27
LAPORAN KASUS CONGENITAL ERYTHROPOIETIC PORPHYRIA Oleh : VIVIA SUSTRIANA NIM : 07.06.0035 Pembimbing : dr. Yunita Hapsari, Sp.KK DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

LAPORAN KASUS KULKEL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan kasus kulit

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS KULKEL

LAPORAN KASUS

CONGENITAL ERYTHROPOIETIC PORPHYRIA

Oleh :

VIVIA SUSTRIANA

NIM : 07.06.0035

Pembimbing :

dr. Yunita Hapsari, Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

RSUP NTB MATARAM

2013

Page 2: LAPORAN KASUS KULKEL

Congenital Erythropoietic Porphyria

Laporan Kasus

Vivia Sustriana

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

FK UNIZAR/RSUP NTB

PENDAHULUAN

Porphyria adalah kelompok heterogen gangguan metabolisme yang timbul dari

defek dalam jalur biosintesis heme. Setiap porfiria ditandai dengan kekurangan enzim

parsial spesifik (gambar 1). Hal ini menyebabkan pola sintesis porfirin berubah dan

prekursor mereka, yang menumpuk dan berhubungan dengan manifestasi klinis.

Mayoritas haem tubuh diproduksi dalam sel erythroid dan liver. Tingkat sintesis

intermediate di jalur pertama, 5-aminolaevulinic acid (ALA), adalah penting dalam

mengendalikan pembentukan haem. Dalam hati, sintesis ALA oleh ALA sintase

meningkat dengan meningkatnya kebutuhan haem dan, pada gilirannya, ditekan oleh

haem. Pengendalian sintesis haem di sel erythroid lebih kompleks dan ALA sintase

tidak ditekan oleh haem. Secara klinis porfiria dapat muncul dengan gejala

neurovisceral akut, lesi kulit atau keduanya, tergantung pada kekurangan enzim

tertentu.4

Porphyria adalah suatu kelainan pada proses biosintesis heme, bagian dari

hemoglobin, komponen sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen dan

mengalirkannya ke seluruh tubuh. Pada penderita porphyria, terjadi peningkatan

ekskresi porphyrin, enzim yang berperan dalam sintesis heme. Penumpukan porphyrin

dalam jaringan tubuh menyebabkan urin berwarna merah keunguan, kulit sangat sensitif

terhadap sinar matahari, dan dalam beberapa kasus penderitanya mengalami anemia

parah.1

Page 3: LAPORAN KASUS KULKEL

Porfiria adalah gangguan yang mengakibatkan penumpukan zat kimia yang

disebut porfirin dalam tubuh. Porfirin sebenarnya bahan kimia tubuh yang normal,

namun tidak normal jika jumlahnya bertambah banyak. 2

Frekuensi dari defek genetik yang menyebabkan porfiria tidak diketahui. Studi

surveillance ditujukan untuk keluarga dengan gejala mungkin bias prevalensi defek

genetik. Insiden yang tercantum dalam Tabel di bawah ini mengurangi bias surveilans.5

Page 4: LAPORAN KASUS KULKEL

Prevalensi porfiria. Porphyria cutanea tarda: 10 kasus per 100.000 penduduk,

termasuk kedua jenis warisan dan sporadic. Akut intermiten porfiria, protoporphyria

erythropoietic, porfiria variegate: 1-10 kasus per 100.000 penduduk. Coproporphyria

Hereditary : < 1 kasus per 100.000 penduduk. defek asam Delta-aminolevulinic

dehidratase porfiria, congenital erythropoietic porfiria: sangat jarang. 6

Demografi. Berdasarkan usia; congenital erythropoietic porphyria : anak usia

dini. Erythropoietic protoporphyria: anak yang lebih tua. Akut intermiten porfiria,

variegate porfiria, coproporphyria herediter, deisiensi asam delta-aminolevulinic

porfiria dehidratase: dewasa muda. Porphyria cutanea tarda: biasanya setelah dekade

keempat. Berdasarkan jenis kelamin; protoporphyria erythropoietic, congenital porfiria

erythropoietic : pria dan wanita sama-sama terpengaruh. Porphyria cutanea tarda:

umumnya lebih sering terjadi pada laki-laki, namun, insiden perempuan meningkat

dalam hubungan dengan kontrasepsi oral dan penggunaan alcohol. Porfiria intermiten

akut, variegate porfiria, coproporphyria herediter, defek asam delta-aminolevulinic

porfiria dehidratase: lebih umum pada wanita. Berdasarkan ras; lebih umum di

Kaukasia dari pada Afrika-Amerika atau Asia. Berdasarkan genetic; ketujuh porfiria

membentuk kelompok gangguan metabolik bawaan, dengan yang paling umum porfiria

kutanea tarda. Mayoritas (80%) dari pasien memiliki bentuk (tipe 1) sporadis porfiria

cutanea tarda, di mana defek UROD dibatasi untuk hati. Familial (tipe 2) porfiria

cutanea tarda menyumbang sekitar 20%, dan dapat dibedakan dari kasus sporadis

dengan mengukur aktivitas UROD eritrosit atau dengan analisis molekuler dari gen

Page 5: LAPORAN KASUS KULKEL

UROD. Empat porfiria tambahan (porfiria intermiten akut, porfiria variegate,

coproporphyria herediter, dan protoporphyria erythropoietic) terutama diwariskan

secara autosomal dominan, meskipun pola yang lebih kompleks warisan terlihat di

beberapa keluarga. Kedua porfiria resesif autosomal, congenital porfiria erythropoietic

dan defisiensi asam delta-aminolevulinic porfiria dehidratase, sangat jarang. Sejumlah

penyakit tertentu mutasi gen telah diidentifikasi di setiap yang menyandikan defek

enzim dalam porfiria. Pengujian gen mengidentifikasi mutasi pada 90% atau lebih dari

individu yang terkena dengan bentuk warisan berbagai porfiria. Gen pengubah

tambahan, seperti gen HFE untuk hemochromatosis, berhubungan dengan beberapa

bentuk porfiria, di porfiria khususnya cutanea tarda. Skrining keluarga dan konseling

genetik merupakan aspek penting dari manajemen untuk masing-masing porfiria, dan

membutuhkan rujukan ke spesialis genetik. Berdasarkan geografi; porfiria mencat

memiliki insiden yang lebih tinggi secara substansial di Afrika Selatan dari 3 per 1000;

kebanyakan kasus telah dilacak ke kesatuan tunggal antara dua pemukim Belanda pada

tahun 1680.6

Tujuh jenis utama dari porfiria kini diakui yang meliputi bentuk akut dan

cutaneous. Jenis akut porfiria mempengaruhi sistem saraf, sedangkan jenis cutaneous

terutama mempengaruhi kulit. Dua bentuk congenital porfiria, coproporphyria dan

porfiria variegate mungkin dapat baik akut atau cutaneous, atau keduanya.7

Porphyria berasal dari kata Yunani,  porphura yang artinya warna ungu.

Nama ini mengacu pada perubahan warna beberapa cairan tubuh menjadi ungu, salah

Page 6: LAPORAN KASUS KULKEL

satunya urin. Porphyria terdiri dari beberapa tipe dengan beragam gejala. Tidak

semua jenis porphyria memperlihatkan gejala ke-‘vampir’-an. Secara umum, porphyria

dibagi dua: acute porphyria dan cutaneous porphyria. Acute porphyria menyerang sistem

saraf, dengan gejala nyeri di bagian perut, muntah, konstipasi, diare, lemah otot,

demam, dan halusinasi. Cutaneous porphyria menyerang neuron saraf kulit,

menyebabkan kulit penderitanya sangat sensitif dan mudah melepuh jika terkena

sinar ultraviolet. Porphyria jenis inilah yang sering diidentikkan dengan ciri-ciri

vampir.1

Ada beberapa orang terkenal yang diduga kuat menderita porphyria, antara

lain: George William III (raja Inggris 1760-1820), Mary Stuart (sepupu George III, ratu

Skotlandia 1542-1567), Vincent Van Gogh (pelukis impresionis), dan Nebukadnezar II

(raja Babylonia 605-562 SM). 1

Jika dicurigai suatu porfiria akut, maka dilakukan pengukuran kadar asam

delta-aminolevulenat dan porfobilinogen dalam air kemih. Jika diduga suatu porfiria

kutaneus, dilakukan pemeriksaan kadar porfirin dalam plasma darah. Pemeriksaan

lainnya (termasuk pengukuran enzim sel darah merah) dilakukan jika hasil dari salah

satu tes penyaringan tersebut abnormal. 1

Diagnosis porfiria sangat sulit karena berbagai gejala yang sangat umum

banyak gangguan dan interpretasi tes kompleks. Setiap bentuk diperlakukan berbeda.

Gejala klinis porfiria akut : serangan sakit perut akut (sembelit, diare), mual, muntah,

kelemahan pada tungkai dan punggung, dan berbagai keluhan neuropsikiatri (kejang,

halusinasi, dsb). Variegate porfiria dan hereditary coproporfiria menunjukkan

perubahan kulit menjadi fotosensitive. Sedangkan pada porfiria kutaneus seluruh gejala

klinis tampak pada kulit yang sangat fotosensitive. 4 Diagnosis porfiria dilakukan

melalui analisis spektroskopi dan biokimia darah, urine, dan tinja. Urine tes skrining

telah dilakukan untuk mendeteksi penyakit porfiria. Biokimia tes digunakan untuk

mengidentifikasi penyakit ginjal. 1 Urine porfirin merupakan andalan dalam diagnosis

serangan porfiria akut. Pasien dengan eksaserbasi akut porfiria memiliki peningkatan

logaritmik (5-100 kali) dalam prekursor metabolik (ALA, PBG, dll). Peningkatan

minimal dari prekursor yang bukan diagnostic dan tidak spesifik. ALA meningkat

secara signifikan dan PBG dalam urin memiliki spesifisitas 100% untuk akut intermiten

Page 7: LAPORAN KASUS KULKEL

(hati) porfiria, porfiria variegate, dan coproporphyria. 5 Porfiria akut diobati dengan

suntikan glukosa intravena, khusus minuman glukosa yang tinggi dan obat-obatan heme

seperti Panhematin. Beta karoten antioksi dan digunakan untuk mengurangi kerusakan

jaringan dari pemaparan dari reaksi kimia yang membantu mengurangi gejala porfiria

kulit. Hormonal pengobatan dilakukan pada wanita yang memiliki penyakit porfiria.

Porphyria kejang perawatan digunakan untuk menyembuhkan beberapa gejala. Ambil

diet tinggi karbohidrat untuk menyembuhkan porfiria. Menghindari over exposure

dengan sinar matahari. Beberapa obat yang berbeda dapat digunakan dalam pengobatan

Porphyria yang terdiri dari klorpromazin, chlorpromanyl, largactil,

novochlorpromazine, ormazine, Thora-Dex,Thorazine, SR dll Thorazine. 1

Berdasarkan uraian diatas, berikut akan dibahas kasus mengenai Congenital

Erythropoietic Porphyria. Sinonim : Gunthe’s disease. Penyakit ini sangat jarang;

sekitar 50 kasus dilaporkan dalam studi biomolekuler. 3 Pembahasan akan tebatatas pada

bagaimana mendiagnosis dan mengelola pasien yang menderita Congenital

Erythropoietic Porphyria.

LAPORAN KASUS

An. R.A, laki-laki, 4 tahun, agama Islam, alamat Sumur Pande Jaye, Sesait,

Kayangan-KLU (Tanggal Pemeriksaan : 11 Feberuari 2013).

Anamnesis yang didapatkan dari ibu pasien (heteroanamnesis); pasien rujukan

Puskesmas Kayangan dengan diagnosis erisepelas, furunkulosis, dan suspect

imunokompromise. Oleh ibunya dikeluhkan kemerahan disertai gelembung berisi cairan

pada lengan atas kiri sejak 4 hari sebelum dirujuk ke RSUP NTB. Gelembung berisi

cairan tersebut dikatakan mudah pecah (melepuh) dan setiap kali gelembung tersebut

melepuh disertai dengan demam. Kemudian gelembung yang berisi cairan muncul pada

tungkai kiri, tungkai kanan, lengan kanan dan wajah. Keluhan pertama kali muncul

sejak pasien berusia 7 hari setelah lahir. Kemerahan yang disertai gelembung berisi

cairan muncul dan melepuh di daerah wajah dan berbau. Oleh ibunya dibawa ke dokter

umum kemudian diberikan obat berupa sirup dan salep (ibu lupa nama obatnya). 1 bulan

Page 8: LAPORAN KASUS KULKEL

kemudian sembuh, namun keluhan yang sama muncul kembali di seluruh badan dan

oleh ibunya dibawa ke dokter umum yang sama dan diberikan obat yang sama pula. 5

bulan kemudian sembuh. Selanjutnya saat pasien berusia 7 bulan, kemerahan yang

disertai gelembung berisi cairan muncul kembali, di kaki sebelah kiri sebanyak 2 buah,

sebesar ibu jari, kemuian melepuh dan oleh ibunya langsung dibawa ke Puskesmas

kemudian diberikan obat berupa pil dan salep (ibu lupa nama obatnya). 1 minggu

kemudian sembuh. Namun dikatakan oleh ibu pasien setiap kali obat habis keluhan

yang sama akan muncul kembali hingga seperti saat ini. Selain itu keluhan yang muncul

pada kulitnya, terutama diperberat oleh paparan sinar matahari pada saat pasien sedang

bermain di luar rumah. Saat tersebut pasien langsung merasa gatal dan kulit akan

langsung kemerahan. Selain itu ibu pasien juga mengeluhkan setiap kali kencing

berwarna merah terang hingga merah kecokelatan. Gigi pasien berwarna cokelat

kehitaman sejak mulai tumbuh gigi. BAB (+) 2-3 kali sehari, konsistensi sedang, warna

sesuai dengan makanan yang dimakan. Keluhan sakit perut berupa konstipasi atau

mencret disangkal oleh ibu pasien. Oleh ibunya pasien dikatakan pernah mengalami hal

serupa pada saat berusia 7 hari setelah lahir, selain itu ibu pasien juga mengatakan

pasien pernah mengalami sesak pada saat pasien berusia 6 bulan dan dirawat di RSUP

NTB sebanyak 2 kali, keluhan sesak dikatakan tiba-tiba dan disertai dengan demam.

Saat itu keluhan batuk, pilek dan nafas berbunyi “ngik” disangkal oleh ibu pasien. Sesak

dikatakan tidak dipengaruhi oleh suhu, debu, maupun faktor makanan tertentu. Riwayat

alergi makanan, riwayat alergi obat-obatan, riwayat gula darah tinggi dan riwayat

kejang sebelumnya disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien juga menyangkal adanya

keluhan yang serupa dengan pasien pada salah satu anggota keluarga, riwayat sesak,

riwayat alergi makanan atau obat-obatan, riwayat gula darah tinggi, riwayat kejang, dan

riwayat penyakit kulit lainnya pada salah satu anggota keluarga juga disangkal oleh ibu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum baik, kesadaran compos

mentis, berat badan 22 kg. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan scaring alopesia

pada regio parietal dextra, sunburn facies, cribiform scars pada wajah, fisura pada bibir,

ekspose area (tangan dan kaki) tampak eritema, vesikobulosa hemoragik, dan erosi, nail

Page 9: LAPORAN KASUS KULKEL

dystrophy, hirsutisme. Pada ekstrakutaneus didapatkan erythrodontia dan urin yang

berwarna merah terang hingga merah kecokelatan (gelap).

Gambar 1 : Scaring Alopesia pada regio parietal dextra

Gambar 2 : Sunburn Facies, cribiform scar

Gambar 3 : Fisura pada bibir dan erythrodontia (extracutaneous symptom)

Page 10: LAPORAN KASUS KULKEL

Gambar 4 : ekspose area pada kedua ekstremitas atas dan kedua ekstremitas bawah

tampak eritema, vesikobulous hemoragik dan erosi

Gambar 5 : Nail Dystrophy

Gambar 6 : Urin yang berwarna merah-cokelat (gelap)

Page 11: LAPORAN KASUS KULKEL

Adapun diagnosis banding dari kasus di atas adalah erythropoietic

protoporphyria (EPP), dan porphyria cutanea tarda (PCT).

Penunjang diagnosis pada kasus di atas telah direncanakan untuk dilakukan

pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik berupa

bilirubin total, bilirubin direk, SGOT, SGPT, albumin, ureum dan kreatinin. Selain itu

juga direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap plasma porfirin, urin porfirin

dan feses porfirin. Namun karena keterbatasan terhadap ketersediaan pemeriksaan

porfirin yang ada di laboratorium RSUP NTB maupun di laboratorium lainnya, maka

pada kasus di atas hanya dapat dilakukan pemeriksaan terhadap darah lengkap dan

kimia klinik yang hasilnya akan diuraikan sebagai berikut. Pemeriksaan darah lengkap

dilakukan pada tanggal 23-2-2013 dan didapatkan hasil : HB 11,2 g/dL, RBC 4,88 x

106/uL, HCT 33,9 %, MCV 69,5 fL, MCH 23,0 pg, MCHC 33,0 g/dL, WBC 7,04 x

103/uL, PLT 491.000/uL. Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan hasil : bilirubin

total 0,35 mg %, bilirubun direk 0,07 mg %, SGOT 55 u/L, SGPT 41 u/L, albumin 37 gr

%, ureum 12 mg %, kreatinin 0,2 mg %. Pada pemeriksaan apus darah tepi di dapatkan

hasil : kesan eritrosit mikrositik hipokromik, kesan leukosit jumlah cukup, eosinofilia,

limfosit atipik, kissing cell, kesan trombosit jumlah meningkat, penyebaran tidak

merata, clumps (+), trombosit besar. Kesimpulan dari pemeriksaan apus darah tepi

adalah gambaran proses inflamasi dan disertai proses infeksi viral dan trmbositosis.

Diagnosis kerja untuk kasus di atas adalah congenital erythropoietic porphyria.

Adapun management yang dilakukan pada kasus di atas adalah dilakukan terapi

non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi dengan memberikan

KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada ibu pasien tentang penyakit dan

pencegahan yang dapat memperburuk dari penyakit pasien tersebut. Adapun KIE yang

diberikan adalah bahwa penyakit yang dialami oleh pasien merupakan penyakit yang

salah satunya disebabkan oleh mutasi gen yang mensintesis enzim ferochelatase

sehingga menyebabkan kelainan pada kulit seperti yang dialami oleh pasien sendiri

pada saat ini, kemudian dijelaskan juga bahwa penyakit tersebut merupakan penyakit

yang sulit disembuhkan karena penyebabnya adalah mutasi gen seperti yang dijelaskan

Page 12: LAPORAN KASUS KULKEL

sebelumnya namun penyakit tersebut hanya dapat dicegah progresitifitasnya salah

satunya dengan menghindari sinar UV. Terapi farmakologi yang diberikan parasol

lotion SPF 30, gentamicin cream, Vit. A dan Vit. B kompleks, dan β-karoten. Selain itu

pasien juga disarankan untuk control setiap 6 bulan terhadap mata dan kulitnya dan cek

DL, LFT, RFT, plasma porfirin, urin porfirin dan feses porfirin jika memungkinkan.

Prognosis dari kasus di atas adalah 1-5 % dari pasien yang menderita kasus di

atas akan menyebabkan insufisensi liver yang berat.

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang. Identitas pasien ini yaitu seorang anak laki-laki dengan

usia 4 tahun, bila dibandingkan dengan literatur yang ada mengenai data epidemiologi

untuk congenital erythropoietic porphyria akan ditemukan kesesuaian. Pada penyakit

ini jarang ada gejala pada saat lahir dan gejala sering terlihat segera setelah terpapar

sinar UV. 3

Dari anamnesis didapatkan keluhan timbul kemerahan yang disertai gelembung

berisi carian yang mudah melepuh pada lengan kiri sejak 4 hari sebelum di rujuk ke

RSUP NTB. Yang kemudian kemerahan yang disertai gelembung berisi cairan yang

mudah melepuh tersebut timbul pada kaki kiri, kaki kanan, lengan kanan serta wajah.

Hal ini menunjukkan bahawa congenital erythropoietic porphyria sangat photosensitive

terhadap area tubuh yang terekspose sinar matahari, misalnya pada wajah dan

ekstremitas, seperti yang dialami pasien. Selain itu juga dikeluhkan oleh ibu pasien

bahwa rambut pada kepala sebagian ada yang hilang (rontok), gigi dari awal tumbuh

berwarna coklat kehitaman, bibir pecah-pecah, kuku menebal dan terlihat rusak, kulit

berwarna lebih gelap karena pertumbuhan rambut di seluruh badan yang lebat,

dikatakan juga oleh ibunya bahwa keluhan yang muncul pada kulit pasien, terutama

diperberat oleh paparan sinar matahari pada saat pasien sedang bermain di luar rumah.

Saat tersebut pasien langsung merasa gatal dan kulit akan langsung kemerahan. Selain

itu ibu pasien juga mengeluhkan setiap kali kencing berwarna merah terang hingga

Page 13: LAPORAN KASUS KULKEL

merah kecokelatan. Hal tersebut sesuai dengan gejala-gejala baik itu pada kulit maupun

ekstrakutan pada congenital erythropoietic porphyria. 3 Pasien sudah pernah berobat ke

dokter umum dan puskesmas dan diberi obat berupa sirup, pil dan salap, namun oleh

ibunya lupa nama obat yang pernah diberikan. Dan dikatakan oleh ibu pasien setiap kali

obat habis maka keluah yang sama akan muncul kembali pada kulit yakni berupa

kemerahan diseartai gelembung berisi cairan yang mudah pecah pada permukaan kulit.

Sedangkan pada literatur dikatakan bahwa terapi obat pada congenital erythropoietic

porphyria adalah kontroversial. Dan terapi yang diberikan berupa pencegahan dari sinar

UV, mencegah trauma, dengan menjelaskan kepada orangtua dan pasien untuk

menurunkan angka mutilasi, hidroxyurea dan vegetal carbon untuk menurunkan sintesis

porfirin, biophosphonates untuk menurunkan osteolisis, transplantasi sum-sum tulang

dari donor yang cocok, terapi genetik masih di bawah penelitian. 3

Pada pemeriksaan fisik terutama status dermatologis didapatkan scaring alopesia

pada regio parietal dextra, sunburn facies, cribiform scars pada wajah, fisura pada bibir,

ekspose area (tangan dan kaki) tampak eritema, vesikobulosa hemoragik, dan erosi, nail

dystrophy, hirsutisme. Pada ekstrakutaneus didapatkan erythrodontia dan urin yang

berwarna merah terang hingga merah kecokelatan. Lokasi terjadinya lesi maupun ujud

kelainan kulit pada pasien sesuai dengan literature dimana terjadi di area yang

terekspose sinar matahari seperti wajah dan ekstremitas berupa eritema, vesikel, bula,

erosi, dan dapat dengan ulserasi, scaring, dalam keadaan yang lebih berat dapat terjadi

amputasi (hidung, bibir, dan jari-jari), hirsutisme, calcinosis cutaneous, nail disthropy

dan scaring alopecia. Selain itu gejala pada ekstrakutaneus akan didapatkan

erythrodontia, conjungtivitis yang rekuren dengan scar dan bentuk pterygium,

scleromalacia perforance, urin gelap dan akan tampak berwarna merah di bawah lampu

wood, anemia dengan jaundice, splenomegali, gangguan hepar dan gangguan ginjal,

acro-osteolysis, osteoporosis dan fraktur patologik selama deposit porfirin pada jaringan

tulang. 3

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini sudah seseuai dengan tanda

dan gejala klinis dari congenital erythropoietic porphyria. Meskipun tidak semua gejala

ada pada pasien, namun tidak menyingkirkan kemungkinan pada pasien menderita

Page 14: LAPORAN KASUS KULKEL

congenital erythropoietic porphyria. CEP (Congenital Erythropoietic Porphyria), atau

dikenal sebagai penyakit Gunther’s adalah untungnya sangat langka. Kedua jenis

kelamin yang sama-sama terpengaruh dan pasien datang dengan photosensitivity parah,

biasanya dalam beberapa bulan pertama hidup. Sebagai akibat dari fotosensitivitas

mereka mengalami kerapuhan kulit yang mendalam, mengeluhkan sebagai kulit lepuh,

erosi dan jaringan parut di daerah terpapar matahari. Ini dapat berkembang menjadi

deformitas dan mutilasi terutama pada wajah, tangan dan kulit kepala, selain itu dapat

berkembang menjadi infeksi sekunder. Pasien mungkin juga mengalami perubahan

pigmen, okular scaring, erythrodontia (gigi berwarna merah) karena kandungan porfirin

dan hyperkeratosis wajah. Hemolisis adalah yang biasanya terjadi, menyebabkan

anemia dan splenomegali sekunder. Selain itu pemeriksaan penunjang dapat dilakukan

dengan pemeriksaan lampu wood dan laboratorium darah rutin, kimia darah, plasma

porfirin, urin porfirin dan feses porfirin. Pemeriksaan lampu wood sangat berguna untuk

mendeteksi adanya kasus berat, sedangkan pemeriksaan laboratorium untuk

menemukan kelainan berupa anemia, gangguan hepar dan ginjal. Pada pasien ini

dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap, kimia darah dan

morfologi darah tepi. Dan hasilnya didapatkan HB 11,2 g/dL, RBC 4,88 x 106/uL, HCT

33,9 %, MCV 69,5 fL, MCH 23,0 pg, MCHC 33,0 g/dL, WBC 7,04 x 103/uL, PLT

491.000/uL. Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan hasil : bilirubin total 0,35 mg %,

bilirubun direk 0,07 mg %, SGOT 55 u/L, SGPT 41 u/L, albumin 37 gr %, ureum 12

mg %, kreatinin 0,2 mg %. Pada pemeriksaan apus darah tepi di dapatkan hasil : kesan

eritrosit mikrositik hipokromik, kesan leukosit jumlah cukup, eosinofilia, limfosit atipik,

kissing cell, kesan trombosit jumlah meningkat, penyebaran tidak merata, clumps (+),

trombosit besar. Kesimpulan dari pemeriksaan apus darah tepi adalah gambaran proses

inflamasi dan disertai proses infeksi viral, trmbositosis.

Diagnosis banding pada pasien ini adalah erythropoietic protoporphyria karena

manifestasi klinis hampir sama. EPP adalah jenis porfiria kedua yang paling umum dan

biasanya terjadi pada awal masa kanak-kanak dengan photosensitivity menyakitkan.

Manifestasi klinis penyakit ini adalah lesi urtikaria, edema dan petechiae kadang-

kadang menyakitkan. Perubahan kronis termasuk jaringan parut linear dan penebalan

Page 15: LAPORAN KASUS KULKEL

lilin dari kulit. Komplikasi sistemik mungkin muncul seperti anemia, cholelithiasis, dan

disfungsi hati, yang jarang dapat mengakibatkan kegagalan hati. Manifestasi klinis

hampir sama dengan congenital erythropoietic porfiria. Hal ini perlu dipastikan dengan

pemeriksaan penunjang untuk menemukan adanya komplikasi yang terjadi, namun pada

pasien ini pemeriksaan penunjang menghasilkan hasil yang tidak begitu khas. Sehingga

dapat disingkirkan berdasarkan manifestasi klinis dimana pada congenital

erytrhopoietic porphyria ditemukan adanya erythrodontia, dan pada pasien ini juga

ditemukan, namun tidak ditemukan pada erythropoietic protoporphyria.

Diagnosis banding lain pada pasien ini adalah porphyria cutaneous tarda. PCT

adalah porfiria kulit yang paling umum dengan kejadian diperkirakan 1 dalam 10,000

(yang bervariasi antara negara-negara). Dalam PCT kekurangan dalam hasil

dekarboksilase hati uroporphyrinogen dalam akumulasi jumlah besar photoactive

porphyrins yang dilepaskan ke sirkulasi. Ini bisa menjadi warisan atau lebih umum

penyakit diperoleh dan diwujudkan sebagai kerapuhan kulit dan lecet pada daerah yang

terpajan cahaya, erosi, jaringan parut, alopecia, perubahan pigmen, dan hipertrikosis.

Penyakit hati, termasuk karsinoma hepatocellular umum. Faktor pencetus yang dikenal

untuk PCT termasuk alkohol, obat-obatan yang mengandung estrogen, infeksi virus

(hepatitis C, HIV), toksisitas kimia dan gangguan sistemik lainnya misalnya lupus

eritematosus sistemik dan limfoma. Secara keseluruhan, semua pasien memiliki

peningkatan besi yang sustainable dalam hati. Manifestasi klinis hampir sama dengan

congenital erythropoietic porfiria. Hal ini perlu dipastikan dengan pemeriksaan

penunjang untuk menemukan adanya komplikasi yang terjadi, namun pada pasien ini

pemeriksaan penunjang menghasilkan hasil yang tidak begitu khas. Sehingga dapat

disingkirkan berdasarkan anamnesis bahwa pada pasien tidak ada faktor pencetus

seperti riwayat alkohol, obat-obatan yang mengandung estrogen, infeksi virus (hepatitis

C, HIV), toksisitas kimia dan gangguan sistemik lainnya misalnya lupus eritematosus

sistemik dan limfoma. Selain itu pada manifestasi klinis dimana pada congenital

erytrhopoietic porphyria ditemukan adanya erythrodontia, dan pada pasien ini juga

ditemukan, namun tidak ditemukan pada erythropoietic cutaneous tarda (PCT).

Page 16: LAPORAN KASUS KULKEL

RINGKASAN

Pasien An. R.A, laki-laki, 4 tahun datang dengan dikeluhkan oleh ibunya kemerahan

disertai gelembung berisi cairan pada lengan atas kiri sejak 4 hari sebelum dirujuk ke

RSUP NTB. Gelembung berisi cairan tersebut dikatakan mudah pecah (melepuh) dan

setiap kali gelembung tersebut melepuh disertai dengan demam. Kemudian gelembung

yang berisi cairan muncul pada tungkai kiri, tungkai kanan, lengan kanan dan wajah.

Keluhan pertama kali muncul sejak pasien berusia 7 hari setelah lahir. Ibu mengatakan

setiap kali keluhan muncul ibu membawa pasien ke tempat dokter praktek umum dan

puskesmas. Tapi setiap kali obat habis keluhan yang sama akan muncul kembali seperti

hingga saat ini. Selain itu keluhan yang muncul pada kulitnya, terutama diperberat oleh

paparan sinar matahari pada saat pasien sedang bermain di luar rumah. Saat tersebut

pasien langsung merasa gatal dan kulit akan langsung kemerahan. Selain itu ibu pasien

juga mengeluhkan setiap kali kencing berwarna merah terang hingga merah

kecokelatan. Gigi pasien berwarna cokelat kehitaman sejak mulai tumbuh gigi. BAB (+)

2-3 kali sehari, konsistensi sedang, warna sesuai dengan makanan yang dimakan.

Keluhan sakit perut berupa konstipasi atau mencret disangkal oleh ibu pasien. Riwayat

alergi makanan, riwayat alergi obat-obatan, riwayat gula darah tinggi dan riwayat

kejang sebelumnya disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien juga menyangkal adanya

keluhan yang serupa dengan pasien pada salah satu anggota keluarga, riwayat sesak,

riwayat alergi makanan atau obat-obatan, riwayat gula darah tinggi, riwayat kejang, dan

riwayat penyakit kulit lainnya pada salah satu anggota keluarga juga disangkal oleh ibu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum baik, kesadaran compos

mentis, berat badan 22 kg. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan scaring alopesia

pada regio parietal dextra, sunburn facies, cribiform scars pada wajah, fisura pada bibir,

ekspose area (tangan dan kaki) tampak eritema, vesikobulosa hemoragik, dan erosi, nail

dystrophy, hirsutisme. Pada ekstrakutaneus didapatkan erythrodontia dan urin yang

berwarna merah terang hingga merah kecokelatan (gelap).

Page 17: LAPORAN KASUS KULKEL

Diagnosis yang diajukan pada pasien adalah congenital erythropoietic porphyria

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan diagnosis

erythropoietic protoporphyria (EPP), dan porphyria cutaneous tarda (PCT).

Adapun management yang dilakukan pada kasus di atas adalah dilakukan terapi

non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi dengan memberikan

KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada ibu pasien tentang penyakit dan

pencegahan yang dapat memperburuk dari penyakit pasien tersebut. Terapi farmakologi

yang diberikan parasol lotion SPF 30, gentamicin cream, Vit. A dan Vit. B kompleks,

dan β-karoten. Selain itu pasien juga disarankan untuk control setiap 6 bulan terhadap

mata dan kulitnya dan cek DL, LFT, RFT, plasma porfirin, urin porfirin dan feses

porfirin jika memungkinkan.

Page 18: LAPORAN KASUS KULKEL

DAFTAR PUSTAKA

1. (http://www.scribd.com/doc/57371199/porfiria; FK JAMBI, 2009/2012

REFERAD).

2. (http://health.detik.com/read/2011/09/07/094135/1717077/770/porfiria-kulit-

melepuh-terkena-sinar-matahari).

3. Happle, Rudolf. 2006. Atlas Of Genodermatosis : Metabolisme desease. Hal 330-

332. Taylor dan Fracis Group. Germany

4. Porphyrias. MM. 2011/11. Super Reliagre Laboratories. RL Global Knowledge

Forum 2011/11. Available at http://www.srlworld.com/medimail/Porphyrias-

MM.pdf. Accessed on 1 Maret 2013.

5. Porphyria Bulletin. British Porphyria Association July 2008. Available at

www.wmic.wales.nhs.uk/pdfs/porphyria/porphyriasafelist.pdf. accessed on 1 Maret

2013

6. Porphyria. Clinical Key Elsevier 2012. Available at

https://www.clinicalkey.com/topics/hematology/porphyria.html#603147.