Upload
edi-nurul-amal
View
193
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ks-1203-05 Manajemen Layanan Khusus
Citation preview
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS SEKOLAH
KERJA SAMA ANTARA: DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN
KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN MENENGAH
KOMPETENSI MANAJERIAL
i
PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah dan kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah dan kepala sekolah.
Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.
Jakarta, November 2007 Direktur Tenaga Kependidikan Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511
ii
DAFTAR ISI
PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
A.Latar Belakang ......................................................... 1 B.Dimensi Kompetensi ................................................ 2 C.Kompetensi yang Diharapkan Dicapai...................... 2 D.Indikator Pencapaian Hasil ....................................... 2 E.Alokasi Waktu .......................................................... 3 F.Skenario ................................................................... 3
BAB II MANAJEMEN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN .......... 5
A. Pendahuluan ........................................................... 5 B. Konsepsi Dasar Bimbingan dan Penyuluhan ........... 5 C. Peranan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling ........................................ 11 D. Peranan dan Fungsi Staf Sekolah Dalam
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah ................................................................... 20
E. Masalah-Masalah Administratif dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ...................... 25
F. Evaluasi Layanan Bimbingan di Sekolah ................. 34 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 38 BAB III MANAJEMEN USAHA KESEHATAN SEKOLAH ....... 39
A. Pendahuluan ........................................................... 39 B. Kesehatan sebagai Tujuan Pendidikan.................... 40 C. Masalah-Masalah Kesehatan yang Dihadapi
Masyarakat .............................................................. 43 D. Perencanaan Program Kesehatan Sekolah ............. 46
iii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 80 BAB IV MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH ............. 82
A. Pendahuluan ........................................................... 82 B. Pengertian ............................................................... 83 C. Fungsi Perpustakaan ............................................... 85 D. Manajemen Perpustakaan Sekolah ......................... 88 E. Implementasi layanan Perpustakaan pada Kegiatan
Belajar Mengajar di Sekolah .................................... 96 F. Kepala Sekolah dan Layanan Perpustakaan
Sekolah ................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 106 BAB V MANAJEMEN ASRAMA SEKOLAH .............................. 107
A. Pendahuluan ........................................................... 107 B. Pengertian Asrama Sekolah (Boarding-School)....... 107 C. Perkembangan Asrama dalam Sejarah Pendidikan . 108 D. Hakekat dan Fungsi Kehidupan Asrama Sekolah .... 111 E. Tujuan Penyelenggaraan Asrama Sekolah .............. 113 F. Pengelolaan dan Penyelenggaraan Asrama
Sekolah ................................................................... 114 G. Organisasi Pengurusan Asrama .............................. 121
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 134 BAB VI MANEJEMEN KAFETARIA SEKOLAH ......................... 135
A. Pendahuluan ........................................................... 135 B. Pengertian ............................................................... 136 C. Tujuan dan Fungsi Kafetaria Sekolah ...................... 137 D. Prinsip-Prinsip Kafetaria Sekolah ............................ 139 E. Kafetaria dan Program Pendidikan di Sekolah......... 139
iv
F. Manajemen Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah .... 141 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 148
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memiliki
kompetensi yang dipersyaratkan serta mampu mewujudkan
kompetensi tersebut terutama dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai administrator, manajer, supervisor, dan seorang
pemimpin (leader). Sebagai manajer pendidikan, kepala sekolah
dituntut memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya, baik
manusia maupun non-manusia, bagi keefektifan sekolah.
Secara substantif, bidang garapan manajemen pendidikan
meliputi: manajemen kurikulum/pembelajaran, kesiswaan,
kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah
dan masyarakat, serta manajemen layanan khusus sekolah
(management of special service), atau sementara ahli menyebutnya
dengan manajemen layanan bantuan (management of auxiliary
service). Pada dasarnya, manajemen layanan khusus di sekolah
ditetapkan dan dan diorganisasikan untuk memudahkan atau
memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi kebutuhan
khusus siswa di sekolah.
Secara koseptual, bidang garapan Manajemen Layanan Khusus
Sekolah diantaranya meliputi: manajemen layanan bimbingan
konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan,
layanan asrama, dan manajemen layanan kafetaria/kantin sekolah.
Layanan-layanan tersebut harus di kelola secara baik dan benar
sehingga dapat membantu memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah. Dengan perkataan lain, apabila layanan
2
khusus sekolah ini direncanakan secara sistematik, diorganisasikan
dan dipimpin dengan sebaik-baiknya, dikoordinasikan secara
kontinyu, serta dievaluasi secara berkesinambungan maka akan
membantu meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan di sekolah
secara efektif dan efisien.
Atas dasar pemikiran-pemikiran di atas, maka salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yang profesional
adalah mampu mengelola unit layanan khusus sekolah dalam rangka
mendukung pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk melalui materi
pendidikan dan pelatihan manajemen layanan khusus sekolah adalah
kompetensi manajerial.
C. Kompetensi yang Dijarapkan Dicapai
Kompetensi yang dibentuk melalui diklat manajemen layanan
khusus sekolah adalah agar peserta mampu mengelola unit layanan
khusus sekolah/madarasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran
dan kegiatan manajemen peserta didik di sekolah/madrasah.
D. Indikator Pencapaian Hasil
Pada akhir pendidikan dan pelatihan manajemen layanan khusus
sekolah diharapkan para peserta:
1. Menguasai pengaturan layanan Bimbingan Konseling Sekolah.
2. Menguasai pengaturan Usaha Kesehatan Sekolah.
3. Menguasai pengaturan Perpustakaaan Sekolah.
3
4. Menguasai pengaturan Asrama Sekolah.
5. Menguasai pengaturan Layanan Kafetaria/Kantin Sekolah.
E. Alokasi Waktu
..............................................................................................................
F. Skenario
Skenario pelatihan tentatif (bisa dikembanngkan lebih lanjut oleh
Tim Fasilitator sesuai dengan konteks peserta) adalah sebagai
berikut:
1. Perkenalan dengan peserta.
2. Pre test.
3. Eksplorasi pengalaman peserta (kepala sekolah dan calon kepala
sekolah) terkait implementasi manajemen layanan khusus sekolah
di lapangan, disertai dengan dialog interaktif dengan fasilitator dan
antar peserta.
4. Sajian konsep dasar manajemen layanan khusus sekolah berbagai
jenis layanan khusus sekolah yang sepatutnya diatur oleh kepala
sekolah selaku manajer.
5. Identifikasi persoalan substansi manajemen layanan khusus
sekolah beserta alternatif pemecahannya melalui diskusi terfokus
dalam kelompok.
6. Presentasi hasil diskusi kelompok dalam forum kelas disertai
tanya jawab.
7. Review fasilitator dalam bentuk pengaitan antara persoalan dan
alternatif yang disampaikan peserta dengan best practice dan
temuan hasil riset (teori).
4
8. Secara terfokus, fasilitator menggalai best practice manajemen
peserta didik dari peserta pelatihan.
9. Post Test.
10. Penutup.
5
BAB II MANAJEMEN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
A. Pendahuluan
Kegiatan memberikan bimbingan, nasehat, dan petunjuk
merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya, guru kepada siswanya, atau pendidik kepada anak didiknya,
terutama dalam membantu memecahkan masalah atau membuat
keputusan. Namun manakala kegiatan-kegiatan tersebut
dilaksanakan berdasarkan suatu program yang sistematis serta
dengan menggunakan metode dan teknik yang ilmiah, serta dilakukan
oleh tenaga-tenaga yang profesional, memang merupakan suatu hal
yang baru.
B. Konsepsi Dasar Bimbingan dan Peyuluhan
Dewasa ini, istilah bimbingan (guidance) dan konseling
(counseling) mengandung pengertian yang luas dengan arah dan
lapangan yang luas dalam pelaksanaannya. Pentingnya “guidance
and counseling” sudah semakin dirasakan dalam berbagai kehidupan
di rumah, di sekolah dan bahkan di lembaga-lembaga manapun yang
di dalamnya terdapat interaksi antara manusia yang satu dengan
manusia yang lainnya.
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan seringkali diartikan secara salah dan kadang-kadang
juga dirumuskan secara kurang tepat. Menurut Arthur Jones (dalam
Kusmintardjo, 1992), salah satu sebabnya adalah bimbingan ini
dimulai dengan pekerjaan Frank Parson, dimana ia hanya
6
menekankan pada aspek vokasioanal saja. Oleh karena itu banyak
beranggapan bahwa seolah-olah pekerjaan bimbingan itu hanya
berhubungan dengan hal yang berkenaan dengan usaha mencari
pekerjaan dan menempatkan orang -orang dalam pekerjaan yang
cocok dengan bakat dan kemampuannya. Sebab lain dari kekeliruan
itu adalah adanya sementara pihak yang mengidentifikasikan
pengertian bimbingan dengan semua aspek pendidikan. Akibatnya
bimbingan itu sendiri kehilangan maknanya yang khusus, sehingga
mereka berpendapat bahwa istilah bimbingan sebaiknya dihapuskan.
Untuk memperoleh pengertian bimbingan secara lebih jelas,
berikut dikutipkan beberapa pengertian bimbingan (guidance). Year
Book of Education (1955) menyatakan bahwa: guidance is a process
of helping individual through their own fort to discover d develop their
potentialities both for personal happiness and social usefulness.
Definisi yang diungkapkan oleh Miller (dalam Jones, 1987)
nampaknya merupakan definisi yang lebih mengarah pada
pelaksanaan bimbingan di sekolah. Definisi tersebut menjelaskan
bahwa:
“Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan
untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah,
keluarga, serta masyarakat”.
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang apa
sebenarnya bimbingan itu, sebagai berikut.
a. Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan
“membantu' berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan,
tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu
7
kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi dalam hal
ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan
atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang
menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri.
b. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang,
namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang
membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada
hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang.
c. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya
bimbingan itu tidak diberikan hanya sewaktu-waktu saja dan
secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus
menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan.
d. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat
mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Bimbingan
diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri
(kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya
dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan
kemampuannya.
e. Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan diri
secara harmonis dengan lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam penerapannya di sekolah, definisi-definisi tersebut di atas
menuntut adanya hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian
tugas, peranan dan tanggung jawab yang tegas di antara para
petugasnya;
b. Adanya program yang jelas dan sistematika untuk: (1)
melaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-
8
murid, (2) melaksanakan penelitian tentang kesempatan atau
peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan,
kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan
dengan human relations, dan sebagainya, (3) kesempatan
bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling
secara teratur.
c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-
program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf
sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;
d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik maupun non fisik
(suasana, sikap, dan sebagainya);
e. Adanya kerjasama yang sebaik-baiknya antara sekolah dan
keluarga, lembaga-lembaga di masyarakat, baik pemerintah
dan non pemerintah.
2. Hubungan Bimbingan dengan Konseling Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki
hubungan yang sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral.
Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu digandengkan
dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance
and counseling).
Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan
yang prinsipil antar bimbingan dengan konseling atau keduanya
memiliki makna yang identik. Namun sementara pihak ada yang
berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan dua
pengertian yang berbeda, baik dasar maupun cara kerjanya.
Konseling atau counseling dianggap identik dengan psychotherapy,
yaitu usaha menolong orang-orang yang mengalami gangguan psikis
9
yang serius, sedangkan bimbingan dianggap identik dengan
pendidikan.
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa konseling
merupakan salah satu teknik pemberian layanan dalam bimbingan
dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan.
Pandangan inilah yang nampaknya sekarang banyak dianut.
Rogers (dalam Kusmintardjo, 1992) memberikan pengertian
konseling sebagai berikut: Counseling is a series of direct contacts
with the individual which aims to offer him assistance in changing his
attitude and behavior. Konseling adalah serangkaian kontak atau
hubungan bantuan langsung dengan individu dengan tujuan
memberikan bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah
lakunya).
Selanjutnya Mortensen (dalam Jones, 1987) memberikan
pengertian konseling sebagai berikut: Counseling may, therefore, be
defined as apeson to person process in which one person is helped
by another to increase in understanding and ability to meet his
problems”. Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses
hubungan seseorang dengan seseorang di mana yang seorang
dibantu oleh yang lainya untuk menemukan masalahnya.
Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah
satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan
cara memberikan bantuan secara individual (face to face relationship).
Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau
perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara
keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.
10
3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah dapat efektif,
maka prinsip-prinsip berikut ini dapat dijadikan dasar atau
pertimbangan.
a. Bimbingan hendaknya didasarkan pada suatu konsep yang
benar tentang individu dan didasarkan atas pengakuan akan
kemuliaan (dignity), kehormatan, serta keindividualanya
b. Bimbingan haru memperhitungkan tujuan murid, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjag.
c. Bimbingan berorientasi pada kooperasi dan bukan pada
paksaan. Oleh karena itu kesiapan psikologis dari murid-murid
hendknya menentukan cara dan banyaknya bantuan yang
diberikan kepada murid.
d. Bimbingan sangat menaruh perhatian pada usaha murid,
sikap-sikapnya, da keinginannya untuk berhasil. Disamping itu
data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian dan pengukuran
sangat perlu untuk dperhatikan.
e. Bimbingan adalah suat proses yang berkesinambungan. Oleh
karena itu bimbingan yang efektif dimulai sejak murid
memasuki sekolah sampai ia berhenti atau lulus dan mulai
memasuki duania pekerjaan.
f. Bimbingan terdiri atas serangkaian pelayanan suplementer
yag didasarkan atas saling mempercayai dan pengertian
bersama agar dapat memenuhi kebutuhan yang nyata dari
murid. Bimbingan harus diorganisir sebagai usaha-usaha
yang integrasi.
g. Suatu program bimbingan yang efektif membutuhkan personil
yang mendapatkan latihan dan persiapan serta pendidikan
11
secara khusus. Petugas bimbingan harus mengembangkan
kewenangan-kewenangan tertentu apabila ia ingin melakukan
bimbingan secara berhasil dan efektif.
C. Peranan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling
Keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para
petugas penyuluh, namun juga sangat ditentukan oleh ketrampilan
seluruh staf sekolah dalam memberikan pelayanan tersebut. Untuk itu
diperlukan adanya 'team work” yang terdiri atas kepala sekolah,
konselor, guru penyuluh, guru, psikolog/dokter, dan pekerja sosial
(social worker). Diperlukan juga adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab yang jelas.
Untuk menelaah tugas dan tanggung jawab dari masing-masing
anggota tim tersebut di atas, perlu ditelaah dulu beberapa pola
organisasi bimbingan.
1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada umumnya ada 3 (tiga) pola organisasi bimbingan dan
konseling di sekolah.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan
dilaksanakan oleh semua staf sekolah. Pelayanan bimbingan ini
merupakan bagian dari tugas mengajar yang diterima guru. Pada pola
organisasi bimbingan semacam ini, tidak diperlukan seorang ahli
bimbingan dan konseling yang bertugas secara khusus
menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola organisasi bimbingan
ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat.
12
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara
khusus. Dalam hal ini pelayanan bimbingan dikoordinir oleh seorang
ahli yang bertugas khusus menyelenggarakan bimbingan dan
konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari tugas mengajar.
Biasanya penyelenggaraan layanan bimbingan dengan pola ini
memerlukan petugas-petugas lain yang membantu pelaksanaan
program. Dalam pola yang semacam ini sudah harus ada pembagian
tugas yang jelas di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya
digunakan di Sekolah Menengah (SMP/SMA/SMK/MA).
Pola yang ketiga adalah merupakan pola campuran antara pola
yang pertama dan kedua. Dalam pola ini pelaksanaan layanan
bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang dibebaskan
dari tugas mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu
guru terpilih harus mendapatkan latihan jabatan agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan
Bimbingan
Pada ketiga pola organisasi bimbingan di atas, tugas kepala
sekolah adalah mengelola dan membina penyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga pelaksanaannya
dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam
program-programnya. Adapun bila dilihat dari statusnya, baik di
sekolah maupun dalam organisasi bimbingan konseling pada
khususnya, maka fungsi kepala sekolah adalah sebagai administrator
dan supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab
terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh program sekolah
13
umumnya, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di
sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala
sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan
atau peningkatan Dpelayanan bimbingan dan konseling di
sekolahnya. Ia akan menyerahkan kewajiban-kewajiban khusus
kepada wakil kepala sekolah, penyuluh, guu-guru, dan orang lain. Ia
hendaknya memberikan dukungan umum dan kepemimpinan
administratif kepada keseluruhan program pelayanan murid. Ia
mengorganisasikan program dan memberikan bantuan dalam seleksi
para penyuluh dan anggota staff, serta merumuskan deskripsi tugas
masing-masing.
Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam
melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan perbaikan
atau peningkatan. Ia membantu mengembangkan kebijaksanaan dan
prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan konseling di
sekolahnya.
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam
Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab
kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah, sebagai berikut:
a. Memberikan support administratif, memberikan dorongan dan
pimpinan untuk seluruh program bimbingan;
b. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun
jumlahnya menurut keperluannya;
c. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan
anggota-anggota stafnya;
d. Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist”
dalam hal pengembangan program bimbingan,
14
e. Memperkenalkan peranan para penyuluh kepada guru-guru,
murid-murid, orang tua murid, dan masyarakat melalui rapat
guru, rapat sekolah, rapat orang tua murid atau dalam
bulletin-buletin bimbingan,
f. Berusaha membentuk dan menjalin hubungan kerja yang
kooperatif dan saling membantu antara para konselo, guru
dan spesialis yang lain;
g. Menyediakan fasilitas dan material yang cukup untuk
pelaksanaan bimbingan;
h. Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang
kontinyu yang dapat meningkatkan hubungan antar manusia
untuk menggalang proses bimbingan yang efektif (dalam hal
ini berarti kepala sekolah hendaknya menyadari bahwa
bimbingan terjadi dalam lingkungan secara global, termasuk
hubungan antara staf dan suasana dalam kelas);
i. Memberikan penjelasan kepada semua staf tentang program
bimbingan dan penyelenggaraan “in-service education” bagi
seluruh staf sekolah;
j. Memberikan dorongan dan semangat dalam hal
pengembangan dan penggunaan waktu belajar untuk
pengalaman-pengalaman bimbingan, baik kelompok maupun
individual;
k. Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan
memberdayakan para penyuluh (counselor) dalam memantau
tingkah laku siswa, namun bukan sebagai penegak disiplin.
Sedangkan Allen dan Christensen (dalam Kusmintardjo, 1992),
mengemukakan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam
pelaksanaan bimbingan di sekolah sebagai berikut:
15
a. Menyediakan fasilitas untuk keperluan penyelenggaraan
bimbingan;
b. Memilih dan menentukan para penyuluh (counselor);
c. Mengembangkan sikap-sikap yang favorable di antara para
guru, murid, dan orang tua murid/ masyarakat terhadap
program bimbingan;
d. Mengadakan pembagian tugas untuk keperluan bimbingan
misalnya para petugas untuk membina perpustakaan
bimbingan, para petugas penyelenggara testing, dan
sebagainya;
e. Menyusun rencana untuk mengumpulkan dan
menyebarluaskan infomasi tentang pekerjaan/jabatan;
f. Merencanakan waktu (jadwal) untuk kegiatan-kegiatan
bimbingan;
g. Merencanakan program untuk mewawancarai murid dengan
tidak mengganggu jalannya jadwal pelajaran sehari-sehari.
Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa tugas
kepala sekolah dalam pengembangan program bimbingan dan
konseling di sekolah ádalah sebagai berikut.
a. Staff selection (seleksi staf )
Memilih staf yang mempunyai kepribadian dan pendidikan yang
cocok untuk melaksanakan tugasnya. Termasuk disini mengadakan
analisa untuk mengetahui apakah diantara staf yang ada terdapat
orang yang sanggup melakukan tugas yang lebih spesialis.
Description of staff roles (menentukan peranan dari anggota staf)
16
Menentukan tugas dan peranan dari anggota staf, dan membagi
tanggung jawab. Untuk menentukan tugas-tugas ini kepala sekolah
dapat meminta bantuan kepada anggota staf yang lain.
b. Time and facilities (waktu dan fasilitas)
Mengusahakan dan mengalokasikan dana, waktu dan fasilitas
untuk kepentingan program bimbingan di sekolahnya.
c. Interpretation of program (menginterpretasikan program)
Menginterpretasikan program bimbingan kepada murid-murid
yang diberi pelayanan, kepada masyarakat yang membantu program
bimbingan. Dalam menginterpretasikan program bimbingan mungkin
perlu bantuan dari staf bimbingan tetapi tanggung jawab terletak pada
kepala sekolah sebagai administrator. (R.N. Hatch dan B. Stefflre,
dalam Kusmintardjo, 1992)
3. Cara-cara untuk Memilih Tenaga Penyuluh
Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah berjalan efektif,
maka program tersebut perlu didukung oleh para pelaksana yang ahli,
cakap dan terampil dalam bidangnya masing-masing. Hal ini tentu
saja dalam keadaan ideal, dan berlaku di negara-negara yang sudah
maju, di mana tenaga ahli dan fasilitas untuk menyelenggarakan
program bimbingan sudah cukup tersedia.
Untuk sekolah-sekolah kita di Indonesia, upaya keadaan tersebut
masih dalam cita-cita saja. Masih banyak sekolah-sekolah belum
memiliki tenaga ahli dalam bidang bimbingan dan konseling, lebih-
lebih bila dikaitkan dengan fasilitas dan dana yang dibutuhkan untuk
itu.
17
Walaupun kita masih berada dalam keadaan serba kekurangan,
tidaklah berarti bahwa pelaksanaan program bimbingan itu harus
ditangguhkan lagi beberapa waktu untuk menunggu tenaga ahli yang
tidak kunjung datang itu. Lagi pula, apakah benar bahwa bimbingan
itu hanyalah tugas para ahli saja?. Untuk bidang-bidang tertentu
mungkin benar, namun tidak semua tugas bimbingan harus dilakukan
oleh para ahli. Dalam hal-hal tertentu mungkin peranan guru lebih
menonjol. Lebih-lebih di Sekolah Dasar di mana hubungan guru dan
murid memang sangat dekat. Kita yakin bahwa kita masih banyak
memiliki guru yang cukup berkualitas untuk dijadikan pembimbing dan
penyuluh atau sering disebut dengan “guru penyuluh” .
Untuk melaksanakan hal tersebut, nampaknya apa yang
diungkapkan oleh R. D Allen (dalam Kusmintardjo, 1992) dapatlah
dijadikan sebagai pertimbangan. Ia memilih guru penyuluh melalui 5
(lima) tahap penyaringan dari guru-guru yang ada di sekolahnya.
Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Guru-guru yang memiliki superioritas (kelebihan dalam
mengajarkan mata-mata pelajaran) yaitu guru-guru yang:
2. Dapat menggugah minat dan semangat murid-murid terhadap
mata-mata pelajaran yang diajrkan;
3. Memiliki kemampuan untuk memimpin murid-murid dan
memberikan pengarahan atau petunjuk -petunjuk;
4. Dapat menghubungkan mata-mata pelajaran dengan
pekerjaan-pekerjaan praktis.
5. Hubungan-hubungan muid dengan guru, yaitu:
6. Guru yang menjadi tempat bagi murid-murid mendapatkan
nasehat dan pertolongan,
18
7. Guru yang berusaha untuk mengadakan hubungan dengan
anak-anak muda di luar sekolah;
8. Guru yang memimpin perkumpulan-perkumpulan (kesenian,
olahraga, atau aktivitas lain);
9. Guru yang memiliki minat untuk memberikan layanan sosial
(social service);
10. Guru yang sering-sering mengadakan hubungan dengan
keluarga atau rumah murid.
11. Hubungan guru dengan guru, yaitu:
12. Guru yang dapat bekerja sama dengan guru-guru lain;
13. Guru yang tidak menimbulkan pertengkaran;
14. Guru yang memiliki kemampuan untuk menerima
kritik/kecaman;
15. Guru yang memperlihatkan kepemimpinan da tidak rakus.
16. Pencatatan dan penelitian, yaitu:
17. Guru yang memiliki sikap ilmiah dan objektif;
18. Guru yang mendasrkan keputusan-keputusannya pada hasil
penelitian dan bukan menerka-nerka;
19. Guru yang memiliki minat terhadap masalah-masalah
penelitian;
20. Guru yang efisien dalam pekerjaan-pekerjaan klerikal;
21. Guru yang melihat kesempatan-kesempatan untuk
mengadakan penelitian dalam pekerjaan-pekerjaan tulis
menulis (clerical work).
22. Sikap professional, yaitu guru yang:
23. Senang bekerja secara sukarela dalam pekejaan tambahan;
24. Mampu menyesuaikan diri dan memiliki kesabara-kesabaran;
25. Memiliki sikap konstruktif;
19
26. Mau melatih untuk meningkatkan pekerjaan;
27. Memiliki semangat untuk melayani murid-murid sekolah dan
masyarakat.
4. Pelayanan yang Diberikan Bimbingan dan Konseling
kepada Kepala Sekolah
Sebelumnya telah diuraikan tentang peranan dan fungsi kepala
sekolah dalam program bimbingan dan konseling di sekolahnya,
maka uraian berikut akan ditekankan pada bagaimana bantuan yang
dapat diberikan oleh program bimbingan terhadap kepala sekolah
agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam bidang
bimbingan konseling.
Mengingat kepala sekolah adalah orang yang bertanggungjawab
terhadap keseluruhan program sekolah, maka bantuan yang dapat
diberikan oleh program bimbingan kepada kepala sekolah adalah
sebagai berikut:
a. dapat dibantu oleh para penyuluh membantu
menyelenggarakan program in-service training bagi guru dan
staf sekolah lainya berhubungan dengan bimbingan dan
konseling;
b. membantu pelaksanaan penempatn murid dan follow-upnya.
Kegiatan ini dapat dikaitkan dalam rangka evaluasi dan
pengembangan kurikulum sekolah. Hal ini merupakan
tanggung jawab kepala sekolah, yang dalam pelaksanaanya;
c. membantu pelaksanaan seleksi dan penerimaan murid baru;
d. membantu dalam melaksanakan pembaharuan pendidikan di
sekolah;
20
e. membantu menghubungkan sekolah dan masyarakat
terutama dengan para orang tua murid;
f. membantu kepala sekolah dalam berpartisipasi dalam
memecahkan atau menggarap masalah sosial yang berkaitan
dengan pendidikan di masyarakat.
D. Peranan dan Fungsi Staf Sekolah Dalam Pelaksanaan
Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
1. Peranan dan Fungsi Guru Bidang Studi dalam Bimbingan
Konseling
Tugas utama guru adalah mengajar, tetapi untuk keberhasilannya
ia perlu bekerja sama dengan petugas-petugas “pupil personnel”.
Tugas guru dalam program bimbingan yang sangat penting adalah
menciptakan lingkungan yang memungkinkan murid-murid dapat
menyesuaikan diri dengan baik, di samping menciptakan lingkungan
yang menyenangkan bagi murid-murid.
Sehubungan dengan usaha menciptakan lingkungan
sekolah/kelas yang sesuai dengan azas-azas kesejahteraan jiwa,.
maka tugas guru bidang studi adalah:
a. Menciptakan suasana kelas yang memungkinkan murid-murid
merasa bebas untuk menyatakan dirinya dan menunjukan
usahanya sebagai individu maupun sebagai anggota
kelompok;
b. Mengembangkan rasa harga diri pada anak-anak denagn
menghargai pekerjaan yang baik;
c. Mempunyai pengertian bahwa tingkah laku itu ada sebabnya
(bisa dari sekolah, keluarga dan masyarakat);
21
d. Mempunyai pengertian mengenai tingkah laku murid sehingga
dapat menangani masalah-masalah disiplin dengan tepat;
e. Menghindari pemberian penghargaan yang berlebihan
terhadap murid yang taat pada peraturan dan menyadari
bahwa murid yang “tidak menimbulkan kesulitan” mungkin
mengalami konflik emosional yang serius;
f. Mengetahui mana tingkah laku yang normal, mana yang
kronis , dan bersedia untuk menyerahkan murid yang kronis
tersebut kepada spesialis;
g. Bersedia menerima kenyataan bahwa tiapmurid adalah
berbeda dan ia akan mencapai hasil sebanyak-banyaknya
apabila ia mengetahui, memahami, dan merencanakan
kegiatan-kegiatannya sesuai dengan kebutuhan itu.
h. Sedangkan tugas guru bidang studi yang berkenaan dengan
pelaksanaan bimbingan di sekolah adalah:
i. Mendeteksi adanya kesulitan yang dihadapi muridnya dalam
penyesuaian diri dan melaporkannya;
j. Membantu mengumpulkan informasi/data untuk “cumulative
record”
k. Menjadi penghubungan antara sekolah dan orang tua murid;
l. Menghubungkan pelajaran dengan pekerjaan yang dicita-
citakan murid;
m. Berpartisipasi dalam konferensi kasus (case-conference);
n. Memberikan informasi kepada murid-murid tentang hal-hal
yang berkenaan dengan program bimbingan.
2. Tugas dan Fungsi Konselor Sekolah
22
Hatch dan Steffire (dalam Jones, 1987) mengatakan bahwa tugas
utama seorang konselor adalah melakukan konseling. Apabila
diberikan tugas-tugas lain maka akan mengaburkan sebutan konselor
itu sendiri. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor
adalah:
1. Mempunyai minat yang wajar terhadap masalah-masalah dan
kebutuhan-kebutuhan murid, serta keinginan yang besar ntuk
membantu murid dalam mengatasi masalah-maalah tersebut;
2. Kemampuan untuk bejeja sama dan mengadakan hubungan
yang baik dengan staf sekolah yang lain;
3. Kemampuan menginterview dengan efektif yang didasarkan
pada pendidikannya;
4. Pengetahuan dalam informsi mengenai pekerjaan,
pendidikan dan sosial dan bagaimana menggunakannya
dengan counselee;
5. Pendidikan dalam hal psikologis dan pandangan yang luas
mengenai sifat dan sebab-sebab dari kesulitan murid-murid;
6. Penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya;
7. Ketrampilan dalam menggunaka alat-alat dan teknik yang
dipergunakan dalam analisis individu;
8. Kemampuan untuk bekerja sama dengan administrator dan
membantunya dalam mengembangkan pelayanan-pelayanan
sekolah yang lebih baik;
9. Kemampuan untk mengidentifikasi dan menggunakan “referal
resources” yang ada di sekolah maupun di masyarakat.
10. Sedangkan d. E. Kitch dan w. H. Mc creary (dalam jones,
1987), mengatakan bahwa tugas konselor adalah sebagai
berikut:
23
11. Mengadakan konseling, yaitu:
12. Membantu individu-individu untuk memahami kekuatan,
kelemahan serta kesempatan yang ada pada dirinya;
13. Membantu individu untuk mengembangkan tujuan-tujuan
pribadi yang bernilai serta membuat rencana untuk
mencapainya;
14. Membantu individu untuk memecahkan masalah-masalah
pribadi, sosial, pendidikan dan vokasionalnya.
15. Membantu guru-guru:
16. Untuk mendapatkan informasi mengenai individu-individu
yang berguna bagi perencanaan dan memimpin kegiatan
kelas;
17. Dalam menggunkan test dan teknik-teknik evaluasi;
18. Menyelenggarakan bimbingan kelompok dalam
merencanakan dan memimpin kegiatan semacam itu;
19. Untuk memperoleh dan menginterpretasikan bahan-bahan
bimbingan yang berguna bagi berbagai situasi kelas;
20. Bekerja sama dengan guru-guru lain dalam memecahkan
masalah-masalah murid.
21. Membantu program umum sekolah, yang meliputi:
22. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu;
23. Berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum sekolah;
24. Mengusahakan agar teknik dan prosedur mental hygiene
mendapat perhatian di sekolah:
25. Berpartisipasi dalam membantu program penataran
bimbingan di sekolah.
26. Membantu sekolah dalam bekerjasama dengan masyarakat,
yang meliputi;
24
27. Bertindak sebagai penguhubung antara sekolah dan
masyarakat untuk mengusahakan agar sumber-sunber
pelayanan yang ada di masyarakat dapat dipergunakan oleh
murid-murid dan guru-guru;
28. Memberikan kepenasehatan kepada orang tua murid
mengenai masalah-masalah anak dan pemuda;
29. Menginterpretasikan program sekolah terutama program
bimbingan kepada masyarakat.
30. Melakukan tugas-tugas adminitratif yang penting
3. Tugas dan Fungsi Psikolog Sekolah
Tugas utama psikolog sekolah adalah:
Melakukan tuugas-tugas yang berhubungan dengan diagnosis
dan penyembuhan masalah atau kesulitan belajar yang nampak pada
kurangnya penyesuaian dalam belajar atau penyesuaian pribadi-
sosial;
a. Bekerjasama dengan orang tua murid untuk memperbaiki
hubungan orang tua dengan anaknya;
b. Memberikan pelayanan-pelayanan khusus bagi anak yang
berkelainan;
c. Menyelenggarakan in servis training bagi guru-guru mengenai
aplikasi kesejahteraan jiwa di sekolah;
d. Mengadakan riset, terutama mengenai pendekatan-
pendekatan praktis terhadap masalah-masalah sekolah.;
e. Berpartisipasi secara aktif dalam merumuskan kebijakan-
kebijakan mengenai program kesehatan sekolah dan
membantusekolah dalam mengembangkan dan mengelola
program kesehatan;
25
f. Mengkoordinasikan penilaian kesehatan dari semua siswa
dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan siswa yang dapat
menganggu belajarnya;
g. Mengkoordinasikan penyediaan P3K di sekolah
h. Mengkoordinasikan program sekolah dengan keseluruhan
program kesehatan masyarakat.
E. Masalah-Masalah Administratif dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Secara administratif, pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah meliputi: inventory service, the information service,
counseling service, placement service, dan follow-up and research.
1. Inventory Service Inventory service adalah merupakan program pelayanan yang
mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan untuk mengenal
murid sebagai individu yang unik. Oleh karena itu dalam
mengumpulkan data tersebut ada beberapa hal yang perlu
diperlihatkan:
a. Informasi yang objektif
Tujuan dari penilaian murid sebagai teknik bimbingan adalah
mengumpulkan informasi yang valid yang dapat memberikan
gambaran yang tepat mengenai individu tersebut;
b. Pola-pola tingkah laku
Informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan
dilakukan selama suatu jangka waktu mengenai seseorang
individu tersebut, haruslah dapat menunjukkan suatu pola
tingkah laku. Dengan demikian untuk mendapatkan gambaran
26
yang tepat mengenai pola tingkah laku tersebut diperlukan
sejumlah informasi yang cukup.
c. Informasi untuk mengetahui sifat-sifat yang khas (Indentifing)
Kita mengetahui bahwa individu-individu tersebut disamping
sifat-sifatnya yang umum, juga mempunyai sifat-sifat yang
khusus. Data-data yang dikumpulkan hendaknya dapat
menunjukkan sifat-sifat yang unik dari tiap individu sehingga
kumpulan informasi tersebut tidak berupa kumpulan data-data
yang sama bagi semua murid.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan
layanan inventori (inventory service).
a. Jenis-jenis informasi
Sedangkan jenis informasi/data yang dikumpulkan adalah yang
memberikan informasi tentang murid dalam hal:
1) latar belakang keluarga dan data pribadi;
2) keadaan kesehatan dan fisik;
3) riwayat sekolah dan catatan mengenai nilai/prestasi;
4) minat, kesukaan dan hal-hal yang disukai;
5) rencana untuk yang akan datang atau cita-cita.
Walaupun ada berbagai cara dalam menyusun informasi tersebut,
namun yang penting adalah bahwa informasi tersebut bertujuan untuk
memecahkan masalah bagaimana kita dapat memahami anak. Anak
dapat kita pahami melalui bermacam-macam persepsi, yakni
pandangan orang dewasa, pandangan teman-temannya, dan
pandangan dari dirinya sendiri.
27
b. Catatan bimbingan (guidance-record)
Catatan atau rekaman untuk keperluan bimbingan juga disebut
“cumulative record” atau buku catatan pribadi. Ini merupakan catatan
atau rekaman untuk tiap murid yang berisi informasi yang
memungkinkan untuk mengenal murid sebagai individu yang unik.
Sedangkan hal-hal penting yang harus diperhatikan dari
“cumulative record” adalah:
1. Informasi yang unik
Informasi yang terdapat dalam “cumulative record” hendaknya
dapat membedakan sifat seorang individu dengan individu
yang lain. Jangan sampai berisi catatan-catatan yang berisi
sifat-sifat yang umum terdapat pada semua anak sehingga
sukar untuk diinterpretasikan.
2. Pencatatan yang kontinyu
Catatan mengenai pribadi murid akan berharga apabila
dilakukan secara kontinyu dari mulai masuk sekolah sampai ia
keluar. Akan lebih baik lagi bila dapat diselenggarakan
pencatatan yang tidak terputus dari sekolah yang lain. (TK,
SD, SMP, SMA/SMK, dan PT)
3. Sederhana
Catatan yang baik adalah catatan yang mudah untuk
digunakan. Oleh karena itu hendaknya diusahakan cara
pencatatan yang sederhana, objektif, mudah diisi dan mudah
diinterpretasikan.
4. Mudah disimpan
Karena catatan ini dipergunakan selama murid bersekolah,
maka perlu dipikirkan bentuk buku catatan pribadi tersebut
28
sehingga tidak lekas rusak, mudah disimpan, mudah dicari
dan dipergunakan.
c. Penyelenggaraan “Cumulative-Record”
Masalah-masalah yang perlu diperhatikan dalam
penyelenggaraan Cumulative-Record adalah masalah-masalah yang
berhubungan dengan:
1. Penyusunan dan pencatatan informasi;
Beberapa data yang sangat penting bagi “cumulative-record”
biasanya telah dikumpulkan secara rutin di sekolah ialah
presensi, nilai dan data identifikasi murid. Data lainnya seperti
riwayat keluarga, lingkungan keluarga, laporan mengenai
tingkah laku, score test, hubungan dengan orang lain,
kegiatan-kegiatan diluar sekolah. Yang tidak kurang
pentingnya adalah cara dan alat pengumpulannya. Ini penting
supaya tidak terjadi duplikasi sehingga dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. Alat pengumpul informasi tersebut
dapat berupa kuesioner, otobiografi, anekdot record, dan tes
standart (standardized-test)
2. Penyaringan, peringkasan, dan pemasukan informasi;
Karena sangat banyaknya data/informasi yang harus
dikumpulkan mengenai murid-murid, maka perlu ada cara
untuk menyederhanakan penyimpanan catatan-catatan
tersebut.
Penyaringan berarti bahwa pada saat-saat tertentu perlu
diadakan pemeriksaan terhadap informasi-informasi yang
disimpan, apakah informasi-informasi tersebut dapat
menunjukan: (-) kekuatan dan kelemahan murid, (-) informasi
29
yang cukup tentang murid, (-) perbedaan antara fakta dan
pendapat, dan (-) keterangan-keterangan yang pasti (yang
belum pasti dibuang saja).
Peringkasan berarti ada beberapa data mungkin perlu
diringkaskan pada waktu-waktu tertentu, seperti anekdot,
otobiografi. Akan tetapi data yang lain apabila direncanakan
dengan baik tidak memerlukan pringkasan. Meringkas
memerlukan banyak waktu dan tenaga.
Memasukakan data dapat dilakukan oleh petugas yang sesuai
dengan sifat informasi tersebut, misalnya oleh guru, pegawai
tata usaha, dan pembimbing.
3. Penyimpanan data/ informasi
Cara penyimpanan data dapat dilakukan secara sentralisasi
dan disentralisasi. Sentralisasi artinya semua data tersebut
dipusatkan pada suatu tempat, misalnya kantor kepala
sekolah, atau ruang yang khusus untuk itu. Disentralisasi
artinya data tersebut disimpan pada tiap-tiap kelas masing-
masing. Pemilihan cara yang mana yang terbaik, tergantung
pada (-) sifat dari rumah sekolah, (-) staf dan organisasinya,
dan (-) lokasi yang memungkinkan penggunaan yang
maksimum oleh seluruh staf.
4. Penggunaan informasi oleh staf sekolah.
Cara-cara untuk mempertinggi kemampuan staf dalam
menggunakan informasi tentang murid adalah: (-) case
conference, (-) in service meeting, (-) demontrasi interview, (-)
tukar pengalaman antar guru.
5. Pemindahan dan pengarsipan catatan-catatan yang tidak
aktif;
30
Ini adalah mengenai pemindahan informasi dan pengarsipan
informasi mengenai murid-murid yang telah lulus atau putus
sekolah. Usaha untuk mengumpulkan data mengenai murid
itu memaan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena it perlu
ada usha untuk menghindarkan duplikasi apabila mungkin..
Commulative-record dari SD sebaiknya dipindahkan ke SMP
dan seterusnya.
Tentang penyimpanan data informasi dari murid yang telah lulus,
Hacth menyarankan agar: (a) semua commulative-record hendaknya
disimpan secara untuh selama 5 tahun, (b) pada akhir tahun ke 5,
yang bukan bagian dari commulative-record dimusnahkan, dan (c)
pada akhir tahun ke 10 semua catatan dimusnahkan
1. The information service
Ada tiga masalah dalam layanan informasi, yaitu pengumpulan
bahan/ informasi, pengumpulan bahan/informasi, dan penyajian
bahan/informasi.
a. Pengumpulan bahan/informasi
Bahan-bahan/informasi dapat dikumpulkan dari berbagai
lembaga, seperti sekolah, dan lingkungan sosial lainnya.
Bentuknya dapat berupa abstraksi, buku bagan, filmstrip,
film dan sebagainya. Yang mengumpulkan siapa?.
Tergantung pada kondisi setempat, cara bagaimana informasi
itu dipergunakan, fasilitas yang ada dan kemampuan staf
sekolah.
b. Penyimpanan bahan-bahan/informasi
31
Bahan/informasi dapat disimpan di perpustakaan atau kantor
bimbingan.
c. Penyajian informasi dapat melalui: (1) satuan-satuan kelas,
(2) bidang studi, (3) hari-hari khusus, dan (4) sebagai
pelajaran.
2. Counselingservice
Konseling adalah suatu proses belajar. Proses belajar yang
ditekankan oleh counselee, dan persepsi counselee mengenai dirinya
sendiri, nilai-nilainya, kebutuhan-kebutuhannya adalah sangat
diperhatikan oleh konselor.
Proses belajar yang terjadi dalam hubungan guru-murid
mempunyai tujuan yang ditentukan oleh kelompok. Karena itu perlu
pendidikan khusus untuk dapat melaksanakan konseling. Pembagian
counselee dapat dilakukan dengan cara: (a) menurut kelas, (b)
menurut jenis kelamin, (c) menurut program, dan (d) menurut nama
(abjad).
a. Penugasan konselor
Penugasan konselor dapat berupa pemberian tugas penuh (full
time) atau sebagian mengajar dan sebagaian konselor (part time)
1) Kebaikan dari “full-time counselor” 1. Tugasnya tidak rangkap, sehingga dapat
memusatkan perhatian pada keahliannya.
2. Jumlahnya sedikit, sehingga lebih mudah bagi murid
untuk mengenalnya.
2) Kebaikan dari “part-time counselor” a. Hubungan dengan murid lebih baik (lebih mengenal)
karena dia juga mengajar.
32
b. Hubungan dengan guru-guru lebih akrab karena
merasa seprofesi.
c. Jumlah konselee yang dibebankan sebagai tanggung
jawabnya hanya sedikit sehingga menjadi lebih
mudah.
b. Beban konselor
1) 1 jam/hari atau 200 jam/hari = 100 counselee
2) 2 jam/hari atau 400 jam/hari = 200 counselee
3) 3 jam/hari atau 600 jam/hari = 300 counselee
4) full-time = 500 counselee
Jika tugasnya meliputi 5 (lima) guidance service, maka bebanya
setengah dari yang di atas.
c. Konselor dengan bahan-bahan yang bersifat rahasia
Konselor harus mendapat pendidikan mengenai bahan-bahan
informasi-informasi apa yang perlu dirahasiakan, yakni: (1) bahan
tidak boleh diberikan kepada siapa saja, apabila tidak akan
dipergunakan yang semestinya, dan (2) jangan diperlihatkan kepada
orang lain, apabila tanpa persetujuan counselee, kecuali hal-hal yang
dapat membahayakan orang lain.
33
3. Placement service
Bantuan yang diberikan kepada murid untuk mendapatkan
pekerjaan atau pendidikan tambahan adalah yang dinamakan
“placement service”. Ada juga menggunakan istilah Job-placement”.
Hatch (1987) berpendapat bahwa pengertian “placement” ini
sebenarnya masih dalam pengertian konseling.
Di Amerika Serikat, masalah placement untuk mencarikan
pekerjaan juga diatur di sekolah. Ada 2 cara pengorganisasian
kegiatan ini, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Mungkin yang lebih
baik adalah cara desentralisasi.
4. Follow- up and research
Usaha untuk selalu berhubungan dengan lulusan atau alumnus
disebut follow-up service dan research. Kegiatan ini dapat
dipergunakan untuk mengukur keberhasilan program sekolah serta
harapan-harapan terhadap sekolah. Beberapa persoalan yang timbul
terutama menyangkut:
a) Teknik yang dipergunakan. Biasanya teknik yang
dipergunakan adalah interview, postcard, survey dan angket.
b) Siapa yang melakukannya (staffing): yang melaksanakan
seluruh staf atau dibentuk suatu panitia.
c) Bagaimana cara melaporkan hasil: untuk dapat memberikan
laporan hasil dengan baik, sebelumnya perlu direncanakan
untuk apa hasil-hasil itu akan dipergunakan. Informasi dari
follow-up service and research dipergunakan untuk
memperbaiki kurikulum sekolah, proses belajar-mengajar,
layanan bimbingan dan konseling, dan memperbaiki
hubungan sekolah dan masyarakat.
34
F. Evaluasi Layanan Bimbingan di Sekolah
Evaluasi yang kontinyu adalah penting bagi setiap usaha yang
ingin terus-menerus memperbaiki layanan bimbingan. Evaluasi harus
dilaksanakan dengan sadar dan sistematis. Evalusi harus ditujukan
pada usaha-usaha untuk mengukur pencapaian tujuan dari bimbingan
di sekolah. Evaluasi bimbingan tidak boleh dilepaskan dari
evaluasi sekolah secara keseluruhan.
1. Mengapa kita mengevaluasi pelayanan bimbingan dan
konseling
a. Evaluasi bertujuan untuk memeriksa efektivitas dari program
bimbingan.
b. Memperjelas dan memvalidasikan hipotesis-hipotesis yang
mendasari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, misalnya
benarkah OSIS dapat mengembangkan sifat-sifat
kepemimpinan para siswa?
c. Untuk mengetahui apakah pengalaman-pengalaman belajar
yang diberikan memang benar-benar diperlukan oleh siswa.
d. Untuk mengukur keberhasilan dari kegiatan-kegiatan staf
sekolah, misalnya hasil konselor dalam mengadakan
konseling.
e. Hasil evaluasi diperlukan untuk memberikan laporan kepada
masyarakat.
2. Bagaimana mengevaluasi layanan bimbingan
Evaluasi bimbingan memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penentuan tujuan dari program pendidikan di sekolah
35
b. Penentuan tujuan dan kriteria yang dapat menunjukan bahwa
tujuan-tujuan itu telah tercapai.
c. Pengukuran dan evaluasi layanan bimbingan berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan.
d. Laporan hasil pengukuran dan evaluasi layanan bimbingan di
sekolah.
3. Masalah -masalah yang dihadapi dalam evaluasi bimbingan
a. Tujuan khusus dari bimbingan sering dinyatakan dalam
bentuk rumusan-rumusan yang umum yang cebderung sama
dengan tujuan-tujuan pendidikan.
b. Terminologi yang dipergunakan untuk mendiskripsikan
petugas-petuas bimbingan, aktivitas, teknik dan prosedur-
prosedur bimbingan tidak selalu seragam.
c. Alat yang dpergunakan untuk mencapai tujuan kadang-
kadang ditafsirkan sebagai hasil akhir.
d. Banyak faktor di luar lingkup program bimbingan yang
mempengaruhi tingkah laku dan perkembangan siswa.
e. Banyak variabel dalam proses evaluasi yang sangat sukar
dinyatakan secara kuantitatif (kualifikasi personel, bahan-
bahan interview, motivasi siswa, dan hubungan-hubungan
interpersonal).
f. Kekurangan dana dan fasilitas
4. Kriteria bagi evaluasi pelayanan bimbingan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan pada
pelayanan bimbingan, perlu disadari bahwa tujuan umum pendidikan
36
dan bimbingan adalah sama. Pelayanan bimbingan mempunyai
tujuan yang lebih diarahkan pada penyesuaian diri, dan kriterianya
juga harus menunjukkan apakah pemecahan masalah-masalah
pribadi, pendidikan, dan vokasional tersebut dilaksanakan dengan
tepat, dengan pemahaman diri yang jelas dan persepsi yang tepat
mengenai dunia sosial.
Kriteria-kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi
pelayanan bimbingan meliputi:
a. berkurangnya kegagalan siswa dalam belajar;
b. berkurangnya masalah-masalah disiplin;
c. bertambahnya penggunaan pelayanan bimbingan;
d. berkurangnya perubahan-perubahan program pada siswa;
e. ketepatan dalam pilihan pekerjaan;
f. berkurangnya anak yang putus sekolah;
g. banyaknya penempatan pekerjaan dan kepuasan dalam
bekeja pada para lulusan.
Akhirnya ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
mengevaluasi pelayanan bimbingan di sekolah, yaitu metode riset dan
survey.
a. Riset sebagai metode evaluasi pelayanan bimbingan
Berbagai riset dapat dipergunakan untuk memeriksa
pengaruh konseling terhadap berkurangnya kegagalan siswa
dalam belajar.
b. Metode survey sebagai evaluasi bimbingan
Dalam survey, kita tidak memusatkan pada perubahan
tingkah laku yang terjadi pada para siswa, melainkan pada
ada tidaknya unsur-unsur tertentu dalam pelayanan itu yang
kita percayai dapat mempengaruhi tingkah laku siswa. Logika
37
dalam survey ini adalah bahwa ada pra-kondisi tertentu
dianggap membuat pelayanan itu paling behasil. Survey ini
menentukan apakah prakondisi itu ada. Bila survey itu untuk
pendapat, maka yang menjadi sasaran adalah pendapat
murid, pendapat guru, pendapat masyarakat, dan pendapat
para alumni.
38
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia. Englewowod Cliffs, New York: Prentice Hall, Inc.
Elsbree, et al. 1988. Elementary School Administration and Supervision. New York: American Book Company.
Good, C. V. 1959. Dictionary of Education. New York: Mc Graw Hill Book Company. Inc.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Hoy, W. K and Miskel, C.G. 2005. Educational Administration: Theory, Research, and Practice. New York: The McGraw Hill Companies.
Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The Riberside Press.
Jones, A. J. 1970. Principles of Guidance. Cacho Hermanos, Philippines : Inc. Rizal.
Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid 1). Malang: OPF IKIP Malang.
Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid 2). Malang: OPF IKIP Malang.
Santosa, D.B. 2006. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1978. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin Company.
Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.
39
BAB III MANAJEMEN USAHA KESEHATAN SEKOLAH
A. Pendahuluan
Pembangunan manusia Indonesia, khususnya kelompok anak
dan pemuda sebagai tunas bangsa yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan, tidak dapat diabaikan. Mereka
merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang
sehingga mereka merupakan suatu investasi (human investment)
yang sangat besar bagi kelangsungan bangsa ini. Oleh karena itu
pembinaan terhadap golongan anak dan pemuda, khususnya
pembinaan bidang kesehatan, perlu mendapatkan perhatian sehingga
dikemudian hari diharapkan mereka dapat menjadi manusia dewasa
yang bertanggungjawab dan berguna bagi bangsa dan negara. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan
memiliki posisi yang strategis dan sangat menentukan. Namun
demikan perlu juga disadari bahwa usaha kesehatan bagi para tunas
bangsa tersebut tidak akan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang
diharapkan apabila tidak dilaksanakan secara teratur dan terorganisir.
Sekolah didirikan untuk memberikan pengalaman belajar yang
dapat mengembangkan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-
kebiasaan, sikap, serta kepribadian dan karakter siswa sebagaimana
yang diharapkan dari seorang warga negara yang baik. Oleh karena
itu, salah satu hal penting yang memungkinkan terjadinya
perkembangan pribadi anak dalam arti yang seluas-luasnya adalah
kesehatan dan kesejahteraan anak. Sebagai salah seorang yang
bertanggungjawab terhadap pendidikan siswa di sekolah, maka
40
seorang guru juga harus ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan
kesehatan dan kesejahteraan para siswanya.
Walaupun tanggung jawab utama kesehatan anak terletak pada
keluarga, namun tanggung jawab itu juga ada pada sekolah dan
masyarakat. Di luar lingkungan keluarga, faktor yang paling banyak
pengaruhnya terhadap perkembangan kebiasaan anak adalah
sekolah. Berkenaan dengan bidang kesehatan, terutama kesehatan
masyarakat di masa yang datang, banyak ditentukan oleh peranan
sekolah pada masa kini.
Apa yang dapat dilakukan kepala sekolah dan guru untuk
kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental dari para siswanya. Hal
ini tergantung pada pengetahuan kepala sekolah dan guru tentang
kesehatan dan program kesehatan sekolah, apresiasinya terhadap
nilai-nilai kesehatan, kemampuannya untuk bekerja sama dengan
anggota tim kesehatan yang lain, dan terutama pada perhatiannya
terhadap anak serta ketrampilannya dalam membantu
mengembangkan pengetahuan, sikap dan tingkah laku tentang
kesehatan. Suatu program kesehatan sekolah yang efektif harus
merupakan bagian integral dari program pendidikan di sekolah, dan
diarahkan pada pemecahan masalah-masalah kesehatan yang
sekarang ada, serta disusun secara logis berdasarkan prinsip-prinsip
kesehatan dan pendidikan.
B. Kesehatan sebagai Tujuan Pendidikan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan
sebagai berikut: “Health is a state of complete phisical, mental and
social well being and not merely the absence of disease or infirmity”
Apa yang diungkapkan oleh W.H.O di atas, juga disebutkan dalam
41
Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan
pada bab I, pasal 2 sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang-undang ini
ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan
sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat
dan kelemahan.
Apabila pengertian kesehatan tersebut di atas dicermati dan
dikaji, maka jelaslah bahwa seluruh manusia di dunia ini mempunyai
hak untuk hidup sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah “mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”. Ini berarti secara eksplisit dinyatakan dalam
tujuan pendidikan nasional bahwa kesehatan merupakan salah satu
tujuan pendidikan yang sangat penting.
Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagaimana
disebutkan oleh American Council of Education, bahwa tujuan
pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan adalah
memperbaiki dan menjaga kesehatannya sendiri dan ikut
bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan orang lain. Secara lebih
rinci dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut para siswa
harus memiliki hal-hal sebagai berikut.
Pengetahuan dan pemahaman tentang:
1. Fungsi badan yang normal dalam hubungan dengan praktik
kesehatan yang baik;
42
2. Bahaya-bahaya kesehatan yang penting, pencegahan dan
pengendaliannya;
3. Hubungan antara proses mental dan fisik dalam kesehatan;
4. Sumber-sumber penerangan tentang kesehatan yang dapat
dipercaya;
5. Metode-metode ilmiah dalam mengevaluasi konsep-konsep
kesehatan;
6. Pengaruh keadaan sosio ekonomis terhadap kesehatan;
Masalah-masalah kesehatan masyarakat, seperti masalah yang
berhubungan dengan sanitasi, kesehatan industri, dan kesehatan.
Ketrampilan dan kemamapuan:
1. Kemampuan untuk mengatur waktu termasuk merencanakan
makanan, pekerjaan, rekreasi, waktu istirahat dan libur;
2. Kemampuan untuk memperbaiki dan mempertahankan
makanan yang bergizi;
3. Kemampuan untukmencapai dan mempertahankan
penyesuaian emosi yang baik;
4. Kemampuan untuk memilih dan ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan rekreatif, dan latihan-latihan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan individual;
5. Kemampuan untuk menghindarkan diri dari penyakit dan
infeksi yang tidak perlu
6. Kemampuan untuk menggunakan pelayanan-pelayanan
medis dan gigi secara intelejen;
7. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha
pencegahan dan perbaikan kesehatan masyarakat.
Sikap dan apresiasi:
1. Keinginan untuk mencapai kesehatan yang optimum;
43
2. Kepuasan pribadi dalam melaksanakan praktik kesehatan
yang baik;
3. Penerimaan tanggung jawab atas kesehatan dirinya sendiri
dan bekerja untuk memperbaiki.
Dari uraian di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa kesehatan
merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam bidang
pendidikan. Oleh karena itu, kesehatan (khususnya kesehatan
peserta didik) perlu mendapat perhatian yang memadai, terutama dari
segi pengelolaannya.
C. Masalah-Masalah Kesehatan yang Dihadapi Masyarakat
Turner (dalam Kusmintardjo, 1992) mengemukakan bahwa
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dewasa ini
adalah sebagai berikut.
1. Penyakit Menular
Hubungan yang dekat di antara murid di sekolah memungkinkan
kesempatan yang sangat baik untuk penyebaran penyakit
menular yang dibawa ke sekolah. Walaupun manusia telah
banyak dapat menguasai penyakit-penyakit menular, namun
masih belum dapat menguasai semuanya. Kelalaian untuk
menjaga kesehatan lingkungan juga sering menimbulkan
penyakit. Adalah merupakan tanggung jawab dinas kesehatan
dan sekolah untuk menjaga anak-anak dari penyakit menular.
Juga merupakan tugas sekolah untuk mengajar peserta didik agar
dapat menjaga dirinya sendiri dan kelak juga menjaga
keluarganya dan masyarakat dari penyakit menular.
44
2. Pengendalian Lingkungan
Tanpa pengendalian sanitasi air dan bahan-bahan makan serta
pengawasan pembuangan kotoran, kehidupan masyarakat yang
modern dan sehat tidak mungkin dapat terwujud. Kenyamanan
dan kesehatan kita juga dipengaruhi oleh kondisi rumah kita,
seperti ventilasi, penerangan, dan sebagainya. Masalah
pengendalian lingkungan di sekolah-sekolah kita, misalnya adalah
mengenai tempat duduk, konstruksi bangunan, tempat bermain
dan sebagainya. Menjaga lingkungan sekolah yang sehat
merupakan kewajiban kepala sekolah dan warga sekolah lainnya.
3. Push-Buttom Living
Di dalam kehidupan yang modern ini, mesin-mesin telah banyak
menggantikan tenaga manusia, baik di rumah maupun di tempat
kerja. Keadaan yang demikian apabila dibiarkan berlarut-larut
akan membahayakan manusia karena menjadi terlalu sedikit
bergerak. Bergerak adalah merupakan hal yang sangat penting
bagi kesehatan badan, dan oleh karenanya pendidikan olah raga
di sekolah menjadi sangat penting.
4. Ketegangan Emosi dan Kesehatan Jiwa
Kehidupan yang komplek dari masyarakat modern dapat
menimbulkan berbagai ketegangan jiwa. Dalam kehidupan
modern ini makin banyak kesempatan dan kesempatan itu berarti
juga persaingan. Kita hidup di dalam dunia yang sedang berubah
dengan sangat cepat. Keadaan ekonomi sering kali tidak
menentu. Terlalu banyak hal-hal yang tidak diduga sebelumnya,
dan bagi banyak orang waktu istirahat sangat sedikit. Ilmu
45
kedokteran telah menunjukkan bahwa banyak penyakit jasmaniah
yang ditimbulkan oleh keteganngan-ketegangan emosi. Oleh
karena itu kita harus memperhatikan program sekolah untuk
kesehatan mental.
5. Stabilitas Keluarga
Keluarga adalah lembaga yang merupakan dasar dari
kebudayaan. Oleh karena itu integritas keluarga adalah sangat
penting bagi kebudayaan kita. Di kota-kota besar banyak orang
yang hidupnya lebih banyak di luar keluargannya. Hal yang
demikian tentu kurang baik bagi anak-anak, karena kesehatan
mental dan fisik dari anak-anak terutama bergantung pada
keluarga. Oleh karena itu sekolah harus pula membantu
kesejahteraan keluarga.
6. Kecelakaan
Lalu lintas, peralatan, dan cara-cara hidup yang modern
menyebabkan banyak kecelakaan. Oleh karena itu sekolah harus
merencanakan program pendidikan untuk keselamatan bagi
peserta didik.
7. Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk telah menimbulkan banyak masalah,
seperti perumahan, kesempatan kerja, pendidikan, ekonomi, dan
sebagainya. Kesemuanya itu juga dapat menimbulkan berbagai
bentuk ketegangan jiwa.
46
8. Mendapatkan Pemeliharaan Medis
Berkenaan dengan bertambahnya jumlah penduduk disatu sisi,
dan kurang tersedianya layanan kesehatan yang memadai,
seringkali menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan.
9. Makanan yang Bergizi
Mendapatkan makanan yang bergizi merupakan masalah
kesehatan yang penting. Masalah gizi bukan hanya dihadapi oleh
mereka yang kekurangan makan, namun mereka yang
kecukupanpun juga perlu memilih makanan yang bergizi.
Kegemukan merupakan masalah kesehatan.
D. Perencanaan Program Kesehatan Sekolah
Pada dasarnya ada tiga tanggung jawab sekolah dalam bidang
kesehatan, yaitu memajukan kesehatan siswa, melindungi siswa dari
penyakit, dan membantu siswa mendapatkan bantuan layanan
kesehatan. Oleh karena itu, program kesehatan sekolah haruslah
mencakup ketiga unsur atau aspek tersebut, yaitu: (1) pelayanan
kesehatan di sekolah (health service in schoool), (2) pendidikan
kesehatan (health education); dan (3) lingkungan kehidupan sekolah
yang sehat (healthful school living);
1. Pelayanan Kesehatan Sekolah ( Health Service in School)
a. Pengertian Layanan Kesehatan
Jesse Ferring Willliam dari Universitas Colombia (dalam
Kusmintardjo, 1992) mengatakan bahwa layanan kesehatan (siswa)
adalah sebuah klinik yang didirikan sebagai bagian dari Universitas
atau Sekolah yang berdiri sendiri yang menentukan diagnosa dan
47
pengobatan fisik dan penyakit jiwa dan dibiayai dari biaya khusus dari
semua siswa. Sedangkan Carter V. Good dalam Dictionary of
Education menyatakan bahwa layanan kesehatan adalah layanan
medis yang dilengkapi dengan pendidikan tertentu dengan dijamin
pegawai medis seperti: juru rawat, dokter yang memberi nasehat.
Biasanya layanan kesehatan meliputi: penyelidikan, pemeriksaan, dan
pengobatan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa layanan
kesehatan sekolah tidak lain adalah usaha sekolah dalam rangka
membantu (bersifat sementara) murid-murid yang mengalami
persoalan kesehatan, sebelum mereka mendapatkan layanan dari
tenaga medis yang professional.
Pelayanan kesehatan tidak mengambil alih tanggung jawab
keluarga dalam hal pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan
membantu pendidikan kesehatan bagi murid-murid bukan saja melalui
pemberian informasi kepada anak-anak mengenai kesehatannya dan
kekurangannya, tetapi juga melalui hubungan dengan petugas-
petugas kesehatan. Pekerjaan dokter dan perawat di sekolah sangat
banyak pengaruhnya terhadap sikap murid, dan terhadap pelayanan
kesehatan itu. Adalah sangat penting untuk membuat pengalaman-
pengalaman dalam pelayanan kesehatan itu menjadi pengalaman-
pengalaman yang bersifat yang bersifat mendidik. Oleh karena itu
kepala sekolah dan guru-guru harus mengetahui apakah pelayanan
kesehatan itu, sehingga dapat bekerja sama dengan petugas-petugas
kesehatan dengan efektif dan membuatnya menjadi pengalaman-
pengalaman yang bersifat mendidik. Guru-guru juga perlu mengetahui
tugas dari masing-masing petugas kesehatan bagi murid dan bagi
guru-guru. Orang tua juga perlu mengetahui apa pelayanan
48
kesehatan itu. Kepala sekolah hendaknya menghubungkan pelayanan
kesehatan itu dengan kebijaksanaan pengajaran di sekolahnya.
b. Tujuan dan Fungsi Layanan Kesehatan Sekolah
Pada dasarnya tujuan layanan kesehatan sekolah adalah: (a)
mengikuti perkembangan dan pertumbuhan anak didik, (b) mengenali
gangguan/kelainan kesehatan sedini mungkin, (c) pencegahan
penyakit menular, (d) pengobatan secepat-cepatnya, dan (d)
rehabilitasi. Sedangkan fungsi layanan kesehatan di sekolah adalah:
(a) menafsirkan keadaan kesehatan siswa dan pegawai sekolah; (b)
menasehati siswa dan orang tua memberikan semangat dan
menyembuhkan penyakit; (c) membantu dalam pendidikan anak-
anak; (d) membantu mencegah dan mengontrol penyakit; dan (e)
memberikan layanan darurat untuk luka/penyakit yang datang dengan
tiba-tiba.
c. Jenis-jenis Layanan Kesehatan
Shuster dan Wetzler (1985) menyebutkan bahwa jenis-jenis
layanan kesehatan sekolah meliputi:
1. Klinik Sekolah
Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat menyelenggarakan klinik
sekolah sendiri namun juga dapat bekerjasama dengan layanan
kesehatan umum, seperti Puskesmas, rumah sakit dan lainnya.
2. Ujian Kesehatan
Sekolah harus memiliki informasi yang berkaitan dengan
pertumbuhan fisik dan memahami masalah-masalah
49
emosi/mental dan penyesuaian diri. Informasi-informasi ini
sebaiknya disimpan dalam rekaman komulatif. Menurut American
Medical Association menyebutkan ada 4 ujian kesehatan sebagai
berikut:
a. saat anak memasuki sekolah;
b. pada tingkat pertengahan;
c. saat usia adolescence;
d. saat anak meninggalkan sekolah.
3. Pemeriksaan Gigi
Peserta didik secara periodic perlu diperiksa gigi, agar kesehatan
gigi terjaga
4. Bimbingan Kesehatan
Beberapa hal yang harus berdiskusi kepala sekolah dengan guru
dan masyarakat untuk mengendalikan berkembangnya suatu
penyakit:
a. Tidak memasukkan anak-anak yang sedang sakit ke sekolah;
b. Menyediakan tempat bagi anak yang sakit dan tidak dapat
mengikuti pelajaran di kelas sampai diperiksa dokter;
c. Jika tidak ada perawat/dokter di sekolah, anak yang sakit
segera dikirim ke orang tuanya;
d. Jangan memulangkan anak dari sekolah (walaupun jam
pelajaran sudah selesai) dalam cuaca yang buruk atau
membahayakan siswa.
50
5. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)
Dalam buku Tuntunan Pelaksanaan UKS dinyatakan bahwa
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan layanan
kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan
yang bersifat umum maupun pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan yang bersifat khusus, misalnya menelaah gigi,
mata, dan sebagainya. Pemeriksaan kesehatan secara umum
seyogyanya dilakukan setiap 3 tahun sekali, yakni kelas i sd,
kelas iv sd, kelas vi sd, kelas i smp, dan kelas ii smta dan
sewaktu-waktu bila diperlukan.
b. Mengikuti pertumbuhan badan anak didik dengan melakukan
secara berkala pengukuran berat badan dan tinggi badan .
Karena pertumbuhan badan anak-anak usia sekolah relatif
lambat, maka cukuplah bila pengukuran tersebut dilakukan
setiap 6 bulan sekali.
c. Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan perorangan anak
didik dilakukan sepintas lalu setiap pagi oleh guru kelasnya.
d. Peneliharaan dan pengawasan kebersihan lingkungan
sekolah.
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
f. Usaha-usaha dibidang gizi, misalnya: makanan tambahan di
sekolah, kebun sekolah, dan sebagainya. Sebaiknya ini
dikaitkan dengan aktivitas mengikuti perkembangan dan
pertumbuhan badan anak didik.
g. Usaha kesehatan gigi di sekolah.
51
h. Observasi harian mengenai kesehatan badan anak-anak yang
dapat dilakukan oleh guru dengan maksud mengenal kelainan
kesehatan sedini mungkin.
i. Pengobatan ringan dan pppk
j. Mengirimkan kasus-kasus yang perlu pengobatan lanjutan
kepada ahli.
d. Pemeriksaan Kesehatan Anak
Pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan oleh dokter, perawat,
dan juga oleh guru-guru. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter
dilakukan untuk menentukan keadaan kesehatan anak didik dan
untuk mengetahui adanya cacat jasmani atau penyakit. Tujuan utama
adalah untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang memerlukan
perhatian . Jika ada yang memerlukan perhatian, maka anak itu
diserahkan ke klinik untuk mendapatkan pengobatan, atau
menyarankan kepada orang tuanya agar dibawa ke rumah sakit.
1) Cacat Penglihatan
Cacat penglihatan merupakan salah satu sebab dari kesulitan
membaca yang sering kali mempengaruhi perkembangan belajar
siswa. Oleh karena itu guru perlu mengetahui bagaimana mendeteksi
adanya cacat penglihatan, bagaimana pengaruhnya terhadap
kesehatan dan kepribadian anak dan apa yang dapat dilakukan guru
untuk membantu anak. Beberapa Jenis Cacat Penglihatan:
a. Myopis (penglihatan dekat)
Anak-anak yang menderita “myopia” akan mudah dalam
membaca, tetapi mengalami kesulitan dalam aktivitas di mana
52
diperlukan penglihatan yang jauh untuk mengatasinya dengan
lensa cekung.
b. Hyperopia (penglihatan jauh)
Untuk dapat melihat dekat dengan jelas harus memaksakan otot-
otot yang mengatur lensa, sehingga untuk membaca
menimbulkan ketegangan pada mata.
c. Astigmatisme (bayangan pada retina kabur)
Anak yang menderita ”astigmatisme” mungkin tulang belakangnya
dapat bengkok ke samping karena sering memiringkan kepalanya
untuk berusaha mendapatkan penglihatan yang jelas. Untuk
membantunya dapat dipergunakan kaca mata.
d. Strabismus (juling)
Anak yang mendapat cacat in mungkin akan mengalami kesulitan
dalam kepribadiannya kalau sering diejek oleh teman-temannya.
Untuk membantunya dapat dipergunakan kaca mata.
e. Buta warna
Biasanya terjadi pada 2% laki-laki, dan jarang terjadi pada wanita.
Cacat ini sangat mempengaruhi kemampuan membaca, dan bagi
penderita sebaiknya tidak memilih pekerjaan yang membutuhkan
kemampuan untuk membedakan warna.
Cara-cara Mendeteksi Kelainan Penglihatan
Guru dapat mendeteksi kelainan penglihatan pada anak didik dengan
cara mengamati gejala-gejalanya. Gejala-gejala kelainan pada
penglihatan dapat berupa:
a. sering merasa pusing;
b. kelopak mata bengkak atau berkerak;
c. mata merah, berair atau mengeluarkan kotoran;
53
Disamping itu ada juga gejala-gejala lain yang berupa tingkah laku
tertentu seperti:
a. sering menggosok mata;
b. berusaha untuk menghilangkan pandangan yang kabur;
c. merasa tidak enak apabila bekerja yang memerlukan
penglihatan dekat;
d. tidak memperhatikan apabila guru menerangkan di papan tulis
atau gambar-gambar lainya;
e. jika melihat benda-benda jauh badan tegang, muka miring,
menjulurkan kepala;
f. ketika membaca:
1) terus menerus mengedipkan mata;
2) memegang buku terlalu jauh;
3) memegang buku terlalu dekat;
4) sering berubah-ubah jarak buku dari mata;
5) tidak ada perhatian waktu ada pelajaran;
6) menutup atau menutupi sebelah mata; memiringkan
kepala;
7) sering membalikan kata atau suku kata;
8) sering kehilangan tempat yang dibaca pada halaman
buku.
2) Cacat Pendengaran
Mengenal kelainan dalam pendengaran adalah sangat penting.
Anak yang kurang pendengarannya tidak akan menceritakan kepada
guru. Namun guru dapat melihat gejala-gejala yang mungkin
menunjukan adanya kelainan tersebut, seperti:
a. Agak memutar kepala apabila diajak berbicara;
54
b. Kalau berbicara suaranya datar dan tidak wajar (seperti yang
didengarkanya);
c. Kalau guru berbicara, melihat dengan seksama kepada guru
(mencoba mengerti perkataan guru dengan melihat gerak
bibir guru);
d. Selalu meminta agar pertanyaan guru diulang-ulang;
e. Pekerjaan tertulisnya lebih baik dari pekerjaan lisannya.
Gejala kurangnya pendengaran ini seringkali salah ditafsirkan dan
anak dianggap sebagai pemalu, pemurung, keras kepala atau bodoh.
Para siswa yang mengalami gangguan pendengaran yang agak
ringan (kurang dari 25 desibel), tetapi dapat mengikuti pelajaran di
kelas biasa dengan menempatkan pada tempat duduk yang cocok. Di
dalam kelas di mana terdapat anak-anak semacam ini, maka guru
berusaha agar murid dapat mengikuti pelajaran dengan baik yaitu
dengan cara:
a. Tidak membelakangi jendela pada waktu berbicara (bayangan
dan sinar yang menyilaukan mempersulit anak melihat bibir
guru)
b. Tidak berbicara sambil menulis di papan tulis.
c. Pada waktu berbicara di kelas selalu berada di muka kelas,
dan sebelum memulai berbicara memgusakanagar anak
tersebut memperhatikan.
d. Pada waktu berbicara berdiri dengan tenang.
e. Guru berbicara dengan jelas tanpa gerak bibir yang
berlebihan.
Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya penyakit telinga atau
kurang pendengaran, yaitu dengan cara memperingatkan anak agar
supaya;
55
a. jika meniup udara dari hidung lubang hidung tidak ditutup;
b. jika masuk angin atau influensa jangan dibiarkan saja;
c. murid-murid yang baru sembuh dari penyakit gabag, jika
memperlihatkan gejala-gejala sakit telinga segera
diperikasakan ke dokter;
d. murid-murid yang selaput telinganya berlubang jangan
diperbolehkan berenang.
3) Kekurangan Gizi
Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut.
a. Anak kelihatan: kulit pucat, rambut kering dan kusam, di
bawah mata kehitam-hitaman, sangat kurus, otot-otot kecil,
ekspresinya menunjukan kekecewaan, gigi rusak.
b. Anak merasa: mudah lelah, agak gugup, mudah tersinggung,
perhatian tidak dapat memusat.
c. Tingkah lakunya: gelisah, nafsu makan tidak seperti biasanya,
tidak suka banyak jenis makanan, terlalau suka gula-gula,
mudah masuk angin, infeksi kulit, pekerjaan di sekolah tidak
baik.
Sebab-sebabnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, dan kurang
pengawasan dari keluarga. Sedangkan sebab-sebab yang langsung
adalah:
a. Cara makan yang salah
b. Kekurangan makanan karena tidak ada nafsu makan,
mungkin disebabkan karena penyakit pencernaan, ventilasi
kamar tidur yang kurang baik, kurang tidur, makanan kurang
tersedia atau tidak cukup.
c. Jenis makanan tidak cukup
56
Makanan tidak tersedia cukup, tidak menyukai makanan tertentu,
kebiasaan makanan yang kurang baik atau tidak teratur.
a. Kebiasaan hidup yang salah
b. Terlalu sedikit tidur;
c. Terlalu banyak kesibukan;
d. Kurang sinar matahari dan udara segar
e. Penyakit atau cacat tubuh
2. Pendidikan Kesehatan di Sekolah (Health Education in
School ) a. Pengertian pendidikan kesehatan
Thomas D. Wood (dalam Kusmintardjo, 1992) mengatakan
bahwa: “health education, is sum experience which favorably
influence habits, attitudes, and knowledge relation to individual,
community, and racial health” ((pendidikan kesehatan adalah semua
pengalaman yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan
terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang berhubungan
dengan kesehatan individu masyarakat dan ras). Yang dimaksud
dengan kesehatan ras di sini bukan perbedaan ras manusia,
melainkan pergantian generasi yang satu dengan generasi berikutnya
yang lebih sehat).
Pendidikan kesehatan sosial dapat diartikan sebagai: “translation
of what is know about health into desirable individual and community
behavior pattern by name of the education process” (Grount dalam
Kusmintardjo, 1992). Artinya bahwa pendidikan kesehatan sosial
merupakan penterjemahan dari apa yang telah diketahui tentang
kesehatan ke dalam pola-pola tingkah laku individu dan masyarakat
melalui proses pendidikan. Dengan demikian, sasaran pendidikan
57
kesehatan adalah individu atau masyarakat yang mempunyai pola-
pola tingkah laku (kebiasaan, sikap, dan pengetahuan) yang
menguntungkan bagi kesehatan. Sedangkan untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut, kita harus mengetahui bagimana proses pengalaman
yang bersifat mendidik itu.
W. H. Burton (dalam Kusmintardjo, 1992) yang menganalisis
pengalaman edukatif dari situasi belajar yang wajar, sampai pada
kesimpulan bahwa pengalaman edukatif itu mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1) United around a purpose real to the learner (dipersatukan di
sekitar tujuan yangnyata bagi orang yang sedang belajar)
2) Countinous with the on-going life of the learner. (berhubungan
erat dengan kehidupan yang sedang dialami oleh orang yang
sedang belajar)
3) Interactive with the environment of the learner. (bersifat
interaktif dengan lingkungan dari orang yang sedang belajar)
4) Contributory to the integration of the learner” (membantu
pengintegrasian orang yang sedang belajar).
b. Tujuan pendidikan kesehatan di sekolah
Dalam buku Tuntunan Pelaksanaan UKS ditegaskan bahwa
tujuan pendidikan kesehatan adalah ”menanamkan kebiasaan hidup
sehat kepada anak didik agar dapat turut bertanggung jawab terhadap
dirinya serta lingkungannya dan ikut aktif dalam usaha-usaha
kesehatan. Sedangkan dalam buku pedoman kerja puskesmas
dijelaskan bahwa:
Tujuan pendidikan kesehatan di sekolah ialah agar murid selama
tahun-tahun bersekolah mendapat pengetahuan secara ilmiah,
58
mengembangkan sikap positif kearah kesehatan, membawa pula
kebiasaan-kebiasan hidup sehat yang dipelajari di sekolah, dan
menerapkan kebiasaan kesehatan baru untuk memelihara dan
memperbaiki kesehatannya dan kesehatan lingkungannya.
Dari uraian diatas, dapatlah dikatakan bahwa tujuan pendidikan
kesehatan pada umumnya dinyatakan dalam bentuk pengalaman-
pengalaman belajar yang hendak dicapai oleh anak. Kebiasan dan
sikap yang berhubungan dengan praktik kesehatan yang khusus
dapat dikelompokkan dalam bidang-bidang sebagai berikut: (1)
kebersihan ; (2) makanan yang sehat; (3) tidur dan istirahat; (4) sikap
badan; (5) bermain dengan latihan; (6) menjaga kesehatan
lingkungan; (7) kesehatan mental; (8) pencegahan kecelakaan; (9)
pengendalian penyakit menular; (10) pakaian sehat; (11)
mendapatkan pelayanan dario dokter; (12) belajar mengetahui
keterbatasan jasmani sendiri dan hidup sesuai dengannya.
c. Prinsip-prinsip umum yang mendasari pendidikan kesehatan
Secara umum ada sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan dalam
penyelenggaraan pendidikan kesehatan di sekolah, yaitu:
1) kesehatan seseorang ditentukan oleh hereditas dan cara
hidupnya.
2) pendidikan kesehatan adalah tanggung jawab bersama
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3) di sekolah dasar, pendidikan atau pengajaran kesehatan
terutama menjadi tugas guru kelas.
4) pendidikan kesehatan harus diterima dan dimajukan oleh
administrator sekolah sebagai bagian dari program sekolah
secara keseluuruhan.
59
5) pendidikan kesehatan yang efektif memerlukan pengertian,
dukungan dan kerjasama dari para spesialis kesehatan dalan
sistem sekolah itu.
6) pendidikan kesehatan, terutama perkembangan sikap serta
kebiasaan -kebiasaan yang sehat akan asangat membantu
memudahkan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7) memajukan kesehatan guru-guru adalah penting bagi
program pendidikan kesehatan, dan juga bagi kualitas dan
biaya pendidikan.
8) ketrampilan profesional dan inisiatif dari guru merupakan
unsur yang paling berharga dalam pendidikan kesehatan
siswa.
9) adalah penting untuk mengembangkan praktik-praktik
kesehatan para murid sebelum mereka dapat memahami
alasan-alasan ilmiah yang mendasari praktik-praktik itu.
d. Cara-cara memberikan pendidikan kesehatan di sekolah
Pelaksanaan pendidikan kesehatan di sekolah adalah tanggung
jawab Departemen Pendidikan dan Departemen Kesehatan
(Puskesmas). Ini berarti bahwa petugas kesehatan harus bekerja
sama dengan sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan
pendidikan kesehatan di sekolah.
Dilihat dari segi kurikulum sekolah, pendidikan kesehatan
mencakup di dalamnya IPA (khususnya biologi), dan Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan. Para guru sebaiknya memasukan
pendidikan kesehatan juga pada kegiatan-kegiatan sehari-hari di
sekolah, misalnya olahraga, bercocok tanam di kebun sekolah, dan
sejenisnya.
60
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sekolah dalam
memberikan pendidikan kesehatan, seperti yang diungkapkan dalam
Pedoman Puskesmas sebagai berikut:
1) Cara perseorangan: pemberian pelajaran perseorangan anak,
pembicaraan dan wawancara secara perseorangan untuk
mempelajari masalah-masalah kesehatan, laporan
perseorangan dari kunjungan-kunjungan atau masalah yang
telah dipecahkan.
2) Cara kelompok: kunjungan-kunjungan ke puskesmas, tempat
pembersihan air, tempat pembuatan makanan, wawancara
dengan petugas-petugas kesehatan tentang pekerjaannya,
penyelidikan-penyelidikan sanitasi dalam masyarakat,
pembicaraan dalam kelas, pembicaraan dengan para ahli,
sandiwara, menceritakan hikayat, pertunjukan-pertunjukan
boneka dan sandiwara.
Agar pelaksanaan pendidikan kesehatan berjalan baik maka
diperlukan adanya lingkungan sekolah yang sehat, dan juga
pelayanan kesehatan yang baik. Meskipun demikian kita tidak perlu
menunggu sampai adanya fasilitas-fasilitas tesebut di atas secara
lengkap, melainkan harus dari hal-hal yang dapat dilaksanakan
terlebih dahulu, misalnya kebersihan perseorangan, kebersihan
lingkungan dan sebagainya. Adapun beberapa topik atau persoalan-
persoalan untuk pendidikan kesehatan, seperti tercantum dalam buku
tunutunan pelaksanaan UKS, sebagai berikut:
1) kebersihan lingkungan dan perseorangan;
2) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, melalui
penjelasan tentang:
61
a) pentingnya hidup sehat dan pentingnya imunisasi
b) pentingnya pemberantasan nyamuk, tikus dan lain-lain
binatang yang dapat menularkan penyakit;
c) cara penularan penyakit, dan tindakan yang perlu diambil
bila menjumpai orang menderita penyakit dan sebagainya
3) gizi, melalui cara:
a) mengenal dan menghargai makanan yang bernilai gizi;
b) membiasakan diri untuk memakan makanan yang bernilai
gizi tinggi;
c) higienies makanan;
d) kebun sekolah dan warung sekolah;
e) pengolahan makanan sehingga tidak mengurangi nilai
gizinya;
f) ternak unggas, ikan dan binatang ternak lainnya.
4) pencegahan kecelakaan (keamanan ) dan P3K;
5) perawatan orang sakit di rumah;
6) mengenal dan tahu cara mempergunakan fasilitas kesehatan
yang ada di daerahnya (RS, Puskesmas, dan lain-lain)
ketrampilan dalam kesehatan yang diperlukan.
7) di dalam memberikan pendidikan kesehatan, hendaknya
selalu memper-gunakan alat-alat peraga. Misalnya untuk
pendidikan makanan yang bernilai gizi dapat dipergunakan
alat-alat peraga bahan-bahan sayuran, buah-buahan di
samping gambar-gambar yang sengaja dibuat dengan
slide/film.
62
e. Kesempatan yang dapat dipergunakan untuk melakukan
pendidikan kesehatan
Beberapa kesempatan yang dapat dipergunakan untuk
melakukan pendidikan kesehatan di sekolah adalah sebagai berikut.
a. pada waktu pemeriksaan kebersihan perorangan tiap pagi;
b. pada waktu pemeriksaan kesehatan;
c. pada waktu pelaksanaan pengobatan dan imunisasi;
d. lomba sekolah sehat;
e. lomba PPPK dan pada waktu terjadi kecelakaan;
f. ceramah-ceramah langsung kepada murid;
g. pemberian tugas dan tanggung jawab secara bergilir kepada
murid-murid untuk kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya
dengan kesehatan.
Di dalam melaksanakan pendidikan kesehatan ini perlu pula
diingat adanya pendidikan lain, yang tujuannya untuk
mengembangkan ketrampilan anak didik didalam menghadapi masa
depan. Sehingga dengan demikian semua pengetahuan yang didapat
diluar sekolah sebagai kesatuan pengetahuan dan kecakapan yang
sangat berguna bagi anak dalam hidupnya, lingkungan keluarganya
dan masyarakat. Latihan-latihan dan penghayatan anak didik sendiri
dalam melaksanakan kegitan-kegiatan kesehatan adalah mutlak.
Selanjutnya dalam Tuntunan Pelaksanaan UKS, juga dijelaskan
beberapa kebiasaan yang perlu ditanamkan anak didik di sekolah,
yang meliputi: kesehatan mental/rokhani, dan penyakit.
1) Kebiasaan di bidang kesehatan mental/rohani
Kebiasaan-kebiasaan ini dapat ditanamkan kepada para siswa
dengan cara- cara sebagai berikut:
63
a) belajar mengkonsentrasikan pikiran pada apa yang
dikerjakannya;
b) secara berangsur-angsur memperkembangkan kemampuan
untuk menyatakan pendapat sendiri;
c) memiliki dan mengembangkan kemampuan kesanggupan
untuk mengatur keseimbangan antara
bermain/belajar/berekreasi/ olahraga dan beristirahar;
d) mengembangkan kesanggupan/kemampuan didala
memecahkan masalah/ persoalan sendiri;
e) secara berangsur-angsur mengembangkan inisiatif diidalam
melakuakn permainan atau pekerjaan;
f) belajar untuk menanggapi kesukaran-kesukaran/kekecewaan-
kekecewaan secara tenang dan wajar;
g) meningkatkan kesadaran untuk menghargai kebahagiaan
orang lain;
h) tidak tanggung dalam bergaul dengan jenis berlainan kelamin;
i) dapat mengenal diri sendiri serta mempunyai kemampuan
untuk menyesuaikan diri atau mengatasi kelaianan yang
terdapat pada dirinya;
j) belajar untuk mengenal kesanggupan dikaitkan dengan
kesemapatan dalam mengatasi persoalan;
k) belajar mengenal berbagai corak kepribadian
danmenyesuaikan dirinya denga mereka;
l) meningkatkan kegiatan dalam mengisi waktu terluang dengan
kegiatan-kegiatan sosial;
m) belajar mempraktikan permainan sederhana, keolahragaan
yang baik disekolah dan kegiatan-kegiatan rekreasi;
n) belajar menerima tanggung jawab;
64
o) belajar menghargai perasaan dengan jalan yang wajar;
p) menghargai orang lain.
2) Kebiasaan di bidang penyakit, melalui:
a) mengetahui penyakit-penyakit yang termasuk di dalam
undang-undang wabah dengan cara mematuhi dan mematuhi
imunisasi pada waku-waktu yang ditentukan;
b) menghindari bahaya penularan dari kawan yang menderita
penyakit menular serta mengetahui tindakan-tindakan yang
perlu diambil bila ia menderita penyakit menular agar tidak
menulari kawan-kawannya;
c) mematuhi nasehat-nasehat yang diberikan oleh petugas
kesehatan, tentang pengobatan serta perawatan bila ia
menderita sakit;
3) Kebiasaan di bidang gizi dan makanan, melalui:
a) membiasakan diri untuk memakan makanan yang bervariasi
yang memgandung nilai gizi yang tinggi;
b) membiasakan diri untuk minum dalam jumlah yang cukup
menyukai bermacam-macam makanan;
c) memakan makanan yang cukup mengandung bahan sayuran
(cellulose) untuk memperlancar buang air besar;
d) membiasakan diri untuk makan tiga kali sehari;
e) menghindari gula-gula diwaktu makan;
f) makan pada waktunya memperhatikan tata cara dan sopan
santun pada waktu makan;
g) mengunyah makanan sebaik-baiknya dan jangan tegesa-
gesa;
65
h) menghindarkan makanan dari lalat, kotoran dan binatang
kerat;
i) menyimpan makan dengan sebaik-baiknya;
j) menghilangkan tahayul dan kepercayaan yang berlawanan
dengan pengertian kesehatan;
k) mengetahui manfaat makanan terhadap kesehatan badan
serta akibat kekurangan atau kesalahan makanan terhadap
kesehatan badan;
l) mencegah berkurangya makanan karena penggolahan yang
berlebihan dan salah;
m) mengupas atau mencuci buah-buahan dan sayuran dimakan
mentah;
n) mencuci bersih alat-alat masak, piring atau teko untuk makan
dan minum;
o) membiasakan membelanjakan uang untuk makanan secara
ekonomis (dengan harga semurah-murahnya diperoleh
makanan yang bernilai gizi tinggi).
4) Kebiasaan di bidang kesehatan gigi, melalui:
a) membersihkan gigi secara teratur dengan cara yang benar;
b) memeriksakan giginya secara teratur tiap enam bulan sekali
bila terjadi gangguan pada gigi lekas ke klinik gigi,
Puskesmas, RS, dan lain-lain;
c) secara teratur makan makanan yang memerlukan kunyahan
yang kuat (wortel mentah, bengkuang dan lainnya);
d) meminum/memakan bahan minuman/ makanan yang
mengandung floor (teh 4 gelas sehari);
66
e) menjauhi makanan yang mempermudah kerusakan gigi (
antara lain gula-gula);
f) menjauhi kebiasaan untuk bertopang dagu waktu duduk, atau
belajar;
g) menjauhkan diri dari kebiasaan dari mengigit jari.
5) Kebiasaan di bidang kesehatan mata, melalui:
a) membaca hanya ditempat yang terang tanpa adanya
bayangan atau silau;
b) membaca dengan jarak yang baik antara mata dengan bahan
yang dibaca ( ± 30 cm);
c) menghindarkan melihat langsung sinar/cahaya yang sangat
terang atau menentang matahari;
d) sering memberi istirahat kepada mata dengan jalan menutup
atau memfokuskan pada objek yang dekat/ berjarak;
e) menghindarkan membaca dalam keadaan begerak atau
membaca sambil tiduran;
f) jangan menggosok mata;
g) memakai kaca mata sesuai dengan kesehatan dokter;
h) mengambil benda asing dari mata dengan jalan hati-hati;
i) segera memeriksakan kedokter bila terjadi sesuatu gangguan
pada mata;
j) memakan makanan yang banyak mengandung vitamin A.
6) Kebiasaan di bidang kesehatan telinga, melalui:
a) jangan memasukan sesuatu benda ke dalam telinga;
b) jangan meninju orang lain, atau berteriak keras-keras didekat
telinga;
67
c) segera berobat bila ada gannguan telinga.
7) Kebiasaan di bidang pernapasan, melalui:
a) selalu membawa sapu tangan bersih setiap hari;
b) bernapas melalui hidung dan mulut hendaknya tertutup;
c) mengehembuskan pernapasan melalui hidung tanpa menutup
lubang hidung;
d) jangan memasukan jari atau benda lain ke dalam hidung;
e) menutup mulut denga sapu tangan bila bersin atau batuk.
8) Kebiasaan di bidang kebersihan kaki, melalui:
a. mencuci kaki ssecara bersih;
b. mencegah tumbuhnya kuku ke dalam daging dengan jalan
memotong rata kuku;
c. melatih kaki denga jalan tanpa alas kaki di lantai yang bersih
atau tanah (kecuali ketahui banyak mengandung cacing
tambang).
9) Kebiasaan di bidang kebersihan kulit, meliputi:
a. mencuci tangan dengan air, sabun, atau bahan lain setiap kali
sesudah buang air besar/kecil dan setiap akan makan, akan
memegang makanan, setelah bekerja atau bermain dan
tangan menjadi kotor;
b. mandi bersih setiap hari, sebaiknya tersedia handuk untuk
pemakaian sendiri.
1) Kebiasaan di bidang pakaian, melalui:
a. memakai pakaian sesuai dengan musim dan suhu;
68
b. pakaian untuk sekolah, bermain (dirumah, dan tidur
hendaknya berlainnya);
c. lepaskan baju basah selekas mungkin;
d. hindarkan memakai pakaian dan sepatu yang sempit;
e. peliharalah baju sebersih mungkin;
f. baju sering dicuci dan sebaiknya diseterika;
g. jaga kerapian baju.
2) Kebiasaan berkenaan dengan zat-zat/bahan-bahan yang
membahayakan:
a. menjauhkan diri dari alkohol, narkotika, candu dan tembakau;
b. hindarkan diri dari kebiasaan dari minum obat kecuali atas
nasehat dokter:
c. menyadari bahwa sebagian besar kecelakaan dapat dicegah;
d. mempelajari penyebab-penyebab kecelakaan;
e. mengembangkan fungsi koordinasi dan fitnees sebagai alat;
f. mengembangkan rasa sportifitas dalam bermain dan sikap
patuh terhadap peraturan lalau lintas untuk menghindari
kecelakaan-kecelakaan;
g. mengembangkan sikap yang aktif dalam melindungi jiwa dan
harta masyarakat;
h. mengembagkan rasa tanggung jawab atas keamanan dirinya.
Dilihat dari tujuan jangka panjang, maka “health education”
memegang peranan penting dalam keseluruhan program kesehatan
di sekolah. Untuk itu dalam pelaksanakannya perlu adanya
kerjasama, baik antar dinas di lingkungan kesehatan maupun dengan
69
pihak-pihak lain di luar lingkungan kesehatan baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.
a. Kerjasama dengan unsur-unsur pemerintah meliputi :
1) Kerjasama antar petugas kesehatan/dinas-dinas kesehatan
dalam rangka memperoleh perencanaan seksama dari
kegiatan-kegiatan kesehatan di sekolah, sehingga tidak terjadi
“over lapping” dalam pelaksanaan kesehatan disekolah
2) Kerja sama dengan Departen pendidikan dan Kebudayaan
dalam rangka penyusunan perencanaan kurikulum
kesehatan/pendidikan kesehatan disemua jenis dan tingkatan
sekolah;
3) Kerjasama dengan Departemen Luar Negeri dalam kaitannya
dengan pembangunan gedung sekolah agar memenuhi
syarat-syarat kesehatan, dan pendanaan/pembiayaan
kegiatan-kegiatan disekolah.
4) Kerjasama dengan Instansi/ Dinas yang lain, meliputi:
a. Dinas sosial dalam kaitanya dalam pemanfaatan pekerja
sosial , dalam hal pembinaan mental dan sosial anak
didik, pemanfaatan Lembaga Sosial Desa untuk
mengembangkan Usaha Kesehatan Sekolah;
b. Departemen Agama, dalam kaitannya dalam pembinaan
kesehatan mental pada sekolah-sekolah pada
Departemen di lingkungan agama dan pembinaan mental
dan spititual pada anak didik.
5. Kerjasama dengan masyarakat yang ada hubungannnya
dengan anak didik, misalnya: BP3, yang meliputi: bantuan
pembiayaan Usaha Kesehatan Sekolah; dan pembianaan
70
kebiasaan hidup sehat dan pengawasan kesehatan anak didik
diluar sekolah.
6. Kerjasama dengan badan-badan/organisasi bukan pemerintah,
seperti: Palang Merah Indonesia; Pramuka, KSR; dan
Organisasi-organisasi lain yang ada hubungannya dengan
kesehatan anak didik.
3. Lingkungan Kehidupan Sekolah yang Sehat (Healthful School Living)
Karena murid menghabiskan sebagian waktu dari masa
pertumbuhannya di sekolah, maka perlulah dia dilindungi oleh
lingkungan yang aman/tidak membahayakan kesehatan, baik secara
fisik maupun mental. Oleh karena itu, dalam melaksanakan aktivitas
di bidang ini perlu diperhatikan 2 (dua) aspek yaitu: aspek fisik dan
aspek mental.
a. Aspek Fisik Sekolah
Aspek fisik, meliputi aspek bangunan sekolah, peralatan sekolah,
perlengkapan, sanitasi yang memenuhi syarat-syarat kesehatan,
pemeliharaan, serta pengawasan kebersihannya.
1. Bangunan Sekolah dan Lingkungannya. Bangunan sekolah
dan lingkungannya terdiri atas:
a. gedung bangunan sekolah, termasuk di dalamnya
peralatan sekolah, dan perlengkapan sanitasi;
b. halaman sekolah tempat bermain-main;
c. sebidang tanah untuk kebun sekolah dan lain-lain
71
2. Pemeliharaan Kebersihan Perseorangan dan Lingkungan
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. kebersihan perseorangan, meliputi: kulit, rambut, kuku
yang besih dan rapi; gigi bersih dan terpelihara; cuci
makan sebelum makan, atau sesudah buang air
besar/kecil; dan membiasakan tidak memegang mulut dan
meggosok mata dengan tangan kotor dan sebagainya.
b. kebersihan lingkungan, meliputi: membersihkan peralatan
sekolah; membersih-kan lantai; membersihkan kaca-kaca
cendela agar penerangan baik; membersihkan WC dan
kamar kecil setiap hari, dan sebagainya
c. membiasakan diri membuang sampah di tempat yang
telah disediakan;
d. membiasakan diri tidak meludah di sembarang tempat;
e. pemeliharaan rumput , tanaman, pagar, pohon agar
kelihatan rapi dan bersih.
3. Keamanan Umum di Sekolah dan Lingkungannya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
a. Halaman di jaga sedemikian rupa sehingga tidak ada
batu-batu tajam, pecahan kaca yang dapat
membahayakan anak;
b. Letak lapangan olah raga jangan terlalu jauh dari gedung
skolah dan jangan terlalu dekat dengan jalan besar;
c. Semua cendela dan pintu diatur sedemikian rupa agarr
membuka ke arah keluar, dan sebagainya.
72
b. Aspek Non-fisik (mental)
Aspek non-fisik (mental), meliputi: aspek penghuni sekolah yang
menyangkut hubungan murid, guru, penghuni yang lain, orang tua
murid, dan petugas-petugas kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah.
Dengan perkataan lain, hubungan yang Harmonis antara guru, anak
didik, orang tua murid, petugas sekolah yang lainnya, dan petugas
kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah merupakan cerminan dari
lingkungan sekolah yang baik.
Walaupun peranan sekolah dalam mengusahakan lingkungan
yang harmonis adalah lebih kecil dibanding lingkungan keluarga,
namun sekolah dapat juga membantu mencegah terjadinya kelainan-
kelainan jiwa/mental pada anak didik. Di dalam usaha ini guru
memiliki peranan yang sangat penting, karena gurulah yang setiap
hari menghadapi anak didik di sekolah.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan guru di sekolah adalah:
a. menciptakan lingkungan fisik, mental, dan sosial yang dapat
memberikan kesempatan anak didik untuk tumbuh dan
berkembang;
b. memberikan pengalaman-pengalaman kepada anak didik
untuk dapat membentuk kepribadian dan watak yang baik;
c. menemukan kelaianan awal dan meneruskannya kepada ahli
yang bersangkutan (perawat, dokter, psykhiater, psykholog,
dan lain-lain).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan kehidupan
sekolah yang sehat (healthful school living), meliputi: (1) sanitasi
lingkungan untuk menjamin persediaan air yang besih, pembuangan
kotoran, dan sebagainya; (2) Pengaturan kegiatan sekolah yang
73
sehat, yang meliputi: lama waktu belajar, jam pelajaran, jam bermain;
urutan kegiatan belajar; pekerjaan rumah; jumlah murid dalam kelas,
disiplin dan hukuman; ekstra kurikuler; dan pemilihan alat-alat
pelajaran; dan (3) Menjaga lingkungan emosional yang sehat, dengan
hubungan guru-murid yang baik, antar kelompok, perbedaan
individual dan penyesuaian kurikulum.
Ketiga unsur program kesehatan sekolah, yang meliputi:
pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan lingkungan sekolah
yang sehat, merupakan suatu kesatuan yang utuh. Artinya bahwa
ketiganya terjalin satu dengan yang lain. Karena petugas pendidikan
dan kesehatan kedua-duanya bertanggung jawab atas pelaksanaan
program kesehatan sekolah, maka diperlukan suatu perencanaan
bersama. Sesungguhnya, kelompok perencana ini hendaknya
mengikutkan seluruh petugas Puskesmas, petugas sekolah setempat,
dan wakil-wakil masyarakat.
Dengan demikian tujuan program kesehatan sekolah dapat
dinyatakan sebagai pencapaian kesehatan yang optimal dari peserta
didik melalui:
a. perbaikan cacat tubuh;
b. pencegahan/pengurangan penyakit menular;
c. pengembangan kehidupan sekolah yang sehat;
d. interpretasi program kesehatan sekolah kepada keluarga dan
pengembangan kerjasama keluarga dan sekolah;
e. memajukan kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang baik;
f. pengembangan pengetahuan kesehatan;
g. pengembangan sikap mental yang baik terhadap kesehatan,
praktik-praktik kesehatan dan situasi kehidupan.
74
c. Pelaksana Program Kesehatan Sekolah dan Peranannya
Agar pelaksanaan program kesehatan sekolah dapat berjalan
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka diperlukan adanya
kerja sama antar pelaksana yang ada di Departemen Pendidikan
dengan yang ada di Departemen Kesehatan. Kerjasama antar
pelaksana tersebut akan berjalan lancar manakala masing-masing
pelaksana memahami sejauh mana peranan yang harus dilakukan.
Para pelaksana Usaha Kesehatan Sekolah terdiri atas: (1) petugas
kesehatan, (2) petugas pendidikan, (3) orang tua siswa/wali murid,
pemerintah dan masyarakat setempat, dan (4) peserta didik (5: 94).
Adapun peran dan tugas masing-masing pelaksana/petugas Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) tersebut telah dijabarkan dalam Buku
Tuntunan pelaksanaan UKS sebagai berikut.
d. Tugas Petugas Kesehatan dalam Program UKS
1) Di bidang pendidikan kesehatan: a) menanamkan kebiasaan-kebiasaan sehat pada murid melaui
guru, keempatan berkunjung ke sekolah.
b) Mengadakan penjelasan kepada BP3 dan masyarakat
mengenai keehatan setiap ada kesempatan.
2) Di bidang layanan kesehatan: a) memeriksa anak setiap kelas I (baru masuk sekolah), IV, dan
VI (akan meninggalkan sekolah/lulus), serta memeriksa anak
myang dinyatakan sakit sewaktu-waktu atau bila diperlukan.
b) Memberikan imunisasi dan mrnjalankan kegiatan dalam
rangka P4M.
c) Memberikan bimbingan dan pengarahan pada guru dalam
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan di sekolah.
75
d) Mengkoordinir usaha kesehatan masyarakat yang akan
dijalankan di sekolah-sekolah, dan sebagainya.
3) Di bidang kebersihan lingkungan sekolah yang sehat:
a) Didalam kunjunganya kesekolah-sekolah, turut mengawasi
kebersihan gedung sekolah dan lingkunganya.
b) Memberikan nasehat/saransaran kepada guru dalam
memperbaiki gedung sekolah yang memenuhi syarat
kesehatan sesuai dengan keuangan dan fasilitas yang ada.
c) Bekerjasama dengan sekolah dan BP3 dalam mengadakan
perbaikan sekolah, fasilitas dan alat yang dibutuhkan dalam
lingkungan yang sehat.
e. Peranan Petugas Pendidikan/Sekolah
Yang dimaksud dengan petugas pendidikan/sekjolah adalah
penilik sekolah, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya.
1) Dalam bidang pendidikan kesehatan a) Menanamkan kebiasaan hidup sehat kepada murid dengan
jalan memberi teladan bagi mereka dalam hidup sehari-hari di
sekolah.
b) Memberikan pendidikan kesehatan bagi murid-muridnya pada
saat mengajar, istirahat/diluar kelas dan pada saat mengobati
murid yang sakit.
c) Memberikan informasi kepada orang tua murid tentang hal-hal
yang berkenaan dengan kesehatan yang telah diberikan
kepada murid-murid.
76
2) Dalam bidang kebersihan lingkungan sekolah yang sehat a) Ikut mengusahakan suasana aman, senang dan bergairah
antara murid, guru, petugas kesehatan, orang tua dan
sebagainya.
b) Mengawasi kebersihan lingkungan, misalnya: WC,
halaman, penjual makanan, kelas dan sebgainya.
c) Mengkoordinir kursus-kursus tentang kesehatan untuk orang
tua murid sehingga pengetahuannya dan kerjasama dalam
kesehatan dapat ditingkatkan.
3) Dalam bidang pemeliharaan kesehatan a) Mengawasi kebersihan dan kesehatan anak didiknya di dalam
dan diluar kelas, beberapa saat sebelum pelajaran dimulai.
b) Menyelenggarakan ruang kesehatan sekolah
c) Mendampingi para petugas kesehatan dalam memberikan
layanan kesehatan bagi murid-murid di sekolah, dan
sebagainya.
f. Peranan Orang Tua Murid dalam Bidang Pendidikan
Kesehatan
1. Menerima pelajaran yang dibawa anak dari guru/sekolah
untuk dipraktikan dirumah, turur menjelaskan sebanyak
mungkin dan memberi dorongan kepada anak untuk terus
mempraktikan dalam hidup sehari-hari.
2. Bersedia mengikuti kursus yang diadakan oleh sekolah dalam
bidang kesehatan.
3. Menyediakan fasilitas-fasilitas dalam batas kemampuannya
untuk memudahkan penerapan pendidikan kesehatan itu
dirumah tangga dan di lingkungannya.
77
1) Dalam bidang kebersihan sekolah yang sehat dan aman a) Meneruskan pelajaran yang dibawa anaknya dalam
kebersihan lingkungan, untuk dipraktikan selalu, dirumah dan
berusaha sedapat mungkin menyediakan fasilitas yang
bersangkutan dengan itu, (air, ada sumur, kakus, jamban,
sapu dan sebagainya).
b) Turut membantu sekolah dalam mengatasi
pengadaan/perbaikan lingkungan sekolah yang aman, sehat,
baik moril/material.
c) Memberikan sebanyak mungkin ketenangan/ketentramanhati
bagi anaknya dalam menghadapi pelajaran. Kegiatan-
kegiatan dirumah/ disekolah.
2) Dalam bidang pemeliharaan kesehatan a) Mengawasi kesehatan anaknya dirumah dan mengambil
tindakan seperlunya.
b) Mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anaknya dirumah,
seperti peranan guru disekolah
c) Menahan anak-anaknya dirumah bila mereka sakit dan
memberitahukan ke sekolah, bahwa ia tidak datang serta
membawanya berobat ke dokter/Puskesmas/ Balai
Pengobatan.
d) Member pengobatan ringan dan P3K bila perlu sesuai dengan
apa yang diajarkan oleh petugas kesehatan.
e) Mendorong anaknya untuk: (a) melakuakan kebiasaa-
kebiasaan hidup sehat dan lingkungan sehat yang diajarkan di
sekolah, dan (b) bersedia diperiksa kesehatanya, diimunisasi,
diobati atau dikirim ke Puskesmas bila perlu.
78
g. Peranan Anak Didik dalam Bidang Pendidikan Kesehatan
1. Menjalankan dengan patuh pendidikan kebiasaan hidup sehat
diajarkan oleh guru baik di sekolah maupun diliaur skolah.
2. Mendorong oran tua mereka untuk mau menghadiri kursus-
kursus/ceramah tentang kesehatan yang diselenggarakan
oleh sekolah
1) Dalam bidang kebersihan lingkungan sekolah yang sehat dan aman a) Turut menjaga kebersihan kelas, WC, halaman, dan tempat-
tempat lain di sekolah.
b) Turut menciptakan suasana yang aman dan tentram dalam
hidup sehari-hari baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2) Dalam bidang pemeliharaan kesehatan a) Menyediakan diri untuk sewaktu-waktu diperiksan kebersihan
badannya.
b) Teratur dan patuh berobat, baik di sekolah maupun di
klinik/Puskesmas dan mengikuti aturan-aturan yang telah
ditentukan.
c) Mau mengikui program imunisasi yang diselenggarakan oleh
sekolah bekerja sama dengan Puskesmas setempat.
h. Evaluasi Program Usaha Kesehatan Sekolah
Agar pelaksanaan progran Usaha Kesehatan Sekolah dapat
selalu ditingkatkan, maka perlu dilakukan penilaian terhadap
keseluruhan program yang telah ditetapkan. Evaluasi program
kesehatan dapat dilakukan setiap akhir tahun. Evaluasi dapat
dilakukan dengan cara menyediakan lembar penilaian dan diisi oleh
79
guru, murid dan orang tua. Hasil penilaian, satu lembar dikirim ke
Puskesmas untuk digunakan sebagai masukan dalam menyusun
perencanaan program usaha kesehatan sekolah di wilayahnya, dan
satu lembar lagi disimpan di sekolah untuk perbaikan perencanaan
dan pelaksanaan program kesehatan sekolah di masa datang.
Sebagai contoh, berikut disajikan lembar penilaian progran
kesehatan sekolah.
Contoh: Lembar Penilaian Program Kesehatan Sekolah. NO HAL YANG DINILAI NILAI SARAN-SARAN
A Health Education - Kebersihan perorangan dan lingkungan - Pencegahan dan pemberantasan penyakit
B Health Service - Pemerikasana kesehatan secara berkala - Usaha perbaikan gizi
C. Healthful School Living - Aspek fisik - Aspek mental
……………………, tgl…………… Penilai …………………………………….. Catatan: Kriteria penilaian dapat dikembangkan sesuai dengan jumlah item pertanyaan yang hendak disusun.
80
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia. Englewowod Cliffs, NewYork: Prentice Hall, Inc.
Departemen Kesehatan RI. tanpa tahun. Pedoman Kerja Puskesmas, Jakarta: Depkes RI.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1979. Administrasi dan Metodologi Pengajaran (jilid 2). Proyek BPGT. Bandung.
Good, C. V. 1959. Dictionaryof Education. New York Toronto-London: Mc Graw Hill Book Company. Inc.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Hoy, W. K and Miskel, C.G. 2005. Educational Administration: Theory, Research, and Practice. New York: The McGraw Hill Companies.
Jones, A. J. 1970. Principles of Guidance. Cacho Hermanos, Philippines : Inc. Rizal.
Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah. (Jilid I). Malang: OPF IKIP Malang.
Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah. (Jilid 2). Malang: OPF IKIP Malang.
Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1958. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin Company.
Soenarjo. 2002. Usaha Kesehatan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdyakarya.
Sutatmo, D. (dkk). 1979. Pengatar Kesehatan Sekolah. Yakarta: CV Petra Jaya.
Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.
81
Turner, C. (et. al), 1961. School Health and Health Education. St. Louise: CV Masby.
Willgoose, Carl E. 1977. Health Education in the Elementary School. Toronto: W.B. Soundera Company.
Wiyono, B.B. 1999. Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang: IKIP Malang.
82
BAB IV MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH
A. Pendahuluan
Sebagian besar masyarakat kita sepakat berpandangan bahwa
perpustakaan memiliki posisi yang penting dalam penyelenggaraan
pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah. Bahkan di antara
anggota masyarakat menganggap perpustakaan sebagai jantung
pendidikan di sekolah. Namun dalam kenyataannya tidaklah
demikian. Keberadaan perpustakaan sekolah belum mendapat
perhatian serius dunia pendidikan. Bahkan di beberapa sekolah,
perpustakaan sekolah masih diposisikan sebagai pelengkap penderita
dan kurang terurus secara baik. Tentu saja, kondisi ini menjadikan
perpustakaan sekolah sebagai pusat informasi dan media
pembelajaran kurang dapat berfungsi secara optimal.
Sebagai unit kerja yang menghimpun, mengolah, dan menyajikan
kekayaan intelektual (Lasa Hs, 2007), maka seharusnya
perpustakaan sekolah bermanfaat bagi peningkatan kualitas
pembelajaran di sekolah. Keberadaan perpustakaan sekolah akan
memberikan kemungkinan para guru dan siswa memperoleh
kesempatan untuk memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan
dan teknologi. Melalui perpustakaan sekolah, selain para siswa dapat
melakukan kegiatan belajar mandiri atau belajar kelompok, para guru
juga dapat memperkaya materi-materi yang disajikan dalam proses
belajar-mengajar.
Untuk dapat berfungsi optimal sebagaimana digambarkan di atas,
maka perpustakaan sekolah harus dikelola secara professional dan,
tentu saja, dilakukan oleh personil-personil yang terdidik di bidang
83
perpustakaan. Dalam hal ini, kepala sekolah sebagai administrator
pendidikan memegang peranan penting.
B. Pengertian
Pengertian perpustakaan selalu berkembang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Secara
etimologi, perpustakaan berasal dari pustaka dalam bahasa Jawa
Kawi yang berarti buku, naskah, karya tulis. Perpustakaan berarti
dibukukan, ditulis. Pustaka mendapat awalan per dan akhiran an, juga
berarti tempat, atau kumpulan. Perpustakaan dalam bahasa Inggris
adalah Library, yang berasal dari liber atau libri (Latin) yang berarti
kulit dari batang pohon di bawah kulit luar, atau kitab, risalah. Veterum
libri adalah kitab-kitab klasik.
Dalam bahasa Prancis perpustakaan disebut bibliotheque. Dalam
bahasa Jerman dinamakan bibliothek, dan dalam bahasa Belanda
disebut bibliotheek. Perkataan-perkataan tersebut berasal dari kata
biblios (Yunani) yang berarti papyrus (rumput yang ditumbuk dan
dikeringkan untuk ditulisi), kenudian berubah menjadi biblion yang
artinya tempat. Jadi bibliotheke berarti tempat atau kumpulan buku.
Dalam pengertian yang sederhana, perpustakaan diartikan
sebagai kumpulan buku, atau bangunan fisik sebagai tempat buku
dikumpulkan dan disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan
pemakai (Lasa Hs, 2007). Hal yang sama juga dijelaskan dalam
Encyclopedia Britania (dalam Kusmintardjo, 1992) bahwa “Library is a
collection of printed or written literature”. Perpustakaan adalah koleksi
buku-buku, baik yang dicetak ataupun dalam bentuk tulisan.
Dalam Encyclopedia Americana, dijelaskan bahwa: A library:
collection of books, called by various names in various languages”.
84
Perpustakaan adalah kumpulan buku-buku yang terdiri dari
bemacam-macam nama dan ditulis dalam bermacam-macam
bahasa. Elizabeth H. Thomson dalam bukunya “ALA Glossary of
Library Terms (dalam Kusmintardjo, 1992) mengatakan bahwa:
Library, a room, a group of rooms or a building, in which a
collection of books and similar material organized and administrated
for reading, consultation and study
Perpustakaan adalah suatu ruangan atau gedung tempat
menyimpan koleksi buku-buku dan sejenisnya, yang terorganisir dan
diadministrasi sebagai bahan bacaan, memperoleh informasi dan
belajar).
Sedangkan Moeksam (1989) dalam bukunya “Ilmu Perpustakaan”
mengatakan sebagai berikut:
Perpustakaan adalah tempat pengumpulan pustaka atau
kumpulan pustaka yang disusun dan daitur dengan system tertentu,
sebagai tiap-tiap buku, tiap-tiap warkat, dan tiap-tiap tulisan, sehingga
sewaktu-waktu diperlukan dapat diketemukan dengan mudah dan
cepat”
Dengan demikian, bukan sembarang kumpulan buku dapat kita
sebut perpustakaan, dan bukan sembarang tempat pengumpulan
buku kita sebut perpustakaan. Namun kumpulan buku dan bahan
pustaka lainnya itu harus diatur dan disusun berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang mempunyai tujuan tertentu. Bahan pustaka dapat
berupa buku, naskah, gambar, foto, slide, film, rental, dan
sebagainya.
85
C. Fungsi Perpustakaan
Peter Platt dalam “Librarien Colleges of Education” mengatakan
bahwa fungsi perpustakaan adalah:
1. menyediakan buku-buku, majalah dan bahan-bahan lain yang
dipelukan oleh para siswa/mahasiswa untuk kegiatan
belajarnya;
2. menyediakan bahan-bahan penunjang dalam pengajaran dan
penelitian oleh staf pengajar untuk mata pelajaran yang
diajarkannya;
3. memenuhi keperluan yang lebih khusus yang disebabkan oleh
kekhususan suatu perguruan tinggi, bahan-bahan yang akan
diperlukan oleh mahasiswa dalam praktik keguruan,
penelitian, kebidayaan daerah dan perkembangan pendidikan
daerah dimana perguruan tinggi itu berada, serta buk-buku
yang diperlukan oleh anak-anak, dan seyogyanya
perpustakaan juga menyediakan buku-buku petunjuk dimana
bahan-bahan ini bisa didapat;
4. menyediakan bahan-bahan bacaan seperti buku dan majalah
tidak saja dipakai di dalam kelas atau textbook, tetapi juga
bahan-bahan lain yang lebih luas sifatnya serta bahan-bahan
untuk mengembagkan hoby dan bahan-bahan hiburan;
5. membantu mahasiswa berkenalan dengan literatur anak-
anak, alat-alat pandang dengar (AVA), serta memberikan
pengarahan dalam pengembangan suatu perpustakaan
sekolah;
6. membantu mahasiswa untuk keperluannya sehari-hari akan
informasi tentang daerah, statistik dan alamat-alamat, serta
tempat bahan-bahan yang akan mereka perlukan dalam
86
praktik yang tersedia di perpustakaan-perpustakaan lain di
daerahnya;
7. bertindak sebagai penghubung dengan perpustakaan lain;
8. menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk berlatih
menggunakan buku-buku dan perpustakaan sebagai modal
pertama bagi mereka yang akan melaksanakan tugas
disekolah-sekolah nanti;
9. membuat buku pedoman perpustakaan, daftar-daftar
penambahan buku, daftar bacaan untuk matakuliah tertentu
da mengadakan pameran koleksi perpustakaan baik di dalam
kampus maupun di luar kampus supaya khalayak mengetahui
bahan-bahan yang tersedia di pepustakaan yang dapat di
pergunakan dalam belajar-mengajar.
Dengan demikian fungsi perpustakaan tidak hanya menunjang
kegiatan belajar-mengajar di sekolah., namun masih ada fungsi lain
dari perpustakaan yaitu fungsi rekreatif. Zainudin HRL (1982)
mengatakan bahwa manfaat perpustakaan bagi siswa/pengunjung
dapat dikelompokan ke dalam 4 (empat) aspek utama, yaitu: (1)
aspek komunikasi/informasi, (2) aspek pendidikan, (3) aspek
kebudayaan, dan (4) aspek rekreasi. Berikut uraian tentang aspek-
aspek tersebut.
1. Aspek komunikasi/informasi
a. mahasiswa dapat mengambil ide-ide dari berbagai sumber,
bidang ilmu yang ditulis oleh para ahli dibidangnya masing-
masing, dan bahan-bahan tersebut tersedia /tersimpan secara
sistematis di perpustakaan.
87
b. menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri dalam menyerap
informasi yang tersedia dan dapat memberikan
pertimbangan/memilih informasi atau ide-ide yang mana saja
yang patut dimanfaatkan;
c. mahasiswa mendapat kesempatn me4makai informasi yang
tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu seperti
pengetahuan tentang perubahan- perubahan datang ekonomi,
politik, kondisi kehidupan masyarakat dan lain sebagainya;
d. melalui informasi/ide yang diperolehnya, mahasiswa dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan
masyarakat dimana ia berada.
2. Aspek Pendidikan
a. dengan perpustakaan, mahasiswa mendapatkan kesempatan
untuk mendidik diri sendiri berkesinambungan seumur hidup;
b. mahasiswa dapat membangkitkan dan mengembangkan
minat akademis secara luas, memperringgi kreativitas, dan
kegiatan intelektual yang bebas;
c. mendorong kecepatan untuk memecahkan masalah yang
timbul dan memberikan kemampuan untuk memegang suatu
jabatan;
d. mempertinggi sikap social dan menciptakan masyarakat yang
demokratis.
3. Aspek Kebudayaan
a. meningkatkan mutu kehidupan, melaui bahan bacaa yang
dibaca di perpustakaan;
b. meningkatkan minat terhadap keindahan dan kesenian;
88
c. mendorong tumbuhnya kreativitas seni dan kemerdekaan
berbudaya;
d. mengembangkan sifat-sifat hubungan manusia yang positif
dan menunjang kehidupan antar kultur yang harmonis
diantara suku bangsa dan antar bangsa.
4. Aspek Rekreasi
a. menggalakan kehidupan yang seimbang antara rokhani dan
jaminan;
b. memberikan kesempatan untuk mengembangkan minat
rekreasi/hoby serta pemanfaatan waktu senggang;
c. menunjang penggunaan yang kreatif dari kegiatan hiburan
yang positif, melalui bacaan yang tersedia di perpustakaan.
D. Manajemen Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sebagai sumber belajar akan memiliki kinerja yang
baik apabila di manajemeni secara baik. Dengan manajemen yang
baik, pepustakaan akan berfungsi secara optimal sesuai tujuan yang
diharapkan.
1. Pengadaan
Yang dimaksud dengan pengadaan di sini adalah meliputi
pengadaan gedung/ ruangan perpustakaan, peralatan atau
perlengkapan perpustakaan, dan koleksi perpustakaan.
a. Pengadaan gedung/ruangan perpustakaan sekolah
Mengadakan gedung atau ruangan perpustakaan dapat dibuat
secara permanen atau semi permanen. Yang disebut gedung
89
permanen adalah gedung atau ruangan perpustakaan yang didisain
khusus untuk perpustakaan. Sedangkan gedung /ruangan semi
permanen adalah gedung atau ruangan perpustakaan yang tidak
didisain khusus untuk perpustakaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun atau
mendirikan gedung /ruangan perpustakaan adalah:
1. letak perpustakaan harus ada ditengah-tengah kegiatan
belajar mengajar (centralized);
2. lokasinya harus mudah tampak/dilihat dan dijangkau;
3. menjamin keamanan belajar;
4. menjamin ketenangan belajar;
5. lokasinya masih berada dalam lingkungan sekolah.
Selain pedoman khusus di atas, masih ada hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu mengenai luas ruangan untuk setiap personil yang
ada diperpustakaan, yaitu:
1. ruang pimpinan : 15
2. ruang staf : 7,5
3. ruang guru : 3
4. ruang serbaguna : 7,5
5. ruang reference : 3x 10% jumlah siswa
6. ruang baca : 1,6
7. ruang penjilidan : 10
per-siswa
8. ruang gudang : 8
Demikian hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendirikan
gedung/ruangan perpustakaan sekolah yang ideal. Pemenuhan
terhadap persyaratan-persyaratan tersebut diatas., akan dapat
menjamin siswa untuk belajar dengan baik di perpustakaan.
90
b. Pengadaan peralatan/perlengakapan perpustakaan
Yang dimaksud dengan peralatan/perlengkapan perpustakan di
sini yaitu rak buku, lemari, laci katalo, meja, kursi. Jumlah rak buku
disesuaikan dengan jumlah koleksi yang ada. Lemari diperlukan untuk
menyimpan peralatan dan keperluan lainya. Jumlah meja dan kursi
diperlukan untuk pimpinan, petugas, dan pembantu pelaksana harian
perpustakaan, disamping itu juga untuk pengunjung yang dugunakan
untuk membaca dan menulis. Peralatan-peralatan tersebut termasuk
barang tidak habis pakai, dan harus masuk dalam daftar inventaris
perpustakaan. Selain barang tidak habis pakai, perpustakaan juga
memerlukan barang habis pakai yaitu alat tulis menulis untuk
penyiapan dan peminjaman buku-buku dan alat pemeliharaan
perpustakaan secara keseluruhan.
c. Pengadaan koleksi
Alokasi jumlah koleksi perpustakaan sekolah meliputi:
1. buku teks, minimum tersedia 5 judul untuk setiap disiplin Ilmu
(anggaran 15%);
2. buku reference, tergantung dari jenis dan tingkat sekolag
(anggaran 10%);
3. buku fiksi dan non fiksi, tersedia minimum 10 judul (anggaran
50%);
4. Koleksi yang menunjang profesi guru (anggaran 10%)
5. Bacaab tentang daerah (anggaran 5%);
6. Buku tentang perpusakaan sendiri (5%);
7. Audio Visual Aid (5%)
Pengadaan bahan-bahan/koleksi perpustakaan dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu:
91
1. mengumpulkan koleksi milik sekolah, kemudian dijadikan
koleksi milik perpustakaan sekolah;
2. menambah koleksi yang sudah ada dengan jalan membeli
menerma hadiah dari siswa yang lulus, tukar-menukar dan
sebagainya;
3. kerjasama antar perpustakaan sekolah.
2. Penerimaan dan penyusunan buku koleksi perpustakaan
Langkah-langkah penerimaan dan penggunaan buku koleksi
perpustakaan adalah sebagai berikut.
a. Menerima buku;
b. Menstempel hak milik
Setelah menerima buku, langkah kedua adalah memberi cap
hak milik perpustakaan sekolah.
c. Inventarisai;
Inventarisasi merupakan jenis pekerjaan pencatatan koleksi
bahan pustaka ke dalam buku inventarisasi sebagai tanda
kekayaan perpustakaan.
d. Labelisasi;
Pemberian labelpada koleksi bahan pustaka sesuai dengan
kode yang dibuat di catalog, sehingga mudah dalam
penggunaan koleksi bahan pustaka.
e. Katalogisasi;
Suatu pekerjaan pembuatan catalog sebagai pengganti
koleksi bahan pustaka.
f. Filling dan Shelving
92
Pekerjaan penysunan koleksi bahan pustaka di rak dan
penyusunan dengan menggunakan sistematika tertentu,
misalnya: DDC (Dewey Decimal Clasifikation)
g. Pemeliharaan
Kegiatannya mencakup segala usaha pencegahan terhadap
hal yang menimbulkan kerusakan buku atau memperbaiki
buku-buku yang rusak.
Sedangkan untuk penyusunan buku di perpustakaan dapat
menggunakan system klasifikasi persepuluhan Dewey (Dewey
Decimal Clasification = DDC) atau klasifikasi “Library of Conggress”
seperti berikut ini:
3. Sistem Klasifikasi Perpustakaan
Klasifikasi Desimal Dewey Klasifikasi Library of congress
HUMANIORA
000 Karya Umum A Karya Umum
100-199 Filsafat (kecuali 130) B Filsafat dan agama
C Musik
200 Agama N Seni rupa
400 Bahasa P Bahasa dan Kesustraan
700 Kesenian dan rekreasi Z Bibliografi dan ilmu perpustakaan
ILMU-ILMU SOSIAL
130, 150 Ilmu Jiwa C Sejarah dan ilmu Penggiring 300 Ilmu Sosial D Sejarah Umum dan Kuno 900 Sejarah, Geografi H Ilmu Sosial Biografi J Ilmu Politik K Hukum L Pendidikan
93
SAINS DAN ENGINERING
500 Ilmu Eksakta R Kedokteran
600- 625 Teknologi, Kedokteran T Teknologi
Enginering Q Sains
640 home ekonomik U Ilmu Militer
660 Teknologi Kimia V Ilmu Laut/Samudra
BISNIS DAN INDUSTRI
a. Pelayanan yang bersifat terbuka-(open-access), yaitu system
poelayan dimana setiap pemakai perpustakaan dapat masuk
630 Pertanian S Pertanian, Industri Perkebunan dan Peternakan
650 Bisnis
670 Pabrik
680 Pertukangan HE Transportasi dan komunikasi
690 Bangunan HG Keuangan
4. Personalia Perpustakaan
Personil perpustakaan terdiri dari: (a) Kepala perpustakaan, dan
(b) Pegawai /petugas perpustakaan. Jumlah pegawai/petugas
perpustakaan didasarkan pada banyaknya pekerjaan yang harus
ditangani. Bidang teknis perpustakaan memerlukan keahlian khusus.,
Oleh karena itu pegawai di bidang ini sebaiknya yang sudah pernah
mendapat pendidikan/latihan perpustakaan.
5. Pelayanan Perpustakaan Sekolah
Sistem pelayanan yang dapat dipergunakan di perpustakaan
sekolah ada 2 bentuk, yakni:
94
bebas ke tempat penyimpanan buku, memilih langsung dan
mengambilnya sendiri sewaktu akan dibaca atau dipinjam.
b. Pelayanan yang bersifat tertutup (closed-access), yaitu
system pelayanan dimana setiap pemakai tidak boleh masuk
ke ruang buku, sedang untuk memilih buku untuk
dipinjam/dibaca harus menggunakan daftar buku (katalog)
yang disediakan dan dilayani oleh petugas.
Kedua sistem pelayanan tersebut memiliki kelemahan dan
kelebihan masing-masing. Namun untuk keutuhan dan keteraturan
koleksi buku, sistem tertutup lebih baik. Sedangkan untuk pendidikan
pemakai perpustakaan, sistem terbuka lebih baik. Karena
perpustakaan sekolah bertujuan untuk pendidikan, maka sistem yang
digunakan sebaik-baiknya sistem pelayanan terbuka (open -access).
Adapun jenis pelayanan yang ada diperpustakan adalah
pelayanan teknis dan pelayanan informasi. Pelayanan teknis
merupakan pelayanan perpustakaan yang meliputi: pengadaan,
pengolahan, pencatatan, pengkatalogan, pelabelan, dan penjajaran
atau pemajangan bahan pustaka. Sedangkan pelayanan informasi
meliputi: pelayanan sirkulasi, referensi, minat baca, audio visual, dan
internet.
Pada bahasan berikut ini akan dipaparkan layanan sirkulasi dan
layanan referensi.
a. Pelayanan sirkulasi
Pelayanan sirkulasi adalah pelayanan yang bekenaan dengan
peminjaman dan pengembalian buku koleksi perpustakaan.
Kesibukan layanan sirkulasi ini dapat dipakai sebagai ukuran untuk
95
mengukur kegiatan suatu perputakaan. Tugas pokok pelayanan
sirkulasi inni adalah:
1. melayani dan menyelesaiakan administrasi peminjaman dan
pengembalian buku;
2. membuat tata tertib serta pengumuman tentang hal yang
berkenaan dengan tata tertib pemakain ruang baca,
peminjaman dan pengembaliann buku;
Ada beberapa bentuk peminjaman yang dapat dilakukan dalam
rangka layanan sirkulasi:
1. Sistem daftar (ledger-system)
Yaitu dengan memakai buku bergaris dan dibuatkan kolom
untuk mencatat tanggal peminjaman, nama peminjam, dan
identitas lainnya. Cara ini paling sederhana dan sudah kuno.
2. Sistm bon (book-system)
Yaitu blangko peminjaman yang ditulis sendiri oleh peminjam
dengan memakai karbon dan dapat disimpan sesuai dengan
keperlua. Pekerjaan ini terlalu lama dan kurang praktis.
3. Sistem kartu
Sistem ini paling praktis namun mahal
b. Pelayanan reference
Reference berasal dari kata “to refer” yang berarti “menunjuk
kepada”. Biasanya koleksi reference ini memiliki tempat penyimpan
sendiri yang disebut ruang reference. Buku-buku reference ini sifatnya
memberi petunjuk, sehingga harus selalu tersedia di perpustakaan
supaya dapat dipakai setiap saat. Oleh karena itu buku reference
tidak boleh dipinjam untuk dibawa pulang. Bagi peminjam yang
memerlukan harus datang dan membacanya di ruang reference.
96
E. Implementasi layanan Perpustakaan pada Kegiatan Belajar
Mengajar di Sekolah
Kegiatan belajar mengajar mencakup usaha penataan dan
penggunaan sarana dan bahan/materi pelajaran pada sebelum,
sewaktu dan sesudah proses belajar mengajar itu berlangsung.
Konsep ini penting dikemukakan untuk tidak menimbulkan kerancuan
dengan pengertian 'proses belajar mengajar, dimana yang terakhir ini
memang hanya trjadi pada waktu jam-jam pelajaran efektif.
Secara umum, implementasi program perpustakaan terhadap
kegiatan belajar mengajar dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1)
Membantu menumbuhkan dan mengembangkan aktivitas anak, (2)
Menurunkan kadar ketergantungan siswa pada guru, dan (3) Efisiensi
dan efektifitas upaya pencapaian tujuan pengajaran
1. Membantu menumbuhkan dan mengembangkan aktivitas
anak.
Pertumbuhan dan perkembangan aktivitas anak dapat terjadi
jika anak merasa dapat mengikuti (secara phisik dan psikhis)
kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah itu.
Untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar terutama
untuk bidang studi yang sifatnya lebih banyak kognitif dan
afektif, maka perlu tersedianya suatu “resources” inilah (yang
bisa berupa bahan pustaka) anak dapat berlonba untuk selalu
siap mengikuti materi yang disampaikan. Media untuk dapat
selalu siap inilah yang dimaksudkan dengan tumbuh dan
berkembangnya aktivitas anak.
2. Menurunkan kadar ketergantungan siswa pada guru.
97
Perpustakaan yang lengkap koleksinya dan terkelola dengan
baik, bila dimanfaatkan secara optimal akan dapat membuat
siswa tidak terlalu tergantung kepada guru. Siswa akan
berpandangan bahwa guru bukan satu-satunya sumber
belajar. Pendekatan CBSA atau Student Active Learning
dalam kegiatan belajar mengajar menuntut siswa lebih aktif
mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri.
Disinilah letak peran perpustakaan sekolah sebagai resources
yang akhirnya dapat mengurangi ketergantungan siswa
kepada guru. Guru berperan sebagai fasilitator, walaupun
masih harus sebagai sumber utama.
3. Efisiensi dan efektifitas dalam upaya pencapaian tujuan
pengajaran
Tujuan pengajaran yang dirumuskan dengan baik dan benar,
selayaknya diupayakan pencapaiannya secara maksimal.
Pemaksimalan pencapain tujuan pengajaran tersebut dapat
dilakukan antara lain dengan menyediakan pelayanan
perpustakaan yang memadai. Di perpustakaan sekolah siswa
dapat melengkapi pemahamannya terhadap materi yang
disampaikan guru sehingga tujuan pengajaran menjadi relatif
lebih mudah untuk dicapai siswa.
Sedangkan Ruth Arn Davies dalam “The Shchool Library
Media Program” (seperti yang disadur oleh Zainuddin NRL.)
menguraikan penggunaan perpustakaan dalam kegiatan
belajar mengajar sebagai berikut.
98
1. Penggunaan perpustakaan dalam pengajaran ilmu sosial
National Council for the Social di America di dalam garis besar
program pengajaran sosial memberikan perhatianya kepada satu dari
sembilan bidang utama kepada standar yang mengatakan bahwa
strategipengajaran dan kegiatan belajar mengajar haruslah bersandar
kepada sejumlah besar sumber-sumber belajar. Rasional yang
diberikan oleh NCSS tersebut, untuk penggunaan sumber-sumber
belajar antara lain sebagai berikut:
a. belajar dalam ilmu sosial membutuhkan sumber yang banyak;
b. penggunaan satu texbook tidak memadai;
c. untuk mencapai tujuan yang mewakili semua komponen
pendidikan studi sosial tergantung kepada lebih banyaknya
informasi, sudut pandangan, dan kecocokan yang lebih untuk
tiap murid secara individual;
d. media cetak harus tersedia untuk kemampuan membaca yang
berbeda dan kebutuhan yang berbeda akan materi yang
konkrit dan abstrak;
e. pelajar harus memiliki buku, majalah, referensi dasar, studi
kasus, grafik, tabel, peta, artikel, dan bahan-bahan bacaan
yang sesuai untuk mata pelajaran yang sedang dipelajari;
Dari rasional di atas, jelas betapa pentingnya bagi guru ilmu sosial
untuk merencanakan bersama ahli perpustakaan/media untuk
mengintegrasikan yang sistematis sumber-sumber
perpustakaan/media dan layanan pusat perpustakaan /media dalam
rangka suatu program pengajaran menyeluruh.
99
2. Penggunaan perpustakaan dalam pengajaran bahasa
Dalam pengajaran bahasa, misalnya bahasa Inggris,
tanggungjawab ahli perpustakaan/media merupakan tanggungjawab
yang paling besar untuk menunjang program membaca. Untuk
memungkinkan pengembangan yang optimum, baik yang informal
maupun yang rekreasional, prpgram membaca merupakan masalah
yang selalu ada dan tantangan yang berkelanjutan. Perlu disadari
bahwa mata ajaran lebih penting dari mata ajaran lainya; tetapi
pelajaran membaca adalah yang terpenting. Membaca adalah alat
dasar untuk pendidikan mandiri dan pembaharuan intelektual. Orang
yang tidak belajar membaca dan menulis secara efektif tidak saja
mempunyai kekurangan di`dalam alat dasar untuk belajar lebih lanjut;
mereka juga sering tenggelam dalam arus proses pendidikan.
Florence Cleary (dalam Kusmintardjo, 1992) berkeyakinan bahwa
pusat perpustakaan/media harus berpartisipasi aktif dalam program
membaca di sekolah dan keyakinannya di dasarkan pada asumsi:
a. membaca dapat merupakan faktor yang kuat dalam
pengembangan ilmu, pengertian, apresiasi, nilai, dan
keyakinan yang dibutuhkan oleh tiap individu dalam
memecahkan masalah pribadi dan berhubungan secara
efektif dengan orang lain;
b. ketrampilan dasar membaca perlu mendapat latihan
ketrampilan lanjutan seperti membaca sepintas, membuat out
line, membuat catatan, dan membuat laporan. Semuanya ini
esensial dalam mengumpulkan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan. Ketrampilan ini tidak dapat diperoleh secara
kebetulan namun harus diajarkan;
100
c. walaupun anak telah pandai membaca dan bahan bacaan
tersedia, tidak ada jaminan bahwa minat baca anak-anak
akan berkembang dengan sendirinya. Para pimpinan
pendidikan, pustakawan, dan guru harus meneruskan
usahanya untuk menyediakan bahan bacaan yang sesuai
dengan kebutuhan dan minat murid. Hanya apabila
pustakawam dan guru membangun situasi belajar yang benar
dalam bimbingan membaca barulah para murid belajar
menyenangi membaca dan mengembangkan ketrampilan
membaca agar bisa membaca sepanjang hayat.
3. Penggunaan perpustakaan dalam pengajaran sains
Jika siswa diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah
ilmiah, teknologi, dan sosial pada masa yang akan datang dan tidak
tenggelam dalam tugasnya sehari-hari, merka harus mempunyai
dasar yang menyeluruh dalam keajaiban dari dunia alami dimana
mereka hidup. Pada tangan merekalah terletak harapan untuk
membuat sains dan masyarakat, kebudayaan dan alam menjadi
seimbang dan harmonis. Pada hakekatnya anak-anak inilah yang
merupakan masa depan itu.
Ahli perpustakaan/media mempunyai peran mendidik yang
signifikan dalam membaca yang membawa kedalam, keluasan dan
relevansi kepada kurikulum sains. Membatasi pendidikan sains
kepada penggunaan sebuah buku teks saja merupakan strategi kuno.
National Science Teacher Assosiation di Amerika mengkombinasikan
pendekatan multi media sebagai alat untuk menjadikan belajar sains
lebih sesuai dengan kehidupan nyata. Tanpa bantuan logistik dari ahli
perpustakaan/media, guru kelas atau guru bidang studi tidak cukup
101
waktu untuk mencari media yang berjumlah banyak dan bervariasi
yang diperlukan dalam program sains modern. Malah dengan kita
membeli multi media di pasaran bukanlah merupakan jawaban,
karena program pengajaran yang bermutu tinggi mencerminkan
pengalaman belajar yang orisinil disusun guru dan disesuaikan
dengan kebutuhan muridnya sendiri., dan ini membutuhkan media
pengajaran yang tidak terpenuhi olek kita yang bagaimanapun
hebatnya. Program semacam ini akan memberikan lingkungan yang
kaya akan sumber-sumber yang akan menggairahkan anak dan
menjamin rasa ingin tahu mereka dan memberikan kesempatan
kepada pelajar untuk merenung, menjelajah, mempertanyakan,
menemukan jawaban, membentuk generalisasi dan mencipta.
F. Kepala Sekolah dan Layanan Perpustakaan Sekolah
Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan hendaknya
mengetahui bagaimana mengelola perpustakaan sekolah yang
memenuhi standart, agar perpustakaan dapat dimanfaatkan secara
optimal. Adalah menjadi tanggung jawab kepala sekolah untuk
mengambil kepemimpinan di dalam mengembangkan perpustakaan
sekolah yang memenuhi standar. Maka dari itu kepala sekolah
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. perpustakaan sekolah sebaiknya berada dibawah “direction”
seseorang/staf sekolah yang terlatih dan terdidik dengan baik
dalam bidang perpustakaan;
2. perpustakaan sekolah harus memiliki sejumlah
buku “reference” yang cukup (termasuk ensiklopedia, atlas,
kamus dan sejenisnya), sejumlah buku dari semua mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah (yang patut digunakan
102
sebagai bacaan pelengkap siswa) dan bahan-bahan umum
yang terseleksi sesuai dengan minat dan kebutuhan tersebut;
3. memakai suatu sistem klasifikasi tertentu yang memadai,
dimana koleksi (buku) diklasifikasi, di label, dan di “shelving”
berdasarkan sistem tersebut;
4. adanya perlengkapan yang memadai dalam bentuk ruangan,
peralatan dan bahan-bahan untuk mereparasi, disampinng itu
juga “jalan masuk “accessioning”;
5. melengkapi dan mengejakan suatu “record system” yang
meliputi catatan peminjaman dan pengembalian, catatan-
catatan buku yang hilanng, rusak atau dibuang.
6. melengkapi dengan sejumlah fasilitas untuk membeli buku-
buku termasuk publikasi dan informasi lain tentang buku-buku
yang baru diterbitkan;
7. adanya perlengkapan bagi siswa, termasuk jadwal yang
lengkap.
Untuk mengelola perpuskaan sekolah, kepala sekolah perlu
jugamemahami bidang-bidang yang berkaitan dengan perpustakaan.
Bidang-bidang tersebut meliputi: bidang “personnel”, “service”, “using
dan user” (seperti yang dikemukakan oleh Rusina Syahrial dalam
Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah).
1. Bidang “personnel”
Kesuksesan perpustakaan sekolah sebagai sarana penunjang
pendidikan dan pengajaran di sekolah sangat tergantung pada
kualifikasi personil perpustakaan itu sendiri. Mengingat hal tersebut,
seorang, seorang kepala sekolah hendaknya menaruh perhatian pada
personalia dan pengelolaannya, yakni:
103
a. memilih pemimpin atau kepala perpustakaan yang tidak
hanya sebagai seorang pembagi buku (dispenser of books),
namun lebih dari itu adalah seorang pemimpin perpustakaan,
organisator, guru, administrator, dan seorang personnel-
worker;. Disamping itu ia tidak hanya sebagai seorang
“librarian” yang terlatih dan terdidik dalam bidang
perpustakaan, namun juga harus mengerti dan memahami
bagaimana memberi stimulasi kepada siswa dan guru untuk
memanfaatkan pemakaian perpustakaan secara maksimal;
b. menggembangkan perwakilan perpustakaan siswa di dalam
organisasi peerintahan siswa (OSIS) dan mengadakan
pemilihan komite perpustakaan siswa.
2. Bidang “service”
Perpustakaan harus dilihat sebagai bagian yang terintegrasi
dalam program pendidikan di sekolah. Berkenaan dengan itu, maka
tugas kepala sekolah dalam bidang “service” akan terlaksana dengan
baik apabiola mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
a. mengenal, memahami dan mengembangkan peranan
perpustakaan dalam rangka mengembangkan program
pengajaran;
b. mengenal masyarakat, negara, dam lembaga perpustakaan
nasional;
c. menyediakan secara memadai dan menarik, ruang/gedung
dan perlengkapan perpustakaan;
d. menyusun jadwal agar pelayanan perpustakaan agar
pelayanan lebih efektif;
104
e. membantu pimpinan perpustakaan sekolah dalam
mengembagkan policy, penyusun staf, dan disiplin dalam
perpustakaan.
f. Kepala sekolah memiliki tanggung jawab untuk menstimulasi
dan membimbing stafnya bekerja sama dengan pimpinan,
serta membentuk 'library-committes” untuk memilih dan
memesan buku-buku baru bagi perpustakaan memutuskan
bahan-bahan koleksi mana yang boleh “dicabut” dari
perpustakaan untuk keperluan pengajaran di kelas, serta
membantu mengembangkan peraturan/tata tertib serta
penjadwalan;
g. Menyediakan biaya secara memadai berdasarkan anggaran
tahunan, juga dengan perencanaan yang dapat dikerjakan
(aplicable)
3. Bidang “using dan user”
Penanganan bidang ini perlu mendapatkan perhatian, sebab
penggunaan (using) perpustakaan sekolah terutama ditujukan kepada
“user” (siswa). Perlu petunjuk tentanng penggunaan buku, bagaimana
cara mencari buku yang dibutuhkan, penggunaan buku katalog,
penggunaan buku reference, serta pembuatan bibliografi dan
penempatan catatan.
Dalam hubungannya dengan penggunaan perpustakan sekolah
hendaknya:
a. kepala sekolah meluangkan waktu untuk perpustakaan untuk
mengadakan observasi terhadap kemampuan siswa
menggunakan bahan-bahan pustaka dan ruang lingkup
penggunaanya;
105
b. kepala sekolah mengharapkan kepada seluruh staf sekolah
untuk selalu mengetahui perpustakaan dan bagaimana
menggunakan bahan-bahan pustaka untuk kegiatan belajar
mengajarnya;
c. kepala sekolah selalu mengadakan bimbingan bacaan di
dalam memajukan bacaan siswa dan mengadakan “cheking”
dengan pimpinan perpustakaan.
d. kepala sekolah berusaha mengembangkan penggunaan
perpustakaan sekolah dengan melaksanakan supervisi
pengajaran terhadap guru-guru.
Kegiatan akhir dari pengelolaan perpustakaan adalah kegiatan
evaluasi perpustakaan sekolah. Evaluasi perpustakaan harus
didasarkan pada kriteria yang berkaitan dengan staf perpustakaan,
penggunaan perpustakaan oleh murid, administrasi dan organisasi
perpustakaan, pemilihan materi perpustakaan, dan karakteristik
khusus dari layanan materi perpustakaan, sekolah.
106
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia. Englewowod Cliffs, New York: Prentice Hall, Inc.
Brogan, G.E and Jeanne, T.Buck. 1997. Using Libraries Effectively. California: Dickenson.
Devies, R A.1989. The School Library Media Program. New York: R R Browker.
Good, C.V. 1969. Dictionary of Education. New York: McGraw Hill Book Company.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Hoy, W. K and Miskel, C.G. 2005. Educational Administration: Theory, Research, and Practice. New York: The McGraw Hill Companies.
Jones, J. 1989. Secondary School Administration. New York: McGraw Hill Book Company.
Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah. Jilid 2. Malang: Proyek OPF IKIP Malang.
Lasa Hs. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Platt, P. 1972. Libraries in Colleges of Education. London: The Library Association.
Stoop, E. et al. 1981. Hand Book of Educational Administration: Guide for the Practionare. New York: Allyn and Bacon.
107
BAB V MANAJEMEN ASRAMA SEKOLAH
A. Pendahuluan
Kompetensi professional yang dimiliki peserta didik selain
mengandung ranah pengetahuan dan ketrampilan, juga harus
menngandung ranah sikap. Untuk itu, pembentukannya tidak cukup
hanya melalui proses pembelajaran di kelas, namun dibutuhkan suatu
kondisi atau lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk
dapat mengenal, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai yang terkait
dengan kompetensi profesional yang hendak dibentuk.
Salah satu lingkungan yang memungkinkan terbentuknya sikap
profesional peserta didik adalah asrama sekolah. Di asrama sekolah,
peserta didik akan dikenalkan dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-
nilai luhur terkait dengan profesi yang hendak dibentuk. Melalui
peraturan-peraturan yang disusun dan dilaksanakan oleh dan untuk
mereka sendiri serta di bawah bimbingan para pengasuh, mereka
akan mengenal, menghayati, dan pada akhirnya mengamalkan nilai-
nilai tersebut kelak kalau sudah terjun di masyarakat.
Mengingat betapa pentingnya peranan asrama sekolah terutama
dalam pembentukan sikap bagi peserta didik, maka asrama sekolah
perlu direncanakan, diorganisasikan serta dievaluasi secara terus
menerus dengan melibatkan personil-personil sekolah di bawak
koordinasi kepala sekolah.
B. Pengertian Asrama Sekolah (Boarding-School)
Alfin Toffler (dalam Kusmintardjo, 1993) memberikan batasan
asrama sekolah (school-house) sebagai berikut: The school house
108
that is only place where children are thaught during the day fulfills its
primary function only this much”. Asrama adalah suatu tempat tinggal
bagi anak-anak dimana merka diberi pengajaran atau bersekolah.
Sedangkan Good (1959) dalam “Dictionary of Education”
memberikan batasan asrama sekolah (boarding-school) sebagai
berkut:
Boarding–school is in educational institution at the primary or
secondary level in which pupils are recidence while enrolled in as
instruction program, as apposed to a school to which pipils comute
froms their homes, inchedes school which offer reguler and or special
educational curricula
(asrama sekolah merupakan lembaga pendidikan baik tingkat dasar
ataupun tingkat menegah yang menjadi tempat bagi para siswa untuk
dapat bertempat tinggal selama mengikuti program pengajaran).
Dengan demikian asrama sekolah dapat diartikan sebagai suatu
tempat di mana para siswa bertempat tinggal dalam jangka waktu
yang relatif tetap bersama dengan guru sebagai pengasuhnya yang
memberikan bantuan kepada para siswa dalam proses
pengembangan pribadinya melalui proses penghayatan dan
pengembangan nilai budaya. Pengembangan pribadi disini
disesuaikan dengan bidang atau profesi yang sedang ditempuh di
skolah yang bersangkutan.
C. Perkembangan Asrama dalam Sejarah Pendidikan
JF. Tahalele (dalam Kusmintardjo, 1992) menggambarkan
perkembangan asrama dalam sejarah pendidikan sebagai berikut.
1. Dalam zaman mesin purba, kasta yang sangat berkuasa ialah
kasta pendeta. Pusat-pusat pendidikan calon-calon pendeta
109
disebut sekolah kuil dan merupakan pusat kuliah yang diatur.
Seluruh organisasi kuil disebut kesatuan rumah sejati. Di
samping sekolah kuil ada juga asrama bagi para pengajar, di
mana penghuni asrama sebagian besar terdiri dari pendeta-
pendeta. Ada juga asrama bagi para pelajarnya.
2. Pada zaman pendidikan India Purba, pendidikan agama
dinomorsatukan. Yang menyelenggarakan pendidikan ialah
kasta Brahmana. Murid-murid berdiam serumah dengan
gurunya. Guru dan istrinya dianggap sebagai orang tuanya
sendiri. Sistem ini disebut sistem guru kulo atau pendidikan
asrama. Sistem guru kulo ini, sekarang banyak juga dikuti. Ini
disebabkan karena pengaruh Rabindranath Tagore, seorang
tokoh pendidikan dan ahli filsafat di India yang terkenal (1861-
1941). Menurut Tagore, pendidikan yang sejati adalah
pendidikan asrama. Ia menekankan pada penanaman
perasaan keagamaan pada umumnya. Oleh karena itu
mereka berdiam bersama dalam suatu asrama. Di dalam
asrama ini ada hubungan yang erat antara guru dan murid,
karena mereka bediam bersama, berusaha bersama, sebagai
anak-anak dan orang tua dalam suatu keluarga.
3. Dalam perkembangan “Indonesische Nederlandse School”
(yang kemudian berganti nama menjadi “Institut Nasional
Syafe’i) di Kayutanam, Moh. Syafe’i juga membangun asrama
yag cukup besar untk menampung 300 murid, ruang makan,
dapur, restoran , lanpangan tenis, taman bacaan, tempat
bersenam dan lain-lain. Bagaimana Moh. Syafe’i memperoleh
biaya untuk membiayai semua usaha itu?. Semboyan yang
digunakan Moh. Syafe’i adalah carilah dan usahalah sendiri,
110
misalnya dengan mengadakan sandiwara, mengadakan
pertandingan sepak bola, dan mengadakan bazaar.
4. Ki Hajar Dewantaro dengan sistem amongnya dalam
pelaksanaan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa,
menganjurkan supaya segala sesuatu harus didasarkan
kekuatan sendiri. Itulah sistem hidup atas kakinya. Berkenaan
dengan sistem among, maka diadakan pondok asrama.
Wujudnya sebuah gedung, untuk beguru, dan bertempat
tinggal guru dan siswa. Pondok mengingatkan pada
pendidikan agama Islam, dan perkataan asrama kepada
pendidikan agama Hindu. Kedua perkataan ini dipergunakan
bersama-sama untuk menjelaskan bahwa pendidikan yang
didasarkan atas suatu agama tertentu, sebagaimana
dikehendaki juga oleh R. Tagore.
5. Di pondok asrama, guru dan siswa berdiam bersama sebagai
suatu keluarga besar sesuai dengan sifat perguruan bangsa
Indonesia pada jaman dulu, di mana guru dan murid selalu
berdekatan, bersama-sama mengatur rumah, memelihara
kebun, memajukan hidup keluarga,. Yang ditampung dalam
pondok asrama adalah murid-murid yang rumahnya jauh dari
tempat sekolah atau yang memang membutuhkannya.
Pertemuan guru, murid dan orang tua diadakan pada waktu
tertentu dengan bermacam-macam pertunjukan dan ceramah.
Sesuai dengan keadaan dalam keluarga, maka murid ikut
mengatur sekolah, menjaga kebersihan pondok asrama dan
halamannya, merawat yang sakit, mengatur perpustakaan,
dan sebagainya.
111
6. Pondok Modern Gontor (Ponorogo) diselenggarakan dengan
menggunakan cara-cara mendidik dan belajar menurut sistem
modern. Semua pelajar berdiam di asrama gedung sekolah
(yang dilengkapi dengan aula besar dengan kepentingan
pertemuan para pelajar/santri). Prinsip “self government” juga
diterapkan di sini, di mana para pelajar mengorganisir sendiri
perkumpulan yang terdiri dari bagian-bagian seperti: olah
raga, kesenian, kesehatan, keagamaan, kepramukaan,
pelajaran, penerangan, dan sebagainya.
7. Dari uraian di atas, maka perkembangan asrama tidak bisa
terlepas dari penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Murid-
murid ditampung di asrama, dididik dalam suasana
kekeluargaan, yang berguna sekali bagi hidup mereka
selanjutnya di dalam masyarakat kemudian hari.
D. Hakekat dan Fungsi Kehidupan Asrama Sekolah
Penghuni asrama adalah individu-individu siswa yang berasal dari
latar belakang yang berbeda-beda, baik dari segi segi pendidikan
orang tua, status sosial ekonomi, dan adat istiadat. Oleh karena itu
perlu disusun etos kehidupan asrama yang mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut di atas.
Sahertian (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan tentang hakekat
dan fungsi asrama sekolah sebagai berikut.
1. Hakekat kehidupan asrama sekolah
Hakekat kehidupan asrama bukan sekedar pembentukan
kebiasaan (habits formation) dan kesan-kesan sensoris, namun suatu
112
proses pembentukan nilai. Dengan kata lain, hidup di asrama pada
hakekatnya adalah pembentukan nilai-nilai, yaitu:
• nilai keagamaan;
• nilai kebenaran;
• nilai kebersamaan (sosial);
• nilai keindahan;
• nilai ekonomis;
• nilai yuridis, dan sebagainya
Oleh karena itu, dalam kehidupan di asrama diperlukan adanya
saling menghargai, saling mengakui, saling menerima dan memberi,
dan saling mengembangkan diri sendiri.
2. Fungsi Kehidupan Asrama Sekolah
Sejalan dengan hakekat kehidupan asrama adalah pembentukan
nilai, maka fungsi kehidupan asrama harus mengandung hal-hal
sebagai berikut.
a. Kehidupan asrama sekolah harus dapat menciptakan
suasana “home”. Dalam hal ini, kultur kehidupan di asrama
harus berisi suasana”home” dalam pengertian sebagai
berikut:
1. lingkungan penuh kasih sayang, jauh dari suasana
perselisihan (a world striffe shut cut, a world of love shut
in).
2. tempat dimana yang kecil merasa dibesarkan dan yang
besar merasa kecil (the place where the small are great,
and the great are small)
113
3. tempat dimana kita tidak banyak menggerutu dan
diperlakuakan dengan sebaik-baiknya (the place where
we grumble most and treated the best)
4. tempat dimana kita makan tiga kali sehari sekenyang-
kenyangnya dan memuaskan diri seribu kali (the place
where stomach gets three squere meals a day and our
heart a thousands)
5. pusat pertumbuhan dwi tunggal antara peri kasih sayang
dan angan-agan pribadi (the centre of our affection round
which our heart best wishes twine)
b. Kehidupan asrama harus dapat mejadi laboraratorium
sosiologis, dimana hubungan-hubungan manusia merupakan
kunci utama. Artinya dalam kehidupan asrama di sekolah
harus diusahakan berbagai pengalam belajar (learning
activity) sebagai persiapan untuk hidup di masyarakat.
E. Tujuan Penyelenggaraan Asrama Sekolah
Selaras dengan hakekat dan fungsi kehidupan asrama sekolah,
maka secara umum tujuan diselenggarakannya asrama sekolah
adalah untuk menunjang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan
di sekolah. Sedangkan secara khusus tujuan penyelenggaraan
asrama adalah sebagai berikut:
1. memberikan bimbingan kepada siswa (penghuni asrama
sekolah) dan menanamkan rasa disiplin pada diri siswa;
2. membiasakan para siswa untuk mencintai belajar bersama-
sama dengan teman sebayanya;
3. membantu para siswa agar dapat menyesuaikan diri pada
kehidupan sosial dalam lingkungan sebaya;
114
4. membantu siswa dalam proses pengembangan pribadinya
melalui penghayatan dan pengembangan nilai-nilai
kekecerdasan dan ketrampilan;
5. membantu memberikan tempat penginapan bagi para siswa
yang rumahnya jauh dari sekolah.
F. Pengelolaan dan Penyelenggaraan Asrama Sekolah
Kehidupan dalam asrama biasanya selalu dibuat teratur serta
selalu mengikuti peraturan-peraturan yang dijunjung tinggi untuk
dipatuhi dan dijalankan secara tepat dengan penuh kesadaran oleh
para penghuninya. Oleh karena itu, kegiatan pengelolaan dan
penyelenggaraan asrama sekolah perlu mendapat perhatian yang
serius dari pihak yang terkait dengan keberadaan asrama sekolah.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola asrama
sekolah adalah sebagai berikut:
1. sesuai dengan tujuan menyelenggarakan asrama, maka perlu
diingat bahwa asrama bukanlah tempat pondokan atau
indekost, namun merupakan suatu hunian sekolompok
individu yang relatif sama, baik dalam usia, jenis kelamin
maupun profesi
2. ide-ide pengelolaan asrama sekolah tidak akan terlepas dari
lokasi, lingkungan dan situasi sekolah. Maksudnya, bahwa
ketiga hal tersebut sangat mempengaruhi cara mengelola
asrama sekolah;
3. dalam asrama sekolah hendaknya diciptakan suatu suasana
“home”, yaitu suatu situasi di mana para penghuni asrama
merasa berada di rumahnya sendiri sehingga mereka selalu
bersikap wajar dan merasa turut memiliki asrama tersebut;
115
4. asrama hendaknya memberikan pengaruh positif dalam
pembentukan dan penanaman sikap serta kebiasaan-
kebiasaan yang baik pada diri siswa;
5. asrama perlu menetapkan tata tertib dan disiplin yang disertai
usaha pengawasan untuk membantu pertumbuhan sikap yang
baik bagi para penghuninya
6. pengawasan di asrama hendaknya dilakukan secara
bersahabat dan kekeluargaan sehingga para penghuni tidak
merasa selalui diawasi.
Ada 2 (dua) aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
asrama sekolah, yaitu: aspek sarana (hard ware), dan aspek
pengelola asrama (soft ware).
1. Pengelolaan Sarana Fisik (hard ware)
Agar pengelolaan asrama sekolah dapat berjalan dengan lancar,
diperlukan fasilitas-fasilitas yang menunjang penyelenggaraan
asrama, misalnya: pengadaan sarana yang sangat diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar, bermain, makan, dan
sebagainya.
F. Patty (1983) menyebutkan beberapa fasilitas yang harus
dimiliki asrama sekolah sebagai berikut:
a. memiliki kamar tidur yang cukup luas, yang dapat
menampung semua penghuni asrama beserta pengawas-
pengawasnya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
penghuni;
b. memiliki kamar pakaian yang dilengkapi almari pakaian serta
rak sepatu/sandal yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
penghuni, dan apabila tidak mungkin kedua kamar (kamar
116
tidur dan kamar pakaian) dipisahkan, maka kedua kamar
tersebut dapat disusun menjadi satu kamar dengan
pengaturan yang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi
masing-masing;
c. memiliki ruang makan yang dilengkapi dengan meja dan kursi
yang sesuai dengan jumlah penghuni yang menggunakannya;
d. memiliki kamar mandi dan WC yang memadai dengan jumlah
pemakai ( kira-kira 1/5 dari jumlah penghuni), serta dilengkapi
dengan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan;
e. memiliki kamar belajar yang cukup luas dan dapat
diselaraskan dengan kebutuhan belajar para penghuninya,
misalnya apabila asrama diadakan selokasi dengan sekolah,
maka kegiatan belajar dapat dilaksanakan atau menempati
kelas-kelas yang ada;
f. memiliki tempat mencuci pakaian yang memadai dengan
kebutuhan para penghuninya, serta dengan persediaan air
yang cukup dan alat-alat yang diperlukan;
g. memiliki halaman yang dapat dipergunakan untuk sekedar
rekreasi atau bersantai dikala istirahat sehabis menjalankan
kegiatan yang melelahkan;
h. memiliki lapangan olah raga dan atau bangsal olahraga, yang
juga dapat dipergunakan untuk latihan kesenian, senam, dan
kegiatan lainya yang memerlukan bangsal;
i. memiliki tempat ibadah, yang disesuaikan dengan kebutuhan
beribadah para penghuninya.
j. Memiliki ruang untuk menerima tanu;
k. Memiliki perpustakaan beserta ruang baca yang memadai;
117
l. Memiliki ruangan khusus untuk mereka yang sedang
menderita sakit untuk memudahkan pelayanan dan
memungkinkan penularan penyakit dapat dicegah.
Di samping penyediaan sarana dan fasilitas yang disebutkan di
atas, kiranya yang lebih perlu untuk diperhatikan adalah pengaturan
sarana serta lokal asrama. Di dalam upaya mengatur sarana dan
lokal-lokal tersebut, hendaknya pertimbangan lebih difokuskan pada
gagasan agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan di tempat-tempat itu
masing-masing dapat mencapai hasil yang maksimal. Jangan sampai
terjadi kegiatan-kegiatan yang satu dapat menghambat kemajuan
kegiatan lain yang juga sama pentingnya.
Ada beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan dalam
pengaturan sarana serta letak/lokasi ruangan asrama, yakni:
a. kamar mandi hendaknya selalu bersih, serta saluran air
buangan harus lancar dan terpelihara;
b. persediaan air cukup banyak, bersih dan lancar airnya;
c. letak WC sebaiknya terpisah dari kamar mandi, demi
penghematan waktu dan sebagainya;
d. WC harus tetap terpelihara bersih dan tidak berbau;
e. Tempat belajar tidak boleh menjadi satu dengan kamar tidur,
agar situasi yang berlawanan ini tidak saling mengganggu
pencapaian tujuan yang diinginkan. Pemisahan ini berarti
sekali untuk “conditioning” kebutuhan belajar.
f. Kamar belajar harus tenang, penerangan baik, sanitasi
menyenagkan dan tidak berbau. Karena itu hendaknya
terletak jauh dari kebisingan/lalu lintas jalan raya dan jauh
pula dari WC atau tempat pembuangan sampah;
118
g. Kamar makan hendaknya di atur sedemikian rupa agar meja
kursi dapat dipergunakan dengan bebas leluasa;
h. Persediaan makanan ditaruh berdekatan dengan meja makan
sehingga mempermudah layanan makanan;
i. Letak tempat tidur harus diatur sebaik mungkin, agar tampak
rapi dan memudahkan untuk dibersihkan;
j. Jumlah alat-alat yang bersifat individual, misalnya: almari,
tempat tidur, dan sejenisnya, hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan;
k. Akhirnya perlu dicamkan, bahwa semua fasilitas itu menuntut
pengawasan yang kontinyu dan serius agar semua pelayanan
dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan pokok
penyelenggaraan sekolah yaitu menyediakan tenaga lulusan
sekolah yang bermutu.
Di samping segala fasilitas dan kelonggaran yang diberikan oleh
asrama seperti yang disebutkan di atas, maka kehidupan asrama
sekolah seyogyanya memperhatikan pula hal-hal sebagai berikut:
a. memberikan kesempatan untuk mengembangkan bakat-
bakat, seperti bakat kesenian dan bakat-bakat di bidang lain,
dari penghuni asrama sekolah;
b. memberikan kesempatan yang cukup untuk mengerjakan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut
oleh para penghuni asrama;
c. memberikan kesempatan kepada para penghuni asrama
untuk bergaul dengan masyarakat atau
organisasi/perkumpulan di luar, sehingga mereka tidak
canggun-canggung dalam pergaulan, misalnya melalui
119
pertandingan persahatan dalam bidang olah raga, dan
sebagainya.
2. Aspek Pengelola Asrama (soft-ware)
Yang dimaksud pengelola asrama adalah pengurus asrama dan
pelaksana asrama sekolah. Pengurus asrama dapat berjumlah 5
sampai 7 orang, yang terdiri atas guru dan anggota Dharma Wanita
sekolah yang bersangkutan serta diketuai oleh wakil kepala sekolah
(urusan kesiswaan). Masa kerja pengurus asrama dapat 3 - 5 tahun,
dan setelah itu perlu ada pilihan lagi. Untuk itu, sebaiknya
kepengurusan asrama sekolah diatur dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD ART) yang ditetapkan oleh sekolah.
Karena pengurus asrama ini merupakan salah satu bagian dari sistem
sekolah, maka pengurus asrama dalam melaksanakan kegiatannya
bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah. Sedangkan
pelaksana asrama terdiri atas pegawai tetap sekolah yang berkantor
dan bertempat tinggal di asrama. Mereka dibantu oleh beberapa
pembantu pelaksana operasional yang bertugas dalam bidang
kebersihan dan keamanan.
Adapun tugas dari pengelola asrama sekolah adalah sebagai berikut:
a. membuat peraturan-peraturan penyelenggaraan asrama,
misalnya:
1) menentukan beberapa syarat dalam penerimaan (atau
pelepasan) para siswa untuk dapat diterima sebagai
penghuni asrama sekolah;
2) menentukan biaya yang minimum (tidak komersial) dalam
arti bahwa penentuan tarif biaya disini adalah untuk
120
mendidik para penghuni asrama agar dapat bertanggung
jawab, mandiri dan mengahargai diri;
3) menentukan waktu pembayaran sewa, misalnya ditarik
stiap satu semester sekali atau setiap bulan;
4) mengatur atau memberi sanksi kepada penghuni asrama
yang melanggar peraturan.
5) menyusun rencana anggaran belanja untuk pengelolaan
pertahun, misalnya:
a) menentukan besarnya biaya untuk pemeliharaan
gedung, termasuk pengecatan dan perbaikan
kerusakan-kerusakan ringan;
b) menentukan besarnya biaya untuk menjaga
kebersihan gedung da halaman asrama sekolah
termasuk peralatannya;
6) membuat peraturan yang berkaitan dengan keamanan
asrama sekolah, misalnya:
a) kunci kamar harus disimpan di kantor asrama, apabila
penghuni hendak pergi ke sekolah atau bepergian
untuk suatu keperluan, dan sebaiknya di kantor
asrama disediakan tempat kunci tersendiri yang
masing-masing kunci diberi kode monor kunci;
b) masing-masing para penghuni asrama sekolah harus
memiliki gembok/kunci almari sendiri dan anak kunci
di bawa sndiri-sendiri oleh penghuni asrama;
c) membuata jadwal piket jaga asrama sekolah secara
bergiliran selama 24 jam, dimana masing-masing 6
jam;
121
7) menyusun peraturan yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban petugas pelaksana termasuk pembantu-
pembantunya.
Selanjutnya pengurus asrama sekolah mengawasi pelaksanaan
peraturan-peraturan tersebut, dibantu oleh para penghuni asrama
sekolah. Bekenaan dengan organisasi pengurusan asrama sekolah,
F. Patty (1983) memberikan alternatif sebagaimana uraian berikut ini.
G. Organisasi Pengurusan Asrama
Penyelenggaraan asrama merupakan usaha yang kompleks,
sehingga karenannya memerlukan pengelolaan yang serius. Agar
pengelolaan asrama dapat bejalan seperti yang diharapkan serta
mewujudkan cita-cita pengadaan asrama, maka diperlukan pelaksana
yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk maksud itu perlu
dibentuk organisasi pengurusan asrama. Organisasi kepengurusan
asrama terdiri atas Ibu/ Bapak arsrama dan dibantu oleh beberapa
pengawas sebagai berikut.
a. Seorang Bapak/Ibu asrama, yang dibantu oleh beberapa
orang pengawas beserta regu-regu kerja dalam bidang-
bidang tertentu. Bapak/Ibu asrama berfungsi sebagai
pengawas umum, yaitu penanggung jawab atas seluruh
situasi dan penyelenggaraan asrama sebagai suatu kesatuan
yang intergral.
b. Pengawas, yang mempunyai fungsi membantu Bapak/ibu
asrama dalam menjalankan kebijaksanaan dan pengelola
asrama sekolah.
122
Pengawas-pengawas ini dibantu dan bekerja sama dengan regu-
regu kerja sesuai dengan bidang masing-masing. Oleh karena itu
akan terdapat beberapa pengawas dengan fungsi yang berbeda-
beda.
Di bawah ini disajikan macam-macam pengawas beserta fungsi
dan cara-cara pembentukannya.
1. Pengawas ruang belajar
Pada waktu belajar diperlukan beberapa pengawas sesuai
dengan adanya kelompok-kelompok yang ada atau disesuaikan
dengan banyaknya ruang belajar yang ada.
Tugasnya:
• mengawasi dan menjaga ketertiban pada waktu belajar,
karena pada waktu belajar penghuni tidak boleh berkeliaran;
• mengawasi dan menjaga ketenangan pada waktu belajar.
Setiap orang tidak boleh gaduh atau membuat kegaduhan
dengan bunyi-bunyi apapun;
• mengawasi dan menjaga agar jalannya waktu belajar tetap
merupakan situasi yang benar-benar menjamin hasl belajar
yang optimal;
• membantu apabila ada kesulitan belajar.
Pengawas dipilih dari mereka yang telah lama tinggal dalam
asrama atau penghuni yang kelas tertinggi. Pengawas dipilih oleh
para penghuni dan disyahkan oleh para Bapak/Ibu asrama.
2. Pengawas kamar tidur
Adanya pengawas tidur, apabila kamar tidur terpisah dari kamar-
kamar yang lain. Sering terjadi kamar tidur juga sebagai kamar
123
pakaian, sehingga pengawasnya cukup salah satu saja. Akan tetapi
apabila ruang-ruang tidur itu terdiri dari beberapa bilik, maka
pengawaspun dibutuhkan sebanyak bilik-bilik itu, sehingga setiap bilik
ada seorang pengawas.
Tugasnya:
• Menjaga kebersihan bilik/ruangan;
• menjaga ketertiban dan keteraturan perlengkaoan yang ada,
tempat tidur, kasur, bantal, dan sebagainya;
• menjaga ketenangan di waktu tidur. Semua penghuni wajib
menciptakan suasana tenang, tidak gaduh atau berisik;
• waktu tidur dapat berjalan tertib sesuai dengan jadwal waktu.
Pengawas dapat dipilih dari penghuni yang telah lama/lebih lama
menjadi penghuni asrama atau yang tertinggi kelasnya.
3. Pengawas di ruang makan
Kegiatan di ruang makan memerlukan juga seorang pengawas.
Pengawas-pengawas ini dibantu oleh tim atau satu regu kerja untuk
menjalankan tugas pada saat melayani makan. Baik pada waktu pagi,
makan siang, atau malam.
Tugas pengawas dan regu kerja adalah
• menyediakan makanan/minuman, membagi-bagi ke meja-
meja;
:
• mengemasi alat-alat dan sisa makanan;
• mengatur meja, kursi dan alasnya;
• membersihkan kamar makan;
• mencuci piring, sendok dan gelas;
• menyimpan sisa makanan;
• mengantar makanan /minuman jatah penghuni yang sakit
124
Pengawas dipilh dari penghuni yang lebih lama tinggal dalam
asrama atau yang tertinggi kelas regu kerja, yang tugasnya
membantu pengawas dipilih dari penghuni lainnya secara bergilir
dalam jangka waktu tertentu.
4. Pengawas kamar pakaian
Kamar pakaianpun harus tampak rapih dan bersih. Oleh karena
itu harus ada pengawas yang jumlanya disesuaikan dengan jumlah
bilik yang ada di kamar pakaian itu. Kalau kamar pakaian menjadi
satu lokal dengan kamar tidur, maka pngawasan dilakukan oleh salah
satu petugas pengawas kamar tidur atau pengawas kamar pakaian
saja.
Tugas pengawas kamar adalah
• menjaga bilik, agar tampak bersih dan rapi. Menegur apabila
ada penghuni yang berbuat kurang rapi/bersih dalam
pengaturan almari/barang-barangnya.
:
• Mengatur petugas secara bergilir untuk membersihkan bilik
serta mengawasi pelaksanaanya.
Pengawas dipilih dari kelas tertinggi, yang bertanggung jawab dan
berpengalaman dalam pengaturan.
5. Pengawas cucian pakaian
Di samping pengawas kamar pakaian, dibentuk pula seorang
pengawas cucian pakaian, yang perlu dibantu oleh satu regu kerja
yang cukup jumlahnya.
Tugas pengawas dan regu kerja ini adalah
• mencatat macam dan jumlah pakaian yang akan dicucikan
oleh setiap penghuni asrama;
:
125
• membawa pakaian kotor tersebut ke kamar pencucian untuk
dicuci oleh petugas;
• membagi-bagikan pakaian bersih, yang sudah dicuci dan
disetrika kepada pemiliknya dengan cara menaruh di meja
pembagian cucian setiap pemilik yang dicatat sebelumnya;
• mengawasi pengabilan pakaian, agar tidak terjadi
pelanggaran dan kekacauan, karena salah ambil atau sengaja
mengambil yang bukan miliknya;
• mengambilkan pakaian dan mengantarkan dan mengantarkan
kepada penghuni yang sedang sakit.
Pengawas dan regu kerja ini, dipilih dari para penghuni asrama
secara bergilir dalam jangka waktu tertentu, sedang pengawas dipilih
dari penghuni yang telah berpengalaman.
6. Pengawas kesehatan
Untuk menanggulangi anggota/penghuni yang menderita sakit
diperlukan petugas/pengawas kesehatan.
• membantu si penderita untuk pindah tempat tidur ke ruang
khusus untuk penghuni yang sakit;
Tugas pengawas kesehatan adalah:
• melaporkan kepada Bapak/Ibu asrama identitas penderita;
• mengantarkan makanan dan minuman (obat) untuk penderita
ke ruang sakit;
• memintakan obat atau mengantarkan obat;
• melaporkan perkembangan sipenderita itu kepada bapak/Ibu
asrama.
Pengawas kesehatan dipilih secara bergilir untuk jangka waktu
tertentu di antara para penghuni asrama.
126
7. Pengawas dan regu kerja bidang hiburan/rekreasi
Untuk mengisi waktu senggang di antara kegiatan belajar dan
atau kegiatan lainnya, diperlukan alat-alat hiburan ringan ataupun
buku-buku perpustakaan. Alat-alat itu misalnya: catur, dam, kartu alat
musik sederhana, tennis meja, dan sebagainya. Alat-alat dan buku
perpustakaan ini harus ada yang bertanggung jawab mengatur.,
menyimpan dan merawatnya, agar tetap dipakai, awet serta tidak
cepat rusak atau hilang. Untuk maksud ini dibentuk pengawas dan
regu kerja hiburan/rekreasi, dengan pembagian kerjanya sekali.
Tugas pengawas dan regu kerja adalah:
• menyiapkan dan menyerahkan alat-alat itu serta memberikan
pesan untuk bertanggung jawab akan keutuhan dan
kebersihannya;
• menerima kerja kembali alat-alat itu serta mengecek dengan
teliti julah dan hal-hal yang lain;
• menyiapkan dan mengatur kembali alat-alat tersebut pada
tempat semula;
• begitupun untuk peminjaman buku, majalah, surat kabar, atau
bacaa yang lain, kecuali buku-buu perpustakaan yang
mempunyai aturan tersendiri.
Pengawas dan regu kerja hiburan/rekreasi ini, dipilih untuk jangka
waktu saat semester atau jangka waktu tertentu.
H. Aspek Pembiayaan Asrama Sekolah
Untuk menyelenggarakan suatu asrama dipelukan biaya yan tidak
sedikit. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mencari dana bagi
pembiayan asrama ini. Erikut ini dikemukakan 4 (empat) alternative
127
kemungkinan yang boleh jadi dapt dipegunakan secaga cara untuk
mengatasi pembiayaan asrama yang dimaksud.
1. Seluruh beban anggaran pembelanjaan asrama
ditanggung/ditangani oleh pemerintah; artinya pemerintah
menanggung seluruh pembiayaan yang harus dikeluarkan
oleh asrama untuk kepentinan penghuninya. Jadi pembiayaan
100% ditanggung oleh pemerintah.
2. Pembiayaan seluruhnya ditanggung oleh penghuni asrama,
artinya seluruh biaya yang diperlukan untuk pembiayaan
kehidupan asrama dibayar oleh semua penghuni asrama
secara gotong royong. Pembiayaan 100% oleh penghuni
asrama.
3. Pembiayaan ditanggung oleh kedua belah pihal, yaitu oleh
pemerintah dan oleh penghuni; artinya para penghuni
dikenakan biaya tertentu dan disetorkan kepada pemerintah,
kemuadian pemerinah yang membiayai seluruh pembelanjaan
yang diperlukan/dikeluarkan oleh asrama. Pembiayaan 50%
oleh penghuni asrama dan 50% oleh pemerintah.
4. Pembiayaan dikeluarkan oleh pemerintah berupa sejumlah
uang sebagai ikatan dinas
kepada setiap penghuni asrama.
I. Aspek Tata Tertib Asrama
Untuk menjaga kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan
asrama, maka perlu adanya tata tertib. Di alam tata tertib itu
dicantumkan sejumlah kewajiban yang harus dilaksanakan dan juga
sejumlah larangan yang harus dihindari oleh semua penghuni
asrama. Tata tertib ini bersifat umum, artinya meliputi semua aspek
128
kegiatan dan situasi kehidupan asrama. Secara terperinci tata-tertib
asrama sekolah dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Kewajiban Penghuni Asrama
Semua penghuni asrama diwajibkan untuk:
a. mematuhi semua peraturan yang ada;
b. menjalankan kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam jadwal
waktu secara tertib;
c. melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan jadwal (saat
yang ditentukan) serta tempat yang telah ditentukan;
d. patuh dan tunduk kepada Bapak/Ibu asrama serta para
pengawas yang ditunjuk/dipilih;
e. menjaga kebersihan di semua tempat dengan cara
membuang sampah ke tempat yang telah disediakan;
f. ikut aktif menjaga ketenangan dan ketentraman, agar semua
kegiatan yang diprogramkan dapat berjalan semestinya, tertib
dan lancar;
g. menjaga nama baik korp dan menjunjung tinggi korp baik di
dalam maupun di luar asrama;
h. ikut menjaga keutuhan dan keawetan peralatan dan perkakas
milik asrama yang dipercayakan kepada penghuni masing-
masing;
i. bertanggung jawab atas keutuhan, kebersihan, ketertiban
tempat alat-alat yang;dipergunakan serta mengatur kembali
tempat dan alat-alat tersebut seperti semula;
j. berpakaian rapi dan sopan, baik di dalam maupun di luar
asrama;
129
k. melaporkan kejadian-kejadian yang membahayakan
keamanan/keselamatan bersama penghuni asrama.
2. Larangan bagi penghuni asrama
Setiap penghuni asrama dikenakan larangan-larangan sebagai
berikut:
a. tidak boleh bebuat sekehendaknya sendiri dimanapun ia
berada;
b. tidak boleh meninggalkan asrama tanpa melapor kepada
bapak/Ibu asrama atau pengawas;
c. tidak boleh absent dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan
tanpa seijin Bapak/Ibu asrama;
d. tidak boleh membuat gaduh atau menganggu ketenagan dan
ketentraman pada saat keiatan sedang berjalan;
e. tidak boleh menerima tamu di luar jam berkunjung
3. Peraturan dan Tata Tertib khusus
Selain tata tertib yang disebutkan di atas, terdapat pula tata-tertib
yang bersifat khusus yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Di ruang belajar
Di ruang belajar setiap penghuni asrama dituntut untuk:
- harus menjaga ketenangan ruangan;
- belajar pada tempat yang telah ditentukan;
b. Di ruang pakaian
Di ruang pakaian setiap penghuni dituntut untuk:
- menjaga kebersihan ruangan;
130
- menjaga ketertiban ruangan;
- mengatur isi almari, menyusun pakaian dengan rapi,
mengatur sandal/sepatu pada tempatnya secara tertib.
c. Diruang makan
Di ruang makan setiap penghuni dituntut untuk;
- menjaga ketertiban dan kesopanan dalam makan;
- duduk di tempat masing-masing;
- menggunakan alat-alat makan di meja makan secra tetib dan
sopan;
- mengatur kembali kursi tanpa bersuara;
- tidak boleh bergurau pada saat makan;
- waktu makan harus berpakaian rapid an sopan.
d. Di kamar tidur
Di ruang kamar tidur setiap penghuni dituntut untuk:
- masuk dan kelua kamar tidur harus tetap tenang dan tidak
gaduh;
- pergi tidur tepat pada waktunya, sesuai dengan jadwal tidur;
- dilarang meninggalkan kamar tidur sebelum usai waktu tidur.
e. Di kamar mandi
Di kamar mandi setiap penghuni dituntut untuk:
- menunggu ketertiban di kamar mandi dan antri menunggu
giliran secara tertib.
- diwaktu mandi harus hemat air dan waktu;
- berlaku sopan dalam tindak dan berpakaian;
- menjaga kebersihan bak mandi dan ruangan;
131
- dilarang mencuci apapun di kamar mandi.
f. Di halaman atau di luar asrama
- harus berpakaian rapid an sopan;
- menjaga keindahan, kerapihan tanaman di halaman asrama;
- menjunjung tinggi dan membela korp.
J. Pengalaman Belajar yang Perlu Dikembangkan di Asrama
Sahertian (dalam Kusmintardjo, 1993) mengemukakan bahwa
dalam menyusun pengalaman belajar bagi kehidupan di asrama,
perlu adanya ‘standart-performance” yakni jenis criteria yang
bersumber dari wawasan (filosofis) kita tentang makna kehidupan.
Standart-performance” tersebut adalah sebagai berikut:
1. bahwa subyek didik adalah merupakan pelaku aktif yang
harus selau mengusahakan keselarasan, keseimbangan dan
keserasian dalam hubungan dengan dirinya dan
lingkungannya;
2. bahwa ada kemingkinan untuk berbuat baik, karena setiap
orang mempunyai kata hati (conscience)
3. bahwa perlu membina manusia manusia agae mereka
mampu berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri;
4. bahwa perlu hidup ini berada dalam konteks
kebersamaan dalam keperbedaan.
Dari standart tersebut, maka dapatlah disusun sejumlah
pengalaman belajar yang dapat ditranformasikan dan diaktualisasikan
dalam suatu pembinaan hidup di asrama sekolah. Selanjutnya juga
disarankan sejumlah pengalaman belajar yang perlu dikembangkan
dalam kehidupan di asrama sebagai berikut.
132
1. Pembinaan disiplin dan tanggung jawab
Yang perlu dikembangkan adalah disipli yang timbul dari diri
sendiri (self-dicipline). Program ini harus menyatu dengan afeksi
subyek didik supaya disiplin dapat menyatu dengan diri.
Kehidupan disiplin dapat disusun berdasarkan dimensi waktu:
• pada saat bangun pagi, termasuk saat beribadah;
• pada saat mengatur tempat tidur serta buku-buku;
• pada waktu mandi;
• pada waktu makan (pagi, siang, sore);
• pada waktu belajar bersama;
• pada waktu menerima tamu;
• pada waktu istirahat dan tinggalkan asrama;
• pada saat membersihkan an pemeliharaan asrama;
• pada saat menggunakan ruang milik bersama;
• pada saat realita apresiasi dan kreasi seni.
Pembentukan nilai tanggung jawab dan kesediaan dimintai
tanggung jawab, perlu dikembangkan dalam kehidupan asrama. Oleh
karena itu kegiatan di asrama harus diarahkan kepada pembentukan
keberdiri-sendirian atas tanggung jawab sendiri. Tanggung jawab
mengandung makna yang multi-dimensi, yakni:
• tanggungjawab kepada Tuman Yang Maha Esa;
• tanggungjawab sesama penghuni asrama;
• tanggungjawab kepada Pembina;
• tanggungjawab terhadap orang tua;
• tanggungjawab terhadap diri sendiri.
Proses internalisasi nilai berdiri sendiri atas tanggung jawab
sendiri ini dapat dibina melalui pengalaman riil hidup di asrama.
Karena itu peristiwa pengalaman hidup ini harus dapat merefleksi
133
penetapan diri, agar setiap orang dapat melihat konsep dirinya (self-
concept), idea tentang dirinya (self- idea), dan identitas diri (self-
identy). Pengalaman di asrama harus mampu mengakomodasikan
gambar diri setiap orang.
134
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia; Prentice Hall, Inc. Englewowod Cliffs, New York.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1979. Administrasi dan Metodologi Pengajaran (jilid 2). Proyek BPGT. Bandung.
Elsbree, et al. 1998. Elementary School Administration and Supervision. New York: American Book Company.
Good, C. V. 1959. Dictionaryof Education. New York Toronto-London: Mc Graw Hill Book Company. Inc.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The Riberside Press.
Jones, A. J. 1970. Principles of Guidance. Cacho Hermanos, Philippines : Inc. Rizal.
Jones, James J. Secondary School Administration. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.(Jilid 2).
Malang: OPF IKIP Malang.
Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1978. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin Company.
Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.
135
BAB VI MANEJEMEN KAFETARIA SEKOLAH
A. Pendahuluan
Banyak sekolah menghadapi kesulitan mengatur kedisiplinan
siswanya untuk menepati waktu pelajaran dikarenakan siswa harus
membeli atau 'jajan” makanan atau minuman di luar sekolah. Begitu
juga untuk memperoleh makanan yang sehat dan bersih serta
layanan yang baik guna menciptakan pikiran dan konsentrasi siswa
pada pembelajaran, merupakan permasalahan yang harus
dipecahkan sekolah.
Sebagai salah satu unit layanan khusus di sekolah, keberadaan
kafetaria dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan staf
sekolah terutama dalam memperoleh layanan makanan yang sehat
dan bersih. Di samping itu, kafetaria juga dapat dimanfaatkan sebagai
media untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai yang
terkait dengan hidup sehat. Kebiasaan memilih makanan yang sehat
dan bersih misalnya, merupakan salah satu kebiasaan yang dapat
dibentuk melalui kafetaria sekolah.
Oleh karena itu, keberadaan kafetaria sekolah merupakan salah
satu alternatif untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang
diduga dapat menghambat kelancaran penyelenggaraan kegiatan
pendidikan di sekolah, terutama dalam mencapai tujuan yang telah
dtetapkan. Tentu saja, kafetaria sekolah perlu dikelola dengan baik
serta mempertimbangkan karakteristik sekolah sebagai lembaga
pendidikan.
136
B. Pengertian
Kafetaria merupakan pelayanan khusus yang menyediakan
makanan dan minuman untuk para siswa dan staf sekolah yang
biasanya menempati suatu bangunan yang merupakan bagian dari
bangunan sekolah. Hal ini dimaksudkan agar para siswa tidak perlu
pergi keluar komplek sekolah selama waktu istirahat hanya untuk
memenuhi kebutuhan makan dan minum selama belajar.
A. S. Harnby dalam bukunya “Oxford Anvanced Learnes
Dictionary of Current English” memberikan batasan pengertian “
Cafetaria” adalah:
1. Café Place where the public my by and drink coffe bear, wine,
spirites, etc., tea, shop small restaurant atwch weal.
2. Cafetaria is restaurant which custumers called their meal on
terais at counters and carry them to table”
Secara lebih khusus, Good (1959) dalam bukunya Dictionary of
Education mengatakan bahwa: “cafetaria a room or building in which
public school pupuils or college student select prepared food and
serve themselves” Kafetaria adalah suatu ruang atau bangunan yang
berada di sekolah maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan
makanan pilihan/sehat untuk siswa dan dilayani oleh petugas
kafetaria.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kafetaria sekolah
adalah suatu usaha (tempat) yang dilakukan sekolah untuk
memberikan pelayanan kepada para siswa atau unsur sekolah lainya
yang membutuhkan makanan maupun minuman sehat sehingga
kegiatan-belajar mengajar di sekolah dapat mencapai tujuan secara
137
maksimal. Kafetaria merupakan bagian integral dari keseluruhan
program sekolah.
C. Tujuan dan Fungsi Kafetaria Sekolah
Sebagian besar sekolah menyajikan fasilitas kafetaria untuk
membantu program sekolah secara menyeluruh. Kafetaria di sekolah
merupakan suatu komponen yang penting dan merupakan bagian
yang integral dari program pendidikan di sekolah. Wawasan kepala
sekolah tentang hubungan antara layanan kafetaria dengan usaha
sekolah secara keseluruhan sangat bernilai bagi anak-anak yang
membutuhkan layanan kafetaria. Sekolah harus dapat menggunakan
kafetaria sebagai suatu upaya sekolah yang sangat bernilai bagi
tujuan-tujuan sekolah seperti kesehatan, efektivitas sosial, efisiensi
Ekonomi, hubungan-hubungan kelompok, apresiasi keindahan,
dan sebagainya. Untuk mengusahakan ini, staf sekolah, murid dan
orang tua harus memahami nilai-nilai yang terkandung dalam belajar
yang secara tidak langsung diberikan usaha layanan program
kafetaria.
William H. Roe dalam bukunya School Business Management
menyebutkan adanya sejumlah kemungkinan pendidikan untuk
layanan makanan atau masakan di sekolah-sekolah, antara lain:
1. memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar memilih
makanan yang baik atau sehat;
2. memberikan bantuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara
nyata;
3. menganjurkan kebersihan dan kesehatan;
4. menekankan kesopanan dalam masyarakat, dalam bekerja,
dan kehidupan bersama;
138
5. menekankan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai
dengan yang berlaku di masyarakat;
6. memberikan gambaran tentang manajemen yang praktis dan
baik;
7. menunjukan adanya koordinasi antara bidang pertanian
dengan bidang industri;
8. menghindari terbelinya makanan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan kebersihannya dan kesehatannya.
Dilihat dari tujuan kafetaria sekolah di atas, maka kafetaria
sekolah dapat berfungsi untuk:
1. membantu pertumbungan dan kesehatan siswa dengan jalan
menyediakan makanan yang sehat, bergizi, dan praktis;
2. mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan
seimbang;
3. untuk memberikan pelajaran sosial kepada siswa;
4. memperlihatkan kepada siswa bahwa faktor emosi
berpengaruh pada kesehatan seseorang;
5. memberikan batuan dalam mengajrkan ilmu gizi secara nyata;
6. mengajarkan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai
dengan yang berlaku di masyarakat;
7. sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran
di sekolah, dan tempat menunggu apabila ada jam kosong.
Sehubungan dengan tujuan dan fungsi kafetaria diatas, maka
sekolah harus menyediakan kafetaria yang bersih, hangat,
menyenangkan, menarik, tenang dan tertib.
139
D. Prinsip-Prinsip Kafetaria Sekolah
Dalam menyelenggarakan atau mendirikan kafetaria sekolah yang
baik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. kafetaria sekolah hendaknya harus tidak dipandang sebagai
suatu penciptaan keuntungan di sekolah (non komersial);
2. program kafetaria sekolah harus dipandang sebagai bagian
integral dari program sekolah secara keseluruhan
3. harga makanan dan minuman harus dapat dijangkau oleh
daya beli siswa
4. penyajian dan pelayanan makanan harus memadai dan cepat
5. gedung atau ruang kafetaria harus strategis karena akan
sangat mempengaruhi keefektivan operasi dan koordinasi
program-program kafetaria
6. personil-personil kafetaria harus bertanggung jawab atas
makanan yang bergizi dan menarik, serta menjamin selera
pembeli;
7. memberikan kebijaksanaan keuangan (korting) dapat
mendorong berkembang nya program kafetaria, karena dapat
menarik pembeli
8. program kafetaria harus menyeimbangkan antara kapasitas
makanan dan harga, begitu juga gizi.
E. Kafetaria dan Program Pendidikan di Sekolah
Kafetaria di sekolah lebih menekankan pada latihan kesehatan
dan pengajaran di sekolah. Suatu kondisi yang kontradiksi sering
ditemui di sekolah, d mana suatu sisi guru berusaha memperbaiki
kebiasan hidup sehat murid-muridnya, namun disisi lain ditemui
adanya ruang kelas ataupun kamar mandi yang kotor. Memang tidak
140
tepat rasanya jika kafetaria sekolah menyediakan atau menjual
makanan yang tidak bergizi, sedangkan guru-guru berusaha
mengajarkan kebiasaan makan makanan bergizi secara baik. Jadwal
yang kurang baik dibeberapa sekolah, mungkin akan menyebabkan
anak-anak sangat tergesa-gesa di kafetaria, sehingga murid tidak
sempat mencuci tangan. Praktek yang demikian biasanya
mencerminkan suatu ketimpangan mutu pengelolaan sekolah.
Setiap usaha sekolah diupayakan untuk menciptakan suatu
lingkungan menyeluruh, lingkungan kesehatan sekolah, dan secara
khusus lingkungan kafetaria. Kafetaria harus menarik dekorasi dan
pengaturannya. Bau biasanya merupakan masalah poko dalam
kafetaria. Untuk itu fasilitas yang cukup harus disediakan untuk
menghindari bau makanan.
Pengajaran di kelas mengenai kebiasaan makan yang baik dan
standart kesehatan harus dihubungkan dengan praktik atau latihan
yang nyata dalam kafetaria sekolah. Sebagai contoh gizi harus dipilh
dan disesuaikan dengan selera anak-anak. Pelajaran mengenai
pemilihan makanan yang baik, akan sangat berati apabila diikuti
dengan suatu kunjungan pemilihan makanan di kafetaria sekolah.
Banyak kemungkinan yang bisa diperoleh guna memperbaiki
pengajaran kesehatan yang didasarkan pada masalah yang nyata
dalam kafetaria sekolah.
Kafetaria sekolah memberikan peluang untuk mengembangkan
pertumbuhan tingkah laku dan kebiasaan yang baik. Hal-hal berikut
dapat diperhitungkan oleh kepala sekolah sebagaimana dia
memimpin staf sekolah dan murid-muridnya dalam cara belajar untuk
memperbaiki lingkungan kafetaria, antara lain dengan:
141
1. menentukan prosedur untuk menutup dan membuka kafetaria
atau kapan anak-anak memasuki dan meninggalkan kafetaria;
2. memperhatikan semua perilaku murid dalam kafetaria;
3. menyusun suatu aturan pembayaran yang tidak merugikan
kafetaria;
4. membuat pengaturan tempat duduk yang serasi;
5. menentukan aturan-aturan bagi perilaku anak-anak di meja
makan;
6. mengatur dekorasi, seperti: lukisan, poster-poster kesehatan;
7. menyajikan musik selama jam makan siang;
8. mengatur anak-anak yang makan siang dengan membawa
makanan sendiri;
9. menyusun prosedur pengembalian talam atau tempat
makanan dan pada saat meninggalkan ruangan makan.
F. Manajemen Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah
Agar pengelolaan layanan kafetaria sekolah dapat mencapai
sasaran yang diharapkan, maka aspek-aspek berikut ini perlu
diperhatikan:
1. Bentuk atau sistem layanan kafetaria sekolah
Ada 3 (tiga) macam bentuk layanan makanan di kafetaria sekolah,
yaitu:
a. Self service system
Sistem pelayanan dimana pembeli melayani dirinya sendiri
makanan yang diingini;
b. Wait service system
142
Sistem pelayanan dimana pembeli menunggu dilayani oleh
petugas kafetaria sesuai dengan pesanan;
c. Tray service system
Sistem pelayanan dimana pembeli dilayani petugas kafetaria,
dan penyajian makanannya dengan menggunakan baki atau
nampan.
Sistem layanan yang baik sangat tergantung pada situasi dan
kondisi sekolah, terutama berkenaan dengan siapa pembelinya.
Untuk itu pemilihan bentuk atau sistem layanan mana yang akan
digunakan, perlu diadakan survey terlebih dahulu.
2. Personil kafetaria sekolah
Tugas mengelola kafetaria sekolah mungkin akan sangat menyita
waktu. Oleh karena itu, apabila kafetaria tidak dioperasikan melaui
suatu sistem manajemen terpusat, kepala sekolah hendaknya
memperkerjakan seorang manajer dan tugas manajer harus dibuat
dengan sejelas-jelasnya.
Shuster dan Wetzler, menyebutkan bahwa tugas seorang manajer
kafetaria adalah:
a. bersikap bersahabat dan menyayangi anak-anak;
b. bertanggung jawab akan pembelian semua makanan;
c. melaporkan secara berkala/bulanan tentang pengoperasikan
kafetaria kepada kepala sekolah;
d. merencanakan menu dengan gizi tinggi baku sesuai dengan
pembakuan sekolah;
e. bekerja sama denga guru-guru mengenai program yang
berkenaan dengan kesehatan, dan sebagainya.
143
Kepala sekolah harus mendelegasikan kewenangannya kepada
manajer agar pengoperasian kafetaria lebih efisien, dan menentukan
suatu standart kesehatan. Namun demikian ia tidak boleh
menghindari tugas supervisi yang menuntut pengecekan terhadap
pelaksanaan kafetaria secara seksama. Kepala sekolah dibebani
dengan tanggung jawab pengelolaan program sekolah secara
menyeluruh, disamping dia harus secara terus menerus
mengendalikan operasi kafetaria.
3. Penataan Sarana Fisik
Sebelim sekolah memutuskan untuk melaksanakan jadwal atau
meningkatkan jumlah siswa yang menggunakan layanan kafetaria,
haruslah diyakini dulu bahwa peralatan dan ruangan yang cukup
sangat dibutuhkan.
Ukuran kafetaria berbeda-beda menurut ukuran sekolahnya,
namun luas kafetaria harus dapat menampung 25-35 % atau 1/3 dari
keseluruhan jumlah siswa pada suatu sekolah. Apabila setiap menit
dapat terlayani 5 sampai 10 siswa, maka dalam 15 menit akan dapat
terlayani 75 sampai 150 siswa, yang berarti kafetaria sekolah harus
menyediakan tempat duduk untuk sekitar 150 siswa. Tersedianya
sarana kafetaria yang memadai tentunya akan sangat mempengaruhi
kecepatan pelayanan yang pada akhirnya sangat mempengaruhi
kenyamanan dari para pelayanan siswa.
Tata dapur yang baik juga perlu diperhatikan, sebagaimana
halnya pengaturan ruang makan. Sebaiknya dapur dan ruang
pemrosesan makanan dipisakan dari ruang makanan, sehingga suara
gaduh dari kesibukan dapur tidak merusak suasana kenyamanan
yang ada di ruang makan. Untuk memelihara makanan dari debu
144
sebaiknya lokasi kafetaria berada di salah satu sayap bangunan
sekolah lainya. Untuk mengurangidebu yang ada di ruangan kafetaria
ia dapat juga dilakukan dengan menempatkan kipas di ruang makan
atau di ruang pelayanan makanan.
Ruang kafetaria menjadi ruang yang paling bising di sekitar
sekolah, selama waktu makan. Oleh karena itu lokasi kafetaria
sebaiknya agak jauh dari ruang bejar siswa, sehingga suara bising
dan bau yang berasal dari kafetaria tidak terlalu mengganggu
kenyamanan situasi belajar mengajar. Disamping lokasi kafetaria,
yang perlu diperhatikan adalah bahan konstruksi bangunan kafetaria.
Sebaiknya bahan bangunan konstruksi kafetaria terdiri dari bahan
bangunan konstruksi kafetaria terdiri dari bahanyangkedap suara,
sehingga kebisingan yang berasal dari kafetaria dapat dikurangi.
4. Standar Kesehatan yang Baik
Kafetaria harus menggambarkan pengajaran kesehatan bagi
siswa, sehingga timbul anggapan bahwa apa yang dilakukan kafetaria
merupakan contoh tentang makanan yang sehat. Jika ini dilakukan,
maka merupakan suatu kebodohan bagi kafetaria apabila ia
melanggarnya. Apabila kafetaria tidak melakukan kebodohan
semacam itu, maka sangat bagi siswa-siswa untuk dapat melihat
paktik yang baik yang ditunjukan kafetaria. Dalam sekolah yang besar
dan baik, kesehatan dan program pendidikan rumah tangga dan
kafetaria konsisten satu sama lain. Di kelas dan laboratorium, siswa
belajar tentang makanan yang bagaimana yang dipilihnya, dan bila di
kafetaria memiliki kesempatan untuk mempraktikannya.
Kafetaria juga harus mengesankan pada siswa tentang
kebesihan. Pesanan yang ditujukan siswa harus dapat menimbulkan
145
hasrat untuk menyeimbangkan tata makanan. Kriteria yang tepat bagi
kesungguhan sekolah dalam pengajaran kesehatan adalah jenis,
jumlah, dan tempat makanan kecil (misalnya: permen) yang ada
dikafetaria. Ada beberapa keuntungan penyediaan permen, siap
untuk disajikan, dan tidak ada pekerjaan yang dilibatkan dalam
penjualanya. Jika ada permen “murahan” diletakan pada pintu masuk
kafetaria, siswa akan beranggapan bahwa kafetaria itu lebih tertarik
untuk mengumpulkan uang yang banyak dengan sedikit kerja tanpa
memandang pendidikan kesehatan. Sebaliknya apabila permen yang
diletakan pada pintu masuk kafetaria berkualitas baik, maka dapat
dikatakan bahwa standart dan prinsip kesehatan selalu diperhatikan
oleh orang-orang disitu.
Cara lain yang cepat dan efektif untuk mengecek bagaimana
standart kesehatan dalam kafetaria adalah jumlah siswa yang minum
susu. Jika kita memandang kea rah meja makan saat makanan
sedang disantap dan menemukan banyak botol/gelas susu, kita dapat
beranggapan bahwa minum susu sudah menjadi kebiasaan anak-
anak. Sebaliknya jika yang banyak adalah botol-botol minuman “pop”
(minuman sejenis soda yang beruap), maka kesimpilan kita akan
berbeda. Ini bukan berarti minuman air soda berbahaya, tapi harga
yang diminta untuk sedikit air yang diberi rasa manis dan perwarna,
sangat tinggi. Masih banyak makanan yang bernilai kesehatan lebih
baik, harus disediakan di kafetaria dan siswa didorong untuk
memesannya.
Seringkali dipertanyakan, apakah suatu keputusan yang baik
untuk melarang penjualan permen, minuman segar, dan makana
popular lainnya, yang mempunyai nilai kesehatan yang rendah. Cara
hidup yang demikian lebih banyak kejelekannya dari pada
146
kebaikannya. Dibeberapa negara , sekolah dapat secara mudah
mengabaikan makanan yang demikian, sedang di negara lain dimana
sikap masyarakat tidak begitu baik, barangkali rencana terbaik adalah
mengurangi penjualan makanan yang “tidak baik” trsebut sebanyak
mungkin, dan medorong parktik-praktik yang baik secara maksimal.
Sebetulnya banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah
lokasi garis pelayanan. Beberapa sekolah membatasi persediaan
permen dan sejenisnya, sedangkan sekolah yang lain tidak
mengijinkan untuk dijual hingga 101 menit menjelang kafetaria
ditutup. Sekolah sering mengkombinasikan pembatasan-pembatasan
ini dengan memberikan pengajaran yang positif dalam kelas, dengan
poster di aula dan kafetaria yang menunjukan rendahnya nilai suatu
makanan dan betapa tingginya harga makanan-makanan tersebut.
5. Organisasi Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah
Penyelenggaraan kafetaria sekolah yang baik tentunya
melibatkan semua unsure sekolah, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara tidak langsung, guru-guru juga ikut
memikirkan program-program kafetaria sekolah yang
dapatdimanfaatkan untuk pencapaian tujuan pengajaran. Disamping
itu perl juga menetapkan personil-personil sekolah yang secara
langsung menangani penyelenggaraan kafetaria.
a. Kepala Sekolah (Wakil Kepala Sekolah): menentuka
kebijakan, mengawasi, dan memberikan supervise untuk
kelancaran usaha kafetaria;
b. Manajer Kafetaria: melaksanakan kebijakan kepala sekolah;
bertanggung jawab atas kegiatan kafetaria sehari-hari;
147
c. Bendahara: mempertanggungjawabkan semua pemasukan
dan pengeluaran keuangan kepada manajer; membuat
laporan keuangan (harian/bulanan/tahunan);
d. Bagian Pembelian: bertanggung jawab atas penyediaan dan
pengadaan bahan makanan sebelum diproduksi;
e. Bagian Penjuala: bertanggung jawab atas penjualan dan
pelayanan makanan, dan membuat laporan kepada bagian
keuangan (bendahara);
f. Bagian Produksi: bertanggung jawab atas menu dan
pengolahan makanan yang disajikan di kafetaria; membuat
laporan kepada bagian penjualan dan bagian keuangan
g. Bagian Kebersihan: bertanggungjawab atas kebersihan
peralatan dan lingkungan kafetaria
h. Bagian Keamanan: bertangungjawab atas keamanan barang-
barang milik kafetaria dan juga milik pembeli
Tentunya bagan struktur kafearia di atas, khususnya jumlah
“bagian” yang ada di suatu kafetaria, sangat tergantung pada besar
atau kecilnya suatu kafetaria sekolah. Semakin besar suatu kafetaria
sekolah, semakin banyak dibutuhkan “bagian-bagian” tersebut.
Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimankeberadaan
kafetaria di suatu sekolah, tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan
makan dan minum siswa, namun juga dapat sebagai wahana untuk
mendidik siswa tentang kesehatan, kebersihan, kejujuran, saling
menghargai, dan sebagainya.
148
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia; Prentice Hall, Inc. Englewowod Cliffs, New York.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1979. Administrasi dan Metodologi Pengajaran (jilid 2). Proyek BPGT. Bandung.
Elsbree, et al. 1998. Elementary School Administration and Supervision. New York: American Book Company.
Good, C. V. 1959. Dictionaryof Education. New York Toronto-London: Mc Graw Hill Book Company. Inc.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The Riberside Press.
Jones, J.J. Secondary School Administration. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.(Jilid 2). Malang: OPF IKIP Malang.
Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1958. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin Company.
Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.
Willgoose, Carl E. 1960. Health Education in the Elementary School. Toronto: W.B. Soundera Company.
Wiyono, B.B. 1999. Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang: IKIP Malang.