84
LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG FORWARD KOMODITI PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015

LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

i

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

LAPORAN AKHIR

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG FORWARD KOMODITI

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015

Page 2: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

i

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat dan rahmat-Nya, sehingga laporan “ANALISIS EFEKTIVITAS

SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG

FORWARD KOMODITI” dapat diselesaikan. Analisis ini dilatar belakangi

Pemanfaatan SRG yang kurang optimal disebabkan adanya kendala

dihadapi dalam implementasi SRG seperti kurangnya pemahaman

masyarakat terhadap mekanisme SRG, kurangnya komitmen pemerintah

daerah dalam pengembangan SRG, terbatasnya pengelola gudang yang

memiliki kecukupan modal operasional, dan terbatasnya lembaga Penguji

Mutu Komoditi tertentu di beberapa daerah. Untuk mengatasi tersebut

dibutuhkan suatu inovasi untuk pengembangan SRG guna mendorong

optimalisasi pemanfaatan SRG. Bappebti bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan SRG menyusun strategi pengembangan SRG dengan

mengembangkan model bisnis SRG integratif (pra-Resi gudang) hingga

hilir (termasuk jaringan logistik dan pemasarannya) melalui pasar lelang.

Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan

Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Firman

Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Riffa Utama dan Nasrun

serta dibantu tenaga ahli

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan,

maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Dalam kesempatan ini tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai

pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata

semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemimpin dalam

merumuskan kebijakan di pengembangan SRG dan Pasar Lelang di

Indonesia.

Jakarta, Oktober 2015

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 3: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

ii

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

ABSTRAK

Analisis Efektivitas Sistem Resi Gudang Melalui Integrasi Pasar Lelang Forward Komoditi dilatarbelakangi pemanfaatan SRG yang kurang optimal disebabkan adanya kendala yang harus dihadapi dalam implementasi SRG, untuk mengatasi kendala ini maka dibutuhkan suatu inovasi untuk pengembangan SRG guna mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG. Bappebti bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SRG menyusun strategi pengembangan SRG dengan mengembangkan model bisnis SRG integratif (pra-Resi gudang) hingga hilir (termasuk jaringan logistik dan pemasarannya) melalui pasar lelang. Analisis ini bertujuan mereviu implementasi SRG dan PL komoditi saat ini, merumuskan mekanisme pengintegrasian SRG dan PL dan merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka pengintegrasian SRG dengan PL. Hasil analisis menunjukkan Implementasi SRG dan PL belum berjalan optimal yang disebabkan belum terbukanyanya mindset petani dan pelaku usaha terkait pemanfaatan SRG dan PL dalam mendapatkan harga yang wajar, transparan dan berkeadilan. Integrasi SRG dan PL memerlukan mekanisme yang jelas terkait kelembagaan, keamanan dan professionalitas dari para pihak yang terlibat. Mekanisme perlu aturan tersendiri sehingga tidak menimbulkan ambigu dalam pelaksanaannya.

Kata kunci: Sistem Resi Gudang (SRG), Pasar Lelang Komoditi (PLK), model bisnis Integrasi

ABSTRACT

Analysis Background of Effectiveness Warehouse Receipt System (WRS) Through Integration to Forward Commodity Auction Market is unoptimal utilization of WRS implementation. to overcome we need an innovation for the development of WRS. to optimalize use of WRS. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) implement development strategy WRS developing business models WRS integrative (pre-Receipt warehouse) to downstream (including network logistics and marketing) through the utilization of an Auction Market (AM). This analysis aims at reviewing the implementation of WRS and commodity AM, Bappebti formulating integration mechanism WRS and AM then formulate policy recommendations and the Government's strategy (Bappebti) in order to SRG integration with PL. the results of the analysis, Implementation of WRS and AM have not run optimally because closed mindset of farmers and businessmen institution with the utilization of WRS and AM in order to get a reasonable price, transparent and equitable. WRS and AM integration requires clear mechanisms institution, security and professionalitas of the parties involved in it. This mechanism needs to be set in its own rules so as to avoid ambiguous in its implementation. Key words: Warehouse Receipt System (WRS), Commodity Auction Market (CAM), Integrated business model

Page 4: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

iii

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR ISI

LAPORAN AKHIR ............................................................................................... I

KATA PENGANTAR ............................................................................................ I

ABSTRAK/ABSTRACT ...................................................................................... II

DAFTAR ISI ....................................................................................................... III

DAFTAR TABEL ................................................................................................ V

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... VI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 3

1.3 Tujuan Analisis .......................................................................... 4

1.4 Keluaran Analisis ....................................................................... 5

1.5 Dampak Analisis ........................................................................ 5

1.6 Ruang Lingkup .......................................................................... 5

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8

2.1 Resi Gudang ............................................................................. 8

2.1.1 Definisi Resi Gudang ........................................................ 8

2.1.2 Landasan Hukum Resi Gudang ........................................ 9

2.1.3 Kelembagaan Sistem Resi Gudang ................................ 12

2.1.4 Penelitian Terdahulu Terkait SRG .................................. 17

2.1.5 Implementasi SRG di Negara-negara Berkembang ........ 19

2.2 Pasar Lelang ........................................................................... 20

2.2.1 Definisi Pasar Lelang ...................................................... 20

2.2.2 Landasan Hukum Pasar Lelang ...................................... 21

2.2.3 Kelembagaan Pasar Lelang Forward .............................. 23

2.2.4 Perkembangan Pasar Lelang di Indonesia ..................... 25

BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 28

3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................ 28

3.2 Kerangka Alur Analisis ............................................................ 29

3.3 Jenis Dan Sumber Data .......................................................... 30

Page 5: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

iv

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

3.4 Metode Pengumpulan Data Dan Instrumen ............................ 31

3.4.1 Studi Literatur ................................................................. 31

3.4.2 Wawancara Mendalam (In-depth interview) .................... 32

3.4.3 Observasi Lapangan ....................................................... 32

3.5 Metode Penentuan Sampel ..................................................... 33

3.6 Lokasi Penelitian ..................................................................... 33

3.7 Metode Pengolahan Dan Analisis Data ................................... 34

BAB IV ANALISIS INTEGRASI SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR

LELANG ................................................................................................ 38

4.1 Implementasi Sistem Resi Gudang ......................................... 38

4.1.1 Implementasi SRG pada Kabupaten Tasikmalaya

Provinsi Jawa Barat ........................................................ 40

4.1.2 Implementasi SRG pada Kabupaten Ciamis Provinsi

Jawa Barat ...................................................................... 43

4.1.3 Implementasi SRG pada Kabupaten Demak Propinsi

Jawa Tengah .................................................................. 45

4.1.4 Implementasi SRG pada Kabupaten Kudus ................... 46

4.2 Implementasi Pasar Lelang ..................................................... 47

4.2.1 Implementasi Pasar Lelang Provinsi Jawa Barat ............ 48

4.2.2 Implementasi Pasar Lelang Provinsi Jawa Tengah ........ 51

4.3 Integrasi Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang .................... 52

4.3.1 Analisis Faktor Internal dan Eksternal SRG .................... 53

4.3.2 Analisis Faktor Internal dan Eksternal PL ....................... 57

BAB V RUMUSAN MEKANISME INTEGRASI SISTEM RESI GUDANG DAN

PASAR LELANG KOMODITI AGRO..................................................... 62

5.1 Strategi (Existing) Pengembangan SRG dan PL ..................... 62

5.2 Push Strategy Integrasi SRG dan PL ...................................... 64

5.3 Pull Strategy Integrasi SRG dan PL ........................................ 66

5.4 Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Offline ........ 68

5.5 Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Online ........ 69

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................ 70

6.1 Kesimpulan.............................................................................. 70

6.2 Rekomendasi .......................................................................... 70

Page 6: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

v

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perhitungan Skor Dan Bobot .................................................... 34

Tabel 3.2 Analisis dan Data ..................................................................... 36

Tabel 4.1 Data Perkembangan Resi Gudang Periode April 2010 – Juni

2015 ........................................................................................ 39

Tabel 4.2 Faktor Kekuatan dan Kelemahan Pengelola SRG ................... 55

Tabel 4.3 Faktor Peluang dan Ancaman Pengelola SRG ........................ 56

Tabel 4.4 Faktor Kekuatan dan Kelemahan Penyelenggara Pasar

Lelang ..................................................................................... 59

Tabel 4.5 Faktor Peluang dan Ancaman Penyelenggara Pasar Lelang ... 60

Page 7: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

vi

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pelaksanaan Sistem Resi Gudang ........................... 11

Gambar 2.2 Skema Kelembagaan sistem Resi Gudang .......................... 17

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................. 29

Gambar 3. 2 Kerangka Alur Penelitian ..................................................... 30

Gambar 3.3 Kuadran Posisi SRG dan PL ................................................ 35

Gambar 4.1 Transaksi Pasar Lelang Komoditas Tahun 2004 - 2014 ....... 48

Gambar 4.2 Kuadran Posisi gudang SRG di Indonesia ........................... 57

Gambar 4.3 Kuadran Posisi Pengelola PL di Jawa Barat dan Jawa

Timur ................................................................................... 61

Gambar 5.1 Push Strategy ....................................................................... 66

Gambar 5.2 Pull Strategy ......................................................................... 68

Page 8: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

1

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembiayaan merupakan salah satu masalah yang seringkali dihadapi

oleh para pelaku usaha terutama petani dan usaha kecil menengah. Untuk

mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Perdagangan menciptakan salah satu alternatif solusi pembiayaan bagi

petani yaitu Sistem Resi Gudang (SRG) yang telah disahkan melalui

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang

diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011. SRG merupakan

suatu sistem pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah untuk

melindungi petani terutama pada masa musim panen. Pada musim panen,

petani menghadapi fenomena turunnya harga komoditi yang tajam.

Kondisi ini sangat merugikan para petani, karena mengakibatkan:1) petani

tidak dapat menutupi biaya produksi dan biaya tanam kembali; 2) petani

tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi turunnya harga jual

yang tajam dapat diatasi antara lain dengan dengan melakukan sistem

tunda jual.Namun, sistem tunda jual tidak dapat dilakukan secara mandiri

oleh petani, sebab hasil panen merupakan sumber penghasilan satu-

satunya yang dimiliki oleh petani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

memulai proses produksi yang baru. SRG membantu petani untuk

melakukan tunda jual sehingga petani tidak menderita kerugian pada saat

harga jual turun tajam.

Meskipun memiliki banyak manfaat, namun sejak diimplementasi

pada tahun 2006 hingga saat ini, SRG belum termanfaatkan secara

optimal. Hal ini dapat dilihat dari kapasitas penyimpanan di dalam gudang

SRG yang belum optimal. Rata-rata kapasitas penyimpanan kurang dari

50% kapasitas gudang SRG (1.000 – 1.500 ton). Selain itu, masih

Page 9: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

2

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

terdapat gudang SRG yang belum beroperasi sejak didirikan (25 gudang

dari 117 gudang).

Pemanfaatan SRG yang kurang optimal disebabkan adanya kendala

yang harus dihadapi dalam implementasi SRG seperti kurangnya

pemahaman masyarakat terhadap mekanisme SRG, kurangnya komitmen

pemerintah daerah dalam pengembangan SRG, terbatasnya pengelola

gudang yang memiliki kecukupan modal operasional, dan terbatasnya

lembaga Penguji Mutu Komoditi tertentu di beberapa daerah (Bappebti,

2015). Untuk mengatasi kendala ini maka dibutuhkan suatu inovasi untuk

pengembangan SRG guna mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG.

Untuk itu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)

selaku unit kerja yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SRG

menyusun strategi pengembangan SRG antara lain dengan

mengembangkan model bisnis SRG integratif (pra-Resi gudang) hingga

hilir (termasuk jaringan logistik dan pemasarannya) melalui pemanfaatan

pasar lelang.

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (2014) menjelaskan

bahwa SRG dapat memanfaatkan PL sebagai bagian dari penguatan

kelembagaan SRG dari sisi pemasaran produk. Hal tersebut setidaknya

dapat memberikan 2 (dua) implikasi, antara lain kepastian pasar bagi

petani yang sudah memanfaatkan SRG dan kepastian ketersediaan

produk dengan jaminan kualitas bagi calon pembeli yang memanfaatkan

pasar lelang. Selain itu, pemanfaatan pasar lelang dinilai dapat

menunjang peran SRG dalam memotong jalur distribusi produk pertanian

yang selama ini dinilai tidak efisien. Ashari (2011) juga menyebutkan

bahwa salah satu daya tarik agar implementasi SRG dapat optimal adalah

tersedianya kepastian pasar melalui sinergi dengan pasar lelang.

Dalam tatanan implementasi, Bappebti (2015) telah menandatangani

Nota Kesepahaman Kerjasama Percepatan Implentasi SRG dengan

beberapa stakeholder di Jawa Barat dengan mengedepankan integrasi

SRG dari hulu ke hilir di mana salah satunya melalui integrasi SRG

dengan pasar lelang. Lebih lanjut, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

Page 10: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

3

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

melalui Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2014 Tentang

Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Jawa Tengah

menginstruksikan jajaran Pemerintah Daerah untuk menyusun

perencanaan operasional integrasi SRG dengan pasar lelang. Peraturan

tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7

Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang di

Kebumen. Implementasi dalam Peraturan Bupati merupakan hal yang

penting mengingat pembinaan SRG berada pada lingkup kabupaten/kota

sementara pasar lelang berada pada lingkup propinsi.

Strategi ini sejalan dengan UU No. 9 Tahun 2011 dimana dalam

pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa baik

urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah melakukan

penguatan dan fasilitasi pengembangan pasar lelang komoditas, dimana

pasar lelang merupakan salah satu sarana perdagangan berdasarkan UU

No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Strategi pengembangan SRG

melalui model bisnis yang integratif dari hulu ke hilir - integrasi dengan

pasar lelang (PL) - harus dapat terimplementasi dengan baik. Untuk itu

diperlukan adanya suatu studi terlebih dahulu untuk mempersiapkan

mekanisme integrasi SRG dan PL agar tercapai optimalisasi sinergitas.

1.2 Perumusan Masalah

Peran strategis SRG untuk mendukung kepastian dan kestabilan

harga bagi petani dan pelaku usaha tercantum dalam UU No.9 Tahun

2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana diubah dengan UU No. 9

Tahun 2011. Peran ini belum dapat terlaksana dengan baik karena kurang

optimalnya pemanfaatan SRG baik oleh petani maupun pelaku usaha

karena adanya beberapa kendala seperti yang telah dijelaskan pada

subbab pendahuluan.

Untuk mengoptimalkan peran strategis SRG maka diperlukan

strategi inovatif untuk mencapainya, antara lain melalui pengembangan

model bisnis yang integratif dengan mengintegrasikan peran SRG di hulu

Page 11: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

4

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

dan peran PL di hilir. Namun tantangan yang dihadapi saat ini adalah baik

SRG maupun PL belum termanfaatkan secara optimal. Pasar lelang

dalam implementasinya menghadapi berbagai hambatan, antara lain:

belum sempurnanya kelembagaan penyelenggaraan pasar lelang

komoditas, masih terdapatnya gagal serah atau gagal bayar, belum

diterapkannya sistem penjaminan transaksi sehigga menyebabkan

sulitnya pemantauan realisasi transaksi di PL, rendahnya minat pelaku

usaha terhadap pasar lelang, biaya operasional PL tergantung dari

APBN/APBD, peserta/pembeli yang hadir dalam lelang dibiayai oleh PL,

belum adanya sistem informasi yang terintegrasi serta belum

diterapkannya standar mutu dan jenis komoditi (Bappebti, 2014),

Melihat adanya permasalahan yang dihadapi oleh SRG maupun

PL, maka diperlukan adanya suatu perencanaan yang matang dalam

mengimplementasikan strategi integratif hulu ke hilir khususnya integrasi

antara SRG dan PL. Bappebti selaku instansi yang bertanggung jawab

terhadap pengembangan dan penguatan SRG dan PL, perlu

memperhatikan beberapa aspek seperti aspek kelembagaan, aspek

manajemen, aspek operasional dan aspek finansial. Untuk itu

permasalahan dalam analisis ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi SRG dan PL saat ini?

b. Bagaimana mekanisme pengintegrasian SRG dan PL untuk mencapai

sinergitas yang optimal sehingga dapat meningkatkan peran strategis

SRG dan PL di sektor perdagangan?

1.3 Tujuan Analisis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang

hendak dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah :

a. Mereviu implementasi SRG dan PL komoditi saat ini.

Page 12: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

5

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

b. Merumuskan mekanisme pengintegrasian SRG dan PL

c. Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi Pemerintah

(Bappebti) dalam rangka pengintegrasian SRG dengan PL.

1.4 Keluaran Analisis

Keluaran analisis tentang Efektivitas Sistem Resi Gudang Melalui

Integrasi dengan Pasar Lelang Komoditi Forwardini antara lain:

a. Menjelaskan kondisi implementasi SRG dan PL terutama di

b. Rumusan mekanisme pengintegrasian SRG dan PL.

c. Rekomendasi kebijakan dan strategi Pemerintah (Bappebti) dalam

pengintegrasian SRG dan PL.

1.5 Dampak Analisis

Hasil Analisis yang dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan

dampak pada pengoptimalisasian pemanfaatan SRG oleh

petani/produsen melalui penciptaan kepastian dan transparansi harga

pasar komoditi dan pengoptimalisasian pemanfaatan PL baik oleh

petani/produsen maupun oleh pengolah atau pedagang selaku pembeli.

1.6 Ruang Lingkup

Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini

meliputi :

a. Analisis beberapa aspek yang terkait dengan SRG dan PL seperti:

1) Aspek kebijakan : Peraturan dan kebijakan serta

implementasinya yang berkaitan dengan SRG dan PL;

Implementasi peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan

SRG dan PL;

2) Aspek kelembagaan dan manajemen yang terkait dengan SRG

dan PL;

3) Aspek operasonal dari SRG dan PL

4) Aspek finansial dalam implementasi SRG dan PL

Page 13: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

6

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

b. Analisis SRG dan PL yang terdapat pada Provinsi Jawa Barat dan

Jawa Tengah. Pemilihan Jawa Barat dan Jawa Tengah dilakukan

karena

1) Seperti yang telah dijelaskan dalam subbab pendahuluan bahwa

provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan provinsi yang

telah memiliki nota kesepakatan dan perda pengintegrasian SRG

dan PL.

2) Provinsi Jawa Barat merupakan pilot project bagi PT.Pos

Indonesia selaku pengelola gudang SRG serta merupakan salah

satu dari lima provinsi dimana PLnya telah direvitalisasi oleh

Bappebti.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika laporan hasil analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu sebagai

berikut :

Bab I Pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang

masalah sehingga perlunya analisis, tujuan dan keluaran

analisis, ruang lingkup analisis untuk membatasi permasalahan

yang diteliti serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini menguraikan teori dan konsep-konsep

yang menunjang terhadap permasalahan yang diteliti sebagai

dasar pemikiran dalam mengembangkan model penelitian,

Definisi Resi Gudang, Landasan hukum SRG, Kelembagaan

Sistem Resi Gudang dan penelitian sebelumnya yang relevan.

Bab III Metodologi. Dalam bab ini diuraikan metodologi penelitian yang

meliputi kerangka berpikir, metodologi analisis yang terdiri dari

teknik pengambilan data dan analisa data.

Bab IV Gambaran kondisi pelaksanaan SRG dan pasar lelang

komoditi saat ini. Bab ini menguraikan gambaran pelaksanaan

SRG dan pasar lelang komoditi saat ini untuk diketahui peta

Page 14: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

7

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya sebagai dasar

bagi rumusan strategi pengembangan.

Bab V Rumusan mekanisme pengintegrasian SRG dan pasar lelang

komoditi forward. Bab ini menguraikan rumusan mekanisme

integrasi SRG dengan pasar lelang agar dapat

diimplementasikan dalam tatanan kebijakan yang implementatif.

Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Bab ini merupakan bab yang menyimpulkan hasil pembahasan

dan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang perlu

dilakukan pemerintah dalam rumusan mekanisme integrasi SRG

dengan pasar lelang.

Page 15: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

8

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resi Gudang

2.1.1 Definisi Resi Gudang

Istilah Resi Gudang (Warehouse Receipt) sudah cukup umum

dikenal masyarakat yang ada di negara-negara maju. Mengingat aktivitas

terkait resi gudang ternyata signifikan dalam menumbuhkan dinamika

perekonomian masyarakatnya terutama di bidang pertanian, perikanan

dan komoditas lainnya. Pengembangannya tidak lagi sebatas lokal, tetapi

juga sudah pada perdagangan berbasis ekspor import. Sementara di

negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, resi gudang masih

belum cukup akrab dikenal sehingga banyak menimbulkan multitafsir.

Secara umum resi gudang itu sendiri sesungguhnya bisa diartikan

sebagai dokumen pembayaran yang dijadikan bukti tentang kualitas dan

kuantitas komoditas yang telah ditentukan oleh operator gudang untuk

didepositkan di lokasi khusus atas nama depositornya. Sang depositor itu

bisa saja producer (penghasil), kelompok petani, pedagang, exporter,

perusahaan atau individual- yang terlibat dalam proses resi gudang ini.

panen (OECD, 2001, Onumah, 2002, Rothbard,1994, Workshop on Rural

Finance papers, 2004).

Sedangkan pengertian resi gudang di Indonesia sudah termaktub

dalam Undang-undang (UU) No.9 tahun 2006 tentang Sistem Resi

Gudang. Dalam UU itu disebutkan bahwa resi gudang merupakan surat

berharga, dan dapat dialihkan dengan mudah (negotiable). Ada tiga dasar

penerbitan resi gudang, yaitu berdasarkan kontrak, keanggotaan, dan

Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang resi gudang. Untuk resi

gudang berdasarkan kontrak, semisal CMA (Collateral Management

Agreement), tidak dapat dialihkan dan bukan merupakan dokumen

kepemilikan. Resi gudang berdasarkan keanggotaan hanya berlaku bagi

Page 16: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

9

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

anggotanya saja. Sedangkan, resi gudang berdasarkan UU, dapat

diperjualbelikan dan digunakan sebagai agunan untuk memperoleh

pembiayaan. (Darsia, 2008) .

Dengan demikian Resi Gudang dan sistem yang dibentuk itu

diharapkan bisa memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan

agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Dalam sistem resi

gudang ini, pembiayaan yang dapat diakses oleh pemilik barang tidak

hanya berasal dari perbankan dan lembaga keuangan non-bank, tetapi

juga dapat berasal dari investor melalui Derivatif Resi Gudang. (Bank

Indonesia, 2008)

Guna menjaga kualitas komoditi yang dititipkan di gudang tersebut,

maka gudangnya sendiri harus memenuhi standar yang berlaku dan

dikelola oleh seorang operator gudang yang telah terakreditasi,

independent dan professional.(Ashari, 2007; Nugrahani, 2007). Dalam

sistem ini, operator gudang bertugas menjaga keamanan penyimpanan

komoditi dengan cara pengawasan; dia juga yang mempunyai

kewenangan secara sah menilai barang itu jika terjadi kehilangan, atau

rusak karena kebakaran dan bencana lainnya. Namun operator gudang

tidak boleh mempunyai kepentingan di dalamnya. Bagaimanapun,

operator gudang tidak diperkenankan mencari sumber komoditi sebagai

alasan hukum penghapusan (utang/jaminan) depositornya atau pemegang

resi. Operator gudang jelas harus melindungi hak gadai biaya

penyimpanan barang. (Coulter, Norvell, 1998).

2.1.2 Landasan Hukum Resi Gudang

Berdasarkan UU No, 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang,

yang dimaksud Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas

barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.

Sedangkan Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan

penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi

Gudang. Resi Gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu

Page 17: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

10

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

instrumen penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta

swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu

negara. Di samping itu Resi Gudang juga dapat dipergunakan sebagai

jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam

rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana

terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka.

Dengan demikian sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi

pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang

yang disimpan di gudang. Resi Gudang sebagai alas hak (document of

title) atas barang, dapat digunakan sebagai agunan, karena resi gudang

dijamin dengan komoditas tertentu, yang berada dalam pengawasan pihak

ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi (memperoleh persetujuan

Badan Pengawas). Dalam sistem resi gudang ini, pembiayaan yang dapat

diakses oleh pemilik barang tidak hanya berasal dari perbankan dan

lembaga keuangan non-bank, tetapi juga dapat berasal dari investor

melalui Derivatif Resi Gudang.

Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga

pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan

sepanjang tahun. Disamping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan

oleh Pemerintah untuk pengendalian harga dan persediaan nasional.

Maksud pembentukan UU SRG adalah menciptakan sistem

pembiayaan perdagangan yang diperlukan oleh dunia usaha, terutama

usah kecil dan menengah termasuk petani. Selain itu UU SRG

dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, menjamin dan

melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, efisiensi

biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang dapat

lebih mendorong laju pembangunan nasional.

Page 18: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

11

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Gambar 2.1 Skema Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

Sumber : BAPPEBTI, 2006

Resi Gudang yang diperdagangkan di Indonesia wajib untuk

melalui suatu proses penilaian yang dilakukan oleh suatu lembaga

terakreditasi yang disebut "Lembaga Penilaian Kesesuaian" yang

berkewajiban untuk melakukan serangkaian kegiatan guna menilai atau

membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk,

proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi. Sedangkan yang

mendapatkan kewenangan guna melakukan penatausahaan resi gudang

dan derivatif resi gudang di Indonesia yang meliputi pencatatan,

penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan,

Petani/ Kelompok

Tani

Gudang

Pinjaman

Pengeluaran/ pengambilan barang

Dokumen RG Deposit Barang

Pusat Registrasi

Lembaga Penilai

Kesesuaian

Asuransi Pengelola Gudang

Penilaian barang

Penjaminan atau asuransi

Penjualan

Pendaftaran Dokumen RG

Lembaga Keuangan-

bank, koperasi, kreditur

Pasar (Spot, Future)

Pembayaran/ Pelunasan

Pembeli, Pengolah, Pedagang, Spekulan

Pembelian

Badan Pengawas

Page 19: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

12

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi adalah "Pusat

Registrasi Resi Gudang" yang merupakan suatu badan usaha yang

berbadan hukum (Skema Pelaksanaan SRG dapat dilihat pada Gambar

2.1.).

Untuk mendukung pelaksanaan UU SRG, pada 22 Juni2007

pemerintah telah menerbitkan "Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun

2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 9 tahun 2006 tentang

Sistem Resi Gudang; dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)

No. 26/M-DAG/PER/6/2007 yang telah menetapkan delapan komoditi

pertanian sebagai barang yang dapat disimpan di gudang dalam

penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Kedelapan komoditi itu adalah:

gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut. Masih

menurut Permendag Nomor 26/2007, persyaratan komoditas yang dapat

ditetapkan untuk dapat dimasukkan ke dalam SRG dan diterbitkan resi

gudangnya adalah: (1) Memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan,

(2) Memenuhi standar mutu tertentu, dan (3) Jumlah minimum barang

yang disimpan. Sedangkan jika dilihat ketentuan dari Perdagangan

Berjangka Komoditi, maka persyaratan komoditas yang dapat

diperdagangkan berjangka adalah: (1) memiliki harga yang berfluktuasi, (2)

tidak ada intervensi pemerintah, semata-mata atas dasar permintaan dan

pasokan, dan (3) tersedia dalam jumlah yang cukup, bersifat homogen,

dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu, dan (4) merupakan komoditi

potensial dan sangat berperan dalam perekonomian daerah setempat dan

nasional karena menyangkut Ketahanan pangan dan Ekspor.

2.1.3 Kelembagaan Sistem Resi Gudang

Sebagaimana tercantum dalam UU tentang SRG, bahwa kebijakan

di bidang perdagangan yang secara langsung atau tidak langsung

berkaitan dengan kebijakan mengenai perlindungan kepentingan

masyarakat terhadap kemungkinan penyalahgunaan Sistem Resi Gudang,

Page 20: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

13

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

kelancaran distribusi barang, dan efisiensi biaya ditetapkan oleh Menteri.

Sedangkan kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang terdiri atas:

a. Badan Pengawas adalah unit organisasi di bawah Menteri yang

diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan

pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Badan Pengawas

berwenang: (a) memberikan persetujuan sebagai Pengelola

Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, dan Pusat Registrasi,

serta Bank, lembaga keuangan non-bank, dan pedagang berjangka

sebagai penerbit Derivatif Resi Gudang; (b) memeriksa Pengelola

Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, Pusat Registrasi, dan

pedagang berjangka; (c) memerintahkan pemeriksaan dan

penyidikan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tentang SRG dan

atau peraturan pelaksanaannya; (d) menunjuk pihak lain untuk

melakukan pemeriksaan tertentu; (e) melakukan tindakan yang

diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat

pelanggaran ketentuan UU tentang SRG dan atau aturan

pelaksanaannya; (f) membuat penjelasan lebih lanjut yang bersifat

teknis berdasarkan UU tentang SRG dan atau aturan

pelaksanaannya.

b. Pengelola Gudang adalah pihak yang melakukan usaha

pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain

yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan

barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak

menerbitkan Resi Gudang. Lembaga Pengelola Gudang harus

berbentuk badan usaha berbadan hukum yang bergerak khusus di

bidang jasa pengelolaan gudang dan telah mendapat persetujuan

Badan Pengawas.

Pengelola Gudang memiliki kewajiban: (a) menyelenggarakan

administrasi pengelolaan barang; (b) membuat perjanjian

pengelolaan barang secara tertulis dengan pemilik barang atau

kuasanya; (c) mendaftarkan penerbitan Resi Gudang kepada Pusat

Page 21: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

14

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Registrasi; (d) menyelenggarakan administrasi terkait dengan Resi

Gudang yang diterbitkan, Resi Gudang Pengganti, Resi Gudang

yang dimusnahkan, dan Resi Gudang yang dibebani Hak Jaminan;

(e) membuat, memelihara dan menyimpan catatan secara

berurutan, terpisah dan berbeda dari catatan dan laporan usaha

lain yang dijalankannya; (f) menyampaikan laporan bulanan,

triwulanan dan tahunan tentang barang yang dikelola kepada

Badan Pengawas; (g) memberikan data dan informasi mengenai

sediaan dan mutasi barang yang dikelolanya, apabila diminta oleh

Badan Pengawas dan/atau instansi yang berwenang; (h)

menyampaikan kepada Pusat Registrasi identitas dan spesimen

tandatangan dari pihak yang berhak bertindak untuk dan atas

nama Pengelola Gudang dalam menandatangani Resi Gudang dan

segera memberitahukan setiap terjadi perubahan atas identitas dan

spesimen tandatangan tersebut; (i) memberitahukan kepada

pemegang Resi Gudang untuk segera mengambil dan/atau

mengganti barang yang rusak atau dapat merusak barang lain

sebelum jatuh tempo; (j) memiliki dan menerapkan Pedoman

Operasional Baku yang mendukung kegiatan operasional sebagai

Pengelola Gudang; (k) mengasuransikan semua barang yang

dikelola di Gundangnya dan menyampaikan informasi mengenai

jenis dan nilai asuransi ke Pusat Registrasi; dan (l) menjaga

kerahasiaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Gudang yang dipergunakan oleh Pengelola Gudang wajib

mendapat persetujuan dari Badan Pengawas (ketentuan

persyaratan gudang dalam Resi Gudang tertuang dalam Peraturan

Kepala Bappebti Nomor 3 Tahun 2007 tentang Persyaratan Umum

dan Persyaratan Teknis Gudang).

c. Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah lembaga terakreditasi

yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau

Page 22: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

15

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan

produk, proses, sistem, dan/atau personel terpebuhi.

Kegiatan penilaian kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang

dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah

mendapat persetujuan Badan Pengawas dan telah terakreditasi

oleh Komite Akreditasi Nasional.

d. Pusat Registrasi adalah badan usaha berbadan hukum yang

mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan

penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang

meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan,

pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan

jaringan informasi.

Persyaratan untuk mendapat persetujuan sebagai Pusat Registrasi

meliputi: (a) mempunyai pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun

dalam kegiatan pencatatan transaksi kontrak berjangka komoditas

dan kliring; (b) memiliki sistem penatausahaan Resi Gudang dan

Derivatif Resi Gudang yang bersifat akurat, aktual (online dan real

time), aman, terpercaya dan dapat diandalkan (reliable); dan (c)

memenuhi persyaratan keuangan yang ditetapkan oleh Badan

Pengawas.

Pusat Registrasi memiliki kewajiban: (a) menyelenggarakan

penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang

meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan,

pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan

jaringan informasi; (b) memiliki sistem penatausahaan Resi

Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang terintegrasi dengan

sistem pengawasan Badan Pengawas; (c) memberikan data dan

informasi mengenai penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif

Resi Gudang, apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau

instansi atau pihak yang berwenang; (d) menjaga kerahasiaan data

dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan; (e) menyampaikan konfirmasi secara tertulis atau

Page 23: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

16

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

elektronis kepada pemegang Resi Gudang dan/atau penerima Hak

Jaminan dalam hal: (i) penerbitan Resi Gudang; (ii) penerbitan Resi

Gudang Pengganti; (iii) pengalihan Resi Gudang; atau (iv)

pembebanan, perubahan, atau pencoretan Hak Jaminan; paling

lambat 2 (dua) hari setelah berakhirnya bulan kalender, baik terjadi

maupun tidak terjadi perubahan catatan kepemilikan.

Sedangkan hak Pusat Registrasi adalah: (a) mengenakan biaya

terkait dengan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi

Gudang; (b) menunjuk dan/atau bekerjasama dengan pihak lain

untuk mendukung penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi

Gudang; dan (c) memperoleh informasi dan data tentang: (i)

lembaga dan Gudang yang memperoleh persetujuan Badan

Pengawas dari Badan Pengawas, (ii) penerbitan Resi Gudang dan

Derivatif Resi Gudang dari penerbit Resi Gudang dan penerbit

Derivatif Resi Gudang, (iii) pengalihan Resi Gudang dan Derivatif

Resi Gudang dari pihak yang mengalihkan, (iv) pembebanan Hak

Jaminan dari penerima Hak Jaminan, serta (v) penyelesaian

transaksi dari pemegang Resi Gudang, Pengelola Gudang,

penerima Hak Jaminan dan pihak terkait lainnya.

Kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang dapat dilihat pada

gambar 2.2

Page 24: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

17

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Gambar 2.2 Skema Kelembagaan sistem Resi Gudang

Sumber : BAPPEBTI, 2006

2.1.4 Penelitian Terdahulu Terkait SRG

Kajian mengenai SRG khususnya membahas baik terhadap

kelembagaan SRG dan mengenai potensi dan kendala yang ada dalam

pelaksanaannya sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya adalah

hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2008). Menurut Hasan (2008)

peraturan perundang-undangan SRG memiliki implikasi makro dan mikro

yang menuntut koordinasi lintas instansi (Kementerian Koperasi dan

UMKM, Bulog, Deptan, Bank Indonesia, dan Pemda). Pada aspek makro,

arah kebijakan pengendalian stok dan harga komoditas dalam kerangka

penataan system perdagangan yang efektif dan efisien harus terintegrasi

dengan program lainnya. Misalnya dalam kerangka program ketahanan

pangan nasional, peningkatan kesejahteraan petani, penguatan

perbankan mikro dan peran pemda untuk mengembangkan produk-produk

unggulan yang dapat diresigudangkan. Sementara dari aspek mikro,

pembiayaan resi gudang tidak akan efektif dan efisien apabila dilakukan

secara individual, melainkan harus secara berkelompok dan berbadan

hukum, misalnya dengan kelompok tani yang tergabung dalam koperasi

Menteri Perdagangan

Badan Pengawas Sistem Resi Gudang

Pemerintah Daerah

Pusat Registrasi Pengelola Gudang Lembaga Penilaian Kesesuaian

Gudang

Penerbit Derivatif SRG

Bank Lembaga Keuangan Non Bank

Pedagang Berjangka

Koordinasi

Page 25: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

18

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

tani. Kemudian, belum ada jaminan akan terciptanya stabilitas harga

komoditas melalui mekanisme pengendalian stok. Oleh sebab itu, Hasan

(2008) menyarankan sebaiknya penerbitan dan pembiayaan SRG harus

langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha, daripada

mengembangkan derivative resi gudang yang akan lebih banyak

berhubungan dengan kepentingan pelaku pasar dan spekulan di bursa.

Agenda mendesak yang harus dilakukan adalah meningkatkan koordinasi

antara pemerintah pusat, sector perbankan, dan pemda dalam rangka

sosialisasi dan implementasi SRG di daerah.

Sementara itu, menurut Aviliani dan Hidayat (2005), secara

kelembagaan sebenarnya infrastruktur untuk mendukung SRG telah

cukup memadai. Namun, permasalahannya adalah bagaimana hubungan

kelembagaan tersebut terbentuk secara optimal, efisien, dan berdaya

guna tanpa harus melakukan penyesuaian terhadap regulasi yang sudah

ada. Untuk itu, langkah penting yang harus dilakukan adalah

menyamakan persepsi antar lembaga dan meletakkan struktur program

aksi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Kemudian, Aviliani

dan Hidayat (2005) juga menyatakan bahwa karena SRG ini dapat

memberikan manfaat yang cukup besar dalam pembiayaan usaha

pertanian maka sudah seharusnya mendapatkan fasilitas utama dari

pemerintah dan Bank Indonesia. Kementerian perdagangan seharusnya

dapat menetapkan prioritas program dan sasaran yang hendak dicapai

secara nasional. Contohnya, SRG sebagai salah satu instrument program

pengendalian stok bahan pangan, stabilisasi harga produk pertanian dan

akses permodalan bagi petani. Adanya langkah tesebut memerlukan

koordinasi lintas Kementerian termasuk Bank Indonesia dan juga

diperlukan kesamaan persepsi bahwa SRG tidak dilihat semata sebagai

produk pembiayaan perbankan tetapi memiliki arti yang strategis. Hal

tersebut seperti di Negara lain, pemerintah bahkan berperan sebagai

penjamin pelunasan WRF bila debitor mengingkari janji atau terdapat

kejadian force majeur.

Page 26: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

19

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Kemudian, hasil studi yang dilakukan oleh Ashari (2011)

menunjukkan bahwa dalam implementasi SRG terlihat SRG memiliki

potensi yang dapat dimanfaatkan. Hal tersebut terutama dalam

mendukung pembiayaan usaha pertanian, meminimalisir fluktuasi harga,

memperbaiki pendapatan petani, memobilisasi kredit, dan sebagainya.

Akan tetapi, masih terdapat beberapa kendala dalam implementasi SRG.

Kendala tersebut seperti besarnya biaya transaksi, inkonsistensi kuantitas

dan kualitas produk pertanian, kurangnya dukungan perbankan, dan

masih lemahnya kelembagaan petani. Dengan masih lemahnya

kelembagaan petani, banyak petani yang beranggapan bahwa peraturan

SRG masih sangat rumit sehingga diperlukan penyederhanaan prosedur.

Disamping itu, sosialisasi keberadaan SRG juga harus lebih dioptimalkan

lagi.

2.1.5 Implementasi SRG di Negara-negara Berkembang

SRG banyak diimplementasikan pada negara-negara berkembang

seperti Afrika, Eropa Timur dan Asia. Di Afrika, SRG terimplementasi

secara luas dari Mesir hingga Zambia, dari Liberia hingga Sudan. SRG

digunakan baik untuk komoditi maupun produk-produk manufaktur.

Produk-produk yang dapat di-SRGkan meliputi gandum cereal (Barley),

mobil dan suku cadang mobil, kenari, keramik, coklat, kopi, tembaga (biji

dan lempengan), kapas, pupuk, ikan, produk dari kayu, tepung jagung,

selular, kertas, BBM, farmasi dan bahan kimia untuk farmasi, beras, karet,

biji wijen, baja, teh dan minyak nabati. Gudang yang digunakan untuk

SRG adalah gudang yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan

daerah dengan modal yang kecil. Implementasi SRG tidak berkembang di

Afrika meskipun telah mendapat bantuan dana dari lembaga internasional,

namun perkembangan SRG di Afrika tidak seperti yang diharapkan. Di

antara negara-negara di Afrika, implementasi SRG yang paling mendekati

bentuk yang diharapkan adalah afrika selatan, meskipun demikian risiko

atas SRG belum dapat dihindari.

Page 27: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

20

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Di Asia, SRG telah diimplementasikan di beberapa negara, sepeti

China, Vietnam, Kamboja, Filipina dan Indonesia. Negara-negara ini

merupakan negara penghasil komoditas pertanian yang besar dengan

kondisi yang sesuai untuk implementasi SRG. Implementasi SRG yang

cukup sukses adalah India dan Thailand.

Salah satu contoh sukses penerapan SRG adalah Bulgaria. SRG

telah terimplementasi sejak tahun 2000, dan telah menarik banyak pihak

untuk berpartisipasi baik dari pasar komoditi maupun institusi keuangan.

Pada awal dikenalkan, SRG hanya berfokus pada komoditi gandum,

dimana pilot proyek yang didukung oleh USAID, World Bank, IMF dan

EBRD mencakup seluruh aspek infrastruktur pemasaran dari gandum

sebagai prakondisi yang harus dipenuhi dalam mengembangkan gandum.

2.2 Pasar Lelang

2.2.1 Definisi Pasar Lelang

Pasar lelang merupakan salah satu sarana perdagangan, hal ini

tercantum dalam UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014. Pasar lelang

komoditas agro didirikan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian

Perdagangan yang bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan

komoditas yang baik melalui transparansi mekanisme penentuan harga,

peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem perdagangan, menciptakan

insentif bagi peningkatan produksi dan mutu serta meningkatan

pendapatan petani produsen. Pasar leleng ini sangat penting bagi petani

selaku produsen dari komoditas agro dimana perannya sering

termarjinalkan oleh mekanisme sistem perdagangan konvensional.

Pasar lelang ini dibangun untuk menjawab permasalahan

pemasaran yang seringkali dihadapi oleh para petani. Panjangnya rantai

distribusi komoditi menyebabkan mahalnya biaya pemasaran dari tempat

produksi ke konsumen/pengolah. Dalam rantai distribusi yang panjang,

keuntungan terbesar didapat oleh para perantara perdagangan dan bukan

para petani produsen. Dalam rangka mengefisienkan biaya pemasaran

Page 28: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

21

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi para petani produsen

maka dibentuk sistem pemasaran baru yaitu pasar lelang.

Sama seperti pengertian pasar pada umumnya, pasar lelang juga

merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli, dimana penjual

adalah petani/produsen dan pembeli adalah pengolah/pedagang.

Perbedaan pasar lelang dengan pasar konvensional adalah pada sistem

transaksi yang dilakukan, dimana proses tawar menawar dilakukan

menggunakan sistem lelang. Penyelenggaraan pasar lelang ini dilakukan

dengan dua mekanisme yaitu pasar lelang spot dan pasar lelang forward.

Penyelenggaraan pasar lelang yang dilakukan selama tahun 2004

hingga tahun 2009 dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi

perdagangan. Mulai tahun 2009, terdapat penyelenggara pasar lelang

komoditas yang berasal dari pihak swasta. Hingga tahun 2014 terdapat 14

penyelenggara pasar lelang komoditas yang dibiayai oleh APBN dan

APBD, yang terletak di Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat,

Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara,

Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawes Tenggara, Nusa Tenggara Barat

dan DKI Jakarta. Sedangkan untuk penyelanggara pasar lelang yang

dilakukan oleh pihak swasta dilakukan oleh PT. iPASAR Indonesia dan

Pasar Fisik CPO Bursa Berjangka Jakarta.

2.2.2 Landasan Hukum Pasar Lelang

Pasar lelang merupakan salah satu salah satu sarana perdagangan

yang tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2014 tentang perdagangan. UU

mengamatkan agar pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta

secara bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan pengembangan

terhadap sarana perdagangan termasuk pasar lelang komoditas.

Penguatan institusi pasar ini ditujukan untuk menciptakan iklim kondusif

bagi kekuatan usaha yang kompetitif sehingga mampu meningkatkan

daya saing nasional berbasis efisiensi.

Page 29: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

22

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Selain itu juga penguatan dan pengembangan pasar lelang

komoditas menjadi prioritas dalam pengembangan sistem resi gudang

yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2011 tentang Sistem

Resi Gudang. Kebijakan ini mengharuskan baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah mengembangkan pasar lelang komoditas sejalan

dengan perkembangan SRG.

Adapun mekanisme pasar lelang yang dapat dikembangkan adalah

pasar lelang penyerahan saat ini (spot) dan pasar lelang penyerahan

kemudian (forward). Pasar lelang penyerahan kemudian (forward) diatur

dalam SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.

650/MPP/KEP/10/2004 tentang ketentuan penyelenggaraan Pasar Lelang

dengan Penyerahan Kemudian (Forward) Komoditi Agro, yang mengatur

tentang kelembagaan dan komite dalam pasar lelang forward,

keanggotaan pasar lelang, kewajiban keuangan para anggota pasar

lelang forward, mekanisme transaksi di pasar lelang dan pelanggaran dan

sanksi bagi para anggota pasr lelang yang melanggar. Dalam SK ini dapat

dilihat bahwa kerjasama antar kelembagaan dalam penyelenggaraan

pasar lelang forward sangat diperlukan agar pasar lelang tersebut dapat

terselenggara secara efektif dan efisien.

Peraturan teknis tentang penyelenggaraan pasar lelang forward

dikeluarkan oleh Bappebti dan mengalami perubahan-perubahan.

Peraturan terbaru yang mengatur tentang penyelenggaraan pasar lelang

forward adalah Peraturan Kepala Bappebti No. 04/BAPPEBTI/PER-

PL/01/2015 tentang perubahan atas Peraturan Kepala Bappebti No.

03/BAPPEBTI/PER-PL/01/2014 tentang Persetujuan Penyelenggaraan

Pasar Lelang dengan Penyerahan Kemudian (Forward).

Page 30: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

23

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

2.2.3 Kelembagaan Pasar Lelang Forward

Berdasarkan peraturan kepala Bappebti SK Menteri Perindustrian

dan Perdagangan RI No. 650/MPP/KEP/10/2004, kelembagaan pasar

lelang forward tediri atas:

a. Penyelenggara pasar lelang forward. Penyelenggara pasar lelang

forward ini hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha atau Dinas

Propinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perdagangan, setelah

memperoleh persetujuan Bappebti. Setiap penyelenggara pasar lelang

forward sekurang-kurangnya membentuk susunan organisasi yang

terdiri dari ketua lelang, bidang penyelenggara transaksi, bidang

pengawasan dan penyelesaian transaksi dan bidang administrasi dan

keanggotaan. Penyelenggara pasar lelang wajib bekerjasama dengan

Lembaga Kliring dan Penjaminan untuk menjamin penyelesaian

transaksi.

b. Lembaga Kliring dan Penjaminan, lembaga ini harus badan usaha

yang berbentu PT dan telah memperoleh persetuan dari Bappebti.

Lembaga kliring dan penjaminan sekurang-kurangnya terdiri dari

bidang kliring dan penyelesaian, pengendalian risiko, teknologi

informasi, akuntansi dan keuangan dan audit dan kepatuhan.

c. Komite, dalam peyelenggaran psar lelang forward, penyelenggara

pasar lelang forward dapat membentuk komie komoditi, komite lelang

dan keanggotaan dan komuite abritase. Komite komodii membantu

penyelenggara pasar lelang foeward dalam merumiskan spesifikasi

standar setiap komoditi yang telah dan akan diperdagangan di pasar

lelang forward. Spesifikasi standar komoditi meliputi: jenis, asal,

ukuran, kualitas, pengawasan, batas waktu maksimum dan tempat

penyerahan. Sedangkan komite lelang dan keanggotaan bertugas

membantu di bidang pelaksanaan lelang, keanggotaan serta

membantu menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam kegiatan

perdagangan. Komite ini terdiri dari wakil pelaku usaha yang

memahami sistem, mekanisme operasional, tata tertib dan

Page 31: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

24

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

keanggotaan pasar lelang forward serta perundang-undangan yang

berlaku. Terakhir, komite arbitrasi bertugas membantu penyelenggara

pasar lelang forward untuk menfasilitasi penyelesaian perselisihan

yang timbul antara anggota pasar lelang forward yang tidak dapat

diselesaikan secara musyarawah dan atau mediasi/konsiliasi.

d. Anggota, anggota pasar lelang forward terdiri dari petani/produsen,

kelompok tani/usaha, koperasi, pedagang, pabrikan, industri,

swalayan, eksportir dan perantara perdagangan. Persyaratan untuk

menjadi anggota pasar lelang forward adalah WNI, PT, Firma atau

badan usaha nasional berbadan hukum, bertempat tinggl ata

berkedudukan di Indonesia, memiliki reputasi dan integritas yang baik

dalam usaha dan menyetorkan jaminan keanggotaan yang besar dan

tata cara penyetorannya ditetapkan penyelenggara pasar lelang

forward. Setiap anggota pasar lelang forward memiliki kewajiban untuk

membayar uang simpanan anggota dan biaya layanan

penyelenggaraan pasar lelang firward yang besarnya ditetapkan oleh

penyelenggara dan dana jaminan dan biaya layanan kliring dan

penjaminan dan besarnya ditetapkan oleh lembaga kliring dan

penjaminan. Setiap anggota pasar lelang dapat turut serta secara

langsung dalam lelang sebagai penjual, pembeli dana tau perantara

perdagangan dengan ketentuan yang bersangkutan tetap terikat pada

ketentuan yang berlaku.

Penawaran jual beli di pasar lelang forward dilakukan secara terbuka dan

atas dasar contoh dana tau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Hari

dan jam dulakukannya lelang setiap haru kerja atau pada waktu yang

telah ditetapkan oleh penyelenggara pasar lelang forward. Setiap lelang

diadakan dalam 2 (dua) sesi yaitu sesi pagi (pukul 09.00 – 12.00) dan sesi

sore (13.00 – 16.00) dan waktu lain sesuai kebutuhan yang ditetapkan

oleh penyelenggara pasar lelang forward.

Page 32: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

25

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

2.2.4 Perkembangan Pasar Lelang di Indonesia

Dalam rangka menciptakan sistem perdagangan yang efektif dan

efisien serta mencapai transparansi harga baik bagi petani/produsen

maupun pembeli maka pasar lelang melakukan perbaikan-perbaikan baik

dalam hal sistem maupun dalam hal kelembagaan. Berikut ini

perkembangan penyelenggaraan pasar lelang di Indonesia:

a. Sistem Lelang

Sistem lelang dalam pasar lelang mengalami perkembangan dari

tradisional menuju ke elektronik lelang. Dalam sistem lelang

tradisional, pembeli dan penjual harus bertemu dan bertatap muka di

suatu tempat yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pasar lelang.

Sistem ini memiliki kelemahan karena penjual dan pembeli diharuskan

untuk hadir pada tempat dan waktu yang bersamaan. Apabila penjual

dan pembeli berada pada lokasi yang berjauhan dengan tempat

pelaksanaan lelang, maka hal ini menimbulkan biaya transportasi dan

akomodasi baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Untuk mengatasi

hal ini dan memudahkan transaksi antara penjual dan pembeli maka

dibentuklah pasar lelang online, dimana pembeli dan penjual tidak

perlu bertemu secara fisik pada lokasi yang sama. Implementasi ini

telah mengurangi adanya biaya transportasi dan akomodasi. Sistem

pasar lelang online merupakan inovasi dari Bappebti yang dilakukan

untuk meningkatkan optimalisasi pasar lelang dengan memanfaatkan

perkembangan teknologi dan fleksibilitas dari pasar lelang dalam

menjalankan fungsi dan peranannya.

b. Penyelenggara Pasar Lelang

Pada awal pelaksanaan pasar lelang, penyelenggara pasar lelang

dilakukan oleh dinas perindustrian dan perdagangan provinsi. Hal ini

menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam

pelaksanaannya, dimana dalam setiap kali penyelenggaraan,

disperindag provinsi menggunakan APBN dan APBD untuk

mendatangkan para peserta lelang sebagai undangan dan

pengembangan pasar lelang menjadi tidak efektif karena tugas dan

Page 33: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

26

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

fungsi dari disperindag tidak hanya selaku penyelenggara pasar lelang

tetapi juga pelaksana teknis di bidang perdagangan sehingga

menjadikan pengelolaan pasar lelang tidak menjadi fokus utama.

Untuk itu, dalam rangka penguatan kelembagaan dan peningkatan

kapasitas pasar lelang komoditas, maka Bappebti pada tahun 2014

melakukan revitalisasi pasar lelang di 5 (lima) daerah dari 13

penyelenggara pasar lelang. Revitalisasi yang dimaksud adalah

memberikan persetujuan kepada pihak swasta sebagai penyelenggara

pasar lelang. Tujuan dari revitalisasi ini adalah untuk membentuk

penyelenggara pasar lelang yang mandiri dan professional dalam arti

tidak bergantung pada dana APBN/APBD dan focus pada

pengembangan pasar lelang. Kelima daerah yang telah dilakukan

revitalisasi pasar lelang adalah Jawa barat, jawa Tengah, jawa Timur,

bali dan Sulawesi Selatan. Adapun penyelenggara pasar lelang

komoditas terdiri dari Koperasi Pasar Lelang Agro Jawa Tengah,

Koperas Pegawai Negeri Praja Bali, koperasi pasar Lelang Jawa

Barat,PT. Puspa Agro di Sidoarjo (Jawa Timur) dan Pasar Lelang Agro

(PUSKOMPAS) Makassar (Sulawesi Selatan). Dengan adanyanya

revitalisasi ini, maka mulai tahun 2015 penyelenggaraan pasar lelang

komoditas yang selama ini dilakukan oleh Dinas Provinsi dialihkan

pada koperasi/lembaga-lembaga tersebut. Peran dinas adalah sebagai

pembina dan pengawas penyelenggaraan pasar lelang di bawah

koordinasi Bappebti.

c. Waktu lelang

Pada awal pelaksanaan pasar lelang, waktu penyelenggaraan pasar

lelang bersifat tentative, tergantung pada program kerja Dinas Provinsi,

karena terkait dengan penggunaan APBN/APBD. Hal ini menimbulkan

ketidakpastian bagi para penjual dan pembeli untuk memanfaatkan

pasar lelang sebagai sarana pemasaran maupun pencarian komoditas.

Namun, saat ini waktu lelang mulai terjadwal untuk satu bulan bahkan

dua bulan ke depan. Hal ini memberikan kemudahan bagi penjual

maupun pembeli dalam melakukan transaksi dan keikutsertaan dalam

Page 34: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

27

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

lelang tersebut. Penjual dapat merencanakan persediaan komoditas

untuk dijual sedangkan pembeli dapat merencanakan kuantitas yang

dibutuhkan yang akan dibeli pada saat transaksi.

d. Komoditi yang diperdagangkan

Pada awalnya, untuk menarik peminat pemanfaatan pasar lelang,

pasar lelang agro memasarkan seluruh komoditas yang ada, bahkan

tidak hanya komoditas saja tetapi juga produk-produk non agro. Hal ini

menimbulkan kerancuan baik pagi penjual maupun bagi pembeli serta

ketidakfokusan pasar lelang agro dalam mencari penjual atau pembeli

yang sesuai dengan target pasar mereka.

Namun, saat ini beberapa pasar lelang mencoba untuk menfokuskan

dengan komoditas-komoditas tertentu yang disesuaikan dengan

komoditas keunggulan lokal. Hal ini lebih memberikan kepastian baik

bagi penjual maupun bagi para pembeli untuk ikut serta dalam lelang.

Para penjual mendapat kepastian bahwa para pembeli yang hadir

pada saat lelang memang berminat pada produk yang ditawarkan dan

para pembeli mendapat kepastian bahwa produk yang akan dijual

pada pasar lelang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga biaya yang

dikeluarkan tidak sia-sia.

Page 35: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

28

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

BAB III

METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan sistem resi gudang dan pasar lelang di Indonesia

belum optimal. Kondisi ini disebabkan karena belum tersosialisasikan dan

terinternalisasikan manfaat dari sistem resi gudang dan pasar lelang baik

bagi petani (untuk SRG dan pasar lelang) maupun bagi pembeli (untuk

pasar lelang). SRG sebagai alternatif pembiayaan bagi para petani

memberikan kesempatan bagi para petani untuk melakukan tunda jual

pada saat harga turun tajam dan menjualnya pada harga yang

diharapkan. Tunda jual yang dilakukan tidak mengakibatkan timbulnya

tunda pendapatan bagi para petani karena petani tetap dapat menerima

pendapatan dari pembiayaan yang diberikan melalui SRG.

Dalam kaitannya dengan pasar lelang, pasar lelang mampu

mencarikan atau mendapatkan pembeli bagi para petani yang memiliki

kapasitas membeli sesuai dengan harga yang diharapkan. Selain itu juga

pasar lelang menjamin keamanan dalam bertransaksi karena setiap

transaksi dijamin oleh lembaga kliring dan penjaminan.

Apabila dilihat di sini, peranan SRG bagi para petani adalah di hulu

(pembiayaan setelah masa panen) dan peranan pasar lelang bagi para

petani di hilir (pemasaran pada masa panen). Peran yang dimiliki oleh

SRG dan pasar lelang adalah peran kunci dalam sistem perdagangan,

oleh sebag itu perlu disinergikan implementasi SRG dengan pasar lelang.

Sinergitas ini dapat dilakukan melalui integrasi SRG dengan pasar lelang

forward baik secara online maupun offline. Dalam rangka integrasi ini

diperlukan peraturan dan mekanisme yang memberikan tidak hanya

kemudahan tetapi juga menjamin integritas dari sistem perdagangan itu

sendiri seperti jaminan kuantitas dan kualitas dari komoditas yang

diperdagangkan, transparansi harga dan biaya yang dikeluarkan serta

kelembagaan yang berperan dalam integrasi ini. Oleh sebab itu kerangka

Page 36: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

29

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

pemikiran dari penelitian ini seperti yang dapat dilihat pada gambar

berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran

3.2 Kerangka Alur Analisis

SRG dan PL merupakan salah satu alternatif yang diciptakan oleh

pemerintah untuk membantu meningkatkan kapasitas petani agro.

Bantuan pendirian gudang SRG di kabupaten/kota di seluruh Indonesia

telah dilakukan dari tahun 2009 hingga saat ini. Berdasarkan data

Bappebti tahun 2015, jumlah gudang yang dibangun dari tahun 2009 –

2014 sebanyak 117 buah dan telah beroperasi 92 gudang. Sedangkan

pendirian pasar lelang juga telah dilakukan di tingkat provinsi pada 13

provinsi di Indonesia dan pada tahun 2015 dengan 14 penyelenggara

pasar lelang komoditas dan telah dilakukan revitalisasi pasar lelang di 5

provinsi.

Namun, tetap saja operasionalisasi baik dari SRG maupun PL tidak

berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada sisi SRG, jumlah resi yang

dikeluarkan masih relatif sedikit yang disebabkan karena kapasitas

komoditas yang disimpan di gudang jauh di bawah kapasitas gudang.

Sedangkan untuk pasar lelang sendiri, penyelenggaraan yang dilakukan

masih belum optimal mempertemukan penjual dengan pembeli dan

menciptakan transparansi harga baik bagi penjual maupun pembeli.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan SRG dan PL, maka salah satu

strategi yang dilakukan oleh Bappebti adalah melakukan sinergitas antara

Mekanisme Perdagangan

Tercipta Sistem

Perdagangan yang Efektif dan Efisien

Page 37: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

30

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

SRG dan PL dengan adanya integrasi. Namun, dalam implementasi

integrasi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Bappebti

agar integrasi SRG dan PL dapat berhasil dan menciptakan sistem

perdagangan yang efektif dan efisien serta menunjang program

pemerintah dalam hal sistem logistik nasional. Untuk mencapai hal ini

maka kerangka alur studi yang dilakukan dapat dilihat pada gambar

berikut.

Gambar 3. 2 Kerangka Alur Penelitian

3.3 Jenis Dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelian ini dibagi menjadi data

primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Jenis

data yang dikumpulkan berupa data terkait SRG dan PL. Data kuantitatif

SRG adalah meliputi jumlah gudang yang dibangun, jumlah gudang

beroperasional, resi gudang yang dikeluarkan, jumlah pembiayaan

dengan resi gudang, pengelola gudang SRG dan kebijakan pemerintah

dalam mendukung perkembangan SRG. Sedangkan data kualitatif adalah

operasional pengelolaan gudang SRG yang beroperasi (terkait dengan

aspek manajemen dan finansial).

Untuk pasar lelang, data kuantitatif yang dikumpulkan meliputi jumlah

penyelenggara PL, jumlah transaksi PL, jumlah transaksi yang mengalami

gagal serah dan gagal bayar, kelembagaan PL, komoditas yang

Page 38: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

31

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

diperdagangkan di PL, kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung

perkembangan PL. Sedangkan data kualitatif meliputi operasional

pengelolaan pasar lelang di provinsi.

3.4 Metode Pengumpulan Data Dan Instrumen

Data dan informasi baik primer maupun sekunder yang telah

disebutkan di atas, dapat dikumpulkan dengan beberapa metode

pengumpulan data dan menggunakan instrumen sebagai berikut:

3.4.1 Studi Literatur

Kajian Literatur atau Studi pustaka (desk study) merupakan suatu

metode pengumpulan data berupa laporan-laporan studi terdahulu,

makalah, serta data sekunder yang dibutuhkan dalam mendesain riset,

serta menganalisis hasil studi. Studi kepustakaan dapat diartikan sebagai

suatu langkah untuk memperoleh informasi dari penelitian terdahulu yang

harus dikerjakan, tanpa memperdulikan apakah sebuah penelitian

menggunakan data primer atau data sekunder, apakah penelitian tersebut

menggunakan penelitian lapangan ataupun laboratorium atau didalam

museum.

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan

masalah yang dipecahkan. Dilaksanakan untuk me-review berbagai

regulasi dan kebijakan, tinjauan literatur, dan pengumpulan data sekunder

terkait dengan data/informasi terkait dengan SRG dan PL. Beberapa data

dasar tentang analisis SRG dan PL adalah:

a. Profil SRG dan PL

b. Implementasi SRG dan PL

c. Undang-Undang No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

d. Undang-Undang No 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang

sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 9 Tahun 2011

Page 39: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

32

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

e. SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.

650/MPP/KEP/10/2004 tentang ketentuan penyelenggaraan Pasar

Lelang dengan Penyerahan Kemudian (Forward) Komoditi Agro.

f. Peraturan Kepala Bappebti No. 03/BAPPEBTI/PER-PL/01/2014

tentang Persetujuan Penyelenggaraan Pasar Lelang dengan

Penyerahan Kemudian (Forward)

3.4.2 Wawancara Mendalam (In-depth interview)

Wawancara mendalam merupakan cara menjaring data yang secara

langsung menghadapkan pewawancara dengan informan melalui

serangkaian kegiatan tanya jawab yang berkaitan dengan pelaku

disepanjang rantai pasok dan industri di daerah, termasuk juga

wawancara dengan aparatur dari dinas-dinas setempat yang terkait

dengan komoditi lada. Wawancara yang dilakukan selain wawancara

mendalam dikombinasikan dengan wawancara terstruktur dan tidak

terstruktur. Wawancara mendalam dilakukan terhadap pihak-pihak yang

terkait dengan implementasi SRG dan Pasar Lelang seperti Dinas

Perindustrian dan Perdagangan di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota

dan pengelola SRG dan Pasar lelang.

3.4.3 Observasi Lapangan

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan pengamatan

langsung. Pengumpul data secara langsung mengamati dan mengukur

kejadian yang sedang belangsung, sehingga diperoleh data aktual dan

faktual. Pengamatan dilakukan secara sistematik dan tercatat terhadap

obyek yang sedang diobservasi. Pada kegiatan ini jenis observasi yang

dilakukan ialah jenis observasi langsung ke gudang SRG dan tempat

pelaksanaan lelang komoditi agro.

Page 40: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

33

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

3.5 Metode Penentuan Sampel

Penentuan jumlah sampel atau responden merupakan hal yang

penting dalam suatu penelitian, karena dibutuhkan sampel yang mewakili

karakteristik dari populasi penelitian yang diwakilinya. Menurut Umar

(2005), populasi merupakan sekumpulan satuan analisis yang terdapat

didalamnya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sampel adalah

bagian dari populasi yang dipilih untuk dilibatkan dalam penelitian, melalui

sampel diharapkan peneliti mengetahui informasi mengenai populasi,

dimana metode ini dilakukan dengan mengambil orang-orang yang dipilih

langsung oleh peneliti (justifikasi tenaga ahli). Purposive sampling adalah

sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain

penelitian (Nasution, 2003). Sampel dalam kajian ini diambil secara

purposive dari stakeholder terkait/instansi terkait yang berperan

pengembangan SRG dan PL di daerah.

3.6 Lokasi Penelitian

Seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa lokasi

Analisis SRG dan PL terdapat pada Provinsi Jawa Barat dan Jawa

Tengah. Pemilihan Jawa Barat dan Jawa Tengah dilakukan karena

a. Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan provinsi yang telah

memiliki nota kesepakatan dan perda pengintegrasian SRG dan PL.

b. Provinsi Jawa Barat merupakan pilot project bagi PT.Pos Indonesia

selaku pengelola gudang SRG serta merupakan salah satu dari lima

provinsi dimana PLnya telah direvitalisasi oleh Bappebti.

c. Pasar lelang di provinsi Jawa Tengah juga merupakan salah satu dari

lima provinsi dimana PL-nya telah direvitalisasi dan dikelola oleh

koperasi. Selain itu Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang

telah memiliki Peraturan Gubernur untuk percepatan implementasi

SRG termasuk dalam hal integrasi SRG dengan pasar lelang.

Peraturan Gubernur tersebut telah ditindak-lanjuti dalam Peraturan

Bupati

Page 41: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

34

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

3.7 Metode Pengolahan Dan Analisis Data

Dalam analisis, digunakan metode analisis yang bersifat kualitatif

dan kuantitatif. Untuk menjawab tujuan pertama, kondisi SRG dan Pasar

Lelang dijelaskan dengan Analisis kualitatif dengan SWOT yang

dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1997) agar diketahui peta

kekuatan dan kelemahan pelaku usaha jasa pergudangan. Adapun

tahapan analisis SWOT adalah sebagai berikut (Tabel 3.1).

a. Melakukan perhitungan skor dan bobot poin faktor serta jumlah total

perkalian skor dan bobot pada setiap faktor S-W-O-T yang terdiri dari

Faktor Internal (IFAS) dan Faktor Eksternal (EFAS)

1) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W

dan faktor O dengan T yang telah diidentifikasi pada butir (a).

2) Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada

kuadran SWOT yang diperoleh dari butir (b).

Tabel 3.1 Perhitungan Skor dan Bobot

No Strenght Skor Bobot Total 1 2 Total Strenght

No Weakness Skor Bobot Total 1 2 Total Weakness

Selisih S-W=x No Opportunity Skor Bobot Total 1 2 Total O

No Threat Skor Bobot Total 1 2 Total T

Selisih O-T=y Sumber : Pearce dan Robinson (1997)

Page 42: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

35

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

b. Selanjutnya setelah diperoleh perhitungan bobot dan skor, maka

diperoleh ordinat (x,y) yang diletakkan dalam kuadran untuk melihat

posisi industri jasa pergudangan sebagai berikut (Gambar 3.2)

Gambar 3.3 Kuadran Posisi SRG dan PL

Sumber : Pearce dan Robinson (1997)

Sedangkan untuk menjawab tujuan kedua, rumusan mekanisme

integrasi SRG dengan pasar lelang menggunakan kombinasi Push

Strategy (strategi dorong) dan Pull Strategy (Strategi Tarik). Strategi

dorong (Push Strategy) merupakan strategi yang dirumuskan berdasarkan

sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan strategi Tarik

(Push Strategy) merupakan strategi yang dirumuskan berdasarkan

sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk mempengaruhi

pasar baik pelanggan maupun masyarakat, sedangkan strategi dorong

(Pull Strategy) merupakan strategi yang dirumuskan berdasarkan

kebutuhan pasar yang kemudian menjadi panduan bagi organisasi untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

Dalam merumuskan push strategy, organisasi menemukan,

mengembangkan dan mengimplementasikan strateginya berdasarkan

sudut pandang organisasi. Dalam hal kebijakan publik, strategi dorong

Page 43: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

36

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

pada umumnya digunakan oleh pemerintah yang lebih dikenal dengan

top-down strategy. Kebijakan yang diciptakan merupakan inisiatif dari

pemerintah yang kemudian dikembangkan dan diusulkan kepada

masyarakat selaku pengguna kebijakan. Dalam rangka

mengimplementasikan kebijakan ini, pemerintah menggunakan seluruh

sumber daya yang ada dalam pemerintah.

Lain halnya dengan pull strategy, strategi ini dirumuskan

berdasarkan kebutuhan atau permintaan dari pasar (stakeholders dan

masyarakat). Dalam kaitannya dengan kebijakan public, kebijakan yang

dirumuskan didasarkan pada permintaan masyarakat selaku target dari

kebijakan. Artinya, masyarakat menstimulasi pemerintah untuk

menciptakan kebijakan tertentu.

Kedua strategi ini dapat berdiri sendiri atau dikombinasikan dalam

pengimplementasiannya. Terkait dengan penelitian yang dilakukan, push

strategy dan pull strategyakan dikombinasikan dalam rangka merumuskan

integrasi dari SRG dan PL. Push strategy melihat bagaimana pemerintah

mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya dalam rangka

mengintegrasikan SRG dan PL sedangkan Pull strategy melihat

bagaimana pelaku SRG dan PL memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dari

masyarakat sehingga integrasi SRG dan PL dapat berjalan dengan baik.

Tabel 3.2 Analisis dan Data

Tujuan Analisis Metode analisis Data Sumber

1 Reviu kondisi pelaksanaan SRG dan pasar lelang komoditi saat ini.

SWOT Primer : Hasil kuesioner terbuka dan wawancara

Hasil Kajian dan Narasumber

2 Merumuskan mekanisme pengintegrasian SRG dan pasar lelang komoditi forward.

Push and Pull Factors

Primer : Hasil kuesioner terbuka dan wawancara

Seluruh stakeholder SRG

Page 44: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

37

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Tujuan Analisis Metode analisis Data Sumber

3 Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi Pemerintah (Bappebti) dalam pengintegrasian SRG dengan pasar lelang komoditi.

Sinstesa [1] dan [2]

Page 45: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

38

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

BAB IV

ANALISIS INTEGRASI SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG

Pada bagian ini akan dibahas tentang implementasi sistem resi

gudang dan pasar lelang di Indonesia terutama di lokasi penelitian yaitu

provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bagian ini juga menganalisis faktor

internal dan eksternal yang dimiliki baik SRG maupun PL yang harus

diperhatikan pada saat melakukan integrasi. Pada akhir bagian ini akan

dibahas mengenai strategi yang dapat dilakukan agar implementasi SRG

dan pasar lelang dapat berjalan dengan baik, dengan menggunakan

analisis faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor)

4.1 Implementasi Sistem Resi Gudang

Resi gudang merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang

yang disimpan di gudang dan diterbitkan oleh pengelola gudang. Kegiatan

penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi resi

gudang ini terangkum dalam suatu sistem yang dikenal dengan sistem resi

gudang. Berdasarkan hal ini maka dalam implementasinya, penerbitan

resi gudang melibatkan berbagai pihak antara lain pemilik barang,

pengelola gudang, lembaga penjaminan, asuransi dan lembaga keuangan

baik bank maupun non bank.

Sejak diundangkan pada tahun 2006 dan pemerintah pusat secara

aktif mendirikan gudang-gudang SRG di tingkat kabupaten/kota, SRG

belum menunjukkan kinerja yang optimal. Kinerja yang optimal diukur dari

pemanfaatan SRG yang dilakukan oleh petani/produsen komoditas-

komoditas tertentu yang dapat diresigudangkan. Hal ini dapat dilihat dari

volume barang yang disimpan di dalam gudang SRG yang selalu di

bawah kapasitas maksimall gudang. Kondisi ini terus menerus berjalan

dari tahun 2009 hingga sekarang. Dari 117 gudang yang dibangun oleh

pemerintah pusat dan 92 diantaranya beroperasi, jumlah resi gudang (RG)

Page 46: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

39

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

yang terbit pada tahun 2015 (hingga Juni 2015) hanya 107 resi gudang

dengan nilai 2.747,6 ton. Data ini menunjukkan bahwa kapasitas barang

yang tersimpan di 92 gudang masih jauh dari jumlah yang dapat

ditampung oleh gudang itu sendiri. Apabila kapasitas masing-masing

gudang sebesar 1.500 ton maka jumlah barang yang tersimpan 138.000

ton pada kapasitas maksimal.

Volume ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2014, dimana

jumlah RG yang terbit sebanyak 624 RG dengan volume penyimpanan

22.456,626 ton. Tahun 2014 merupakan tahun tertinggi dari jumlah RG

yang diterbitkan selama 6 tahun terakhir (tabel 4.1). Meskipun demikian

jumlah ini masih di bawah kapasitas yang diharapkan. Untuk itu diperlukan

suatu upaya untuk meningkatkan pemanfaatan SRG oleh para petani.

Tabel 4.1 Data Perkembangan Resi Gudang Periode April 2010 –

Juni 2015

TahunJumlah RG

TerbitBerat (Kg) Nilai RG (Rp)

Pembiayaan (Rp)

2010 57 2,299,936 8,678,733,500 3,015,650,000 2011 268 8,715,619 39,305,723,603 26,080,530,950 2012 383 18,281,865 93,884,855,305 59,164,986,823 2013 531 20,698,229 108,536,226,106 66,566,956,000 2014 624 22,456,626 120,570,534,600 77,692,104,400

Juni 2015 107 2,747,616 23,337,239,200 11,190,480,760 Sumber: PT. KBI, 2015

Untuk menyusun suatu strategi, sebelumnya perlu diketahui terlebih

dahulu permasalahan yang terdapat dalam implementasi SRG. Pada

penelitian ini, permasalahan dalam implementasi SRG digali dengan

menggunakan wawancara mendalam terhadap dinas provinsi dan

pengelola gudang di lokasi penelitian yang akan dibahas pada subbab

selanjutnya.

Page 47: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

40

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

4.1.1 Implementasi SRG pada Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa

Barat

Gudang SRG pada Kabupaten Tasikmalaya dibangun oleh

Kementerian Perdagangan, dalam hal ini Bappebti, dengan menggunakan

dana APBN pada tahun 2012 dan diresmikan oleh Bappebti pada Bulan

April 2013, mulai beroperasi pada tahun 2014. Gudang SRG ini

diperuntukkan bagi penyimpanan komoditas gabah dan jagung.

Gudang SRG di Kabupaten Tasikmalaya dikelola oleh PT. Pos

Indonesiayang merupakan pilot project dari PT. Pos Indonesia sejak

ditandatanganinya MoU antara PT. Pos Indonesia dan Bappebti tentang

persetujuan pengelolaan gudang dan gudang SRG. PT. Pos Indonesia

ditunjuk sebagai pengelola gudang SRG karena selain memiliki sumber

daya manusia dan pengalaman yang handal di bidang logistik, PT.Pos

Indonesia memiliki jaringan yang luas dari perkotaan hingga pedesaan di

seluruh Indonesia. Pengelolaan gudang SRG pada PT. Pos Indonesia di

bawah unit kerja Change Management Office (CMO).

Day to day operation pengelolaan gudang SRG diserahkan kepada

Kepala gudang SRG yang ditugaskan dan ditempatkan oleh PT. Pos

Indonesia. Kepala gudang SRG bertanggung jawab kepada Kepala kantor

pos pemeriksa (Kprk). Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,

kepala gudang SRG Kabupaten Tasikmalaya dibantu oleh 2 orang tenaga

administrasi yang juga ditugaskan oleh PT. Pos Indonesia.

Pada awal operasionalnya di bulan Mei 2014, komoditas yang

disimpan dalam gudang SRG hanya gabah dengan kapasitas hanya 70

ton. Volume ini tentu kurang sekali mengingat kapasitas penyimpanan

komoditas di gudang SRG Kabupaten Tasikmalaya sebesar 1.500 ton.

Untuk meningkatkan minat para petani menyimpan di gudang SRG

Kabupaten Tasikmalaya, kepala gudang SRG dan disperindag Kabupaten

Tasikmalaya melakukan sosialisasi kepada kelompok-kelompok petani

secara intens. Sosialisasi kepada kelompok tani juga dilakukan dengan

melibatkan Balai Penyuluh Pertanian (BPP). Hal ini dilakukan untuk

Page 48: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

41

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

menarik kepercayaan dari para petani terhadap SRG, yang merupakan

sistem baru bagi mereka.

Setelah dilakukan sosialisasi yang intens terhadap para petani dan

melakukan pendekatan personal kepada ketua kelompok tani, pada tahun

2015, terdapat peningkatan volume penyimpanan yang signifikan. Volume

penyimpanan pada Bulan September 2015, komoditas gabah sebesar 310

ton dan jagung 309 ton. Ini merupakan kinerja yang sangat baik, dimana

dalam waktu 1 tahun, pengelola gudang telah mendapatkan kepercayaan

dari petani untuk menyimpan komoditasnya di gudang SRG dan volume

penyimpanan hampir 50% dari kapasitas maksimal gudang.

Pengelola gudang SRG Kabupaten Tasikmalaya membuktikan

bahwa sosialisasi dan intensitas pertemuan dengan para kelompok tani

yang dilakukan bukan hanya pengelola gudang SRG, tetapi juga

pemerintah daerah dan lembaga terkait dengan pertanian, mampu

meningkatkan kepercayaan dan pemahaman petani terhadap SRG.

Selain itu, pengelola berusaha memberikan respons yang cepat

dalam pemberian RG. Untuk itu, pengelola menjalin kerjasama dengan

bulog setempat Sebab RG dapat diterbitkan apabila persyaratan

mengenai uji mutu produk sudah dikeluarkan. Dalam hal ini, Bulog

berperan sebagai lembaga uji mutu produk gabah. Dalam jangka waktu 1

hari, kepala gudang sudah mengetahui hasil uji mutu secara informal. Hal

ini sangat membantu dalam percepatan penerbitan RG.

Dalam hal uji mutu, pengelola gudang SRG menghadapi kendala

uji mutu komoditas jagung yang memakan waktu hampir 2 minggu untuk

mendapatkan hasilnya. Berbeda dengan gabah, uji mutu jagung dilakukan

di Balai Pengujian Mutu Barang. Untuk itu diperlukan adanya jalinan

kerjasama dalam rangka mempercepat proses ini.

Dalam hal pencairan RG, pengelola bekerja sama dengan Bank

Jawa Barat (BJB) yang ditunjuk untuk memberikan pembiayaan SRG

berdasarkan Nota Kesepahaman Kerja Sama Pengembangan dan

Percepatan Implementasi SRG antara Bappebti dengan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)

Page 49: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

42

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Jawa Barat, dan PT Pos Indonesia (Persero), dalam rangka percepatan

pencairan RG. Apabila RG sudah diterbitkan oleh pengelola gudang,

maka RG dapat dibawa ke bank untuk dicairkan sesuai dengan ketentuan

yang ada.

Saat ini penilaian harga jual dari produk baik Gabah maupun

Jagung dilakukan dengan menggunakan referensi dari HPP Bulog. Harga

jual ini yang menjadi acuan pembiayaan resi gudang, dimana bank

memberikan pembiayaan SRG maksimal sebesar 70% dari harga jual

yang terdapat dalam RG. BJB cabang singaparna membantu percepatan

pencairan RG bagi para petani.

Rata-rata periode penyimpanan di gudang SRG Kabupaten

Tasikmalaya adalah tiga bulan. Pemilik mengambil barang apabila harga

pasar sudah sesuai dengan yang diharapkan, terkadang pengelola

gudang yang melakukan pemasaran dan memberikan info harga kepada

para pemilik barang.

Meskipun kinerja dari pengelola gudang Kabupaten Tasikmalaya

baik, namun, secara finansial, pengelolaan gudang SRG masih belum

dapat memberikan keuntungan bagi pengelola dalam hal ini adalah PT.

Pos Indonesia. Untuk dapat menutupi biaya operasional per tahun

sebesar Rp. 190 juta, maka kapasitas gudang terisi minimal 30% dari total

kapasitas gudang per 3 bulan atau 2.000 ton per tahun. Biaya operasional

ini tidak memperhitungkan biaya sewa yang dibebaskan oleh pemerintah

daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disarikan bahwa

keberhasilan dari implementasi SRG pada Kabupaten Tasikmalaya

melibatkan:

a. Peran aktif dari pemerintah daerah

Pemerintah daerah dalam hal ini disperindag (bidang perdagangan)

dan balai penyuluh pertanian bekerjasama memberikan sosialisasi

dan edukasi kepada petani melalui kelompok-kelompok tani yang ada

di sekitar Kabupaten Tasikmalaya Meskipun belum terdapat peraturan

bupati yang mengatur tentang Sistem Resi Gudang, tetapi melalui

Page 50: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

43

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Perbup Tasikmalaya No. 32 Tahun 2008 pasal 20 menegaskan tugas

bidang perdagangan adalah salah satunya adalah menyelenggarakan

pembinaan dan perdagangan berjangka komoditi, alternative

pembiayaan sistem resi gudang dan pasar lelang.

b. Peran aktif dari pengelola gudang

Kepala gudang tidak hanya pasif menunggu para petani menyimpan

hasil panennya di gudang SRG. Kepala gudang menyadari perlunya

pendekatan personal dan persuasif kepada kelompok tani dan ketua

kelompok tani.

Kepercayaan merupakan kunci penting keberhasilan implementasi

dari SRG. Kepercayaan yang dimaksud bukan hanya dari petani

tetapi juga dari lembaga-lembaga pendukung seperti balai uji mutu

dan perbankan. Oleh sebab itu, dibutuhkan integritas yang tinggi dari

pengelola gudang SRG.

Peran serta pengelola gudang tidak hanya dalam hal penyimpanan

barang saja tetapi juga dalam hal pemasaran barang yang disimpan

apabila diminta oleh pemilik barang. Pemberian informasi ini sangat

berguna bagi pemilik barang untuk mendapatkan harga yang sesuai

dengan yang diharapkan.

4.1.2 Implementasi SRG pada Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa

Barat

Gudang SRG yang terletak di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa

Barat dibangun pada tahun 2013 dan diresmikan oleh Bappebti pada

tahun 2014. Setelah melalui persiapan selama satu tahun, maka pada

tahun 2015, gudang SRG mulai beroperasi. Sama seperti gudang SRG di

kabupaten Tasikmalaya, pengelola gudang SRG di kabupaten Ciamis

adalah PT. Pos Indonesia.

Page 51: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

44

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Gudang SRG di Kabupaten Ciamis tidak memiliki tenaga

administrasi yang membantu kepala gudang. Kepala gudang dibantu oleh

beberapa tenaga honorer yang diberdayakan sesuai dengan kebutuhan.

Gudang SRG ini resmi beroperasi pada Bulan Agustus 2015. Sampai

dengan September 2015, barang yang tersimpan di gudang meliputi beras

sebanyak 1 ton dan gabah sebanyak 15 ton. Meskipun baru berjalan

selama 1 bulan, gudang SRG di kabupaten Ciamis telah terisi.

Hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah khususnya

dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten bidang perdagangan

yang telah memberikan fasilitas bagi para petani dan pengelola gudang

SRG dalam rangka percepatan implementasi SRG di Kabupaten Ciamis.

Fasilitas yang diberikan antara lain transportasi angkut barang dari sentra

produksi ke gudang, sosialisasi dan komunikasi dengan para kelompok

tani untuk menyisihkan hasil panen dan menyimpan di gudang SRG.

Adapun kendala yang dihadapi dalam implementasi SRG di

kabupaten Ciamis adalah terkait dengan pencairan RG oleh BJB. Kepala

BJB cabang Ciamis saat ini tidak memiliki kepercayaan terhadap RG yang

diterbitkan karena adanya trauma pada masa lalu dimana integritas

pengelola gudang SRG tidak terjaga sehingga menimbulkan kerugian bagi

beberapa pihak termasuk BJB.

Mengatasi hal ini, peran aktif Disperindag sebagai instansi Pembina

dibutuhkan untuk melakukan pendekatan kepada kepada cabang BJB dan

juga perwakilan BI di Kabupaten Ciamis. Apabila masalah ini tidak teratasi

maka RG yang diterbitkan oleh pengelola gudang SRG tidak memiliki nilai

tambah bagi pemilik barang. Untuk tetap menarik para petani menyimpan

barangnya di gudang SRG, pengelola gudang SRG memperkenankan

kelompok tani menggunakan alat pengering gabah yang terdapat di

gudang SRG secara cuma-cuma. Strategi ini dilakukan dengan harapan

sebagian gabah yang sudah dikeringkan akan disimpan dalam gudang

SRG.

Page 52: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

45

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

4.1.3 Implementasi SRG pada Kabupaten Demak Propinsi Jawa

Tengah

Gudang SRG di Demak terletak di Desa Mulyorejo dan Dempet

sudah mulai beroperasi sejak tahun 2009-2010 dengan pengelola PT

Pertani sebelum dilimpahkan kepada PT Bhanda Ghara Reksa (BGR)

pada tahun 2013 dengan kapasitas simpan mencapai 3000 ton. Secara

fisik, gudang SRG di Demak telah sesuai dengan SNI dan dilengkapi

dengan sarana pendukung seperti lantai jemur, kantor pengelola, dan

lahan parker yang memadai walaupun belum dilengkapi dengan rice

milling unit (RMU) untuk menunjang aktivitas penyimpanan.

Dalam pengelolaannya, gudang SRG dikepalai oleh seorang

kepala gudang dan dibantu oleh seorang tenaga administrasi yang

merupakan pegawai dari PT BGR serta dua orang tenaga keamanan yang

merupakan tenaga honorer. Adapun dalam perencanaannya, pengelolaan

gudang oleh PT BGR hanya bersifat sementara sebelum diserahkan

kepada koperasi kelompok tani. Sebagai salah satu tahapan persiapan

peralihan pengelolaan dari PT BGR kepada koperasi, PT BGR

diamanatkan oleh Bappebti untuk melakukan pendampingan kepada

petugas koperasi dalam hal pengelolaan gudang dan SRG secara

keseluruhan.

Terkait dengan fungsi tunda jual dan pembiayaan, gudang SRG di

Kabupaten Demak masih belum secara optimal dimanfaatkan oleh

kelompok tani dimana rata-rata volume penyimpanan hanya mencapai

sekitar 3% dari total kapasitasnya dengan jumlah resi yang diterbitkan

sebanyak 1 (satu) resi dan belum diagunkan kepada lembaga

pembiayaan. Beberapa kendala yang menyebabkan petani enggan

memanfaatkan SRG antara lain pembiayaan awal saat musim tanam

diperoleh dari tengkulak sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya

terhadap tengkulak. Selain itu lokasi gudang yang jauh menimbulkan

biaya transportasi yang cukup besar bagi petani

Page 53: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

46

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

4.1.4 Implementasi SRG pada Kabupaten Kudus

Gudang SRG di Kudus terletak di Desa Medini dan Klaling sudah

mulai beroperasi sejak tahun 2009 dengan pengelola PT Pertani sebelum

dilimpahkan kepada PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) pada tahun 2013

dengan kapasitas simpan mencapai 3000 ton. Secara fisik, gudang SRG

di Kudus telah sesuai dengan SNI dan dilengkapi dengan sarana

pendukung seperti lantai jemur, kantor pengelola, kamera pengawas (cctv)

dan lahan parkir yang memadai walaupun belum dilengkapi dengan rice

milling unit (RMU) untuk menunjang aktivitas penyimpanan.

Serupa dengan gudang SRG di Demak, gudang SRG di Kudus

dikepalai oleh seorang kepala gudang dan dibantu oleh seorang tenaga

administrasi yang merupakan pegawai dari PT BGR serta dua orang

tenaga keamanan yang merupakan tenaga honorer. Adapun dalam

perencanaannya, pengelolaan gudang oleh PT BGR hanya bersifat

sementara sebelum diserahkan kepada koperasi kelompok tani. Sebagai

salah satu tahapan persiapan peralihan pengelolaan dari PT BGR kepada

koperasi, PT BGR diamanatkan oleh Bappebti untuk melakukan

pendampingan kepada petugas koperasi dalam hal pengelolaan gudang

dan SRG secara keseluruhan.

Sementara terkait dengan fungsi tunda jual dan pembiayaan,

gudang SRG di Kabupaten Demak masih belum secara optimal

dimanfaatkan oleh kelompok tani dimana rata-rata volume penyimpanan

hanya mencapai sekitar 2% dari total kapasitasnya dengan jumlah resi

yang diterbitkan sebanyak 2 (satu) resi dan belum diagunkan kepada

lembaga pembiayaan. Beberapa kendala yang menyebabkan petani

enggan memanfaatkan SRG antara lain peran pedagang pengumpul

(tengkulak) pada awal panen yang juga menyediakan pinjaman tunai

kepada petani dengan imbal hasil yang dianggap masih relevan. Selain itu

lokasi gudang yang jauh menimbulkan biaya transportasi yang cukup

besar bagi petani

Page 54: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

47

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Pembiayaan untuk mengoptimalkan SRG saat ini masih terbatas.

Berdasarkan hasil temuan di lapang, terdapat koperasi yang mendapat

hibah dari Kementerian Koperasi dan UMKM yang digunakan untuk modal

awal pembelian gabah dari petani dan untuk biaya operasional gudang.

Peran Dinas Perdagangan di daerah sendiri adalah berkontribusi untuk

pembiayaan personel yang berfungsi untuk menjaga gudang

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat bahwa implementasi

SRG di daerah tidak dapat disamaratakan. Adanya komitmen dari

pemerintah daerah merupakan suatu keharusan agar SRG dapat

terimplementasi dengan baik. Selain itu pengelola gudang SRG dapat

berperan secara aktif dalam melakukan pendekatan kepada pihak-pihak

yang terkait seperti petani dan bank. Oleh sebab itu, pengelola gudang

SRG memiliki fungsi bukan hanya mengelola gudang SRG tetapi juga

sebagai tenaga pemasar gudang SRG.

4.2 Implementasi Pasar Lelang

Pasar lelang merupakan salah satu sarana perdagangan yang

dibangun oleh pemerintah pusat sejak tahun 2004. Pada awal

penyelenggaraannya, pasar lelang hanya dilakukan oleh Dinas

Perindustrian dan Perdagagan Provinsi. Pada tahun 2009 mulai terdapat

penyelenggara pasar lelang komoditas yang berasal dari pihak swasta.

Setelah melewati satu dekade, kinerja pasar lelang tidak

menunjukkan perkembangan yang baik, yang diukur dari transaksi pasar

lelang komoditas. Selama periode 2004 – 2014, transaksi pasar lelang

komoditas mengalami fluktuasi yang tidak stabil. Gambar 4.1

menunjukkan perkembangan transaksi pasar lelang komoditas.

Page 55: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

48

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Gambar 4.1 Transaksi Pasar Lelang Komoditas Tahun 2004 - 2014

Sumber: Bappebti, 2015

Pada tahun 2014, Bappebti telah melakukan revitalisasi 5 pasar

lelang, dengan harapan terjadi penguatan kelembagaan pasar lelang

dimana pasar lelang menjadi lebih mandiri dan fokus berkembang. Namun,

dari lima pasar lelang yang sudah terevitalisasi, hanya satu yang sudah

berjalan dan melakukan inovasi dalam penyelenggaraannya, yaitu pasar

lelang bali. Analisis ini hanya melakukan penelitian pada pasar lelang jawa

barat dan pasar lelang jawa tengah untuk mengetahui permasalahan

dalam penyelenggaraannya.

4.2.1 Implementasi Pasar Lelang Provinsi Jawa Barat

Pasar lelang Jawa Barat didirikan pada tahun 2002. Pada awal

pendirian, pasar lelang komoditi agro dikelola oleh Dinas Indag Agro

Pemprov Jawa Barat. Pada tahun 2009, pengelolaannya dialihkan ke

Dinas Indag bidang perdagangan dan pada tahun 2013 mengalami

revitalisasi. Pada saat revitalisasi, pengelolaan pasar lelang dialihkan dari

Page 56: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

49

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Dinas Indag ke Koperasi Pasar Lelang Jawa Barat yang diketuai oleh Prof.

Ronny S. Natawidjaja.

Komoditas yang diperjualbelikan di pasar lelang ini antara lain kopi,

teh, gabah, beras, jahe dan gula semut. Meskipun banyak komoditas yang

diperdagangkan, pengelola pasar lelang saat ini menfokuskan pada

komoditas kopi dan teh. Komoditas ini dipilih karena komoditas kopi dan

teh termasuk komoditas unggulan di Provinsi Jawa Barat.

Untuk menjadi peserta lelang, calon peserta lelang harus menjadi

anggota peserta lelang. Anggota peserta pasar lelang memiliki kewajiban

membayar iuran pokok sebesar Rp. 25.000 per bulan yang digunakan

sebagai kebutuhan modal operasional lelang. Pasar lelang Jawa barat

memiliki target transaksi Rp. 80 – 100 miliar per tahun atau Rp. 6 – 8

Miliar per bulan. Namun target ini tidak dapat tercapai karena sampai

dengan periode Agustus 2015, nilai transaksi lelang belum mencapai 10%

dari tahun 2014. Adapun lelang yang dilakukan pada Maret 2015 terjadi

transaksi sebesar Rp. 1,2 M untuk komoditas Beras dan Kopi. Sedangkan

untu lelang yang dilakukan pada bulan April 2015, tidak ada transaksi tang

terjadi.

Selain itu juga, penyelenggaraan pasar lelang belum dilengkapi

dengan lembaga kliring dan penjaminan sebagaimana dipersyaratkan

dalam SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.

650/MPP/KEP/10/2004. Tidak terdapatnya lembaga kliring ini

menyebabkan banyaknya transaksi yang batal setelah lelang. Apabila

penyelenggaraan pasar lelang telah dilengkapi dengan lembaga kliring

dan penjaminan maka risiko gagal serah dan gagal bayar dapat dihindari

sehingga dapat menambah kepercayaan para penjual dan pembeli.

Namun, hal ini juga yang menjadi hambatan bagi calon anggota

pasar lelang yang akan melakukan transaksi di pasar lelang. Adanya

lembaga kliring dan penjaminan – dalam hal ini PT. KBI – mengharuskan

setiap peserta yang akan melakukan order pada saat lelang menyetorkan

jaminan sebesar 10 persen dari total nilai transaksi. Menanggapi

keberatan ini, maka penyelenggara kemudian menetapkan jaminan tetap

Page 57: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

50

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

sebesar Rp. 5 juta bagi penjual dan pembeli. Koperasi pasar lelang

menggunakan BNI sebagai bank penjamin. Apabila tercapai kesepakatan

harga antara penjual dan pembeli maka penyelenggara melakukan

pencatatan kesepakatan dan menerima fee dari pembeli dan penjual

sebesar 1% dari nilai transaksi.

Dalam penyelenggaraan pasar lelang, koperasi pasar lelang Jawa

Barat menghadapi kendala sebagai berikut:

a. Minimnya biaya operasional yang dimiliki oleh koperasi

Sebagai lembaga yang baru menyelenggarakan pasar lelang, koperasi

pasar lelang memiliki dana yang terbatas untuk membiayai operasional

pasar lelang seperti melakukan sosialisasi dan melakukan pendekatan

kepada para penjual dan pembeli.

b. Belum terciptanya “trust” antara penjual, pembeli dan penyelenggara

pasar lelang

Adanya trauma terjadinya gagal serah dan gagal bayar setelah

dilakukan transaksi di pasar lelang membuat pasar lelang kehilangan

kepercayaan dari penjual dan pembeli. Risiko gagal serah dihadapi

oleh pembeli ketika barang yang diserahkan kualitasnya tidak sesuai

dengan contoh yang diberikan pada saat lelang. Sedangkan risiko

gagal bayar dihadapi oleh pembeli ketika pembeli melakukan

wanprestasi dan membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak.

c. Mindset penjual dan pembeli bahwa lelang bukan merupakan suatu

kebutuhan

Adanya minset dari penjual maupun pembeli bahwa lelang bukanlah

suatu kebutuhan karena baik penjual maupun pembeli telah memiliki

rantai distribusi yang sudah terbangun selama bertahun-tahun. Rantai

distribusi ini tidak dapat dipotong secara revolusioner, melainkan harus

melalui suatu proses sosialisasi yang mengedepankan manfaat pasar

lelang bagi para penjual dan pembeli.

d. Lokasi penyelenggaraan lelang yang berjauhan dengan sentra

porduksi.

Page 58: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

51

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Lokasi penyelenggaraan lelang terletak di ibukota provinsi Jawa Barat,

sedangkan sentra-sentra produksi terletak di kabupaten/kota yang

secara geografis berjauhan dengan lokasi penyelenggaraan lelang.

Hal ini menimbulkan kerugian baik bagi penyelenggara lelang maupun

peserta lelang. Peserta lelang akan menanggung biaya transportasi

dan akomodasi untuk datang ke tempat lelang, sedangkan

penyelenggara lelang juga menanggung biaya transportasi dan

akomodasi untuk melakukan sosialisasi di sentra-sentra produksi.

e. Keterikatan permodalan antara petani dengan tengkulak

Para petani/produsen belum sepenuhnya memahami pasar lelang,

karena sebagian besar atau bahkan seluruh hasil panennya dimiliki

oleh tengkulak yang telah memberikan pembiayaan pada masa awal

proses produksi. Untuk itu sulit sekali bagi pasar lelang mengajak para

petani menjadi peserta lelang dalam rangka mendapatkan harga yang

wajar dan transparan, karena keterikatan ikatan modal antara petani

dengan tengkulak yang kuat.

4.2.2 Implementasi Pasar Lelang Provinsi Jawa Tengah

Pasar Lelang Agro di Propinsi Jawa Tengah saat ini merupakan

salah satu pasar lelang yang pengelolaannya dilakukan oleh Koperasi

Pasar Lelang Agro Jawa Tengah sebagai bagian dari revitalisasi pasar

lelang (PL) yang menjadi program bappebti. Sepanjang tahun 2015, PL

Jawa Tengah telah melakukan lelang sebanyak 3 (tiga) kali dan diikuti

oleh sekitar 250 peserta lelang dengan sistem cluster yang terdiri dari

tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, buah dan sayur.

Sepanjang tahun 2015, penyelenggaraan PL di Jawa Tengah telah

membukukan nilai transaksi sekitar Rp 9 miliar dengan pelaksanaan PL di

Pati mencapai Rp 1,6 M, PL di Semarang mencapai Rp 5,7 M, dan PL di

Karanganyar mencapai Rp 1,4 M. Nilai tersebut masih jauh dari target

yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 80 M selama tahun 2015. Beberapa hal

yang masih menjadi kendala pelaksanaan PL di Jawa Tengah antara lain

Page 59: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

52

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

karena minimnya biaya operasional yang dimiliki oleh koperasi, rendahnya

kepercayaan antara penjual dengan pembeli, lokasi pasar lelang yang

relatif jauh dari sentra produksi, serta rendahnya motivasi pembeli untuk

melakukan pembelian di PL.

Selain itu, masih belum tersedianya lembaga kliring dan

penjaminan sebagaimana dipersyaratkan dalam SK Menteri Perindustrian

dan Perdagangan RI No. 650/MPP/KEP/10/2004 juga merupakan hal

mendasar yang harus dibenahi. Tidak terdapatnya lembaga kliring ini

menyebabkan banyaknya transaksi yang batal setelah lelang. Apabila

penyelenggaraan pasar lelang telah dilengkapi dengan lembaga kliring

dan penjaminan maka risiko gagal serah dan gagal bayar dapat dihindari

sehingga dapat menambah kepercayaan para penjual dan pembeli.

Sejauh ini, pengelola PL memainkan peran aktif dalam memberikan

penjaminan agar tidak terjadi gagal serah dan gagal bayar setelah

pelaksanaan lelang.

4.3 Integrasi Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang

Berdasarkan uraian pada bagian 4.1. tentang implementasi sistem

resi gudang dan bagian 4.2 tentang implementasi pasar lelang, maka

dapat dilihat bahwa setiap penyelenggara baik SRG maupun pasar lelang

berusaha untuk meningkatkan kinerja lembaganya. Peningkatan kinerja

dari SRG dan pasar lelang akan membawa dampak positif bukan saja

bagi sistem perdagangan nasional tetapi juga para stakeholders (petani,

pedagang, pengolah, dan masyarakat).

SRG dan PL dapat melengkapi satu dengan yang lainnya dimana

SRG yang berada di hulu memberikan alternatif pembiaya kepada para

petani dan produsen. Sedangkan PL yang berada di hilir memberikan

peluang bagi para petani dan produsen untuk melakukan pemasaran dan

mendapatkan harga yang wajar, transparan dan berkeadilan.

Terealisasinya integrasi SRG dan PL diharapkan dapat menjamin

Page 60: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

53

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

ketersediaan stok komoditas dan menstabilkan harga sehingga inflasi

menjadi lebih terkendali.

Meskipun integrasi SRG dan PL memberikan dampak positif,

namun jika model bisnisnya tidak dikembangkan dengan baik akan

menjadi boomerang bagi implementasi keduanya. Sebelum melakukan

integrasi, terlebih dahulu dilakukan analisis faktor internal dan faktor

eksternal dari SRG dan PL yang dapat mendorong atau menghambat

implementasi integrasi.

4.3.1 Analisis Faktor Internal dan Eksternal SRG

Berdasarkan hasil studi literatur dan pengamatan di lapangan,

maka terdapat beberapa faktor internal dan eksternal dari SRG yang

dapat mendorong dan menghambat implementasi integrasi SRG. Untuk

faktor internal (IFAS) SRG adalah jumlah gudang SRG yang dapat

dimanfaatkan, lokasi gudang SRG, kapasitas gudang SRG, ketersediaan

SDM pengelola SRG, sarana gudang SRG, keberadaan lembaga

pengawas, lembaga penilai kesesuaian, pusat registrasi, pembiayaan,

pemanfaatan teknologi informasi, dan pengelolaan SRG yang mendukung

konsep rantai pasok. Sementara faktor eksternal (EFAS) SRG terdiri dari

minat petani dalam memanfaatkan SRG, peningkatan impor komoditas

yang dapat mengurangi minta petani menanam, upaya peningkatan

produksi unggulan daerah, arah kebijakan swasembada pangan, situasi

pasar global yang menyebabkan harga komoditas fluktuatif, peran

pedagang perantara dalam tataniaga komoditas, hubungan kelembagaan

pusat-daerah, kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung

pengembangan SRG, upaya pembentukan pasar komoditas yang efisien,

kepastian hukum, peningkatan konsumsi per kapita, dan isu perubahan

iklim yang berdampak pada produksi komoditas di dalam negeri.

Berdasarkan daftar IFAS dan EFAS yang telah diidentifikasi,

penentuan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman

diperoleh dengan mempertimbangkan masukan dari responden inti yang

Page 61: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

54

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

merupakan perwakilan dari kelembagaan SRG seperti pengelola gudang,

lembaga penilai kesesuaian, lembaga pembiayaan, dan pemerintah baik

pusat maupun daerah. Adapun penentuan bobot pada kekuatan-

kelemahan dan ancaman-peluang didasarkan pada persepsi responden

dalam mementukan tingkat kepentingan (urgensi) variabel yang diamati.

Seperti yang diulas sebelumnya bahwa pengelolaan gudang SRG

saat ini terdiri dari beberapa lembaga diantaranya oleh BUMN (PT BGR,

PT Pertani, PT Pos Indonesia) dan koperasi. Hasil analisis menunjukkan

bahwa faktor yang dianggap sebagai kekuatan adalah sarana gudang

SRG yang memadai, keberadaan badan pengawas yang kredibel,

keberadan lembaga penilai kesesuaian yang efektif, keberadaan lembaga

pembiayaan yang dapat dipercaya, dan keberadaan pusat registrasi yang

kredibel. Sementara beberapa aspek yang masih dianggap sebagai

kelemahan antara lain kapasitas gudang SRG yang belum proporsional,

jumlah gudang yang dapat dimanfaatkan SRG di daerah masih sedikit,

lokasi gudang SRG yang relatif tidak strategis, ketersediaan jumlah SDM

pengelola gudang yang belum berkualitas, sistem informasi oleh

stakeholder SRG yang belum terintegrasi, dan pengelolaan SRG yang

tidak mendukung konsep rantai pasok.

Page 62: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

55

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Tabel 4.2 Faktor Kekuatan dan Kelemahan Pengelola SRG

KEKUATAN (STRENGHT)

No Variabel Skor Bobot Total

1 Sarana gudang SRG memadai 2,5 0,087179 0,2179492 Keberadaan badan pengawas yang kredibel 3,0 0,092308 0,2769233 Keberadaan lembaga penilai kesesuaian yang efektif 3,0 0,092308 0,2769234 Keberadaan lembaga pembiayaan yang dapat dipercaya 3,0 0,092308 0,2769235 Keberadaan pusat registrasi yang kredibel 3,0 0,092308 0,276923

Total 0,45641 1,325641

KELEMAHAN (WEAKNESS)

No Variabel Skor Bobot Total

1 Kapasitas gudang SRG sudah proporsional 2,5 0,092308 0,2307692 Ketersediaan jumlah SDM pengelola gudang yang berkualitas 3,0 0,087179 0,2615383 Jumlah gudang SRG yang dapat dimanfaatkan di daerah 3,5 0,092308 0,3230774 Sistem informasi yang terintegrasi antar kelembagaan SRG 3,0 0,087179 0,2615385 Letak gudang SRG di daerah cukup strategis 4,0 0,092308 0,3692316 Pengelolaan SRG sudah mendukung konsep rantai pasok 2,5 0,092308 0,230769

Total 0,54359 1,676923Selisih S-W -0,35128

Keterangan: Untuk Kekuatan, nilai skor (persepsi) 1=sangat negatif; 4=sangat positif.

Sementara untuk Kelemahan, nilai skor (persepsi) 1=sangat positif; 4=sangat negatif

Sedangkan beberapa faktor yang dianggap sebagai peluang

adalah minat petani yang semakin besar memanfaatkan SRG, upaya

peningkatan produksi komoditas unggulan di daerah, arah kebijakan

swasembada pangan yang efektif, hubungan kelembagaan pusat-daerah

yang relatif baik, kebijakan pemerintah daerah yang mendukung SRG,

peningkatan konsumsi masyarakat, situasi pasar global yang berdampak

pada fluktuasi harga komoditas dalam negeri, serta adanya arah kebijakan

penciptaan pasar komoditas yang efisien. Namun beberapa hal yang perlu

diperhatikan sebagai ancaman adalah peningkatan impor komoditas

pertanian yang dapat menurunkan minat menanam, peran pedagang

perantara yang semakin besar, kepastian hukum yang masih lemah, dan

perubahan iklim yang berdampak pada penurunan produksi komoditas di

dalam negeri.

Page 63: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

56

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Tabel 4.3 Faktor Peluang dan Ancaman Pengelola SRG

PELUANG (OPPORTUNITY)

No Variabel Skor Bobot Total

1 Minat petani yang semakin besar dalam memanfaatkan SRG 2,5 0,090909091 0,2272727272 Upaya peningkatan produksi komoditas unggulan di daerah 2,8 0,085858586 0,2432659933 Arah kebijakan swasembada pangan yang efektif 3,0 0,080808081 0,2424242424 Hubungan kelembagaan pusat dan daerah relatif baik 2,7 0,085858586 0,2289562295 Kebijakan pemerintah daerah yang mendukung pelaksanaan SRG 3,0 0,080808081 0,2424242426 Peningkatan konsumsi per kapita masyarakat atas komoditas pertanian 2,8 0,075757576 0,2146464657 Arah kebijakan penciptaan pasar komoditas yang efisien 3,0 0,080808081 0,242424242

8Situasi pasar global yang berdampak efektif pada fluktuasi harga komoditas dalam negeri

2,2 0,085858586 0,186026936

Total 0,666666667 1,827441077

ANCAMAN (THREAT)

No Variabel Skor Bobot Total

1Peningkatan impor komoditas pertanian yang menurunkan minat menanam petani 3,3 0,080808081 0,269360269

2 Peran pedagang perantara dalam tataniaga komoditas semakin besar 3,0 0,085858586 0,2575757583 Kepastian hukum yang terjamin 2,7 0,085858586 0,228956229

4Perubahan iklim yang berdampak pada penurunan produksi komoditas dalam negeri 4,0 0,080808081 0,323232323Total 0,333333333 1,079124579

Selisih O-T 0,748316498

Keterangan: nilai skor 1=sangat tidak setuju; 4=sangat setuju.

Berdasarkan hasil perhitungan selisih nilai kekuatan-kelemahan

dan peluang-ancaman di atas, dapat dipetakan posisi pengelolaan

gudang SRG yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 di bawah ini. Hasil

pemetaan di atas menunjukkan bahwa pengelola gudang SRG berada

pada kuadran III (weakness-opportunity dominant). Dengan demikian,

pengelola gudang SRG harus mengambil perubahan strategi agar

efektivitas yang diharapkan dapat tercapai.

Page 64: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

57

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

-0.5 -0.3 -0.1 0.1 0.3 0.5StrenghtWeakness

Opportunity

Threat

Gambar 4.2 Kuadran Posisi gudang SRG di Indonesia

4.3.2 Analisis Faktor Internal dan Eksternal PL

Selain SRG, penelitian ini juga melakukan analisis faktor internal

dan eksternal dari PL yang dapat mendorong dan menghambat integrasi

SRG dan PL. Untuk faktor internal (IFAS) adalah dukungan kebijakan

pasar lelang, program revitalisasi pasar lelang, jejaring penyelenggara

dalam mencari pembeli dan penjual, lokasi pelaksanaan pasar lelang dari

sentra produksi, pemenuhan skala ekonomis oleh produsen, sistem

informasi yang terintegrasi, keterkaitan pelaksanaan pasar lelang dengan

APBN/D, dan pemenuhan standard mutu produk oleh peserta lelang.

Sementara faktor eksternal (EFAS) terdiri dari arah kebijakan sistem

logistik yang mendukung perdagangan komoditas, kebijakan peningkatan

daya saing komoditas, minat petani dalam memperoleh harga yang

transparan, peran pedagang perantara, situasi pasar global yang

berdampak pada fluktuasi harga komoditas di dalam negeri, perubahan

iklim yang berdampak pada produksi komoditas di dalam negeri,

peningkatan impor komoditas pertanian yang berdampak pada penurunan

Page 65: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

58

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

minat menanam, kebijakan daerah yang mendukung integrasi SRG, dan

upaya penciptaan pasar komoditas yang efisien.

Berdasarkan daftar IFAS dan EFAS yang telah diidentifikasi,

penentuan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman

diperoleh dengan mempertimbangkan masukan dari responden inti yang

merupakan perwakilan dari kelembagaan SRG dan PL seperti pengelola

gudang, lembaga penilai kesesuaian, lembaga pembiayaan, dan

pemerintah baik pusat maupun daerah. Adapun penentuan bobot pada

kekuatan-kelemahan dan ancaman-peluang didasarkan pada persepsi

responden dalam mementukan tingkat kepentingan (urgensi) variabel

yang diamati. Analisis lebih difokuskan pada aspek/faktor yang dihadapi

penyelenggara PL yang sudah mengarah pada strategi integrasi SRG

dengan PL.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang merupakan

kekuatan adalah adanya dukungan kebijakan pasar lelang, arah program

revitalisasi pasar lelang yang sesuai, dan kemampuan jejaring

penyelenggara dalam mencari pembeli dan penjual. Sementara beberapa

aspek yang masih dianggap sebagai kelemahan antara lain lokasi

pelaksanaan pasar lelang dari sentra produksi yang relatif tidak strategis,

pemenuhan skala ekonomis oleh produsen relatif sulit, sistem informasi

yang belum terintegrasi, keterkaitan pelaksanaan pasar lelang dengan

APBN/D yang masih tinggi, dan pemenuhan standard mutu produk.

Page 66: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

59

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Tabel 4.4 Faktor Kekuatan dan Kelemahan Penyelenggara Pasar

Lelang

KEKUATAN (STRENGHT)

No Variabel Skor Bobot Total

1 Arah program revitalisasi pasar lelang 3,0 0,115 0,346153846

2Jejaring penyelenggara pasar lelang dalam mencari penjual dan pembeli cukup baik

3,0 0,115 0,346153846

3 Dukungan kebijakan terkait pasar lelang 4,0 0,109 0,435897436Total 0,340 1,128205128

KELEMAHAN (WEAKNESS)

No Variabel Skor Bobot Total

1 Keberadaan lembaga penjamin transaksi pasar lelang 3,0 0,109 0,3269230772 Lokasi pasar lelang terhadap sentra produksi 3,0 0,115 0,3461538463 Pemenuhan skala ekonomis pasar lelang oleh produsen (petani) 2,5 0,109 0,2724358974 Sistem informasi yang terintegrasi 2,0 0,115 0,2307692315 Keterkaitan pelaksanaan pasar lelang dengan APBN/APBD 3,0 0,109 0,3269230776 Pemenuhan standar mutu produk oleh peserta lelang 2,5 0,1026 0,256410256

Total 0,558 1,503205128Selisih S-W -0,375

Keterangan: Untuk Kekuatan, nilai skor (persepsi) 1=sangat negatif; 4=sangat positif.

Sementara untuk Kelemahan, nilai skor (persepsi) 1=sangat positif; 4=sangat negatif

Sedangkan beberapa faktor yang dianggap sebagai peluang

adalah arah kebijakan sistem logistik yang mendukung perdagangan

komoditas di dalam negeri, kebijakan peningkatan daya saing komoditas,

minat petani dalam memperoleh harga yang transparan, kebijakan daerah

yang mendukung integrasi SRG, situasi pasar global yang berdampak

pada fluktuasi harga di dalam negeri, dan upaya penciptaan pasar

komoditas yang efisien. Namun beberapa hal yang perlu diperhatikan

sebagai ancaman adalah peran pedagang perantara, perubahan iklim

yang berdampak pada produksi, dan peningkatan impor komoditas

pertanian yang menurunkan minat menanam.

Page 67: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

60

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Tabel 4.5 Faktor Peluang dan Ancaman Penyelenggara Pasar Lelang

PELUANG (OPPORTUNITY)

No Variabel Skor Bobot Total

1Arah kebijakan Sislognas yang mendukung perdagangan komoditas dalam negeri

2,0 0,10738255 0,214765101

2 Arah kebijakan peningkatan daya saing komoditas 3,0 0,10738255 0,3221476513 Minat petani untuk mendapatkan harga yang transparan 3,0 0,11409396 0,3422818794 Kebijakan pemerintah daerah yang mendukung integrasi SRG 3,0 0,10738255 0,3221476515 Arah kebijakan penciptaan pasar komoditas yang efisien 3,0 0,10738255 0,322147651

6Situasi pasar global yang berdampak efektif pada fluktuasi harga komoditas dalam negeri

3,0 0,11409396 0,342281879

Total 0,65771812 1,865771812

ANCAMAN (THREAT)

No Variabel Skor Bobot Total

1 Peran pedagang perantara 3,0 0,11409396 0,342281879

2Perubahan iklim yang berdampak pada penurunan produksi komoditas dalam negeri

3,0 0,11409396 0,342281879

3Peningkatan impor komoditas pertanian yang menurunkan minat menanam petani

4,0 0,11409396 0,456375839

Total 0,34228188 1,140939597Selisih O-T 0,724832215

Keterangan: Keterangan: nilai skor 1=sangat tidak setuju; 4=sangat setuju.

Berdasarkan hasil perhitungan selisih nilai kekuatan-kelemahan

dan peluang-ancaman di atas, dapat dipetakan posisi pengelolaan PL di

Jawa Barat dan Jawa Tengah ditunjukkan pada Gambar 4.3 di bawah ini.

Serupa dengan pengelola gudang SRG, pengelola PL juga harus

mengambil perubahan strategi agar efektivitas dalam rangka integrasi PL

dengan SRG dapat terlaksana.

Page 68: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

61

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

-0.8-0.7-0.6-0.5-0.4-0.3-0.2-0.1

00.10.20.30.40.50.60.70.8

-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4StrenghtWeakness

Opportunity

Threat

Gambar 4.3 Kuadran Posisi Pengelola PL di Jawa Barat dan Jawa

Timur

Page 69: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

62

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

BAB V

RUMUSAN MEKANISME INTEGRASI SISTEM RESI GUDANG DAN

PASAR LELANG KOMODITI AGRO

5.1 Strategi (Existing) Pengembangan SRG dan PL

Pada bagian ini membahas strategi yang dapat dirumuskan dalam

rangka mencapai sinergitas integrasi SRG dan PL. Strategi yang

dirumuskan berdasarkan hasil dari SWOT SRG maupun PL yang

menunjukkan posisi SRG dan PL saat ini berada pada kuadran III.

Kuadran III menunjukkan bahwa baik SRG dan PL memiliki peluang yang

besar namun masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan yang menjadi

penghambat implementasi SRG dan PL di Indonesia. Untuk itu, baik SRG

maupun PL perlu merumuskan ulang strategi agar optimalisasi

pemanfaatan SRG dan PL dapat tercapai.

Salah satu strategi yang dirumuskan oleh Bappebti selaku instansi

pengawas dari SRG dan PL adalah dengan mengintegrasikan SRG dan

PL. Integrasi SRG dan PL ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan

dua strategi yaitu strategi dorong (Push Strategy) dan strategi tarik (Pull

Strategy). Adapun strategi yang dilakukan saat ini oleh Bappebti maupun

pengelola gudang SRG dan penyelenggara PL adalah strategi dorong

(Push Strategy). Push strategy yang dilakukan oleh Bappebti sejak tahun

2006 hingga saat ini antara lain:

a. Penciptaan SRG dan PL sebagai salah satu alternatif untuk

melindungi para petani dan membentuk transparasi harga dan

efisiensi sistem perdagangan dengan memotong rantai pasok.

b. Penyusunan peraturan yang terkait dengan implementasi SRG dan

PL. Untuk SRG dimulai dari undang-undang hingga SK Kepala

Bappebti dan peraturan daerah. Sedangkan untuk PL, kebijakan yang

dikeluarkan mulai dari SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan

hingga SK Kepala Bappebti.

Page 70: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

63

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

c. Pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang SRG dan PL.

Untuk SRG, pemerintah pusat melalui Bappebti membangun gudang

SRG dari tahun 2009 – 2015 yang berjumlah 117 gudang. Selain itu

juga gudang dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti rice milling

unit (RMU), listrik, palet, timbangan dan bahkan di beberapa gudang

sudah dilengkapi dengan CCTV.

d. Pembentukan kelembagaan dan menjalin kerja sama antar

kelembagaan sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan.

Untuk SRG, kelembagaan yang dibentuk terdiri atas lembaga kliring

dan penjaminan, pusat registrasi, lembaga pembiayaan, lembaga

penilai kesesuaian, pengelola gudang SRG. Sedangkan untuk PL,

kelembagaan yang dibentuk adalah penyelenggara PL.

e. Sosialisasi kepada para petani dan kelompok tani tentang manfaat

dan fungsi SRG. Terkait PL, sosialisasi dan simulasi kepada para

penjual dan pembeli komoditias tentang manfaat dan fungsi PL

terhadap pembentukan harga.

f. Pemberian dana bantuan dari APBN dan APBD agar implementasi

dapat berjalan dengan baik

g. Memberikan pelatihan kepada pihak-pihak yang terkait dengan SRG

dan PL misalnya calon pengelola gudang SRG dan calon

penyelenggara PL.

h. Pembuatan media komunikasi melalui pamflet dan brosur untuk

memperkenalkan SRG dan PL kepada masyarakat.

Strategi ini memberikan hasil yang diharapkan dalam hal

pembentukan rantai-rantai dalam implementasi SRG dan PL, namun

strategi ini belum secara optimal mempengaruhi dari target pasar SRG

dan PL. Target pasar SRG adalah para petani dan kelompok tani yang

memiliki komoditas yang dapat diresigudangkan dan target PL adalah

para penjual dan pembeli komoditas agro.

Untuk itu, dalam upaya integrasi hulu ke hilir, maka strategi yang

dapat dikembangkan adalah dengan mengkombinasikan kedua strategi

Page 71: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

64

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

tersebut yaitu strategi push dan strategi pull. Dengan kombinasi ini

diharapkan pelaksanaan integrasi dapat cepat terimplementasi.

5.2 Push Strategy Integrasi SRG dan PL

Terkait dengan posisi SRG dan PL yang saat ini berada pada

kuadran III, maka push strategy yang dirumuskan berfokus pada upaya

meminimalisir kelemahan yang ada dengan melihat peluang yang tersedia.

Untuk itu, push strategy yang dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Pemerintah pusat dalam hal ini Bappebti menerbitkan kebijakan

mengenai integrasi SRG dan PL yang mengatur mengenai

kelembagaan, mekanisme transaksi, hak dan kewajiban dari SRG dan

PL serta sanksi apabila terdapat wanprestasi dari salah satunya.

Peraturan ini disusun untuk memberikan kejelasan baik untuk SRG

maupun PL dalam menjalankan fungsinya di integrasi tersebut. Jika

hal ini tidak dilakukan, maka pada saat implementasinya akan

menimbulkan ambigu baik untuk SRG maupun PL yang pada akhirnya

integrasi ini tidak dapat terlaksana.

b. Mekanisme transaksi antara lain mengatur tentang:

1) Sistem terintegrasi antara SRG dan PLK baik secara online

maupun offline

2) Tempat pelaksanaan lelang

3) Komoditas yang dilelang

4) Biaya yang harus dikeluarkan untuk transaksi baik di SRG

maupun PL.

5) Initial margin untuk menjamin apabila terjadi gagal serah dan

gagal bayar.

6) Tepat penyerahan dimana gudang SRG dapat sebagai gudang

serah komoditas

c. Mengintegrasikan kelembagaan SRG dan PL sehingga biaya

operasional yang ditimbulkan dapat lebih efisien.

Page 72: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

65

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

d. Menfasilitasi pembuatan nota kerjasama antara SRG dengan PL di

seluruh Indonesia dalam rangka integrasi SRG dan PL.

e. Membangun sistem informasi yang terintegrasi antar SRG dan PL

sehingga baik SRG maupun PL dapat memanfaatkannya untuk

menunjang optimalisasi dari kelembagaannya.

f. Mengoptimalkan program moratorium pembangunan gudang SRG

dengan dukungan bantuan sarana penunjang pengelolaan SRG. Hal

ini diharapkan dapat mendukung peran strategis SRG.

g. Bappebti bekerjasama dengan kementerian koperasi dan UMKM

memberikan modal kepada penyelenggara PL (yang memiliki badan

hukum koperasi) yang digunakan sebagai biaya operasional awal

penyelenggaraan pasar lelang dalam rangka integrasi. Dalam hal ini,

PL diharapkan dapat bertindak sebagai leading institution yang secara

mandiri mengkoordinasikan integrasi.

h. Melakukan sosialiasi bukan hanya melalui pamflet dan berita tetapi

juga media komunikasi lainnya seperti reklame outdoor di sentra

produksi, iklan di media massa dan lainnya untuk lebih

menginternalisasikan SRG dan PL kepada masyarakat luas.

Adapun visualisasi dari push strategy di atas dapat dilihat pada

gambar 5.1.

Page 73: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

66

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Gambar 5.1 Push Strategy

5.3 Pull Strategy Integrasi SRG dan PL

Untuk meningkatkan transaksi pada baik SRG maupun PL melalui

integrasi, digunakan juga pull strategy yang melihat dari kebutuhan target

pasar dari SRG maupun PL. Sensitifitas terhadap kebutuhan dan

permintaan dari target pasar menentukan keberhasilan implementasi dari

SRG dan PL. Berikut pull strategy yang dapat dilakukan dalam rangka

integrasi SRG dan PL:

a. Pengelola gudang SRG aktif mengidentifikasi kebutuhan petani seperti

adanya kebutuhan permodalan untuk sarana produksi pertanian pada

masa tanam, khususnya dalam mengantisipasi pada saat musim

panen tahap awal. Dalam hal ini, pengelola SRG harus

mengembangkan kapasitas dalam menunjang sistem rantai pasok

dengan memanfaatkan program pemerintah terkait dukungan sarana

seperti transportasi.

BAPPEBTI KUKM & KOPERASI

Pengelola Gudang SRG

Penyelenggara PL

Sistem Informasi

Data Komoditas di Gudang

Jadwal Lelang dan Data Komoditas yang

Dilelang

Data Harga

Data Jumlah Transaksi

Kebijakan

Kelembagaan

Mekanisme Transaksi

Hak dan Kewajiban SRG dan PL

Sanksi

Lembaga Kliring

Pencatatan Transaksi

Penjaminan Transaksi

Perbankan

Bank Penjamin

Pembiayaan

Sosialisasi dan Edukasi Integrasi SRG dan PL

Iklan Media Cetak

Iklan Media Elektronik

Iklan Outdoor

Page 74: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

67

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

b. Pengelola gudang SRG aktif mencarikan sumber pembiayaan untuk

membiayai kebutuhan sarana produksi pertanian dengan perjanjian

sebagian hasil panen akan disimpan di gudang SRG. Hal ini

dimaksudkan untuk memutus ikatan permodalan antara petani dengan

tengkulak.

c. Pengelola gudang SRG aktif menginformasikan kepada PL terdekat

dalam rangka melakukan bantuan pemasaran bagi para petani yang

menyimpan di gudang.

d. Pengelola gudang SRG aktif mencari para petani yang membutuhkan

pemasaran sesuai dengan komoditas yang diminta oleh pasar lelang

dan memastikan bahwa mutunya telah sesuai.

e. Penyelenggara PL aktif mengidentifikasi kebutuhan buyer komoditas

yang dapat diresigudangkan.

f. Penyelenggara PL aktif menginformasikan komoditas yang dibutuhkan

oleh buyer kepada pengelola gudang SRG dengan harapan pengelola

gudang SRG dapat menginformaskannya kepada para petani. Dalam

hal ini, butir e dan f dapat mengantisipasi pemenuhan skala ekonomis

oleh produsen.

g. Pengelola SRG dan penyelenggara PL secara aktif dan persuasif

melakukan pemasaran kepada petani dan PL melalui media sosial

interaktif yang tersedia.

Visualisasi dari pullstrategy dapat dilihat pada gambar 5.2.

Page 75: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

68

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Gambar 5.2 Pull Strategy

5.4 Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Offline

Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Offline dalam

rangka meningkatkan transaksi pada baik SRG maupun PL melalui

integrasi Integrasi hulu – hilir SRG dengan PLK harus didukung dengan

pembenahan internal SRG dan PLK. Dalam hal ini, beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan antara lain sebagai berikut:

a. Pembenahan SRG: optimalisasi kapasitas gudang, pembinaan SDM

gudang, pengembangan sistem informasi yang terintegrasi, dan

pengelolaan gudang yang mendukung konsep rantai pasok (pengelola

SRG berperan sebagai penyedia sarana produksi pertanian dan

transportasi).

b. Pembenahan PLK: keberadaan lembaga penjamin transaksi,

penyesuaian lokasi pelaksanaan lelang, pemenuhan skala ekonomis

produk yang dijual (volume yang relatif besar), penekanan pada

komoditas unggulan daerah, pengurangan ketergantungan PLK

terhadap anggaran Pemerintah (APBN/D), serta pengembangan

sistem informasi yang terintegrasi.

Dalam skema integrasi, PLK perlu diposisikan sebagai coordinating

unit dalam mengelola produk di gudang SRG yang dapat diikutsertakan

dalam pelaksanaan lelang. Beberapa hal yang mendukung antara lain:

Petani dan Kelompok Tani

Pengelola Gudang SRG

Penyelenggara PL

Buyer

Pembiayaan

Bank dan Non Bank

Komunikasi Intensif

Media Sosial

Person to Person

Penambahan Komoditi

Page 76: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

69

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

arah program revitalisasi pasar lelang yang sudah tepat, jejaring

penyelenggara PLK dalam menyediakan informasi sumber pasokan

(penjual) dan target pasar (pembeli), serta adanya kebijakan pemerintah

daerah dalam mendukung integrasi SRG dengan PLK.

Penentuan penyelenggara PLK sebagai coordinating unit dapat

dilakukan melalui pemberian izin penyelenggara PLK untuk mengelola

beberapa unit gudang SRG dan/atau penetapan secara formal dalam

bentuk Surat Keputusan (SK).

5.5 Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Online

Model ini dilakukan dengan mengintegrasikan setiap PLK yang

sudah direvitalisasi ke dalam sebuah jaringan bersama, dengan

karakteristik sebagai berikut:

a. Jaringan informasi SRG dengan PLK berlaku hanya pada wilayah

penyelenggara PLK. Sebagai ilustrasi, komoditas di gudang SRG

Tasikmalaya hanya dapat ditransaksikan di PLK Jawa Barat.

b. Terdapat jaringan informasi penyelenggaraan lelang antar PLK, yaitu

pembeli yang sudah terdaftar di salah satu PLK dapat mengikuti lelang

di setiap PLK yang sudah terintegrasi. Sebagai ilustrasi, pembeli yang

terdaftar di PLK Jawa Timur dapat mengikuti lelang di PLK Jawa

Barat.

Pada tahap awal, pelaksanaan integrasi SRG dan PLK dilakukan di

wilayah penyelenggara PLK yang telah direvitalisasi, yaitu Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Makassar dengan pusat integrasi

sistem informasi teknologi berada di Pusat Registrasi (lembaga kliring).

Page 77: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

70

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang terdapat pada Bab IV, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

a. Implementasi SRG dan PL belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan

karena belum terbukanyanya mindset petani dan pelaku usaha terkait

dengan sisi positif pemanfaatan SRG dan PL dalam rangka

mendapatkan harga yang wajar, transparan dan berkeadilan.

b. Integrasi SRG dan PL memerlukan mekanisme yang jelas terkait

dengan kelembagaan, keamanan dan professionalitas dari para pihak

yang terlibat di dalamnya. Mekanisme ini perlu diatur dalam aturan

tersendiri sehingga tidak menimbulkan ambigu dalam

pelaksanaannya.

6.2 Rekomendasi

Dalam rangka mencapai sinergitas yang optimal pada saat

mengintegrasikan SRG dan PL, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Koordinasi Antar Kementerian dan Lembaga Terkait

Melakukan koordinasi di tingkat pusat antara Kementerian Pertanian,

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM, serta

lembaga lainnya yang terkait seperti Bank Indonesia dalam

implementasi SRG dan PLK sehingga program kerja yang

dilaksanakan tidak tumpang tindih dan tepat sasaran, tepat waktu dan

tepat biaya.

Page 78: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

71

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

b. Pemetaan Karakteristik Petani dan Lembaga-Lembaga Pelaksana

SRG

Adanya pemetaan terhadap karakteristik yang terdapat pada masing-

masing daerah, sebab keberhasilan daerah yang satu belum tentu

dapat diterapkan pada daerah yang lain. Pemetaan ini dilakuan untuk

menjamin SRG dan PLK dapat terimplementasi dengan baik.

Pemetaan tersebut terkait dengan:

1) Komitmen pemerintah daerah dalam implementasi SRG yang

mengintegrasikan koordinasi antar dinas terkait, seperti

menggunakan penyuluh pertanian untuk mengubah mindset

petani dan meningkatkan kepercayaan petani terhadap SRG

dengan terus menerus melakukan sosialisasi dan pendekatan

kepada petani.

2) Komitmen pengelola gudang, dimana dalam menjalankan bisnis

SRG, pada awalnya terdapat masa grace period, dimana

pengelola gudang belum mendapatkan keuntungan dari bisnis

ini. Untuk dapat memperoleh keuntungan yang diharapkan

makan pengelola gudang harus mampu berinovasi, kreatif serta

aktif menjalankan fungsi marketing dari SRG. Pengelola gudang

harus mampu melakukan pendekatan kepada para petani dan

gapoktan setempat yang bertujuan mendapatkan kepercayaan

dari petani dan gapoktan sehingga pada akhirnya mereka mau

menyimpan sebagian hasil panennya di gudang. Selain itu,

pengelolaan SRG dalam konsep rantai pasok dapat menjadi

pertimbangan.

3) Komitmen penyelenggara pasar lelang untuk dapat

menyelenggarakan lelang yang terjadwal, memberikan

kemudahan bagi para peserta dan calon peserta lelang untuk

berpartisipasi dalam pasar lelang serta memberikan informasi

yang transparan mengenai penyelenggaraan lelang.

Penyelenggara pasar lelang juga perlu menjalin hubungan

Page 79: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

72

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

kerjasama dengan para buyer potensial dan menjaga

kepercayaan baik dari pembeli maupun penjual.

4) Karakteristik permodalan petani, dimana petani yang memiliki

ketergantungan permodalan saprotan atau konsumsi dengan

pengumpul atau tengkulak akan sangat sulit untuk

memanfaatkan baik SRG maupun PLK karena adanya ikatan

modal awal sehingga mereka tidak dapat mencari sarana

pemasaran yang lain. Untuk itu, pemerintah baik pusat maupun

daerah harus melakukan koordinasi untuk dapat membantu

pembiayaan petani mulai dari awal produksi sampai dengan

pasca panen, dengan demikian ketergantungan permodalan

dengan pihak yang merugikan dapat diminimalisir.

c. Kebijakan dan Mekanisme Sebagai Panduan Implementasi

Perlu adanya mekanisme aturan yang jelas yang mengatur

pelaksanaan integrasi SRG dan PLK, yang terkait dengan

1) Sistem terintegrasi antara SRG dan PLK baik secara online

maupun offline. Pengelola gudang SRG dapat terintegrasi

dengan pasar lelang online maupun offline, dan demikian juga

sebaliknya, PLK offline dapat terintegrasi dengan SRG online

dan offline.

2) Tempat pelaksanaan lelang, dimana pada propinsi-propinsi

tertentu, gudang SRG dengan tempat penyelenggaraan lelang

terpisah oleh jarak dan waktu, sehingga sangat tidak efektif dan

efisien jika lelang dilakukan di ibukota propinsi sedangkan

tempat penyerahan berada di kabupaten/kota karena akan

menimbulkan biaya tambahan baik bagi pembeli maupun bagi

penjual

3) Komoditas yang dilelang, dimana saat ini hanya terdapat 10

komoditas yang dapat diresigudangkan (berdasarkan Peraturan

Menteri Perdagangan No. 8/M-DAG/PER/02/2013) sedangkan

komoditas yang dapat dilelang pada PLK terdiri dari berbagai

Page 80: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

73

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

macam komoditas agro, sehingga diperlukan adanya perubahan

peraturan yang menambahkan jenis komoditas yang dapat

diresigudangkan.

4) Skala ekonomis, setiap lelang, penyelenggara pasar lelang

wajib menyediakan sampel dari komoditas yang akan dijual.

Saat ini sampel yang ditetapkan berjumlah minimal 1 kg per

buyer untuk transaksi 50 ton, sehingga petani yang tidak

memiliki jumlah komoditas sebanyak 50 ton tidak dapat

bergabung sebagai peserta lelang. Untuk itu diperlukan peran

aktif baik dari pengelola gudang SRG maupun penyelenggara

PLK untuk ikut serta membantu petani mencapai skala

ekonomis dengan menggabungkan produk dengan kualitas

yang sama dari gudang yang sama atau gudang yang

berdekatan.

5) Fee, transaksi di pasar lelang dikenakan fee transaksi sebesar

1% bagi penjual dan 1% bagi pembeli. Untuk dapat menarik

minat para penjual dan pembeli memanfaatkan pasar lelang,

maka sebaiknya fee untuk transaksi dapat ditinjau ulang

besarannya.

6) Initial margin, transaksi di pasar lelang saat ini mewajibkan baik

para pembeli maupun para penjual memiliki initial margin

sebesar 10% yang digunakan sebagai jaminan baik bagi

pembeli maupun penjual apabila terjadi gagal serah (pembeli)

maupun gagal bayar (penjual). Initial margin dapat tidak

diberlakukan apabila penjual memiliki resi gudang karena SRG

dapat dijadikan sebagai jaminan apabila terjadi gagal serah dari

penjual.

7) Transparansi Harga. Untuk meningkatkan kepercayaan baik

terhadap SRG maupun PLK maka wajib memberikan informasi

harga yang sama kepada peserta lelang dan sanksi yang tegas

terhadap pelanggaran ini untuk menghindari adanya insider

Page 81: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

74

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

trading dari penyelenggara lelang maupun pengelola gudang

SRG.

d. Rekomendasi Penerapan Integrasi SRG dan PLK dari Tahap

Offline ke Online

1) Sebagai tahap awal, diperlukan beberapa aspek strategi dan

kebijakan yang diinisiasi Pemerintah (push strategy),

diantaranya:

a) Kebijakan integrasi SRG dan PLK yang mengatur mengenai

penyederhanan kelembagaan, mekanisme transaksi yang

efisien, hak dan kewajiban dari SRG dan PLK, serta sanksi

apabila terdapat wanprestasi dari salah satunya.

b) Fasilitasi pembuatan nota kerjasama antara SRG dengan

PLK dalam rangka integrasi SRG dan PLK. Sebagai tahap

awal, pembuatan nota kesepahaman dapat dilakukan di

beberapa wilayah percontohan yang telah dilakukan program

revitalisasi PLK.

c) Dalam pelaksanaannya, perlu dilakukan evaluasi secara

berkala terhadap pengelola SRG dan PLK dalam

mendukung program integrasi SRG dan PLK. Beberapa hal

seperti profesionalisme, kemandirian, dan kepemilikan

fasilitas dalam mendukung rantai pasok dapat

dipertimbangkan sebagai persyaratan dalam memberikan

izin pengelola SRG dan PLK.

2) Tahap kedua, setelah model integrasi SRG dan PLK secara

offline berjalan dengan baik, penyelenggaraan integrasi SRG

dengan PLK online dilakukan secara parsial, yaitu berupa

sharing informasi antar PLK, sementara pelaksanaan lelang

masih secara offline.

3) Tahap ketiga, integrasi SRG dengan PLK online dilakukan

secara penuh dimana peserta lelang baik penjual maupun

Page 82: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

75

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

pembeli melakukan transaksi melalui online sehingga tidak ada

lelang secara offline.

Page 83: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

76

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR PUSTAKA

Ashari. 2012. Potensi dan Kendala Sistem Resi Gudang (SRG) Untuk

Mendukung Pembiayaan Usaha Pertanian di Indonesia. Forum

Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 29, No. 2. Pusat Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian.

Aviliani dan Usman Hidayat. 2005. Menuju Skim Pembiayaan Resi

Gudang yang Atraktif. Diunduh dari:

http://www.indef.or.id/xplod/upload/arts/Resi%20Gudang.HTM pada

tanggal 25 Agustus 2015

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), 2014,

Laporan Rekapitulasi Resi Gudang Tahun 2013, Kementerian

Perdagangan RI

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), 2015,

Outlook 2015 Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang, Kementerian

Perdagangan RI.

Dewantoro. 2012. Petani Juga Keluhkan Resi Gudang Belum Berfungsi.

Medan Bisnis. Rabu, 8 Agustus 2012. Diunduh dari :

www.medanbisnisdaily.com pada tanggal 22 Agustus 2015

Hasan, F. 2008. Potensi Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia.

Institute for Development of Economic and Financing (INDEF).

Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang,

Pengembangan Alternatif Pembiayaan melalui Sistem Resi

Gudang. Hotel Borobudur, tanggal 4 November 2008, Jakarta.

Muhi, H. A. 2011. Fenomena Pembangunan Desa.Institute Pemerintahan

Dalam Negeri. Jatinangor, Jawa Barat.

Pusat Pembiayaan. 2006. Pedoman Umum Sistem Tunda Jual Komoditas

Pertanian. Pusat Pembiayaan Pertanian. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Page 84: LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI · PDF filetersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

77

Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan

Riana, D. 2010. Penggunaan Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan

Perbankan di Indonesia. Thesis. Magister Hukum. Fakultas Hukum

Universitas Indonesia. Jakarta.