140
LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | i MEI 2019 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional VOLUME 14 NOMOR 2 ISSN: 2527 - 435X NUSANTARA LAPORAN

LAPORAN - bi.go.id · laporan nusantara mei 2019 | v daftar isi daftar isi v kata pengantar vi bagian i 1 ringkasan perkembangan terkini dan prospek ekonomi daerah bagian ii 11 perekonomian

  • Upload
    vandien

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | i

    122LAPORAN NUSANTARA MEI 2018LAPORAN NUSANTARA MEI 2018Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350 - Indonesia | www.bi.go.id

    BI_LapNus_Vol 13 No 2_Bagian V_Isu Strategis (Mei 2018).indd 122 27/06/2018 13:54:32

    M E I 2 0 1 9

    Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

    V O L U M E 1 4 N O M O R 2 I S S N : 2 5 2 7 - 4 3 5 X

    NUSANTARAL A P O R A N

    122LAPORAN NUSANTARA MEI 2018LAPORAN NUSANTARA MEI 2018Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350 - Indonesia | www.bi.go.id

    BI_LapNus_Vol 13 No 2_Bagian V_Isu Strategis (Mei 2018).indd 122 27/06/2018 13:54:32

    C

    M

    Y

    CM

    MY

    CY

    CMY

    K

    Cover Lapnus Mei 2019.pdf 1 19/06/19 16.16

  • LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | iii

    Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

    L A P O R A N

    ME I 2019

    NUSANTARA

  • Halaman ini sengaja dikosongkan

  • LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | v

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI v

    KATA PENGANTAR vi

    BAGIAN I 1RINGKASAN PERKEMBANGAN TERKINI DAN PROSPEK EKONOMI DAERAH

    BAGIAN II 11PEREKONOMIAN SUMATERA

    BOKS 1 29OUTLOOK CPO SUMATERA 2019

    BAGIAN III 33PEREKONOMIAN JAWA

    BOKS 2 47OUTLOOK EKSPOR INDUSTRI OTOMOTIF 2019

    BAGIAN IV 49PEREKONOMIAN KALIMANTAN

    BOKS 3 67HILIRISASI BATUBARA UNTUK MEMPERKUAT EKONOMI KALIMANTAN

    BAGIAN V 69PEREKONOMIAN BALINUSRA

    BOKS 4 84PERKEMBANGAN HILIRISASI TEMBAGA DI NUSA TENGGARA BARAT

    BAGIAN VI 87PEREKONOMIAN SULAMPUA

    BOKS 5 108HILIRISASI PERTAMBANGAN NIKEL UNTUK MENDUKUNG PENERIMAAN DEVISA EKSPOR

    BAGIAN VII 111ISU STRATEGIS: INOVASI DAN PERLUASAN ELEKTRONIFIKASI TRANSAKSI PEMERINTAH DAN SEKTOR TRANSPORTASI DALAM RANGKA MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TRANSFORMASI DIGITAL

    BOKS 6 120SUCCESS STORY ELEKTRONIFIKASI TRANSAKSI PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

    LAMPIRAN 123

  • vi | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    KATA PENGANTAR

    Berbagai aspek dalam perekonomian termasuk dari perspektif kewilayahan, menjadi dasar bagi perumusan kebijakan Dewan Gubernur Bank Indonesia. Hasil pembahasan tersebut dikomunikasikan kepada seluruh pemangku kepentingan salah satunya melalui publikasi Laporan Nusantara yang diterbitkan secara triwulanan. Bank Indonesia memandang bahwa perekonomian dalam dimensi spasial memiliki peran yang semakin strategis, sehingga mulai edisi Mei 2019 Laporan Nusantara melakukan penajaman dengan membagi dimensi spasial ke dalam lima wilayah, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali Nusa Tenggara (Balinusra), dan Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), dari sebelumnya tiga wilayah (Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia).

    Memasuki triwulan I, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tertahan karena melambatnya permintaan domestik dan menurunnya ekspor. Namun, net ekspor masih memberikan kontribusi positif, karena terjadi penurunan impor yang cukup dalam sejalan dengan terbatasnya permintaan domestik. Secara spasial, perlambatan ekonomi pada triwulan laporan dipengaruhi melambatnya ekonomi Jawa dan Kalimantan, meski masih didukung akselerasi ekonomi Sumatera, Balinusra, dan Sulampua. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan tahun 2019, perekonomian Indonesia diperkirakan tetap tumbuh solid di kisaran 5,0%-5,4% dengan permintaan domestik yang masih menjadi sumber utama pertumbuhan.

    Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sampai dengan April 2019 tetap terkendali dan berada dalam kisaran target 3,5%1% (yoy). Kondisi tersebut didukung inflasi inti dan volatile foods yang terjaga. Hingga akhir 2019, inflasi diperkirakan akan tetap terjaga dalam kisaran target 3,5%1%, meski tekanan inflasi dari sisi volatile foods tetap perlu diwaspadai. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi, baik di pusat maupun daerah, perlu terus memperkuat koordinasi kebijakan terutama dalam menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan.

  • vi | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | vii

    Jakarta, 29 Mei 2019Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

    Aida S. BudimanDirektur Eksekutif

    Selain perkembangan perekonomian terkini, Laporan Nusantara edisi ini juga mengangkat isu khusus bertema Inovasi dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah dan Sektor Transportasi dalam rangka Mendukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transformasi Digital. Perkembangan ekonomi digital mulai membawa pergeseran paradigma pada cara masyarakat melakukan aktivitas ekonomi. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah maupun Pemerintah Daerah juga mulai melakukan inovasi dan perluasan transaksi dengan elektronifikasi, dalam rangka bantuan sosial, transaksi pemerintah daerah, serta aktivitas pada sektor transportasi. Laporan Nusantara edisi ini akan mengulas lebih dalam berbagai manfaat

    elektronifikasi tersebut, strategi pengembangan, serta berbagai tantangan yang masih mengemuka. Ke depan diharapkan integrasi ekonomi dan keuangan digital dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan.

    Sebagai penutup, kami berharap buku Laporan Nusantara ini dapat memberi manfaat dan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi daerah, serta menjadi salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam pembangunan ekonomi daerah. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati langkah kita bersama untuk berkarya demi nusa dan bangsa.

  • ColiseumColiseumColiseumColiseum

    C

    M

    Y

    CM

    MY

    CY

    CMY

    K

    INFOGRAFIS EDISI MEI 2019.pdf 1 19/06/2019 16:07:12

  • ColiseumColiseumColiseumColiseum

    C

    M

    Y

    CM

    MY

    CY

    CMY

    K

    INFOGRAFIS EDISI MEI 2019.pdf 1 19/06/2019 16:07:12

    C

    M

    Y

    CM

    MY

    CY

    CMY

    K

    INFOGRAFIS EDISI MEI 2019.pdf 2 19/06/2019 16:07:14

  • Halaman ini sengaja dikosongkan

  • LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 1

    BAGIAN IRINGKASAN PERKEMBANGAN

    TERKINI DAN PROSPEK EKONOMI DAERAH

  • 2 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    BAGIAN I

    RINGKASAN PERKEMBANGAN TERKINI DAN PROSPEK EKONOMI DAERAH

    Perkembangan Terkini Perekonomian DaerahPerkembangan Ekonomi Triwulan I 2019

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tertahan di triwulan I 2019 karena melambatnya permintaan domestik dan menurunnya ekspor. Ekonomi nasional tumbuh 5,07%; melambat dibandingkan triwulan IV 2019 yang mencapai 5,18%, meski lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 5,06% (Gambar I.1). Permintaan domestik, yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia, tumbuh lebih rendah di sebagian besar wilayah, kecuali Kalimantan dan Balinusra, terutama dipengaruhi melambatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Perlambatan permintaan domestik tersebut terutama terjadi di Sumatera dan Sulawesi-Mapua (Sulampua) karena tekanan pendapatan masyarakat seiring kinerja ekspor komoditas yang menurun. Konsumsi rumah tangga melambat sesuai pola historisnya pada triwulan I, namun tetap tumbuh kuat didukung daya beli yang terjaga karena perluasan bantuan sosial. Konsumsi swasta secara umum masih tumbuh meningkat didorong akselerasi konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dalam rangka persiapan penyelenggaraan Pemilu di semua wilayah. Investasi juga tumbuh melambat di semua wilayah terutama investasi nonbangunan terkait kendaraan serta mesin dan perlengkapan karena tendensi investor swasta untuk melakukan konsolidasi hingga selesainya penyelenggaraan Pemilu. Hal tersebut juga tercermin dari menurunnya impor barang modal di semua wilayah. Di sisi lain, investasi bangunan secara nasional tumbuh meningkat terutama disumbang investasi di Kalimantan dan Bali Nusa Tenggara (Balinusra) terkait pembangunan kilang minyak di Kalimantan Timur dan berlanjutnya rekonstruksi pasca gempa NTB. Konsumsi pemerintah juga tumbuh meningkat didorong naiknya realisasi nominal transfer ke daerah; sehingga menahan perlambatan permintaan domestik lebih dalam.

    Melemahnya permintaan domestik menyebabkan impor turun lebih dalam dibandingkan ekspor, yang membuat net ekspor Indonesia relatif membaik. Sejalan dengan melambatnya volume perdagangan dunia dan pertumbuhan negara mitra dagang utama, ekspor ke luar negeri tumbuh kontraktif di semua wilayah, kecuali Kalimantan. Ekspor Jawa menurun disumbang oleh kontraksi produk industri makanan olahan dan alas kaki, serta melambatnya ekspor otomotif, sementara ekspor Sumatera menurun untuk CPO tujuan India dan ASEAN. Penurunan ekspor juga disebabkan oleh faktor domestik seperti kontraksi ekspor bijih tembaga di Sulampua karena transisi tambang Grasberg Papua dan penurunan kuota ekspor di NTB. Perlambatan ekspor tertahan oleh ekspor batu bara ke India dari Sumatera dan Kalimantan. Hal ini membuat kinerja ekspor Kalimantan masih tumbuh menguat. Di sisi lain, pertumbuhan impor menurun, baik barang modal, barang konsumsi maupun bahan baku, di hampir semua wilayah sejalan dengan melemahnya permintaan domestik. Namun, impor bahan baku masih tumbuh meningkat di Jawa dan Sumatera, yang mengindikasikan masih cukup kuatnya permintaan domestik di kedua wilayah tersebut. Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor membuat net ekspor relatif membaik, sehingga menahan perlambatan ekonomi di triwulan ini.

    Di sisi Lapangan Usaha (LU), melambatnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh kinerja pertanian dan industri pengolahan yang tidak sebaik triwulan sebelumnya. Kinerja pertanian melambat di semua hampir semua wilayah, kecuali Sulampua. Anomali cuaca menyebabkan pergeseran panen tanaman bahan makanan dan berkurangnya produktivitas tanaman hortikultura di Jawa, Sumatera, dan Balinusra, serta terganggunya hasil panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan. Kinerja industri pengolahan tumbuh

  • 2 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 3

    Note: Angka dalam (...) adalah % pangsa PDRB wilayah terhadap PDB Nasional

    Sumber: BPS, diolah.

    Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan I 2019 (% yoy)

    NASIONAL

    II IIII

    20192018

    IV I

    5.065.27 5.17 5.18 5.07

    ACEH3,88

    SUMUT5,30

    SUMBAR4,78

    BENGKULU5,01

    RIAU2,88

    JAMBI4,73

    KEP. RIAU5,48

    KEP. BABEL2,79

    SUMSEL5,68LAMPUNG

    5,18 DKI JAKARTA6,23

    BANTEN5,42

    JABAR5,43

    JATENG5,14

    DIY7,50

    JATIM5,51

    BALI5,94

    NTB2,12

    NTT5,09

    PAPUA20,13

    PAPBAR0,26

    MALUKU6,32

    MALUT7,65

    SULTENG6,77

    SULBAR5,21

    SULSEL6,56

    SULTRA6,33

    KALSEL4,08

    KALTARA7,13

    GORONTALO6,72

    SULUT6,58

    KALTIM5,36KALBAR5,07

    KALTENG6,03

    PDRB 7,0% 6,0% PDRB < 7,0% 5,0% PDRB < 6,0% 4,0% PDRB < 5,0% 0% PDRB < 4,0% PDRB < 0%

    Jawa (58,5%)

    I20192018

    II III

    5.825.655.70 5.72 5.66

    IV I

    Sumatera (22%)

    I20192018

    II III

    4.464.644.344.71 4.55

    IV I

    Kalimantan (8%)

    I20192018

    II III

    5.493.353.24 3.52 5.33

    IV I

    Sulampua (8,7%)

    I20192018

    II III

    1.23

    9.839.806.80

    1.31

    IV I I20192018

    II III

    4.363.563.77

    0.74

    4.64

    IV I

    Bali Nusra (3%)

    melambat terutama industri alat angkutan di Jawa serta industri LNG Kalimantan. Sementara, berbagai LU lain masih tumbuh meningkat, diantaranya perdagangan dan konstruksi, sejalan dengan masih kuatnya konsumsi swasta dan investasi bangunan.

    Secara spasial, melambatnya ekonomi nasional dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi Jawa dan Kalimantan. Sebagian besar provinsi di kedua wilayah ini tumbuh melambat dari triwulan sebelumnya, kecuali DI Yogyakarta dan Kalimantan Timur. Namun, perlambatan ekonomi nasional tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan Sumatera, Balinusra, dan Sulampua, dengan perbaikan ekonomi tertinggi terjadi di NTB yang mulai tumbuh positif karena meningkatnya produksi tambang tembaga. Sejumlah 22 dari 34 provinsi di Indonesia mampu tumbuh di atas nasional, hal ini menunjukkan perekonomian di sebagian besar daerah masih tumbuh cukup kuat.

    Perekonomian Jawa, yang menyumbang 58% ekonomi nasional, pada triwulan I 2019 tetap tumbuh solid meski lebih rendah dari triwulan sebelumnya, karena melambatnya permintaan domestik. Ekonomi Jawa tumbuh 5,7%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,8%. Perlambatan pertumbuhan Jawa tertahan oleh melambatnya pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah dan ekspor. Perlambatan investasi dipengaruhi oleh jumlah proyek PSN Pemerintah, yang telah memasuki tahap operasional, dan proses konsolidasi swasta selama masa Pemilu. Sementara perlambatan ekspor lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal karena penurunan permintaan negara mitra dagang. Namun perlambatan ekonomi tertahan konsumsi swasta, baik rumah tangga maupun LNPRT, yang tumbuh menguat karena dukungan program sosial Pemerintah dan belanja Pemilu. Selain itu, perlambatan ekonomi juga tertahan karena penurunan impor sehingga sumbangan netto ekspor masih berkontribusi positif terhadap perekonomian wilayah ini. Di sisi

  • 4 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    LU, penyumbang perlambatan ekonomi Jawa adalah pertanian tanaman bahan makanan karena pergeseran panen dan industri pengolahan terkait alat angkutan sejalan dengan penurunan permintaan ekspor.

    Di tengah menguatnya permintaan domestik dan net ekspor luar negeri Kalimantan, perekonomian wilayah ini tumbuh melambat karena tingginya impor antardaerah. Ekonomi Kalimantan tumbuh 5,3%, melambat dibandingkan 5,5% pada triwulan sebelumnya. Permintaan domestik wilayah ini tumbuh meningkat, ditopang konsumsi rumah tangga yang tumbuh kuat dan stabil, serta konsumsi pemerintah dan investasi yang akseleratif. Investasi Kalimantan tumbuh signifikan didorong pembangunan bandara dan PLTU di Kalimantan Selatan serta perluasan kilang minyak (Refinery Development Masterplan Program/RDMP) di Kalimantan Timur. Hal ini mendorong tingginya kebutuhan impor bahan konstruksi dari wilayah lain. Di sisi lain, impor minyak mentah dan kondensat dari luar negeri menurun cukup signifikan karena komitmen pemerintah untuk penyerapan produksi domestik dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Hal tersebut menyebabkan impor luar negeri Kalimantan menurun signifikan. Di sisi lain, ekspor Kalimantan tumbuh menguat didorong meningkatnya ekspor batu bara ke India dan ASEAN serta ekspor CPO ke Tiongkok dan ASEAN. Di sisi LU, menurunnya kinerja industri pengolahan terkait LNG dan pertanian terkait musim trek kelapa sawit menyumbang perlambatan ekonomi wilayah ini; meski tertahan akselerasi konstruksi dan perdagangan.

    Di sisi lain, perekonomian Sumatera tumbuh meningkat disumbang membaiknya net ekspor, di tengah pertumbuhan permintaan domestik yang tertahan. Ekonomi Sumatera tumbuh 4,6%, sedikit membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,5%. Ekspor Sumatera terkontraksi lebih dalam karena menurunnya ekspor CPO ke India dan ASEAN serta ekspor batu bara ke Tiongkok dan ASEAN. Penurunan ekspor kedua komoditas tersebut ke luar negeri juga dipengaruhi pemenuhan kebutuhan domestik, baik untuk DMO (domestic market obligation) batu bara maupun kebutuhan B20 (biodiesel 20%) untuk CPO. Sementara, impor terkontraksi lebih dalam dibandingkan ekspor, yang membuat net ekspor Sumatera masih relatif membaik. Impor barang modal

    dan barang konsumsi turun dalam, sejalan dengan tertahannya permintaan domestik karena tekanan pendapatan masyarakat yang menurun dari ekspor, serta investasi swasta yang cenderung konsolidatif hingga berakhirnya Pemilu. Di sisi LU, membaiknya ekonomi Sumatera didorong industri CPO untuk B20, pertambangan batubara untuk pemenuhan DMO, serta konstruksi terkait berlanjutnya proyek infrastruktur diantaranya beberapa ruas tol lintas Sumatera, perluasan pelabuhan Belawan, serta kawasan industri Dumai. Namun, LU pertanian tumbuh melambat karena menurunnya produktivitas hortikultura.

    Perekonomian Balinusra tumbuh meningkat karena menguatnya permintaan domestik dan net ekspor. Ekonomi Balinusra tumbuh 4,6%, meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 4,4%. Konsumsi dan investasi tumbuh meningkat didorong menguatnya daya beli masyarakat, meningkatnya realisasi belanja APBD, berlanjutnya rekonstruksi hunian pasca gempa, serta berbagai proyek infrastruktur lainnya. Di sisi lain, ekspor cenderung menurun terutama ekspor jasa seiring masuknya low season yang tercermin dari melambatnya pertumbuhan kedatangan penumpang di Bali. Namun, impor tercatat menurun lebih dalam dibandingkan ekspor sehingga secara netto masih berkontribusi positif terhadap perekonomian Balinusra. Di sisi LU, masih tingginya pertumbuhan konstruksi dan perdagangan sejalan dengan permintaan domestik, serta melandainya kontraksi pertambangan karena meningkatnya produksi tembaga NTB mendorong lebih tingginya pertumbuhan ekonomi wilayah ini.

    Sementara ekonomi Sulampua tumbuh meningkat didorong perbaikan net ekspor di tengah tertahannya permintaan domestik. Ekonomi Sulampua tumbuh 1,3%; relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,2%. Perbaikan tersebut disumbang ekonomi Sulawesi (82% dari ekonomi Sulampua) yang tumbuh meningkat dari 6,2% ke 6,5%; di tengah kontraksi Mapua yang semakin dalam menjadi negatif 10,4%. Secara netto, net ekspor masih berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulampua, meski terjadi perlambatan ekspor, namun impor melambat lebih dalam. Ekspor komoditas utama Sulampua yakni tembaga menurun karena masa transisi produksi di Papua, serta renovasi oleh produsen nikel di Sulawesi. Sementara itu, permintaan domestik

  • 4 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 5

    tumbuh tertahan karena realisasi belanja pemerintah yang masih rendah sesuai pola historisnya di awal tahun dan investasi swasta yang konsolidatif, di tengah konsumsi rumah tangga yang tumbuh kuat dan stabil. Di sisi LU, meningkatnya ekonomi Sulampua didorong akselerasi industri pengolahan karena naiknya produksi baja canai panas dan dingin serta diversifikasi produk olahan kelapa di Sulawesi. Selain itu, hasil penangkapan yang membaik serta panen raya di berbagai daerah di Sulawesi mendorong akselerasi pertanian Sulampua. Namun, kontraksi pertambangan yang semakin dalam di Mapua menahan ekonomi Sulampua untuk dapat tumbuh lebih tinggi.

    Tracking Perekonomian Triwulan II 2019

    Pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan relatif menguat pada triwulan II 2019 ditopang permintaan domestik. Menguatnya permintaan domestik tersebut diperkirakan terjadi di semua wilayah. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat di seluruh wilayah sesuai pola historisnya karena dorongan permintaan saat Ramadhan, Lebaran, dan libur sekolah. Kenaikan permintaan tersebut didukung daya beli yang menguat karena adanya rapel kenaikan gaji ASN sebesar 5% pada April, Tunjangan Hari Raya (THR) pada Mei, serta pencairan gaji ke-13 pada Juni 2019. Konsumsi pemerintah juga meningkat didorong realisasi belanja pegawai yang membaik, pencairan dana desa tahap II yang selambatnya dilakukan Juni 2019, penyaluran DAK Fisik tahap II (April-Oktober), serta penyaluran bantuan sosial tahap II. Investasi diperkirakan tumbuh meningkat di hampir seluruh wilayah didorong perbaikan minat investor swasta serta berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah. Di Sumatera, pembangunan tol lintas Sumatera diperkirakan masih berlanjut. Di Jawa, berbagai perusahaan dari industri makanan-minuman dan industri pupuk terpantau akan meningkatkan investasi guna mendongkrak volume produksi dan penjualan. Di Balinusra, rekonstruksi rumah hunian dan infrastruktur lainnya di NTB diperkirakan terus mendorong investasi bangunan. Di Sulampua, selain proyek infrastruktur, pembangunan pabrik baterai Lithium di Morowali diperkirakan on track. Di sisi lain, investasi di Kalimantan diperkirakan tidak setinggi triwulan sebelumnya karena base effect tingginya investasi pertambangan pada triwulan yang sama tahun lalu.

    Ekspor diperkirakan meningkat di sebagian besar wilayah sehingga turut mendorong penguatan ekonomi pada triwulan II 2019. Di Sumatera, ekspor CPO ke India diperkirakan membaik karena penurunan tarif impor CPO dari 44% menjadi 40%, serta produk turunan CPO dari 54% menjadi 50%. Selain itu, ekspor karet, kopi, dan logam timah juga diperkirakan meningkat. Di Jawa, penyederhanaan aturan mobil utuh diperkirakan mendorong ekspor otomotif. Membaiknya PMI Eropa dan Jepang sebagai mitra dagang utama juga akan mendorong ekspor industri makanan-minuman, pupuk, dan tekstil Jawa. Di Balinusra, ekspor jasa pariwisata diperkirakan membaik di Bali dan NTB pasca recovery. Ekspor tembaga NTB juga akan meningkat seiring telah diperolehnya kuota ekspor 2019. Di sisi lain, ekspor Kalimantan diperkirakan tertahan karena melambatnya ekspor batu bara ke Tiongkok seiring masih banyaknya stok batu bara di negara tersebut. Namun, perbaikan ekspor CPO ke India menahan perlambatan ekspor Kalimantan. Sementara ekspor Sulampua juga turut melambat terutama dipengaruhi turunnya ekspor tembaga.

    Pertumbuhan berbagai wilayah masih akan ditopang oleh LU utamanya. Secara nasional, pertanian diperkirakan membaik di semua wilayah karena berlangsungnya masa panen tanaman bahan makanan dan membaiknya cuaca yang mendukung produktivitas tanaman hortikultura. Selain itu, perdagangan diperkirakan meningkat sejalan dengan menguatnya konsumsi rumah tangga karena perbaikan permintaan dan daya beli pada periode Ramadhan, Lebaran, dan hari libur sekolah. Di Sumatera, konstruksi diperkirakan menguat sejalan dengan berlanjutnya PSN tol Sumatera. Di Jawa, industri pengolahan diperkirakan membaik sejalan dengan membaiknya gairah investasi swasta dan ekspor. Di Kalimantan, industri pengolahan CPO dan minyak goreng masih tumbuh membaik. Di Balinusra, LU penyediaan akomodasi dan makanan-minuman diperkirakan meningkat sejalan dengan meningkatnya kunjungan pariwisata di Bali dan NTB. Berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur di Sulawesi dan dimulainya persiapan PON XX di Papua diperkirakan mendorong konstruksi Sulampua.

  • 6 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    1 Kredit korporasi merupakan kredit yang disalurkan kepada lapangan usaha.

    Stabilitas Keuangan DaerahKetahanan Sektor Korporasi

    Kinerja korporasi nonkeuangan hingga triwulan IV 2018 membaik sejalan dengan masih kuatnya perekonomian. Hal tersebut terlihat dari terlihat dari membaiknya indikator profitabilitas, meskipun masih terbatas. Di sisi lain, korporasi pada wilayah Sulampua mengalami sedikit penurunan Return on Assets (ROA) yang disertai dengan porsi utang yang meningkat. Korporasi cenderung konsolidatif dengan mengurangi pinjaman, tercermin dari Debt to Equity Ratio (DER) yang menurun di semua wilayah. Kemampuan membayar korporasi pada semua wilayah masih pada level terjaga, meski cenderung menurun di Jawa dan Sumatera (Grafik I.1)

    Memasuki triwulan I 2019, perbaikan korporasi di sebagian besar wilayah cenderung terbatas, tercermin dari penyaluran kredit perbankan kepada korporasi1. Kredit korporasi nasional tumbuh sebesar 12,8% (yoy) pada triwulan I 2019, relatif stabil

    dibandingkan triwulan IV 2018. Perbaikan kredit ke korporasi hanya terjadi di Jawa, terutama untuk sektor konstruksi. Sementara kredit ke korporasi di keempat wilayah lainnya tumbuh melambat, terutama di sektor perdagangan, pertanian, dan industri pengolahan. Meski tumbuh tertahan, kualitas kredit masih cukup baik tercermin dari nonperforming loan (NPL) yang tetap terjaga di bawah batas aman 5%.

    Ketahanan Sektor Rumah Tangga

    Kredit ke sektor rumah tangga tumbuh melambat pada triwulan I 2019 sejalan dengan permintaan domestik yang tumbuh terbatas. Kredit ke rumah tangga tumbuh 8,8%, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 10,5%. Perlambatan tersebut disumbang lebih rendahnya pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKR) dan kredit pemilikan rumah (KPR) di semua wilayah. Namun, kredit multiguna masih meningkat di seluruh wilayah, menahan perlambatan kredit ke rumah tangga. Kualitas penyaluran kredit ke rumah tangga masih terjaga, dengan rasio NPL di bawah batas aman 5%.

    Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang RupiahSejalan dengan melambatnya perekonomian, transaksi keuangan pada triwulan I 2019 juga tumbuh melambat, baik melalui transaksi nontunai maupun tunai. Perputaran transaksi melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan I 2019 tumbuh melambat. Secara nominal, transaksi SKNBI tumbuh 3,8% (yoy) atau tercatat sekitar Rp892 triliun, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,1% (yoy). Secara volume, SKNBI juga tumbuh 3,3% (yoy) atau sebanyak 35 juta transaksi; lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu 8,1%. Sementara nilai transaksi keuangan melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) sepanjang triwulan I 2019 tumbuh -2,7% (yoy) atau mencapai Rp30.075 triliun, tidak setinggi triwulan IV 2018 yang tumbuh -1,4% (yoy). Di sisi volume, RTGS tumbuh 2,5% (yoy) atau mencapai 2,7 juta transaksi, tidak setinggi triwulan IV 2018 yang tumbuh 6,3% (yoy). Kegiatan transaksi tunai uang kartal juga

    Grafik I.1. ROA, ROE, DSR dan ICR Wilayah

    Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di BEI Bloomberg, diolah

  • 6 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 7

    cenderung menurun. Kondisi tersebut tercermin dari posisi net inflow yang terjadi di hampir seluruh wilayah, kecuali Sulampua, serta pertumbuhan transaksi outflow uang kartal Bank Indonesia yang tumbuh rendah 2,5% (yoy) pada triwulan I 2019.

    Perkembangan InflasiHingga triwulan I 2019, inflasi di seluruh wilayah masih terjaga di kisaran target 3,5%+1%. Terjaganya inflasi turut didukung oleh penurunan tekanan inflasi di seluruh kelompok dibandingkan dengan akhir 2018. Dari kelompok inti, penurunan tekanan bersumber dari kelompok non traded, baik pangan maupun nonpangan. Terjaganya inflasi inti didukung pula oleh tekanan permintaan domestik yang relatif stabil, serta ekspektasi inflasi yang tetap terjangkar dalam kisaran sasaran inflasi. Inflasi kelompok volatile food menurun cukup dalam dibandingkan akhir 2018 seiring terjaganya

    pasokan beras, daging ayam ras, serta berbagai komoditas hortikultura. Inflasi kelompok administered prices sedikit menurun didukung stabilnya harga bensin setelah kenaikan harga BBM nonsubsidi di sepanjang 2018, serta tidak dinaikannya tarif cukai rokok pada 2019. Di sisi lain, terdapat peningkatan tekanan inflasi yang cukup tinggi dari tarif angkutan udara.

    Secara spasial, hampir seluruh provinsi mencatatkan inflasi yang berada di kisaran target 3,5%1%. Terdapat dua provinsi yang mencatatkan inflasi tahunan di atas kisaran target pada akhir triwulan I 2019, yakni Kalimantan Utara (4,7%) dan Sulawesi Tengah (5,6%). Tingginya inflasi di kedua provinsi ini disumbang oleh meningkatnya tekanan inflasi angkutan udara. Selain itu, bencana alam di Sulawesi Tengah yang terjadi pada 2018 masih berdampak pada tingginya inflasi di provinsi tersebut hingga triwulan I 2019.

    Sumber: BPS, diolah.

    Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, April 2019 (yoy)

    ACEH2,561

    SUMUT2,22

    SUMBAR2,37

    BENGKULU1,93

    RIAU1,64

    JAMBI2,29

    KEP. BABEL3,05

    SUMSEL1,9LAMPUNG

    2,18 DKI JAKARTA3,37

    BANTEN3,14

    JABAR2,88

    JATENG2,27

    DIY2,98

    JATIM2,58

    BALI2,13

    NTB2,48

    PAPUA3,97

    PAPBAR2,76

    MALUKU4,33

    MALUT2,66

    SULUT0,07

    SULTENG5,59

    SULBAR0,89

    SULSEL3,33

    SULTRA3,18

    KALSEL3,92

    KALTENG3,86

    KALBAR3,57

    KALTIM2,84

    KALTARA5,06

    GORONTALO2,19

    KEP. RIAU3,2

    Inf 4,5% 3,5% Inf < 4,5% 2,5% Inf < 3,5% Inf < 2,5%

    Jawa Kalimantan BalinusraSumatera Sulampua

    I I II III II IIII IIIII III IIIIII IIIIV IV IVIV IVI I II IApril April AprilApril April

    2019 2019 20192019 20192018 2018 20182018 2018

    3.47 2.81 3.013.70

    2.793.04

    2.89 3.253.38 3.302.98

    3.09 3.102.52 2.583.243.47

    3.132.40

    3.91

    2.59

    3.31

    2.061.67

    3.212.95

    3.48

    2.322.283.12

    NASIONAL

    I II III IV I April

    20192018

    3.40 3.12 2.88 3.13 2.82 2.83

  • 8 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Memasuki triwulan II 2019, inflasi masih terjaga di kisaran target meski meningkat dibandingkan tiwulan I 2019. Hanya Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah yang mencatatkan inflasi di atas kisaran target akibat tekanan inflasi angkutan udara. Meningkatnya inflasi pada April 2019 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan bersifat temporer akibat kenaikan permintaan menuju HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional). Dibandingkan dengan rata-rata historis tiga tahun terakhir, tekanan inflasi April 2019 cenderung lebih rendah karena menurunnya inflasi volatile food seiring terjaganya pasokan, terutama disumbang deflasi komoditas beras. Dengan demikian, inflasi pada akhir triwulan II 2019 diperkirakan masih sejalan dengan target pencapaian inflasi akhir tahun.

    Prospek dan Tantangan Ekonomi DaerahProspek Ekonomi 2019

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan tetap solid dalam kisaran 5,0%-5,4%. Secara spasial, kinerja perekonomian di hampir seluruh wilayah diperkirakan membaik, kecuali Sulampua. Perbaikan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah bersumber terutama dari konsumsi di tengah investasi yang termoderasi dan ekspor yang tumbuh melambat. Sementara itu, perbaikan pertumbuhan ekonomi di sisi lapangan usaha (LU) ditopang oleh masih kuatnya kinerja industri pengolahan, khususnya yang terkait dengan pengolahan tambang. Perbaikan ekonomi juga dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan sektor tersier seperti LU perdagangan besar dan eceran serta LU penyediaan akomodasi dan makanan-minuman. Adapun perlambatan pertumbuhan Sulampua disebabkan oleh kinerja ekonomi Provinsi Papua yang diperkirakan terkontraksi akibat menurunnya kinerja sektor tambang.

    Perekonomian Jawa pada 2019 diperkirakan tetap dapat tumbuh kuat pada kisaran 5,5%-5,9% ditopang konsumsi. Dorongan konsumsi rumah tangga dan pemerintah dipengaruhi oleh meningkatnya stimulus fiskal melalui bansos dan dana desa serta pelaksanaan Pemilu 2019. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh kinerja investasi yang termoderasi dan ekspor luar negeri yang tumbuh rendah sejalan dengan

    prospek perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi di sisi LU terutama didukung oleh perdagangan besar dan eceran yang ditopang oleh masih kuatnya konsumsi. Pertumbuhan pertanian juga diperkirakan membaik seiring dengan prospek kondisi iklim yang relatif lebih normal dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, kinerja industri pengolahan Jawa masih dibayangi oleh menurunnya permintaan ekspor seiring dengan prospek perlambatan ekonomi di negara mitra dagang.

    Perekonomian Sumatera pada 2019 diperkirakan kembali tumbuh meningkat di kisaran 4,5%-5,0% ditopang konsumsi dan ekspor antar daerah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera ditopang terutama oleh konsumsi pemerintah seiring dengan kenaikan TKDD. Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga cenderung moderat dan investasi melambat sejalan dengan prospek ekspor LN yang melambat karena harga komoditas yang rendah (CPO, timah, batubara dan kopi). Meski demikian, terdapat prospek peningkatan ekspor antardaerah untuk komoditas utama CPO sebagai dampak perluasan kebijakan B20 di pasar domestik. Dampak positif kebijakan B20 juga tercermin pada pertanian dan industri pengolahan yang diperkirakan tumbuh meningkat. Sementara itu, pertambangan masih akan tumbuh terbatas karena penurunan alamiah lifting minyak bumi dan menurunnya kuota produksi batubara.

    Perekonomian Kalimantan pada 2019 diperkirakan membaik dan tumbuh di kisaran 4,0%-4,4% ditopang konsumsi dan investasi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Kalimantan didorong terutama oleh peningkatan permintaan domestik baik dari konsumsi maupun investasi. Sejalan dengan wilayah lainnya, konsumsi rumah tangga dan pemerintah meningkat seiring kenaikan stimulus fiskal dan anggaran pemerintah daerah. Investasi tetap tumbuh tinggi ditopang oleh proyek infrastruktur daerah dan kapasitas kilang minyak di Balikpapan (RDMP). Ekspor diperkirakan tumbuh membaik setelah pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi didukung oleh prospek peningkatan permintaan batubara oleh India. Meski demikian, pertumbuhan yang lebih tinggi diperkirakan tertahan oleh penurunan kuota produksi batubara. Dinamika di sisi penggunaan tercermin pada kinerja LU utama seperti pertambangan, industri pengolahan dan pertanian yang juga tumbuh meningkat.

  • 8 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 9

    Perekonomian Balinusra pada 2019 diperkirakan tumbuh akseleratif di kisaran 5,3%-5,7%, dipengaruhi pemulihan ekonomi Provinsi NTB pascabencana. Akselerasi pertumbuhan ekonomi Balinusra terutama didorong oleh kembali tumbuhnya perekonomian Provinsi NTB di kisaran 4,4%-4,8% setelah pada tahun lalu tumbuh negatif. Selain bersumber dari konsumsi, peningkatan pertumbuhan juga didorong oleh investasi yang tumbuh meningkat sebagai dampak pembangunan rumah hunian tetap sebagai bagian dari rekonstruksi infrastruktur pascagempa. Selain itu, ekspor juga diperkirakan tumbuh positif karena faktor base effect rendahnya ekspor tembaga tahun lalu dan prospek peningkatan kunjungan wisman ke Bali. Dinamika di sisi penggunaan tersebut tercermin pada kinerja LU konstruksi dan pertambangan yang diperkirakan tumbuh meningkat.

    Kinerja perekonomian nasional pada 2019 tertahan oleh perekonomian Sulampua yang diperkirakan tumbuh rendah pada kisaran 2,6%-3,0%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulampua terutama disebabkan oleh kontraksi ekspor komoditas utama tembaga di Papua. Masih berlangsungnya transisi ke tambang bawah tanah menyebabkan turunnya produksi tambang terbesar di Papua sebagaimana tercermin pada kontraksi pertumbuhan LU pertambangan. Penurunan pertumbuhan ekonomi lebih dalam sedikit tertahan oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Sementara investasi kembali tumbuh melambat. Perekonomian Sulampua di sisi LU juga ditopang oleh peningkatan pertumbuhan industri pengolahan karena meningkatnya industri nikel olahan di Sulawesi. Sementara sektor pertanian juga diperkirakan tumbuh membaik karena adanya potensi kenaikan produksi perikananan seiring implementasi kebijakan pemerintah daerah untuk memberikan perizinan kapal di bawah 60 GT.

    Terdapat beberapa risiko yang berpotensi menahan pertumbuhan ekonomi berbagai wilayah pada 2019. Dari sisi eksternal, potensi risiko terkait ketegangan perdagangan AS dan Tiongkok, ketidakpastian brexit dan perlambatan ekonomi global masih membayangi masuknya aliran modal ke Indonesia. Lebih lanjut, perlambatan ekonomi global berpotensi mempengaruhi penurunan harga komoditas tambang lebih dalam dari

    perkiraan. Dalam jangka menengah, kebijakan untuk melakukan switching penggunaan sumber energi oleh Tiongkok berpotensi menekan ekspor bahan mineral, khususnya batu bara. Demikian pula restriksi kebijakan impor India terhadap produk CPO Indonesia di tengah tekanan harga CPO yang melemah berpotensi menekan kinerja ekspor daerah penghasil kelapa sawit. Dari sisi domestik, terdapat potensi kenaikan harga BBM pada akhir 2019 sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia. Sementara itu, investasi nonbangunan juga berisiko terhambat oleh perilaku wait and see swasta terhadap kebijakan pemerintahan baru. Lebih lanjut, realisasi APBD juga berpotensi lebih rendah jika kendala terkait penyerapan TKDD masih berlanjut.

    Prospek Inflasi 2019

    Inflasi 2019 diperkirakan relatif stabil terjaga di kisaran target inflasi nasional 3,5%1%. Tingkat inflasi yang terjaga ditopang oleh inflasi inti yang stabil dan inflasi administered prices (AP) yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian inflasi inti didukung perbaikan nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Sementara, harga minyak dunia yang menurun mendukung capaian inflasi AP. Namun, tekanan inflasi angkutan udara yang meningkat membayangi pencapaian inflasi AP, terutama di wilayah Kalimantan. Tekanan inflasi volatile food (VF) diperkirakan meningkat seiring dengan harga komoditas bumbu-bumbuan yang meningkat seperti cabai merah dan bawang putih. Meski demikian, secara keseluruhan inflasi VF masih terjaga di bawah 5% di sebagian besar daerah seiring penurunan harga pangan global. Terdapat beberapa risiko yang berpotensi mendorong tekanan inflasi pada 2019, di antaranya potensi kenaikan harga komoditas emas, minyak dunia, serta anomali cuaca yang berpengaruh terhadap produksi pertanian dan perikanan.

    Inflasi di sebagian besar wilayah diperkirakan lebih rendah dibandingkan capaian inflasi tahun 2018. Sulampua dan Balinusra merupakan wilayah yang diperkirakan mengalami penurunan inflasi lebih dalam dibandingkan wilayah lainnya. Penurunan inflasi yang lebih moderat diperkirakan terjadi di Jawa dan Kalimantan. Secara umum, penurunan inflasi di wilayah tersebut ditopang oleh ketersediaan pasokan

  • 10 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    pangan yang terjaga seiring produksi pertanian yang diperkirakan lebih baik. Sementara, Sumatera diperkirakan mengalami peningkatan capaian inflasi akibat tekanan inflasi VF yang lebih tinggi, terutama komoditas hortikultura seperti cabai merah, bawang merah dan bawang putih.

    Ke depan, upaya pengendalian inflasi melalui implementasi Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah 2019-2021 perlu terus diperkuat. Peta jalan tersebut disusun oleh seluruh provinsi dalam rangka memastikan harmonisasi upaya pengendalian inflasi di tingkat nasional dan daerah. Hingga akhir Mei 2019, terdapat 24 provinsi yang telah menetapkan peta jalan tersebut, sedangkan sisanya masih dalam tahap administratif proses penetapan. Peta jalan pengendalian inflasi daerah tersebut mengacu pada program unggulan 4K peta jalan nasional, dengan fokus utama pada upaya untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi pangan di daerah. Dalam mendukung upaya pengendalian inflasi daerah, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk melakukan penguatan koordinasi dalam rangka memastikan implementasi Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah secara sinergis oleh setiap pihak yang terkait.

    Tantangan Ke Depan

    Tantangan perlambatan ekonomi global yang berdampak kepada ekonomi nasional mendorong pentingnya penguatan ekonomi domestik di tengah geliat digitalisasi ekonomi. Berlanjutnya pelemahan global pada 2019 berdampak pada menurunnya permintaan dari negara mitra dagang utama atas produk ekspor Indonesia. Secara wilayah, hal ini akan berdampak pada tertahannya ekspor industri Jawa,

    ekspor CPO dan batu bara Sumatera dan Kalimantan, serta ekspor tembaga Balinusra dan Sulampua. Namun, ekonomi berbagai daerah masih tertolong kuatnya permintaan domestik, yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, masifnya inovasi digital membawa pergeseran paradigma yang signifikan dalam cara masyarakat melakukan aktivitas ekonominya. Sehingga, penguatan permintaan domestik melalui integrasi ekonomi dan keuangan digital menjadi penting dilakukan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Salah satu upaya untuk mencapai integrasi ekonomi dan keuangan digital adalah dengan mendorong berbagai inovasi dan perluasan elektronifikasi. Penerapan elektronifikasi transaksi keuangan diyakini akan dapat meningkatkan efisiensi hubungan antara masyarakat-bisnis-pemerintahan (P-B-G) dan akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sejak diinisiasi pada 2014 melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), Bank Indonesia terus memperluas jalinan kerjasama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk menggalang potensi transaksi keuangan yang bisa dielektronifikasikan guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan efisien. Sinergi tersebut terutama berfokus pada tiga area, yakni (i) elektronifikasi bantuan sosial, (ii) elektronifikasi transaksi pemerintah daerah, dan (iii) elektronifikasi sektor transportasi. Berbagai manfaat elektronifikasi tersebut terhadap pertumbuhan dan kualitas perekonomian, strategi pengembangannya, serta berbagai hambatan yang menyertai akan diulas secara mendalam di Bab VII Isu Strategis: Inovasi dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah dan Sektor Transportasi dalam rangka Mendukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transformasi Digital.

  • 10 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 11

    BAGIAN IIPEREKONOMIAN

    SUMATERA

  • 12 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    BAGIAN 2

    PEREKONOMIAN SUMATERA

    Perekonomian Sumatera pada triwulan I 2019 tumbuh 4,6% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2018 yang sebesar 4,5% (yoy). Sumber pertumbuhan berasal dari dorongan konsumsi pemerintah dan penurunan impor luar negeri. Dari sisi lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi dipengaruhi peningkatan pertumbuhan LU pertambangan, industri pengolahan dan konstruksi karena akselerasi produksi batubara, CPO dan kertas serta proyek infrastruktur yang masih berlanjut. Hal ini juga didukung oleh stabilitas sistem keuangan yang aman serta sistem pembayaran yang efisien. Meski laju pertumbuhan ekonomi meningkat, inflasi triwulan I 2019 masih dalam kisaran target inflasi nasional yakni 1,7% (yoy), menurun dari triwulan sebelumnya 2,4% (yoy). Penurunan tekanan inflasi dipengaruhi oleh harga kelompok bahan makanan, terutama hortikultura yang terkendali. Bahkan, level inflasi tahunan tersebut merupakan yang terendah sejak 2003. Terkendalinya capaian inflasi tersebut tidak lepas dari peran Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi yang rendah dan stabil melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

    Momentum perbaikan ekonomi Sumatera diperkirakan berlanjut pada triwulan II 2019 didorong konsumsi dan investasi, khususnya yang terkait dengan proyek infrastruktur Pemerintah. Peningkatan konsumsi dan investasi akan tercermin pada kinerja LU perdagangan dan konstruksi yang juga diperkirakan meningkat. Lebih lanjut, cuaca yang kondusif diperkirakan berdampak positif terhadap kinerja LU pertanian sehingga juga memberikan terhadap perekonomian Sumatera. Sementara tekanan inflasi pada triwulan II 2019 diperkirakan meningkat karena tekanan permintaan pada periode Ramadhan dan Idul Fitri, yang berdampak pada kenaikan harga kelompok bahan makanan serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

    Untuk keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi dibandingkan 2018 pada kisaran 4,5%-5,0% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi pemerintah dan perbaikan net ekspor. Dorongan konsumsi Pemerintah dipengaruhi oleh kenaikan dana transfer daerah, belanja terkait pelaksanaan pemilu, dan belanja operasional terkait proyek infrastruktur. Dari sisi LU, industri pengolahan dan pertanian menjadi pendorong pertumbuhan dipengaruhi oleh peningkatan produksi kelapa sawit dan permintaan CPO dari industri biodiesel domestik yang meningkat. Tekanan inflasi 2019 diperkirakan terjaga pada kisaran sasaran inflasi nasional 3,5%1%, meski diperkirakan lebih tinggi dibandingkan 2018. Peningkatan inflasi terutama didorong oleh inflasi kelompok bahan makanan yang bersumber dari kenaikan harga sejumlah komoditas hortikultura. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus melakukan koordinasi pengendalian inflasi melalui TPID dengan strategi 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Komunikasi Efektif) dan pelaksanaan roadmap TPID.

    12

    Perekonomian Sumatera pada triwulan I 2019 tumbuh meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2018. Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari dorongan konsumsi pemerintah serta penurunan tekanan impor luar negeri. Meningkatnya kinerja konsumsi pemerintah didukung oleh proses administrasi anggaran yang lebih efektif dan efisien serta alokasi anggaran secara keseluruhan yang meningkat. Sementara, turunnya impor luar negeri disebabkan oleh penurunan permintaan konsumsi rumah tangga

    dan investasi non bangunan. Dari sisi LU, dorongan pertumbuhan ekonomi berasal dari LU pertambangan, industri pengolahan, serta konstruksi. Meningkatnya kinerja pertambangan dan industri pengolahan ditopang oleh akselerasi produksi batu bara, timah, CPO, dan peralatan elektronik. Sementara dorongan LU konstruksi karena proses konstruksi berbagai proyek infrastruktur yang masih berlanjut. Secara spasial, peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh akselerasi perekonomian Riau dan Bengkulu (Tabel II.1).

  • 12 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 13

    BAGIAN 2 Pada triwulan II 2019, peningkatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berlanjut. Peningkatan pertumbuhan berasal dari akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi, serta perbaikan ekspor luar negeri. Peningkatan konsumsi rumah tangga akan terjadi pada Ramadhan dan Idul Fitri, didukung oleh daya beli masyarakat yang masih terjaga. Terkait investasi, peningkatan investasi dipengaruhi oleh peningkatan realisasi belanja modal Pemerintah Daerah (Pemda). Selanjutnya, akselerasi ekspor luar negeri bersumber dari perbaikan harga dan permintaan. Di sisi penawaran, LU yang diperkirakan menjadi sumber peningkatan kinerja ekonomi Sumatera adalah pertanian, konstruksi, dan perdagangan. Untuk pertanian, cuaca yang lebih kondusif pada triwulan II 2019 akan menjadi salah satu faktor penopang produksi. Sementara akselerasi pada konstruksi dan perdagangan sejalan dengan perkiraan membaiknya capaian pertumbuhan investasi dan konsumsi rumah tangga.

    Kinerja Sisi PenggunaanKonsumsi Rumah Tangga

    Pada triwulan I 2019, konsumsi rumah tangga tumbuh melambat sesuai pola musiman pasca perayaan Natal, tahun baru, dan libur akhir tahun. Perlambatan diindikasikan karena penurunan pendapatan petani selama masa tanam di hampir seluruh provinsi dan berkurangnya pendapatan ekspor seiring turunnya permintaan global dan harga komoditas. Perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi di hampir seluruh provinsi antara lain Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Di samping itu, rata-rata pertumbuhan upah minimum provinsi (UMP) pada 2019 lebih rendah dari

    tahun sebelumnya, yaitu dari 8,8% (yoy) menjadi hanya 8,0% (yoy). Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercermin pada penurunan persepsi konsumen terhadap kemampuan untuk membeli barang tahan lama (Grafik II.1).

    Memasuki triwulan II 2019, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat dari triwulan I. Peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga di hampir seluruh provinsi dipengaruhi faktor musiman karena perayaan Idul Fitri pada awal Juni 2019. Hal tersebut juga didukung oleh pendapatan masyarakat yang menguat karena adanya pembayaran tunjangan hari raya (THR), gaji ke-13, dan penyaluran dana dari program bantuan sosial (bansos) Pemerintah, serta pendapatan ekspor di beberapa provinsi seperti Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Lampung. Indikasi perbaikan konsumsi rumah tangga tercermin dari capaian penjualan eceran yang tumbuh lebih tinggi di awal triwulan II 2019 dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik II.2).

    Grafik II.2. Indeks Penjualan Riil Menurut Kategori

    Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

    Grafik II.1. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

    Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

    Sumber: BPS, diolah

    Tabel II.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera (% yoy)

  • 14 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Konsumsi Pemerintah

    Konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi pada triwulan I 2019 dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja konsumsi pemerintah ditopang oleh pengesahan anggaran yang lebih cepat dan peningkatan alokasi anggaran dana desa 2019, serta tambahan penyaluran dana kelurahan yang belum pernah ada sebelumnya. Di samping itu, dorongan belanja Pemerintah juga berasal dari realisasi anggaran Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Meningkatnya kinerja konsumsi pemerintah terindikasi dari perlambatan pertumbuhan posisi giro milik pemerintah pada bank umum (Grafik II.3). Pada triwulan II 2019, konsumsi pemerintah diperkirakan tetap tumbuh kuat meskipun lebih rendah dari triwulan I 2019. Penurunan pertumbuhan disebabkan pelaksanaan Pemilu yang telah berakhir. Sementara belanja proyek fisik di beberapa daerah juga masih dalam tahap pengadaan dan diperkirakan baru selesai pada akhir triwulan II 2019.

    Investasi

    Pada triwulan I 2019, investasi di Sumatera tumbuh lebih rendah dari triwulan IV 2018. Penurunan pertumbuhan dipengaruhi oleh berakhirnya sejumlah pembangunan infrastruktur Asian Games (Sumatera Selatan) dan beberapa ruas jalan tol (Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung). Selain itu, perlambatan pertumbuhan investasi juga dipengaruhi oleh pelaku usaha swasta yang masih melakukan konsolidasi selama periode Pemilu, tercermin dari penurunan investasi non bangunan berupa mesin dan peralatan. Perlambatan kinerja investasi terkonfirmasi dari perlambatan kredit investasi (Grafik II.4).

    Investasi diperkirakan meningkat pada triwulan II 2019 ditopang oleh meningkatnya aktivitas pembangunan Pemerintah maupun investasi swasta. Proyek infrastruktur yang akan dilakukan Pemerintah pada triwulan II antara lain meliputi pembangunan jalan (trans Sumatera Indralaya - Muara Enim - Lahat - Lubuk Linggau-Bengkulu), jembatan, irigasi, bendungan, serta sarana publik (kesehatan dan pendidikan). Selanjutnya, investasi swasta diperkirakan meningkat, baik yang berbentuk investasi bangunan maupun non bangunan, yang terkonsentrasi pada dua LU yaitu industri pengolahan (pembangunan pabrik baru di Lampung, Jambi, dan Kepulauan Riau) serta akomodasi (pembangunan hotel di Aceh dan Bangka Belitung). Optimisme peningkatan investasi pada triwulan II 2019 ini tercermin dari indikator investasi dari hasil survei dan liaison (Grafik II.5).

    Grafik II.5. Perkembangan Investasi

    Sumber: Liaison dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BIp) Perkiraan; Liaison April 2019

    Grafik II.4. Kredit Investasi

    Sumber: Laporan Bank Umum (LBU), diolah

    Grafik II.3. Giro Milik Pemerintah di Bank Umum

    Sumber: Laporan Bank Umum (LBU), diolah

  • 14 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 15

    Ekspor Barang dan Jasa Luar Negeri (LN)

    Ekspor barang dan jasa LN pada triwulan I 2019 tumbuh negatif karena penurunan permintaan. Penurunan ekspor komoditas utama (Grafik II.6) dipengaruhi oleh beberapa hal yakni ekspor komoditas karet dan produk olahannya (Sumatera Utara) serta ekspor batu bara (Aceh) dipengaruhi oleh penurunan permintaan Tiongkok karena stok yang masih mencukupi, komoditas CPO, kopi (Aceh dan Lampung), dan produk elektronik (Kepulauan Riau) juga disebabkan permintaan dari beberapa mitra dagang yang tidak setinggi periode sebelumnya. Sementara penurunan ekspor minyak dari Riau dan Jambi dipengaruhi oleh upaya para produsen minyak dalam memprioritaskan hasil produksinya untuk pemenuhan kebutuhan industri pengolahan domestik.

    Memasuki triwulan II 2019, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan mulai membaik dari triwulan I 2019. Peningkatan ekspor diperkirakan berasal dari komoditas CPO karena penurunan tarif bea impor CPO di India (Sumatera Utara dan Riau). Ekspor karet juga diperkirakan membaik karena kenaikan harga jual akibat permintaan karet dari industri olahan lanjutan di Tiongkok diperkirakan mulai meningkat (Sumatera Utara, Bengkulu dan Sumatera Selatan). Di samping CPO dan karet, ekspor komoditas timah olahan dari Bangka Belitung diperkirakan semakin membaik didukung oleh kondusifnya cuaca bagi kegiatan produksi serta prospek harga jual yang akan mengalami peningkatan. Perkiraan perbaikan kondisi ekspor luar negeri tersebut didukung oleh hasil liaison kepada para eksportir (Grafik II.7).

    Impor Barang dan Jasa LN

    Sejalan dengan kinerja ekspor, impor barang dan jasa LN pada triwulan I 2019 juga tumbuh negatif. Seluruh kategori barang, baik barang konsumsi, barang modal, maupun barang antara tercatat kontraksi (Grafik II.8). Penurunan impor barang konsumsi adalah dampak dari melemahnya permintaan konsumsi masyarakat pasca peak season di akhir 2018. Selanjutnya, impor barang modal juga tercatat menurun yang sejalan dengan proses konsolidasi pelaku swasta selama periode Pemilu. Untuk impor barang antara, penurunan dipengaruhi oleh kinerja usaha tambang maupun industri pengolahan yang permintaan ekspornya menurun, antara lain tercermin dari penurunan impor parts untuk produk elektronik (Kepulauan Riau) serta penurunan impor bahan kimia untuk pembuatan barang dari karet (Jambi).

    Grafik II.8. Impor Non Migas Menurut Kategori

    Sumber: Bea Cukai, diolah

    Grafik II.7. Likert Scale Penjualan

    Sumber: Liaison Bank Indonesia p) Perkiraan; Liaison April 2019

    Grafik II.6. Nominal Ekspor Non Migas Menurut Komoditas

    Sumber: Bea Cukai, diolah

  • 16 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Pada triwulan II 2019, impor luar negeri diperkirakan masih tumbuh negatif, namun tidak sedalam triwulan I. Peningkatan impor diperkirakan terjadi untuk jenis barang konsumsi dan barang modal. Sejalan dengan adanya perayaan Idul Fitri, impor barang konsumsi, khususnya yang terkait dengan bahan makanan, diperkirakan meningkat. Impor barang modal juga diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan dimulainya aktivitas investasi swasta di berbagai daerah. Selanjutnya, sejalan dengan prospek perbaikan ekspor, impor barang antara yang dibutuhkan perusahaan eksportir juga akan turut mengalami peningkatan.

    Kinerja Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan dan Perikanan

    Pertumbuhan LU pertanian Sumatera pada triwulan I 2019 melambat karena produksi yang belum optimal. Produksi padi di Lampung terganggu akibat curah hujan tinggi yang menghambat produksi padi. Kondisi yang sama juga berdampak pada kegiatan penangkapan ikan di Bangka Belitung. Pergeseran musim penghujan juga membuat panen komoditas tanaman bahan makanan (tabama) di Sumatera Barat mengalami kemunduran. Sementara di Sumatera Utara justru terjadi kekeringan di sentra produksi padi. Produksi tandan buah segar (TBS), beberapa daerah juga menurun pada triwulan laporan. Untuk komoditas karet periode Februari sampai dengan April 2019 merupakan musim trek atau musim gugur daun di Sumatera Utara sehingga panen belum dapat dilakukan. Selanjutnya untuk komoditi hortikultura dan kopi pada triwulan I merupakan siklus penurunan produksi akibat curah hujan tinggi (Lampung). Melambatnya pertumbuhan LU pertanian tersebut tercermin dari melemahnya nilai tukar petani (NTP) pada awal 2019 di beberapa provinsi (Grafik II.9).

    Memasuki triwulan II 2019, LU pertanian Sumatera diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari triwulan I 2019. Peningkatan LU pertanian akan dipengaruhi oleh peningkatan produksi komoditas tabama, perikanan, dan perkebunan di berbagai provinsi. Produksi padi diperkirakan meningkat seiring musim panen di Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung, serta dukungan program mekanisasi pertanian dari Pemda (Sumatera Utara). Produksi TBS juga diperkirakan meningkat karena berakhirnya musim trek (Aceh, Sumatera Utara, dan Riau) dan didukung oleh upaya replanting untuk meningkatkan produktivitas. Sementara, kondisi cuaca yang lebih baik dengan berakhirnya musim penghujan akan menjadi faktor pendorong produksi ikan tangkap di Sumatera Utara dan Bangka Belitung. Peningkatan kinerja pada triwulan II 2019 tersebut diindikasikan oleh optimisme pelaku usaha terhadap capaian penjualan domestik mereka yang mulai membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik II.10).

    Pertambangan dan Penggalian

    Pada triwulan I 2019, LU pertambangan Sumatera tercatat tumbuh lebih tinggi dari triwulan IV 2018. Perbaikan kinerja ini didorong oleh akselerasi produksi batu baru dan timah, serta kontraksi lifting minyak bumi yang membaik. Akselerasi produksi batu bara dipengaruhi oleh strategi para produsen untuk meningkatkan persediaan dalam rangka pemenuhan kuota domestic market obligation (DMO). Di samping itu, peningkatan produksi juga ditopang oleh upaya diversifikasi pasar ekspor dan optimasi penjualan batu bara berkalori medium dan tinggi ke pasar premium (Sumatera Selatan).

    Grafik II.10. Kondisi Usaha LU Pertanian

    Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI

    Grafik II.9. Nilai Tukar Petani

    Sumber: BPS, diolah

  • 16 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 17

    Terkait dengan produksi timah di Bangka Belitung, akselerasi produksi pada triwulan laporan dipengaruhi oleh inovasi teknologi produksi ramah lingkungan sehingga lebih produktif. Sementara perbaikan kontraksi lifting minyak di Riau tercatat tidak sedalam triwulan sebelumnya (Grafik II.11), dipengaruhi oleh upaya produsen untuk memaksimalkan produksi lifting bulanan.

    LU pertambangan dan penggalian diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan II 2019. Deselerasi ini terutama akan dipengaruhi oleh produksi minyak bumi dan batu bara. Produksi migas di Riau dan Kepulauan Riau saat ini masih menghadapi fase natural declining karena sumur yang sudah tua. Selanjutnya, permintaan batu bara dari Tiongkok diperkirakan masih tertahan seiring dengan kebijakan pembatasan impor batu bara. Pelemahan permintaan batu bara tersebut terutama akan berdampak pada kinerja produksi di Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

    Industri Pengolahan

    LU industri pengolahan pada triwulan I 2019 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan IV 2018. Capaian tersebut terutama dipengaruhi oleh upaya penyediaan stok dari industri makanan dan minuman (mamin) di berbagai daerah, dalam rangka mengantisipasi kenaikan permintaan saat periode Ramadhan dan menjelang Idul Fitri di berbagai daerah (Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Lampung). Di samping itu, produksi CPO Sumatera juga diindikasikan meningkat seiring dengan kenaikan target penyaluran fatty acid methyl esters (FAME) untuk program B20. Selain industri mamin dan CPO, industri kertas dan pencetakan juga meningkat didorong oleh kenaikan permintaan pada periode kampanye serta menyambut Ramadhan (Riau). Dorongan peningkatan kinerja industri juga berasal dari beroperasinya pabrik pembuat produk elektronik berjenis router di Batam (Kepulauan Riau) pada Januari 2019. Perkembangan positif industri pengolahan ini terkonfirmasi dari meningkatnya rata-rata indeks produksi manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada triwulan laporan (Grafik II.13).

    LU industri pengolahan diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan II 2019. Perlambatan pertumbuhan dipengaruhi oleh industri mamin telah melakukan peningkatan produksi sejak triwulan I untuk memenuhi permintaan Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara permintaan kepada industri kertas dan pencetakan akan menurun pasca pelaksanaan Pemilu. Produksi karet olahan di Jambi, pada periode bulan puasa relatif menurun. Tendensi pelemahan kinerja LU industri pengolahan pada triwulan II 2019 ini terlihat dari beberapa indikator aktivitas usaha dari para produsen yang lebih rendah dari capaian pada triwulan I 2019 (Grafik II.14).

    Grafik II.13. Indeks Produksi IMK

    Sumber: BPS, diolah

    Grafik II.12. Perkembangan Harga Minyak

    Sumber: World Bank, diolah

    Grafik II.11. Lifting Minyak

    Sumber: SKK Migas, diolah

  • 18 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Konstruksi

    Pada triwulan I 2019, LU konstruksi tumbuh mening-kat didorong oleh realisasi proyek infrastruktur di awal tahun. Beberapa proyek multiyears yang masih berlanjut antara lain proyek jalan tol lintas Sumatera, dan adanya carry over proyek Pemda pada akhir 2018 ke Januari dan Februari 2019 (pembangunan jembatan, dan flyover Riau). Selain investasi Pemerintah, beberapa investasi swasta yang masih berlanjut antara lain adalah pembangunan pusat perbelanjaan (Jambi dan Bangka Belitung), kompleks perumahan (Lampung dan Bangka Belitung), serta hotel (Bengkulu).

    Kinerja LU konstruksi diperkirakan semakin menguat pada triwulan II 2019. Penguatan ini tetap akan ditopang oleh proyek existing seperti jalan tol, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), jalur kereta api, pelabuhan dan bandara. Terkait

    dengan proyek jalan tol, Pemerintah juga telah mulai mengerjakan pembangunan sirip tol lintas Sumatera dan pada Maret - April 2019 resmi dimulai pembangunan ruas tol Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu, Simpang Indralaya-Muara Enim, serta Muara Enim-Lubuk Linggau resmi dimulai. Di samping itu, realisasi belanja modal dari anggaran belanja Pemda juga diperkirakan akan meningkat. Perkiraan meningkatnya kinerja konstruksi terkonfirmasi dari hasil survei dan liaison (Grafik II.15).

    Perdagangan

    Pada triwulan I 2019, kinerja LU perdagangan tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Perlambatan LU perdagangan sejalan dengan melemahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Di samping itu, meningkatnya biaya kargo transportasi udara (Sumatera Utara) serta berakhirnya musim liburan sekolah di awal tahun turut menjadi faktor penahan kinerja LU perdagangan. Hal tersebut tercermin dari perlambatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) serta jumlah barang yang dimuat (dalam ton) pada penerbangan domestik dan internasional bandara utama (Polonia) di Pulau Sumatera (Grafik II.16).

    Memasuki triwulan II 2019, perkembangan LU perdagangan diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut sejalan dengan permintaan masyarakat pada Ramadhan hingga perayaan Idul Fitri, serta penyelenggaraan beberapa event berskala nasional

    Grafik II.16. Pertumbuhan Jumlah Wisman dan Jumlah Barang yang Dimuat pada Penerbangan Domestik dan Internasional

    Sumber: BPS, diolah

    Grafik II.15. Kondisi Usaha LU Konstruksi

    Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI

    Grafik II.14. Hasil Liaison LU Industri Pengolahan

    Sumber: Liaison BI

  • 18 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 19

    maupun internasional, seperti Krui World Surfing League di Lampung (April 2019), Festival Sriwijaya di Sumatera Selatan (Juni 2019), serta Bintan Triathlon di Kepulauan Riau (Juni 2019). Tendensi perbaikan LU perdagangan ini tercermin dari persepsi pelaku usaha terhadap kinerja penjualan dan harga jual yang membaik dibandingkan dengan triwulan I 2019 (Grafik II.17).

    2 Data realisasi APBD berasal dari Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA).

    Fiskal DaerahKinerja penerimaan daerah pada triwulan I 2019 relatif sama dengan periode yang sama tahun 2018. Penyaluran Transfer Dana Pusat ke Daerah pada triwulan I 2019 mencapai 23,6% terhadap anggaran, atau secara nominal mencapai Rp51,4 triliun disumbang oleh DAU dan DBH yang masingmasing mencapai Rp37,6 triliun dan Rp5,7 (Grafik II.18). Realisasi transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik dan Dana Desa. DAK Non Fisik tercatat hanya tersalurkan sekitar 12,7% dari anggaran, atau turun dari penyaluran periode sama tahun lalu sebesar 15,7%. Secara spasial, rendahnya persentase penyaluran terutama bersumber dari Sumatera Utara dan Lampung. Sementara penyaluran Dana Desa hanya mencapai 14,8%, atau turun dari triwulan I 2018 sebesar 16,5%, dipengaruhi penurunan penyaluran di Lampung dan Riau.

    Dari sisi pengeluaran, realisasi belanja APBD pada triwulan I 2019 masih minim sebagaimana pola historis di awal tahun anggaran. Persentase realisasi anggaran tercatat 9,6%, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,9%, didorong oleh peningkatan penyerapan di Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau (Grafik II.19). Tingginya realisasi belanja APBD di Sumatera

    Utara terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja barang untuk keperluan Pemilu 2019 serta belanja bansos. Secara nominal, realisasi belanja Pemerintah Daerah triwulan I 2019 mencapai Rp237,4 triliun, lebih rendah dari Rp239,1 triliun pada triwulan I 2018 sejalan dengan penurunan pagu anggaran2.

    Perkembangan Inflasi DaerahTekanan Inflasi Sumatera pada triwulan I 2019 lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Realisasi inflasi Sumatera pada triwulan I 2019 mencapai 1,7% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 sebesar 2,4% (yoy) (Grafik II.20). Level inflasi tahunan tersebut merupakan yang terendah sejak 2003. Perlambatan laju inflasi dipengaruhi penurunan inflasi kelompok bahan makanan yang rendah. Secara spasial, penurunan laju inflasi terjadi di seluruh provinsi di Sumatera.

    Grafik II.19. Persentase Realisasi APBD Sumatera Triwulan I 2019

    Sumber: Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA), diolah

    Grafik II.18. Realisasi Penyaluran Transfer Dana Pusat ke Daerah Triwulan I 2019

    Sumber: DJPK Kemenkeu, diolah

    Grafik II.17. Kondisi Usaha LU Perdagangan

    Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI

  • 20 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Ketersediaan pasokan pangan mendorong penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan. Pasokan yang melimpah didukung oleh musim panen cabai merah dan beras di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Lampung serta pasokan impor bawang putih. Pasokan ikan segar juga meningkat di Aceh, Bengkulu, Jambi, dan Bangka Belitung didukung oleh cuaca yang kondusif untuk melaut di wilayah tersebut. Berbagai hal tersebut berdampak pada deflasi kelompok bahan makanan -2,3% (yoy), menurun dari inflasi triwulan IV 2018 sebesar 0,6% (yoy). Namun penurunan tekanan inflasi tertahan oleh tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Tekanan inflasi pada kelompok tersebut disebabkan oleh tarif angkutan udara, serta mulai diberlakukannya kebijakan bagasi berbayar pada maskapai LCC (Low Cost Carrrier). Secara spasial, kenaikan tekanan inflasi pada tarif angkutan udara memberi sumbangan terbesar di Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung, yakni masing masing 1,2% (yoy) dan 0,7% (yoy) terhadap inflasi tahunan pada triwulan I 2019. Memasuki triwulan II 2019, tekanan inflasi diperkirakan mulai meningkat namun masih terkendali di level 2,3% (yoy) pada April 2019. Peningkatan inflasi April 2019 terutama didorong oleh kelompok bahan makanan terutama komoditas cabai merah, aneka bawang dan daging ayam ras karena pasokan yang mulai berkurang seiring dengan berakhirnya musim panen. Adapun kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi khususnya harga day old chicken (DOC) dan

    pakan. Memasuki bulan Ramadhan dan HBKN Idul Fitri, inflasi pada triwulan II 2019 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi diperkirakan didorong oleh kenaikan permintaan pada periode Ramadhan dan HBKN Idul Fitri, khususnya pada kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Berdasarkan pola historisnya, beberapa komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan harga adalah angkutan udara, daging ayam ras, angkutan antar kota dan cabai merah. Untuk memitigasi risiko kenaikan inflasi ke depan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/Kota berencana melakukan operasi pasar dan menyelenggarakan pasar murah sebagai upaya untuk menahan tekanan inflasi lebih lanjut.

    Stabilitas Keuangan DaerahKetahanan Sektor Korporasi

    Kondisi stabilitas keuangan daerah wilayah Sumatera relatif terjaga. Profitabilitas korporasi nonkeuangan publik cukup stabil tercermin oleh ROA dan ROE yang tetap solid (Grafik II.21). Secara sektoral, peningkatan kinerja korporasi sektor batubara mampu menahan dampak penurunan sektor kelapa sawit dan sektor migas. Perbaikan kinerja korporasi sektor batubara sejalan dengan peningkatan produksi batubara yang didorong oleh upaya mencapai target kebutuhan produksi nasional (DMO) dan didukung oleh level harga yang tinggi. Di sisi lain, kinerja korporasi sektor kelapa sawit sedikit menurun akibat penurunan permintaan eksternal dan pelemahan harga. Sementara itu, penurunan profitabilitas korporasi sektor migas disebabkan oleh penurunan lifting dan harga minyak bumi.

    Stabilnya profitabilitas korporasi diimbangi dengan perbaikan kemampuan membayar utang. Kondisi ini tercermin dari rasio beban utang korporasi atau Debt Service Ratio (DSR) yang menurun dari 83,1 di triwulan III 2018 menjadi 78,5 di triwulan IV 2018 (Grafik II.22). Perbaikan rasio terutama terjadi pada korporasi sektor kelapa sawit yang menurun hingga di bawah batas aman (

  • 20 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 21

    Kredit korporasi tumbuh terbatas di triwulan I 2019 (Grafik II.23). Pertumbuhan kredit triwulan I 2019 tercatat 10,2% (yoy), melambat dari 15,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara sektoral, perlambatan

    penyaluran kredit korporasi terutama terjadi pada sektor pertambangan dan perdagangan. Sementara penyaluran kredit sektor pertanian dan industri pengolahan tumbuh meningkat. Peningkatan kredit pertanian terjadi di subsektor hortikultura didorong oleh produksi yang melimpah seiring dengan periode panen raya. Akselerasi kredit industri pengolahan didorong oleh dampak dari implementasi program B20 serta tingginya permintaan kertas dan pencetakan untuk kebutuhan Pemilu 2019. Risiko kredit korporasi terpantau meningkat dari triwulan sebelumnya meskipun masih dalam level yang terkendali (Grafik II.24). Peningkatan NPL terutama terjadi pada korporasi di sektor industri pengolahan dan perdagangan. Khusus kredit pertambangan dan perdagangan perlu mendapat perhatian karena NPL yang sudah di atas batas indikatif 5%.

    Grafik II.25. Pertumbuhan DPK Korporasi Sumatera

    Sumber: Bank Indonesia

    Grafik II.24. NPL Kredit Korporasi Sektoral

    Sumber: Bank Indonesia

    Sumber: Bloomberg

    Grafik II.23. Pertumbuhan Kredit Sektoral Korporasi

    Sumber: Bloomberg

    Grafik II.22. DSR dan DER Korporasi Sumatera

    Sumber: Bloomberg

    Grafik II.21. ROA dan ROE Korporasi Sumatera

  • 22 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Ketahanan Sektor Rumah Tangga

    Pertumbuhan kredit rumah tangga tumbuh terbatas dibandingkan triwulan sebelumnya dengan risiko kredit yang masih terjaga. Penyaluran kredit rumah tangga sedikit melambat dari 16,2% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 15,8% (yoy) pada triwulan I 2019 (Grafik II.26). Perlambatan terjadi pada kredit multiguna, sementara kredit pemilikan rumah (KPR) masih tumbuh stabil dan kredit kendaraan bermotor (KKB) mencatat peningkatan (Grafik II.27 dan II.28). Dari risiko kredit, NPL rumah tangga meningkat namun masih terjaga di bawah level 5%. Perlambatan juga terjadi pada penghimpunan DPK rumah tangga. Pertumbuhan DPK rumah tangga melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 4,5% (yoy) pada triwulan I 2019. Perlambatan bersumber dari penurunan DPK dalam bentuk giro dan tabungan. Dengan kredit multiguna yang juga menurun, rumah tangga terindikasi memilih menggunakan dana sendiri dibandingkan menggunakan kredit untuk membiayai konsumsinya.

    Kredit Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

    Pertumbuhan kredit UMKM meningkat didorong kredit pada sektor perdagangan. Pada triwulan I 2019, kredit UMKM tumbuh meningkat dari 9,5% (yoy) di triwulan IV 2018 menjadi 10,4% (yoy) di triwulan I 2019. Secara sektoral, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi pada sektor perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta real estate. Secara spasial, peningkatan penyaluran kredit UMKM terjadi di seluruh provinsi di Sumatera, kecuali Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Jambi sebesar 16,3% (yoy), diikuti Bengkulu dan Riau masingmasing sebesar 15,8% (yoy) dan 12,8% (yoy). Namun, kualitas penyaluran kredit UMKM perlu diperhatikan tercermin oleh rasio NPL yang mengalami kenaikan dari 4,3% di triwulan IV 2018 menjadi 4,7% di triwulan I 2019, khususnya di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (NPL sudah berada di atas 5%).

    Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Tunai RupiahSistem Pembayaran Non-Tunai

    Transaksi pembayaran menggunakan kliring dan RTGS di Sumatera mengalami penurunan. Penurunan transaksi non tunai terlihat dari berkurangnya transaksi kliring dan RTGS di Sumatera pada triwulan I 2019, baik secara nominal maupun secara volume (Grafik II.29 dan Grafik II.30). Pada triwulan I 2019, nominal kliring Sumatera tercatat

    Grafik II.28. Perkembangan Pengeluaran Rumah Tangga

    Sumber: Bank Indonesia

    Grafik II.27. Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

    Sumber: Bank Indonesia

    Grafik II.26. Pertumbuhan Kredit dan NPL Sektor Rumah Tangga

  • 22 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 23

    sebesar Rp87,2 triliun, atau tumbuh -9,2% (yoy), terkontraksi dibandingkan triwulan IV 2018 (-5,6%, yoy). Pertumbuhan volume kliring juga terkontraksi dari -9,63% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi -22,22% (yoy) pada triwulan I 2019. Kontraksi pertumbuhan nominal transaksi ritel melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sejalan dengan berkurangnya aktivitas konsumsi masyarakat. Adapun penurunan terjadi di hampir seluruh provinsi di Sumatera kecuali Provinsi Bengkulu dengan kontraksi terdalam terjadi di Sumatera Utara yang mencapai -11,0% (yoy) dari -7,4% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi kliring terendah tercatat di Bengkulu dengan pangsa hanya 1,6% atau setara Rp1,4 triliun.

    Pembayaran non tunai menggunakan kartu kredit di Sumatera mengalami peningkatan pada triwulan I 2019. Penggunaan kartu kredit di wilayah Sumatera pada triwulan I 2019 tercatat senilai Rp4,85 triliun, sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,78 triliun (rasio kartu kredit terhadap konsumsi RT pada PDRB meningkat Grafik II.31). Secara spasial, Sumatera Utara tercatat sebagai provinsi yang memiliki porsi penggunaan kartu kredit terbesar mencapai 44,6%. Peningkatan jumlah penggunaan kartu kredit mengindikasikan masih kuatnya konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas pada triwulan laporan.

    Grafik II.32. Perkembangan Jumlah Unik Spasial Sumatera

    Sumber: Bank Indonesia

    Grafik II.31. Rasio Kartu Kredit terhadap Konsumsi RT

    Sumber: Bank Indonesia, BPS, diolah

    Grafik II.30. Volume Transaksi Kliring Sumatera

    Sumber: Bank Indonesia

    Grafik II.29. Nominal Transaksi Kliring Sumatera

    Sumber: Bank Indonesia

  • 24 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    Di sisi lain, penggunaan uang elektronik (UE) terus mengalami peningkatan seiring dengan berlanjutnya implementasi pembayaran non tunai bagi pengguna jalan tol dan penetrasi layanan keuangan digital (LKD). Nominal penggunaan UE selama triwulan I 2019 mencapai Rp1,28 triliun, meningkat 843% dari triwulan IV 2018 yang hanya sebesar Rp151,7 miliar didorong oleh promosi yang dilakukan oleh penyelenggara UE di awal tahun 2019. Secara spasial, peningkatan terjadi di seluruh provinsi terutama Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Riau. Sejalan dengan peningkatan transaksi, jumlah UE di wilayah Sumatera juga mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, jumlah UE mencapai 1,62 juta, dan terus menunjukan tren peningkatan. Secara spasial, Sumatera Utara menjadi provinsi dengan porsi terbanyak untuk jumlah UE dengan nominal yang terus meningkat setiap periodenya (Grafik II. 32).

    Sementara itu, utilisasi agen Layanan Keuangan Digital (LKD) terus mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari rasio volume uang elektronik/agen yang meningkat. Rasio uang elektronik terhadap jumlah agen pada akhir triwulan I 2019 tercatat sebesar 7,6, meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan IV 2018 sebesar 4,7 seiring dengan meningkatnya jumlah UE secara signifikan di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan (Grafik II.33). Saat ini, cakupan LKD terluas terdapat di Sumatera Utara, yang terindikasi dari jumlah agen LKD terbesar yang berada di wilayah tersebut. Agen LKD Sumatera Utara saat ini mencapai 32,86 ribu agen atau mencapai 15,5% dari total agen LKD di wilayah Sumatera.

    Bank Indonesia terus memperluas penetrasi LKD sesuai 6 pilar Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan melanjutkan beberapa program, antara lain: a) kerja sama dengan perbankan maupun instansi terkait lainnya melalui sosialisasi produk dan jasa keuangan kepada siswa, mahasiswa, pelaku usaha UMKM, dan pelaku usaha lainnya, b) sosialisasi pemberdayaan masyarakat khususnya UMKM, c) koordinasi dengan pemerintah serta perbankan untuk penyaluran bantuan sosial non tunai, elektronifikasi transaksi retail, dan elektronifikasi transaksi pemerintah.

    Program elektronifikasi akan mendukung efektivitas dan efisiensi penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai agar sesuai dengan prinsip 6T3, mempertimbangkan alokasi yang semakin besar pada 2019. Tahun 2019, penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Sumatera diperluas kepada 2,9 juta orang di 154 kabupaten/kota dari 1,02 juta orang di 77 kabupaten/kota pada tahun 2018. Anggaran BPNT pada tahun 2019 tercatat Rp3,2 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp0,6 triliun. Sementara itu, penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2019 tetap diberikan kepada 2,1 juta orang di 154 kabupaten/kota, tetapi anggarannya meningkat menjadi Rp7,2 triliun dari Rp3,8 triliun pada tahun 2018. Contoh keberhasilan elektronifikasi Bansos yang dilakukan oleh Pemda adalah Kota Metro, Lampung. Pemkot Metro menjadi Pemda dengan kinerja penyaluran BPNT tercepat pada periode Agustus 2018. Melalui koordinasi yang intens antara Dinas Sosial, Pendamping, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), dan Himbara, Pemkot Metro mengaplikasikan barcode, dan e-waroeng KUBE, untuk mempercepat penyaluran.

    Selain Bantuan Sosial Non Tunai, Bank Indonesia juga mendorong elektronifikasi transaksi Pemerintah Daerah (Pemda). Secara umum, tingkat implementasi elektronifikasi Pemda di Sumatera sudah relatif baik. Mayoritas Pemda di Sumatera telah melakukan elektronifikasi, meskipun didominasi oleh kanal pembayaran melalui teller. Sementara penggunaan kanal pembayaran melalui internet banking dan mobile banking masih terbatas. Pemerintah Kota (Pemkot) Padang dapat menjadi benchmark implementasi elektronifikasi transaksi Pemda. Pemkot Padang telah memiliki regulasi melalui Instruksi Walikota4 dan kemudian diturunkan kepada Surat Edaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset

    3 Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, Tepat Harga, dan Tepat Administrasi.

    4 No Instruksi Walikota No.110 /SK-BPKAD/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Pelaksanaan Transaksi Non Tunai.

    Grafik II.33. Perkembangan Utilisasi Agen LKD

    Sumber: Bank Indonesia

  • 24 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 25

    Daerah (BPKAD)5, sehingga transaksi pendapatan dan pengeluaran dilakukan dengan berbagai macam kanal pembayaran, seperti via teller, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Cash Management System (CMS), internet banking, dan mobile banking. Pemkot Padang juga mulai mengembangkan elektronifikasi retail, seperti cashless Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang bekerjasama dengan Pertamina, Himbara, dan BPD, serta sistem penyaluran LPG 3 Kg secara online.

    Sementara elektronifikasi untuk sektor transportasi di Sumatera sedang dalam proses pengembangan. Saat ini layanan moda transportasi yang telah menerapkan sistem elektronifikasi adalah kereta api Bandara Kualanamu Sumatera Utara, kereta api Bandar Lampung Palembang, dan kapal ferry Bakauheni Merak, dengan tingkat elektronifikasi di atas 50%. Berdasarkan hasil quick survey, elektronifikasi transportasi di Sumatera tercatat 33,3% sementara integrasi moda hanya mencapai 29,4%6, dikarenakan untuk moda transportasi angkutan antarkota dan angkutan antarprovinsi cenderung belum terelektronifikasi. Hal ini dikarenakan belum tersedianya regulasi dan infrastruktur sistem pembayarannya.

    Pengelolaan Uang Rupiah

    Sejalan dengan pola historisnya, aliran uang kartal ke Bank Indonesia pada triwulan I 2019 mengalami net-inflow. Secara total, net inflow uang kartal selama triwulan I 2019 mencapai Rp12,37 triliun, setelah pada triwulan sebelumnya mencatat net outlfow Rp16,21 triliun seiring dengan berakhirnya libur akhir tahun. Angka net inflow pada triwulan I 2019 tersebut meningkat dari net inflow pada triwulan yang sama pada 2018 sebesar Rp10,67 triliun. (Grafik II.34). Net inflow tertinggi terjadi di Sumatera Utara yaitu sebesar Rp5,94 triliun, diikuti oleh Sumatera Barat dengan net inflow sebesar Rp2,59 triliun. Sebaliknya, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan tercatat mengalami net outflow sesuai dengan karakteristik daerahnya yang selalu mencatat net outflow pada triwulan I 2019.

    5 SE No. 900/15.01/ BPKAD/ 2018 tgl 26 Februari 2018 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelaksanaan Transaksi Non Tunai di Lingkungan Pemkot Padang.

    6 Diolah dari Quick Survey kepada pelaku usaha transportasi di KPw Bank Indonesia di 10 Provinsi di Sumatera, 2019.

    Bank Indonesia senantiasa melakukan upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR). Upaya pemberian edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dilakukan antara lain melalui pemberian training of trainer (ToT) kepada teller, pembagian brosur dan leaflet CIKUR, pemasangan baliho terkait CIKUR di sejumlah tempat strategis, sosialisasi CIKUR secara rutin dan talkshow terkait CIKUR di radio dan televisi. Pada triwulan I 2019, rasio temuan upal terhadap arus masuk (inflow) uang kartal di Sumatera tercatat sebesar 0,14, lebih rendah dibandingkan rasio temuan di triwulan sebelumnya yakni 0,21 (Grafik II.35).

    Grafik II.35. Rasio Upal Terhadap Inflow

    Sumber: Bank Indonesia

    Grafik II.34. Aliran Uang Kartal

    Sumber: Bank Indonesia

  • 26 | LAPORAN NUSANTARA FEBRUARI 2019

    Transaksi penukaran mengalami peningkatan pada triwulan I 2019. Selama triwulan I 2019, transaksi penukaran uang meningkat dari Rp211 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi Rp241 miliar (Grafik II.36). Dalam kaitan tersebut, sebagai bentuk peningkatan pelayanan distribusi uang rupiah kepada masyarakat dan mendukung kebijakan ketersediaan uang bersih (clean money policy), Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Sumatera terus melakukan kas keliling secara intensif. Total frekuensi kas keliling Sumatera pada triwulan I 2019 tercatat sebanyak 109 kas keliling dengan nilai transaksi sebesar Rp121 miliar.

    Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB)

    Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) menurun sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan wisman. Jumlah transaksi jual KUPVA pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp2,72 triliun, atau menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp8,21 triliun. Penurunan juga terjadi pada transaksi beli melalui KUPVA BB di Sumatera dari Rp8,29 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp2,72 triliun pada triwulan I 2019. Secara spasial, penurunan transaksi terdalam terjadi di Kepulauan Riau seiring dengan menurunnya wisatawan mancanegara di wilayah tersebut pasca libur natal dan akhir tahun.

    Prospek PerekonomianProspek Pertumbuhan Ekonomi

    Untuk keseluruhan 2019, pertumbuhan ekonomi Sumatera diperkirakan meningkat dibandingkan dengan 2018 di kisaran 4,5%-5,0% (yoy). Dari sisi penggunaan, akselerasi pertumbuhan terutama akan didorong oleh konsumsi pemerintah dan net ekspor. Peningkatan konsumsi pemerintah didorong oleh kenaikan alokasi dana transfer antara lain kenaikan anggaran dana desa serta adanya penyaluran dana kelurahan. Rencana anggaran belanja dari 124 Pemda di Pulau Sumatera tercatat tumbuh 6,0% (yoy), lebih tinggi dari 2018 yang tumbuh hanya 1,4% (yoy). Dorongan konsumsi pemerintah juga akan berasal dari kelanjutan proyek pembangunan infrastruktur (tol lintas Sumatera, KEK dan pelabuhan) yang akan meningkatkan realisasi belanja operasional pemerintah, khususnya di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Lampung. Sementara dari sisi net ekspor, perbaikan pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh penurunan impor luar negeri dan perbaikan net ekspor antardaerah. Kontraksi impor luar negeri dipengaruhi oleh permintaan konsumsi rumah tangga dan investasi yang cenderung melambat pada 2019. Sementara perbaikan net ekspor antardaerah akan ditopang oleh kegiatan perdagangan CPO dan batu bara karena perluasan program B20 serta permintaan batu bara untuk pembangkit listrik maupun industri.

    Dari sisi LU, ekonomi Sumatera tahun 2019 akan didorong oleh industri pengolahan dan pertanian. Optimisme terhadap LU industri pengolahan didukung oleh perkiraan membaiknya pertumbuhan produksi CPO Sumatera (Boks 2). Peningkatan permintaan domestik dari industri biodiesel menjadi faktor pendorong peningkatan produksi CPO Sumatera, khususnya di Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat. Pertumbuhan tersebut diperkirakan didukung oleh ketersediaan bahan baku TBS yang juga diperkirakan meningkat seiring cuaca yang kondusif pada tahun sebelumnya. Di samping itu, kinerja industri pengolahan Sumatera juga akan diperkuat oleh dimulainya operasional beberapa pabrik produk elektronik baru di Kepulauan Riau dan adanya penambahan kapasitas pabrik pemurnian timah di Bangka Belitung. Terkait LU pertanian, berbagai program peningkatan produktivitas padi yang ditempuh Pemda menjadi salah satu faktor

    Grafik II.36. Penukaran Uang di Sumatera

    Sumber: Bank Indonesia

  • LAPORAN NUSANTARA MEI 2019 | 2726 | LAPORAN NUSANTARA FEBRUARI 2019

    pendorong akselerasi. Program tersebut antara lain berupa penyediaan pupuk, bantuan alat dan mesin pertanian, serta program bantuan teknis (Aceh, Sumatera Barat, dan Lampung). Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Sumatera akan tertahan oleh LU pertambangan karena dipengaruhi oleh penurunan kuota produksi batu bara pada 2019 sebagai akibat dari belum terpenuhinya DMO pada 2018. Produksi migas juga diperkirakan relatif belum akan menunjukkan perbaikan yang signifikan karena natural declining.

    Beberapa risiko perlu menjadi perhatian selama 2019 yang dapat berpengaruh terhadap kinerja perekonomian Sumatera. Pertama, perkembangan permintaan dan harga komoditas ekspor Sumatera yang tidak sebaik perkiraan awal dapat semakin menurunkan kinerja ekspor luar negeri. Adanya produk substitusi untuk CPO yang dinilai lebih ramah lingkungan berisiko membuat restriksi impor CPO Indonesia semakin meluas ke negara mitra dagang di Afrika dan Asia. Selain itu, harga kopi juga menghadapi risiko pasokan yang berlebih dari Vietnam sebagai produsen terbesar di Asia. Kedua, penurunan permintaan batu bara dari Tiongkok yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya dapat menekan produksi LU pertambangan di Sumatera Selatan dan Jambi. Hal ini terjadi seiring dengan pasokan batu bara Tiongkok yang sudah cukup tinggi serta adanya

    gerakan peralihan penggunaan sumber energi. Ketiga, inflasi transportasi udara yang tinggi dapat berdampak pada aktivitas perdagangan dan menahan peningkatan kinerja pariwisata dari wisatawan nusantara.

    Prospek Inflasi

    Inflasi Sumatera pada keseluruhan tahun 2019 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan 2018, namun tetap berada pada kisaran sasaran inflasi nasional yaitu 3,5%1% (yoy). Tekanan inflasi pada 2019 terutama didorong oleh kelompok bahan makanan karena kenaikan harga sejumlah komoditas hortikultura, khususnya cabai merah, bawang merah dan bawang putih. Di samping itu, dampak kenaikan harga tiket pesawat secara signifikan di akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019 juga turut mendorong tekanan inflasi dari subkelompok transportasi. Namun kenaikan lebih lanjut tertahan karena, tidak adanya kebijakan kenaikan harga oleh Pemerintah seperti tarif listrik dan cukai rokok serta penurunan harga BBM non subsidi di awal tahun. Adapun risiko yang perlu mendapat perhatian antara lain fluktuasi harga pangan dan kemungkinan penyesuaian tarif BBM seiring dengan perkembangan harga minyak dunia yang mulai meningkat sejak awal tahun 2019.

  • 28 | LAPORAN NUSANTARA MEI 2019

    OUTLOOK CPO SUMATERA 2019

    BOKS 1

    Produksi CPO Meningkat Didukung Produksi Kelapa Sawit yang MembaikProduksi CPO Sumatera diprakirakan tumbuh meningkat di kisaran 5%-10% (yoy) pada 2019, lebih tinggi dibandingkan 2018 yang sebesar 2,9% (Tabel II.2). Dengan pertumbuhan tersebut, volume produksi CPO Sumatera diprakirakan mampu mencapai sekitar 29,9 31,4 juta ton. Peningkatan pertumbuhan produksi CPO ditopang oleh produksi kelapa sawit yang diprakirakan membaik di 2019. Perbaikan produksi kelapa sawit tahun ini didukung cuaca yang kondusif saat masa tanam di 2018 di tengah insentif berproduksi juga meningkat karena pengaruh kebijakan perluasan penggunaan B201. Selain itu, replanting yang dilakukan oleh pelaku usaha juga mulai menghasilkan tanaman yang produktif.

    Pada 2019, produksi CPO Sumatera diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan produksi kelapa sawit. Meskipun demikian, ekspo