Upload
lykhuong
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONS EP GAR IS PERKEMBANGAN
ANNA FREUD
S elayang Pandang• Purwa-rupa garis perkembangan
I. From dependency to emotional self-reliance & adult object relationships
• Beberapa garis perkembangan ke arah independensi tubuhI. From suckling to rational eatingII. From wetting & soiling to bladder & bowel controlIII. From irresponsibility to responsibility in body
management• Contoh-contoh lanjut garis perkembangan
I. From egocentricity to companionshipII. From the body to the toy & from play to work
S ome Developmental Lines toward Body Independence
I. S uckling rational eatingII. Wetting & soiling bladder & bowel
controlIII. Irresponsibility responsibility in body
management
Line II
From suckling to Rational Eating
• S ebuah garis yang panjang harus dilalui sebelum anak mencapai titik dimana ia dapat meregulasi asupan makanannya sendiri secara aktif & rasional, secara kuantitatif & kualitatif, berdasar pada kebutuhan & nafsunya sendiri & lepas dari hubungannya dengan penyedia makanan, & dari fantasi2 sadar & nirsadar.
• Terdapat 6 langkah yg harus dilalui.
Langkah yg harus dilalui
1. Disusui melalui payudara at botol2. Penyapihan dari payudara at botol3. Transisi dari disuapi kepada makan sendiri4. Makan sendiri dengan pemakaian sendok,
garpu, dll.5. Penyamaan makanan-ibu yg menghilang
secara bertahap dalam periode oedipal6. S eksualisasi makanan yg menghilang
secara bertahap dalam periode latensi
Penyusuan melalui payudara at botol
• S esuai jadwal at sesuai permintaan• Kesukaran2 yg umum tentang asupan yg disebabkan
o/: • fluktuasi normal nafsu makan & rangsangan intestinal dari
si bayi• sikap & kecemasan sang ibu sehubungan dengan
menyusui• sikap menunggu makanan• Pencatuan at menyusui yg dipaksakan menyebabkan gangguan2 awal dalam hubungan yg positif
terhadap makanan• Kenikmatan mengisap tampak sebagai peringatan,
hasil sampingan dari, pengganti bagi, at pengganggu pemberian makanan
Penyapihan dari payudara at botol
• Inisiatif si bayi sendiri at menurut harapan sang ibu. Bila menurut harapan sang ibu, protes si bayi terhadap deprivasi oral mempunyai hasil2 yg tak diinginkan bagi kenikmatan yg normal dalam makanan. Kesukaran2 bisa timbul atas pengenalan makanan2 padat, citarasa & konsistensi yg baru baik diterima ataupun ditolak.
Trasnsisi dari disuapi kepada makan sendiri
• Dengan at tanpa penerapan2• “makanan” & “ibu” tetap diidentifikasi satu
sama lain
Makan sendiri dengan pemakaian sendok, garpu, dll.
• Perselisihan pendapat dengan sang ibu tentang kuantitas asupan seringkali digeser kepada cara2 asupan, yakni sikap di meja makan
• Waktu makan sebagai arena pertengkaran yg umum dimana kesukaran2 dari hubungan ibu-anak dapat diperjuangkan
• Mengidam permen sebagai pengganti yg phase-adequate bagi kenikmatan2 mengisap oral
• Memilih2/jijik terhadap makanan sebagai akibat dari pelatihan anal, yakni dari reaksi formasi jijik yg baru diperoleh
Penyamaan makanan-ibu yg menghilang secara bertahap dalam
periode oedipal• S ikap2 yg irasional terhadap memakan
sekarang ditentukan o/ teori2 seksual infantil, misalnya fantasi2 penghamilan melalui mulut (takut racun), kehamilan (takut menjadi gemuk), kelahiran anal (takut makan & BAB), juga o/ reaksi formasi terhadap kanibalisme & sadisme.
S eksualisasi memakan yg menghilang secara bertahap dalam
periode latensi• Dengan kenikmatan dalam memakan
tertahan at justru meningkat. Peningkatan dalam sikap2 yg rasional terhadap makanan & determinasi-diri dalam memakan, pengalaman2 dini pada garis ini menentukan pembentukan kebiasa-an2 makan seseorang di kehidupan dewasa, citarasanya, kegemarannya, juga adiksi at aversi yg berhubungan dengan makanan & minuman.
• Reaksi si bayi terhadap perubahan2 dalam fase 2 (yakni menyapih & memperkenalkan citarasa & konsistensi baru) mencerminkan u/ I kalinya ke-cenderungannya ke arah baik progresi maupun kepetualangan (ketika pengalaman2 baru di-terima) at berpegang teguh kepada kenikmatan2 yg ada (ketika setiap perubahan dialami sebagai ancaman & deprivasi). Bisa diperkirakan bahwa apapun sikap yg mendominasi proses pemberian makanan akan pula menjadi bermakna dalam area2 perkembangan yg lain.
• Penyamaan makanan-ibu, yg menetap sepanjang fase 1-4, memberikan latar belakang yg rasional bagi keyakinan subyektif sang ibu bahwa setiap penolakan makanan dari s i anak ditujukan pada sang ibu secara pribadi, yakni menyatakan penolakan si anak terhadap pengasuhan maternal & perhatian sang ibu, suatu keyakinan yg menyebabkan banyak ke-over-sensitifan dalam menangani proses memberi makan & mendasari pertempuran tentang makanan pada pihak sang ibu.
• Hal tersebut juga menjelaskan mengapa pada fase ini penolakan makanan & kejijikan makanan yg ekstrem dapat dibatasi o/ orang asing yg menggantikan, yakni orang yg noncathected at cathected secara berbeda, bagi figur maternal dalam situasi pemberian makanan. Anak2 kemudian akan makan tapi hal ini tak akan menyembuhkan kesukaran makan mereka di rumah, dengan keberadaan sang ibu.
• Hal tersebut juga menjelaskan mengapa perpisahan2 yg traumatik dari sang ibu seringkali diikuti o/ penolakan makanan (penolakan pengganti ibu), at o/ ketamakan & makan berlebih (memperlakukan makanan sebagai pengganti bagi cinta ibu).
• Gangguan memakan fase 5, yg tak terkait dengan suatu obyek eksternal tapi disebabkan o/ konflik2 struktural internal, tak dipengaruhi o/ baik kehadiran material ataupun ketidakhadiran material dari sang ibu, suatu fakta yg dapat dipakai u/ diagnosis banding.
• S etelah fase 6, ketika pengaturan u/ asupan makanan telah menjadi kepedulian personal dari individu yg matur, pertempuran makanan yg terdahulu dengan sang ibu digantikan o/ ketaksetujuan internal antara harapan manifes u/ makan & ketakmampuan yg ditentukan secara nirsadar u/ mentolerir makanan2 tertentu, yakni beragam kejijikan makanan neurotik & rangsangan digestif.
Line III
From Wetting & S oiling to Bladder & Bowel Control
• Karena sasaran yg dikehendaki pada garis ini bukanlah kelangsungan hidup yg intak secara komparatif dari turunan2 dorongan melainkan kendali, modifikasi, & transformasi tren uretral & anal, konflik antara id, ego, superego, & kekuatan2 lingkungan menjadi jelas.
.١ Durasi fase I, yg di dalamnya si bayi mempunyai kebebasan penuh u/ ngompol & ngobrok, ditentukan bukan secara maturasional tapi secara environmental, yakni o/ pemilihan waktu campurtangan sang ibu, dimana ibu pada giliran-nya di bawah pengaruh kebutuhan2 personal, konvensi familial, sosial, at medis. Di bawah kondisi yg ada fase ini bisa berlangsung dari be-berapa hari (pelatihan sejak lahir berdasar pada tindakan refleks) sampai 2-3 th (pelatihan ber-dasar pada relatedness obyek & kendali ego)
.١ Kebalikan dari fase I, fase II dimulai dengan suatu langkah dalam maturasi. Peran dominan dalam aktivitas drive berpindah dari zona oral ke anal, & dikarenakan transisi inilah si anak memperkuat perlawanannya terhadap segala gangguan dengan soal2 yg telah menjadi vital secara emosional padanya.
• Karena pada fase ini produk2 tubuh sangat terikat dengan libido, produk2 tersebut berharga bagi si anak & diperlakukan sebagai “kado” yg diserahkan kepada sang ibu sebagai tanda cinta.
• Karena produk2 tersebut juga terikat dengan agresi, produk2 tersebut merupakan senjata u/ pelepasan amukan, amarah, kekecewaan dalam relasi obyek.
• Dalam kaitannya dengan kateksis ganda produk tubuh ini, keseluruhan sikap dari si anak kecil yg baru belajar berjalan terhadap dunia obyek didominasi o/ ambivalensi, yakni ayunan yg kejam antara cinta & kebencian (libido & agresi tak digabung 1 sama lain).
• Hal ini dicocokkan pada sisi ego o/ keingintahuan yg diarah-kan ke sisi dalam tubuh, kenikmatan dalam menggeratak, membentuk sesuatu, bermain dengan menahan, mengo-songkan, mengumpulkan, sebagaimana juga mendominasi, memiliki, menghacurkan, dll.
• S ementara tren yg ditunjukkan o/ si anak pada fase ini cukup seragam, kejadian2 yg aktual beragam dengan per-bedaan2 dalam sikap sang ibu.
• Jika ibu bisa tetap sensitif terhadap kebutuhan2 si anak, ia akan memperantarai secara simpatis antara kebutuhan lingkungan u/ kebersihan & tendensi2 anal & urethral si anak yg bertentangan toilet training akan berjalan bertahap, tak banyak kejadian, & tanpa kehebohan.
• Empati dengan si anak dalam tahap anal mungkin tak mungkin bagi sang ibu dikarenakan training-nya sendiri, reaksi formasinya sendiri terhadap rasa jijik, keteraturan, & kecermatan yg berlebih, at elemen2 obsesional yg lain dalam kepribadiannya ibu mewakili tuntutan bagi kendali uretral & anal dalam cara yg kasar & keras kepala & suatu peperangan besar akan terjadi s i anak bermaksud u/ mempertahankan haknya atas evakuasi yg los sedangkan sang ibu u/ mencapai kebersihan & regularitas & bersamanya sisa2 & sine qua non dari sosialisasi.
.١ Dalam fase III s i anak menerima & meng-ambil alih sikap2 sang ibu & lingkungannya terhadap kebersihan & membuatnya suatu bagian yg integral dari tuntutan2 ego & superegonya keinginan u/ kebersihan merupakan suatu aturan internal, bukannya eksternal, & inner barriers terhadap hasrat2 uretral & anal ter-set up melalui aktivitas defens ego, dalam bentuk represi & reaksi formasi.
.١ Hanya dalam fase IV kendali buli2 & usus menjadi seutuhnya terjamin. Hal ini terlaksana ketika urusan u/ kebersihan diputuskan dari object ties & mpo/ status suatu urusan ego & superego yg ternetralis ir sepenuhnya & autonomous
Line IV
From IrresponsibilityTo Responsibility in Body
Manage-ment
• Anak yg mendapat fungsi keibuan yg baik meninggalkan urusan tentang care of body sebagian besar kepada sang ibu, sementara ia mengijinkan dirinya sikap2 ketakacuhan & ketakpedulian at kesembronoan yg sungguh2.
• Hanya fungsi keibuan yg buruk at anak yg tak mempunyai ibu yg mengadopsi peran sang ibu dalam hal2 kesehatan & memainkan “ibu & anak” dengan tubuh mereka sendiri seperti orang2 yg hipokondrik lakukan.
• Pada garis progresif yg positif, terdapat beberapa fase yg berurutan yg dibedakan dari masing2:1. Perubahan dalam arah agresi dari being lived
out on the body ke being turned toward the external world
2. Kemajuan2 dalam fungsi ego seperti orientasi dalam dunia luar, pemahaman sebab & akibat, kendali keinginan2 yg berbahaya dalam bakti terhadap prinsip realita
3. Persetujuan volunter si anak akan aturan2 higiene & keperluan2 medis
1. Perubahan dalam arah agresi dari being lived out on the body ke being turned toward the
external world
• Langkah yg penting ini menetapkan batas2 kepada cedera-diri dari gigitan, cakaran, dll., meskipun indikasi dari tendensi2 semacam itu dapat juga terlihat pada banyak anak sebagai sisa2 asli di usia2 selanjutnya.
• Gerak maju yg normal terjadi sebagian dikarena-kan pembentukan barrier nyeri, sebagian di-karenakan jawaban si anak kepada kateksis libidinal sang ibu terhadap tubuhnya dengan suatu kateksis narsisistik si anak.
2. Kemajuan2 dalam fungsi ego
• Bersama dengan barrier nyeri & kateksis narsisistik tubuh, fungsi2 yg baru didapat ini melindungi si anak dari bahaya2 eksternal seperti air, api, ketinggian, dll. Tetapi ada banyak contoh anak dimana kemajuan ini terlambat sehingga mereka tetap rentan secara tak lazim & terpajan bila tak dilindungi o/ dunia dewasa.
3. Persetujuan volunter si anak terhadap aturan2 higiene & keperluan2
medis • S ejauh penghindaran makanan yg kurang
sehat, makan berlebih, & menjaga tubuh tetap bersih dipikirkan, hal ini inkonklusif di s ini karena sikap2 relevan yg berasal dari perganti-an instink komponen oral & anal bukannya dari garis saat ini. Hal tersebut berbeda dengan penghindaran sakit-sehat at kepatuh-an dengan perintah2 dokter mengenai minum obat, & pembatasan gerak at makanan.
• Ketakutan, rasa bersalah, kecemasan kastrasi dapat memotivasi semua anak u/ berhati2 (yakni takut) bagi keselamatan tubuhnya. Tetapi ketika tak di bawah pengaruh hal2 ini, anak2 yg normal akan sungguh keras kepala & obstruktif dalam hal2 kesehatan. Menurut keluhan2 tersering ibu mereka, mereka berperilaku seakan2 mereka mengklaim hak mereka u/ mem-bahayakan kesehatan mereka sementara menyerahkan kepada ibu mereka u/ melindungi & memulihkannya, suatu sikap yg berlangsung seringkali sampai akhir masa remaja & dapat mewakili residu paling akhir dari s imbiosis oris inil antara anak & ibu.
Contoh Lanjut Garis Perkembangan
I. From egocentricity to companionshipII. From the body to the toy &
from play to work
Line V
From Egocentricity to Companionship
Ketika mendeskripsikan pertumbuhan seorang anak dalam hal ini, suatu urutan dapat ditelusuri sebagai berikut:
1. S uatu pandangan yg egois & terorientasi secara narsisistis pada dunia obyek, dimana anak2 lain tak terbayangkan sama sekali at dipersepsikan hanya dalam peran mereka sebagai pengganggu relasi ibu-anak & peng-halang bagi cinta orangtua.
.١ Anak2 lain sebagai benda mati, yakni mainan yg bisa diutak-atik, didorong2, ditemukan, & dibuang sesuai tuntutan2 mood, tanpa respons positif at negatif yg diharapkan dari mereka.
.١ Anak2 lain sebagai penolong dalam menyele-saikan suatu tugas yg dikehendaki seperti bermain, membangun, menghancurkan, menyebabkan kerusakan, dll., durasi kerekan-an ditentukan o/ tugas tersebut, & sekunder terhadapnya.
.١ Anak2 lain sebagai rekan & obyek yg mempunyai hak sendiri, yg si anak dapat kagumi, takuti, at saingi, yg ia kasihi at benci, yg dengan perasaannya ia beridentifikasi, yg keinginan2-nya ia akui & seringkali hargai, & yg dengannya ia dapat berbagi kepemilikan atas dasar persamaan.
• Dalam 2 fase I anak kecil yg baru belajar berjalan asosial secara terpaksa, apapun usaha kebalikannya sang ibu dapat buat; kehidupan komunitas pada tahap ini dapat ditanggung tapi takkan menguntungkan. Tahap III menggambarkan kebutuhan minimum bagi sosialisasi dalam bentuk penerimaan ke dalam suatu komunitas rumah dari s ibling2 yg lebih tua at jalan masuk ke dalam suatu kelompok pengasuhan yg kontemporer. Tapi hanya tahap IV yg memperlengkapi s i anak bagi persaudaraan, permusuhan, & persahabat-an dari segala tipe & durasi