kornea

Embed Size (px)

DESCRIPTION

macam-macam gangguan kornea

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan jaringan transparan yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgenses. Deturgens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertronik. Proses penguapan air dari film air mata prakornea dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus.

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Apa saja gangguan kornea pada integritas struktur kornea?1.2.2 Apa yang dimaksud dengan edema kornea?1.2.3 Ada berapa macam distrofi kornea herediter?1.2.4 Apa saja macam-macam dari infeksi kornea (keratitis)?1.2.5 Apa saja macam-macam keratitis non-infeksi?1.2.6 Apa saja macam-macam keratitis epitelial?1.2.7 Ada saja kelainan bentuk pada kornea?1.2.8 Ada berapa macam gangguan degenerasi kornea bagian tengah?1.2.9 Ada berapa macam gangguan degenerasi kornea bagian perifer?1.2.10 Apa yang dimaksud cangkok kornea?1.2.11Apa yang dimaksud penolakan cangkok kornea?

1.3 Tujuan1.3.1 Untuk mengetahui gangguan kornea pada integritas struktur kornea?1.3.2 Apa yang dimaksud dengan edema kornea?1.3.3 Ada berapa macam distrofi kornea herediter?1.3.4 Apa saja macam-macam dari infeksi kornea (keratitis)?1.3.5 Apa saja macam-macam keratitis non-infeksi?1.3.6 Apa saja macam-macam keratitis epitelial?1.3.7 Ada saja kelainan bentuk pada kornea?1.3.8 Ada berapa macam gangguan degenerasi kornea bagian tengah?1.3.9 Ada berapa macam gangguan degenerasi kornea bagian perifer?1.3.10 Apa yang dimaksud cangkok kornea?1.3.11Apa yang dimaksud penolakan cangkok kornea?

1.4 Manfaat

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 AnatomiKornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11 - 12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva (AAO, 2008). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 m, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm (Riordan-Eva, 2010).

2.2 HistologiSecara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel (Riordan-Eva, 2010).Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia). Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang (Eroschenko, 2003).Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran Descemet merupakan membran basal epitel kornea (Eroschenko, 2003) dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali (Hollwich, 1993).

2.3Perdarahan dan PersyarafanKornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus (Riordan-Eva, 2010). Saraf trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila kornea disentuh (Hollwich, 1993).

BAB 3PEMBAHASAN

3.1 Gangguan Pada Integritas Struktur Jaringan Kornea3.1.1 Kelainan Kongenital KorneaDysgenesis kornea adalah kelainan pertumbuhan embrional kornea yang berasal dari ektoderm permukaan dan mesoderm yang termanifestasi sebagai malformasi kongenital, misalnya anomali Peters.

3.1.2 Kelainan Herediter KorneaDistrofi kornea adalah adanya deposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea, bilateral, tanpa sebab yang diketahui. Proses dimulai pada usia bayi 1-2 tahun dpat menetap atu berkembang lambat dan bermanifestasi pada usia 10-12 tahun. Secara anatomis dibedakan atas distrofi anterior meliputi epitel dan membran Bowman (distrofi Meesman, Cogan), distrofi stroma (distrofi Groenouw), dan distrofi posterior meliputi membran Descemet dan endotel (distrofi Fuchs).

3.1.3 Infeksi Kornea (Keratitis)Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.1. Keratitis Superfisialisa. Keratitis pungtata superfisialis: berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes simpleks, herpes zoster, dan vaksinia.b. Keratitis flikten: benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.c. Keratitis sika: suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimal atau sel gobet yang berada di konjungtiva.d. Keratitis lepra: suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.e. Keratitis nummularis: bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan banyak didapatkan pada petani.

2. Keratitis Profundaa. Keratitis interstisial leutik atau keratitis sifilis kongenital.b. Keratitis sklerotikans.

3.1.4 Ulkus (Tukak) KorneaInfiltrasi disertai hilangnya sebagian jaringan kornea.terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti:1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dsb.2. Faktor eksternal yaitu luka pada kornea (erosio kornea) karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada derah muka.3. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh edema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagoftalmos, bius umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.4. Kelainan-kelainan sistemik seperti malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven Johnson, sindrom defisiensi imun.5. Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya kortikosteroid, IDU (Idoxyuridine), anastetik lokal dan golongan imunosupresif.

Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh:1. Bakteri: kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptococ pneumoniae.2. Virus: herpes simpleks, zoster, vaksinia, variola.3. Jamur: golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.4. Reaksi hipersensitifitas: terhadap staphilococcus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen yang tidak diketahui (ulkus cincin).

3.2 Edema KorneaSecara anatomis debedakan atas edema epitel dan edema stroma. Epitel kornea yang normal tidak terlihat dengan mikroskop slit lamp, pada edema lapisan epitel ini kehilangan homogenitasnya dan menjadi tampak pada pemeriksaan menggunakan slit lamp. Edema stroma menyebabkan hilangnya transparansi kornea diterangkan oleh terjadinya pembelokan cahaya oleh fibril stroma yang membengkak.

3.3 Distrofi Kornea HerediterAdalah kelainan kornea herediter, mengenai kedua mata dan pada dasarnya kelainannya diperkirakan sebagai akibat kekurangan sejenis enzim.Distrofi berasal dari bahasa latin dystrophia, trophein yang artinya memberi makan. Kelainan akibat gangguan gizi jaringan atau degenerasi, dikenal dalam bentuk:

3.3.1 Distrofi Epitel dan Membran Bowman1. Distrofi Kornea Mikrositik dari CoganDegenerasi kornea berupa bercak-bercak berbentuk koma atau bulat intra epitel. Bercak berwarna keabu-abuan dan terletak pada permukaan kornea bagian sentral dapat pula ditemukan kekaburan berbentuk sidik jari atau seperti peta pada membran basalis. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada wanita, tajam penglihatan hanya sedikit berkurang.

2. Distrofi Kornea Reis-BucklerDistrofi ini berbentuk arosi kornea berulang yang terdapat pada masa anak-anak dan didasarkan pada distrofi yang utamanya mengenai membran Bowman. Terjadi pengkaburan membran Bowman secara perlahan-lahan disertai lapisan epitel yang tampak tidak rata. Tajam penglihatan biasanya terganggu, pada penyakit ini tidak ditemukan injeksi pembuluh darah.

3. Distrofi Stroma KorneaTerdapat tiga bentuk distrofi stroma kornea, yaitu:a. Distrofi granular: diturunkan secara autosomal dominan, biasanya tidak menimbulkan gejala dan didapatkab bercak-bercak granular berwarna putih halus pada bagian sentral kornea.b. Distrofi makular: diturunkan secara autosomal resesif. Distrofi ini berbentuk sebagai bercak abu-abu lebar yng padat pada bagian sentral kornea dan cenderung untuk menyebar ke arah bagian perifer kornea. Lesi bermula pada membran Bowman dan berkembang ke arah stroma. Dapat disertai erosi kornea yang berulang dan tajam penglihatan sangat terganggu.c. Distrofi kornea kisi-kisi (lattice corneal dystrophy): diturunkan secara autosomal dominan dan menimbulkan gejala pada usia dekade pertama. Gejala berupa erosi kornea yang berulang, menurunnya tajam penglihatan serta astigmat ireguler. Bercak stroma adalah khas yaitu bentuk kisi-kisi yang bercabang di dalam lapisan stroma dengan bertambahnya usia bercak makin bertambah sehingga mengganggu penglihatan, di samping itu ditemukan keluhan epifora dan fotobia karena erosi yang berulang. Bercak stroma ini adalah material amiloid yang berasal dari degenerasi kolagen stroma.

4. Distrofi Kornea Groenouw Merupakan kelainan autosomal dominan yang gejalanya mulai terlihat pada usia dekade pertama. Terdapat 2 bentuk yaitu:a. Distrofi Groenouw tipe I, berupa distrofi granular dimana terdapat kekeruhan granular (seperti butiran roti kering) berwarna putih seperti susu yang terletak pada bagian sentral stroma di mulai dari stroma bagian depan secara progresif berkembang ke arah stroma di belakangnya. Diantara butiran-butiran bercak ini masih ditemukan bagian-bagian kornea yang jernih, sehingga penglihatan hanya sedikit terganggu dan biasanya tidak memerlukan tindakan keratoplasti.b. Distrofi Grenouw tipe II, berupa distrofi makular yang dimulai pada usia dekade pertama dan mengarah ke gangguan tajam penglihatan yang makin parah. Stroma kornea secara umum berkabut disertai dengan bercak-bercak putih keabuan yang padat, batas tidak tegas dan tidak tampak bagian kornea yang jernih, sehingga diperlukan tindakan keratoplast.

3.3.2 Distrofi Endotel Kornea1. Distrofi Kornea dari Fuchs Diturunkan secara autosomal dominan. Kelainan ini didapatkan pada usia dekade ke-3 atau ke-4 atau lebih tua. Kelainan kornea berupa edema yang progresif akibat kegagalan fungsi pompa dan barier endotel. Edema kornea dimulai pada bagian sentral dan menyebar di bagian perifer serta didapatkan edema mikrobula epitel di depan stroma yang mengalami edema. Bila mikrobula epitel pecah penderita merasakan mata sakit atau rasa seperti ada benda asing. Tajam penglihatan sangat terganggu dan kelainan ini diatasi dengan tindakan keratoplast.

3.4 Infeksi Kornea (Keratitis)3.4.1 Keratitis Herpes SimpleksHerpes simpleks (HSV) tipe I merupakan penyebab yang sering dan penting pada penyakit mata. Herpes simpleks tipe II yang menyebabkan penyakit kelamin kadang dapat menyebabkan keratitis dan korioretinitis infantil. Infeksi primer oleh HSV I biasanya didapatkan pada awal kehidupan akibat kontak erat seperti berciuman. Biasanya disertai dengan:1. Demam.2. Lesi vasikular kelopak mata.3. Konjungtivitis folikular.4. Limfadenopati preaurikular.5. Kebanyakan asimtomatik.

Kornea mungkin tidak terkena meski dapat terlihat kerusakan epitel pungtata. Infeksi berulang terjadi akibat aktivasi virus yang laten di ganglion trigerminal saraf kranialis ke-5. Mungkin tidak didapatkan riwayat klinis sebelumnya. Virus berjalan di dalam saraf menuju mata. Sering terjadi pada pasien debil (misal penyakit psikiatri, penyakit sistemik, imunosupresi). Ditandai oleh adanya ulkus dendritik pada kornea. Ulkus ini biasanya menyembuh tanpa parut. Jika stroma juga terkena akan terjadi edema yang mengakibatkan hilangnya transparansi kornea. Keterlibatan stroma dapat mengakibatkan parut permanen. Jika parut kornea berat, diperlukan cangkok kornea untuk mengembalikan penglihatan. Uveitis dan glaukoma dapat terjadi pada penyakit ini. Keratitis disiformis merupakan reaksi imunogenik terhadap antigen herpes dalam stroma dan muncul sebagai kekeruhan stroma tanpa ulserasi, sering dikaitkan dengan iritis.Lesi dendritik diobati dengan antivirus topikal yang biasanya sembuh dalam 2 minggu. Steroid topikal tidak boleh diberikan pada pasien dengan ulkus dendritik karena dapat menyebabkan ulserasi kornea luas. Pada pasien dengan keterlibatan stroma (keratitis), steroid hanya digunakan dengan pengawasan dokter mata dan dengan perlindungan antivirus.

3.4.2 Herpes Zoster OftalmikaPenyakit ini disebabkan oleh virus varisela-zoster yang menyebabkan cacar air, dan mengenai bagian oftalmika saraf trigeminus. Tidak seperti infeksi herpes simpleks, pada herpes zoster biasanya terdapat periode prodromal dan pasien secara sistemik tidak sehat. Manifestasi okular biasanya didahului oleh munculnya vesikel pada distribusi bagian oftalmika saraf trigeminus. Besar kemungkinan terjadi masalah okular bila cabang nasisiliar dari sarf tersebut terkena (vesikel pada radiks hidung). Tanda-tandanya adalah:1 Pembengkakan kelopak mata.2 Keratitis.3 Iritis.4 Glaukoma sekunder.Reaktivasi penyakit ini sering berkaitan dengan penyakit sistemik yang tidak berhubungan. Terapi antivirus oral (misal asiklovir dan famsiklovir) efektif dalam mengurangi neuralgia pascainfeksi (nyeri infeksi berat di daerah ruam) jika diberikan dalam 3 hari sejak erupsi vesikel kulit. Penyakit okular mungkin memerlukan antivirus topikal dan steroid.Prognosis penyakit mata herpetik membaik sejak terjadinya terapi antivirus. Herpes simpleks maupun herpes zoster menyebabkan anestesia kornea. Ulkus indolen yang tidak menyembuh bisa terjadi setelah infeksi herpes simpleks dan sulit diterapi.

3.4.3 Keratitis Bakteri1. PatogenesisSejumlah bakteri dapat meninfeksi kornea adalah:a. Staphilococcus epidermidisb. Staphilococcus aureusc. Streptococcus pneumoniaed. Koliformise. Pseudomonasf. Haemophilus

Beberapa bakteri ditemukan di tepi kelopak sebagai bagian dari flora normal. Konjungtiva dan kornea mendapat perlindungan dari infeksi dengan:a. Kedipan matab. Pembersihan debris dengan aliran air matac. Penjeratan partikel asing oleh mukusd. Sifat antibakteri dari air mata e. Fungsi sawar epitel kornea (Neisseria gonnorrhoea merupakan satu-satunya organisme yang dapat menembus epitel intak).

2. Faktor predisposisi keratitis bakteri termasuk:a. Keratokonjungtivatis sika (mata kering)b. Robekan di epitel kornea (misal setelah trauma)c. Penggunaan lensa kontak d. Penggunaan steroid topikal jangka panjang

3. Gejala dan tanda:a. Nyeri, biasanya berat kecuali bila kornea anestetikb. Sekret purulenc. Injeksi siliard. Gangguan penglihatan (berat jika melibatkan aksis visual)e. Kadang hipopion (satuan massa sel darah putih yang terkumpul dibalik mata anterior)f. Opasitas kornea berwarna putih yang sering dapat dilihat dengan mata telanjang.

4. Terapi:Kerokan diambil dari dasar ulkus untuk pewarnaan Gram dan kultur. Pasien kemudian diterapi dengan antibiotik topikal intensif, seringkali dengan terapi ganda (misal sefuroksim untuk bakteri Gram positif dan gentamisin untuk bakteri Gram negatif) untuk mengatasi sebagian besar organisme. Penggunaan fluorokuinolon (misal siprofloxasin, ofloksasin) sebagai monoterapi mulai populer. Tetes mata diberikan setiap jam siang dan malam untuk beberapa hari pertama dan kemudian frekuensinya dikurangi bila terlihat perbaikan klinis.

3.4.4 Keratitis AkantamoebaAkantamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi ini menjadi lebih sering terjadi seiring dengan peningkatan penggunaan lensa kontak lunak khususnya jika memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi ini juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar air tawar atau tanah tercemar. Terjadi keratitis yang nyeri dengan tonjolan saraf kornea. Amoeba dapat diisolasi dari kornea (dan dari lensa kontak) dengan kerokan dan dikultur pada media khusus yang dipenuhi dengan E.coli. Klorheksidin topikal, poliheksamitilen biguanid (PHMB), dan propamidin digunakan untuk mengobati kondisi ini.

3.4.5 Keratitis Jamur Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis (Dorland, 2000).1. EtiologiMenurut Susetio (1993), secara ringkas dapat dibedakan :a. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.b. Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.c. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.d. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.e. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

2. Gejala Klinis: Menurut Susetio (1993) untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut:a. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.b. Lesi satelit.c. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa dibawah endotel utuh.d. Plak endotel.e. Hipopion, kadang-kadang rekuren.f. Formasi cincin sekeliling ulkus.g. Lesi kornea yang indolen.

3. PenatalaksanaanMenurut Susetio (1993) terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat. Hal yang utama dalam terapi keraomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi:a. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.Topikal amphotericin B, thiomerosal, natamycin, golongan imidazole.b. Jamur berfilamenUntuk golongan II: topikal amphotericin B, thiomerosal, natamycin (obat terpilih), imidazole (obat terpilih). c. Ragi (yeast)Amphoterisin B, natamycin, imidiazole.d. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati. Golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.

3.5 Keratitis Non-Infeksi3.5.1 Ulkus dan Infiltrat MarginalKebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun, khususnya blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks (Haemophilus aegyptus). Namun ulkus-ulkus ini bukan proses infeksi dan kerokan tidak mengndung bakteri penyebab. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linear atau lonjong, terpisah dari limbus oleh interval bening, dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri, umumnya setelah 7 sampai 10 hari, namun yang menyertai blefarokonjungtivitis stafilokok umumnya kambuh. Terapi terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini, untuk beberapa kasus diperlukan kortikosteroid topikal.

3.5.2 Ulkus MoorenPenyebab ulkus mooren belum diketahui, namun diduga autoimun. Ulkus mooren paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Ulkus ini tidak responsif terhadap antibiotika mupun kortikosteroid.

3.5.3 Keratokonjungtivitis PhlyctenularPhlycten adalah akumulasi setempat limfosit, monosit, makrofag, dan akhirnya neutrofil. Lesi ini mula-mula muncul di limbus, namun pada serangan-serangan berikutnya akan mengenai konjungtiva bulbi dan kornea. Phlyctenul kornea, umumnya bilateral, berakibat sikatriks dan vaskularisasi, namun phlyctenul konjungtiva tidak meninggalkan bekas. Phlyctenul yang tidak diobati akan menyembuh dalam 10-14 hari, namun terapi topikal dengan kortikosteroid secara dramatis memperpendek proses ini menjadi 1 atau 2 hari dan sering mengurangi timbulnya parut dan vaskularisasi.

3.5.4 Keratitis Marginal Pada Penyakit AutoimunBagian perifer kornea mendapat nutrisinya dari humor akueus, kapiler limbus, dan film air mata. Bagian ini berhubungan dengan jaringan limfoid subkonjungtival dan pembuluh-pembuluh limfe di limbus. Konjungtiva peri-limbus agaknya berperan penting dalam patogenesis lesi-lesi kornea pada penyakit mta lokal atau penyakit sistemik, terutama yang asalnya autoimun. Terdapat persamaan mencolok antara jalinan kapiler limbus dan jalinan glomerulus ginjal. Pada membran basal endotel kapiler kedua jaringan itu terdapat endapan kompleks-kompleks imun yang berakibat penyakit imunologik. Jadi kornea perifer sering terlibat pada penyakit autoimun seperti artritis rematoid, poliarteritis nodosa, lupus eritematosus sistemik, skleroderma, granulomatosis Wegener, kolitis ulserativa, penyakit Crohn, dan polikondritis yang kambuh. Perubahan kornea terjadi setelah peradangan sklera, dengan atau tanpa penutupan vaskuler sklera. Tanda-tanda klinik termasuk vaskularisasi, infiltrasi, kekeruhan, dan pembentukan lubang perifer yang dapat berkembang sampai perforasi. Terapi diarahkan pad pengendalian penyakit sistemik penyebab, tetapi topikal umumnya tidak efektif dan sering diperlukan penggunaan obat imunosupresif yang poten. Perforasi kornea memerlukan keratoplasti.

3.4.5 Ulkus Kornea Akibat Defisiensi Vitamin AUlkus kornea tipikal pada avitaminosis A terletak di pusat dan bilateral, berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (disebut keratomalacia), dan sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang terlihat di bintik Bitot. Bintik Bitot adalah daerah berbentuk baji pada konjungtiva, biasanya pada tepi temporal dengan limbus dan apeksnya melebar ke arah chantus lateral.Ulserasi kornea akibat avitaminosis A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. Ulkus dapat terjadi pada bayi yang mempunyai masalah makan, pada orang dewasa dengan diet ketat atau tidak adekuat, atau pada orang dengan obstruksi bilier, karena empedu dalam saluran cerna diperlukan untuk penyerapan vitamin A. Kekurangan vitamin A menyebabkan kreatinisasi umum pada epitel di seluruh tubuh. Perubahan pada konjungtiva dan kornea bersama-sama dikenal sebagai xerophtalmia. Aitaminosis A juga menghambat pertumbuhan tulang.Defisiensi vitamin A ringan harus diterapi. Pada orang dewasa dengan dosis 30.000 unit/hari selama 1 minggu. Kasus yang berat mula-mula memerlukan dosis yang jauh lebih tinggi (20.000 unit/kg/hari). Salep sulfonamida atau antibiotika dapat digunakan secara lokal pada mata untuk mencegah infeksi bakteri sekunder.

3.4.6 Keratitis NeurotropikJika nervus trigeminus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan bedah, tumor, peradangan, atau karena cara lain, kornea akan kehilangan kepekaan dan pertahanan terbaiknya terhadap degenerasi, ulserasi, dan infeksi yaitu refleks berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik yang khas, larutan fluoresein akan menghasilkan bintik-bintik berwarna pada epitel bagian superfisial. Dengan berlanjutnya proses ini, timbullah daerah-daerah berupa bercak terbuka. Kadang-kadang epitelnya hilang dari daerah yang luas di kornea. Dengan hilangnya sensasi kornea, keratitis berat sekalipun tidak benyak menimbulkan gangguan bagi pasien. Gejalanya adalah adanya kemerahan pada mata, gangguan penglihatan, atau tahi mata yang makin banyak. Manjaga agar kornea tetap basah dengan aair mata buatan dan salep dapat membantu melindunginya. Cara terbaik adalah menutup mata dengan plester horizontal, dengan tarsorrhaphy, atau dengan ptosis yang dipicu toksin botolinum A (Botox).

3.4.7 Keratitis PajananKeratitis pajanan dapat timbul pada segala situasi, jika kornea tidak cukup dibasahi dan ditutupi oleh palpebra. Contohnya antar lain eksoftalmos karena sembarang sebab, ektropion, sindrom palpebra lunak, hilangnya sebagian palpebra akibat trauma, dan ketidakmampuan palpebra menutup secukupnya seperti pada Bells palsy. Dua faktor penyebabnya adalah kekeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor. Jenis keratitis ini steril, kecuali ada infeksi sekunder. Tujuan pengobatannya adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh permukaan kornea.

3.6 Keratitis Epitelial3.6.1 Keratitis KlamidiaKelima jenis utama konjungtivitis klamidia (trakoma, konjungtivitis inklusi, limfogranuloma venereum okuler primer, konjungtivitis parkit atau psittacosis, dan konjungtivitis pneumonitis kucing) disertai dengan lesi kornea. Namun hanya trakoma dan limfagranuloma venereum, lesinya dapat menyebabkan kebutaan atau merusak penglihatan. Keratokonjungtivitis klamidia dapat diobati dengan sulfonamida sistemik (kecuali infeksi C psittaci, yang resisten terhadap sulfonamide), tetrasiklin, dan eritromisin.

3.6.2 Keratitis Epitel Induksi ObatKeratitis epitelial tidak jarang ditemukan pada pasien yang memakai obat anti-virus (idoxuridine dan trifluridine) dan beberapa antibiotika spektrum luas dan spektrum sedang seperti neomycin, gentamicin, dan tobramycin. Umumnya berupa keratitis superfisial, terutama mengenai belahan bawah kornea dan fissura interpalpebrae.

3.6.3 Keratokonjungtivitis Sicca (Sindrom Sjgren)Filamen-filamen epitelial di kuadran bawah kornea merupakan tanda utama penyakit autoimun ini, karena sekret kelenjar lakrimalis dan kelenjar lakrimalis tambahan berkurang. Juga terdapat keratitis epitelial berbintik-bintik yang terutama mengenai kuadran bawah. Kasus berat menampakkan pseudofilamen mukosa yang melengket pada epitel kornea. Pada keratitis sindrom Sjgren mengakibatkan rusaknya sel goblet dan konjungtiva. Kadang masih menghasilkan air mata tanpa mukus. Epitel kornea membuang air mata dan tetap kering. Pengobatannya harus menggunakan air mata pengganti dan salep pelumas sesering mungkin. Bila sel-sel goblet telah rusak, harus diberi mukus pengganti selain air mata buatan. Vitamin A topikal dapat membantu mengembalikan keratinisasi epitel.

3.6.4 Keratitis Adenovirus Keratitis ini umumnya menyertai semua jenis konjungtivitis adenovirus, yang mencapai puncaknya 5-7 hari sesudah mulainya konjungtivitis. Meskipun kekeruhan kornea dari keratokonjungtivitis adenovirus cenderung mereda untuk sementara dengan pemakaian kortikosteroid topikal, dan meskipun pasien sering merasa nyaman untuk sementara waktu, terapi kortikosteroid dapat memperpanjang penyakit kornea, sehingga tidak disarankan. Tidak diperlukan pengobatan.

3.6.5 Keratitis Virus LainKeratitis epitel halus mungkin tampak pada infeksi virus lain seperti morbili, rubella, parotis epidemika, mononukleosus infeksiosa, konjungtivitis hemoragik akut, konjungtivitis New Castle, dan verucca pada tepian palpebra. Keratitis epitelial superior dan pannus sering menyertai nodeul molluscum contagiosum pada tepian palpebra.

3.7 Kelainan Bentuk3.7.1 KeratokonikusBiasanya merupakan kelainan sporadis kadang diturunkan. Penipisan bagian tengah kornea menyebabkan distorsi kornea konikal. Penglihatan terganggu namun tidak terdapat nyeri. Pada awalnya astigmatisme yang ditimbulkan dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak. Pada kasus berat mungkin diperlukan cangkok kornea.

3.8 Degenerasi Kornea Bagian Tengah3.8.1 Keratopati PitaKeratopati pita merupakan deposisi subepitel kalsium fosfat pada bagian kornea yang terpajan di mana hilangnya CO2 dan peningkatan pH yang ditimbulkan membantu deposisinya. Penyakit ini didapatkan pada mata dengan uveitis atau glaukoma kronis dan dapat menyebabkan hilangnya penglihatan atau rasa tidak nyaman bila erosi epitel terbentuk di atas pita. Jika simtomatik maka dapat dikerok dengan bantuan agen kelasi seperti natrium edetat. Laser excimer juga efektif dalam mengobati pasien-pasien ini dengan mengablasi kornea yang terkena. Keropati pita juga bisa merupakan tanda hiperkalsemia sistemik seperti pada hiperparatiroidisme atau gagal ginjal. Lesi ini kemungkinan besar terdapat di posisi jam 3 dan jam 9 pada kornea limbus.

3.9 Degenerasi Kornea Perifer3.9.1 Penipisan KorneaPenyebab yang jarang dari penipisan kornea perifer yang nyeri adalah ulkus mooren, suatu kondisi dengan dasar imun. Penipisan atau pelunakan kornea juga didapatkan pada penyakit kolagen seperti artritis reumatoid dan granulomatosis Wegner. Terapi dapat sulit dan kedua set kelainan tersebut membutuhkan terapi imunosupresi sistemik dan topikal. Bila terdapat mata kering, penting untuk menjamin pembasahan kornea dan proteksi kornea yang adekuat.

3.9.2 Arkus LipidIni merupakan deposit lipid putih di perifer yang berbentuk cincin, terpisah dari limbus dengan jelas. Paling sering terlihat pada manula normal (arkus senilis) namun pada pasien muda dapat merupakan tanda adanya suatu hiperlipidemia. Tidak memerlukan terapi.

3.10 Cangkok KorneaJaringan kornea donor dapat dicangkokkan pada kornea pejamu untuk mengembalikan kejernihan kornea atau memperbaiki perforasi. Kornea donor dapat disimpan dan dimasukkan dalam bank sehingga cangkok kornea dapat dilakukan pada pembedahan rutin. Kornea pejamu yang avaskuler berfungsi sebagai tempat khusus untuk cangkok, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Jaringan yang digunakan bisa bertipe HLA untuk cangkok kornea bervaskular dengan resiko tinggi penolakan imun meski lainnya masih belum jelas. Pasien menggunakan tetes mata steroid selama beberapa waktu setelah operasi untuk mencegah penolakan cangkok. Komplikasi seperti astigmatisme dapat ditangani dengan pembedahan atau penyesuaian jahitan.

3.11 Penolakan CangkokTiap pasien yang memiliki cangkok kornea dan yang mengeluhkan mata merah, nyeri, atau hilangnya penglihatan harus ditangani dengan segera oleh spesialis mata, karena hal tersebut bisa menandakan penolakan cangkok. Pemeriksaan memperlihatkan edema cangkok, iritis, dan garis sel T teraktivasi yang menyerang endotel cangkok. Aplikasi steroid topikal intensif pada tahap dini dapat mengembalikan kejernihan kornea.

BAB 4PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran