Upload
vq19
View
186
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PERPAJAKAN
DISUSUN OLEH :
(15) (16) (17) (18) (19) Hendra Saepul Bakti (20) (21)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2012
KATA PENGANTAR
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Tangerang Selatan, xxx Januari 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1
2
3
4
5
6
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
I.II Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum
Dalam pembahasan ini, kami mengacu pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 24 dan 164/KMK.03/2002.
2.1.1 UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 24
(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undangundang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang‐undang ini.
(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turutserta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalahnegara tempat lokasi penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut.
(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang‐undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itudilakukan.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan Pajak atas penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.2 KMK 164/KMK.03/2002
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI.
Pasal 1
(1) Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
(2) Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
a) untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
b) untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
c) untuk penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(3) Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Pasal 2
(1) Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
(2) Pengkreditan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).
(3) Jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
(4) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
(5) Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan Kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan untuk masing-masing negara.
(6) Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
Pasal 3
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Pasal 4
(1) Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
a) Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;b) Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; danc) Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
(2) Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Pasal 5
Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 karena alasan-alasan di luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).
Pasal 6
(1) Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
(2) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaiamana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
(3) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Pasal 7
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 8
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 640/KMK.04/1994 tentang Kredit Pajak Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Penjelasan Pasal 24
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Ayat (1)
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Contoh:
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak Penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc.: (48%) US$ 48,000.00 (‐)
US$ 52,000.00Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (‐)Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$ 19,760.00.
Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$ 48,000.00 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US$48,000.00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.
Ayat (2)
Untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnya pajak yang dihitung berdasarkan Undang‐undang ini. Cara
penghitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan wewenang sebagaimana diatur pada ayat (6).
Ayat (3) dan (4)
Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang menurut Undang‐Undang ini, penentuan sumber penghasilan menjadi sangat penting.
Selanjutnya, ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut. Mengingat Undang‐Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas, maka sesuai dengan ketentuan pada ayat (4) penentuan sumber dari penghasilan selain yang tersebut pada ayat (3) dipergunakan prinsip yang sama dengan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tersebut, misalnya A sebagai Wajib Pajak dalam negeri memiliki sebuah rumah di Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber di Singapura karena rumah tersebut terletak di Singapura.
Ayat (5)
Apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang menurut Undang‐undang ini. Misalnya, dalam tahun 1996, Wajib Pajak mendapat pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri tahun pajak 1995 sebesar Rp5.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap Pajak yang terutang untuk tahun pajak 1995, maka jumlah sebesar Rp5.000.000,00 tersebut ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 1996.
Ayat (6)
Cukup jelas.
2.2 Ketentuan Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Dibayar atau Terutang di Luar negeri (UU Nomor 17 Tahun 2000 Ps 24, 640/KMK.04/1994 Jo 164/KMK.03/2002)
Menurut ketentuan perpajakan, Wajib Pajak Dalam Negeri terutang pajak atas
penghasilan kena pajak yang berasal dari seluruh penghasilan yang diterima
atau diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (World Wide
Income). Untuk menghindari pengenaan pajak berganda dan memberikan
perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dari luar negeri dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia, maka atas pajak yang dibayar atau
terutang dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dapat
dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.
Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
- Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan
- Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut (SE-22/PJ.4/1995 Jo SE-35/PJ.4/1995)
- Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut
- Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang
terutang di Indonesia adalah jumlah yang lebih rendah antara pajak yang dibayar
atas penghasilan di luar negeri dengan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan tertentu, yaitu :
| jumlah penghasilan dari luar negeritotal penghasilan
× jumlah PPh terutang |
Apabila jumlah penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
perhitungan PPh pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
2.3 Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri (164/KMK.03/2002)
1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan
dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24) dilakukan
dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut
dengan penghasilan di Indonesia
3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang
lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar negeri dan
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar
negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh
yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam
negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah
Penghasilan Kena Pajak)
4. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara
5. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik
yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar negeri
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh
Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat
diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya,
dan tidak dapat direstitusi
- Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar negeri, wajib pajak wajib
menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT
Tahunan PPh, dilampiri dengan :
- Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
- Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
- Dokumen pembayaran PPh di luar negeri
7. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar
kekuasaan wajib pajak.
8. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang
bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan perubahan tersebut
9. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar,
maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga
10.Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka
atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya
2.4 Contoh Perhitungan Mekanisme Pengkreditan
Contoh 1 :
PT Manulife berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun
2011 adalah sebagai berikut :
- Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp7.000.000.000,00
- Di Swiss memperoleh penghasilan (laba neto) Rp3.000.000.000,00 di
mana PPh yang dibayar di Swiss sebesar Rp900.000.000,00
- Di Jepang memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar
Rp5.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar sebesar
Rp1.200.000.000,00
- Di New Zealand menderita kerugian (rugi neto) sebesar
Rp4.000.000.000,00
Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sebagai berikut :
Penghasilan neto dalam negeri Rp 7.000.000.000,00
Penghasilan neto dari Swiss Rp 3.000.000.000,00
Penghasilan neto dari Jepang Rp 5.000.000.000,00
________________
Jumlah Penghasilan Neto Rp 15.000.000.000,00
________________
Rugi neto yang berasal dari New Zealand tidak boleh digabung (tidak diakui)
Perhitunga PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 Rp 7.500.000,00
30% x Rp 14.900.000.000,00 Rp 4.470.000.000,00
_______________
Rp 4.482.500.000,00
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
| Swiss = (3 Milyar / 15 Milyar ) × Rp4. 482 . 500. 000,00 = Rp896 . 500. 000,00 |
PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp896.500.000,00 meskipun secara nyata
membayar PPh di Swiss sebesar Rp 900.000.000,00. Sisanya tidak boleh
dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya
| Jepang = (5 Milyar / 15 Milyar ) × Rp4. 482.500 .000,00 = Rp1 .494 . 166 .667,00 |
PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.200.000.000,00 (sebesar yang nyata-
nyata dibayar/terutang di Jepang)
Contoh 2 :
PT Liong berkedudukan di Makassar memperoleh penghasilan neto dalam tahun
2011 ssebagai berikut :
Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri Rp (400.000.000,00)
Penghasilan neto dari usaha di Swedia Rp 5.000.000.000,00
_______________
Jumlah Rp 4.600.000.000,00
PPh yang terutang di Swedia sebesar Rp . 3.800.000.000,00
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :
Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak) Rp4.600.000.000,00
PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
30% x Rp 4.500.000.000,00 = Rp 1.350.000.000,00
____________
Rp 1.362.500.000,00
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada Penghasilan Neto
dari Luar Negeri (di Dalam Negeri mengalami kerugian), maka maksimum Kredit
Pajak Luar Negeri adalah sama dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu
Rp1.362.500.000,00 PPh yang telah dibayar di Swedia adalah sebesar Rp
3.800.000.000,00, sehingga terdapat sisa sebesar Rp2.437.500.000.00 yang tidak
dapat dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai biaya.
Perhitungan Kredit pajak Luar negeri (PPh pasal 24)
PT Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai berikut:
Penghasilan Dalam Negeri Rp400.000.000,00
Penghasilan dari LN (tarif pajak 20%) Rp200.000.000,00
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan dari dalam negeri Rp400.000.000,00
penghasilan dari luar negeri Rp200.000.000,00
Penghasilan neto Rp600.000.000,00
2. Menghitung total PPh terutang
10% x Rp 50.000.000 = Rp5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000 = Rp7.500.000,00
30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000,00
Pajak terutang = Rp162.500.000,00
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
| jumlah penghasilan dari luar negeritotal penghasilan
× jumlah PPh terutang |
| Rp200.000 .000,00Rp600.000 .000,00
× Rp162. 500.000,00 =Rp54 .166 .666,61 |
4. Menghitung PPh yang terutang atau dipotong di LN:
20% x Rp200.000.000 = Rp40.000.000
Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah
sebesar Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah
ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh
dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di LN, kemudian dipilih jumlah
yang terendah.
Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri
PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam
tahun 2006 sebagai berikut:
Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp600.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 30%)
Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000,00
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak
Penghasilan kena pajak dari negara A Rp600.000.000,00
Kerugian usaha dalam negeri (Rp200.000.000,00)
Jumlah penghasilan neto Rp400.000.000,00
2. Menghitung total PPh terutang
10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00
15% x Rp50.000.000,00 = Rp7.500.000,00
30% x Rp300.000.000,00 = Rp90.000.000,00
Jumlah pajak terutang Rp102.500.000,00
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
| jumlah penghasilan dari luar negeritotal penghasilan
× jumlah PPh terutang |
| Rp600.000 .000,00Rp400.000 .000,00
× Rp102. 500.000,00 =Rp153.750 . 000 |
4. Menghitung PPh yang dipotong/dibayar di luar negeri
30% x Rp600.000.000,00 = Rp180.000.000,00
Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000,00.
jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang
dapat dikreditkan dengan PPh yang sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN
dan total pajak yang terutang.
Perhitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di LN
PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
- Di negara X memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp300.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku 40%)
- Di negara Y menderita kerugian sebesar Rp500.000.000,00 (tarif pajak yang
berlaku) 25%.
- Di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp500.000.000,00
Perhitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung penghasilan total kena pajak
Penghasilan dari negara X berupa laba usaha
Rp300.000.000,00
Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp500.000.000,00
Jumlah penghasilan neto Rp800.000.000,00
2. Menghitung total PPh terutang
10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00
15% x Rp50.000.000,00 = Rp7.500.000,00
30% x Rp700.000.000,00 = Rp210.000.000,00
Jumlah total PPh yang terutang Rp222.500.000,00
3. Menghitung PPh maksimal yang bisa dikreditkan
| jumlah penghasilan dari luar negeritotal penghasilan
× jumlah PPh terutang |
| Rp300.000 . 000,00 Rp800.000 . 000,00
× Rp222.500 . 000,00 =Rp83. 437 .500,00 |
4. Menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN
40% x Rp300.000.000,00 = Rp120.000.000,00
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat
dikreditkan adalah Rp83.437.500,00
Perhitungan PPh pasal 24 jika penghasilan LN berasal dari beberapa negara
PT Kartika berkedudukan di Jakarta pada tahun pajak 2006 memperoleh
penghasilan bersih sebagai berikut:
- di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp200.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku 25%)
- di negara B memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp300.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku 30%)
- di negara C memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp400.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku 40%)
- di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp100.000.000,00
1. menghitung total penghasilan kena pajak:
Penghasilan dari negara A Rp200.000.000,00
Penghasilan dari negara B Rp300.000.000,00
Penghasilan dari negara C Rp400.000.000,00
Penghasilan dari dalam negeri Rp100.000.000,00
Total penghasilan kena pajak Rp1.000.000.000,00
2. Menghitung total PPh terutang
10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000,00
15% x Rp50.000.000 = Rp7.500.000,00
30% x Rp900.000.000 = Rp270.000.000,00
Total pajak terutang Rp282.500.000,00
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
dari negara A = (Rp200.000.000 : Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 =
Rp56.500.000
dari negara B = (Rp300.000.000 : Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 =
Rp84.750.000*
dari negara C = (Rp400.000.000 : Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 =
Rp113.000.000*
4. Menghitung PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
PPh terutang di negara A = 20% x Rp200.000.000,00 = Rp40.000.000,00*
PPh terutang di negara B = 30% x Rp300.000.000,00 = Rp90.000.000,00
PPh terutang di negara C = 40% x Rp400.000.000,00 = Rp160.000.000,00
Dari perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
Dari negara A Rp40.000.000,00
Dari negara B Rp84.750.000,00
Dari negara C Rp113.000.000,00
Total kredit pajak LN Rp237.750.000,00
2.5 Pengurangan/Pengembalian Pajak Penghasilan Luar Negeri
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang
dibayar di LN, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi
lebih kecil daripada kredit pajak LN semula, maka selisihnya ditambahkan pada
pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wp dalam negeri pada
tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.
2.6 Perubahan Besarnya Penghasilan Luar Negeri
Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan
dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1. Jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan
penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar
negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan,
sehingga pajak yang terutang di LN menjadi kurang bayar, maka terdapat
kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai
dengan pasal 8 UU No. 16 tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan tatacara
perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak
yang terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga
sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak
saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan SPT tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan
pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil
daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri
lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di
Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih
dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada
wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
2.7 Contoh Perhitungan Perubahan Besarnya Penghasilan Luar Negeri
Contoh:
Berikut ini data yang berhubungan dengan penghitungan PPh pasal 24
pada tahun 2006:
Penghasilan dari dalam negeri Rp1.000.000.000,00
Penghasilan di luar negeri (sesuai SPT) Rp800.000.000,00
Penghasilan di luar negeri (setelah koreksi di LN) Rp1.000.000.000,00
Tarif pajak di luar negeri 40%
PPh pasal 25 Rp200.000.000,00
SPT disampaikan pada 30 Maret 2007 dan pembetulan dilakukan pada
bulan Mei 2007.
PPh sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut:
SPT Pembetulan
Penghasilan LN
800.000.000
Penghasilan DN
1.000.000.000
PKP
1.800.000.000
Penghasilan LN 1.000.000.000
Penghasilan DN 1.000.000.000
PKP 2.000.000.000
PPh terutang:
PPh terutang:
10% x 50.000.000 =
5.000.000
15% x 50.000.000 =
7.500.000
30% x 1.700.000.000 =
510.000.000
PPh terutang
522.500.000
Kredit pajak LN:
(0,8M : 1,8 M) x
522.500.000= 232.222.222
Harus di bayar di Indonesia =
290.277.778
PPh Psl 25
200.000.000
PPh Psl 29
90.277.778
10% x 50.000.000 = 5.000.000
15% x 50.000.000 = 7.500.000
30% x 1.900.000.000 = 570.000.000
PPh terutang 582.500.000
Kredit pajak LN:
(1M : 2M) x
582.500.000=
291.250.000
PPh di bayar di Indonesia = 291.250.000
PPh psl 25 200.000.000
PPh psl 29 91.250.000
Masih harus dibayar:
- kekurangan psl 29 972.222
- bunga 2×2%x972.222 38.888,88
1.011.110,88
2.7 Pajak Beganda
Penerapan masing-masing azas pengenaan pajak oleh negara yang berbeda
berpotensi menimbulkan pengenaan pajak yang berbeda pada satu subjek pajak
tertentu atas penghasilannya. Hal ini biasanya terjadi bila dua yurisdiksi perpajakan
dari dua negara berbeda mengenakan pajak kepada orang atau badan yang sama
atas penghasilannya yang disebabkan oleh azas pengenaan pajak yang
diterapkannya. Misalnya, cabang perusahaan Amerika Serikat di Indonesia akan
dikenakan PPh di indonesia berdasarkan azas sumber. Atas penghasilan inipun
pihak otoritas akan mengenakan pajak berdasarkan azas kewarganegaraan atau
azas domisili. Kejadian ini menimbulkan dua kali pengenaan pajak atas objek dan
subjek yang sama. Jika di Indonesia kena tarif 30% dan di Amerika Serikat kena tarif
40%, maka total atas penghasilan yang sama dikenakan tarif 70%!
Beda Definisi
Pengenaan pajak berganda juga bisa disebabkan karena perbedaan definisi dalam
masing-masing Undang-undang pajak. Sebagai contoh, perbedaan definisi subjek
pajak yang berbeda antara dua Negara akan menimbulkan potensi pengenaan pajak
berganda oleh dua Negara tersebut.
Sebagai misal, seseorang (katakanlah si A) yang berkewarganegaraan Negara X
tinggal selama delapan bulan di Negara Y. Pada saat yang sama ia menerima
penghasilan dari Negara Z. Apabila Negara X menganut azas kewarganegaraan,
maka Negara X akan mengenakan pajak atas penghasilan tersebut. Jika Negara Y
mendefinisikan subjek pajak nya adalah orang yang tinggal lebih dari enam bulan
dia negaranya, maka Negara Y juga akan mengenakan pajak atas penghasilan si A.
Begitu juga, jika Negara Z mengenakan azas sumber, maka Negara Z akan
mengenakan pajak atas penghasilan si A yang bersumber dari negaranya. Jadi bisa
kita lihat dalam kasus ini tiga Negara akan mengenakan pajak atas penghasilan
yang sama dan subjek yang sama.
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Contoh di atas menunjukkan adanya potensi pengenaan pajak berganda akibat
adanya perbedaan dalam penerapan azas pengenaan pajak dan perbedaan definisi
subjek pajak oleh masing-masing Negara.
Kasus pengenaan pajak berganda ini tentu saja akan merugikan pelaku bisnis yang
bersifat lintas negara. Kondisi ini juga akan menghambat aliran modal dan investasi
antar negara karena beban pajak yang tinggi. Nah, di sinilah peran perjanjian
perpajakan (tax treaty), di mana dua negara (bilateral) atau lebih (unilateral)
melakukan perjanjian untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda (double
taxation). Setelah melalui proses perundingan, salah satu negara atau kedua-
duanya harus bersedia mengurangi haknya dalam pengenaan pajak sehingga beban
pajak yang ditanggung oleh si subjek pajak akan berkurang
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
III.II Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ortax.org http://tax-center.pajak.go.id http://taxlearning.blogspot.com UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN NOMOR 36 TAHUN 2008 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 164/KMK.03/2002