48
LAPORAN KASUS BEDAH STRUMA I. IDENTITAS PASIEN Tanggal masuk RS: 3 Agustus 2015 Nama : Ny. DU Umur : 27 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Daya Agama : Islam Status perkawinan : Menikah II. Anamnesis Keluhan Utama : Benjolan di leher bagian depan Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher bagian depan sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, awalnya benjolan berukuran kecil, namun benjolan semakin lama semakin membesar seperti sekarang ini. Benjolan tidak nyeri. Gangguan menelan tidak ada, perubahan suara menjadi serak tidak ada. Pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar tidak ada, tangan gemetar tidak ada, gelisah tidak ada, berkeringat banyak tidak ada, nafsu makan menurun tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Buang 1

LAPORAN KASUS BEDAH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS BEDAH

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS BEDAH

LAPORAN KASUS BEDAH

STRUMA

I. IDENTITAS PASIEN

Tanggal masuk RS : 3 Agustus 2015

Nama : Ny. DU

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Daya

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

II. Anamnesis

Keluhan Utama :

Benjolan di leher bagian depan

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher bagian depan sejak kira-kira 5

tahun yang lalu, awalnya benjolan berukuran kecil, namun benjolan semakin

lama semakin membesar seperti sekarang ini. Benjolan tidak nyeri.

Gangguan menelan tidak ada, perubahan suara menjadi serak tidak ada.

Pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar tidak ada, tangan gemetar tidak

ada, gelisah tidak ada, berkeringat banyak tidak ada, nafsu makan menurun

tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Buang air besar biasa warna

kuning. Buang air kecil warna kuning jernih kesan lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Riwayat

penyakit jantung tidak adaa, Hipertensi tidak ada, Diabetes tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Pasien

menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, dan penyakit jantung pada

keluarga.

1

Page 2: LAPORAN KASUS BEDAH

III. Pemeriksaan fisik

Keadan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : Tekanan Darah : 1 20/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7° C

BB/ TB : 50 Kg/ 155 cm

IMT : 20,81 Kg/m2

Status gizi : Baik

Status general :

Kepala

Normochepali

Tidak tampak adanya deformitas

Mata

Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem

Exopthalmus tidak ada

Conjunctiva tidak anemis

Sklera tidak tampak ikterik

Pupil: isokor, diameter 2,5 mm/2,5 mm

Hidung

Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas

Septum : terletak ditengah dan simetris

Mukosa hidung : tidak hiperemis

Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

TelingaNyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan

Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan

Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis

Gigi geligi : lengkap

Lidah : normoglosia

2

Page 3: LAPORAN KASUS BEDAH

Tonsil : T1/T1 tenang

Faring : tidak hiperemis

Leher

JVP : (R+1) cm H2O

Kelenjar tiroid : teraba membesar, ikut bergerak saat menelan.

Konsistensi kenyal, mobile, batas jelas.

Trakea : letak di tengah

KGB : tidak ada pembesaran

Thorax

Paru-Paru

Inspeksi : sesak nafas (-)

Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru

Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru,

Bunyi tambahan ronkhi -/- whezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

- Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra

- Batas kiri atas : ICS II linea midclavicularis sinistra

- Batas Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra

- Batas Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi

tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, ikut gerakan napas, massa tumor (-)

Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal

Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-)

Ekstremitas atas : akral hangat +/+, odema -/-

3

Page 4: LAPORAN KASUS BEDAH

Ekstremitas Bawah : akral hangat +/+, odema -/-

IV. Status Lokalis

Regio : Colli anterior dextra

Inspeksi : tampak massa tumor sebesar bola pingpong, warna sama

dengan jaringan sekitarnya, ikut bergerak sewaktu

menelan dan tidak ada tanda peradangan.

Palpasi : teraba massa dengan ukuran 5x3 cm. Konsistensi kenyal,

mobile, batas jelas, nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-).

V. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin (Pemeriksaan dilakukan tanggal 3/8/2015)

WBC 8,66 x103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 4,35 x106/uL 4 - 6 x 106/uL

HGB 12,5 g/dL 12 - 16 g/dL

HCT 36,4 % 37 - 48 %

MCV 83,7 fl 80 - 97 fl

MCH 28,7 pg 26,5 - 33 pg

MCHC 34,3 g/dl 31,5 - 35 g/dl

PLT 363 x 103/uL 150 - 400 x 103/uL

MPV 8,5 fl 9.00 - 13.0 um3

NEUT 87,5 % 52 - 75 %

LYMPH 10,2 % 20 - 40 %

MONO 4.9 % 2 - 8 %

EO 0,1 % 1 - 3 %

BASO 0,1 % 0,00 -0,10 %

Fungsi Thyroid (Pemeriksaan dilakukan tanggal 16/6/2015)

FT4 1,380 mg/dl 0,930 – 1,710 mg/dl

TSHs 0,345 µIU/ml 0,270 – 4,200 µIU/ml

- USG Leher (Pemeriksaan dilakukan tanggal 16/6/2015)

4

Page 5: LAPORAN KASUS BEDAH

Thyroid lobus dextra : membesar dengan massa padat noduler dengan

dengan echotexture homogen

Thyroid lobus sinistra : tak membesar dengan echotexture homogen,

isthmus shift ke kiri, A. carotis baik.

Kesan : Struma nodosa dextra.

- Sitologi Fine Needle Aspiration (FNA)

(Pemeriksaan dilakukan tanggal 24/6/2015)

Sediaan hapusan terdiri dari makrofolikuler, sedikit massa koloid dan

jaringan ikat dengan latar belakang eritrosit-eritrosit.

Kesan : Struma adenomatosa

- Thorax PA (Pemeriksaan dilakukan tanggal 26/6/2015)

Kesan : Tidak Ada Kelainan

VI. RESUME

Seorang perempuan berumur 27 tahun datang di poliklinik RSUD Daya

dengan keluhan adanya massa tumor di regio colli anterior dextra yang dialami

sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, awalnya massa tumor berukuran kecil dan makin

lama makin membesar. Palpitasi (-), tremor (-), penurunan berat badan (-).

Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Pada pemeriksaan fisis

didapatkan: Keadaan umum sakit sedang/gizi baik/compos mentis. Tanda vital:

dalam batas normal. Pada pemeriksaan leher didapatkan kelenjar tiroid: teraba

massa tumor dengan ukuran 5x3 cm, ikut bergerak waktu menelan. Konsistensi

kenyal, mobile, batas jelas, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan: Darah rutin dalam batas normal, FT4 1,380 mg/dl, TSHs 0,345

µIU/ml. USG leher: Struma nodosa dextra. FNA: Struma adenomatosa.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,

maka pasien ini didiagnosis sebagai Struma Nodosa Non Toksik Lobus Dextra.

VII. ASSESSMENT

Struma Nodosa Non Toksik Lobus Dextra

VIII. PLANNING

- Rencana operasi Subtotal Thyroidectomy Dextra

- Instruksi Pre operasi

5

Page 6: LAPORAN KASUS BEDAH

Infus RL : Dextrose 10% 1 : 1 28 tetes/menit

Injeksi profilaksis Ceftriaxone 1 gram sebelum operasi (Skin Test)

Siap PRC 2 Bag

TINJAUAN PUSTAKA

6

Page 7: LAPORAN KASUS BEDAH

A. Definisi

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa

gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 1

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena

folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah berahun-tahun sebagian

folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersbut

menjadi noduler. 1

Struma nodosa nontoksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara

klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. 1

B. Anatomi Tiroid

Gambar 1. Anatomi kelenjar Thyroid.

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua

bagian lobus yang dihubungkan oleh isthmus yang masing-masing berbetuk

lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-

20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan

bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini

memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan

hormon tersebut ke dalam aliran darah. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar

hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan

7

Page 8: LAPORAN KASUS BEDAH

oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan

hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung

yodium. 1,2,3

Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.

Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar,

dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan

melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis

communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu

ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk

ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang

antara fascia media dan prevertebralis. 2,3

Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl.

cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.

paratracheales. 2,3

Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan

true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus

yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh

arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua

kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior

antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian

posterior antara kedua lobus tiroid. 2,3

Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior

dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a.

ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya,

persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior,

sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari

pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas isthmus,

sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan ventral dan dorsal

bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang menerima cairan limfe

dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral. 2,3

8

Page 9: LAPORAN KASUS BEDAH

Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas

kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.

laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara

menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen. 2,3

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar Thyroid.

C. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu Tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal

dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh

kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan

baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik

dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin

sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang

terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid

kelenjar tiroid. 1,2,3

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam

kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur

ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada globulin, globulin pengikat

tiroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin

(Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). 1,2,3

9

Page 10: LAPORAN KASUS BEDAH

Proses pembentukan hormon tiroid : 1,2,3

(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini

dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;

(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar

yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;

(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh

enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.

(4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan

menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat

terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena

lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar

lebih cepat.

(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi

(jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua

unsur I menjadi diiodotirosin).

(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika

monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi

triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi

tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak

larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh

senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut

protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon

tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini.

Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatan lebih lemah.

Metabolisme T3 dan T4 : 1,2,3

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian

T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi

T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan

hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3

(reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur

metabolisme pada tingkat seluler.

10

Page 11: LAPORAN KASUS BEDAH

Pengaturan faal tiroid : 1,2,3

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis

mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon

meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.

Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada

tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis

terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid.

11

Page 12: LAPORAN KASUS BEDAH

Gambar 3. Pengaturan sekresi hormon tiroid.

Efek metabolisme Hormon Tiroid: 1,2,3

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,

tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih

cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya

pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid

meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,

tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi

diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipotiroidisme.

12

Page 13: LAPORAN KASUS BEDAH

D. Histologi Kelenjar Tiroid

Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa

ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus

sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi

oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam

keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau

kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel

folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang

mengandung koloid. 3

Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen

eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan

gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan

dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak

dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada

keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah

menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-

kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells)

atau Hürthle cells. 3

Gambar 4. Histologi kelenjar tiroid normal.

E. Epidemiologi

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Namun, dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir

13

Page 14: LAPORAN KASUS BEDAH

tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang

semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan

karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring

dengan bertambahnya usia. Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr.

Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang

diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %)

dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma

multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki

(8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40

tahun berjumlah 65 orang (34,03 %). 4

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumnya

kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat

struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,

Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia

banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi. 4

Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati

yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia

penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu

hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti

yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin

dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti

Propylthiouraci, Lithium, Phenylbutazone, Aminoglutethimide, Expectorants yang

mengandung yodium secara berlebih. 4

Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang

merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus

anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium

radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana

sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi

setelah 5-25 tahun kemudian. 4,5

F. Etiologi

14

Page 15: LAPORAN KASUS BEDAH

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak

diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis

ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan,

yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating

hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak

meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya

nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak

akibat tiroiditis. 1,2,3,5

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid yang

merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain: 1,2,3,5

1. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang

kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah

pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,

lobak, kacang kedelai).

b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

G. Klasifikasi Struma

- Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi

Eutiroidisme, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. 2,3,6

1. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan

kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau

struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada

leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea. 2,3,6

2. Hipotiroidisme

15

Page 16: LAPORAN KASUS BEDAH

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar

untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien

hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai

kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia,sulit

berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi

berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. 2,3,6

3. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan

sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon

tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis

antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya

produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.

Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,

keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu

juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas,

mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi

otot. 2,3,6

- Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi

sebagai berikut :

1. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan

struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada

perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke

jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan

memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan

(struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan

hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang

16

Page 17: LAPORAN KASUS BEDAH

berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave, bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan. Perjalanan penyakitnya tidak

disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang

berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor

tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon

tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan

turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini

cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.

Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah beratdan mengancam jiwa

penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir

yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma

dan dapat meninggal. 2,3,6,7

2. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi

struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik

disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai

simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah

yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang

menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar

tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma

nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut

struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda

dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita

tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,

penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.

Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada

esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri

kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga

dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan

ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke

17

Page 18: LAPORAN KASUS BEDAH

dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah

endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi

gondok di atas 10 % - <20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di

atas 30 %. 2,3,6,7

H. Patogenesis Struma

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat

pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula

penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut

memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH

kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah

yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin

bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan

pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid

dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan

kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid,

penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses

peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang

didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon

tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium,

gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma

endemik). 3,4,7

I. Diagnosis

a. Gejala Klinis

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.

Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma

cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada

respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pada

penyakit ini tidak ditemukan keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.

Peningkatan metabolisme karena adanya hiperaktif dengan meningkatnya denyut

nadi, peningkatan simpatis seperti: jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,

berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. 2,3,5

18

Page 19: LAPORAN KASUS BEDAH

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan

keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma. 2,3,6,7

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran

makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi: 2,3,6,7

1. Bentuk kista : Struma kistik

- Mengenai 1 lobus

- Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

- Kadang Multilobaris

- Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

- Batas Jelas

- Konsistensi kenyal sampai keras

- Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa

adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

- batas tidak jelas

- Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

- Tampak pembuluh darah

- Berdenyut

- Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

- Kelenjar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

b. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang

berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.

Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen

yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan

pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan

pembengkakan. 7,8

2. Palpasi

19

Page 20: LAPORAN KASUS BEDAH

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,

leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid

dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 7,8

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal: 2,3,5,7

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak ada.

Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar

sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena

serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok endemik, Perez membagi

menjadi: 7,8

• Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

• Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala

ditegakkan

• Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal

• Derajat III : terlihat pada jarak jauh.

Gambar 5. Teknik palpasi kelenjar Thyroid.

3. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan T3 (Triodothyroxin) dan T4 (Tiroksin)

Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan

radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam

20

Page 21: LAPORAN KASUS BEDAH

serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita

penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120

ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang

dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk

mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.

Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. 2,3,7,8

B. Pemeriksaan Antibodi

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun. 2,3,9

- antibodi tiroglobulin

- antibodi mikrosomal

- antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

- antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

- thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

C. Pemeriksan Radiologis

1. Foto Rontgen

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya

deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara

klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan Lateral diperlukan

untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya,

bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-

scan leher. 2,3,7,8

2. USG

Pemeriksaan USG dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa

bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 2,3,9

- Dapat menentukan jumlah nodul

- Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

- Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

- Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

21

Page 22: LAPORAN KASUS BEDAH

- Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,

pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran

tiroid.

- Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah

- Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

D. Radioisotop

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radioisotop dengan memanfaatkan

metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa

menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi

kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran

sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses

trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya

ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan

fungsi dan sekaligus membedakan berbagai penyebab hipertiroidisme dan juga

menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Uji

tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid.

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan yang

utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI

peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium

radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Nilai normalnya 10-35%. Jika kurang dari

10% disebut menurun (hipotiroidisme), jika diatas 35% disebut meninggi

(hipertiroidisme). Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk: 7,8,9

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini

berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

4. Scintiscan yodium radio aktif dengan teknetium porkeknera, untuk melihat

medulanya.

22

Page 23: LAPORAN KASUS BEDAH

5. Sidik ultrasound untuk mendeteksi perubahan-perubahan kistik pada

medula tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji tangkap

tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan

menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi.

E. Pemeriksaan FNAB

Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle

aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan

sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan

secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. 2,3,7,8

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil

negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,

pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi

oleh ahli sitologi. 2,3,7,8

F. Pemeriksaan potong beku

(VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan

bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. 7,8,9

Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan

patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui

jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block. 7,8,9

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum: 7,8,9

• Sangat mencurigakan

- riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

- cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin

- nodul padat atau keras

- sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar

- paralisis pita suara

- metastasis jauh

• Kecurigaan sedang

23

Page 24: LAPORAN KASUS BEDAH

- umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun

- pria

- riwayat iradiasi pada leher dan kepala

- nodul >4cm atau sebagian kistik

- keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu

dan batuk.

• Nodul jinak

- riwayat keluarga: nodul jinak

- struma difusa atau multinodosa

- besarnya tettap

- FNAB: jinak

- kista simpleks

- nodul hangat atau panas

- mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

J. Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Pencegahan adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri

dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya struma adalah: 2,3,9,10

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku

makan.

rakatkan pemakaian garam yodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium

setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak

untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena

dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan

yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan

24

Page 25: LAPORAN KASUS BEDAH

dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air

minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di

daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah

semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita

hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis

sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3

tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc

dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc

2. Penatalaksanaan Medis

Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara

lain sebagai berikut:

1. Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien

hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak

dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang

dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.

Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik

atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan

makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan

kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan

mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu

pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian

diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup

memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium

untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. 1,2,3,7

Indikasi operasi pada struma adalah: 1,2,3,7

25

Page 26: LAPORAN KASUS BEDAH

- struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

- struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

- struma dengan gangguan tekanan

- kosmetik.

Kontraindikassi operasi pada struma: 1,2,3,7

- struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya

- struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang

belum terkontrol

- struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan

yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering

dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun

laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi

perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang

baik.

- struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena

metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan

sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan

sering hasilnya tidak radikal.

2. Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada

kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau

dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50

%. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga

memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak

meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.Yodium radioaktif

diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit

obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian

obat tiroksin. 1,2,3,7

3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini

bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu

26

Page 27: LAPORAN KASUS BEDAH

untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga

diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi

pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini

adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol. 1,2,3,7,8

K. Diagnosa Banding

1. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu: 2,3,4,6

- struma diffusa toksik

- struma nodular toksik

Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi

dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak

diberikan tindakan medis sementara, nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). 2,3,4

Struma Diffusa Toksik

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena

jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.

Penyebab tersering adalah penyakit Grave, bentuk tiroktosikosis yang paling

banyak ditemukan. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun

telah diiidap selama berbulan-bulan. Apabila gejala gejala hipertiroidisme

bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis

tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit

dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. 2,3,4

Struma Nodular Toksik

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid

yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan

hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummer’s disease) merupakan penyebab

hepertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease. 2,3,4

Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom

yang tipikal dengan hipertiroid seperti tidak tahan terhadap udara panas, palpitasi,

tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan

27

Page 28: LAPORAN KASUS BEDAH

saluran cerna. Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal

diantaranya anoreksia dan konstipasi. Komplikasi cardiovascular yang

mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit jantung kongestif ataupun angina. 5

Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang

berhubungan dengan obstruksi mekanik seperti dyspnea ataupun stridor.

Melibatkan saraf laryngeal superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara

menjadi serak. Obstruksi mekanis bisa menyebabkan terjadinya superior vena

cava syndrome berupa penekanan vena di leher dan kepala sehingga

menghasilkan Pemberton Sign. Kebanyakan pasien mengetahui mengalami

hipertiroidism ketika skrining rutin. Kebanyakan pada hasil lab

menunjukkan  penekanan TSH dengan level throxine (T4) yang normal. 5,6

Pemeriksaan fisik dijumpai pelebaran fisura palpebral, takikardia,

hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot

proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi. Nodul yang dominan ataupun

multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil

dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan USG. Stigmata Grave disease

seperti eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpai. 5,6

2. Tiroiditis

Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid yang ditandai dengan

pembesaran dan disfungsi kelenjar tiroid. Tiroiditis pada umumnya ditandai

dengan infiltrasi leukosit, fibrosis atau kedua-duanya di dalam kelenjar. Tiroiditis

dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut, sub akut, dan menahun: limfositik

(hashimoto), nonspesifik, fibrous-invasive (riedel). Pada penyakit tiroiditis ini

banyak menyerang wanita yang berumur antara 32-50 tahun. Inflamasi tiroiditis

terjadi 2-4 minggu sudah infeksi traktus respiratorius bagian atas. Biasanya

kelenjar dapat relatif keras tetapi sering kali sangat lunak. Penderita mengeluh

gejala-gejala penekanan pada leher, terutama bila menggerakkan kepala ke atas

dan ke bawah dan juga mengeluh kesulitan menelan, kelumpuhan pita suara

akibat keterlibatan nervus laringius rekurens jarang ditemukan. Penurunan berat

badan, kelelahan, tremor, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi,

pembesaran tiroid. 2,3,4

28

Page 29: LAPORAN KASUS BEDAH

3. Karsinoma tiroid

Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Karsinoma

tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan perjalanan

penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, walau sebagian

kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis yang buruk.

Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan secara cepat

apakah nodul tersebut jinak atau ganas. 4,6,7

Sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan

merupakan tipe papiler. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang

tidak jarang dikelirukan dengan hiperplasia nodular yang merupakan nodul

nonneoplastik ataupun dapat menyerupai morfologi adenoma folikular jinak.

Karsinoma papiler tiroid cenderung memiliki pertumbuhan yang lambat dan

prognosis yang baik, namun apabila tidak diterapi dengan tepat, keganasan ini

dapat mengalami metastasis ke kelenjar getah bening dan bahkan menyebar ke

organ jauh. 4,6,7

Terdapat beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu

tumor tiroid bersifat ganas, antara lain usia < 20 tahun atau >50 tahun, riwayat

terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak, pembesaran kelenjar tiroid yang

cepat, struma dengan suara parau, disfagia, nyeri spontan, riwayat keluarga

menderita kanker, struma hiperplasia yang tetap membesar setelah diberikan

tiroksin, dan sesak napas. Kebanyakan karsinoma tiroid bermanifestasi sebagai

struma mononodular dan multinodular. Sekitar 25% nodul tunggal yang muncul

merupakan karsinoma tiroid. Oleh karena itu, jika menghadapi penderita dengan

nodul tiroid tunggal, perlu dipertimbangkan faktor risiko dan ciri keganasan lain.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan dengan biopsi jarum halus, kecuali pada

karsinoma folikular. 4,6,7

4. Limfoma Maligna

Limfoma Maligna merupakan terminologi yang digunakan untuk

tumortumor pada sistem limfoid, khususnya untuk limfosit dan sel-sel prekursor,

baik sel-B, sel-T atau sel Null. Biasanya melibatkan kelenjar limfe tapi dapat juga

mengenai jaringan limfoid ekstranodal seperti tonsil, traktus gastrointestinal dan

29

Page 30: LAPORAN KASUS BEDAH

limpa.3 Limfoma malignant secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu:

Limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin. 7,8

Limfoma Hodgkin Dijumpai 30% dari semua limfoma insiden tidak berubah

berbeda dengan Non Hodgkin Lymphoma yang cenderung meningkat . Sering

dijumpai pada dewasa muda dan dimulai dari kelenjar getah bening leher dan

berpindah ke KGB lainnya. 7,8

Limfoma non-Hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit yang

berasal dari limfosit B, limfosit T dan sangat jarang berasal dari Natural Killer cell

yang berada dalam system limfe, yang sangat heterogen. 7,8

Gejala kedua jenis limfoma meliputi pembengkakan kelenjar getah bening

tanpa rasa sakit yang terlibat, dan gejala lebih lanjut tergantung pada lokasi dan

luasnya (penyebaran) dari kanker. Limfoma Hodgkin lebih mungkin untuk mulai

pada kelenjar getah bening pada tubuh bagian atas (seperti di leher, ketiak, atau

dada), tetapi kedua jenis limfoma dapat ditemukan di mana saja di tubuh. Kedua

jenis limfoma juga dapat dikaitkan dengan gejala umum penurunan berat badan,

demam, dan berkeringat di malam hari. 7,8

L. Komplikasi

- Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan

(karsinoma tiroid). 1,2,3

- Komplikasi post operasi: perdarahan, lesi n.laringeus superior, kerusakan

n.rekuren. 1,2,3

M. Prognosis

Prognosis struma nodosa non toksik baik. Umumnya, struma nodosa non

toksik tumbuh sangat lambat selama bertahun-tahun. Pertumbuhan yang cepat

harus dievaluasi baik degenerasi maupun perdarahan dari nodul atau pertumbuhan

neoplasma. Seringkali, pada pasien dengan perkembangan yang progresif dengan

disfagia signifikan atau dyspnea harus dievaluasi untuk dilakukan Subtotal

Tiroidektomi. Pada beberapa pasien, terapi yodium radioaktif dapat

dipertimbangkan, terutama pada pasien yang lebih tua.10

Semua struma harus dipantau dengan pemeriksaan dan biopsi untuk

kemungkinan transformasi ke malignansi yang mana dapat ditandai oleh

30

Page 31: LAPORAN KASUS BEDAH

perubahan mendadak dalam ukuran, nyeri atau konsistensi. Risiko meningkat

pada pasien yang terpapar radiasi. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidrajat R. De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.

2. Djokomoeljanto. Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya. In

Sudoyo A.W, et all. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.

Jakarta: Internal Publishing. 2009.

3. Guyton, AC, Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2009.

4. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Volume 2 Edisi VI. EGC. 2007.

5. Corenblum, B, Adediji, OS. 2010. Goiter, Diffuse Toxic. eMedicine

Specialties Endocrinology. Dikutip dari:

http://www.emedicine.com/med/topic917.html

6. Davis, AB, Orlander, PR. 2010. Goiter, Toxic Nodular. eMedicine Specialties

Endocrinology. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic920.html

7. Dorion, D, Lemaire, D. 2008. Thyroid Anatomy. eMedicine Specialties

Endocrinology. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.html

8. Lee, SL, Ananthakrishnan, S. 2010. Goiter, Non Toxic. eMedicine Specialties

Endocrinology. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.html

9. Mulinda, JR, Goiter. 2009. eMedicine Specialties Endocrinology. Dikutip

dari: www.emedicine.com/med/topic916.html

31

Page 32: LAPORAN KASUS BEDAH

10. Lee, Stephanie. 2013. NonToxic Goiter. eMedicine Specialties

Endocrinology. Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/120392-

followup#e5

11. Mulinda, James R. 2014. Goiter. eMedicine Specialties Endocrinology.

Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/120034-followup#e6

32