66
BAB I PENDAHULUAN COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. Di Amserika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta. 1 Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke-4 setelah penyakit kardiovaskular, kangker dan serebrovaskular. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Depkes RI 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6. Merokok merupakan factor resiko terpenting penyebab PPOK di samping factor resiko lainnya seperti polusi udara, daktor genetic, dll. 1 1

lapkas ppok ncit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lapkas ppok ncit

BAB I

PENDAHULUAN

COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) merupakan penyakit

kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas

yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini

disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas

beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama

sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Akhir-akhir ini penyakit ini semakin

menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang

terus meningkat. Di Amserika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat

darurat mencapai angka 1,5 juta.1

Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke-4 setelah

penyakit kardiovaskular, kangker dan serebrovaskular. WHO memperkirakan

bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Berdasarkan

survey kesehatan rumah tangga Depkes RI 1992, PPOK bersama asma bronkial

menduduki peringkat ke-6. Merokok merupakan factor resiko terpenting

penyebab PPOK di samping factor resiko lainnya seperti polusi udara, daktor

genetic, dll.1

1

Page 2: lapkas ppok ncit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik

2.1.1. Definisi

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang

dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang

signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap

individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di

dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya.2

2.1.2. Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda

dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika

kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang

berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.

Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan

kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah

dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.3

Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan

partikel gas berbahaya. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting,

jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor risiko genetik yang paling

sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor

sirkulasi utama dari protease serin.2

2.1.4 Faktor Resiko

Faktor risiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-

partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : 2

2

Page 3: lapkas ppok ncit

1. Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari

pada orang yang tidak merokok. Risiko untuk menderita PPOK bergantung

pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah

rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.

Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-

partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru

“terbakar”.

Risiko terkena PPOK akibat merokok dapat diketahui melalui penilaian

derajat berat merokok seseorang berdasar Indeks Brinkman (IB), yakni

perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan

lama merokok dalam tahun. Terbagi dalam 3 kategori yaitu:

1).Perokok ringan : 0-200 batang-tahun

2).Perokok sedang : 200-600 batang-tahun

3).Perokok berat : ≥600 batang-tahun.

Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa

waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. Indoor Air Pollution (IAP) atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,

kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi

untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya.

Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi

di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan

membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin

3

Page 4: lapkas ppok ncit

Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa

ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh

perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan

bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok

pria.

7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi

8. Asma

9. Usia

Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan

2.1.5 Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2008, dibagi atas 4 derajat :2

1. Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,

orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <

VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam

tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas

yang dialaminya.

3. Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk

(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang

semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang

yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: COPD sangat berat

4

Page 5: lapkas ppok ncit

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas

kronik dan gagal jantung kanan.

2.1.3. Patofisiologi

Obstruksi jalan napas merupakan manifestasi yang paling menonjol dan

paling sukar ditanggulangi oleh karena menunjukkan tingkat perjalanan penyakit

yang lanjut, umumnya ireversibel progresif. Penekanan terapi terhadap obstruksi

jalan napas merupakan masalah pengobatan yang terpenting, oleh karena itu

perlu dipahami benar mekanisme obstruksi jalan napas pada penderita PPOK.

Mekanisme tersebut adalah :

a. Obstruksi sekret pada saluran-saluran napas akibat produksi sekret yang

berlebihan disertai penebalan kelenjar-kelenjar mukus submukosa,

secara potensial merupakan komponen yang reversibel dari obstruksi

jalan napas.

b. Peradangan saluran napas.

Sekret yang purulen merupakan manifestasi yang jelas dari adanya

radang saluran napas, perubahan sifat/warna sputum sangat penting

untuk menilai adanya infeksi akut atau eksaserbasi, juga secara

potensial reversibel.

c. Kontraksi otot bronkus (bronkospasme).

Pada penderita bronkitis kronik sering terdapat penebalan otot polos

bronkus walaupun tidak seperti pada asma.

d. Hilangnya daya lenting jaringan paru (elastic recoil) irreversibel.

2.1.4. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala

ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan

tanda inflasi paru Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :3

1. Gambaran klinis

a. Anamnesis

5

Page 6: lapkas ppok ncit

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan

lahir rendah (BBLR),

- Iinfeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi

udara

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

- Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis

di leher dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

- Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

- Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

- Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa.

6

Page 7: lapkas ppok ncit

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan

dan pernapasan pursed – lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,

terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral

dan perifer.

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas

kronik.

2. Pemeriksaan penunjang

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari

20%.

• Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

7

Page 8: lapkas ppok ncit

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -

20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin: Hb, ht, leukosith

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

2.1.5. Diagnosis banding

Untuk penegakan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan

adanya asma, gagal jantung kongestif, TB paru, dan sindrom obstruksi pasca TB

paru.2

Tabel Diagnosis Banding PPOK

Diagnosis Gambaran Klinis

PPOK Onset usia pertengahan

Gejala progresif lambat

Riwayat merokok (lama dan jumlah rokok)

Sesak saat aktivitas

Hambatan aliran udara umumnya ireversibel

Asma Onset usia dini

8

Page 9: lapkas ppok ncit

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejala pada waktu malam / dini hari lebih menonjol

Dapat ditemukan alergi, rinitis, dan atau eksim

Riwayat asma dalam keluarga

Hambatan aliran udara umumnya reversibel

Gagal Jantung

Kongestif

Riwayat hipertensi

Ronki basah halus di basal paru pada auskultasi

Gambaran foto toraks tampak pembesaran jantung

dan edema paru

Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi

Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak

Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

Ronki basah kasar pada auskultasi dan jari tabuh

Gambaran foto toraks tampak honeycomb

appearance dan penebalan dinding bronkus

Tuberkulosis Onset semua usia

Gambaran foto toraks tampak infiltrat

Konfirmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam / BTA)

Sindrom Obstruksi

Pasca TB (SOPT)

Riwayat pengobatan anti tuberkulosis adekuat

Gambaran foto toraks bekas TB : fibrosis dan

kalsifikasi minimal

Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang

tidak reversibel

Bronkiolitis Obliteratif Onset usia muda dan bukan perokok

Riwayat reumatoid artritis atau pajanan

Gambaran CT pada ekspirasi tampak area hipodens

Panbronkiolitis Difus Sebagian besar pasien adalah laki-laki dan bukan

perokok

Hampir semuanya memiliki riwayat sinusitis kronik

9

Page 10: lapkas ppok ncit

Gambaran foto toraks dan HRCT tampak bayangan

putih (radioopaq) nodular sentrilobular kecil yang

difus dan hiperinflasi

PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma

obstruksi pasca TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma atau

gagal jantung kongestif. Perbedaan klinis PPOK, asma bronkial, dan gagal

jantung kongestif dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel Perbedaan Klinis dan Hasil Pemeriksaan Spirometri pada PPOK,

Asma, dan Gagal Jantung Kongestif

Kategori PPOK Asma Gagal Jantung

Kongestif

Onset usia > 45 tahun Segala usia Segala usia

Riwayat keluarga Tidak ada Ada Tidak ada

Pola sesak napas Terus-menerus,

bertambah berat

dengan aktivitas

Hilang timbul Timbul pada

waktu aktivitas

Ronki Kadang-kadang + ++

Mengi Kadang-kadang ++ +

Vesikuler Melemah Normal Meningkat

Spirometer Obstruksi ++

Restriksi +

Obstruksi ++ Obstruksi +

Restriksi ++

Reversibilitas < ++ +

Pencetus Partikel toksik Partikel sensitif Penyakit jantung

kongestif

10

Page 11: lapkas ppok ncit

Perbedaan PPOK, Asma dan SOPT 3

2.1.6. Tatalaksana

Tujuan Penatalaksanaan PPOK meliputi:2

1. Mencegah progresivitas penyakit

2. Mengurangi gejala

3. Meningkatkan toleransi Latihan

4. Mencegah dan mengobati komplikasi

5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

7. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

8. Meningkatkan kualitas hidup penderita

9. Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu

tujuan selama tatalaksana PPOK. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4

komponen program tatalaksana:

1. Evaluasi dan Monitor Penyakit

11

Page 12: lapkas ppok ncit

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai atau pasien

yang telah didiagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring

penyakit :

Pajanan faktor risiko, jenis zar, dan lamanya terpajan.

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit.

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma dan

TB paru.

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit

paru kronik lainnya.

Penyakit komorbid yang ada, misalnya penyakit jantung, rematik, atau

penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktivitas.

Rencana pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK.

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan

aktivitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan

depresi / cemas.

Kemungkinan untuk mengurangi faktor risiko terutama berhenti

merokok.

Dukungan dari keluarga.

PPOK merupakan penyakit progresif, artinya fungsi paru akan

menurun seiring dengan bertambahnya usia. Monitor penting yang harus

dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.2

2. Menurunkan Faktor Risiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling

efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan

memperlambat progresivitas penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok (5A):

Ask (Tanyakan)

Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.

Advice (Nasihati)

Dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok.

12

Page 13: lapkas ppok ncit

Assess (Nilai)

Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal : dalam 30 hari ke

depan).

Assist (Bantu)

Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan

konseling praktis, menyediakan dukungan sosial pengobatan,

merekomendasikan penggunaan dari farmakoterapi.

Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut.2

3. Tatalaksana PPOK Stabil 2

Edukasi

Farmakologi (Obat-obatan)

- Bronkodilator (antikolinergik, β2 agonis, golongan xantin)

- Kombinasi SABA (Short Acting β2 Agonist) + antikolinergik

- Kombinasi LABA (Long Acting β2 Agonist) + kortikosteroid

- Antioksidan

- Dipertimbangkan mukolitik

Non-farmakologi

- Rehabilitasi

- Terapi oksigen

- Nutrisi

- Vaksinasi influenza

- Ventilasi non-mekanik

- Intervensi bedah

4. Tatalaksana PPOK Eksaserbasi2

Gejala eksaserbasi :

Batuk makin sering/hebat

Produksi sputum bertambah banyak

Sputum berubah warna

13

Page 14: lapkas ppok ncit

Sesak napas bertambah

Keterbatasan aktivitas bertambah

Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik

Kesadaran menurun

Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di poliklinik rawat jalan,

unit gawat darurat, ruang rawat, dan ruang ICU.

Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi :

Optimalisasi penggunaan obat-obatan :

- Bronkodilator

Agonis β2 kerja singkat kombinasi dengan antikolinergik

perinhalasi (nebuliser)

Xantin intravena (bolus dan drip)

- Kortikosteroid sistemik

- Antibiotik

Golongan makrolid baru (Azithromisin, Roksitromisin,

Klaritromisin)

Golongan kuinolon respirasi

Sefalosporin generasi III / IV

- Mukolitik

- Ekspektoran

- Diuretika bila ada retensi cairan

Terapi oksigen

Terapi nutrisi

Rehabilitasi fisik dan respirasi

Evaluasi progresivitas penyakit

Edukasi

Indikasi rawat pasien PPOK antara lain :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

14

Page 15: lapkas ppok ncit

Gagal jantung kanan

Adapun indikasi rawat di ruang ICU yaitu :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau

ruang rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan

PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi

mekanis (invasif atau non-invasif).

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :3

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan

adalah :

Pengetahuan dasar tentang PPOK

Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya

Cara pencegahan perburukan penyakit

Menghindari pencetus (merokok)

Penyesuaian aktivitas

2. Obat-obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat

penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui

saluran nafas), kecuali pada eksaserbasi digunakan bentuk oral atau

sistemik. Nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow

release) atau obat berefek panjang (long acting). Pdpi Macam-macam

bronkodilator adalah : golongan antikolinergik, golongan agonis beta-

2, kombinasi antikolinergik dan beta-2, dan golongan xantin.

b. Anti inflamasi

15

Page 16: lapkas ppok ncit

Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral

(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini

berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Pilihan utama adalah

golongan metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka

panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Uji steroid

positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10 – 14 hari

atau inhalasi selama 6 minggu – 3 bulan menunjukkan perbaikan

gejala klinis atau fungsi paru.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Tidak dianjurkan

penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan

antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.

Antibiotik yang digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan

makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan

dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas

hidup. Pemakaian antioksidan yang direkomendasikan oleh

Internasional dan nasional guideline adalah N-acetylcysteine (NAC).

NAC selain sebagai agen mukolitik, juga berperan sebagai antioksidan

dan anti-inflamasi, serta imunomodulator.

Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,

tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. NAC sebagai agen

mukolitik bekerja dengan cara menghancurkan/memecah jembatan

disulfida dari makromolekul mukoprotein yang terdapat dalam sekresi

bronkial, sehingga mukus menjadi lebih encer, serta bekerja dengan

cara memperbaiki kerja silia saluran napas.

Dengan adanya kerja silia yang membaik ini, maka akan sedikit

mukus yang melekat pada epitel dan menyebabkan penetrasi

antibiotika ke dalam jaringan akan meningkat, dan hal ini akan

16

Page 17: lapkas ppok ncit

mengurangi kolonisasi bakteri. Efek ini dikenal sebagai anti adherens

bacteria dari NAC.

e. Mukolitik (pengencer dahak)

Tidak diberikan secara rutin. Hanya diberikan terutama pada

eksaserbasi akut, karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi,

terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang lengket dan

kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka

panjang.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati-hati. Diberikan hanya bila terdapat batuk

yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan

kontraindikasi.

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ

lainnya.

Harus berdasarkan analisis gas darah, baik pada penggunaan

jangka panjang atau eksaserbasi. Pemberian yang tidak hati-hati dapat

menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka

panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas

hidup.           

Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) pada PPOK

derajat IV dengan :

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal,

edema perifer karena gagal jantung, polisitemia

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal

17

Page 18: lapkas ppok ncit

napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

intubasi atau tanpa intubasi. Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU

pada eksaserbasi berat. Ventilasi mekanik non-invasif digunakan di ruang

rawat atau di rumah sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada

PPOK berat.

5. Operasi Paru

Bulektomi, bedah reduksi volume paru, dan tranplantasi paru

merupakan opsi bedah yang dapat dipertimbangkan pada pasien dengan

PPOK yang sangat berat. Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang

besar atau transplantasi paru (masih dalam proses penelitian di negara

maju). Rujukan kepada spesialis bedah thorax diindikasikan untuk menilai

lebih lanjut kecocokan prosedur ini untuk pasien.

6. Vaksinasi Influenza

Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil.

Vaksinasi influenza dipertimbangkan diberikan pada :

Pasien usia di atas 60 tahun

Pasien PPOK sedang, berat, dan sangat berat

7. Nutrisi

Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperapnea menyebabkan

terjadinya hipermetabolisme.

8. Rehabilitasi

Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan

dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini

dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu

tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan

psikolog. Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan

latihan pernapasan.

Jika ditujukan untuk pasien dengan PPOK (atau gangguan

kesulitan pernapasan lainnya), program yang komprehensif pada

18

Page 19: lapkas ppok ncit

rehabilitasi pulmoner dapat meningkatkan kapasitas kerja, fungsi

psikososial, dan kualitas hidup. Program ini tidak memperpanjang hidup

atau fungsi pulmoner, namun telah terbukti mengurangi frekuensi rawat

inap.

Tabel Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK

Derajat Karakteristik Rekomendasi Pengobatan

Derajat I :

PPOK Ringan

VEP1 80% prediksi

(normal spirometer) atau

VEP1/KVP < 70%

Dengan atau tanpa ge-

jala

Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja singkat bila perlu)

Pemberian anti kolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharan

Derajat II :

PPOK Sedang

50% < VEP1 < 80%

prediksi atau VEP1/KVP

< 70%

Dengan atau tanpa ge-

jala

Pengobatan reguler dengan bronkodilator :

- Antikolinergik kerja lama sebagai terapi

pemeliharan + LABA + Simtomatik

Rehabilitasi

Derajat III :

PPOK Berat

30% < VEP1 < 50%

prediksi atau VEP1/KVP

< 70%

Dengan atau tanpa ge-

jala

Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

bronkodilator :

- Antikolinergik kerja lama sebagai terapi

pemeliharan + LABA + Simtomatik

- Kortikosteroid inhalasi bila memberikan

respon klinis atau eksaserbasi berulang

Rehabilitasi

Derajat IV :

PPOK Sangat

Berat

VEP1 < 30% prediksi

atau VEP1 < 50%

prediksi disertai gagal

napas kronik atau

VEP1/KVP < 70%

Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

bronkodilator :

- Antikolinergik kerja lama sebagai terapi

pemeliharan + LABA

- Pengobatan pada komplikasi

- Kortikosteroid inhalasi bila memberikan

respon klinis atau eksaserbasi berulang

Rehabilitasi

19

Page 20: lapkas ppok ncit

Terapi oksigen jangka panjang bila gagal

napas

Pertimbangkan terapi pembedahan

A. Prognosis

Prognosis PPOK dubia, tergantung dari derajat, penyakit paru

komorbid, penyakit komorbid lain. Prognosis jangka pendek maupun jangka

panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita

yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :

Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.

Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat

dan meninggal.

BAB III

20

Page 21: lapkas ppok ncit

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Nama lengkap : Usman Ambo Tang

2. TTL : 01 Januari 1945

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Umur : 67 Tahun

5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Tidak bekerja

7. Alamat : Jungkat, Gg. Suka Maju

8. Masuk rumah sakit : 15 Maret 2012, pukul: 15:30

9. Status Perkawinan : Kawin

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : sesak napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang : sesak napas, sejak 1 minggu sebelum masuk

Rumah Sakit, sesak hilang timbul tidak teratur. Pasien menggunakan 4 bantal

saat tidur bahkan tidur dengan posisi duduk untuk mengurangi sesak. Sesak

napas dirasakan memberat pada malam hari atau saat suasana dingin atau jika

pasien kelelahan. Pasien mengeluh demam pagi hari sebelum masuk Rumah

Sakit, menggigil. Batuk (-), keringat malam (-), nyeri dada(-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Ada riwayat hipertensi, Diabetes Melitus (-), riwayat asma (+).

Asma pertama muncul saat pasien masih Sekolah Dasar, diobati kemudian

hilang. Asma kambuh kembali setelah pasien menikah. Pasien pernah dirawat

+ 10 tahun lalu dengan keluhan sesak yang muncul tiba-tiba setelah pasien

terpajan cuaca dingin, berhujan dan kelelahan, kemudian sembuh. + 3 bulan

lalu pasien dirawat kembali di RS dengan keluhan sesak napas yang timbul

tiba-tiba tanpa disertai riwayat pajanan allergen atau cuaca. Pasien dirawat

selama +6 hari.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

21

Page 22: lapkas ppok ncit

Bapak dan cucu asma (+). Pasien mengatakan tidak ada keluarga sedarah yang

menderita hipertensi, kencing manis, maupun sakit yang lainnya.

5. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien adalah seorang Petani dan tukang, pasien bekerja sebagai tukang + 20

tahun. Pasien berobat menggunakan Jaminan kesehatan masyarakat.

6. Kebiasaan :

Pasien merokok + 20 tahun dan sudah berhenti merokok + 10 tahun yang lalu

(Anamnesis dilakukan pada tanggal: 17 Maret 2012 pukul: 08. 10)

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesan umum : lemah, sesak.

2. Keadaan sakit : sakit sedang

3. Tanda Vital :

a. Kesadaran : Compos Mentis

b. Tekanan darah : 140/ 90 mmHg

c. Nadi : 90 x /mnt, irama: reguler ,

d. Laju Nafas : 20 x /menit

e. Suhu : 35,6 °C

4. Pemeriksaan Per Organ

a. Kulit : warna kulit normal, sianosis ( - ), dekubitus ( - )

b. Kepala : bentuk normal, nyeri tekan (- )

c. Mata : konjunctiva anemis ( +/+ ), sklera ikterik ( -/- ), katarak (-

/- )

d. Telinga : sekret ( - )

e. Hidung : sekret ( - ), deviasi septum ( - )

f. Mulut : bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - )

g. Leher : pembesaran limfonodi ( - ), deviasi trakea (-), tidak teraba

pembesaran kelenjar tiroid

h. Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

22

Page 23: lapkas ppok ncit

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC 6 di 2cm medial linea

midklavikularis kiri.

Perkusi :

- Batas kiri jantung: SIC 6, 2 cm ke medial linea midklavikularis

kiri.

- Batas kanan jantung: SIC 5 linea linea parasternalis kanan.

Auskultasi: bunyi jantung I/II mengeras, bising ( - ), gallop ( - )

i. Abdomen

Inspeksi : bentuk normal

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi : nyeri tekan ( - )

Perkusi : ascites ( - ), timpani ( + ) normal, hepar dan lien tidak

teraba.

j. Ekstremitas : edema ( - ), sianosis ( - ), jari tabuh ( - ), kaki kiri lemah

(tidak bisa berjalan)

IV. STATUS LOKALIS

Thoraks : bentuk dada simetris, tidak ada yang tertinggal ketika bernapas

Paru

Inspeksi : Statis : simetris

Dinamis : simetris

Palpasi : fremitus taktil dan vocal di paru kiri dan kanan

sama, nyeri tekan dada (-).

Perkusi :- Sonor dikedua lapang paru

- Batas paru – hati : SIC 6 linea

midklavikularis kanan

- Batas paru – lambung: SIC 7 linea aksilaris

anterior kiri

Auskultasi : suara napas pokok vesikuler.

Wheezing ( +/+ ) dikedua lapang paru.

Rhonki (+ /+ ),di kedua lapang paru.

23

Page 24: lapkas ppok ncit

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG (Elektrokardiografi)

Hasil EKG pada tanggal 15 Maret 2012:

Frekuensi : 126 x/menit

Aksis jantung : normal

Irama jantung : irama sinus

Interval PR : 0,12 detik

Kompleks QRS: 0,12 detik

Aksis jantung : normal

Segmen ST : normal

Gelombang T : normal

Lainnya : -

Kesimpulan : jantung normal

2. Radiologi (Foto torax)

Foto toraks (hasil pemeriksaan tanggal Maret 2012)

Kesimpulan hasil: Menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru yakni

gambaran radiolusen yang bertambah (hiperlusen) serta diafragma yang

menurun. CTR: 5+7/25 x 100 % = 48 % (normal)

VI. RESUME

Seorang laki-laki 67 tahun datang dengan keluhan sesak napas. Sesak

napas dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak hilang timbul

tidak teratur. Untuk mengurangi sesaknya, pasien menggunakan 4 bantal saat

tidur, atau bahkan duduk saat sesak dirasakan semakin kuat. Pasien mengatakan,

sesak paling kuat dirasakan saat malam hari. Pasien mengeluh demam pagi hari

sebelum masuk Rumah Sakit, menggigil. Riwayat batuk dan keringat malam

disangkal.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mempunyai riwayat asma sejak

kecil. Riwayat diabetes mellitus dan penyakit lain disangkalnya. Bapak dan cucu

pasienjuga memiliki penyakit asma. Pasien adalah seorang petani dan tukang.

24

Page 25: lapkas ppok ncit

Pasien bekerja sebagai tukang + 20 tahun dan mempunyai riwayat merokok

selama + 20 tahun, namun sudah berhenti merokok sekitar 10 tahun lalu.

Hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah dan

pasien tanpa sesak. Konjunctiva anemis (+), tekanan darah 140/ 90 mmHg, nadi

90x/ menit dan nafas 20 kali/ menit, namun pasien tampak menggunakan otot-otot

bantu pernafasan. Terdapat ronki di kedua basal paru. Pulsasi iktus kordis tidak

terlihat namun teraba di SIC 6 linea midklavikularis kiri, batas jantung kanan di

SIC 5 linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri di SIC 6 linea

midklavikularis kiri.

Hasil pemeriksaan penunjang EKG didapatkan hasil bahwa jantung

normal, tidak terdapat kardiomegali dan kelainan jantung lainnya. Hasil foto

toraks didapatkan gambaran paru yang radiolusen yang bertambah akibat

hiperinflasi paru, juga terlihat adanya pelebaran rongga intercostal dan diagfragma

yang menurun. CTR normal (< 50 %).

VII. DIAGNOSA SEMENTARA/TETAP

PPOK

VIII. DIAGNOSA BANDING:

1. Asma Bronkial

2. Gagal jantung kiri

IX. TERAPI/TATALAKSANA :

1. Tirah baring

2. O2 1-3 liter/menit

3.  Medikamentosa        :

- IVFD RL + 1 amp aminofilin drip 20 tpm

- Dexamethason 3x1 amp

- Salbutamol 3 x 2 mg

- Captopril 2 x 12,5 mg

- Antrain 1 amp

25

Page 26: lapkas ppok ncit

- Ceftrikason 1 x1 g iv

X. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Pemeriksaan faal paru

2. Laboratorium: darah lengkap (Hb, Ht, leu)

3. Pemeriksaan sputum

XI. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad

Ad functionam : dubia ad

Ad Sanactionam : dubia ad

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A P

15 Maret 2012 Sesak

napas(+)

, demam

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 200/ 110

T : 39,3 0C

RR : 30 x/menit

Nadi: 120 x/menit

Thorax : simetris,

retraksi (-)

Pulmo :

vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

PPOK, Asma

Bronkial,

IVFD RL + 1

amp

aminofilin 20

20 tpm

Dexamethason

3x1 amp

Salbutamol 3 x

2mg

Captopril 2 x

12,5 mg

Antrain 1 amp

Ceftriaxone 2

x 1g iv

26

Page 27: lapkas ppok ncit

hangat

Kulit : ikterik

(-)

16 Maret 2012 Sesak

napas(+)

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 90/ 60

T : 35,5 0C

RR : 36x/menit

Nadi : 96

x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : murmur

(-), gallop (-)

Pulmo : FT

normal, perkusi

sonor, auskultasi

vesikuler, Rhonki

PPOK, Asma

Bronkial

IVFD D5% +

1 amp

aminofilin 20

20 tpm

Dexamethason

3x1 amp

Captopril 2 x

12,5 mg

27

Page 28: lapkas ppok ncit

+/+ Wheezing +/+

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

17 Maret 2012 Sesak

napas(+)

berkuran

g

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 100/ 60

T : 35 0C

RR : 16x/menit

Nadi : 88x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

sianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

PPOK, Asma

Bronkial,

IVFD RL + 1

amp

aminofilin 20

tpm

Dexamethason

3x1 amp

Salbutamol 3 x

2 mg

28

Page 29: lapkas ppok ncit

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

sonor, napas dasar

vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

18 Maret 2012 Sesak

napas(+)

, sulit

tidur

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 150/ 80

T : 35 0C

RR : 24x/menit

Nadi : 64

x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

PPOK, Asma

Bronkial

IVFD D5% +

1 amp

aminofilin 20

20 tpm

Dexamethason

3x1 amp

29

Page 30: lapkas ppok ncit

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

sonor, napas dasar

vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+Abdomen :

nomal, nyeri tekan

(-), hepar / lien

tidak teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

19 Maret 2012 Sesak

napas(+)

, sulit

tidur

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 140/ 100

T : 35,6 0C

RR : 24x/menit

Nadi : 92

x/menit

Asma

Bronkial,

PPOK

IVFD RL + 1

amp

aminofilin 20

tpm

Dexamethason

3x1 amp

30

Page 31: lapkas ppok ncit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

redup di apeks kiri,

napas dasar

vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing -/-

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

31

Page 32: lapkas ppok ncit

20 Maret 2012 Sesak

napas(+)

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 140/ 90

T : 35 0C

RR : 20x/menit

Nadi : 90

x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

redup di apeks kiri,

napas dasar

vesikuler, Rhonki

basal kanan

Asma

Bronkial,

PPOK

IVFD D5% +

1 amp

aminofilin 20

tpm

Dexamethason

3x1 amp

32

Page 33: lapkas ppok ncit

Wheezing -/-

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

21 Maret 2012 Sesak

napas(+)

, sulit

tidur

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 160/ 100

T : 35 0C

RR : 28x/menit

Nadi : 108

x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

Asma

Bronkial,

PPOK

IVFD RL + 1

amp

aminofilin 20

tpm

Dexamethason

3x1 amp

Salbutamol 3 x

2mg

33

Page 34: lapkas ppok ncit

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

sonor, napas dasar

vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

22 Maret 2012 Sesak

napas(+)

, sulit

tidur,

kedua

kaki

lemah

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 160/ 90

T : 35 0C

RR : 28x/menit

Nadi : 88

x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Asma

Bronkial,

PPOK

IVFD D5% +

1 amp

aminofilin 20

tpm

Dexamethason

3x1 amp

Captopril 2 x

12,5 mg

34

Page 35: lapkas ppok ncit

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

sonor, napas dasar

vesikuler, Rhonki

di paru kiri dan

basal kanan

Wheezing -/-

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

hangat

Kulit : ikterik

(-)

23 Maret 2012 Sesak

napas(+)

, sulit

tidur,

kedua

kaki

KU/KS : tampak

sakit sedang,

TTV :

TD : 160/ 90

T : 35,6 0C

RR : 28x/menit

Asma

Bronkial,

PPOK

IVFD RL + 1

amp

aminofilin 20

tpm

Dexamethason

3x1 amp

35

Page 36: lapkas ppok ncit

lemah Nadi : 88

x/menit

Kepala :

Normochepal

Mata : Sklera

Ikterik -/-,

conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret

(-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : bibir

ianosis (-), lidah

kotor (-)

Thorax : simetris,

reraksi (-)

Cor : Normal,

murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : FT

normal, nyeri tekan

dada(-), perkusi

sonor, napas dasar

vesikuler, Rhonki

seluruh lapang paru

kanan dan basal

kiri, Wheezing +/+

Abdomen : nomal,

nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak

teraba

Ekst : akral

Captopril 2 x

12,5 mg

36

Page 37: lapkas ppok ncit

hangat

Kulit : ikterik

(-)

BAB V

PEMBAHASAN

Pasien ini (Seorang laki-laki, 67 tahun) datang dengan keluhan sesak

napas. Sesak hilang timbul tidak teratur. Sesak dirasakan sudah muncul bertahun-

tahun dan pasien pernah dirawat beberapa kali karena sesak tersebut. Untuk

mengurangi sesaknya, pasien menggunakan 4 bantal saat tidur, atau bahkan

duduk saat sesak dirasakan semakin kuat. Hal ini terjadi karena ketika pasien

berbaring, lumen-lumen bronkus dan bronkiolus semakin menyempit, sehingga

pasien harus dalam posisi berdiri atau duduk harus tegak, mengurangi atau

37

Page 38: lapkas ppok ncit

perlambat gerakan, atau menggunakan sandaran pada bagian atas tubuh ketika

tidur untuk memperlancar udara pernapasan.

Pasien mengatakan, sesak paling kuat dirasakan saat malam hari dan

beraktivitas fisik. Dari gejala ini dan riwayat asma yang positif pada pasien ini,

diagnosis dapat mengarah pada asma. Dalam mendiagnosis pasien asma, maka

riwayat alergen sebagai pencetus timbulnya asma adalah sangat penting. Factor-

faktor pencetus ini dapat berupa factor pencetus ekstrinsik (alergik )misanya,

seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan

spora jamur maupun factor pencetus intrinsic seperti cuaca dingin, infeksi saluran

pernafasan dan pengaruh emosi.

Pasien mengeluh demam pagi hari sebelum masuk Rumah Sakit,

menggigil. Demam pada pasien ini kemungkinan terjadi akibat adanya infeksi.

Riwayat batuk dan keringat malam disangkal.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mempunyai riwayat asma sejak

kecil. Riwayat diabetes mellitus dan penyakit lain disangkalnya. Bapak dan cucu

pasien juga memiliki penyakit asma. Hal ini menunjukkan bahwa Faktor genetik 

turut berperan dalam perkembangan penyakit tersebut. Dari kegiatan follow up

yang dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit (15 Maret 2012- 23 maret 2012),

tekanan darah pasien bervariasi. Pada saat pertama kali datang tekanan darah

pasien 200/ 110 mmHg, hari ke-2 dan ke-3 tekanan darah turun menjadi + 90/ 60

mmHg. Selanjutnya di hari ke-4 sampai hari ke-9 tekanan darah pasien berkisar

pada angka 160/ 90 mmHg. Obat antihipertensi yang diberikan untuk pasien ini

adalah captopril. Kombinasi dari obat antihipertensi diperlukan, melihat dari

kurang efektifnya pengobatan tunggal. Kombinasi obat antihipertensi yang baik

untuk pasien ini adalah golongan ACE-Inhibitor (ACE-I) dan Calcium Channel

Blocker (CCB).

Pasien mempunyai riwayat merokok selama + 20 tahun, namun sudah

berhenti merokok sekitar 10 tahun lalu. Merokok adalah factor resiko penting

untuk timbulnya PPOK. Pekerjaan pasien sebagai tukang juga dapat menjadi

factor penyebab timbulnya PPOK.

38

Page 39: lapkas ppok ncit

Hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah dan

pasien tanpa sesak. Konjunctiva anemis (+), tekanan darah 140/ 90 mmHg, nadi

90x/ menit dan nafas 20 kali/ menit, namun pasien tampak menggunakan otot-otot

bantu pernafasan. Otot inspirasi tambahan terdiri dari m.scaleni dan

m.sternocleidomastoideus. Otot inspirasi tambahan tidak berperan pada pernafasan biasa,

namun pada saat aktivitas fisik berat dan adanya obstruksi pada paru misalnya pada pasien

PPOK, dan asma.

Terdapat ronki di kedua basal paru, hal ini dapat disebabkan oleh terbukanya

alveoli yang tertutup waktu ekspirasi sebelumnya secara tiba-tiba, mungkin disebabkan tekanan

antara jalan nafas yang terbuka dengan yang menutup dengan cepat menjadi sama sehingga

jalan nafas perifer mendadak terbuka. Bunyi ini terjadi saat inspirasi, yang dapat terjadi saat jalan

nafas perifer mendadak terbuka pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis) terinflasi. Pulsasi

iktus kordis tidak terlihat namun teraba di SIC 6 linea midklavikularis kiri, batas

jantung kanan di SIC 5 linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri di SIC 6

linea midklavikularis kiri. Dari pemeriksaan ini, batas kanan dan kiri jantung

normal, tidak ada kardiomegali. Hasil pemeriksaan penunjang EKG didapatkan

hasil bahwa jantung normal, tidak terdapat kardiomegali dan kelainan jantung

lainnya. Hasil foto toraks didapatkan gambaran paru yang radiolusen yang

bertambah akibat hiperinflasi paru dan diagfragma yang menurun. CTR normal

yaitu (< 50 %).

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan diagnosis banding asma bronkial

gagal dan gagal jantung kiri.

PPOK ditegakkan sebagai diagnosis kerja karena berdasarkan dari

anamnesis didapatkan bahwa keluhan pasien sesuai dengan gejala-gejala PPOK,

yaitu : sesak napas yang terasa bertambah berat terutama pada saat melakukan

aktivitas yang hilang timbul. Selain itu, pasien juga memiliki faktor risiko untuk

terjadinya PPOK yaitu : pasien berada dalam usia yang lebih tua dari usia

pertengahan (pasien berusia 67 tahun) dan riwayat pajanan asap rokok (pasien

merokok sejak usia muda kurang lebih selama 20 tahun dan baru berhenti sejak

sesak napas dirasakan semakin memberat (pasien masuk RS), pasien juga kurang

39

Page 40: lapkas ppok ncit

lebih selama 20 tahun terpajan zat-zat kimia berbahaya di tempat kerjanya sebagai

tukang).

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada

anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik

dan berdahak dengan sesak napas terutama pada saat melakukan aktivitas pada

seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa pasien menderita PPOK berdasarkan pajanan factor resiko dalam waktu

lama. Tetapi perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri karena baku emas

untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri. Selain itu, untuk menentukan

derajat PPOK-nya. Pada pasien PPOK akan didapatkan hasil spirometri : rasio

VEP1/KVP < 70% dan nilai VEP1 sesuai derajat

Asma bronkial diambil sebagai diagnosis banding karena asma bronkial

memiliki gejala-gejala yang mirip dengan PPOK, pada pasien ini yaitu : mengi,

sesak napas, riwayat asma pada pasien, memburuk pada waktu malam/dini hari,

diawali oleh pencetus yang bersifat individu, hambatan aliran udara umumnya

reversibel, dan respons dengan pemberian bronkodilator. Pada pasien, gejalanya

tersebut ada, sesak napas bertambah berat terutama pada saat melakukan aktivitas

dan pada malam hari. Selain itu ada riwayat asma pada pasien dalam keluarga

pasien. Untuk menyingkirkan asma bronkial, perlu dilakukan pemeriksaan faal

paru yang bertujuan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibilitas kelainan

faal paru, dan variabilitas faal paru (penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan

napas). Uji faal paru yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan uji

bronkodilator.

Gagal jantung kiri juga dapat menjadi diagnosis banding berdasarkan

gejala sesak napas yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai

paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,

tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

adanya kardiomegali dan udem paru. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya

kardiomegali dan kelainan jantung lainnya.

40

Page 41: lapkas ppok ncit

Penatalaksanaan untuk pasien meliputi tatalaksana farmakologis dan

nonfarmakologis. Untuk terapi nonfarmakologisnya, saat pertama kali datang,

pasien tampak sesak berat. Pasien diberi oksigen 3 l/ menit dengan kanul nasal.

Pemberian oksigen konsentrasi rendah 3 liter/menit secara terus menerus

ini bertujuan untuk memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, dan toleransi

beban kerja. Tetapi, pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen

harus dipantau secara ketat. Oleh karena pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia

kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral yang

dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang

menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di

dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan

apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini

akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat

rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat

mempengaruhi kualitas hidup. Pada pasien ini, terapi oksigen dilakukan dengan

mengenakan kanula nasal yang disambung dengan sumber oksigen. Cara ini

kurang efektif. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen

pada pasien PPOK.

Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi. Ini disebabkan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang

meningkat. Jadi, pasien ini perlu diberikan terapi nutrisi karena pasien tampak

kurus (mungkin sudah terjadi malnutrisi) dan pasien juga mengeluhkan nafsu

makan berkurang.

Pasien dengan PPOK sebaiknya didorong untuk berhenti merokok.

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam

mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas

penyakit. Jadi, pasien perlu mendapatkan edukasi untuk berhenti merokok. Pasien

harus tahu dan mengerti bahwa rokok merupakan faktor utama yang dapat

memperburuk perjalanan penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti

merokok dapat dilakukan dengan 5 A yaitu : Ask (Tanyakan), Advise (Nasihati),

41

Page 42: lapkas ppok ncit

Assess (Nilai), Assist (Bantu), dan Arrange (Atur). Selain itu, pasien beserta

keluarga juga perlu diberikan edukasi mengenai PPOK. Mereka harus mengetahui

faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa

memperburuk penyakit.

Untuk farmakologisnya, pasien diberi terapi untuk menunurunkan tekanan

darah dan menurunkan suhu tubuh. IVFD RL + 1 ampul aminofilin 20 tetes/menit,

dexametason 3x1 ampul, Salbutamol 3 x 2 mg, Captopril 2 x 12,5 mg, ceftriakson

1 x 1 gr dan Antrain 1 ampul. Terapi farmakologis yang diberikan adalah terapi

untuk pelega dan pengontrol, yang mana obat untuk pelega yang diberikan pada

pasien ini adalah salbutamol tablet dan aminofilin drip. Salbutamol menjadi obat

lini pertama yang bekerja sebagai bronkodilator (merelaksasi bronkus). Pada

keadaan darurat dimana pasien mengalami kesulitan bernapas yang parah

digunakan pemberian obat secara nebulisasi. Pada pasien ini diberi nebulasi

combivent (salbutamol + ipratropium bromida) nebulizer 3 x 1 Untuk pengontrol,

obat yang diberikan adalah dexametason, yang bekerja sebagai antiinflamasi.

Antrain hanya diberikan bila pasien demam.

BAB V

PENUTUP

Pasien laki-laki 67 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang hilang

timbul tidak teratur. Untuk mengurangi sesaknya, pasien menggunakan 4 bantal

saat tidur, atau bahkan duduk saat sesak dirasakan semakin kuat. Pasien

mengatakan, sesak paling kuat dirasakan saat malam hari. Pasien mengeluh

demam pagi hari sebelum masuk Rumah Sakit, menggigil. Riwayat batuk dan

keringat malam disangkal.

42

Page 43: lapkas ppok ncit

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mempunyai riwayat asma sejak

kecil. Riwayat diabetes melitus dan penyakit lain disangkalnya. Bapak dan cucu

pasien juga memiliki penyakit asma.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan, , gagal jantung kiri dan bronchitis kronis.

PPOK ditegakkan sebagai diagnosis kerja karena berdasarkan dari

anamnesis didapatkan bahwa keluhan pasien sesuai dengan gejala-gejala PPOK,

yaitu : sesak napas yang terasa bertambah berat terutama pada saat melakukan

aktivitas yang hilang timbul. Selain itu, pasien juga memiliki faktor risiko untuk

terjadinya PPOK yaitu : pasien berada dalam usia yang lebih tua dari usia

pertengahan (pasien berusia 67 tahun) dan riwayat pajanan asap rokok (pasien

merokok sejak usia muda kurang lebih selama 20 tahun dan baru berhenti sejak

sesak napas dirasakan semakin memberat (pasien masuk RS), pasien didiagnosis

PPOK. Pasien diberi terapi farmakologis berupa terapi suportif, obat-obat pelega

dan pengontrol untuk mengurangi sesak dan terapi nonfarmakologis.

.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi

Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,

2006. p. 984-5

2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Pocket Guide To Copd

Diagnosis, Management, And Prevention. Medical Communications

Resources.2010

43

Page 44: lapkas ppok ncit

3. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: 2003. p. 1-18.

44