24
BLOK MEDICAL EMERGENCY LAPORAN CASE STUDY-2 “PERIKORONITIS DAN OPERKULEKTOMI” Tutor / Pembimbing : drg. Siska Yumira Disusun Oleh : Aristy Tresnahadi G1G010001 Rizki Surya Nugraha G1G010003 Deni Hermansyah G1G010012 Ika Mayasari G1G010018 Farikha Liqna Nailufar G1G010023 Ichma Amarviana Bekti G1G010024 Fida Thahirah G1G010025 Windha Kusumaningtyas G1G010038 Novita Dwi Saputri G1G010039 Pratidina Fitri Ramadhani G1G010048 Gelar S. Ramdhani G1G009020 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 1

Laporan Cs 2 perikoronitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perikoronitis dan operkulektomi

Citation preview

Page 1: Laporan Cs 2 perikoronitis

BLOK MEDICAL EMERGENCYLAPORAN CASE STUDY-2

“PERIKORONITIS DAN OPERKULEKTOMI”

Tutor / Pembimbing :drg. Siska Yumira

Disusun Oleh :

Aristy Tresnahadi G1G010001Rizki Surya Nugraha G1G010003

Deni Hermansyah G1G010012Ika Mayasari G1G010018

Farikha Liqna Nailufar G1G010023Ichma Amarviana Bekti G1G010024

Fida Thahirah G1G010025Windha Kusumaningtyas G1G010038Novita Dwi Saputri G1G010039Pratidina Fitri Ramadhani G1G010048Gelar S. Ramdhani G1G009020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN GIGI

2014

1

Page 2: Laporan Cs 2 perikoronitis

A. Perikoronitis

1. Gambaran Umum

Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota

gigi yang erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis

adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada

perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket

perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox,

2006).

Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah

mahkota gigi yang erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling

mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan kebersihan

rongga mulut yang buruk (Meurman et al, 2003). Perikoronitis

berhubungan dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan

tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi pernafasan atas,

atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka pertahanan

tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya

perikoronitis (Hupp et al, 2008).

Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan di bawah

operkulum. Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada

pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa

dibersihkan mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan menyebabkan

perikoronitis (Hupp et al, 2008). Mikroflora pada perikoronitis

didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-

bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona (Leung, 1993).

Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi

antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi

juga memperparah perikoronitis (Topazian, 2002).

Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal

pada operkulum yang menutupi mahkota gigi. Selain itu, adanya bau

mulut yang tidak enak akibat adanya pus, ulkus pada jaringan operkulum

yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi antagonis

dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis dari

2

Page 3: Laporan Cs 2 perikoronitis

perikoronitis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat

sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis

yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe

submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang

terinfeksi (Laine et al, 2003).

2. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang umum muncul pada kondisi perikoronitis antara

lain gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian,

serta rasa sakit saat mengunyah. Perikoronitis secara klinis dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu :

a. Perikoronitis akut

Pada perikoronitis akut terjadi pembengkakan pada gingiva

disekitar gigi, eritema, disertai eksudat dan terasa sakit bila ditekan.

Rasa sakit yang muncul dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar

mulut. Gejala yang timbul meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe

submandibularis, pembengkakan wajah, eritema, edema, terasa keras

saat operkulum dipalpasi, malaise, bau mulut, dan eksudat purulen

yang keluar dari poket operkulum saat palpasi. Jika tidak segera

ditangani maka dapat timbul gejala sistemik, seperti demam dibawah

38,5o serta rasa ketidaknyamanan. Trismus juga dapat terjadi pada

kondisi perikoronitis akut (Shepherd dan Brickley, 1994).

b. Perikoronitis Subakut

Perikoronitis subakut ditandai dengan adanya nyeri yang terus

menerus namun tidak disertai oleh trismus atau gejala sistemik.

c. Perikoronitis Kronis

Perikoronitis kronis ditandai dengan timbulnya rasa tidak

nyaman yang terus menerus. Pada gambaran radiologi didapatkan

resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang

interdental diantara molar kedua dan ketiga mengalami resorpsi

sehingga terdapat poket periodontal pada distal gigi molar kedua

(Laine el al, 2003).

3

Page 4: Laporan Cs 2 perikoronitis

3. Etiologi

Perikoronitis merupakan infeksi bakteri pada gingiva yang paling

sering terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah. Pada gigi yang erupsi

sebagian, mahkota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut dengan

operkulum. Pada saat makan, debris makanan dapat berkumpul pada

pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket pada operkulum

tidak dapat dibersihkan secara sempurna sehingga mengakibatkan bakteri

berkolonisasi dan sering mengalami infeksi (Keys and Bartold, 2000).

Penyebab utama dari infeksi ini adalah flora normal rongga mulut

yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal tersebut yaitu

polibakteri yang terdiri atas bakteri gram positif dan bakteri gram negatif

(Sixou et al, 2003). Bakteri gram positif seperti Gamella, Lactococcus,

Streptococcus, Staphylococcus, Actinomyces, Bacillus,

Corynenebacterium, Lactobacillus, Propionibacterium,

Peptostreptococcus, Prevotella, Bacteroides, Fusobacterium,

Leptotrichia, dan Porphyromonas. Sedangkan bakteri gram negatif antara

lain Capnocytophaga dan Pseudomonas. Mikroflora pada perikoronitis

yang ditemukan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal.

Bakteri-bakteri tersebut yang memicu inflamasi pada daerah perikorona.

Perikoronitis juga dipicu oleh trauma akibat gigi antagonisnya yang terus

menerus berkontak (Leung, 2004).

Bakteri Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana

asam dan menempel pada mukosa ruang perikorona karena

kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari

karbohidrat makanan. Polisakarida yang mempunyai konsistensi seperti

gelatin sehingga bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa

serta saling melekat satu sama lain. Setelah semakin bertambah, bakteri-

bakteri ini akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan suasana

asam dalam rongga mulut (Volk dan Wheeler, 1990). Bakteri

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling dominan

peranannya dalam patogenesis perikoronitis. Bakteri lain yang banyak

ditemukan pada operkulum perikoronitis adalah Actinomyces.

4

Page 5: Laporan Cs 2 perikoronitis

Actinomyces banyak ditemukan dalam gigi karies, poket gingiva dan

kripta tonsil sebagai saprofit. Prevotella merupakan bakteri lain yang

banyak ditemukan pada operkulum perikoronitis. Prevotella adalah

organisme anaerobik yang umumnya ditemukan pada infeksi rongga

mulut, termasuk penyakit periodontal (Eduaro and mario, 2005).

4. Patofisiologi

Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi

diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara

operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia

yang membentuk pseudopoket. Debris makanan dapat berkumpul pada

poket antara operkulum dan gigi impaksi, sehingga tidak dapat

dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna akhirnya menyebabkan

infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama

mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut.

Keadaan ini juga dapat diperparah karena salah satunya kebersihan

rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat

mendukung berkembangnya koloni bakteri dan juga infeksi ini dapat

bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam dan

melibatkan spasia jaringan lunak yang lainnya (Bataineh et al, 2003).

B. Operkulektomi

1. Gambaran Umum

Operkulum adalah flap jaringan gingiva yang padat berserat yang

mencakup sekitar 50 % dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian

dari molar  ketiga pada mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai

operkulektomi. Operkulektomi dilakukan dengan menggunakan

menggunakan pisau bedah biasa atau gunting. Operkulektomi atau

perikoronal flap adalah pembuangan operkulum secara bedah. Perawatan

perikoronitis tergantung pada derajat keparahan inflamasinya.

Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi

yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan (Shepherd dan

5

Page 6: Laporan Cs 2 perikoronitis

Brickley, 1994).

Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor usia dan kapan

dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut

karena jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang

waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka

operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan

kontra indikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan emergensi

dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian

keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi (Shepherd dan

Brickley, 1994).

Gambar 1. Operkulektomi

2. Indikasi dan Kontraindikasi

a. Indikasi

1) Erupsi sempurna ( bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang

sama pada garis oklusal)

2) Adanya ruang yang cukup untuk ditempati coronal, adanya

ruangan yang cukup antara ramus dan sisi distal M2

3) Inklinasi yang tegak

4) Ada antagonis dengan oklusi yang baik

b. Kontraindikasi

1) Kondisi perikoronitis akut.

6

Page 7: Laporan Cs 2 perikoronitis

2) Gigi tumbuh unfavorable atau gigi tumbuh dengan posisi

horizontal.

3. Teknik dan Penatalaksanaan Operkulektomi

a. Alat dan Bahan :

1) Diagnostik set

2) Pinset chirurgis

3) Glass plate

4) Akuades steril dan spuit

5) Cotton roll

6) Alkohol 70%

7) Betadine antiseptic

8) Neir beiken

9) Semen spatel

10) Tampon

11) Cotton pelet

12) Periodontal probe

13) Periodontal pack (dressing)

14) Gunting

15) Scalpel

b. Penatalaksanaan

Operkulektomi atau pericoronal flap adalah pembuangan

operkulum secara bedah. Perawatan perikororonitis tergantung pada

derajat keparahan inflamasinya. Komplikasi sistemik yang

ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang terlibat nantinya

akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu

7

Page 8: Laporan Cs 2 perikoronitis

diperhatikan dan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya

keluhan. Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut karena jika

usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang

waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka

operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut

merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun

tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat

ditanggulangi kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan

operkulektomi.

Teknik Operkulektomi

Kunjungan Pertama

1. Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yang

terlibat serta komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan.

2. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada

permukaan operkulum dengan aliran air hangat atau aquades

steril.

3. Usap dengan antiseptik.

4. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan

menggunakan scaler dan debris di bawah operkulum

dibersihkan.

5. Irigasi dengan air hangat/aquades steril.

Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat

diberikan anastesi topikal. Pada kondisi akut juga tidak boleh

dilakukan kuretase maupun surgikal. Bila operkulum

membengkak dan terdapat fluktuasi, lakukan insisi guna

mendapatkan drainase. Bila perlu pasang drain dan pasien

diminya datang kembali setelah 24 jam guna

melepas/mengganti drainnya.

6. Pemberian medikasmentosa. Seperti obat kumur, analgesik,

muscle relaxan (bila perlu), dan antibiotik.

7. Jika kondisi akut, maka perawatan selanjutnya diberikan di

knjungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :

8

Page 9: Laporan Cs 2 perikoronitis

a. Kumur-kumur air hangat tiap 1 jam

b. Banyak istirahat

b. Makan yang banyak dan bergizi

c. Menjaga kebersihan mulutnya

d. Kontrol kembali 5 hari kemudian

8. Kondisi pasien kemudian dievaluasi di kunjungan berikutnya

dan dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya bila kondisi pasien

telah membaik dan keadaan akut telah reda.

Kunjungan Kedua

1. Evaluasi hasil medikasi, apakah peradangan masih terjadi atau

tidak .

2. Irigasi dan bersihkan daerah inflamasi bila dirakan masih ada

debris

3. Asepsis area operkulektomi dan area anestesi dengan povidone

iodine. Serta, siapkan tampon dan suction

4. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. Anastesi

tidak perlu mencapai sampai tulang, hanya sampai periosteal.

5. Lakukan operkulektomi (eksisi periodontal flap) dengan

memotong bagian distal M3. Jaringan di bagian distal M3

(retromolar pad) perlu dipotong untuk menghindari terjadinya

kekambuhan perikoronitis. Ambil seadekuat mungkin.

Penjahitan dilakukan jika trauma terlalu besar atau bleeding

terlalu banyak.

6. Teknik operkulektomi yang lain dapat dilakukan secara partial

thickness mucogingival flap pada daerah lingual. Untuk daerah

bukal juga dibuat insisi partial thickness flap dengan

meninggalkan selapis jaringan. Partial thickness flap adalah

9

Page 10: Laporan Cs 2 perikoronitis

flap yang dibuat dengan jalan menyingkap hanya sebagian

ketebalan jaringan lunak yakni epitel dan selapis jaringan ikat,

tulang masih ditutupi jaringan ikat termasuk periosteum.

Indikasi untuk dilakukannya teknik ini adalah flap yang akan

ditempatkan ke arah apikal atau operator tidak bermaksud

membuka tulang. Setelah dilakukan flap dapat dilakukan eksisi

seluruh jaringan retromolar pad kemudian menyatukan flap

bukal dan lingual dengan melakukan penjahitan

7. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat/aquades steril.

8. Keringkan agar periodontal pack yang akan diaplikasikan tidak

mudah lepas.

9. Aplikasikan periodontal pack.

Penggunaan periodontal pack bukan medikasi, namun

menutupi luka (dressing) agar proses penyembuhan tidak

terganggu. Dressing periodontal dulu mengandung zinc-oxide

eugenol, namun sekarang kurang disukai karena dapat

mengiritasi. Karena alasan itu, sekarang ini digunakan bahan

dressing periodontal bebas eugenol. Dalam

mengaplikasikannya harus hati-hati sehingga dapat menutupi

daerah luka dan mengisi seluruh ruang interdental karena di

situlah letak retensinya. Pada daerah apikal, periodontal pack

diaplikasikan jangan melebihi batas epitel bergerak dan epitel

tak bergerak dan mengikuti kontur. Pada daerah koronal jangan

sampai mengganggu oklusi. Dengan demikian, retensi

periodontal pack menjadi baik.

10. Instuksikan pada pasien agar datang kembali pada kunjungan

berikutnya (kalau tidak ada keluhan, satu minggu kemudian)

11. Pada kunjungan berikutnya, pack dibuka dan dievaluasi

keadaannya.

C. Analisa Kasus

10

Page 11: Laporan Cs 2 perikoronitis

1. Skenario

Seorang ibu rumah tangga umur 30 tahun datang ke RSGMP

Unsoed karena merasa nyeri pada gigi paling belakang bawah kiri sejak

seminggu yang lalu. Nyeri dirasakan berdenyut dan menjalar hingga ke

telinga kiri serta kepala. Awalnya, nyeri yang dirasa ini hilang timbul,

tetapi sejak 3 hari lalu nyeri semakin memburuk dan terus menerus. Gusi

di area belakang terasa menebal dan sering tergigit, sehingga mudah

terjadi perdarahan. Pasien mengaku tidak memiliki alergi obat dan tidak

dicurigai adanya kelainan sistemik. Pasien menggosok gigi sehari 2 kali

dan belum pernah ke dokter gigi sebelumnya. Pasien hanya minum obat

parameks tetapi keluhan tersebut tidak berkurang.

Gambar 2. Keadaan klinis rongga mulut pasien

Gambar 3. Gambaran radiografis

11

Page 12: Laporan Cs 2 perikoronitis

2. Pemeriksaan Subjektif

CC : Nyeri pada gigi paling belakang bawah kiri sejak seminggu yang

lalu.

PI : - Nyeri berdenyut dan menjalar ke telinga kiri dan kepala. Nyeri

hilang timbul, namun sejak tiga hari yang lalu nyeri semakin

memburuk dan terus menerus.

- Gusi area belakang menebal, sering tergigit dan mudah

berdarah.

- Pasien minum obat parameks akan tetapi keluhan tidak

berkurang.

PMH : Tidak terdapat alergi obat dan tidak dicurigai terdapat kelainan

sistemik.

PDH : Belum pernah ke dokter gigi sebelumnya.

FH : Tidak diketahui.

SC : Ibu rumah tangga, Pasien menggosok gigi sehari 2 kali.

3. Pemeriksaan Klinis

a. Pembengkakan gusi yang menutupi sebagian distal gigi molar 3

bawah kiri.

b. Warna kemerahan.

c. Nyeri (+)

d. Trismus ringan.

4. Pemeriksaan Penunjang (Radiografis)

a. Gigi M3 bawah kiri distoanguler.

b. Puncak alveolar mengalami penurunan.

c. Radiolusen pada distal M3 bawah kiri.

5. Diagnosa

Diagnosa : perikoronitis akut

12

Page 13: Laporan Cs 2 perikoronitis

Pada skenario, disebutkan bahwa pasien mengalami

pembengkakan gusi berwarna kemerahan yang menutupi sebagian distal

gigi 38, trismus ringan dan nyeri yang awalnya hilang timbul kemudian

menjadi berdenyut dan menjalar. Manifestasi klinis tersebut merupakan

tanda dan gejala dari diagnosis perikoronitis akut.

6. Rencana Perawatan

Penanganan perikoronitis, tidak bisa hanya dengan satu kali

kunjungan. Pada perikoronitis, pasien mengalami nyeri hebat sehingga

ketika pasien masih mengalami nyeri tidak bisa langsung dilakukan

operkulektomi. Hal ini dikarenakan pada prosedur operkulektomi diawali

dengan anestesi sebagai penghilang sakit sementara selama pembedahan.

Namun, ketika pasien dalam kondisi nyeri, obat anestesi tidak dapat

bekerja maksimal.

a. Kunjungan pertama

1) Melakukan irigasi/ spooling pada gigi 38. Irigasi dilakukan

sampai bersih dan debris hilang. Larutan yang dapat digunakan

sebagai cariran irigasi diantaranya povidone iodine 1%,

clorhexidine gluconate 0,2%, NaOCl atau H2O2.

2) Memberikan resep analgesik (misal: NSAID atau kombinasi

paracetamol dengan NSAID) dan muscle relaxan (misal:

diazepam). Antibiotik tidak perlu diberikan jika tidak ada

supuratif, tetapi jika dirasa perlu memberikan antibiotik dapat

diberikan antibiotik spektrum luas misalnya golongan penicylin

ataupun clyndamicin.

3) Menginstruksikan kepada pasien untuk menjaga oral hygiene dan

kumur menggunakan antiseptik atau air biasa setelah makan.

Selain itu, instuksikan pula kepada pasien untuk kontrol 5 hari

pasca medikasi atau setelah peradangan membaik untuk dilakukan

operkulektomi.

b. Kunjungan kedua

13

Page 14: Laporan Cs 2 perikoronitis

1) Mengkomunikasikan kepada pasien terkain tindakan yang akan

dilakukan dan menanyakan kesediaan pasien untuk dilakukan

operkulektomi atau tidak (informed consent)

2) Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

3) Melakukan aplikasi antiseptik menggunakan kapas yang telah

diberi povidone iodine pada area pembedahan

4) Melakukan anestesi blok atau infiltrasi pada area operasi

5) Melakukan pemotongan (eksisi) gingiva yang menutupi

permukaan gigi (operkulum). Eksisi dapat dilakukan dari bagian

bukal gigi 38 dengan posisi operator pada jam 11 atau dari lingual

gigi 38 dengan posisi jam 7-9. Selain itu, dapat pula dilakukan

eksisi dari bagian operkulum yang menutupi coronal gigi 38.

Eksisi dilakukan satu arah dan tidak terputus-putus.

6) Menutup luka menggunakan tampon dan menginstruksikan pasien

untuk menggigit tampon tersebut. Selain tampon dapat juga

dengan menggunakan coe pack.

7) Meresepkan analgesik (misal: NSAID atau kombinasi

paracetamol dengan NSAID) selama 3 hari dan apabila pada

kunjungan pertama juga diresepkan antibitotik, dapat dilanjutkan

pemberian antibiotik untuk hari keenam dan ketujuh. Namun

apabila pasien datang kembali untuk operkulektomi setelah

sehari/ beberapa hari obat yang diberikan pada kunjungan

pertama habis, pemberian antibiotik diulang dari awal yaitu

dimulai dari hari pertama, sehingga pasien dapat diberi resep

antibiotik untuk 3-5 hari

8) Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sampai

habis, tidak merokok dan tidak minum air panas selama proses

penyembuhan luka, mengunyah menggunakan sisi yang tidak

dilakukan pembedahan, istirahat yang cukup, menjaga kebersihan

mulut, kumur air garam setelah makan, serta menginstruksikan

pasien untuk kontrol 3 hari dan 1 minggu setelah operkulektomi.

Namun, apabila menutup luka menggunakan coe pack,

14

Page 15: Laporan Cs 2 perikoronitis

instruksikan pasien untuk datang sehari setelah operkulektomi/

pembedahan.

D. Kesimpulan

Perikoronitis adalah infeksi yang melibatkan jaringan lunak di sekitar

mahkota gigi yang erupsi sebagian. Perikoronitis sering terjadi pada gigi M3

RB (bagian distal).  Perikoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri, plak,

dan sisa makanan pada rongga operkulum gusi dan gigi yang erupsi sebagian.

Secara klinis perikoronitis dibagi menjadi 3 yaitu perikoronitis akut,

perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis.

Gejala klinis perikoronitis meliputi kemerahan pada gingiva, edema

pada regio gigi yang erupsi sebagian, terjadi peningkatan pada suhu tubuh,

rasa sakit pada waktu mengunyah makanan, serta bau mulut dikarenakan

adanya pus. Penatalaksanaan untuk perikoronitis yaitu dilakukan irigasi untuk

menghilangkan penumpukan plak serta debris pada rongga operkulum serta

pemberian terapi analgetik dan terapi antibiotik. Setelah fase akut reda, terapi

bedah operkulektomi dengan pembuangan operkulum secara bedah dapat

dilakukan.

15

Page 16: Laporan Cs 2 perikoronitis

DAFTAR PUSTAKA

Bataineh QM et al. 2003. The Predisposing Factors of Pericoronitis of Mandibular Third Molars in a Jordania Population. J Oral Maxillofacial surgery.

Eduaro AP, Mario JAC. 2005. Prevotella Intermedia and Porphyromonas GingivaisIsolated from Osseointegrated Dental Implants: Colonization and Antimicrobial Susceptibility. Brazilian J Microbiol.

Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th edition. St. Louis Missouri. Mosby Elsevier.

Mansour MH, Cox SC. 2006. Patiens Presenting to the general practitioner with pain from dental origin. Australia Med J.

Meurman JH, Rajasuo A, Murtomaa H, Savoleinen S. 1995. Respiratory tract infections and contaminant pericoronitis of the wisdom teeth. British Med.

Keys D and Bartold M. 2000. Periodontal conditions of relevance to the Australian Defence Force. Australian Defence Force Health.

Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic Inflamation around painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.

Leung AKC and Robson WLM. 2004. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Ped Health Care.

Shepherd JP, Brickley M. 1994. Surgical Removal of Third Molars. British Med J.

16

Page 17: Laporan Cs 2 perikoronitis

Sixou JL, Magaud C, Jolived-Gougeon A, Cormier M, Bonnaure-Mallet M. 2003. Evaluation of the Mandibular Third Molar Pericoronitis Flora and Its Susceptibility to Different Antibiotics Prescribed in France. J. Clin. Micro.

Topazian RG, Goldberg MH, and Hupp JR. 2002. Oral and Maxillofacial Infection.4th Edition. Philadhelphia: WB Saunders Company.

Volk WA dan Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. 5th Edition. Harper and Row, Publisher, Inc. Diterjemahkan oleh Adisoemarto S, 1990. Mikrobiologi Dasar jilid 2; Erlangga; Jakarta.

17