Upload
putri-afrinda
View
129
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
DIAGNOSA KLINIK
Oleh:
NELLA KHAIRATI 105130101111077
RADIX SEPTIAWAN 105130101111071
PUTRI AFRINDA 105130101111072
CAHYANINGTYAS RISKI 105130101111073
DANNY NORISHA 10513010111107
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWANPROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kucingdananjingmerupakanhewan yang paling
populermenjadipilihanmasyarakatuntukdijadikanhewanhewankesayangan (pet
animal).Menurutlaporansurvei, adasekitar 78.200.000 anjingdansekitar 86,4
jutakucingpeliharaan di AmerikaSerikatpadatahun 2009-2010. Treninijugadialami di
Indonesia
danselalumengalamipeningkatansetiaptahunnya.Kedekatanpsikologipemilikdenganhew
ankesayangansebagaisalahsatu
anggotakeluargamenuntutpemilikuntukmemperhatikankeadaanfisik,
makananmaupunkesehatantubuhhewankesayangannya.
Kesehatanhewankesayanganmenjadisangatpentingselainfaktorkedekatanpsikol
ogiuntuktidakmembiarkananggotakeluarganyasakitjugaberpotensimenularkanpenyakitt
erhadappemiliknya.Untukmenjagakesehatanhewankesayangannyapemilikmempercayak
an kepadadokterhewan.
Sehinggasebagaicalondokterhewanharusmemiliki skill dalammenanganihewankesayang
an.Olehkarenaitu kami melakukanpraktekmagang di Klinik PKH UB padatanggal 4
Desember 2012 untukmemberikanwawasanterhadapprofesidokterhewanklinik (pet
animal).
1.2 Tujuan
1. Untukmengetahuimetodepenerimaanpasien
2. Untukmengetahuimetodepemeriksaanfisikdananamessapasien
3. Untukmengetahuimetodediagnosadanterapipenyakitpasien
1.3 Manfaat
Agar mahasiswacalondokterhewandapatmemiliki skill dalammenerimapasien,
dapatmelakukanpemeriksaanfisikdananamnesaterhadappasiensertamampumendiagnosa
danterapipenyakitpasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ETIOLOGI
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian
kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut
dan tanduk). Penyakit kulit yang menular ini pada ternak tidak berakibat fatal, namun sangat
mengganggu dan dapat menurunkan produktivitas ternak, sebagai penyakit kosmopolitan,
sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama. Ringworm menyerang
hewan dan manusia. (Ainsworth and Austwick, 1973). Dermatofitosis ini dapat menular
antar sesama hewan, dan antara manusia dengan hewan (antropozoonosis) dan hewan
kemanusia (zoonosis) dan merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia (Jungerman and
Schwartzman, 1972). Dawson (1968) melaporkan bahwa kejadian penyakit ini ditemukan
pada hewan piara, ternak, satwa liar lainnya. Dinamakan ringworm karena pernah diduga
penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada
permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin, maka
dinamai ringworm, meski sebelumnya memang penyakit ini disebabkan oleh cendawan
namun akhirnya pemakaian istilah tersebut tetap dipakai sampai sekarang. Penularan dari
hewan ke manusia (zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari sapi ke manusia (Mortimer,
1955). Hewan yang terserang umumnya hewan piaraan adalah anjing, babi, domba, kucing,
kuda, kambing, sapi dan lainnya, namun yang paling utama ialah anjing, kucing, sapi. Ketiga
hewan ini merupakan masalah penting untuk manusia karena sifat zoonosisnya. Trichopyton
spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama
ringworm pada hewan. Di Indonesia yang sering diserang adalah anjing, kucing dan sapi.
Divisi : Amastigomycotina.
Sub-Divisi : Ascomycotina.
Class : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliaceae
Genus : Microsporum, Trichophyton
Species : M. canis, M. gypseum, T.mentagrophytes
M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan
kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding
tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M.
gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya macroconidia berbentuk
spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan microconidianya sedikit dan berbentuk clubbing (Pohan.,
A. 2009).
2.2 Patogenesis
Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak
ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara
panas dan kelembaban yang tinggi. Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim,
setelah periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas. Penyebaran infeksi dapat
terjadi karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat
tumbuh pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain dan
terlindung dari sinar matahari.
Di negara-negara yang beriklim subtropik atau dingin, kejadian ringworm lebih sering,
karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan selain kurang menerima sinar
matahari secara langsung, juga sering bersama-sama di kandang, sehingga kontak langsung di
antara sesama individu lebih banyak terjadi.
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang
dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan
tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor
seperti faktor virulensi dari dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil,
factor suhu dan kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin
(Ahmad., R.Z. 2009).
2.3 Gejala klinis
Kerusakan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga
Perubahan yang tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas
jelas dan umumnya dijumpai di daerah leher, muka terutama sekitar mulut,
pada kaki dan perut bagian bawah
Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng
biasanya bagian tengahnya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat
pada bulu berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah (Ahmad., R.Z. 2009).
Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada
manusia bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh.
Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia, karena memilih
manusia sebagai hospes tetapnya.
Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun
dan residif, karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.
Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton
rubrum. (Boel., T. 2009).
2.4 Diagnosa
Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan
kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau
pemeriksaan langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan
membuat biakan pada media. Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan
seperti gigitan serangga, urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan
adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnose dengan
pemeriksaan laboratorium akan memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit
(Ahmad., R.Z. 2009).
2.5 Penanganan & pengendalian
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan maupun
hewannya. Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk
menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang
sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan
dermatofit yang hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara langsung merusak dan
membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada
rambut.
Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah mencegah penyebaran
sehingga tidak terjadi endemik, peningkatkan masalah kebersihan, perbaikan gizi dan tata
laksana pemeliharaan. Hewan kesayangan harus terawat dengan cara memandikan secara
teratur, pemberian makanan yang sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan
kucing. Vaksinasi adalah pencegahan yang baik. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit
belum dilaksanakan. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik
dengan preparat Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral maupun intravena dengan cara
topikal menggunakan fungisida topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit hewan
penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat
yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula dengan obat tradisional seperti daun ketepeng (Cassia
alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (Ahmad., R.Z. 2009).
BAB III
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
A. Signalement
Nama pemilik : vivi
Nama kucing : miu
Signalement : Kucing, betina, warna rambut red tabby smoke, umur 3,5 bln
dengan berat badan 1,25kg, temperatur 380c.
B. Anamnesa
Inflamasi pada telinga, Bulu rontok dan sering menggaruk.
C. Gejala klinis
Bulurontok, saatrambutdisibakterdapatkutu, rambutkusamdantakterawat, Hewan
sering menggaruk-garuk tubuhnya terkadang sampai menimbulkan luka pada kulitnya
dan terdapat alopesia, eksaminasi dengan wood lamp hanya terdapat sedit pendaran
warna hijau.
Status Present
1. Keadaan Umum
Perawatan : Buruk
Tingkah laku : Jinak
Gizi : Buruk
Sikap berdiri/habitus : Berdiri di keempat kaki
Suhu rectal : 30,1oC
Frekuensi denyut jantung : 120 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
2. Kulit dan Rambut
Aspek rambut : Kusam
Kerontokan : ada
Kebotakan : ada
Turgor kulit : Baik (< 2 detik)
Permukaan kulit : Tidak Rata
3. Kepala dan Leher
1. Inspeksi
Ekspresi wajah : Ekspresif
Pertulangan wajah : Tegas
Posisi tegak telinga : Tegak keduanya
Posisi kepala : Tegak
Sistem Gastro Intestinal
Inspeksi
Ukuran abdomen : Tidak ada pembesaran
Bentuk rongga abdomen : Simetris
Palpasi Profundal
Epigastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Mesogastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Hipogastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Anus
Kebersihan : Bersih
Refleks sphincter ani : Ada reaksi mengkerut dan menghisap
Kebersihan daerah perianal : Bersih
Sistem Urogenital
Vulva dan Vagian : Rose dan tidak terdapat leleran
Alat Gerak dan Ekstremitas
Inspeksi
Perototan kaki depan : Kompak
Perototan kaki belakang : Kompak
Spasmus otot : Tidak ada
Kuku kaki : Terawat
Cara berjalan : Koordinatif
Kesimetrisan : Simetris
Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kanan depan : Tegas
Kaki kanan belakang : Tegas
Kaki kiri depan : Tegas
Kaki kiri belakang : Tegas
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi saat dipalpasi : Tidak ada reaksi kesakitan
Letak rasa sakit : -
D. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan scraping Kulit
- Terdapat Kutu
B. Pemeriksaan dengan menggunakan wood lamp
- Terdapat Pendaran warna hijau
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Gamabar Keterangan
Terjadi kerontokan pada tubuh kucing,
terutama pada bagian ekstremitas, ekor dan
thorax
Wood lamp examination terdapat pendaran
warna biru kehijauan.
3.2 Pengertian Dermatophitosis
Dermatophytosis, secara awam dikatakan sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur, tanpa harus mengetahui spesies jamur kulit tersebut. Dermatophytosis pada kucing
umumnya zoonotik dan sangat tinggi penularannya. Penanganan penyakit ini cukup sulit
karena sering terjadi reinfeksi disamping membutuhkan waktu dan biaya tinggi. Para dokter
hewan kadangkala terkecoh dalam mendiagnosa penyakit kulit jamur ini, seringkali terditeksi
hanya sebagai penyakit kulit biasa. Spora jamur akan menetap dalam periode yang lama
dalam lingkungannya, melalui spora penyakit dapat menular tidak saja lewat kontak terhadap
hewan yang terinfeksi juga dapat melalui kandang yang pernah digunakan hewan terinfeksi,
lewat sisir grooming, collar, dan bulu kucing.
3.3 Pathogenesis
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu:
a). Antropofilik, transmisi dari hewan satu kehewan lain. Ditularkan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui lantai kandang yang kurang dibersihkan, perkawinan
dan udara sekitar kandang atau klinik hewan, dengan atau tanpa reaksi keradangan
(silent “carrier”).
b). Zoofilik, transmisi dari manusia ke hewan. Ditularkan melalui kontak langsung maupun
tidak langsung melalui kulit yang terinfeksi jamur dan melekatpada rambut hewan.
c). Geofilik, transmisi dari tanah kehewan peliharaan menyebabkan kandang lembab. Secara
sporadis menginfeksi hewan dan menimbulkan reaksi radang.
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat melawan pertahanan
tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan
mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan
dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu
untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. Terjadinya
infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi
melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu.
3.4 Faktor-faktor predisposisi kucing yang mudah terkena infeksi jamur ini adalah:
1. Iklim yang lembab dan hangat
2. Kesehatan yang memburuk
3. Rendahnya nilai kesadaran akan pentingnya kesehatan hewan kesayangannya untuk tingkat
sosial tertentu
4. Buruk sanitasi kandang per grup, kucing liar yang tidak terkontrol karena dibebaskan
keluar rumah
5. Berhubungan atau berdekatan dengan sejumlah kucing liar atau kelompok kucing yang
berjumlah besar (misalnya ditempat penitipan)
6. Kucing dari segala umur, namun di tempat klinik sering ditemukan pada
usia mudan dan kucing tua
7. Kucing dengan bulu panjang
3.5 Gejala Klinis Dermathopitosis
Gejala klinis dari dermatophytosis berhubungan dengan pathogenesisnya,
dermatophytosis memnginvasi rambut dan epitel tanduk. Jamur akan merusak rambut, dan
mengganggu keratinisasi kulit normal, secara klinis bulu rontok, timbul kerak, sehingga dapat
juga terinfeksi dengan bakteri lain.
1. Gatal
2. Bulu rontok dan alopecia bisa sebagian kecil simetris ataupun asimetris dengan peradangan
maunpun tanpa peradangan
3. Kerak-kerak, kemerahan, sampai lecet dapat berkembang di daerah facial, bucal, telinga,
kuku, kaki depan, ekor dan sebagian badan
5. Hyperpigmemtasi walaupun jarang terjadi
6. Kucing dengan dermatophytosis yang parah dan sistemik kadang disertai dengan muntah,
konstipasi atau hairball.
3.6 Treatment
Dokter hewan mengggunakan obat-obatan sebagai berikut : (Amoxicilin dosis 10
mg/Kg BB; Antibiotik), (Ketoconazole 10-30 mg/Kg BB;Antifungal), (Dexamethason 0,1-
0,15 mg/Kg BB; Anti inflamasi).
3.6.1. Amoxicillin
3.6.1.1 Pengertian Amoxicilin
Amoxicillin merupakan antibiotik yang umum digunakan dalam berbagai kasus
yang disebabkan infeksi bakteri.Pemberian antibiotik ini bertujuan untuk mencegah
infeksi sekunder akibat keradangan yang terjadi pada daerah alopesia akibat infeksi
jamur. Amoxicillin adalah obat pilihan pertama untuk menonaktifkan bakteri penyebab
penyakit. Amoxicillin merupakan antibiotik golongan penicillin yang mekanisme
kerjanya dengan jalan merusak sintesis dinding sel bakteri.
3.6.1.2Farmakokinetik
Absorbsi, Amoxicillin mudah rusak dalam suasana asam pH 2. Caian
lambung dengan pH 4 tidak akan terlalu merusak Amoxicillin. Penggunanan Amoxicillin
IM lebih efektif jika dibandingkan dengan penggunaan Amoxicillin per Oral.
Distribusi, Amoxicillin didisitribusi luas dalam tubuh yang diikat oleh protein
plasma sebanyak 20%. Amoxicillin masuk kedalam empedu mengalami sirkulasi
enterohepatik, tetapi yang dieksresikan bersama tinja jumlanya cukup tinggi.
Biotransformasi dan Eksresi,Biotransformasi Amoxicillin umumnya
dilakukan oleh mikroba berdasarkan pengaruh enzim penisilinase dan amidase. Akibat
pengaruh penisilinase terjadi pemecahan cincin betalaktam, dengan kehilangan seluruh
aktivitas antimikroba. Amidase memecah rantai samping, dengan akibat penurunan
potensi antimikoba. Eksresi Amoxicillin melalui eksresi ditubuli ginjal.
3.6.2 Ketoconazole
3.6.2.1 Pengertian
Merupakan turunan dari imidazole sintetik dengan struktur mirip mikonazole.
Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH asam. aktif Ketokonazol aktif
sebabai anti jamur baik sistemik maupun non sitemik. Antifungal ini memiliki
spektrum yang luas. Pemberian pada kucing hendanya secara topical, para ahli
menuturkan pemberian ketokonazole dengan cara proral akan memberkan potensial
toxic.
3.6.2.2 Farmakokinetik
Absorbsi, Ketokonazole merupakan anti jamur sistemik jika diminum secara
peroral yang penyerapanya bervariasi antar individu. Obat ini menghasilkan kadar
plasam yang relative tinggi untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan
memlalu saluran caerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung yang tinggi
atau bersamaan dengan pemberian obat-obatan antasida.
Distribusi, Dalam plasma 84% ketokonazole berikatan dengan protein plasma
terutama albumin, 15% berikatan dengan eritrosit dan 1 % dalam bentuk bebas.
Sebagian besar obat ini mengalami metabolisme lintas pertama. Setelah pemerian
peroral obat ini dapat ditemukan di dalam urin, kelenjar lemak, liur juga pada kulit
yang mengalami infeksi.
Eksresi, Sebagian besar obat ini disekresikan bersama cairan empedu kelumen
usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan melalui urin, semuanya dalam
bentuk metabolit yang tidak aktif.
3.6.3 Dexamethasone
3.6.3.1 Pengertian
Dexametasone merupakan salah satu turunan dari kortikosteroid yang bekerja
dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Dexametason melewati membran
plasma secara difusi pasif. Deksametasone banyak digunakan sebagai anti inflamasi.
Dexametashone mampu mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat
radiasi, infeksi, zat kimia atau alergen. Secara mikroskopik obat ini mampu
menghambat fenomena inflamasi dini yaitu, edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler dan
migrasi leukosit ketempat radang dan aktfitas fagositosis. Pengggunakan
Dexamethason di klinik hanya besifat paliatif yaitu hanya gejalanya saja yang
dihambat sedangkan penyebab penyakit tetap ada.
3.6.3.2 Farmakodinamik
Dexamethason dengan pemberian peroral diabasorbsi cukup baik. Untuk
mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh, ester kortisol dan esternya
diberikan secara intra vena. Untuk memberikan efek yang lama perlu dllakukan
terapi secara IM. Dexamethason dapat dabasorbsi melalui kulit, sakus konjungtiva
dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas
dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal. Pada
keadaan normal, 90% dexamethason terikat pada dua jenis protein plasma yaitu
globulin pengikat kortikosteroda dan albumin.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
AINSWOTH G C and AUSTWICK PKC. 1973. Fungal diseases of animal.2nd Edition The Common Wealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, Slough, England.
Boel., T. 2009. Mikosis superficial. Fakultas kedoteran gigi. Universitas Sumatera Utara.
Dawson, C. O. 1968. Ringworm in animals. Rev.Med. Vet. Mycol 6 : 223-233.
JUNGERMAN P.F and R.M SCHWARTZMAN. 1972. Veternary Medical Mycology. Lea
and Febiger, Philadelphia.
MORTIMER, P.H. 1955. Man, animals and ringworm. Vet.Rec, 67 : 670-672.Pohan., A. 2009. Bahan Kuliah Mikologi. [email protected].