27
LAPORAN KASUS ODS AMBLYOPIA AMETROPIK (H53.023) Dibacakan Oleh : dr. Hadijah Pembimbing : dr. Fatimah Dyah NA, Sp. M Dibacakan : 16 Oktober 2013 I.PENDAHULUAN Amblyopia yang dikenal juga dengan “lazy eye” atau mata malas merupakan penurunan ketajaman penglihatan unilateral atau bilateral (jarang), yang tidak dapat dikoreksi tanpa ditemukan adanya kelainan struktural pada mata atau jaras penglihatan posterior. Hal ini merupakan akibat gangguan proses perkembangan visus sentral. Klasifikasi amblyopia dibagi ke dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu amblyopia strabismik, fiksasi eksentrik, amblyopia anisometrik, amblyopia ametropik dan amblyopia deprivasi. 1,2,3 Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan. Insidensinya pada populasi umum sekitar 2% sampai 2.5%. Prevalensi amblyopia di 1

LAPORAN KASUS REFRAKSI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS REFRAKSI

LAPORAN KASUS

ODS AMBLYOPIA AMETROPIK (H53.023)

Dibacakan Oleh : dr. Hadijah

Pembimbing : dr. Fatimah Dyah NA, Sp. M

Dibacakan : 16 Oktober 2013

I. PENDAHULUAN

Amblyopia yang dikenal juga dengan “lazy eye” atau mata malas

merupakan penurunan ketajaman penglihatan unilateral atau bilateral (jarang),

yang tidak dapat dikoreksi tanpa ditemukan adanya kelainan struktural pada mata

atau jaras penglihatan posterior. Hal ini merupakan akibat gangguan proses

perkembangan visus sentral. Klasifikasi amblyopia dibagi ke dalam beberapa

kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu amblyopia

strabismik, fiksasi eksentrik, amblyopia anisometrik, amblyopia ametropik dan

amblyopia deprivasi. 1,2,3

Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.

Insidensinya pada populasi umum sekitar 2% sampai 2.5%. Prevalensi amblyopia

di Indonesia pada penelitian murid-murid kelas I SD di Kotamadya Bandung pada

tahun 1989 sebesar 1,56%, sedangkan penelitian tentang amblyopia pada 54.260

anak SD di kecamatan DIY pada tahun 2005 prevalensi amblyopia sebesar 0,35%. 4,5

Laporan kasus ini menyajikan kasus seorang anak perempuan dengan ODS

Amblyopia yang disebabkan oleh ODS astigmatisma miop kompositus yang tidak

dikoreksi.

1

Page 2: LAPORAN KASUS REFRAKSI

II. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. T

Umur : 9 tahun

Alamat : Cinde Dalam No. 21 RT 8 RW 5 Kel. Jomblang Kec. Candi Sari

Kodia Semarang

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar SD kelas 4

CM : B329289

III. ANAMNESIS

Alloanamnesis tanggal 11 September 2013

Keluhan Utama : kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh kedua matanya kabur saat melihat jauh sejak 1 bulan

yang lalu, kabur saat melihat jauh Pasien tidak merasakan ada keluhan ketika

membaca buku.

Pasien tidak dapat mengingat perkembangan penyakit secara rinci. Saat di

kelas pasien duduk pada deret ke-3 dan tidak dapat melihat tulisan di papan tulis

dengan jelas. Mata tidak merah, tidak nrocos, tidak sakit/ cekot-cekot dan tidak

tampak juling. Sejak umur sekitar 5 tahun pasien suka menonton televisi dengan

jarak yang sangat dekat, namun tidak pernah mengeluh matanya kabur. Pasien

tidak pernah dibawa periksa ke dokter/dokter mata karena tidak merasakan ada

keluhan dalam aktifitas sehari-hari.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat pemakaian kacamata disangkal

- Pasien jarang membaca buku sambil tiduran, apabila menonton TV pada jarak

2-3 meter

Riwayat Neonatus

- Lahir cukup bulan, berat badan 3100 gram

2

Page 3: LAPORAN KASUS REFRAKSI

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat anggota keluarga memakai kacamata minus disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

- Anak pertama dari dua bersaudara. Ayah bekerja sebagai konsultan PLN dan

ibu seorang ibu rumah tangga. Biaya berobat ditanggung orang tua. Kesan

sosial ekonomi cukup.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status Presen ( 11 September 2013)

A. Status Generalisata

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36.5 oC

Kepala : Mesosefali

Thoraks : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

3

Page 4: LAPORAN KASUS REFRAKSI

B. Status oftalmologis

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 3/60 4/60Koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC S-3.00 C-1.00 X 160o 6/12 NBCBinokularitas 6/8.5, Distorsi (-)WFDT Diplopia (-), persepsi simultan (+)

Bulbus okuli Ortofori, Hirschberg test 0o

Parese/paralise Gerak bola mata bebas ke segala arah

Gerak bola mata bebas ke segala arah

Palpebra Udem (-), spasme (-) Udem (-), spasme (-)Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih Jernih COA Kedalaman cukup, TE (-) Kedalaman cukup, TE (-)Iris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,

RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,

RP(+) NLensa Jernih JernihCV Turbidity(-) Turbidity (-)Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlangTIO Schiotz 6/5,5 = 14,6 mmHg 6/5,5 = 14,6 mmHg

Funduskopi ODS

Papil N II : bulat, batas tegas, kuning kemerahan, CDR 0.3

Vasa : AVR 2.3 perjalanan vasa dalam batas normal

Retina : tigroid (-), lacquer cracks (-), tear/hole (-)

Makula : fovea refleks (+) cemerlang, fiksasi eksentrik (+)

4

Page 5: LAPORAN KASUS REFRAKSI

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG- Crowding phenomenon (+)

VOD = 6/10

VOS = 6/7.5

- Retinometri

OD : 0.12 ≈ 6/48

OS : 0.32≈ 6/19

- Streak Retinoskopi

OD : S -5.50 C +1.00 X 90o S -4.50 C -1.00 X180o

OS : S -4.50 C +0.50 X 80o S -4.00 C -0.50 X 170o

Uji hasil streak retinoskopi

OD : 6/12 NBC

OS : 6/8.5 NBC

Binokular : 6/8.5 NBC, distorsi (+)

VI. RESUME

ANAMNESIS

Seorang anak perempuan usia 9 tahun datang ke poliklinik mata RSDK

dengan keluhan utama penurunan visus pada kedua mata sejak 1 bulan yang lalu.

Pasien tidak merasakan ada keluhan ketika membaca buku.

Pasien tidak dapat mengingat perkembangan penyakit secara rinci. Sejak

umur sekitar 5 tahun pasien suka menonton televisi dengan jarak yang sangat

dekat, namun tidak pernah mengeluh matanya kabur. Pasien tidak pernah dibawa

periksa ke dokter/dokter mata karena tidak merasakan ada keluhan dalam aktifitas

sehari-hari.

PEMERIKSAAN FISIK

5

Page 6: LAPORAN KASUS REFRAKSI

Status Generalisata : dalam batas normal

Status Oftalmologis :

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 3/60 4/60Koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC S-3.50 C-1.00 X 160o 6/12 NBCBinokularitas 6/8.5, Distorsi (-)WFDT Diplopia (-), persepsi simultan (+)

Bulbus okuli Ortofori, Hirschberg test 0o

Parese/paralise Gerak bola mata bebas ke segala arah

Gerak bola mata bebas ke segala arah

Palpebra Udem (-), spasme (-) Udem (-), spasme (-)Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih Jernih COA Kedalaman cukup, TE (-) Kedalaman cukup, TE (-)Iris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,

RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,

RP(+) NLensa Jernih JernihCV Turbidity(-) Turbidity (-)Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlangTIO Schiotz 6/5,5 = 14,6 mmHg 6/5,5 = 14,6 mmHg

Funduskopi ODS

Papil N II : bulat, batas tegas, kuning kemerahan, CDR 0.3

Vasa : AVR 2.3 perjalanan vasa dalam batas normal

Retina : tigroid (-), lacquer cracks (-), tear/hole (-)

Makula : fovea refleks (+) cemerlang, fiksasi eksentrik (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Crowding phenomenon (+)

VOD = 6/10

VOS = 6/7.5

- Retinometri

6

Page 7: LAPORAN KASUS REFRAKSI

OD : 0.12 ≈ 6/48

OS : 0.32≈ 6/19

- Streak Retinoskopi

OD : S -5.50 C +1.00 X 90o S -4.50 C -1.00 X180o

OS : S -4.50 C +0.50 X 80o S -4.00 C -0.50 X 170o

Uji hasil streak retinoskopi

OD : 6/12 NBC

OS : 6/8.5 NBC

Binokular : 6/8.5 NBC, distorsi (+)

VII. DIAGNOSIS KERJA

ODS Amblyopia ametropia

VIII. PENATALAKSANAAN

- Resep kacamata

OD : S-4.50 C-1.00 X 10o

OS : S-3.50 C-1.00 X 160o

- Patching mata kiri 1 jam per hari evaluasi setelah 1 bulan

IX. PROGNOSIS

PROGNOSIS OD OSQUO AD VISAM ad bonam ad bonamQUO AD SANAM ad bonam ad bonamQUA AD COSMETICAM ad bonamQUO AD VITAM ad bonam

X. EDUKASI

1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan kedua mata kabur

karena rabun jauh dan astigmatisma dan diperlukan kacamata minus dan

silinder untuk memperbaiki tajam penglihatan.

7

Page 8: LAPORAN KASUS REFRAKSI

2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan pasien tidak dapat

maksimal meskipun dibantu dengan kacamata karena sudah terjadi mata malas

karena rabun jauh dan astigmatisma yang sudah lama tidak dikoreksi.

3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa setelah pemakaian kacamata

perlu dilakukan penutupan mata kiri 1 jam perhari saat terjaga untuk melatih

mata kanan.

4. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar kontrol ke poli mata setelah 1

bulan untuk mengevaluasi tajam penglihatan.

6. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar membaca jangan terlalu dekat,

membaca di ruangan yang cukup terang dan jangan membaca sambil tiduran.

8

Page 9: LAPORAN KASUS REFRAKSI

FOLLOW UP

Tanggal 2 November 2013 (setelah koreksi kacamata dan patching mata kiri 1 jam per hari selama 1 bulan)

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 3/60 4/60Koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC S-3.00 C-1.00 X 160o 6/12 NBCBinokularitas 6/8.5, Distorsi (-)Crowding phenomenon

VOD = 6/10 VOS = 6/7.5

WFDT Diplopia (-), persepsi simultan (+)

Bulbus okuli Ortofori, Hirschberg test 0o

Parese/paralise Gerak bola mata bebas ke segala arah

Gerak bola mata bebas ke segala arah

Palpebra Udem (-), spasme (-) Udem (-), spasme (-)Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih Jernih COA Kedalaman cukup, TE (-) Kedalaman cukup, TE (-)Iris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,

RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,

RP(+) NLensa Jernih JernihCV Turbidity(-) Turbidity (-)Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlangTIO Schiotz 6/5,5 = 14,6 mmHg 6/5,5 = 14,6 mmHg

Tatalaksana

- Resep kacamata

OD : S-4.50 C-1.00 X 10o

OS : S-3.50 C-1.00 X 160o

- Patching mata kiri 2 jam per hari evaluasi setelah 1 bulan

9

Page 10: LAPORAN KASUS REFRAKSI

DISKUSI

Amblyopia yang dikenal juga dengan “lazy eye” atau mata malas

merupakan penurunan ketajaman penglihatan unilateral atau bilateral

(jarang) yang tidak dapat dikoreksi, tanpa ditemukan adanya kelainan

struktural pada mata atau jaras penglihatan posterior. Hal ini merupakan

akibat gangguan proses perkembangan visus sentral, dapat disebabkan

karena strabismus, anisometropia atau kelainan refraksi bilateral yang

tinggi dan deprivasi stimulus. Penurunan tajam penglihatan disebabkan

karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokuler abnormal atau

keduanya. 1,2,3,4

Kerusakan penglihatan sentral terjadi pada amblyopia, sedangkan

daerah penglihatan perifer biasanya masih tetap normal. Studi

eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita

menunjukkan bahwa amblyopia dapat terjadi sebelum usia 8 tahun

disebabkan karena kekeruhan media refrakta, strabismus atau kelainan

refraksi. Secara umum waktu yang memungkinkan untuk tejadinya

amblyopia karena kekeruhan media refrakta lebih singkat dibandingkan

strabismus maupun anisometropia. 1,2

Klasifikasi amblyopia berdasarkan kelainan yang menjadi

penyebabnya:

1. Amblyopia Strabismik

Amblyopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau

terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak

menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat

penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi

penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.1

2. Amblyopia Anisometropik

Terbanyak kedua setelah amblyopia strabismik, terjadi aniseikonia sehingga

tidak terjadi fusi. Derajat ringan anisometropia hiperopia atau astigmatisma

10

Page 11: LAPORAN KASUS REFRAKSI

(1-2D) dapat menyebabkan amblyopia ringan. Miopia anisometropia ringan

(<-3D) biasanya tidak menyebabkan amblyopia, tapi miopia tinggi unilateral

(-6D) sering menyebabkan amblyopia berat.1

3. Amblyopia Ametropik

Amblyopia ametropik terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak

dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.

Mekanisme terjadinya amblyopia ametropik ialah bayangan retina yang

kabur. Amblyopia bilateral dapat disebabkan karena hiperopia lebih dari 5 D,

miopia lebih dari 6 D dan astigmatisma yang memerlukan lensa silinder lebih

besar dari 2 D. Axis oblik yang berbeda lebih dari 15o dari sumbu utama

merupakan faktor risiko terjadinya amblyopia pada astigmatisma miop

simpleks. 1,4

4. Ambyopia Deprivasi Stimulus

Bentuk ambyopia ini sedikit dijumpai namun merupakan yang paling parah

dan sulit diperbaiki. Anak kurang dari 6 tahun dengan katarak kongenital

yang menutupi bagian sentral dengan ukuran 3 mm atau lebih harus dianggap

dapat menyebabkan amblyopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang

terjadi pada usia lebih dari 6 tahun umumnya kurang berbahaya. Amblyopia

oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan karena penggunaan

patch (penutup mata) yang berlebihan.1

Diagnosis amblyopia ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan

pemeriksaan oftalmologis. Gejala klinis amblyopia yang terpenting adalah

penurunan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi. Terdapat kecurigaan

amblyopia bilateral bila ada kelainan refraksi yang bermakna diikuti dengan

gejala dan tanda berikut: 5

- Anak harus maju pada saat melihat tv ataupun di dalam kelas

- Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi

- Penurunan visus tidak berhubungan dengan kelainan struktural lintasan

visual.

11

Page 12: LAPORAN KASUS REFRAKSI

Pemeriksaan oftalmologis pada pasien amblyopia menunjukkan penurunan

visus yang tidak dapat dikoreksi tanpa ditemukan adanya kelainan struktural pada

mata atau jaras penglihatan posterior. Pemeriksaan lainnya pada amblyopia yaitu:

1. Crowding Phenomen

Pasien amblyopia menunjukkan crowding phenomen, yaitu tajam

penglihatan membaca optotipe tunggal 1-2 baris lebih bagus dibandingkan

membaca optotipe multipel. Mata amblyopia dengan tajam penglihatan

20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat turun sampai 20/100 (6/30) bila ada

interaksi bentuk (countour interaction).5, 6

Perbedaan kemampuan membaca huruf optotipe dapat ditemukan

pada saat pasien amblyopia kontrol selama pengobatan. Pasien dikatakan

belum sembuh bila masih terdapat crowding phenomen. 6

2. Netral Density Filter Test

Tes ini digunakan untuk membedakan amblyopia fungsional dan

organik. Filter densitasnetral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50). Netral

Density Filter test (NDF) mempunyai efek menurunkan luminasi secara

menyeluruh. Tajam penglihatan pada mata yang amblyopia akan membaik

bila diberikan NDF, sedangkan mata yang sehat akan memburuk. Sebagai

contoh, pasien amblyopia dengan visus 20/20 pada mata yang sehat dan

20/60 pada mata amblyopia, pada keadaan penerangan biasa kedua visus

tersebut menunjukkan perbedaan 4 baris. Setelah diperiksa dengan NDF

maka mata yang sehat mempunyai visus 20/50 (memburuk) dan mata

amblyop tetap 20/60, sehingga hanya terjadi perbedaan satu baris optotipe

Snellen. Penurunan visus pada mata amblyop menunjukkan adanya

amblyop organik. Keuntungan tes ini dapat digunakan

untuk screening secara cepat sebelum dikerjakan terapi oklusi, saat

penyebab amblyopia tidak jelas.1,5,6,7

3. Fiksasi eksentrik

12

Page 13: LAPORAN KASUS REFRAKSI

Fiksasi eksentrik terjadi karena bayangan jatuh di luar fovea saat mata

berusaha untuk melihat binokular. Fiksasi eksentrik menunjukkan adanya

amblyopia berat. Amblyopia berat mempunyai prognosis penglihatan yang

buruk.5

4. Uji Worth’s Four Dot

Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi,

korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata dan juling.

Penderita memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan

dan filter hijau pada mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1

berwarna merah, 2 hijau, dan 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat

merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya

dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh

mata kiri. Apabila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan lampu putih

terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah. Empat titik juga dapat

dilihat oleh mata juling tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak

normal. Apabila terdapat supresi maka akan terlihat hanya 2 merah bila

mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Diplopia

melihat 5 titik yaitu 3 merah dan 2 hijau yang.1,7

Tujuan manajemen amblyopia yaitu: 5

1. Visus pasien kembali normal dan seimbang antara kedua mata

2. Posisi aksis okular dan persepsi kedalaman yang sempurna.

Respon terhadap manajemen amblyopia ini menurut beberapa peneliti tergantung

beberapa hal antara lain: 5

1. Penyebab amblyopia

2. Beratnya dan awal terjadinya amblyopia

3. Umur saat terapi dimulai

4. Lamanya terapi amblyopia

5. Metode terapi amblyopia

6. Kepatuhan pasien

Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah-langkah berikut:1

13

Page 14: LAPORAN KASUS REFRAKSI

- Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti

katarak

- Koreksi kelainan refraksi

- Penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata

yang lebih baik

Terapi oklusi yaitu menutup mata yang sehat untuk memberikan

stimulasi pada mata yang amblyopia. Oklusi pertama dimulai selama 1

minggu untuk setiap tahun, contohnya bayi usia 6 bulan di oklusi selama 3

hari, anak usia 1 tahun dioklusi selama 1 minggu, usia 2 tahun dioklusi

selama 2 minggu, 3 tahun selama 3 minggu dan seterusnya. Terapi inisial

yang tidak didapatkan perbaikan yang bermakna dan tidak timbul gejala

ambliopia pada mata yang dioklusi, maka oklusi dapat diulangi. Jika

dalam waktu 6 bulan terapi oklusi tidak didapatkan perbaikan, maka terapi

dihentikan dan dicari kemungkinan adanya kelainan organik. Semakin

baik visus saat terapi oklusi dilakukan akan semakin pendek waktu terapi

oklusi. Terapi oklusi dapat dilakukan hingga pasien berumur 9 tahun untuk

mempertahankan hasil atau perbaikan yang telah dicapai, sehingga pasien

harus tetap diobservasi sampai mencapai umur tersebut.5

Studi yang membandingkan terapi oklusi 4 jam per hari dan 2 jam

per hari pada penderita ambliopia, setelah dilakukan follow up selama 3

bulan terdapat perbaikan visus yang signifikan (> 3 baris) pada pasien

yang dioklusi selama 4 jam per hari (90%) sedangkan pada pasien yang

dioklusi 2 jam per hari perbaikan visus hanya 52.6%. Pediatric eye disease

investigator group melakukan penelitian pada tahun 2003 dengan

membandingkan oklusi sepanjang hari dengan oklusi 6 jam, menunjukkan

bahwa reaksi tambahan pada mata yang sehat lebih sering terjadi pada

oklusi yang sepanjang hari dibandingkan dengan yang 6 jam.5

Terapi lainnya yaitu penalisasi yang merupakan alternatif terapi

oklusi, pada keadaan dimana oklusi sulit untuk dilakukan atau bahkan

tidak mungkin. Terapi penalisasi dapat dilakukan dengan cara penalisasi

14

Page 15: LAPORAN KASUS REFRAKSI

optik atau penalisasi atropin. Berdasarkan penelitian yang membandingkan

pemberian atropin dan terapi oklusi sebagai terapi amblyopia yang

moderate pada anak usia 3 sampai 7 tahun oleh The Pediatric Eye Disease

Investigator Group menyatakan bahwa kedua terapi dapat digunakan

dengan angka keberhasilan 74% untuk atropin dan 79% pada terapi

oklusi.5

Kasus ini didiagnosis sebagai ODS amblyopia ametropia berdasarkan

anamnesis adanya keluhan kedua mata kabur saat melihat jauh sejak 1 bulan yang

lalu tanpa disertai mata merah, nrocos, sakit dan juling. Sejak umur sekitar 5

tahun pasien suka menonton televisi dengan jarak yang sangat dekat, namun tidak

pernah mengeluh matanya kabur. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus

mata kanan 3/60 dengan koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC, sedangkan mata

kiri 4/60 dengan koreksi S-3.50 C-1.00 X 160o 6/12 NBC. Pemeriksaan

binokularitas didapatkan visus 6/6 F1. Pemeriksaan streak retinoskopi mata kanan

S -5.50 C +1.00 X 90o ditransposisi menjadi S -4.50 C -1.00 X180o 6/12 NBC ,

sedangkan mata kiri S -4.50 C +0.50 X 80o ditransposisi menjadi S -4.00 C -0.50

X 170o 6/8,5 NBC, pemeriksaan binokularitas 6/8.5 NBC, distorsi (+). Hasil

retinometri mata kanan 0.12 ≈ 6/48 dan mata kiri 0.32≈ 6/19.

Kelainan refraksi pada kedua mata pasien dengan koreksi terbaik tidak

dapat mencapai visus 6/6. Anak dengan kelainan refraksi tersebut biasanya akan

bergerak maju mendekati obyek yang dilihat untuk mendapatkan penglihatan yang

lebih baik. Amblyopia bilateral dapat disebabkan karena hiperopia lebih dari 5 D,

miopia lebih dari 6 D dan astigmatisma yang memerlukan lensa silinder lebih

besar dari 2 D. Kasus ini dari hasil pemeriksaan visus menunjukkan adanya

astigmatisma miop kompositus, lensa koreksinya spheris negatif kurang dari 6 D

dan silinder kurang dari 2 D. Pemeriksaan tambahan lain untuk menegakkan

diagnosis amblyopia pada kasus ini yaitu Crowding phenomen dan fiksasi

eksentrik. Uji Worth’s Four Dot menunjukkan penglihatan pasien binokuler.1,4

Penatalaksanaan pada kasus ini dilakukan dengan koreksi kelainan

refraksi dan patching pada mata kiri 1 jam perhari selama 1 bulan.

Ambliopia karena kelainan refraksi sangat penting dilakukan perbaikan

15

Page 16: LAPORAN KASUS REFRAKSI

visus dan pemberian kacamata dengan koreksi maksimal berdasar hasil

streak retinoskopi yang dilakukan sejak awal dan digunakan secara terus

menerus serta konstan. Pasien ini diberi koreksi bukan dari hasil streak

retinoskopi karena pasien mengeluh pusing saat menggunakan lensa

koreksi yang sesuai dengan streak retinoskopi. Terapi oklusi yaitu

menutup mata yang sehat untuk memberikan stimulasi pada mata yang

amblyopia. 5

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 tentang terapi

amblyopia pada anak usia 7-17 tahun menunjukkan bahwa 25% dari

seluruh pasien amblyopia dapat membaik setelah diberikan terapi

kacamata. Ada beberapa pendapat bahwa bila koreksi refraktif diberikan

secara simultan dengan terapi oklusi maka perbedaan antara kedua

tindakan ini dalam terapi ambyopia tidak dapat dibedakan. Sebelum

memulai terapi oklusi, koreksi refraktif penuh harus diberikan terlebih

dahulu. Terapi refraktif pada amblyopia bilateral pada umur 3 sampai 10

tahun, dengan koreksi kacamata ukuran berdasarkan best corrected visual

acuity dalam waktu setahun, 73% pasien dapat mencapai perbaikan visus

hingga 20/25 hanya dengan pemberian kacamata. 5

Bila penatalaksanaan amblyopia dihentikan setelah perbaikan

penuh atau masih ada sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-

pasien akan mengalami kekambuhan. Kegagalan dapat dicegah dengan

memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1-3 jam

per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik

dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu. Pengaturan ini

diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi lain

selain kacamata. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik sampai

usia 8-10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk

follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan.1

Evaluasi pasien 1 bulan sesudah dilakukan patching mata kiri

menunjukkan visus koreksi mata kanan dan kiri tidak ada perubahan. Hal ini

16

Page 17: LAPORAN KASUS REFRAKSI

disebabkan karena kurang patuhnya pasien dalam menggunakan kacamata

meskipun sudah dilakukan patching sesuai yang dianjurkan. Penatalaksanaan

selanjutnya pasien diberikan kacamata sesuai koreksi dan dilakukan patching

mata kiri 2 jam per hari selama 1 bulan serta diberikan edukasi tentang pentingnya

kontrol sesuai waktu yang dianjurkan untuk mengevaluasi visus pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5: Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2011-2012.

2. Ann LW, Joanne W. Clinical and Experimental Optometry; Amblyopia: Prevalence, Natural history, Functional effects and Treatment. Volume 88. 2005. Available from URL: http: http://www. onlinelibrary.wiley.com.

3. American Optometric Association; Optometric Clinical Practice Guideline; Care of the Patient with Amblyopia. 2004. Available from URL: http: www.aoa.org/documents/CPG-4.pdf.

4. Wasidi G. Berita Kedokteran Masyarakat; Astigmatisma Miop Simpleks yang Mengalami Amblyopia pada Anak Sekolah Dasar di Yogyakarta. Yogyakarta. 2006. Available from URL: http: http://www.berita-kedokteran-masyarakat.org.

5. Wasisdi G. Gangguan Penglihatan Pada Anak karena Ambliopia dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universtas Gajah Mada. Available from URL: http://www.lib.ugm.ac.id/digitasi.

17

Page 18: LAPORAN KASUS REFRAKSI

6. Greenwald, M.J; Parks, M.M. Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2004.

7. Noorden GKV. Atlas Strabismus. Edisi 4. EGC. Jakarta. 1988.

18