Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KEMAJUAN HIBAH PENELITIAN PROGRAM STUDI
APLIKASI TEPUNG SUWEG (Amorphopallus campanulatus BI) TERMODIFIKASI DENGAN TEPUNG KELOR (Moringa oleifera)
PADA PEMBUATAN MIE BASAH
TIM PENGUSUL :
1. Ir. I Gusti Ayu Ekawati, MS/ NIDN : 0016125702 (Ketua) 2. Ir. Putu Timur Ina, MS/ NIDN : 0027065702 (Anggota) 3. I DP Kartika P., S.TP.,MP/ NIDN : 0003048405 (Anggota)
PS. ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS UDAYANA JULI 2015
HALAMAN PENGESAHAN Judul : Aplikasi Tepung Suweg (Amorphopallus campanulatus Bl) Termodifikasi Dengan Tepung Kelor (Moringa oleifera) Pada Pembuatan Mie Basah
Peneliti / Pelaksana Nama Lengkap : Ir. I Gst Ayu Ekawati, MS. NIDN : 0016125702 Jabatan Fungsional : Lektor Kepala Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan Nomor HP : 085237016805 Alamat Surel (e-mail) : [email protected] Anggota (1) Nama Lengkap : Ir. Putu Timur Ina, MS NIDN : 0027065702 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Anggota (2) Nama Lengkap : I DP Kartika P., S.TP.,MP NIDN : 0003048405 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Institusi Mitra (jika ada) : - Nama Institusi Mitra : - Alamat : - Penangung Jawab : - Tahun Pelaksanaan : 2015 Biaya Tahun Berjalan : Rp. 25.000.000,- Biaya Keseluruhan : Rp. 25.000.000,-
Mengetahui, Denpasar, 30 Juli 2015 Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Ketua Peneliti, (Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, MS) (Ir. I Gusti Ayu Ekawati, MS) NIP. 195911071986031004 NIP. 195712161985032001
DAFTAR ISI
Judul .......................................................................................................................... i Halaman Pengesahan ................................................................................................ iii Daftar Isi ................................................................................................................... iv Ringkasan .................................................................................................................. v BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.3. Urgensi Penelitian ........................................................................................... 2 BAB II. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 3 2.1. Suweg .............................................................................................................. 3 2.2. Modifikasi Tepung ........................................................................................... 4 2.3. Aplikasi Pada Mie Basah ................................................................................. 5 2.4. Daun Kelor ...................................................................................................... 5 BAB III. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 7 BAB IV. Metode Penelitian ..................................................................................... 8 3.1. Tempat Penelitian ............................................................................................ 8 3.2. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 8 3.3. Metode Penelitian ............................................................................................ 8 BAB V. Hasil Yang Dicapai .................................................................................. 12 BAB VI. Rencana Tahapan Berikutnya .................................................................... 11 Daftar Pustaka Lampiran
Ringkasan
Pemanfaatan tepung suweg sebagai bahan pensubstitusi terigu kini mulai
digemari, suweg merupakan bahan makanan dengan indeks glikemik rendah,
sehingga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Tepung suweg tidak dapat
diaplikasikan secara optimal sebagai bahan pengganti terigu, dikarenakan tepung
suweg memiliki beberapa sifat fungsional yang kurang baik. Oleh karena itu
diperlukan teknik modifikasi tepung suweg dalam pemanfaatan sebagai bahan pangan
sumber karbohidrat yang lebih luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
sifat fungsional tepung suweg melalui teknik modifikasi pregelatinisasi dan
mengaplikasikan tepung suweg termodifikasi dalam pembuatan mie basah. Mie basah
merupakan salah satu alternatif pengganti nasi di Indonesia. Variasi bahan baku
dalam pengolahan mie berkembang pesat, dalam pembuatan mie ditambahkan bayam
ataupun wortel dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizi dan daya tarik dari mie.
Pada penelitian ini, daun kelor diaplikasikan dalam bentuk tepung sebagai bahan
tambahan untuk meningkatkan nilai gizi dari mie. Tepung kelor mengandung
beberapa macam vitamin, mineral, dan protein dalam jumlah sangat tinggi yang
mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Pada daun kelor terkandung zat
antioksidan seperti sitosterol dan glukopyranoside dan mineral (Fe) yang jumlahnya
25 kali dibandingkan dengan bayam. Penelitian ini dibagi dalam dua tahap. Tahap 1)
Modifikasi tepung suweg dengan metode pregelatinisasi, menggunakan rancangan
acak lengkap pola faktorial dengan perlakuan suhu dan lama pemanasan. Suhu
pemanasan terdiri dari 3 perlakuan, yaitu 60oC, 65oC, dan 70oC. Lama pemanasan
terdiri dari 3 perlakuan yaitu 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit. Tahap 2)
pembuatan mie basah, menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan
perbandingan tepung suweg termodifikasi dengan tepung kelor, terdiri dari 5
perbandingan (50:0; 45:5; 40:10; 35:15; 30:20). Parameter yang diamati adalah
tingkat elastisitas (kekenyalan) mie, nilai sensoris terhadap warna, aroma, rasa,
tekstur, dan penerimaan keseluruhan, aktivitas antioksidan, kadar Fe, dan nilai gizi
mie basah.
Kata kunci : tepung suweg, modifikasi tepung, tepung kelor, mie basah.
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Suweg (Amorphophallus campanulatus B1) merupakan salah satu jenis
Araceae yang biasanya dipelihara untuk dimakan umbinya. Umbi suweg memiliki
nilai IG yaitu sebesar 36, dengan beban glikemik 10 sehingga suweg digolongkan
sebagai pangan dengan indeks glikemik rendah, yang lebih dianjurkan dalam
mengatur diet penderita diabetes (Utami, 2008). Pada tepung suweg mengandung
tinggi glukomanan (serat larut air) dan rendah kalori sehingga memiliki manfaat
menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, dan menjaga berat badan
(Aulia dan widjanarko, 2014).
Peningkatan diversifitas produk makanan dari suweg dapat dilakukan dengan
mengolah umbi suweg menjadi tepung, sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan
menjadi berbagai produk pangan khususnya yang berbahan dasar terigu. Penggunaan
tepung suweg masih terbatas dan memiliki kekurangan sifat fungsional. Salah satu
teknik untuk meningkatkan sifat fungsional tepung adalah dengan teknik modifikasi.
Metode modifikasi cukup banyak, tetapi ada beberapa metode modifikasi tepung yang
mudah dilakukan seperti modifikasi dengan pregelatinisasi (fisik), hidrolisa asam
asetat (asam), dan enzimatis (enzim α-amilosa). Berdasarkan Ekawati, et al, (2013),
metode pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi yang paling baik dalam
meningkatkan nilai fungsional dari tepung.
Mie basah merupakan salah satu produk makanan favorit di Indonesia yang
sudah dijadikan alternatif pengganti nasi. Mie basah pada umumnya terbuat dari
100% terigu, dalam upaya membatasi ketergantungan terhadap penggunaan terigu,
dilakukan substitusi mie menggunakan tepung yang berbahan dasar lokal, seperti
tepung umbi-umbian. Dewasa ini variasi pengolahan mie telah berkembang pesat,
pada pembuatan mie ditambahkan bahan penambah nilai gizi, seperti bayam, dan
wortel. Selain dapat meningkatkan nilai gizi dari mie, penambahan bahan tersebut
juga dapat meningkatkan daya tarik mie basah dari warna yang dihasilkan.
Kelor (Moringa oleifera Lam) merupakan tanaman multi guna yang memiliki
beberapa keunggulan baik dari nilai gizi dan ekonomis serta kemampuannya untuk
dibudidayakan. Pada pembuatan mie, kelor diaplikasikan dalam bentuk tepung
sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan nilai gizi dari mie. Tepung kelor
mengandung beberapa macam vitamin, mineral, dan protein dalam jumlah sangat
tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Pada daun kelor
terkandung zat antioksidan seperti sitosterol dan glukopyranoside dan mineral (Fe)
yang jumlahnya 25 kali dibandingkan dengan bayam (Krisnadi, 2014).
1.2. Urgensi Penelitian
Urgensi dari penelitian ini adalah memanfaatkan sumber pangan lokal seperti
umbi suweg dan kelor sebagai bahan dalam pembuatan mie basah.
Umbi suweg merupakan salah satu umbi-umbian yang banyak dibudidayakan
di Bali akan tetapi pemanfaatannya masih belum optimal. Pemanfaatan umbi suweg
pada produk pangan dapat dilakukan dengan mengolah umbi suweg menjadi tepung,
akan tetapi tepung ini memiliki sifat fungsional yang kurang baik. Salah satu upaya
meningkatkan sifat fungsional dari tepung adalah dengan metode modifikasi dengan
pregelatinisasi. Peningkatan kualitas tepung suweg diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan pada terigu dalam pembuatan mie basah. Mie basah merupakan
produk makanan pengganti nasi, keunggulan dari mie adalah pada saat pembuatan
mie dapat ditambahkan beberapa bahan untuk meningkatkan nilai gizi maupun daya
tarik dari mie basah. Kelor merupakan salah satu jenis sayuran yang belum
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan mie. Kelor banyak
dibudidayakan di Bali, akan tetapi pemanfaatan kelor masih terbatas hanya diolah
sebagai lauk pauk. Kelor mengandung kandungan gizi berkhasiat obat yang telah
terbukti secara ilmiah, kelor diyakini memiliki potensi untuk mengatasi kekurangan
gizi, kelaparan, serta mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit di dunia
(Krisnadi, 2014). Berdasarkan hal tersebut penelitian aplikasi tepung suweg
termodifikasi dan tepung kelor pada pembuatan mie basah perlu dilakukan.
BAB II. Tinjauan Pustaka
2.1. Suweg
Umbi suweg berbentuk setengah bola dengan diameter hingga 30 cm, kulit
umbi berwarna coklat sedangkan dagingnya berwarna jingga kusam sampai merah
dengan jaringan yang bertekstur kasar (Winarno dan Koswara, 2002). Suweg
mengandung kalsium oksalat berbentuk rhapide (jarum halus) diseluruh bagian
tanaman. Kandungan kalsium oksalat dapat dikurangi dengan perlakuan perendaman
dalam air selama beberapa lama, juga dengan pemanasan yang intensif (Winarno dan
Koswara, 2002).
Peningkatan diversifitas produk makanan yang diolah menggunakan suweg
dapat dilakukan dengan mengolah umbi suweg menjadi tepung, sehingga dapat diolah
menjadi berbagai produk makanan yaitu biskuit, cake, roti, dan sebagainya. Hal ini
menyebabkan tepung suweg menjadi potensi lokal sebagai pengganti terigu.
Kandungan gizi umbi suweg cukup lengkap yaitu karbohidrat, serat pangan, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Salah satu nilai fungsional dari umbi suweg adalah
merupakan salah satu pangan dengan nilai indeks glikemik (IG) cukup rendah yaitu
36. Nilai IG yang rendah dari umbi suweg ini disebabkan oleh tingginya serat pangan
yang terkandung didalamnya yaitu sebesar 13,71% (Faridah, 2005). Komposisi kimia
ubi suweg dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Suweg dan Tepung Suweg (Faridah, 2005 dan
Utami, 2008)
Karakter Kimia Umbi Suweg Tepung Suweg
Kadar Air (% bb) 72,14 4,98 Kadar Protein (%bb) 3,25 7,56
Kadar Lemak (%bb) 0,33 0,29 Kadar Karbohidrat (%bb) 23,18 87,32
Kadar Total Pati (%bk) - 63,45 Kadar Amilosa (%) 1,49 9,57
Kadar Amilopektin (%) 7,87 50,56 Kadar serat pangan (%) - 13,71
Kadar pati resisten (%) - 2,23 Daya cerna pati (%) - 81,68
2.2. Modifikasi Tepung
Modifikasi pada tepung umbi suweg pada dasarnya merupakan modifikasi
terhadap pati yang menjadi komponen paling banyak di dalam tepung. Menurut
Wurzburg (1989), selain keragaman sifat fungsional dari pati, teknik modifikasi dapat
digunakan untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan dari pati dan mengasilkan
pati dengan sifat-sifat yang lebih baik dan spesifik. Pati demikian ini disebut sebagai
"pati termodifikasi (modified starch)". Dalam arti luas, setiap produk dimana sifat
kimia dan atau sifat fisik pati biasa telah dirubah disebut sebagai pati termodifikasi.
Pregelatinisasi
Pregelatinisasi merupakan metode modifikasi tepung secara fisik dengan
memberikan perlakuan perebusan pada suhu dan jangka waktu tertentu.
Pregelatinisasi berarti pati dari tepung tersebut sudah mengalami gelatinisasi
kemudian baru dikeringkan.
Tepung pregelatinisasi mempunyai kadungan pati dengan kemampuan
menyerap air yang lebih tinggi daripada pati biasa dan mudah larut dalam air dingin
(Rogol,1986) serta cepat membentuk pasta dalam air dingin (Powell, 1967). Sifat
fungsional dari pati pregel ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pengeringan (Rogol,
1986). Selanjutnya dikemukakan oleh Lualleb (1988) bahwa tingkat dan teknik
modifikasi serta metode pengeringan merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya
keragaman sifat fungsional dari pati pregelatinisasi.
Hidrolisis Asam
Metode hidrolisis asam tepung hampir sama dengan modifikasi pati. Metode
ini memiliki keunggulan dibandingkan metode lain karena prosesnya mudah, bahan
baku mudah didapatkan dan murah yaitu tepung/pati, HCl, dan air. Dalam metode
hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam
yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE)
suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati
termodifikasi. Modifikasi dengan asam akan menghasilkan pati dengan sifat lebih
encer jika dilarutkan, lebih mudah larut, dan berat molekulnya lebih rendah.
Enzimatis
Metode enzimatis adalah metode modifikasi tepung/ pati menggunakan enzim
α-amilase. Enzim α-amilase berperan sebagai pemecah pati yang terdapat di dalam
tepung, dengan adanya proses pemecahan pati menjadi komponen yang lebih kecil,
seperti dekstrin, maltosa, maltotriosa, dan glukosa, sehingga diharapkan beberapa
karakteristik dari tepung ubi dapat diperbaiki menjadi lebih baik (Alsuhendra dan
Ridawati, 2014).
2.3. Aplikasi pada Mie basah
Berdasarkan kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau
segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk intermediate moisture
food (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak
terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan kisaran Aw antara
0,65-0,85. Mie basah terbuat dari terigu, garam dan air serta tambahan pangan lain
(Hou dan Kruk, 1998). Mie basah atau disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang
mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan.
Kadar air mie basah dapat mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya
cukup singkat. Pada suhu kamar mie basah hanya bertahan 10-12 jam saja, karena
setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir (Astawan, 2006).
Kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan proses
pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
perebusan dalam air mendidih terlebih dahulu. Pembuatan mie basah secara
tradisional dapat dilakukan dengan penggunaan bahan utama tepung terigu dan bahan
pembantu seperti air, telur, pewarna, dan bahan tambahan pangan. Ciri-ciri mie basah
yang baik adalah : berwarna putih atau kuning terang, tekstur agak kenyal, dan tidak
mudah putus. Tanda-tanda kerusakan mie basah adalah berbintik putih atau hitam
karena tumbuhnya kapang, berlendir pada permukaan mie, berbau asam dan berwarna
lebih gelap (Pratitasari, 2007).
Nilai gizi mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain
karbohidrat terdapat pula sedikit protein. Komposisi kimia mie basah cukup bervariasi
tergantung berbagai bahan baku yang digunakan, pada umumnya komposisi kimia
mie basah yaitu sebagai berikut : air 35 - 50%, protein : 4,5 - 6,0%, lemak 1,0 - 2,5%,
dan karbohidrat 38 - 56%.
2.4. Daun Kelor
Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman yang tersebar diseluruh penjuru
dunia dan dugambarkan sebagai salah satu tanaman yang paling bergizi . Daunnya
memiliki kandungan betakaroten melebihi wortel, mengandung protein melebihi
kacang polong, lebih banyak mengandung vitamin C dibanding jeruk, kandungan
kalsiumnya melebihi susu, mengandung zat besi lebih banyak dari pada bayam, dan
kandungan kalium lebih banyak dari pada pisang.
Konsumsi daun kelor merupakan salah alternatif untuk menanggulangi kasus
kekurangan gizi di Indonesia. Kecuali vitamin C, kandungan gizi dapat mengalami
peningkatan kuantitas apabila kelor dikonsumsi setelah dikeringkan dan dijadikan
serbuk (tepung). Vitamin A yang terdapat pada serbuk daun kelor setara dengan 10
kali vitamin A yang terdapat pada wortel, setara dengan 17 kali kalsium yang terdapat
pada susu, setara dengan 15 kali kalsium yang terdapat pada pisang, setara dengan 9
kali protein yang terdapat pada yogurt, dan setara dengan 25 kali zat besi (Fe) yang
terdapat pada bayam (Jonni et al, 2008). Kelor kaya dengan sumber zat gizi terutama
protein, vitamin, dan mineral (Fuglie, 2001), selanjutnya dikatakan bahwa daun kelor
ternyata mengandung vitamin A, vitamin C, vitamin B, kalsium, kalium, besi, dan
protein dalam jumlah sangat tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh
manusia.
Di negara berkembang, tanaman kelor digunakan untuk mengatasi malnutrisi
karena tingginya kandungan vitamin dan mineral. Disamping itu, kekurangan salah
satu unsur gizi dapat menyebabkan munculnya masalah dalam kesehatan. Beberapa
contoh masalah kesehatan umum yang timbul karena kekurangan gizi adalah sariawan
atau panas dalam karena kekurangan vitamin C, busung lapar karena kekurangan
protein, anemia (kurang darah) karena kekurangan zat besi ( Fuglie, 2000).
BAB III. Tujuan dan Manfaat Penelitian
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan tepung suweg dengan metode modifikasi pregelatinisasi terbaik
berdasarkan sifat fungsionalnya.
2. Mendapatkan formulasi (perbandingan tepung ubi suweg termodifikasi dengan
tepung kelor) pada pembuatan mie basah.
3.2. Manfaat Penelitian
1. Pemanfaatan Suweg sebagai bahan alternatif pengganti terigu dan
mengoptimalkan penggunaan tepung suweg dengan melakukan teknik modifikasi
pregelatinisasi sehingga pemanfaatannya di dunia pangan semakin luas, salah
satunya adalah dengan pemanfaatan tepung suweg termodifikasi dalam
pembuatan mie basah.
2. Menghasilkan mie basah dengan kualitas dan nilai gizi yang baik melalui
penambahan tepung kelor dalam pembuatan mie basah.
BAB IV. Metode Penelitian
4.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium
Analisis Pangan, Laboratorium Biokimia dan Nutrisi, Fakultas teknologi Pertanian,
Universitas Udayana.
4.2. Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan adalah ubi suweg yang sudah matang optimal.
Ubi suweg ini berasal dari Petang - Bali. Bahan kimia Natrium Bikarbonat (Na2CO3),
Folin ciocealteu, 1.1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH), methanol, etanol, air,
aquades, asam galat, tokoferol, asam askorbat, air destilat steril.
4.3. Metode Penelitian
4.3.1. Tahap pertama : Proses Pregelatinisasi Tepung Suweg
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap I adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan suhu pemanasan dan lama
pemanasan. Suhu pemanasan terdiri dari 3 perlakuan suhu, yaitu 50oC, 55oC, 60oC,
65oC, dan 70oC selama 20 menit. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapat
15 unit percobaan.
Prosedur pembuatan tepung modifikasi dengan tahap pregelatinisasi
1. Tahapan pembuatan tepung suweg
Umbi suweg yang digunakan sebagai bahan baku tepung adalah umbi yang tua
dan tealh siap untuk dikonsumsi. Umbi dikupas dan dicuci dengan air, kemudian
dibuat menjadi irisan tipis (chips). Chips basah selanjutnya diberi perlakuan
perendaman untuk mereduksi kandungan kalsium oksalat yang dapat menyebabkan
rasa gatal pada umbi. Perendaman dilakukan dalam larutan asam klorida 0,25%
selama 4 menit untuk memberikan kesempatan asam kuat melarutkan garam kalsium
oksalat pada jaringan umbi. Irisan umbi kemudian ditiriskan dan dipindahkan ke
dalam larutan natrium bikarbonat 1%, lalu direndam selama 5 menit untuk
menetralkan residu asam yang tertinggal. Setelah perlakuan perendaman chips dicuci
dengan air mengalir hingga bersih. Irisan umbi lalu dikeringkan dengan oven
pengering pada suhu 60oC selama 5 jam atau sampai chips mudah dipatahkan. Proses
dilanjutkan dengan mengiling tepung sampai halus dan kemudian diayak
menggunakan saringan 80 mesh
2. Tahapan pembuatan tepung suweg termodifikasi
Sejumlah 200 g tepung suweg disiapkan dalam gelas piala, lalu ditambahkan
air sebanyak 600 mL. Suspensi tersebut selanjutnya dipanaskan pada suhu sesuai
dengan perlakuan, S1 : 50oC; S2 : 55oC; S3 : 60oC; S4 : 65oC; dan S5 : 70oC sambil
diaduk sampai homogen dan mengental selama 20 menit. Tepung yang telah
dipanaskan tersebut selanjutnya didinginkan pada suhu ruang 1 jam dan dilanjutkan
dengan suhu 4oC hingga beku. Selanjutnya tepung dikeringkan. dalam oven pada suhu
60oC selama 8 jam. Tepung yang telah kering diayak dengan ayakan 80 mesh.
Parameter yang diamati adalah karakteristik fungsional dari tepung antara lain
kelarutan dalam air, daya serap air, daya serap minyak, suhu awal gelatinisasi, suhu
granula pecah, viskositas saat granula pecah, viskositas pada 50oC, viskositas balik.
3.3.2. Tahap Kedua : Formulasi Mie Basah
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap II adalah
rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbandingan tepung suweg modifikasi
terbaik dengan tepung kelor pada pembuatan mie, terdiri dari 5 perbandingan (50 : 0;
45 : 5; 40 : 10; 35: 15; 30 : 20). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh
15 unit percobaan.
Proses pembuatan mie basah yaitu sebagai berikut : Terigu, tepung suweg
termodifikasi, dan tepung kelor (konsentrasi sesuai perlakuan) dicampurkan lalu
ditambahkan bahan pembantu lain seperti garam dapur, telur, dan minyak. Dilakukan
pengadukkan dengan mixer selama 5 menit agar adonan tercampur secara merata.
Kemudian dilakukan pemipihan adonan menggunakan roll pressing sehingga
terbentuk lembaran adonan setebal 2 ± 0,5 mm. Setelah terbentuk lembaran mie maka
adonan tersebut dicetak menggunakan noodle maker untuk dibentuk menjadi untaian
mie. Setelah terbentuk untaian mie, mie direbus pada air mendidih selama 1-3 menit.
Formulasi mie basah dapat dilihat pada Tabel 2.
Pembuatan tepung daun kelor adalah sebagai berikut : daun kelor
(Moringaoleifera) yang digunakan adalah daun muda yang dipetik dari dahan pohon
yang kurang lebih dari tangkai daun pertama (di bawah pucuk) sampai tangkai daun
ketujuh yang masih hijau, meskipun daun tua dapat digunakan asalkan daun kelor
tersebut belum menguning. Selanjutnya daun kelor tersebut dicuci dengan air berih
lalu di ambil dari tangkai daunnya, kemudian ditebar di atas jaring kawat dan diatur
ketebalannya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu kurang lebih 60oC
selama kurang lebih 5 jam (sudah cukup kering). Daun kelor kering selanjutnya
dihaluskan dan diayak dengan ayakkan 100 mesh, dan disimpan dalam plastik kedap
udara.
Parameter yang diamati adalah sifat fisik : analisis elastisitas (kekenyalan)
mie, cooking time dan cooking time (Basman dan Yalcin, 2011), daya putus (Chansri
et al., 2005); sifat kimia : aktivitas antioksidan (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005),
kadar Fe (Apriyantono et al, 1989) kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak,
dan kadar karbohidrat (AOAC, 1995); sifat sensoris meliputi : aroma, tekstur, rasa,
warna, dan penerimaan keseluruhan menggunakan uji kesukaan dan skoring
(Soekarto, 1985). Daya dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut
dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Formulasi mie basah dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Formulasi mie basah (dalam 100 gram bahan)
Bahan F1 F2 F3 F4 F5
Tepung suweg modifikasi 50 45 40 35 30
Tepung Kelor 0 5 10 15 20
Terigu 50 50 50 50 50
Telur 10 10 10 10 10
Garam 2 2 2 2 2
Minyak 15 15 15 15 15
3.4. Peta Jalan Penelitian
Peta jalan penelitian atau garis besar tahapan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Peta jalan penelitian
Pengembangan Umbi Suweg
Modifikasi Tepung
Metode Pregelatinisasi
Tepung Suweg Modifikasi
Aplikasi Tepung Suweg Modifikasi
Formulasi Pembuatan mie basah
(Perbandingan tepung suweg
termodifikasi dan tepung kelor)
Tepung modifikasi yang memiliki karakteristik kelarutan dalam air, daya serap air, daya serap minyak, suhu awal gelatinisasi, suhu granula pecah, viskositas saat granula pecah, viskositas pada 50oC, viskositas balik.
Suhu Pemasakan Waktu Pemasakan
Mie basah dengan penerimaan konsumen, nilai gizi, aktivitas antioksidan, kadar Fe.
BAB V. HASIL YANG DICAPAI
Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan penelitian, penelitian tahap pertama sedang
dalam proses pelaksanaan, yaitu proses modifikasi tepung suweg dengan metode
pregelatinisasi. Proses yang telah selesai pada penelitian ini adalah proses pembuatan
tepung suweg dan tepung kelor. Proses modifikasi dengan metode pregelatinisasi
terhadap tepung suweg sesuai dengan perlakuan sedang dilakukan di Laboratorium
Pengolahan Pangan, FTP.
BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap penelitian, yaitu tahap pertama : proses
pregelatinisasi tepung suweg sehingga mendapatkan tepung suweg termodifikasi
dengan karakteristik terbaik yang akan digunakan dalam pembuatan mie basah ; tahap
kedua formulasi mie basah dengan perlakuan perbandingan tepung suweg modifikasi
terbaik dengan tepung kelor pada pembuatan mie.
Rencana yang akan dilakukan adalah :
1. Melakukan modifikasi terhadap tepung suweg yang telah didapatkan dengan
teknik pregelatinisasi sesuai perlakuan yang telah ditentukan.
2. Melakukan analisa terhadap sifat fisik dan kimia dari tepung suweg hasil
pregelatinisasi sehingga didapatkan tepung suweg dengan sifat fungsional
terbaik.
3. Mengaplikasikan tepung suweg termodifikasi yang memiliki sifat fungsional
terbaik pada pembuatan mie basah
4. Membuat mie basah dengan formula perbandingan antara tepung suweg
termodifikasi sesuai dengan perlakuan.
5. Melakukan analisis kimia, fisik, dan sensoris terhadap mie basah yang dihasilkan,
sehingga didapatkan mie basah dengan karakteristik terbaik.
Daftar Pustaka
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Inc. Washintong D.C.
Alsuhendra dan Ridawati. 2014. Pengaruh Modifikasi Secara Pregelatinisasi, Asam, dan Enzimatis Terhadap Sifat Fungsional Tepung Umbi Gembili (Discorea esculenta). PS. Tata Boga Jurusan IKK FT UNJ.
Apriantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Basman, A., dan Yalcin, S. 2011. Quick-Boiling Noodle Production by Using Infrared
Drying. Journal of Food Engineering. 106: 245-252. Chansri, R., Puttanlek, C., Rungsadthong, and V., Uttapap, D. 2005. Characteristic of
Clear Noodles Prepared from Edible Canna Starches. Journal of Sensory and Nutritive Qualities of Food.
Ekawati, IGA., P Timur Ina, dan IGAK Diah Puspawati. 2013. Pemanfaatan Tepung Ubi Ungu Modifikasi Sebagai Pangan Sehat. Laporan Akhir Hibah Bersaing Penelitian, Unud.
Faridah, D.N. 2005. Kajian Sifat Fungsional Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus B1) secara in Vivo Pada Manusia. Laporan Akhir Penelitian Dosen Muda-IPB. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Fuglie, L.J. 2001. Combating Malnutrition with Moringa. Senegal : Bureau Regional Africa.
Fuglie, L.J. 2000. The Moringa Tree, A Local Solution Malnutrition. Dakar Senegal. Hou, Guaquan dan Kruk, Mark. 1998. Asian Noodle Technology. Technical Buletin
Volume XX. Joni, M.S., Sitorus M., dan Katharina N. 2008. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Krisnadi. 2014. Kelor Super Nutrisi (e-book). Available from: URL:http://
www.kelorina.com. Accessed February 2, 2015. Rahma, R.A. dan S.B. Widjanarko. 2014. Pembuatan Mie Basah dengan Substitusi
Parsial Mocaf (Modified Cassava Flour) Terahadap Karateristik Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik (Kajian Penambahan Tepung Porang dan Air). Fakultas Teknologi Pertanian, Univ. Brawijaya.
Richana, N dan TC. Sunarti. 2005. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa, dan Gembili. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, Volume 1, Nomer 1, 2004.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Utami, Asih Ratna. 2008. Kajian Indeks Glikemik dan Kapasitas in vitro Pengikatan Kolesterol Dari Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus B1.) dan Umbi Garut (Maranta arundinaceae L.). (Skripsi S1). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Iles-iles dan Hasil Olahannya. Bogor : MBrio Press.
Lampiran 1. Draft Artikel Ilmiah
Judul : Aplikasi Tepung Suweg (Amorphopallus campanulatus Bi) Termodifikasi Dengan Tepung Kelor (Moringa oleifera) Pada Pembuatan Mie Basah
Latar Belakang
Suweg (Amorphophallus campanulatus B1) merupakan salah satu jenis
Araceae yang biasanya dipelihara untuk dimakan umbinya. Umbi suweg memiliki
nilai IG yaitu sebesar 36, dengan beban glikemik 10 sehingga suweg digolongkan
sebagai pangan dengan indeks glikemik rendah, yang lebih dianjurkan dalam
mengatur diet penderita diabetes (Utami, 2008). Pada tepung suweg mengandung
tinggi glukomanan (serat larut air) dan rendah kalori sehingga memiliki manfaat
menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, dan menjaga berat badan
(Aulia dan widjanarko, 2014).
Peningkatan diversifitas produk makanan dari suweg dapat dilakukan dengan
mengolah umbi suweg menjadi tepung, sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan
menjadi berbagai produk pangan khususnya yang berbahan dasar terigu. Penggunaan
tepung suweg masih terbatas dan memiliki kekurangan sifat fungsional. Salah satu
teknik untuk meningkatkan sifat fungsional tepung adalah dengan teknik modifikasi.
Metode modifikasi cukup banyak, tetapi ada beberapa metode modifikasi tepung yang
mudah dilakukan seperti modifikasi dengan pregelatinisasi (fisik), hidrolisa asam
asetat (asam), dan enzimatis (enzim α-amilosa). Berdasarkan Ekawati, et al, (2013),
metode pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi yang paling baik dalam
meningkatkan nilai fungsional dari tepung.
Mie basah merupakan salah satu produk makanan favorit di Indonesia yang
sudah dijadikan alternatif pengganti nasi. Mie basah pada umumnya terbuat dari
100% terigu, dalam upaya membatasi ketergantungan terhadap penggunaan terigu,
dilakukan substitusi mie menggunakan tepung yang berbahan dasar lokal, seperti
tepung umbi-umbian. Dewasa ini variasi pengolahan mie telah berkembang pesat,
pada pembuatan mie ditambahkan bahan penambah nilai gizi, seperti bayam, dan
wortel. Selain dapat meningkatkan nilai gizi dari mie, penambahan bahan tersebut
juga dapat meningkatkan daya tarik mie basah dari warna yang dihasilkan.
Kelor (Moringa oleifera Lam) merupakan tanaman multi guna yang memiliki
beberapa keunggulan baik dari nilai gizi dan ekonomis serta kemampuannya untuk
dibudidayakan. Pada pembuatan mie, kelor diaplikasikan dalam bentuk tepung
sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan nilai gizi dari mie. Tepung kelor
mengandung beberapa macam vitamin, mineral, dan protein dalam jumlah sangat
tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Pada daun kelor
terkandung zat antioksidan seperti sitosterol dan glukopyranoside dan mineral (Fe)
yang jumlahnya 25 kali dibandingkan dengan bayam (Krisnadi, 2014).
Tinjauan Pustaka
Suweg
Umbi suweg berbentuk setengah bola dengan diameter hingga 30 cm, kulit
umbi berwarna coklat sedangkan dagingnya berwarna jingga kusam sampai merah
dengan jaringan yang bertekstur kasar (Winarno dan Koswara, 2002). Suweg
mengandung kalsium oksalat berbentuk rhapide (jarum halus) diseluruh bagian
tanaman. Kandungan kalsium oksalat dapat dikurangi dengan perlakuan perendaman
dalam air selama beberapa lama, juga dengan pemanasan yang intensif (Winarno dan
Koswara, 2002).
Peningkatan diversifitas produk makanan yang diolah menggunakan suweg
dapat dilakukan dengan mengolah umbi suweg menjadi tepung, sehingga dapat diolah
menjadi berbagai produk makanan yaitu biskuit, cake, roti, dan sebagainya. Hal ini
menyebabkan tepung suweg menjadi potensi lokal sebagai pengganti terigu.
Kandungan gizi umbi suweg cukup lengkap yaitu karbohidrat, serat pangan, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Salah satu nilai fungsional dari umbi suweg adalah
merupakan salah satu pangan dengan nilai indeks glikemik (IG) cukup rendah yaitu
36. Nilai IG yang rendah dari umbi suweg ini disebabkan oleh tingginya serat pangan
yang terkandung didalamnya yaitu sebesar 13,71% (Faridah, 2005). Komposisi kimia
ubi suweg dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Suweg dan Tepung Suweg (Faridah, 2005 dan
Utami, 2008)
Karakter Kimia Umbi Suweg Tepung Suweg
Kadar Air (% bb) 72,14 4,98
Kadar Protein (%bb) 3,25 7,56 Kadar Lemak (%bb) 0,33 0,29
Kadar Karbohidrat (%bb) 23,18 87,32
Kadar Total Pati (%bk) - 63,45 Kadar Amilosa (%) 1,49 9,57
Kadar Amilopektin (%) 7,87 50,56 Kadar serat pangan (%) - 13,71
Kadar pati resisten (%) - 2,23 Daya cerna pati (%) - 81,68
Modifikasi Tepung
Modifikasi pada tepung umbi suweg pada dasarnya merupakan modifikasi
terhadap pati yang menjadi komponen paling banyak di dalam tepung. Menurut
Wurzburg (1989), selain keragaman sifat fungsional dari pati, teknik modifikasi dapat
digunakan untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan dari pati dan mengasilkan
pati dengan sifat-sifat yang lebih baik dan spesifik. Pati demikian ini disebut sebagai
"pati termodifikasi (modified starch)". Dalam arti luas, setiap produk dimana sifat
kimia dan atau sifat fisik pati biasa telah dirubah disebut sebagai pati termodifikasi.
Pregelatinisasi
Pregelatinisasi merupakan metode modifikasi tepung secara fisik dengan
memberikan perlakuan perebusan pada suhu dan jangka waktu tertentu.
Pregelatinisasi berarti pati dari tepung tersebut sudah mengalami gelatinisasi
kemudian baru dikeringkan.
Tepung pregelatinisasi mempunyai kadungan pati dengan kemampuan
menyerap air yang lebih tinggi daripada pati biasa dan mudah larut dalam air dingin
(Rogol,1986) serta cepat membentuk pasta dalam air dingin (Powell, 1967). Sifat
fungsional dari pati pregel ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pengeringan (Rogol,
1986). Selanjutnya dikemukakan oleh Lualleb (1988) bahwa tingkat dan teknik
modifikasi serta metode pengeringan merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya
keragaman sifat fungsional dari pati pregelatinisasi.
Hidrolisis Asam
Metode hidrolisis asam tepung hampir sama dengan modifikasi pati. Metode
ini memiliki keunggulan dibandingkan metode lain karena prosesnya mudah, bahan
baku mudah didapatkan dan murah yaitu tepung/pati, HCl, dan air. Dalam metode
hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam
yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE)
suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati
termodifikasi. Modifikasi dengan asam akan menghasilkan pati dengan sifat lebih
encer jika dilarutkan, lebih mudah larut, dan berat molekulnya lebih rendah.
Enzimatis
Metode enzimatis adalah metode modifikasi tepung/ pati menggunakan enzim
α-amilase. Enzim α-amilase berperan sebagai pemecah pati yang terdapat di dalam
tepung, dengan adanya proses pemecahan pati menjadi komponen yang lebih kecil,
seperti dekstrin, maltosa, maltotriosa, dan glukosa, sehingga diharapkan beberapa
karakteristik dari tepung ubi dapat diperbaiki menjadi lebih baik (Alsuhendra dan
Ridawati, 2014).
Aplikasi pada Mie basah
Berdasarkan kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau
segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk intermediate moisture
food (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak
terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan kisaran Aw antara
0,65-0,85. Mie basah terbuat dari terigu, garam dan air serta tambahan pangan lain
(Hou dan Kruk, 1998). Mie basah atau disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang
mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan.
Kadar air mie basah dapat mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya
cukup singkat. Pada suhu kamar mie basah hanya bertahan 10-12 jam saja, karena
setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir (Astawan, 2006).
Kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan proses
pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
perebusan dalam air mendidih terlebih dahulu. Pembuatan mie basah secara
tradisional dapat dilakukan dengan penggunaan bahan utama tepung terigu dan bahan
pembantu seperti air, telur, pewarna, dan bahan tambahan pangan. Ciri-ciri mie basah
yang baik adalah : berwarna putih atau kuning terang, tekstur agak kenyal, dan tidak
mudah putus. Tanda-tanda kerusakan mie basah adalah berbintik putih atau hitam
karena tumbuhnya kapang, berlendir pada permukaan mie, berbau asam dan berwarna
lebih gelap (Pratitasari, 2007).
Nilai gizi mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain
karbohidrat terdapat pula sedikit protein. Komposisi kimia mie basah cukup bervariasi
tergantung berbagai bahan baku yang digunakan, pada umumnya komposisi kimia
mie basah yaitu sebagai berikut : air 35 - 50%, protein : 4,5 - 6,0%, lemak 1,0 - 2,5%,
dan karbohidrat 38 - 56%.
Daun Kelor
Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman yang tersebar diseluruh penjuru
dunia dan dugambarkan sebagai salah satu tanaman yang paling bergizi . Daunnya
memiliki kandungan betakaroten melebihi wortel, mengandung protein melebihi
kacang polong, lebih banyak mengandung vitamin C dibanding jeruk, kandungan
kalsiumnya melebihi susu, mengandung zat besi lebih banyak dari pada bayam, dan
kandungan kalium lebih banyak dari pada pisang.
Konsumsi daun kelor merupakan salah alternatif untuk menanggulangi kasus
kekurangan gizi di Indonesia. Kecuali vitamin C, kandungan gizi dapat mengalami
peningkatan kuantitas apabila kelor dikonsumsi setelah dikeringkan dan dijadikan
serbuk (tepung). Vitamin A yang terdapat pada serbuk daun kelor setara dengan 10
kali vitamin A yang terdapat pada wortel, setara dengan 17 kali kalsium yang terdapat
pada susu, setara dengan 15 kali kalsium yang terdapat pada pisang, setara dengan 9
kali protein yang terdapat pada yogurt, dan setara dengan 25 kali zat besi (Fe) yang
terdapat pada bayam (Jonni et al, 2008). Kelor kaya dengan sumber zat gizi terutama
protein, vitamin, dan mineral (Fuglie, 2001), selanjutnya dikatakan bahwa daun kelor
ternyata mengandung vitamin A, vitamin C, vitamin B, kalsium, kalium, besi, dan
protein dalam jumlah sangat tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh
manusia.
Di negara berkembang, tanaman kelor digunakan untuk mengatasi malnutrisi
karena tingginya kandungan vitamin dan mineral. Disamping itu, kekurangan salah
satu unsur gizi dapat menyebabkan munculnya masalah dalam kesehatan. Beberapa
contoh masalah kesehatan umum yang timbul karena kekurangan gizi adalah sariawan
atau panas dalam karena kekurangan vitamin C, busung lapar karena kekurangan
protein, anemia (kurang darah) karena kekurangan zat besi ( Fuglie, 2000).
Metode Penelitian
Tahap pertama : Proses Pregelatinisasi Tepung Suweg
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap I adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan suhu pemanasan dan lama
pemanasan. Suhu pemanasan terdiri dari 3 perlakuan suhu, yaitu 50oC, 55oC, 60oC,
65oC, dan 70oC selama 20 menit. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapat
15 unit percobaan.
Prosedur pembuatan tepung modifikasi dengan tahap pregelatinisasi
1. Tahapan pembuatan tepung suweg
Umbi suweg yang digunakan sebagai bahan baku tepung adalah umbi yang tua
dan tealh siap untuk dikonsumsi. Umbi dikupas dan dicuci dengan air, kemudian
dibuat menjadi irisan tipis (chips). Chips basah selanjutnya diberi perlakuan
perendaman untuk mereduksi kandungan kalsium oksalat yang dapat menyebabkan
rasa gatal pada umbi. Perendaman dilakukan dalam larutan asam klorida 0,25%
selama 4 menit untuk memberikan kesempatan asam kuat melarutkan garam kalsium
oksalat pada jaringan umbi. Irisan umbi kemudian ditiriskan dan dipindahkan ke
dalam larutan natrium bikarbonat 1%, lalu direndam selama 5 menit untuk
menetralkan residu asam yang tertinggal. Setelah perlakuan perendaman chips dicuci
dengan air mengalir hingga bersih. Irisan umbi lalu dikeringkan dengan oven
pengering pada suhu 60oC selama 5 jam atau sampai chips mudah dipatahkan. Proses
dilanjutkan dengan mengiling tepung sampai halus dan kemudian diayak
menggunakan saringan 80 mesh
2. Tahapan pembuatan tepung suweg termodifikasi
Sejumlah 200 g tepung suweg disiapkan dalam gelas piala, lalu ditambahkan
air sebanyak 600 mL. Suspensi tersebut selanjutnya dipanaskan pada suhu sesuai
dengan perlakuan, S1 : 50oC; S2 : 55oC; S3 : 60oC; S4 : 65oC; dan S5 : 70oC sambil
diaduk sampai homogen dan mengental selama 20 menit. Tepung yang telah
dipanaskan tersebut selanjutnya didinginkan pada suhu ruang 1 jam dan dilanjutkan
dengan suhu 4oC hingga beku. Selanjutnya tepung dikeringkan. dalam oven pada suhu
60oC selama 8 jam. Tepung yang telah kering diayak dengan ayakan 80 mesh.
Parameter yang diamati adalah karakteristik fungsional dari tepung antara lain
kelarutan dalam air, daya serap air, daya serap minyak, suhu awal gelatinisasi, suhu
granula pecah, viskositas saat granula pecah, viskositas pada 50oC, viskositas balik.
Tahap Kedua : Formulasi Mie Basah
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap II adalah
rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbandingan tepung suweg modifikasi
terbaik dengan tepung kelor pada pembuatan mie, terdiri dari 5 perbandingan (50 : 0;
45 : 5; 40 : 10; 35: 15; 30 : 20). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh
15 unit percobaan.
Proses pembuatan mie basah yaitu sebagai berikut : Terigu, tepung suweg
termodifikasi, dan tepung kelor (konsentrasi sesuai perlakuan) dicampurkan lalu
ditambahkan bahan pembantu lain seperti garam dapur, telur, dan minyak. Dilakukan
pengadukkan dengan mixer selama 5 menit agar adonan tercampur secara merata.
Kemudian dilakukan pemipihan adonan menggunakan roll pressing sehingga
terbentuk lembaran adonan setebal 2 ± 0,5 mm. Setelah terbentuk lembaran mie maka
adonan tersebut dicetak menggunakan noodle maker untuk dibentuk menjadi untaian
mie. Setelah terbentuk untaian mie, mie direbus pada air mendidih selama 1-3 menit.
Formulasi mie basah dapat dilihat pada Tabel 2.
Pembuatan tepung daun kelor adalah sebagai berikut : daun kelor
(Moringaoleifera) yang digunakan adalah daun muda yang dipetik dari dahan pohon
yang kurang lebih dari tangkai daun pertama (di bawah pucuk) sampai tangkai daun
ketujuh yang masih hijau, meskipun daun tua dapat digunakan asalkan daun kelor
tersebut belum menguning. Selanjutnya daun kelor tersebut dicuci dengan air berih
lalu di ambil dari tangkai daunnya, kemudian ditebar di atas jaring kawat dan diatur
ketebalannya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu kurang lebih 60oC
selama kurang lebih 5 jam (sudah cukup kering). Daun kelor kering selanjutnya
dihaluskan dan diayak dengan ayakkan 100 mesh, dan disimpan dalam plastik kedap
udara.
Tabel 2. Formulasi mie basah (dalam 100 gram bahan)
Bahan F1 F2 F3 F4 F5
Tepung suweg modifikasi 50 45 40 35 30
Tepung Kelor 0 5 10 15 20
Terigu 50 50 50 50 50
Telur 10 10 10 10 10
Garam 2 2 2 2 2
Minyak 15 15 15 15 15
Parameter yang diamati adalah sifat fisik : analisis elastisitas (kekenyalan)
mie, cooking time dan cooking time (Basman dan Yalcin, 2011), daya putus (Chansri
et al., 2005); sifat kimia : aktivitas antioksidan (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005),
kadar Fe (Apriyantono et al, 1989) kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak,
dan kadar karbohidrat (AOAC, 1995); sifat sensoris meliputi : aroma, tekstur, rasa,
warna, dan penerimaan keseluruhan menggunakan uji kesukaan dan skoring
(Soekarto, 1985). Daya dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut
dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian