8
1 PERSAINGAN USAHA DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA Latar belakang Perkembangan berbagai aspek kehidupan dan sektor ekonomi di dunia dewasa ini terasa begitu cepat, kecepatan perubahan tersebut sering digambarkan sebagai perubahan yang cenderung bergerak eksponensial ketimbang linier, untuk menggambarkan betapa luar biasanya pergerakan perubahan tersebut. Dan di balik itu semua, peran teknologi komunikasi dan informasi (di mana telekomunikasi ada di dalamnya) sangatlah signifikan. Tanpa perkembangan teknologi tersebut dapat dipastikan perubahan maha dahsyat tersebut tidak akan terjadi. Di Indonesia dibalik perubahan yang dimotori teknologi tersebut, terdapat peran yang sangat signifikan dari para pelaku usaha di industri telekomunikasi. Industri telekomunikasi adalah sebuah industri yang bergerak begitu dinamis, dengan life cycle product yang terasa semakin pendek dibanding sebelumnya, dengan keragaman inovasi di dalamnya dan menjadi sarana bagaimana perubahan berbagai sektor difasilitasi. Percepatan perubahan tersebut, selain karena perkembangan teknologi, juga tidak bisa dilepaskan dari perubahan model pengelolaan sektor telekomunikasi yang dilakukan bangsa ini sejak tahun 1999, melalui UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Sejak saat itu, pengelolaan sektor telekomunikasi Indonesia berubah dari monopoli menjadi persaingan (kompetisi). Sejak saat itulah beberapa perusahaan telekomunikasi dan industri turunannya bermunculan dan bersaing memperebutkan pasar Indonesia. Di tahun 1999 juga, sebelum UU No 36 tahun 1999 lahir, telah lahir terlebih dahulu UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang No 5/1999 hakikatnya merupakan sebuah upaya koreksi bangsa ini terhadap perkembangan ekonomi Indonesia yang saat itu dipandang tidak memiliki fundamental ekonomi kuat (sehingga dihantam krisis ekonomi yang dahsyat), yang di antaranya banyak disebabkan oleh persaingan usaha tidak sehat sehingga praktek monopoli merajalela. Kasus monopoli beberapa komoditas, pengaturan bisnis

Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

  • Upload
    bsjksc

  • View
    74

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

1

PERSAINGAN USAHA DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Latar belakang

Perkembangan berbagai aspek kehidupan dan sektor ekonomi di dunia dewasa

ini terasa begitu cepat, kecepatan perubahan tersebut sering digambarkan sebagai

perubahan yang cenderung bergerak eksponensial ketimbang linier, untuk

menggambarkan betapa luar biasanya pergerakan perubahan tersebut. Dan di balik itu

semua, peran teknologi komunikasi dan informasi (di mana telekomunikasi ada di

dalamnya) sangatlah signifikan. Tanpa perkembangan teknologi tersebut dapat

dipastikan perubahan maha dahsyat tersebut tidak akan terjadi.

Di Indonesia dibalik perubahan yang dimotori teknologi tersebut, terdapat peran

yang sangat signifikan dari para pelaku usaha di industri telekomunikasi. Industri

telekomunikasi adalah sebuah industri yang bergerak begitu dinamis, dengan life cycle

product yang terasa semakin pendek dibanding sebelumnya, dengan keragaman

inovasi di dalamnya dan menjadi sarana bagaimana perubahan berbagai sektor

difasilitasi.

Percepatan perubahan tersebut, selain karena perkembangan teknologi, juga

tidak bisa dilepaskan dari perubahan model pengelolaan sektor telekomunikasi yang

dilakukan bangsa ini sejak tahun 1999, melalui UU No 36 tahun 1999 tentang

Telekomunikasi. Sejak saat itu, pengelolaan sektor telekomunikasi Indonesia berubah

dari monopoli menjadi persaingan (kompetisi). Sejak saat itulah beberapa perusahaan

telekomunikasi dan industri turunannya bermunculan dan bersaing memperebutkan

pasar Indonesia.

Di tahun 1999 juga, sebelum UU No 36 tahun 1999 lahir, telah lahir terlebih

dahulu UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Undang-undang No 5/1999 hakikatnya merupakan sebuah upaya koreksi

bangsa ini terhadap perkembangan ekonomi Indonesia yang saat itu dipandang tidak

memiliki fundamental ekonomi kuat (sehingga dihantam krisis ekonomi yang dahsyat),

yang di antaranya banyak disebabkan oleh persaingan usaha tidak sehat sehingga

praktek monopoli merajalela. Kasus monopoli beberapa komoditas, pengaturan bisnis

Page 2: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

2

oleh pelaku usaha yang leluasa mengeksploitasi konsumen, persekongkolan tender

menjadi warna tersendiri di era sebelum reformasi. Melalui UU No 5/1999, pasca

reformasi diharapkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat

diminimalkan.

Tahun kelahiran yang sama antara Undang-undang telekomunikasi dan undang-

undang persaingan memperlihatkan hadirnya semangat yang sama antara keduanya

yakni melahirkan sektor ekonomi Indonesia yang kuat dan berdayasaing. Sinergi

keduanya kemudian terlihat dalam pasal 10 UU No 36 Tahun 1999 yang menyatakan

bahwa untuk masalah persaingan usaha di sektor telekomunikasi mengikuti Undang-

undang yang berlaku dalam hal ini UU No 5/1999.

Kini setelah 14 (empat belas) tahun UU No 36/1999 berlaku, perkembangan

industri telekomunikasi luar biasa. Telekomunikasi kini menjadi sarana yang dapat

dengan mudah kita akses dengan biaya yang relatif terjangkau. Sektor ini kerap

menjadi kebanggaan Indonesia, dan selalu diangkat KPPU dalam berbagai forum

internasional sebagai salah satu sektor yang berhasil mengimplementasikan perubahan

pengelolaan sektor dari monopoli menuju persaingan (kompetisi) secara mulus.

Dalam forum ini menjadi penting bagi kita, untuk melihat persaingan usaha yang

telah terjadi dan apa yang sebaiknya kita lakukan ke depan untuk menjaga agar

persaingan usaha dalam sektor ini tetap berlangsung dengan baik yang bermuara pada

kesejehteraan masyarakat dalam bentuk ketersediaan akses telekomunikasi dengan

biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

Perubahan Pengelolaan Industri Telekomunikasi dari Monopoli menjadi

Kompetisi

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perubahan radikal model pengelolaan

sektor telekomunikasi diawali dengan lahirnya UU No 36/1999. Undang-undang ini

mengubah secara radikal pengelolaan industri telekomunikasi dari monopoli menuju

kompetisi. Keberhasilan perubahan pengelolaan ini, diakselerasi dengan munculnya

teknologi telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuesi sebagai alternatif

Page 3: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

3

sarana telekomunikasi setelah puluhan tahun hanya berbasis dua sarana utama, yaitu

jaringan kabel dan satelit.

Penggunaan spektrum frekuensi di negeri ini, diawali dengan kehadiran dua

operator seluler Indonesia Satelindo dan Telkomsel. Setelah itu akselerasi

perkembangan telekomunikasi Indonesia luar biasa. Setelah perkembangan

teledensitas telekomunikasi Indonesia melalui fixed line selama puluhan tahun,

tersendat di hitungan 8 (delapan) juta satuan sambungan telepon (sst), maka hanya

dalam hitungan kurang dari 20 (dua puluh) tahun jumlah pengguna telepon Indonesia

melonjak secara signifikan mencapai ratusan juta satuan sambungan. Coverage area

yang dulu hanya meliputi wilayah tertentu, maka saat ini hampir seluruh wilayah utama

Indonesia terlayani. Dan yang luar biasa tarif telekomunikasi, seiring waktu malah

bertambah lebih rendah dibandingkan sebelumnya.

Hal yang juga patut menjadi catatan penting di tahun 2013 adalah setelah

Indonesia menjadi tempat pelaku usaha asing menanamkan investasinya sebagai

operator telekomunikasi, PT Telkom mulai bisa memasuki pasar di beberapa Negara

tetangga. Sebuah kemajuan yang sangat baik bagi industri telekomunikasi Indonesia.

Beberapa data tersebut, menjadi fakta yang sempurna bagaimana persaingan

sehat bekerja dengan baik dalam industri telekomunikasi Indonesia. Harapan ke depan

tentu saja semua ini bisa terus dipelihara dengan baik, sehingga sektor ini tetap berada

dalam koridor persaingan usaha yang sehat.

Milestone Persaingan Usaha Sehat Dalam Industri Telekomunikasi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa milestone terpenting dari perkembangan

telekomunikasi Indonesia adalah keberadaan UU No 36 Tahun 1999 yang mengubah

model pengelolaan dari monopoli menuju kompetisi. Tetapi dalam perjalanan industri

telekomunikasi ini, juga terdapat 2 (dua) kasus persaingan usaha yang menjadi

milestone dan koreksi terhadap perkembangan persaingan di industri ini. Kedua kasus

tersebut adalah kasus kepemilikan silang Temasek dan Kartel SMS. Tentu saja, kedua

kasus tersebut cukup mengejutkan, bagi kita karena hadir di tengah perkembangan

sektor telekomunikasi yang massif saat itu. Tetapi setelah kedua kasus itu, kita melihat

Page 4: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

4

sebuah perkembangan persaingan yang sangat signfikan dalam bentuk tarif yang

sangat kompetitif.

Dalam perspektif persaingan, kedua kasus tersebut juga menyadarkan kita

bahwa struktur industri telekomunikasi cenderung tergolong kepada oligopoli. Jumlah

pelaku usaha di sektor ini, akan terbatasi secara alamiah oleh ketersediaan

sumberdaya strategis berupa spektrum frekuensi (sementara telekomunikasi berbasis

kabel sulit bersaing karena biaya yang mahal dan rendahnya mobilitas). Godaan

menggunakan penyalahgunaan oligopoli dalam bentuk kartel memang sangat mudah

terjadi dalam struktur seperti itu. Tetapi nampaknya sampai saat ini perkembangan

yang terjadi malah sebaliknya. Kompetisi antar operator dirasakan sangat ketat bahkan

mungkin bisa dikategorikan sebagai hiperkompetisi oleh beberapa operator. Keluhan

tentang perang tarif antar operator kerap terdengar.

Tetapi dalam perspektif persaingan usaha yang sehat, persaingan ketat itulah

yang diinginkan. Melalui persaingan ketat diharapkan lahir operator-operator yang

berdaya saing dan bisa berkontribusi secara optimal bagi masyarakat.

Secara umum, dalam perspektif persaingan terdapat 2 (dua) hal yang sangat

terlarang dilakukan oleh pelaku usaha. Pertama penyalahgunaan posisi dominan dan

kedua adalah pengaturan oleh pelaku usaha, yang salah satunya muncul dalam bentuk

kartel.

Hiperkompetisi dan Konsolidasi Industri Telekomunikasi Indonesia

Sering disebutkan oleh berbagai pakar, bahwa jumlah operator telekomunikasi di

Indonesia saat ini tergolong tinggi. Terdapat 11 (sebelas) operator yang beradu

kekuatan memperebutkan pasar Indonesia. Uniknya, di Indonesia juga terdapat dua

kelompok operator berdasarkan teknologi selulernya. Pertama kelompok teknologi GSM

kedua teknologi CDMA. Akan tetapi terkait dengan jumlah tersebut, sesungguhnya tidak

ada justifikasi berapa jumlah operator yang tepat. Indonesia yang sering dikritik terkait

jumlah operator di satu sisi, di sisi lain begitu menikmati dinamika kehadiran persaingan

ketat tersebut melalui tarif yang terjangkau, produk yang semakin beragam, dan

coverage area yang semakin melebar. Untuk itu, maka sebaiknya kita membiarkan

Page 5: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

5

pasar bekerja, termasuk untuk upaya melakukan konsolidasi dalam berbagai bentuk

seperti merger dan akuisisi.

Perkembangan saat ini memang memperlihatkan bahwa beberapa pelaku usaha

telekomunikasi sudah mulai keteteran menghadapi persaingan yang nampaknya sudah

mulai memasuki titik jenuh. Jumlah konsumen yang stagnan, dengan ARPU yang

cenderung menurun menjadikan persaingan telekomunikasi menjadi sangat susah bagi

beberapa operator telekomunikasi Indonesia. Beberapa operator telekomunikasi

Indonesia kini mengalami kerugian yang cukup signifikan, secara finansial yang bisa

dilihat dari beberapa laporan keuangan mereka.

Kita mungkin bisa berbangga bahwa tarif rendah dengan coverage area yang

semakin luas, menjadi cermin keberhasilan industri telekomunikasi, tetapi di sisi lain

operator mulai mengalami perkembangan yang tidak diduga dan sangat tidak

diinginkan. Kinerja mereka merosot tajam, bahkan sangat sulit bersaing dalam situasi

pasar yang cenderung jenuh ini.

Upaya mendongkrak kinerja melalui berbagai strategi bersaing telah dilakukan,

tetapi kinerja operator tetap tidak bisa didongkrak secara signifikan, sehingga pilihan

keluar dari pasarpun menjadi salah satu solusi terbaik bagi mereka.

Maka kini merger dan akuisisi (M & A), menjadi salah satu pilihan untuk bisa

terus bersaing dalam industri telekomunikasi. Pemerintah bisa mendorong dan memberi

insentif agar hal ini terjadi, tetapi biarkan pasar yang akhirnya menyeleksi dan

mendorong mereka melakukan konsolidasi. M & A di sektor telekomunikasi dan

turunannya, sesungguhnya telah mulai terjadi. KPPU telah menotifikasi beberapa

proses akuisisi di sektor telekomunikasi. Di antaranya adalah akuisisi Mobile 8 oleh

Smart Telecom, akusisi beberapa perusahaan menara telekomunikasi oleh PT Tunas

Solusindo dan PT Tower Bersama serta saat ini kita telah menerima notifikasi akuisisi

Axis oleh XL.

Dalam perspektif persaingan usaha, konsolidasi industri melalui M & A

merupakan hal yang wajar terjadi. Pasar akan melakukan seleksi bahwa pada akhirnya

pelaku usaha yang efisien dan mampu terus memperbaiki daya sainglah yang akan

Page 6: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

6

bertahan di pasar. Sementara itu, perusahaan yang mungkin merasa telah berupaya

semaksimal mungkin melakukan upaya penetrasi pasar dan berujung pada kegagalan

karena arena persaingan sudah memasuki era hiperkompetisi sehingga gagal

menembus pasar dan akhirnya berhitung bahwa secara bisnis tidak menarik lagi,

mereka akan keluar dari pasar, salah satunya melalui proses diakuisisi operator lain.

Merger dan Akusisi dalam perspektif persaingan bukanlah hal negatif.

Konsolidasi menjadi sejumlah pelaku usaha dengan jumlah yang relatif lebih terbatas,

diakui akan menyebabkan terjadinya lessening competition, tetapi intensitas persaingan

dapat terus dijaga melalui pengawasan KPPU agar operator tidak tergoda melakukan

perilaku bersaing tidak sehat yang akan merugikan konsumen Indonesia.

Terkait M & A, melalui PP No 57 Tahun 2010 KPPU telah mengembangkan

kapabilitas untuk dapat mendeteksi sejauhmana sebuah M & A akan mempengaruhi

secara positif dan negatif terhadap persaingan usaha.

Sinergi Regulator Sektor dan KPPU

Memperhatikan perkembangan sektor telekomunikasi selama ini, KPPU sangat

bersyukur bahwa KPPU bisa bekerjasama dengan baik selama ini dengan kementerian

komunikasi dan informasi sebagai regulator sektor. KPPU menyadari bahwa peran

KPPU dalam sektor telekomunikasi sangat terbatas pada permasalahan persaingan

saja sebagaimana diatur oleh UU No 5/1999.

Regulator sektor pada umumnya yang memiliki kewenangan lebih luas dalam

mengatur sektor, seperti kominfo mengatur telekomunikasi, yang lebih memberi warna

bagaimana sektor telekomunikasi akan dikembangkan.

Regulator sektor dapat menentukan berbagai aspek pengaturan di sektor

telekomunikasi, sementara KPPU hanya berhak mengawasi yang terkait persaingan

saja. Sinergi KPPU-Kemkominfo diharapkan dapat terus dijaga agar sektor ini tetap

menghasilkan kinerja yang optimal.

Seperti menyangkut dirkursus terakhir terkait dengan M & A, KPPU dan

Kemkominfo harus bisa bekerjasama melalui optimasi perannya masing-masing. KPPU

Page 7: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

7

memiliki kewenangan untuk melihat pengaruh M & A terhadap persaingan dengan alat

ukur yang sudah sangat jelas, dari mulai pengukuran konsentrasi pasar dan alat ukur

persaingan lainnya. Sementara Kemkominfo memiliki kewenangan terkait hal-hal di luar

persaingan dan hal-hal yang bersifat teknis seperti penataan spektrum frekuensi.

Diharapkan melalui kerjasama seperti itu, tidak terjadi tumpang tindih peran yang tidak

perlu tetapi justru sinergi peran yang lebih dibutuhkan.

Secara singkat dalam kesempatan yang baik ini, mengingat diskursus tentang M

& A yang menghangat belakangan ini khususnya terkait akuisisi XL terhadap Axis,

perkenankan saya secara singkat memaparkan langkah-langkah penilaian yang

dilakukan KPPU terhadap M & A, agar menjadi jelas apa yang dilakukan oleh KPPU

terkait dengan M & A. Langkah-lankah yang dilakukan KPPU adalah :

1. Melakukan pendefinisian pasar. Seluruh produk yang dimiliki oleh pihak yang

terlibat dalam M & A akan diidentifikasi

2. Melakukan pengukuran konsentrasi melalui HHI

HHI > 1800 akan dilanjut ke penilaian penyeluruh

HHI < 1800 penilaian dihentikan

∆ HHI > 150 akan dilanjutkan ke penilaian menyeluruh

∆ HHI < 150 penilaian dihentikan

3. Penilaian menyeluruh :

a. Analisis hambatan masuk

b. Analisis potensi perilaku persaingan tidak sehat

c. Analisis Efisiensi

d. Analisis kepailitan

Atas dasar penilaian yang sangat rigid dan terukur itulah maka KPPU akan

mengeluarkan pendapat KPPU. KPPU memiliki waktu 90 hari kerja maksimal, untuk

melakukan penilaian ini.

Perlu juga kami sampaikan bahwa rezim penilaian merger oleh KPPU saat ini

adalah rezim post notification, sebuah rezim yang mengatur bahwa M & A harus efektif

secara yuridis dulu baru wajib lapor ke KPPU. Mungkin rezim model ini, hanya sedikit di

Page 8: Kppu - Persaingan Usaha Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Rev

8

dunia, tetapi UU No 5/1999 memang mengatur hal ini. Pelaporan ke KPPU setelah M &

A efektif secara yuridis, dinamakan Pemberitahuan.

Meskipun demikian, KPPU juga membuka pintu bagi pihak yang mau secara

sukarela melakukan notifikasi ke KPPU sebelum M & A efektif secara yuridis. Model

pelaporan seperti ini dinamakan konsultasi, dengan proses penilaian yang tidak jauh

berbeda dengan model penilaian pada Pemberitahuan. Dan kami mengucapkan terima

kasih kepada XL yang saat ini lebih memilih menggunakan metode Konsultasi.

Penutup

Pada akhirnya sampai dengan saat ini, KPPU bisa menyampaikan bahwa proses

tranformasi dari monopoli ke kompetisi berlangsung dengan sangat baik yang bermuara

pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk tarif yang terjangkau dan

ketersediaan akses yang mudah..

Sinergi yang baik antara KPPU dan Kemkominfo terkait dengan pengelolaan dan

pengaturan sektor telekomunikasi serta kerjasama dengan stakeholder telekomunikasi

akan menjadi kunci keberhasilan pengelolaan yang bermuara pada hadirnya sektor

telekomunikasi yang efisien, dan berdayasaing.

Kompleksitas sektor telekomunikasi yang senantiasa bertambah seiring

akselerasi teknologi telekomunikasi di dalamnya, diharapkan dapat terus diantisipasi

melalu kerjasama seluruh stakeholder telekomunikasi Indonesia.

Konsolidasi industri telekomunikasi saat ini mungkin akan menjadi salah satu

pilihan di tengah ketatnya persaingan, pasar yang jenuh serta kinerja beberapa

operator yang tidak kunjung meningkat. Konsolidasi dalam bentuk M & A, adalah

sebuah peristiwa yang wajar dalam sebuah industri, KPPU berharap konsolidasi industri

telekomunikasi dapat dilakukan dalam koridor persaingan usaha yang sehat

sebagaimana diatur dalam UU No 5 tahun 1999.

Terima kasih