Upload
pianike-widiawati
View
118
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keperawatan anak
Citation preview
ESSAY KONTRAK BELAJAR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA
DI RUANG MELATI II RSUD Dr. MOEWARDI
Oleh:
S A E P U D I N Z O H R I
(070112b064)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Thalasemia merupakan penyakit genetik (turunan) yang menyerang sel
darah merah. Gen yang rusak adalah gen penyandi hemoglobin, komponen
terpenting dari sel darah merah. Singkatnya sel dara merah penderita akan
mengecil, tak mampu mengangkut oksigen, dan sangat fragil atau mudah
pecah sehingga gejala utama adalah anemia (kurang darah merah) disertai
komplikasi lain disistem hemopoeitic (produksi dan distribusi sel darah).
Selama ini belum ada terapi definitif selain transfusi darah . harapan untuk
masa depan adalah terapi genetik yaitu memasukkan kembali gen normal
untuk hemoglobin ini
Hal lain yang penting adalah frekuensi pembawa atau carier penyakit
ini (punya gen rusak tapi ngga sakit) di masyarakat indonesia cukup tinggi
(kalau nnga salah sekitar 5%). Penderita thalasemia akan lahir dari suami istri
yang dua duanya carrier thalasemia, sehinnga timbul ide pre-marital screening
(pemeriksaan sebelum nikah)untuk thalasemia.
Thalasemia adalah suatu penyakit kelainan genetika dimana sel darah
penderita umurnya sangat rendah. Normalnya 120 tetapi kadang kadang
umurnya bisa kurang dari 1/2 nya tergantung dari kasusnya.
Karena umurnya pendek maka produksi dan yang mati tidak seimbang,
akibatnya penderita mengalami kukurangan sel darah merah. Untuk
mempertahankan kondisi yang normal penderita sangat membutuhkan
tambaan darah atau yang disebut transfusi. Dari transfusi ini timbul pula ma
sal ah masalah lain. Misalnya infeksi, keracunan besi (dari hasil sel darah
merah yang rusak).
Menurut dr. Winarno, SpA ”Thalasemia merupakan sebuah penyakit
yang diturunkan secara genetik. Jika orang tua mengidap penyakit ini, maka
anaknya berpeluang menderita. Peluang akan semakin besar jika kedua orang
tua si anak sama sama mengidap thalasemia.”
2
Menurut winarno, dari setiap 100.000 kelahiran di Indonesia,
ditemukan sekitar 100 orang penderita thalasemia. Risiko terkena penyakit ini
jelas sangat fatal, yakni kematian. Seorang anak yang terkena thalasemia
berat, maka kemungkinan hidupnya hanya sampai usia balita. Namun jika
tergolong ringan, ia bisa bertahan hidup hingga dewasa kendati harus dibantu
lewat transfusi darah.
Seperti yang terjadi pada kasus di ruang Melati II setiap minggunya
terdapat sekitar 17 % pasiennya adalah anak yang datang untuk melakukan
tranfusi darah (PRC) untuk menaikkan Hb.
B. TUJUAN KONTRAK BELAJAR
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan Thalasemia
2. Tujuan khusus
Setelah saya menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu :
1. Memahami pengertian Thalasemia
2. Memahami penyebab terjadinya Thalasemia
3. Memahami tanda dan gejala Thalasemia
4. Memahami pemeriksaan diagnostik pada kasus Thalasemia
5. Memahami penatalaksanaan kasus Thalasemia
6. Memahami masalah keperawatan yang sering muncul pada anak
dengan Thalasemia.
7. Memahami dan memberikan tindakan keperawatan ada anak dengan
Thalasemia
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Thalasemia merupakan sekelompok kelainan turunan yang
berhubungan dengan defek sintesis rantai-hemoglobin (Smeltzer & Bare,
2001).
Thalasemia adalah suatu penyakit kongenital hereditas yang
diturunkans secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu
atau lebih rantai folikel 3 hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehungga
mengakibatkan anemia hemolitik (Broyles, 1997).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinggaumur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 2005)
Thalasemia merupakan kelompok kelainan geneti heterogen, yang
timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai atau (Hoffrand,
2005).
Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga
umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan
tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari
2 rantai . Pada beta thalasemia, pembuatan rantai sangat terhambat.
Kurangnya rantai berakibat pada meningkatnya rantai alpha.antai alpha ini
mengalami denotorasi dan presipitasi dalam sel menimbulkan kerusakan pada
membran sel, yaitu membren sel menjadi lebih permeabel. Sebagai akibatnya,
sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai
alpha akan mengurangi stabilitas gugus hem yang akan mengoksidasi
hemoglobin dan membran sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
4
Thalasemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia
hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Thalasemia dapat dibedakan
secara molekuler dan secara klinis.
Secara molekuler thalasemia dibedakan menjadi:
1. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai )
2. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai )
3. Thalasemia - - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak
gennya diduga berdekatan)
4. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai ).
Secara klinis thalasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1. Thalasemia mayor (bentuk homozigot)
memberikan gejala klinis yang jelas, ditandai dengan anemia berat,
hemolisis, dan prosuksi eritrosit (eritropoesis) yang tidak efektif. Terapi
tranfusi awal, dapat mempertahankan pertuimbuhan dan perkembangan
selama masa kanak-kanak. Disfungsi organ sehubungan dengan kelebihan
besi dapat terjadi. Terapi chelate teratur dengan desferoksamin subkutan
dapat menurunkan komplikasi kelebian besi dan memperpanjang hidup
pasien. Namun, kelangsungan hidup keseluruhan pasien yang dapat
chelate besi secara terus menerus sejak tahun-tahun pertama kehidupan
belumdiketahui
2. Thalasemia minor
biasanya tidak memberikan gejala klinis tetapi merupakan
pembawa talasemia mayor. Namun kehamilan dapat menyebabkan anemia
yang bermakna sehingga memerlukan terapi transfusi.
B. PENYEBAB THALASEMIA
Adapun penyebab dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin
ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh:
5
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemiglobin abnormal)
misalnya : pada HB S, HBF, HbD
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada
thalasemia.
Kedua kelaianan ini sering dijumpai bersama-sama pada seorang pasien
seperti thalasemia Hb S atau thalasemia Hb F. (Ngastiyah, 2005)
C. TANDA DAN GEJALA
Ngastiyah (2002) mengatakan gejala klinik pada thalasemia mayor
telah terlihat sejak umur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak
lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan
kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut
membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang diraba. Adanya
pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena
kemampuannya terbatas. Limfa yang membesra ini akan mudah ruptur hanya
karena trauma ringan saja.
Gejala lain ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal
ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangantulang muka dan
tengkorak gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar,
korteks yang tipis dan trabekula besar.
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering
mendapatkan transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada
hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut
(hemokrommatosis).
- thalasemia merupakan jenis thalasemia paling umum dan terjadi dalam
tiga bentuk :
1. Thalasemia minor / trait : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk
heterozigot
2. Thalasemia intermedia : ditandai oleh splenomegali, bentuk homozigot.
6
3. Thalasemia mayor: anemia berat, tidak dapat hidup tanpa bantuan
transfusi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah tepi:
1) Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
2) Gambaran morfologi eritrosit: mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dan dengan makroovalositosis, mikrosferoit,
polikromasi, basofhilik stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis
dan sel target, gambaran ini lebih kurang khas.
3) Retikulosit meningkat.
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis):
1) Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
2) Granula Fe (dengan pengecatan prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus:
1) Hb F meningkat: 20% - 90% total.
2) Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
3) Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalasemia meyor
merupakan trait (carrier) dnegan Hb A2 meningkat ( >3,5% dari Hb
total).
d. Pemriksaan lain:
1) Foto Ro tulang kepala: gambaran haoir on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada kortek.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang
seingga trabekula tampak jelas.
E. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) : diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 g/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transusi darah. Desferoxamine, dosis
7
25-50 mg/kg berat badan/ hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap
selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selam pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi :
a. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensa eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.
3. Suportif
Transusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk
PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
Pengelolaan anak thalasemia dengan pemberian Transfusi
PRC (Packed Red Cells)
Herediter (anemia hemolitik / thalasemia)
Hb abnormal dan gangguan jumlah rantai Hb
Hb < 8 g/dL
8
Packed Red Cells (PRC). Sebahagian besar terdiri dari sel darah
merah/ eritrosit, akan tetapi masih mengandung sedikit sisa-sisa leukosit
dan trombosit. Packed Red Cells disimpan pada suhu 2– 6 oC hingga 21 hari
(dengan CPD), dan hingga 35 hari (dengan CPDA)
Sel darah merah pekat atau Packed Red Cells diberikan pada kasus
kehilangan darah yang tidak terlalu berat, transfusi darah pra operatif atau
anemia kronik dimana volume plasmanya normal
Tranfusi PRC (packed red cell) hanya diberikan bila Hb < 8 g/dL.
Sekali diputuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu
dipertahankan diatas 12 g/dL dan tidak melebihi 15 g/dL.
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan.
Indikasi pemberian transfuse PRC pada anak thalasemia
Transfusi layak diberikan pada pasien thalasemia jika
menunjukkan tanda Oxigen Need yaitu rasa sesak, mata berkunang,
berdebar (palpitasi), pusing, gelisah atau Hb <6 gr/dl. Pemberian sel darah
merah pekat (PRC), sering digunakan apabila kadar Hb kurang dari 6 gr%
sebagai indikasi mutlak, dan hampir tidak diperlukan bila Hb lebih dari 10
gr% dan kalau kadar Hb antara 6-10gr%, maka transfusi sel darah merah
diberikan atas indikasi keadaan oksigenasi pasien. Hal yang perlu diingat
bahwa kadar Hb bukanlah satu-satunya parameter, tetapi harus
diperhatikan pula faktor-faktor fisiologi
Transfusi PRC
Hb tetap dipertahankan diatas 12 g/dL dan tidak melebihi 15 g/dL
9
a. Tranfusi hanya diberikan bila Hb < 8 g/dL. Sekali diputuskan untuk
diberi tranfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan diatas 12 g/dL dan
tidak melebihi 15 g/dL.
b. Rumus pemberian PRC = ∆ Hb x 3 x BB.
c. Transfuse PRC adalah tata laksana suportif utama pada thallsemia untuk
mempertahankan kadar Hemoglobin
d. Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan
transfuse PRC selain kadar Hb adalah:
- Gejala, tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita,
- Ada atau tidaknya penyakit kardiorespirasi atau susunan saraf pusat,
- Penyebab dan antisipasi anemia,
- Ada atau tidaknya terapi alternatif lain
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, Kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
F. MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan cerebral
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya
komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat
nutrisi ke sel.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya selera makan.
10
G. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan cerebral tidak adekuat
- Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran
mukosa.
- Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau
gelisah, penurunan kesadaran
- Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
- Menciptakan lingkungan yang nyaman dan mempertahankan suhu
lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan
- Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Perfusi jaringan perifer adekuat
- Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran
mukosa.
- Monitoradanya parestesia ( seperti terbakar, geli )
- Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
- Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
- Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan
tubuh.
- Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
11
3. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
- Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan
kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
- Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas,
dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan
denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti
melakukan aktivitas jika teladi gejala-gejala peningkatan denyut
jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau
kelelahan).
- Bantu klien mengidentifikasi aktifitas yang disukai klien
- Bantu klien untuk mendapatkan sumber untuk aktifitas
- Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari hari
sesuai dengan kemampuan anak.
- Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement
terhadap partisipasi anak di rumah.
- Berikan jeda selama aktifitas
- Membuat jadwal aktivitas bersama anak dan keluarga dengan
melibatkan tim kesehatan lain.
- Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang
kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan
melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua
dan sekolah.
4. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi
anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera
makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi.
- Mecatat masukan makanan anak
- Meningkatkan intake Fe, protein, vit C
- Membantu anak untuk hygiene yang baik
12
- Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan
makanan
- Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.
13
BAB III
RESUME
A. STUDI KASUS KLIEN
Anak R, Laki-laki, 4,5 tahun, diagnosa medis Thalasemia, dengan
keluhan utama saat pengkajian (08-10-2013), badan terasa lemah, anemis,
CRT > 3 detik, konjungtiva anemis, kepala pusing, mual, muntah, mudah
capek, nafsu makan menurun. BB : 16 kg, TB : 117 cm. T: 90/60 mmHg,
N: 86 x/mnt, RR: 22 x/mnt, S: 36,7° C.
Riwayat kesehatan pada saat klien masuk IGD RSUD
Dr.MOEWARDI (04-10-2013) adalah klien lemah, mudah capek, anemis.
Terapi yang telah diberikan pada An. R adalah : O2 nasal kanul 2
liter/menit, , Vit Bc 3 x 1 tab, Infus D 5% : 10 tts/mnt (mikro), Cefotaxim
3x250 mg, dan akan direncanakan Transfusi PRC di bangsal Melati II.
Pada anak. R ditemukan masalah keperawatan: resiko gangguan
perfusi jaringan perifer, resiko infeksi, Resiko intoleransi aktivitas.
Didukung oleh adanya data Hb: 7,6 gr/dl, Ht: 31,6%, leukosit: 1900/dl,
trombosit 76000/dl.
B. DISKUSI DENGAN EXPERT
Dari hasil diskusi penulis dengan expert 1 (residen anak) dijelaskan
bahwa untuk menegakkan suatu diagnosa Thalasemia memerlukan
pemeriksaan diagnostik yang sesuai. Misalnya dilakukan BMP. Sedang
pada anemia hemolitik biasanya dengan preparat hapus, ikterik eritrosit
lisis berlebihan, bilirubin meningkat, dan anemia perdarahan secara
umum karena operasi, persalinan perdarahan kecelakaan dan lain lain.
Dijelaskan pula bahwa pokok permasalahan Thalsemia dengan Hb randah
sesuai dengan penyebabnya, misalnya pada anemia aplastik dimana terjadi
gangguan produksi sel darah, sehingga tanda utamanya berupa
pansitopenia dimana eritrosit turun, trombosit turun, leukosit turun.
Penatalaksanaan yang diberikan juga sesuai dengan akar permasalahan
yang ada. Untuk mengetahui penyebab Thalsemia dengan Hb randah,
14
riwayat kesehatan anak juga perlu sekali digali. Dalam hal ini, perawat
dapat berperan penting dengan menggunakan komunikasi terapetik.
Dari hasil diskusi penulis dengan expert 2 (perawat anak), dijelaskan
bahwa dari segi keperawatan yang dapat dilakukan dalam upaya
pengelolaan /perawatan klien Thalsemia dengan Hb randah (Hb: 7,6 gr/dl)
secara optimal untuk meningkatkan kondisi pasien adalah dengan upaya
Transfusi PRC: ( 10 – 7,6) x 3 x 16 = 115, 2 cc
Selain itu juga pemenuhan nutrisi yang mencukupi kebutuhan
tubuh. Dengan diet tinggi kalori tinggi protein dan penyajian diet yang
hangat untuk mengurangi rasa mual. Perawat selalu memotivasi keluarga
dan klien untuk dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya. Selain itu
diupayakan bahwa klien Thalsemia dengan Hb randah dihindarkan dari
penularan infeksi. Selain program pengobatan yang telah diintervensikan
dari tim medis harus dapat dilaksanakan dengan baik.
C. PERMASALAHAN
Dalam rangka mengetahui penyebab turunnya Hb selain pemeriksaan
diagnostik, sangat perlu untuk memahami riwayat kesehatan klien,
informasi ini didapatkan dari keluarga sehingga perlu suatu komunikasi
yang kondusif antara perawat dan keluarga klien. Bagaimana perawat
menerapkan komunikasi terapetik untuk menggali informasi dari
keluarga ?
Dengan turunnya kadar Hb, kondisi anak menjadi lemah serta terjadi
penurunan imunitas anak, sehingga mudah terkena infeksi. Bagaimana
upaya untuk menghindarkan klien dari penularan infeksi .
Usaha yang dapat diupayakan untuk dapat mendukung kondisi
optimal klien selain pemberian obat adalah dengan upaya pemenuhan
nutrisi yang mencukupi kebutuhan tubuh. Perlu diberikan diet tinggi kalori
tinggi protein dan penyajian diet yang hangat untuk mengurangi rasa mual.
Bagaimana pemberian diet pada pasien Thalasemia dengan Hb Rendah ?
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Untuk memahami penyebab Turunnya Hb pada Thalasemia selain dengan
pemeriksaan diagnostik kita perlu memahami riwayat kesehatan klien, apakah
klien sudah pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit yang sama ataukah
klien baru pertama kali dirawat. Selain itu riwayat kesehatan waktu kecil juga
perlu kita dapatkan. Hal tersebut dapat kita peroleh melalui keterangan dari
keluarga klien. Hal ini membutuhkan komunikasi yang baik antara perawat dan
keluarga klien. Komunikasi terapetik perlu diterapkan pada permasalahan ini.
Diharapkan dengan komunikasi yang baik dan terus berkesinambungan antara
perawat dan keluarga akan membantu proses penyembuhan klien. Perlu
dipahami anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi yang paling sering didapati
adalah anak yang sakit, maka orang tua merasa disalahkan terutama ibu oleh
ayah / suaminya. Sehingga kita sebagai perawat harus pandai mengatur tehnik-
tehnik komunikasi yang dapat dilakukan. Tehnik yang digunakan untuk
melakukan pengkajian pada anak G adalah pertanyaan terbuka, kemudian
mendengarkan keluhan dan memperhatikan keluhan. Terakhir perawat dapat
menggunakan tehnik klarifikasi. Tidak ketinggalan bahwa melalui komunikasi
perawat akan mendapat berbagai macam hal positif dari keluarga. Keluarga
akan merasa nyaman bercerita pada perawat akan kondisi anaknya, keluarga
tidak takut / malu bertanya mengenai cara perawatan anaknya dan keluarga
menjadi dekat dengan perawat. Dan hal itu sangat menguntungkan perawatan,
karena dengan kedekatan antara pasien, keluarga dengan perawat akan sangat
membantu tercapainya tujuan asuhan keperawatan.
Upaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi pada penderita anemia
masih kurang optimal. Dalam pelaksanaan prosedur tindakan seringkali kita
tidak mengindahkan untuk cuci tangan. Padahal cuci tangan adalah langkah
awal untuk memulai suatu tindakan dengan menghindarkan resiko terjadinya
kontaminasi. Selain itu anak Hb rendah (Hb: 7,6 gr/dl) secara optimal untuk
meningkatkan kondisi pasien adalah dengan upaya Transfusi PRC: ( 10 – 7,6)
x 3 x 16 = 115, 2 cc
16
Sebaiknya pasien thalasmia dengan Hb rendah tidak dirawat bersama-
sama dengan pasien dengan berbagai penyakit, termasuk infeksi. Hal-hal
tersebut dapat memperburuk kondisi klien Thalasemia dengan penurunan Hb
yang sebelumnya kondisi klien Thalasemia dengan Hb rendah telah mengalami
penurunan imunitas, dengan naik turunnya kadar Hb, kelemahan umum dan
intake nutrisi yang kurang.
Diet yang dianjurkan adalah diet tinggi kalori tinggi protein serta makanan
yang banyak mengandung zat besi. Namun seringkali dijumpai diet yang
disajikan pada penderita Thalasemia dengan Hb rendah tidak
mempertimbangkan nilai kalori dan proteinnya. Diet yang diberikan sama
dengan diet untuk pasien lainnya. Karena dalam terapi yang diprogramkan
hanya tertulis 3x makanan lunak. Sehingga masalah nutrisi kurang mendapatkan
perhatian. Diet yang disajikan kadang sudah dingin padahal klien dengan
Thalasemia dengan Hb rendah mengalami masalah mual sehingga nafsu makan
kurang dan intake makanan menurun. Hal tersebut dapat mengakibatkan
menurunnya kondisi klien. Upaya yang telah dilakukan selain hal tersebut
adalah menganjurkan keluarga klien untuk mencukupi kebutuhan nutrisi klien,
namun kebanyakan dari mereka adalah klien dengan golongan sosial ekonomi
bawah sehingga untuk penyediaan nutrisi pun hanya pas-pasan. Hal inilah yang
kadang menjadi dilema dalam keperawatan, karena sebagian besar klien yang
dirawat adalah mereka yang menggunakan kartu JAMKESMAS atau sosial
ekonomi yang rendah. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah
Perencanaan Pulang Dan Perawatan Dirumah
1. Instruksikan kepada orang tua tentang pemberian transfusi darah pada anak.
2. Instruksikan kepada oarang tua tentang tanda dan gejala anemia berat yang
muncul pada anak.
3. Diskusikan orang tua dan anak tentang pilihan dan rencana aktifitas gaya
hidup yang sesuai dengan kondisi anak (hindari permainan-permainan yang
membahayakan).
4. Dorong orang tua untuk mengungkapkan perasaan anak-anak tentang
keluhan-keluhan tentang penyakit dan keterbatasan aktifitas.
17
5. Instruksikan dapa orang tua agar selalu menciptakan lingkungan yang
nyaman pada anak dan selalu berada disamping anak dalam melakukan
berbagai aktifitas.
6. Hubungkan keluarga dengan lembaga pemasyarakatan yang cocok
18
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ketrampilan untuk dapat berkomunikasi teraupetik bagi perawat sangat
penting dan akan mempengaruhi keberhasilan asuhan keperawatan yang
dilakukan, terutama apabila tehnik komunikasi tersebut tepat sesuai situasi
dan kondisi klien .
2. Pencegahan resiko infeksi pada penderita Thalasemia dengan Hb rendah
dapat dilakukan dengan memperhatikan teknik aseptik prosedur tindakan
dan juga menghindarkan penderita kontak dengan sumber penularan
infeksi.
3. Dalam mempertahankan perfusi jaringan baik cerebral atau peerifer perlu
meperhatikan kebutuhan Oksigen dan management lingkungan perlu
diperhatikan.
4. Pemberian nutrisi / diet pada penderita Thalasemia dengan Hb rendah
dengan memperhatikan kualitas (tinggi kalori tinggi protein) merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan kondisi kesehatan secara optimal
dan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan daya tahan tubuh
sehingga terhindar dari resiko infeksi akibat penurunan imunitas.
19
B. SARAN
1. Komunikasi merupakan awal kegiatan yang akan menunjang tercapainya
suatu tujuan. Diharapkan, ketrampilan komunikasi terapetik oleh perawat
dapat lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya saat kita membutuhkan data,
tetapi setiap saat, pasien membutuhkan, dan kita berinteraksi dengan
pasien, perawat menerapkan tehnik komunikasi terapetik.
2. Untuk mencegah resiko infeksi atau memperburuk kondisi penderita
Thalasemia dengan Hb rendah, sekiranya perlu diperhatikan kebiasaan
cuci tangan dan penerapan prinsip aseptik dalam setiap prosedur invasif.
3. Pemberian terapi Oksigen pada Thalasemia dengan Hb rendah
memerlukan kolaborasi antara tenaga medis, perawat, petugas Lab.
4. Penyediaan diet bagi penderita Thalasemia dengan Hb rendah kiranya
memerlukan kolaborasi yang baik antara medis, keperawatan dan ahli gizi,
selain itu perlu dukungan, keterlibatan / peran serta keluarga klien.
20
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo, T. (1992). Pemeriksaan Lab. Hematologi Sederhana. Jakarta: FKUI.
Atul, B. (1996). Hematologi Klinik, uji keterampilan Diagnostik. Jakarta: Widya
Medika
.Dewi, A. (2005). Hematologi. Jakarta: EGC.
Djelantik, I B. (1996). Leukemia, Panduan Praktikum dan 500 soal jawab
hematologi. Jakarta: Widya Medika
Elzabeth, G. (1994). Diagnosis prenatal Thalasemia di Malaysia. Bangi:
Universitas kebangsaan Malaysia
Ganie, Dkk. (2004). Kejadian Thalasemia di Medan. USU Press
Iyan, D. (1996). Hematologi. Jakarta: EGC.
Nelson (1996). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Sarwono, Dkk. (2001). Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Wong. L. D (2008). Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
21
22
KONTRAK BELAJARPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES NGUDI WALUYO
Nama Mahasiswa : SAEPUDIN ZOHRINIM : 070112b064Nama Pembimbing : Puji Purwaningsih, S.Kep. NsTopik : Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan ThalasemiaSub Topik : Pengelolaan Anak Thalasemia Dengan Pemberian Transfusi PRC (Packed Red Cells)Ruang : Di Ruang Melati II RSUD. DR. MOEWARDI
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Sumber Pembelajaran
StrategiPembelajara
n
Pencapaian Tujuan
KriteriaPenililaian
KriteriaWaktu
Setelahmenyelesaikankontrak belajar,saya mampumengelola anakThalasemia dengan Pemberian Transfusi PRC (Packed Red Cells)
1. Saya mampu memahami pengertian thalasemia pada anak
2. Saya mampu memahami penyebab thalasemia pada anak
3. Saya mampu memahami tanda-gejala thalasemia pada anak
4. Saya mampu memahami pengelolaan anak
Arul.B.1996.
Hematologi Klinik
Keterangan
Diagnostic. Widia
Medika Jakarta
Dewi. IB. 1996.
Hematologi. EGC
Jakarta.
Ganie, Dkk. 2002.
Kajian DNA
Thalasemia Alfa.
USU Press Medan
Nelson. 1996. Ilmu
1. Membaca buku referensi
2. Diskusi dengan Expert (Dokter/ Perawat)
3. Pemberian Askep (Tinjauan Langsung ke Pasien)
1. Mencari bahan materi buku referensi dan melampirkannya
2. Diskusi dengan expert
3. Membuat laporan hasil diskusi dengan expert
4. Membuat laporan berupa essay kurang lebih 3000 kata
Nilai A :Bila saya mampumencapai 85%dengan kriteria :4 dari 5 tujuankhusus tercapaiterutama tujuankhusus no.4 dan 5Nilai B :Bila saya mampumencapai 70%dengan kriteria :3 dari 5 tujuankhusus tercapaiterutama tujuanno 5
Saya akan melakukankontrakbelajar iniselama 3X24jam
23
thalasemia dengan Pemberian Transfusi PRC (Packed Red Cells)
5. Saya mampu memahami indikasi pemberian Transfusi PRC (Packed Red Cells) pada anak thalasemia
Kesehatan Anak. UI
Jakarta
Sarwono.Dkk.
2001. Ilmu Penyakit
Dalam. FKUI.
Jakarta
5. Membuat asuhan keperawatan pada anak dengan Thalasemia
Nilai C :Bila saya mampumencapai 60%dengan kriteria :2 dari 5 tujuankhusus tercapaiterutama tujuanno 5Nilai D :Bila saya mampumencapai 40%dengan kriteria :2 dari 5 tujuankhusus tercapaiterutama tujuanno 5
Tanda tangan mahasiswa : Tanggal :
Tanda tangan pembimbing : Tanggal :
Disetujui/Tidak disetujui :
24