Upload
anonymous-fcdkkz8irw
View
25
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
test
Citation preview
Laporan Diagnosis Komunitas
Kepatuhan Berobat Penyandang Diabetes Mellitus
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Disusun Oleh:
Adityo Darmawan 0806323675
Lyriestrata Anisa 0906508251
Nuril Rahmatika 0906508365
Sukmi Ayu Tri W 0806324545
Siti Rahma Indah PP 0806320925
Pembimbing:
Dr. Setyawati Budiningsih, MPH
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2014
1
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa laporan diagnosis komunitas ini
dan semua sumber baik yang dikutip telah kami nyatakan dengan benar tanpa tindakan
plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian
hari ternyata kami melakukan tindakan plagiarisme, kami akan bertanggung jawab
sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia.
1. Nama :Adityo Darmawan, S. Ked
NPM : 0806323675
Tanggal : 07-07-2014
Tanda Tangan :
2. Nama : Lyriestrata Anisa, S. Ked
NPM : 0906508251
Tanggal : 07-07-2014
Tanda Tangan :
3. Nama : Nuril Rahmatika, S. Ked
NPM : 0906508365
Tanggal : 07-07-2014
Tanda Tangan :
4. Nama : Sukmi Ayu Tri Wahyuni, S. Ked
NPM : 0806324545
Tanggal : 07-07-2014
Tanda Tangan :
5. Nama : Siti Rahma Indah PP, S. Ked
NPM : 0806320925
Tanggal : 07-07-2014
Tanda Tangan :
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Makalah ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing Modul Klinik Ilmu
Kedokteran Komunitas di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebagai syarat menyelesaikan
modul Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas.
Kepatuhan Berobat Penyandang Diabetes Mellitus
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Jakarta, 7 Juli 2014
Mengetahui dan Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
dr. Setyawati Budiningsih, MPH
3
ABSTRAK
Kepatuhan Berobat Penyandang Diabetes Mellitus dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Darmawan A*, Anisa L*, Rahmatika N*, Tri SA*, Pakaya SRIPP**Mahasiswa Tingkat V Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan penyakit non-infeksi yang sering ditemukan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Dari 60-70 kasus, 60% diantaranya didapatkan gula darah yang belum terkontrol. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan dengan kontrol secara rutin. Semakin buruk tingkat kepatuhan berobat seseorang, maka semakin tinggi tingkat komplikasi yang dapat terjadi. Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan metode pengambilan sampel consecutive sampling terhadap semua pasien diabetes mellitus yang memenuhi kriteria inklusi di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Data diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Hasil: Didapatkan 65 subyek penelitian dengan mayoritas berumur 46-55 tahun, pendidikan terakhir tamat SMA, pekerjaan ibu rumah tangga dan berpenghasilan < Rp2.441.000, lama menderita DM <5 tahun, tidak memiliki riwayat DM dalam keluarga, dan gula darah tidak terkontrol. Berdasarkan indikator kepatuhan berobat didapatkan 83,1% subyek patuh, dan 16,9 % tidak patuh berobat. Didapatkan juga hasil bahwa subyek penelitian memiliki pengetahuan yang baik (78,5%), sikap positif (95,4%) dan perilaku yang baik (75,4%). Diskusi: Dalam penelitian ini ditemukan 83,1% pasien diabetes mellitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati patuh berobat. Hal ini dapat didukung oleh mayoritas subyek memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik dan sikap positif, sedangkan 16,9 % lainnya tidak patuh berobat dan banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya tingkat pendidikan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan. Intervensi per individual perlu dilakukan secara komprehensif dari berbagai bidang yang terkait. Kesimpulan: Ditemukan 83,1% pasien DM di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati patuh berobat.
Kata Kunci: Kepatuhan berobat, diabetes mellitus
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................iii
ABSTRAK..........................................................................................................iv
DAFTAR ISI.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................5
BAB III METODE.............................................................................................16
BAB IV HASIL .................................................................................................21
BAB V PEMBAHASAN.....................................................................................29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................35
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................36
LAMPIRAN........................................................................................................39
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat
di dunia, terutama di Indonesia. Menurut WHO tahun 2010, 60% penyebab kematian di dunia
adalah karena penyakit tidak menular. Diabetes mellitus menduduki peringkat ke-6 sebagai
penyebab kematian di dunia. Diabetes Mellitus merupakan ancaman serius karena dapat
menyebabkan berbagai komplikasi yang sangat mempengaruhi kualitas hidup
penyandangnya, seperti kebutaan, penyakit kardiovaskular, stroke, gagal ginjal, dan kaki
diabetik. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan kadar gula
darahnya, salah satu caranya adalah dengan kontrol secara rutin.1,2 Kontrol rutin merupakan
suatu keharusan bagi penyandang diabetes mellitus. Namun pada kenyataannya, kebanyakan
penyandang diabetes mellitus tidak kontrol atau berobat secara teratur bila tidak ada keluhan.
Semakin buruk tingkat kepatuhan berobat seseorang, maka semakin mudah seseorang terkena
komplikasi.1
Secara epidemiologi, WHO memperkirakan pada tahun 2030 prevalensi diabetes
mellitus di Indonesia mencapai 21,3 juta jiwa. Sedangkan hasil Riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2007, proporsi penyebab kematian akibat diabetes mellitus pada kelompok
umur 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%. Dan di
pedesaan, diabetes mellitus menduduki peringkat ke-6 yaitu 5,8%.1,2 Prevalensi diabetes
mellitus di Indonesia tahun 2013 sebesar 2,1% dengan jumlah kasus terbanyak di Sulawesi
Tengah sebesar 3,7%. Sedangkan prevalensi diabetes mellitus di wilayah DKI Jakarta sebesar
2,5%.3 Berdasarkan laporan penyakit di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati tahun 2013,
tercatat 3078 kasus diabetes mellitus.4
Diabetes mellitus merupakan penyakit non-infeksi yang sering ditemukan pada pasien
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Berdasarkan wawancara langsung dengan petugas
kesehatan di poliklinik khusus DM, beberapa bulan terakhir penyandang diabetes mellitus
meningkat, sekitar 60-70 pasien perharinya. Penyakit diabetes mellitus bukanlah penyakit
non-infeksi dengan angka tertinggi di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, tetapi masih
terdapatnya kendala pada kepatuhan menjalankan pengobatannya walaupun pasien
mengatakan telah teratur minum obat. Pada penelitian sebelumnya, didapatkan tingkat
kepatuhan berobat terhadap 35 penyandang diabetes mellitus diabetes mellitus Puskesmas
Pucang Sewu Surabaya sebanyak 37,1 % dinyatakan patuh berobat, 51,4% kurang patuh dan
6
11,1% tidak patuh.5 Sedangkan pada penelitian lain didapatkan proporsi tidak patuh sebesar
66% responden sedangkan proporsi patuh sebesar 34% responden.6 Kepatuhan berobat dinilai
dari kepatuhan dalam minum obat dan kontrol menurut anjuran dokter. Keberhasilan
penatalaksanaan diabetes mellitus dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya keteraturan
kontrol, kepatuhan meminum obat, penyesuaian diet, peningkatan aktivitas fisik dan
penggunaan obat antidiabetik.2
Dalam menanggulangi masalah tersebut, Puskesmas Kramat Jati memiliki program
untuk penanganan penyakit diabetes mellitus, yaitu adanya Poliklinik Khusus DM dan Lansia
serta prolanis. Namun, Kegiatan prolanis ini merupakan suatu program baru yang
dilaksanakan bulanan. Kegiatan tersebut terdiri dari penyuluhan, pemeriksaan dan pembagian
obat perbulan. Kegiatan tersebut baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2014, dengan tujuan
pasien dapat kontrol secara rutin dan dapat mengambil obat perbulan.
Ketika peneliti sedang melakukan kerja lapangan, peneliti menemukan insiden kadar
gula darah belum terkontrol. Dari 60-70 kasus, didapatkan 60% diantaranya masih
didapatkan gula darah yang belum terkontrol. Akibat kadar gula darah yang masih tidak
terkontrol tersebut mengakibatkan pasien datang dengan membawa keluhan penyerta seperti
kesemutan, pandangan kabur, dan luka yang tidak sembuh.
Oleh karena itu, perlu dilakukan diagnosis komunitas untuk mengidentifikasi masalah
diabetes mellitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, terutama mengenai kepatuhan
berobat penyandang diabetes mellitus. Karakteristik pasien, pengetahuan, sikap, dan perilaku
pasien tentang kepatuhan berobat dievaluasi untuk menentukan solusi yang tepat. Diagnosis
komunitas diselenggarakan untuk menilai dan mengetahui sejauh mana angka kesakitan
masyarakat terhadap suatu penyakit tertentu dan faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi serta solusi apa yang dapat dilakukan agar penyakit tersebut tidak menjadi
endemis ataupun masalah.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sebaran karateristik sosiodemografi berdasarkan usia, jenis kelamin, status
pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan responden di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati?
2. Bagaimana sebaran profil diabetes mellitus berdasarkan lama menderita diabetes
mellitus, riwayat keluarga dan kadar gula darah responden di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati?
7
3. Bagaimana tingkat kepatuhan berobat responden di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati?
4. Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku responden tentang kepatuhan berobat di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat kepatuhan berobat penyandang diabetes mellitus di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Diketahuinya sebaran karateristik sosiodemografi berdasarkan usia, jenis kelamin,
status pendidikan, status pekerjaan, dan status penghasilan responden di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati.
2. Diketahuinya sebaran profil diabetes mellitus berdasarkan lama menderita diabetes
mellitus, riwayat keluarga dan kadar gula darah responden di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati.
3. Diketahuinya tingkat kepatuhan berobat responden di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati.
4. Diketahuinya pengetahuan, sikap, dan perilaku responden tentang kepatuhan berobat
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.
1.4. Manfaat Diagnosis Komunitas
1.4.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
1. Sebagai sarana pembelajaran dan pelatihan melakukan diagnosis komunitas
2. Sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis, daya nalar, dan analisis
secara sistematis dalam menentukan permasalah di suatu komunitas
3. Sebagai sarana pelatihan kerjasama dalam tim peneliti
1.4.2. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
1. Sebagai sarana dalam menjalin kerjasama yang harmonis antara mahasiswa dengan
staf pengajar FKUI.
2. Mewujudkan Universitas Indonesia sebagai universitas riset dan teknologi dan
mewujudkan Visi FKUI 2014.
8
1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat
1. Sebagai sarana pemberian informasi mengenai pentingnya kepatuhan dalam
pengobatan diabetes mellitus
2. Sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan
pengobatan diabetes mellitus
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diagnosis Komunitas
Menurut WHO, diagnosis komunitas adalah bentuk deksripsi kualitatif dan kuantitatif
dari keadaan kesehatan dari penduduk dan faktor-faktor yang mempengaruhi.7
Langkah membentuk diagnosis komunitas:7
1. Inisiasi
Dalam inisiasi, dibutuhkan komitmen setiap anggota untuk menjalankan kegiatan ini
seperti mengidentifikasi sumber daya lalu menentukan diagnosis serta cakupan yang didata,
kemudian terbentuk rancangan kerja dan laporan kegiatan. Kegiatan ini melibatkan kerjasama
antara pemerintah, tenaga kesehatan profesional, dan juga organisasi kesehatan.
2. Pengumpulan Data danAnalisa
Data yang dikumpulkan sebagai berikut: data kuantitatif, kualitatif, dan gambaran
sosio-demografis. Data dikumpulkan dari kuesioner atau wawancara. Analisa status
kesehatan komunitas ini menggunakan berbagai indicator kesehatan seperti :
1. Indikator Mortalitas
2. Indikator Morbiditas
3. Angka kecacatan
4. Indikator status nutrisi
5. Indikator pelayanan kesehatan
6. Angka pemanfaatan
7. Indikator kesehatan mental
8. Indikator lingkungan
9. Indikator sosio-ekonomi
10. Indikator kebijakan kesehatan
11. Indikator kualitas hidup
12. Indikator lainnya.
3. Diagnosis
Analisa data yang sudah dilakukan menjadi dasar terbentuknya diagnosis komunitas
itu sendiri. Data ini meliputi status kesehatan komunitas, faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan komunitas, dan potensi peningkatan kesehatan.
10
4. PenyebaranInformasi
Setelah sudah selesai membuat laporan diagnosis komunitas serta hasil sudah dapat
dilaporkan, tetap dilakukan pelaporan kepada pembuat kebijakan dan tenaga kesehatan
professional dalam komunitas tersebut, serta komunitas itu sendiri.
2.2. Diabetes Mellitus
2.2.1. Pengertian Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.2
2.2.2. Epidemiologi Diabetes Mellitus
Di Indonesia, hasil penelitian riset kesehatan dasar menunjukkan kecenderungan
peningkatan prevalensi diabetes mellitus tahun 2013 adalah 2,1 persen (Indonesia), lebih
tinggi dibanding tahun 2007 (1,1%). Dua provinsi, yaitu Papua Barat dan Nusa Tenggara
Barat terlihat ada kecenderungan menurun, 31 provinsi lainnya menunjukkan kenaikan
prevalensi diabetes mellitus yang cukup berarti seperti Maluku (0,5% menjadi 2,1%),
Sulawesi Selatan (0,8% menjadi 3,4%), dan Nusa Tenggara Timur (1,2% menjadi 3,3%).4
2.2.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes mellitus,sebagai berikut:2
a. Tipe 1: destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, autoimun
atau idiopatik
b. Tipe 2: bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
c. Tipe lain:
Defek genetic fungsi sel beta
Defek genetic kerja insulin
Penyakit eksokrin pancreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus
d. Diabetes mellitus gestasional.2
2.2.4. Diagnosis Diabetes Mellitus
11
a. Pedoman Diagnosis Diabetes Mellitus Menurut PERKENI 2011
Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes
mellitus seperti di bawah ini:2
Keluhan klasik: poliuria (banyak kencing dalam arti jumlah air seni lebih banyak
daripada normal), polidipsia (sering merasa haus), polifagia (sering cepat lapar), dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita.2
Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara:2
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus,
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).2
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes mellitus, bergantung
pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok:2
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125
mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.2
b. Pedoman diagnosis Diabetes Mellitus menurut ADA 20112
1. Gejala klasik diabetes mellitus + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir,
Atau
2. Gejala klasik diabetes mellitus + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0
mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam,
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75
g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.2
2.2.5.Pemeriksaan Penyaring Diabetes MellitusTabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis diabetes mellitus (mg/dL).2
12
Bukan diabetes
mellitus
Belum pasti
diabetes mellitus
diabetes mellitus
Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma vena
Darah kapiler
<100
<90
100-199
90-199
≥200
≥200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena
Darah kapiler
<100
<90
100-125
90-199
≥126
≥100
2.2.6. Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus
a. Edukasi Diabetes Mellitus
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku. Dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.2
b. Terapi Gizi Medis Diabetes Mellitus
Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola makan yang teratur, maka
penatalaksanaan dapat dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan perencanaan
makanan dan dalam pengelolaan diabetes adalah sebagai berikut :2
Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal
Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan
janinnya
Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.2
c. Latihan Jasmani Diabetes Mellitus
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur memegang peran penting
terutama pada diabetes mellitus tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes
adalah memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah,
meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat badan, meningkatkan kesegaran
jasmani dan rasa percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler.2
d. Intervensi Farmakologis Diabetes Mellitus
13
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur, namun
pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik baik
oral maupun insulin. Obat hipoglikemik oral (OHO) dapat dijumpai dalam bentuk:2
1. Pemicu sekresi insulin: sulfonylurea dan glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
3. Penghambat gluconeogenesis (metformin)
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
5. DPP-IV inhibitor.2
2.3. Program Pemerintah terkait Diabetes Mellitus
Salah satu langkah strategi pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia melalui
kerja sama lintas program dan lintas sektor serta kemitraan dengan dunia usaha. Sejak tahun
2009 sudah ada jejaring kemitraan yang dikembangkan di Indonesia antara lain Tim Jejaring
Kerja Nasional Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Tim JKN-PPTM) yang dikukuhkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan.8
Program ini berjalan dengan cara meningkatkan kapasitas sumber daya kesehatan,
baik untuk pelayanan di Puskesmas maupun untuk kegiatan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit
Tidak Menular (Posbindu PTM) di masyarakat, sehingga target yang ingin dicapai pada tahun
2014 yaitu setiap Kabupaten/Kota diharapkan mempunyai minimal satu Puskesmas yang
mampu melayani Penyakit Tidak Menular dengan baik termasuk Diabetes Mellitus, dan
minimal 10% desa di Indonesia dapat menyelenggarakan Posbindu PTM.8
Dalam program JKN-PPTM ini terdapat pengorganisasian penemuan dini dan
tatalaksana kasus diabetes mellitus, sebagai berikut:
A. Penemuan dini Penyakit diabetes mellitus
Penemuan dini meliputi pemeriksaan faktor risiko dan wawancara terarah dapat dilakukan di
tempat-tempat, seperti:
a. Masyarakat, misalnya: posyandu lansia atau kelompok-kelompok diabetes dan
sejenisnya dalam pembinaan puskesmas dengan metode wawancara dan pemeriksaan
faktor risiko diabetes mellitus. Pemeriksaan dapat dilakukanoleh kader kesehatan
yang sudah melalui pelatihan dasar yang meliputi: pengertian diabetes mellitus dan
keluhannya, pengenalan faktor risiko diabetes mellitus, pengukuran berat badan ideal,
14
tekanan darah, aktivitas fisik sederhana, pengetahuan diet sehat, aktivitas
fisik/olahraga yang sehat.
b. Puskesmas
c. Rumah sakit/fasilitas kesehatan lain.8
B. Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus
Tatalaksana penyakit diabetes mellitus dapat dilakukan secara berjenjang, meliputi:8
1. Masyarakat, dalam hal ini kader yang sudah terlatih dapat melakukan kegiatan
tatalaksana kasus diabetes mellitus ini meliputi: edukasi, pengelolaan makanan
sederhana, aktivitas fisik, pengawasan minum obat, melakukan rujukan ke puskesmas.
2. Puskesmas
a. Edukasi.
Puskesmas selain melakukan pembinaan kepada kader juga memberikan
informasi melalui penyuluhan langsung ke masyarakat maupun secara tidak
langsung menggunakan poster, leaflet, dan lain-lain yang meliputi materi
dasar yang telah diberikan pada pelatihan penemuan dini, yaitu:
Pengertian diabetes mellitus dan keluhannya,
Pengenalan faktor risiko diabetes mellitus,
Pengukuran berat badan ideal,
Pengukuran tekanan darah,
Aktivitas fisik sederhana,
Pengetahuan diet sehat,
Aktivitas fisik/olahraga yang sehat.
b. Pengelolaan Makanan
Kader yang sudah dilatih dapat melakukan penyuluhan kesehatan tentang
pengelolaan makanan sederhana, yang meliputi:
Pengukuran Berat Badan Ideal,
Pengetahuan Diet Sehat
c. Aktivitas fisik
Puskesmas melakukan pembinaan kepada kader kesehatan mengenai aktivitas
fisik atau olahraga yang sehat, sehingga dapat terbentuk kelompok-kelompok
senam di masyarakat.
d. Pengobatan
15
Puskesmas dapat melakukan diagnosis diabetes mellitus dan
melakukan pengobatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
Memotivasi kader dan keluarga penyandang diabetes untuk melakukan
pengawasan minum obat, pola makan sehat tinggi serat rendah gula,
dan aktivitas fisik rutin penyandang diabetes.
e. Melakukan rujukan
Puskesmas mampu melakukan pengobatan tingkat dasar dan
melakukan rujukan pasien sesuai dengan tingkat kemampuan
puskesmas,
Puskesmas mampu melakukan perencanaan kebutuhan obatnya guna
pemenuhan kebutuhan penyandang diabetes sesuai peraturan yang ada.
3. Rumah Sakit
a. Menerima rujukan medik
b. Melakukan pembinaan terhadap penyandang diabetes melalui penyuluhan
lanjutan meliputi pengobatan komplikasi dan upaya rehabilitasi
c. Melakukan fasilitasi peningkatan kemandirian masyarakat melalui
pembentukan kelompok-kelompok penyandang diabetes.8
2.4. Kepatuhan Pengobatan Diabetes Melitus
Kepatuhan merupakan perilaku seseorang untuk mengikuti saran dari orang yang
berwenang, seperti dokter, perawat, atau petugas kesehatan. Kepatuhan dalam menjalankan
pengobatan menandakan pasien telah mengerti penggunaan obat tersebut sehingga akan
memiliki motivasi untuk melaksanakan pengobatan dan terapi yang diinginkan9. Perilaku
kepatuhan berobat pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh faktor karakteristik penyakit dan
pengobatan, faktor intra-personal, faktor inter-personal, dan faktor lingkungan.10
1. Karakteristik penyakit dan pengobatan
Kepatuhan pengobatan berkaitan dengan tiga elemen pengobatan, yaitu kompleksitas
pengobatan, lama menderita penyakit, dan pemberian layanan. Indikator kompleksitas
penyakit adalah frekuensi pengobatan seperti frekuensi minum obat. Pasien yang
makan obat satu kali sehari dapat lebih patuh dibandingkan yang makan obat tiga kali
sehari. Faktor lama menderita penyakit dapat mempunyai pengaruh yang negatif
karena akan membuat pasien jenuh dalam menjalankan pengobatannya. Faktor
pemberian layanan dapat berupa pelayanan kesehatan primer dan pelayanan secara
16
multidisiplin tim diabetes. Masalah biaya pelayanan dan akses pelayanan juga dapat
mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan diabetes melitus.10
2. Faktor intra-personal
Faktor-faktor intra-personal yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan pasien
diabetes melitus adalah umur, jenis kelamin, disiplin diri, kepribadian individu, dan
penggunaan alkohol. Faktor umur berkaitan dengan aktivitas fisik seseorang. Semakin
dewasa seseorang dianggap akan lebih sedikit melakukan aktivitas fisik dan lebih
patuh pada pengobatan diabetes melitus dengan menggunakan obat-obatan.9,10
3. Faktor inter-personal
Dua faktor yang paling berkaitan dengan kepatuhan pengobatan ialah kualitas yang
baik antara hubungan pasien dengan petugas pelayanan kesehatan serta dukungan
keluarga dan sosial.9,10
4. Faktor lingkungan
Dua faktor yang paling berkaitan dengan kepatuhan pengobatan ialah sistem
lingkungan dan situasi dengan risiko tinggi. Lingkungan meliputi lingkungan
keluarga, lingkungan kerja, lingkungan pekerjaan, dan sebagainya. Setiap perubahan
yang terjadi pada lingkungan diperlukan penyesuaian pula pada setiap individu yang
menjalaninya. Situasi dengan risiko tinggi merupakan situasi yang dapat
mengakibatkan ketidakpatuham dalam nerobat, seperti saat liburan, pesta, bosan, atau
situasi-stuasi lainnya. Sistem lingkungan yang mempengaruhi kepatuhan seperti
sistem ekonomi, budaya, politik, geografi, ekologi, dan kesehatan.10
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan ialah9
1. Identifikasi faktor risiko
2. Penyusunan rencana tatalaksana yang disesuaikan berdasarkan karakteristik individu
(Aktivitas dan jadwal)
3. Memberikan informasi pengobatan sesuai dengan pendidikan pasien baik secara lisan,
instruksi tertulis, peralatan audiovisual, terapi terkontrol, atau perlatan lainnya
4. Memberikan motivasi kepada pasien
5. Memantau pengobatan yang telah dilakukan9
Hal-hal yang memperlihatkan kepatuhan penyandang diabetes melitus dalam
menjalankan pengobatan diabetes melitus adalah:11
1. Tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan sesuai anjuran
17
- Makan obat sesuai aturan yang telah diberikan oleh dokter dan tidak
menggunakan obat lainnya tanpa didahului konsultasi dengan dokter
- Melakukan diet sesuai dengan anjuran dokter, yaitu memilih makanan yang
mengandung karbohidrat yang aman, mengurangi makanan yang berlemak tinggi,
mengurangi makanan yang manis, dan makan makanan yang berserat.
- Melakukan pengecekan kadar gula darah teratur11
2. Tingkat kepatuhan pasien dalam melakukan aktivitas fisik sesuai anjuran
- Melakukan olahraga dengan mengikuti prinsip FITT (Frekuensi, intensitas, tempo,
dan tipe). Olahraga pada pasien diabetes melitus bermanfaat untuk menurunkan
kadar gula darh, menurunkan berat badan, mengurangi stres, dan memperkuat
jantung.
a. Frekuensi : olahraga 3-5 kali dalam satu minggu
b. Intensitas : olahraga yang memiliki intensitas ringan-sedang
c. Tempo : olahraga selama 30-60 menit
d. Tipe : olahraga yang disarankan untuk penyandang diabetes melitus adalah
bersepeda, berenang, dan berjalan kaki11
3. Menjaga kebersihan
Penyandang diabetes melitus dapat mengalami kerusakan pada saraf terutama jika
gula darah yang tidak terkontrol. Kerusakan saraf tersebut dapat berupa kesemutan,
nyeri, atau bahkan telah baal pada kaki dan tangan. Oleh karena itu, kebersihan perlu
seslalu dijaga untuk mengurangi terjadinya infeksi, seperti setelah berolahraga. Saat
berolahraga kemungkinan kaki dapat mengalami lecet karena gesekan antara kaki
dengan sepatu.11
2.5. Pengetahuan
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil yang didapat setelah melakukan
penginderaan kepada objek tertentu. Penginderaan terjadi sebagian besar melalui mata
dan telinga.12 Kategori atas pengukuran tingkat pengetahuan dapat dibagi atas baik,
cukup, kurang atau rendah, sedang, tinggi.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yakni pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, penghasilan, dan
social budaya.12 Pengukuran terhadap pengetahuan dapat dilakukan dengan
mewawancarai subyek penelitian melalui kuesioner dengan disesuaikan tingkatan
pengetahuan.14
18
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan mulai dari yang terendah sampai
yang kompleks yaitu: Tahu (Know) yang artinya mengetahui dan mengingat bahan
yang sudah dipelajari sebelumnya, dan ini merupakan tingkatan terendah.
Pemahaman (Comprehension) merupakan kemampuan untuk menafsirkan arti dari
sesuatu yang dipelajari.Penerapan/Aplikasi (Aplication) yaitu kemampuan
menggunakan suatu ilmu yang telah dipelajari dan menerapkannya melalui suatu
metode atau konsep.Analisa (Analyis) adalah kemampuan menjabarkan suatu obyek
ke dalam komponen yang masih ada kaitan dengan lainnya.Sintesis (Syntesis)
merupakan kemampuan dalam menghubungkan bagian dalam bentuk baru.Evaluasi
(Evaluation) berhubungan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan dalam
membuat penelitian.14
2.6. Perilaku
Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang kepada stimulus yang
didapat.Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu: Perilaku tidak terlihat (covert
behavior) seperti ketika kita sedang berpikir, memberikan tanggapan, dan perilaku
terlihat (overt behavior) seperti jalan, bicara, memakai pakaian. Faktor-faktor perilaku
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu faktor predisposisi termasuk pengetahuan
individu terhadap penyakit yang diderita, sikap individu terhadap kepatuhan
berobatnya, dan unsur-unsur lain dalam diri individu tersebut. Kedua adalah faktor
pendukung (enabling factors) dimana tersedianya sarana pelayanan kesehatan,
terakhir yang ketiga adalah faktor pendorong (reinforcing factors) dimana kita
memengaruhi perilaku seseorang.14
2.7. Sikap
Sikap menunjukkan konotasi dari kecocokan reaksi kepada suatu stimulus di
kehidupan sehari-hari yang menunjukkan ciri reaksi yang bersifat emosional.15 Sikap
memiliki beberapa tingkatan yakni: Menerima (receiving) ketika seseorang menerima
stimulus yang diberikan, merespon (responding) memberikan jawaban, menghargai
(valuating)mendiskusikan suatu permasalahan, bertanggungjawab (responsible)
adalah sikap tertinggi dimana kita bertanggung jawab atas sesuatu yang kita pilih.12,15
Pengukuran sikap bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung,
yaitu dengan menggunakan sekumpulan pertanyaan sikap (attitude statement).
19
Penelitian ini menggunakan teknik penyusunan skala sikap menurut Thurstone yaitu
mengukur sikap dari sesorang/subyek penelitian yang didasari oleh pendapat pribadi
dengan memberi pernyataan secara singkat dengan pilihan ya atau tidak, dan benar
atau salah. Setelah sudah didapatkan hasil, selanjutnya akan diklasifikasikan menjadi
dua kategori sikap yaitu favourable (positif) dan unfavourable (negatif).15
2.8. Kerangka Konsep
20
Penyandang Diabetes mellitus
Kepatuhan Berobat
Sosiodemografi responden
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Internal
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Variabel yang diteliti
Profil Diabetes Mellitus
Lama menderita diabetes mellitusRiwayat KeluargaKadar Gula darah
BAB III
METODE
3.1. Desain
Desain penelitian yang digunakan pada diagnosis komunitas ini menggunakan
pendekatan observasional dengan metode cross-sectional, yaitu subjek hanya diamati
sebanyak satu kali dan tidak diberikan intervensi atau perlakuan.
3.2. Lokasi dan Waktu
Pengambilan data dilakukan di wilayah binaan Puskesmas Kecamatan Kramat Jati,
Jakarta Timur. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 dan 19 Juni 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini seluruh warga yang menderita DM (Diabetes Mellitus)
dalam wilayah binaan Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
3.3.2 . Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah seluruh warga yang menderita diabetes
mellitus yang datang ke Puskesmas pada waktu penelitian.
3.3.3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah populasi terjangkau yang tersaring dari kriteria inklusi
dan eksklusi.
3.4. Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Drop Out
3.4.1. Kriteria Inklusi
a. Warga penyandang DM (Diabetes Mellitus) yang datang berobat ke Puskesmas
b. Bersedia diwawancara dan mengisi kuisioner.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Pasien bukan penyandang DM (Diabetes Mellitus)
3.4.3 Kriteria Drop Out
Pasien penyandang diabetes mellitus yang tidak menyelesaikan kuesioner
21
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel yang diteliti: Sosiodemografi, kepatuhan berobat, pengetahuan, sikap dan perilaku
pasien diabetes mellitus mengenai pengobatan, lama menderita diabetes mellitus, riwayat
keluarga diabetes mellitus, terkontrol/tidaknya kadar gula darah, dan mutu pelayanan
kesehatan.
3.5.2 Besar Sampel
Besar sampel dihitung menggunakan rumus:
Keterangan:
= jumlah sampel minimal
= batas kemaknaan digunakan 5%
= tingkat batas kepercayaan dengan = 0,05 =1,96
= proporsi kepatuhan pasien diabetes mellitus terhadap pengobatan yang diambil dari
penelitian serupa sebelumnya. Berdasarkan penelitian tahun 2008 di Poli Penyakit Dalam RS
Bhayangkara HS. Syamsoeri Mertoyoso Surabaya yaitu proporsi kepatuhan pasien terhadap
pengobatan diabetes mellitus sebesar 34%.
= 100% 100% 34% = 66%
= derajat kesalahan yang masih dapat diterima (kurang dari 20%), pada studi ini peneliti
mengambil nilai 12%
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus di atas adalah sebagai berikut:
Maka besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah responden. Dalam studi ini
didapatkan sampel sebanyak responden.
22
3.5.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pengetahuan, sikap dan
perilaku yang dibuat sendiri oleh peneliti dan telah dilakukan validasi. Peneliti mewawancara
sekelompok pasien diabetes mellitus mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku dalam
pengobatan diabetes mellitus. Pengisian kuesioner dilaksanakan dengan metode terstruktur
(guided questionnaire), yaitu pewawancara memberikan arahan kepada responden dalam
menjawab pertanyaan.
3.5.4 Analisis Data
a. Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan oleh peneliti yang melakukan wawancara. Data yang
didapatkan dari pengisian kuesioner diperiksa kelengkapan dan kesesuaiannya segera setelah
pengambilan data selesai dilakukan.
b. Entry Data
Data yang diperoleh diklasifikasikan sesuai dengan skala pengukurannya masing-
masing, menjadi data numerik atau kategorik setelah dipastikan lengkap dan sesuai. Uji
statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0. Uji statistik bersifat deskriptif
dengan memperlihatan sebaran data di kalangan responden. Tidak dilakukan uji statistik
bivariat dan mutivariat.
3.5.5 Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan yang bersifat deskriptif.
3.6 Etika
Sebelum menjawab kuesioner responden diberikan penjelasan lisan mengenai
penelitian ini. Data yang diperoleh dijamin kerahasiaannya. Responden berhak menolak
berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah menyatakan setuju dilakukan wawancara terhadap
responden.
3.7 Batasan Operasional
3.7.1. Data Umum
1. Responden adalah pasien penyandang diabetes mellitus yang kontrol ke Poli DM di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.
23
2. Umur untuk usia dewasa dibagi menjadi lima kategori berdasarkan pembagian dari
Departemen Kesehatan RI tahun 2009 yaitu 2 – 35 tahun (masa dewasa awal), 3 –
45 tahun (masa dewasa akhir), 4 – 55 tahun (masa lansia awal), 5 - 5 tahun (masa
lansia akhira) dan lebih dari (>) 5 tahun (masa manula).16
3. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang dicapai sampai mendapatkan surat
tanda lulus atau ijazah. Pendidikan dibagi menjadi tidak tamat SD/tidak sekolah,
tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA dan akademi/PT (Perguruan Tinggi).
4. Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan upah bagi diri orang tersebut yaitu
yang menjadi mata pencaharian utama. Pekerjaan dikategorikan pensiunan/tidak
bekerja, PNS/TNI/POLRI, wiraswasta/pedagang, pegawai swasta, ibu rumah tangga
dan lain-lain.
5. Penghasilan keluarga perbulan merupakan pendapatan yang didapatkan oleh anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam satu bulan. Penghasilan keluarga
dibagi menjadi < Rp2.441.000 atau > Rp2.441.000 sesuai dengan UMR (Upah
Minimum Regional) DKI Jakarta pada tahun 2014.17
6. Riwayat keluarga yaitu riwayat penyakit diabetes mellitus pada kedua orang tua
pasien yang dikategorikan menjadi ada, tidak ada atau tidak tahu.
7. Lama mengidap diabetes mellitus yaitu sejak kapan mulai terdiagnosis diabetes
mellitus. Pada saat input data, lama mengidap diabetes mellitus dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kurang dari (<) 5 tahun, 5-10 tahun dan lebih dari (>) 10 tahun.
8. Kadar gula darah puasa (GDP) merupakan kadar gula darah yang diambil setelah
pasien puasa selama 8 jam (<110) Sedangkan kadar gula darah post prandial (GDPP)
diambil 2 jam setelah pasien makan besar (<140). Darah yang diambil dapat berasal
dari darah vena maupun darah kapiler.2
9. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui responden mengenai pengertian
penyakit diabetes mellitus dan penggunaan obat. Pengetahuan dibagi menjadi tiga
kategori yaitu baik (skor 15-18), cukup (skor 10-14) dan kurang (6-9).
10. Sikap adalah reaksi atau respon responden dalam pengobatan diabetes mellitus dan
dikaitkan dengan kepatuhan berobat. Sikap dibagi menjadi dua kategori yaitu
favourable (skor 4-6) dan unfavourable (skor 0-3).
11. Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan responden berkaitan dengan
pengobatan dan kepatuhan berobat. Perilaku dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik
(skor 15-18), cukup (skor 10-14) dan kurang (6-9).
24
12. Kepatuhan berobat yaitu responden mengikuti pengobatan sesuai dengan instruksi dan
anjuran dari dokter maupun petugas kesehatan lainnya.
13. Mutu pelayanan yaitu berkaitan dengan pelayanan di puskesmas, pelayanan oleh
petugas kesehatan termasuk penjelasan atau edukasi mengenai diabetes mellitus,
sistem jaminan kesehatan yang berlaku di puskesmas dan sistem pemberian obat
diabetes mellitus.
25
BAB IV
HASIL
4.1. Profil Puskesmas
4.1.1 Kondisi Geografis
Kecamatan Kramat Jati merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Jakarta
Timur dengan luas wilayah 13,34 km2. Kecamatan ini memiliki tujuh kelurahan yaitu
Kelurahan Cawang, Cililitan, Kramat Jati, Batu Ampar, Balekambang, Kp. Tengah, dan
Dukuh. Wilayah Kecamatan Kramat Jati terdiri dari 65 RW dan 653 RT.
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Kramat Jati
Batas utara wilayah Kecamatan Kramat Jati adalah Kecamatan jatinegara, terusan Jl.
Letjen MT Haryono.Batas selatan adalah Kecamatan Ciracas dan Kecamatan Pasar Rebo,
bersebelahan dengan jalan lingkar luar. Batas timur adalah Kecamatan Makasar,
bersebelahan dengan Jl. Tol Jagorawi. Batas barat adalah Kecamatan Pasar Minggu,
bersebelahan dengan sungai Ciliwung.3
4.1.2Kondisi Demografis
26
Jumlah penduduk di Kecamatan Kramat Jati pada tahun 2013 adalah 287.766 jiwa,
dengan jumlah kepala keluarga 87.788 KK. Kepadatan penduduk 215,80
jiwa/km2.Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 148.311 jiwa
(51,54%) dan 139.455 jiwa (48,46 %).3
4.1.3 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Kramat Jati dapat dilihat dalam tabel
berikut.3
Tabel 4.1. Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kramat Jati pada Tahun 2013
Fasilitas Kesehatan Jumlah
Puskesmas 9
Rumah Sakit dan RSB 8
Klinik Umum/Gigi 33
Posyandu 105
Praktek Bidan 20
Apotik 17
4.1.4 Gambaran Puskesmas
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati telah didirikan dan beroperasi sejak 4 Juni 1997.
Gedung puskesmas dibangun di atas tanah seluas 4.500 m2, dengan luas bangunan 1.500 m2.
Gedung puskesmas kecamatan Kramat Jati mempunyai 3 lantai, yang terdiri dari lantai 1
terdapat Unit Pelayanan Kesehatan 24 jam, Rumah Bersalin, ruang apotik, layanan kesehatan
ibu dan anak beserta KB, layanan methadone, ruang loket KIA/KB, ruang rekam medis dan
ruang SIK/Satker untuk sistem informasi kesehatan atau pencatatan dan pelaporan puskesmas
(SP2TP) beserta sever datanya.3
Di lantai 2 terdapat poliklinik umum, poliklinik semi spesialis (TB/MH, THT,
DIABETES MELLITUS, poli Jiwa, poli Anak, MTBS, poli PAL, IMS, Gigi, Gizi, Sanitasi),
kamar tindakan, laboratorium dan loket pendaftaran. Di lantai 3 terdapat ruang kepala
puskesmas, ruang tata usaha (adiabetes mellitusinistrasi, perencanaan, keuangan), ruang
kesehatan masyarakat bagi pemegang program, ruang pertemuan layanan kesehatan, ruang
mutu, rontgen dan ruang pertemuan aula. Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki ruang
rawat inap yang bersebelahan dengan ruang 24 jam.3
27
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dalam melaksanakan kegiatan programnya, dibantu
oleh 8 puskesmas kelurahan, yaitu Kelurahan Cawang, Cililitan, kramat Jati I, Kramat Jati 2,
Batu Ampar, Balekambang, Kp Tengah, dan Dukuh. Adapun program yang dimaksud, antara
lain upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan pengembangan dan upaya kesehatan penunjang.
Upaya kesehatan wajib meliputi upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan,
upaya kesehatan ibu dan anak (KIA) serta keluarga berencana, upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, dan upaya pengobatan.3
Upaya kesehatan pengembangan meliputi upaya kesehatan anak, upaya perawatan
kesehatan masyarakat, upaya penyakit tidak menular, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya
kesehatan jiwa, upaya pembinaan peran serta masyarakat, dan upaya kesehatan lanjut usia.
Upaya kesehatan penunjang meliputi upaya laboratorium, upaya radiologi, serta upaya
pencatatan dan pelaporan.3
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati telah mendapat sertifikat ISO 9001–2000 pada
tanggal 4 Juni 2003, yang diganti menjadi versi ISO 9001–2008 pada tahun 2009 sampai
sekarang.3
4.1.5 Gambaran Data Penyakit
Dalam data 3 bulan terakhir (Maret, April, Mei) tahun 2014, penyakit terbanyak pada
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati adalah infeksi akut saluran napas atas (4179 kasus).
Penyakit dengan urutan kedua adalah Gastritis, urutan ketiga adalah penyakit virus HIV dan
Campak, urutan keempat adalah hipertensi, urutan kelima adalah diare, urutan keenam adalah
penyakit arthritis, urutan ketujuh adalah dermatitis, urutan kedelapan adalah tuberkulosis,
urutan kesembilan adalah penyakit saluran digestif, dan kesepuluh adalah TTH (penyakit
susunan saraf). 3
Diabetes mellitus merupakan penyakit terbanyak ke 11 (395 kasus) dari 25 jenis
penyakit pada masyarakat yang datang ke Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Mayoritas
penyandang diabetes mellitus yang datang untuk kontrol ke Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati belum mencapat target yang diinginkan yaitu gula darah terkontrol, sehingga masih
banyak penyandang diabetes mellitus di masyarakat Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yang
kemudian mengalami komplikasi.3
4.2 Karakteristik Sosiodemografi Penyandang Diabetes Mellitus di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati
28
Tabel 4.2 memperlihatkan prevalensi diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati berdasarkan karakteristik sosiodemografi.
Tabel 4.2 Karakteristik
Sosiodemografi Penyandang Diabetes Melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Berdasarakan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penyandang diabetes melitus di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati paling banyak ditemukan pada usia 46-55 tahun dengan
jumlah 22 jiwa (33,8) diikuti oleh yang berusia 56-65 tahun berjumlah 20 jiwa (30,8), > 65
tahun berjumlah 13 jiwa (20,0), 36-45 tahun berjumlah 8 jiwa (12,3), dan 26-35 tahun
29
Karakteristik Jumlah n (%)
Umur- 26-35 tahun- 36-45 tahun- 46-55 tahun- 56-65 tahun- >65 tahun
Jenis Kelamin- Laki-laki- Perempuan
Pendidikan- Tidak tamat SD/Tidak sekolah- Tamat SD- Tamat SLTP- Tamat SLTA- Akademi/PT
Pekerjaan- Pensiunan/Tidak bekerja- PNS/TNI/POLRI- Wiraswata/Pedagang- Pegawai Swasta- Ibu Rumah Tangga (IRT)- Lain-lain
Penghasilan- < Rp2.441.000,-- ≥ Rp2.441.000,-
2 (3,1)8 (12,3)22 (33,8)20 (30,8)13 (20,0)
25 (38,5)40 (61,5)
12 (18,5)14 (21,5)14 (21,5)18 (27,7)7 (10,8)
8 (12,3)0 (0)12 (18,5)4 (6,2)34 (52,3)7 (10,8)
54 (83,1)11 (16.9)
berjumlah 2 jiwa (3,1). Penyandang diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
ditemukan lebih banyak pada perempuan dengan jumlah 40 jiwa (61,5%), sedangkan
penyandang yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 25 jiwa (38,5). Penyandang diabetes
melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati rata-rata memiliki pendidikan terakhir SMA
dengan jumlah 18 jiwa (27,7%) diikuti dengan tamat SD dan SMP yang berjumlah sama
yaitu 14 jiwa (21,5), tidak tamat SD/tidak sekolah berjumlah 12 jiwa (18,5), dan akademi/PT
berjumlah 1 (10,8). Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling
banyak ditemui pada penyandang diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati,
yaitu berjumlah 34 jiwa (52,3%) diikuti dengan wiraswata/pedagang berjumlah 12 jiwa
(18,5), pensiunan/tidak bekerja berjumlah 8 jiwa (12,3), lain-lain berjumlah 7 jiwa (10,8), dan
pegawai swasta berjumlah 4 jiwa (6,2). Sebagian besar penyandang diabetes melitus di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki penghasilan < Rp2.441.000,-, yaitu berjumlah
54 jiwa (83,1%), sedangkan sisanya yang berjumlah 11 jiwa (16,9) mempunya penghasilan ≥
Rp 2.441.000,-.
4.3 Profil Diabetes Mellitus Responden di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Prevalensi penyandang diabetes mellitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berdasarkan
lama responden menderita diabetes mellitus, ada/tidanya riwayat keluarga dan
terkontrol/tidaknya gula darah responden, disajikan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Profil Penyandang Diabetes Melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Variabel Jumlah Respondenn (%)
Lama Penyakit <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun
40 (61,5)19 (29,5)6 (9,2 )
Riwayat Keluarga DM Ada Tidak ada Tidak tahu
23 (35,4)33 (50,8)9 (13,8)
Gula Darah Terkontrol Tidak terkontrol
7 (10,8)58 (89,2)
30
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat berdasarkan variable lama responden menderita
diabetes mellitus didapatkan bahwa sebagian besar responden telah mengalami diabetes
mellitus < 5 tahun, yaitu 61,5%, hanya 9,2% yang mengalami diabetes mellitus > 10 tahun
dan 29,5% menderita diabetes mellitus selama 5-10 tahun. Sedangkan untuk variabel riwayat
keluarga menderita diabetes mellitus, diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden
tidak memiliki riwayat keluarga menderita diabetes mellitus yaitu 50,8%. Selain itu, pada
tabel diatas juga memperlihatkan bahwa berdasarkan variabel gula darah, sebagian besar
responden didapatkan gula darah yang tidak terkontrol yaitu sebanyak 89,2%, hanya 10,8%
yang gula darahnya terkontrol.
4.4 Tingkat Kepatuhan Berobat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Pada tabel 4.4 disajikan mengenai tingkat kepatuhan berobat responden di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati.
Tabel 4.4. Kepatuhan Berobat Pasien DM di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Variabel Jumlah (n,%)
Patuh berobat 54 (83,1)
Tidak Patuh berobat 11 (16,9)
Pada tabel 4.4. didapatkan hasil sebanyak 83,1% pasien DM di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati patuh berobat, dan sebanyak 11% tidak patuh berobat. Tingkat kepatuhan berobat
ini diukur melalui tiga pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner perilaku. Tiga pertanyaan
tersebut adalah apabila obat habis apa yang responden akan lakukan, seberapa sering
responden memeriksa kadar gula darah, dan responden memakan obat sesuai dengan
petunjuk atau arahan dokter atau tidak.
4.5 Alasan Responden Tidak Datang Berobat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Bedasarkan tingkat kepatuhan berobat, masih didapatkan responden yang tidak patuh berobat
ke Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Untuk melihat apa alasan responden tidak datang
berobat, dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Alasan Pasien Tidak Datang Berobat
Variabel Frekuensi (%)
31
Malas 3 (4,6) Rumah jauh dari Puskesmas 3 (4,6)Tidak ada keluhan 16 (24,6)Rutin berobat 32 (49,2)Keperluan keluarga 9 (13,8)Jadwal kerja tabrakan 2 (3,1)
Total 65 (100)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien penyandang diabetes mellitus
rutin minum obat sebesar 49,2%. Persentase tersebut menandakan bahwa angka kepatuhan
minum obat pada sampel tergolong tinggi, hampir mencapai 50% dari total sampel yang
diambil. Persentase alasan pasien tidak patuh minum obat didapatkan 40,8% meliputi alasan
karena pasien malas sebesar 4,6%, jauh dari puskesmas sebesar 4,6%, 24,6% karena sudah
tidak ada keluhan, dan sebesar 17% menjawab alasan lain-lain (keperluan keluarga dan
jadwal kerja yang bertabrakan).
4.6 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden tentang Kepatuhan Berobat di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Tabel 4. 6 memperlihatkan prevalensi pengetahuan, sikap dan perilaku penyandang diabetes
mellitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.
Tabel 4.6 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penyandang Diabetes Mellitus di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Variabel Jumlah Responden
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Sikap
Favourable
Unfavourable
Perilaku
51 (78,5%)
14 (21,5%)
0 (0%)
62 (95,4%)
3 (4,6%)
32
Baik
Cukup
Kurang
49 (75,4%)
15 (23,1%)
1 (1,5%)
Data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis dan mendapatkan hasil
yang ditampilkan dalam Tabel 4.5. Hasil yang didapatkan bahwa sebagian besar memiliki
pengetahuan (78,5%), sikap (95,4%) dan perilaku (75,4%) yang baik. Pengetahuan sendiri
dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik sebanyak 51 responden (78,5%), cukup sebanyak 14
responden (21,5%) dan kurang (0%). Sikap dibagi menjadi dua kategori yaitu favourable
sebanyak 62 responden (95,4%) dan unfavourable sebanyak 3 responden (4,6%). Untuk
perilaku seperti pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik sebanyak 49 responden
(75,4%), cukup sebanyak 15 responden (23,1%) dan kurang hanya sebanyak 1 responden
(1,5%).
4.7. Tingkat Kepuasan Responden terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati
Kepatuhan berobat juga dapat dipengaruhi oleh kepuasan responden terhadap mutu pelayanan
kesehatan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Hal tersebut disajikan pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Tingkat Kepuasan Responden terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas
Tingkat Kepuasan n (%)
Puas 64 (98,5)
Tidak puas 1 (1,5)
Pelayanan puskesmas dianggap baik berdasarkan kuesioner yang diisi oleh
penyandang diabetes mellitus yang datang berobat. Hampir sebagian besar dari 65 sampel
kuesioner yang disebar didapatkan 64 responden menyatakan puas dalam mendapatkan
pelayanan puskesmas. Sementar hanya 1 orang responden yang menyatakan
ketidakpuasannya terhadap pelayanan puskesmas. Responden banyak menyatakan
kepuasannya dalam hal edukasi yang baik oleh para kader, sistem pelayanan yang tidak
rumit, pelayanan yang cepat, dan para petugas puskesmas yang dinilai ramah.
33
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Sosiodemografi Penyandang Diabetes Mellitus di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati
Berdasarkan tabel 4.2 yang menunjukkan karakteristik sosiodemografi pada penyandang
diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati didapatkan prevalensi yang tinggi
pada penyandang yang berusia 46-55 tahun (33,8), berjenis kelamin perempuan (61,5),
memiliki pendidikan terakhir SMA (27,7), pekerjaan ibu rumah tangga (52,3%), dan
memiliki penghasilan < Rp 2.441.000,- (83,1). Dari data tersebut terlihat bahwa seiring
dengan peningkatan usia akan meningkatkan pula prevalensi diabetes melitus. Penyebab
risiko diabetes melitus meningkat seiring dengan penambahan usia adalah karena terjadinya
menurunnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin dan menurunnya
aktivitas mitokondria pada sel-sel otot sebesar 35% yang dapat mengakibatkan resistensi
insulin.19
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi diabetes melitus lebih banyak ditemukan pada
perempuan. Berdasarkan penelitian oleh Irawan (2010) wanita memiliki risiko lebih tinggi
mengalami diabetes melitus dibandingkan pria dikarenakan terdapat kemungkinan
mengalami peningkatan indeks tubuh yang lebih besar yang disebabkan oleh sindroma siklus
bulanan. Sindroma siklus bulanan, pasca menopause dapat mengakibatkan akumulasi
distribusi lemak tubuh. Tingkat pendidikan juga mempunyai pengaruh pada prevalensi
34
diabetes melitus. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dianggap memiliki
pengetahuan yang banyak mengenai kesehatan. Oleh karena itu, mereka akan mempunyai
kesadaran yang tinggi untuk menjaga kesehatan. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan
dibagi menjadi tidak tamat SD/tidak sekolah, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, dan
akademi/PT. Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa penyandang diabetes melitus di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati paling banyak ialah tamat SMA. Hasil tersebut tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati SK dan Setyorogo S (2013) yang mendapatkan
jumlah penyandang diabetes melitus paling banyak ditemukan pada tingkat pendidikan
rendah, yaitu tidak bersekolah hingga tamat SMP (67,9%). Hasil yang tidak sesuai tersebut
kemungkinan disebabkan oleh tempat penelitian yang dilakukan di daerah perkotaan dan
jumlah sampel yang kurang banyak. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Mihardja L
(2009) didapatkan jumlah penyandang diabetes melitus pada tingkat pendidikan rendah
sebesar 156 jiwa (56,3%), pendidikan menengah 85 jiwa (30,7%), dan pendidikan tinggi 36
jiwa (13,0%). Dari data tersebut terlihat bahwa penyandang diabetes melitus yang memiliki
pendidikan menengah memiliki jumlah yang cukup tinggi.19,20
Pekerjaan juga memiliki keterkaitan dengan prevalensi diabetes melitus. Jenis pekerjaan
akan mempengaruhi aktivitas fisik. Pada penelitian ini didapatkan penyandang diabetes
melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat paling banyak memiliki pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga. Berdasarkan analisis univariat oleh Trisnawati SK dan Setyorogo S (2013)
didapatkan tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dengan diabetes melitus. Kemungkinan
penyebabnya ialah responden yang menjadi subjek penelitian kebanyakan adalah wanita yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga, sehingga terjadi ketidakseimbangan jumlah responden
yang bekerja dengan responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga atau yang tidak
bekerja. Penyandang diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati juga lebih
banyak ditemukan memiliki penghasilan Rp 2.441.000,00, yaitu sebesar 54 jiwa (83,1%).
Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Mirhardja L (2009) didapatkan jumlah
penyandang diabetes melitus lebih banyak ditemukan yang termasuk kategori tidak miskin
atau yang berada pada kuntil 3-5, yaitu sebesar 236 jiwa (90,8%). Kemungkinan
penyebabnya ialah penyandang diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati paling
banyak ialah wanita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, sehingga tidak memiliki
penghasilan sendiri. Selain itu, usia penyandang diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati yang paling banyak ditemukan adalah > 46 tahun, sehingga penyandang diabetes
melitus atau pasangannya banyak yang sudah tidak bekerja.19,20
35
5.2 Profil Diabetes Mellitus Responden di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Profil diabetes mellitus dijabarkan berdasarkan lama responden menderita diabetes
mellitus, ada/tidaknya riwayat keluarga, dan terkontrol/tidaknya kadar gula darah responden.
Berdasarkan lama responden menderita diabetes mellitus, sebagian besar responden
yang diteliti telah menderita diabetes mellitus < 5 tahun, sebesar 61,5%. Diabetes mellitus
merupakan suatu penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dikontrol.
Secara teoritis, setiap diabetes mellitus tipe 2 berisiko mengalami komplikasi kronis (5-10
tahun dari onset), salah satunya penyakit jantung koroner. Berdasarkan penelitian sebelumnya
(Safitri, 2013) menunjukkan bahwa lama menderita diabetes mellitus berhubungan dengan
kejadian penyakit jantung koroner, dengan nilai p=0,043, dimana pada penelitian tersebut
disebutkan bahwa proporsi penyakit jantung koroner pada penyandang diabetes mellitus tipe
2 ditemukan paling banyak pada lama menderita > 10 tahun (81,8%).18 Pada penelitian ini,
sebagian besar telah menderita diabetes mellitus < 5 tahun, tapi tidak menutup kemungkinan
jika pasien telah mengalami keluhan kearah penyakit jantung koroner atau komplikasi lain
seperti neuropati perifer, gagal ginjal atau komplikasi lainnya. Sehingga dalam hal ini, sangat
penting dilakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi
pada penyandang diabetes mellitus.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol pada penyandang diabetes mellitus akan
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kronik seperti neuropati perifer, penyakit jantung
koroner, ginjal, stroke dan lain sebagianya.18,21 Tidak hanya komplikasi kronik, kadar gula
darah yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan komplikasi akut seperti hipoglikemi
atau ketoasidosis diabetik.2 Sebagian responden pada penelitian ini didapatkan bahwa 61,5%
tidak terkontrol. Hal ini yang dapat meningkatnya timbulnya komplikasi akut maupun
kronik.2
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya (Mihardja, 2009), kadar gula
darah 2 jam post prandial tidak terkontrol didapatkan 68% laki-laki dan 81,1% pada
perempuan.20 Kadar gula darah dikatakan normal apabila gula darah puasa antara
76-110mg/dL dan dua jam setelah makan <140mg/dL. Secara teori, kepatuhan kontrol
memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus.
Dengan kontrol secara rutin sesuai anjuran, diharapkan kadar gula darah dalam rentang
normal. Namun, kepatuhan berobat bukan satu-satunya faktor yang mempengarhui kadar gula
darah. Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah seseorang adalah makanan, faal hati,
aktivitas, obat, penyakit dan alkohol. Hal tersebut akan berpengaruh pada meningkatkan
kadar gula darah.22
36
Berdasarkan variabel riwayat keluarga menderita diabetes mellitus, diperoleh
gambaran bahwa sebagian besar responden tidak memiliki riwayat keluarga menderita
diabetes mellitus yaitu 50,8% dan hanya 35,4% yang memiliki keluarga yang menderita
diabetes mellitus. Diabetes mellitus cenderung diturunkan, anggota keluarga diabetes
memiliki kemungkinan besar mengalami penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga
yang tidak menderita diabetes. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat keluarga
menderita diabetes mellitus bukanlah satu-satunya faktor yang berhubungan dengan kejadian
diabetes mellitus tipe 2, meskipun faktor keturunan memiliki pengaruh dalam menentukan
seseorang berisiko terkena diabetes mellitus atau tidak, gaya hidup juga memiliki peran yang
besar terhadap risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus. Hal ini didukung oleh penelitian
sebelumnya (Kekenusa, 2014), sekitar 41% responden yang telah mengalami diabetes
mellitus namun tidak memiliki riwayat keluarga menderita diabetes mellitus.21
5.3 Tingkat Kepatuhan Berobat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Dalam penelitian ini didapatkan hasil sebanyak 83,1% pasien DM di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati patuh berobat, dan sebanyak 11% tidak patuh berobat. Secara teori,
kepatuhan berobat memiliki hubungan yang bermakna terhadap kadar gula darah pasien
diabetes mellitus.23 Rutin datang untuk kontrol dan rutin datang sesuai jadwal pengambilan
obat akan berdampak pada terhadap hasil pemeriksaan tingkat kadar gula yang terkontrol
pada pasien diabetes mellitus. Kepatuhan berobat merupakan salah satu faktor internal dalam
pengedalian penyakit diabetes mellitus.10,23
Satu hal yang masih menjadi suatu masalah pada komunitas di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati khususnya pada pasien DM adalah gula darahtidak terkontrol atau kadar gula
darah tinggi. Hal ini memang dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan berobat dari pasien DM
tersebut, tetapi kepatuhan berobat bukan satu-satunya faktor yang menentukan kadar gula
darah terkontrol atau tidak terkontrol.
Berdasarkan hasil kuesioner mengenai alasan pasien DM tidak patuh berobat,
responden banyak menjawab karena jadwal yang seharusnya untuk mengambil obat ataupun
berobat digunakan untuk keperluan urusan keluarga, seperti memomong cucu, timbulnya rasa
malas berobat, rumah yang jauh dari puskesmas, pasien merasa tidak ada keluhan sehingga
tidak datang berobat serta jadwal kontrol yang bentrok dengan jadwal berobat. Namun
sebagian besar responden telah rutin berobat sehingga persentase pasien patuh berobat
tergolong besar yaitu 49,2% atau 32 orang, hampir separuh dari total responden.
37
5.4 Alasan Pasien Tidak Datang Berobat
Untuk penelitian sebelumnya yang mendahului alasan kenapa pasien tidak patuh
berobat, peneliti belum mendapatkan penelitian yang shahih atau layak namun peneliti
menemukan keterkaitan kepatuhan minum obat dengan edukasi yang diterima pasien.
Edukasi yang baik dan tepat akan menggugah kesadaran penderita untuk mau melaksanakan
anjuran kesehatan. Penderita DM yang tidak mendapatkan edukasi memiliki risiko 4 kali
lebih tinggi terkena komplikasi dibandingkan yang mendapatkan edukasi.24
Banyak aspek yang terkait dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga
untuk mengukur mutu perlu membandingkan kebutuhan dan permintaan para pemakai jasa
pelayanan kesehatan dalam berbagai dimensi. Mutu pelayanan kesehatan merupakan produk
akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek
pada fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan.25
Berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan terdapat pendapat sebagai berikut:
tingkatan atau derajat yang menunjukan kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
menimbulkan rasa puas pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk
yang menjadi sasaran utama institusi kesehatan dimana penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kode etik standar dan pelayanan yang ditetapkan.24 Penelitian
mengenai mutu pelayanan kesehatan mengatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan lebih
tergantung pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi pasien, keprihatinan pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh
pasien.24,25
Ada lima dimensi utama yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien atau
pelanggan, yaitu : kualitas pelayanan kesehatan termasuk seni merawat dan ketaatan terhadap
standar diagnosa dan standar pengobatan, aksesibilitas meliputi jarak ke lembaga pelayanan
kesehatan, waktu tunggu, dan kemudahan membuat janji, pembiayaan termasuk keluwesan
mekanisme pembayaran, lingkungan fisik termasuk suasana yang menyenangkan, dan
kondisi fasilitas yang bersih, kesediaan tenaga, peralatan dan obat-obatan.24,25
Dari segi penilaian terhadap mutu pelayanan Puskesmas, hampir seluruh
penyandang DM yang berobat ke Puskesmas Kecamatan Kramat Jati menyatakan puas atau
baik dalam hal pelayanan. Kepuasannya dalam hal edukasi yang baik oleh para kader, sistem
pelayanan yang tidak rumit, pelayanan yang cepat, dan para petugas puskesmas yang dinilai
38
ramah. Sementara hasil ketidakpuasaan dalam pelayanan kesehatan menurut responden yaitu
waktu menunggu yang cukup lama dalam menunggu giliran.
5.4 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden tentang Kepatuhan Berobat di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui responden mengenai pengertian
penyakit diabetes mellitus dan penggunaan obat. Pengetahuan sendiri dibagi menjadi tiga
kategori yaitu baik sebanyak 51 responden (78,5%), cukup sebanyak 14 responden (21,5%)
dan kurang (0%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebagian besar sudah
baik. Hasil ini tidak terlepas dari peran petugas kesehatan dalam memberikan edukasi
mengenai pengobatan diabetes mellitus serta upaya responden untuk mencari tahu informasi
tersebut.26
Sikap adalah reaksi atau respon responden dalam pengobatan diabetes mellitus dan
dikaitkan dengan kepatuhan berobat. Sikap dibagi menjadi dua kategori yaitu favourable
sebanyak 62 responden (95,4%) dan unfavourable sebanyak 3 responden (4,6%). Seperti
halnya pengetahuan, sebagian besar responden menunjukkan sikap yang favourable atau
sikap yang positif terhadap pengobatan diabetes mellitus. Hal ini tentu saja berkaitan dengan
pengetahuan baik yang dimiliki.26
Penelitian terkait yang dilakukan oleh Antonio dkk (2007) mengenai pengetahuan dan
sikap pasien diabetes mellitus menunjukkan bahwa 78,05% responden memiliki pengetahuan
yang baik. Sedangkan responden menyatakan sikap kesulitan dalam mengatasi penyakitnya.
Dapat disimpulkan bahwa walaupun responden memperoleh skor yang baik terhadap
pengetahuan, sikap responden dalam mengatasi penyakitnya tidak berubah. Penelitian lain di
Yogyakarta menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki cukup baik dan mempunyai
sikap yang positif terhadap diabetes mellitus.27
Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan responden berkaitan dengan
pengobatan dan kepatuhan berobat. Untuk perilaku seperti pengetahuan dibagi menjadi tiga
kategori yaitu baik sebanyak 49 responden (75,4%), cukup sebanyak 15 responden (23,1%)
dan kurang hanya sebanyak 1 responden (1,5%). Seperti halnya pengetahuan dan sikap,
sebagian besar responden memiliki perilaku yang baik yaitu sebanyak 75,4%. Hal ini dapat
dikaitkan dengan landasan pengetahuan dan sikap yang sudah baik maka akan menyebabkan
perilaku yang baik pula.
39
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian kami menunjukkan tingkat kepatuhan berobat di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati cukup baik, dari 65 responden sebanyak 83,1% diantaranya patuh berobat. Dari
data yang didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia 46-55 tahun (33,8%), dengan
mayoritas responden perempuan (61,5%), rata-rata memiliki pendidikan terakhir SMA
(27,7%), dan sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga (52,3%). Selain itu, sebagian
besar responden telah menderita diabetes < 5 tahun (61,5%) dan mayoritas responden tidak
memiliki riwayat diabetes (50,8%). Dinilai dari segi pengetahuan, 78,5 % responden
memiliki pengetahuan baik tentang kepatuhan berobat. Hal tersebut didukung dengan sikap
yang positif terhadap kepatuhan berobat (95,4%) dan perilaku yang baik (75,4%). Walaupun
demikian, masih ditemukan 1,5% yang masih memiliki perilaku yang kurang terhadap
kepatuhan berobat. Hal tersebut juga didukung dengan masih terdapat 16,9% yang belum
patuh berobat. Adapun alasan yang membuat responden tidak patuh berobat karena sudah
tidak ada keluhan (24,6%). Jika dilihat dari mutu pelayanan kesehatan di puskesmas,
sebagian besar pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan (98,5%). Permasalahan
yang terjadi pada penelitian ini, didapatkan sebagian besar responden gula darahnya masih
belum terkontrol, yaitu sebanyak 89,2%. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan berobat bukan
satu-satunya faktor yang mempengaruhi kadar gula darah, adapun faktor lain yang dapat
40
mempengaruhi kadar gula darah diantaranya adalah edukasi, aktivitas fisik, pengaturan pola
makan, serta faktor stress dimana hal tersebut tidak kami telliti.
6.2 Saran
Keberhasilan penatalaksanan diabetes mellitus membutuhkan evaluasi dan perubahan
terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Salah satu upaya terpenting
adalah dengan pemberian edukasi terhadap masyarakat mengenai 1) pentingnya minum obat
secara teratur dan kembali kontrol apabila obat telah habis dan tidak ada keluhan 2)
pentingnya aktivitas fisik dan pengaturan pola makan, serta 3) memberikan penjelasan
mengenai komplikasi atau bahaya dari kadar gula darah yang tidak terkontrol. Selain itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang besar untuk mencari faktor-
faktor yang mempengaruhi kadar gula darah yang tidak terkontrol di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2383
2. PERKENI. Konsesnsus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI; 2011. Hal 1-62.
3. Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati Tahun 2013. Jakarta; 2013.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
kesehatan dasar. Jakarta; 2013.
5. Hafiz Aamirul. Pola Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung dan Pendorong terhadap
Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Berobat ke Dokter di Puskesmas Pucang
Sewu Surabaya. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya;
2013.
6. Primulyanto, Anugrah Brevmana. Pola Kepatuhan Penggunaan Obat Antidiabetika
Oral dari Pasien di Poli Penyakit Dalam RS. Bhayangkara HS. Syamsoeri Mertoyoso
Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya; 2008.
7. Departement of Health. Basic principles of healthy cities: community diagnosis. 2009.
Di unduh dari http://www.chp.gov.hk
41
8. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus. Cetakan II. Jakarta; 2008.
9. Setiadi A. Hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada lansia
penderita dm tipe II di wilayah kerja puskesmas ayah. Skripsi. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu-Ilmu Kesehatan. Purwokerto : Universitas Jendral Soedirman; 2014.
10. Badan POM RI. Kepatuhan pasien : faktor terpenting dalam keberhasilan terapi. Info
POM. Vol 7, No 5, September 2006.
11. Safitri IN. Kepatuhan penderita diabetes tipe II ditinjau dari locus of control. ISSN :
2301-8267. Vol 01, No. 02, Agustus 2013.
12. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan perilaku kesehatan. 1st ed. Jakarta: PT.
Rineka Cipta; 2003.
13. Wawolumaya C. Survei epidemiologi sederhana bidang perilaku
kedokteran/kesehatan: Skoring. Jakarta: Percetakan Panorama; 2001. p. 59-63.
14. Notoatmodjo, Soekidjo. Konsep perilaku kesehatan. In: Notoatmodjo, Soekidjo, et al,
editors. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2005. p. 43-
6.
15. Notoatmodjo S. Teknik pengambilan sampel. In: Notoatmodjo S, editor. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. p. 80-92.
16. Departemen Kesehatan RI. Kategori Umur. 2009. Cited 4 th July 2014. Available from:
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESIA_
2010.pdf
17. Peraturan Gubernur Nomor 62 Tahun 2014. Upah Minimum Sektoral Provinsi Tahun
2014. Cited 4th July 2014. Available from: http://www.jakarta.go.id/web/
produkhukum/category/8
18. Yuliani F, Oenzil F, Iryani D. Hubungan berbagai faktor risiko terhadap kejadian
penyakit jantung koroner pada penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2014; Cited 24th June 2014. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/images/articles/vol3/no1/37-40.pdf)
19. Trisnawati SK, Setyorogo S. Faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe II di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 5(1); Jan 2013.
20. Mihardja L. Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada
penyandang Diabetes Melitus di perkotaan indonesia. Badan penelitian dan
42
pengembangan departemen kesehatan republik Indonesia. Maj kedokt indon. Jakarta;
2009.
21. Kekenusa JS, Ratag BT, Wuwungan G. Analisis Hubungan antara Umur dan Riwayat
Keluarga Menderita DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 pada Pasien Rawat
Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. R. D Kandou Manado. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. 2014.
22. Sugiarto RB, Suprihatin. Kepatuhan kontrol dengan tingkat kadar gula darah pasien
diabetes mellitus di Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES. Volume 5, No. 2,
Desember 2012.
23. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2002.
24. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2007
25. Rokx, C., Giles, J., Satriawan, E., Marzoeki, P., Harimurti, P., et al.. New insights into
the supply and quality of health services in Indonesia: A health workforce study.
Washington DC: The World Bank. 2010
26. Ramadona A. Pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien diabetes mellitus
tipe 2 di Poliklinik Khusus Rumah Sakit Umum Pusat DR. M. Djamil Padang. Tesis.
Program Pascasarjana Universitas Andalas. 2011. Cited 24th June 2014. Available
from:http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/ARTIKEL-ADE-
RAMADONA-S.Farm-Apt-0821213056.pdf
27. Tazkiyya I. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku terhadap upaya
pencegahan sekunder pada klien diabetes mellitus tipe II di Layanan Kesehatan
Cuma-Cuma (LKC) Ciputat Tangerang Selatan Tahun 2010. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2010. Cited 24th June 2014. Available from:
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/ SKRIPSI%20IRMA%20TAZKIYYA.pdf.
43
LAMPIRAN
Kuesioner Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penyandang Diabetes Mellitus
dalam Kepatuhan Berobat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
No. Responden :
Tanggal wawancara :
DATA RESPONDEN
1. Nama Responden:
2. Alamat Responden:
3. Nomor Telepon:
4. Umur:
5. Jenis Kelamin: (lingkari angka sesuai jawaban anda)
1. Laki-laki 2. Perempuan
6. Pendidikan: (lingkari angka sesuai jawaban anda)
1. Tidak Tamat SD/Tidak Sekolah
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
5. Akademi/PT
7. Pekerjaan: (lingkari angka sesuai jawaban anda)
44
1. Pensiunan/Tidak Bekerja
2. PNS/TNI/POLRI
3. Wiraswasta/Pedagang
4. Pegawai swasta
5. Ibu Rumah Tangga (IRT)
6. Lain-lain
8. Penghasilan: (lingkari angka sesuai jawaban anda)
1. < (kurangdari) Rp2.441.000,- 2. > (lebihdari) Rp2.441.000,-
9. Adakah salah satu atau kedua orang tua Anda menderita diabetes mellitus:
(lingkari angka sesuai jawaban anda)
1. Ada
2. Tidak ada
3. Tidak tahu
10. Sudah berapa lamakah Anda menderita diabetes mellitus?
……………………………………………………………………………………………..
11. Berapa kadar gula darah puasa Anda yang terakhir?
………………..bulan………………………………………………………………………
12. Berapakah kadar gula darah 2 jam setelah makan Anda yang terakhir?
……………….bulan………………………………………………………………………
PENGETAHUAN
1. Apa yang Anda ketahui tentang penyakit kencing manis? (boleh pilih jawaban lebih dari
1)
a. Penyakit kencing manis adalah penyakit dimana kadar gula darah melebihi batas
normal (3)
b. Penyakit kencing manis adalah suatu penyakit yang tidak dapat sembuh tetapi dapat
dikontrol (3)
c. Tidak tahu (1)
d. Lain-lain, ……………………………………………………………………………(2)
45
2. Berapakah kadar gula darah saat puasa yang normal?
a. < 126 mg/dl (3)
b. > 126 mg/dl (1)
c. Tidak tahu (1)
3. Menurut Anda apa cara yang baik untuk mengobati penyakit kencing manis?
a. Makan obat saja (2)
b. Makan obat dengan teratur dan mengatur pola makan sesuai arahan petugas
puskesmas (3)
c. Tidak tahu (1)
4. Nama obat untuk penyakit kencing manis yang Anda ketahui adalah (boleh pilih jawaban
lebih dari 1)
a. Metformin (3)
b. Glibenklamid (3)
c. Tidak tahu (1)
d. Lain-lain, ……………………………………………………………………………(2)
5. Apakah yang Anda ketahui tentang cara pemberian obat gula (kencing manis)?
a. Obat minum dan obat suntik (insulin) (3)
b. Obat minum saja (2)
c. Obat suntik (insulin) saja (2)
6. Obat metformin diminum pada saat………………………………………………………...
a. Sebelum makan (1)
b. Setelah makan (3)
c. Setelah bangun tidur (1)
SIKAP
No Pernyataan Ya Tidak
1 Saya merasa penyakit kencing manis tidak perlu diobati 0 1
2 Saya minum obat teratur agar gula darah saya terkontrol 1 0
3 Saat gula darah saya sudah/ mendekati normal, saya tidak 0 1
46
perlu minum obat lagi
4 Saya minum obat rutin setiap hari 1 0
5 Jika obat habis, saya kembali ke puskesmas untuk kontrol 1 0
6 Selain minum obat secara teratur, saya juga harus mengatur
pola makan saya
1 0
PERILAKU
1. Apa yang Anda lakukan jika obat anda telah habis?
a. Tidak melakukan apa-apa (1)
b. Berobat hanya bila ada keluhan (1)
c. Segera berobat ke dokter (3)
2. Apa alasan Andatidak datangberobat? ( bisa pilih lebih dari 1)
a. Malas (1)
b. Rumah jauh dari puskesmas (1)
c. Sudah tidak ada keluhan (1)
d. Rutin berobat (3)
e. Lain-lain……………………………………………………………………….. (1)
3. Jika kadar gula darah anda normal, apa yang Anda lakukan?
a. Tetap minum obat sesuai anjuran dokter (3)
b. Minum obat jarang-jarang (1)
c. Berhenti minum obat (1)
4. Seberapa sering Anda memeriksa kadar gula darah Anda?
a. Sebulan sekali (3)
b. Enam bulan sekali (2)
c. Jika ada keluhan (1)
5. Apakah Anda meminum obat sesuai petunjuk dokter?
a. Selalu (3)
b. Kadang-kadang (1)
c. Tidak pernah (1)
6. Jika anda mengalami keluhan mual sebagai efek samping dari obat yang diminum, apa
yang Anda lakukan?
a. Tetap melanjutkan pengobatan (3)
47
b. Berhenti minum obat (1)
c. Segera berobat ke puskesmas (3)
MUTU PELAYANAN KESEHATAN
1. Apakah Anda puas dengan pelayanan di puskesmas Kec. Kramat Jati?
A. Ya, alasan…………………………………………………………………………
B. Tidak,alasan………………………………………………………………………
2. Apakah Anda merasa puskesmas Kec. Kramat Jati terlalu jauh dari rumah Anda?
A. Ya, alasan…………………………………………………………………………
B. Tidak
3. Informasi apa saja yang sudahdiberikan oleh petugas kesehatan Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati? (Lingkarijawaban, jawaban dapat dipilih lebih dari satu)
A. Pengertianpenyakit kencing manis
B. Cara mengendalikan/memantaupenyakit kencing manis
C. Pengaturan pola makan
D. Aktivitas fisik/olahraga
E. Nama-namaobatdancarameminumobat
F. Lain-
lain……………………………………………………………………………….....
4. Apakah Anda merasa puas dengan penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati?
A. Ya,alasan……………………………………………………………………………
B. Tidak, alasan………………………………………………………………………..
5. Apakah sistem jaminan sosial yang sekarang (BPJS) Anda rasakan lebih baik
darisistem jaminan sosial sebelumnya?
A. Ya,
alasan………………………………………………………………………………
B. Tidak,alasan………………………………………………………………………
6. Apakah Anda merasa puas dengan sistem pemberian obat penyakit kencing manis di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati?
a. Ya, alasan…………………………………………………………………………..
b. Tidak, alasan ……………………………………………………………………….
48