Upload
andreas-waani
View
22
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ONKO
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin yang paling besar pada tubuh
manusia. Pada kelenjar tiroid cukup sering ditemukan nodul didalamnya. Sekitar
4-8% nodul tiroid bisa ditemukan saat pemeriksaan fisik (palpasi daerah leher)
dan sekitar 13-67% bisa ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi, umumnya
lebih banyak ditemukan pada wanita.1,2
Struma atau goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar
tiroid apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa
seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodosa, yang berarti bahwa terdapat nodul
dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa
bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodular bila terdapat lebih dari satu
nodul pada satu atau kedua lobus. 3,4,5
Struma non-toksik, juga disebut sebagai struma simple, koloid,
multinodular yang merupakan pembesaran kelenjar tiroid tanpa perubahan
fungsional, inflamasi atau proses neoplastik. Oleh sebab itu, pasien dengan struma
non-toksik bersifat eutiroid serta tidak memiliki tanda-tanda tiroiditis.4,6,7
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
1. Bentuk dan Lokasi
Tiroid adalah kelenjar yang berkonsistensi lembut, berwarna merah coklat,
berbentuk ‘H’, terbentuk dari 2 lobus lateral, kiri dan kanan, dan bagian ismus.
Sekitar separuh dapat ditemukan lobus pyramid, umumnya muncul dari ismus.
Lobus lateral terletak di kedua sisi dari laring dan trakea, kutub atasnya umumnya
setinggi superior kartilago krikoideus, kutub bawahnya umumnya setinggi antara
cincin tulang rawan ke-4 dan ke-5 trakea, ismus umumnya terletak di depan cincin
tulang rawan ke-2 dan ke-4 trakea.8
Di dorsal lobus lateral kelenjar tiroid terletak kelenjar paratiroid yang
memproduksi hormon yang berfungsi penting mengatur metabolism kalsium dan
fosfat. Sisi medial berbatasan dengan laring, trakea, faring, esophagus. Arteri
tiroidea inferior dan nervus laringeus rekuren berjalan bersama di sisi medial
lobus lateral.8
Kelenjar tiroid memiliki 2 lapis kapsul, yaitu yang sejati dan yang semu.
Kapsul sejati langsung melekat pada permukaan parenkim kelenjar serta
mengeluarkan banyak septula ke dalam parenkim kelenjar, hingga kelenjar tiroid
terbagi menjadi banyak lobuli. Kapsul semu disebut juga kapsul luar, merupakan
ekstensi dari fasia pre-trakea. Kapsul semu menyatukan badan kelenjar ke laring
dan trakea, sehingga kelenjar tiroid dan tumor di dalamnya dapat bergerak turun
naik sesuai gerakan menelan. Antara kapsul sejati dan semu terdapat kelenjar
tiroid, di dalamnya terdapat jaringan penunjang longgar. Pada waktu operasi
tiroid, pemisahan lebih mudah dilakukan antara kapsul sejati dan kapsul semu,
dan perdarahan lebih sedikit.8
Terdapat lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat dan mengelilingi
kelenjar tiroid. Jaringan ini merupakan bagian dari lapisan fasia yang menyokong
trakea. Fasia ini berbeda dengan kapsul tiroid, pada pembedahan fasia ini dapat
dengan mudah dipisahkan dari kapsul. Fasia bergabung dengan kapsul tiroid di
posterior dan lateral, serta membentuk ligamen yang disebut ligamentum Berry.
2
Ligamentum Berry melekat pada kartilago krikoid dan memiliki makna dalam
pembedahan sebab hubungannya dengan nervus laringeal.9
a) Pembuluh darah tiroid
Tiroid memiliki pasokan darah yang kaya, terutama dari arteri tiroidea
superior dan arteri tiroidea inferior, kadang kala terdapat arteri tiroidea ima.A.
tiroidea superior umumnya berasal dari bagian pangkal arteri karotis eksterna,
juga dapat berasal dari bifurkasio arteri karotis komunis. Arteri tersebut kemudian
bersama nervus laringeus superior ramus eksterna berjalan ke kutub superior
lobus lateral tiroid, bercabang menjadi ramus anterior dan superior dan masuk ke
dalam badan kelenjar. Arteri tiroidea inferior berasal dari aksis tiroid, melalui
posterior sarung arteri karotis menuju posterolateral lobus lateral tiroid, terbagi
menjadi ramus superior dan inferior, dan masuk ke kelenjar tiroid. Sekitar 10%
manusia memiliki arteri tiroidea ima,umumnya berasal dari aksis sefalobrakialis,
melalui anterior trakea menuju ke atas, tersebar di sekitar ismus.8
Vena tiroid membentuk jaringan di dalam badan kelenjar, lalu berkumpul
menjadi vena tiroidea superior, media dan inferior. Vena tiroidea superior berjalan
sepanjang sisi lateral arteri tiroidea superior ke atas, bermuara ke vena jugularis
interna. Vena tiroidea media berjalan melintang masuk ke vena jugularis interna,
kadangkala tidak ada, vena tiroidea inferior biasanya masuk ke vena
sefalobrakialis.Vena tiroidea inferior bilateral sering membentuk pleksus vena di
anterior segmen servikal trakea.8
b) Drainase limfatik tiroid
Pembuluh limfe tiroid berasal dari seputar folikel tiroid, di dalam korpus
kelenjar membentuk jaringan limfatik yang subur, menuju kelenjar limfe anterior
trakea, prelaring dan paratrakea, lalu ke untaian kelenjar limfe vena jugularis
interna (kelenjar limfe profunda lateral leher), sebagian kecil saluran limfe dapat
langsung bermuara ke duktus torakikus atau kelenjar limfe supraklavikular.8
c) Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin
(T4).Bentuk aktif hormon ini adalah triiodotironin (T3), yang sebagian besar
berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk
oleh kelenjar tiroid.3
3
Iodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon
tiroid. Sel kelenjar tiroid secara aktif melakukan transportasi yodium ke dalam
sitoplasmanya. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga
afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Iodida anorganik teroksidasi menjadi
bentuk organiknya dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat
dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotironin (DIT).
Konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3
atau T4, yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4
dilepaskan di sirkulasi, sedangkan sisanya tetap berada dalam kelenjar dan
kemudian mengalami deiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang.Dalam
sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu thyroid-binding globulin
(TBG), atau thyroxine-binding prealbumine (TBPA).3
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone
(TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar hipofisis secara
langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior
hipofisis dan terhadap sekresi tyhyroid releasing hormone (TRH) oleh
hipotalamus. Hormon tiroid memiliki pengaruh yang sangat bervariasi terhadap
jaringan/organ tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme sel.3
Pada kelenjar tiroid juga terdapat sel parafolikular yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum menlalui pengaruhnya terhadap
tulang.3
B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Di Amerika Serikat, nodul tiroid pada orang dewasa sangat umum
ditemukan dengan prevalensi 4-7%. Bahkan prevalensi nodul yang ditemukan
pada otopsi atau USG berkisar antara 20-65% pada individu dengan riwayat
penyakit tiroid sebelumnya.Struma difus lebih sering ditemukan pada remaja dan
selama kehamilan, sementara tipe multinodular lebih sering ditemukan pada
pasien berusia lebih dari 50 tahun.6,7,10,11
4
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Tumor/nodul tiroid
Sering ditemukan, sejak dini dapat diketahui adanya nodul keras dalam
kelenjar tiroid yang bergerak naik-turun sesuai gerakan menelan.8
2. Gejala infiltrasi dan desakan lokal
Tumor yang membesar sampai batas tertentu sering mendesak trakea hingga
posisinya berubah, disertai gangguan bernapas yang bervariasi intensitasnya.
Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara),
trakea (dispnea), atau esofagus (disfagia). Penyempitan yang hebat dapat
menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar.
Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernapasan
karena pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Struma
nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah
kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan.3,8
3. Pembesaran kelenjar limfe leher
Metastasis ke kelenjar limfe menyebabkan pembesaran kelenjar limfe lefer.
Sering terjadi pembesaran kelenjar limfe leher profunda superior, media dan
inferior.8
4. Hipertiroid
5
Tanda hipertiroid dapat berupa takikardi, takiaritmia, hiperrefleksia, tremor
fisiologis, tangan hangat dan lembab, serta kerontokan rambut.Krisis tiroid
dapat terjadi pada keadaan hipertiroid berat yang tidak ditangani seperti pada
penyakit Graves, adenoma autonomous, atau struma multinodosa toksik.Hal
ini biasanya dipicu oleh iodin, penyakit sistemik yang berat seperti sepsis,
pembedahan umum, atau pembedahan tiroid. Krisis tiroid ditandai oleh
takikardi, takiaritmia, hipertermia, diare, muntah, dehidrasi, kelemahan otot,
eksiasi, disorientasi, halusinasi, somnolen, bahkan koma.15
Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak
mengalami hipo atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan
berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degenerasi
jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan
terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain
adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik.
Sebagian besar penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa
keluhan.3
D. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan klinis
Nodul tiroid soliter harus dievaluasi dengan hati-hati oleh karena risiko
keganasan, walaupun begitu penanganan selektif sangat penting mengingat
tingginya frekuensi lesi jinak.10
Anamnesis tidak sensitif maupun spesifik dalam mendeteksi keganasan
tiroid, tetapi dapat membantu menemukan faktor risiko yang mengarah pada
keganasan. Riwayat pertumbuhan tiroid, gejala penekanan, kesulitan menelan
serta suara parau dapat mengarah pada keganasan. Kebanyakan pasien dengan
keganasan tiroid tidak mengalami gejala apapun. Riwayat radiasi pada daerah
kepala dan leher pada masa kecil atau remaja meningkatkan kecenderungan untuk
timbulnya nodul. Pasien dengan riwayat keluarga menderita kanker tiroid medular
juga lebih cenderung menderita keganasan tiroid. Nodul tunggal pada pasien
berumur >60 tahun, terutama pria, lebih cenderung ganas dibanding pasien
perempuan dengan usia lebih muda.10
6
Nyeri leher yang tiba-tiba mengarah pada proses jinak, biasanya akibat
perdarahan pada kista atau adenoma berdegenerasi, atau tiroiditis subakut
(granulomatous). Perdarahan dan nyeri dapat timbul pada keganasan, walaupun
hal ini jarang.10
Pada pemeriksaan fisik, keganasan tiroid seringkali ditemukan sebagai lesi
yang lunak hingga keras, walaupun lesi jinak, terutama kalsifikasi adenoma dapat
memberikan gambaran yang sama. Secara klinis, nodul pada kasus multinodosa
yang sama konsistensinya pada tiap nodul cenderung jinak. Nodul yang tumbuh
pada saat observasi, atau lebih keras atau konsistensi lebih ireguler dibanding
nodul lainnya cenderung ganas. Limfadenopati regional terutama pada daerah
leher atau supraklavikular mengarah pada keganasan tiroid papilar.10
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda
keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih
cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan
jaringan sekitar. Adanya nodul tunggal tetap harus mendapat perhatian karena
dapat merupakan nodul koloid, adenoma tiroid, dan/atau suatu karsinoma tiroid.
Nodul maligna sering ditemukan terutama pada pria usia muda, dan usia lanjut. 3
Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama
pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma
retrosternum ini tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura toraks
terlalu sempit. Sering kali, struma ini berlangsung lama dan bersifat asimtomatik,
sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan ini akan
memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Pasien dengan
struma multinodosa lebih cenderung memiliki gejala kompresi, terutama apabila
struma cukup besar atau terdapat ekstensi substernal. Diagnosis ditentukan dengan
pemeriksaan foto Rontgen polos toraks, atau pemeriksaan yodium radioaktif.3,10
2. Pemeriksaan penunjang
a. Serologi
Harus diperiksa fungsi tiroid seperti TSH, T3,T4. Kebanyakan pasien
eutiroid.10
b. USG
7
Cukup sensitif memeriksa ukuran dan jumlah tumor, sifatnya yang padat
atau kistik, adanya kalsifikasi, dll. Doppler warna dapat mengetahui situasi
aliran darah dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu dalam
diagnosis banding lesi jinak atau ganas.8
c. Radioisotop
Nodul “dingin” dicurigai sebagai karsinoma, namun perlu diingat sebagian
besar nodul bersifat “dingin”, termasuk kista, nodul koloid, lesi folikular
jinak, nodul hiperplastik, dan HT. Sebagian besar karsinoma
berdiferensiasi tiroid memiliki fungsi mengambil iodium, tampak sebagai
nodul “hangat”. Pemeriksaan ini tidak membantu dalam membedakan lesi
jinak dan ganas, namun dapat menentukan status fungsional nodul, dan
memastikan adanya nodul. Belakangan pemeriksaan ini digantikan oleh
USG dan CT-scan.8,10
d. Foto Rontgen
Foto AP dan lateral trakea dapat menunjukkan kalsifikasi, kondisi
desakan, pergeseran posisi dan penyempitan trakea, bayangan jaringan
lunak paravertebral serta kondisi batas inferior tumor yang berekstensi ke
posterior sternum dan mediastinum. Pemeriksaan esofagus dengan barium
dapat mengetahui adanya desakan serta infiltrasi ke esofagus. Foto thoraks
dapat mengetahui kondisi mediastinum dan kedua paru.
e. CT-scan
Dapat menunjukkan lokasi, jumlah tumor, adanya kalsifikasi, kondisi
struktur interna, keteraturan batasnya, dll. Hasil CT-scan baik pada lesi
yang besar, tetapi relatif sulit untuk mendiagnosis lesi yang lebih kecil.
f. MRI
Dapat menampilkan potongan koronal, sagital, transversal dengan lapisan
multipel. Sangat baik dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid dan
hubungannya dengan organ, vaskular, dan jaringan sekitarnya.
g. PET
Akurasinya relatif tinggi dalam menentukan lesi jinak atau ganas, tetapi
bukan diagnosis pasti, selain itu biayanya relatif sangat tinggi.
h. FNAB (fine needle aspiration biopsy)
8
FNAB merupakan pemeriksaan utama pada evaluasi awal nodul. Sekitar
70% dari seluruh pemeriksaan pasien dengan lesi ganas menunjukkan
kanker tiroid papiler, sementara sekitar 40% pasien dengan lesi jinak yang
diperiksa dengan FNAB menunjukkan nodul koloid.10
Diagnosis banding struma nodosa ialah tumor lain di mediastinum anterior
superior seperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan metastasis keganasan paru
pada kelenjar getah bening.
E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan pemeriksaan histopatologis
a. Tumor epithelial : nodul koloid, adenoma folikular
b. Tumor nonepitelial : karsinoma folikular, karsinoma papilar, karsinoma
medular, karsinoma tak berdiferensiasi
c. Limfoma maligna
d. Tumor lain
e. Tumor sekunder
f. Tumor tidak terklasifikasi
g. Lesi menyerupai tumor
2. Penggolongan stadium berdasarkan Perhimpunan Antitumor Internasional
(UICC) dan Ikatan Antitumor Amerika Serikat (AJCC) tahun 2002
T : tumor primer
TX : tumor primer sulit dinilai
T0 : tak ada bukti tumor primer
T1 : tumor terbatas dalam tiroid, diameter terbesar tumor ≤2 cm
T2 : tumor terbatas dalam tiroid, diameter terbesar tumor >1 cm tapi <4 cm
T3 : tumor terbatas dalam tiroid, diameter terbesar tumor >4 cm, atau
dengan mikroinfiltrasi tumor di luar tiroid (misalnya infiltrasi otot tiroid
sternum atau jaringan lunak sekitar tiroid)
T4a : tumor menembus kapsul tiroid dan menginfiltrasi jaringan subkutis,
laring, trakea, esofagus atau nervus rekuren laringeus.
T4b : tumor menginfiltrasi fasia prevertebral, pembuluh darah mediastinum
atau melingkari arteri karotis
9
N : kelenjar limfe regional (mencakup kelenjar limfe leher dan
mediastinum superior)
NX : kelenjar limfe regional sulit dinilai
N0 : tak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1 : metastasis kelenjar limfe regional
N1a : metastasis kelenjar limfe area VI (pretrakea, paratrakea dan prelaring)
N1b : metastasis kelenjar limfe leher ipsilateral, bilateral, kontralateral atau
mediastinum superior
M : metastasis jauh
MX : metastasis jauh sulit dinilai
M0 : tak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh
3. Pembagian stadium klinis
Karsinoma papilar atau folikular, <45 tahun
Stadium I : T apapun, N apapun, M0
Stadium II : T apapun, N apapun, M1
Karsinoma papilar atau folikular, >45 tahun
Stadium I : T1N0M0
Stadium II : T2N0M0
Stadium III : TEN0M0
T1-3, N1aM0
Stadium IVA : T1-3N1bM0
T4aN0-1M0
Stadium IVB : T4b, N apapun, M0
Stadium IVC : T apapun, N apapun, M1
4. Berdasarkan status hormon tiroid, yaitu eutiroid, hipotiroid, dan hipertiroid.
10
F. TERAPI
Terapi operatif
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan diagnostik (biopsi)
dan terapeutik. Pembedahan diagnostik berupa biopsi insisi atau eksisi sangat
jarang dilakukan dan telah ditinggalkan, terutama dengan semakin akuratnya
FNAB.Biopsi diagnostik hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat
dikeluarkan seperti karsinoma anaplastik. Pembedahan terapeutik dapat berupa
lobektomi total, lobektomi subtotal, istmolobektomi, dan tiroidektomi total.15
Jenis operasi ditentukan berdasarkan ukuran tumor primer, jenis patologik,
lingkup infiltrasi ke jaringan sekitar, serta ada tidaknya metastasis dan lingkup
metastasis.3,8
1. Penanganan terhadap kanker primer
a. Lobektomi unilateral serta ismektomi
Bila tumor terbatas pada satu sisi tiroid, semua lesi yang tidak lebih dari
T2 dapat dilakukan lobektomi unilateral dan ismektomi.
b. Tiroidektomi total atau subtotal
Tiroidektomi total dilakukan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik,
atau karsinoma medularis, dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Bila
lesi mengenai kedua lobus atau kanker sudah metastasis jauh, harus
dilakukan tiroidektomi. Apabila keadaan memungkinkan, setidaknya satu
kelenjar paratiroid harus tetap dipertahankan beserta vaskularisasinya.
c. Reseksi diperluas lobus residual unilateral
Terhadap tumor tiroid dengan sifat tak jelas dilakukan eksisi tumor dan
pasca operasi secara patologik ternyata ganas, dlakukan operasi lagi untuk
mengangkat lobus residual. Operasi ulangan harus mengangkat
keseluruhan lobus tiroid residual ipsilateral, berikut jaringan parut dan otot
anterior leher, mengeksplorasi regio pretrakea dan paranervus rekuren
laringeus. Bila ada pembesaran kelenjar limfe harus sekaligus dibersihkan.
2. Penanganan terhadap kelenjar limfe regioal
Umumnya, literatur menunjukkan metastasis kelenjar limfe leher tidak
berpengaruh jelas terhadap prognosis, oleh sebab itu kasus dengan kelenjar
limfe negatif tidak dianjurkan untuk operasi pembersihan selektif kelenjar
11
limfe leher. Sedangkan pada kasus kelenjar limfe positif, harus dilakukan
operasi pembersihan kelenjar limfe leher kuratif.
Terapi non-operatif
Terapi hormonal konsevatif untuk struma multinodosa dengan iodin atau
levotiroksin dapat efektif terutama dalam menurunkan volume nodul tiroid yang
relatif kecil, jinak, soliter, keras serta volume nodular struma multinodosa.
Beberapa ahli menemukan penurunan volume tanpa pengobatan, mungkin akibat
regresi spontan. Sebagai alternatif, struma non-toksik dapat diterapi dengan terapi
supresi TSH atau radioiodin. Namun kepustakaan lain menyebutkan struma
nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh
pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid.3,6
Pada semua pasien pasca tiroidektomi total, diberikan terapi hormon tiroid
seumur hidup sebagai terapi substitusi dan terapi supresi terhadap TSH.3,15
G. PROGNOSIS
Prognosis struma nodosa non-toksik baik. Prognosis karsinoma tiroid
bervariasi. Tumor yang tumbuh lambat sangat sedikit mangakibatkan kematian,
sedangkan tumor yang tumbuh cepat memiliki angka kematian yang tinggi. Faktor
yang berpengaruh terhadap prognosis karsinoma tiroid antara lain jenis patologik,
stadium dan metastasis jauh. Selain itu, usia, jenis kelamin, ukuran lesi dan
stadium T juga berpengaruh.8
12
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. T. M
Umur : 49 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku : Minahasa
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : Teling
Tanggal Periksa : 30 Juli 2014
13
B. Keluhan utama
Benjolan pada leher
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Benjolan pada leher dialami sejak 4 bulan yang lalu. Saat itu penderita merasa
panas di leher dan menyadari ada benjolan. Benjolan dirasakan penderita tidak
bertambah besar. Tidak ada gangguan menelan, suara tidak parau, riwayat
penurunan berat badan (-), merasa sesak napas (-), nyeri (-)
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi dan DM disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa atau keluhan berarti
lainnya.
F. Riwayat Keadaan Sosial/Lingkungan
Tidak ada riwayat paparan radiasi. Pasien tidak merokok atau mengkonsumsi
alkohol. Pasien tidak tinggal di daerah pegunungan atau endemik gondok.
G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,0 0c
Kepala : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor 3
mm / 3 mm, Refleks cahaya (+) normal
14
Leher : Trakea letak di tengah.
Status lokalis
Regio colli dextra : Tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat
menelan , hangat, nyeri tekan (-).
Regio colli sinistra : Tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat
menelan , hangat, nyeri tekan (-).
Thoraks : Simetris kiri dan kanan, Ronkhi -/- , Wheezing -/-
Abdomen : Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-) , hepar dan lien
tidak teraba
Exstremitas : Tidak Ada Kelainan
H. Pemeriksaan Penunjang
9 Juli 2014
USG : Struma multinodusa degenerasi kistik, kalsifikasi.
PA : Struma koloides
17 Juli 2014
T3 : 1,26 ng/ml (0,8-2,0 ng/ml) TSHS : 0,742 uIU/ml (0,47-4,64)
T4 : 12,20 pmol/L (12-18 pmol/L) FT3 : 3,61 pg/ml (1,8-4,2)
24 Juli 2014
Leukosit : 6200 mm3 Tromb : 290 x 103/mm3
Eritrosit : 4,59 x 106/mm3 GDS : 98 mg/dl
Hemoglobin : 39,7% Ureum : 0,8 mg/dl
Creatinin : 2,0 mg/dl Kalium : 4,34 mmol/L
SGOT : 30 U/L Cl :116,4
SGPT : 23 U/L CT : 8 ‘
Natrium : 152 mmol/L BT : 2 ‘
EKG : dalam batas normal
Foto Thorax : Cor : normal
Pulmo : trakea terdesak kekiri
28 Juli 2014
TSH : 1.35 µIU/ml
15
FT4 : 0.99 ng/dl
I. Diagnosa
Struma Multinodusa nontoksik
J. Terapi
Rencana tiroidektomi Subtotal
Follow Up Harian
24/07/2014
S : Benjolan di leher
O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
A : Struma Multinodusa non toksik
P : Pro tiroidektomi Subtotal
25/07/2014
S : Benjolan di leher
O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
16
® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
A : Struma Multinodusa non toksik
P : Pro tiroidektomi Subtotal
Cek TSH dan FT4
26/07/2014-27/07/2014
S : Benjolan di leher
O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
A : Struma Multinodusa non toksik
P : Pro tiroidektomi Subtotal
Menunggu hasil TSH dan FT4
28/07/2014
S : Benjolan di leher
O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat
menelan, hangat, nyeri tekan (-)
A : Struma Multinodusa non toksik
P : Pro tiroidektomi Subtotal
Hasil TSH dan FT4 terlampir
30/07/2014 : Operasi tiroidektomi Subtotal
31/07/2014
S : nyeri kepala
O : ® Colii dextra et sinistra luka terawat
Drain (+) 300 cc hemoragik (dibuang)
A : Post subtotal tiroidektomi ec Struma Multinodusa non toksik
P : IVFD D5% : NaCl 0,9% 2 : 1 = 20 gtt/m
Ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv
Ketorolac inj 3 x 1 amp iv
17
Asam traneksamat inj 3 x 1 amp
Diet lunak
Mobilisasi
Rawat luka
01/08/2014
S : -
O : ® Colii dextra et sinistra luka terawat
Drain (+) 120 cc hemoragik (dibuang)
A : Post subtotal tiroidektomi ec Struma Multinodusa non toksik
P : IVFD D5% : NaCl 0,9% 2 : 1 = 20 gtt/m
Ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv
Ketorolac inj 3 x 1 amp iv
Asam traneksamat inj 3 x 1 amp
Diet lunak
Mobilisasi
Rawat luka
02/08/2014
S : -
O : ® Colii dextra et sinistra luka terawat
Drain (+) 25120 cc hemoragik (dibuang)
A : Post subtotal tiroidektomi ec Struma Multinodusa non toksik
P : IVFD D5% : NaCl 0,9% 2 : 1 = 20 gtt/m
Ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv
Ketorolac inj 3 x 1 amp iv
Asam traneksamat inj 3 x 1 amp
Diet lunak
Mobilisasi & Tirah baring setengah duduk (30°)
Rawat luka
Laporan Operasi
18
Diagnosis pre operatif : Struma multinodosa nontoksik
Diagnosis postoperatif : Post subtotal tiroidektomi ec Struma multinodosa non
Toksik
Laporan operasi 30/07/14
Penderita terlentang dengan GA
Posisi kepala penderita hiperekstensi dan pundak diganjal
Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
Insisi colar dua jari diatas jugulum, diperdalam sampai facia coli superfisialis
Dibuat flap keatas sampai muskulus milohioid dan kebawah sampai jugulum
sternum, flap di tengel ke atas adan kebawah
Facia coli superfisialis dibuka di midline otot pretrakhealis disisihkan ke
lateral
Tampak glandula thiroid dextra ukuran 6x5 cm, nodul kistik(+), tampak
glandula thiroid dextra ukuran 5x5 cm, nodul kistik (+), lobus piramidalis (+)
Glandula thiroid dibebaskan dari kapsulnya, preservasi glandula paratiroid
disisihkan
Ligasi arteri thyroidea superior dextra, arteri thyroidea media dextra et
sinistra, arteri thyroidea inferior dextra et sinistra ditinggalkan
Dilakukan subtotal tiroidektomi dengan meninggalkan lobus sinistra Glandula
thiroid 2 cm3 dan arteri thyroidea superior sinistra
Kontrol perdarahan
Luka operasi dicuci dengan NaCl 0,9 %
Pasang drain redon
Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Operasi selesai
Instruksi post-op
IVFD D5% : NaCl 2: 1 = 20 gtt/mnt
Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
Ketorolac 3 x 1 amp iv
Asam traneksamat inj 3x1 amp
Diet lunak
Mobilisasi
19
K. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam laporan kasus perempuan berumur 49 tahun dengan diagnosis
Struma multinodosa non toksik akan dibahas mengenai cara penegakan diagnosis
dan penanganannya.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan
pada leher yang timbul 4 bulan yang Saat itu penderita merasa panas di leher dan
menyadari ada benjolan. Benjolan dirasakan penderita tidak bertambah besar .
Tidak ada gangguan menelan, suara tidak parau, riwayat penurunan berat badan
(-), merasa sesak napas (-), nyeri (-). Pada pasien dengan struma multinodusa
biasanya terdapat pembesaran kelenjar tiroid yang dikeluhkan pasien sebagai
benjolan di bagian leher.
20
Faktor risiko pada pasien ini yaitu faktor jenis kelamin perempuan.
Perbedaan jenis kelamin pada karsinoma tiroid relatif besar, hormon wanita
mungkin berperan dalam etiologinya. Pada jaringan karsinoma papilar tiroid
kandungan reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR) tertinggi,
disimpulkan bahwa ER, PR merupakan faktor penting yang mempengaruhi
insiden karsinoma tiroid pada wanita. Faktor risiko lain seperti paparan radiasi,
diet kurang yodium, faktor herediter atau genetik, tempat tinggal di daerah
pengunungan, ataupun penyakit tiroid sebelumnya tidak ditemukan pada pasien
ini.8
Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan benjolan pada regio. Pada
palpasi teraba benjolan, bergerak mengikuti gerakan menelan, hangat dan nyeri
tekan tidak ada. Biasanya pada Struma multinodosa tidak disertai rasa nyeri.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium
darah, FNAB, USG, EKG, dan X-foto thoraks.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kadar TSH, T3 dan T4
yang normal sehingga disimpulkan bahwa pasien ini eutiroid/struma non-
toksik.Tes laboratorium yang terpenting adalah kadar TSH untuk menentukan
adanya hipotiroid atau hipertiroid. Pengukuran kadar serum T3 dan T4 dapat
membantu, misalnya pada keadaan di mana TSH normal-rendah atau normal-
tinggi. Pada kebanyakan kasus nodul tiroid tunggal, kadar serum TSH normal.
Pada kasus seperti ini tidak diperlukan uji laboratorium tambahan untuk evaluasi
diagnostik kecuali terdapat riwayat atau dicurigai adanya penyakit otoimun.17
X-foto (Roentgen) berguna untuk melihat dorongan, tekanan, dan
penyempitan pada trakea, serta membantu diagnosis dengan melihat adanya
kalsifikasi di dalam jaringan tiroid. Foto toraks dibuat untuk melihat kemungkinan
ekstensi struma ke retrosternum dan menyebaran karsinoma tiroid ke mediastinum
bagian atas atau paru.Pada foto thoraks pasien ini tidak didapatkan kelainan.Pada
pemeriksaan EKG tidak didapatkan kontraindikasi untuk operasi.
Pada gambaran USG tiroid didapatkan kesan solitary nodul thyroid
dekstra dengan gambaran multiple colloid. USG sangat sensitif dalam menentukan
ukuran dan jumlah nodul, namun tidak dapat berdiri sendiri dalam membedakan
lesi jinak atau ganas.Walaupun begitu, USG dengan Doppler dan analisis
21
spektrum karakteristik vaskular nodul tiroid tampaknya menjanjikan dalam
menscreening nodul untuk keganasan.Beberapa studi menunjukkan bahwa risiko
keganasan lebih rendah pada nodul dengan pola utama perinodular dibandingkan
dengan nodul dengan pola vakular sentral. Lebih lanjut, apabila karakteristik
vaskular nodul tiroid dikombinasikan dengan parameter USG termasuk halo,
mikrokalsifikasi, diameter potong-lintang, dan ekogenisitas, nilai prediktif
pemeriksaan ini dapat meningkat.17
Hasil pemeriksaan USG ini didukung oleh pemeriksaan FNAB yang
menunjukkan nodul koloid.Koloid menggambarkan penyimpanan hormon tiroid
dalam folikel.Tidak adanya koloid mengarah pada diagnosis yang lebih
buruk.Struma koloid terjadi akibat gangguan produksi hormon tiroid, yang
menyebabkan peningkatan sekresi TSH sehingga terjadi pembesaran kelenjar
tiroid untuk mempertahankan status eutiroid tubuh. Penyebab penurunan produksi
hormon tiroid ini masih belum diketahui.9
Struma non-toksik biasanya bertumbuh lambat tanpa menyebabkan
gejala.Apabila tidak terdapat pertumbuhan yang cepat, gejala obstruksi, atau
tirotoksikosis, tidak diperlukan penanganan.Terapi dipertimbangkan apabila
pertumbuhan nodul meliputi seluruh tiroid atua adanya nodul spesifik, terutama
apabila terdapat ekstensi intrarhoraks, gejala kompresi atau tirotoksikosis.Struma
dengan pembesaran yang signifikan sebaiknya dikoreksi melalui
pembedahan.Pilihan terapi saat ini yaitu tiroidektomi, terapi radioaktif iodin, serta
terapi levotiroksin (L-tiroksin atau T4). Masih terdapat kontroversi dalam
menentukan tindakan untuk observasi atau pembedahan.Menurut kepustakaan,
struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi diperngaruhi oleh
pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid. Penanganan
struma lama adalah dengan pembedahan dengan indikasi yang tepat.3
Indikasi tindakan bedah struma non-toksik yaitu alasan kosmetik, eksisi
nodulus tunggal (yang mungkin ganas), struma multinodular yang berat, struma
yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain, serta struma
retrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain.Pada pasien ini,
alasan dilakukan operasi adalah alasan kosmetik. 3
22
Terminologi untuk pembedahan tiroid berbeda-beda pada tiap literatur.
Tiroidektomi total meliputi seluruh jaringan tiroid di antara jalur masuk nervus
laringeal, bilateral pada ligamentum Berry, dan menghasilkan pembuangan
seluruh jaringan tiroid yang terlihat. Triroidektomi near-total meliputi
pembedahan pada satu sisi dengan meninggalkan sisa jaringan tiroid lateral pada
sisi kontralateral yang bersatu dengan paratiroid. Tiroidektomi subtotal
meninggalkan pinggiran jaringan tiroid lateral bilateral untuk mempertahankan
paratiroid dan menighindari masuknya nervus laringeal ke dalam laring.9
Berikut ini merupakan tabel perbandingan, ismolobektomi, tiroidektomi
subtotal dan tiroidektomi total:9
JENIS
PROSEDUR
KEUNTUNGAN KERUGIAN/
KOMPLIKASI
INDIKASI
Ismolobektomi Angka
hipokalsemia dan
kerusakan saraf
lebih rendah
Mungkin
membutuhkan
tiroidektomi apabila
nantinya didiagnosis
dengan keganasan
-Dicurigai kuat
lesi jinak
-Kanker
berdiferensiasi
baik <1cm
Tiroidektomi
near-total
Angka
hipokalsemia dan
kerusakan saraf
lebih rendah
Kemungkinan
rekurensi pada
jaringan tiroid sisa
-Lesi jinak
multinodular
-Nodul <2cm pada
sisi lobektomi
komplit
-Hipertiroid
Tiroidektomi
total
-Penggunaan I-131
post operatif paling
baik
-Penggunaan kadar
tiroglobulin untuk
rekurensi
Angka hipokalsemia
dan kerusakan saraf
lebih tinggi
-Lesi multinodular
yang luas
-Hipertiroid
-Kanker >2cm
(KGB tidak
teraba)
Pengawasan fungsi tiroid dan paratiroid post operatif sangat penting.
Kadar kalsium diperiksa, apabila tidak ada tanda hipokalsemia tidak diperlukan
23
suplementasi kalsium.Apabila pasien eutiroid sebelum pembedahan, terapi
pengganti tidak diperlukan selama minimal 10 hari, bahkan setelah tiroidektomi
total.Beberapa ahli memberikan levotiroksin setelah lobektomi untuk mencegah
pertumbuhan nodul baru pada lobus yang tersisa. Bukti saat ini menunjukkan
bahwa levotiroksin tidak mencegah pembentukan nodul baru, namun pemberian
levotiroksin pada pasien dengan tiroidektomi parsial dengan riwayat radiasi pada
kepala atau leher dapat mencegah pembentukan nodul baru pada lobus lainnya.9,10
Penanganan pada pasien ini yaitu dengan pembedahan subtotal
tiroidektomi. Karena pasien ini didiagnosa dengan Struma multinodosa non
Toksik.
BAB V
KESIMPULAN
Tiroid merupakan salah satu bagian dari kelenjar endokrin yang berperan
penting dalam kehidupan manusia, terutama sekresi hormon oleh kelenjar tiroid
itu sendiri. Struma adalah salah satu gangguan yang disebabkan oleh gangguan
hormone tiroid sehingga menimbulkan manifestasi seperti perbesaran pada
kelenjar tiroid.
Diagnosa klinis pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang adalah Struma multinodosa non Toksik dengan
penanganan subtotal tiroidektomi.
24
DAFTAR PUSTAKA
x
1. Biersack HJ, Grunwald F. Thyroid Cancer. Ed 2. Frankfurt: Springer;
2005.
2. Sampepajung D. Thyroid cancer: the diagnose and the management
oncology division Makassar: Hasanuddin University; 2008.
3. Murtedjo U, Iyad HA, Manoppo AE, Manuaba TW. Sistem endokrin.
Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2011. h. 808-12.
4. Sander MA. Struma multinodosa Non Toksika Intrathorakal; 2013.
Diunduh dari:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/farmasains/article/viewFile/1513/161
25
4_umm_scientific_journal.pdf. Diakses 20 juli 2014
5. Robins E, Reisner HM, editor. The endocrine system. Dalam: CD-ROM].
Ed 5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
6. Wan D, editor. Tumor di kepala dan leher. Dalam Buku Ajar Onkologi
Klinis. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 287-97.
7. Townsend , Beauchamp , Evers , Mattox. Thyroid. Dalam: Sabiston
Textbook of Surgery [monograf dalam CD-ROM]. Ed 18. Philadelphia:
Saunders; 2008.
8. Singer PA. Euthyroid nodular and diffuse goiter. Dalam: Braverman LE,
editor. Diseases of the thyroid. Ed 2. Totowa: Humana Press; 2003. h.
217-33.
9. Bahn RS, Castro MR. Approach to the Patient with Nontoxic
Multinodular Goiter. J Clin Endocrinol Metab, 2011, 96(5) : 1202-1212
10. Carling T, Udelsman R. Thyroid Tumors. In: Cancer ; Principles &
Practise of Oncology. Volume Two. Devita VT, Lawrence TS, Rosenberg
SA, editors. USA: Philadelphia by Lippincoff William & Wilkins. 2008. p
1664-6
11. Badash M. Nontoxic Nodular Goiter; 2011. Diunduh dari:
http://healthlibrary.epnet.com/print.aspx?token=de6453e6-8aa2-4e28-
b56c-5e30699d7b3c&ChunkIID=96739. Diakses 22 juli 2014
12. Das S, et all. Persistence of Goiter in the Post- Iodization
Phase:Micronutrient Deficiency or Thyroid Autoimmunity?. Indian J Med
Res 133, Januari 2011, pp 103-109
13. Rosenthal R, Oertli D. Multinodular and retrosternal goiter. Dalam:
Oertli D, Udelsman R, editor. Surgery of the thyroid and parathyroid
glands. Leipzig: Springer; 2007. h. 179-88.
14. Chavan A, et all. A Prospective Cohort Study of Nodular Goiter: A
Hormonal Approach. Advance In Biological Research , 2010, 4(5): 272-
276
15. Dankle SK. Medscape Reference. [Online]; 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/127491-overview#showall.
26
Diakses 27 juli 2014.
16. Baloch ZW, LiVolsi VA. Thyroid pathology. Dalam: Oertli D, Udelsman
R, editor. Surgery of the Thyroid and Parathyroid. Leipzig: Springer;
2007. h. 109-30.
17. Lee SL. Medscape Reference. [Online].; 2011 [diakses 27 juli 2014.
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/120392-
workup#showall.
x
27