28
I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi 2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi subyektif 3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan refraksi obyektif 4. Mahasiswa mampu menentukan jenis gangguan refraksi 5. Mahasiswa mampu menentukan seberapa besar gangguan refraksi yang terjadi 6. Mahasiswa mampu menentukan jenis dan besar koreksi refraksi yang diperlukan 7. Mahasiswa mampu melakukan test lapang pandang, Donders Confrontation Test 8. Mahasiswa mampu melakukan test lapang pandang, Amsler Panes II. DASAR TEORI 1. Penilaian Refraksi Setiap manusia melihat suatu objek menggunakan mata. Pada mata sendiri untuk melihat suatu objek butuh ketajaman, disini ketajaman fokus retina pada bola mata dan sensitifitasnya dari interpretasi di otak yang disebut dengan visus. Supaya mata dapat menghasilkan detail dari

laporan fisiologi refraksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan fisiologi

Citation preview

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi subyektif3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan refraksi obyektif4. Mahasiswa mampu menentukan jenis gangguan refraksi5. Mahasiswa mampu menentukan seberapa besar gangguan refraksi yang terjadi6. Mahasiswa mampu menentukan jenis dan besar koreksi refraksi yang diperlukan7. Mahasiswa mampu melakukan test lapang pandang, Donders Confrontation Test8. Mahasiswa mampu melakukan test lapang pandang, Amsler Panes

II. DASAR TEORI1. Penilaian RefraksiSetiap manusia melihat suatu objek menggunakan mata. Pada mata sendiri untuk melihat suatu objek butuh ketajaman, disini ketajaman fokus retina pada bola mata dan sensitifitasnya dari interpretasi di otak yang disebut dengan visus. Supaya mata dapat menghasilkan detail dari penglihatan system optic mata memproyeksikan gambaran focus pada fovea sentralis. Pada fovea sentralis sendiri merupakan daerah yang mempunyai intensitas tinggi mengenai fotoreseptor (sel kerucut/konus) yang berfungsi untuk ketajaman pada daerah yang terang dan penglihatan warna. Selain itu ada sel batang/rods yang berperan pada penglihatan saat malam hari atau pada cahaya gelap.Saat cahaya masuk dari fiksasi objek ke fovea sentralis melalui bidang imajiner (visual axis). Jaringan-jaringan pada mata juga struktur yang ada pada visual aksis mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Pada struktur ini meliputi lapisan air mata, kornea, camera okuli anterior, pupil, lensa, vitreus dan retina maka dari itu bayangan objek/ cahaya tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Pada retina bagian posteriornya terdapat lapisan epitel retina berpigmen untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina maka tidak akan terpantul ke bagian yang bukan di bagian retina, selain itu juga untuk mendaur ulang bahan kimia yang digunakan oleh sel batang dan sel kerucut dalam mendeteksi photon, bula epitel retina berpigmen rusak dapat menimbulkan kebutaan (Ilyas, 2013).Ketajaman visus sendiri berkembang normal tergantung dari input visual pada usia muda. Bebagai macam gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu lama. Penurunan ketajaman mata ini dapat direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas sel-sel korteks visual. Pada mata terhubung korteks visual melalui nervus optikus yang ada dari belakang mata. Nervus optikus bertemu pada chiasma opticus dimana masin-masing nervus bersilang menuju ke tempat lawannya ke sisi lawan dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapang pandang sebenarnya. Gabungan serat nervus membentuk traktus optikus, yang akan membentuk dasar fisiologis penglihatan binokular. Traktus berhenti di nucleus genikolatus lateralis lalu ke korteks visual sepanjang kumpulan serat saraf disebut dengan radiasio optika.Mata sendiri terjadi pembiasan sinar-sinar, dimana mata dalam keadaan istirahat ini disebut dengan refraksi. Pembiasan terjadi ketika sinar-sinar berjalan dari medium satu melewati medium yang lain diamana kepadatannya berbeda-beda. Ada juga sumber mengatakan refraksi yaitu perubahan arah rambat partikel cahaya akibat terjadinya percepatan. Ada faktor yang bepeperan dalam derajat refraksi yaitu densitas komparatif antara dua media dan sudut jatuhnya benda ke medium kedua. Permukaan melengkung seperti lensa makin besar kelengkungan maka semakin besar derajat pembiasan serta makin kuat lensa. Lensa dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi atau penyatuan dari berkas-berkas cahaya (syarat untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus). Maka permukaan refraktif mata bersifat untuk membawa suatru bayangan ke titik fokus, demikian permukaan refraktif mata bersifat konveks. Pada lensa yang permukaan konkaf (cekung) menyebabkan divergensi berkas cahaya. Lensa konkaf berguna untuk memperbaiki kesalahan refrektif mata miopia, karena pada penderita miopi berkas cahaya yang masuk ke mata titik fokusnya jatuh tepat di depan retina. Pada keadaan ini saat sinar masuk sampai ke retina menjadi divergen/ dihamburkan yang akan membentuk lingkaran difus dengan akibat bayangan kabur, dapat juga bila sumbu mata lebih panjang dari normal (myopia aaxial) atau daya bias lebih besar dari normal (miopia pembiasan). Lensa sferis negative (konkaf/ lensa cekung) digunakan untuk koreksi penderita myopia (Ilyas, 2013)Lensa sferis positif (konveks/ lensa cembung) digunakan untuk koreksi penderita hipermetrofi. Penderita hipermetrofi disini saat sinar datang dan masuk ke dalam mata titik focus cahaya tidak tepat jatuh di fovea sentralis namun jatuh di belakang retina, juga dapat disebabkan sumbu mata terlalu pendek (hipertrofi axial) atau karena bias lensa menipis (hipertrofi bias). 2. Pemeriksaan Lapang PandangPenderita astigmatisma disini sinar yang masuk ke dalam mat tidak difokuskan pada satu titik retina tapi bidang bias masing-masing. Pada astigmatisma sendiri ada dua bentuk yaitu astigmatisma regular, diamana pada jenis regular ini titik biasnya teratur pada sumbu mata. Sedangakan astigmatisma irregular mempunyai titik bias yang tidak teratur. Permukaan korena yang tidak teratur ini yang biasanya ditemui pada penderita astigmatisma, ini dapat dinilai dengan menggunakan tes keratoskop plasido (kertas yang bulat-bulat seperti rotasi dengan lubang kecil ditengahnya) maka nanti saat di periksa oleh pemeriksa kornea terlihat lonjong maka merupakan astigmatisma jenis regular, sedangkan jenis irregular akan terlihat bintik-bintik yang tidak teratur pada kornea. Pemeriksaan mata juga perlu dilakukan tes lapang pandang, yang merupakan suatu batas penglihatan tanpa adanya pergerakan dari bola mata (Pearce, 2009)III. ALAT DAN BAHAN1. Penggaris2. Optotype Snellen3. Set alat trial frame dan trial lens4. Keratoskop plasido5. Kartu baca dekat

IV. CARA KERJA1. Pemeriksaan Penilaian Refraksi1. Persiapkan penderita untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotypr snellen (=d).2. Tentukan ketajaman penglihatan masing-masing mata, dengan menutup mata yang tidak diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan menunjukkan huruf-huruf pada optotype snellen mulai dari deretan huruf terbesar sampai deretan huruf terkecil yang masih dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan lengkap (=D)3. Sebelah kanan deretan huruf tersebut, tertera angka yang menunjukkan jarak dalam meter yang masih dapa dibaca mata normal (emmetrop). Ketajaman penglihatan ditentukan dengan rumus snellen yaitu V=d/D, harga d selalu 5 atau 6 meter.4. Ukur jarak pupil (PD/Pupil Distance) kedua mata untuk mengukur jarak frame kanan dan kiri pada trial frame yang akan dipasangkan dan kaca mata atau lensa bantu koreksi nantinya. Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan meletakkan penggaris di depan kedua mata, kemudian mengarahkan senter di tengah kedua mata pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua kornea mata, kemudian ukur jarak antara kedua reflek tersebut dalam mm maka didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk jarak pupil untuk penglihatan jauh.5. Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah emmetropia atau hipermetropi dengan akomodasi. Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk penglihatan dekat. Pasang penutup (occluder) didepan salah satu mata yang belum akan diperiksa.6. Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positi (+) 0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca semua deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap. Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula jelas menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emmetropia.7. Pada hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6 dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksaan mulai dengan memberikan lensa positif (+) 0,25D, berturut-turut meningkat 0,25D. Hal ini adalah usaha untuk membuat mata menjadi emmetrop dengan mengurangi akomodasi, sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas tanpa akomodasi. Lensa positif terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas menunjukkan besar kelainan hipermetropianya.8. Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes pinhole dengan meletakkan pinhole didepan mata yang diperiksa. Bila dengan tes pinhole ketajaman penglihatan menjadi lebih baik maka terbukti pasien mengalami kelainan refraksi, namun bila pada tes pinhole tidak mengalami perbaikan maka pasien tidak mengalami kelainan refraksi dan perlu dirujuk untuk pemeriksaan mata lebih lanjut.9. Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole positif, maka kemungkinan mata termasuk miopia, mulai dari lensa negatif (-) 0,25D, ditambahkan berturut-turut -0,25 sampai pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca deretan huruf 6/6.10. Untuk melakukan koreksi, kadang terdapat beberapa jenis kekuatan lensa yang pas untuk digunakan melihat dengan jelas, namun tidak semua lensa tersebut akan nyaman digunakan sebagai lensa bantu. Hanya akan ada satu jenis kekuatan lensa yang memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat dipakai sebagai lensa bantu yaitu lensa yang akan meminimalkan akomodasi pendeerita. Untuk melakukan koreksi perlu dicoba beberapa jenis kekuatan lensa secara berurutan yang tetap memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat membaca huruf tersebut. 11. Seseorang dengan miopia bila dierikan lensa bantu negatif yang terlalu lemah akan menimbulkan ketidaknyamanan karena membuat orang tersebut berakomodasi untuk dapat melihat dengan jelas atau pada hiperopia yang diberikan lensa positif terlalu kuat akan menyebabkan pandangan orang tersebut kabur. Jadi bila pasien miopia dikoreksi dengan -3,0D memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3,25D, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Demikian pula pada penderita hipermetropia, perlu ditambah atau kurangkan kekuatan lensa sampai didapatkan visus terbaik (trial and error). Ketetapan koreksi sangat ditentukan oleh ketetapan ukuran lensa bantu yang dapat membiaskan sinar tepat pada retina dengan akomodasi lensa yang minimal agar penderita dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Orang yang tidak megontrol akomodasinya sering menyatakan bahwa kadang ia melihat deretan huruf yang sama secara jelas dan kabur. Hal tersebut harus dapat dikontrol oleh pemeriksa. Usahakan untuk melakukan pemeriksaan refraksi secepat mungkin utnuk menghindari kebosanan dari penderita yang akan mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Terutama pada anak-anak yang cepat bosan sehingga perlu banyak dihibur untuk membanu konsentrasinya dan orang tua yang cepat lelah sehingga pemeriksaan dapat diteruskan dilain waktu.12. Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan dengan metode refraksi spero-cylindrical menggunakan lensa silindris untuk mengoreksinya. Selain itu dapat juga menggunakan keratoskop plasido.13. Pemeriksaan astigmatisme dengan keratoskop plasido bertujuan untuk mengetahui keteraturan permukaan kornea. Keratoskop plasido diletakkan kurang lebih 20cm didepan mata orang yang diperiksa, kemudian penderita diminta terus memandang lubang keratoskop. Dari lubang tersebut pemeriksa dapat melihat bayangan lingkaran pada kornea. Bila kornea buat sempurna, yang tampak adalah lingkaran konsentrik. Bila ada meredian yang lebih melengkung daripada yang lain tegak lurus pada meredian I tadi, maka tampak lingkaran-lingkaran lonjong sehingga disebut sebagai astigmatisme reguler. Pada astigmatisme irreguler, bentuk bayang garis hitam putih yang tampak tidak teratur.14. Astigmatisma bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging technique of refraction) yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan teknik sebagai berikut yaitu :a. Pasien duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter,b. Pada mata dipasang bingkai percobaan,c. Satu mata ditutup,d. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik, e. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S+3.00) untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat miopikus,f. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat,g. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat,h. Bila belum terlihat percobaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S (+3.00) diperlemah sedikit demi sedikit hingga pasien dapat menentukan garis mana yang terjelas dan terkabur,i. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya dengan garis yang terjelas sebelumnya,1) Bila sudah dapat melihat garis-garis pada kipas astigmat dengan jelas, lakukan tes dengan kartu Snellen,2) Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa (+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu mengurangi lensa (+) atau menambah lensa (-),3) Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6 (Ilyas, 2006)Sedangkan nilainya: Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder(-) yang dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas (Ilyas, 2006).15. Pemeriksaan adanya presbiopia berhubungan dengan keluhan membaca dekat dan usia lanjut, karena presbiopia biasanya terjadi pada usia 38 tahun. Metode yang digunakan adalah near refraction dengan kartu baca dekat. Sebelumnya sesuaikan jarak pupil penglihatan dekat pada kaca mata coba. Berikan lensa speris (+) umumnya disesuaikan umur S+1,00D (usia 40 tahun), S+1,50D (45 tahun) hingga S+3,00D (60tahun). Minta penderita untuk membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (30cm). Mengingat kasus ini adalah maligering terutama pada anak-anak yang hanya ingin memakai kaca mata seperti orang tuanya atau pada orang dengan kelainan perilaku. Gunakan plano test pada orang dengan kelainan perilaku. Gunakan plano test pada lensa coba untuk mengetes adanya malingering dan lihat adanya perbaikan.16. Duochrome test adalah tes agar bayangan lensa koreksi yang diberikan tepat di retina target angka atau huruf dengan latar belakang hijau dan merah untuk minus, target harus lebih jelas di merah atau sama jelas untuk plus, target harus lebih jelas di hijau atau sama jelas.17. Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu yang diperlukan meliputi identitas penderita, usia, jenis kelainan refraksi yang didapatkan pada mata kanan (OD/Oculi Dextra) dan mata kiri (OS/Oculi Sinistra), jarak pupil (PD) penglihatan jauh dan dekat dan besarnya koreksi yang diperlukan.2. Pemeriksaan Lapang Pandanga. Metode Konfrontasi1. Terangkan maksud dan prosedur pemeriksaan2. Mintalah penderita untuk duduk berhadapan. Posisi bola mata antara penderita dan pemeriksa selaras dengan jarak 30-40cm.3. Tutuplah mata di sisi yang sama dengan mata penderita yang ditutup.4. Difiksasi pada mata pasien yang tidak ditutup.5. Mintalah penderita agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan pemeriksa di mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.6. Gerakkan obyek dari perifer ke tengah dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, nasal, nasal superior.7. Catatlah hasil pemeriksaan dalam status penderita. Kesalahan interpretasi penderita mengindikasikan kelainan seperti ablatio retina, kelainan nervus optikus, dan iskemik pada jalur visual interkranial.b. Metode Kampimeter1. Penderita duduk menghadap kampimeter pada jarak 1-2 meter2. Mata penderita yang tidak diperiksa ditutup3. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah kampimeter. Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter)4. Pemeriksa menggerakan obyek dari perifer menuju ketitik tengah kampimeter.5. Bila penderita telah melihat obyek tersebut, maka pemeriksa memberi tanda pada kampimeter. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga dapat digambarkan lapangan pandang dari mata yang diperiksa.c. Pemeriksaan Amsler Grid1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan2. Mintalah penderita untuk memegang testing grid sejajar dengan garis pandang mata, dengan jarak kira-kira 36cm (14cm) dari mata penderita. Tutuplah mata lain yang tidak sedang diperiksa. 3. Mintalah penderita untuk memfiksasi matanya pada central spot dari testing grid tersebut.4. Tanyakan pada penderita apakah garis-garis lurus pada testing grid berubah menjadi garis lengkung (distorted) atau apakah garis-garis tersebut hilang (loss)5. Mintalah pasien untuk menggambar area yang distorted maupun yang loss pada gambar grid notepad. Pastikan pada notepad tersebut tercantum tangal pemeriksaan, nama penderita dan mata manakah yang diperiksa.6. Lakukan pemeriksaan ini pada kedua mata.

V. HASIL PENGAMATANProbandus: Dina RahayuUsia : 19 tahun1. Hasil Pemeriksaan VisusOculi DextraVisus Acies 5/6,30Pinhole 5/5Oculi SinistraVisus Acies 5/6,30Pinhole 5/5BCVA (Best Correct Visual Scuity) AIM: 5/5Myopia R/OD S 0,25 D OS S 0,25 D Addisi OD Cyl S +0,25 axis 80 Pupil distance : 60/62mm

2. Hasil Pemeriksaan Lapang Pandanga) Metode Konfrontasi Normalb) Metode Kampimeter Normalc) Metode Amster Grid Normal

VI. PEMBAHASANBerdasarkan pratikum kelainan refraksi yang sudah dilakukan, didapatkan hasil antara oculi dextra dengan oculi sinistra sama. Sebelum penilaian visus dengan optotype snellen dilakukan, biasanya akan dilakukan pengukuran pupil. Tujuannya untuk mengetahui jarak antara pupil kanan dan kiri, untuk pembuatan kacamata nanti jika memang probandus membutuhkan koreksi kacamata untuk memperbaiki kelainan refraksi yang dideritanya.Berikut ini akan dibahas terlebih dahulu kelainan refraksi pada oculi dextra. Pada oculi dextra didapatkan visus aciesnya 5/6,30. Artinya, probandus memiliki kemampuan penglihatan sebelum dikoreksi sebesar 5/6,30. Visus acies 5/6,30 menunjukan visus probandus kurang, karena pada orang normalnya dapat melihat barisan huruf snellen pada jarak 6,30, tetapi probandus hanya dapat melihat huruf snellen baris tersebut pada jarak 5 m. Jika probandus normal, maka saat pemeriksaan visus akan didapatkan hasil 5/5. Oleh karena visus probandus kurang dari 5/5, maka kita lakukan pemeriksaan pinhole terhadap probandus, dengan meletakan pinhole didepan mata yang diperiksa. Setelah diuji dengan pinhole, penglihatan probandus menjadi lebih jelas, dan didapatkan peningkatan visus probandus, menjadi 5/5. Artinya, probandus mengalami kelainan refraksi karena tidak bisa melihat benda dengan jarak yang jauh, dan menyingkirkan kelainan yang lain. Naumun, jika probandus ketika di tes pinhole hasilnya negative, artinya probandus harus segera dirujuk karena penurunan visus yang dia dapat kemungkinan terjadi karena etiologi lain. Setelah diketahui terdapat kelainan refraksi, selanjutnya praktikan melakukan koreksi dengan menggunakan lensa sferis negative, karena probandus mengalami kelainan miopi (dibuktikan dengan visus yang kurang dari 5/5. Jika kelainan lebih atau sama dengan 5/5 kemungkinan terjadi emetrop atau hipermetrop). Koreksi dimulai dari lensa sferis negative terkecil yaitu -0,25D hingga lensa sferis negative yang memberikan visus paling jelas pada probandus. Pada percobaan koreksi ini, praktikan harus sabar membimbing probandus dalam memilih lensa yang paling jelas dan nyaman, karena ada beberapa probandus yang mengalami kesulitan dalam menentukan mana yang paling jelas. Alasannya adalah karena probandus terkadang lupa akan hasil yang didapat pada lensa yangs sedang digunakan, dengan lensa yang sebelumnya. Pada praktikum yang telah dilakukan, probandus D mendapatkan visus 5/5 saat menggunakan lensa sferis -0,25D. Artinya, probandus mengalami kelainan refraksi miopi +0,25D sehingga harus dikoreksi dengan lensa sferis -0,25D. Pada pada oculi sinistra didapatkan visus aciesnya sebesar 5/6,30. Setelah dilakukan uji pinhole, probandus mengalami kemudahan untuk melihat. Probandus dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis, dan didapatkan best corect visus acuity (BSVA) 5/5 dengan menggunakan lensa sferis -0,25D. Artinya, OS probandus mengalami miopi sebesar +0,25D sehingga harus dikoreksi dengan lensa sferis -0,25D.Faktor yang dapat menyebabkan kondisi myopia adalah, aktivitas jarak dekat seperti membaca yang dilakukan secara terus menerus setiap hari dalam jangka waktu lama, lebih dari 2 jam dapat memicu terjadinya myopia. Menurut penelitian juga, sebagian besar melakukan aktivitas di depan computer dengan waktu setiap kalinya > 4 jam. Anak-anak yang menderita myopia lebih banyak menggunakan waktunya untuk belajar, main computer, dan bermain video. Penggunaan waktu dengan aktifitas visual seperti ini akan meningkatkan risiko untuk terjadinya kelainan refraksi berupa myopia. Sinar biru yang dihasilkan oleh layar computer bersifat miopigenik. Sinar biru adalah sinar dengan panjang gelombang 400-500 nm. Sumber terdekatnya adalah lampu neon, layar televisi serta computer. Efek sampingnya pada mata tergantung dari panjang cahaya, intensitas serta durasi pajanan. Individu tanpa factor predisposisi myopia dapat mengalami myopia ringan jika terpajan oleh factor miopigenik secara terus menerus. Probandus juga mengaku sering bermain laptop lebih dari 4 jam, dan dengan posisi berbaring. Setelah pemeriksaan visus dengan metdoe optotype snellen sudah dilaksanakan, selanjutnya kita melakukan pemeriksaan astigma, dengan meminta pasien melihat kipas yang berisi garis-garis berwarna hitam. Jika saat dites, probandus melihat bayangan yang lebih tajam pada garis tertentu, artinya probandus mengalami kelainan astigma, dan harus dikoreksi dengan lensa silindris. Cara menentukan besar lensa silindrisnya adalah dengan menarik sebesar 90 derajat pada garis yang terlihat paling cerah, pada probandus garis yang terlihat paling jelas yaitu di sudut 1600, kemudian ditarik garis tegak lurus dari sudut tersebut menghasilkan 800 itu digunakan sebagai axis. Setelah menentukan axis, kemudian mencobakan lensa silindris konkaf dan konvek pada probandus dari ukuran terendah hingga terbesar, lalu putarkan lensa tersebut sesuai axis yang sudah didapat hingga probandus melihat semua garis itu sama warna, tidak ada yang paling mencolok. Setelah dicobakan lensa yang cocok itu pada +0,25D, sehingga probandus dikoreksi dengan lensa sferis +0,25D.Penyebab umum dari mata silinder adalah; mata silinder merupakan adaptasi dari mata rabun jauh atau mata minus, sering memkasa matauntuk melihat objek atau cahaya dari jauh tanpa bantuan kacamata atau kontak lensa, mata minus yang tidak diketahui dan berlagsung lama, pencahayaan yang langsung ke pusat mata atau jarak mata dengan cahaya terlalu dekat, shingga membuat lemnsa mata dan retina tidak dapat menerima cahaya.

Kemudian pasien dites dengan menggunakan keratoskop plasido disitu didapatkan hasilnya kornea tampak normal dan rata. Artinya pasien memiliki kornea yang normal.

Penilaian Lapang PandangBerdasarkan pemeriksaan lapang pandang yang sudah dilakukan pada probandus D, didapatkan hasil yang normal baik dengan metode konfrontasi, kampimeter maupun amsler grid. Artinya probandus tidak mengalami kelainan lapang pandang seperti yang terjadi pada pasien ablasio retina. Dengan metode konfrontasi, probandus masih dapat melihat jari praktikan dari lapang pandang normal. Dengan metode kampimeter, probandus juga masih dapat melihat titik yang ditunjuk praktikan baik titik yang terluar ataupun paling dalam. Dengan metode amsler grid, probandus dapat mempertahankan titik kecil yang ada ditengan walaupun didekatkan dengan mata proabndus, dan probandus tidak melihat adanya perubahan bentuk titik hitam itu menjadi bengkok atau hancur. Artinya lapang pandang probandus normal.Pada praktikum pemeriksaan lapang pandang ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan tes lapang lapang pandang dengan metode tes konfrontasi dan amsler grid. Pada praktikum ini metode yang pertama dilakukan adalah metode tes kofrontasi . Pada metode ini probandus diminta untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak 30 cm. Kemudian salah satu matanya ditutup dan pemeriksa memberi gerakan dari perifer ke tengah dari arah superior , superior temporal, temporal, temporal inferior , inferior nasal, nasal superior. Hasil yang didapat adalah probandus tidak terindikasi ablatio retina, kelainan nervus opticus, dan iskemik pada jalur visual intercranial. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 100dari titik fiksasi, bintik buta terletak di temporal, di bawah garis horizontal. Hal ini disebabkan bintik buta terletak di sebelah nasal dari fovea. Bagian nasal retina menangkap lapang pandang temporal,sehingga bintik buta pada bagian nasal tidak menangkap bayangan benda di temporal.Dibawah ini merupakan nilai normal lapang pandang.

Selanjutnya untuk pemeriksaan lapang pandang menggunakan metode amsler grid yaitu pemeriksa diminta memegang kertas testing grid pada jarak 36 cm dari probandus. Kemudian probandus diminta untuk menutup matanya dan probandus diminta untuk menunjukkan area tersebut yang dapat atau tidak dapat melihat target. Dengan memperhatikan lokasi dimana target tidak terlihat (loss) dan distorted (grid berubah menjadi lengkung). Pada pemeriksaan amsler grid hasilnya probandus normal tidak ada yang loss dan distorted.Di bagian lapangan pandang yang ditempati diskus optikus terdapat sebuah titik buta (blindspot). Titik buta di bagian lain lapangan pandang disebut skotoma. Bintik buta merupakan daerah di mana cahaya tidak dapat ditangkap oleh retina sehingga bayangan tidak dapat di deteksi.Bintik buta terletak di papila saraf optik yang merupakandaerah tempat keluarnya saraf optik menembus lapisan retina menuju sistem saraf pusat. Pada daerah ini tidak mengandung fotoreseptor yaitu sel kerucut maupun sel batang. Pada retinitis pigmentosa, bagian-bagian retina mengalami degenerasi dan terjadi pengendapan berlebihan pigmen melanin di bagian-bagian ini. proses biasanya berawal di retina perifer dan kemudian meluas kearah tengah. Lesi pada saraf optik, kiasma optikum, traktus optikus, dan radiasio optika menimbulkan pola daerah kebutaan lapang pandang yang berbeda. Kerusakan pada saraf optik menimbulkan kebutaan pada mata tersebut. Kerusakan kiasma optikum menghambat penjalaran impuls pada kedua retina bagian nasal yang berfungsi untuk melihat lapang pandang bagian temporal.

VII. KESIMPULAN

1. Penilaian refraksi dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan refraksi seperti miopi, hipermetropi, astigmastigma dan presbiopi, serta untuk menentukan besarnya kekuatan lensa koreksi yang dibutuhkan.1. Pemeriksaan refraksi dilakukan dengan dua cara yaitu secara subyektif menggunakan lensa dan frame percobaan yang diletakkan pada jarak tertentu dan secara obyektif menggunakan alat retinoscopy dan auto-refractor.1. Pada praktikum kali ini, jenis gangguan refraksi yang diderita pasien adalah miopi atau rabun jauh. Dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada focus yang berada di depan retina. Untuk itu diberikan lensa koreksi yaitu kaca mata sferis lensa negative terkecil untuk memberikan ketajaman pengelihatan maksimal.1. Selain itu, probandus juga menderita astigmastigma 0,25 D pada sudut 80o dan dikoreksi dengan lensa silindris sferis +0,25 D. Astigmatisma merupakan kelainan refraksi dimana sinar yang masuk ke mata tidak difokuskan pada satu titik di retina melainkan pada bidang bias masing-masing.1. Pada probandus, didapatkan miopi 0,25 D baik mata kanan dan mata kirinya. Dan dibantu dengan kacamata sferis lensa negative 0,25 D. 1. Pada pemeriksaan lapang pandang, tidak ditemukan adanya kelainan lapang pandang pada probandus. Probandus masih dapat melihat lapang pandang orang normal pada semua tes lapang pandang, baik metode konfrontasi, metode kampimeter, maupun pemeriksaan Amsler Grid.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUIKomariah, cicih dan Nanda Wahyu A. Agustus 2014. Hubungan Status Refraksi dengan Kebiasaan Membaca, Aktivitas di depan Komputer dan Status Refraksi Orang Tua pada Anak Usia Sekolah Dasar, jurnal kedokteran Brawijaya)Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama