Upload
gheorgian-hage
View
197
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
Pendahuluan
Hewan merupakan salah satu sumber pangan yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Dengan mengonsumsi pangan asal
hewan, manusia mendapatkan suatu keseimbangan sumber energi
bagi aktivitasnya sehari-hari. Karena tanaman tidak selalu dapat
memenuhi sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia untuk
tumbuh dan berkembang, hal ini membuat manusia menambahkan
hewan dalam “daftar menunya” sehari-hari. Walaupun pangan asal
hewan memberikan manfaat yang lebih kepada manusia.
Konsumsi bahan pangan asal hewan baik daging, susu dan telur
sudah melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, bukan hanya
produk segar asal hewan tapi produk asal hewan yang sudah diolah
sebagai makanan cepat saji seperti sosis, nugget, bakso dan lain lain
merupakan beberapa jenis makanan yang sering kita jumpai disekitar
kita sehari hari.
Bahan pangan asal hewan merupakan bahan pangan yang
menjadi primadona dikalangan masyarakat saat ini karena nutrisi yang
lengkap yang dimiliki oleh daging mampu memenuhi kebutuhan
energy tubuh sehari hari dalam menjalankan aktifitas, tetapi
disamping itu ada banyak efek yang merugikan jika kita terlalu banyak
mengkonsumsi bahan pangan asal hewan terutama bahan pangan asal
hewan yang sudah tercemar atau daging yang tidak hiegine lagi
dimana daging tersebut sudah terinfeksi bakteri atau mikroorganisme
yang dapat menyebabkan efek toksik bagi tubu kita dan kesehatan
kita.
Oleh sebab itu dilakukanlah praktikum KESEHATAN MASYARAKAT
VETERINER mengenai tingkat kehigiene daging yang berada di kota
kupang terutama pasar tradisional dan moderen.
a. Tujuan
1
Pada laporan ini dibuat dengan tujuan mengetahui bagaimana
masyarakat bisa mengenali daging dengan baik dan mempunyai
tujuan apa dampak atau bahaya bagi tubuh jika mengkonsumsi daging
yang sudah busuk
BAB II
Metode
a. Waktu dan tempat
Tempat : hypermart
Waktu : 12:00 siang - 17 mei 2013
Tempat : pasar oebobo
Waktu : 12:00 siang - 18 mei 2013
b. Materi
Printer
kertas
c. Metode
Metode yang kelompok kami gunakan adalah kami melakukan survey
ke beberapa pasar tradisonal dan pasar modern yang menjual daging
dan tempat itu adalah pasar oebobo dan hypermart, disana kami
melakukan survey dan wawancara serta pengamatan terhadap tempat
penjualan daging, kebersihannya serta penjual itu sendiri.
2
BAB III
Tinjauan Pustaka
A. HIGIENE DAGING
a. Daging
Definisi daging menurut SNI 3932: 2008 adalah bagian otot skeletal dari
karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia.
Sementara karkas adalah bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih
secara halal sesuai dengan CAC/GL 24- 1997 (Codex Alimentariaus), telah
dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari
tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak
yang berlebih dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging
beku.
Daging sebagian besar merupakan otot yang terdiri dari bermacam-
macam protein, myofibril, protein non nitrogen yang menyebabkan berbeda
dengan jaringan lain. Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai
hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak,
70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan
lainnya. Komposisi daging terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan
3,5% zat-zat non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia
daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini
akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air
dan protein serta meningkatkan persentase lemak. Warna daging
dipengaruhi oleh adanya zat warna daging, yaitu : Oksimyoglobin, Globin, 49
3
Metmyoglobin, Myoglobin. Warna daging pada hewan yang satu dengan
hewan yang lain berbeda-beda. Perbedaan itu dipengaruhi oleh: kandungan
Myoglobin dalam tubuh spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, dan tipe otot.
Kemudian kandungan ion ferro yang direduksi menjadi ferri, serta adanya
H2O2, O2, dan NO2.
Higiene Daging adalah semua kondisi dan tindakan untuk menjamin
keamanan dan kelayakan daging pada semua tahap dalam rantai makanan.
Tujuan dari higiene daging adalah agar daging yang dihasilkan ASUH, yaitu :
Aman, tidak mengandung bahaya-bahaya biologis, kimiawi, dan fisik atau
bahan-bahan yang dapat menganggu kesehatan manusia; Sehat,
mengandung bahan-bahan yang dapat menyehatkan manusia (baik untuk
kesehatan). Utuh; tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain. Halal;
sesuai dengan syarat syariat agama Islam. Usaha-usaha tersebut meliputi
pengawasan kesehatan hewan dan pemeriksaan sebelum dipotong (ante
mortem), kesehatan dan kebersihan pekerja jagal dan juru periksa,
kebersihan rumah potong hewan beserta peralatannya, kebersihan dan
kesehatan air yang digunakan, pemeriksaan daging (pos mortem),
kebersihan alat transportasi dan kebersihan tempat penjualan.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi higiene daging : kondisi
hewan saat masih hidup, terutama saat hewan akan dipotong. Kemudian
proses pemotong hewan dan penanganannya juga harus bersih. Selain itu,
alat, tempat, dan transportasi yang digunakan juga memberikan pengaruh.
Dan yang terakhir, tidak kalah penting adalah pengemasan, pengelolaan,
dan tempat pemasarannya harus tetap terjaga kebersihannya.
b. Rumah Potong Hewan
Definisi Rumah Pemotongan Hewan menurut SNI 01-6159-1999 adalah
kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi
persyaratan teknis dan higiene tertentu serta menggunakan sebagai tempat
memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat.
4
Syarat-syarat rumah pemotongan hewan dan usaha pemotongan hewan
diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986. Standar
rumah potong hewan di Indonesia tertuang dalam SNI 01-6159-1999.
Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN/240/9/1986, RPH
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Lokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran
lingkungan, misalnya di pinggir kota yang tidak padat penduduknya,
dekat aliran sungai atau di bagian terendah dari kota.
2. Berlokasi di daerah yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat
jalan raya.
3. Kompleks RPH terdiri dari: bangunan utama RPH, kandang istirahat
hewan, laboratorium, tempat pemusnahan hewan atau karkas yang
ditolak, tempat mengisolasi hewan yang ditunda pemotongannya, bak
pengendap pada saluran buangan air, tempat penampungan
sementara buangan padat, ruang administrasi, ruang penyimpanan
alat, kamar mandi serta dan WC serta halaman parkir kendaraan.
4. Kompleks RPH harus dipagari agar memudahkan penjagaan dan
keamanan serta mencegah terlihatnya proses pemotongan dari luar.
5. Bangunan utama RPH meliputi: tempat penyembelihan, pengulitan,
pengeluaran jerohan, pembagian karkas dan tempat pemeriksaan
daging serta tempat pembersihan dan pencucian jerohan yang
terpisah. Dinding bangunan kedap air terbuat dari semen atau bahan
sejenis setinggi 2 meter. Lantai kedap air, tidak licin dan landai kearah
pembuangan dan sudut pertemuan dinding dengan lantai berbentuk
lengkung.
6. RPH harus dilengkapi dengan alat-alat pemotongan dan pemeriksaan
daging, persediaan air bersih dan penerangan yang cukup serta alat-
alat kebersihan.
7. Lokasi RPH dekat mempunyai sumber air tanah yang bersih.
5
Kandang penampungan dan istirahat hewan harus berjarak 10 meter dari
bangunan utama, kapasitas 1,5 kali dari kapasitas pemotongan hewan.
Higiene karyawan dan perusahaan untuk mewujudkan sanitasi dan jaminan
mutu daging. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa secara rutin
minimal 1 tahun, RPH harus memiliki peraturan untuk semua karyawan dan
pengunjung (sanitasi dan higiene RPH dan produk), karyawan di daerah
bersih terpisah dengan daerah kotor. Perlengkapan standar untuk karyawan
seperti pakaian kerja khusus, penutup kepala, penutup hidung, dan sepatu
boot, Kendaraan pengangkut berperan penting terhadap kesehatan daging.
Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup. Lapisan dari
boks harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, mudah dibersihkan dan
desinfeksi, mudah dirawat dan mempunyai sifat insulasi yang baik. Boks
dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat mempertahankan suhu bagian
karkas + 7oC dan suhu bagian jeroan + 3oC. Suhu ruangan dalam boks
pengangkut daging beku maksimal -18oC. Bagian dalam boks dilengkapi
dengan alat penggantung karkas.
Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih, didesain tidak ada
aliran limbah cair lain yang masuk dari ruangan lain ke dalam ruangan
pendingin, dilengkapi alat penggantung karkas yang didesain agar karkas
tidak menyentuh lantai dan dinding, mempunyai alat pendingin yang
dilengkapi dengan kipas, suhu -1 sampai 1oC dengan kelembaban 85-90 %
dengan kecepatan udara 1 - 4 meter per detik, konstruksi bangunan harus
memenuhi persyaratan: tinggi dinding 3 meter dengan bagian dalam
berwarna terang dan terbuat dari bahan yang kedap air namun mudah
dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai tidak licin dan tidak mudah korosif
terbuat dari bahan kedap air. Sudut pertemuan antara dinding dan lantai
harus berbentuk lengkung dengan jari-jari 75 mm dan antar dinding harus
berbentuk lengkung dengan jari-jari 25 mm. Langit-langit harus berwarna
terang dan terbuat dari bahan yang kedap air. Intensitas cahaya dalam
ruang 220 luks. Ruang pembeku berada di daerah bersih, konstruksi
6
bangunan harus memenuhi persyaratan (sama dengan ruang pelayuan),
mempunyai alat pendingin yang dilengkapi dengan kipas (blast freezer),
suhu dibawah -18oC dengan kecepatan udara minimal 2 meter per detik.
Ruang pembagian karkas dan pengemasan daging terletak di daerah
bersih dan berdekatan dengan ruang pendingin dan ruang pembeku,
konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan (sama dengan ruang
pelayuan), didesain tidak ada aliran air dan cairan lainnya dari ruangan lain
masuk kedalam ruang pembagian karkas dan pengemasan daging,
dilengkapi dengan meja dan fasilitas untuk memotong karkas dan
mengemas daging, meja dari bahan yang tidak toksik dan mudah
dibersihkan, suhu dalam ruangan di bawah 15oC. Setiap RPH harus
mempunyai tenaga dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap syarat-
syarat dan prosedur (pemotongan, penanganan, sanitasi, dan higiene).
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/PERMENTAN/ot.140/1/2010
pasal 40 ayat 1, RPH dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan pola
pengelolaannya, yaitu :
1. Jenis I : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh
pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan umum;
2. Jenis II : RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau
dikerjasamakan dengan swasta lain;
3. Jenis III: RPH dan/atau UPD milik pemerintah daerah yang dikelola
bersama antara pemerintah daerah dan swasta
RPH berdasarkan kelengkapan fasilitas pelayuan (aging) karkas, usaha
pemotongan hewan dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu :
1. Kategori I: usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan
karkas, untuk menghasilkan karkas hangat;
7
2. Kategori II: usaha pemotongan hewan di RPH dengan fasilitas pelayuan
karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku
(frozen).
Tahap Penerimaan Hewan Potong
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat penerimaan hewan potong, antara
lain;
1. Hewan yang tiba perlu dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal
Hewan, Surat Keterangan Kesehatan hewan dan Bukti Kepemilikan
Hewan.
2. Hewan potong yang tiba diturunkan secara hati-hati dan ditempatkan
di kandang penampungan untuk diistirahatkan sekurang-kurangnya 12
jam.
3. Kandang penampungan harus dalam kondisi baik dan bersih sebelum
ditempati hewan yang baru masuk.
4. Hewan harus dipuasakan (tidak diberi makan), tetapi tetap diberi
minum. Apabila akan dipotong lebih dari 24 jam, maka hewan perlu
diberi makan.
5. Selama penampungan, hewan diperlakukan secara wajar.
Pemeriksaan Antemortem
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan antemortem, antara lain;
1. Hewan potong yang akan disembelih dipindahkan dari kandang
penampungan ke kandang siap potong untuk dilaksanakan
pemeriksaan antemortem dan penimbangan.
2. Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan berwenang
yang ditunjuk atau tenaga paramedis veteriner yang ditunjuk dibawah
8
pengawasan dokter hewan berwenang sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
3. Apabila hewan yang telah diperiksa tidak dipotong dalam waktu 24
jam maka pemeriksaan antemortem harus diulang.
4. Mengidentifikasi dan memisahkan pemotongan ternak yang dicurigai
terkontaminasi/terserang penyakit, dengan syarat dagingnya baru bisa
dijual bila telah dilakukan pemeriksaan post-mortem (setelah dipotong)
dan ternak-ternak ini harus dipotong terpisah dengan ternak-ternak
lain yang nyata sehat.
5. Mencegah agar ternak yang kotor tidak memasuki Rumah Potong, hal
ini untuk mencegah agar lantai Rumah Potong tidak kotor. Ternak yang
kotor dalam Rumah Potong akan menjadi sumber kontaminasi/
penyebaran bakteri yang peluangnya sangat tinggi terhadap karkas
yang selanjutnya dapat menulari konsumen.
6. Melakukan pemeriksaan epizootic (penyakit-penyakit ternak yang bisa
menular pada manusia). Pemeriksaan terhadap jenis penyakit ini harus
dilakukan sedini mungkin seperti pada penyakit Mulut dan Kuku,
Anthrax dan penyakit lain yang sejenis
7. Memeriksa umur ternak dengan teliti dan benar, agar tidak tertukar
antara daging dari ternak muda yang kualitasnya baik dengan daging
yang berasal dari ternak yang sudah tua yang umumnya kualitasnya
kurangbaik, serta menghindari pemotongan dibawah umur.
8. Ternak yang akan dipotong harus diawasi siang dan malam, karena
serangan penyakit bisa datang sewaktu-waktu, sehingga bila ada yang
terserang mendadak dapat segera diketahui sedini mungkin.
9. Cara hewan bergerak dan respon hewan terhadap benda yang
dilihatnya. Pada hewan yang sakit respon terhadap benda disekitar
kurang baik dan pergerakan dari hewan tersebut akan lambat.
10. Permukaan luar kulit pun harus diperhatikan dengan baik. Hewan
yang sehat bulunya akan terlihat mengkilat, selain itu kelenjar-kelenjar
9
lymphe dibawah kulit harus diperhatikan, bila ada pembengkakan
harus dicurigai hewan itu terkena penyakit.
11. Pada alat pencernaan yang harus mendapat perhatian adalah
bibir dan hidung apakah basah atau tidak, cara mengunyah atau
memamah biak. Bila hewan menderita diarhe, maka akan terlihar
feces kering menempel pada pangkal ekor.
12. Kondisi tubuh hewan apakah gemuk, kurus atau sedang. Kondisi
hewan yang kurus bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan
diantaranya oleh penyakit.
13. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka
petugas harus segera mengambil tindakan yang sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.
14. Petugas pemeriksa mencatat hasil pemeriksaan, mengarsipkan
dan melaporkan kepada Kepala RPH, termasuk tindakan-tindakan
terhadap hewan yang sapit atau diduga sakit pada pemeriksaan
antemortem (misalnya pengiriman contoh, pemeriksaan laboratorium,
dan lain-lain).
Tujuan dilakukannya pemeriksaan antemortem ini adalah untuk
membedakan hewan yang berpenyakit menular, hewan yang berpenyakit
tidak menular dan hewan yang sehat. Pemeriksaan antemortem dilakukan
dekat sebelum hewan dipotong. Apabila seekor hewan yang sudah diperiksa
tetapi tidak segera dipotong hingga lebih dari 24 jam, maka hewan tersebut
harus diperiksa kembali.
Pemeriksaan antemortem dilakukan pada waktu hewan dalam keadaan
berdiri dan berjalan, berbelok ke kanan dan ke kiri. Keseluruhan
pemeriksaan harus berjalan cepat agar aliran hewan dari kandang ke ruang
pemotongan tidak terhambat. Pemeriksaan antemortem meliputi keadaan
umum hewan, lubang-lubang tubuh hewan, temperatur tubuh hewan,
pernafasan dan selaput-selaput lendir.
10
Berikut ini adalah Keputusan-keputusan pemeriksaan antermortem menurut
surat Keputusan Mentri Pertanian No.413/Kpts.TN.310/7/92: 58
1. Hewan potong diijinkan dipotong tanpa syarat, apabila dalam
pemeriksaan antermortem ternyata hewan potong tersebut sehat.
2. Hewan potong diijinkan untuk dipotong dengan syarat, apabila dalam
pemeriksaan antermortem ternyata bahwa hewan potong tersebut
menderita atau menunjukan gejala penyakit; Corysa gangraenosa
bovum, Haemorhagi septicaemia, Piroplasmosis, Surra, Influesa
equorum, Arthritis, Hernia, Fraktura, Abces, Epithelimia, Actinomycosis,
Etinobasilosis, Mastitis, Septichemia, Cachexia, Oedema,dan
Tubercullosis, Brucellosis.
3. Ditunda untuk dipotong, pada keadaan-keadaan :
Hewan yang lelah
Pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan
adalah sehat oleh karenanya harus selalu dibawah pengawasan
dan pemeriksaan.
4. Hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnakan
menurut ketentuan yang berlaku di RPH atau tempat potong yang lain.
Apabila dalam pemeriksaan antermortem ternyata bahwa hewan
potong tersebut menderita atau menunjukan gejala penyakit: Malleus,
Anemia contagionis equorum, Rabies, Pleuro pnemonia contagiosa
bovum, Morbus maculosus equorum, Rinderpest, Variola ovine, Pespis
bovina, Blue tongue akut, Tetanus, Radang paha gangraena
emphysematoma, Busung gawat, Sacharomicosis akut dan kronis,
Mycotoxicosis, Colibacillosi, Apthae epizotic, Botulismis, Listeriosid, dan
toxsoplasmosis akut.
Proses Pemotongan Beberapa Hewan di RPH
Secara umum, dapat dibedakan dua macam pemotongan :
11
Dengan pemingsanan Ada beberapa cara pemingsanan, yaitu :
Pemingsanan dengan cara memukulkan palu yang terbuat dari kayu
keraspada bagian atas dahi, sehingga ternak jatuh dan tidak sadar.
Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan "senapan" yang
mempunyai "pen". Pen ini akan menembus tempurung kepala ternak
dan mengenai otak, sehingga ternak pingsan dan roboh.
Dengan cara islam
Pemotongan secara Islam umum dilakukan di Indonesia, kecuali daerah-
daerah tertentu dimana Islam bukan agama yang dianut oleh sebagian besar
penduduknya. Setelah dijatuhkan(casting), hewan dibujurkan dengan kepala
di sebelah selatan, ekor di utara, menghadap ke barat, kaki kiri di sebelah
barat kemudian sapi disiram dengan air. 60
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat proses pemotongan, antara lain;
1. Hewan harus sudah bersih sebelum memasuki ruang pemotongan. Air
yang digunakan memenuhi persyaratan air bersih. Hewan yang telah
dibersihkan dibiarkan beberapa waktu sampai relatif kering.
2. Fasilitas dan peralatan ruang pemotongan harus bersih, saniter, kering
dan berfungsi secara baik sebelum digunakan pada proses
pemotongan.
3. Air yang digunakan untuk mencuci atau membilas peralatan dan
permukaan yang kontak dengan daging, mencuci daging dan organ,
mencuci tangan, membersihkan ruangan dan fasilitas pemotongan
harus memenuhi persyaratan air bersih.
4. Untuk sanitaiser peralatan yang digunakan untuk daging adalah air
panas bersuhu ≥ 82° C atau sanitaiser kimia yang food grade.
5. Pisau yang digunakan untuk penyembelihan harus berukuran minimal
25 cm, tajam, bersih dan tidak berkarat.
12
6. Penyembelihan dapat dilakukan dengan pemingsanan terlebih dahulu
dengan memperhatikan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
prinsip kesejahteraan hewan.
7. Penyembelihan hewan dilakukan oleh juru sembelih Islam dan menurut
syariat Islam. Juru sembelih yang dimaksud harus disertifikasi oleh
MUI. Tata cara yang sesuai dengan syariat Islam, antara lain;
Keputusan pemeriksaan postmortem adalah :
1. Dapat diedarkan untuk konsumsi yaitu :
Daging dari hewan potong yang tidak menderita suatu penyakit
Daging dari hewan potong yang mederita penyakit arthritis, hernia,
fraktura, abses, epithelimia, actinomycosis, actinobacillosis dan
mastitis serta penyakit lain yang bersifat lokal setelah bagian-bagian
yang tidak layak untuk konsumsi manusia dibuang.
2. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat sebelum peredaran
yaitu daging yang merupakan bagian dari hewan potong penderita,
Surat Keputusan Menteri Pertanian 413/Kpts/TN/310/7/1992, misalnya:
Trichinellosis ringan : dagingnya dimasak
Cysticercosis ringan : dagingnya dimasak
Morbus Aujezki : sterilisasi
Brucellosis : dilayukan sekurangnya 24 jam
Tubercullosis : direbus
3. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat selama peredaran
adalah daging yang warna, konsistensi dan baunya tidak normal,
septichaemia, cachexia, hydrops dan oedema, yang penjualannya
dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan
hewan atau tempat penjualan lain yang ditunjuk dan di bawah
pengawasan petugas pemeriksa yang berwenang setelah bagian-
bagian yang tidak layak dikonsumsi manusia dibuang.
13
4. Dilarang diedarkan dan dikonsumsi adalah daging yang berbahaya
bagi konsumsi manusia karena berasal dari hewan potong yang
mengandung penyakit, misalnya ingus jahat (malleus), anemia
contagiosa equorum, rabies, pleuro pneumonia contagiosa bovum,
morbus maculosus equorum, rinderpest, variola ovine, pestis bovina,
blue tongue akut, anthraks, tetanus, black leg, mallignant oedema,
sacharomycosis, mycotoxicosis, collibacillosis, aptahe epizootic,
botulismus, listeriosis, toksoplasmosis, tubercullosis yang sifatnya
ekstensif, salmonellosis, cysticercosis dengan infestasi berat,
trichinellosis dengan infestasi berat, mengandung residu pestisida,
obat, hormon atau bahan kimia lain yang membahayakan manusia.
Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai, harus segera
dipisahkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Petugas pemeriksa mencatat
hasil pemeriksaan, mendokumentasi dan melaporkan kepada kepala RPH,
termasuk tindakan-tindakan yang yang dilakukan terhadap karkas yang
ditolak atau dicurigai. Kemudian apabila ditemukan penyakit menular atau
zoonosis pada pemeriksaan post mortem, petugas harus segera mengambil
tindakan yang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Hasil keputusan pemeriksaan postmortem oleh petugas pemeriksa
dinyatakan dengan cara memberi tanda atau stempel pada daging yang
bersangkutan dengan menggunakan zat warna yang tidak membahayakan
kesehatan manusia.
Daging yang lolos pemeriksaan postmortem dan dinyatakan layak diedarkan
untuk dikonsumsi akan diberi Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD).
Selain itu daging juga akan diberi cap kelayakan oleh petugas RPH.
Cap Daging
14
Daging yang dinyatakan baik diberi cap tanda pernyataan bahwa daging
tersebut baik, dimana bentuk dan ketentuan tanda baik ditetapkan oleh
kepala daerah. Tinta cap daging tidak boleh beracun, campuran tinta yang
digunakan adalah alkohol 96% 250 ml, glyserin 87% 500 ml, spiritus 250 ml,
dan methyl violet 10 gr. Pemberian cap dilakukan pada saat daging akan
dipasarkan (setelah daging diperiksa terlebih dahulu), sebanyak 4 tempat
pada karkas sapi dan 6 tempat pada karkas babi.
Pemeriksaan ulang (Herkeuring)
Pemeriksaan ulang biasanya dilakukan langsung ditempat penjualan daging
oleh petugas dari Dinas, dimana pemeriksaan ulang merupakan pelimpahan
wewenang dari petugas satu ke petugas lain daerah, petugas yang dimaksud
ialah dokter hewan. Sebagai bukti bahwa daging tersebut telah diperiksa
ulang, daging tersebut diberi cap ulang. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengantisipasi adanya pemalsuan daging. Salah satu yang dapat
menurunkan mutu daging dan dapat diketahui saat pemeriksaan ulang ini
adalah adanya daging sapi dari sapi yang diglonggong (diberikan minum
sebanyak-banyaknya) sebelum dipotong. Daging yang berasal dari sapi yang
diglonggong menunjukkan ciri-ciri daging tampak pucat, basah dan lebih
cepat membusuk.
Pelayuan daging
Mendiamkan beberapa waktu, 6-8 jam (daging sapi) setelah pemotongan.
Tujuan pelayuan adalah supaya daging tahan lama, daging menjadi lebih
empuk, plavor daging lebih spesifik, kesegaran daging menjadi lebih baik,
warna daging cerah. Lama pelayuan pada daging babi 3-5 jam.
Transportasi
15
Alat transportasi dari tempat pemotongan hewan ke tempat penyimpanan
harus dihindari dari kontaminasi. Dalam pengangkutan karkas atau bagian
harus tetap dalam keadaan tergantung dan terpisah dari isi rongga dada dan
perut serta bagian hewan potong lainnya. Ruang daging dalam
pengangkutan daging harus memenuhi syarat seperti: terbuat dari bahan
anti karat dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan
lampu penerangan yang cukup, untuk daging yang memerlukan waktu lebih
dari 2 jam suhu ruangan maksimal 10oC dan untuk daging beku -15oC.
Selama dalam perjalanan ruang daging harus ditutup. 65
Tempat Penjualan Daging
Tempat penjualan daging harus terpisah dengan tempat penjualan komoditi
lain. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-
langit tidak mudah lepas bagiannya, dinding tembok dengan permukaan licin
dan berwarna terang dan terbuat dari porselin putih. Pintu harus selalu
tertutup dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya lalat atau
serangga lain.
c. Pengujian Daging
Sebagai bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi, daging
juga memiliki kekurangan antara lain merupakan bahan yang mudah rusak
(Perishable food), berpotensi berbahaya (potentialy hazardouz food). Untuk
16
itu perlu adanya jaminan agar agar daging tidak membahayakan dan dapat
diterima oleh konsumen untuk dikonsumsi maka sangat perlu adanya
pemeriksaan daging.
Pemeriksaan Organoleptik
Pengujian secara organoleptik membutuhkan ketrampilan dan kepekaan
pancaindera. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk memperhatikan warna,
bau, konsistensi dan tekstur daging yang dibandingkan dengan daging yang
normal.
Pemeriksaan pH daging
Derajat keasaman (pH) daging diukur dengan menggunakan kertas pH
meter. Pengukuran pH daging dilakukan dengan cara menempelkan kertas
pH meter pada daging kemudian pH daging ditentukan dengan melihat
perubahan warna pada kertas pH meter yang disesuaikan dengan standar
warna yang ada. Pemeriksaan juga dapat menggunakan pH meter digital
dengan cara menancapkan ujung alat pH meter digital ke dalam daging yang
akan diuji. Otot hewan hidup mempunyai pH kira-kira 7,2. Penurunan pH
setelah dipotong sebagai akibat dari akumulasi asam laktat merupakan salah
satu perubahan postmortem paling signifikan yang terjadi di dalam otot
selama proses perubahan otot menjadi daging.
Pemeriksaan permulaan pembusukan
1. Reaksi/Uji Eber
Permulaan pembusukan daging dapat dilihat dengan melakukan uji Eber.
Dalam pengujian ini digunakan reagen Eber, yang terdiri dari 1 bagian eter,
3 bagian alkohol 96% dan 1 bagian HCl. 5 ml.
Prinsip : NH3 yang terbentuk dalam sepotong daging pada permulaan
pembusukan dibuktikan dengan reagen eber.
Alat : Tabung reaksi dengan sumbat yang mempunyai kawat
17
Reagen Eber dituangkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup dengan
sumbat yang ada kaitnya yang sudah digantungi daging yang akan diperiksa
sehingga daging tergantung di atas permukaan reagen. Uji Eber
menunjukkan hasil (+) atau daging busuk ditandai dengan adanya embun di
dinding tabung.
2. Reaksi Postma untuk NH3
Prinsip : Sebelum NH3 dari daging sebagai gas bebas, NH3 berikatan dengan
beberapa zat dalam daging. Dalam reaksi ini MgO digunakan untuk
membebaskan NH3 dari ikatan bebas
Alat : Cawan petri dan penangas air 50oC
Cara kerja :
Buat air daging dengan membiarkan 1 bagian dengan 10 bagian air
selama 10 menit dalam suhu kamar.
10 ml ekstrak yang telah disaring dimasukkan ke dalam cawan petri
yang dicampur dengan 100 mg MgO dan cawan ditutup. Bagian dalam
dan luar cawan ditempelkan kertas lakmus namun jangan sampai
bersentuhan dengan cairan.
Letakkan cawan ke dalam penagas air 50oC selama 5 menit.
Apabila kertas lakmus berubah warna sebagian/seluruhnya menjadi
ungu atau biru menunjukkan bahwa terjadi pembentukan gas NH3,
pada daging terjadi fase awal pembusukan. 68
3. Uji Gas H2S
Prinsip : H2S bebas dapat dibuktikan dengan Pb sulfide
Alat : Kertas saring dan cawan petri
Reagen : Larutan air Pb asetat 10%
Daging dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan dimasukkan ke
dalam cawan petri.
18
Tutup cawan petri dengan kertas saring dan teteskan Pb asetat pada
tengah kertas saring.
tutup cawan dengan tutupnya. Pastikan kertas saring tidak
bersentuhan dengan daging.
Biarkan selama 10 menit. Bila H2S bebas akan berikatan dengan Pb
asetat menjadi PbS yang akan menimbulkan bercak-bercak
hitam/coklat pada kertas saring. Uji positif jika perubahan warna jelas.
4. Uji Malachite Green/Uji Pengeluaran Darah Sempurna/Uji daging
Bangkai
Metode pemeriksaan ini adalah dengan membuat ekstrak daging dari 6
gram daging, kemudian dimasukkan ke dalam 14 ml aquadest dingin yang
telah didinginkan sebelumnya. Diamkan selama 15 menit. Sebanyak 0,7 ml
ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan satu tetes
malachite green dan satu tetes H2O2 3%, diamkan selama 20 menit,
kemudian perhatikan warna yang terbentuk. Penyembelihan yang dilakukan
dengan sempurna akan menunjukkan warna cerah.
19
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
a. Hasil
A. Pengamatan pada pasar modern hypermart
ASPEK PENGAMATAN
PENJUAL (HYIEGINE PENJUAL)
Alas kaki : ya
Masker : ya
Jas : ya
Gloves : ya
Rambut : rapi, cewe : diikat
rapi
Kuku : bersih, pendek
Status kesehatan : sehat
PERILAKU PEMBELI
Sering melihat dan
memegang dengan jeli
daging yang hendak dibeli
atau bisa dibilang lebih
teliti
LOKASI PENJUALAN Sarana prasana : Lengkap
Refrigerator
Tersedia tempat
sterilisasi alat
memotong daging
terutama pisau
Tidak terpapar
20
matahari langsung
bersih
Ketersediaan alat2
sanitasi : Ada
Air : ada
Sabun : ada
Kain pembersih : ada
Sapu : ada
TEMPAT PENYIMPANAN DAGING
Alat penyimpanan daging
menggunakan refrigerator
dengan suhu -21®celcius
Sedangkan untuk pembeli
yang ingin ikan yang masih
hidup disimpan pada
aquarium mini.
DAGING
Warna daging :
Ayam : pink pucat
Ikan : merah
Hati : merah
Lama penjualan daging :
Dipack tangga 17 dan
dipakai sampai 20 mei
2013
B. Pengamatan pada pasar tradisional : pasar oebobo
Aspek Pengamatan
1 Penjual
Sarung tangan
Masker
Tidak pakai
Tidak pakai
21
Pakaian
Status kesehatan penjual
Alas kaki
Asal penjual mendapat
daging
Bersih
Sehat, tidak ada batuk
Tidak pakai sepatu, tetapi
menggunakan sendal jepit.
Rumah Potong Hewan
(RPH)
2
Tempat Penyimpanan Daging
Wadah/tempat
meletakkan daging.
Freezer/ kulkas
Mudah di jangkau hewan
Meja keramik tidak bersih
dan terbuka
Tidak ada
Lalat
3 Perilaku Konsumen Melihat dari jauh.
4
Daging
Penutup/pembungkus
daging
Waktu pemotongan
daging
Lama penjualan
Warna daging
Tidak ada
Pukul 03.00-04.00
Hingga pukul 11.00
Merah tua-kecoklatan
5
Lokasi penjualan
Pengunjung
Paparan langsung sinar
matahari
Alat-alat sanitasi
Sering dikunjungi tempat
tersebut.
Tidak terjadi
Tidak ada
22
b. Foto hasil pengamatan
B’rikut adalah foto hasil pengamatan pada hypermart :
gambar 1 : terlihat penjual memakai alat pelindung tubuh untuk mengurangi
cemaran dari manusia ked aging segar.
23
Gambar 2 : terlihat keadaan penjualan daging yang bersih dan lengkap alat
alat sanitasi nya.
Foto-foto Keadaan dan Penjualan Daging Sapi di Pasar Oebobo
Pedagang Daging sapi yang tidak memakai masker, sarung tangan dan sepatu.
24
Tempat penyimpanan daging,dan lingkungan tempat penjualan yang tidak higenis.
c. Pembahasan
Pada pengamatan kami pada kedua tempat yang berbeda yaitu
pasar oebobo dan hypermart adanya perbedaan yang signifikan
dimana kedua tempat ini memiliki perbedaan yang mencolok dari
aspek penjual, tempat penjualan dan beberapa aspek lainnya brikut
perbedaan nya :
Pasar oebobo :
1. Aspek Penjual
Para penjual daging di pasar Oebobo memperoleh daging dari
Rumah Potong Hewan (RPH ) Oebobo. Pemotongan sapi di RPH
dilakukan pada pukul 03.00 pagi hingga pukul 04.00 pagi kemudian
dibawa menggunakan mobil dengan menutupi daging seadanya diatas
mobil pick up menggunakan karung. Ini peluang yang sangat besar
untuk tercemar debu, asap, polusi serta terkontaminasi mikrobakteri.
Para penjual daging dipasar tidak menggunakan sarung tangan,
tidak menggunakan masker, dan tidak menggunakan sepatu. Mereka
merasa lebih nyaman untuk bergerak namun tidak memahami bahaya
yang terjadi jika tidak menjaga keamanan pangan yang akan mereka
25
jual dengan baik dan juga bahaya bagi kesehatan mereka. Pakaian
yang digunakan pun merupakan pakaian sehar-hari tetapi terlihat
bersih. Para penjual masing-masing memiliki pisau yang tajam untuk
memotong daging yang dijual. Ada beberapa penjual yang sedang
melakukan aktivitas mengunyah sirih pinang dan berbicang dekat
daging yang dijualnya.
2. Aspek Tempat Penyimpanan Daging
Para penjual daging sapi di pasar Oebobo menempatkan daging
diatas meja keramik yang tidak bersih. Meja-meja tersebut terlihat
tidak dibersihkan dengan benar sehingga banyak lalat yang berkumpul
ditempat tersebut. Tempat pemotongan daging dilakukan pada
potongan batang pohon yang kotor dan tidak bersih.
Para pedagang mengakui bahwa daging yang mereka jual habis
dibeli konsumen sehingga tidak membutuhkan freezer/kulkas/tempat
penyimpanan bagi daging yang tidak laku maupun untuk penyimpanan
sementara.
3. Aspek Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen sebelum membeli, konsumen hanya dapat
melihat dari jauh dengan bantuan penjual yang melakukan sentuhan
dengan daging tersebut tanpa menggunakan pelindung/sarung tangan
sehingga kontaminasi mikrobakteri mudah sekali terjadi.
4. Aspek Daging
Daging yang dijual di pasar Oebobo ketika diamati pukul 08.30
pagi, warna daging jauh telah berbeda dengan warna normal (merah
bata) yaitu terlihat warna merah tua-kecoklatan. Daging tersebut
tidak dibungkus atau ditutupi oleh plastik sehingga banyak lalat yang
hinggap.
Daging dibawah dari RPH ke pasar Oebobo pukul 04.00 pagi
sehingga lama daging tersebut diamati ada ditempat tersebut kurang
lebih 4 jam dan 30 menit. Daging sapi yang dijual biasanya habis
terjual hingga pukul 11.00. Menurut sumber referensi
26
(Anonimous,2013), batas penyimpanan daging pada suhu 40C-450c
tersebut maksimal 4 jam. Jika lebih dari waktu tersebut, maka proses
pembusukan daging mulai terjadi.
5. Lokasi Penjualan
Tempat penjualan tersebut sanitasi lingkungannya buruk.
Terlihat lantai sangat kotor, sampah-sampah sisa limbah maupun
sampah-sampah plastik berserakan di sekitar tempat penjualan
sehingga menimbulkan bau menyengat. Walaupun demikian, tempat
tersebut sering dikunjungi oleh konsumen yang ingin membeli daging
sapi tersebut.
Tempat penjualan daging sapi di pasar Oebobo terlindungi atap
sehingga paparan sinar matahari tidak langsung mengenai tempat
tersebut. Pada tempat tersebut juga tidak terlihat air, sapu, maupun
tempat sampah. Sehingga tempat tersebut sama sekali tidak
dibersihkan dengan benar dan kotor.
Hypermart :
27
BAB V
Kesimpulan
a. Kesimpulan
Pada pengamatan yang dilakukan oleh kami mahasiswa
kedokteran hewan universitas nusa cendana kami dapat
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan terhadap kedua tempat
penjualan daging dikota kupang yaitu pasar oebobo dan pasar
modern : hypermart, dimana terdapat perbedaan yang sangat
menonjol dari segi sanitasi lingkungan dan penjual itu sendiri, oleh
sebab itu kita sebagai masyarakat kota kupang harus jeli dan lebih
mengutamakan kesehatan dan lebih memperhatikan daging yang akan
kita beli dimana daging tersebut akan dikonsumsi oleh kita sebagai
sumber energy dalam menjalani kegiatan kita sehari hari, oleh sebab
28
itu mari kita lebih pintar dan bijak untuk menentukan makanan atau
produk asal hewan yang akan kita konsumsi demi tercapainya
kesehatan masyarakat veteriner dikota kupang.
b. Saran
praktikum lebih dibanyak dilakukan terutama pada RPH yang ada
dikota kupang terutama dalam penyembelihan daging agar kita
mahasiswa tau bagaimana cara pemotongan daging yang benar
karena terbentuknya suatu kehiegine daging dapat ditentukan dari
cara penyembelihan hewan tersebut
Daftar pustaka
Anonimous.2013. Materi Higeani Daging
29