76
KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’AN KAJIAN TAFSIR NUSANTARA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Anang Harianto NIM. 1112034000053 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’AN

KAJIAN TAFSIR NUSANTARA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Anang Harianto

NIM. 1112034000053

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at
Page 3: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at
Page 4: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at
Page 5: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

i

ABSTRAK

Anang Harianto

“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara”

Qisâs merupakan syari’at Islam yang ada di dalam al-Qur’an dan hadis dengan

tujuan untuk kemaslahatan umat manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia

yang tidak sempurna manusia bila satu di antaranya luput yaitu: agama, jiwa, akal,

harta dan keturunan, sebagian ulama memasukkan pula harga diri dalam bentuk

terakhir ini. Kelimanya disebut darûriât yang lima. Manusia diperintahkan untuk

mewujudkan dan melindungi ke lima unsur kehidupan manusia itu. Sebaliknya,

manusia dilarang melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut.

Maka dari itu Allah melegalkan qisâs (hukuman yang setimpal) bagi orang-orang yang

terbunuh, namun pada saat yang sama Dia memberikan pilihan kepada kepada wali

korban untuk memaafkan atas pelaku pembunuhan. Akan tetapi ketetapan qisâs tidak

bisa diterima begitu saja oleh beberapa kalangan pemikir hukum, dan organisasi yang

juga tidak mendukung karena dipandang sebagai hukuman yang kejam dan melanggar

nilai-nilai kemanusiaan.

Hingga saat ini, pertumpahan darah masih sering terjadi dalam kehidupan

manusia, baik disebabkan karena masalah ekonomi, politik, sosial, dan bahkan masalah

sepele ikut serta di dalamnya. Berbagai upaya untuk menanggulangi hal tersebut seperti

memberikan hukuman penjara kepada pelaku kejahatan, merehabilitasi pelaku di

rumah sakit, serta memberikan edukasi kepada pelaku kejahatan, namun hal ini tidak

bisa memberikan pengaruh terhadap pelaku dan orang lain. Padahal di dalam al-Qur’an

juga memberikan penjelasan hikmah dalam penerapan hukuman qisâs bagi orang-

orang yang terbunuh.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas apa yang melatarbelakangi

ditetapkannya hukuman qisâs di dalam al-Qur’an dengan melihat kondisi dan situasi

pada saat ayat ini diturunkan. Hal ini diperlukan, menghimpun dan menyusun ayat-

ayat yang sesuai dengan tema tersebut serta mencantumkan tartib nuzul agar lebih

sistematis, dan sehingga dapat diketahui tujuan ayat ini diturunkan melalui subjek,

predikat, objek. Peneliti menggunakan kajian tafsir Nusantara agar dapat mengetahui

gejala sosial di masyarakat pada saat ayat ini diturunkan, dengan melihat interaksi dan

perilaku antarsesama manusia, penerapan hukum yang ada pada saat itu, serta

relevansinya dengan masa kini.

Page 6: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang

senantiasa melimpahkan segala nikmat dan pertolongannya kepada penulis. Berkat

bimbingan dari-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam

semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga kita termasuk

umatnya yang istiqamah menjalani perintahnya, dan mendapatkan syafa’at pada hari

Kiamat kelak.

Sehubungan dengan ditugasinya penulis untuk membuat sebuah penulisan

karya ilmiah yaitu skripsi, maka penulis mencoba menghimpun dan membongkar

catatan-catatan lama yang pernah dipelajari guna untuk penelitian. Dalam kesempatan

ini, penulis ingin mencoba meneliti sebuat tema “KONSEP QISÂS DALAM AL-

QUR’AN KAJIAN TAFSIR NUSANTARA” ini yang memiliki makna dan karakter

tersendiri ditulis dengan hati.

Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak Alm. Sutiaji dan Ibu Yuli Purwati

tercinta yang telah mendidik dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih sayang,

selalu memberikan nasihat dan motivasi untuk terus semangat dalam menggapai cita-

cita. Dan Paman H. Suyanto yang juga senantiasa memberikan nasihat dan bimbingan

dalam menuntut ilmu kepada penulis. Semoga Allah selalu melimpahkan nikmat sehat

serta keberkahan dalam kehidupannya.

Page 7: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

iii

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak dapat selesai jika hanya

mengandalkan sumber daya yang penulis miliki. Ada banyak sosok, kerabat, dan

orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu

penulis. Maka dalam pengantar skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA., selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan banyak nasihat dari semester satu hingga selesai, serta

kemudahan kepada penulis dalam mengurus administrasi dan penyelesaian

skripsi.

5. Bapak Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, mendidik,

dan mengoreksi dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah memberikan banyak ilmu dan nasihat berharga dengan tulus dan ikhlas

kepada penulis.

Page 8: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

iv

7. Keluarga Besar Tafsir Hadis angkatan 2012, terkhusus bagi sahabat-sahabat

TH-B yang telah mewarnai kegiatan belajar dan berdiskusi selama kuliah.

Beserta sahabat-sahabat di luar Fakultas Ushuluddin yang juga turut

berkontribusi dalam membangun karakter dan intelektual penulis. Semoga

silaturahmi kita selalu tetap terjaga dan takkan pernah rapuh walaupun jarak

memisahkan kita.

Masih banyak sekali orang yang telah membantu, namun penulis tidak bisa

sebutkan seluruhnya. Tapi yang pasti penulis sangat berterima kasih atas apa yang telah

mereka lakukan. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang berlipat ganda dan

mendapatkan keberkahan yang melimpah. Âmîn yâ Rabb al-Âlamîn.

Ciputat, 02 Mei 2019

Anang Harianto

Page 9: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................................ vi

BAB I ........................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalahan ...................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

D. Kajian Pustaka ................................................................................................... 9

E. Metode Penelitian ............................................................................................ 13

F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 14

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG QISÂS .............................................................. 16

A. Pengertian Qisâs .............................................................................................. 16

B. Term yang Dijatuhi Hukum Qisâs Dalam Al-Qur’an ...................................... 21

1) al-Qatl....................................................................................................... 21

2) I’tidâ’ ........................................................................................................ 23

3) al-Jurhu ..................................................................................................... 24

C. Sejarah Qisâs ................................................................................................... 26

BAB III :QISÂS DALAM AL-QUR’AN ............................................................................. 32

A. Ayat-Ayat Dengan Term Qisâs ....................................................................... 32

B. Ayat-Ayat yang Semakna Dengan Qisâs ......................................................... 35

C. Asbâb al-Nuzûl al-Ayat ................................................................................... 36

BAB IV: QISÂS MENURUT ULAMA NUSANTARA ..................................................... 40

A. Abdul Malik Karim Amrullah ......................................................................... 40

B. M. Quraish Shihab ........................................................................................... 45

C. Relevansi Qisâs Masa Kini .............................................................................. 52

BAB V: PENUTUP ............................................................................................................... 58

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 58

B. Saran-saran ...................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada

buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik

Program Strata 1 tahun 2012-2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H ha dengan garis di bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis dibawah ص

D de dengan garis dibawah ض

T te dengan garis dibawah ط

Z zet dengan garis dibawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

Page 11: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

vii

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ’ ء

Y Ye ي

b. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و Au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Page 12: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

viii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ى ا

î i dengan topi di atas ى ي

û u dengan topi di atas ى و

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu ال dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf

qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ), dalam alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku

jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti

oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah

melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang

berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1

di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh sifat (na’t)

(lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka

huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). Contoh:

Page 13: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

ix

No Kata Arab Alih Aksara

Tarîqah طريقة 1

al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah الجامعة االسالمي ة 2

Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk

menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau

kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-

Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal

(bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian

halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari

dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya

berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-

Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Page 14: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia berhak untuk hidup sejahtera, damai, aman, dan bahagia di

muka bumi. Hak untuk hidup layak ini, menurut al-Qur’an merupakan hak sekaligus

kewajiban asasi yang paling pertama dan utama dalam Islam, yakni menjaga dan

memelihara keselamatan hidup setiap anak manusia. Karena hidup itu sendiri

merupakan rahmat dan karunia Allah, maka tiada seorang pun berhak untuk

merampasnya, kecuali berdasarkan ketentuan dan ketetapan dari Allah.1

Maraknya kasus kriminalitas yang terjadi di Indonesia hari demi hari kian

meresahkan masyarakat. Tak hanya itu, mereka patut mewaspadai resiko menjadi

korban tindak kriminal ketika mereka berada di luar rumah. Hal ini disebabkan oleh

angka kriminalitas dari tahun ke tahun yang terus meningkat dengan jenis kejahatan

yang beragam. Berbagai laporan menyebutkan, meningkatnya tindak kriminal dipicu

oleh berbagai persoalan seperti ekonomi, sosial, politik, bahkan persoalan sepele ikut

serta di dalamnya. Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan bahwa kejahatan jalanan

(street crime) masih mendomonasi selama tahun 2018, seperti pembunuhan dan

pengeroyokan. Tren itu diprediksi juga akan terus meningkat di tahun 2019.2

1 Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-

Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), h. 131.

2 Agung Sasongko, “Angka Kriminilitas Naik atau Turun ?,” artikel diakses pada 4 Mei 2019

dari https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/pkwt8f313

Page 15: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

2

Peraturan hukum di Indonesia belum mampu membuat para pelaku jera,

sehingga kasus pembunuhan terus saja terjadi dalam dekade ini. Walaupun para pelaku

telah diadili melalui peradilan hukum Indonesia, hukuman yang diterima mereka belum

setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Untuk itu diperlukan suatu hukum

yang dapat mengadili para pelaku seadil-adilnya yaitu hukum qisâs. Sebagaimana yang

tertulis dalam surah al-Baqarah ayat 178 disebutkan adanya ketentuan yang

mengharuskan pelaksanaan qisâs terhadap kejahatan pembunuhan. Dalam al-Qur’an di

surah al-Baqarah ayat 178, Allah Ta’ala berfirman :

ال بد و بد ب الع الع ر و ر ب الح اص ف ي الق تل ى الح م الق ص ل يك ت ب ع ن وا ك ين آم ن ى ي ا أ يه ا الذ

ل ك ت خف ي ان ذ اء إ ل يه ب إ حس أ د وف و عر يء ف اتب اع ب الم يه ش ن أ خ ف ي ل ه م ن ع ن ى ف م م ب ال بك ن ر ف م

اب أ ل يم ذ ل ك ف ل ه ع ن اعت د ى ب عد ذ ة ف م حم ر و

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisâs berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,

hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang

mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar

(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara dengan cara yang baik pula.

Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat.

Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu maka baginya siksa yang

sangat pedih.”

Makna dari kata kutiba disini adalah ditetapkan atau diwajibkan. Namun

beberapa ulama ada yang mengartikan bahwa kata tersebut ialah pemberitahuan

tentang apa yang telah dituliskan di lauh al-mahfûz dan apa yang telah di tetapkan di

dalam takdir. Kata qisâs ini diambil dari makna ‘mengikuti jejak’. Diantara maknanya

adalah sebutan al-Qâsu untuk orang yang bekerja sebagai pencari jejak atau kabar

Page 16: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

3

seseorang. Dengan makna seperti ini maka hukuman qisâs artinya adalah, seakan-akan

si pembunuh telah menempuh jalan pembunuhan lalu ia pun terkena jejaknya sendiri,

karena ia sendiri yang menyebabkan qisâs itu terhadap dirinya. Dan salah satu di antara

maknanya, firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 64 yaitu, فارتدا علي

lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.3“ ءاثارهما قصصا

Lalu ada pula yang mengatakan bahwa makna qisâs adalah memotong.

Diantara maknanya adalah ungkapan; aku telah memotong benda yang berada di antara

keduanya. Atau juga ungkapan; ia menerima potongannya, yakni dilukai seperti

bagaimana ia melukai, atau dibunuh seperti bagaimana ia membunuh.4

Sebelum datangnya Islam, sanksi pidana pembunuhan dikenal dalam beberapa

bentuk. Bagi kaum Yahudi diberlakukan pidana qisâs yang telah ditetapkan dalam

kitab sucinya, Taurat. Sedangkan kaum Nasrani hanya diberlakukan diyat. Namun pada

masa Arab Jahiliyyah, berlaku hukum pembalasan yang berdasar pada kebiasaan-

kebiasaan mereka.5 Masyarakat Arab selalu cenderung dalam membalas dendam

bahkan terhadap hal yang telah dilakukan beberapa abad sebelumnya. Sebagai

gambaran seperti pada kabilah-kabilah Arab hingga berlanjut menjadi peperangan yang

sengit selama 40 tahun, seperti yang terjadi dalam Perang Basus yang terkenal di

kalangan mereka itu, dan seperti yang kita lihat dalam realita hidup kita sekarang di

3 Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansorî al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân.

Penerjemah Fathurrahman dan Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), jilid II, h. 562.

4 Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansorî al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, h.

562 5 Wahbah Zuhailî, Tafsīr al-Munîr: Fî al-Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj. Penerjemah

Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani, 2013), jilid I, h. 356

Page 17: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

4

mana kehidupan mengalir di tempat-tempat pembantaian dendam keluarga dari

generasi ke generasi dengan tiada yang menghentikannya.6

Ayat selanjutnya, dalam al-Qur’an di surah al-Baqarah ayat 179, Allah

berfirman:

م ت تق ون لك ي اة ي ا أ ول ي ال لب اب ل ع اص ح م ف ي الق ص ل ك و

“Dan dalam qisâs itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-

orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”.

Betapa ayat ini sangat tinggi bahasa dan maknanya, ayat ini telah membuat

hukuman qisâs menjadi hukuman yang berakibat kebalikannya, yaitu kehidupan. Pada

ayat ini kata ‘hidup’ di-nakirah-kan, tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa

dalam hukuman ini ada semacam makna hidup yang agung yang tidak cukup hanya

dirangkai dengan kata-kata. Makna ini disampaikan oleh Sufyan dari As-Suddi dari

Abu Malik. Maksud dari ayat ini adalah; jika hukuman qisâs ditegakkan, maka orang

yang ingin membunuh orang lain akan berpikir berulang kali untuk melakukannya,

khawatir jika ia nanti di-qisâs, maka kedua orang tersebut (yang ingin dibunuh dan

yang ingin membunuh) dapat terselamatkan nyawanya.7

Para ulama ahli fatwa sepakat bahwa tidak seorang pun diperbolehkan untuk

mengambil hak qisâs kepada dirinya sendiri tanpa persetujuan dari yang berwenang

6 Sayyid Quthb, Tafsīr Fī Zhilalil Qur’an. Penerjemah As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim,

Muchotob Hamzah (Jakarta: Gema Insani, 2000) Jilid I, h. 196 7 Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansorî al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân.

Penerjemah Fathurrahman dan Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Jil II, h. 590.

Page 18: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

5

(pemimpin, pemerintah, polisi, atau penegak hukum lainnya). Masyarakat umum tidak

diperbolehkan untuk saling memberikan hukuman qisâs di antara mereka. Hukuman

qisâs hanya boleh dijatuhkan oleh seorang yang berwenang atau seseorang yang

dipercayakan untuk melakukan hal tersebut. oleh karena itu, para pemimpin ini

diberikan kewenangan untuk menahan atau menjatuhkan hukuman kepada orang yang

bersalah.8

Ketika meninjau suatu ayat al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan

eksistensi hukuman qisâs, maka orang akan menganggap sebagai hukuman yang

kejam, tidak manusiawi, tidak beradab atau adil, dan berbagai predikat lainnya. Adalah

benar, bahwa praktek hukum bunuh telah menjadi kebiasaan masyarakat pra Islam,

namun demikian hukuman yang mereka timpakan kepada pelaku lebih didasarkan pada

upaya balas dendam. Tetapi qisâs dalam pandangan Islam bukan suatu upaya balas

dendam, melainkan sebagai sebuah hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang

dilakukan. Ketetapan hukum ini tidak semata-mata menunjukkan ketegasan hukum

Islam, tetapi sesungguhnya ia telah meletakkan nilai-nilai moral, keadilan, dan

kemanusiaan. Tiga dimensi ini sangat melekat pada diri manusia. Sesungguhnya apa

yang mereka lontarkan lebih menunjukkan suatu tindakan yang sangat subyektif,

karena rasa kasihan dan empati yang mereka nyatakan, lebih banyak diletakkan pada

8 Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansorî al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân.

Penerjemah Fathurrahman dan Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Jil II, h. 591.

Page 19: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

6

diri seorang yang dikenai hukuman atau tersangka daripada orang yang telah menjadi

korban, keluarga, dan masyarakatnya.9

Syari’at diturunkan oleh Allah Ta’ala dalam bentuk hukum-hukum taklīfī, baik

berupa perintah maupun larangan yang ditunjukkan untuk mewujudkan dan

melestarikan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Secara

spesifik, pembebanan syari’at bagi manusia ditujukan kepada lima hal, yaitu

pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ketika kelima hal pokok ini

tidak terjamin atau terusik, maka kemaslahatan, keselamatan, dan perkembangan

individu manusia, keteraturan sosial dan kesejahteraan masyarakat menjadi mustahil

didapatkan. Jadi, bila salah satu dari lima unsur penting ini tidak terpelihara, akan

lahirlah malapetaka bagi manusia.10 Atas dasar ini, segala tindakan yang dapat

mewujudkan dan memelihara lima pokok ini harus dilakukan dan diperintah oleh

agama, dan sebaliknya setiap tindakan yang mengancam kelimanya diharamkan atau

harus dihindarkan.

Rasyîd Ridâ mengemukakan bahwa ayat qisâs bersifat yuridis yang

menekankan pentingnya pemeliharaan kehidupan sehingga pembalasan merupakan hal

yang diperlukan sebagai sarananya. Oleh karena bila setiap pelaku pembunuhan akan

diganjar dengan hukuman qisâs, dengan sendirinya ia akan terkekang untuk melakukan

pembunuhan.11

9 Abdullah Ahmed An-Naim, Dekonstruksi Syari’ah. Alih bahasa oleh Ahmad Suaedy dan

Amruddin Arrani (Yogyakarta: Lkis, 1997), h. 203. 10 Ali Hasbalah, Ushūl al-Tasyri’ al-Islāmī (Mesir: Dār al-Ma’ārif, tt), h. 296. 11 Rasyîd Ridâ, Tafîr al-Manâr (Mesir: Dâr al-Bâb al-Halami wa Aulâduhu, tt), vol 2, h. 123.

Page 20: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

7

M. Quraish Shihab menyatakan dalam tafsirnya: “Ada pemikir-pemikir yang

menolak hukuman mati bagi terpidana. Pembunuhan sebagai hukuman adalah sesuatu

yang kejam, yang tidak berkenan bagi manusia beradab, pembunuhan yang dilakukan

terhadap terpidana menghilangkan satu nyawa, tetapi pelaksanaan qishash adalah

menghilangkan satu nyawa yang lain; pembunuhan si pembunuh menyuburkan balas

dendam, padahal pembalasan dendam merupakan sesuatu yang buruk dan harus dikikis

melalui pendidikan, karena itu hukuman terhadap pembunuh bisa dilakukan dalam

bentuk penjara seumur hidup dan kerja paksa; pembunuh adalah seorang yang

mengalami gangguan jiwa karena itu ia harus dirawat di rumah sakit. Demikian

beberapa pandangan.”12

Dalam memahami qisâs yang ada dalam al-Qur’an diperlukan adanya sebuah

usaha penafsiran tematik untuk mendapatkan sebuah teori yang komprehensif yang

betul-betul sesuai dengan maksud dan tujuan al-Qur’an itu sendiri. Berdasarkan latar

belakang di atas, penulis akan mengkaji dengan judul skripsi “Konsep Qisâs Dalam

al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara”.

B. Batasan dan Rumusan Masalahan

1. Identifikasi Masalah

Setelah penulis cermati pembahasan dari latarbelakang masalah di atas, bisa

ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:

a) Apa definisi qisâs secara etimologi dan terminologi ?

12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera hati,

2002), jilid 1, h. 395-394

Page 21: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

8

b) Bagaimana interpretasi para ulama tentang ayat-ayat qisâs yang terdapat di

dalam al-Qur’an ?

c) Bagaimana rasa keadilan dalam penerapan hukuman qisâs ?

d) Bagaimana kajian tafsir nusantara tentang hukuman qisâs ?

2. Pembatasan Masalah

Berpijak pada persoalan yang muncul dalam latar belakang, saya hanya akan

membahas permasalahan-permasalahan pada poin A dan D yaitu penafsiran QS. al-

Baqarah : 178 dan 179 dengan menggunakan Tafsîr al-Misbâh karya M. Quraish

Shihab, Tafsîr al-Azhar karya Abdul Malik Karim Amrullah menggunakan metode

tematik Imam al-Farmawy. Dengan menyebut kitab-kitab tersebut, tidaklah berarti

bahwa kitab-kitab tafsir lainnya diabaikan sama sekali. Kitab-kitab lainnya tetap

digunakan sebagai sumber rujukan, khususnya dalam melengkapi dan lebih

mempertajam analisis serta bahasan topik ini.

3. Rumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

permasalahannya pada: Bagaimana konsep qisâs dalam kajian tafsir nusantara ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat penulis ketahui tujuan dan

manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

Menerangkan dan menguraikan konsep hukuman qisâs dalam kajian tafsir

Nusantara.

Page 22: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

9

2. Manfaat Penelitian

Mendapatkan pengetahuan dan penjelasan dari ulama dalam menginterpretasi

al-Qur’an tentang hukuman qisâs bagi perbuatan kriminal pembunuhan dalam konteks

ke-Indonesiaan dengan menggunakan studi tematik, untuk memberikan penjelasan dan

pemahaman kepada masyarakat Indonesia akan hikmah dan pesan yang tersirat

maunpun tersurat yang terdapat di dalam hukuman qisâs.

D. Kajian Pustaka

Penelitian ilmiah mengenai hukuman mati sebagai bentuk qisâs bukanlah

sesuatu yang baru dalam dunia akademis. Penelitian yang berkaitan dengan hukuman

mati sebagai bentuk qisâs dalam berbagai perspektif juga bervariasi. Upaya mencapai

suatu hasil penelitian ilmiah, diharapkan data yang digunakan dalam penyusunan

skripsi ini dapat menjawab secara komprehensif terhadap masalah yang ada. Untuk

menghindari kesamaan penulisan dari karya tulis lain baik dalam bentuk jurnal, skripsi,

maupun disertasi, maka penulis melakukan tinjauan pustaka atas beberapa karya tulis

yang membahas tema yang sama atau mempunyai kemiripan dengan yang dibahas

penulis, di antaranya:

1. Disertasi Ali Sodiqin.13 Berjudul “Inkulturasi Al-Qur’an Dalam Tradisi

Masyarakat Arab: Studi Tentang Pelaksanaan Qishash – Diyat.”

13Ali Sodiqin, “Inkulturasi Al-Qur’an Dalam Tradisi Masyarakat Arab: Studi Tentang

Pelaksanaan Qishash – Diyat.” (NIM: 04.3.430/S3, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2008).

Page 23: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

10

2. Skripsi Aceng Muhtar Rosadi.14 Berjudul “Qisâs Dalam Surat Al-Isrâ’ Ayat 33

Menurut Al-Qurtubî (Studi Kritis Terhadap Pelaksanaan Hukum Mati dengan

Lethal Injection)”. Skripsi ini membahas tentang alat suntik mati yang dapat

mengurangi stigma negatif terhadap hukuman qisâs yang terkesan tidak

berperikemanusiaan dan primitif menurut al-Qurtubî. Berbeda dengan penulis

yang akan membahas qisâs dalam kajian tafsir nusantara.

3. Skripsi, Zainal Fathoni.15 Berjudul “Qisâs Menurut Penafsiran Muhammad Alî

Al-Sâbûnî Dalam Tafsîr Âyât Al-Ahkâm”. Pembahasan dalam skripsi ini

berfokus pada interpretasi Alî al-Sâbûnî tentang qisâs dalam tafsirnya, yaitu

pelaksanaan qisâs dalam ayat-ayat al-Qur’an bersifat mutlak dilaksanakan. Hal

ini berbeda dengan penulis yang mengambil beberapa interpretasi mufassir

lainnya tentang qisâs dalam al-Qur’an.

4. Jurnal IAIN Walisongo Semarang, Imam Yahya.16 Berjudul “Eksekusi

Hukuman Mati: Tinjauan Maqâsid al-Sharî’ah dan Keadilan.” Jurnal ini

menjelaskan bahwa eksekusi hukuman mati bukanlah pelanggaran hukum,

karena penerapan hukuman mati ditegakkan dalam rangka melindungi

lembaga-lembaga kehidupan ditinjau dari maqâsid al-syarî’ah. Berbeda

dengan penulis, membahas qisâs dalam kajian tafsir nusantara.

14 Aceng Muhtar Rosadi, “Qisâs Dalam Surat Al-Isrâ’ Ayat 33 Menurut Al-Qurtubî: Studi

Kritis Terhadap Pelaksanaan Hukum Mati dengan Lethal Injection” (NIM: 1110034000152, Skripsi

Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).

15 Zainal Fathoni, “Qisâs Menurut Penafsiran Muhammad Alî Al-Sâbûnî Dalam Tafsîr Âyât Al-

Ahkâm” (NIM: 107034000498, Skripsi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014).

16 Imam Yahya, “Eksekusi Hukuman Mati: Tinjauan Maqâsid al-Sharî’ah dan Keadilan,” al-

Ahkam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, vol. 23, no. 1 (April 2013): h. 81-95.

Page 24: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

11

5. Jurnal Fakultas Syari’ah IAIN Sumatera Utara, Chuzaimah Batubara.17

Berjudul “Qishâsh: Hukuman Mati Dalam Perspektif Al-Quran.” Jurnal ini

memberikan penjelasan bahwa sedapat mungkin hukuman mati hendaknya

dihindarkan, karena memberi maaf lebih dekat kepada taqwa.

6. Jurnal Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon,

Samsudin.18 Berjudul “Hukuman Mati Di Indonesia: Studi Perbandingan

Hukum Positif dan Hukum Islam Dalam Tinjauan Humanisme.” Jurnal ini

mengkomparasikan hukuman mati antara hukum positif dan hukum Islam

tinjauan humanisme agar dapat menjadi penengah ketika kepentingan

kemaslahatan publik dan kepentingan Tuhan ternyata terkesan kontradiktif,

padahal nyatanya dapat dicarikan jalan keluarnya. Berbeda dengan penulis,

mengkaji hukuman mati dalam tafsir nusantara secara tematik.

7. Jurnal, Faiq Tobroni.19 Berjudul “Komparasi Legal Policy Nasional dan Islam

(Membaca Konfrontasi HAM versus Hukuman Mati dan Larangan Marxisme

dengan Maqâshid Syarî’ah.” Jurnal ini menjelaskan hukuman mati dengan

maqâsid al-syarî’ah sebagai upaya mendatangkan manfaat yang lebih besar

agar kejahatan serupa tidak terulang dan larangan penyebaran Komunisme, dan

Marxisme-Leninisme yang bertentangan dengan jiwa Pancasila. Berbeda

17 Chuzaimah Batubara, “Qishâsh: Hukuman Mati Dalam Perspektif Al-Qur’an,” Miqot, vol.

XXXIV, no. 2 (Juli-Desember 2010): h. 207-228

18 Samsudin, “Hukuman Mati Di Indonesia: Studi Perbandingan Hukum Positif dan Hukum

Islam Dalam Tinjauan Humanisme,” Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, vol. 1, no. 2 (Desember

2016): h. 122-143.

19 Faiq Tobroni, “Komparasi Legal Policy Nasional dan Islam (Membaca Konfrontasi HAM

versus Hukuman Mati dan Larangan Marxisme dengan Maqâshid Syarî’ah,” UNISIA, vol. XXXIII, no.

73 (Juli 2010): h. 36-51.

Page 25: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

12

dengan penulis membahas qisâs dalam kajian tafsir nusantara, tanpa membahas

pemahaman komunisme.

8. Jurnal PTIQ Jakarta, Khaeron Sirin.20 Berjudul “Penerapan Hukuman Mati

Bagi Pelaku Kejahatan Korupsi Di Indonesia: Analisis Pendekatan Teori

Maqâshid Al-Syarî’ah.” Jurnal ini menjelaskan bahwa gagasan hukuman mati

bagi pelaku korupsi pada dasarnya merupakan hal yang positif dan merupakan

bentuk progresifitas hukum di Indonesia. Berbeda dengan penulis menjelaskan

hukuman mati dalam kajian tafsir nusantara.

9. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Muhammad Hatta.21

Berjudul “Perdebatan Hukuman Mati Di Indonesia: Suatu Kajian

Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Pidana Indonesia.” Jurnal ini

menjelaskan meskipun terdapat perbedaan hukum Islam dan hukum pidana

Indonesia, namun kedua sistem hukum tersebut sama-sama telah secara tegas

mengakui dan melaksanakan hukuman mati. Berbeda dengan penulis

menjelaskan hukuman mati dalam kajian tafsir nusantara.

10. Jurnal Marmara University Istanbul Turki, M. Sya’roni Rofili.22 Berjudul

“Hukuman Mati Bagi Koruptor: Sebuah Diskursus Mendesak di Masa Kritis.”

Jurnal ini menjelaskan bahwa korupsi adalah para pembajak HAM secara

20 Khaeron Sirin, “Penerapan Hukuman Mati Bagi Pelaku Kejahatan Korupsi Di Indonesia:

Analisis Pendekatan Teori Maqâshid Al-Syarî’ah,” Istinbâth Jurnal hukum Islam, vol. 12, no. 1 (Juni

2013): h. 71-89.

21 Muhammad Hatta, “Perdebatan Hukuman Mati di Indonesia: Suatu Kajian Perbandingan

Hukum Islam dengan Hukum Pidana Indonesia,” Miqot, vol. XXXVI, no. 2 (Juli-Desember 2012): h.

320-341.

22 M. Sya’roni Rofili, “Hukuman Mati Bagi Koruptor: Sebuah Diskursus Mendesak di Masa

Kritis,” Jurnal Hukum, vol. 12, no. 1 (Mei 2015): h. 53-65.

Page 26: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

13

sistemik. Dan tentu saja hukuman mati pada hakikatnya dibuat semata-mata

untuk memberikan rasa keadilan dan keteraturan yang berujung pada

kesejahteraan bagi umat manusia. Berbeda dengan penulis menjelaskan

hukuman mati dalam kajian tafsir nusantara.

E. Metode Penelitian

Merujuk dari tujuan penelitian ini dan untuk memperoleh kajian yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dalam penelitian ini penulis menempuh

metode:

1. Metode Pengumpulan Data

Kajian dalam skripsi ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (Library

Research). Data yang digunakan berasal dari pengumpulan data literer, yaitu

penggalian bahan-bahan pustaka yang koheren dengan obyek pembahasan, seperti

buku-buku, kitab-kitab tafsir, hadis, dan lain-lain, baik sumber primer maupun

sekunder.

2. Metode Pembahasan

Metode yang dipilih untuk penelitian ini adalah tematik, karna metode inilah

yang paling tepat, untuk digunakan dalam mengkaji konsep-konsep al-Qur’an tentang

suatu masalah bila diharapkan suatu hasil yang utuh dan komprehensif.

Adapun langkah-langkah dalam metode tematik adalah :

a. Menetapkan topik (maudû’î) yang hendak dibahas;

b. Menginventarisir ayat-ayat yang berkaitan dengan topik tersebut;

Page 27: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

14

c. Memberikan urutan ayat menurut hierarkinya, baik mengenai turunnya,

Makiyah dan Madinah sesuai dengan riwayat sebab-sebab turunnya;

d. Menjelaskan persesuaian atau relevansi antara ayat yang satu dengan

ayat yang lain atau antara surat yang satu dengan yang lainnya;

e. Menyempurnakan bahasan dengan jalan membagi masalah menurut

klasifikasinya;

f. Melengkapi penjelasan dengan Hadis, riwayat sahabat sehingga semakin

jelas.23

3. Metode Penulisan

Buku pedoman penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012

dijadikan dan digunakan sebagai pedoman dan acuan bagi penulis dalam penulisan

skripsi ini.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang saling keterkaitan bab yang satu

dengan bab yang lainnya.

Bab pertama adalah pendahuluan yang menjelaskan seputar latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

dan sistematika penulisan yang akan dijadikan pedoman dalam penelitian ini.

23 Muhaimin, dkk., Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan (Jakarta: Kencana,

2017), h. 117.

Page 28: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

15

Bab kedua membahas pengertian qisâs secara etimologi dan terminologi,

menjelaskan beberapa term yang boleh dijatuhi hukuman qisâs, seperti al-qatlu, i’tidâ’,

dan al-jarhu dan menjelaskan sejarah qisâs.

Bab ketiga mengumpulkan serta menghimpun ayat-ayat qisâs yang terdapat

dalam al-Qur’an, mengumpulkan beberapa ayat yang secara tidak langsung

mengandung hukum qisâs dan menguraikan asbâb al-nuzûl yang terkait pada ayat

tersebut.

Bab keempat menganalisa penafsiran atas qisâs dalam kajian tafsir nusantara

yaitu Tafsir al-Misbâh karya Quraish Shihab, Tafsîr al-Azhar karya Abdul Malik

Karim Amrullah, dan membahas relevansi qisâs dalam masa kini.

Bab kelima penutup, berisi kesimpulan yang didasari uraian dan bahasan bab

sebelumnya serta saran-saran yang berhubungan dengan tema yang dibahas di dalam

skripsi ini.

Page 29: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG QISÂS

A. Pengertian Qisâs

Secara literal, qisâs merupaka kata yang berasal dari kata قص ـ يقص ـ قصا و قصصا

qassa-yaqussu-qassan wa qasâsan yang mempunyai arti mengikuti, mendekati,

menceritakan, mengikuti jejaknya, dan membalas.1 Râghib al-Asfahânî mengatakan hal

yang sama, bahwa qisās berasal dari kata قص yang berarti mengikuti jejak.2

Arti qisâs secara terminologi ialah hukuman yang dijatuhkan sebagai

pembalasan yang serupa dengan perbuatan, atau pembunuhan, atau melukai, atau

merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaatnya, berdasarkan ketentuan

yang diatur oleh syara’. Dengan perkataan lain, nyawa dibalas dengan nyawa, kecuali

jika pihak ahli waris orang yang terbunuh mengampunkan, maka orang yang

membunuh dikenakan membayar diat (ganti yang berupa harta benda) yang

sepantasnya.3

Menurut Ibnu Manzûr qisâs adalah suatu hukuman yang ditetapkan dengan cara

mengikuti bentuk tindak pidana yang dilakukan, seperti bunuh dibalas bunuh, luka

dibalas luka, memukul dibalas memukul, atau luka dibalas melukai.4 Râghib al-

1 M Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah (Jakarta: Amzah, 2014), h. 4.

2 Râghib al-Asfahânî, Mu’jam al-Mufradat Alfādz al-Qur’ān (Damaskus: Dār al-Qolam, 2009),

h. 671

3 Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006), h. 241.

4 Ibnu Manzûr, Lisān al-Arab (Mesir: Dār al-Ma’arif, tt), h. 3652.

Page 30: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

17

Asfahânî mengatakan hal yang sama, bahwa qisâs ialah mengikuti penumpahan darah

dengan perbuatan yang sama.5

Dalam tafsir al-Qurtubî kata القصاص sendiri diambil dari arti ‘mengikuti jejak.

Di antara artinya adalah dengan sebutan القاص untuk orang yang bekerja sebagai

pencari jejak atau kabar keadaan seseorang. Dengan arti seperti yang demikian, maka

hukuman qisâs artinya ialah, seakan-akan si pembunuh telah menempuh jalan

pembunuhan lalu ia pun terkena jejaknya sendiri, karena ia sendiri yang menyebabkan

qisâs itu terhadap dirinya. 6

Qisâs adalah pembalasan hukum yang sama, yaitu suatu hukum yang sama

dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan kesalahan.7 Secara bahasa, qisâs ialah

al-Musâwah wa al-Ta’adul, artinya persamaan dan keseimbangan. Jadi, qisâs

merupakan hukuman yang sama dan seimbang dengan kejahatan yang telah diperbuat

pelaku tindak pidana. Misalnya, pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman mati,

orang mencungkil mata diancam dengan hukuman cungkil mata pula, dan sebagainya.8

Dalam istilah bahasa Arab hukuman atau hukum pidana dalam Islam disebut

‘uqûbah yang artinya yang meliputi baik hal-hal yang merugikan maupun tindak

kriminal. Hanya ada sedikit perbedaan di antara kedua hal tersebut. Syari’at

5 Râghib al-Asfahânî, Mu’jam al-Mufradat Alfādz al-Qur’ān (Damaskus: Dār al-Qolam, 2009),

h. 672 6 Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansorî al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân.

Penerjemah Fathurrahman dan Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), jilid II, h. 562.

7 Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an Jilid 2 (Jakarta: Gema Insani, 2005),

h. 125

8 Ibrahim Hosen, Wacana Baru Fiqih Sosial: 70 Tahun K.H. Ali Yafie (Jakarta: Penerbit Mizan,

1997), h. 93

Page 31: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

18

menekankan dipenuhinya hak-hak semua individu maupun masyarakat secara umum.

Hukum yang memberi kesempatan penyembuhan kepada masyarakat merupakan

perkara pidana, dan kalau ia ditujukan kepada perorangan adahal hal yang merugikan

(dan disebut delik aduan). Al-Uqūbah sama dikenakan baik kepada kaum Muslimin

maupun non Muslim disebut syara Islam. Seorang Muslim tetap akan dihukum karena

melakukan suatu tindakan pidana sekalipun andaikan hal itu dilakukannya jauh dari

Negara Islam. Dalam pengertian yang terakhir, ia merupakan tindak kriminal terhadap

Allah dan akan dihukum setelah dia kembali ke tempatnya atau ditangkap oleh petugas

Negara Islam.9

Setiap tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sendi-

sendi kehidupan manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak

sempurna manusia bila satu di antaranya luput yaitu: agama, jiwa, akal, harta dan

keturunan (sebagian ulama memasukkan pula harga diri dalam bentuk terakhir ini).

Kelimanya disebut darûriyah yang lima. Manusia diperintahkan untuk mewujudkan

dan melindungi ke lima unsur kehidupan manusia itu. Sebaliknya, manusia dilarang

melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut.10

Hukuman qisâs ini didasarkan pada ayat al-Qur’an dalam Sûrah al-Baqarah:

178 – 179: bahwasannya bagi siapa yang melakukan jarimah pembunuhan, maka ia

harus dijatuhi hukuman qisâs, yaitu hukuman yang serupa atau setimpal, yakni

hukuman mati. Tujuan hukum qisâs dilakukan adalah agar tercipta persamaan keadilan

9 Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992),

h. 5.

10 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), h. 254.

Page 32: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

19

antara yang kuat dengan yang lemah dan golongan yang banyak dengan yang sedikit.

Dari ayat itu juga dipahami bahwa hukuman qisâs tersebut bisa tidak dilaksanakan

apabila wali (keluarga) yang terbunuh itu memaafkan pihak yang melakukan

pembunuhan. Dalam keadaan yang demikian bagi pembunuh diwajibkan memberikan

ganti rugi (diyat) kepada keluarga yang terbunuh untuk ketentuan jumlahnya

ditetapkan oleh hukum yang berlaku (fiqih). Inilah dasar hukum mengenai jarimah

pembunuhan, tentunya semua itu dilaksanakan oleh putusan hakim.

Diyat adalah nama harta yang menjadi ganti dari jiwa, atau ganti harta yang

wajib diserahkan kepada keluarga korban. Adapun ganti yang harus diserahkan kepada

korban kejahatan terhadap selain jiwa seperti melukai, maka ganti ini disebut “irsy”.

Terkadang nama diyat digunakan untuk makna irsy juga. Berdasarkan penggunaan ini,

sebagian ahli fiqih mendefinisikan diyat sebagai harta yang wajib dibayarkan karena

tindak kriminal terhadap jiwa atau anggota badan. Diyat pembunuhan ditentukan dalam

syari’at Islam, dan jumlahnya berbeda berdasarkan perbedaan harta.11

Menurut pandangan hukum pidana Islam, bagi orang yang membunuh tanpa

sebab yang dibenarkan oleh agama, maka hukum akan menjatuhkan sanksi pidana yang

berat, yakni dengan tindak pidana mati atau hukuman qisâs. Namun, pelaksanaan

hukuman ini diserahkan pada putusan keluarga si terbunuh, apakah tetap dilaksanakan

11 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari’ah Mengenal Syari’ah Islam Lebih Dalam.

Penerjemah M. Misbah (Jakarta: Robbani Press, 2008), h. 516.

Page 33: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

20

qisâs atau dimaafkan serta penggantian berupa denda sebesar dengan penggantian yang

ditetapkan keluarga si terbunuh.12

Hukuman mati merupakan bentuk hukuman maksimal yang mempunyai dasar

hukum yang kuat sebagaimana yang tertulis di dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat

179. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam masih tetap mempertahankan hukuman

mati untuk tindak kejahatan tertentu, di mana esensi penerapannya bertujuan untuk

melindungi kepentingan individu dan masyarakat dari tindak kejahatan yang

membahayakan sendi-sendi dasar kemanusiaan.13

Dalam hukum Islam, hukuman mati bisa ditemukan dalam tiga bentuk

pemidanaan, yaitu qisâs, hudûd, dan ta’zîr. Dalam masalah qisâs, ancaman hukuman

mati dilakukan bagi pelaku pembunuhan yang disengaja atau direncanakan. Dalam

masalah hudūd, ancaman hukuman mati ditujukan bagi pelaku zina muhsan, hirâbah,

al-baghyu, dan riddah. Sedangkan dalam masalah ta’zīr, ancaman hukuman mati

ditujukan bagi pelaku kejahatan di luar qisās dan hudūd yang oleh negara (penguasa)

dianggap sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup dan kemaslahatan masyarakat.14

Hukuman mati yang diberlakukan untuk kasus-kasus tertentu, semisal narkoba,

terorisme, dan korupsi, termasuk kategori hukuman ta’zir yang disebut dengan al-qatlu

al-siyāsi, yaitu hukuman mati yang tidak diatur oleh al-Qur’an dan Sunnah, tapi

12 Abdurrahman Madjrie dan Fauzan al-Anshari, Qishash: Pembalasan yang Hak (Jakarta:

Khairul Bayan, 2003), h. 10

13 Abd al-Wahâb al-Khallâf, Ilmu Ushûl al-Fiqh (Kuwait: Daar al-Qalam, 1992), h. 198. Lihat

juga dalam buku Muhammad Abu Zahrah, Ushūl al-Fiqh (Kairo: Maktabah Muhaimar, 1957), h. 351

14 Abd al-Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Islāmi Jina’iy: Muqāranah bi al-Qanūn al-Wadh’i, Juz I

(Beirut: Risalah Mu’assasah, 1992), h. 663

Page 34: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

21

diserahkan kepada negara, baik pelaksanaan ataupun tata cara eksekusinya. Hukuman

mati tersebut boleh diberlakukan oleh suatu negara jika dipandang sebagai upaya

efektif menjaga ketertiban dan kemaslahatan masyarakat.15

B. Term yang Dijatuhi Hukum Qisâs Dalam Al-Qur’an

1) al-Qatl

Pembunuhan dalam bahasa Arab disebut dengan qatl yang berarti “perbuatan

yang menyebabkan hilangnya nyawa”. Dalam kamus bahasa Indonesia, pembunuhan

memiliki arti sebagai “sebuah tindakan mematikan atau menghilangkan nyawa orang

lain.” Sementara mengutip dari pendapat ‘Abd al-Qâdir ‘Awdah, pembunuhan ialah

menghilangkan nyawa manusia dengan perbuatan manusia.16

Tidak setiap pelaku tindak pidana pembunuhan pasti diancam hukuman qisâs.

Segala sesuatunya harus diteliti secara mendalam mengenai motivasi, metode, faktor

pendorong, dan teknis ketika melakukan jarimah pembunuhan ini. Ulama fiqih

membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut:

a) Pembunuhan sengaja, yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang

dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.

b) Pembunuhan semi-sengaja, yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang

tidak dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi mengakibatkan kematian.

15 Hukuman maksimal yaitu hukuman mati bisa diberlakukan oleh suatu negara jika dipandang

sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan kemaslahatan masyarakat. Khaeron Sirin, “Eksekusi Mati

Trio Bom Bali” dalam Tempo, 24 November 2008 jam 23:25 WIB. Link

https://koran.tempo.co/read/149075/eksekusi-mati-trio-bom-bali

16 Lilik Ummi Kaltsum dan Abdul Moqsith, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (Jakarta: UIN Press,

2015), h. 104.

Page 35: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

22

c) Pembunuhan tersalah, yaitu pembunuhan yang disebabkan salah dalam

perbuatan, salah dalam maksud, dan karena lalai.17

Hukuman atas pelaku pembunuhan bentuk pertama adalah qisâs, tetapi jika

dimaafkan oleh keluarga terbunuh maka pelaku pembunuhan dikenakan denda. Pelaku

tindak pembunuhan bentuk kedua tidak diberlakukan ke atasnya hukuman qisâs, ia

hanya wajib membayar diyat kepada keluarga terbunuh dan membayar kafarat, yaitu

memerdekakan hamba sahaya. Sedangkan pelaku tindak pembunuhan ketiga hanya

diwajibkan membayar diyat dan memerdekakan hamba sahaya atau berpuasa dua bulan

berturut-turut.18

Ketiga macam pembunuhan diatas disepakati oleh jumhur ulama kecuali Imam

Malik. Mengenai hal ini, Abd al-Qâdir ‘Awdah mengatakan perbedaan pendapat yang

mendasar bahwa Imam Malik tidak mengenal jenis pembunuhan semi-sengaja, karena

menurut di dalam al-Qur’an hanya ada jenis pembunuhan sengaja dan tersalah.

Barangsiapa menambah satu macam lagi, maka ia menambah ketentuan nash.19

Mengutip pendapat Wahbah Zuhailî tentang pembunuhan sengaja

dikemukakan secara rinci. Menurutnya, pembunuhan sengaja adalah suatu perbuatan

yang dilakukan dengan sengaja menggunakan sesuatu yang dapat mematikan, baik

dengan benda tajam atau lainnya, baik secara langsung maupun dengan sebab-

perantara, seperti besi, senjata, kayu besar, jarum yang ditusukkan pada anggota tubuh

17 M Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah (Jakarta: Amzah, 2014), h. 5-6.

18 Kadar M Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum (Jakarta: Amzah,

2013), h. 327-328.

19 M Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah (Jakarta: Amzah, 2014), h. 6.

Page 36: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

23

yang dapat mematikan maupun anggota tubuh lain yang tidak dapat mematikan secara

langsung tetapi dapat menimbulkan pembengkakan dan penyakit parah yang

mengakibatkan yang bersangkutan pada kematian, atau dengan menggunakan racun

yang dapat mengantarkan kematian.20

Hukuman qisâs itu diberlakukan berdasarkan keputusan pengadilan sesuai

dengan bukti atau saksi yang lengkap, dan tergantung atas tuntutan keluarga korban

pembunuhan. Artinya, jika keluarga korban memberi maaf kepada pelaku

pembunuhan, maka hukuman qisâs telah dan tidak diberlakukan oleh hakim, tetapi

pelaku pembunuhan dituntut membayar diyat kepada keluarga korban, bila keluarga

mengambil hak diyat, sesuai sabda Nabi Muhammad:

م ت ع نا م ؤم ن ق ت ل م : م لم ق ال س ل يه و لى للا ع س ول للا ص ، ف إ ن أ ن ر قت ول ف ع إ ل ى أ ول ي اء الم دا د

ل ف ة أ رب ع ون خ ة، و ع ذ ث ون ج ث ال قة، و ث ون ح ه ي ث ال ي ة ، و ذ وا الد وا أ خ اء إ ن ش وا ق ت ل وا، و اء اش م ، و

قل يد الع ل ك ل ت شد ذ ل يه ف ه و ل ه م، و وا ع ال ح ص

“Siapa saja yang membunuh (seseorang) dengan sengaja, maka ia dibawa

kepada ahli waris yang terbunuh. Jika mereka menghendaki, mereka boleh

membunuhnya (dijatuhi hukuman qisās) atau mengambil diyat. Diyatnya ialah

tiga puluh ekor hiqqah, tiga puluh jaza’ah dan empat puluh ekor unta yang

sedang mengandung. Dan apa saja yang mereka perdamaikan, maka ia

menjadi milik mereka.”21

2) I’tidâ’

20 Lilik Ummi Kaltsum dan Abdul Moqsith, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (Jakarta: UIN Press,

2015), h. 105.

21 Kadar M Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum (Jakarta: Amzah,

2013), h. 321.

Page 37: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

24

Dalam kamus al-Azhar kata i’tidâ’ memiliki arti menganiaya.22 Dan menurut

Ibnu Manzur kata اعتدى على yang memiliki arti ظلمه yaitu menganiaya atau

mendzalimi.23 Dan menurut Abu Ja’far kata عدا dimasuki huruf ta sehingga menjadi

yang maknanya adalah menyerang dan melompat. Artinya; barang siapa yang اعتدى

menyerang dan melompat atas kalian dengan aniaya maka serang dan lompatilah

dengan yang sama sebagai pembalasan dan bukan kedzaliman.24

Penyerangan dibalas dengan tindakan serupa merupakan hukum yang tetap.

Perkara yang dilakukan atas dasar qisâs (pembalasan dengan tindakan serupa)

hukumnya boleh. Akan tetapi balasan penyerangan itu terikat dengan prinsip-prinsip

keutamaan, takwa, peradaban, dan kemanusiaan. Maka, bertakwalah kepada Allah dan

jangan berbuat lalim, janganlah kali menganiaya, ikutilah batas-batas keadilan,

penolakan mudarat, penegakan kebenaran, penjagaan peradaban dan manfaat manusia,

janganlah memperturutkan hawa nafsu dan kesenangan pribadi yang terkadang

menyeret pada kedzaliman, kedengkian, dan kecerobohan.25 Dengan demikian,

seseorang harus berlaku wajar bahkan tatkala kontak senjata dengan musuh. Sesuai

dengan firman Allah; barang siapa yang menyerang (dengan memerangi) kamu, maka

seranglah ia, seimbang dengan serangan terhadapmu.

3) al-Jurhu

22 S. Askar, Kamus al-Azhar Arab-Indonesia (Jakarta: Senanyan Publishing, 2009), h. 500.

23 Ibnu Manzur, Lisān al-Arab (Mesir: Dār al-Ma’arif, tt) h. 2846

24 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta’wîl al-Qur’an. Penerjemah

Ahsan Aksan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid. III, h. 233.

25 Wahbah Zuhailî, Tafsîr al-Munîr fî al-Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj. Penerjemah

Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani, 2013), jilid I, h. 422.

Page 38: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

25

Kata plural جروح berasal dari kata ح ح –جر جرحا –يجر yang memiliki arti اث ر فيه

yaitu meninggalkan bekas atau membekas dengan senjata tajam.26 Dan dalam بالسالح

kamus al-Azhar kata jaraha mengandung arti melukai dan mencederai.27 Pencederaan

dengan sengaja adalah segala jenis penyerangan terhadap tubuh manusia seperti

memotong anggota badan, melukai, memukul, akan tetapi nyawa orang tersebut masih

tetap dan perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja.28

Perberlakuan hukum qisâs sebagaimana terkukuhkan dalam syarî’at Nabi

Musa, juga terkukuhkan dan ditetapkan dalam syarî’at Nabi Muhammad. Imâm Abû

Hanîfah dan Imâm Syâfi’î mengatakan jika ada seseorang melakukan tindak pidana

kekerasan fisik berupa perlukaan, atau memotong telinga atau tangan, kemudian ia

membunuh si korban, ia dihukum dengan bentuk yang sama seperti yang ia perbuat

terhadap si korban.29

Dengan demikian, segala tindakan kekerasan fisik yang dapat memberikan luka

dengan cara sengaja seperti memotong tangan, membutakan mata, mematahkan hidung

dan melukai anggota tubuh lainnya terhadap orang lain, maka dihukum qisâs dengan

cara yang sama yang ia perbuat kepada korban, tetapi hukuman qisâs akan gugur bila

pemilik hak memaafkannya dan diperbolehkan menuntut diyat sesuai dengan ketentuan

syarî’at.

26 Ibnu Manzûr, Lisân al-Arab (Mesir: Dār al-Ma’arif, tt), h. 586

27 S. Askar, Kamus al-Azhar Arab-Indonesia (Jakarta: Senayan Publishing, 2009), h. 59. 28 Paisol Burlian, Implementasi Konsep Hukuman Qishash di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,

2015), h. 53.

29 Wahbah Zuhailî, Tafsîr al-Munîr fî al-Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj. Penerjemah

Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani, 2013), jilid III, h. 544.

Page 39: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

26

Mencederai dengan tidak sengaja adalah pelaku berniat untuk melakukan

perbuatan tertentu tapi tidak dengan niat permusuhan, seperti orang meletakkan kayu

di jendela, tanpa sengaja kayu jatuh terkena kepala orang sehingga mengalami luka.

Atau seperti orang yang terjatuh di atas orang yang tidur dan menyebabkan tulang

rusuk orang tersebut luka. Dalam kasus ini, pelaku hanya dijatuhi hukuman diyat atau

dimaafkan atas perbuatannya.30

C. Sejarah Qisâs

Dalam kajian historis, hukuman mati merupakan pembahasan yang

berkelanjutan, seiring dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu hukuman mati, telah

menjadi hukuman yang mensejarah, sehingga belum diketahui secara pasti kapan

hukuman mati pertama kali diberlakukan oleh manusia di dunia. Namun sejarah hukum

China mencatat, bahwa hukuman mati telah diterapkan untuk tindak kejahatan

pembunuhan. Bahkan sejak abad ke-18 SM dalam kode Raja Hammurabbi di zaman

Babilonia di Mesopotamia diterangkan lebih detil, hukuman mati diterapkan bagi 25

kejahatan besar yang berbeda, di antaranya sebagai hukuman mati bagi pelaku

pembunuhan.31

Kerajaan Mesir juga memberlakukan hukuman mati pada abad ke-16 SM.

Hukuman mati diterapkan bagi orang yang melanggar dan mengambil barang milik

penguasa. Biasanya eksekusi hukuman mati dilaksanakan dengan cara dipalu.

30 Paisol Burlian, Implementasi Konsep Hukuman Qishash di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,

2015), h. 54.

31 Nelvitia Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati: Perspektif Hak Asasi

Manusia dan Hukum Pidana di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h. 17

Page 40: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

27

Selanjutnya jenis tindak pidana yang diancam hukuman mati berubah-ubah. Misalnya

saja di kerajaan Yunani di abad ke-7 SM, hukuman mati berlaku untuk semua tindak

pidana.32 Salah satu contoh paling jelas adalah eksekusi mati filsuf tersohor, Socrates

pada 399 SM. Socrates divonis hukuman mati oleh Dewan Juri Athena lantaran

pemikirannya dianggap menyesatkan masyarakat, khususnya anak muda di negara kota

tersebut.33

Perjalanan hukuman mati tetap berlangsung hingga munculnya agama-agama

besar seperti Yahudi, Kristen, dan Islam. Sebelumnya kehadiran Islam, sanksi pidana

pembunuhan dikenal dalam beberapa bentuk yang berbeda. Bagi kaum Yahudi mereka

telah memberlakukan qisās yang telah ditetapkan dalam kitab sucinya, Taurat.

Sedangkan bagi kaum Nasrani hanya diberlakukan diyāt tanpa ada sanksi pidana qisâs

kepada pelaku pembunuhan.34

Akan tetapi dalam agama Kristen, paling tidak perjanjian lama dan perjanjian

baru tidak menolak hukuman mati. Sebagian besar dari bapak-bapak gereja antara lain:

Ambrosius, Chiromagnus, dan Augustinus berpendapat bahwa hukuman mati tidak

dilarang. Sama dengan pendapat bapak-bapak gereja itu ialah skolastik, Thomas

Aquino sebagai kepala dari para Theolog. Pada tahun 1861 sangat dibatasi, perubahan

ke arah pembatasan pemakaian pidana mati itu disebabkan ajaran agama Kristen yang

32 Nelvitia Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati: Perspektif Hak Asasi

Manusia dan Hukum Pidana di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h. 17

33 Lihat https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/niqbwx diakses tanggal 03

Maret 2019. Pada jam 18:30

34 Wahbah Zuhailî, Tafsīr al-Munīr fī al-Aqīdah wa asy-Syarī’ah wa al-Manhāj. Penerjemah

Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani, 2013), jilid I, h. 356

Page 41: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

28

menuju kehalusan sehingga beberapa penulis kuno seperti Tertulianus, Lectantius,

menaruh keberatan terhadap hukuman mati.35

Pada masa Nabi Muhammad, Bangsa Arab sudah mengambil berbagai macam

hukum dan adat. Praktek ini, dalam banyak hal sudah mempunyai kekuatan hukum

dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan keberlangsungan hukum sebelum Islam,

Nabi Muhammad tidak melakukan perubahan terhadap hukum yang ada sepanjang

hukum tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang fundamental. Dengan

demikian, Nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai pembuat hukum dari sebuah

agama yang baru melegalkan hukum lama di satu sisi, dan mengganti beberapa hal

yang tidak konsisten dengan prinsip-prinsip hukum di sisi lain. Hukum yang direvisi

bahkan dirombak oleh Rasulullah, antara lain perkawinan dengan ibu tiri, poliandri,

menikahi wanita tanpa batas jumlahnya, hubungan seksual yang tidak sah, aborsi,

pembunuhan terhadap bayi perempuan, balas dendam dalam hukum qisâs,

perlindungan pencuri bagi bangsawan, perceraian berulang-ulang, dan lain

sebagainya.36

Pada masa jahiliyah, penyimpangan nilai-nilai moral dalam hukum pra-Islam

tampak sekali dalam sistem pemidanaan (peradilan), terutama pada jarīmah qisâs

diyāt. Keadaan demikian dapat dibuktikan dengan banyak peristiwa sejarah yang

terjadi di kalangan masyarakat Arab jahiliyah, “Salah seorang kabilah Gani membunuh

35 Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini, dan di

Masa Depan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 65-66

36 M. Nur Kholis dan Soetapa Djaka, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam

Islam dan Kristen (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 284

Page 42: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

29

Syas bin Zuhair, maka datanglah Zuhair, ayah Syas, untuk meminta pembalasan

pembalasan kepada suku Gani. Mereka bertanya, ‘Apa kehendakmu atas kematian

Syas ?’ Jawab Zuhair, ‘Satu dari tiga hal dan tidak bisa diganti, yaitu menghidupkan

kembali Syas, atau mengisi selendangku dengan binatang-binatang dari langit, atau

engkau serahkan kepadaku semua anggota kabilah Gani untuk saya bunuh semua, dan

sesudah itu aku belum merasa telah mengambil sesuatu ganti rugi atas kematian

Syas.”37

Kecintaan yang mereka miliki hanyalah bagi kehidupan keluarga mereka

sendiri. Mereka biasa menuntut nyawa seorang lelaki yang berkedudukan sama dari

keluarga si pembunuh. Berkali-kali darah bersimbah, dan nyawa beratus-ratus orang

akan terenggut demi kehidupan pribadi seorang. Bila yang terbunuh yang berasal dari

kedudukan yang lebih tinggi, maka bukan hanya menuntut si pembunuh melainkan

mereka juga akan memaksa menuntut nyawa semua orang tak berdosa yang

berkedudukan tinggi dari keluarganya.38

Al-Qur’an dan praktik Nabi Muhammad memperkenalkan berbagai modifikasi

terhadap praktek hukuman ini. Akan tetapi, ide utama dari prinsip-prinsip yang

mendasarinya tidak bersifat baru, tetapi telah lama dipraktikkan masyarakat Arab

sebelum muncul Islam. Perubahan utama yang dilakukan oleh Islam adalah prinsip

keseimbangan dalam kerangka hukum yang berdimensi keadilan. Dalam hukum Islam

37 M. Nur Kholis dan Soetapa Djaka, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam

Islam dan Kristen (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 284

38 Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1992) h. 24

Page 43: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

30

satu jiwa harus diambil karena perbuatan menghilangkan nyawa orang lain atau

pemberian kompensasi harus dilakukan terhadap keluarga korban. Aturan ini tidak

mempersoalkan status suku atau kedudukan si korban dalam sukunya, seperti

dipraktikkan dalam masyarakat Arab jahiliyah.39

Perintah tentang qisâs dalam al-Qur’an didasarkan pada prinsip-prinsip

keadilan yang ketat dan kesamaan nilai kehidupan manusia, seperti termanifestasikan

dalam Firman-Nya:

اص ف ي ال م الق ص ل يك ت ب ع ن وا ك ين آم ن ى ب ال ن ى ف ي ا أ يه ا الذ ال بد و بد ب الع الع ر و ر ب الح ن ق تل ى الح م

ر م و بك ن ر ل ك ت خف يف م ان ذ اء إ ل يه ب إ حس أ د وف و عر يء ف اتب اع ب الم يه ش ن أ خ ف ي ل ه م ة ف م ع ن حم

ل ك ف ل ه ع اب أ ل يم اعت د ى ب عد ذ ذ

“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu qisas dalam kasus

pembunuhan; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,

dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat keringanan

(pemaafan) dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) memberikannya

dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar Diyat

kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang sedemikian itu

adalah suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Namun barang siapa yang

melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS Al-

Baqarah: 178)

Dalam ayat ini, Islam telah mengurangi kengerian atau kegelapan. Pembalasan

dendam yang berkesumat dan dipraktekkan pada masa Jahiliyah atau bahkan dilakukan

dengan sedikit perubahan bentuk pada masa kita kini yang disebut masyarakat modern

yang beradab. Kesamaan dalam pembalasan yang ditetapkan dengan rasa keadilan

39 M. Nur Kholis dan Soetapa Djaka, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam

Islam dan Kristen (Jakarta: Gunung Mulia, 2010) h. 285

Page 44: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

31

yang ketat, tetapi ia memberikan kesempatan jelas bagi perdamaian dan kemampuan.

Saudara lelaki yang terbunuh dapat memberikan keringanan berdasarkan pada

pertimbangannya yang wajar, permintaan dan ganti rugi sebagai rasa penyesalan dan

terima kasih (dari pihak terhukum).40

Perubahan sejarah mengenai ketetapan qisâs bagi pelaku pembunuhan baik di

masa Arab Jahiliyah, maupun ketetapan qisâs bagi kaum Yahudi dan Nasrani dapat

diketahui korelasi antara syari’at Islam tentang qisâs diyāt dengan sanksi pidana yang

di adopsi pada masa sebelum Islam. Dengan adanya ketentuan qisâs diyāt dalam al-

Qur’an, Allah merevisi sistem pemidanaan Jahiliyah yang tidak adil dalam tindak

pidana pembunuhan. Dan Allah juga menyempurnakan syari’at Islam sebagai syari’at

agama samawi terakhir dengan menetapkan berbagai macam pemidanaan bagi pelaku

pembunuhan sebagai bentuk keringanan dan rahmat.

40 Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992)

h. 24-25.

Page 45: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

32

BAB III

QISÂS DALAM AL-QUR’AN

A. Ayat-Ayat Dengan Term Qisâs

Allah SWT menyebutkan kata qisâs di dalam al-Qur’an sebanyak 30 kali

dengan term yang bermacam-macam dan makna yang berbeda. Term qisâs dalam

bentuk isim berjumlah 10, term qisâs dalam bentuk fi’il mâdi berjumlah 4, term qisâs

dalam bentuk fi’il mudâri’ berjumlah 14, dan term qisâs dalam bentuk fi’il amri

berjumlah 2 kali disebut dalam al-Qur’an.1 Dan ada juga beberapa ayat yang tidak

menyebutkan kata qisâs secara langsung, namun mengandung tindak pidana qisâs,

seperti surat al-Isra’ ayat 32, surah al-Furqân ayat 68, surah al-Isrâ’ ayat 33, surah al-

Nisâ’ ayat 93, dan surah al-Mâidah ayat 32.

Tabel 3.1: berikut ini adalah term qisâs yang disebutkan di dalam al-Qur’an

dalam bentuk fi’il al-Mâdhi.

No TN2 Nama Surat TM No

Ayat

Potongan Ayat Ket

1 49 al-Qasas 28 25 ص ق ال ال ت خ ف ل يه الق ص ق ص ع MK و

2 60 Ghâfir 40 78 نه م م ل يك و صن ا ع ن ق ص MK م

3 70 al-Nahl 16 118 ل يك صن ا ع ا ق ص من ا م ر ين ه اد وا ح ل ى الذ ع MK و

1 M. Fuâd Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm (Istanbul: Maktabah

al-Islâmiyah, 1983), h. 546.

2 Tartib Nuzul, lihat: Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2005), h. 106

Page 46: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

33

4 92 al-Nisâ’ 4 164 ن ق بل ل يك م صن اه م ع ال ق د ق ص س ر MD و

Tabel 3.2: berikut ini adalah term qisâs yang disebutkan di dalam al-Qur’an

dalam bentuk fi’il al-Mudhâri’.3

No TN4 Nama Surat TM No

Ayat

Potongan Ayat Ket

1 39 al-A’râf 7 7 ائ ب ين نا غ ا ك م لم و ل يه م ب ع ن ع MK ف ل ن ق ص

2 39 al-A’râf 7 35 م آي ات ي ل يك ون ع م ي ق ص نك ل م س م ر ا ي أت ي نك MK إ م

3 39 al-A’râf 7 101 ى ن ق ص ن أ نب ائ ه ا ت لك الق ر ل يك م ع MK

4 45 Taha 20 99 ب ق ا ق د س ن أ نب اء م ل يك م ل ك ن ق ص ع ذ MK ك

5 48 al-Naml 27 76 ائ يل ل ى ب ن ي إ سر ا الق رآن ي ق ص ع إ ن ه ذ

أ ك ر الذ ي ه م ف يه ي خت ل ف ون

MK

6 52 Hûd 11 100 ن ل ك م نه ا ق ائ م ذ ل يك م ه ع ى ن ق ص أ نب اء الق ر

يد ص ح و

MK

7 52 Hûd 11 120 س ل ن أ نب اء الر ل يك م ك ال ن ق ص ع MK و

8 53 Yûsuf 12 3 ص ن الق ص ل يك أ حس MK ن حن ن ق ص ع

9 53 Yûsuf 12 5 ؤي اك ص ر ت ك ق ال ي ا ب ن ي ال ت قص ل ى إ خو ع MK

10 55 al-An’âm 6 57 ير ه و خ ق و ي ق ص الح كم إ ال لل إ ن الح

ل ين الف اص

MK

3 M. Fuâd Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm (Istanbul: Maktabah

al-Islâmiyah, 1983), h. 546.

4 Tartib Nuzul, lihat: Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2005), h. 106

Page 47: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

34

11 55 al-An’âm 6 130 م آي ات ي ل يك ون ع م ي ق ص نك ل م س م ر MK أ ل م ي أت ك

12 60 Ghâfir 40 78 ن ل م نه م م م ل يك و ص ع ن قص MK

13 69 al-Kahfi 18 13 ق ل يك ن ب أ ه م ب الح MK ن حن ن ق ص ع

14 92 al-Nisâ’ 4 164 ل يك صه م ع ال ل م ن قص س ر MD و

Tabel 3.3: berikut ini adalah term qisâs yang disebutkan di dalam al-Qur’an

dalam bentuk ism masdar.5

No TN6 Nama Surat TM No

Ayat

Potongan Ayat Ket

1 39 al-A’râf 7 176 ون له م ي ت ف كر ص ل ع ص الق ص MK ف اقص

2 49 al-Qasas 28 25 ص ق ال ال ت خ ف ل يه الق ص ق ص ع MK و

3 53 Yûsuf 12 3 ص ن الق ص ل يك أ حس MK ن حن ن ق ص ع

4 53 Yûsuf 12 111 ة ل ول ي ال لب اب بر ه م ع ص ان ف ي ق ص MK ل ق د ك

5 69 al-Kahfi 18 64 ا ل ى آث ار ه م ا ع نا ن بغ ف ارت د ا ك ل ك م ق ال ذ

صا ق ص

MK

6 87 al-Baqarah 2 178 اص م الق ص ل يك ت ب ع ن وا ك ين آم MD ي ا أ يه ا الذ

7 87 al-Baqarah 2 179 ي اة ي ا أ ول ي ال لب اب اص ح م ف ي الق ص ل ك MD و

8 87 al-Baqarah 2 194 ات م ر الح ام و ر ام ب الشهر الح ر الشهر الح

اص ق ص

MD

5 M. Fuâd Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm (Istanbul: Maktabah

al-Islâmiyah, 1983), h. 546.

6 Tartib Nuzul, lihat: Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2005), h. 106

Page 48: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

35

9 89 Ali ‘Imrân 3 62 ق ص الح ا ل ه و الق ص MD إ ن ه ذ

10 112 al-Mâidah 5 45 دق ب ه ف ه و ن ت ص اص ف م وح ق ص ر الج و

ة ل ه فار ك

MD

Tabel 3.4: berikut ini adalah term qisâs yang disebutkan dalam al-Qur’an

dengan bentuk fi’il al-Amri.7

No TN8 Nama Surat TM No

Ayat

Potongan Ayat Ket

1 39 al-A’râf 7 176 ص ونف اقص له م ي ت ف كر ص ل ع الق ص MK

2 49 al-Qasas 28 11 ن ب ن ج ت ب ه ع ر يه ف ب ص ق ال ت ل خت ه ق ص و

ون ر ه م ال ي شع و

MK

Tabel di atas merupakan pemaparan kata qisâs yang disebutkan dalam al-

Qur’an sebanyak 30 kali dari berbagai macam term qisâs. Ada beberapa term qisâs

dalam ayat al-Qur’an yang mengandung arti jazâ’ atau ‘iqâb yaitu hukuman yang

serupa. Di antaranya ialah surah al-Baqarah: 178, 179, 194, dan surah al-Mâidah: 45.

B. Ayat-Ayat yang Semakna Dengan Qisâs

7 M. Fuâd Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm (Istanbul: Maktabah

al-Islâmiyah, 1983), h. 546.

8 Tartib Nuzul, lihat: Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2005), h. 106

Page 49: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

36

Tabel 3.5: ada beberapa ayat al-Qur’an yang secara tidak langsung

menunjukkan hukuman qisâs di antaranya sebagai berikut:

No TN9 Nama Sûrah TM Potongan Ayat Ket

1 42 al-Furqân: 68 25 ال ي قت ل ون ق و م للا إ ال ب الح ر النفس الت ي ح MK

2 50 al-Isrâ’: 33 17 ق م للا إ ال ب الح ر ال ت قت ل وا النفس الت ي ح MK و

3 92 al-Nisâ’: 93 4 ال دا ف يه ا ه نم خ ه ج اؤ ز دا ف ج م ت ع نا م ؤم ن ي قت ل م م MD و

4 112 al-Mâidah: 32 5 اد ف ي ال رض ير ن فس أ و ف س ن ق ت ل ن فسا ب غ MD م

5 112 al-Mâidah: 33 5 ون ف ي ي سع س ول ه و ر ار ب ون للا و ين ي ح اء الذ ز ا ج إ نم

ادا أ ن ي ق تل وا ال رض ف س

MD

C. Asbâb al-Nuzûl al-Ayat

Asbâb al-Nuzûl ayat-ayat qisâs dalam al-Qur’an sebagai berikut:

1) QS. al-Baqarah (2): 178.

Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Islam hampir disyariatkan,

pada zaman jahiliah ada dua suku bangsa Arab yang berperang satu sama

lainnya. Di antara mereka ada yang terbunuh dan yang luka-luka, bahkan

mereka membunuh hamba sahaya dan wanita. Mereka belum sempat membalas

dendam karena mereka masuk Islam. Masing-masing menyombongkan diri

dengan jumlah pasukan dan kekayaannya serta bersumpah tidak ridâ apabila

9 Tartib Nuzul, lihat: Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2005), h. 106

Page 50: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

37

hamba-hamba sahaya yang terbunuh itu tidak diganti dengan orang merdeka,

wanita diganti dengan laki-laki. Maka turunlah sûrah al-Baqarah ayat 178 yang

menegaskan hukum qisâs.10

Yang melatar belakangi turunnya sûrah al-Baqarah ayat 178 ialah

menghapus tatanan sosial antara yang kuat dan yang lemah sehingga mampu

memberikan rasa persamaan hak bagi keduanya, dan juga memutuskan rantai

balas dendam yang terjadi antara dua suku yang berperang atau bertikai.

2) QS. al-Baqarah (2): 194.

Dalam suatu riwayat dikemukakan peristiwa sebagai berikut: pada

bulan Dzulqa’dah, Nabi Muhammad dengan para sahabatnya berangkat ke

Mekah untuk menunaikan umrah dengan membawa kurba. Setibanya di

Hudaibiyyah, mereka dicegat oleh kaum musyrikin. Kemudian dibuatlah

perjanjian, yang isinya antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrah

pada tahun berikutnya. Pada bulan Dzulqa’dah tahun berikutnya, berangkatlah

Nabi beserta para sahabatnya ke Mekah, dan tinggal di sana selama tiga malam.

Kaum Musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud Nabi untuk

umrah pada tahun yang lalu. Allah swt membalasnya dengan meluluskan

maksud umrah pada bulan yang sama pada tahun berikutnya. Turunlah sûrah

al-Baqarah ayat 194 berkenaan dengan peristiwa itu.11

10 Diriwayatkan oleh Ibnu Abî Hâtim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair. Lihat: Qomaruddin

Sholeh, dkk., Asbâbun Nuzûl Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an (Bandung:

Diponegoro, 2007), h. 50.

11 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr yang bersumber dari Qatâdah. Lihat: Qomaruddin Sholeh, dkk.,

Asbâbun Nuzûl Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an (Bandung: Diponegoro, 2007),

h. 59.

Page 51: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

38

3) QS. al-Mâidah (5): 45.

Pada suatu waktu ada seseorang Yahudi melakukan pembunuhan

terhadap seseorang yang lain. Kemudian mereka meminta fatwa kepada

Rasulullah tentang hukum pembunuhan tersebut. Mereka akan menerima

ketetapan Rasulullah, apabila beliau menetapkan hukum diyât (denda). Kalau

memberikan fatwa hukum qisâs mereka tidak akan mentaatinya. Sehubungan

dengan peristiwa itu Allah menurunkan sûrah al-Mâidah ayat 41-45 sebagai

ketegasan hukum Allah yang harus ditegakkan secara adil. Bagi mereka yang

mencari hukum selain apa yang telah ditetapkan Allah, maka bagi mereka

kekufuran dan siksaan yang berat.12

4) QS. al-Furqân (25): 68.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu Mas’ûd bertanya kepada

Rasulullah saw, tentang dosa yang paling besar. Rasulullah menjawab: engkau

membuat sekutu untuk Allah, padahal Dia yang menjadikanmu. Ia bertanya:

kemudian apa lagi ? maka Rasulullah menjawab: membunuh anakmu karena

takut makan besertamu. Ia bertanya: kemudian apa lagi ? maka Rasulullah

menjawab: engkau berzina dengan istri tetanggamu. Maka Allah menurunkan

ayat ini yang membenarkan kata-kata Rasulullah tadi.13

5) QS. al-Nisâ’ (4): 93.

12 Diriwayatkan oleh Mâlik dari Nâfi’ dari Abdillah bin ‘Umar bin Khatâb. Lihat: Mudjab

Mahali, Asbâbun Nuzûl Studi Pendalaman Al-Qur’an: al-Mâidah al-Isrâ’ (Jakarta: CV Rajawali, 1989),

jilid. II, h. 31.

13 Diriwayatkan oleh al-Syaikhân (al-Bukhârî dan Muslim), yang bersumber dari Ibnu Mas’ûd.

Lihat: Qomaruddin Sholeh, dkk., Asbâbun Nuzûl Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-

Qur’an (Bandung: Diponegoro, 2007), h. 396.

Page 52: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

39

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan

dengan seorang Ansâr yang membunuh saudara Miqyas bin Sabâbah. Nabi saw,

membayarkan diyat (denda) kepada Miqyas. Tetapi setelah ia menerima

dendanya, ia menerkam pembunuh adiknya serta membunuhnya. Maka

bersabdalah Rasulullah: “Aku tidak menjamin keselamatan jiwanya, baik di

bulan halal atau pun di bulan haram.” Maka Miqyas pun terbunuh dalam

peristiwa fath al-Makkah.14

6) QS. al-Mâidah (5): 33.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ‘Abdul Malik bin Marwân

menulis surat kepada Anas, yang isinya menanyakan tentang ayat ini, Anas

menjawab dengan menerangkan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan

suku ‘Urainah yang murtad dari agama Islam dan membunuh penggembala unta

serta membawa lari unta-untanya. Ayat ini diturunkan sebagai ancaman hukum

bagi orang-orang yang membuat keonaran di bumi; membunuh, mengganggu,

dll.15

14 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr dari Ibnu Juraij yang bersumber dari ‘Ikrimah. Lihat:

Qomaruddin Sholeh, dkk., Asbâbun Nuzûl Latar Belakang Histori. h. 157.

15 Qomaruddin Sholeh, dkk., Asbâbun Nuzûl Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-

Qur’an (Bandung: Diponegoro, 2007), h. 191.

Page 53: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

40

BAB IV

QISÂS MENURUT ULAMA NUSANTARA

A. Abdul Malik Karim Amrullah

1. Sûrah al-Baqarah ayat 178

ال ن ى بد و بد ب الع الع ر و ر ب الح اص ف ي الق تل ى الح م الق ص ل يك ن وا ع ين آم ف ي ي ا أ يه ا الذ ن ع ن ى ف م ب ال

ن ل ك ت خف يف م ان ذ اء إ ل يه ب إ حس أ د وف و عر يء ف اتب اع ب الم يه ش ن أ خ ن اعت د ى ل ه م ة ف م حم ر م و بك ر

اب أ ل يم ذ ل ك ف ل ه ع ب عد ذ

“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu qisâs dalam kasus

pembunuhan; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,

dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat keringanan

(pemaafan) dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) memberikannya

dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat

kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang sedemikian itu

adalah suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Namun barang siapa yang

melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”

Dengan ajara agama Islam, Nabi Muhammad telah mempersatukan bangsa

Arab yang telah beratus tahun tidak mengenal persatuan, karena tidak ada suatu cita

untuk mempersatukan. Agama pusaka Nabi Muhammad sudah tinggal hamya sebutan.

Yang penting bagi mereka ialah kabilah sendiri. Di antara kabilah dengan kabilah lain

berperang. Bermusuh dan berebut tanah pengembalaan ternak atau berebut unta ternak

itu sendiri. Niscaya terjadi pembunuhan, maka timbullah perpecahan dan permusuhan

di antara suku dengan suku atau kabilah dengan kabilah lain. Menderitalah suku yang

lemah dan yang kecil, berleluasalah kabilah yang besar dan kuat.1

1 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz II, h.

80.

Page 54: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

41

Agama Islam pun datang, yaitu di saat permusuhan masih belum habis. Islam

tidak dapat membenarkan balas dendam. Islam hanya mengakui adanya hukum qisâs

bukan balas dendam. Maka kalau terjadi lagi pembunuhan manusia atas manusia,

tanggung jawab penuntutan hukum bukan saja lagi terletak pada keluarga yang

terbunuh, tetapi terletak ke atas pundak orang yang beriman. Balas dendam harus

dicegah, yang berhutang nyawa harus dibayar dengan nyawa, tetapi pintu maaf selalu

terbuka, maka datanglah ayat ini.2

Di pangkal ayat ini kita telah mendapat dua kesan. Pertama urusan penuntutan

bela kematian telah diserahkan kepada orang-orang yang beriman, artinya kepada

masyarakat, masyarakat Islam. Masyarakat Islam mempunyai syûrâ (lihat surah al-

Syûrâ, ayat 38). Di zaman ayat turun yang memimpin masyarakat Islam itu ialah

Rasulullah sendiri. Ayat ini telah menunjukkan bahwa masyarakat orang yang beriman

wajib mendirikan pemerintahan untuk menegakkan keadilan, di antaranya untuk

menuntutkan bela atas orang yang mati teraniaya.3

Kesan kedua ialah bahwa bela nyawa itu mulailah diatur seadil-adilnya. Di

antaranya ditunjukkan contoh-contohnya; kalau orang laki-laki merdeka membunuh

laki-laki merdeka, wajiblah dilakukan hukum qisâs kepadanya, yaitu dibunuh pula.

Kalau seorang hamba sahaya membunuh seorang hamba sahaya, dia pun akan dihukum

2 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz II, h.

80-81.

3 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz II, h.

81.

Page 55: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

42

qisâs. Kalau seorang perempuan membunuh seorang perempuan, si pembunuh itu akan

dihukum bunuh pula.4

Dari permulaan ayat 178 ini sampai kepada kata al-qatl sudah dianggap satu

kalimat yang sempurna. Jadi tidak dibedakan antara derajat manusia yang membunuh

dan yang dibunuh. Sedang kata-kata berikutnya yaitu orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempaun dengan perempuan,

hanyalah sekedar memperkuat hukum, agar jangan berbuat seperti pada masa

jahiliyah.5

2. Sûrah al-Baqarah ayat 179.

م ت تق ون لك ي اة ي ا أ ول ي ال لب اب ل ع اص ح م ف ي الق ص ل ك و

“Dan di dalam hukuman qisâs itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kamu,

wahai orang-orang yang berakal fikiran, supaya kamu bertaqwa.”

Ayat ini menjelaskan bahwa dengan adanya hukum qisâs nyawa dibayar

nyawa, sebagai hukum tingkat pertama, terjaminlah kehidupan masyarakat. orang yang

akan membunuh berfikir terlebih dahulu sebab dia pun akan dibunuh. Lantara itu

hiduplah orang dengan aman dan damai, dan dapatlah dibendung kekacauan dalam

masyarakat karena yang kuat berlantas angan kepada yang lemah.6

Tetapi apabila pelaku pembunuhan hanya dihukum misalnya 15 tahun, dan

apabila datang hari besar, dan mungkin pula hukumannya dipotong, orang-orang yang

4 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz II, h.

81.

5 Ahsin Sakho Muhammad, dkk., “Tafsir Kemenag,” tafsir diakses pada 1 Juli 2019, jam 09.00

dari https://quran.kemenag.go.id/index.php/tafsir/2/2/178

6 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, juz II, h. 84.

Page 56: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

43

telah rusak akhlaknya akan merasa mudah saja membunuh sesama manusia. Bahkan

ada penjahat yang lebih senang masuk keluar penjara, ada yang memberi gelar bahwa

penjara itu “hotel prodeo atau pondokan gratis dan sebagainya.7

3. Sûrah al-Baqarah ayat 194

ال ام و ر ام ب الشهر الح ر ا اعت د ى الشهر الح ل م ل يه ب م م ف اعت د وا ع ل يك ن اعت د ى ع اص ف م ات ق ص م ر ح

تق ين ع الم وا أ ن للا م اعل م اتق وا للا و م و ل يك ع

“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati,

berlaku hukum qisâs. Oleh karena sebab itu barangsiapa yang menyerang

kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.

Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang

yang bertaqwa.”

Dalam ayat ini terdapat kata حرومات yaitu kata jama’ dari حرمة yang berarti suci.

Ada terdapat berbagai kesucian di sana: pertama, bulan yang suci itu sendiri (syahr al-

harâm). Kedua, tanah itu sendiri tanah suci. Ketiga, masjidnya suci, Masjidil Haram,

sehingga barang siapa yang masuk saja ke dalamnya dijamin keamanannya, dan

keempat, ialah mengerjakan haji dan umrah itu sendiri, sehingga pakaian yang kita

pakai di waktu itu diberi nama pakaian ihram, yang berarti bahwa di saat itu kita sedang

mengerjakan ibadat yang suci (hurumatul-ihram). Maka segala pekerjaan suci itu

diharamkan oleh syara’ mengotorinya dengan perbuatan-perbuatan yang akan merusak

kesuciannya. Tetapi betapa pun sucinya, semua suasana itu kalau sekiranya kamu

diserang terlebih dahulu, kamu wajib mengambil qisâs yaitu pukul lawan pukul,

hantam lawan hantam. Sesuai dengan ketegasan ayat: “maka barang siapa yang

7 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, juz II, h. 84.

Page 57: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

44

melanggar kepada kamu hendaklah langgar pula atasnya, yang setimpal dengan

pelanggarannya atas kamu itu.” Melanggar di sini ialah memulai penyerangan.8

4. Sûrah al-Mâidah ayat 45

ذ ن ب ال ال ال نف ب ال نف و ين و ين ب الع الع ل يه م ف يه ا أ ن النفس ب النفس و ت بن ا ع ك السن ب السن و ذ ن و

ل للا ا أ نز م ب م ن ل م ي حك م ة ل ه و فار دق ب ه ف ه و ك ن ت ص اص ف م وح ق ص ر الج ونو ف أ ول ه ك ه م الال م

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasannya jiwa

dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga

dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qisas nya.

Barangsiapa yang melepaskan hak qisās-nya, maka melepaskan hak itu

menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara apa

yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”

Ayat ini menjelaskan bahwa apabila seseorang membunuh satu jiwa, hendaklah

digantikan dengan jiwa si pembunuh itu pula, hal ini sesuai juga dengan surah al-

Mâidah ayat 32. “Mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi, dan

luka-luka ada qisâsnya. Maka barang siapa yang mendermakan hak balas itu, maka

itu adalah penebus baginya.” Maka tersebutlah di dalam Taurat itu bahwa siapa yang

melenyapkan jiwa orang, harus diganti dengan jiwanya pula, melenyapkan mata orang,

dilenyapkan pula matanya, demikian juga hidung dan gigi. Dan apabila ada

perdamaian, sehingga keluarga si terbunuh atau yang kehilangan mata, hidung, dan gigi

itu mendermakan hak balas, artinya memberi maaf, maka kemaafan itu sudahlah

sebagai kafarat untuk menghapus kesalahannya.9

8 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz II, h.

122.

9 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), juz VI, h.

258.

Page 58: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

45

B. M. Quraish Shihab

1. Sûrah al-Baqarah ayat 178:

ن ي ا أ يه ا الذ ن ى ف م ن ى ب ال

ال بد و بد ب الع الع ر و ر ب الح اص ف ي الق تل ى الح م الق ص ل يك ن وا ع ف ي ع ين آم

حم ر م و بك ن ر ل ك ت خف يف م ان ذ اء إ ل يه ب إ حس أ د وف و عر يء ف اتب اع ب الم يه ش ن أ خ ن اعت د ى ل ه م ة ف م

اب أ ل يم ذ ل ك ف ل ه ع ب عد ذ

“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu qisâs dalam kasus

pembunuhan; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,

dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat keringanan

(pemaafan) dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) memberikannya

dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat

kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang sedemikian itu

adalah suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Namun barang siapa yang

melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”

Dalam ayat ini terdapat seruan kepada kaum beriman: “Hai orang-orang

beriman, diwajibkan atas kamu qisâs.” Ini diwajibkan apabila kamu (keluarga korban

pembunuhan) menghendaki qisâs sebagai sanksi akibat pembunuhan tidak sah atas

keluarga kalian. Tetapi pembalasan itu harus melalui yang berwenang dengan

ketetapan bahwa, “orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,

wanita dengan wanita.” Jangan menuntut membunuh orang merdeka walau yang

terbunuh adalah hamba sahaya, jangan juga menuntut balas terhadap dua atau banyak

orang kalau yang terbunuh secara tidak sah hanya seorang seperti adat jahiliyah, karena

makna qisâs adalah persamaan. Boleh menuntut bunuh lelaki walau ia membunuh

wanita, demikian juga sebaliknya, karena itulah keadilan dan persamaan dalam

mencabut nyawa seorang manusia.10

10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 393

Page 59: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

46

Tetapi apabila keluarga korban ingin memaafkan dengan menggugurkan sanksi

tersebut, dan menggantinya dengan tebusan, maka itu dapat dibenarkan. Di sini terlihat

bahwa agama tidak memaksakan pemaafan, karena pemaafan yang dipaksakan akan

berdampak buruk. Keluarga yang ingin memaafkan dengan pertimbangan apapun

dapat dibenarkan bahkan terpuji.11

Hukum qisâs ini bukanlah pembalasan untuk menyakiti, bukan pula untuk

melampiaskan sakit hati. Tetapi, ia lebih agung dan lebih tinggi yaitu untuk

kelangsungan kehidupan, di jalan kehidupan, bahkan ia sendiri merupakan jaminan

kehidupan. Kemudian untuk dipikirkan dan direnungkan hikmah diwajibkannya, juga

untuk menghidupkan hati dan memandunya kepada ketaqwaan kepada Allah.12

“Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,

hendaklah mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah membayar diyat kepada

yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.” Jangan pernah yang memaafkan

menuntut tebusan melampaui batas yang wajar, dan jangan juga yang harus menebus

menunda-nunda tanpa alasan atau mengurangi pembayaran tebusan.13

“Yang demikian itu, adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan rahmat.”

Hendaknya agar tidak timbul dendam atau pembunuhan beruntun, ia juga merupakan

suatu rahmat bagi keluarga korban dan pelaku pembunuhan. Karena itu, ikutilah

11 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 393

12 Sayyid Qutb, Tafsîr Fî Zilâl al-Qur’an. Penerjemah As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim,

Muchotob Hamzah (Jakarta: Gema Insani, 2000), jilid I, h. 196

13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, vol 1, h.

393

Page 60: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

47

tuntunan ini dan jangan melampaui batas yang ditetapkan Allah, ini karena “barang

siapa yang melampaui batas, maka baginya siksa yang sangat pedih.” Dengan

menganiaya pelaku pembunuhan yang telah dimaafkan atau keluarga korban setelah

menerima ketetapan tersebut.14

2. Sûrah al-Baqarah ayat 179:

م ت تق ون لك ي اة ي ا أ ول ي ال لب اب ل ع اص ح م ف ي الق ص ل ك و

“Dan di dalam hukuman qisâs itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kamu,

wahai orang-orang yang berakal fikiran, supaya kamu bertaqwa.”

Ayat ini memberikan penegasan bahwa melalui ketetapan hukum qisâs terdapat

jaminan kelangsungan hidup bagi manusia. Karena, siapa yang mengetahui bahwa jika

ia membunuh orang lain secara tidak sah, ia terancam pula untuk dibunuh, maka

pastilah ia tidak akan melangkah untuk melakukan pembunuhan. Bisa jadi hikmah ini

tidak bisa dipahami oleh semua orang, tetapi mereka memiliki akal yang jernih dan

menggunakannya, pasti akan tahu. Karena itu ayat ini menutup penjelasannya dengan

menyeru “wahai ûlu al-Albâb.”15

Kata ال لب اب al-Albâb adalah bentuk jamak dari لب lubb yaitu sari pati sesuatu.

Misalnya, kacang memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ûlu

al-Albâb adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni yang tidak diselubungi

oleh “kulit”, yaitu kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang

merenungkan ketetapan Allah dan melaksanakannya diharapkan dapat terhindar dari

14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, vol 1, h.

394

15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 394

Page 61: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

48

siksa, sedang yang menolak ketetapan ini maka pasti ada kerancuan dalam cara

berpikirnya.16

3. Sûrah al-Baqarah ayat 194:

ل م ل يه ب م م ف اعت د وا ع ل يك ن اعت د ى ع اص ف م ات ق ص م ر الح ام و ر ام ب الشهر الح ر ا اعت د ى الشهر الح

اتق وا م و ل يك تق ين ع ع الم وا أ ن للا م اعل م للا و

“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati,

berlaku hukum qisâs. Oleh karena sebab itu barangsiapa yang menyerang

kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.

Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang

yang bertaqwa.”

Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam Hijrah (627 M) Rasulullah SAW bersama

serombongan kaum muslimin, bermaksud melakukan umrah, tetapi mereka dihadang

di satu lembah dekat Mekah yaitu Hudaibiyah. Setelah melakukan perundingan, dan

menyepakati sekiat butir kesepakatan antara lain gencatan senjata selama sepuluh

tahun, beliau dan rombongan, terpaksa kembali ke Madinah. Tahun berikutnya pada

bulan yang sama, beliau kembali untuk menunaikan umrah sebagai qada’ yaitu

pengganti umrah yang batal tahun yang lalu itu. Dalam ayat ini, Allah menyatakan

bahwa Bulan Haram di mana kamu mengadakan umrah qada’ ini, berhadapan yaitu

pengganti dari bulan Haram di mana kamu pada tahun yang lalu dihalangi oleh kaum

musyrikin.17

16 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, h. 394

17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 423

Page 62: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

49

Seperti diketahui, al-Qur’an menetapkan empat bulan dalam setahun yang

merupakan bulan-bulan haram, yaitu bulan-bulan yang dihormati, penghormatan yang

mengantar kepada lahirnya larangan-larangan tertentu, yang biasanya dibolehkan pada

bulan yang lain. Keempat bulan dimaksud adalah Muharram (bulan pertama), Rajab

(bulan 7), Dzulqa’dah (bulan 11), Dzulhijjah (bulan 12) dari penanggalan Qamariyah.18

Bisa juga kata haram dipahami dalam arti keempat bulan Haram, sehingga

penggalan ayat di atas berarti, penghormatan terhadap bulan Haram adalah wajib bagi

yang menghormati bulan Haram, adapun yang tidak menghormati, maka tidak berlaku

baginya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan larangan membunuh atau perang,

dan karena itu berlaku terhadap mereka hukum qisâs, yaitu perlakuan yang sama. Yang

tidak menghormati maka dia pun tidak dihormati. “Oleh sebab itu barang siapa yang

melakukan agresi terhadap kamu” pada bulan Haram atau di luarnya, “maka lakukan

pula agresi yang persis sama serta seimbang dengan agresinya terhadap kamu”

sebagai pembalasan atas penyerangan yang dilakukan dengan sama persis atau

serupa.19

Imam Syâfi’î menegaskan perlunya persamaan penuh antara agresi yang

mereka lakukan dengan pembalasan yang patut mereka dapatkan. Persamaan penuh itu

bukan saja dipahami dari perintah Allah melakukan pembalasan dengan menamainya

agresi agar sesuai dengan agresi mereka, tetapi juga dari penambahan huruf ba yang

18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 423

19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 423-424

Page 63: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

50

dibaca bi pada kata (بمل) bi mitsli. Ini mengantar beliau berpendapat bahwa cara

pembalasan dalam pembunuhan demikian juga alatnya harus sepenuhnya sama, dengan

cara serta alat yang digunakan dalam pembunuhan oleh terpidana. Ulama lain hanya

mempersamakan dalam nilai. Pembunuhan menghilangkan nyawa, dan dengan

demikian siapa yang membunuh tanpa haq, dijatuhi hukuman mati, dengan cara apapun

yang mengakibatkan nyawa tercabut.20

4. Sûrah al-Mâidah ayat 45:

ال ين و ين ب الع الع ل يه م ف يه ا أ ن النفس ب النفس و ت بن ا ع ك السن ب السن و ذ ن و ذ ن ب ال

ال نف ب ال نف و

ل للا ف أ ول ه ك ه م ا أ نز م ب م ن ل م ي حك م ة ل ه و فار دق ب ه ف ه و ك ن ت ص اص ف م وح ق ص ر الج ونو الال م

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasannya jiwa

dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan

telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qisas nya. Barangsiapa yang

melepaskan hak qisās-nya, maka melepaskan hak itu menjadi penebus dosa

baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara apa yang diturunkan Allah,

maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”

Kata قصاص terambil dari kata قص qassa, yang pada mulanya berarti mengikuti

jejak. Seorang yang melakukan kejahatan, maka ia dibalas serupa dengan kejahatan

yang dilakukannya, seakan-akan yang membalas mengikuti jejak pelaku kejahatan itu.

Dan penggunaan kata تصدق yang memiliki arti bersedekah untuk makna melepas hak

penuntutan qisâs untuk mengisyaratkan bahwa pelepasan hak itu hendaknya dilakukan

dengan tulus ikhlas, sejalan dengan kata صدقة sadaqah yang akar katanya berarti jujur

20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 424

Page 64: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

51

dan benar, serta pengertian keagamaannya mengandung arti pemberian yang tulus demi

karena Allah.21

Dalam ayat ini Allah menegaskan kembali bahwa dalam Kitab Taurat telah

digariskan suatu ketetapan, bahwa jiwa harus dibayar dengan jiwa, sama dengan

hukum qisâs yang berlaku dalam syarî’at Islam. Pelaku pembunuhan yang telah balig

bila ia membunuh sesama Islam dan sama-sama merdeka, maka pembunuh tersebut

baik seorang maupun beberapa orang, harus dikenakan hukuman serupa yaitu qisâs.22

Penutup ayat ini, “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang

diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” Mengesankan

bahwa anjuran memberi maaf bukan berarti melecehkan hukum qisās, karena hukum

ini mengandung tujuan yang sangat agung, antara lain menghalangi siapa pun yang

melakukan penganiayaan, mengobati hati yang teraniaya atau keluarganya,

menghalangi adanya balas dendam dan lain-lain, sehingga bila hukum ini dilecehkan,

maka kemaslahatan itu tidak akan tercapai dan ketika itu dapat terjadi kezaliman. Oleh

sebab itu, putuskanlah perkara sesuai apa yang diturunkan Allah; memberi maaf atau

melaksanakan qisās atas pelaku pembunuhan. Karena, barang siapa yang tidak

melakukan hal tersebut, yakni tidak memberi maaf atau tidak menegakkan pembalasan

yang seimbang, maka dia termasuk orang yang zalim.23

21 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 3, h.107-108

22 Bustami A. Gani, dkk., Al-Qur’ân Dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

1990), jilid II, h. 447.

23 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 3, h. 108

Page 65: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

52

C. Relevansi Qisâs Masa Kini

Allah SWT telah mensyariatkan qisâs (hukuman yang setimpal), eksekusi

terhadap pelaku pembunuhan sebagai hukuman, dan dapat memperingatkan serta

mengambil pelajaran bagi orang lain, sehingga masyarakat bersih dari kejahatan-

kejahatan yang dapat memperkeruh suasana keamanan, dapat mengganggu

ketentraman dalam masyarakat secara luas, dan mengganggu stabilitas keamanan

negara.24

Dalam kajian hukum Islam, Allah mensyari’atkan hukuman bagi pelaku tindak

pembunuhan yang disebut dengan hukuman qisâs yang tertulis di dalam al-Qur’an.

Tujuan pokok menjatuhkan hukuman dalam syari’at Islam ada dua, yaitu pencegahan

(al-zajru) dan pengajaran atau pendidikan (al-tahdzîb). Pencegahan ialah menahan

pelaku agar tidak mengulangi kembali perbuatan kejahatannya atau agar ia tidak terus

menerus melakukannya. Disamping itu juga sebagai pencegahan terhadap orang lain

agar ia tidak melakukan perbuatan kejahatan yang serupa.25

Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang melegalkan hukuman mati

hingga saati ini. Hukuman mati pun tertulis dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-

VI/2008. Achmad Ali mengatakan, hukuman mati sementara ini masih dibutuhkan

khususnya di Indonesia, tetapi harus ditetapkan secara spesifik dan selektif. Spesifik

artinya hukuman mati diterapkan untuk pelaku kejahatan-kejahatan serius, seperti

24 Abd al-Hamîd Abû Zaid, al-Qisâs wal Hayāt (Saudi Arabia: Dâr al-Nahdah, 1985), h. 39

25 Imam Yahya, “Eksekusi Hukuman Mati: Tinjauan Maqāshid al-Sharīah dan Keadilan,” Al-

Ahkam 23, no. 1 (April 2013), h. 87-88

Page 66: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

53

koruptor, pengedar narkoba, teroris, pelanggar HAM berat, dan pembunuhan

berencana. Adapun yang dimaksud selektif adalah bahwa terpidana yang dijatuhi

hukuman mati benar-benar telah terbukti dengan sangat meyakinkan di pengadilan.26

Majelis Ulama Indonesia/MUI juga pernah mengeluarkan fatwa tentang

hukuman mati pada acara Musyawarah Nasional MUI yang ke-7 pada tanggal 28 Juli

2005 di Jakarta. Meski fatwa MUI ini tidak bersifat mengikat tetapi fatwa MUI ini

menjadi pendukung bagi terlaksananya hukuman mati di Indonesia.27 Menurut

Amidhan (Ketua MUI) dalam hukum Islam, hukuman mati diperbolehkan selama

pemerintah secara tegas memberlakukan hukuman mati dalam peraturan atau

perundang-undangannya. Senada dengan Amidhan, Umar Shihab juga membenarkan

hukuman mati sudah sesuai dengan hukum Islam. Dalam Islam disebutkan seseorang

yang sengaja menghilangkan nyawa orang lain akan mendapat hukuman mati.28

Dengan demikian, menurut penulis hukuman qisâs sampai saat belum

dihapuskan, hal ini mengindikasikan bahwa hukuman qisâs masih relevan pada masa

kini guna menanggulangi terhadap kejahatan-kejahatan besar seperti pembunuhan

berencana, terorisme, pelanggar HAM, dan kejahatan lainnya yang dapat merusak

keamanan masyarakat. Namun hal ini, diperlukan penyidikan dan penyelidikan dengan

penuh hati-hati agar tidak terjadi kesalahan.

26 Abdul Jalil Salam, Polemik Hukuman Mati di Indonesia (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama RI, 2010) h. 242

27 Imam Yahya, “Eksekusi Hukuman Mati: Tinjauan Maqāshid al-Sharīah dan Keadilan,” Al-

Ahkam 23, no. 1 (April 2013) h. 85

28 Abdul Jalil Salam, Polemik Hukuman Mati di Indonesia (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama RI, 2010), h. 138-139

Page 67: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

54

Tetapi apabila pelaku pembunuhan hanya dihukum misalnya 15 tahun, dan

apabila datang hari besar, dan mungkin pula hukumannya dipotong, orang-orang yang

telah rusak akhlaknya akan merasa mudah saja membunuh sesama manusia. Bahkan

ada penjahat yang lebih senang masuk keluar penjara, ada yang memberi gelar bahwa

penjara itu “hotel prodeo atau pondokan gratis” dan sebagainya.29

Hal senada juga dijelaskan dalam Tafsir Kemenag yang mengutip dari Tafsir

al-Manâr, sebagian manusia (penjahat-penjahat), kalau hukuman pembunuh hanya

ditetapkan sekedar masuk penjara beberapa tahun, mereka tidak akan jera, bahkan ada

yang ingin masuk penjara untuk mendapatkan perlindungan dan penghidupan dengan

cuma-cuma. Bagi orang yang seperti itu, tentulah yang paling baik hukumannya ialah

qisâs, dibunuh apabila ia membunuh orang lain. Tetapi kalau ahli waris yang terbunuh

memberikan maaf, maka gugurlah hukuman qisâs diganti dengan hukuman lain yaitu

membayar diyat (denda).30

Dengan demikian, pandangan penulis, meskipun pelaku kejahatan besar yang

menyebabkan hilangnya nyawa manusia dijatuhi sanksi 20 tahun penjara sebagai upaya

menjauhkan diri dari masyarakat dan memutuskan hubungan sosial antarsesama

manusia, untuk menghindari kejahatan serupa. Dan di saat hari raya besar, hukuman

pelaku tersebut dikurangi dengan berbagai macam alasan, tentu hal ini akan

menimbulkan sakit hati bagi keluarga korban.

29 Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, juz II, h. 84.

30 Ahsin Sakho Muhammad, dkk., “Tafsir Kemenag,” tafsir diakses pada 1 Juli 2019, jam 09.30

dari https://quran.kemenag.go.id/index.php/tafsir/2/2/179

Page 68: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

55

Dalam perspektif sosiologis, hukuman qisâs pada dasarnya tidak sekejam

seperti yang dibayangkan kebanyakan manusia serta diasumsikan melampaui Allah

Sang Pencipta dengan mengambil nyawa manusia. Bisa jadi ada bentuk hukuman yang

secara batin lebih menyakitkan ketimbang hukuman qisâs itu sendiri. Marah kepada

orang yang menumpahkan darah adalah sesuatu yang fitri dan alami. Maka, Islam

menyambutnya dengan mensyari’atkan hukum qisâs. Keadilanlah yang dapat

mematahkan kemarahan jiwa, meredakan kebencian dalam hati, dan menjerakan si

pelaku kejahatan dari melanjutkan tindakan jahatnya.31

Dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

اد ف ي ال رض ير ن فس أ و ف س ن ق ت ل ن فسا ب غ ائ يل أ نه م ل ى ب ن ي إ سر ت بن ا ع ل ك ك ن أ جل ذ ا ق ت ل م أ نم ف ك

ن أ حي اه ا م يعا و م نه م الناس ج يرا م ل ن ا ب الب ين ات ث م إ ن ك س ته م ر اء ل ق د ج يعا و م ا أ حي ا الناس ج أ نم ف ك

سر ف ون ل ك ف ي ال رض ل م ب عد ذ

“Oleh karena itu, Kami tetapkan suatu hukum bagi Bani Israil, bahwa

barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,

maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa

yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah

memelihara kehidupan semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada

mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang

jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh

melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”

Ayat ini menunjukkan keharusan adanya kesatuan umat dan kewajiban mereka

masing-masing terhadap yang lain yaitu harus menjaga keselamatan hidup dan

kehidupan bersama dan menjauhi hal-hal yang membahayakan orang lain. Hal ini dapat

31 Sayyid Qutb, Tafsîr Fî Zilâl al-Qur’an. Penerjemah As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim,

Muchotob Hamzah (Jakarta: Gema Insani, 2000), jilid I, h. 195.

Page 69: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

56

dirasakan karena kebutuhan setiap manusia tidak dapat dipenuhinya sendiri, sehingga

mereka sangat memerlukan tolong menolong terutama hal-hal yang menyangkut

kepentingan umum.32

Dalam hukuman qisâs terhadap suatu kehidupan hal ini sesuai dengan firman

Allah:

م ت تق ون لك ي اة ي ا أ ول ي ال لب اب ل ع اص ح م ف ي الق ص ل ك و

“Dan di dalam hukuman qisâs itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kamu,

wahai orang-orang yang berakal fikiran, supaya kamu bertaqwa.”

Ayat ini memberikan penegasan bahwa melalui ketetapan hukum qisâs terdapat

jaminan kelangsungan hidup bagi manusia. Karena, siapa yang mengetahui bahwa jika

ia membunuh orang lain secara tidak sah, ia terancam pula untuk dibunuh, maka

pastilah ia tidak akan melangkah untuk melakukan pembunuhan. Bisa jadi hikmah ini

tidak bisa dipahami oleh semua orang, tetapi mereka memiliki akal yang jernih dan

menggunakannya, pasti akan tahu. Karena itu ayat ini menutup penjelasannya dengan

menyeru “wahai ûlu al-Albâb.”33

Dengan demikian, sampai saat ini hukum qisâs masih relevan dan dibutuhkan.

Karena fungsi hukum qisâs ialah guna untuk melindungi, menjaga, dan memberikan

keadilan bagi keluarga korban. Hukum qisâs bukanlah pembalasan dendam, melainkan

upaya menuntut persamaan hak tanpa memandang status sosial, karena nilai-nilai dan

hak-hak yang harus dijaga dan dilindungi dilanggar oleh pelaku pembunhan. Keadilan

32 Bustami A. Gani, dkk., Al-Qur’ân Dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

1990), jilid II, h. 426.

33 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), vol 1, h. 394

Page 70: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

57

harus dilibatkan dalam hubungan satu manusia dengan manusia lainnya. Sebagai

makhluk sosial, interaksi manusia tidak dapat dipungkiri lagi, keistimewaan bagi

orang-orang yang perkasa terhadap orang-orang yang lemah itulah yang harus

dihapuskan.

Namun demikian, pada waktu yang sama Islam menganjurkan memberi maaf

kepada pelaku kejahatan, membuka jalan untuknya, dan menentukan batas baginya.

Sehingga, seruannya untuk memaafkan setelah ditetapkannya hukum qisâs itu

merupakan seruan untuk melakukan anjuran yang sangat tinggi nilainya, bukan sebagai

kewajiban yang memasung fitrah manusia dan membebaninya dengan sesuatu yang

tidak dapat dipikulnya.

Page 71: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis

dapat mengambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

Dalam kajian Tafsir Nusantara, Buya Hamka mengatakan agama Islam pun

datang, yaitu di saat permusuhan masih belum habis. Islam tidak dapat membenarkan

balas dendam. Islam hanya mengakui adanya hukum qisâs bukan balas dendam. Maka

kalau terjadi lagi pembunuhan manusia atas manusia, tanggung jawab penuntutan

hukum bukan saja lagi terletak pada keluarga yang terbunuh, tetapi terletak ke atas

pundak orang yang beriman. Balas dendam harus dicegah, yang berhutang nyawa harus

dibayar dengan nyawa, tetapi pintu maaf selalu terbuka. Menurut Quraish Shihab

makna qisâs adalah persamaan. Boleh menuntut bunuh lelaki walau ia membunuh

wanita, demikian juga sebaliknya, karena itulah keadilan dan persamaan dalam

mencabut nyawa seorang manusia. Tetapi apabila keluarga korban ingin memaafkan

dengan menggugurkan sanksi tersebut, dan menggantinya dengan tebusan, maka itu

dapat dibenarkan. Di sini terlihat bahwa agama tidak memaksakan pemaafan, karena

pemaafan yang dipaksakan akan berdampak buruk. Keluarga yang ingin memaafkan

dengan pertimbangan apapun dapat dibenarkan bahkan terpuji. Dengan demikian,

boleh menerapkan hukum qisâs atas berbagai kejahatan yang dapat menghilangkan

nyawa, namun pada saat yang sama, Allah mengisyaratkan wali korban agar

Page 72: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

59

memaafkan pelaku kejahatan tanpa adanya paksaan, sekalipun memaafkan lebih bagus

dari pada menghukum balik dengan hukuman yang setimpal.

B. Saran-saran

Demikianlah apa yang penulis paparkan, dan penulis berharap agar

pembahasan ini berkembang, sehingga masyarakat dapat mengenal lebih luas berbagi

macam penafsiran dan pemikiran terkait tema qisâs dalam al-Qur’an.

Page 73: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005.

Amir, Syarifuddin. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana, 2003.

Anwar, Yesmil dan Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Bandung: Grasindo, 2008.

Al-Asfahânî, Râghib. Mu’jam al-Mufradat Alfādz al-Qur’ān. Damaskus: Dār al-

Qolam, 2009.

Audah, Abd al-Qâdir. al-Tasyri’ al-Islāmi Jina’iy: Muqāranah bi al-Qanūn al-Wadh’i.

Beirut: Risalah Mu’assasah, 1992.

Abd al-Bâqî, M Fuâd. Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm. Istanbul:

Maktabah al-Islâmiyah, 1983.

Burlian, Paisol. Implementasi Konsep Hukuman Qishash di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2015.

Doi, Abdur Rahman I. Tindak Pidana dalam Syariat Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1992.

Hadhiri, Choiruddin. Klasifikasi Kandungan al-Qur’an Jilid 2. Jakarta: Gema Insani,

2005.

Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2006.

Hamzah, Andi dan Sumangelipu. Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini, Dan

di Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Hasbalah, Ali. Ushūl al-Tasyri’ al-Islāmī. Mesir: Dār al-Ma’ārif, t.t.

Hosen, Ibrahim. Wacana Baru Fiqih Sosial: 70 Tahun K.H. Ali Yafie. Jakarta: Penerbit

Mizan, 1997.

Irfan, Nurul dan Masyrofah. Fiqih Jinayah. Jakarta: Amzah, 2014.

Page 74: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

Jârim, Alî Dan Amîn, Mustafâ. Balâghah al-Wâdihah. Jakarta: Raudhah Press, 2007.

Kaltsum, Lilik Ummi.dan Moqsith, Abdul. Tafsir Ayat-Ayat Ahkam. Jakarta: UIN

Press, 2015.

Al-Khallâf, Abd al-Wahâb. Ilmu Ushûl al-Fiqh. Kuwait: Daar al-Qalam, 1992.

Kholis, Nur dan Djaka, Soetapa. Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci

dalam Islam dan Kristen. Jakarta: Gunung Mulia, 2010.

Lubis, M. Ridwan. Soekarno Dan Modernisme Islam. Jakarta: Komunitas Bambu,

2010.

Madjrie, Abdurrahman dan al-Anshari, Fauzan. Qishash: Pembalasan yang Hak.

Jakarta: Khairul Bayan, 2003.

Manzûr, Ibnu. Lisān al-Arab. Mesir: Dār al-Ma’arif, t.t.

Amrullah, Abdul Malik Karim. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

Asyrofuddin, Ahsin Sakho Muhammad, dkk. Tafsir Kemenag Digital. link

https://quran.kemenag.go.id/index.php/tafsir/2/2/178

A Gani, Bustami, dkk. Al-Qur’ân Dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

1990.

Muhaimin, dkk. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan. Jakarta:

Kencana, 2017.

Munawar, Budhy dan Rachman. Ensiklopedia Nurcholish Madjid. Jakarta: Democracy

Project, 2012. Edisi Digital, Jiid II, h. 1301. Link Unduh:

http://perpuslengkap.blogspot.com/2018/06/ensiklopedia-nurcholish-

madjid-jilid-1-2.html?m=1

Al-Nîsâbûrî, al-Wâhidî. Asbâb al-Nuzûl. Penerjemah Moh. Syamsi. Surabaya: Amelia,

2014.

Page 75: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

Purba, Nelvitia dan Sulistyawati, Sri. Pelaksanaan Hukuman Mati: Perspektif Hak

Asasi Manusia dan Hukum Pidana di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2015.

Al-Qurtubî, Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansorî. al-Jâmi’ li Ahkâm al-

Qur’ân. Penerjemah Fathurrahman dan Ahmad Hotib. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2007.

Qutb, Sayyid. Tafsîr Fî Zilâl al-Qur’an. Penerjemah As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim,

Muchotob Hamzah. Jakarta: Gema Insani, 2000.

Ridâ, Rasyîd, Tafsīr al-Manār. Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1999.

Salam, Abdul Jalil. Polemik Hukuman Mati di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama RI, 2010.

Al-San’ânî Muhammad Bin Ismail. Subulus Salām. Mesir: Mustafâ al-Bâb al-Halabi,

1960.

Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam Penegakan Syari’at dalam Wacana

dan Agenda. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.

Sasongko, Agung. “Angka Kriminilitas Naik atau Turun ?,” artikel diakses pada 4 Mei

2019 dari

https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/pkwt8f313

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Shihab, Umar. Kontekstualitas al-Qur’an, Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum

dalam al-Qur’an. Jakarta: Penamadani, 2005.

Sirin, Khaeron. “Eksekusi Mati Trio Bom Bali.” Artikel diakses pada 24 Februari 2019

dari https://koran.tempo.co/read/149075/eksekusi-mati-trio-bom-bali

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2005.

Yahya, Imam. “Eksekusi Hukuman Mati: Tinjauan Maqāshid al-Sharīah dan

Keadilan,” Al-Ahkam 23, no. 1 (April 2013): h. 81--95

Page 76: KONSEP QISÂS DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46608...“Konsep Qisâs Dalam al-Qur’an Kajian Tafsir Nusantara” Qisâs merupakan syari’at

Yusuf, Kadar M. Tafsir Ayat Ahkam Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum. Jakarta: Amzah,

2013.

Zahrah, Muhammad Abu. Ushūl al-Fiqh. Kairo: Maktabah Muhaimar, 1957.

Zaid, Abd al-Hamîd Abû. al-Qisâs wal Hayāt. Saudi Arabia: Dâr al-Nahdah, 1985.

Zaidân, Abd al-Karîm. Pengantar Studi Syari’ah Mengenal Syari’ah Islam Lebih

Dalam. Penerjemah M. Misbah. Jakarta: Robbani Press, 2008.

Zein, Satria Effendi M. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2017.

Zuhailî, Wahbah. Tafsīr al-Munīr fī al-Aqīdah wa asy-Syarī’ah wa al-Manhāj.

Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani, 2013.