Laporan Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan

Embed Size (px)

Citation preview

23

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangIndonesia membentang sejauh 5000 km dari Sumatra di bagian barat hingga Irian Jaya di bagian timur. Indonesia merupakan negara archipelago (nusantara) terbesar di dunia dengan luas teritorial daratan dan lautan kira-kira 7,7 juta km2, terdiri atas 17.500 pulau dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Hanya Kanada yang memiliki garis pantai yang lebih panjang dan itupun sebagian besar terkepung es, dengan begitu Indonesia memiliki garis pantai aktif yang potensial secara ekonomis yang terbesar di dunia. Hampir 75% dari wilayah terdiri dari perairan pesisir dan lautan termasuk 3,1 juta km2 lautan teritorial dan archipelago serta 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Parry, 1996).Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam. Menurut Giesen (1993) menyebutkan luas mangrove di Indonesia 2,5 juta hektar. Hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya alam yang potensial telah lama diusahakan. Pada mulanya bentuk pemanfaatan oleh masyarakat pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya antara lain dengan penebangan hutan mangrove untuk memperoleh kayu bakar, arang, daun-daun untuk atap rumah dan sebagainya; serta penangkapan ikan, udang dan jenis-jenis biota air lainnya. Dan perkembangan selanjutnya pemanfaatan ini berkembang ke arah bentuk pengusahaan yang bersifat komersial dan dilakukan secara besar-besaran, baik dalam bentuk pengusahaan hutan bakau yang dilakukan pada areal hutan yang tetap dengan pola yang teratur oleh perusahaan perkayuan maupun untuk usaha pertambakan yang makin bertambah meluas. Disamping itu dengan adanya pertambahan penduduk yang main meningkat, bentuk pemanfaatan tidak saja dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dari hutan tersebut, tetapi malah berkembang ke bentuk pemanfaatan lahannya sendiri untuk usaha-usaha lainnya seperti untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman. Dengan semakin lajunya pemanfaatan hutan mangrove yang terkait pada berbagai sektor usaha, maka segala bentuk pemanfaatan ini kemudian diatur dan dikelola secara sektoral (departemental). Pada saat ini penataan mangrove belum dilakukan secara keseluruhan. Selain itu adalah demografi belum terkendali dan dinamika hutannya sendiri belum diungkapkan secara, maka sampai sekarang kegiatan-kegiatan yang ada masih berjalan sendiri-sendiri baik yang dilakukan oleh instansi yang berkepentingan maupun oleh masyarakat terutama penduduk yang berdekatan dengan kawasan hutan mangrove.Ketidak-tahuan akan nilai ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu : (1) kebanyakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove tidak diperdagangkan di pasar, sehingga tidak memiliki nilai yang dapat diamati, dan (2) beberapa dari barang dan jasa tersebut berada jauh dari ekosistem mangrove sehingga penghargaan terhadap barang dan jasa tersebut sering dianggap tidak ada kaitannya dengan mangrove (misalnya produktivitas perairan hasil dari kontribusi mangrove, yang menyebabkan banyaknya ikan, udang, kepiting, moluska disuatu wilayah perairan pantai yang jauh dari hutan mangrove seperti di laut Kwandang, Gorontalo)Berdasaran latar belakang tersebut maka dianggap perlu untuk melakukan praktek lapang ekonomi sumberdaya dan lingkungan untuk mengetahui nilai valuasi ekonomi dari ekosistem mangrove.B. Tujuan dan ManfaatTujuan di adakannya praktek lapang yaitu untuk mengetahui jenis-jenis mangrove dan jenis-jenis organisme yang berasosiasi pada ekosistem hutan mengrove serta untuk mengetahui nilai ekonomi dari manfaat langsung ekosistem mangrove di Teluk Kendari.Sedangkan manfaatnya dari praktek lapang ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi tantang kawasan ekosistem mangrove bagi yang membutuhkan, masukan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan mangrove.

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Ekosistem MangroveKata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam Supriharyono, 2000).Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).

Gambar 1. Hutan MangroveMenurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000). Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya. Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis, hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk kehidupan biotanya. Misalnya: sebagai tempat pencarian pakan, pemijahan, asuhan berbagai jenis ikan, udang dan biota air lainnya; tempat bersarang berbagai jenis burung; dan habitat berbagai jenis fauna. Secara ekonomis, hutan mangrove merupakan penyedia bahan bakar dan bahan baku industri (Nugroho, Setiawan dan Harianto, 1991).Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah mangal apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan mangrove untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.

B. Zonasi Ekosistem MangroveEkosistem mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna, estuaria, dan endapan lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis namun labil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan perairan/tanah di bawahnya merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Dinamis, karena hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Nugroho, Setiawan dan Harianto, 1991).Vegetasi mangrove biasanya tumbuh di habitat mangrove membentuk zonasi mulai dari daerah yang paling dekat dengan laut sampai dengan daerah yang dekat dengan daratan. Pada kawasan delta atau muara sungai, biasanya vegetasi mangrove tumbuh subur pada areal yang luas dan membentuk zonasi vegetasi yang jelas. Sedangkan pada daerah pantai yang lurus, biasanya vegetasi mangrove tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt dengan komposisi yang hampir seragam (Nirarita, dkk, 1996).

Gambar 2. Zonasi ekosistem mangroveIdentifikasi zonasi didasarkan pada jenis mangrove atau kelompok jenis mangrove dan dinamakan sesuai dengan jenis vegetasi yang dominan, yang tumbuh pada areal tertentu. Beberapa faktor penting yang dianggap paling berperan dalam pembentukan zonasi mangrove antara lain sebagai berikut :a. pasang surut air laut yang secara langsung mengontrol ketinggian muka air dan salinitas air serta tanahb. tipe tanah yang berkorelasi langsung dengan aerase, draenase dan tinggi muka airc. kadar garam air dan tanah d. cahaya yang berkorelasi langsung dengan daya tumbuh semaiane. pasokan dan aliran air tawarSecara umum, zona yang paling dekat dengan laut (berhadapan langsung dengan laut) didominasi oleh jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia. Sedangkan zona pertengahan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora dan kadang juga ditemui jenis Bruguiera. Zona yang paling dekat dengan daratan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera.Menurut Giesen dkk (1997), zonasi yang paling umum dijumpai ada empat macam, yaitu :a. The Exposed Mangrove (zona terluar, paling dekat dengan laut). Secara umum zona ini didominasi oleh Sonneratia alba, Avicennia alba dan Avicennia marinab. Central Mangrove (zona pertengahan antara lat dan darat). Secara umum zona ini didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora, kadang juga ditemui jenis-jenis Bruguierac. The Rear Mangrove (back mangrove, landward mangrove, areal yang paling dekat dengan daratan). Zona ini biasanya tergenangi oleh pasang tinggi saja. Seringkali didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Lumnitzera, Xylocarpus dan Pandanus spd. Brackish Stream Mangrove (aliran sungai dekat mangrove yang berair payau). Pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa frutican dan kadang dijumpai Sonneratia caseolaris serta Xylocarpus granatum.

C. Fungsi Dan Manfaat Ekosistem MangroveHutan mangrove atau bakau merupakan salah satu ekosistem yang banyak dijumpai di muara sungai, daerah pasang surut maupun pantai yang mempunyai peran yang sangat penting pada daerah tersebut. Beberapa fungsi penting dari hutan mangrove adalah sebagai pelindung alami yang efektif untuk menahan erosi pantai, untuk menunjang keseimbangan habitat pantai, mensuplai makanan dan kayu bakar untuk penduduk sekitar, dan merupakan salah satu faktor kunci dalam fenomena pemanasan global (global warming) (Horise dkk, 2004).Sebagaiman telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) :1. Fungsi ekologis : pelindung garis pantai dari abrasi, mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan, mencegah intrusi air laut ke daratan, tempat berpijah aneka biota laut, tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga, sebagai pengatur iklim mikro.2. Fungsi ekonomis : penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan), penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna), penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung, pariwisata, penelitian, dan pendidikan.Hutan mangrove mempunyai multifungsi yaitu fungsi hayati, fungsi fisik dan fungsi kimiawi. Sebagai penyumbang kesuburan perairan sudah tidak bisa disangkal lagi karena kawasan hutan mangrove merupakan perangkap nutrisi dan bahan organik yang terbawa aliran sungai dan rawa. Bahan organik mengalami penghancuran oleh fauna hutan mangrove dan selanjutnya proses dekomposisi oleh jasad renik menjadi berbagai senyawa yang lebih sederhana. Bersama dengan nutrisi yang dibawa sungai, bahan tersebut diserap oleh tumbuh-tumbuhan (Suwelo dan Manan, 1986).Secara fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai benteng atau pelindung bagi pantai dari serangan angin, arus dan ombak dari laut. Hutan mangrove dapat diandalkan sebagai benteng pertahanan terhadap ombak yang dapat merusak pantai dan daratan pada keseluruhannya (Abdullah, 1984).

D. Organisme Yang Berasosiasi Dengan Ekosistem MangroveSelain tumbuhan, banyak jenis binatang yang berasosiasi dengan mangrove, baik di lantai hutan, melekat pada tumbuhan mangrove dan ada pula beberapa jenis binatang yang hanya sebagian dari daur hidupnya membutuhkan lingkungan mangrove. Jenis ini terutama Crustaceae, Mollusca dan ikan. Hal ini menunjukkan pentingnya mangrove bagi kehidupan binatang (Atmawidjaja, 1997).Produksi ikan dan udang di perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan mangrove (Coto et al., 1986). Kelompok moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove. Selain ikan, udang, dan moluska, biota yang juga banyak ditemukan di perairan pantai mangrove adalah cacing laut (polychaeta). Polychaeta secara ekologi berperan penting sebagai makanan hewan dasar seperti ikan dan udang (Bruno et al., 1998). Pada ekosistem terumbu karang, polychaeta turut menyumbang kalsium karbonat (CaCO3). Spesies tertentu seperti Capitella capitata dapat digunakan sebagai indicator pencemaran perairan (Poclington dan Wells, 1992).E. Teori Valuasi Ekonomi SumberdayaMenurut Marx (1883, dalam Suparmoko, 2006), selama sumberdaya alam itu belum dicampuri oleh tenaga manusia, maka sumberdaya alam itu tidak mempunyai nilai. Sebaliknya, menurut para ahli ekonomi klasik segala sesuatu yang dapat dijualbelikan pasti mempunyai nilai. Dalam hal ini nilai dibedakan dengan harga, harga selalu dikaitkan dengan jumlah rupiah yang harus dibayarkan untuk memperoleh suatu barang, sedangkan nilai suatu barang tidak selalu dikaitkan dengan jumlah rupiah tetapi termasuk manfaat dari barang tersebut bagi masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar pemikiran tersebut terjadi kecenderungan pengambilan berlebihan dan pemborosan sumberdaya. Kemudian Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasikan nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai social yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat. Sedangkan Pearce (1992 dalam Munasinghe, 1993) membuat klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh.Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan kehendak untuk membayar (willingness to pay) dari banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud. Pada gilirannya, kehendak untuk membayar merefleksikan preferensi individu untuk suatu barang yang dipertanyakan. Jadi dengan demikian, valuasi ekonomi dalam konteks lingkungan hidup adalah tentang pengukuran preferensi dari masyarakat untuk lingkungan hidup yang baik dibandingkan terhadap lingkungan hidup yang jelek. Valuasi merupakan fundamental untuk pemikiran pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hal yang sangat penting untuk dimengerti adalah, apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan valuasi ekonomi. Hasil dari valuasi dinyatakan dalam nilai uang (money tems) sebagai cara dalam mencari preference revelation, misalnya dengan menanyakan "apakah masyarakat berkehendak untuk membayar?". Lebih lanjut dinyatakan bahwa penggunaan nilai uang memungkinkan membandingkan antara "nilai lingkungan hidup (environmental values)" dan "nilai pembangunan (development values)" (Cserge, 1994).F. Metode Valuasi EkonomiValuasi ekonomi adalah suatu upaya untuk memberikan nilai kauntitif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar tersedia atau tidak (Fuazi, 1999).1. VegetasiPengambilan contoh untuk analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan transek garis (line transec). Tahapan dalam mengambil data transek yaitu menarik meteran ke arah laut dengan posisi awal yang telah diberi tanda (patok atau pengecatan pohon dan menentukan blok (petak contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis transek berbentuk bujursangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk pengamatan fase pohonn (Fahrudin 1996).2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Volume Tegakan Analisis volume tegakan dilakukan untuk mengetahui besar dari volume kayu mangrove yang ada. Untuk mendapatkan volume kayu, maka harus diketahui terlebih dahulu nilai dari tinggi dan juga keliling lingkaran setinggi dada (1,3 m) pohon yang menjadi sampel. Data yang diperoleh dimasukkan dalam data sheet.No Jenis Mangrove Diameter (cm) Tinggi (m) Volume Kayu (m3)

1

2

Dalam Santoso (2005) volume kayu mangrove ini didapat dengan menggunakan persamaan:V = (Lbd x t ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. ..... . .. . (1)Dimana: V = Volume Lbd = luas bidang dasar {[(diameter/100) x 0.5] 2} x 3.14 T = tinggi (m) = 3,14Analisis volume tegakan yang didapat ini akan menggambarkan kondisi dari hutan mangrove pada tiap hektar. Selain itu juga dapat dijadikan perhitungan awal dari nilai ekonomi potensi kayu mangrove. Nilai tegakan dapat diketahui dengan menghitung kubikasi kayu yang dihasilkan, dikalikan dengan harga jual tiap m3 dikalikan dengan luasan kemudian dikurangi dengan biaya operasional (Ridwansyah 2007).3. Indeks Nilai PentingKondisi ekologis hutan mangrove dapat diketahui dengan menggunakan beberapa jenis perhitungan, yaitu kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area enutupan, dan Indeks Nilai Penting (INP) dari tiap jenis. Untuk mencari nilai INP digunakan tiga perhitungan, yaitu nilai kerapatan tiap jenis, nilai frekuensi tiap jenis, dan nilai dari penutupan tiap jenis. Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu area. Persamaan untuk mencari kerapatan jenis adalah:Di = ni / A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2)Dimana: Di = Kerapatan jenis ke i Ni = Jumlah total tegakan dari jenis ke - i A = Luas total area pengambilan contohSetelah nilai dari kerapatan jenis ini didapat, langkah selanjutnya adalah mencari nilai dari kerapatan relatif jenis (RDi). Kerapatan relatifjenis adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (n), dengan persamaan:RDi = (ni / n) x 100 . . . . . . .. .. ..... . . . . . . . . . (3)Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu area. persamaan dari penutupan jenis adalah:Ci = BA / A . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . .(4)Dimana: BA = DBH2/A; ( = 3,14) DBH = diameter batang pohon jenis ke i DBH = CBH/; CBH adalah lingkar pohon setinggi dadaA = luas total area pengambilan contohSetelah nil penutupan relatif jenis (RCi). Nilai penutupan relatif jenis adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (C), dengan persamaan:RCi = ( Ci / C ) x 100 . . . . . . . ... . ... . . . . . . . (5)Nilai yang terakhir yaitu nilai frekuensi tiap jenis. Frekuensi jenis sendiri merupakan peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh / plot yang diamati:Fi = Pi / P . . . . . . . . . . .. . . . . . . . ... . . . . . . . . .(6)Dimana, Fi adalah frekuensi jenis i, Pi adalah jumlah petak contoh / plot dimana ditemukan jenis i. Sedangkan P adalah jumlah total petak contoh/plot. Setelah nilainya didapat, selanjutnya adalah menghitung nilai frekuensi relatif jenis yang merupakan perbandingan antara frekuensi jenis I (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (F):RFi = (Fi / F) x 100) . . .. . . . . . ... . . ....... .. . . (7)Indeks nilai penting adalah jumlah nilai kerapatan jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi).INP = RDi + RFi + RCi. . . .. . . . ..... . .. . . .. . . . .(8)Nilai penting ini untuk memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem tersebut. Indeks nilai penting emiliki kisaran antara 0-300. (Santoso, 2005).3. Valuasi Ekonomi Hutan MangroveMurut Ridwansyah M, 2007. Penilaian ekonomi sumberdaya mangrove dilakukan dengan menggunakan dua tahap pendekatan: 1. Identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi sumberdaya hutan mangrove. 2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang

1. Identifikasi Manfaat dan Fungsi yang terkait dengan Hutan MangroveMenurt Pardede B, 2005. Nilai ekonomi suatu sumberdaya hutan mangrove dibagi menjadi nilai penggunaan dan nilai non penggunaan. Nilai penggunaan dibagi menjadi dua, yaitu nilai langsung dan nilai tidak langsung. Nilai non penggunaan dibagi menjadi tiga, yang meliputi nilai manfaat pilihan, nilai manfat keberadaan, dan manfaat pewarisan.a. Nilai manfaat langsung (direct use value)Nilai manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung dari suatu sumberdaya. Manfaat langsung bisa diartikan manfaat yang dapat dikonsumsi. Nilai manfaat langsung hutan mangrove dihitung dengan persamaan:DUV = DUVi . . . . . . . .. . .. . . . . . . . . . . . . .(8) Dimana: DUV = Direct use value DUV 1 = manfaat kayu DUV 2 = manfaat penangkapan ikan DUV 3 = manfaat pengambilan daun nipah DUV 4 = manfaat penangkapan kepitingb. Nilai manfaat tidak langsung (indirect use value)Manfaat tidak langsung adalah nilai manfaat dari suatu sumberdaya (mangrove) yang dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat. Manfaat tidak langsung hutan mangrove dapat berupa manfaat fisik yaitu sebagai penahan abrasi air laut. Penilaian hutan mangrove secara fisik dapat diestimasi dengan fungsi hutan mangrove sebagai penahan abrasi.A. Manfaat pilihan (option value)Manfaat pilihan untuk hutan mangrove biasanya menggunakan metode benefit ransfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) lalu benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan. Metode tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem mangrove tersebut. Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996), hutan mangrove Indonesia mempunyai nilai biodiversity sebesar US$1,500 per km2. Nilai ini dapat dipakai di seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap dipelihara secara alami. Nilai manfaat pilihan ini diperoleh dengan persamaan:OV = US$15 per ha x luas hutan mangrove . ... . (9)Dimana: OV = option value2. Kuantifikasi Manfaat ke dalam Nilai UangSetelah seluruh manfaat dapat diidentifikasi, selanjutnya adalah mengkuantifikasi seluruh manfaat ke dalam nilai uang dengan beberapa nilai yaitu:a. Nilai pasar Pendekatan nilai pasar ini digunakan untuk menghitung nilai ekonomi dari komoditaskomoditas yang langsung dapat dimanfaatkan dari sumberdaya mangrove. b. Harga tidak langsung Pendekatan ini digunakan untuk menilai manfaat tidak langsung dari hutan mangrove. c. Contingent value method Pendekatan CVM digunakan untuk menghitung nilai dari suatu sumberdaya yang tidak dijual di pasaran, contohnya nilai keberadaan.d. Nilai manfaat ekonomi total Nilai manfaat total dari hutan mangrove merupakan penjumlahan seluruh nilai ekonomi dari manfaat hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasikan. Nilai manfaat total tersebut menggunakan persamaan:TEV = DV + IV + OV + EV . . . . . . . . . . (11) Dimana: TEV = Total economic value DV = Nilai manfaat langsung IV = Nilai manfaat tidak langsung OV = Nilai manfaat pilihan EV = Nilai manfaat keberadaanIII. METODE PRAKTEKA. Waktu dan tempatPraktek lapang ini dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 26 Mei 2013, pukul 10.00 12.00 WITA, bertempat di Ekosistem Hutan Mangrove, Teluk Kendari.

B. Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktik lapang Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1 adalah sebagai berikut :Tabel 1. Alat dan Bahan Serta Kegunaanya pada praktek lapang Ekonomi Sember daya dan Lingkungan.No.Alat dan bahanSatuanKegunaan

1.Alat

Meteran mSebagai alat pengukuran

Tali rafia-Sebagai batasan transek

Alat tulis menulis -Untuk mencatat hasil pengamatan

PatokBatangSebagai penanda petakan.

Kantong plastik-Sebagai tempat menyimpan organisme yang ditemukan

Kamera-Untuk pengambilan dekumentasi

2.Bahan

Mangrove Burungo Kalandue---Sebagai objek pengamatanSebagai objek pengamatanSebagai objek pengamatan

C. Prosedur kerjaProsedur kerja pada praktikum lapang Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan ini adalah sebagai berikut:1. Membuat transek kuadrat 10 x 10 m untuk pengukuran tegakan mangrove2. Dalam transek 10 x 10 m dibuat plot 1 x 1 m sebanyak 3 plot yang diletakan secara acak untuk pengamatan organisme 3. Untuk transek 10 x 10 m dilakukan pengamatan volume pohon mangrove, jumlah tegakan dan tinggi.4. Untik plot 1 x 1 m, mengidentifikasi jumlah dan jenis organisme.5. Menganalisis hasil pengukuran.

D. Analisis Data1. Kepadatan Kepadatan organisme dihitung dengan menggunakan rumus persamaan kepadatan menurut Beligen (2004), Dimana :K = kepadatan (individu/hektar)Ni = Jumlah individu ke iA = Luas total (hekta)

2. Volume tegakan pohon berdiriAnalisis volume tegakan dilakukan untuk mengetahui besar dari volume kayu mangrove, digunakan persamaan sebagai berikut: Untuk mencari diameter tengah digunakan persamaan diatas Dimana :V = Volume tegakan pohon (m3)d = Diameter tengah (m)h = tinggi pohon (m)

3. Valuasi ekonomiValuasi ekonomi hutan mangrove dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:EV = P.QDimana : P = Harga Q = kuantitas

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum LokasiWilayah pantai Teluk Kendari mempunyai morfologi yang beragam yaitu permukiman penduduk di bagian utara, pertambakan di bagian selatan, dan ekosistem mangrove di bagian barat. Kerapatan mangrove pada wilayah ini relatif tipis (20 hingga 100 meter) dan bahkan pada lokasi tertentu ada yang sudah hilang sama sekali sebagai akibat konversi menjadi tambak secara total. Perairan Teluk Kendari yang terletak di tengah kota Kendari diperkirakan memiliki luas 10,84 km2 dan memiliki panjang garis pantai 35,85 km. Secara geografis Teluk Kendari berada pada posisi 3o5834o311LS membentang ke sebelah timur 122o32122o36BT dengan batasan wilayah :1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kendari dan Kendari Barat2. Sebelah timur berbatasan dengan Bungkutoko3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Poasia dan Kecamatan Abeli4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Kambu.

Gambar 3. Hutan MangrovePerairan Teluk Kendari diperkirakan memiliki luas 10,84 km2 1.084 hektar berbentuk pantai melingkar dan melebar ke arah daratan yang ada di bagian barat sedangkan mulut teluk menyempit dan menghadap perairan Laut Banda. Pada bagian mulut teluk terdapat pulau kecil Bungkutoko, sehingga bentuk perairan Teluk Kendari menjadi relatif tertutup.

B. Hasil PengamatanJenis-jenis mangrove dan organisme yang di temukan di teluk kendari pada ekosistem mangrove dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Data pengamatan pada ekosistem mangroveNoJenisJumlah

1Mangrove

Apiculata12

2Organisme

Burungo (Telescopium telescopium)12

Kalndue (Polymesoda sp.)7

Tabel 3. Hasil pengamatan volume dan diameter pohon mangroveNo Jenis MangroveKeliling

Diameter(cm) Tinggi (m) Volume Kayu (m3)

1R. apiculata pohon 174 cm0,23 m11 m0,05 m3

2R. apiculata pohon 264 cm0,20 m10,5 m0,23 m3

3R. apiculata pohon 369 cm0,21 m13 m 0,28 m3

4R. apiculata pohon 434 cm0,10 m10 m0,06 m3

5R. apiculata pohon 57 cm0,22 m3 m0,08 m3

6R. apiculata pohon 612 cm0,04 m4 m0,002 m3

7R. apiculata pohon 755 cm0,17 m9 m0,14 m3

8R. apiculata pohon 838 cm0,12 m6 m0,04 m3

9R. apiculata pohon 942 cm0,13 m6,5 m0,06 m3

10R. apiculata pohon 1024 cm0,08 m5 m0,016 m3

11R. apiculata pohon 11 73 cm0,29 m10 m0,27 m3

12R. apiculata pohon 1234 cm0,11 m5,5 m0,036 m3

Total volume pohon mangrove = 0,05 + 0,23 + 0,28 + 0,06 + 0,08 + 0,002 + 0,14 + 0,04 + 0,06 + 0,016 + 0,27 + 0,036 (m3) = 1,264 m3

Tabel 4. Data kepadatan organisme pada ekosistem MangroveNoOrganismeKepadatan

1Burungo (Telescopium telescopium)40000 ekor/ha

2Kalandue (Polymesoda sp.)23333,33 ekor/ha

Tabel 5. Nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove di teluk kendariNoJenis Valuasi EkonomiJumlah (20 Ha)Satuan Harga/satuanNilai Valuasi

1Kayu bakar2528m31.500.0003.792.000.000

2Burungo (Telescopium telescopium)800.000Liter15.00048.000.000

3Kalandue (Polymesoda sp.)466.660Liter15.00055.999.200

Total Rp 9.439.920.000

C. PembahasanPada hakekatnya dalam perhitungan nilai valuasi suatu sumberdaya maupun jasa selalu dibandingkan dengan nilai kegunaan atau manfaat sumberdaya atau jasa tersebut, dan penilaian tersebut selalu dinyatakan dalam nilai nominal uang. Sebaliknya nilai nominal uang yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu transaksi sumberdaya dan jasa membutuhkan pernyataan yang membandingkan kedua hal tersebut antara nilai pakai dan nominal yang sesuai. Hal ini sesuai dengan pernyataan baderan (2013) yang menyatakan bahwa Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan valuasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai riil yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut.Praktek lapang ekonomi sumberdaya dan lingkungan dilakukan dengan menghitung nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove salah satunya dengan melihat manfaat langsung ekosistem mangrove seperti manfaat kayu bakar, manfaat burungo, dan manfaat kalandue hal ini sesuai dengan pernyataan bengen (2001) yang menyatakan bahwa Nilai manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung dari suatu sumberdaya. Manfaat langsung bisa diartikan manfaat yang dapat dikonsumsi.Praktek lapang ekonomi sumberdaya dan lingkungan kali ini untuk menentukan nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove maka perlu diketahui beberapa asumsi yaitu luas ekosistem mangrove teluk kendari 20 Ha, harga kayu bakar Rp 1.500.000/m3, harga burungo Rp 15.000/liter, harga kalandue Rp 15.000/liter.1. Manfaat Kayu BakarManfaat mangrove sebagai kayu bakar telah dirasakan oleh hampir sebagian besar masyarakat yang tinggal disekitar teluk kendari. Hal tersebut dapat dilihat pada aktifitas masyarakat yang memanfaatkan potongan-potongan pohon mangrove yang kering dijadikan sebagai kayu bakar. Selain itu nilai jual kayu bakar yang cukup mahal menjadikan masyarakat disekitar teluk kendari untuk menjual kayu bakar dari potongan pohon mangrove tersebut.Nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove sebagai kayu bakar dapat dihitung dengan beberapa tahapan metode dengan memulai menghitung kepadatan pohon mangrove dalam transek 10x10m dengan asumsi bahwa luas ekosistem mangrove teluk kendari 20 Ha. Hasil perhitungan kepadatan pohon mangrove dalam transek 10x10m didapatkan sebanyak 12 pohon mangrove jenis R.apiculata. Maka kepadatan pohon mangrove dalam luas area teluk kendari tersebut diperkirakan sebanyak 1200 pohon. Pada praktek kali ini diasumsikan bahwa untuk menghitung valuasi ekonomi mangrove maka ditentukan nilai jual kayu bakar sebesar Rp 1.500.000/m3 dengan luas area 20 Ha. volume tegakan pohon mangrove menentukan nilai manfaat kayu bakar, nilai volume tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Total volume tegakan pohon mangrove pada daerah sampel (transek 10x10m) adalah 1,264 m3 dengan hasil pengukuran dalam sampel tersebut sehingga didapatkan volume pohon mangrove dalam area teluk kendari siktar 2528 m3, jadi nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove sebagai kayu bakar adalah hasil perkalian antara jumlah volume pohon mangrove (kuantitas) dengan harga persatuan kayu bakar atau 2528m3 x Rp 1.500.000 = Rp 3.792.000.000,00.Melihat besarnya nilai valuasi dari manfaat langsung ekosistem mangrove sebagai kayu bakar maka penting ekosistem mangrove terus dijaga keberadaannya sehingga dapat dijadikan sebagai mata pencaharian masyarakat sekitar teluk kendari. Ada dua kemungkinan pandangan masyarakat yang memanfaatkan pohon mangrove menjadi kayu bakar sebagai mata pencaharian utama, yang pertama kemungkinan masyarakat mengambil kayu mangrove secara liar atau tanpa memikirkan keberlangsungan ekosistem didalamnya sehingga ekosistem mangrove menjadi rusak dan tidak seimbang. Kemungkinan kedua yaitu masyarakat menjadi prihatin dan lebih menghargai keberadaan ekosistem mangrove karena memiliki nilai manfaat yang tinggi sehingga bergerak untuk melestarikan dan menanam kembali ekosistem yang telah rusak.Kemungkinan negative dari pandangan tersebut dapat dihindari apabila ada sosialisasi yang bersifat membangun ekosistem wilayah pesisir, dan membuat kebijakan tentang daerah konservasi hutan mangrove.2. M\anfaat BurungoPada praktek lapang ekonomi sumberdaya dan lingkungan didapatkan beberapa jenis organism yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti burung (Teleskopium teleskopium) dan kalandue (Polimesoda sp.) yang merupakan golongan filum moluska. Hal inisesuai dengan pernyataan Atmawidjaja (1997), yang menyatakan bahwa Selain tumbuhan, banyak jenis binatang yang berasosiasi dengan mangrove, baik di lantai hutan, melekat pada tumbuhan mangrove dan ada pula beberapa jenis binatang yang hanya sebagian dari daur hidupnya membutuhkan lingkungan mangrove. Jenis ini terutama Crustaceae, Mollusca dan ikan. Hal ini menunjukkan pentingnya mangrove bagi kehidupan binatang.Burongo adalah organisme invertebrate yang sebagian besar hidupnya tinggal di daerah substrat lumpur berpasir utamanya di daerah ekosistem mangrove. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyono, (2006), yang menyatakan bahwa Kerang dan siput ada yang membenamkan diri di dalam pasir dan lumpur, bersembunyi di balik batu, kayu dan akar tanaman laut, ada yang menempel pada batu dan tonggak kayu, dan ada yang bebas merayap di permukaan habitat.Sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal burungo namun dengan sebutan nama yang berbeda-beda tiap daerah, hal ini dikarenakan nilai ekonomis burungo menjadi penting ketika burungo diubah menjadi makanan yang enak dan bergizi. Selain itu, kulit burungo dapat dijadikan sebagai perhiasan yang unik. Nilai-nilai tersebut akan menjadi tinggi ketika sumberdaya manusia yang mengolahnya tersedia dengan cukup ilmu. Selain manfaat tersebut masih banyak manfaat-manfaat yang didapat dari burungo.Untuk memastikan nilai dari keberadaan burungo dalam ekosistem mangrove maka perlu dilakukan perhitungan nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove pada manfaat burungo. Perhitungan yang dilakukan sama dengan perhitungan valuasi pohon mangrove sebagai kayu bakar yaitu perkalian antara jumlah burungo yang dinyatakan dalam asumsi 20 Ha dengan harga burungo perliter. Sebelum dilakukan perkalian tersebut maka terlebih dahulu mengkonversi jumlah kalandue dalam satuan liter. Didapatkan hasil 466.660 ekor burungo dalam 20 Ha dan jumlah burongo perliter 125 ekor. Maka konversi jumlah burungo dalam satuan liter sebesar 3733,28 liter. Hasil tersebut dikali dengan harga burungo perliter yaitu 3733,28 x Rp 15.000 = Rp 55.999.200. dari hasil tersebut maka jelas keberadaan burungo dalam ekosistem mangrove menjadi penting untuk terus dilestarikan sehingga menjadi kesempatan bisnis untuk masyarakat Indonesia pada umumnya. Manfaat langsungnya pun dapat dirasakan dari nilai gizi yang terkandung dalam burungo sangat tinggi hal ini sesuai dengan pernyataan Romimohtarto, (2005), yang menyatakan bahwa Pada umumnya filum Mollusca mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia yaitu sebagai sumber makanan dan protein hewani, misalnya pada berbagai jenis kerang, tiram, cumi-cumi, siput darat atau bekicot. Cangkang dari moluska dapat dijadikan sebagai industri kerajinan yaitu sebagai perhiasan, aksesoris dan bahan industri lainnya, dan disamping itu cangkang dari berbaga jeojiaQ-0nis kerang, keong, siput yang telah mati bisa dijadikan serbuk makanan yang dihancurkan kemudian dicampur dengan makanan.3. Manfaat kalandueSeperti halnya kayu bakar dan burungo, kanlandue juga merupakan salah satu manfaat langsung dari perhitungan nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove. Tehknik perhitungannya juga tidak jauh berbeda dengan nilai manfaat kayu bakar dan manfaat burungo yanitu dengan mengalikan antara kuantitas/ jumlah yang telah dikonversi kedalam satuan liter dalam 20 ha dikali dengan harga kalandue perliter.Nilai valuasi kalandue dan nilai valuasi organisme lainnya bukanlah merupakan nilai yang pasti, melainkan nilai yang menghampiri nilai rillnya sehingga tidak bisa disimpulkan perbandingan antara nilai kalandue disuatu tempat dengan nilai kalandue di daerah lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh kecepatan rekruitmen dan nilai pasar kalandue itu sendiri.

V. SIMPULAN DAN SARANA. SimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasan maka praktikan dapat berikan kesimpulan sebagai berikut :1. Hasil identifikasi organisme pada ekosistem mangrove terdiri dari kalandue (Polimesoda sp.) sebanyak 12 ekor dan burungo (Telescopium-telescopium) sebanyak 7 ekor.2. Jenis mangrove berdasarkan hasil identifikasi dilihat dari karakteristik pohonnya termaksud jenis R. apicullata3. Manfaat valuasi ekonomi ekosistem mangrove terdiri dari manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung seperti manfaat kayu bakar, manfaat burungo dan manfaat kalandue.4. Nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove yaitu nilai manfaat kayu bakar sebesar Rp 3.792.000.000, manfaat burungo Rp 48.000.000, manfaat Rp 55.999.200, sehingga didapat total nilai valuasi ekosistem mangrove diteluk kendari Rp 9.439.920.000

B. Saran Pada praktek ekonomi sumberdaya dan lingkungan berikutnya sebaiknya terlebih dahulu dilakukan asistensi dan pemberian panduan praktek lapang ekonomi sumberdaya dan lingkungan agar praktek dan pembuatan laporan dapat berjalan dengan lancer.