Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN
MALARIA DI KABUPATEN LAHAT
Oleh:
INDAH MARGARETHY, S.Sos., M.Si
APRIOZA YENNI, S.Sos., M.A
TRI WURISASTUTI, S.Stat
DERIANSYAH PUTRA, SKM
LOKA LITBANG P2B2 BATURAJA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2016
i
SUSUNAN TIM PENELITI
No. Nama Keahlian/
Kesarjanaan
Kedudukan
Dalam Tim Uraian Tugas
1.
Indah
Margarethy
S2-
Administrasi
Publik
Ketua
Pelaksana
Bertanggung jawab terhadap
seluruh aspek penelitian,
pembuatan proposal dan
pelaporan
2 Aprioza
Yenni
S2-
Antropologi
Peneliti Bertanggung jawab terhadap
kegiatan kuesioner,
wawancara mendalam, entry
data dan analisis data
3 Tri
Wurisastuti S1-Statistik
Peneliti Bertanggung jawab terhadap
kegiatan kuesioner,
wawancara mendalam, entry
data dan analisis data.
4 Deriansyah S1-Kesehatan
Masyarakat
Teknisi Bertanggung jawab terhadap
kegiatan kuesioner,
wawancara mendalam, entry
data
ii
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
Rhido-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian Risbinkes dengan judul
“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanggulangan Malaria Di Kabupaten
Lahat”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat. Manfaat penelitian ini adalah dapat
memberikan informasi yang bermanfaat dan menjadi masukan bagi penentu
kebijakan/stakeholder untuk meningkatkan sarana prasarana pendukung, meningkatkan
kualitas SDM dan menyediakan SDM, meningkatkan kegiatan penanggulangan malaria
secara preventif, promotif, dan kuratif yang akhirnya dapat memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap penurunan kasus malaria di Kabupaten Lahat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI, segenap kepanitian Risbinkes tahun 2016, Kepala Loka Litbang P2B2
Baturaja, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat beserta staf, seluruh Kepala
Puskesmas di Kabupaten Lahat beserta Pengelola Program Malarianya, Prof. Dr. Amrul
Munif, M.Sc, dan Dr. dr. Dwi Susilowati MSc, IBCLC, SpGK selaku pembimbing
penelitian yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini. Tidak lupa juga
penulis ucapkan kepada rekan-rekan anggota tim penelitian yang telah memberikan
bantuan dari awal sampai terselesaikan laporan risbinkes ini.
Baturaja, November 2016
Tim Peneliti
v
RINGKASAN EKSEKUTIF
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanggulangan Malaria
Di Kabupaten Lahat
Indah Margarethy, S.Sos., M.Si
Salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai kasus malaria
tertinggi adalah Kabupaten Lahat, dengan angka Annual Parasite Incidence (API) sebesar
2,94‰ untuk tahun 2014 dan mengalami penurunan pada tahun 2015, yaitu sebesar
2,57‰. Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Lahat menyebabkan perlunya
upaya penanggulangan malaria secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif,
preventif, dan kuratif yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat malaria. Kurangnya kemampuan petugas dalam pengendalian malaria menjadi salah
satu isu strategis keberhasilan program penanggulangan malaria, demikan juga keberadaan
sarana dan prasarana merupakan bagian dalam mendukung keberhasilan program
puskesmas untuk menanggulangi malaria. Maka itu perlunya dilakukan penelitian faktor-
faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-intervensi dengan desain deskritif
analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah seluruh staf
yang berfungsi sebagai petugas yang bertanggung jawab terhadap program malaria di
puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015. Data dikumpulkan dengan cara
wawancara langsung kepada petugas di puskesmas sebanyak 31 orang dengan berpedoman
pada kuesioner. Wawancara mendalam dilakukan dengan 5 orang kepala puskesmas, Kepala
Bidang Pengendalian, Kepala Seksi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit, Pengelola
Program Malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, dan Penanggung Jawab Promosi
Kesehatan Dinas Kesehatan Lahat menggunakan pedoman wawancara. Analisis data
menggunakan uji regresi logistik untuk data kuantitatif, dan untuk data kualitatif dilakukan
analisis dengan menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman.
Hasil penelitian ini menggambarkan sebagian besar wilayah puskesmas di
Kabupaten Lahat memiliki jumlah kasus malaria klinis/Annual Malaria Incidence (AMI)
yang tinggi (≥ 100/00) sebesar 58,1% dan 41,9% memiliki jumlah kasus malaria klinis yang
rendah (<10/00).
vi
Ada hubungan yang bermakna secara statistik pada dimensi kegiatan indoor
residual spray (IRS) dengan jumlah kasus malaria ( p=0,025), untuk kegiatan kuratif ada
hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi pemberian obat ACT dengan jumlah
kasus malaria, dan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaaan sarana
transportasi untuk petugas dengan jumlah kasus malaria (p=0,033)
Puskesmas di kabupaten Lahat dalam mendiagnosis malaria belum seluruhnya
menggunakan mikroskop, pengobatan malaria masih menggunakan klorokuin dan
primaquin karena obat ACT baru diberikan dan di sosialisasikan di puskesmas-puskesmas
akhir tahun 2015, bentuk tatalaksana pemantauan pengobatan hanya menyarankan
penderita kontrol kembali ke puskesmas.
Penyemprotan dinding dalam rumah (IRS) dilakukan dengan menggunakan
insektisida vendona, kegiatan ini hanya difokuskan pada wilayah yang ada kasus positif
malaria, kegiatan larvasiding di Kabupaten Lahat menggunakan insektisida altosit hanya
dilakukan pada sebagian puskesmas. Kegiatan penemuan kasus malaria baru dilakukan
dengan Mass Boold Survey (MBS) di desa-desa endemis, dan skrining ibu hamil, sasaran
pembagian kelambu berinsektisida hanya untuk ibu hamil dan balita, pengelolahan
lingkungan seperti membersihkan parit-parit dan daerah pinggiran sungai yang terintegrasi
dalam kegiataan kerja bakti yang dilakukan oleh pihak kelurahan atau kecamatan, belum
ada kegiatan pembagian ikan pemakan jentik, pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan
namun kualitas laporan masih belum baik karena kurangnya kemampuan petugas. Kegiatan
penyuluhan terintegrasi pada kegiatan posyandu, kemitraan lintas sektor puskesmas baru
dilakukan dengan pihak kecamatan, kelurahan, kelompok PKK dan sekolah-sekolah, dan
belum ada partisipasi petugas puskesmas dalam kegiatan penanggulangan malaria berbasis
masyarakat, karena kegiatan tersebut belum ada diseluruh wilayah puskesmas.
Masih banyak puskesmas yang belum memiliki laboratorium, stok obat ACT di
puskesmas masih diberikan terbatas oleh Dinas Kesehatan, dan fasilitas komputer
pendukung petugas masih minim. Meskipun fasilitas mikroskop dan alat/reagen
laboratorim telah mencukupi/ada namun yang menjadi masalah adalah cara perawatan
fasilitas mikroskop dan alat/reagen. Beban kerja yang berlebihan menjadi masalah dan
kebutuhan tenaga laboratorium/analis masih sangat dibutuhkan oleh puskesmas di
Kabupaten Lahat.
vii
ABSTRAK
Kabupaten Lahat memiliki Annual Parasite Incidence (API) tertinggi di propinsi.
Sumatera Selatan, yaitu sebesar 2,94‰ pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 sebesar
2,57‰. Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Lahat menyebabkan perlunya
penanggulangan malaria secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif, preventif,
dan kuratif, faktor kualitas dan kelengkapan sumber daya manusia/petugas pemegang
program malaria, serta sarana prasarana pelayanan kesehatan di puskesmas sebagai
pusat pelayanan kesehatan primer sangat penting untuk dilihat sebagai bagian dari
keberhasilan program malaria yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di
Kabupaten Lahat.
Penelitian ini dilakukan di 31 puskemas di Kabupaten Lahat dengan sampel
berjumlah 31 orang pengelola program malaria di puskesmas untuk memperoleh data
kuantitatif dengan menggunakan instrument kuesioner, dan data kualitatif sebagai data
pendukung diperoleh dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara
pada 10 orang informan. Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara
variabel dependen maupun variabel independent menggunakan uji chi-square, data
kualitatif yang didapatkan akan dianalisis dengan reduksi data, penyajian data dan
pengambilan kesimpulan atau verifikasi sesuai kebutuhan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah puskesmas di
Kabupaten Lahat memiliki jumlah kasus malaria klinis/Annual Malaria Incidence (AMI)
yang tinggi (≥ 10 0/00) sebesar 58,1% dan 41,9% memiliki jumlah kasus malaria klinis
yang rendah (<10 0/00). Faktor-faktor yang berhubungan dengan jumlah kasus malaria di
Kabupaten Lahat adalah kegiatan Indoor Residual Spray ( p=0,025), pemberian obat ACT
(p=0,003), dan keberadaaan sarana transportasi untuk petugas (p=0,033). Belum semua
puskesmas mendiagnosis malaria menggunakan mikroskop, masih menggunakan klorokuin
dan primakuin untuk pengobatan malaria, serta tatalaksana pemantauan pengobatan yang
hanya menyarankan penderita kontrol kembali ke puskesmas. Kegiatan preventif telah
dilakukan untuk menurunkan kasus malaria di Kabupaten Lahat. Masih minimnya upaya
penanggulangan malaria dengan menggalangkan kemitraan/kerjasama lintas sektor dan
belum adanya kegiatan penanggulangan malaria berbasis masyarakat. Masih banyak
puskesmas yang belum memiliki laboratorium, stok obat ACT di puskesmas masih
diberikan terbatas oleh Dinas Kesehatan, dan fasilitas komputer pendukung petugas masih
minim. Beban kerja yang berlebihan menjadi masalah dan kebutuhan tenaga
laboratorium/analis masih sangat dibutuhkan oleh puskesmas di Kabupaten Lahat.
Kuantitas pelatihan-pelatihan untuk petugas juga belum maksimal.
Keyword: Jumlah Kasus, Preventif, Promotif, Kuratif, Sarana prasarana, SDM
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................... Error! Bookmark not defined.
SUSUNAN TIM PENELITI ............................................................................................................... i
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... iii
RINGKASAN EKSEKUTIF ...............................................................................................................v
ABSTRAK ....................................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah Penelitian ..................................................................................................3
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT ..................................................................................................4
2.1 Tujuan Umum ...........................................................................................................................4
2.2 Tujuan Khusus...........................................................................................................................4
2.3 Manfaat Penelitian ....................................................................................................................4
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................................................5
3.1 Kerangka Teori ..........................................................................................................................5
3.2 Kerangka Konsep ......................................................................................................................8
3.3 Fokus Penelitian Kualitatif ........................................................................................................9
3.4 Desain dan Jenis Penelitian .......................................................................................................9
3.5 Tempat dan Waktu ....................................................................................................................9
3.6 Populasi, Sampel dan Informan ................................................................................................9
3.7 Besar Sampel, Informan dan Cara Pemilihan/Penarikan Sampel, Informan ...........................10
3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................................................................11
3.9 Variabel ...................................................................................................................................11
3.10 Definisi Operasional ..............................................................................................................12
ix
3.11 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ................................................................................20
3.12 Bahan dan Prosedur Kerja .....................................................................................................21
3.13 Manajemen dan Analisa Data................................................................................................21
BAB IV HASIL .................................................................................................................................23
4.1 DESKRIPSI WILAYAH .........................................................................................................23
4.2. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI) Tahun 2015 ....................25
4.3 Kegiatan Preventif, Kuratif, dan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria ............................27
4.3.1 Kegiatan Preventif .................................................................................................. 27
4.3.2 Kegiatan Kuratif ..................................................................................................... 31
4.3.3 Kegiatan Promotif .................................................................................................. 33
4.3.4 Sarana dan Prasarana .............................................................................................. 34
4.3.5 Kelengkapan Petugas Pemegang Program Malaria ................................................ 35
4.3.6 Kualitas Penanggungjawab Program Malaria ........................................................ 36
4.4 ANALISIS BIVARIAT ...........................................................................................................36
4.4.1 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Preventif dengan
Jumlah Kasus Malaria ........................................................................................... 36
4.4.2 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Kuratif dengan
Jumlah Kasus Malaria ........................................................................................... 37
4.4.3 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Promotif dengan
Jumlah Kasus Malaria ........................................................................................... 37
4.4.4 Mendapatkan Hubungan Sarana Prasarana dengan Jumlah Kasus Malaria .......... 38
4.4.5 Mendapatkan Hubungan antara Kelengkapan SDM dengan Jumlah Kasus .......... 39
Malaria ............................................................................................................................ 39
4.4.6 Mendapatkan Hubungan antara Kualitas SDM dengan Jumlah Kasus Malaria ..... 39
4.5 Gambaran Kinerja Petugas/Pengelola Program Malaria di Kabupaten Lahat ........................40
4.5.1 Kegiatan Penanggulangan Malaria yang Dilakukan .............................................. 40
4.5.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana ........................................................................ 49
4.5.3 Keberadaan Sumber Daya Manusia (Kualitas SDM dan Kelengkapan SDM) ...... 51
4.5.4 Alokasi/Ketersediaan Anggaran ............................................................................. 53
x
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................................................55
5.1 Penanggulangan Malaria Secara Preventif ..............................................................................55
5.2 Penanggulangan Malaria Secara Kuratif .................................................................................58
5.3 Penanggulangan Malaria Secara Promotif ..............................................................................62
5.4 Sarana Prasarana .....................................................................................................................64
5.5 Kualitas SDM ..........................................................................................................................65
5.6 Keberadaaan SDM ..................................................................................................................67
5.7 Anggaran .................................................................................................................................67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................68
6.1 KESIMPULAN .......................................................................................................................68
6.2 SARAN ...................................................................................................................................69
BAB VII UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................71
LAMPIRAN ......................................................................................................................................74
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Responden dan Informan Penelitian ...................................................................................10
Tabel 2. Annual Parasite Incidence Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015 ..................24
Tabel 3. Kegiatan Preventif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten
Lahat Tahun 2014-2015......................................................................................................27
Tabel 4. Kegiatan Kuratif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten
Lahat Tahun 2014-2015......................................................................................................31
Tabel 5. Keberadan Kasus Malaria Positif dengan Pemberian Obat ACT .......................................32
Tabel 6. Jenis Obat Malaria yang Diberikan .....................................................................................32
Tabel 7. Kegiatan Pemantauan Pengobatan Berdasarkan Jenis Obat Yang Diberikan .....................33
Tabel 8. Kegiatan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten
Lahat Tahun 2014-2015......................................................................................................33
Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015 ............................34
Tabel 10. Kelengkapan SDM di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015 .............................35
Tabel 11. Kualitas Penanggung Jawab Program Malaria di Puskemas Kabupaten Lahat ................36
Tabel 12. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Preventif dengan Jumlah Kasus Malaria ....36
Tabel 13. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Kuratif dengan Jumlah Kasus Malaria ........37
Tabel 14. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Promotif dengan Jumlah Kasus Malaria .....38
Tabel 15. Hubungan Keberadaan Sarana dan Prasarana di Puskesmas dengan Jumlah Kasus
Malaria ..............................................................................................................................38
Tabel 16. Hubungan Kelengkapan SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria ...................39
Tabel 17. Hubungan Kualitas SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria ..........................39
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Kerja Manajerial Program Pengendalian Malaria .............................................7
Gambar 2. Definisi Konsep .................................................................................................................8
Gambar 3. Peta Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan ...........................................................23
Gambar 4. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI) ..................................26
Gambar 5. Distribusi Jumlah Malaria Klinis Per Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2015 .......26
Gambar 6. Alasan Tidak Melakukan Kegiatan IRS ..........................................................................27
Gambar 7. Alasan Tidak Melakukan Pembagian Kelambu Berinsektisida.......................................28
Gambar 8. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penebaran Ikan Predator Jentik .................................28
Gambar 9. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Larvasiding ...............................................................29
Gambar 10. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan .........................................30
Gambar 11. Bentuk Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru..........................................................30
Gambar 12. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru ...............................30
Gambar 13. Pemeriksaan Malaria Yang Digunakan .........................................................................31
Gambar 14. Kasus Positif Malaria Tahun 2014-2015 .......................................................................32
Gambar 15. Waktu Kegiatan Penyuluhan Malaria ............................................................................33
Gambar 16. Kerjasama Lintas Sektor Pada Puskesmas di Kabupaten Lahat ....................................34
Gambar 17. Penyebab Stok Obat ACT Kurang ................................................................................35
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiae,
yang dapat menyerang semua kelompok umur, ras, jenis kelamin, golongan ekonomi.
Malaria adalah salah satu masalah kesehatan di dunia yang dapat menimbulkan kematian,
selain itu penyakit ini bukan hanya permasalahan kesehatan semata, namun telah menjadi
masalah sosial, ekonomi, seperti kerugian ekonomi (economic lost), kemiskinan dan
keterbelakangan1.
Menurut World Malaria Report tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di
106 negara dan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria
dengan jumlah kasus malaria di dunia sebanyak 216 juta kasus, ini menunjukkan bahwa
penyebaran malaria terjadi di berbagai negara, terutama di kawasan ASEAN dengan
jumlah kasus malaria sebesar 28 juta kasus, dimana setiap tahunnya sebanyak 660 ribu
orang meninggal dunia dengan 80% pada anak balita meninggal akibat malaria. Masalah
kematian akibat malaria juga terjadi di kawasan Asia Tenggara yaitu sebesar 320 ribu
termasuk di kawasan Indonesia2.
Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan
berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi
Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus
malaria setiap tahunnya3. Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan terbanyak di
kawasan timur Indonesia, dikawasan lainnya angka malaria masih cukup tinggi terjadipada
Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Riau4.
Propinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang sedang
berkembang dengan luas wilayah ± 87.017,42 km2 yang terdiri dari daerah pegunungan
dan dataran rendah/rawa-rawa. Secara geografis kondisi wilayah di daerah Sumatera
Selatan yang terdiri dari rawa-rawa, hutan, perkebunan, persawahan merupakan habitat
alami dari vektor nyamuk anopheles, dan pada saat musim tanam/panen penduduk banyak
yang bermukim di lokasi pertanian dan perkebunanan, oleh sebab itu malaria masih
menjadi masalah kesehatan yang utama di Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan
Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2012 ditemukan sebanyak
45.750 kasus malaria klinis tanpa kematian, dan terdapat 4 kabupaten/kota yang endemis
2
malaria, yaitu Kabupaten Lahat, Lubuk Linggau, Musi Rawas, dan Muara Enim dari 15
kabupaten/kota yang ada5.
Salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai kasus malaria
tertinggi adalah Kabupaten Lahat6. Pada tahun 2014 dan tahun 2015 Kabupaten Lahat
memiliki angka Annual Parasite Incidence (API) sebesar 2,94‰ untuk tahun 20147 dan
sedikit menurun untuk tahun 2015, yaitu sebesar 2,57‰8. Selain itu banyak permasalahan
yang menyebabkan tingginya angka kejadian malaria, diantaranya: masih ada puskesmas
yang tidak menggunakan diagnosis laboratorium atau menggunakan Rapid Diagnostic Test
(RDT), kualitas pelaporan yang belum baik, masih tingginya error rate (>5%) dalam
pemeriksaan laboratorium, minimnya tenaga analis laboratorium, kasus positip belum di
follow-up, dan koordinasi lintas sektor dan program kurang9.
Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Lahat menyebabkan perlunya
upaya penanggulangan malaria secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif,
preventif, dan kuratif yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB), yang kegiatannya meliputi; diagnosis dini,
pengobatan tepat, surveilans dan pengendalian vektor, pemberdayaan masyarakat dan
kemitraan yang ditunjukan untuk memutus mata rantai penularan malaria2. Eliminasi
malaria tidak dapat dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan, melainkan harus dilakukan
secara kemitraan bersama semua sektor dan semua potensi masyarakat yang terkait
termasuk kalangan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi keagamaan, lembaga donor, dan lain-lain.
Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau biasa disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakaan upaya pelayanan kesehatan
masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama yang dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya10
. Meskipun kegiatan puskesmas
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, upaya kuratif juga dilakukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan penderita akibat penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan di tingkat pertama. Malaria merupakan penyakit menular dimana kegiatannya
terintegrasi ke dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit di Puskesmas. Hal
ini sejalan dengan kebijakan dan strategi pengendalian malaria di Indonesia bahwa layanan
tata laksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan
dilakukan secara terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan dasar2. Pada umumnya
3
masyarakat perdesaan yang tinggal di daerah endemis malaria lebih sering berobat di
puskesmas jika mengalami gejala malaria11
.
Kurangnya kemampuan petugas dalam pengendalian malaria menjadi salah satu isu
strategis dalam keberhasilan program penanggulangan malaria12
. Keberhasilan dan
keberlangsungan suatu program juga sangat ditentukan oleh kemampuan pelaksananya
atau petugas pengelolah program, maka itu tenaga pelaksana/petugas penanggung jawab
dalam program malaria harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap (kompeten)
yang diperlukan, dengan jumlah yang memadai sehingga mampu menunjang tercapainya
tujuan eliminasi malaria.
Keberadaan sarana dan prasarana merupakan bagian dalam mendukung
keberhasilan program puskesmas dalam menanggulangi malaria, semakin lengkap
ketersediaan sarana dan prasarana maka akan semakin mudah pula puskesmas dalam
menangani kasus malaria, seperti fasilitas laboratorium baik mikroskop, RDT, maupun
bahan/reagen, ketersediaan obat malaria khususnya Artemisinin Based Combination
Therapy (ACT), logistik insektisida maupun kelambu, alat komputer, maupun sarana
transportasi petugas. Berdasarkan fakta di lapangan, meskipun sebuah puskesmas
mempunyai sarana akan tetapi kalau keberadaannya sudah tidak layak pakai maka tidak
bisa menunjang kegiatan, salah satunya mikroskop13
.
Untuk itu perlunya dilakukan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang
berhubungan dengan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat, sehingga hasil yang
diperoleh nantinya memberikan kontribusi pemikiran untuk menurunkan kasus malaria di
Kabupaten Lahat sebagai kabupaten terendemis malaria di Provinsi Sumatera Selatan.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian
Penurunan jumlah kasus malaria di suatu daerah sangat ditentukan oleh kegiatan
penanggulangan malaria secara preventif, promotif, kuratif, kualitas dan kelengkapan
sumber daya manusia/petugas pemegang program malaria, serta sarana prasarana
pelayanan kesehatan di puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan primer yang sangat
penting untuk dilihat sebagai bagian dari keberhasilan program malaria. Kabupaten Lahat
masih menjadi salah satu kabupaten endemis malaria di Propinsi Sumatera Selatan dari
tahun 2014 dan 2015, untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor apa
saja yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat yang
dilakukan oleh pengelola/pemegang program malaria di jenjang puskesmas.
4
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT
2.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.
2.2 Tujuan Khusus
1. Mendapatkan hubungan antara penanggulangan malaria secara preventif dengan jumlah
kasus malaria
2. Mendapatkan hubungan antara penanggulangan malaria secara kuratif dengan jumlah
kasus malaria
3. Mendapatkan hubungan antara penanggulangan malaria secara promotif dengan jumlah
kasus malaria
4. Mendapatkan hubungan antara sarana dan prasarana dengan jumlah kasus malaria
5. Mendapatkan hubungan antara kelengkapan sumber daya manusia dengan jumlah
kasus malaria
6. Mendapatkan hubungan antara kualitas sumber daya manusia dengan jumlah kasus
malaria
7. Mendapatkan gambaran kinerja petugas/pengelola program malaria dalam program
penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.
2.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemegang program
malaria di puskesmas maupun Dinas Kesehatan Lahat, serta ilmu pengetahuan. Kepada
pemegang program malaria, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi penentu
kebijakan/stakeholder untuk meningkatkan sarana prasarana pendukung, meningkatkan
kualitas SDM dan menyediakan SDM yang terlatih, meningkatkan kegiatan
penanggulangan malaria secara preventif, promotif, dan kuratif yang akhirnya dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan kasus malaria di Kabupaten
Lahat. Terhadap ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat menambah informasi
mengenai kegiatan penanggulangan malaria secara preventif, promotif, dan kuratif di
Kabupaten Lahat.
5
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri, demikan pula
pemecahan masalah kesehatan, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya saja tapi harus
dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah kesehatan tersebut.
Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yaitu perilaku,
lingkungan, keturunan dan pelayanan kesehatan. Keempat faktor tersebut disamping
berpengaruh langsung kepada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lain1.
Faktor pelayanan kesehatan lebih berkaitan dengan kinerja pemerintahan yang ada.
Kesungguhan dan keseriusan pemerintah dalam mengelola pelayanan kesehatan menjadi
penentu suksesnya faktor pelayanan kesehatan. Kader puskesmas, dan posyandu menjadi
ujung tombak dalam peningkatan status kesehatan masyarakat. Dari aspek sarana
kesehatan seperti di puskesmas, pelayanan tenaga medis menentukan faktor keberhasilan
penyembuhan penyakit malaria. Ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas, memadai
dan merata mutlak diperlukan untuk pelayanan kesehatan terutama dalam menangani
malaria2.
Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang
tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan
kesehatan) dengan sasaran masyarkat, tanpa mengabaikan pelayanan kuratif (pengobatan)
dan rehabilitatif (pemulihan)2.
Pengendalian malaria di Indonesia merupakan bagian dari program pemberantasan
penyakit tular vektor yang hingga saat ini masih bermasalah karena belum bisa ditangani
dengan tuntas, hal tersebut ditandai masih dijumpainya kejadian malaria di Indonesia.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pengendalian malaria yang kegiatannya meliputi: diagnosis dini, pengobatan tepat,
surveilans dan pengendalian vektor, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan
berbagai sektor, yang kesemuanya ditunjukkan untuk memutus mata rantai penularan2.
Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA ke-60 tahun 2007 telah
dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara, yang telah
dirumuskan WHO melalui Global Malaria Programme, dengan kebijakannya:
6
1. Diagnosis malaria harus dilakukan dengan konfirmasi mikroskop atau tes diagnosi
cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT).
2. Pengobatan menggunakan terapi kombinasi berbasis Artemisin (ACT) sesudah
konfirmasi labortorium.
3. Pencegahan penularan malaria melalui penggunaan kelambu berinsektisida berjangka
panjang (Long Lasting Insecticidal Net’s/LLINs), penyemprotan rumah (IRS/Indoor
Residual Spraying), penggunaan relepen dan upaya yang lain yang terbukti efektif,
efisien, praktis dan aman.
4. Layanan tata laksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas kesehatan dan
dilakukan secara terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan dasar.
5. Pengendalian malaria dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi, yaitu
kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi; perencanaan,
pelaksanaan, penilaian serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana dan biaya operasional.
6. Penguatan kebijakan ditunjukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan
daerah dan meningkatkan tata kelola program yang baik serta peningkatan efektifitas,
efisiensi dan mutu program.
7. Penggalangan kerjasama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, dunia pendidikan,
organisasi profesi, swasta dan masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan Forum
Nasional Gebrak Malaria.
8. Memperkuat inisiatif Upaya Kesehatan Berbassis Masyarakat (mengintegrasi
pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) ke dalam Desa Siaga).
9. Memeperhatikan strategi, kebijakan dan komitmen nasional, regional dan
internasional2.
7
Gambar 1. Kerangka Kerja Manajerial Program Pengendalian Malaria
Sumber: Kementerian Kesehatan. Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2014.
ELIMINASI
MALARIA
KURATIF PROMOTIF PREVENTIF
UPAYA KOMPREHENSIF
PENGUATAN SISTEM LAYANAN
KESEHATAN
KEMITRAAN GEBRAK MALARIA
PENGGERAKAN MASYARAKAT-
UKBM (POSMALDES)
PEMBERDAYAAN KEMANDIRIAN
KEADILAN
JAMINANMUTU
TATALAKSNA
KASUS
MANAJEMEN FAKTOR
RESIKO DAN
PENGENDALIAN VEKTOR
PENEMUAN
DIAGNOSIS
PENGOBATAN
PROFILLAKSI
PEMANTAUAN
MANAJEMEN
VEKTOR TERPADU
SDM
LOGISTIK
BIAYA
METODOLOGI
INFORMASI
PROMOSI
REGULASISI
PERENCANAAN EVALUASI
PELAKSANAAN
PENGORGANI
SASIAN PEMANTAUAN
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
EPIDEMIOLOGI-MALARIOLOGI
8
3.2 Kerangka Konsep
Gambar 2. Definisi Konsep
KURATIF
1. Pemeriksaan dengan
Mikroskop/RDT
2. Pemberian Obat ACT
3. Pengawasan Kepatuhan
obat
SDM PEMEGANG
PROGRAM MALARIA
PREVENTIF
1. Kegiatan IRS
2. Pembagian kelambu
berinsektisida
3. Larvasiding
4. Penebaran ikan pemakan
larva
5. Pengelola lingkungan
6. Pencatatan/surveilans
malaria
PROMOTIF
1. Penyuluhan
2. Pembagian leaflet/poster
3. Menggalakkan layanan
malaria berbasis
masyarakat
4. Kerjasama dengan pihak
lain
5.
JUMLAH
KASUS
MALARIA
KLINIS
KEBERADAAN SARANA
DAN PRASARANA
1. Laboratorium
2. Mikroskop
3. Ketersediaan Reagen
4. Ketersediaan obat ACT
5. Ketersediaan alat
komputer
6. Ketersedian sarana
transportasi
Kelengkapan
SDM
Kualitas SDM 1. Pelatihan petugas
P2 malaria
2. Pelatihan petugas
mikroskop
3. Beban kerja
9
3.3 Fokus Penelitian Kualitatif
Yang menjadi fokus penelitian kualitatif yaitu :
Kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan oleh petugas/pengelola program
malaria di puskesmas.
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung program malaria di puskesmas
Keberadaan sumber daya manusia, baik kualitas maupun kelengkapan petugas di
puskesmas.
Alokasi/ketersediaan anggaran untuk kegiatan penanggulangan malaria.
3.4 Desain dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-intervensi, desain penelitian ini
deskritif analitik dengan pendekatan cross sectional.
3.5 Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di seluruh puskesmas (31 puskesmas) di Kabupaten
Lahat. Penelitian akan berlangsung selama delapan bulan (April sampai November 2016).
3.6 Populasi, Sampel dan Informan
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas/pengelola program malaria di
puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014 dan 2015.
Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh petugas/pengelola program
malaria yang bertanggung jawab terhadap program malaria di 31 puskesmas Kabupaten
Lahat pada tahun 2014 dan 2015. Metode penarikan sampel dilakukan secara purposive
sampling.
Informan
Guna mendukung data penelitian dilakukan juga wawancara mendalam dengan :
1. Petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, diantaranya Kepala Seksi
Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Kepala Bidang pengendalian, Pengelola
program malaria Dinas Kesehatan Lahat dan Penanggung jawab Promosi Kesehatan
di Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat.
10
2. Kepala Puskesmas
Informan kepala puskesmas diambil secara purposive, yaitu dengan mengambil
tipuskesmas) dan informan dari puskesmas yang jumlah kasus malaria klinisnya
menurun (2 puskesmas), agar data yang didapatkan terwakili. Berikut sampel yang
akan dijadikan responden maupun informan dalam penelitian ini:
Tabel 1. Responden dan Informan Penelitian
NO SAMPEL/INFORMAN RESPONDEN/INFORMAN JUMLAH
1 Petugas pengelola
program di Puskesmas
Responden
(Kuesioner)
31 orang
2 Kasi Dinkes Kabupaten
Lahat
Informan
(Wawancara mendalam)
1 orang
3 Kabid Dinkes kabupaten
Lahat
Informan
(Wawancara mendalam)
1 orang
4 Pengelola program
Malaria Dinkes
Kabupaten Lahat
Informan
(Wawancara mendalam)
1 orang
5 Penanggung jawab
Promkes Dinkes
kabupaten Lahat
Informan
(Wawancara mendalam)
2 orang
6 Kepala Puskesmas Informan
(Wawancara mendalam)
5 orang
3.7 Besar Sampel, Informan dan Cara Pemilihan/Penarikan Sampel, Informan
1. Sampel
Karena staf di setiap puskesmas yang berfungsi sebagai petugas/pengelola
program malaria di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat hanya
berkisar minimal 1 orang untuk tiap puskesmas baik pada tahun 2014 dan tahun
2015, maka peneliti memperkirakan jumlah populasi relatif sedikit, untuk itu
sampel penelitian ditentukan dengan metode total sampling, yaitu seluruh
populasi dijadikan sampel14
. Berdasarkan hal ini ditetap sampel penelitian ini
minimal sebanyak 31 orang.
2. Informan
Informan untuk data kualitatif ditentukan berdasarkan kedalaman informasi yang
digali bukan berdasarkan banyaknya jumlah informan. Informan untuk
wawancara mendalam (indepth interview), yaitu:
11
1. Kepala Puskesmas sebanyak 5 orang dengan pembagian puskesmas yang
jumlah kasus malaria klinis meningkat dari tahun 2014 ke 2015 sebanyak 3
puskesmas (Saung Naga, Bandar Jaya, dan Selawi) dan puskesmas yang
jumlah kasus malaria klinis menurun dari tahun 2014 dan 2015 sebanyak 2
puskesmas (Pagar Agung dan Usila).
2. Petugas Dinkes Kabupaten Lahat (Kasi, Kabid, Pengelola program malaria,
dan Penanggung jawab promkes) sebanyak 5 orang.
3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
- Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah petugas yang bertanggung jawab
terhadap program malaria di Dinas Kesehatan dan di puskesmas Kabupaten Lahat
pada tahun 2014 dan 2015.
- Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu petugas yang tidak memegang tanggung jawab
program malaria pada tahun 2014 dan 2015.
3.9 Variabel
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:
a. Dependent variabel/variabel terikat adalah jumlah kasus malaria klinis/Annual
Malaria Incidence tahun 2015.
b. Independent variabel/variabel bebas meliputi kegiatan penanggulangan malaria
secara preventif (kegiatan IRS, pembagian kelambu berinsektisida, larvasiding,
penebaran ikan pemakan larva, pengelola lingkungan, pencatatan/surveilans
malaria secara rutin); promotif (penyuluhan, pembagian leaflet, menggalakkan
layanan malaria berbasis masyarakat, kerjasamaa dengan pihak lain); kuratif
(pemeriksaan sedian darah (Mikroskop/RDT), pemberian obat ACT,
pengawasan kepatuhan obat ACT, sarana dan prasarana (kondisi laboratorium,
kondisi mikroskop, ketersediaan reagen, ketersediaan obat ACT, ketersediaan
alat komputer, ketersedian alat transportasi); kondisi Sumber Daya Manusia
petugas (kelengkapan petugas, kualitas petugas (pelatihan, beban kerja)).
12
3.10 Definisi Operasional
No. Jenis
variabel
Variabel/Sub
Variabel
Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Dependent
(terikat)
Jumlah Kasus
Malaria Klinis
Total kasus malaria klinis
( Annual Malaria
Incidence) yang dilaporkan
oleh seluruh puskesmas di
Kab. Lahat tahun 2015,
yaitu:
Laporan Tahunan
Penemuan dan
PengobatanMalaria
Kabupaten Lahat
Tahun 2015
Dinkes Lahat
0= Jumlah Kasus
Malaria Klinis Tinggi
jika AMI ≥10 0/00
1= Jumlah Kasus
Malaria Klinis
rendah jika AMI <
10 0/00
Ordinal
2 Independent
(bebas
2.1 Promotif Upaya kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan
yang bersifat promosi
kesehatan pada tahun 2014-
2015.
Kuesioner 0= kurang baik, jika
skor upaya
promotif ˂ 2
1= baik, jika skor
upaya promotif ≥
2
Ordinal
2.1.1Penyuluhan Dilaksanakannya kegiatan
penyebaran informasi oleh
petugas tentang malaria
kepada masyarakat di
wilayah kerjanya selama
tahun 2014 sampai 2015.
Kuesioner 0 = Tidak ada
1 = Ada kegiatan
penyuluhan malaria
Nominal
2.1.2 Penyebaran
media
informasi
Kegiatan membagikan
media informasi kepada
masyarakat seperti leaflet,
poster, dll tentang malaria
selama tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak ada kegiatan
1 = Ada kegiatan
Nominal
13
2.1.3 Partisipasi
layanan
malaria
berbasis
masyarakat
Peran serta petugas
puskesmas dalam kegiatan
Pos Malaria Desa, Juru
Malaria Desa, Desa Siaga
yang ada di wilayah
kerjanya pada tahun 2014
sampai 2015.
Kuesioner 0 = Tidak ada
partisipasi
1 = Ikut berpartisipasi
Nominal
2.1.4 Kerjasama/
kemitraan
dengan pihak
lain
Lintas
sektoral/penggalangan
kegiatan dengan pihak lain,
seperti LSM, Dunia Usaha,
lembaga donor, sektor
pemerintah/ diluar
pemerintah selama tahun
2014-2015 di wilayah
kerjanya.
Kuesioner 0 = Tidak
1 = Ada
Nominal
2.2. Preventif kegiatan pencegahan
terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit malaria
selama tahun 2014-2015
Kuesioner 0= kurang baik, jika
skor upaya
preventif ˂ 3
1= baik, jika skor
upaya preventif ≥
3
Ordinal
2.2.1 Kegiatan IRS penyemprotan dinding
dalam rumah penduduk
(IRS) di wilayah kerjanya
selama tahun 2014-2015
Kuesioner 0 = Tidak pernah
dilakukan
1 = Pernah dilakukan
Nominal
2.2.2 Pembagian
kelambu
berinsektisida
Kegiatan pembagian
kelambu berinsektisida di
wilayah kerjanya dengan
sasaran ibu hamil, bayi,
Kuesioner 0 = Tidak pernah
dilakukan
1 = Pernah dibagikan
Nominal
14
balita dan penderita positif
malaria selama tahun 2014
sampai 2015
2.2.3 Larvasiding Dilakukan kegiatan
Membunuh jentik baik
secara kimiawi (larvasida )
pada tempat potensial
vektor di wilayah kerjanya
dari tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan larvasida
Nominal
2.2.4 Penebaran
ikan pemakan
larva
Dilakukan penebaran ikan
pemakan jentik nyamuk
anopheles di habitat vektor
malaria yang potensial dan
air permanen (mata air,
anak sungai, rawa-rawa,
empang/kolam, air payau)
di wilayah kerjanya dari
tahun 2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan
penebaran
Nominal
2.2.5 Pengelolaan
Lingkungan
Melakukan perubahan fisik
bersifat permanen terhadap
lahan air dan tanaman yang
bertujuan untuk mencegah,
menghilangkan atau
mengurangi habitat vektor,
seperti menghilangkan
genangan air/penimbunan,
memperbaiki/meningkatkan
fungsi drainase, reboisasi,
membersihkan tanaman air
dan lumut di wilayah
Kuesioner 0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan
pengelolaan
Nominal
15
kerjanya dari tahun 2014
sampai 2015.
2.2.6 Penemuan
kasus malaria
Petugas melakukan
kegiatan rutin maupun
khusus untuk menemukan
kasus malaria dengan
pengambilan sedian darah
dan pemeriksaaan lainnya
untuk menemukan dan
mengobati kasusmalaria
positif baru selama tahun
2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Tidak pernah
1 = Pernah Dilakukan
petugas
Nominal
2.2.7 Pencatatan
malaria
Kegiatan pencatatan,
pengolahan, dan analisis
semua kegiatan
penanggulangan malaria di
wilayah kerjanya pada
tahun 2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Tidak ada
1 = Ada
Nominal
2.3. Kuratif suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan
pengobatan yang
ditujukan untuk
penyembuhan,
pengurangan penderitaan
akibat malaria,
pengendalian penyakit,
atau pengendalian
kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin pada
Kuesioner 0= kurang baik, jika
skor upaya kuratif
˂ 2
1= baik, jika skor
upaya kuratif
≥ 2
Ordinal
16
tahun 2014-2015. 2.3.1 Pemeriksaan
Mikroskop/RDT
Kegiatan pemeriksaan
sedian darah bagi
masyarakat yang
teridentifikasi malaria
kinis dengan
menggunakan mikroskop
atau RDToleh
petugas/mikroskopis
puskesmas pada tahun
2014 sampai tahun 2015
Kuesioner 0 = tidak dilakukan
pemeriksaan
1 = dilakukan
pemeriksaan dengan
mikroskop/RDT
Nominal
2.3.2 Pemberian obat
ACT
Memberikan obat ACT
kepada masyarakat yang
telah teridentifikasi positif
malaria secara mikroskopis
maupun RDT oleh petugas
puskesmas pada tahun
2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Tidak diberikan
obat ACT
1 = Diberikan obat ACT
Nominal
2.3.3 Pemantauan
Pengobatan
Kegiatan pemantauan
pengobatan oleh petugas
pada tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak dilakukan
pengawasan
1 = Dilakukan
pengawasan
Nominal
3.1 Keberadaan
Sarana dan
Prasarana
Ketersediaan fasilitas
penunjang untuk
mendukung kegiatan
penanggulangan malaria di
Kab lahat pada tahun 2014-
2015
Kuesioner 0= kurang lengkap,
jika skor
keberadaan sarana
dan prasarana ˂ 3
1= lengkap, jika skor
keberadaan sarana
dan prasarana ≥ 3
Ordinal
3.1.1 Keberadaan Ada atau tidaknya Kuesioner 0 = Tidak ada Nominal
17
laboratorium laboratorium untuk
mendukung pemeriksaan
malaria pada 2014 sampai
2015
1 = Ada
3.1.2 Keberadaan
Mikroskop
Ada atau tidaknya
mikroskop jenis binokuler
untuk mendukung
pemeriksaan malaria pada
tahun 2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Tidak ada
1 = Ada
Nominal
3.1.3 Ketersediaan
Reagen
Lengkap atau tidaknya
reagen yang digunakan
pada tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak lengkap
1 = Lengkap
Nominal
3.1.4 Ketersediaan
obat ACT
Cukup atau tidaknya stok
obat ACT di puskesmas
pada tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak cukup
1 = Cukup
Nominal
3.1.5 Ketersediaan
alat komputer
Ada atau tidaknya
komputer khusus untuk
mendukung pencatatan dan
pelaporan kegiatan malaria
pada tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak ada
1 = Ada
Nominal
3.1.6 Ketersediaan
sarana
transportasi
Ada atau tidaknya sarana
transportasi roda dua atau
empat yang disediakan
puskesmas untuk
mobilisasi petugas P2
malaria tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak tersedia
1 = Tersedia
Nominal
18
4.2.1 Kualitas
petugas/pengelola
program malaria
Kondisi kemampuan
petugas/pengelola program
malaria yang dilihat dari
beban kerja dan ada
tidaknya pelatihan yang
diikuti pada tahun 2014
sampai 2015
Kuesioner 0= kurang baik, jika
skor kualitas
petugas ˂ 3
1= baik, jika skor
kualitas petugas ≥ 3
Nominal
4.2.1.1 Beban kerja
petugas
Pekerjaan selain
penanggungjawab program
malaria yang dibebani
kepada petugas
laboratorium, mikroskopis,
pengelola program pada
tahun 2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Ada beban kerja
rangkap
1 = Tidak ada beban
kerja rangkap
Nominal
4.2.1.2 Pelatihan
petugas P2
malaria/pengelola
program
Ada atau tidaknya
pelatihan-pelatihan untuk
petugas P2/pengelola
program malaria puskesmas
dari tahun 2014 sampai
2015
Kuesioner 0 = Tidak ada
1 = Ada
Nominal
4.2.1.3 Pelatihan
petugas mikroskopis
Ada atau tidaknya
pelatihan-pelatihan untuk
petugas mikroskopis
malaria puskesmas dari
tahun 2014 sampai 2015
Kuesioner 0 = Tidak ada
1 = Ada
Nominal
5.2.2 Kelengkapan
SDM
Kelengkapan petugas
terlatih yang bertanggung
jawab untuk
menyelenggarakan program
malaria di puskesmas pada
tahun 2014 – 2015,
Kuesioner 0 = Kurang lengkap
jika jumlah tidak
memenuhi standar
kebutuhan
1 = Jumlah sudah
memenuhi standar
Nominal
19
Dikatakan lengkap apabila
sesuai standar kebutuhan
jika ada dokter, bidan,
perawat, mikroskopis, dan
pengelola program.
Dikatakan kurang lengkap
apabila tidak memenuhi
standar kebutuhan.
kebutuhan/lengkap
3 Gambaran kinerja
Pengelola Program
Malaria
Menggambarkan hasil kerja
(kegiatan yang dilakukan)
pengelola program malaria
di Kab Lahat tahun 2014-
2015, yang menyangkut :
kegiatan penanggulangan
malaria yang dilakukan,
sarana dan prasarana
pendukung, SDM yang ada,
serta alokasi anggaran.
Wawancara
Mendalam
- -
20
3.11 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
a. Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Kuesioner terstruktur
2. Pedoman wawancara
3. Alat perekam
b. Cara Pengumpulan Data
Data Primer dikumpulkan peneliti melalui:
1. Wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data ini
merupakan data utama dalam penelitian ini. Data primer yang
dikumpulkan menggunakan kuesioner adalah: kegiatan preventif, kegiatan
promotif, kegiatan kuratif penanggulangan malaria yang dilakukan
puskesmas, sarana dan prasarana yang mendukung program
penanggulangan malaria puskesmas, serta petugas/pengelola program
malaria (SDM).
2. Wawancara mendalam yang dikumpulkan menggunakan pedoman
wawancara untuk mendapatkan data tentang gambaran kinerja dalam hal
ini kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan petugas/pengelola
program malaria di Kabupaten Lahat, dan sebagai data pendukung untuk
keperluan analisis dalam penelitian ini. Data yang dicari dalam
wawancara mendalam ini adalah: kegiatan preventif, promotif, dan kuratif
untuk menanggulangi malaria yang dilakukan di Kabupaten Lahat,
keberadaan sarana dan prasarana yang mendukung program
penanggulangan malaria, petugas/pengelola program malaria (SDM), serta
ketersediaan anggaran untuk program malaria.
Data Sekunder dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang jumlah klinis
malaria pada tahun 2014 dan 2015 dari laporan tahunan penemuan dan
pengobatan malaria Kabupaten Lahat yang diperoleh di Dinas Kesehatan
Kabupaten Lahat.
21
3.12 Bahan dan Prosedur Kerja
• Bahan dalam Pengumpulan Data
1. Kuesioner terstruktur
2. Pedoman wawancara
3. Alat Perekam/recorder
• Prosedur Kerja/Langkah-Langkah Penelitian
1. Persiapan penelitian, sebelum dilakukannya penelitian terlebih dahulu
melakukan:
a. Survey Pendahuluan ke lokasi penelitian.
Persiapan yang dilakukan oleh tim peneliti dengan melakukan pertemuan
koordinasi dengan Dinkes Kabupaten setempat. Pertemuan akan membahas
rencana penelitian yang akan dilakukan menyangkut lokasi penelitian,
pengelompokan wilayah puskesmas, jadwal kegiatan dan petugas yang
terlibat dalam penelitian.
b. Pengumpulan Data sekunder
Dilakukan pengumpulan data jumlah kasus malaria klinis tahun 2014 dan
tahun 2015 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, yang
dilihat dari Laporan Tahunan Penemuan dan Pengobatan Malaria
Kabupaten Lahat tahun 2014 dan tahun 2015.
2. Pengumpulan data primer
Dilakukan pengumpulan data primer menggunakan kuesioner kepada
petugas/pengelola program P2 malaria puskemas di wilayah kerja Kabupaten
Lahat yang dijadikan sampel. Pengumpulan data primer juga dilakukan di 31
puskesmas yang telah di kelompok-kelompokan berdasarkan kesamaan posisi
wilayah geografis. Wawancara mendalam dengan informan terpilih dilakukan
bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data ini dengan menggunakan pedoman
wawancara. Wawancara direkam dengan alat perekam suara untuk kemudahan
penulisan transkrip.
3.13 Manajemen dan Analisa Data
1. Analisa data dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
(bebas) dengan variabel dependen (terikat). Data dientry berdasarkan kuesioner
penelitian dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 16 dengan
22
menggunakan uji regresi logistik. Dalam penelitian ini dilakukan analisa data
untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu:
a. Analisa Univariat
Analisa Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan/menggambarkan masing-
masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel
independen dari kuesioner.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel dependen
(kategorik) maupun variabel independent (kategorik). Analisis yang digunakan
adalah uji Chi-square, rumus uji chi-square yang digunakan:
∑
Aturan berlaku pada uji chi-square adalah:
1) Bila pada tabel 2x2 di jumpai nilai expected kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah fisher exact.
2) Bila pada tabel 2x2 tidak ada nilai expected kurang dari 5 maka uji yang
dipakai adalah continuity correction.
3) Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 maka yang digunakan uji
pearson chi square.
Jika hasil P value ˂ 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara variabel
dependen dan variabel independen.
2. Analisa data dari hasil in depth interview
Data kualitatif yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan model
interaktif dari Miles dan Huberman, dimana aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisa data ini,
meliputi tiga sub proses yang terkait yaitu reduksi data, penyajian data dan
pengambilan kesimpulan atau verifikasi sesuai kebutuhan penelitian14
.
23
BAB IV HASIL
4.1 DESKRIPSI WILAYAH
Kabupaten Lahat terletak di propinsi Sumatera Selatan yang secara astronomi
terletak antara 3,250 sampai dengan 4,15
0 Lintang Selatan, 102,37
0 sampai dengan 103,45
0
Bujur Timur. Kabupaten Lahat memiliki luas wilayah 436.183 Ha atau 4.361,83 Km2,
dengan batas wilayah :
- Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Empat Lawang
- Sebelah Selatan berbatas dengan kota Pagar Alam dan Kabupaten Bengkulu Selatan
Propinsi Bengkulu
- Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Muara Enim
- Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Empat Lawang.
Secara administratif Kabupaten Lahat dibagi dalam 22 kecamatan yang mencakup 359
desa dan 17 Kelurahan, berikut gambar peta Kabupaten Lahat propinsi Sumatera Selatan.
Gambar 3. Peta Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan
Kabupaten Lahat merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian wilayah dari atas
permukaan laut yang bervariasi mulai dari 100 meter sampai dengan 1.000 meter, selain di
kelilingi bentangan bukit barisan, Kabupaten Lahat juga merupakan daerah pegunungan.
Kabupaten Lahat mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan sebanyak
267,375 milimeter atau 222.175 milimeter per-bulan. Keadaan suhu udara di Kabupaten
24
Lahat bervariasi antara 22,160 Celsius sampai dengan 30,470 Celcius, sedangkan rata-rata
kelembaban udara sebesar 78,50 dengan kecepatan angin 4,66 Km per-jam.
Pada tahun 2014 dan 2015 Kabupaten Lahat memiliki 31 puskesmas, kemudian
pada tahun 2016 puskesmas di Kabupaten Lahat bertambah menjadi 33 puskesmas yang
tersebar di setiap kecamatan. Berdasarkan laporan penemuan dan pengobatan malaria
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat tahun 2014 dan tahun 2015 terlihat perbedaan yang
cukup jauh, dimana pada tahun 2014 masih banyak puskesmas yang menggunakan Annual
Malaria Incidence (AMI) dibandingkan Annual Parasite Incidence (API) untuk melihat
angka kejadian malaria di wilayah kerjanya, sedangkan pada tahun 2015 terjadi
peningkatan bahwa hanya ada dua puskesmas yang belum menggunakan stratifikasi
endemisitas malaria berdasarkan angka Annual Parasite Incidence (API).
Hal ini menunjukkan pada tahun 2015 diagnosis malaria di puskesmas-puskesmas
Kabupaten Lahat sudah menggunakan RDT maupun pemeriksaan mikroskop. Berikut ini
nama-nama puskesmas di Kabupaten lahat tahun 2014-2015 berserta Annual Parasite
Incidence, seperti pada Tabel 3 di bawah:
Tabel 2. Annual Parasite Incidence Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015
No Nama Puskesmas Annual Parasite incidence (0/00)
2014 2015 1 Muara Lawai - 0,0
2 Merapi I - 0,0
3 Merapi II 1,0 3,3
4 Senabing - 0,0
5 Perumnas 4,6 4.5
6 Bandar Jaya 4,9 1,5
7 Selawi 33,6 11,5
8 Pagar Agung 3,1 1,6
9 Sukarami 0,0 0,1
10 Bunga Mas 1,9 4,5
11 Palembaja 17,4 12,0
12 Bumi Lampung - 0,0
13 Saung Naga 1,3 1,6
14 Pagar Jati 0,0 0,0
15 Tanjung Aur 5,3 0,2
16 Pulau Pinang 0,4 0,1
17 Muara Tiga - 0,1
18 Kota Agung - 0,4
19 Tanjung Tebat - -
20 Jarai 1,2 0,4
21 Pajar Bulan - 0,1
22 Tanjung Sakti - 0,0
23 SP II Pomo - 0,0
24 Pagar Gunung 3,4 5,5
25 Nanjungan - 0,2
25
26 Wanaraya 0,2 0,2
27 Pseksu 5,7 4,5
28 Usila 0,4 0,2
29 Tinggi Hari - 1,3
30 Perangai - -
31 Muara Payang - 0,0
Sumber: Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Dinas Kesehatan Kab. Lahat
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan pada tahun 2014 puskesmas yang
menggunakan stratifikasi API sebanyak 17 puskesmas (54,8%) dan yang tidak
menggunakan stratifikasi API sebanyak 14 puskesmas (45,2%). Ada peningkatan
penggunaan stratifikasi API pada tahun 2015, dimana hanya 2 puskesmas yang tidak
menggunakan stratifikasi API (6,5%), artinya penderita malaria klinis di Kabupaten telah
terkonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskop atau RDT.
4.2. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI) Tahun 2015
Masih ada puskesmas di Kabupaten Lahat yang belum menggunakan stratifikasi
Annual Parasite Incidence/API dan penelitian ini harus mengambil satu orang pengelola
program di seluruh puskesmas (31 puskesmas) Kabupaten Lahat, maka stratifikasi Annual
Malaria Incidennce (AMI) dipakai sebagai variabel bebas dalam penelitian ini agar semua
puskesmas (31 puskesmas) di kabupaten Lahat terwakilkan.
Kasus Malaria Klinis atau Annual Malaria Incidence (AMI) adalah angka kesakitan
malaria (malaria berdasarkan gejala klinis) per 1000 penduduk dalam satu tahun dan di
satu lokasi yang sama dalam 0/00 (permil)
15. Kegunaan AMI adalah untuk mengetahui
insiden malaria klinis pada satu daerah tertentu selama satu tahun. Kabupaten Lahat
merupakan daerah endemis malaria paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di
Sumatera Selatan, berdasarkan Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Tahun 2015 di
Kabupaten Lahat, Sebagian besar wilayah puskesmas di Kabupaten Lahat memiliki jumlah
kasus malaria klinis/Annual Malaria Incidence (AMI) yang tinggi (≥ 100/00) yaitu sebesar
58,1% dan sisanya sebesar 41,9% memiliki jumlah kasus malaria klinis yang rendah
(<100/00).
Masih banyaknya puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat yang memiliki jumlah
kasus malaria klinis tinggi membuka peluang timbulnya kasus malaria positif yang dapat
menimbulkan dampak kesakitan maupun kematian, bahkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
apabila tidak segera dilakukan intervensi penanggulangan malaria yang tepat. Berikut
gambaran persentase kasus malaria klinis Tahun 2015 di Kabupaten Lahat.
26
Gambar 4. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI)
di Kabupaten Lahat Tahun 2015.
Angka kasus malaria klinis tahun 2015 per puskesmas di Kabupaten Lahat dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 5. Distribusi Jumlah Malaria Klinis Per Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2015
Ket : : Endemisitas rendah
: Endemisitas tinggi Sumber: Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Dinas Kesehatan Kab. Lahat Tahun
2015
Kasus malaria klinis (AMI) pada tahun 2015 tertinggi berada di wilayah puskesmas
Selawi dengan AMI sebesar 59,70/00 dan puskesmas Perangai dengan angka AMI 53,77
0/00.
58.1
41.9
Jumlah Kasus Malaria Klinis di
Kabupaten Lahat
Tinggi
Rendah
-5.0
5.0
15.0
25.0
35.0
45.0
55.0
65.0
Mu
ara
Law
ai
Mer
api
I
Mer
api
II
Sen
abin
g
Per
um
nas
Ban
dar
Jay
a
Sel
awi
Pag
ar A
gu
ng
Su
kar
ami
Bun
ga
Mas
Pal
emb
aja
Bum
i L
amp
un
g
Sau
ng N
aga
Pag
ar J
ati
Tan
jun
g A
ur
Pu
lau
Pin
ang
Mu
ara
Tig
a
Ko
ta A
gun
g
Tan
jun
g T
ebat
Jara
i
Paj
ar B
ula
n
Tan
jun
g S
akti
SP
III
Po
mo
Pag
ar G
un
ung
Nan
jung
an
Wan
aray
a
Pse
ksu
Usi
la
Tin
gg
i H
ari
Per
angai
Mu
ara
Pay
ang
4.5 7.4
16.3
28.3
16.3
40.1
59.7
11.7
5.5
19.5
40.8
10.7 9.3
47.8
11.7 12.7
4.7 2.2 0.3
2.0 0.9 1.8 5.3
19.5 15.3
10.3
17.3
3.9
37.0
53.7
1.8
DISTRIBUSI ANNUAL MALARIA INCIDENCE (0/00)
PER PUSKESMAS DI KABUPATEN LAHAT TAHUN 2015
27
Puskesmas yang memiliki kasus malaria klinis paling rendah adalah puskesmas Tanjung
Tebat (0,30/00).
4.3 Kegiatan Preventif, Kuratif, dan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria
4.3.1 Kegiatan Preventif
Tabel 3. Kegiatan Preventif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten
Lahat Tahun 2014-2015
Kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) adalah pengendalian terhadap nyamuk
dewasa dengan melakukan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida.
Penyemprotan IRS adalah salah satu intervensi yang dilakukan untuk mengantisipasi
terjadinya penularan malaria di wilayah Kabupaten Lahat, khususnya wilayah yang
memiliki kasus positif malaria yang tinggi.
Berdasarkan hasil lapangan hanya sebesar 22,6 % puskesmas di Kabupaten Lahat
yang melakukan kegiatan IRS, dan 77,4% tidak melakukakan kegiatan IRS, dengan alasan
paling banyak bahwa mereka tidak melukan kegiatan IRS karena kegiatan tersebut belum
ada kegiatan IRS dari Dinas Kesehatan (66,7%). Gambaran alasan tidak melakukan IRS
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 6. Alasan Tidak Melakukan Kegiatan IRS
66.7 16.7
4.2 12.5
Alasan Tidak dilakukan Kegiatan IRS
Belum ada kegiatan
dari Dinas KesehatanSudah dilakukan
fogging DBDTidak ada
fasilitas/insektisidaTidak ada kasus
Variabel Ada Tidak
Frek % Frek %
Penanggulangan Malaria Secara Preventif
- Penyemprotan IRS
- Pembagian kelambu berinsektisida
- Penyebaran ikan pemakan jentik
- Larvasiding
- Pengelolaan Lingkungan
- Survey penemuan kasus baru malaria
- Pencatatan/Surveilans
7
23
1
4
15
17
31
22,6
74,2
3,2
12,9
48,4
54,8
100
24
8
30
27
16
14
0
77,4
25,8
96,8
87,1
51,6
45,2
0
28
Sebagian besar puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat, sebesar 74,2% telah
melakukan kegiatan pembagian kelambu berinsektisida sebagai bentuk upaya pencegahan
untuk melindungi dari nyamuk dewasa, pembagian kelambu ini di fokuskan untuk ibu
hamil dan balita, hanya 25,8% yang tidak melakukan pembagian kelambu berinsektisida
pada tahun 2014-2015, dengan alasan yang sama yaitu belum ada jatah atau pembagian
kelambu dari Dinas Kesehatan untuk wilayah mereka.
Gambar 7. Alasan Tidak Melakukan Pembagian Kelambu Berinsektisida
Kegiatan Penebaran ikan pemakan jentik sebagai bentuk pencegahan secara
biologis yang dilakukan dengan menyebarkan ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan
nila,mujair, gambusia atau ikan kepala timah ke tempat-tempat potensial vektor malaria
yang akan mempengaruhi populasi nyamuk. Hasil lapangan menggambarkan mayoritas
puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat tidak melakukan kegiatan menyebarkan ikan
pemakan jentik sebagai bentuk pencegahan malaria, yaitu sebesar 96,8%. Alasan paling
banyak, yaitu 70% karena belum ada sosialisasi mengenai kegiatan penebaran ikan
pemakan jentik dari Dinas Kesehatan. Gambaran alasan tidak dilakukan penebaran ikan
pemakan jentik dapat dilihat di bawah ini
Gambar 8. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penebaran Ikan Predator Jentik
100
Alasan Tidak Melakukan Pembagian Kelambu
Berinsektisida
Belum ada pembagian
dari Dinas Kesehatan
70.0 10.0
13.3 6.7
Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penebaran
Ikan Predator Jentik
Belum ada sosialisasi kegiatan
dari Dinas KesehatanTidak ada anggaran
Lewat penyuluhan
Bukan daerah potensial
malaria
29
Larvasiding merupakan bentuk pengendalian vektor, yaitu aplikasi larvasida pada
tempat perindukan potensial vektor guna membunuh/memberantas larva dengan
menggunakan bahan kimia atau agen biologis dan bahan kimia. Di Kabupaten Lahat
puskesmas yang melakukan kegiatan larvasiding (12,9%) menggunakan insektisida Altosit
yang diberikan oleh Dinas Kesehatan. Untuk kegiatan ini, masih cukup banyak puskesmas-
puskesmas di Kabupaten Lahat yang tidak melakukan larvasiding, yaitu sebesar 87,1%.
Dengan alasan seperti seperti pada diagram di bawah:
Gambar 9. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Larvasiding
Pengelolaan lingkungan adalah pengendalian secara fisik dengan mengubah fisik
lingkungan secara permanen (modifikasi) bertujuan mencegah, menghilangkan, atau
mengurangi tempat perindukan nyamuk dengan cara penimbunan, pengeringan, pembuatan
tanggul, dll atau mengubah lingkungan bersifat sementara (manipulasi) sehingga tidak
menguntungkan bagi vektor untuk berkembang biak seperti, pembersihan tanaman air yang
mengapung di lagun, pengubahan kadar garam, pengaturan pengairan sawah secara
berkala, dan lain-lain.
Hasil lapangan menunjukkan sebesar 48,4% puskesmas-puskesmas di kabupaten
Lahat melakukan pengelolaan lingkungan, kegiatan ini biasanya dilakukan dalam bentuk
kerja bakti membersihkan lingkungan, salah satunya saluran atau genangan air. Sedangkan
51,6% tidak melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan dengan alasan cukup dilakukan
melalui kegiatan penyuluhan ke masyarakat (62,5%)
39.3
3.6
53.6
3.6
Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Larvasiding
Belum ada program
dari Dinas KesehatanBukan daerah
potensial malariaMasih fokus untuk
DBD (Abate)Tidak ada kasus
30
Gambar 10. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan
Gambar 11. Bentuk Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru
Gambar diatas adalah bentuk kegiatan menemukan dan mengobati kasus malaria
positif baru oleh petugas puskesmas baik kegiatan rutin maupun khusus dengan
pengambilan sedian darah dan pemeriksaaan lainnya untuk menemukan dan mengobati
kasus malaria positif baru selama tahun 2014 sampai 2015, sebagian besar (64,7%)
melakukan skrining untuk ibu hamil.
Berikut gambaran alasan mengapa tidak dilakukan kegiatan penemuan kasus
malaria baru oleh petugas puskesmas di Kabupaten Lahat:
Gambar 12. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru
31.3
62.5
6.3
Alasan tidak dilakukan kegiatan
Pengelolaan Lingkungan
Belum ada program
kegiatannyaHanya lewat
penyuluhanBukan daerah
potensial malaria
64.7 11.8
23.5
Bentuk Kegiatan Penemuan Kasus Malaria
Baru
Skrining untuk ibu
hamilMendatangi rumah-
rumahMBS
92.9
7.1
Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penemuan
Kasus Malaria Baru
Belum ada program
kegiatannya
Berdasarkan
kunjungan ke PKM
31
Untuk kegiatan pencatatan atau surveilans, semua puskesmas di Kabupaten Lahat
sudah melakukannya (100%).
4.3.2 Kegiatan Kuratif
Tabel 4. Kegiatan Kuratif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten
Lahat Tahun 2014-2015
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya, yaitu berdasarkan
anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan pemeriksaaan laboratorium. Untuk mendapatkan
kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sedian darah, pemeriksaan
tersebut dilakukan baik dengan pemeriksaan mikroskop maupun RDT. Berdasarkan hasil
lapangan, puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015 sudah
melakukan pemeriksaan malaria dengan mikroskop maupun RDT (100%). Akan tetapi
sebagian besar puskesmas di Kabupaten Lahat menggunakan RDT untuk melakukan
pemeriksaan malaria dibandingkan mikroskop, yaitu sebesar 61,3%, secara jelas gambaran
diagnosis yang digunakan dapat terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 13. Pemeriksaan Malaria Yang Digunakan
Obat ACT diberikan ke pasien yang positif malaria setelah dilakukan pemeriksaan
sedian darah baik secara mikroskop maupun RDT, berdasarkan Laporan Penemuan dan
Pengobatan Malaria Dinas Kesehatan Kab. Lahat Tahun 2014 dan tahun 2015 sebanyak 21
wilayah puskesmas yang memiliki kasus positif malaria 67,7% dan sebanyak 10 puskesmas
6.5
61.3
38.7
Pemeriksaan Malaria
Mikroskop
RDT
Mikroskop
dan RDT
Variabel Ada Tidak
Frek % Frek %
Penanggulangan Malaria Secara Kuratif
- Pemeriksaan dengan mikroskop/RDT
- Pemberian obat ACT untuk positif malaria
- Pengawasan Kepatuhan Minum Obat
31
12
12
100
38,7
38,7
0
19
19
0
61,3
61,3
32
yang tidak memiliki kasus positif (32,3%) pada tahun 2014-2015, seperti pada gambar
dibawah.
Gambar 14. Kasus Positif Malaria Tahun 2014-2015
Tabel 5. Keberadan Kasus Malaria Positif dengan Pemberian Obat ACT
di Puskemas-Puskesmas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015
Keberadaaan Kasus
Malaria
Pemberiaan Obat ACT
Diberikan Tidak Diberikan
Frek % Frek %
Ada Kasus Positif 12 57,1 9 42,9
Tidak Ada Kasus Positif 0 0 10 100
Pengobatan malaria yang dianjurkan pemerintah saat ini adalah ACT (Artemisinin
Based Combination Therapy), tabel diatas menjelaskan puskesmas yang ada kasus positif
malaria sebesar 57,1% memberikan obat ACT, namun masih ada pula puskesmas yang
memiliki kasus positif malaria namun belum memberikan ACT (42,9%), mereka masih
banyak memberikan obat Klorokuin (23,8%) atau Primaquin (19,0%).
Tabel 6. Jenis Obat Malaria yang Diberikan
Jenis Obat
Malaria
Frekuensi %
ACT 12 57,1
Klorokuin 5 23,8
Primaquin 4 19,0
Total 21 100
Puskesmas yang memberikan obat ACT dilakukan pemantauan pengobatan oleh
petugas sebesar 66,7%, sedangkan puskesmas yang memberikan obat non ACT
(Klorokuin/Primaquin) paling banyak tidak dilakukan pengawasan kepatuhan minum obat
(55,6%).
67.7
32.3
Kasus Positif Malaria Tahun 2014-2015
Ada Kasus Positif
Tidak ada kasus
positif
33
Tabel 7. Kegiatan Pemantauan Pengobatan Berdasarkan Jenis Obat Yang Diberikan
Jenis Obat Yang
Diberikan
Pemantauan Pengobatan
Ada Tidak Ada
Frek % Frek %
ACT 8 66,7 4 33,3
Non ACT 4 44,4 5 55,6
Tidak Ada Kasus Positif 0 0 10 100
4.3.3 Kegiatan Promotif
Tabel 8. Kegiatan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten
Lahat Tahun 2014-2015
Intervensi penanggulangan malaria secara promotif yang paling banyak dilakukan
oleh puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat adalah memberikan penyuluhan tentang
malaria (93,5%) dan penyebaran media informasi tentang malaria di masyarakat wilayah
puskesmas, seperti laflet, poster, spanduk, yaitu sebesar 90,3%.
Mayoritas kegiatan penyuluhan tersebut dilakukan bersamaan dengan kegiatan
posyandu (72,4%), Gambaran waktu penyampaian penyuluhan terlihat seperti pada gambar
berikut:
Gambar 15. Waktu Kegiatan Penyuluhan Malaria
72.4 3.4 3.4
10.3
10.3
Waktu Kegiatan Penyuluhan Malaria
Bersamaan dengan kegiatan
posyandu
Bersamaan dengan kegiatan
posyandu dan pertemuan di
kecamatanBersamaan dengan kegiatan
posyandu dan PKK
Penyuluhun dengan puskesmas
keliling
Bersamaan dengan kegiatan
posyandu dan kegiatan di
puskesmas
Variabel Ada Tidak
Frek % Frek %
Penanggulangan Malaria Secara Promotif
- Penyuluhan Malaria
- Penyebaran Media Informasi
- Partisipasi Petugas Kegiatan Berbasis
Masyarakat
- Kemitraaan dengan Pihak Lain
29
28
0
8
93,5
90,3
0
25,8
2
3
31
23
6,5
9,7
100
74,2
34
Tidak ada sama sekali petugas puskesmas di Kabupaten Lahat yang berperan aktif
dalam kegiatan layanan malaria yang ada di masyarakat seperti Pos Malaria Desa, Juru
Malaria Desa, Desa Siaga, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Lahat
belum menggalakan kegiatan malaria berbasis masyarakat.
Sedangkan untuk kerjasama dengan lintas sektor yang dilakukan pihak puskesmas
masih sangat minim, yaitu 74,2%, hanya 25,8% yang menggalangkan kerjasama untuk
kegiatan malaria, pada umumnya kerjasama kegiatan malaria masih dilakukan dengan
sektor pemerintah kecamatan (33,3%), kepala desa (33,3%), sekolah-sekolah yang ada di
wilayah kerja puskesmas (16,7%), kecamatan dan sekolah (16,7%).
Gambar 16. Kerjasama Lintas Sektor Pada Puskesmas di Kabupaten Lahat
4.3.4 Sarana dan Prasarana
Tabel 9 di bawah menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana di puskesmas-
puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015:
Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015
Variabel Ada Tidak
Frek % Frek %
Sarana dan Prasarana
- Laboratorium
- Mikroskop Binokuler
- Alat/Reagen Pemeriksaan Darah
- Stok Obat ACT
- Komputer
- Sarana Transportasi untuk petugas
17
25
21
8
1
17
54,8
80,6
67,7
25,8
3,2
54,8
14
6
10
23
30
14
45,2
19,4
32,3
74,2
96,8
45,2
Untuk ketersediaan laboratorium sebagian besar puskesmas sudah memiliki
laboratorium (54,8%) meskipun demikian kondisi ini berbanding tipis dengan yang tidak
memiliki fasilitas laboratorium (45,2%), hal ini sama dengan ketersediaan sarana
33.3
33.3
16.7
16.7
Kerjasama Lintas Sektor Pada Puskesmas di Kabupaten
Lahat Kecamatan
Kepala Desa
Dinas
Pendidikan/Sekolah
Kecamatan dan
Sekolah
35
transportasi untuk petugas. Untuk fasilitas mikroskop binokuler sebesar 80,6% puskesmas
di Kabupaten Lahat sudah memilikinya, alat/reagen untuk pemeriksaan darah sebesar
67,7% ada.
Permasalahan ketersediaan sarana dan prasarana di puskesmas-puskesmas
Kabupaten Lahat adalah minimnya fasilitas komputer untuk pengelola program malaria
(96,8%) dan tidak adanya stok obat ACT di puskesmas (74,2%), hal ini disebabkan
sebagian besar puskesmas belum pernah mendapat jatah ACT dari Dinas Kesehatan
(73,9%), seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 17. Penyebab Stok Obat ACT Kurang
4.3.5 Kelengkapan Petugas Pemegang Program Malaria
Untuk kelengkapan sumber daya manusia yang bertanggung jawab pada program
malaria, sebagian besar puskemas di Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015 belum
memiliki tenaga mikroskopis (74,2%) dan semua puskesmas memiliki pengelola program
malaria (100%)
Tabel 10. Kelengkapan SDM di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015
Variabel Ada Tidak
Frek % Frek %
Kelengkapan Petugas Pemegang
Program Malaria
- Dokter
- Bidan
- Perawat
- Mikroskopis
- Pengelola Program Malaria
25
22
25
8
31
80,6
71
80,6
25,8
100
6
8
6
23
0
19,4
25,8
19,4
74,2
0
21.7
4.3
73.9
Penyebab Stok Obat ACT Tidak Mencukupi
Stok ACT dari Dinas
Kesehatan terbatas
Kasus positif malaria
cukup banyak
Belum pernah dapat
jatah ACT dari Dinas
Kesehatan
36
4.3.6 Kualitas Penanggungjawab Program Malaria
Masalah yang berhubungan dengan kualitas Sumber Daya Manusia penanggung
jawab program malaria di Kabupaten Lahat adalah adanya beban kerja, dimana petugas
yang bertanggung jawab memegang program malaria memiliki tanggung jawab rangkap
pada program atau kegiatan lain (100%). Sebagian besar petugas telah mengikuti pelatihan
yang dapat menambah kemampuan/pengetahuan mereka sehubung dengan tanggung
jawabnya, yaitu pelatihan mikroskop (74,2%) dan pelatihan untuk pengelola program
(96,8%) .
Tabel 11. Kualitas Penanggung Jawab Program Malaria di Puskemas Kabupaten Lahat
Tahun 2014-2015
Variabel Ada Tidak
Frek % Frek %
Kualitas SDM
- Beban Kerja
- Pelatihan pengelola program
- Pelatihan Mikroskopis
31
30
23
100
96,8
74,2
0
1
8
0
3,2
25,8
4.4 ANALISIS BIVARIAT
4.4.1 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Preventif
dengan Jumlah Kasus Malaria
Tabel 12 di bawah memperlihatkan hubungan penanggulangan malaria secara
preventif dengan dengan jumlah kasus malaria.
Tabel 12. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Preventif dengan Jumlah Kasus Malaria
Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P
Tinggi
N (%)
Rendah
N (%)
1. Penyemprotan IRS Tidak 11 (45,8) 13 (54,2) 0,025
Ada 7 (100) 0 (0)
2. Pembagian Kelambu
Berinsektisida
Tidak 3 (37,5) 5 (62,5) 0,228
Ada 15 (65,2) 8 (34,8)
3. Kegiatan Larvasiding Tidak 14 (51,9) 13 (48,1) 0,120
Ada 4 (100) 0 (0)
4. Penebaran Ikan
Pemakan Jentik
Tidak 17 (56,7) 13 (43,3) 1,000
Ada 1 (100) 0 (0)
5. Pengelolaan
Lingkungan
Tidak 8 (50,0) 8 (50,0) 0,473
Ada 10 (66,7) 5 (33,3)
6. Penemuan Kasus
Malaria Baru
Tidak 6 (42,9) 8 (57,1) 0,157
Ada 12 (70,6) 5 (29,4)
37
7. Surveilans Tidak 0 (0) 0 (0) konstan
Ada 18 (58,1) 13 (41,9)
Secara statistik kegiatan preventif dimensi kegiatan penyemprotan Indoor Residual
Spray (IRS) ada hubungan yang bermakna secara statistik dengan jumlah kasus malaria
(p=0,025), sedangkan dimensi kegiatan pembagian kelambu berinsektisida, larvasiding,
penebaran ikan pemakan jentik, pengelolaan lingkungan, dan penemuan kasus malaria baru
tidak memiliki hubungan. Dimensi kegiatan surveilans tidak dapat diuji karena data
konstan.
4.4.2 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Kuratif
dengan Jumlah Kasus Malaria
Tabel 13 di bawah memperlihatkan hubungan penanggulangan malaria secara
kuratif dengan dengan jumlah kasus malaria.
Tabel 13. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Kuratif dengan Jumlah Kasus Malaria
Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P
Tinggi
N (%)
Rendah
N (%)
1. Pemeriksaan dengan
mikroskop/RDT
Tidak 0 (0) 0 (0) Konstan
Ya 18 (58,1) 13 (41,9)
2. Pemberian Obat ACT Tidak 7 (36,8) 12 (63,2) 0,003
Ya 11 (91,7) 1 (8,3)
3. Pemantauan
Pengobatan
Tidak 9 (47,4) 10 (52,6) 0,158
Ada 9 (75,0) 3 (25,0)
Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa penanggulangan malaria secara kuratif ada
hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi pemberian obat ACT dengan jumlah
kasus malaria. Sedangkan dimensi pemantauan pengobatan tidak ada hubungan secara
statistik, dan pemeriksaan dengan mikroskop/RDT tidak dapat dilihat hubungannya secara
statistik karena konstan.
4.4.3 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Promotif
dengan Jumlah Kasus Malaria
Tabel 14 di bawah menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik untuk kegiatan penyuluhan malaria, penyebaran media informasi ke masyarakat,
kerjasama/kemitraan dengan pihak lain, dan partisipasi petugas dalam layanan berbasis
masyarakat tidak dapat di uji hubungan karena konstan.
38
Tabel 14. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Promotif dengan Jumlah Kasus Malaria
Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P
Tinggi
N (%)
Rendah
N (%)
1. Penyuluhan Malaria Tidak 0 (0) 2 (100) 0,168
Ada 18 (62,1) 11 (37,9)
2. Penyebaran Media Informasi
ke Masyarakat
Tidak 1 (33,3) 2 (66,7) 0,558
Ada 17 (60,7) 11 (39,3)
3. Kerjasama/kemitraan dengan
pihak lain
Tidak 13 (56,5) 10 (43,5) 1,000
Ada 5 (62,5) 3 (37,5)
4. Partisipasi petugas dalam
layanan berbasis masyarakat
Tidak 18 (58,1) 13 (41,9) konstan
Ada 0 (0) 0 (0)
4.4.4 Mendapatkan Hubungan Sarana Prasarana dengan Jumlah Kasus Malaria
Hasil secara statistik keberadaan sarana dan prasarana di puskesmas dengan jumlah
kasus malaria di lihat pada tabel 15 di bawah:
Tabel 15. Hubungan Keberadaan Sarana dan Prasarana di Puskesmas dengan Jumlah Kasus
Malaria
Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P
Tinggi
N (%)
Rendah
N (%)
1. Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Tidak 6 (42,9) 8 (57,1) 0,157
Ada 12 (70,6) 5 (29,4)
2. Mikroskop Tidak 2 (33,3) 4 (66,7) 0,208
Ada 16 (64,0) 9 (36,0)
3. Alat/reagen
Pemeriksaan Darah
Tidak 6 (60,0) 4 (40,0) 1,000
Ada 12 (57,1) 9 (42,9)
4. Stok Obat ACT Tidak 12 (52,2) 11 (47,8) 0,412
Ya 6 (75,0) 2 (25,0)
5. Fasilitas Komputer Tidak 17 (56,7) 13 (43,3) 1,000
Ada 1 (100) 0 (0)
6. Transportasi untuk
Petugas
Tidak 5 (35,7) 9 (64,3) 0,033
Ada 13 (76,5) 4 (23,5)
Ada hubungan yang bermakna secara statistik sarana transportasi untuk petugas
dengan jumlah kasus malaria (p=0,033), sedangkan keberadaan laboratorium pemeriksaan
darah, mikroskop, alat/reagen pemeriksaan darah, stok obat ACT, dan fasilitas komputer
secara statistik tidak memiliki hubungan.
39
4.4.5 Mendapatkan Hubungan antara Kelengkapan SDM dengan Jumlah Kasus
Malaria
Tabel 16 di bawah menggambarkan bahwa semua dimensi dari kelengkapan SDM
di puskesmas tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan jumlah
kasus malaria, sedangkan dimensi keberadaan pengelola program malaria tidak dapat di
lihat hubungannya karena konstan.
Tabel 16. Hubungan Kelengkapan SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria
Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P
Tinggi
N (%)
Rendah
N (%)
1. Memiliki Dokter Tidak 2 (11,1) 4 (66,7) 0,208
Ada 16 (64) 9 (36)
2. Memiliki Bidan Tidak 4 (50) 4 (50) 0,689
Ada 14 (60,9) 9 (39,1)
3. Memiliki Perawat Tidak 4 (66,7) 2 (33,3) 1,000
Ada 14 (56) 11 (44)
4. Memiliki Mikroskopis Tidak 11 (47,8) 12 (52,2) 0,095
Ya 7 (87,5) 1 (12,5)
5. Memiliki Penanggung
Jawab Program Malaria
Tidak 0 (0) 0 (0) konstan
Ada 18 (58,1) 13 (41,9)
4.4.6 Mendapatkan Hubungan antara Kualitas SDM dengan Jumlah Kasus Malaria
Tabel 17. Hubungan Kualitas SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria
Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P
Tinggi
N (%)
Rendah
N (%)
1. Beban Kerja Tidak 0 (0) 0 (0) konstan
Ada 18 (58,1) 13 (41,9)
2. Pelatihan Pengelola
Program
Tidak (0) 1 (100) 0,419
Ada 18 (60,0) 12 (40,0)
3. Pelatihan Mikroskopis Tidak 3 (37,5) 5 (62,5) 0,228
Ada 15 (65,2) 8 (34,8)
Tabel 17 di atas menggambarkan bahwa semua dimensi dari kualitas SDM tidak
memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan jumlah kasus malaria,
sedangkan dimensi beban kerja tidak dapat di lihat hubungannya karena konstan.
40
4.5 Gambaran Kinerja Petugas/Pengelola Program Malaria di Kabupaten Lahat
Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran kegiatan yang dilakukan pengelola
program malaria di puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015, yang
menyangkut: kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan, sarana dan prasarana
pendukung, sumber daya manusia yang dimiliki, serta alokasi anggaran.
4.5.1 Kegiatan Penanggulangan Malaria yang Dilakukan
Menggambarkan kegiatan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat pada tahun
2014-2015.
1. Penanggulangan Malaria Secara Preventif
Penanggulangan malaria secara preventif adalah kegiatan-kegiatan yang
menekankan pada aspek pencegahan atau upaya-upaya sebelum terjadi penyakit malaria.
Pada umumnya kegiatan preventif penanggulangan malaria ini puskesmas-pusksmas di
Kabupaten Lahat mengandalkan kegiatan/program dari Dinas Kesehatan, karena biaya
untuk kegiatan preventif ini tidak sedikit, sedangkan anggaran yang dimiliki puskesmas
tidak ada.
Pada tahun 2014-2015 kegiatan penanggulangan malaria secara preventif di
Kabupaten lahat diantaranya adalah melakukan pemberantasan nyamuk vektor penularan
malaria dengan melakukan penyemprotan, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Seksi
Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, yaitu :
“…kalau masalah malaria ini untuk penanggulangan malaria tahun 2014-2015 ini
secara preventifnya kita sudah melakukan ke puskesmas-puskesmas sebagai ujung
tombak daripada program di seluruh dinas kesehatan, jadi preventif secara bentuk
nyatanya itu di program malaria adalah penyemprotan vektor-vektor nyamuk
penular malaria, sehingga dilakukan penyemprotan”.
Kegiatan penyemprotan yang dilakukan untuk memberantas vektor malaria di
Kabupaten Lahat yaitu dengan menyemprotkan residu insektisida ke permukaaan dinding
dalam rumah menggunakan insektisida vendona untuk membunuh vektor malaria atau
yang disebut indoor residual spray (IRS), khususnya di rumah penduduk yang positif
malaria. Seperti penjelasan dari Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:
“Ada kegiatan IRS menggunakan vendona tapi tidak semua PKM yang dapat
karena keterbatasan anggaran, IRS telah dilakukan pada rumah-rumah penderita
malaria, kegiatan ini juga akan direncanakan tahun 2016 tapi tidak jadi karena
keburu dipangkas anggarannya”.
41
Tidak semua puskesmas di Kabupaten Lahat yang mendapat kegiatan IRS dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat hal ini disebabkan karena keterbatasan anggaran,
anggaran kegiatan IRS di kabupaten Lahat berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD).
Kegiatan pembagian kelambu berinsektisida (Long Lasting Insecticidal
Net’s/LLINs) juga merupakan upaya pencegahan malaria di Kabupaten Lahat, pembagian
kelambu berinsektisida ini sudah dilakukan oleh semua puskemas di Kabupaten Lahat pada
tahun 2014-2015, namun pembagian kelambu ini masih terbatas. Kelambu berinsektisida
ini hanya diberikan kepada ibu-ibu hamil, atau keluarga yang mempunyai anak balita,
seperti yang diungkapkan oleh kepala PKM Saung Naga : “…Sasarannya ibu hamil sama
bayi balita kemaren”.
Kelambu berinsektisa ini juga tidak diberikan berdasarkan jumlah ibu hamil atau
balita yang diajukan oleh puskesmas ke Dinas Kesehatan, tetapi didasarkan pada jumlah
kasus malaria yang ada di masing puskesmas. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Kepala
Puskesmas Pagar Agung saat beliau menanyakan kenapa wilayah puskesmasnya tidak
mendapatkan kelambu berinsektisida ke Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:
“Pak, kelambu tidak dapat lagi ? kata kami, kalau puskesmas kamu kunjungan
malarianya sudah sedikit jangan berharap dapat kelambu lagi. Jadi kunjungan
puskesmas mana yang banyak itu dapat paling banyak, kemaren yang paling
banyak dapat 25. jadi kalau puskesmas yang lainya itu kalau tidak di kasih jangan
marah di bilangnya”.
Pernyataan dari Kepala Puskesmas Agung di atas selaras dengan yang diungkapkan
oleh Kepala Puskesmas Saung Naga :
“Jujur kalau pembagian kelambu ini, kalau tahun-tahun kemarin belum, mungkin
puskesmas lain yang dapat, karena melihat dari laporan kasus malarianya tinggi”.
Hasil Crosschek dengan Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten
Lahat menyatakan hal yang sama, bahwa pembagian kelambu pada tahun 2014-2015
sasarannya ibu hamil, dan yang memiliki balita, seperti yang diungkapkan beliau:
“Kalau untuk 2015 itu hanya untuk yang screaning ibu-ibu hamil, kalau yang 2014
itu hanya untuk ibu-ibu hamil, dan mungkin yang punya bayi, tidak semua
penduduk, tahun 2016 baru kita kelambu massal ini. Jadi tidak semua puskesmas
mendapat kelambu, tetapi kalau untuk ibu hamil sesuai dengan berapa jumlah ibu
hamil yang positif, yang hasil screaming kita kasihkan”.
42
Baru pada tahun 2016 dilaksanakan pembagian kelambu massal pada program
pekan kelambu massal dengan melakukan pembagian 25 ribu kelambu kepada masyarakat
di kabupaten Lahat. Pembagian 25 ribu ini diperkirakan akan melindungi 43.438 penduduk
yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Lahat yang paling tinggi tingkat penderita
malarianya. Seperti yang dinyatakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan
Lahat : “Tahun ini baru melakukan kelambu massal hanya untuk daerah merah…”.
Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa semua informan menyatakan kegiatan
larvasiding untuk membasmi nyamuk malaria menyebarkan abate ke masyarakat, seperti
yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Usila: “Ada, itu biasanya menggunakan abate”.
Ada kebingungan dari informan bahwa abate yang digunakan apakah untuk membunuh
nyamuk malaria atau demam berdarah, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas
Selawi: “Ada pembagian abate, tidak tau termasuk malaria atau DBD”.
Menurut Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Lahat, larvasiding untuk membunuh nyamuk malaria di Kabupaten Lahat menggunakan
insektisida altosit, yang diletakan pada tempat-tempat potensial perkembangan nyamuk
malaria, namun kegiatan larvasiding menggunakan altosit ini tidak semua wilayah di
puskesmas Kabupaten Lahat mendapatkannya, seperti pernyataannya, bahwa : “larvasida
menggunakan altosit ada programnya dari Dinkes tapi memang tidak semua PKM
diberikan, ada yang dapat ada yang tidak”.
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh puskesmas-puskesmas di
Kabupaten Lahat pada umumnya adalah kegiatan manipulasi lingkungan, yaitu mengubah
lingkungan bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan vektor untuk berkembang
biak. Kegiatan tersebut adalah gotong royong membersihkan lingkungan, khususnya untuk
daerah pinggiran sungai memfokuskan membersihkan sampah-sampah di sekitar aliran
sungai, seperti yang di lakukan oleh Puskesmas Usila: “..kita lakukan mengambil dan
membersihkan sampah-sampah yang ada di siring, apalagi yang tinggal di pinggir aliran
sungai kan banyak”. Untuk kegiatan pengelolaan lingkungan ini pihak puskesmas bukan
sebagai penggerak utama namun pihak kecamatan/kelurahan yang paling berwenang
menyelenggarakan kegiatan kerja bakti ini dengan mengajak petugas puskesmas, seperti
yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Saung Naga :
“kerja bakti kita tunggu dari camat itu, pernah sekali kami melakukan kerja bakti
dari perintah camat itu. karena kami tidak mungkin melangkahi wewenang mereka
untuk melaksanakan itu…kami memang belum ado, karena takutnya kalau kita
43
melakukan kerja bakti di desa desa, ada yang tersinggung, ini kan pekerjaan kami,
kenapa kalian melangkahi pekerjaan kami ? tapi untuk tahun ini kami baru sekali
mengadakan kerja bakti ini, koordinasi dengan pak camat”
Penemuan malaria adalah suatu upaya untuk menemukan penderita klinis malaria
agar dapat terdeteksi secara dini, tujuannya adalah menemukan penderita secara dini dan
memberikan pengobatan secepat mungkin. Seperti kegiatan mendatangi rumah-rumah
penduduk sasaran (door to door) yang dilakukan pengelola program malaria di Puskesmas
Pagar Agung terhadap masyarakat yang terindikasi mengalami gejala-gejala klinis malaria
dengan menggunakan RDT :
“Jadi petugas yang mencari, kami pernah mencari tahun 2015-an, itu makanya
ada door to door tadi siapa aja yang keluhan demam meriang-meriang di-RDT tapi
itu negatif semua”.
Pernyataan informan di atas selaras dengan hasil crosscheck pernyataan dari Kepala
Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, bahwa sejak tahun
2014-2015 telah dilakukan Mass Blood Survey di daerah-daerah yang memiliki tingkat
endeminitas malarianya tinggi:
“Kita melakukan MBS bukan survey darah jari, MBS kan Mass Blood Survey itu
kan, kita pernah menganggarkan dari APBD, dan pernah dilakukan dua kali, tahun
2014, dan tahun 2015 kita sudah melakukan MBS, jadi kita aktif mengambil sample
darah ke masyarakat yang berpotensi memiliki daerah malaria, yang memiliki
gejala seperti panas dan sebagainya, kita ambil darahnya”.
Ada juga kegiatan screening ibu hamil yang memfokuskan pencarian kasus malaria
positif pada kelompok yang rentan terkena malaria yaitu pada ibu hamil, kegiatan ini
biasanya bersamaan dengan jadwal kegiatan posyandu di wilayah mereka, seperti yang
ungkapkan Kepala Puskesmas Saung Naga : “screening ibu hamil di setiap posyandu, dan
dilakukan sebulan sekali”. Kegiatan screening untuk ibu hamil ini dilakukan di semua
puskesmas di Kabupaten Lahat.
Semua puskesmas di Kabupaten Lahat rutin melakukan pencatatan, pengelolahan,
dan analisis semua kegiatan penanggulangan malaria (surveilans) pada tahun 2014 dan
2015, namun menurut wawancara mendalam dengan Kepala Seksi Pengendalian &
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat kualitas laporannya masih buruk karena
kurangnya kemampuan petugas, khususnya yang berhubungan dengan data hasil diagnosis
malaria : “…untuk penegakkan diagnosa masih kurang, sehingga dalam pelaporan masih
sangat buruk karena kurangnya SDM tadi”. Menurut beliau upaya yang dilakukan agar
44
sistem pelaporan malaria di Kabupaten Lahat ini baik adalah dengan memperbaiki kualitas
SDM,
“kita perbaiki SDM-nya dulu, jadi takutnya nanti rupanya bukan malaria dia
diagnosa malaria dan sebaliknya, itu kan bermasalah, jadi yang penting sekali
adalah SDM nya dulu harus handal, kemudian pelaporannya, pelaporan itu
mengikuti SDM, apabila sdm bagus maka pelaporan juga akan bagus”
Untuk kegiatan penyebaran ikan pemakan jentik belum pernah dilakukan oleh
setiap puskesmas di Kabupaten Lahat, karena belum ada programnya, belum ada perintah
dari Dinas Kesehatan Lahat, dan keterbatasan anggaran.
2. Penanggulangan Malaria Secara Kuratif
Penanggulangan malaria secara kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan, pengurangan
penderitaan akibat malaria, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin yang dilakukan di puskesmas
Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015.
Sebelum dilakukan pengobatan, pasien yang menunjukkan gejala-gejala malaria
klinis berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik, akan diperiksa
sedian darahnya baik dengan pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan parasit
plasmodium dalam darah penderita, maupun dengan pemeriksaan imunoserologis yang
dikenal dengan pemeriksaan malaria dengan tes pemeriksaan cepat/RDT (Rapid
Diagnostic Test).
Tidak semua puskesmas di Kabupaten Lahat menggunakan miksroskop dalam
menegakkan diagnosis malaria, seperti yang terjadi pada Puskesmas Usila yang
menggunakan RDT untuk melakukan diagnosis malaria, seperti yang dinyatakan oleh
Kepala Puskesmas Usila sebagai berikut:
“Pasiennya yang datang ke puskesmas, pertama-tama dengan keluhan seperti
malaria kan, demam, menggigil dan lain-lain. Setelah anamnesis mengarah ke
malaria kita lakukan uji RDT”
Demikian juga dengan puskesmas Suang Naga, meskipun puskesmas memiliki
mikroskop namun penggunaan RDT lebih sering dibandingkan mikroskop. seperti yang
disampaikan oleh Kepala Puskesmas Saung Naga :
45
“nah kalau itu pake alat yang diberi oleh dinas, RDT, jadi cek pake RDT,
laboratorium ada, tapi kami lebih ke RDT terutama untuk kami bagikan ke bidan-
bidan desa, petugas yang memang khusus untuk laboratorium memang tidak ada,
cuma kami budayakan sumber daya yang ada saja, karena kemaren yang dari
pengurus program dari dinas kemaren katanya lebih pake RDT saja katanya untuk
itu”.
Rapid Diagnosis Test atau disebut RDT merupakan alat test untuk penemuan
penderita malaria secara langsung yang dapat menunjukkan hasil terhadap darah
penderita. RDT dapat dilakukan oleh bidan atau kader karena tidak memerlukan keahlian
khusus dan tidak harus menunggu pemeriksaaan laboratorium. Keuntungan penggunaan
RDT adalah cepat dan langsung dapat digunakan di lapangan ketika menemukan penderita
yang menunjukkan gejala klinis malaria. Siapa saja dapat dengan mudah menggunakan
alat ini termasuk bidan desa ataupun kader malaria yang tidak memiliki keahlian khusus
seperti petugas laboratorium. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang
Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat:
“Untuk standarnya mikroskopis, jadi RDT untuk daerah-daerah yang
laboratoriumnya kurang bagus, kita pakai RDT, kalau labnya sudah bagus usahakan
mikroskop, tapi petugas kita lebih gampang memakai RDT karena lebih cepat dan
lebih gampang”
Puskesmas yang memiliki fasilitas mikroskop dan laboratorium yang baik serta
memiliki tenaga laboratorium/analis sudah melakukan diagnosis malaria dengan
memeriksa sedian darah menggunakan mikroskop, seperti yang disampaikan oleh Kepala
Puskesmas Bandar Jaya :
“Mereka datang, ke poli kita atur kalau dia anak-anak di poli anak, kalau ibu hamil
di Kesehatan Ibu Anak (KIA), kalau sampai umur 45 biasnya di poli umum, di atas
itu ke poli Lansia, jadi mereka di periksa sesuai prosedur kemudian di suntik,
kemudian kalau gejalanya mengarah ke itu biasnya pemeriksaan darah di
laboratorium kalau disini kita make mikroskopis”.
Idealnya setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan RDT pasien yang
memiliki gejala-gejala klinis malaria langsung dilakukan pemeriksaan sediaan darah
dengan mikroskop, agar hasilnya lebih akurat dan tidak ditemukan hasil yang positif palsu
atau negatif palsu dari RDT, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Pagar
Agung, bahwa :
“Pasien yang datang ke sini, berobat ke poli, kalo biasanya keluhanya seperti orang
yang malaria, orang poli yang ngirim ke laboratorium untuk pemeriksaan, jadi kami
46
meriksa pake RDT dengan mikroskop, pake dua-duanya, kalo make RDT saja dokter
kami biasanya marah pasti pada umumnya negatif”.
Setelah dilakukan diagnosis malaria baik secara manifestasi klinis (anamnesis),
pemeriksaan fisik, maupun diagnosis laboratoris demam malaria menggunakan mikroskop
maupun RDT, dilakukan upaya pengobatan untuk penderita malaria klinis maupun yang
positif malaria. Pada tahun 2014-2015 pengobatan malaria di Kabupaten Lahat masih
menggunakan klorokuin, pemberian Artemisinin-base Combination Treatment (ACT)
untuk penderita malaria positif untuk seluruh puskesmas di Kabupaten Lahat baru mulai
digalakkan pada akhir tahun 2015. Seperti pada puskesmas Saung Naga pengobatan
malaria masih menggunakan klorokuin, Ada juga puskesmas yang sudah menggunakan
ACT pada tahun 2014-2015, seperti pada puskesmas Bandar Jaya.
Program pengobatan ACT telah diusulkan Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat ke
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera-Selatan sejak tahun 2012, namun karena stok ACT
dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan masih terbatas jumlahnya maka kebutuhan
ACT di Kabupaten Lahat masih belum mencukupi untuk seluruh puskesmas, sehingga
masih ada puskesmas yang menggunakan obat klorokuin. Seperti yang diungkapkan
Pengelola Program Malaria Dinas Kesehatan Lahat bahwa pada tahun 2014-2015 masih
menggunakan klorokuin, “masih pakai klorokuin kita”.
Kabupaten Lahat baru melakukan peralihan dari obat klorokuin ke ACT pada tahun
2016, padahal kabupaten ini sudah menjadi daerah endemis dari tahun 2014, penyebab
lambatnya penggunaan obat ACT di kabupaten ini karena peralihan dari obat klorokuin ke
ACT belum memiliki payung hukum yang jelas, terkendala masalah sosialisasi
pengetahuan tentang pengobatan ACT serta pengawasannya. Seperti yang diungkapkan
oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat
sebagai berikuta:
“Program ini masuk peralihan dari klorokuin ke ACT, dulu waktu kita beralih ke
ACT belum punya hukum yang kuat, kemudian sosialisasi, masalah pengetahuan
ACT, harus ada pengawas”.
Tahun 2016 semua penderita malaria di kabupaten Lahat harus menggunakan obat
ACT, seperti yang ungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Lahat, yaitu:
“Kalau tahun 2016 sudah ACT semua, karena klorokuin sudah tidak diadakan lagi,
kemarin saya berkoordinasi dengan farmasi yang penanggung jawab masalah obat
di logistik kabupaten lahat bahwa untuk tahun 2016 tidak dilakukan pengadaan
klorokuin tapi kami minta untuk memakai ACT saja”
47
Bentuk pemantauan pengobatan yang dilakukan puskesmas-puskesmas di
Kabupaten Lahat adalah menganjurkan pasien untuk datang/kontrol kembali ke puskesmas
apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan atau penderita yang
diagnosis positif malaria untuk diperiksa kembali setelah obat habis, seperti yang
dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Selawi dalam kutipan berikut:
“Kita kan kalau habis obat yang diberikan di suruh kontrol ulang…yang positif
malaria di suruh datang lagi sampai dicek lagi… kalau gejala klinis yang
laboratoriumnya negatif umpamanya, kalau di kasih obat udah sembuh sudah tidak
perlu kontrol lagi…”
Anjuran untuk melakukan kontrol ulang ke puskesmas bagi penderita yang di
diagnosis positif malaria biasanya pada hari ketiga setelah di beri obat, seperti pernyataan
dari Kepala Puskesmas Usila : “Kita kasih obat pasiennya, dalam waktu 3 hari, setelah 3
hari kita suruh balik lagi kesini”.
Kendala pemantauan pengobatan ini adalah masih ada penderita tidak memeriksa
diri kembali ke puskesmas karena merasa sudah sehat, seperti yang dinyatakan oleh Kepala
Puskesmas Usila: “…ya kadang ada yang bandel kadang ada yang nurut, ibaratnya
setelah ini balik lagi, kadang karena sudah merasa enakkan gak balik lagi dia”.
Dari wawancara mendalam ini menggambarkan bahwa pemantauan pengobatan
malaria oleh petugas/pengelola program malaria belum sesuai dengan tatalaksana
pemantauan pengobatan malaria hal ini disebabkan karena obat yang diberikan sebagian
besar puskesmas di Kabupaten Lahat masih berupa klorokuin yang tidak ada tatalaksana
pemantauannya, sedangkan puskesmas yang telah memberikan obat ACT ke penderita juga
belum sesuai dengan tatalaksana pemantauan pengobatan ACT karena belum ada
sosialisasi tatalaksana pemantauan pengobatan sosialisasi untuk pemantauan tersebut.
3. Penanggulangan Malaria Secara Promotif
Upaya penanggulangan malaria secara promotif di Kabupaten Lahat yang rutin
dilakukan adalah melakukan penyuluhan, pada umumnya kegiatan penyuluhan dilakukan
bersamaan dengan kegiatan posyandu, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas
Pagar Agung : “Waktu pengobatan ini kita ke posyandu, jadi sebelum kita mulai
pengobatan penyuluhan dulu kita”. Selain penyuluhan di posyandu, ada juga kegiatan
penyuluhan yng dilakukan pada saat pertemuan-pertemuan lintas sektor seperti kegiatan di
RT atau kelurahan, seperti pernyataan dari informan Kepala Puskesmas Usila :
48
“Kalau dari saya disini biasanya kita mengundang pas ibu-ibu yang ada di
posyandu sambil bawa anak itu, sudah itu paling kita selipkan juga penyuluhan ini
disaat pertemuan lintas sektorat, biasanya pertemuan lintas sektorat itu kita
mengundang RT sudah itu pak lurah nah di situ kita memberi tahu”.
Orang yang memberikan penyuluhan biasanya petugas kesehatan, baik bidan desa,
petugas dari puskesmas, dan kadang kala dari pihak promosi kesehatan (Promkes) Dinas
Kesehatan Kabupaten Lahat. Menurut informan, materi yang disampaikan bukan terfokus
pada malaria saja, tapi gabungan dari beberapa penyakit lainnnya, seperti Tuberkulosis
(Tb), Hipertensi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Demam
Berdarah Dengue (DBD), dan sebagainya, berkenaan dengan malaria biasanya
menyampaikan pesan untuk selalu melaksanakan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
sehingga terhindar dari penyakit malaria. Seperti yang dinyatakan oleh petugas Promosi
Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat:
“ di satu kesempatan juga kami kan suka di undang oleh kelurahan untuk masalah
PHBS, karena sasaran endemik kita malaria jadi yang kita tekankan masalah
penanggulangan malaria dan pencegahan malaria, karena disini bayi-bayi sudah
terkena malaria, jadi kita tekankan bagaimana penanggulangan yang efektif kalau
tidak menggunakan pestisida. Jadi dengan kelambu, ya walaupun begitu itu
pencegahan yang tidak berbahaya dan tidak ada efek sampingnya. Jadi kita fokus
ke lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk (PSM).
Selain dilakukan penyuluhan dilakukan penyebaran media-media informasi tentang
malaria ke wilayah-wilayah puskesmas maupun posyandu di Kabupaten Lahat. Media-
media informasi tersebut berupa spanduk, barner, maupun lefleat, seperti yang dinyatakan
informan Kepala Puskesmas Selawi “Ada yang kebetulan dapat lefleat terus poster yang di
tempel di Posyandu”. Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Lahat juga
menyatakan hal yang sama, bahwa : “Promosi ya, misalnya kita pasang-pasang spanduk di
puskesmas, pasang-pasang banner gitu aja, untuk penyuluhan-penyuluhan itu di
puskesmas”.
Belum ada partisipasi dari petugas/pengelola program malaria di puskesmas pada
kegiatan penanggulangan malaria yang berbasis masyarakat di wilayah Kabupaten Lahat,
seperti dengan Pos Malaria Desa, Juru Jentik Malaria, dan sebagainya. Hal ini disebabkan
di Kabupaten Lahat belum ada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menanggulangi
malaria berbasis masyakat, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian &
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat:
49
“Belum kami menggalakkan Pos Malaria Desa, dan lain-lain, posmaldes itu sudah
dilakukan provinsi, syarat untuk posmaldes itu tidak ada poskesdes, jadi kami kan
banyak poskesdes, jadi di tunda dahulu”.
Kerjasama lintas sektor yang dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi
malaria di Kabupaten Lahat biasanya dilakukan antara Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat
dengan pemerintah daerah melalui Bupati dan Kecamatan, sedangkan kerjasama lintas
sektor dengan pihak swasta selama dilakukan adalah dengan perusahan batubara, seperti
yang dinyatakan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas
Kesehatan Lahat :
“Kalau untuk lintas sektornya, lintas sektor yang sering kerjasama dengan kita
kan dari bupatinya sendiri mengajak ke kita, misalnya untuk pemberantasan
nyamuk, itu antara lain dengan kecamatan setempat, kemudian dari kesra, kadang-
kadang juga dari kelurahan-kelurahan Terus kemudian ada lagi untuk lintas
sektornya itu seperti perusahaan, biasanya dari perusahaan batu bara”.
Sedangkan pada tingkat puskesmas kerjasama lintas sektor hanya dilakukan
bersama pemerintah kecamatan, kelurahan, dan kepala desa, bahkan kelompok Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga/PKK, selain itu dilakukan juga mengaktifkan kader-kader pada
tingkat posyandu sebagai perpanjangan tangan puskesmas. Seperti yang diungkapkan oleh
kepala Puskesmas Selawi sebagai berikut:
“Kita dengan semua program ya kerjasama dengan lintas sektor, seperti camat,
kepala desa kalo memang lagi sosialisasi mereka kita undang kader”.
Seperti hasil crosscheck dengan Pengelola Program Malaria Dinas KesehatanLahat,
sebagai berikut:
“kalau kita ke dinas lintas sektor ke Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
nanti dari PKK kan merintahkan yang di desa juga kan, jadi memang kalau di desa
itu yang berperan itu kader, perpanjangan tangan dari puskesmas itu kader, atau
masyarakat. Pemegang wilayah biasanya, kalau di puskesmas biasanya kecamatan,
tokoh masyarakat, kalau sudah di kecamatan kan dia”
4.5.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana memiliki peran yang krusial/penting untuk
penanggulangan malaria secara preventif, kuratif, maupun promotif. Agar penanggulangan
malaria secara kuratif dapat ditegakkan dengan baik diperlukan fasilitas mikroskop sebagai
standar emas (gold standar) pemeriksaaan malaria maupun RDT. Dari hasil wawancara
50
dengan lima kepala puskesmas di Kabupaten Lahat, hanya Puskesmas Selawi yang
kekurangan fasilitas mikroskop, seperti yang dinyatakan Kepala Puskesmas Selawi :
”Masalah hanya di mikroskop, masih yang sederhana, dan belum ada tenaga analis”.
Sedangkan puskesmas-puskesmas lainnya tidak ada masalah dengan ketersediaan fasilitas
mikroskop, menurut Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Lahat menjelaskan
bahwa sebagian besar puskesmas di Kabupaten Lahat sudah memiliki mikroskop, yang
menjadi permasalahan adalah sarana dan prasarana laboratorium yang kurang, serta
kendaraan untuk mobilisasi pemegang program malaria, seperti yang diungkapkan beliau:
“Kalau untuk ke lapangan mereka tidak punya kendaraan khusus, tapi untuk
laboratorium saya pikir laboratorium sudah ada mikroskop semua, tapi tidak
semua puskesmas punya ruangan khusus untuk laboratorium, jadi masih numpang-
numpang, jadi laboratoriumnya belum tertata, jadi dipuskesmas harus disediakan
lab khusus”.
Begitu juga yang diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan
Penyakit Dinas Kesehatan Lahat bahwa yang menjadi permasalahan bukan mikroskopnya
namun cara perawatan mikroskop tersebut sehingga bisa awet digunakan dalam jangka
yang panjang, seperti penyataannya di bawah ini:
“Untuk prasarananya begini untuk mikroskop sudah kita bekali untuk puskesmas
pada tahun 2009, dibelikan semua sekitar 31 mikroskop, tetapi kendalanya adalah
mereka ini tidak tahu cara merawat mikroskop, jadi kadang-kadang belum di pakai
kacanya itu jamuran, terus tidak dipakai karena lensanya rusak padahal itu masih
bisa diperbaiki dan digunakan”.
RDT yang digunakan puskesmas untuk pemeriksaan malaria di dapatkan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Lahat, maka itu masih ada puskesmas-puskesmas yang kekurangan
stok RDT, seperti pada Puskesmas Usila bahwa stok RDT terbatas dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Lahat. Hal ini sejalan dengan hasil crosscheck wawancara dengan Kepala
Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat bahwa stok RDT yang dimiliki
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat mengandalkan drooping dari Dinas Kesehatan Provinsi,
pemberiaan RDT dibatasi karena puskesmas tersebut telah memiliki fasilitas mikroskop.
Seperti pernyataan beliau, bahwa:
“Kalau untuk RDT itu kita dari pusat, kita belum ada pengadaan, tapi kita masih
cukup tadi dari pusat, jadi sebenarnya RDT itu sebenarnya belum standar kan,
kalau RDT itu kan belum standar jadi untuk standarnya mikroskopis, jadi RDT
untuk daerah-daerah yang labnya kurang bagus, kita pakai RDT, kalau labnya
sudah bagus usahakan mikroskop, tapi petugas kita lebih gampang memakai RDT,
lebih cepat, lebih gampang”.
51
Untuk stok obat ACT, puskesmas di kabupaten Lahat masih mengandalkan stok
dari gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Sedangkan stok obat ACT pada
tahun 2014-2015 masih sedikit karena program pemakaian obat ACT baru berjalan awal
tahun 2016. Pada umumnya fasilitas komputer/laptop yang dimiliki puskesemas digunakan
bersama-sama baik oleh pengelola program malaria ataupun pengelola program lainnya,
akan tetapi dapat diantisipasi pengelola program malaria dengan menggunakan laptop
pribadi, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Pagar Agung di bawah ini:
“Ya kalau masalah komputer itu kan kadang, memang ini pake sendiri. Kalau
untuk laptop puskesmas ini kan orang ini kan banyak megang program-program
ini, makanya kita pake sendiri”.
Sama halnya dengan fasilitas kendaraan roda dua atau roda empat sebagai
penunjang kegiatan lapangan, meskipun belum ada kendaraan khusus untuk pengelola
program malaria, namun dapat diatasi dengan kendaraan pribadi atau kendaraan dinas
puskesmas yang ada.
4.5.3 Keberadaan Sumber Daya Manusia (Kualitas SDM dan Kelengkapan SDM)
Dilihat dari aspek sarana kesehatan seperti puskesmas, pelayanan tenaga medis
menentukan faktor keberhasilan penanggulangan malaria. Ketersediaan tenaga kesehatan
yang berkualitas, memadai, dan merata mutlak diperlukan untuk pelayanan kesehatan
dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal terutama dalam
menangani masalah malaria.
“Kalau menurut saya hal pertama kali yang harus dilakukan sebetulnya adalah
untuk diagnosa penentuan penderita malaria, dia positif atau tidak itu, kita harus
didasari dengan SDM yang handal, kita perbaiki SDM-nya dulu, jadi takutnya
nanti rupanya bukan malaria dia diagnosa malaria dan sebaliknya, itu kan
bermasalah, jadi yang penting sekali adalah SDM-nya dulu harus handal,
kemudian pelaporannya, pelaporan itu mengikuti SDM, apabila SDM bagus maka
pelaporan juga akan bagus”
Menurut Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Lahat di atas menyatakan bahwa diperlukannya SDM yang handal dan kompeten
khususnya dalam menentukan diagnosa penderita malaria serta pencatatan/pelaporannya
demi keberhasilan upaya penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.
52
Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat
menggambarkan bahwa kualitas sumber daya manusia pengelola program malaria
khususnya petugas laboratorium malaria yang dimiliki puskesmas-puskesmas di Kabupaten
Lahat masih rendah, hal ini terlihat sebagian besar puskesmas belum memiliki tenaga
analis yang berkompeten di bidangnya akibatnya hasil pemeriksaan laboratorium tidak
akurat/tingkat error rate masih tinggi dan ini terlihat hasil pelaporan mereka yang belum
baik. Pada umumnya yang memegang tanggung jawab pemeriksaan di laboratorium adalah
perawat atau bidan. Selain itu beban kerja yang dimiliki pengelola program malaria juga
menjadi permasalahan karena kurangnya sumber daya manusia, karena pada umumnya
pengelola program malaria merangkap pekerjaan di program lain. Seperti yang
diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Lahat berikut ini:
“Itulah masalahnya itu, kalau saya perhatikan, kita lihat dari analisa kita, kami di
kabupaten ini kalau untuk SDM-nya untuk petugas mikrokospis yang utamanya itu
masih sangat suram dilihat dari kualifikasinya, dari 31 puskesmas ini hanya
beberapa yang memiliki analis kesehatan, kemudian dari mereka-mereka ini yang
sisanya ini banyak yang belum mengetahui secara persis dan benar untuk
pemeriksaan laboratorium, jadi untuk penegakkan diagnosa masih kurang,
sehingga dalam pelaporan masih sangat buruk karena kurangnya SDM tadi.
Mungkin kekurangan yang ada di puskesmas ini adalah kurangnya tenaga atau
petugas, karena satu puskesmas pengelolaan malaria biasanya tidak hanya
menangani malaria, jadi mereka bisa menangani beberapa program, kadang ada
yang jadi bendahara jadi tidak terlalu fokus pada program malaria, dalam hal ini
merangkap pekerjaan”.
Permasalahan sumber daya manusia di puskesmas dimana kurangnya tenaga analis
yang dibutuhkan, petugas/pengelola program yang memiliki beban kerja rangkap selain di
program malaria, juga sama seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Selawi,
sebagai berikut:
“Tenaga analis kami tidak punya, hanya tenaga perawat bidan yang kami punya
dan kebanyakan kerjaanya di gabung termasuk surveilan yang bertugas untuk ini
juga. dan minta di ganti karena terlalu berat dengan tugas itu”.
Pelatihan-pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
kemampuan sumber daya manusia ada, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Seksi
Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, yaitu:
“Kalau untuk tenaga PNS untuk tenaga analis itu untuk mencukupi itu
kemungkinan besar agak sulit karena kita keterbatasan dari jumlah pegawai kita
ini secara global di lahat ini sudah banyak,maksudnya untuk anggaran
53
kepegawaian itu sudah lebih dari 50% ,jadi ada pembatasan untuk penerimaan
pegawai, jadi penambahan pegawai secara jumlah untuk analis itu sangat kecil,
jadi jalan keluar yang kita laksanakan adalah untuk melatih dari petugasnya,
memanfaatkan yang ada”.
Akan tetapi pelatihan-pelatihan yang selenggarakan selama tahun 2014-2015 baik
pelatihan untuk petugas pengelola program malaria maupun petugas mikroskopis masih
dirasakan belum cukup menambah pengetahuan mereka, khususnya terkait dengan
pencatatan/pelaporan maupun penggunaan mikroskop. Seperti yang diungkapkan oleh
Kepala Puskesmas Pagar Agung : “Sebenarnya sih kurang, kami kan belum tau betul
pengoperasian laptop dan mikroskop”.
Perlunya dilakukan kegiatan pelatihan yang rutin dan terus menerus sehingga dapat
meningkatkan kualitas SDM petugas, seperti yang disampaikan oleh Kepala Puskesmas
Saung Naga:
“inginnya itu sbenarnya minimal 3 bulan sekali, 4 bulan sekali, jadi kita bisa
dalam artian mereview kembali kan ibaratnya itu, bisa mengevaluasi kinerja
masing masing puskesmas “.
Hasil crosscheck dengan Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Lahat memperkuat pernyataan di atas, yaitu :
“Pelatihan kita pernah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM, tetapi belum
optimal, jadi kita rencanakan lagi untuk kedepannya kita akan melakukan
pelatihan untuk petugas mikroskopisnya di daerah yang memungkinkan untuk
melatih tenaga mikroskopis tadi”.
4.5.4 Alokasi/Ketersediaan Anggaran
Salah satu komponen sumber daya yang diperlukan dalam menjalankan
pembangunan kesehatan adalah ketersediaan anggaran pembiayaan kesehatan. Pembiayaan
kesehatan Kabupaten Lahat selama lima tahun terakhir masih di bawah 15% Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) akibatnya beberapa kegiatan tidak terbiayai,
khususnya untuk kegiatan penanggulangan malaria secara preventif serta untuk
meningkatkan kapasitas/kemampuan SDM-nya, karena kegiatan ini membutuhkan biaya
yang tidak sedikit.
Selain mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Lahat, kabupaten ini juga mengandalkan dana dari luar (WHO) yaitu Global
Found (GF) untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan malaria yang bersifat preventif,
54
seperti kelambu berinsektisida. Bantuan dari Global Found (GF) ini baru didapatkan
Kabupaten Lahat tahun 2015. Seperti yang di ungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian
& Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:
“Kalau anggaran ini sebenarnya masih kurang, karena kita sebetulnya untuk
pencegahan, untuk penyemprotan misalnya kita kan pakai sprayer ya, kalau dari
jumlah anggaran saat ini kayaknya masih kurang, dari APBD juga kurang, tapi
kalau dari GF ini kita baru mendapatkan kelambu massal dan untuk yang
meningkatkan kapasitas SDM itu juga belum maksimal, jadi kalau bisa nanti dari
APBD kita tambahi, tapi kalau APBN kami tidak bisa menambahi karena bukan
kapasitas kami.
55
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Penanggulangan Malaria Secara Preventif
Menurut Notosoedirjo dan Latipun (2005) kegiatan preventif adalah usaha yang
dilakukan individu atau kelompok dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak
diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire yang artinya
datang sebelum atau antisipasi atau mencegah terjadinya sesuatu16
. Upaya preventif
bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Berdasarkan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan adanya
kegiatan penyemprotan IRS ( p=0,025) dengan jumlah kasus. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Dheny Herdhiyati di Kabupaten Purworejo, bahwa terdapat hubungan
dilaksanakannya IRS (p=0,012 OR=5,881) dengan kejadian malaria17
.
Intervensi penyemprotan IRS di Kabupaten Lahat dilakukan/ada pada wilayah yang
memiliki jumlah kasus tinggi, sebaliknya intervensi pemyemprotan IRS tidak dilakukan
pada wilayah yang memiliki jumlah kasus yang rendah. Penduduk yang tinggal di daerah
endemis termasuk dalam kategori populasi rentan, populasi ini sangat sensitif terhadap
resiko yang berasal dari faktor biologi dan didukung dengan faktor ekonomi, sosial dan
gaya hidup. Interaksi hasil beberapa faktor resiko dalam meningkatkan keretanan terhadap
faktor-faktor lain, yang juga dapat berdampak negatif terhadap kesehatan individu18
.
Penduduk yang tinggal di daerah endemik lebih rentan terkena penyakit malaria, keadaan
semacam ini akan meningkatkan resiko memburuknya status kesehatan masyarakat19
.
Populasi yang retan merupakan kelompok yang paling membutuhkan dilakukannya
tindakan pencegahan atau proteksi terhadap penyakit.
Indoor Residual Spray (IRS) adalah penyemprotan dengan insektisida sebagai cara
pengendalian vektor dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara
merata pada permukaan dinding yang disemprot. Tujuannya adalah memutuskan rantai
penularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat menghasilkan
sporozoid didalam kelenjar ludahnya20
. IRS adalah salah satu jenis intervensi pengendalian
vektor malaria berdasarkan hasil analisis situasi, karena kegiatan ini dilakukan di wilayah
endemis tinggi, wilayah yang terjadi peningkatan kasus dan KLB. Hal ini sejalan kegiatan
IRS di Kabupaten Lahat bahwa kegiatan IRS yang dilakukan pada tahun 2014-2015
difokuskan pada daerah endemis tinggi yang terdapat kejadian kasus malaria positif, IRS
56
dilakukan pada rumah-rumah penderita malaria dengan tujuan agar tidak terjadi penularan
malaria yang akan berdampak buruk. Menurut Depkes (2003) sasaran lokasi penyemprotan
IRS dalam kegiatan program pemberantasan penyakit malaria adalah daerah/desa endemis
malaria tinggi, desa dengan angka positif malaria > 50/00 penduduk adanya bayi positif
malaria, daerah potensi KLB atau pernah terjadi KLB dua tahun terakhir, daerah bencana,
terjadinya perubahan lingkungan sehingga memungkinkan adanya tempat perindukan,
bercampurnya penduduk di daerah non endemis daerah endemis, dan untuk
menanggulangan KLB21.
Tidak semua wilayah puskesmas di Kabupaten Lahat yang melakukan kegiatan
intervensi IRS disebabkan karena keterbatasan anggaran, ini dapat dilihat hanya sebesar
22,6% yang melakukan IRS, seperti penjelasan dari Kepala Seksi Pengendalian &
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat bahwa “ada kegiatan IRS menggunakan
vendona tapi tidak semua PKM yang dapat karena keterbatasan anggaran, IRS telah
dilakukan pada rumah-rumah penderita malaria”.
Meskipun kegiatan preventif lainnya tidak memiliki hubungan secara statistik, akan
tetapi kegiatan preventif seperti kegiatan surveilans, pembagian kelambu berinsektisida,
kegiatan penemuan kasus malaria baru, dan kegiatan pengelolaan lingkungan paling
banyak dilakukan di setiap puskesmas di Kabupaten Lahat.
Sebanyak 74,2% puskesmas di Kabupaten Lahat telah mendistribusikan kelambu
berinsektisida (Long Lasting Insecticidal Net’s/LLINs) ke masyarakat melalui bidan-bidan
desa dan pembagian kelambu ini terfokuskan pada ibu-ibu hamil dan anak balita. Hal ini
sesuai dengan sasaran pembagian kelambu dan sesuai dengan perioritas pemerintah.
Sasaran utama pembagian kelambu berinsektisida untuk ibu hamil dan memiliki bayi ini
sejalan dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan mempunyai
respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah resiko
malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan
ibu, dan anak antara lain berat badan lahir yang rendah, abortus, partus premature, dan
kematian janin intra uterin22
. Hasil kajian Marsh, dkk (1996) menyatakan bahwa
pembagian kelambu harus dibarengi dengan edukasi yang tepat sesuai dengan tingkat
pemahaman masyarakat setempat, karena penggunaaan kelambu seringkali diabaikan oleh
masyarakat karena minimnya kesadaran dini akan pentingnya upaya pencegahan malaria23
.
57
Mengelola lingkungan (pengendalian fisik) dapat dilakukan dengan cara modifikasi
dan manipulasi lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk. Di Kabupaten lahat tindakan
mengelola lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk merupakan kegiatan manipulasi
lingkungan, yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan
bagi vektor untuk berkembang biak, antara lain dengan membersihkan parit dan daerah
pinggiran sungai yang terintegrasi dalam kegiataan kerja bakti yang dilakukan oleh pihak
kelurahan ataau kecamatan.
Penemuan kasus baru malaria di Kabupaten lahat dilakukan dengan Mass Boold
Survey (MBS) di daerah endemis, juga dilakukan skrining ibu hamil yang dilaksanakan
berbarengan dengan kegiatan posyandu. Dengan adanya kegiatan MBS dan skrining ibu
hamil ini diharapkan dapat menjaring suspek/tersangka penyakit malaria yang ada di
masyarakat.
Upaya pencegahan seperti kegiatan surveilans, pembagian kelambu berinsektisida,
survey penemuan kasus baru sudah banyak dilaksanakan di puskesmas Kabupaten Lahat,
akan tetapi kegiatan larvasiding dan penebaran ikan predator jentik masih belum banyak
dilakukan di puskemas Kabupaten Lahat.
Alasan tidak adanya kegiatan larvasiding malaria karena masih difokuskan pada
pembagian abate untuk DBD (53,6%), hal ini diperkuat dari wawan cara mendalam bahwa
kegiatan larvasiding untuk membasmi nyamuk malaria menyebarkan abate ke masyarakat,
seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Usila : “Ada, itu biasanya menggunakan
abate”. Ada kebingungan dari informan bahwa abate yang digunakan apakah untuk
membunuh nyamuk malaria atau demam berdarah, seperti yang diungkapkan oleh Kepala
Puskesmas Selawi: “Ada pembagian abate, tidak tau termasuk malaria atau DBD”.
Menurut Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Lahat, larvasiding untuk membunuh nyamuk malaria di Kabupaten Lahat menggunakan
insektisida altosit, yang diletakan pada tempat potensial perkembangan biakan nyamuk
vector malaria, namun kegiatan larvasiding menggunakan altosit ini tidak semua wilayah
di puskesmas Kabupaten Lahat mendapatkannya, seperti pernyataannya, bahwa :
“larvasida menggunakan altosit ada programnya dari Dinkes tapi memang tidak semua
PKM diberikan, ada yang dapat ada yang tidak”.
Larvasiding merupakan bentuk pengendalian vektor, yaitu aplikasi larvasida pada
tempat perindukan potensial vektor guna membunuh/memberantas larva dengan
menggunakan bahan kimia atau agen biologis dan bahan kimia. Penggunaan larvasiding
58
dinilai lebih efektif untuk mengurangi biaya yaitu pengendalian larva nyamuk sebelum
mereka muncul sebagai nyamuk dewasa. di Kabupaten Lahat larvasiding untuk
mengendalikan vektor malaria menggunakan altosid berbentuk briket yang gantung pada
tiang/kayu, kemudian dimasukkan ke genangan air seperti kolam/tambak, rawa-rawa yang
terbekalai di wilayah yang dianggap tinggi kejadian kasus malarianya. Altosid adalah jenis
larvasida dengan bahan kimiawi S-methoprene yang merupakan insect growth regulator
(IGR). IGR adalah zat pengatur tumbuh serangga yang merupakan kelompok senyawa-
senyawa antara lain metoprene dan piriproksifen yang dapat mengganggu proses
perkembangan dan pertumbuhan larva secara normal, yaitu terjadi perpanjangan stadia
larva, larva gagal menjadi pupa atau kalau menjadi dewasa akan mandul2. Menurut
Wellmark (2005) aplikasi larvasida ini efektif disebarkan pada tempat perkembangbiakan
nyamuk yang areal dan lokasinya relatif sulit dan terpencil seperti rawa-rawa, hutan bakau,
bekas galian pasir, dll. Briket tersebut di bungkus dengan kain berpori atau jaring yang di
ikat pada pasak (tiang) kemudian dimasukkan ke dalam air lebih kurang 15-20 cm yang
diketahui sebagai tempat potensial nyamuk24
.
Dilihat dari kondisi geografis Kabupaten Lahat kegiatan preventif menggunakan
altosit ini sudah sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten Lahat dimana wilayahnya
yang dikelilingi hutan, perkebunan, persawahan dan aliran sungai, namun aplikasinya tidak
semua puskesmas mendapat larvasida altosid dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat untuk
dibagikan ke masyarakat di wilayah kerjanya karena keterbatasan anggaran. Menurut
Depkes RI (1999) penggunaan larvasida jenis S- methoprene efektif menurunkan populasi
nyamuk Anopheles spp sampai 82,1% pada dosis 3,0 ppm dan 4,0 ppm2.
Kegiatan penebaran ikan predator jentik banyak tidak dilakukan di wilayah
Kabupaten Lahat karena menurut responden kegiatan ini cukup diberikan lewat
penyuluhan ke masyarakat (70%).
5.2 Penanggulangan Malaria Secara Kuratif
Penanggulangan malaria secara kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan, pengurangan penderitaan akibat
malaria, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin. Dimensi dari kegiatan kuratif ini adalah: pemeriksaan sedian
darah menggunakan mikroskop/RDT, pemberian obat ACT untuk kasus positif malaria,
dan pengawasan kepatuhan minum obat malaria yang diberikan.
59
Pada kegiatan kuratif ada hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi
pemberian obat ACT dengan jumlah kasus malaria. Dimana pemberian obat ACT kepada
pasien yang positif malaria banyak terjadi pada wilayah puskesmas yang memiliki tingkat
jumlah kasusnya tinggi, demikan sebaliknya pemberiaan ACT tidak diberikan pada
puskesmas yang memiliki jumlah kasusnya rendah. Hal ini diasumsikan wilayah yang
memiliki jumlah kasus malaria klinis tinggi memiliki peluang adanya penderita malaria
positif, sehingga intervensi pengobatan lebih ditekankan pada wilayah tersebut, dan faktor
stok obat ACT yang ada di Dinas Kesehatan menjadi alasan obat ACT masih terbatas
untuk daerah-daerah yang kasus malarianya tinggi.
Pasien yang positif malaria tidak semua diberikan obat ACT, masih ada puskesmas
di Kabupaten Lahat yang memberikan klorokuin atau primaquin ke pasien yang positif hal
ini disebabkan karena sosialisasi pemberian obat ACT di Kabupaten Lahat baru mulai di
galakkan pada akhir 2015, puskesmas juga mengandalkan stok obat dari gudang farmasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Dalam konsep Blum (1974), fasilitas kesehatan
merupakan bagian yang berperan dalam menentukan status kesehatan masyakat25
, artinya
penguatan sistem kesehatan khususnya manajemen suplai obat malaria standar di sarana
kesehatan di daerah-daerah endemis dengan tantangan kondisi geografis yang sulit juga
perlu mendapatkan perhatian. Ketersediaan stok obat ACT di level pelayanan primer
penting untuk selalu dimonitor dan dievaluasi, karena keberhasilan eliminasi malaria juga
tidak terlepas dari ketersediaan obat standar di lapangan. Hasil penelitian ini menemukan
masih ada obat malaria resisten yang digunakan dalam pengobatan malaria oleh sarana
pelayanan kesehatan yang disebabkan karena ketersediaan stok ACT terbatas.
Hasil lapangan menunjukkan bahwa intervensi pengobatan yang dilakukan belum
sesuai standar, dimana pemeriksaan malaria klinis lebih banyak menggunakan RDT
(61,3%) dibandingkan mikroskop, seperti yang terjadi pada puskesmas Suang Naga :
“nah kalau itu pake alat yang diberi oleh dinas, RDT, jadi cek pake RDT,
laboratorium ada, tapi kami lebih ke RDT terutama untuk kami bagikan ke bidan-
bidan desa, petugas yang memang khusus untuk laboratorium memang tidak ada,
cuma kami budayakan sumber daya yang ada saja, karena kemaren yang dari
pengurus program dari dinas kemaren katanya lebih pake RDT saja katanya untuk
itu.
Salah satu kelebihan RDT dibandingkan pemeriksaan mikroskop adalah lebih
sederhana dan mudah diinterpretasikan, tidak memerlukan pelatihan khusus, seperti pada
pemeriksaan mikroskopis26
. Karena faktor kemudahan penggunaan RDT petugas
60
penanggung jawab program malaria di Kabupaten Lahat lebih menyukai penggunaan
RDT, hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian Dinas
Kesehatan Kabupaten Lahat:
“Untuk standarnya mikroskopis, jadi RDT untuk daerah-daerah yang
laboratoriumnya kurang bagus, kita pakai RDT, kalau labnya sudah bagus usahakan
mikroskop, tapi petugas kita lebih gampang memakai RDT karena lebih cepat dan
lebih gampang”
Selain faktor kemudahan, faktor tidak ada tenaga analis, dan kemampuan petugas
menggunakan mikroskop masih kurang menjadi penyebab penggunaan RDT. Seperti yang
diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Lahat berikut ini:
“Itulah masalahnya itu, kalau saya perhatikan, kita lihat dari analisa kita, kami di
kabupaten ini kalau untuk SDM-nya untuk petugas mikrokospis yang utamanya itu
masih sangat suram dilihat dari kualifikasinya, dari 31 puskesmas ini hanya
beberapa yang memiliki analis kesehatan, kemudian dari mereka-mereka ini yang
sisanya ini banyak yang belum mengetahui secara persis dan benar untuk
pemeriksaan laboratorium, jadi untuk penegakkan diagnosa masih kurang,
sehingga dalam pelaporan masih sangat buruk karena kurangnya SDM tadi.
Menurut buku parasit malaria, RDT tidak dapat menggantikan pemeriksaan sedian
darah secara mikroskopis, bahwa RDT digunakan khususnya untuk penderita dengan
gejala klinis malaria, sebagai berikut:
1. Pada puskesmas terpencil di daerah endemis yang belum dilengkapi dengan
mikroskop atau sarana laboratorium.
2. Di Rumah sakit, dimana penderita datang di luar jam kerja rutin.
3. Pada puskesmas daerah endemis malaria yang mempunyai fasilitas rawat inap dan
digunakan di luar jam kerja rutin
4. Pada daerah dengan KLB malaria, untuk diagnosis cepat guna menentukan kebijakan
selanjutnya.
5. Pada daerah pengunsian karena bencana alam atau hal lainnya baik di daerah endemis
atau pengunsian yang berasal dari daerah endemis26
.
Masih ada puskesmas di Kabupaten Lahat yang hanya melakukan pemeriksaan
sedian darah melalui uji diagnosis cepat (RDT) tanpa melakukan konfirmasi ulang dengan
pemeriksaan sedian darah secara mikroskopis, hal ini sejalan dengan penelitian Veronica
M. V. Renwarin, dkk di Kota Tomohon bahwa dalam pelaksanaan penemuan penderita
menggunakan RDT tidak dikonfirmasi ulang dengan pemeriksaan mikroskop27
. Menurut
pedoman tatalaksana kasus malaria untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria pasti
harus dilakukan pemeriksaan darah dengan mikroskop untuk menentukan ada tidaknya
61
parasit malaria, spesies dan stadium plasmodium, dan kepadatan parasit. Uji diagnosis
cepat (RDT) digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa
(KLB), dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis2.
Salah satu standar pengobataan malaria adalah setiap tenaga kesehatan harus
memantau/follow up kepada penderita yang mendapatkan pengobatan radikal berupa
pengambilan sedian darah ulang berdasarkan jenis parasit agar tidak terjadi resistensi
plasmodium terhadap obat. Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari
ke-4, ke-7, ke-14, ke-21, dan hari ke-28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah
secara mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama pengobatan dan
evaluasi segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut diatas. Pada
kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan parasit
dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut, dan setelahnya dievaluasi seperti kasus
rawat jalan2.
Belum ada tatalaksana pemantauan pengobatan malaria pada pemakai obat malaria
(ACT/Non ACT) di puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat, petugas puskesmas hanya
menyarankan penderita untuk memeriksa kembali ke puskesmas setelah obat habis, obat
diberikan untuk tiga hari, namun kendalanya banyak penderita tidak memeriksa diri
kembali apabila dirinya merasa sembuh, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Veronica M. V. Renwarin, dkk di Kota Tomohon bahwa efikasi obat belum dilaksanakan
di semua puskesmas yang ada di kota Tomohon, karena biasanya penderita tidak
memeriksa diri kembali apabila merasa dirinya sembuh27
.
Tatalaksana pemantauan pengobatan yang hanya menyarankan penderita kontrol
kembali ke puskesmas adalah bentuk pemantauan yang sifatnya pasif karena kelemahan
dari bentuk pemantauan ini adalah tidak terpantaunya pasien positif yang diberi obat
malaria apakah benar-benar sembuh atau belum. Perlu dilakukan perbaikan manajemen
pemantauan pengobatan yang tepat dengan mengaktifkan petugas puskesmas untuk turun
ke lapangan sehingga follow up pengobatan terkontrol. Penelitian Wonoboso tahun 2006
menyebutkan pengobatan dengan pengawasan kader perlu dilakukan dan peningkatan
kesadaran penderita malaria untuk minum obat sampai tuntas28
. Secara statistik tidak ada
hubungan kegiatan pemantauan pengobatan dengan jumlah kasus malaria (p=0,158)
62
5.3 Penanggulangan Malaria Secara Promotif
Upaya promotif adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditunjukkan kepada
perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan, dengan kata lain mengupayakan
agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Di Kabupaten Lahat upaya promotif yang paling banyak dilakukan adalah kegiatan
penyuluhan (93,5%) dan penyebaran media informasi tentang malaria seperti leaflet dan
spanduk (90,3%). Secara statistik tidak ada hubungan antara kegiatan penyuluhan dan
penyebaran media informasi malaria dengan jumlah kasus, meskipun tidak terdapat
kebermaknaan secara statistik, akan tetapi secara teori penyuluhan memiliki peran yang
krusial dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Telah dibuktikan bahwa
malaria merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, oleh karena itu banyak
cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya angka kejadian malaria diantaranya
melalui program penyuluhan. Menurut Notoatmodjo, pemberian informasi dan penyuluhan
kesehatan merupakan kegiatan promosi yang ditunjukkan pada faktor predisposisi atau
faktor yang mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, seperti
pengetahuan dan sikap, upaya ini dimaksudkan untuk meluruskan tradisi-tradisi,
kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya yang tidak kondusif bagi perilaku
sehat dan akhirnya berakibat buruk bagi kesehatan mereka29
.
WHO merumuskan upaya promotif adalah sebagai proses untuk meningkatkan
kesehatan, memelihara kesehatan baik secara fisik, mental, maupun sosial masyarakat3.
Upaya promotif bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha
untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. Penyuluhan
kesehatan merupakan suatu kegiatan upaya promotif yang dilakukan untuk memberikan
dan meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan masyarakat
melakukan perilaku yang sehat. Penyuluhan adalah salah satu usaha menyebarluaskan
informasi dan hal-hal baru agar masyarakat tertarik dan mau melakukan dalam kehidupan
sehari-hari, artinya penyuluhan lebih menekankan pada pendekatan edukatif30
.
Kegiatan penyuluhan di kabupaten Lahat biasanya dilakukan bersamaan dengan
kegiatan posyandu, berdasarkan temuan lapangan bahwa materi yang di sampaikan pada
penyuluhan tersebut tidak terfokus pada malaria namun dicampur dengan materi
penyuluhan penyakit lainnya. Di daerah hiperendemis, di pedesaan berpendidikan rendah
63
memang sangat diperlukan penyuluhan mengenai malaria secara khusus tidak digabung
dengan penyuluhan kesehatan lain, dan harus dilakukan berkali-kali31
.
Kegiatan penyebaran media informasi merupakan kegiatan promotif, karena alat-
alat media informasi seperti leaflet, flyer (selembaran), poster, dan spanduk digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan yang disampaikan petugas
sehubungan dengan malaria. Media poster dan spanduk adalah media informasi yang
paling banyak disebarkan oleh petugas puskesmas ke masyarakat, biasanya media ini
disebarkan ke posyandu dan khususnya poster digunakan sebagai media untuk
menyampikan penyuluhan ke masyarakat.
Adapun upaya promotif lainnya, yaitu partisipasi petugas dalam kegiatan berbasis
masyarakat seperti pos malaria desa, juru malaria desa, dan sebagainya sebagai upaya
untuk penanggulangan malaria di kabupaten Lahat semua puskesmas tidak ada
partisipasinya (31%) dengan alasan belum ada kegiatan penanggulangan malaria berbasis
masyarakat di Kabupaten Lahat sehingga tidak ada partisipasi petugas puskesmas untuk
mendukung kegiatan tersebut. Meskipun puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat
memiliki/mengaktifkan kader atau bidan desa yang ada di poskesdes, akan tetapi kader ini
bukan bertanggungjawab khusus untu program penanggulangan malaria.
Karena kegiatan berbasis masyarakat di wilayah Kabupaten Lahat, seperti Pos
Malaria Desa, Juru Malaria Desa, dan sejenisnya belum ada di kabupaten ini, sehingga
tidak ada sama sekali peran petugas puskesmas untuk untuk mendukung kegiatan
penanggulangan malaria yang berbasis masyarakat. Jika dilihat dari hasil lapangan bahwa
belum adanya dukungan kebijakan/advokasi yang kuat baik di tingkat provinsi, kabupaten
sampai ke desa untuk mendukung kegiatan berbasis masyarakat dan kerjasama lintas sektor
khususnya di tingkat wilayah kerja puskesmas. Dengan adanya kegiatan berbasis
masyarakat untuk program malaria maka tumbuhnya pengetahuan dan pemahaman
individu, kelompok dan masyarakat tentang upaya pengendalian malaria, timbulnya
kemauan, kesadaran, dan tindakan masyarakat terhadap upaya pengendalian malaria, dan
timbulnya kemampuan masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam upaya
pengendalian malaria dengan memanfaatkan potensi dan fasilitas setempat2. Menurut
Sasongko dalam Notoatmodjo, peranan petugas kesehatan/atau lembaga pelayanan
kesehatan profesional setempat dalam kegiatan berbasis masyarakat adalah membantu
kader kesehatan memperoleh kredibilitas di mata masyarakat lingkungannya, dengan
memberikan pelatihan/keterampilan (competent credibility) kesehatan kepada kader,
64
sehingga seorang kader kesehatan mampu memberikan nasihat-nasihat teknis kepada
masyarakat yang memerlukannya29
. Bekal kredibilitas ini akan membantunya untuk secara
efektif menjalankan peran sebagai pengelola dari upaya kesehatan primer.
Demikian halnya dengan kegiatan kemitraan dengan sektor lainnya, sebagian besar
puskesmas tidak menggalakkan kerjasama kemitraan dengan sektor pemerintah ataupun
non pemerintah di wilayah kerjanya (74,2%). Kemitraaan yang dilakukan dikabupaten
Lahat masih dilaksanakan sebatas lintas program seperti dengan bagian KIA-KB
puskesmas, sedangkan lintas sektor hanya dengan kecamatan, kelurahan, kelompok PKK,
sekolah-sekolah yang ada di wilayah kerja puskesmas. Kemitraan ini dilakukan untuk
kegiatan kerja bakti dan kegiatan Mass Boold Survey (MBS) di sekolah-sekolah. Perlu
dilakukan upaya-upaya terobosan dalam menggalang kerjasama/kemitraan dengan
berbagai sektor dan kelompok masyarakat secara intens di wilayah kerja puskesmas-
puskesmas Kabupaten Lahat dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminas2, salah
satu contoh kerjasama/kemitraan dengan Dinas Pekerjaan Umum untuk pembenahan aliran
irigrasi yang ada di Kabupaten Lahat. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara kegiatan kerjasama/kemitraan dengan pihak lain dengan jumlah kasus malaria
(p=1,000)
5.4 Sarana Prasarana
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaaan sarana
transportasi untuk petugas dengan jumlah kasus malaria (p=0,033). Artinya sarana
transportasi untuk petugas sangat dibutuhkan pada daerah yang jumlah kasus tinggi. Sarana
transportasi memiliki peran yang krusial untuk mobilisasi petugas sehubungan dengan
program penanggulangan malaria di wilayah kerjanya, baik penemuan kasus malaria,
pengawasan kepatuhan minum obat, distribusi obat, alat laboratorium, sampai dengan
pelaporan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk
Teknis Dana Alokasi Kesehatan (DAK), kebutuhan akan adanya fasilitas pusling roda
empat di pertimbangkan karena sebagai sarana transportasi petugas dan pasien serta
peralatan kesehatan penunjangnya untuk melaksanakan program puskesmas dan
memberikan pelayanan kesehatan dasar serta melakukan penyelidikan KLB, sebagai sarana
transportasi rujukan pasien, dan mendukung pelaksanaan penyuluhan dan promosi
kesehatan32
. Kebutuhan akan adanya kendaraan operasional roda dua diharapkan
65
mempertimbangkan bahwa kendaraaan berfungsi sebagai sarana transportasi petugas dalam
melaksanakan program puskesmas dan memberikan pelayanan kesehatan dasar serta
melakukan penyelidikan KLB.
Permasalahan sarana dan prasarana di Kabupaten Lahat adalah fasilitas komputer
untuk mendukung pencatatan/pelaporan kegiatan malaria masih kurang, tidak ada
laboratorium, masih kurangnya sarana transportasi untuk mobilisasi petugas. Dari segi
anggaran untuk penyediaan sarana dan prasarana masih minim karena sumber anggaran
hanya dari APBD. Stok obat ACT juga masih kurang karena obat ACT ini didapatkan dari
pusat, yaitu Dinas Kesehatan Provinsi. Meskipun fasilitas mikroskop dan alat/reagen
laboratorim telah mencukupi/ada, namun yang menjadi masalah adalah cara perawatan
fasilitas mikroskop dan alat/reagen tersebut masih belum baik karena faktor kemampuan
petugas.
Meskipun keberadaan laboratorium, stok obat, mikroskop, alat/reagen, sarana
komputer tidak bermakna secara statistik, namun keberadaan sarana prasarana ini sangat
penting dan harus ada untuk mendukung tercapainya upaya penanggulangan malaria.
Menurut Lawrence Green (1980) fasilitas, sarana, atau prasarana adalah faktor pemungkin
atau pendukung (enabling factor) terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat29
, agar
jumlah kasus malaria menurun maka diperlukan sarana atau fasilitas untuk mendukung
turunnya jumlah kasus malaria di suatu wilayah.
5.5 Kualitas SDM
Menurut Pedoman Manajemen Malaria, keberhasilan dan keberlangsungan suatu
program sangat ditentukan oleh kemampuan pelaksananya, yaitu kompetensi yang dimiliki
sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan eliminasi malaria2.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara pelatihan pengelola program dan pelatihan mikroskopis dengan jumlah
kasus malaria. Permasalahan sumber daya manusia di Kabupaten Lahat adalah kualitas
sumber daya manusia pengelola program malaria khususnya petugas laboratorium malaria
yang dimiliki puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat masih rendah, hal ini terlihat
sebagian besar puskesmas di Kabupaten Lahat belum memiliki tenaga analis yang
berkompeten di bidangnya, akibatnya hasil pemeriksaan laboratorium tidak akurat/tingkat
error rate masih tinggi dan ini terlihat hasil pelaporan mereka yang belum baik. Pada
umumnya yang memegang tanggung jawab pemeriksaan di laboratorium adalah perawat
66
atau bidan yang pada dasarnya tidak memiliki kompetensi untuk pemeriksaan
laboratorium. Selama tahun 2014-2015 tidak ada penambahan pegawai baru, sehingga
memberdayakan sumber daya yang ada untuk memegang tanggung jawab pada
pemeriksaaan laboratorium.
Salah satu cara pengembangan tenaga malaria agar sesuai dengan tuntutan
pekerjaan adalah melalui pelatihan. Dessler (1997) mendefinisikan pelatihan sebagai
proses mengajarkan karyawan mengenai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
menjalankan pekerjannya34
. Pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan, memperbaiki, mengatasi kekurangan, dalam pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan standar kebijakan program2. Berdasarkan wawancara mendalam
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan dan diikuti pada tahun 2014-2015 belum
mendukung peningkatan kemampuan petugas baik petugas laboratorium maupun pengelola
program, karena kuantitas pelatihan yang diselenggarakan tidak dilakukan intens dan terus
menerus. Adanya harapan atau keinginan dari petugas puskesmas agar kegiatan pelatihan
dilakukan rutin dan terus menerus sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM petugas,
seperti yang disampaikan oleh Kepala Puskesmas Saung Naga:
“inginnya itu sebenarnya minimal 3 bulan sekali, 4 bulan sekali, jadi kita bisa
dalam artian mereview kembali kan ibaratnya itu, bisa mengevaluasi kinerja
masing masing puskesmas “.
Kendala anggaran menyebabkan pelatihan-pelatihan untuk program malaria di
Kabupaten Lahat tidak rutin dilakukan, dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
adalah sumber dana untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan antara beban kerja
petugas yang bertanggungjawab pada program malaria dengan jumlah kasus malaria.
Kelebihan beban kerja disini lebih berpengaruh pada kinerja petugasnya, dimana semakin
tidak ada petugas yang memiliki kelebihan beban kerja maka kinerja petugas maka
semakin baik dan akan berpengaruh dengan rendah atau tingginya jumlah kasus di suatu
wilayah. Penelitian yang dilakukan oleh Bona Boy di RSUD DR. Djasamen Saragih
Pematangsiantar terhadap perawat menunjukkan bahwa ada hubungan antara beban kerja
dengan kinerja menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja
dengan kinerja33.
67
Besarnya masalah kelebihan beban kerja di Kabupaten Lahat (100%) menunjukkan
tenaga pemberantasa malaria di kabupaten Lahat masih terbatas, hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sari Lestari Rahmawati, Nurjuzuli dan Mursid Raharjo di Kota Ternate, bahwa
tenaga pemberantasan malaria di Dinas Kesehatan Kota Ternate masih sangat terbatas, hal
ini disebabkan oleh lemahnya perencanaan sumber daya manusia yang tidak sesuai dengan
beban kerja35
.
5.6 Keberadaaan SDM
Permasalahan sumber daya manusia di puskesmas-puskesmas Kabupaten lahat dari
segi kuantitas atau keberadaan SDM adalah kurangnya tenaga analis/mikroskopis yang
dibutuhkan, SDM menumpuk pada kualifikasi perawat dan bidan. Berdasarkan Pedoman
Manajemen Malaria bahwa standar minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga terlatih
untuk terselenggaranya kegiatan program malaria di tingkat puskesmas, harus ada dokter,
bidan, perawat, mikroskopis, pengelola program baik untuk wilayah yang tinggi, sedang,
dan rendah kasus malarianya2.
5.7 Anggaran
Selain mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Lahat, kabupaten ini juga mengandalkan dana dari luar (WHO) yaitu Global
Found (GF) untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan malaria yang bersifat preventif,
seperti kelambu berinsektisida. Bantuan dari Global Found (GF) ini baru didapatkan
Kabupaten Lahat tahun 2015. Seperti yang di ungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian
& Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:
“Kalau anggaran ini sebenarnya masih kurang, karena kita sebetulnya untuk
pencegahan, untuk penyemprotan misalnya kita kan pakai sprayer ya, kalau dari
jumlah anggaran saat ini kayaknya masih kurang, dari APBD juga kurang, tapi
kalau dari GF ini kita baru mendapatkan kelambu massal dan untuk yang
meningkatkan kapasitas SDM itu juga belum maksimal, jadi kalau bisa nanti dari
APBD kita tambahi, tapi kalau APBN kami tidak bisa menambahi karena bukan
kapasitas kami.
68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Pada kegiatan preventif ada hubungan yang bermakna secara statistik pada dimensi
kegiatan indoor residual spray (IRS) dengan jumlah kasus malaria ( p=0,025).
2. Pada kegiatan kuratif ada hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi
pemberian obat ACT dengan jumlah kasus malaria.
3. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaaan sarana transportasi
untuk petugas dengan jumlah kasus malaria (p=0,033)
4. Diagnosis malaria belum seluruhnya menggunakan mikroskop, pengobatan masih
menggunakan klorokuin dan primaquin untuk pengobatan malaria, Tatalaksana
pemantauan pengobatan yang hanya menyarankan penderita kontrol kembali ke
puskesmas.
5. Kegiatan IRS menggunakan insektisida vendona IRS difokuskan pada wilayah yang
ada kasus positif, kualitas laporan sehubung dengan diagnosis malaria masih belum
baik karena kemampuan petugas, larvasiding menggunakan altosit tidak dilakukan di
seluruh puskesmas, kegiatan penemuan kasus malaria baru dengan Mass Boold Survey
(MBS) di desa-desa endemis, dan skrining ibu hamil, pembagian kelambu
berinsektisida hanya untuk ibu hamil dan balita, pengelolahan lingkungan umumnya
seperti membersihkan selokan-selokan dan daerah pinggiran sungai yang terintegrasi
dalam kegiataan kerja bakti yang dilakukan oleh pihak kelurahan atau kecamatan,
belum ada kegiatan pembagian ikan pemakan jentik.
6. Penyuluhan terintegrasi pada kegiatan posyandu, kemitraan lintas sektor puskesmas
baru dilakukan dengan pihak kecamatan, kelurahan, kelompok PKK dan sekolah-
sekolah, belum ada partisipasi petugas dalam kegiatan penanggulangan malaria
berbasis masyarakat, karena kegiatan tersebut belum ada diseluruh wilayah
puskesmas.
7. Fasilitas laboratorium dan sarana transportasi untuk petugas masih kurang, stok obat
ACT masih diberikan terbatas oleh Dinas Kesehatan, dan fasilitas komputer
pendukung petugas masih minim. Meskipun fasilitas mikroskop dan alat/reagen
laboratorim telah mencukupi/ada, namun yang menjadi masalah adalah cara perawatan
69
fasilitas mikroskop dan alat/reagen tersebut masih belum baik karena faktor
kemampuan petugas.
8. Beban kerja yang berlebihan menjadi masalah petugas penanggungjawab program
malaria di puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat dan kebutuhan tenaga
laboratorium/analis masih sangat dibutuhkan oleh puskesmas di Kabupaten Lahat,
kuantitas kegiatan pelatihan untuk petugas belum maksimal.
6.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat bagaimana penerimaan pelaksanaan
program preventif, promotif, dan kuratif malaria oleh masyarakat di Kabupaten Lahat.
2. Perlunya dilakukan penelitian entomologi pada wilayah kasus malaria tinggi untuk
menentukan intervensi preventif apa yang cocok dan dibutuhkan masyarakat.
3. Diperlukan dukungan pemerintah daerah maupun pusat baik anggaran maupun
peraturan kebijakan untuk mempercepat penggunaan obat ACT menggantikan
klorokuin di seluruh puskesmas di Kabupaten Lahat, penyediaan stok obat ACT yang
cukup, dan sosialisasi pemantauan pengobatan ke petugas puskesmas.
4. Diperlukannya dukungan pemerintah dan masyarakat untuk menggalakkan kegiatan
penanggulangan malaria berbasis masyarakat dengan menjadikan masyarakat sebagai
kader, khususnya wilayah dengan jumlah kasus yang tinggi.
5. Diperlukan dukungan kebijakan untuk meningkatkan kerjasama/kemitraaan
puskesmas dengan sektor lainnya untuk mendukung upaya penanggulangan malaria.
6. Kegiatan penyuluhan ke masyarakat dilakukan secara rutin dan fokus pada masalah
malaria.
7. Perlu ditingkatkan dukungan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana
untuk mendukung kinerja pengelola program malaria.
8. Dukungan dari pemerintah untuk melaksanakan pelatihan atau refresing mikroskopis,
pelatihan pencatatan dan pelaporan malaria yang intens dan berkelanjutan sehingga
meningkatkan kemampuan petugas pengelola program malaria dan akan berdampak
positif kepada hasil diagnosis malaria dan pelaporannya yang akan menjadi dasar
pengambilan kebijakan penanggulangan malaria di masing-masing puskesmas.
9. Perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk menambah SDM yang
dibutuhkan dan kurang di tingkat puskesmas, seperti tenaga mikroskopis dan
entomologi.
70
BAB VII UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI yang telah memberikan dana sehingga penelitian ini dapat berlangsung.
Segenap kepanitian Risbinkes tahun 2016, Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat beserta staf, seluruh Kepala Puskesmas di Kabupaten
Lahat beserta Pengelola Program Malarianya, Prof. Dr. Amrul Munif, M.Sc, dan Dr. dr.
Dwi Susilowati MSc, IBCLC, SpGK selaku pembimbing penelitian yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian laporan ini, juga penulis ucapkan terimakasih untuk
pembimbing dari Loka Litbang P2B2 Baturaja, Santoso, M.Sc dan Anif Budiyanto,
M.Epid. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada rekan-
rekan anggota tim penelitian yang telah memberikan bantuan dari awal sampai
terselesaikan laporan risbinkes ini.
71
DAFTAR PUSTAKA
1. Achmadi, U.F. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. 2005.
2. Kementerian Kesehatan. Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2014.
3. Arsin, Andi Arsunan. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makasar:
Penerbit Masagena Press. 2012.
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penemuan Penderita. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) Direktorat
Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. 2007.
5 Malaria Sumatera Selatan [internet] 2013 [diakses 2 Januari 215] Tersedia di:
http://diditharyanto1981.blogspot.com/2013/04/v behaviorurldefaultvmlo.html.
6. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Laporan Pengelola Program Malaria
Propinsi Sumatera Selatan tahun 2011. Palembang: Dinas Kesehatan Propinsi
Sumatera Selatan. 2011.
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Laporan Pengelola Program Malaria
Kabupaten Lahat Tahun 2014. Lahat: Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 2014.
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Laporan Pengelola Program Malaria
Kabupaten Lahat tahun 2015. Lahat: Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 2015.
9. Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Analisa Situasi Malaria Kabupaten Lahat 2016.
Lahat: Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 2016.
10. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2014 Tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2014.
11. Arisanti M. Program Pengendalian Malaria Di Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam
Tinggi Kabupaten OKU Selatan: Penilaian Kebutuhan Dari Perspektif
Penyelenggara Kesehatan dan Masyarakat. Laporan Risbinkes. 2012.
12. Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan. Rencana Operasional Promosi
Kesehatan Untuk Eliminasi Malaria. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2010.
13. Prasastin, Olivia Virvizat. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas
Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas Di Kabupaten
Kebumen Tahun 2012. [internet] [diakses 12 Januari 215] Tersedia di: Unnes
Journal of Public Health.Available From:
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph
72
14. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CVAlfabeta.
2012.
15. Kemeterian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.293/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Eliminasi Malaria.
16. Putra, Dwi Nuraminullah. Studi Tentang Pelayanan Kesehatan Preventif di
Puskesmas Sei Merdeka Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara.
eJournal Ilmu Pemerintahan, 2015: 3(4). 1581-1592. Ejournal.ip.fisip-
unmul.ac.id
17. Herdhiyati, Dheny. Hubungan Faktor Lingkungan dan Praktik Pencegahan Dengan
Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Bagelen Kabupaten Purworejo.
Tesis. 2015.
18. Wahyudi, Ahyar. Hubungan Karakteristik Keluarga, Penyuluhan Kesehatan
Langsung, dan Media Massa dengan Perilaku Pencegahan Malaria Pada
Kecamatan Cempaka kota Banjar Baru. Tesis. 2012
19. Stanhope, Marcia and Lancaster, Jeanette. Community & Public Health Nursing, 6th
Edition. Mosby: Missouri. 2004.
20. WHO. Indoor Residual Spray- An Operational Manual For Indoor Residual Spraying
(IRS) For Malaria Transmission Control And Elimination. Second Edition.
Switzerland. 2015.
21. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta :
Departemen Kesehatan. 2003.
22. Shargi, E. Physical durability of pernet 2.0 long lasting insecticidal nets over three to
32 month of use in Ethiopia (Online Journal) 2005; diakses 27 Oktober 2016)
Tersedia di http://malariajournal.com/content/12/1/242.
23. Marsh, V. M., Mutemi, W., Some, E.S., Haaland, A., dan Snow, R. W. Evaluating the
Commmunity Education Programme of An Insecticide-Treated Bed Net Trial on
the Kenyan Coast. Health Policy and Planning; 11(3):280-291. Oxford
University Press.
24. Wellmark International, 2005. Altosid Briquets; A Sustanied Realese
MosquitoGrowth Regulator to Prevent Adult Mosquito Emergence, Specimen
Label. Shaumburg Illionos USA. 2005.
25. Ipa, Mara dan Dhewantara, Panji Wibawa. Variasi Pengobatan Malaria Rumah
Tangga di Enam Provinsi Endemis Malaria di Indonesia. 2015. ASPIRATOR,
7(1), 2015, pp. 13-22.
26. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Tekmis Pemeriksan Parasit Malaria. Jakarta:
Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang-Direktorat Jenderal PP
& PL
73
27. Renwarin, Veronica M. V, Umboh, J. M. L, dan Kandaou, G. D. Analisis
Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Kota Tomohon. [internet] [diakses
23 Oktober 2016] Tersedia di ejournal.unsrat.ac.id.
28. Subowo B. Pengawasan Keberhasilan minum obat malaria dengan kesembuhan
pada penderita malaria tropika di Kabupaten Wonoboso. Semarang:
Universitas Diponogoro. 2006.
29. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. 2005.
30. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. 2007
31. Mardiana dan Santoso, Siti Sapardiyah. Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya
Penanggulangan Malaria di Desa Buaran dan Desa Geneng, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah. [internet] [diakses 23 Oktober 2016] Tersedia di
jurnal.litbang.depkes.go.id.
32. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi
Khusus Bidang Kesehatan, Serta Sarana dan Prasarana Penunjang Subbidang
Sapras Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2015.
33. Sihotang, Bona Boy Pandapotan. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Perawat
Dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD Dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar. Tesis. 2012.
34. Dessler, Gary. Human Resource Management Tenth Edition. New Jersey: Prentice
Hall. 2003.
35. Rahmawati, Sari Lestari., Nurzauli., dan Raharjo, Mursid. Evaluasi Manajemen
Lingkungan Pengendalian Vektor Dalam Upaya Pemberantasan Penyakit
Malaria di Kota Ternate. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 11 No.
2/ Oktober 2012.
74
LAMPIRAN
75
Lampiran-Persetujuan Etik (Ethical Approval)
76
Lampiran-Izin Penelitian Dari Kesbangpol Kabupaten Lahat
77
Lampiran- Izin Penelitian Dari Kesbangpol Provinsi Sumatera Selatan-1
78
Lampiran- Izin Penelitian Dari Kesbangpol Provinsi Sumatera Selatan-2
79
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN
MALARIA DI KABUPATEN LAHAT
NASKAH PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Kami dari Loka Litbang P2B2 Baturaja Kementerian Kesehatan RI mengadakan
penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penanggulangan
Malaria di Kabupaten Lahat”. Penelitian ini bertujuan memperoleh data yang
mendukung upaya pengembangan program penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.
Kami akan melakukan wawancara dengan kuesioner dan juga melakukan
wawancara mendalam kepada Bapak/Ibu/Saudara/i. Bapak/Ibu/Saudara/i diharapkan
menjawab setiap pertanyaan yang disampaikan selama wawancara berlangsung secara
jujur. Kerahasian identitas dan keterangan Bapak/Ibu/Saudara/i pada saat wawancara akan
tetap terjaga. Seluruh data akan dimasukkan ke dalam komputer yang dimiliki peneliti, dan
hanya bisa dibuka oleh peneliti.
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i bersifat sukarela tanpa paksaan dan bila tidak
berkenan dapat menolak, atau sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi
apapun.Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i sangat kami harapkan agar supaya program
penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat dapat terlaksana. Sebagai tanda terima kasih
akan diberikan imbalan berupa bahan kontak berupa uang pengganti waktu yang telah
Bapak/Ibu/Saudara/i sediakan. Waktu Bapak/Ibu/Saudara/i akan terpakai sekitar 30 menit
untuk menjawab pertanyaan pada kuesioner yang kami ajukan dan 1 jam untuk menjawab
pertanyaan secara mendalam.
Semua informasi dan hasil penjelasan Bapak/Ibu/Saudara/i akan dijaga
kerahasiannya dan akan disimpan di Loka Litbang P2B2 Baturaja Kementerian Kesehatan
RI dan hanya digunakan untuk pengembangan kebijakan program kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai
penelitian ini, dapat menghubungi:
Ketua Pelaksana Penelitian : Indah Margarethy, M.Si (081367079375) Loka Litbang P2B2
Baturaja (0735-322774)
80
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)/INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :……………………………………………………………
Umur :……………………………………………………………
Alamat :……………………………………………………………
Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan telah mengetahui maksud dan
tujuan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penanggulangan
Malaria di Kabupaten Lahat” yang dilaksanakan oleh tim peneliti Loka Litbang P2B2
Baturaja Kementerian Kesehatan RI. Saya memutuskan setuju/tidak setuju*) untuk ikut
berpartisipsi dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan.Bila saya inginkan, maka
saya dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
*) Coret yang tidak perlu
Baturaja,……………………….2016
NAMA DAN TANDA TANGAN
SAKSI
(…………………………………….)
NAMA DAN TANDA TANGAN
RESPONDEN/INFORMAN
(………………………………….)
NAMA DAN TANDA
KETUA PELAKSANA
Indah Margarethy
81
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN
MALARIA DI KABUPATEN LAHAT
PETUNJUK BAGI PEWAWANCARA
Sebelum wawancara dimulai mohon dibacakan pengantar di bawah ini :
Kami anggota tim dari Loka Litbang P2B2 Baturaja Kementerian Kesehatan RI, tujuan
kami datang menemui Bapak/Ibu/Saudara/i untuk memperoleh keterangan tentang hal-hal
yang berhubungan dengan program penanggulangan malaria yang berjalan pada tahun
2014 sampai 2015 di wilayah kerja puskesmas ini. Bapak/Ibu/Saudara/i terpilih sebagai
sampel untuk diminta memberikan keterangan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan program penanggulangan malaria. Sehubungan dengan hal itu, diharapkan
Bapak/Ibu/Saudara/i dapat memberikan keterangan kepada kami dengan menjawab
pertanyaan yang kami ajukan. Kami menjamin kerahasian identitas Bapak/Ibu/Saudara/i.
Kami ucapkan terimakasih atas kerjasamanya.
A. DATA RESPONDEN
Tanggal Wawancara :
Nama Responden :
Puskesmas :
B. PENANGGULANGAN MALARIA SECARA KURATIF
1. Apakah dilakukan pemeriksaan sedian darah dengan menggunakan mikroskop/RDT (Rapid
Diagnostic Test) bagi masyarakat yang diduga malaria kliniks pada tahun 2014 sampai
2015 di puskesmas saudara?
a. Tidak, Alasannya……………………………………………………………………….
(langsung ke pertanyaan no.3)
b. Ya, dilakukan (mikroskop-RDT-Kedua-nya)*coret yang tidak perlu
2. Apakah petugas puskesmas ini memberikan obat ACT kepada masyarakat yang positif
malaria dari hasil pemeriksaan mikroskop pada tahun 2014-2015 ?
a. Tidak, Alasannya………………………………………………………………..
b. Ya
82
3. Apakah ada kegiatan pengawasan kepatuhan mengkonsumsi obat malaria yang dilakukan
petugas puskesmas saudara pada tahun 2014 sampai 2015
a. Tidak, Alasannya………………………………………………………………..
b. Ya
B. PENANGGULANGAN MALARIA SECARA PREVENTIF
1. Selama tahun 2014 sampai 2015 apakah puskesmas saudara menyelenggarakan kegiatan
penyemprotan rumah (indoor residual spraying/IRS) ?
a. Tidak pernah, Alasannya……………………………………………………………
b. Pernah
2. Apakah petugas puskesmas pernah membagikan kelambu berinsektisida untuk ibu hamil,
bayi, balita dan penderita positif malaria di wilayah kerjanya selama tahun 2014 dan 2015?
a. Tidak, Alasannya……………………………………………………………………
b. Ya
3. Apakah selama tahun 2014 dan 2015 di wilayah kerja puskesmas ini pernah melakukan
kegiatan larvasiding di tempat-tempat potensial vektor yang digalakkan oleh petugas
puskemas?
a. Tidak, Alasannya……………………………………………………………………
b. Ya
4. Selama tahun 2014 dan 2015 apakah puskesmas saudara ada kegiatan penebaran ikan
pemakan jentik nyamuk anopheles seperti ikan nila, mujair, ikan kepala timah, dan ikan
guppy di habitat vektor malaria yang potensial seperti mata air, anak sungai, rawa-rawa,
empang/kolam, air payau ?
a. Tidak, Alasanya……………………………………………………………………..
b. Ya
5. Apakah puskesmas ini melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan untuk mengatasi
masalah malaria, seperti menghilangkan genangan air/penimbunan,
memperbaiki/meningkatkan fungsi drainase, reboisasi, membersihkan tanaman air dan
lumut ?
a. Tidak pernah, Alasannya……………………………………………………………
b. Pernah
6. Apakah petugas puskesmas ini pernah melakukan kegiatan mendatangi rumah penduduk
secara aktif dan berkala 2-4 minggu sekali untuk menemukan dan mengobati kasus malaria
positif baru selama tahun 2014 sampai 2015 di wilayah kerjanya?
a. Tidak, Alasannya…………………………………………………………………..
b. Ya
83
7. Apakah puskesmas saudara rutin melakukan kegiatan pencatatan, pengelolahan, dan
analisis semua kegiatan penanggulangan malaria (surveilans) pada tahun 2014 dan 2015 ?
a. Tidak, Alasannya…………………………………………………………………..
b. Ya
8. Selama tahun 2014 sampai 2015 apakah pernah dilaksanakan penyuluhan tentang malaria
oleh petugas puskesmas di wilayah kerjanya?
a. Tidak pernah, Mengapa……………………………………………………………
b. Ya
C. PENANGGULANGAN MALARIA SECARA PROMOTIF
1. Apakah petugas puskemas ini pernah membagikan/menyebarkan media informasi kepada
masyarakat seperti leaflet, poster, dll tentang malaria selama tahun 2014 sampai 2015 ?
a. Tidak pernah, Kenapa……………………………………………………………...
b. Pernah
2. Apakah ada petugas puskesmas yang ikut berpartisipasi dalam layanan malaria berbasis
masyarakat seperti Pos Malaria Desa, Juru Malaria Desa, Desa Siaga, dll yang ada di
wilayah kerjanya pada tahun 2014 sampai 2015 ?
a. Tidak, Mengapa……………………………………………………………………..
b. Ya
3. Melakukan kerjasama/penggalangan kegiatan dengan pihak lain, seperti LSM, Dunia
Usaha, lembaga donor, sektor pemerintah/diluar pemerintah untuk menanggulangi malaria
di wilayah kerjanya selama tahun 2014-2015?
a. Tidak dilakukan, Kenapa……………………………………………………………
b. Ya
D. SARANA DAN PRASARANA
1. Apakah pada tahun 2014 dan 2015 tersedia laboratorium pemeriksaan darah ?
a. Tidak Ada, Mengapa………………………………………………………………..
b. Ada
2. Apakah puskesmas ini memiliki mikroskop jenis binokuler untuk mendukung pemeriksaan
malaria pada tahun 2014 sampai 2015 ?
a. Tidak ada, Mengapa………………………………………………………………
b. Ada
3. Selama tahun 2014 dan 2014 apakah alat/reagen pemeriksaan darah tersedia lengkap di
puskesmas ini ?
a. Tidak, Kenapa………………………………………………………………………
84
b. Ya
4. Apakah stok obat ACT di puskesmas pada tahun 2014 sampai 2015 mencukupi sesuai
kebutuhan?
a. Tidak, Alasannya…………………………………………………………………………
b. Ya
5. Apakah di puskesmas ini tersedia komputer khusus untuk mendukung pencatatan dan
pelaporan kegiatan malaria pada tahun 2014 sampai 2015 ?
a. Tidak, Mengapa……………………………………………………………………
b. Ya
6. Pada tahun 2014 sampai 2015 apakah ada sarana transportasi baik roda dua atau empat
yang disediakan puskesmas untuk mobilisasi petugas P2 malaria ?
a. Tidak ada, Alasannya……………………………………………………………….
b. Ada
E. SDM PETUGAS PUSKESMAS
1. Ada berapa jumlah petugas untuk menyelenggarakan program malaria pada tahun 2014 dan
2015?
Petugas Jumlah
Dokter
Bidan
Perawat
Mikroskopis
Pengelola Program Malaria
2. Apakah petugas yang bertanggung jawab pada program malaria di puskesmas ini
merangkap tanggungjawab pada program lain selama tahun 2014 dan 2015 :
a. Ya, Alasannya………………………………………………………………………
b. Tidak
3. Pada tahun 2014 dan 2015 apakah ada pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh
petugas/pengelola program P2 malaria puskesmas ini ?
a. Tidak ada, Kenapa…………………………………………………………………
b. Ada
4. Pada tahun 2014 dan 2015 apakah ada pelatihan-pelatihan untuk petugas mikroskopis
malaria puskesmas ini ?
a. Tidak ada, Alasannya………………………………………………………………
85
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ( INDEPTH INTERVIEW)
UNTUK KEPALA PUSKESMAS
A. Data Demografik
Tanggal Wawancara :
Nama :
Jabatan :
Instansi/Puskesmas :
B.Keterangan untuk pewawancara: pertanyaan ini untuk menanyakan situasi dan
kondisi penanggulangan malaria pada tahun 2014 – 2015 yang dilakukan petugas.
1. Bagaimana proses penemuan dan tata laksana penderita malaria di puskesmas ini baik
dengan mikroskopis maupun RDT, kendala/hambatannya ?
2. Bagaimana pemberian obat malaria bagi penderita(jenis obat, stok obar, kendala,
solusi)?
3. Bagaimana proses pengawasan terhadap kepatuhan mengkonsumsi obat malaria oleh
petugas (siapa yang melakukan pengawasan, apakah rutin (berapa kali)/tidak
(mengapa))?
4. Bagaimana pelaksanaan IRS di wilayah puskesmas ini (siapa yang melakukan, apakah
rutin (berapa kali)/tidak (mengapa))?
5. Bagaimana pelaksanaan pembagian kelambu berinsektisida di puskesmas ini (siapa
yang melakukan, kapan, mencapai target/tidak)?
6. Bagaimana pelaksanaan lavarsiding di daerah ini, siapa yang melakukan?
7. Apakah ada kegiatan penebaran ikan pemakan jentik di wilayah puskesmas ini, siapa
yang melakukan, bagaimana pelaksanaannya?
8. Apakah ada kegiatan pengelolaan lingkungan untuk mengatasi malaria di daerah ini,
apa saja bentuknya, siapa yang melakukan ?
9. Kegiatan apa saja yang dilakukan untuk menemukan kasus positif malaria di wilayah
kerja puskesmas ini ?
10. Bagaimana pelaksanaan penyuluhan malaria di wilayah kerja puskesmas ini, rutin
tidak kegiatan ini dilakukan, siapa yang memberikan penyuluhan, bagaimana reaksi
masyarakat ?
11. Kegiatan apa sajayang dilakukan untuk menanggulangan malaria secara promotif di
wilayah puskesmas ini, bagaimana pelaksanaanya, media yang paling efektif ?
12. Bagaimana partisipasi petugas dalam kegiatan layanan malaria berbasis masyarakat di
wilayah ini, apa saja bentuk kegiatannya ?
86
13. Bagaimana kerjasama dengan LSM, dunia usaha, lembaga donor, sektor pemerintah
lainnya untuk menanggulangi malaria di daerah ini, dengan siapa saja kerjasama lintas
sektor ini?
14. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana puskesmas untuk mendukung
berjalannya program penanggulangan malaria dan cara mengatasi ketidaklengkapan
sarana ?
15. Bagaimana ketersediaan SDM petugas di puskesmas ini (tercukupi atau belum) ?
16. Bagaimana keikutsertaan petugas mikroskopis malaria dan petugas untuk pengelola
program P2 malaria pada kegiatan pelatihan-pelatihan yang ada selama tahun 2014
dan 2015 (berapa kali, dimana, pelatihan apa saja, sudah ideal untuk menambah
skill/pengetahuan petugas)?
17. Bagaimana Anda mendelegasikan tugas tambahan kepada petugas P2 malaria dan
petugas mikroskop puskesmas?
18. Faktor-Faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja petugas P2 Malaria
puskesmas dalam menanggulangi malaria?
87
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ( INDEPTH INTERVIEW)
UNTUK KEPALA DINAS KESEHATAN, KABID, KASI, PENGELOLA
PROGRAM MALARIA, PETUGAS PROMKES
A. Data Demografik
Tanggal Wawancara :
Nama :
Jabatan :
Instansi :
B.Keterangan untuk pewawancara: pertanyaan ini untuk menanyakan situasi dan
kondisi program penanggulangan malaria pada tahun 2014 – 2015 yang dilakukan
Dinas Kesehatan.
1. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahun 2014-2015 untuk mendukung upaya
penanggulangan malaria secara:
- Preventif
- Kuratif
- Promotif
2. Bagaimana peran petugas, Terealisasi atau tidak kegiatan tersebut, apakah ada
hambatan/kendala dalam pelaksanaan kegiatan tersebut ?
3. Bagaimana ketersediaan anggaran, mencukupi atau tidak untuk proses kegiatan
penanggulangan malaria (preventif, kuratif, dan promotif), untuk sarana prasarana, dan
untuk peningkatan mutu kualitas sumber daya manusia petugas ?
4. Kegiatan apa sajayang dilakukan untuk menanggulangan malaria secara promotif di
wilayah puskesmas ini, bagaimana pelaksanaanya, media yang paling efektif
5. Dengan siapa saja dilakukan kerjasama lintas sektor agar program penanggulangan
malaria terlaksana, bentuk kerjasamanya apa saja, apakah ada hambatan/kendala ?
6. Apakah saja yang dilakukan untuk meningkatkan kemitraaan dengan memberdayakan
masyarakat dalam penanggulangan malaria ?
7. Upaya perbaikan untuk menanggulangi malaria di wilayah ini
88
DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN
Wawancara dengan Salah Satu Salah Satu Kepala
Puskesmas Di Kabupaten Lahat
Wawancara Kuesioner dengan Pengelola Program
Malaria Puskesmas Di Kabupaten Lahat
Wawancara Mendalam dengan Salah Satu Kepala
Puskesmas Di Kabupaten Lahat
Wawancara Kuesioner dengan Salah Satu Pengelola
Program Malaria Puskesmas Di Kabupaten Lahat
Koordinasi Penelitian dengan Kepala Seksi
Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dan
Pengelola Program Malaria Dinas Kesehatan
Wawancara dengan Pengelola Program Malaria Dinkes
Kabupaten Lahat
89
Wawancara Mendalam dengan Kepala Seksi
Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinkes
Kabupaten Lahat
Wawancara Mendalam dengan Kepala Bidang
Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Lahat
Wawancara Mendalam dengan Kepala Bidang dan Staf
Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat