmosfer
oleh hujan.
1.4 RUANG LINGKUP
Dalam Penulisan ini penulis mencoba menginterpretasikan data dari
pengamatan Kualitas Udara di Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura – Jayapura
sehingga dapat diketahui analisis mengenai Korelasi antara total curah hujan
terhadap kadar SPM di Jayapura dalam proses pembersihan atmosfer oleh hujan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa gas-gas polutan SPM akan berdampak pada
penurunan kesehatan terutama berbagai gangguan pernapasan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PARTIKULAT
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan
campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang
terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil mulai dari < 1 mikron sampai
dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara
dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang – layang di udara dan
masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Selain itu dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu
daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kmia di udara.
Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang
berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbeda pula, tergantung dari
mana sumber emisinya.
Karena komposisi partikulat debu udara yang rumit dan pentingnya ukuran
partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk
menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu
pada metode pengambilan sampel udara seperti: Suspended Particulate Matter
(SPM), Total Suspended Particulate, Black Smoke.
Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada tempat di saluran pernafasan
dimana partikulat debu dapat mengendap, seperti inhalable/thoracic particulate
yang terutama mengendap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah
pangkal tenggorokan (laring). Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10
(Partikulat debu dengan ukuran diameter aerodinamik < 10 Mikron), yang
mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan sampel.
(http://andalucygroup.blogspot.com,2009).
Partikulat dapat terbentuk dari campuran heterogen zat cair dengan sulfur
dioksida yang bersifat korosif terhadap barang – barang logam. Partikulat yang
4
mengandung Fluor atau Magnesium oksida dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman.
2.1.1 Sumber dan Distribusi
Sumber utama partikulat adalah pembakaran batu bara, proses industri
(industri logam, industri kimia, industri semen, pabrik kertas dan lain – lain),
kebakaran hutan dan pembakaran sampah pertanian.
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering
yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi.
Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa
karbon akan murni atau bercampur dengan gas – gas organik seperti halnya
penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikel debu
melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna
sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir – butiran tar. Dibandingkan
dengan pembakaran batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umumnya
menghasilkan SPM lebih sedikit.
Kepadatan kendaraan bermoto dapat menambah asap hitam pada total
emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah
komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses
industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu
beterbangan di udara, seperti yang dihasilkan juga oleh emisi kendaraan bermotor.
2.1.2 Pengaruh Partikulat Terhadap Kesehatan dan Iklim
Pengaruh terhirupnya partikel – partikel tersuspensi di udara telah
dipelajari mendalam pada manusia dan hewan, termasuk penyakit asma, kanker
saluran nafas, permasalahan pada sistem peredaran darah, dan kematian
mendadak. Ukuran dari partikel merupakan hal penentu utama dari sistem
pernapasan ketika partikel terhirup saat bernafas. Karena akibat ukuran dari
partikel, mereka dapat menembus paling dalam bagian dari paru – paru (US EPA,
2008).
5
2.2 HUJAN
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi
sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti
embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi
dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian
menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga,
yaitu tetes air (hujan) atau es yang jatuh dari atmosfer tetapi tidak sampai ke
permukaan tanah.
Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari
laut menguap berubahn menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung lalu
turun kembali ke bumi dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak
sngai untuk mengulangi daur ulang itu semua.
Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau rain gauge.
Jumlah air hujan tersebut dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada
permukaan datar dan diukur kurang lebih 0.25 mm. Satuan curah hujan menurut
SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk ”lonjong”, lebar di bawah
dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air
hujan yang besar menjadi leper seperti roti hamburger, air hujan yang leih besar
berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air
hujan yang lebih kecil.
Hujan sendiri merupakan proses alamiah yang bermanfaat untuk
membersihkan polutan di atmosfer. Termasuk diantara polutan itu adalah partikel-
partikel yang tersuspensi di udara (SPM-Suspended Particulate Matter). Ketika
hujan turun, butiran hujan akan menyapu beberapa partikel besar dalam
lintasannya dengan sebuah proses yang secara ilmiah dinamakan coalescene, yaitu
penggabungan dua tetes atau lebih air menjadi satu dengan ukuran menjadi lebih
besar.
Ada dua macam proses penghilangan pencemaran dari udara:
1). Penghilangan cara basah, yaitu bila pencemar atau polutan
terkumpul dalam awan atau butiran hujan. Proses penghilangan
6
cara basah ini, yang pencemarnya terhimpun dalam awan yang
kemudian mencurah, disebut penghujanan. Jika udara berawan atau
menguntungkan bagi pembentukan awan, penghilangan basah
dapat membersihkan udara dengan cepat. Pencemar atau polutan
berupa gas juga dihilangkan dengan cara ini. Bahan ini terserap
dalam pada partikel sebelum partikel tersebut terhimpun oleh tetes
awan, atau dapat pula terserap atau melarut dalam tetes – tetes
tersebut. Penghujanan merupakan cara utama untuk membersihkan
udara yang tercemar.
2). Penghilangan cara kering, yaitu apabila pencemar berupa partikel
mengendap akibat gravitasi dan pencemar berupa gas dihilangkan
akibat terserap pada atau bereaksi dengan bahan di permukaan
partikel atau pada tanah (Morris, 1995).
2.2.1 Curah Hujan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Curah hujan adalah butiran air dalam bentuk cair atau pada di
atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim
yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam
inci atau milimeter (1 inci = 25.4 mm). Jumlah curah hujan 1mm, menunjukkan
tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap
ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. (Bayong, 2004).
Curah hujan bertindak sebagai pencuci atmosfer dan mengurangi
penyebaran pencemar di atmosfer. Air hujan sebagai pelarut umum, cenderung
melarutkan bahan polutan yang terdapat dalam udara.
(http://dwipuspita.wordpress.com/2009/04/07/pencemaran-udara/,2009).
Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH dibawah
5,6 dianggap sebagai hujan asam.
7
2.2.2 Jenis Hujan
Untuk kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut
terjadinya, ukuran butirannya, atau curah hujannya.
Jenis – jenis hujan berdasarkan terjadinya:
1. Hujan Siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik
disertai dengan angin berputar.
2. Hujan Zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,
akibat pertemuan angin pasat timur laut dengan pasat tenggara. Kemudian
angin tersebut naik dan membentuk gumpalan – gumpalan awan di sekitar
ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
3. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung
uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan,
suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di
sekitar pegunungan.
4. Hujan Frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin
bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua
massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin
lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan
lebat yang disebut hujan frontal.
5. Hujan Muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena angin
musim (angin muson). Penyebab terjadinya angin muson adalah karena
adanya pergerakan semu tahunan matahari antara garis balik utara dan
garis balik selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan oktober
sampai april, sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan mei sampai
agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan
dan musim kemarau.
Jenis – jenis hujan berdasarkan ukuran butirannya:
1. Hujan gerimis/drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
2. Hujan Salju, terdiri dari kristal – kristal es yang suhunya berada dibawah
Celsius
8
3. Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan
yang suhunya dibawah Celsius.
4. Hujan deras/rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas
Celsius dengan diameter ± 7 mm.
2.3 Teori Korelasi
Dalam teori probabilitas dan statistika, korelasi juga disebut koefisien
korelasi dengan definisi nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan
linier antara dua peubah acak (random variable).
Tabel 1. Nilai Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.00 - 0.199 sangat rendah
0.20 - 0.399 rendah
0.40 - 0.599 sedang
0.60 - 0.799 kuat
0.80 - 1.000 sangat kuat
Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan
antar dua variabel (atau lebih). Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif
(+) atau negatif (-), sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya
koefisien korelasi.
Hubungan dua variabel dinyatakan positif jika nilai suatu variabel
ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai variabel lainnya. Sebaliknya jika nilai
variabel tersebut diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain.
Sebagai contoh adalah hubungan tinggi tanaman dengan produksi. Semakin tinggi
jagung maka berat tongkolnya akan semakin besar, sebaliknya semakin pendek
tanaman maka berat tongkol semakin kecil.
Hubungan dua variabel dinyatakan negatif jika nilai suatu variabel
ditingkatkan maka akan menurunkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai
variabel tersebut diturunkan maka akan menaikkan nilai variabel yang lain.
Sebagai contoh adalah hubungan tingkat serangan hama dengan produksi.
Semakin tinggi tingkat serangan hama maka produksinya semakin kecil,
9
sebaliknya semakin kecil tingkat serangan hama maka produksinya semakin
besar.
Analisis korelasi dilakukan dengan tujuan antara lain: (1) untuk mencari
bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antar variabel, (2) bila sudah ada
hubungan, untuk melihat besar kecilnya hubungan antar variabel, dan (3) untuk
memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berarti
(meyakinkan/signifikan) atau tidak berarti (tidak meyakinkan).
Kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dengan besarnya koefisien
korelasi. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara -1 sampai 1. jika
hubungan antara 2 variabel memiliki korelasi -1 atau 1 berarti kedua variabel
tersebut memiliki hubungan yang sempurna, sebaliknya jika hubungan antara 2
variabel memiliki korelasi 0 berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel
tersebut.
Salah satu jenis korelasi yang paling popule adalah koefisien korelasi
momen – produk Pearson, yang diperoleh dengan membagi kovarians kedua
variabel dengan perkalian simpangan bakunya. Meski memiliki nama Pearson,
metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton.
Koefisien Korelasi Linier (Pearson Product Moment Correlation
Coefficient) antara dua variabel dapat dicari dengan persamaan berikut:
10
BAB III
GAMBARAN UMUM STASIUN GEOFISIKA KLAS 1
ANGKASAPURA – JAYAPURA
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Stasiun Geofisika Klas I Angkasapura Jayapura terletak di jalan Drs.
Krisna S No. 26 Kelurahan Angkasapura Kecamatan Jayapura Utara Provinsi
Papua. Dengan titik dasarnya terletak pada 02°30'53.4" Lintang Selatan dan
140°42'16.8" Bujur Timur. Stasiun Geofisika Klas I Angkasapura Jayapura
merupakan salah satu dari dua Stasiun Geofisika yang terdapat di Pulau Papua dan
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Stasiun Geofisika
mempunyai tugas melaksanakan pengamatan, pengumpulan, penyebaran data dan
penganalisaan di wilayahnya serta pelayanan jasa Geofisika dan Klimatologi.
3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Stasiun Geofisika
Stasiun Geofisika mempunyai tugas pokok dan fungsi, diantaranya :
1. Tugas Pokok
Melakukan pengamatan, analisis, dan pengolahan serta pelayanan jasa
geofisika.
2. Fungsi
Menyelenggarakan pengamatan dan analis/pengolahan :
a. Gempa bumi dan tsunami
b. Curah hujan
c. Petir atau listrik udara
d. Polusi air dan udara
e. Tanda waktu
11
f. Geomagnet ( Magnet Bumi )
3.3 Struktur Organisasi Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura-Jayapura
3.3.1 Kepala Stasiun Geofisika
1) Bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan manajemen
stasiun yang menyangkut pembinaan, koordinasi, integrasi,
bimbingan arahan, motivasi, pengaturan dan pengawasan
semua kegiatan stasiun baik teknis operasional.
2) Menyampaikan laporan kepada stasiun secara rutin atau
berkala ke BMKG.
3) Mengikuti rapat-rapat yang dilaksanakan di lingkungan BMKG
dan instansi terkait daerah.
4) Melaksanakan koordinasi dengan Pemda dan instansi-instansi
terkait di daerah.
3.3.2 Kepala Sub Bagian Tata Usaha
1) Bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembinaan, koordinasi,
integrasi, bimbingan, arahan, motivasi, pengaturan dan
pengawasan semua kegiatan urusan ketatausahaan, keuangan,
kepegawaian, rumah tangga dan laporan stasiun.
2) Melaksanakan tugas yang diberikan kepala Stasiun Geofisika
1. Bendahara Pengeluaran
a. Menyelenggarakan pembukuan kas umum, buku kas
pembantu, buku bank dan buku utang
b. Menyelenggarakan penyusunan laporan keuangan seperti
realisasi anggaran rutin, keadaan kas rutin, register,
penutupan kas, berita acara pemeriksaan kas oleh atasan
langsung dan rekonsiliasi bulanan atau semester.
c. Melakukan transaksi keluar masuk keuangan stasiun atas
perintah kepala stasiun.
d. Menyusun daftar usulan RKA/SK (bersama PPK dan
pembuat daftar gaji).
e. Menyusun revisi DIPA atas perintah kepala Stasiun
12
2. Bendahara Penerima
a. Mencatat keluar masuknya penerimaan negara bukan
pajak (PNBP).
b. Membuat laporan PNBP
3. Bendahara materil
a. mencatat keluar masuknya barang
b. membuat rencana kebutuhan belanja kantor
c. membuat catatan inventaris barang yang akan dihapuskan
d. membuat laporan SA – BMN semester
e. membuat daftar inventaris ruangan dan lobi
f. melakukan tindak pemeliharaan peralatan kantor (gedung,
meubelair, mobil, mesin pemotong rumput dan lain-lain).
4. Pembuat Daftar Gaji
a. Membuat konsep, mengetik, mengeprint dan mengirim
daftar gaji stasiun
b. Membuat daftar gaji susulan
c. Membuat claftar usulan RKA-SK ( bersama PPK clan
Bendahara Pengeluaran
5. Kepegawaian
a. Menyusun nominatif pegawai per april dan oktober
b. Mempersiapkan pembuatan DP-3
c. Menyusun proses kenaikan pangkat pegawai
d. Mengumpulkan laporan Dupak yang dibuat para pejabat
fungsional untuk di proses lebih lanjut
13
e. Membuat usulan karpeg, karsi dan karsu
f. Membuat usulan kenaikan 100% ( menjadi PNS )
g. Membuat perbaikan data taspen
h. Pengembangan SDM
6. Pelaporan
a. Menerima, mencatat keluar masuknya clan surat stasiun
b. Menyusun laporan bulanan
3.3.3 Kepala Seksi Observasi
1) Bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaa, pembinaan,
koordinas, integrasi, bimbingan, arahan, motivasi, pengaturan
dan pengawasan semua kegiatan operasional.
2) Melaksanakan tugas yang diberikan Kepala Stasiun Geofisika
1. Kelompok Pengamatan
a. Pengamatan percepatan tanah dengan accelerograph
b. Pengamatan gempa bumi dengan Broadband digital
c. Pengamat gempabumi SPS-1
d. Pengamatan curah hujan
e. Pengamatan Lightning Detector
f. Pengamatan Kualitas Udara
g. Pengamatan Sampel air Hujan
h. Pengamatan unsur meteorologi menggunakan AWS
2. Kelompok Pengumpulan dan Penyebaran Data
a.Pengumpulan dan penyebaran data seismo harian
b. Pengumpulan dan penyebaran Phase Report Sheat
Dekade
c.Penyebaran data curah hujan harian
d. Penyebaran data curah hujan
dekade
14
e. Pengumpulan data hasil olahan polusi udara dan sample
air hujan
f. Pengumpulan data Lightning Detector
3. Kelompok Peralatan
a. Pemeliharaan peralatan geofisika ( seismograph, lightning
detector, ranet, accelograph, geolistrik dan penakar hujan )
b. Pemeliharaan peralatan penunjang operasional ( genset
dan komputer)
3.3.4 Kepala Seksi Data dan Informasi
1) Bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan pembinaan,
koordinasi, integrasi, bimbingan, arah~ motivasi, pengaturan
dan pengaeasn semua kegiatan pengolahan dan menajemen
data stasiun
2) Melaksanakan tugas yang dibe.riJam Kepala Stasiun Geofisika
1. Kelompok Analisa dan Pengolahan
a. Tabulasi data gempa bumi harian
b. Analisa parameter gempa bumi harian
c. Kualitas kontrol
d. Entri parameter gempa bumi
e. Tabulasi data curah hujan harian
f. Pengolahan data Curah hujan bulanan
g. Evaluasi aktifitas gempa bumi di Papua dan sekitamya
h. Membuat publikasi aktifitas gempabumi
i. Menbuat publikasi curah hujan
j. Membuat publikasi data petir
k. Survey gempa bumi merusak dalam tim Seksi Observasi
dan Seksi Datin
2. Kelompok Pelayanan Jasa
a. Pelayanan jasa gempa bumi
15
b. Pelayananjasa curah hujan
c. Pelayanan jasa kualitas air hujan
d. Pelayanan jasa polusi udara
3. Kelompok Pelaporan
Membuat, mengetik laporan dekade gempabumi, bulletin
gempabumi, lightning detector, sample hujan dan sample
kualitas udara.
16
Kepala Stasiun Geofisika Klas I Angkasapura
PETRUS DEMON SILI, S.IP
Seksi Observasi
Cahyo Nugroho,S.E, S.Si
Seksi Data dan Informasi
Herlambang Hudha, S.Si
Kelompok Jabatan Fungsional
Staf Pegawai Stasiun Geofisika Klas I Angkasapura
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Bahtiar, S.Si. MT
Gambar 3.1: Sruktur Organisasi Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura – Jayapura
3.4 Data Dukung
Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura – Jayapura selain mempunyai tugas
pokok dan fungsi dalam pengamatan geofisika tetapi juga melaksanakan
pengamatan Kualitas Udara sebagaimana yang tercantum pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang pengendalian
Pencemaran Udara. Sehingga pengamatan Kualitas udara di Stasiun Geofisika
Klas 1 Angkasapura – Jayapura meliputi pengamatan curah hujan dengan
menggunakan instrumentasi penakar hujan observasi dan penakar hujan Hillman,
pengamatan sampel air hujan dengan menggunakan instrumentasi Automatic Rain
Water Sampler (Wet and Dry Sampler), dan pengamatan sampel debu dengan
menggunakan instrumentasi High Volume air Sampler.
17
BAB IV
METODOLOGI
DATA
Data dihasilkan dari analisa sampel di Laboratorium. Sampel yang
dianalisa yaitu SPM yang diamati pada Stasiun Geofisika Klas 1 Angkasapura –
Jayapura. Sampel diambil setiap minggu dan data yang dipakai adalah rata – rata
bulanan. Waktu pengamatan weekly dengan satu kali pengukuran selama 24 jam.
Prinsip perhitungan konsentrasi SPM yang dipakai adalah perhitungan menurut
AUSTRALIAN STANDARD No.2724.3-1984 (Nurlaily, 2004).
Monitoring dan analisa sampel dilakukan oleh BMKG (Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika). Dilakukan kendali mutu sesuai dengan
metoda WMO (World Meteorology Organization).
Pengamatan curah hujan dengan alat penakar hujan dengan alat penakar
hujan biasa dilakukan setiap hari / mutlak pada pukul 07.00 WIB (walau tidak
ada hujan).
Pengumpulan data dilakukan selama 5 (Lima) tahun dan dilanjutkan
dengan pengolahan data menggunakan program microsoft Excel dan Minitab.
Data yang diolah adalah data pada tahun 2007-2011.
Data dihasilkan dengan menggunakan peralatan berupa: TSP High Volume Air
Sampler model 5000 untuk menyedot debu yang akan dianalisa
18
Tabel 2: Total Curah Hujan (mm) yang tercatat di Stasiun Geofisika Klas 1
Angkasapura - Jayapura
BulanTAHUN Rata-
rata2008 2009 2010 2011
JANUARI 710,6 250,3 645,6 268,4 468,725
FEBRUARI 416,8 551,3 268 275,1 377,8
MARET 213,8 621,6 373,1 247,3 363,95
APRIL 251,5 366,1 331,2 198,4 286,8
MEI 262,9 238,3 316,2 243 265,1
JUNI 380 246,8 284,3 205,2 279,075
JULI 90,2 379,4 107 241,9 204,625
AGUSTUS 109,6 227,9 144 254,7 184,05
SEPTEMBER 164,3 260,1 29,9 235,3 172,4
OKTOBER 265,1 158,9 222,4 223,5 217,475
NOPEMBER 153,9 110,2 194,1 151,6 152,45
DESEMBER 204,5 460,9 421,5 486 393,225
4.2 Instrumen Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data adalah :
1. Penakar obs dan Hillman untuk menakar curah hujan
2. Peralatan analisa laboratorium untuk menimbang filter debu sehingga
didapatkan data kadar SPM yang telah diobservasi
3. TSP High Volume Air Sampler untuk menyedot debu yang akan
dianalisa
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Daerah pengamatan yang mempunyai topografi yang sangat bervariasi
didapatkan densitas batuan rata – rata sebesar 2.4 g/cm yang diduga
sebagai batu pasir (sandstone) yang merupakan batuan reservoar.
2. Harga anomali bouguer daerah pengukuran berkisar diantara 23 mgal – 49
mgal dengan interval kontur 1 mGal.
1.2 SARAN
1. Untuk mendapatkan informasi data yang lebih lanjut maka diperlukan
pengolahan data yang lengkap seperti analisa anomali residu sehingga
dapat diketahui informasi mengenai interpretasi data struktur geologi
bawah permukaan.
2. Untuk penelitian yang sejenis membutuhkan software analisa Grav2DC,
karena adanya faktor kerusakan software tersebut yang diakibatkan oleh
virus maka penulis mengalami kesulitan dalam mengolah data.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, Sukendar.,2002, “Geologi Struktur Indonesia”, Laboratorium Geologi
Dinamis-geologi Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Hammer,S.,1939, “Terrain Corrections for Gravimeter Stations.Geophysics 4,
184-194”.
Harahap, D.,1999, “Modul Pendahuluan Geofisika, Akademi Meteorologi dan
Geofisika”, Jakarta.
Kusnandar, Ridwan.,2008,“Interpretasi Data Anomali Gravitasi Daerah
Indramayu Jawa Barat”, Akademi Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Kadir,A, 2000,“Eksplorasi Gaya gravitasi dan Magnetik”, Program Jurusan
Tehnik Geofisika Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Longman,I.M.,1959,“Formulas For Computing The Tidal Acceleration Due to
Moon and The Sun. Journal Geophysical Research Vol.64, 2351-2355”.
Reynolds,J.M.,1997,“An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics”,John Wiley and Sons Inc.,England.
Seigel, H.O.,1994,“A Guide To High Precission Land Gravimeter Surveys”,
Ontario Geological Survey, Canada.
Telford, W.A., Geldart, L.P., Sherif, R.E.,1976“Applied Geophysics Second
Edition”, Cambridge University Press, London.
Zhou X.,Zhong B.,Li X.,1990,“Gravimetric Terrain Correction by Triangular
Element Method,Geophysics,Vol.55,PP.232-238”.
21
22