laporan kasus bronkopneumoni

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    1/46

    LAPORAN KASUS

    Anak laki-laki 1 tahun dengan sesak (kesulitan

    bernapas), batuk, pilek dan demam

    Dokter Pembimbing :

    Dr. Afaf, Sp.A

    Disusun oleh :

    Cherlie Marsya Fisnata Pitra 030.08.068

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

    RSUD KOJA

    PERIODE 1 APRIL 2013 8 JUNI 2013

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    JAKARTA, 26 APRIL 2013

    1

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    2/46

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

    karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus dengan judul Anak laki-laki 1

    tahun dengan sesak (kesulitan bernapas), batuk, pilek dan demam ini dapat selesai dengan

    baik dan tepat pada waktunya.

    Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu

    Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah

    Koja periode 1 April 2013 8 Juni 2013. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya

    laporan kasus ini akan mampu menambah pengetahuan para pembaca sekalian tentang

    penggunaan tatalaksana sesak (kesulitan bernapas), batuk, pilek dan demam pada anak.

    Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan

    kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

    terima kasih kepada Dr. Afaf, Sp.A selaku pembimbing kami.

    Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu

    penulis sangat berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, agarreferat ini menjadi lebih baik dan dapatberguna bagi semua pembaca.

    Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabilamasih banyak kesalahan meupun

    kekurangan dalam penulisan lapora kasus ini.

    Jakarta, 26 April 2013

    Penulis

    2

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    3/46

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    4/46

    LAPORAN KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. A

    Umur : 1 tahun 1 bulan 8 hari

    JK : Laki-laki

    TTL : Jakarta, 1 Maret 2012

    Agama : Islam

    Suku : Jawa (Indramyu)

    Alamat : Jl.Kalibaru no 22 RT/RW 10/05, Cilincing

    Tanggal masuk RS : 4 April 2013

    Orang tua/wali

    Ayah

    Nama : Tn.W

    Agama : Islam

    Suku : Jawa

    Pekerjaan: Security

    Alamat Pekerjaan: Sunter

    Penghasilan : Rp.2.000.000/bulan

    Ibu

    Nama : Ny.K

    Agama : Islam

    Suku : Jawa

    4

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    5/46

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Alamat Pekerjaan : Cilincing

    Penghasilan: -

    Wali

    Nama : -

    Agama : -

    Pekerjaan : -

    Alamat Pekerjaan : -

    Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

    Suku bangsa/bangsa : Jawa

    ANAMNESIS :Dilakukan allonanamnesis dengan ibu pasien pada hari Selasa tanggal 9

    April 2013 pada jam 13.00 WIB.

    KELUHAN UTAMA: Sulit bernapas (sesak) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

    KELUHAN TAMBAHAN : Demam, batuk dan pilek

    RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :

    2 hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan bahwa anaknya demam,

    batuk dan pilek. Batuk muncul sore hari, berdahak, sukar dikeluarkan, bukan muncul setelah

    terpapar debu atau dingin, tidak ada bersin-bersin di pagi hari dan sampai saat masuk rumah

    sakit masih batuk. Pileknya berwarna bening. Malam harinya anak demam tinggi, tidak

    menggigil, tidak kejang, naik turun, sudah di kompres air hangat, panas waktu itu 39.5oC,

    sudah berobat ke klinik 24 jam, namun batuk dan pilek tidak berkurang dan demam turun

    setelah minum obat, naik lagi beberapa jam kemudian. Di rumah/keluarga/tetangga tidak ada

    yang lagi demam. 1 hari (Rabu malam) sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan

    anaknya sesak (sulit bernapas), sesak ini terjadi pertama kalinya, muncul mendadak tanpa ada

    pencetus seperti debu, udara dingin, bulu binatang (tidak ada binatang peliharaan di rumah).

    Selain itu sesak juga terlihat dari anakya menyusu sebentar-sebentar atau tiba-tiba berhenti

    5

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    6/46

    dimana sebelumnya si anak kuat menyusu, saat sesak tidak terdengar suara ngik, dan saat

    di dudukkan sesak tidak berkurang.

    Beberapa jam (Kamis pagi) sebelum masuk rumah sakit, kesulitan bernapas pada

    anaknya semakin bertambah, tidak ada riwayat tersedak sebelumnya, masih demam, batuk

    dan pilek kemudian pagi itu si anak di awah ke IGD RSUD Koja. Muntah dan BAB cair tidak

    ada.

    RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : Pasien pernah kejang sebanyak 2 kali dan dirawat di

    RSUD Koja, yaitu ketika berusia 10 bulan 13 hari (selama 2 hari) dan 11 bulan 5 hari (selama

    1 minggu). Gejala kedua kejang yang dialami sama, yaitu kejang kurang dari 5 menit, kaku

    seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata mendelik ke atas, mulut tidak berbusa, lidah tidak

    tergigit dan setelah kejang anak sadar. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi.

    RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA: Didapatkan riwayat kejang dalam keluarga bahwa

    ayahnya juga pernah kejang sewaktu kecil. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit asma.

    RIWAYAT PENGOBATAN: -

    RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :

    KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada

    Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan sekali

    KELAHIRAN Tempat Kelahiran Puskesmas

    Penolong Persalinan Bidan

    Cara Persalinan - Spontan

    - Tidak ada penyulit atau kelainan

    Masa Gestasi Cukup Bulan (37 minggu 5 hari)

    Keadaan Bayi - Berat lahir: 3200 gram

    - Panjang: 48 cm

    - Lingkar kepala: tidak diketahui

    - Langsung Menangis

    - Kulit warna merah

    - Nilai Apgar: tidak diketahui

    - Kelainan Bawaan: tidak ada

    RIWAYAT PERKEMBANGAN

    Pertumbuhan gigi I : 8 bulan

    6

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    7/46

    Psikomotor

    - Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 12 bulan

    - Duduk : 8 bulan - Ngoceh : 12 bulan

    - Berdiri : 10 bulan - Bicara : 13 bulan

    Perkembangan Pubertas

    - Rambut Pubis : belum berkembang

    - Payudara : belum berkembang

    - Menarche : belum berkembang

    Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ada

    RIWAYAT MAKANAN

    Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

    0-2 +

    2-4 +

    4-6 + + +

    6-8 + + + +8-10 + + + +

    10-12 + + + +

    13 + + + +

    1-2x/hari 1-2x/hari 2-3x/hari

    Umur diatas 1 tahun

    Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

    Nasi/Pengganti 3x/hari, porsi besar

    Sayur 1x/hari, mangkuk kecil

    Daging 2x/minggu, 1 potong/kali (100mg)

    Telur 3x/minggu, 1 butir/kaliIkan 3x/minggu, 1 potong/kali (100mg)

    7

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    8/46

    Tahu 3x/minggu, 1 potong/kali

    Tempe 5x/minggu, 1 poong/kali

    Susu (merk/takaran) 3x/minggu, 1 kotak kecil merk Ultra

    Kesulitan makan : -

    RIWAYAT IMUNISASI

    Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

    BCG 2 X X

    DPT/DT 2 4 6

    POLIO 0 2 4

    CAMPAK 9 X X

    HEPATITIS B 0 1 6

    RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)

    No Tgl Lahir

    (umur)

    Jenis

    Kelamin

    Hidup Lahir

    Mati

    Abortus Mati

    (sebab)

    Keterangan

    Kesehatan

    1 An. A Laki-laki + sehat

    2

    3

    4

    RIAYAT LINGKUNGAN

    Perumahan

    - Kontrakan

    - Keadaan rumah : tinggal bertiga (ibu, ayah, anak)

    - Daerah/lingkungan : padat penduduk, ventilasi cukup, sekitar rumah tidak

    ada yang menderita penyakit yang serupa. Pasien

    memakai sumber air dari PAM.

    Ayah Ibu

    Nama Tn.W Ny.K

    Perkawinan ke- I IUmur saat menikah 26 24

    8

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    9/46

    Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat) SMA SMP

    Agama Islam Islam

    Suku bangsa Jawa Jawa

    Keadaan kesehatan Baik Baik

    Kosanguitas - -

    Penyakit, bila ada - -

    RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

    Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

    Alergi - Difteria - Jantung -

    Cacingan - Diare - Ginjal -

    Demam

    Berdarah

    - Kejang

    Demam

    10 bulan 13

    hari dan 11bulan 5 hari

    Darah -

    Demam

    Thypoid

    - Kecelakaan - Radang Paru -

    Otitis - Morbili - Tuberculosis -

    Parotitis - Operasi - Lainnya -

    PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 April 2013, Pukul 13.00 WIB )

    Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

    Kesadaran : Compos mentis

    Berat Badan : 9 kg

    Tinggi Badan : 73 cm

    Lingkar Kepala : 47 cm

    Lingkar Dada : -

    Lingkar Lengan Atas : 14,5 cm

    Status Gizi

    (CDC) BB/U = (9/10,6) x 100% = 84,9%

    TB/U = (73/77) x 100% = 94,8%

    BBTB = (9/9,6) X 100% = 93,75% , Kesan: Gizi Normal

    (LLA/U) (14,5/15,9) x 100% = 91,1%, Kesan: Gizi Normal

    9

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    10/46

    Tanda Vital

    Frekuensi Nadi : 118x/menit, reguler, isi cukup

    Suhu Tubuh : 36,5oC

    Frekuensi Napas : 32x/menit, reguler, tipe pernafasan thorakoabdominal

    Tekanan Darah : -

    Kepala : normocephali, ubun-ubun besar belum menutup, rambut hitam

    distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada luka

    Mata : Konjunctiva pucat+/+, Sklera ikterik-/-, pupil bulat isokor, Diameter

    3mm/3mm, RCL+/+, RCTL+/+, Udem palpebra -/-

    Telinga : normotia, sekret -/-, tidak ada tanda perdarahan

    Hidung : lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (+)

    Mulut : bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor

    Gigi : tidak ada karies

    Faring : hiperemis

    Tenggorokan : dalam batas normal

    Leher : KGB, tiroid tidak teraba membesar, JVP 52

    Toraks

    Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

    Paru : SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-),

    perkusi sonor

    Abdomen : supel, datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4-6 x/menit, hepar lien

    ttm

    Genitalia : fimosis (-), parafimosis (-)

    10

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    11/46

    Anggota Gerak : akral hangat, CRT

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    12/46

    Hb 8,3 13,5-17,5 g/dl

    Leukosit 15.600 4.100-10.900 /uL

    Hematokrit 28 41-53 %

    Eritrosit 4,5-5,5 Juta/uL

    MCV 80-100 fL

    MCH 26-34 Pg

    MCHC 31-36 g/dl

    Basofil 0-2 %

    Eusinofil 0-5 %

    Batang 2-6 %

    Segmen 47-80 %

    Limfosit 13-40 %

    Monosit 2-11 %

    Trombosit 426.000 140.000-440.000 /uL

    LED

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    13/46

    Resume

    2 hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan bahwa anaknya demam,

    batuk dan pilek. Batuk muncul sore hari, berdahak, sukar dikeluarkan, bukan muncul setelah

    terpapar debu atau dingin, dan sampai saat masuk rumah sakit masih batuk. Pileknya

    berwarna bening. Malam harinya anak demam tinggi, tidak menggigil, tidak kejang, naik

    turun, sudah di kompres air hangat dan berobat, panas waktu itu 39.5oC, sudah berobat ke

    klinik 24 jam, namun batuk dan pilek tidak berkurang dan demam turun setelah minum obat,

    naik lagi beberapa jam kemudian. Di rumah/keluarga/tetangga tidak ada yang lagi demam. 1

    hari (Rabu malam) sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anaknya sesak (sulit

    bernapas) terlihat dari anakya menyusu sebentar-sebentar atau tiba-tiba berhenti dimana

    sebelumnya si anak kuat menyusui, saat sesak tidak terdengar suara ngik, saat di dudukkan

    sesak tidak berkurang. Beberapa jam (Kamis pagi) sebelum masuk rumah sakit, kesulitan

    bernapas pada anaknya semakin bertambah, masih demam, batuk dan pilek kemudian pagi itu

    si anak di awah ke IGD RSUD Koja. Muntah dan BAB cair tidak ada.

    Pasien pernah kejang sebanyak 2 kali dan dirawat di RSUD Koja, yaitu ketika berusia

    10 bulan 13 hari (selama 2 hari) dan 11 bulan 5 hari (selama 1 minggu). Gejala kedua kejang

    yang dialami sama, yaitu kejang kurang dari 5 menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan,

    mata mendelik ke atas, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit dan setelah kejang anak

    sadar. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi. Didapatkan riwayat kejang dalam

    keluarga bahwa ayahnya juga pernah kejang sewaktu kecil. Ibu pasien memiliki riwayat

    penyakit asma.

    Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien gizi normal, febris (37,8oC), takipneu

    (54x/menit), pernapasan cuping hidung (+), sianosis (-), suara napas bronkovesikuler, ronkhi

    (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (+), perkusi sonor, lainnya dalam batas normal. Pada

    pemeriksaan laboratorium didapatkan anemi mikrositik hipokrom, leukositosis.

    Diagnosis

    Diagnosis Kerja : Bronkopneumoni

    13

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    14/46

    Diagnosis Gizi : Gizi normal

    Diagnosis Banding :

    - Bronkiolitis

    Atas dasar: napas cepat (sesak), napas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian

    bawah, ronkhi

    Yang menyingkirkan: demam subfebris, wheezing, ekspirasi memanjang, hiperinflasi

    dinding dada dengan hipersonor pada perkusi

    - TB paru primer

    Atas dasar: demam, batuk, sesak, tinggal dilingkungan yang padat penghuni

    Yang menyingkirkan: demam tanpa sebab jelas terutama berlanjut sampai 2 minggu,

    batuk kronik 3 minggu, ada kontak dengan pasien TB dewasa, berat badan turun 2

    bulan berturut-turut tanpa sebab jelas atau gagal tumbuh, pembesaran KGB leher,

    aksila, inguinal.

    Rencana Pemeriksaan Lanjutan

    - Darah lengkap

    - Rongent Thorak

    - Elektrolit, AGD, H2TL/hari

    PENATALAKSANAAN

    O2 nasal 1 l/menit, IVFD KAEN 1B 40 cc/jam

    inj. Ceftizoxim 2x400 mg PCT drop 3x0,9cc

    inj. Amikasi 2x 40 mg Ferriz 1x1 cth

    inj. Somerol 2x5mg Fartolin 3x3/4 cth

    inj. Ranitidin 2x5mg Vectrin syr 3x1/2 cth

    Meptin 2x1/2 cth

    14

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    15/46

    Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc)

    PROGNOSIS

    Ad Vitam : dubia ad bonam

    Ad Functionam : dubia ad bonam

    Ad Sanationam : dubia ad bonam

    Follow Up harian tanggal 4 April 2013

    S sesak napas (+), batuk berdahak dan pilek (+), demam (+)

    O BB : 9 kg

    Suhu : 37,80 C

    Nadi : 112x/menit

    RR : 54x/menit

    Konjuctiva pucat (+/+), PCH (+), sianosis (-)

    SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (+)

    A - Bronkopneumoni

    - Anemi proevaluasi

    - Gizi normal

    P 1 l/menit, IVFD KAEN 1B 900cc/hari

    inj. Bactesyn 2x200mg

    PCT syr 3x0,9 cc

    Fartolin 3x3/4 cth

    NB: jika suhu 38oC beri pamol supp, bila kejang stesolid 5 mg

    Diagnostik: Darah lengkap, elektrolit

    Follow up harian tanggal 5 April 2013

    15

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    16/46

    S sesak napas berkurang, batuk (+) berdahak, pilek (+), demam turun

    O BB : 9 kg

    Suhu : 36,5 0 C

    Nadi : 120x/menit

    RR : 38x /menit

    Konjuctiva pucat (+/+)

    SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-)

    A - Bronkopneumoni - Anemi proevaluasi

    - Gizi normal

    P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam

    inj. Ceftizoxim 2x400 mg

    inj. Amikasin 2x 40 mg

    inj. Somerol 2x5mg

    inj. Ranitidin 2x5mg

    PCT drop 3x0,9cc

    Fartolin 3x3/4 cth

    Ferriz 1x1 cth

    Vectrin syr 3x1/2 cth

    Meptin 2x1/2 cth

    Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc)

    Diagnostik: H2TL

    Pemeriksaan 05/04/2013 Nilai normal Satuan

    Hb 8,8 13,5-17,5 g/dl

    Leukosit 16.900 4.100-10.900 /uL

    16

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    17/46

    Hematokrit 30 41-53 %

    Eritrosit 4,51 4,5-5,5 Juta/uL

    MCV 66 80-100 fL

    MCH 20 26-34 Pg

    MCHC 29 31-36 g/dl

    Basofil 1 0-2 %

    Eusinofil 1 0-5 %

    Batang 0 2-6 %

    Segmen 23 47-80 %

    Limfosit 65 13-40 %

    Monosit 11 2-11 %

    Trombosit 446.000 140.000-440.000 /uL

    LED 22

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    18/46

    SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-)

    A - Bronkopneumoni - Gizi normal

    - Anemi proevaluasi

    P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam

    inj. Ceftizoxim 2x400 mg

    inj. Amikasin 2x 40 mg

    inj. Somerol 2x5mg

    inj. Ranitidin 2x5mg

    PCT drop 3x0,9cc

    Fartolin 3x3/4 cth

    Ferriz 1x1 cth

    Vectrin syr 3x1/2 cth

    Meptin 2x1/2 cth

    Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc)

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr

    East

    West

    North

    Pemeriksaan 06/04/2013 Nilai normal Satuan

    Hb 8,8 13,5-167,5 g/dl

    Leukosit 8.400 4.100-10.900 /uL

    Hematokrit 31 36-46 %

    Trombosit 380.000 140.000-440.000 /uL

    Follow up harian tanggal 7 April 2013

    18

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    19/46

    S sesak napas (-), batuk (+) berdahak, pilek (+), demam pagi ini (-), malam masih

    naik turun

    O BB : 9 kg

    Suhu : 36,2 0 C

    Nadi : 110x/menit

    RR : 36x /menit

    Konjuctiva pucat (+/+), SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi

    ic sc (-)

    A - Bronkopneumoni - Anemi proevaluasi - Gizi normal

    P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam

    inj. Ceftizoxim 2x400 mg PCT drop 3x0,9cc

    inj. Amikasi 2x 40 mg Ferriz 1x1 cth

    inj. Somerol 2x5mg Fartolin 3x3/4 cth

    inj. Ranitidin 2x5mg Vectrin syr 3x1/2 cth

    Meptin 2x1/2 cth

    Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl

    2cc). Diagnostik: H2TL

    Follow up harian tanggal 8 April 2013

    S batuk (+) tidak berdahak, keluhan lain -

    O BB : 9 kg

    Suhu : 36,6 0 C

    Nadi : 118x/menit

    RR : 34x /menit

    19

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    20/46

    Konjuctiva pucat (+/+)

    SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-)

    A - Bronkopneumoni - Anemi proevaluasi - Gizi normal

    P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam

    inj. Ceftizoxim 2x400 mg PCT drop 3x0,9cc

    inj. Amikasi 2x 40 mg Ferriz 1x1 cth

    inj. Somerol 2x5mg Fartolin 3x3/4 cth

    inj. Ranitidin 2x5mg Vectrin syr 3x1/2 cth

    Meptin 2x1/2 cth

    Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl

    2cc)

    Pasien boleh pulang

    Pemeriksaan 08/04/2013 Nilai normal Satuan

    Hb 9,0 13,5-167,5 g/dl

    Leukosit 7.000 4.100-10.900 /uL

    Hematokrit 31 36-46 %

    Trombosit 413.000 140.000-440.000 /uL

    Analisa kasus

    Pada kasus ini keluhan utama yang membuat pasien datang untuk berobat adalah

    sesak (kesulitan bernapas). Untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun yang datang dengan

    kesulitan bernapas dan atau batuk ada beberapa hipotesis yang menjadi kemungkinan

    penyebabnya, yaitu pneumonia, bronkiolitis, asma, gagal jantung, penyakit jantung bawaan

    dan efusi/empiema.

    Diagnosis Gejala yang ditemukan

    Pneumonia - Demam

    - Batuk dengan napas cepat

    - Ronkhi pada auskultasi

    - Pernapasan cuping hidung, sianosis

    - Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam- Merintih

    20

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    21/46

    Bronkiolitis - Episode pertama wheezingpada anak umur < 2tahun

    - Hiperinflasi dinding dada

    - Ekspirasi memanjang

    - Gejala pneumoni dapat di temukan

    - Respon kurang/tidak ada respon dengan bronkodilator

    Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungandengan batuk dan pilek

    - Hiperinflasi dinding dada

    - Ekspirasi memanjang

    - Berespon baik terhadap bronkodilator

    Gagal jantung - Peningkatan tekanan vena jugularis

    - Denyut apeks bergeser ke kiri

    - Murmur, bising (+)

    - Ronkhi di daerah basal paru

    - Pembesaran hepar

    Penyakit

    jantung

    bawaan

    - Sulit makan atau menyusu

    - Sianosis

    - Bising jantung

    - Pembesaran hepar

    Efusi/empiema - Pekak pada perkusi

    - Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intra thorak

    Kemudian dilakukan anamnesa lebih lanjut didapatkan keluhan tambahan lainnya

    seperti batuk dan demam. Batuk muncul sore hari, berdahak, sukar dikeluarkan, bukan

    muncul setelah terpapar debu atau dingin, tidak ada bersin-bersin di pagi hari. Kemudian didapatkan juga demam tinggi pada mamalm hariya, tidak menggigil, tidak kejang, naik turun,

    waktu itu sudah di kompres air hangat, panas waktu itu 39.5oC, sudah berobat ke klinik 24

    jam, namun batuk dan pilek tidak berkurang dan demam turun setelah minum obat, naik lagi

    beberapa jam kemudian. Di rumah/keluarga/tetangga tidak ada yang lagi demam. Selain itu

    ibu pasien mengatakan sesak ini terjadi pertama kalinya, muncul mendadak tanpa ada

    pencetus seperti debu, udara dingin, bulu binatang (tidak ada binatang peliharaan di rumah),

    saat sesak anaknya tidak terdengar suara ngik, dan saat di dudukkan sesak tidak berkurang.

    Pasien tidak ada riwayat tersedak, tidak ada muntah dan BAB cair. Saat datang pemeriksaan

    fisik di dapatkan febris (37,8oC), takipneu (54x/menit), pernapasan cuping hidung (+),

    sianosis (-), suara napas bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (+),

    perkusi sonor, lainnya dalam batas normal. Dengan adanya keluhan tambahan dan

    pemeriksaan fisik, diagnosis yang dipikirkan adalah bronkiolitis dan TB paru primer.

    1. Bronkiolitis

    21

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    22/46

    Atas dasar: napas cepat (sesak), napas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian

    bawah, ronkhi

    Yang menyingkirkan: demam subfebris, wheezing, ekspirasi memanjang, hiperinflasi

    dinding dada dengan hipersonor pada perkusi

    2. TB paru primer

    Atas dasar: demam, batuk, sesak, tinggal dilingkungan yang padat penghuni

    Yang menyingkirkan: demam tanpa sebab jelas terutama berlanjut sampai 2 minggu,

    batuk kronik 3 minggu, ada kontak dengan pasien TB dewasa, berat badan turun 2

    bulan berturut-turut tanpa sebab jelas atau gagal tumbuh, pembesaran KGB leher,

    aksila, inguinal.

    Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan

    terutama berdasarkan :

    - berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan

    - mempertimbangkan usia pasien (neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis

    pneumonia harus dirawat inap)

    - tidak mau makan/minum

    - ada penyakit dasar yang lain

    - ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema,

    - perawatan di rumah kurang baik

    - tidak respon dengan pemberian antibiotika oral

    - komplikasi

    Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah :

    1. Pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai

    22

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    23/46

    Pneumoni sebagian besar disebabkan oleh bakteri, terutama Gram positif, namun

    Gram negatif juga dapat menjadi penyebabnya. Pada kasus ini dipilih 2 antibiotik

    yang memiliki mekanisme kerja terhadap bekterinya berbeda,yaitu ceftizoxim dan

    amikasin. Ceftizoxim merupakan sefalosporin generasi ketiga, golongan ini umumnya

    kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhdap kokus Gram-positif,

    tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriacea, termasuk starin penghasil

    penisilinase. Dosis ceftizoxim pada anak 40-80 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2

    dosis. Sedangkan amikasin yang isinya mengandung cefuroxim yang merupakan

    golongan sefalosporin generasi kedua, golongan ini kurang aktif terhadap bakteri

    Gram-positif dibandingkan denan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman

    Gram-negatif, isalnyaH.influenza, Pmirabilis, E.coli, danKlebsiella.Kadar cefuroxim

    dalam cairan serebrospinal sekitar 10% kadar plasma dalam dan ini efektif untuk

    pengobatan meningitis oleh H.influenza (termasuk yang resisten meningitis),

    N.meningitis dan S.pneumonia.Dosis anak 7,2 mg/kgBB/12 jam atau 5 mg/kgBB/8

    jam.

    2. Pengobatan suportif, meliputi :

    - terapi oksigen, diberikan oksigen nasal 1 l/menit.

    Catatan: monitor tanda vital, dan bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan

    ventilasi mekanik.

    - pemberian cairan intravena, jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan

    status hidrasi. Pada kasus ini berat badan anak 9kg sehingga cairan yang di butuhkan

    100 x kg BB = 100 x 9 = 900cc/kg, ditambah dengan kenaikan suhu 1oC cairan di

    tambah 12,5%, yaitu jadi 1012,5 cc/hari

    - nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik, pilihan obat yang di berikan

    adalah patacetamol. Paracetamol adalah derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan

    asetaminofen (paracetamol). Obat paracetamol ini serupa dengan salisilat yaitu

    menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh

    dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

    Paracetamol merupakan panghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi

    dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan

    23

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    24/46

    pernapasan dan keseimbangan asam basa. Dosis yang diberikan 10-15 mg/kgBB/kali,

    3-4kali

    - koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Pada

    kasus ini tidak di dapatkan gangguan asam basa.

    - jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal. Pada

    kasus ini diberikan inhalasi dengan ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc 2x/hari

    - bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang

    nasogastrik

    - penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat serta komplikasi yang

    mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    BRONKOPNEUMONIA

    Definisi

    Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan

    oleh berbagai organisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Bronkopneumonia disebut

    juga sebagai pneumonia. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,

    24

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    25/46

    tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.

    Penyebab non-infeksi ini meliputi aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing,

    hidrokarbon, dan bahan lipoid, reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau

    radiasi. Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia

    beberapa tahun pertama. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan

    paru adalah infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal sehingga sering penyakit

    virus pernapasan mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari.(1,2)

    Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai

    pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki

    dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi

    konsolidasi area berbercak (Smeltzer,2000).(3)

    Epidemiologi

    Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

    umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia

    menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

    Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian

    balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia.

    (4,5)

    Faktor Resiko

    Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada

    anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumoni yang terjadi pada

    masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI

    yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri

    pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau

    asap rokok).(4,5)

    Etiologi

    Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai adalah: (5)

    1. Bakteri

    25

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    26/46

    a. Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh

    penumokokus 1 8 (pada anak anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat pada

    usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.

    b. Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti

    morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis.

    2. Virus

    Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus

    para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus. virus respiratori

    sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia

    virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak

    untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya.

    3. Aspirasi

    Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, dan benda asing.

    4. Pneumonia Hipostatik

    Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan

    kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama

    sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal

    berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada

    anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus

    diubah ubah posisi tidurnya.

    5. Jamur

    H. Capsulatum, Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,

    Aspergilosis dan Aktinimikosis.

    6. Sindrom Loeffler

    Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.

    26

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    27/46

    Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat,

    pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih

    rasional daripada pembagian anatomis.

    Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe

    1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada

    anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari

    4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.

    Klasifikasi

    Pembagian pneumonia pada umumnya berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa

    ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

    klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. (1,4,5,10)

    Pembagian secara anatomis :

    1. Pneumonia lobaris

    2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

    3. Pneumonia intersisialis (brokiolitis)

    Pembagian secara etiologi :

    1. Bakteri : Streptococcus pneumonia, Pneumococcus pneumonia, Staphylococcus

    pneumonia, Haemofilus influenza.

    Heiskansen et.al (1997) menjelaskan bahwa S. pneumoniae adalah jenis bakteri

    penyebab pneumonia pada anak-anak di semua umur berdasarkan komunitas penyakit

    pneumonia. Sedangkan M. pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae adalah penyebab

    utama pneumonia pada anak di atas umur 5 tahun. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh

    sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan

    kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke

    seluruh tubuh melalui aliran darah. Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa

    saja, mulai dari bayi sampai usia lanjut. Pada pencandu alkohol, pasien pasca-operasi,

    orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, dan penurunan kekebalan tubuh

    27

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    28/46

    adalah golongan yang paling berisiko. Anak-anak juga termasuk kelompok yang rentan

    terinnfeksi penyakit ini karena daya tahan tubuh yang masih lemah.

    Penelitian lainnya menyebutkan bahwa S.pneumoniae diidentifikasikan sebagai agen

    etiologi pada 34 dari 64 pasien (53%) dan pada 34 dari 43 pasien (79%). S.pneumonia

    adalah pathogen teridentifikasi yang sering ditemukan pada pasien di segala usia walaupun

    tidak ada hubungan antara usia dan kemungkinan jenis darah positif terinfeksi (Wall., et al:

    1986).

    2. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus.

    Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Sebagian besar

    virus-virus ini menyerang saluran pernapasan bagian atas (terutama pada anak). Namun,

    sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan dapat disembuhkan dalam waktu

    singkat. Bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan ini masuk ke

    dalam tingkatan berat dan kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru

    akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.

    3. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

    Blastomycosis, Cryptoccosis.

    4. Corpus alienum

    5. Aspirasi

    6. Pneumonia hipostatik

    Patogenesis(1,4,5,6)

    Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh mikroorganisme

    dan respon sistem imun terhadap infeksi. Meskipun lebih dari seratus jenis mikroorganisme

    yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit dari mereka yang bertanggung jawab

    pada sebagian besar kasus. Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri.

    Penyebab yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.

    28

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    29/46

    Bakteri

    Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di udara

    dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah ketika ada infeksi

    pada bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup pada bagian atas dari saluran pernapasan

    atas seperti hidung, mulut dan sinus dan dapat dengan mudah dihirup menuju alveoli. Setelah

    memasuki alveoli, bakteri mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli

    melalui rongga penghubung. Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang

    adalah tipe dari pertahanan sel darah putih, menuju paru. Neutrophil menelan dan membunuh

    organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan cytokin, menyebabkan aktivasi

    umum dari sistem imun. Hal ini menyebabkan demam, menggigil dan mual umumnya pada

    pneumoni yang disebabkan bakteri dan jamur. Neutrophil, bakteri dan cairan dari sekeliling

    pembuluh darah mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen.

    Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah menyebabkan

    penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan tekanan darah rendah dan

    kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal dan jantung. Bakteri juga dapat

    berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding dada (cavitas pleura) menyebabkan

    komplikasi yang dinamakan empyema. Penyebab paling umum dari pneumoni yang

    disebabkan bakteri adalah Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negatif dan bakteri

    atipikal. Penggunaan istilah Gram positif dan Gram negatif merujuk pada warna bakteri

    (ungu atau merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.

    Istilah atipikal digunakan karena bakteri atipikal umumnya mempengaruhi orang yang

    lebih sehat, menyebabkan pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik yang

    berbeda dari bakteri yang lain.

    Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung atau mulut

    dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering disebutpneumococcus adalah

    bakteri penyebab paling umum dari pneumoni pada segala usia kecuali pada neonatus. Gram

    positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus. Bakteri Gram

    negatif penyebab pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif. Beberapa dari

    bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae,

    Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,dan Moraxella catarrhalis.

    Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika

    muntahan terhirup. Bakteri atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila

    pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae dan Legionella pneumophila.

    29

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    30/46

    Virus

    Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak. Biasanya virus masuk ke

    dalamparu-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut dan hidung. Setelah

    masuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini sering menunjukan kematian sel,

    sebagian virus langsung mematikan sel atau melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut

    apoptosis. Ketika sistem imun (DL leukosit meningkat) merespon terhadap infeksi virus,

    dapat terjadi kerusakan paru. Sel darah putih, sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi

    sejenis sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak

    dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah (terjadi

    pertukaran gas).

    Sebagai tambahan dari proses kerusakan paru, banyak virus merusak organ lain dan

    kemudian menyebabkan fungsi organ lain terganggu.Virus juga dapat membuat tubuh rentan

    terhadap infeksi bakteri, untuk alasan ini, pneumonia karena bakteri sering merupakan

    komplikasi dari pneumonia yang disebabkan oleh virus. Pneumonia virus biasanya

    disebabkan oleh virus seperti virus influensa, virus syccytial respiratory (RSV), adenovirus

    dan metapneumovirus. Virus herpes simpleks jarang menyebabkan pneumonia kecuali pada

    bayi baru lahir. Orang dengan masalah pada sistem imun juga berresiko terhadap pneumonia

    yang disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV).

    Jamur

    Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi hal ini mungkin terjadi pada

    individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat-obatan imunosupresif

    atau masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia yang disebabkan oleh jamur mirip

    dengan pneumonia yang disebabkan bakteri. Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering

    disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci

    dan Coccidioides immitis. Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah sungai

    Missisipi dan Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika Serikat bagian barat

    daya.

    Parasit

    Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini secara khas

    memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah memasuki tubuh, mereka berjalan

    menuju paru-paru, biasanya melalui darah. Terdapat seperti pada pneumonia tipe lain,

    kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang menyebabkan ganguan transportasi30

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    31/46

    oksigen. Salah satu tipe dari sel darah putih, eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap

    infeksi parasit. Eosinofil pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang

    menyebabkan komplikasi yang mendasari pneumonia yang disebabkan parasit. Parasit paling

    umum yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma gondii, Strongioides

    stercoralis dan Ascariasis.

    31

    DROPLETS

    Bakteri, Virus,

    Organisme mirip

    Bakteri pathogen

    menginfeksi saluran

    napas bagian bawah

    Menuju parenkim paru

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    32/46

    v

    32

    Inflamasi di alveoli

    Pneumonia

    B1Breathi

    Penumpuk

    an secret

    pada

    Pertukarangas

    terganggu

    PO2

    Gangguan

    pertukaran

    gas

    Sesak

    Pola napas

    tidak

    B2 Blood B3 Brain B4 Bowel B5 GI B6 Bone

    Kadar O2

    menurun

    ke jantung

    Menurunnya

    kontraksi

    CO

    Curah

    jantung

    med

    Inflamasi

    Histamin Hipertermi

    Suplai O2

    menurun

    ke ginjal

    BatukSuplai O2

    menurun

    ke otak

    Kesadaranmenurun

    Perubahan

    perfusi

    jaringan

    Oliguria

    Glomerolus filtrat

    rate

    Kelelahan

    Penurunan

    nafsu

    makan

    Malnutrisi

    Migrasi

    bakteri

    secarahematoge

    n ke

    saluran

    Diare

    Intoleransi

    aktivitas

    Kelemaha

    Suplai O2

    menurun

    ke

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    33/46

    Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet),

    proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : (1,6,7)

    1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

    Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri

    dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

    2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

    Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna

    menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan

    banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

    33

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    34/46

    3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

    Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura

    suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi

    fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.

    4. Stadium resolusi (8-11 hari)

    Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami

    nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi

    anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi

    sebagai bercak bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan

    antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

    34

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    35/46

    Gambaran Klinis(1,9,11)

    Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga

    sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam

    kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak

    adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala

    klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur

    diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis.

    Gejala pneumonia pada umumnya adalah berupa demam, nyeri dada, napas yang

    cepat dan dangkal, sakit kepala, berkurangnya nafsu makan dan kelemahan.

    Bronkopneumonia bisa juga didahului oleh infeksi saluran napas atas selama beberapa

    hari. Demam pada pneumonia berupa demam yang tinggi hingga 39-40oC. Karena demam

    yang tinggi ini juga mungkin dapat disertai dengan kejang. Batuk pada awalnya berupa batuk

    kering yang lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan dahak kehijauan atau kuning.

    Pada bronkopneumonia terdapat trias yaitu sesak napas, pernapasan cuping hidung dan

    sianosis disekitar mulut dan hidung.

    Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita.

    1. Neonatus

    Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang

    muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah,

    lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh

    pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir

    ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan

    adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha

    untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya

    compliance paru.

    2. Bayi sampai usia 1 tahun

    Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan

    mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan

    35

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    36/46

    yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti muntah dan

    diare.

    3. Balita usia pra sekolah

    Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun

    nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.

    4. Anak dan remaja

    Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan,

    nyeri dada, dehidrasi dan letargi.

    Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada

    penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru

    kanan lobus superior.

    Pemeriksaa Laboratorim(1,9,11)

    1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan

    pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi

    virus atau mycoplasma.

    2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

    3. Peningkatan LED.

    4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur

    dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).

    5. Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium

    lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

    6. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi langsung,

    biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini

    tidak rutin dilakukan karena sulit.

    7. Foto toraks bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa

    lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau

    beberapa lobus.

    36

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    37/46

    Dianosis(1,9,11)

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai

    dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada

    bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto

    rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,

    pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.

    Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar

    hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan

    pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan

    dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu

    WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan

    pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :

    1. Bronkopneumonia sangat berat :

    Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di

    rumah sakit dan diberi antibiotika.

    2. Bronkopneumonia berat :

    Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus

    dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

    3. Bronkopneumonia :

    Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

    > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

    > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun

    > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

    4. Bukan bronkopenumonia :

    Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak

    perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

    1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung

    37

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    38/46

    2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

    3. Deteksi antigen bakteri

    Diagnosis Banding

    Bronkiolitis

    Aspirasi pneumonia

    Tb paru primer

    Penatalaksanaan(5,9,11)

    Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan

    terutama berdasarkan :

    - berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan

    - mempertimbangkan usia pasien (neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis

    pneumonia harus dirawat inap)

    - tidak mau makan/minum

    - ada penyakit dasar yang lain

    - ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema,

    - perawatan di rumah kurang baik

    - tidak respon dengan pemberian antibiotika oral

    - komplikasi

    Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah :

    3. Pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai

    4. Pengobatan suportif, meliputi :

    - terapi oksigen, dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor denganpulse

    oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.

    - pemberian cairan intravena, jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan

    status hidrasi.

    38

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    39/46

    - nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik

    - koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah

    - jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

    - bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang

    nasogastrik

    - penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat serta komplikasi yang

    mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi

    Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.

    Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga

    disebabkan oleh bakteri.

    Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak

    tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan

    pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan

    haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada

    kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien

    serta faktor epidemiologis.

    Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur:

    a. Usia 3 bulan:

    Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-4 dosis)

    merupakan obat pilihan utama.

    Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan

    sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,

    dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.

    Bila diduga penyebab pneumonianya adalah S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v

    terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan

    39

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    40/46

    cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4

    minggu.

    Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan

    neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi

    HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan

    dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.

    Dapat dipertimbangkan juga pemberian :

    - Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii

    - Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV

    - Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur

    - Imunoglobulin

    Dilakukan terapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau

    pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian oksigen sesuai

    derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai

    dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medik.

    Komplikasi

    Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : (4,5)

    1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru

    merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

    2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura

    terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

    3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

    4. Infeksi sitemik

    5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

    6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

    Prognosis

    40

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    41/46

    Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada

    anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

    Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat

    memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi

    esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan

    tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama

    dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh

    faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. (5,11)

    Prognosis tergantung oleh faktor resiko pneumonia antara lain : (4,5,11)

    1.Faktor yang meningkatkan resiko berjangkitnya pneumonia

    a.Umur dibawah 2 bulan

    b.Jenis kelamin laki-laki

    c.Gizi kurang

    d.Berat badan lahir rendah

    e.Tidak mendapat ASI memadai

    f.Polusi udara

    g.Kepadatan tempat tinggal

    h.Imunisasi yang tidak memadaii.Defisiensi vitamin A

    2.Faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat pneumonia

    a.Umur dibawah 2 bulan

    b.Tingkat sosial ekonomi rendah

    c.Gizi kurang

    d.Berat badan lahir rendah

    e.Tingkat pendidikan ibu rendah

    f.Tingkat pelayanan kesehatan rendah

    g.Imunisasi yang tidak memadai

    h.Menderita penyakit kronis

    Pencegahan

    41

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    42/46

    Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

    penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

    bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

    daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,

    makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup, rajin

    berolahraga dan lai-lain.(3)

    Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi

    (Vaksinasi Pneumokokus) : (7)

    Vaksin Pneumokokus Polisakarida (PPV 23) diberikan pada:

    - Lansia di atas 65 tahun

    - Anak > 2 tahun yang mempunyai risiko tinggi IPD yaitu anak dengan asplenia

    (kongenital atau didapat), penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV.

    Imunisasi diberikan 2 minggu sebelum splenektomi

    - Anak > 2 tahun dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindroma nefrotik,

    multiple mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan transplantasi organ

    - Anak > 2 tahun dengen imunokompetensi yang menderita penyakit kronis yaitu

    penyakit jantung kronis, penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes

    - Anak > 2 tahun dengan kebocoran cairan serebrospinal

    Catatan: pasien risiko tinggi tersebut seyogyanya mendapat imunisasi PCV 7 sesuai

    umur dan penanggulangan imunisasi PPV 23 setelah 3-5 tahun.

    Vaksin Polisakarida Konjugat (PCV 7) direkomendasikan pada:

    - Semua anak sehat usia > 2 bulan sampai 5 tahun

    - Anak dengan resiko tinggi IPD termasuk anak dengan asplenia baik kongenital atau

    didapat, termasuk anak dengan penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV.

    Imunisasi diberikan 2 minggu sebelum splenektomi

    42

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    43/46

    - Pasien dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindroma nefrotik, multiple

    mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan transplantasi organ

    - Pasien dengan imunokompetensi yang menderita penyakit kronis yaitu penyakit

    jantung kronis, penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes

    - Pasien dengan kebocoran cairan serebrospinal

    - Selain juga dianjurkan pada anak yang tinggal di rumah yang uniannya padat,

    lingkungan merokok, di anti asuhan dan sering terserang akut otitis media

    Catatan: anak yang tergolong imunokompeten hanya perlu 1 dosis sedangkan dengan

    imunokompromais harus mendapat 2 dosis dengan jarak minimal 2 bulan, diikuti

    dengan pemberian PPV 23 2 bulan kemudian

    Perbedaan PPV 23 dan PCV 7

    PPV 23 PCV 7

    - Polisakarida bakteri - Konyugasi polisakarida dengan

    protein difteri

    - T-independentantigen - T-dependent

    - Tidak imunogenik pada anak 7 bula, diberikan jadwal dan dosis PCV 7

    Umur datang pertama kali Dosis vaksin yang diberikan

    7-11 bulan 3 dosis*

    12-23 bulan 2 dosis#

    24 bulan sampai 5 tahun 1 Dosis

    Keterangan:

    *Dosis 1 dan 2, interval 4 minggu

    Dosis 3 diberikan setelah 12 bulan (paling sedikit 2 bulan setelah dosis kedua)

    #Dosis 1 dan 2, interval 2 bulan

    Imunisasi untuk anak resiko tinggi

    44

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    45/46

    Meskipun data terbatas namun kesempatan untuk memberikan vaksin dengan

    serotipe yang lebih banyak menjadi dasar pemikiran pemberian kombinasi ini. Setelah

    pemberian imunisasi PCV 7, diberikan imunisasi PPV 23.anak yang mendapat

    imunisasi PCV 7 lengkap sebelum umur 2 tahun, pada umur 2 tahun diberikan PPV

    23 1 dosis, dengan selang waktu suntik 2 bulan setelah PCV 7 terakhir.

    DAFTAR PUSTAKA

    45

  • 7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni

    46/46

    1. Rahajoe, Nastini.N. Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI. 2008.

    2. Hanifah M., editor. Pulmonologi Pneumonia. Pediatricia. Edisi 2; Jakarta. Hal

    IV.2-IV.4. 2005

    3. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume I.Jakarta :

    EGC. 2000.

    4. Murray,nedels. Text Book of Respiratory Medicine,Edisi 1,Volume1. United

    State of America :Elseiver Saunders. 2005.

    5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC. 2000.

    6. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease

    Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC. 1994

    7. Zul Dahlan. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2000.

    8. Ranuh, I.G.N, dkk. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Satgas

    Imunisasi IDAI. 2011.

    9. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Available at:

    http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-

    Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdf. Accessed at 15 April 2013.

    10. Pneumonia Classification. Available at:

    http://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block7/pneumonia.pdf. Accessed at 15

    April 2013.

    11. Pneumoni. Available at:

    http://www.news-medical.net/health/Pneumonia.aspx . Accessed at 15 April 2013.

    http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block7/pneumonia.pdfhttp://www.news-medical.net/health/Pneumonia.aspxhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block7/pneumonia.pdfhttp://www.news-medical.net/health/Pneumonia.aspx