60
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit.”No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat Mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% Trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala 1.2. RUMUSAN MASALAH Dalam laporan kasus ini akan dibahas kasus di bangsal Al-Ihsan, atas nama Ny. Ester Mene mengenai : Contusio Serebri 1.3. TUJUAN PENULISAN

Lapkas Neuro ESTER MENE

Embed Size (px)

DESCRIPTION

:)

Citation preview

Page 1: Lapkas Neuro ESTER MENE

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit

gawat darurat suatu rumah sakit.”No head injury is so serious that it should be

despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak

ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan

tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat

Mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat

inap.

Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis

trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara

semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% Trauma kepala dan

kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dalam laporan kasus ini akan dibahas kasus di bangsal Al-Ihsan, atas nama Ny.

Ester Mene mengenai : Contusio Serebri

1.3. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

a. Untuk memahami kasus Contusio Serebri

b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

1.4. METODE PENULISAN

Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada

beberapa literatur.

Page 2: Lapkas Neuro ESTER MENE

2

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ester Mene Evangelister

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Dusun IX kenanga kelurahan laut dendang

Agama : Kristen

Pekerjaan : Mahasiswi

Status perkawinan : Menikah

Tanggal MRS : 06 agustus 2015

Tanggal KRS :

2.2. ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri kepala bagian depan

Telaah : Pasien datang ke rumah sakit Haji Medan dengan keluhan sakit kepala bagian

depan, keluhan ini dialami os empat hari yang lalu. Nyeri kepala bersifat terus menerus.

Nyeri kepala disertai keluarnya darah dari telinga kiri. Pasien merupakan rujukan dari

bagian Bedah RSHM. Menurut keterangan keluarga awalnya os mengalami kecelakaan

lalu lintas, os sempat mengalami penurunan kesadaran saat setelah kecelakaan sampai

sehari sesudahnya kurang lebih 24 jam. Riwayat Muntah (+), Muntah menyembur (+),

frekuensi 2 xsehari. Kejang (-), Riwayat DM (-), Riwayat hipertensi disangkal oleh

keluarga.

Riwayat penyakit terdahulu

- Riwayat penyakit terdahulu : Tidak dijumpai

Riwayat penyakit keluarga

- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

- Riwayat penyakit lain di keluarga: -

Riwayat penggunaan Obat

- Riwayat penggunaan obat : Tidak dijumpai

Page 3: Lapkas Neuro ESTER MENE

3

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal

Traktus Respiratorius : Dalam batas normal

Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal

Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak ada, Kecelakaan : +

Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak dijumpai

ANAMNESA KELUARGA

Faktor Herediter : Tidak ada, disangkal

Faktor Familier : Tidak ada, disangkal

Lain-lain : Tidak ada

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan Pertumbuhan: Normal

Imunisasi : Tidak Jelas

Pendidikan : Perguruan Tinggi

Pekerjaan : Mahasiswi

Perkawinan dan Anak : Belum Menikah

PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 80 x/i

Frekuensi Nafas : 20 x/i

Temperatur : 36oC

Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal

Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal

Persendian : Dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan Posisi : Bulat dan medial

Pergerakan : Dalam batas normal

Kelainan Panca Indera : Tidak ada

Rongga mulut dan Gigi : Dalam batas normal

Page 4: Lapkas Neuro ESTER MENE

4

Kelenjar Parotis : Dalam batas normal

Desah : Tidak ada

Dan lain-lain : Tidak ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Paru-paru

Inspeksi : Simetris kanan = kiri

Palpasi : Normal

Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas jantung ICS II, batas kanan linea sternalis kanan ICS

IV, batas kiri linea midclavicularis ICS IV

Auskultasi : HR 80x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, datar

Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

GENITALIA

Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

4. STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Compos Mentis

KRANIUM

Bentuk : Bulat lonjong, Normocephali

Fontanella : Tertutup, keras

Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 5: Lapkas Neuro ESTER MENE

5

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk : -

Tanda Kernig : -

Tanda Lasegue : -

Tanda Brudzinski I : -

Tanda Brudzinski II : -

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : -

Sakit Kepala : -

Kejang : -

5. SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sinistra

Normosmia : + +

Anosmia : - -

Parosmia : - -

Hiposmia : - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lapangan Pandang

Normal : + +

Menyempit : - -

Hemianopsia : - -

Scotoma : - -

Refleks Ancaman : DBN DBN

Fundus Oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Warna : TDP

Batas : TDP

Ekstavasio : TDP

Arteri : TDP

Vena : TDP

Page 6: Lapkas Neuro ESTER MENE

6

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata : DBN DBN

Nistagmus : - -

Pupil

Lebar : 3 mm 3 mm

Bentuk : Bulat, isokor Bulat,isokor

Ref. cahaya (L) : + +

Ref. cahaya (TL) : + +

Rima Palpebra : 7 mm 7 mm

Deviasi Konjugate : - -

Fenomena Doll’s Eye: - -

Strabismus : - -

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan Menutup Mulut: + +

Palpasi otot masseter & temporalis: + +

Kekuatan gigitan : TDP TDP

Sensorik

Kulit : DBN DBN

Selaput lendir : DBN DBN

Refleks kornea

Langsung : + +

Tidak langsung : + +

Refleks Masseter : DBN DBN

Refleks Bersin : + +

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

Mimik : DBN DBN

Page 7: Lapkas Neuro ESTER MENE

7

Kerut kening : DBN DBN

Menutup mata : DBN DBN

Meniup sekuatnya : DBN DBN

Memperlihatkan gigi: DBN DBN

Tertawa : DBN DBN

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran : + +

Test Rinne : TDP TDP

Test Weber : TDP TDP

Test Schwabach : TDP TDP

Vestibularis

Nistagmus : - -

Reaksi Kalori : TDP TDP

Vertigo : - -

Tinnitus : - -

NERVUS IX, X

Pallatum mole : Simetris

Uvula : Medial

Disfagia : -

Disartria : -

Disfonia : -

Refleks Muntah : +

Pengecapan 1/3 belakang : TDP

NERVUS XI

Mengangkat bahu : SDN

Fungsi otot sternokleidomastoideus : SDN

NERVUS XII

Lidah

Tremor : -

Atrofi : -

Page 8: Lapkas Neuro ESTER MENE

8

Fasikulasi : -

Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Medial

SISTEM MOTORIK

Trofi : Normotrofi

Tonus : Normotonus

Kekuatan Otot :

Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : TDP

Gerakan Spontan Abnormal

Tremor : -

Khorea : -

Ballismus : -

Mioklonus : -

Ateotsis : -

Distonia : -

Spasme : -

Tic : -

Dan lain-lain : -

TES SENSIBILITAS

Eksteroseptif : DBN

Propioseptif : DBN

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Sterognosis : TDP

Pengenalan 2 titik : TDP

Grafestesia : TDP

REFLEKS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps : ++ ++

Triceps : ++ ++

Radioperiost : -- ++

Page 9: Lapkas Neuro ESTER MENE

9

APR : ++ ++

KPR : ++ ++

Strumple : ada ada

Refleks Patologis

Babinski : - -

Oppenheim : - -

Chaddock : - -

Gordon : - -

Schaeffer : - -

Hoffman – Tromner: - -

Klonus Lutut : - -

Klonus Kaki : - -

Refleks Primitif : - -

KOORDINASI

Lenggang : TDP

Bicara : -

Menulis : TDP

Percobaan Apraksia : TDP

Mimik : Baik

Test telunjuk-telunjuk : TDP

Tes Telunjuk-hidung : TDP

Diadokhinesia : TDP

Tes tumit-lutut : TDP

Tes Romberg : TDP

VEGETATIF

Vasomotorik : DBN

Sudomotorik : DBN

Pilo-erektor : DBN

Miksi : DBN

Defekasi : DBN

Page 10: Lapkas Neuro ESTER MENE

10

Potensi dan Libido : TDP

VERTEBRA

Bentuk

Normal : +

Scoliosis : -

Hiperlordosis : -

Pergerakan

Leher : DBN

Pinggang : DBN

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : TDP

Cross Laseque : TDP

Tes Lhermitte : TDP

Test Naffziger : TDP

GEJALA-GEJALA SEREBELLAR

Ataksia : -

Disartria : -

Tremor : -

Nistagmus : -

Fenomena Rebound : -

Vertigo : -

Dan lain-lain : -

GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL

Tremor : -

Rigiditas : -

Bradikinesia : -

Dan lain-lain : -

FUNGSI LUHUR

Page 11: Lapkas Neuro ESTER MENE

11

Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis

Ingatan Baru : Baik

Ingatan Lama : Baik

Orientasi

Diri : Baik

Tempat : Baik

Waktu : Baik

Situasi : Baik

Intelegensia : Baik

Daya Pertimbangan : Baik

Reaksi Emosi : Baik

Afasia

Represif : -

Ekspresif : -

Apraksia : -

Agnosia

Agnosia visual : -

Agnosia jari-jari : -

Akalkulia : -

Disorientasi Kanan-Kiri : -

KESIMPULAN :

Pasien datang ke rumah sakit Haji Medan dengan keluhan sakit kepala bagian depan,

keluhan ini dialami os empat hari yang lalu. Nyeri kepala bersifat terus menerus. Nyeri

kepala disertai keluarnya darah dari telinga kiri. Pasien merupakan rujukan dari bagian

Bedah RSHM. Menurut keterangan keluarga awalnya os mengalami kecelakaan lalu

lintas, os sempat mengalami penurunan kesadaran saat setelah kecelakaan sampai sehari

sesudahnya kurang lebih 24 jam. Riwayat Muntah (+), Muntah menyembur (+),

frekuensi 2x/hari. Kejang (-), Riwayat DM (-), Riwayat hipertensi disangkal oleh

keluarga.

Riwayat penyakit terdahulu

- Riwayat penyakit terdahulu : -

Riwayat penyakit keluarga

Page 12: Lapkas Neuro ESTER MENE

12

- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

- Riwayat penyakit lain di keluarga: -

Riwayat penggunaan Obat

- Riwayat penggunaan obat : -

STATUS PRESENS

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 80 x/i

Frekuensi Nafas : 20 x/i

Temperatur : 36oC

STATUS NEUROLOGI

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

B/T : ++/++ ++/++

APR/KPR : ++/++ ++/++

Refleks Patologis Kanan Kiri

Babinski : - -

Oppenheim : - -

Chaddock : - -

Gordon : - -

Schaeffer : - -

Hoffman – Tromner : - -

Klonus Lutut : - -

Klonus Kaki : - -

Refleks Primitif : -/-

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah : -

Sakit Kepala : -

Kejang : -

Perangsangan Meningeal

Kaku Kuduk : -

Tanda Kernig : -

Tanda Lasegue : -

Page 13: Lapkas Neuro ESTER MENE

13

Tanda Brudzinski I : -

Tanda Brudzinski II : -

Kekuatan Otot : ESD : 55555 ESS : 55555

55555 55555

EID : 55555 EIS : 55555

55555 55555

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium ( 06Agustus 2015)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

A.Hematologi

Darah Rutin

Hemoglobin 13.1 g/dl 12 - 16

Hitung eritrosit 4.2 106 /µL 3.9 – 5.6

Hitung Leukosit 22.000 /µL 4.000 – 11.000

Hematokrit 38.5 % 36 - 47

Hitung Trombosit 277.000 /µL 150.000 – 450.000

Index Eritrosit

MCV 91,2 fl 80 - 96

MCH 30,9 pg 27 - 31

MCHC 34,0 % 30 – 34

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 1 % 1 - 3

Basofil 0 % 0 - 1

N. Stab 0 % 2 - 6

N. Seg 86 % 53 - 75

Limfosit 7 % 20 - 45

Monosit 6 % 4 - 8

Laju endap darah - % 0 - 20

B. Kimia Klinik

Page 14: Lapkas Neuro ESTER MENE

14

Elektrolit

Natrium (Na) - mEq/L 135-155

Kalium (K) - mEq/L 3.5-5.5

Cholarida(Cl) - mEq/L 98-106

KIMIA KLINIK

FUNGSI HATI

Protein Total - g/dL 6.7 - 8.7

Albumin - g/dL 3.2 - 5.2

Globulin - g/dL 1.9 - 3.2

2.1. Hasil foto rongtgen Ny. Ester Mene

Sinus costofrenikus normal

Diagfragma normal

Jantung dalam batas normal

Paru : corakan bronkovaskular normal

Tak tampak kelainan aktif spesifik dan patologik lainnya

Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal

Angkle joint terlihat fraktur distal os radius dan dilokasi ulna.

2.2. Hasil CT Scan Ny. Ester Mene

Head scan :

NCCT :

Infratentorial cerebellum dan ventricle 4 normal. Supratentorial tampak hyperdense

lesion di daerah temporal dan parietal kanan. Tidak tampak midline shift. Cortikal sulci

kanan obliterated Ventricular system normal. Tampak fracture dari os. temporalis kiri

dan subgaleal hematoma di daerah parietal kiri.

CECT : ----

Page 15: Lapkas Neuro ESTER MENE

15

Kesan : Haemorrahagic contusio di daerah temporal dan paerietal kanan serta subaleal

hematoma di daerah parietal kiri. Tampak fracture dari os. temporais kiri.

DIAGNOSA ANATOMIK : Haemorrahagic contusio di daerah temporal dan

paerietal kanan serta subaleal hematoma di daerah parietal kiri. Tampak fracture dari os.

temporalis kiri.

DIAGNOSA FUNGSIONAL : Secondary headache

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Trauma kapitis

DIAGNOSA KERJA : Contusio serebri ec trauma kapitis

PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 20 gtt/i

- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam

- Injeksi citikolin 250 mg/8 jam

- Injeksi ketorolac 1 amp/8 jam

- Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Paracetamol 500mg 3 x 1

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Pemeriksaan (VS,

Neurologi)

Diagnosis Penatalaksanaan

0

7/08/2015

S: Nyeri kepala

O: Compos Mentis

TD: 120/70 mmHg

Contusio serebri

ec trauma kapitis

1. IVFD RL 20 gtt/i

2. Inj.Ranitidin

1amp/12 jam

3. Inj.Citicolin

Page 16: Lapkas Neuro ESTER MENE

16

HR: 80 x/i

RR: 22 x/i

Temp: 36oC

TIK ↑: -

Rangsang meningeal: -

N. Kranialis : -

NI : Normosmia

NII,III : RC +/+ pupil

isokor, 3 mm

NIII,IV,VI : Gerak bola

mata = DBN

NV : DBN

NVII : DBN

NVIII : DBN

NIX,X : uvula terlihat

medial

NXI : DBN

NXII : DBN

Refleks Fisiologis

B/T: +/+

APR/KPR: +/+

Refleks Patologis : -

250mg/8 jam

4. Inj.Ketorolac

1amp/8 jam

5. Inj.Ceftriaxone

1gr/12 jam

6. Paracetamol

500mg 3x1

0

8/08/2015

S: Nyeri kepala

O: Compos Mentis

TD: 100/70 mmHg

HR: 82 x/i

RR: 28 x/i

Temp: 36oC

TIK ↑: -

Rangsang meningeal: -

N. Kranialis : -

NI : Normosmia

Contusio serebri

ec trauma kapitis

1. IVFD RL 20 gtt/i

2. Inj.Ranitidin

1amp/12 jam

3. Inj.Citicolin

250mg/8 jam

4. Inj.Ketorolac

1amp/8 jam

5. Inj.Ceftriaxone

1gr/12 jam

6. Paracetamol

Page 17: Lapkas Neuro ESTER MENE

17

NII,III : RC +/+ pupil

isokor, 3 mm

NIII,IV,VI : Gerak bola

mata = DBN

NV : DBN

NVII : DBN

NVIII : DBN

NIX,X : uvula terlihat

medial

NXI : DBN

NXII : DBN

Refleks Fisiologis

B/T: +/+

APR/KPR: +/+

Refleks Patologis : -

500mg 3x1

0

9/08/2015

S: -

O: Compos Mentis

TD: 120/80 mmHg

HR: 80 x/i

RR: 28 x/i

Temp: 36,5 oC

TIK ↑: -

Rangsang meningeal: -

N. Kranialis : -

NI : Normosmia

NII,III : RC +/+ pupil

isokor, 3 mm

NIII,IV,VI : Gerak bola

mata = DBN

NV : DBN

NVII : DBN

NVIII : DBN

Contusio serebri

ec trauma kapitis

1. IVFD RL 20 gtt/i

2. Inj.Ranitidin

1amp/12 jam

3. Inj.Citicolin

250mg/8 jam

4. Inj.ketorolac

1amp/8 jam

5. Inj.Ceftriaxone

1gr/12 jam

6. Paracetamol

500mg 3x1

Page 18: Lapkas Neuro ESTER MENE

18

NIX,X : uvula terlihat

medial

NXI : DBN

NXII : DBN

Refleks Fisiologis

B/T: +/+

APR/KPR: +/+

Refleks Patologis : -

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Page 19: Lapkas Neuro ESTER MENE

19

SUSUNAN SARAF PUSAT

1. Medula Spinalis

a. Otak besar

b. Otak kecil

2. Otak

3. Batang otak

SUSUNAN SARAF PERIFER

1. Susunan Saraf Somatik

Susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas

otot sadar atau serat lintang.

2. Susunan Saraf Otonom

Susunan saraf yang mempunyai peranan penting memengaruhi pekerjaan

otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati, pancreas, jalan pencernaan,

kelenjar dan lain-lain.

a. Susunan saraf simpatis

b. Susunan saraf parasimpati

OTAK

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah

tabung yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.

Page 20: Lapkas Neuro ESTER MENE

20

a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta

hipotalamus.

b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.

c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.

Serebrum

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus

sentralis.

2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-

oksipitalis.

3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan

lobus oksipitalis.

4. Lobus Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut

fungsi dan banyaknya area.Campbel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20

area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi empat bagian:

1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang

mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau

bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu

Page 21: Lapkas Neuro ESTER MENE

21

juga korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral

lebih dominan.

2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan

kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir,

rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya

yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan

fungsi luhur dan disebut psikokorteks.

3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya

adalah kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh

kontralateral.

Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan

sikap mental dan kepribadian.

Fungsi serebrum

1. Mengingat pengalaman yang lalu.

2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,

keinginan, dan memori.

3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.

Batang otak

Page 22: Lapkas Neuro ESTER MENE

22

Batang otak terdiri dari:

1. Diensefalon , ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-dua

belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan

mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah

ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis

terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping.

Fungsi dari diensefalon:

a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah

b. Respiratori, membantu proses persarafan

c. Mengontrol kegiatan reflex

d. Membantu kerja jantung.

2. Mesensefalon , atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke

atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah

bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan

ke ventral di bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal

menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya:

a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata

b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata

3. Pons varoli , brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons

varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan

Page 23: Lapkas Neuro ESTER MENE

23

medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan

dan refleks. Fungsinya:

a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata

dengan serebelum atau otak besar.

b. Pusat saraf nervus trigeminus.

4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang

menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula

oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula

oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral

medula oblongata. Fungsi medula oblongata:

a. Mengontrol kerja jantung.

b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).

c. Pusat pernapasan.

d. Mengontrol kegiatan reflex

Serebellum

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak

dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan

diatas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,

merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang

melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak

Page 24: Lapkas Neuro ESTER MENE

24

melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi) permukaan luar serebelum

berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.

Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu

granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan

yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum.

Fungsi serebelum

1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga

dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan

dan rangsangan pendengaran ke otak.

2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari

reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)

kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.

3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi

tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan

mengaturgerakan sisi badan.

Saraf Otak

Page 25: Lapkas Neuro ESTER MENE

25

Urutan

saraf

Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk

dan fungsi

I N. Olfaktorius Sensorik Hidung

Sebagai alat penciuman

II N. Optikus Sensorik Bola mata

Untuk penglihatan

III N. Okulomotoris Motorik Penggerak bola mata dan

mengangkat kelopak mata

IV N. Troklearis Motorik Mata, memutar mata dan

penggerak bola mata

V

N. Trigeminus Motorik dan

Sensorik

-

N. Oftalmikus Motorik dan

Sensorik

Kulit kepala dan kelopak

mata atas

N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, pallatum dan

hidung

N. Mandibularis Motorik dan

Sensorik

Rahang bawah dan lidah

VI N.Abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata

VII N. Fasialis Motorik dan

Sensorik

Otot lidah, menggerakkan

lidah dan selaput lendir

rongga mulut

VIII N. Auditorius Sensorik Telinga, rangsangan

pendengaran

IX

N. Vagus

Sensorik dan

motorik

Faring, tonsil, dan lidah,

rangsangan cita rasa

X Sensorik dan

motorik

Faring, laring, paru-paru dan

esophagus

XI N. Accesorius Motorik Leher, otot leher

XII N. Hipoglosus Motorik Lidah, cita rasa, dan otot

lidah

Page 26: Lapkas Neuro ESTER MENE

26

Saraf Otonom

Saraf Simpatis

Saraf ini terletak didepan kolumna vertebra dan berhubungan dengan

sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3

bagian, yaitu :

1. Kornu anterior segmen torakalis ke-1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3

terdapat nukleus vegetatif yang berisi kumpulan-kumpulan sel saraf simpatis. Sel

saraf simpatis ini mempunyai serabut-serabut preganglion yang keluar dari kornu

anterior bersama-sama dengan radiks anterior dan nukleus spinalis. Setelah keluar

dari foramen intervertebralis, serabut-serabut preganglion ini segera

memusnahkan diri dari nukleus spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut.

Serabut preganglion ini membentuk sinaps terhadap sel-sel simpatis yang ada

dalam trunkus simpatikus. Tetapi ada pula serabut-serabut preganglion setelah

berada di dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu

membentuk sinaps menuju ganglion-ganglion/pleksus simpatikus.

2. Trunkus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan vertebra

terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra.

Barisan ganglion-ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus.

Ganglion-ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan

ganglion lainnya, atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang

keluar masuk ke dalam ganglion-ganglion itu. Hali ini menyebabkan sepasang

trunkus simpatikus juga menerima serabut-serabut saraf yang datang dari kornu

anterior. Trunkus simpatikus dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

a. Trunkus simpatikus servikalis

Terdiri dari 3 pasang ganglion. Dari ganglion-ganglion ini keluar cabang-

cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dari arteri karotis. Disekitar

arteri karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang-cabang

yang menuju ke atas cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ-

organ yang terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar

lakrimalis, otot-otot dilatators, pupil mata, dan sebagainya.

b. Trunkus simpatikus torakalis

Terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar cabang-cabang simpatis

seperti cabang yang mensarafi organ-organ di dalam toraks (mis. aorta, paru-

Page 27: Lapkas Neuro ESTER MENE

27

paru, bronkus, esophagus, dsb) dan cabang-cabang yang menembus

diafragma dan masuk ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen

mensarafi organ-organ di dalamnya.

c. Trunkus simpatikus lumbalis

Bercabang-cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut membentuk pleksus

solare yang bercabang-cabang ke dalam pelvis untuk turut membentuk

pleksus pelvini.

d. Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam pelvis untuk

membentuk pleksus pelvini.

3. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen, pelvis, toraks,

serta di dekat organ-organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis (otonom).

Umumnya terdapat pleksus-pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis / ganglion

yaitu pleksus/ganglion simpatikus.

Ganglion lainnya (simpatis) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion

besar, ini bersama serabutnya membentuk pleksus-pleksus simpatis :

1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke

daerah tersebut dan paru-paru

2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ-

organ dalam rongga abdomen

3. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan sacrum dan mencapai

organ-organ pelvis

Organ tubuh dan system pengendalian ganda

Organ Rangsangan

simpatis

Rangsangan

parasimpatis

Jantung

Arteri koronari

Pembuluh darah perifer

Tekanan darah

Bronkus

Kelenjar ludah

Kelenjar lakrimalis

Denyut dipercepat

Dilatasi

Vasokonstriksi

Naik

Dilatasi

Sekresi berkurang

Sekresi berkurang

Denyut dipercepat

Konstriksi

Vasodilatasi

Turun

Konstriksi

Sekresi bertambah

Sekresi bertambah

Page 28: Lapkas Neuro ESTER MENE

28

Pupil mata

Sistem pencernaan

makanan (SPM)

Kelenjar – kelenjar SPM

Kelenjar keringat

Dilatasi

Peristaltik berkurang

Sekresi berkurang

Ekskresi bertambah

Konstriksi

Peristaltik bertambah

Sekresi bertambah

Ekskresi berkurang

Fungsi serabut saraf simpatis

1. Mensarafi otot jantung

2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar

3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus

4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat

5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit

6. Mempertahankan tonus semua otot sadar.

Page 29: Lapkas Neuro ESTER MENE

29

Sistem Parasimpatis

Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10.Saraf ini merupakan

penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak

menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh serabut – serabut menuju iris.Dengan

demikian merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.

Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah

sacral.Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan bersama

saraf – saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan

kandung kemih.

Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami

gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ). Sebagian kecil

organ dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis.

Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari

saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf

( masing – masing bekerja berlawanan ).

Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap

dipertahankan.Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator dari saraf

simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.Saluran pencernaan memiliki urat saraf

ekselevator dan inhibitor yang mempercepat dan memperlambat peristaltic berturut –

turut.

Fungsi serabut parasimpatis :

1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis,

dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga hidung.

2. Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di nuclei

lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus fasialis.

3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ), berpusat di

nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti nervus VII

4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di dalam

medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX

5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru,

gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis yang

berpusat pada nucleus dorsalis nervus X

6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat

kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.

Page 30: Lapkas Neuro ESTER MENE

30

7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di kornu

lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan rectum tegang

miksi dan defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat

dikendalikan oleh kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal

dari korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus

piramidalis.

3.2. Contusio Serebri

3.2.1. Definisi Trauma Kapitis (Contusio Serebri)

Trauma bisa timbul akibat gaya mekanik,tetapi bisa juga karena gaya

nonmekanik.Trauma kapitis (cedera kepala = craniocerebral trauma = head injury)

adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai

kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.

Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis

yang menimbulkan lesi perdarahan interstisial (perdarahan yang terjadi diantara bagian-

bagian atau sela-sela jaringan) nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas

jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap. Jika lesi otak

menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan maka disebut laserasio serebri.

3.3. Epidemiologi

Di Inggris, menurut Thornhill S dkk (2000) terdapat 71% penderita trauma

kapitis yang berumur > 14 tahun Di Amerika Serikat, menurut Centers for Disease

Control and Prevention(2002-2006) terdapat 1,7 juta orang yang mengalami trauma

kapitis setiap tahunnya dengan CFR 3,1%, dan dirawat dirumah sakit sebesar 16,2%.

Trauma kapitis adalah faktor penyumbang ketiga (30,5%) dari semua kematian terkait

trauma di Amerika Serikat.

Menurut Dawodu (2004), IR trauma kapitis ringan di Amerika Serikat yaitu 131

kasus per 100.000 penduduk, IR trauma kapitis sedang 15 kasus per 100.000 penduduk,

dan IR trauma kapitis berat 14 kasus per 100.000 penduduk.Di Indonesia, menurut

Depkes RI tahun 2007 cedera menempati urutan ke-7 pada 10 penyakit utama penyebab

kematian terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit dengan CFR 2,94% dan pada

tahun 2008 menempati urutan ke-6 dengan CFR 2,99%.

Page 31: Lapkas Neuro ESTER MENE

31

Menurut penelitian Lusiyawati di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali (2009),

dari sepuluh kasus penyakit yang terbanyak terdapat 32,28% trauma kapitis, yang

terbagi menjadi 20,05% trauma kapitis ringan, 9,12% trauma kapitis sedang, 2,11%

trauma kapitis berat

3.3. Klasifikasi

Klasifikasi Trauma Kapitis

Secara klinis, trauma kapitis dibagi atas :

1. Komosio serebri (Geger Otak)

Komosio serebri adalah keadaan dimana si penderita setelah mendapat trauma

kapitis mengalami kesadaran yang menurun sejenak (tidak lebih dari 10

menit).Kemudian si penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami suatu

kelainan neurologis.

Gejala-gejala yang dapat dilihat adalah :

a. Penderita tidak sadar sejenak (±10 menit)

b. Wajahnya pucat

c. Kadang-kadang disertai muntah

d. Nadi agak lambat : 60-70/ menit

e. Tensi normal atau sedikit menur un

f. Suhu normal atau sedikit menur un

g. Setelah sadar kembali mungkin tampak ada amnesia retrogad

h. Tidak ada Post-Traumatic Amnesia (PTA)

2. Kontusio serebri (memar otak)

Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis

yang menimbulkan lesi perdarahan intersitiil (perdarahan yang terjadi diantara bagian-

bagian atau sela-sela jaringan) nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas

jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap.Jika lesi otak

menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan maka disebut laserasio serebri.

3. Hematoma epidural

Hematoma epidural ialah perdarahan yang terjadi diantara tulang tengkorak dan

durameter.Perdarahan epidural terjadi pada 1-3% kasus trauma kapitis.Perdarahan ini

Page 32: Lapkas Neuro ESTER MENE

32

terjadi akibar robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus

venosus durameter, dan robeknya arteria diploika.

Gejala-gejala yang dapat dijumpai yaitu :

a. Adanya suatu “lucid interval” yang berarti bahwa diantara waktu

terjadinya trauma kapitis dan waktu terjadinya koma terdapat waktu

dimana kesadaran penderita adalah baik.

b. Tensi yang semakin bertambah tinggi

c. Nadi yang semakin bertambah lambat

d. Sindrom weber, yaitu midriasis (pupil mengecil) di sisi ipsilateral dan

hemiplegi di sisi kontralateral dari garis fraktur

e. Fundoskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian)

f. Foto Roentgen : garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan

arteri meningea media atau salah satu cabangnya.

4. Hematoma subdural

Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara durameter dan

arakhnoidea.Hematoma ini timbul karena adanya sobekan pada “bridging veins”.

Menurut saat timbulnya gejala-gejala klinis, hematoma subdural dibagi atas 3 jenis :

a. Hematoma subdural akut

Gejala-gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma.Perdarahan dapat

kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas.

b. Hematoma subdural sub-akut

Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.Perdarahan

dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya.

c. Hematoma subdural kronik

Gejala-gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.

Kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma. Pada hematoma yang

baru, kapsula masih tipis atau belum terbentuk di daerah permukaan

arakhnoidea. Kapsula merekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput

otak. Kapsula ini mengandung pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya

terutama di sisi durameter. Karena dindingnya yang tipis ini protein dari plasma

darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume hematoma. Pembuluh

Page 33: Lapkas Neuro ESTER MENE

33

darah ini dapat pula pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang

menyebabkan menggembungnya hematoma.

Darah didalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat

menghisap cairan dari ruangan subdural arakhnoidea. Hematoma akan

membesar dan menimbulkan gejala-gejala seperti tumor serebri. Sebagian besar

hematoma subdural ditemukan pada pasien berusia diatas 50 tahun. Seringkali

trauma kapitis yang menyebabkan hematoma subdural juga menimbulkan lesi

pada jaringan otak berupa hematoma serebri, laserasi atau kontusio serebri yang

menyebabkan keadaan pasien menjadi lebih parah dengan mortalitas yang lebih

tinggi.

Gejala-gejala hematoma subdural akut sama dengan gejala-gejala hematoma

epidural, yaitu midriasis pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral.

Mungkin dapat juga dijumpai defisit neurologis lainnya. Pada perdarahan

campuran keadaan umum dapat lebih buruk dan defisit neurologisnya dijumpai

lebih banyak. Defisit neurologis yang terjadi mungkin disebabkan oleh lesi

parenkimnya dan bukan oleh penekanan hematomanya.

Pada hematoma subdural sub-akut gejala-gejala berkembang lebih lambat.

Hematoma subdural kronik pada sebagian kasus menimbulkan gejala tumor

serebri, sisanya tidak memberikan gejala atau hanya gejala ringan yang dapat

diabaikan atau diobati sendiri oleh pasien. Hal ini terjadi bila perdarahannya

kecil dan penyerapannya berjalan dengan baik. Gejala-gejala yang dapat timbul

ialah nyeri kepala yang kronis dan progresif, mungkin hemiparesis, anisokori

pupil (pupil tidak sama besar), kaku kuduk, apatis (tidak acuh), amnesia,

perubahan kepribadian dan perilaku misalnya menjadi acuh tidak acuh terhadap

orang lain atau dirinya sendiri, tanda-tanda demensia, dan mungkin pula kejang.

5. Hematoma intraserebral

Hematoma intraserebral terjadi bersama dengan kontusio sehingga secara umum

lebih buruk baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang mengancam terjadianya

herniasi oleh bekuan darah di tengah otak disertai edema lokal yang hebat biasanya

berprognosis buruk daripada hematoma epidural yang dioperasi.Pada suatu hematoma

intraserebral, seorang penderita yang setelah mengalami trauma kapitis akan

memperlihatkan gejala : hemiplegi, papiledem (pembengkakan pada mata) serta gejala-

gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, dan artreiografi karotis dapat

Page 34: Lapkas Neuro ESTER MENE

34

memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta

gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal.

6. Fraktur kranii

Pada setiap penderita dengan trauma kapitis sebaiknya diperiksa secara rutin

dengan foto Roentgen kepala terutama untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang

tengkorak. Penderita dengan trauma kapitis sebaiknya dipalpitasi dengan teliti untuk

mengetahui ada tidaknya suatu hematoma karena dibawah hematoma mungkin

tersembunyi suatu garis fraktur. Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi),

bagian yang patah menonjol ke dalam rongga tengkorak. Biasanya fraktur kepala

berbeda dengan fraktur tulang di tulang panjang. Disini tidak diperlukan fiksasi maupun

reposisifiksasi karena kedudukan selalu baik, kecuali bila terjadi fraktur impresi pada

kalvarium yang harus ditangani agak cepat (sebelum 8 minggu) karena potensial

menyebabkan epilepsi pascatrauma. Juga fraktur basis kranii memerlukan perawatan

lama karena selalu bersama kontusio serebral yang berat dan kadang-kadang ada

likuore (otore : perdarahan pada telinga atau rinore : perdarahan di hidung) yang apabila

ditunggu 4 minggu tidak menutup secara spontan, memerlukan operasi penutupan

kebocoran dura.

7. Post-concussion syndrome

Pada Post-concussion syndrome secara umum terdapat gejala-gejala psikiatrik-

neurastenik-hipokhondrik seperti palpitasi, konsentrasi menurun, demensia ringan,

mudah tersinggung, gangguan seksual, berkeringat, cepat ke kerusakan jaringan otak),

psikologik (termasuk premorbid personality) dan sosio-ekonomi (pekerjaan, tingkat

pendidikan, lingkungan dan keuangan). Pada umumnya sindrom pascatrauma jarang

disebabkan oleh satu faktor saja. Ketiga faktor tersebut dapat berkombinasi sehingga

menimbulkan masalah yang kompleks.

3.4 Patofisiologi

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis

tergantung pada besar dan kekuatan benturan, arah dan tempat benturan, serta sifat dan

keadaan kepala sewaktu menerima benturan. Sehubungan dengan berbagai aspek

benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa : lesi bentur (Coup), lesi

Page 35: Lapkas Neuro ESTER MENE

35

antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak

peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain=lesi media), dan lesi kontra

(counter coup).

Berdasarkan hal tersebut cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan primer dan

sekunder :

3.4.1 Proses primer

Proses primer merupakan kerusakan otak yang diakibatkan oleh benturan/proses

mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan

dan arahnya, kondisi kepala yang bergerak/diam, dan percepatan/perlambatan gerak

kepala. Proses primer ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga

tengkorak/otak, robekan selaput saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang

terkena

3.4.2. Proses sekunder

Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan

timbul karena berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak, misalnya:

meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global

otak, dan hipertermi

3.5 Diagnosa

Pada pencegahan sekunder dilakukan diagnosis yang berupa anamnesis,

pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.

a. Anamnesis

Sedapatnya dicatat apa yang terjadi, dimana, kapan waktu terjadinya kecelakaan

yang dialami pasien. Selain itu perlu dicatat pula tentang kesadarannya, luka-luka yang

diderita, muntah atau tidak adanya kejang. Keluarga pasien ditanyakan apa yang terjadi.

b. Pemeriksaan fisik umum

Pada pemeriksaan fisik dicatat tanda-tanda vital : kesadaran, nadi, tensi darah,

frekuensi dan jenis pernapasan serta suhu tubuh. Tingkat kesadaran dicatat yaitu

kompos mentis, apatis, somnolen (ngantuk), sopor (tidur), koma. Selain itu ditentukan

pula Skala Koma Glasgow (SKG)

3.6. Diagnosis Banding

Page 36: Lapkas Neuro ESTER MENE

36

Ensefalitis

Perdarahan intrakranial

Edema serebri

3.7. Komplikasi

3.7.1. Tekanan Intrakranial (TIK) Meninggi

Pada trauma kapitis tekanan intrakranial dapat meninggi pada perdarahan

selaput otak (hematoma epidural, hematoma subdural, dan hematoma subaraknoidal),

perdarahan di dalam jaringan otak (kontusio serebri berat, laserasio serebri, hematoma

serebri besar, dan perdarahan ventrikel), dan kelainan pada parenkim otak (edema

serebri berat).

Tekanan pada vena jugularis menaikkan TIK yang berlangsung sementara

saja.Demikian pula batuk, bersin, mengejan yang mengakibatkan tekanan di dalam

sistem vena meningkat.Pada hipoksia terjadi dilatasi arteriol yang meningkatkan

volume darah di otak dengan akibat TIK meningkat pula.Pada Trauma kapitis yang

dapat meningkatkan TIK adalah hematoma yang besar (lebih dari 50cc), edema yang

berat, kongesti yang berat dan perdarahan subarakhnoidal yang mengga nggu aliran

cairan otak di dalam ruangan subarakhnoidea.Bila TIK meninggi, mula-mula absorbsi

cairan otak meningkat kemudian bagian-bagian sinus venosus di dalam dura meter

tertekan. Bila massa desak ruangan berkembang cepat dan melebihi daya kompensasi

maka TIK akan meningkat dengan tajam. Arteri-arteri pia-arahnoidea melebar. Bila

autoregulasi baik aliran darah akan dipertahankan pada taraf normal, akibatnya volume

darah otak bertambah.

Bila TIK meninggi terus dengan cepat, aliran darah akan menurun dan TIK akan

tetap rendah meskipun tekanan darah naik. Bila kenaikannya sangat lambatseperti pada

neoplasma jinak otak, kemungkinan TIK tidak meninggi banyak karena selain

penyerapan otak yang meningkat, otak akan mengempes dan mengalami artrofi

ditempat yang tertekan yang dapat menetralisir volume massa desak ruang yang

bertambah.

3.7.2. Komplikasi infeksi pada trauma kapitis

Page 37: Lapkas Neuro ESTER MENE

37

Kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada trauma kapitis meningkat bila

durameter robek terutama sekali bila terjadi di daerah basal yang letaknya berdekatan

dengan sinus-sinus tulang dan nasofaring. Keadaan ini jug bisa terjadi bila ada fraktur

basis kranii.

3.7.3. Lesi akibat trauma kapitis pada tingkat sel

Lesi dapat mengenai semua jenis sel di dalam jaringan otak yaitu neuron dengan

dendrit dan aksonnya, astrosit, oligodendrosit, sel ependim maupun sel-sel yang

membentuk dinding pembuluh darah. Bila badan sel neuron rusak, maka seluruh dendrit

dan aksonnya juga akan rusak. Kerusakan dapat mengenai percabangan dendrit dan

sinapsis-sinapsinya, dapat pula mengenai aksonnya saja. Dengan kerusakan ini

hubungan antar neuron pun akan terputus. Lesi sekunder juga dapat mengakibatkan

kerusakan-kerusakan demikian.

3.7.4. Epilepsi pasca Trauma Kapitis

Pada sebagian penderita trauma kapitis dapat terjadi serangan kejang.Serangan

ini dapat timbul dini pada minggu-minggu pertama sesudah trauma, mungkin pula

timbul kasip berbulan-bulan sesudahnya. Epilepsi kasip cenderung terjadi pada pasien

yang mengalami serangan kejang dini, fraktur impresi dan hematoma akut .Epilepsi

juga lebih sering terjadi pada trauma yang menembus durameter.Lesi di daerah sekitar

sulkus sentralis cenderung menimbulkan epilepsi fokal.

3.7.5. Respirasi pada Trauma Kapitis berat

Kelainan Repirasi akut pascatrauma yaitu :

a. Perubahan pola pernapasan, yang berupa :

1.Pernapasan Cheyne-Stokes yangdisertai periode pernapasan berhenti dan bernapas

lagi. Setelah beberapa lamanya pernapasan berhenti, mulai bernapas lagi dengan

amplitudo yang mula-mula kecil.kemudian berangsur membesar lalu mengecil lagi dan

berhenti.

2. Trakipnea, frekuensi pernapasan tinggi (> 25 per menit)

3. Hiperpnea, ampitudo pernapasan besar

4. Pernapasan tidak teratur

5. Apnea, Pernapasan terhenti. Pada keadaan ini bantuan pernapasan harus cepat

dilakukan untuk menolong jiwa pasien

Page 38: Lapkas Neuro ESTER MENE

38

b. Aspirasi pada keadaan koma, refleks batuk dapat menurun. Bila pasien muntah,

muntahan mungkin terhirup ke dalam trakea dan menimbulkan aspirasi. Isi perut yang

masuk ke dalam bronki akan menimbulkan edema, perdarahan, dan bronkospasme. Isi

perut yang masuk ke dalam bronki harus diusahakan dihisap keluar melalui

trakeostomi.

c. Trauma pada alat napas. Trauma pada toraks dapat menimbulkan fraktur iga-iga,

dapat terjadi hemotoraks dan pneumotoraks yang semuanya akan mengganggu

pernapasan.

d. Edema pulmonum neurogen. Pada trauma kapitis yang berat dapat terjadi edema

pulmonum. Mekanismenya mungkin kontriksi vena pulmonum yang disebabkan

aktivitas adrenergik alfa yang berlebihan.

Pemeriksaan Neurologis

Pada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap seperti

biasanya. Pada pasien yang berada dalam keadaan koma hanya dapat dilakukan

pemeriksaan obyektif. Bentuk pemeriksaan yang dilakukan adalah tanda perangsangan

meningens, yang berupa tes kaku kuduk yang hanya boleh dilakukan bila kolumna

vertebralis servikalis (ruas tulang leher) normal. Tes ini tidak boleh dilakukan bila ada

fraktur atau dislokasi servikalis.

Selain itu dilakukan perangsangan terhadap sel saraf motorik dan sarah sensorik

(nervus kranialis). Saraf yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12, yaitu : nervus I

(nervus olfaktoris), nervus II (nervus optikus), nervus III (nervus okulomotoris), nervus

IV (troklearis),nervus V (trigeminus), nervus VI (Abdusen), nervus VII (fasialis),

nervus VIII (vestibulokoklealis), nervus IX (glosofaringeus) dan nervus X (vagus),

nervus XI (spinalis) dan nervus XII (hipoglosus), nervus spinalis (pada otot lidah) dan

nervus hipoglosus (pada otot belikat) berfungsi sebagai saraf sensorik dan saraf

motorik.

d. pemeriksaan radiologis berupa :

Foto Rontgen polos

Page 39: Lapkas Neuro ESTER MENE

39

Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis

servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah

oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah

frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal, parietal

atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan

ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan

kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar angulus

mandibularis (tulang rahang bawah).

Foto kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk

melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat

ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi.Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin

menimbulkan impressions digitae.

Compute Tomografik Scan (CT-Scan)

CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972.Dengan

pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan

melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.

Indikasi pemeriksaan CT

Scan pada penderita trauma kapitis :

SKG < 15 atau terdapat penurunan kesadaran

Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak

Adanya tanda klinis

Fraktur basis kranii

Adanya kejang

Adanya tanda neurologis fokal

Sakit kepala yang menetap

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih

jelas. Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik

dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural

hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma

Page 40: Lapkas Neuro ESTER MENE

40

secara lebih kurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih

baik dalam pencitraan cedera batang otak.

Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : membutuhkan

waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat monitoring khusus pada pasien

trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam

penilaian fraktur, perdarahan subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat

terlewatkan

3.8 Penatalaksanaan

Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat/emergensi

didasarkan atas patokan pemantauan dan penanganan terhadap “6 B”, yakni:

1) Breathing Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan penderita.

Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-tindakan :

suction, inkubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu,

merupakan tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edema cerebri.

2) Blood mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah

(Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi yang menurun mencirikan

adanya suatu peninggian tekanan intrakranial, sebaliknya tekanan darah yang menurun

dan makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok hipovolemik akibat

perdarahan (yang kebanyakan bukan dari kepala/otak) dan memerlukan tindakan

transfusi.

3) Brain Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata, motorik dan

verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi perbaikan/perburukan kiranya

perlu pemeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi

terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.

4) Bladder Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter) mengingat

bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu rangsangan untuk mengedan

sehingga tekanan intracranial cenderung lebih meningkat.

5) Bowel Seperti halnya di atas, bahwa yang penuh juga cenderung dapat meninggikan

TIK.

6) Bone Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi.

BAB 4

Page 41: Lapkas Neuro ESTER MENE

41

PENUTUP

Trauma bisa timbul akibat gaya mekanik,tetapi bisa juga karena gaya

nonmekanik.Trauma kapitis (cedera kepala = craniocerebral trauma = head injury)

adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai

kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.Kontusio serebri adalah suatu

keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan

intersitiil (perdarahan yang terjadi diantara bagian-bagian atau sela-sela jaringan) nyata

pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan

gangguan neurologis yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya

kontinuitas jaringan maka disebut laserasio serebri

Pada pencegahan sekunder dilakukan diagnosis berupa anamnesis, pemeriksaan

fisik umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.Penanganan kasus-

kasus cedera kepala di unit gawat darurat/ emergensi didasarkan atas patokan

pemantauan dan penanganan terhadap “6 B”,yakni: Breathing, Blood, Brain, Bladder,

Bowel, Bone.

DAFTAR PUSTAKA

Page 42: Lapkas Neuro ESTER MENE

42

1. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta,

2004

2. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta,

2005

3. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat,

Jakarta, 2004

4. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta

Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

5. Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic

Therapeutics With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000