Upload
others
View
37
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
KONSEP BIRRUL WAALIDAIN
AL-QUR’AN SURAT AL-AHQAAF AYAT 15-16
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
PENDIDIKAN KELUARGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
WAHYU ARIANI OKTAVIA
NIM : 111-13-138
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
vi
MOTTO
نا اإلنساف بوالديو حملتو أمو وىنا على وىن وفصالو في عامين أف اشكر لي ووصيػ
ولوالديك إلي المصير
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.(QS. Luqman/31:14)
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Allah SWT, karena hanya atas izin dan karunia-Nyalah maka skripsi ini
dapat dibuat dan selesai tepat pada waktunya. Puji syukur yang tak
terhingga pada Allah SWT penguasa alam yang meridhoi dan
mengabulkan segala do‟a.
2. Kedua orang tua saya, Bapak Slamet Wahyono dan Ibu Sri Ari Rahmawati
yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta do‟a yang
tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do‟a
dan tiada do‟a yang paling khusuk selain do‟a yang terucap dari orang tua.
3. Bapak Supriyadi dan Ibu Nanik, yang sudah saya anggap sebagai orangtua
saya. Selalu menasihati, menjaga, memotivasi dan membantu saya selama
belajar di Salatiga.
4. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini
telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan
mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada
ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terimakasih banyak
Bapak dan Ibu dosen, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.
5. Seluruh karyawan dan karyawati IAIN Salatiga yang telah membantu saya
dalam melengkapi semua keperluan dalam hal akademik.
6. Kakek dan nenekku tersayang, Ahmad Ngatmin dan almh. Rubiyem yang
telah memberikan dukungan kepada saya untuk dapat mengapai apa yang
saya inginkan.
7. Kedua adikku tersayang, Wahyu Ulfa Laraswati dan Wahyu Intan
Sulistiawati yang selalu menjadi penyemangat saya, terima kasih untuk
semua yang telah kalian berikan untuk mbak.
viii
8. Om Tamul, om Syaiful, om Abidin, om Yoyok, bulek Eni, bulek Alfi,
bulek Yanti yang selalu membimbing, menasihati serta mendoakan saya.
9. Mbak Ulil yang selalu memberi motivasi dalam segala hal dan telah
menjadi kakak bagi saya. Mbak Wulan, Eli dan Mita teman suka duka di
Graha An-Nisa TPQ AL-IKHLAS. Tak ada kenangan yang indah
melainkan persahabatan kita selama ini.
10. Sahabat-sahabat organisasi Racana Kusuma Dilaga Woro Srikandi dan
Brigsus IAIN Salatiga, serta sahabat seperjuangan angkatan 2013
khususnya jurusan PAI.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan
judul “Konsep Birrul Waalidain Al-Qur‟an Surat Al-Ahqaaf Ayat 15-16 Dan
Implementasinya Dalam Pendidikan Keluarga” dapat penulis selesaikan dengan
baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Saw beserta keluarga dan sahabatnya.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari banyak pihak baik materi maupun spiritual,
sehubung dengan itu penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih dan
mendoakan semoga amal baik yang telah mereka berikan mendapatkan balasan
dari Allah SWT. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmad Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh kesabaran
dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Yahya, S.Ag. selaku pembimbing akademik penulis.
xi
ABSTRAK
Oktavia, Wahyu Ariani. 2017. Konsep Birrul Waalidain al-Qur‟an Surat
al-Ahqaaf Ayat 15-16 dan Implementasinya Dalam Pendidikan
Keluarga. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I
Kata Kunci : Pendidikan, Keluarga, Birrul Waalidain.
Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan kewajiban
setiap anak. Namun pada kenyataan sekarang, banyak remaja yang kurang
memperdulikan hal tersebut. Mereka cenderung untuk berbuat kasar dan tidak
perduli kepada orang tuanya. Karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah a)
untuk mengetahui konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16,
dan b) untuk mengetahui implementasi konsep birrul waalidain dalam pendidikan
keluarga.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau bisa disebut
dengan studi pustaka (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan kepustakaan, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan Tahlili
atau tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala
aspek yang terkandung serta menerangkan makna yang tercangkup di dalamnya.
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, digunakan metode dokumentasi,
yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku,
surat kabar, dan sebagainya. Metode untuk membahas sekaligus sebagai kerangka
berpikir pada penelitian ini adalah metode analisis isi (content analysis), yaitu
suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula
dengan analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa a) konsep birrul waalidain al-
Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 adalah ketaatan seorang anak kepada orang tua
dengan mendoakan mereka baik ketika masih hidup maupun setelah mereka
meninggal, serta mendoakan keturunannya kelak supaya hidup dan mati dalam
bertauhid kepada Allah SWT. b) implementasi konsep birrul waalidain dalam
pendidikan keluarga adalah sikap bakti anak terhadap kedua orang tuanya dengan
mendoakan mereka. Untuk menumbuhkan sikap bakti tersebut, hendaklah orang
tua mendidik dan membiasakan hal-hal yang baik kepada anak sejak dini. Karena
baik dan buruknya akhlak seorang anak, tergantung bagaimana pendidikan yang
diberikan oleh orang tuanya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………..……...I
HALAMAN BERLOGO………………………………………….………...........II
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………..……………………….…...…III
PENGESAHAN KELULUSAN……………………………………..…….….....IV
DEKLARASI……………………………………………………………….….…V
MOTTO……………………………………………………….…………............VI
PERSEMBAHAN……………………………………………….…..….............VII
KATA PENGANTAR.…...………………………………………..………….…IX
ABSTRAK………………………………………………………….…………....XI
DAFTAR ISI………………………………………………….………...........…XII
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………..……………………….1
B. Rumusan Masalah ……………..............………….……………………....5
C. Tujuan Penelitian………………...………………………..………….…....5
D. Kegunaan Penelitian……………...…………………………….….….…...5
E. Telaah Pustaka…………………...………………………….………..……6
F. Penegasan Istilah………..…………………………………………………8
xiii
G. Metode Penelitian…………………………………..…………………….14
H. Sistematika Penulisan……………………………………..……………...16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Keluarga……...…….…….………………….19
2. Unsur Pendidikan Keluarga…………..……..……………………….24
3. Pendidikan Agama dalam Keluarga……………………………….....30
4. Metode Pendidikan Keluarga………...……….………………..…….34
B. Konsep Birrul Waalidain dalam Al-Qur‟an
1. Pengertian Birrul Waalidain………………………….……….……..37
2. Kedudukan Birrul Waalidain dalam Al-Qur‟an…………….….…....40
3. Macam-macam Bentuk Birrul Waalidain…………………………...42
4. Keutamaan Birrul Waalidain……………………………………..….47
BAB III KAJIAN SURAT AL-AHQAAF
1. Deskripsi Surat al-Ahqaaf………………………………………..………53
2. Asbabun Nuzul Surat al-Ahqaaf ayat 15-16……….………….…………54
3. Munasabah Surat al-Ahqaaf……………………………………..……….56
4. Tafsir Surat al-Ahqaaf ayat 15-16……………………………..…………71
xiv
BAB IV ANALISIS KONSEP AL-QUR’AN TENTANG BIRRUL
WAALIDAIN
1. Analisis Konsep Birrul Waalidain al-Qur‟an Surat al-Ahqaaf ayat 15-
16…………………………………………………………………………96
2. Analisis Implementasi Konsep Birrul Waalidain dalam Pendidikan
Keluarga……………………………………………..…………….……101
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan……………………………………….…...………...……....104
2. Saran…………………………………………………....………...……..106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan karunia Allah SWT yang harus dijaga dan
diasuh agar menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan berbakti
kepada kedua orang tuanya. Anak ibarat kertas putih yang bersih dan
belum ada tulisannya, tugas orang tua adalah menulis rangkaian kata-kata
indah menjadi sebuah kisah yang menarik dan bermakna. Begitu juga
dalam mendidik anak, memberi pengetahuan yang baik seperti dalam hal
agama, moral dan akhlak sehingga otak anak penuh akan memori
kebaikan, karena kelak anak menjadi penerus orang tua.
Dalam upaya mencapai pendidikan yang sebaik-baiknya,
pemerintah Indonesia memiliki fungsi dan tujuan pendidikan yang
dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
Bab II Pasal 3, tentang Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003 Bab II Pasal 3 tersebut, menandakan bahwa pemerintah sangat
2
memperhatikan bahwa setiap anak wajib mendapatkan pendidikan, sebab
pendidikan sangat penting dalam pembentukan watak yang baik bagi
seorang anak. Individu yang berkarakter mampu melaksanakan
perintahNya dan menjauhi laranganNya. Individu ini juga mampu
memberikan hak kepada Allah dan RasulNya, sesama manusia, makhluk
lainnya, serta alam sekitar dengan sebaik-baiknya (Abdullah, 2007:22).
Islam begitu memperhatikan dalam pendidikan anak, karena
anak-anak sekarang adalah generasi masa depan. Mereka adalah inti utama
dalam membentuk umat dan masa depan. Islam tidak putus-putusnya
berusaha menciptakan masa depan bagi generasinya dan mengarahkan
kepada jalan yang lurus agar mereka bisa mengentaskan manusia yang
tersesat dalam kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan, dan
kekacaubalauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah, kestabilan individu
dan sosial (al-Fiqy, 2007:15).
Islam juga melarang orang tua meninggalkan anak mereka dalam
keadaan lemah, baik fisik, moral maupun pengetahuan. Sebagaimana
Firman Allah SWT berikut:
ا لو ا عليهم فػليتػقوا اللو وليػقو ا من خلفهم ذرية ضعافا خافػو ن لو تػركو وليخش الذي
دي قػول دا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
3
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS.
An-Nisa/4:9)(Depag, 1977:116).
Saat ini generasi muda kita mengalami krisis moral, krisis akhlak.
Banyak media sosial baik cetak maupun elektronik yang memuat kabar
tentang perlakuan kurang baik seorang anak terhadap kedua orang tuanya.
Mengingat masalah tersebut, sangat disayangkan karena orang tua kita
adalah perantara kita untuk bisa sampai ke dunia ini. Banyak anak yang
enggan menyisihkan sebagian waktunya, mengucurkan keringat atau
sekedar berlelah-lelah sedikit, untuk merawat orang tuanya yang sudah
„uzur‟. Terutama sekali, bila anak tersebut sudah berkedudukan tinggi,
sangat sibuk dan punya segudang aktivitas. Akhirnya, anak merasa sudah
berbuat segalanya dengan mengeluarkan biaya secukupnya, lalu
memasukkan kedua orang tuanya ke panti jompo.
Sekarang banyak remaja yang tidak memperhatikan masalah
berbakti kepada kedua orang tua dan beranggapan bahwa hal itu bukan
suatu keharusan dan tidak penting bagi mereka. Bahkan mereka
memutuskan hubungan sanak famili atau kerabat yang telah digariskan
oleh Allah untuk mengembangkannya. Tidak jarang mereka
memperlakukan kedua orang tua dengan kelakuan kasar dan perkataan
yang tidak baik. Banyak berita-berita di surat kabar, majalah dan televisi
mengenai anak yang memperlakukan kedua orang tuanya dengan
perbuatan yang kurang baik, seperti berkata kasar, melaporkan orang
4
tuanya ke polisi, bahkan ada anak yang sampai tega membunuh orang
tuanya hanya karena masalah sepele.
Hampir setiap hari sebagian besar surat kabar menunjukkan
kepada kita beberapa kasus besar seputar hal itu yang telah menimpa
keluarga muslim. Juga dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kita
jumpai di masyarakat, perbuatan-perbuatan yang memperlakukan kedua
orang tua dengan tidak baik, terutama kepada ibunya, karena ibunya sudah
tinggal sendiri (ditinggal mati suaminya). Padahal mereka orang-orang
yang kehidupannya berkecukupan, yang seharusnya mereka merawat dan
memberikan segala kebutuhan dan menanggung kehidupan ibunya bukan
menelantarkannya.
Berdasarkan permasalahan yang sering terjadi di masyarakat
tersebut, maka penulis membuat skripsi dengan judul “KONSEP BIRRUL
WAALIDAIN AL-QUR‟AN SURAT AL-AHQAAF AYAT 15-16 DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA”
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis
merumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-
16?
2. Bagaimana implementasi konsep birrul waalidain dalam pendidikan
keluarga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf
ayat 15-16.
2. Untuk mengetahui implementasi konsep birrul waalidain dalam
pendidikan keluarga.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis maupun
praktis.
1. Secara Teoretis
Menambah khazanah keilmuan tentang konsep birrul
waalidain dalam al-Qur‟an, khususnya konsep birrul waalidain dalam
al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
6
2. Secara Praktis
a. Memberikan pengetahuan kepada orang tua mengenai pentingnya
pendidikan keluarga berdasarkan al-Qur‟an dan hadist. Dengan
harapan setiap keluarga mendidik anaknya menjadi anak yang
sholeh dan sholehah serta memahami perjuangan orang tua bagi
anaknya.
b. Memberikan pengetahuan kepada anak mengenai konsep birrul
waalidain dalam al-Qur‟an. Dengan harapan anak akan mengerti
besarnya pengorbanan orang tua untuknya, serta mengerti arti
penting berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama ketika orang
tua sudah lanjut usia.
c. Memperkaya wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami
ayat al-Qur‟an, khususnya surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
E. Telaah Pustaka
Kajian tentang birrul waalidain (berbuat baik kepada orang tua)
dan pendidikan keluarga memang bukan yang pertama kali dilakukan oleh
para penulis, terutama penelitian jurnal maupun skripsi. Sejauh
penelusuran yang dilakukan, penulis menjumpai hasil penelitian yang
memiliki titik singgung dengan judul yang diangkat dalam penelitian
dalam skripsi ini.
Pertama, penelitian yang berkaitan dengan pendidikan keluarga,
penulis merujuk pada skripsi yang ditulis oleh saudari Purnamasari
7
mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016 yang berjudul
“Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak dalam
al-Qur‟an”. Skripsi ini memaparkan bahwa tanggung jawab pendidikan
anak sepenuhnya adalah keluarga. Jika orang tua memberikan pendidikan
yang baik, anak-anaknya akan selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Pendidkan pertama yang harus diberikan terhadap anak adalah pendidikan
keimanan dengan cara mengenalkan Allah SWT dan menanamkan
kecintaan terhadap-Nya.
Kedua, penelitian yang berkaitan dengan pendidikan keluarga,
penulis merujuk pada skripsi yang ditulis oleh saudari Miftahul Khoiriyah
mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016 yang berjudul
“Konsep Pendidikan Keluarga Perspektif Zakiah Daradjat”. Skripsi ini
memaparkan bahwa keluarga ikut serta berperan penting di dalam proses
pembelajaran. Pendidikan yang diharapkan supaya anak mempunyai
tingkah laku yang baik, akhlak yang terpuji.
Ketiga, penelitian yang berkaitan dengan birrul waalidain,
penulis merujuk pada skripsi yang ditulis oleh saudara Muhammad Najib
mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016 yang berjudul
“Konsep Pendidikan Akhlak Anak Terhadap Orang Tua Kajian Surat
Al-Isra‟ Ayat 23-24”. Skripsi ini memaparkan bahwa perintah untuk
berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara
memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan
8
menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh hidup seorang anak, baik
ketika kedua orang tuanya masih hidup maupun sudah meninggal.
Dari beberapa penelitian tersebut terdapat kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu mengenai tanggung jawab
orang tua dalam mendidik anak dan akhlak anak terhadap orang tua.
Namun juga terdapat perbedaan, yaitu surat yang menjadi kajian dalam
penelitian. Penulis menjadikan surat al-Ahqaaf ayat 15-16 sebagai objek
dalam penelitian.
F. Penegasan Istilah
Sebelum diuraikan lebih panjang tentang penelitian ini terlebih
dahulu peneliti memberikan penjelasan-penjelasan terhadap istilah-istilah
yang terkandung dalam skripsi ini, dengan maksud agar nantinya tidak
salah pengertian di kalangan pembaca dalam memahami skripsi ini.
Adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah:
1. Konsep
Konsep secara harfiah sama dengan “pengertian”, hasil
“tangkapan” pikiran terhadap sesuatu atau gejala tertentu. Konsep
kadang-kadang disebut ide umum atau gagasan atau gambaran fikiran
tentang sesuatu secara umum, sehingga dapat dibedakan cirinya dari
yang lain (Zed, 2004:87).
Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep adalah ide tentang
sesuatu dalam pikiran yang mengandung penafsiran dan penilaian.
9
2. Birrul waalidain
Imam An-Nawawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu
berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada
keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka
gembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka” (Basyir,
2006:43).
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain
atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan
memenuhi bentuk kewajiban: 1) Menaati segala perintah orang tua,
kecuali dalam maksiat. 2) Menjaga amanah harta yang dititipkan
orang tua, atau diberikan oleh orang tua. 3) Membantu atau menolong
orang tua, bila mereka membutuhkan (Basyir, 2006:44).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa birrul waalidain adalah
berbuat baik kepada orang tua, selalu menaati perintahnya kecuali
dalam maksiat dan menjaga amanahnya, serta menolong orang tua
ketika dalam kesulitan dan selalu berusaha membuat kedua orang tua
bahagia.
3. Al-Qur’an
Dari segi bahasa, al-Qur‟an berasal dari kata قػرءا – يػقرأ – قػرأ –
قػرآنا – قراءة yang artinya membaca (Yunus, 2010:335).
10
Dari segi istilah, al-Qur‟an adalah Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bahasa Arab, yang
sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam mushaf, dimulai
dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nass,
membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi
Muhammad Saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat
manusia (Zen, 2014:47).
Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat jibril,
untuk diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat manusia di
muka bumi ini sampai akhir zaman nanti (Wardhana, 2004:46).
Sedangkan Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman
(2014:40) mengatakan bahwa:
“Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang bermu‟jizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sesuai dengan
redaksinya melalui malaikat Jibril, secara berangsur-angsur,
yang dituliskan dalam mushaf-mushaf, yang diriwayatkan
secara mutawatir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya,
yang dimulai dari surat al-fatihah dan diakhiri oleh surat an-
nass”
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa al-Qur‟an adalah
firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umat manusia
secara mutawatir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya.
11
Nabi Muhammad menganjurkan untuk mempelajari
al-Qur‟an dari segala aspek, lalu mengajarkannya. Sebagaimana hadist
berikut:
ركم )وفى لم قاؿ: خيػ عن عثماف رضى اهلل عنو عن النبى صلى اهلل عليو و
رواية: إف أفضلكم( من تػعلم القرآف وعلمو. قاؿ: وأقػرأ أبػو عبدالرحمن فى إمرة
.)رواه بخارى(لحجاج, قاؿ: وذاؾ الذي أقػعدني مقعدي ىذاعثماف حتى كاف ا
Artinya: Dari Utsman ra. dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Sebaik-baik kalian (dalam riwayat lain: sesungguhnya yang
paling utama diantara kalian) adalah orang yang belajar
al-Qur‟an dan mengajarkannya.” Abu Abdurrahman
mengajar al-Qur‟an pada masa kepemimpinan Utsman
hingga masa Al Hajjaj. Dia (Abu Abdurrahman sebagaimana
yang merujuk pada riwayat dari Ahmad) kemudian berkata
“Dan hal itulah yang menempatkanku pada posisi seperti
ini.” (HR. Bukhari/2028)(al-Albani, 2013:736).
Untuk memelihara kemurnian al-Qur‟an dan menjaga dari
kesalahan, setiap tahun Jibril mengadakan pengulangan bacaan yang
dibaca oleh Nabi Saw. Bahkan pada tahun wafatnya Nabi, setelah
wahyu terakhir turun, pengulangan tersebut dilakukan dua kali.
Demikian pula, yang dilakukan oleh Nabi Saw kepada para sahabat
beliau sehingga benar-benar dapat dijamin kebenarannya sesuai
dengan wahyu yang beliau terima dari malaikat Jibril. Ketika Nabi
wafat, al-Qur‟an telah dihafal oleh ribuan sahabat dan telah ditulis
ayat-ayatnya sesuai dengan petunjuk Nabi Saw dalam menata urutan
surat-surat dan ayat-ayat.
12
4. Implementasi
Implementasi dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan
sebagai pelaksanaan dan penerapan. Implementasi dipandang sebagai
penerapan sebuah inovasi dan selalu melahirkan perubahan kearah
perbaikan serta dapat berlangsung secara terus menerus (Sabda,
2006:100).
Implementasi dalam penelitian ini adalah konsep birrul
waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 dalam pendidikan
keluarga. Sehingga diharapkan anak akan tumbuh dengan memiliki
kepribadian yang baik.
5. Pendidikan
Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education” berakar
dari bahasa Latin “educare” yang dapat diartikan pembimbingan
berkelanjutan (to lead forth), yaitu pendidikan yang terus berlangsung
dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia
(Suhartono, 2008:77).
Sedang dalam dunia wacana keislaman lebih populer dengan
istilah tarbiyah, yaitu suatu usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun
spiritual (Mujib, 2006:10).
Selanjutnya, menurut Muchtar (2008,14), “Pendidikan adalah
segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat
13
tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan
sebagaimana mestinya”.
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan atau
tarbiyah adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik
kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi
dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk
ketaqwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur.
6. Keluarga
Keluarga adalah umat kecil yang memiliki pimpinan dan
anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan
kewajiban bagi masing-masing (Ahid, 2010:75).
Keluarga juga bisa diartikan sebagai kumpulan beberapa
orang yang terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan
merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama
memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan
ketentraman semua anggota yang ada di dalam keluarga tersebut
(Aziz, 2015:15).
Keluarga juga sekolah tempat putra-putri bangsa belajar,
karena dari keluargalah seorang anak mempelajari sifat-sifat mulia,
seperti kesetiaan, rahmat, kasih sayang dan lain sebagainya. Dari
kehidupan keluarga, seorang ayah serta suami memperoleh dan
memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam rangka
14
membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat
hidupnya dan setelah kematiannya.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa keluarga adalah umat
terkecil yang terikat oleh suatu perkawinan dan memiliki kewajiban
masing-masing setiap anggota serta sebagai tempat pendidikan
pertama bagi anak.
G. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau
bisa disebut dengan studi pustaka (library research), yaitu
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
kepustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian
(Zed, 2004:3). Dalam skripsi ini, peneliti manganalisis muatan isi dari
objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir al-Qur‟an
Surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
2. Pendekatan Penelitian
Skripsi ini menggunakan pendekatan Tahlili atau metode
tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam al-Qur‟an yang
15
ditafsirkan, serta menerangkan makna yang tercangkup di dalamnya
(Efendi, 2014:309).
Dalam hal ini yang diungkapkan adalah konsep birrul
waalidain dalam al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
3. Objek Penelitian
Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah
penafsiran al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16. Sedangkan sumber
datanya peneliti membagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang berkaitan
langsung dengan penelitian yaitu al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat
15-16 beserta tafsirnya menurut para ulama‟, diantaranya Terjemah
Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-
Misbah karya Quraisy Shihab, dan Tafsir al-Qur‟anul Majid karya
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang
mendukung dan melengkapi sumber data primer. Adapun sumber
data sekunder dalam hal ini adalah karya-karya penulis lainnya
yang membahas tentang birrul waalidain dan pendidikan keluarga,
baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun karya ilmiah lainnya.
16
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, digunakan
metode dokumentasi, yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan
sebagainya (Arikunto, 1998:236).
Metode ini penulis gunakan dalam mencari data dengan cara
membaca, menelaah dan mengkaji al-Qur‟an, buku tafsir al-Qur‟an
dan hadis serta buku yang berkaitan dengan tema pembahasan.
Kemudian hasil dari data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan
makna al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 tentang birrul waalidain.
5. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk membahas sekaligus sebagai
kerangka berpikir pada penelitian ini adalah metode analisis isi
(content analysis), yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan
menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan analisis dan
interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut (Surakhmad,
1994:139).
Dalam penelitian ini, analisis digunakan untuk menafsirkan
makna yang terkandung dalam al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16
dan bagaimana penerapannya dalam pendidikan keluarga, sehingga
anak tumbuh dengan memiliki kepribadian yang baik.
17
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini,
maka dibuat sistematika penulisan skripsi. Adapun gambaran dari
sistematika yang dimaksud adalah:
Bab I : Pendahuluan
Meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Penegasan
Istilah, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Meliputi: Pengertian Pendidikan Keluarga, Unsur Pendidikan
Keluarga, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Metode
Pendidikan Keluarga, Pengertian Birrul Waalidain, Kedudukan
Birrul Waalidain dalam Al-Qur‟an, Macam-macam Bentuk Birrul
Waalidain, Keutamaan Birrul Waalidain.
Bab III : Kajian Surat al-Ahqaaf
Meliputi: Deskripsi Surat al-Ahqaaf, Asbabun Nuzul Surat al-
Ahqaaf Ayat 15-16, Munasabah Surat al-Ahqaaf, Tafsir Surat al-
Ahqaaf Ayat 15-16.
18
Bab IV : Analisis Konsep Al-Qur‟an tentang Birrul Waalidain
Meliptuti: Analisis Konsep Birrul Waalidain al-Qur‟an surat al-
Ahqaaf ayat15-16, Analisis Implementasi Konsep Birrul
Waalidain dalam Pendidikan Keluarga.
Bab V : Penutup
Meliputi: Kesimpulan dan saran.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Keluarga
Istilah pendidikan, dalam bahasa Inggris “education” berakar
dari bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbingan
berkelanjutan (to lead forth), yaitu pendidikan yang berlangsung dari
generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia
(Suhartono, 2008:77).
Dalam dunia wacana keislaman, pendidikan lebih populer
dengan istilah “tarbiyah”, yaitu usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun
spiritual.
Sedangkan pengertian keluarga adalah kumpulan beberapa
orang yang terikat oleh suatu ikatan perkawinan, yang mana dipimpin
oleh seorang pemimpin yang disebut dengan suami atau ayah. Di
dalam kehidupan keluarga mulai terbentuk suatu sentra lingkungan
kecil yang disebut lingkungan pendidikan lapis pertama bagi anak.
Dari pengertian tersebut dapat penulis simpulkan, bahwa
pendidikan keluarga adalah usaha sadar orang tua dalam
20
menumbuhkembangkan anak menjadi seseorang yang lebih baik
secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritualnya serta sebagai tempat
pendidikan pertama bagi anak.
Berdasarkan makna dasar ini, maka pendidikan dalam bidang
menumbuhkembangkan anak merupakan proses pembangunan,
perawatan dan perbaikan sedikit demi sedikit hingga batas
kesempurnaan. Artinya, melangkah bersama anak secara bertahap
semenjak kelahiran hingga usia baligh untuk menanamkan keimanan
dan mewujudkan syariat Allah SWT.
Islam mendorong manusia untuk berkeluarga dan hidup di
bawah naungan kebahagiaan karena keluarga merupakan bentuk asasi
bagi kehidupan yang kokoh yang bisa memenuhi tuntutan keinginan
dan hajat manusia, sekalipun penentuan fitrah manusia.
Islam membebankan kepada kedua orang tua tanggung jawab
pendidikan anak pada tingkatan pertama, dan memikul kewajiban ini
khusus kepada mereka berdua sebelum kepada yang lain. Allah
berfirman yang memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik
anaknya:
ها قػو كم نارا و أنػفسكم وأىلي آا قػو ن آمنػو يا أيػها الذي دىا الناس والحجارة عليػ
ف ما يػؤمروف أمرىم ويػفعلو آف اللو م يػعصو ظ شداد ل غل ئكة ػػػػػمل
21
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-
Tahriim/66:6)(Depag, 1977:951).
Terkait firman Allah Ta‟ala,”Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.” Ini berarti perintah “ajarkan kebaikan
pada diri kalian sendiri dan kepada keluarga kalian” Dengan
mengajarkan kebaikan, anggota keluarga akan terhindar dari api
neraka karena akan melakukan hal-hal yang baik. Sebaliknya, jika
dalam keluarga di ajarkan hal-hal yang buruk atau dibiarkan
melakukan hal tersebut tanpa diingatkan maka api neraka yang akan
didapatkan (Muhtadi, 2011:127).
Sebuah keluarga yang anaknya terlibat dalam berbagai
perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, menipu, berzina,
meminum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh dan
sebagainya adalah termasuk ke dalam hal-hal yang dapat menciptakan
bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya, dan
hal itu termasuk perbuatan yang membawa bencana. Keluarga, istri,
anak, menantu, adik, dan sebagainya dapat menjadi musuh dan
membawa malapetaka jika terlibat dalam perbuatan tersebut.
Hal yang demikian sejalan dengan firman Allah SWT dalam
QS. Al-Taghaabun/64:14 sebagai berikut:
22
ا كم فاحذروىم وإف تػعفو دكم عدواا ل إف من أزواجكم وأول آن آمنػو أيػها الذي آي
م ر رحي ا فإف اللو غفو ا وتػغفرو وتصفحو
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di
antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka;
dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (QS.
Al-Taghaabun/64:14)(Depag, 1977:942).
Dalam suatu riwayat dinyatakan oleh Rasulullah Saw, akan
ada suatu zaman yang menimpa umatnya, yaitu kehancuran seorang
suami di tangan istri dan anak-anaknya yang terhimpit kemelaratan,
kemudian mendorong suami melakukan perbuatan buruk yang dapat
merusak dirinya. Keadaan tersebut terjadi sebab utamanya adalah
karena istri, anak dan anggota keluarga tersebut tidak memiliki
pendidikan. Untuk itulah, dalam berbagai ayat al-Qur‟an lainnya,
Allah SWT memerintahkan agar suami sebagai kepala keluarga
memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya itu (Nata,
2009:201).
Oleh sebab itu, calon istri yang dipilih harus pula yang kuat
agamanya, memiliki keturunan dan kemuliaan yang baik,
mengutamakan kerabat yang jauh, mengutamakan gadis-gadis, dan
mengutamakan perkawinan dengan wanita yang banyak melahirkan
(Ulwan, 1981:9).
23
Setelah memiliki anak dari perkawinan dengan wanita yang
sifat-sifatnya tersebut di atas dilanjutkan dengan memberikan ucapan
selamat dan rasa turut gembira ketika seseorang melahirkan,
mengumandangkan adzan dan iqamat ketika kelahiran anak,
dilanjutkan dengan mencukur rambut kepala anak, memberi nama
yang baik, menyembelih hewan aqiqah, mengkhitan, mengajarkan tata
cara makan, minum, tidur, berkata-kata, berpakaian, berjalan, bergaul
dengan orang lain dan sebagainya dengan baik. Kemudian
memberikan keteladanan yang baik, membiasakan mengajak shalat
berjamaah, membaca al-Qur‟an dan seterusnya.
Tujuan pendidikan keluarga adalah menjadikan anak
bertabiat sholeh dan tahu berterima kasih kepada kedua orang tuanya.
Karena anak yang sholeh akan selalu mendoakan kebaikan kepada
orang tuanya baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal.
Pahala doa anak sholeh kepada orang tuanya tidak akan pernah putus
meskipun orang tua telah meninggal, sebagaimana hadist berikut:
لم قاؿ أف عن ابي ىريػرة رضي اهلل عنو وؿ اهلل صلى اهلل عليو و : اذامات ر
من ثلث, نو عملو انػقطع ع نساف اإل ,بو تػفع ن , اوعلم يػ إل من صدقة جارية ال
مسلم( رواهيدعولو.) د صالح اوول
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw
bersabda, “Apabila seseorang telah meninggal dunia maka
24
terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali tiga perkara,
yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh
yang selalu mendokannya” (HR. Muslim)(al-Albani,
2012:709).
Selanjutnya, pendidikan keluarga yang baik adalah
memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan
pendidikan agama. Dengan pendidikan keagamaan yang sudah kokoh
tersebut, barulah anak dipersilakan memilih bidang keahlian yang
akan ditekuninya. Dengan cara demikian, maka berbagai keahlian
yang dimilikinya tidak akan membuat dirinya sombong, melainkan
akan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dengan memanfaatkan
keahliannya itu untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk
kepentingan manusia.
Oleh sebab itu, betapa pentingnya peranan orang tua dalam
menentukan prospek masa depan anak dan keluarganya, serta
seharusnya orang tua sudah menanamkan kepada anak mereka untuk
mengenal keutamaan surga yang menjadi sumber kebahagiaan dan
kesejahteraan sehingga tidak mengalami hidup sengsara baik di dunia
maupun di akhirat.
2. Unsur Pendidikan Keluarga
Muchtar (2008:14), ada tiga unsur utama yang harus terdapat
dalam proses pendidikan, yaitu:
25
a. Pendidik (guru/orang tua)
Pendidik merupakan faktor utama yang sangat
menentukan keberhasilan pendidikan. oleh karena itu, menjadi
pendidik yang baik merupakan syarat utama yang akan membantu
dalam melaksanakan tugas pendidikan dengan baik. Berikut
beberapa sifat yang harus dimiliki oleh pendidik:
1) Sabar
Kesabaran merupakan sifat utama yang harus dimiliki
oleh pendidik. Kesabaran dapat melahirkan sikap dewasa
pendidik dalam menangani permasalahan anak. Melalui
kesabaran, orang tua akan memahami keinginan anaknya, dan
anak akan mengerti apa yang diinginkan orang tuanya
(Mustaqim, 2005:38-39).
2) Penyayang/Kasih Sayang
Nabi Muhammad Saw telah mencontohkan kepada
kita bahwa beliau sangat menyayangi terhadap sesama. Oleh
karena itu, rasa kasih sayang orang tua kepada anak hendaklah
seperti yang telah dicontohkan oleh beliau. Jika seorang anak
lambat berpikir atau berbuat kesalahan, hendaklah jangan
memarahinya atau membentaknya dengan mengucapkan kata-
kata yang kasar, seperti bodoh, tolol dan semacamnya. Tapi
26
ayomilah anak tersebut, didik dengan telaten dan dekati
dengan penuh kasih sayang. Dengan demikian, anak akan
merasa nyaman dengan orang tuanya (Putra, 2016:148).
3) Mengendalikan Emosi
Suka marah-marah termasuk sifat yang kurang baik
dalam proses pendidikan anak. Sikap suka marah akan
membuat anak menjadi takut dan tertekan, bahkan tidak jarang
menyebabkan anak menjadi pendendam. Marah terkadang
diperlukan ketikan anak berbuat kesalahan, namun tidak harus
diekspresikan secara berlebihan, misalnya dengan membentak,
berkata kasar dan sebagainya. Kemarahan cukup diekspresikan
dengan sikap diam. Mendiamkan atau isyarat mata yang
menandakan ketidaksukaan bisa menjadi cara orang tua dalam
menghentikan perilaku buruk anaknya (Mustaqim, 2005:42).
4) Menasihati Seperlunya
Terlalu banyak menasihati sering kali membuat anak
jenuh dan bosan. Namun, sedikit menasihati bisa memberikan
keleluasaan anak dalam bertindak yang kurang baik. Karena
itu, orang tua sebaiknya bersikap tengah-tengah dalam
memberi nasihat. Akan lebih baik jika orang tua memberikan
keteladanan ketimbang nasihat-nasihat secara berlebihan.
27
Ketika orang tua terbiasa melakukan shalat pada awal waktu,
bangun pagi, bertutur kata yang lembut, dan sebagainya,
semua itu akan menjadi pelajaran berharga bagi anak
(Mustaqim, 2005:44).
5) Jiwa Humor
Rasa humor orang tua dapat meredakan ketegangan
suasana dan dapat mencegah timbulnya perilaku destruktif
pada anak, serta bisa menjadi cara untuk menarik perhatian
anak dalam belajar. Meski demikian, berlebih-lebihan dalam
senda gurau akan menghilangkan kewibawaan dan kehormatan
orang tua. Hendaklah senda gurau dilakukan dalam hal
kebenaran atau kejujuran, tidak menyakiti atau menghina anak.
b. Peserta Didik (siswa/anak)
Peserta didik yang dimaksud untuk pendidikan keluarga
adalah anak. Seorang anak mendapatkan pendidikan pertama kali
dari kedua orang tuanya, sebab kedua orang tuanyalah anak sering
berinteraksi.
Muhyidin mengambil dari Ibnul Jauzi di dalam buku at-
Thib ar-Ruhani dan mengatakan bahwa:
“Pembentukan yang utama ialah waktu kecil, maka
apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu yang
kurang baik dan kemudian telah menjadi kebiasaannya,
28
maka akan sukarlah untuk meluruskannya. Artinya bahwa
pendidikan budi pekerti di mulai dari rumah dalam
keluarga sejak kecil, dan jangan biarkan anak-anak tanpa
pendidikan. Jika anak dibiarkan saja tanpa diperhatikan
dan tidak dibimbing, ia akan melakukan kebiasaan yang
kurang baik, dan kelak akan sukar baginya untuk
meninggalkan kebiasaan buruk tersebut.” (Muhyidin,
2009:209).
Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa
pendidikan budi pekerti atau akhlak anak sangat ditentukan dari
bagaimana orang tua mendidik anak sejak kecil, sebab orang tualah
yang lebih dini berperan mendidik anak.
c. Ilmu
Dari banyak ayat al-Qur‟an dan Hadist Nabi memberikan
pedoman tentang pendidikan anak, yang meliputi aspek-aspek :
aqidah, ibadah, akhlak dan kemasyarakatan (Thalib, 1987: 151).
1) Pendidikan anak dalam keimanan merupakan pendidikan
pokok yang wajib ditempatkan pertama, anak harus meyakini
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah
SWT, sebagaimana pesan Luqman kepada anaknya.
لم بنو وىو يعو يا بػني ل وإذ قاؿ لقماف ل رؾ ل رؾ باللو إف ال ت
ي م ع
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
29
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kelaliman yang besar" (QS. Luqman/31:13)(Depag,
1977:654).
2) Pendidikan ibadah tidak hanya diberikan melalui teori
(pengetahuan), namun harus dilatih membiasakan ibadah
tersebut sejak berumur tujuh tahun. Apabila sampai umur
sepuluh tahun maka diperbolehkan untuk memukul apabila
anak berani meninggalkan ibadah shalat. Sebagaimana sabda
Nabi SAW berikut:
وؿ اهلل صلى اهلل عليو عن عبد اهلل بن عمرو بن العاص قاؿ: قاؿ ر
ها نين واضربػوىم عليػ بع لم مروا أولدكم باالصلة وىم أبػناء و
ر وفػ نػهم فى المضاجع وىم أبػناء ع ابوداود( رواه.)رقوا بػيػ
Artinya: Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, beliau
berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Perintahkan
kepada anak-anakmu sholat, sedang mereka berumur
tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau
meninggalkan sholat, sedang mereka berumur
sepuluh tahun, dan pisahkan di antara mereka dari
tempat tidur” (HR. Abu Daud)(Al Albani, 2007:198).
3) Pendidikan akhlak juga tidak hanya hafalan tentang berbagai
perbuatan baik yang harus dijalani dan yang harus
ditinggalkan. Tetapi pendidikan akhlak memerlukan adanya
praktik secara nyata dan biasa, dalam hal ini orang tualah yang
menjadi teladan utama anak dalam berperilaku.
30
4) Pendidikan kemasyarakatan juga memerlukan latihan secara
praktik dan orang tua menjadi teladan bagi anaknya.
Keikutsertaan orang tuanya dalam bergotong-royong dengan
masyarakat, menjenguk tetangga sakit, dan membantu tetangga
yang sedang kesusahan atau tertimpa musibah akan menjadi
contoh serta teladan bagi anaknya.
3. Pendidikan Agama dalam Keluarga
a. Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi anak Prenatal
Prenatal adalah masa dimana anak belum dilahirkan
(masih dalam kandungan). Dalam masa prenatal anak sudah bisa
dididik, sebagaimana Firman Allah SWT berikut:
ـ من ظهو وإذ أخذ ربك من بني رىم ذريػتػهم وأشهدىم على أنػفسهم آد
ن ا يػوـ القيامة إنا كنا عن ىذا غافلي لو ا بػلى شهدنا أف تػقو ألست بربكم قالو
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al-A‟raf/7:172)(Depag,
1977:250).
Tafsir (2002:25), ayat ini menjelaskan bahwa setiap nyawa
sebelum lahir telah dibaiat oleh Allah SWT dengan perjanjian
31
pengakuan ber-Tuhan kepada Allah SWT. Pembaiatan tersebut
memberikan indikasi bahwa nyawa-nyawa itu mengerti dan
memahami makna baiat. Inilah yang menjadi dalil dari al-Qur‟an
bahwa anak prenatal sudah bisa dididik. Adapun metode-metode
yang bisa digunakan untuk mendidik anak prenatal antara lain:
kasih sayang, beribadah, membaca al-Qur‟an, bercerita, berdoa dan
bernyanyi atau sholawat yang dilakukan oleh ibu dan ayahnya.
b. Membuka kehidupan anak dengan kalimat laa illaha illallah
Ketika anak lahir, orang tua hendaklah mengumandangkan
adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Ini dimaksudkan
supaya yang pertama-tama menghembus pendengaran manusia
adalah kalimat tauhid.
وؿ اللو صلى اللو عليو عن عبػيد اللو بن أبي رافع عن أبيو قاؿ رأيت ر
لم أذف في أذف الحسن بن علي حين ولدتو فاطمة بالصلة و
Artinya: Dari Ubaidillah bin Abi Rofi‟ dari ayahnya
beliau berkata: Saya melihat Rasulullah shollallahu alaihi
wasallam adzan di telinga al-Hasan bin „Ali ketika
dilahirkan Fathimah, dengan (adzan) sholat (HR. Abu
Daud dan at-Thirmidzi).
Rahasia dikumandangkan adzan dan iqamah pada bayi
yang baru lahir adalah supaya kalimat-kalimat adzan merupakan
kalimat pertama kali yang didengar oleh sang bayi, di mana kalimat
32
adzan tersebut mengandung kebesaran Allah SWT dan
keagunganNya.
c. Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi anak usia Balita
Pada masa-masa awal kelahiran anak, peran orang tua
dalam mendidik anak sangatlah besar terutama ibu karena ibu
adalah pertama kali dikenalkan pada anak. Karena itulah,
pendidikan keimanan tidak boleh diberikan ke sembarang orang.
Pendidikan keimanan seharusnya dilakukan oleh tangan-tangan
halus dan sentuhan kalbu ibunya serta disirami kasih-sayang untuk
meraih ridha Allah SWT.
Ucapan Bismillahir Rahmanir Rahim, pada saat ibu
mengawali semua kegiatan dan Alhamdulillah ketika selesai
melakukan kegiatan merupakan wujud dari penciptaan suasana
religius dalam keluarga. Yang menjadi pusat utama adalah
penciptaan situasi pendidikan keimanan dalam keluarga. Ibu dan
ayah membaca al-Qur‟an pada saat si bayi masih tidur, atau masih
berbaring di tempat tidur, suara ayah dan ibu akan direkam “dunia
dalam diri” bayi saat pagi buta. Karena usia 0-5 tahun begitu cepat
anak berkomunikasi dengan bahasa lisan, tujuan pendidikan
keimanan bagi anak adalah membiasakan anak mengucapkan kata-
kata yang mengagungkan Allah SWT, tasbih, istigfar, shalawat dan
doa-doa pendek (Tafsir, 2002:90-91).
33
Dalam tahap berikutnya, pendidikan diarahkan supaya
anak mengenal dan dapat menyebutkan nama-nama Nabi dan
Rasul, nama malaikat dan menghafal surat-surat pendek. Belajar
shalat menjadi tujuan berikutnya. Belajar shalat dimulai dengan
melibatkan anak dalam shalat berjamaah sekadar mengikuti, atau
duduk menunggu orang tuanya selesai shalat. Ini merupakan salah
satu cara memperkenalkan kepada anak apa yang perlu diketahui
dan dilakukan anak ketika orang tuanya melakukan shalat.
Sampai usia lima tahun, anak sudah hafal bacaan shalat
dan beberapa surat pendek. Bahkan, saat ini pula anak sudah
diperkenalkan huruf dalam al-Qur‟an serta mampu
mempersiapkan diri untuk shalat, bersuci (wudhu), adab (akhlak)
kepada Allah SWT. kepada kedua orang tua sudah dirintis untuk
ditumbuhkan sehingga timbul kemauan untuk melakukan
kewajibannya terhadap Allah SWT, Rasul, dan orang tuanya.
d. Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi anak usia 6-12 Tahun
Pada usia 6-12 tahun, orang tua harus menanamkan
keimanan dengan baik dengan tujuan membentuk kepribadian yang
di dalamnya terjalin nilai-nilai keimanan dan selanjutnya menjadi
pengarah dan pengendali perilakunya. Pada usia ini, anak mulai
diperkenalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam rukun iman
34
(iman kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab, Nabi dan Rasul, Hari
Akhir dan Takdir).
4. Metode Pendidikan Keluarga
a. Keteladanan
Keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan
baik buruknya anak. Jika orang tua dan pendidik jujur, dapat
dipercaya, berakhlak mulia, dan menjauhkan diri dari perbuatan
perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan
tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani
dan menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan yang bertentangan
dengan agama.
Sebaliknya, bagaimanapun orang tua menyiapkan anak
dengan berbagai pengetahuan untuk membentuk kepribadian yang
baik tanpa disertainya teladan yang baik dari orang tua, maka usaha
tersebut akan sia-sia, sebab sebagian besar perilaku anak adalah
meniru orang tuanya.
b. Adat Kebiasaan
Merupakan pembiasaan akhlak anak di dalam keluarga.
Anak harus dibiasakan dengan perbuatan-perbuatan yang baik
supaya terbiasa hingga anak dewasa nanti, seperti berdoa sebelum
melakukan aktivitas apapun, makan menggunakan tangan kanan,
35
tidak berbicara ketika makan dan lain sebagainya. Orang tua wajib
mengajari dan mengawasi anak dalam melakukan kebiasaan
tersebut.
c. Ceramah
Metode ceramah ialah cara menyampaikan pengertian-
pengertian materi kepada anak dengan cara menjelaskan dan
penuturan secara lisan. Untuk menjelaskan uraiannya, orang tua
bisa menggunakan alat bantu misalnya gambar dan alat peraga lain
(Zuhairi, 1983:83).
d. Cerita dan Kisah
Cerita dan kisah termasuk sarana pendidikan yang efektif,
sebab ia akan mempengaruhi perasaan dengan kuat (Choiriyah,
2010:201).
Allah SWT juga menggunakan metode ini dalam
mendidik, mengajar, dan mengarahkan. Dalam al-Qur‟an Allah
SWT menyebutkan tentang kisah para Nabi dan Rasul. Allah SWT
berfirman:
ل ما نػثبت بو فػؤادؾ وجاءؾ في نػ وكلا ىذه الحق قص عليك من أنػباء الر
ة و ن ذكرى للمؤمني وموع
36
Artinya : Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya
Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman (QS.
Huud/11:120)(Depag, 1977:345).
Demikian pula kisah-kisah antara kebaikan dan
keburukan. Bahwasanya keburukan tempat kembalinya adalah
neraka, sedangkan kebaikan tempat kembalinya adalah surga
dengan izin Allah SWT.
Namun orang tua tidak harus terpaku dan monoton dengan
kisah-kisah di atas. Orang tua bisa menceritakan kisah masa kecil
atau kisah orang lain dengan catatan tidak menyimpang dari
kaidah-kaidah syariat, jauh dari khayalan dusta dan kerusakan.
e. Hadiah dan Hukuman
Metode pemberian hadiah dan hukuman sangat efektif
dalam mendidik akhlak terpuji.
Hadiah diberikan kepada anak ketika anak berbuat atau
melakukan kebaikan, sedangkan hukuman diberikan ketika anak
melakukan kesalahan atau melanggar peraturan. Namun hukuman
yang dimaksud adalah hukuman yang bersifat mendidik anak
supaya tidak melakukan kesalahan lagi. Ini sesuai dengan Firman
Allah SWT sebagai berikut:
37
ها ما اكتسبت لها ما كسبت وعليػ
Artinya : ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya (QS. Al-Baqarah/2:186)(Depag,
1977:45).
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa seseorang yang
berbuat baik akan mendapat pahala yang diibaratkan dengan
hadiah, sedangkan apabila seseorang berbuat buruk akan mendapat
siksa yang diibaratkan dengan hukuman.
B. Konsep Birrul Waalidain dalam Al-qur’an
1. Pengertian Birrul Waalidain
Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang
tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang
dapat membuat mereka gembira, serta berbuat baik kepada teman-
teman mereka (Basyir, 2006:43).
Birrul waalidain merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya.
Kebaikan tersebut mencakup zhahiran wa batinan (lahir dan batin).
Apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib bagi
kita menaatinya, selama hal itu bukan perkara maksiat.
Seorang ayah lebih bertanggung jawab terhadap masa depan
anaknya. Seorang ayah biasanya mulai merencanakan hidup anaknya
38
ketika mengetahui bahwa sang istri hamil. Begitu sang anak lahir, ia
akan membuat revisi. Tidak jarang ayah membantu membuat impian
sang anak menjadi kenyataan, dan selalu berpikir serta bekerja keras
untuk masa depan anaknya.
Kehebatan seorang ayah tidak ada bandingannya dengan
apapun. Tidak pula dengan barang berharga di dunia ini. Ayah sebagai
sosok panutan akan memberikan pelajaran berharga kepada anaknya
melalui tindakannya. Ayah juga seorang pemimpin, di mana ia
menjadi kepala rumah tangga, yang bertanggung jawab terhadap
segala persoalan di dalam rumah tangga. Allah Swt. berfirman dalam
al-Qur‟an bahwa ayah adalah imam bagi keluarganya:
...ف على النساء بما فضل اللو بػعضهم على بػعض الرجاؿ قػوامو
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),,,(QS. An-
Nisa/4:34)(Depag, 1977:123).
Serta diperkuat dengan hadist berikut:
لم أنو قاؿ أل كلكم راع وكلكم عن ابن عمر عن النبي صلى اللو عليو و
وىو مسئوؿ عن رعيتو والرجل مسئوؿ عن رعيتو فالمير الذي على الناس راع
هم والمرأة راعية على بػيت بػعلها وولده وىي راع على أىل بػيتو وىو مسئوؿ عنػ
39
يده وىو مسئوؿ عنو أل هم والعبد راع على ماؿ فكلكم راع وكلكم مسئولة عنػ
مسلم( رواه).مسئوؿ عن رعيتو
Artinya: Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi Muhammad SAW,
beliau telah bersabda, "Setiap orang dari kalian adalah
pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan
jawab terhadap apa yang di pimpinnya. Seorang raja adalah
pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai
pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang
suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan ia
akan dimintai pertanggunganjawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah
tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai
pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang
hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia
akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang
dipimpinnya. Ketahuilah bahwa setiap orang dari kalian
adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR.
Muslim)(Al Albani, 2012:8-9).
Selanjutnya, ibu sebagai seorang perempuan sangatlah mulia
dalam mendidik anak-anaknya. Peran ibu di dalam mendidik anaknya
dibedakan menjadi tiga. Pertama, ibu sebagai pemenuh kebutuhan
anak. Kedua, ibu sebagai suri tauladan bagi anak. Ketiga, ibu sebagai
pemberi motivasi bagi kelangsungan hidup anak, terutama bagi
pendidikan dan masa depan anak (Sanusi, 2013:47).
Seorang ibu yang telah melahirkan, memelihara,
membesarkan, mendidik, dan memberi perlindungan dan kasih sayang
kepada kita tidak akan pernah bisa dibalas oleh dan dengan apapun,
kecuali pengabdian yang tulus. Apabila pengabdian lakukan dengan
tulus dan seikhlas mungkin kepada ibu kita, niscaya kita dapat
40
memperoleh kemanfaatan yang berlimpah, termasuk mengantarkan
kita kelak ke pintu surga.
Berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu, secara tidak
langsung dapat mengantarkan kita ke dalam surga yang penuh
kenikmatan. Sebaliknya, apabila kita durhaka kepada mereka, maka
hal itu akan menjerumuskan kita ke dalam neraka. Perbuatan baik
terhadap orang tua tidak hanya dapat dilakukan terhadap orang tua
kandung, kepada orang tua yang lain (angkat atau asuh), apalagi yang
sudah renta layak kiranya memperlakukan mereka dengan baik dan
bijak.
Oleh karena itu, taat kepada kedua orang tua bukan saja
menjadi amalan yang paling dicintai Allah SWT. Lebih dari itu, ini
merupakan kewajiban bagi seorang anak terhadap kedua orang tuanya.
2. Kedudukan Birrul Waalidain dalam Al-Qur’an
Allah SWT memerintahkan seseorang yang baligh untuk
tidak meninggalkan shalat dan melaksanakan segala perintah-Nya.
Ketaatan beribadah yang dibarengi dengan kepatuhan berbakti kepada
orang tua, insya Allah akan memberikan ketenangan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT berikut:
41
لغن عندؾ الكبػر أحدىما ا إل تػعبدو وقضى ربك أل إياه وبالوالدين إحسانا إما يػبػ
هرىما وقل ل ل تػقل لهما أؼ و ىما فل أو كل ما كري هما قػول تػنػ
Artinya:”Dan, Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat
baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
„ah‟ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkan
kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS.
Al-Isra‟/17:23)(Depag, 1977:427).
Ayat ini menjelaskan tentang perintah wajib untuk
mengesakan Allah SWT serta tidak mempersekutukan-Nya dengan
apapun. Bahasa yang digunakan al-Quran dalam ayat ini dalam
memerintahkan sikap berbakti kepada orang tua ialah datang
serangkai dengan perintah tauhid atau keimanan. Artinya, apabila
seorang anak durhaka kepada orang tuanya, berarti ia durhaka kepada
Allah SWT.
Walaupun orang tua kita mengajak kepada kemaksiatan,
tidak selayaknya kita menolaknya dengan perkataan atau perbuatan
kasar, misalnya menghardik, memukul, dll. Allah SWT mengajarkan
kepada kita sebagai hamba-Nya yang beriman untuk memperlakukan
orang tua dengan baik dan bijak. Bila tidak berkenan, katakanlah
dengan sopan dan santun.
42
3. Macam-macam Bentuk Birrul Waalidain
a. Selama Masih Hidup
1) Menghormati Agama Orang Tua
Sekalipun antara orang tua dan anak berbeda agama
atau keyakinan, tetap saja anak harus senantiasa menghormati
keduanya, tidak berkata kasar dan tidak pula bertindak kejam
melalui ancaman atau perbuatan lainnya. Walau orang tua
memaksa anak untuk mengikuti agama yang tidak diridhoi
Allah SWT, tetap saja anak harus menolak paksaan tersebut
dengan menggunakan bahasa lembut dan santun (Abbas,
2009:99).
Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
رؾ بي وإف جاىداؾ عل تطعهما ما ليس لك بو علم فل ى أف ت
ه نػيا معرو وصاحبػ بي ما في الد ل من أناب إلي ثم إلي مرجعكم فا واتبع
ف فأنػبئكم بما كنتم تػعملو
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang
43
telah kamu kerjakan” (QS. Luqman/31:15)(Depag,
1977:654-655).
2) Berusaha Menyenangkan Hati Orang Tua
Seorang anak yang ingin mendapatkan ridho Allah
SWT, hendaklah ia berusaha menyenangkan hati kedua orang
tuanya. Sebab ridho Allah SWT bersama dengan ridho kedua
orang tua, sebagaimana hadist berikut:
ثػنا شعبة, عن ثػنا خالدبن الحارث, حد , حد ثػنا أبػو حفض عمر بن على حد
يػعلى بن عطاء, عن أبيو, عن عبد اهلل بن عمرو, عن النبي صلى اهلل عليو
لم قاؿ: رض خط ىفى رض الرب ىو خط الرب فى الوالد, و
الوالد.)رواه الترمذي(
Artinya: Abu Hafsh Umar bin Ali menceritakan
kepada kami, Khalid bin Al Harits menceritakan
kepada kami, Syu‟bah menceritakan kepada kami,
dari Ya‟la bin Atha, dari bapaknya, dari Abdullah bin
Amru bahwa Nabi SAW bersabda, “Ridha Allah SWT
dalam (tergantung) ridha kedua orang tua, dan murka
Allah SWT itu dalam murka kedua orang tua (HR.
Thirmidzi)(Al Albani, 2006:504).
3) Tidak Mengeraskan Suara di Depan Orang Tua
Seorang anak dilarang mengeraskan suara di hadapan
kedua orang tua, apalagi mengeluarkan kata kasar dengan
suara keras. Etika ini meliputi sikap saat berbicara, yaitu
dengan merunduk dan merendahkan intonasi suara serta
44
mengukur nada rendah dan tingginya suara. Jangan sampai
anak memanggil orang tua dengan nada tinggi karena jauhnya
jarak (Abbas, 2009:13).
Hal demikian dapat ditelaah melalui firman Allah
sebagai berikut:
لغن عندؾ ال كبػر وقضى ربك أل تػعبدوا إل إياه وبالوالدين إحسانا إما يػبػ
هرىما وقل لهما قػول كريما أحدىما أو كلىما فل تػقل لهما أؼ ول تػنػ
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia (QS.
Al-Isra‟/17:23)(Depag, 1977:427).
b. Setelah Meninggal
1) Menyambung dan Mempererat Hubungan Silaturahmi dengan
Para Sahabat Orang tua
وؿ اهلل صل ………عن ابن عمر معت ر ى اهلل عليو فػقاؿ إني
لم يػقوؿ أف يػولي أبيو بػعد صلة الرجل أىل ود ,أبػر البر من إف :و
45
Artinya: Dari Abdullah bin Umar "……..” berkata,
saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Di
antara bakti seseorang yang paling baik kepada
orang tuanya adalah menyambung tali keluarga karib
orang tuanya setelah orang tuanya itu meninggal
dunia.'” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:594).
Perintah menyambung hubungan Silaturahmi
merupakan salah satu faktor penting tercapainya kesejahteraan
lahir maupun batin. Seorang anak yang senantiasa memelihara
eratnya silaturahmi antara para sahabat orang tua akan
menambah daftar kebajikan dan memperluas jaringan kesatuan
menuju kemenangan.
2) Selalu Mendoakan Orang Tua
لم قاؿ أف عن ابي ىريػرة رضي اهلل عنو وؿ اهلل صلى اهلل عليو و : ر
من ثلث, نو عملو انػقطع ع اذامات اإل نساف إل من صدقة جارية, ال
مسلم( رواهيدعولو.) د صالح اوول ,بو فع تػ ن اوعلم يػ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah
Saw bersabda, “Apabila seseorang telah meninggal
dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya,
kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu
mendokannya” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:709).
Di antara doa yang dipanjatkan ialah memintakan
ampun (maghfirah) kepada Allah SWT atas kesalahan dan
dosa yang pernah diperbuat keduanya, dan anak dituntut untuk
selalu beramal kebajikan dengan cara mempergauli keduanya
46
secara baik, tidak melanggar ketentuan agama dan selalu
melaksanakan perintah-perintah agama.
3) Melaksanakan Nadzar atau Janjinya
Berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka
meninggal juga bisa dilakukan dengan cara melaksanakan
janji-janjinya. Sebagaimana sabda Nabi Saw berikut:
لم في وؿ اللو صلى اللو عليو و عد بن عبادة ر تػفتى عن ابن عباس أنو قاؿ ا
لم نذر كاف على أمو تػوفػيت قػبل أف تػقضي وؿ اللو صلى اللو عليو و و قاؿ ر
ها مسلم( رواه.)فاقضو عنػ
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, "Sa'ad bin
Ubadah pernah meminta fatwa kepada Rasulullah
SAW tentang nadzar ibunya, tetapi ibunya meninggal
dunia sebelum melaksanakannya. Lalu Rasulullah
SAW bersabda, 'Laksanakanlah nadzar tersebut
untuknya'” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:711).
Di hadis yang lain, Rosulullah juga memberikan kita
gambaran bahwa pahala menunaikan nadzar orang tua yang
sudah meninggal tidak hanya mengalir pada mereka, tetapi
pahala dan kebaikan itu juga dapat kita nikmati. Sebagaimana
penjelasan hadist berikut:
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwasanya
Rasulullah Saw. bersabda, „Barang siapa yang
menunaikan haji bagi orang yang telah meninggal
dunia maka baginya pahala sama seperti yang diberikan
kepada yang telah meninggal itu. Dan, barang siapa
47
yang membayarkan puasanya orang yang telah
meninggal, maka baginya pahala yang sama pula. Dan,
barang siapa yang mendoakan kebaikan kepada yang
sudah meninggal, maka baginya pahala yang sama pula
seperti yang diberikan kepada yang meninggal
tersebut.” (HR. Thabrani).
4. Keutamaan Birrul Waalidain
Secara tidak langsung, berbakti kepada orang tua dapat
mengukur sejauh mana kebaktian kita kepada Allah SWT. kewajiban
orang tua terhadap anaknya adalah mendidik dan membesarkannya
hingga tumbuh dewasa. Sementara, kewajiban anak terhadap orang
tua adalah berbakti dengan cara melaksanakan perintahnya (kecuali
untuk berbuat maksiat kepada Allah SWT), menghormatinya dengan
perkataan dan perbuatan yang baik, sopan santun, dan mengayomi
mereka ketika tubuh mulai renta.
Kita harus senantiasa berbakti kepada orang tua. Karena,
dengan berbakti kepada orang tua, Allah SWT. akan memberikan
pahala yang tidak disangka-sangka. Dan anak yang berbakti kepada
orang tuanya akan diterima amalannya yang baik dan Allah SWT.
akan mengampuni kesalahan-kesalahan mereka.
Apabila kita ikhlas berbakti kepada orang tua, niscaya
ridhanya sepanjang masa akan mengawali dan memberi keselamatan
bagi kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa doa dari orang tua memiliki
“kesaktian” tersendiri. Doa orang tua kepada anaknya adalah doa yang
48
amat mustajab (dikabulkan Allah SWT) terutama doa seorang ibu
sangatlah didengarkan oleh Allah SWT. baik doa tersebut bernilai
negatif terhadap anak, berlebih-lebih doa yang memohon kebaikan
dan kesuksesan buat anak. Tidak sedikit orang sukses dalam karirnya
diawali dari doa dan restu orang tua (Sanusi, 2013:75).
Berikut beberapa keutamaan birrul waalidain sebagai
berikut:
a. Birrul Waalidain Merupakan Amal yang Paling Utama daripada
Jihad
ألت النبي وعن أبى عبد الرحمن عبداهلل بن مسعود رضى اهلل عنو قاؿ:
لم أى العمل أحب إلى اهلل تػعالى؟ قاؿ: الصلة على صلى اهلل عليو و
بيل وقتها. قػلت ثم أي؟ قاؿ: برالو لدين. قػلت ثم أي؟ قاؿ: الجهاد في
)متفق عليو(اهلل.
Artinya: Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas‟ud ra
berkata: Saya bertanya kepada Nabi Saw, “Amal apa saja
yang menyebabkan saya lebih dicintai oleh Allah SWT?”
Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya” Saya
bertanya, “Lalu apalagi?” Rosulullah
menjawab,”Berbakti kepada kedua orang tua”. Saya
bertanya,”Lalu apalagi?” Rosulullah menjawab,”Jihad di
jalan Allah.
Dari hadist tersebut dapat diketahui bahwa berbakti
kepada kedua orang tua lebih diutamakan daripada jihad. Selain itu,
49
berbakti kepada orang tua menjadi salah satu sarana atau cara
supaya kita lebih dekat dan disayang oleh Allah SWT.
b. Ridho Allah bersama Ridho Orang Tua.
ثػنا شعبة, عن ثػنا خالدبن الحارث, حد , حد ثػنا أبػو حفض عمر بن على حد
يػعلى بن عطاء, عن أبيو, عن عبد اهلل بن عمرو, عن النبي صلى اهلل عليو
لم قاؿ: رض خط ا ىالرب فى رض ىو خط الرب فى لوالد, و
الوالد.)رواه الترمذي(
Artinya: Abu Hafsh Umar bin Ali menceritakan kepada
kami, Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami,
Syu‟bah menceritakan kepada kami, dari Ya‟la bin Atha,
dari bapaknya, dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi SAW
bersabda, “Ridha Allah SWT dalam (tergantung) ridha
kedua orang tua, dan murka Allah SWT itu dalam murka
kedua orang tua” (HR. Thirmidzi)(Al Albani, 2006:504).
Dari hadist tersebut dapat diketahui bahwa apabila kita
melakukan sesuatu, tetapi orang tua melarang maka itu berarti
bahwa Allah juga melarang kita melakukannya. Namun apabila
orang tua mengizinkan maka itu berarti bahwa Allah juga memberi
izin kepada kita. Allah memberikan ridho-Nya bersama ridho orang
tua dalam hal yang tidak bertentangan dengan syariat.
50
c. Diluaskan Rizkinya dan Dipanjangkan Umurnya
لم يػقوؿ من وؿ اللو صلى اللو عليو و معت ر عن أنس بن مالك قاؿ
مسلم( رواه.) رحمو ره أف يػبسط عليو رزقو أو يػنسأ في أثره فػليصل
Artinya: Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, "Saya
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barang
siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan
umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali
silaturahim‟” (HR.Muslim)(al-Albani, 2012:497).
Dari hadist tersebut dapat diketahhui bahwa menyambung
silaturahmi dapat melancarkan rizki dan memperpanjang umur kita.
Silaturahmi merupakan salah satu bakti kita kepada orang tua,
terutama setelah mereka meninggal dunia. Silaturahmi yang dapat
kita jalin antara lain kepada sanak saudara dan para sahabat orang
tua kita semasa hidupnya.
d. Menjadi Salah Satu Sebab Seseorang Masuk Surga
لم قاؿ رغم أنف ثم رغم أنف عن أبي ىريػرة عن النبي صلى اللو عليو و
وؿ اللو قاؿ من أدرؾ أبػويو عند الكبر أحدىما ثم رغم أنف قيل من يا ر
.)رواه مسلم(الجنة أو كليهما فػلم يدخل
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah
SAW telah bersabda, 'Rugi besar ia! Rugi besar ia! Rugi
besar ia.' Seseorang bertanya kepada Rasulullah, "Siapa
ia yang rugi besar ya Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Orang yang mempunyai kedua orang tua yang masih
hidup dalam keadaan tua, baik salah satu ataupun
51
keduanya, tetapi orang tersebut tidak dapat masuk surga”
(HR. Muslim)(al-Albani, 2012:494).
Dari hadist tersebut dapat diketahui bahwa seseorang yang
mendapati kedua orang tuanya atau salah satu diantaranya masih
hidup dalam keadaan tua atau lanjut usia dan orang tersebut tidak
berbakti atau berbuat baik kepadanya seperti merawat mereka,
memenuhi segala kebutuhan mereka, dan menyenangkan hati
mereka maka orang tersebut tidak dapat masuk surga karena
sikapnya terhadap kedua orang tuanya.
e. Menjadi Sebab Diampuni Dosa Besar
Dalam buku Shahih Sunan Tirmidzi karya Muhammad
Nashiruddin al-Albani (2006,509), dijelaskan bahwa dengan
berbakti kepada kedua orang atau sanak saudaranya akan menjadi
salah satu alasan diampuni dosa besar.
Sebagaimana hadist berikut:
”Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Abu
Muawiyah menceritakan kepada kami, dari Muhammad
bin Suqah, dari Abu Bakar bin Hafsh dari Ibnu Umar
bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw
kemudian berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah
melakukan dosa besar, apakah aku masih bisa bertaubat?
Rasulullah Saw menjawab, ”Apakah kau masih memiliki
ibu?” ia menjawab, “Tidak” Rasulullah bersabda, “Apakah
engkau masih mempunyai bibi dari pihak ibu?” ia
menjawab,”Ya” Rasulullah Saw bersabda, ”Berbaktilah
engkau kepadanya.” (HR.Tirmidzi)(al Albani, 2006:509).
52
Dengan demikian, berbakti kepada orang tua dapat
menjadi salah satu cara supaya dosa besar kita diampuni oleh Allah
SWT. namun tetap harus dibarengi taubat yang sungguh-sungguh
dan melakukan amalan-amalan yang baik sesuai perintah Allah
SWT dan Rasul-Nya.
53
BAB III
KAJIAN SURAT AL-AHQAAF
A. Deskripsi Surat al-Ahqaaf
Surat al-Ahqaaf (Arab: الحقاؼ, “Bukit-Bukit Pasir), adalah surat
ke-46 dalam al-Qur‟an dan tergolong Makkiyah yang terdiri atas 35 ayat.
Namun sebagian ulama berpendapat bahwa ayat 3, 10, 15 dan 35 tergolong
Madaniyyah. Dinamakan al-Ahqaaf yang berarti Bukit-bukit Pasir diambil
dari al-Ahqaaf yang terdapat pada ayat 21 surat ini.
Tema utama dalam surat ini tidak jauh berbeda dengan surat
sebelumnya yang berbicara tentang aqidah, yaitu tentang keagungan al-
Qur‟an, keburukan syirik, penyembahan berhala, serta ancaman terhadap
pelakunya disertai dengan uraian bukti-bukti tentang keniscayaan kiamat.
Dalam ayat surat ini dijelaskan bahwa Nabi Hud as telah
menyampaikan risalahnya kepada kaum „Ad di al-Ahqaaf yang sekarang
dikenal dengan ar-Rab‟ul Khali sebagaimana peringatan yang telah
disampaikan oleh Nabi-Nabi sebelumnya untuk tidak menyembah selain
Allah SWT. Tetapi kaumnya telah ingkar meskipun mereka telah diberi
peringatan. Hingga akhirnya Allah membuktikan kebenaran ancaman-Nya
dan menghancurkan mereka dengan tiupan angin kencang.
Dapat dikatakan bahwa surat ini bertujuan memberikan
peringatan kepada manusia untuk tidak menyekutukan-Nya dengan apapun
dan mengingatkan kepada manusia bahwa hari kiamat itu memang benar
54
adanya, dimana keadilan akan ditegakkan oleh Allah SWT dan setiap
manusia akan mendapat balasan atas perbuatannya selama hidup di dunia.
B. Asbabun Nuzul Surat al-Ahqaaf Ayat 15-16
Asbabun Nuzul secara bahasa terdiri dari kata asbab dan nuzul.
Asbab merupakan bentuk jamak dari kata بب yang berarti sebab, karena
(Yunus, 2007:161), dan nuzul merupakan isim mashdar dari يػنزؿ -نػزؿ-
yang artinya turun (Yunus, 2007:448). Sedangkan menurut istilah نػزول
asbabun nuzul adalah peristiwa penyebabkan turunnya ayat yang
menjelaskan pandangan al-Qur‟an tentang peristiwa yang terjadi atau
mengomentarinya (Budihardjo, 2012:21).
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa asbabun nuzul adalah
sebab ayat al-Qur‟an turun berkaitan dengan suatu peristiwa yang terjadi,
baik memberi komentar atau menanggapi peristiwa tersebut.
Pengetahuan mengenai asbabun nuzul atau sejarah turunnya ayat-
ayat al-Qur‟an sangat perlu dan penting bagi seseorang yang ingin
memperdalam pengertian mengenai ayat-ayat al-Qur‟an. Dengan
mengetahui sebab turun suatu ayat al-Qur‟an seseorang akan lebih mudah
dalam memahami situasi dan kondisi ketika ayat tersebut diturunkan,
sehingga mudah untuk memahami apa yang terkandung di dalam ayat.
Penulis akan memaparkan mengenai asbabun nuzul surat
al-Ahqaaf ayat 15-16 yang berkaitan dengan tema penelitian penulis.
55
Setelah ayat-ayat yang lalu Allah menyebutkan tentang pengesaan
dan pemurnian ibadah kepada-Nya, maka selanjutnya wasiat tentang kedua
orang tua. Allah menyampaikan mengenai perintah untuk berbuat baik
kepada kedua orang tua tidak hanya dalam satu surat, namun di beberapa
ayat surat, seperti:
... إياه وبالوالدين إحساناا إل تػعبدو وقضى ربك أل
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyambah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya... (QS.
Al-Isra‟/17:23)(Depag, 1977:427).
Dan firman-Nya pula:
ر أف اشكر لي ولوالديك إلي المصيػ
Artinya: Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu (QS.Luqman/31:14)(Depag, 1977:654).
Perintah untuk berbuat baik terhadap kedua orang tua disebutkan
setelah perintah untuk menyembah Allah dan larangan untuk
menyekutukan Allah SWT. Ini mengisyaratkan bahwa berbuat baik
terhadap kedua orang tua amatlah penting dan sangat mulia di sisi Allah
SWT.
Selanjutnya mengenai asbabun nuzul surat al-Ahqaaf ayat 15-16
sebagian ulama berpendapat bahwa ayat tersebut turun menyangkut
Sayyidina Abu Bakar ra. saat usia beliau mencapai 40 tahun. Beliau telah
bersahabat dengan Nabi Saw sejak usia 18 tahun dan Nabi ketika itu
berusia 20 tahun. Mereka sering kali bepergian bersama, antara lain dalam
56
perjalanan berdagang ke Negeri Syam. Beliau memeluk Islam pada usia 38
tahun di kala Nabi baru beberapa saat mendapat wahyu yang pertama
(Shihab, 2012:655).
Di dalam buku tafsir al-Qur‟anul Majid An-Nuur (ash-Shiddieqy,
2000:3831), dijelaskan bahwa Ibn Abbas mengatakan: “Allah telah
memperkenankan doa Abu Bakar. Beliau telah memerdekakan sembilan
budak yang masuk Islam, di antaranya Bilal dan Amir ibn Fuhairah. Beliau
senantiasa memberikan pertolongan kepada kebajikan.” Beliau berdoa:
“Ya, Tuhanku, perbaikilah keturunanku.” Permintaan itu dikabulkan oleh
Allah. Semua anaknya beriman. Dengan demikian, Abu Bakar
memperoleh keutamaan yang besar: keislaman kedua orang tuanya dan
keislaman anak-anaknya. Tidak seorang sahabat Nabi lain yang
memperoleh keutamaan seperti ini.
Sehingga dapat penulis simpulkan, bahwa surat al-Ahqaaf ayat
15-16 turun berkaitan dengan Sayyidina Abu Bakar yang dikabulkan
doanya berupa berimannya kedua orang tua dan anak keturunannya, serta
ia dapat menolong orang lain dan menjadikannya beriman kepada Allah
SWT.
C. Munasabah Surat al-Ahqaaf
Menurut bahasa kata munasabah berasal dari kata يناب –ناب–
.yang memiliki arti patut, perhubungan, sesuai (Yunus, 2007:449).منابة
Sedang menurut istilah munasabah adalah adanya keserasian, kepantasan,
57
kecocokan dan kemiripan antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat
di dalam al-Qur‟an (Budihardjo, 2012:39).
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa munasabah adalah
hubungan suatu ayat dengan ayat atau surat dengan surat yang lain di
dalam al-Qur‟an yang memiliki kemiripan dalam uraian.
1. Munasabah ayat dengan ayat surat al-Ahqaaf
Surat al-Ahqaaf ayat 15-16 memiliki munasabah ayat antara
ayat sesudahnya.
نا اإلنساف بوالديو إحسانا حملتو أمو كرىا و وضعتو كرىا وحملو وفصالو ووصيػ
ه وبػلغ أربعي ثػو ثل نة ف شهرا حتى إذا بػلغ أشد قاؿ رب أوزعني أف أشكر ن
ي أنػعمت علي وعلى والدي وأف أعمل صالحا تػرضاه وأصلح لي في نعمتك الت
(15)ن ذريتي إني تػبت إليك وإني من المسلمي
هم أحسن ما عملو أولئك الذي يئات ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ هم في أصحاب اوز عن
(16)ف ا يوعدو الجنة وعد الصدؽ الذي كانػو Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal
yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"
(QS. Al-Ahqaaf/46:15)(Depag, 1977:824).
58
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari
mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan
Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang
telah dijanjikan kepada mereka (QS.
Al-Ahqaaf/46:16)(Depag, 1977:824).
Surat al-Ahqaaf ayat 15 ini menggambarkan mengenai bakti
seorang anak terhadap kedua orang tuanya dengan cara mendoakan
kedua orang tuanya dan anak keturunannya. Allah SWT melalui ayat
ini menjelaskan jasa seorang ibu yang telah mengandung dan
menyampih anaknya dalam waktu yang cukup lama, yaitu tiga puluh
bulan. Sehingga tidak ada alasan bagi anak untuk durhaka terhadap
kedua orang tuanya.
Ketika seseorang mencapai usia yang telah disebutkan dalam
ayat tersebut, ia bersyukur terhadap Allah SWT atas semua karunia-
Nya, berdoa semoga anak keturunannya kelak menjadi manusia yang
menjunjung tinggi agama Allah SWT yaitu Islam dan berharap
diampuni segala dosa yang telah ia perbuat selama ini. Dalam ayat 16
Allah SWT menerima amal sholeh yang telah mereka perbuat,
memberi balasan atas setiap amal sholeh tersebut dan memberi pahala
kepada mereka, bahkan memberi maaf terhadap amal-amal buruk
yang kadang terlanjur mereka lakukan di dunia. Kemudian mereka
mengatur diri dalam menempuh jalan para penghuni surga dan
termasuk dalam golongan mereka.
59
Setelah Allah menyebutkan tentang hal orang yang
mendoakan kedua ibu bapaknya dan berbakti kepada keduanya,
kemudian menyebutkan pula kebahagiaan dan keselamatan yang
Allah berikan kepada mereka di akhirat.
Selanjutnya, pada ayat 17-18 menyebutkan orang-orang
yang celaka, yaitu orang-orang yang durhaka kepada ibu bapaknya,
bersikap kasar terhadapnya dan mengingkari hari kebangkitan serta
hisab, yang membantah umat-umat yang telah lalu yang tak pernah
dibangkitkan lagi. Maka Allah memberi balasan kepada mereka
dengan kehinaan dan kerendahan serta penderitaan yang menyebabkan
penyesalan silih berganti dalam jurang-jurang neraka (al-Maraghi,
1993:38).
Adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat
al-Ahqaaf ayat 15 dan 16 adalah:
a. Pendidikan aqidah: melaksanakan perintah Allah SWT untuk
berbakti kepada kedua orang tua.
b. Pendidikan humanisasi: pendidikan memanusiakan manusia
dengan patuh kepada kepada Allah SWT, yaitu berbuat baik kepada
kedua orang tua, terutama ibu yang telah mengandung dan
menyapih selama tiga puluh bulan.
60
c. Pendidikan spiritual dan emosional: kematangan spiritual yang
didasarkan pada keimanan dan ketaatan dengan doa memanjatkan
rasa syukur atas nikmat Allah SWT kepadanya. Serta kematangan
emosional yang diekspresikan dengan mohon ampun atas segala
kesalahan dan mendoakan anak cucu keturunannya agar bertauhid
kepada Allah SWT.
2. Munasabah surat dengan surat
a. Surat al-Ahqaaf dengan surat al-Jaatsiyah
Surat al-Jaatsiyah “Bertekuk Lutut”, adalah surat ke-45
dalam al-Qur‟an dengan jumlah ayat sebanyak 37 dan tergolong
Makkiyah kecuali ayat delapan yang tergolong Madaniyah.
Dinamai surat al-Jaatsiyah/Bertekuk Lutut, karena kata ini
disebutkan pada ayat 28 dan merupakan satu-satunya yang disebut
dalam al-Qur‟an.
Pada surat al-Jaatsiyah diawali dan diakhiri dengan
menyebut dua sifat Allah, yaitu “Maha Perkasa dan Maha
Bijaksana”. Dengan demikian membuktikan betapa Agung,
Perkasa, dan Bijaksana dan Maha Kuasa Allah serta Pengendali
langit dan Bumi yaitu sebagai berikut:
وىو العزيػ ولو الكبرياء في السماوات وال م ز الحكي ر
61
Artinya: Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan di
bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS. Al-Jaatsiyah/45:37)(Depag, 1977:820).
Allah SWT pemilik Keagungan dan Kekuasaan di alam
luhur maupun alam rendah. segala sesuatu tunduk kepada-Nya dan
butuh kepada-Nya, bukan kepada sesembahan dan sekutu-sekutu
selain-Nya
Adapun munasabah antara surat al-Jaatsiyah dengan surat
al-Ahqaaf yaitu:
1) Bukti Kebesaran Allah
Dalam akhir surat al-Jaatsiyah dinyatakan bahwa
segala kebesaran yang ada di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya, bahwa Dia Maha Perkasa dan Maha
Bijaksana.
رب العالمي فللو الحمد رب السماوات ورب ال ن ر
Artinya: Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan
langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam (QS.
Al-Jaastiyah/45:36)(Depag, 1977:820).
وىو العزيػ اوات وال ولو الكبرياء في السم م ز الحكي ر
Artinya: Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan di
bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana (QS. Al-Jaastiyah/45:37)(Depag,
1977:820).
62
Sedang dalam surat al-Ahqaaf Allah menyatakan
bahwa Kitab al-Qur‟an yang diingkari kaum musyrik Mekkah,
diturunkan dari Allah Yang Maha Perkasa dan Maha
Bijaksana, kewenangan menurunkan al-Qur‟an ada tangan
Allah, bukan pada yang lain.
م ز الحكي ل الكتاب من اللو العزي تػنزي
Artinya: Diturunkan Kitab ini dari Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS.
Al-Ahqaaf/46:2)(Depag, 1977:822).
2) Sikap Kaum Musyrik Terhadap al-Qur‟an
Dalam surat al-Jaatsiyah diterangkan tentang keesaan
Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya, baik sekutu dalam hal
yang terkait dengan hak untuk disembah maupun sekutu
tentang penciptaan, peguasaan, dan kepemilikan seluruh
makhluk.
ل إف في السماوات وال ن لمؤمني يات ل ر
Artinya: Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-
benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
orang-orang yang beriman (QS. Al-Jaastiyah/45:3)
(Depag, 1977:815).
ف قنػو قوـ يػو يػبث من دابة آيات ل خلقكم وما وفي
Artinya: Dan pada penciptaan kamu dan pada
binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di
muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
63
untuk kaum yang meyakini (QS. Al-Jaastiyah/45:4)
(Depag, 1977:815).
ؼ الليل والنػهار وما أنػزؿ اللو من السماء من رزؽ فأحيا بو واختل
بػعد موتها وتصري ال ف قوـ يػعقلو ف الرياح آيات ل ر
Artinya: Dan pada pergantian malam dan siang dan
hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu
dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah
matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berakal (QS. Al-Jaastiyah/45:5)(Depag, 1977:815).
لو ث بػعد اللو وآياتو عليك بالحق فبأي حدي ىاتلك آيات اللو نػتػ
ف يػؤمنػو
Artinya: Itulah ayat-ayat Allah yang Kami
membacakannya kepadamu dengan sebenarnya;
maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan
beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-
keterangan-Nya (QS. Al-Jaastiyah/45:6)(Depag,
1977:815).
Sedang di dalam surat al-Ahqaaf dijelaskan sikap
orang musyrik terhadap Rasulullah yang diutus menyampaikan
agama Allah kepada mereka.
نات قاؿ الذي لى عليهم آياتػنا بػيػ ا للحق لما جاءىم ىذا كفرو ن وإذا تػتػ
حر مبي ن
Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-
ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang
yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu
64
datang kepada mereka: "Ini adalah sihir yang nyata”
(QS. Al-Ahqaaf/46:7)(Depag, 1977:823).
ـ يػقو من اللو شيئا ىو أعلم ف لي تملكو ف افػتػراه قل إف افػتػريػتو فل لو أ
نكم وىو الغفو دا بػيني و كفى بو شهي ف في ضو بما تفي م ر الرحي وبػيػ
Artinya: Bahkan mereka mengatakan: "Dia
(Muhammad) telah mengada-adakannya (Al
Qur'an)", Katakanlah: "Jika aku mengada-
adakannya, maka kamu tiada mempunyai kuasa
sedikitpun mempertahankan aku dari (azab) Allah itu.
Dia lebih mengetahui apa-apa yang kamu
percakapkan tentang Al Qur'an itu. Cukuplah Dia
menjadi saksi antaraku dan antaramu dan Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS.
Al-Ahqaaf/46:8)(Depag, 1977:823).
ل وما أدري بكم إف أتبع إل ول ما يػفعل بي قل ما كنت بدعا من الر
ن ر مبي نذيػ ما يوحى إلي وما أنا إل
Artinya: Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang
pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak
mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan
tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah
mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku
tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang
menjelaskan (QS. Al-Ahqaaf/46:9)(Depag, 1977:823).
3) Kewajiban Berbuat Baik Terhadap Kedua Orang Tua
Dalam surat al-Jaatsiyah dijelaskan bahwa orang yang
beriman kepada Allah, lalu istiqomah dalam beriman dan
melaksanakan ibadah, akan memperoleh kebahagiaan surga di
akhirat dan kekal di dalamnya sebagai balasan atas amal
mereka di dunia.
65
رحمتو ذلك ىو ا وعملوا الصالحات فػيدخلهم ربػهم في ن آمنػو فأما الذي
ن الفوز المبي
Artinya: Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh maka Tuhan mereka
memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga).
itulah keberuntungan yang nyata (QS.
Al-Jaastiyah/45:30)(Depag, 1977:819).
Sedang dalam surat al-Ahqaaf dijelaskan perintah
Allah kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang
tuanya yang telah membesarkan dan memeliharanya dengan
susah payah. Seorang anak yang baik dan sholeh akan
melaksanakan perintah Allah dan berbakti kepada kedua orang
tuanya. Anak yang demikian termasuk calon penghuni surga.
نا اإل حملو وضعتو كرىا و نساف بوالديو إحسانا حملتو أمو كرىا و ووصيػ
ه وبػلغ أربعي ثػو وفصالو ثل نة قاؿ رب ف شهرا حتى إذا بػلغ أشد ن
أنػعمت علي وعلى والدي وأف أعمل تي أف أشكر نعمتك ال أوزعني
ن من المسلمي تػبت إليك وإني إني صالحا تػرضاه وأصلح لي في ذريتي
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat
Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
66
amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri (QS. Al-Ahqaaf/46:15)(Depag,
1977:824).
هم أحسن ما عملو أولئك الذي يئاتهم في ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ اوز عن
ف عدو ا يػو كانػو ي أصحاب الجنة وعد الصدؽ الذ
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang Kami
terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka
kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan
mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai
janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka
(QS. Al-Ahqaaf/46:16)(Depag, 1977:824).
b. Surat al-Ahqaaf dengan Surat Muhammad
Surat Muhammad merupakan surat ke 47 di dalam
al-Qur‟an yang terdiri dari 38 ayat dan tergolong Madaniyyah.
namun ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa ayat 13
tergolong surat Makkiyah atas dasar sebuah riwayat yang
mengatakan bahwa ayat ini turun setelah Nabi Saw selesai
melakukan Haji Wada‟, ketika meninggalkan kota Mekkah sambil
menangis. Dan sebagian besar mengatakan bahwa ayat 13
tergolong Madaniyyah sesuai pemahaman mayoritas ulama dalam
arti “Ayat yang turun setelah Nabi Saw berhijrah” walau ayat
tersebut turun di Mekkah.
67
Surat Muhammad berkaitan erat dengan surat sebelumnya
(al-Ahqaaf), karena awal surat ini senada dengan akhir surat
al-Ahqaaf. Sehingga sekiranya basmalah dihilangkan antara surat
ini dengan surat sebelumnya, niscaya pembicaraan pada surat ini
bersambung dengan pembicaraan sebelumnya tanpa ada perbedaan
dan tak ada pembatasan antara satu dengan yang lain.
Adapun munasabah antara surat al-Ahqaaf dengan surat
Muhammad ada dalam beberapa hal, yaitu:
1) Perbuatan yang Diridhoi dan Dilarang Allah
Dalam surat al-Ahqaaf dijelaskan tentang perintah
Allah kepada Nabi Muhammad Saw untuk bersabar atas sikap
orang kafir dan musyrik yang menolak dakwahnya. Allah juga
menjelaskan bahwa kehancuran akan menimpa orang-orang
yang kafir dan fasik.
ل ول تستػعجل لهم كأنػهم يػوـ فاصبر كما صبػر أولو العزـ من الر
اعة م ف لم يػلبثوا إل عدو يػروف ما يػو القوـ غ فػهل يػهلك إل هار بل ن نػ
قو ف الفا
Artinya: Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang
yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah
bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan
(azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab
yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-
olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada
siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka
68
tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik (QS.
Al-Ahqaaf/46:35)(Depag, 1977:828).
Sedang dalam surat Muhammad dijelaskan bagaimana
Allah menghapus amal orang-orang kafir dan orang yang
menolak mengikuti jalan Allah yang lurus, yaitu Islam.
بي ا وصدو ن كفرو الذي ل اللو أضل أعمالهم ا عن
Artinya: Orang-orang yang kafir dan menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus
perbuatan-perbuatan mereka (QS.
Muhammad/47:1)(Depag, 1977:830).
ىو الحق ا بما نػزؿ على محمد و ا وعملوا الصالحات وآمنػو ن آمنػو والذي
يئاتهم وأصلح بالهم من ر هم بهم كفر عنػ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman (kepada
Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta
beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada
Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka,
Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka
dan memperbaiki keadaan mereka (QS.
Muhammad/47:2)(Depag, 1977:830).
ا اتػبػعوا الحق من ن آمنػو ن كفروا اتػبػعوا الباطل وأف الذي لك بأف الذي اذ
ربهم كذلك يضرب اللو للناس أمثالهم
Artinya: Yang demikian adalah karena sesungguhnya
orang-orang kafir mengikuti yang batil dan
sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti
yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah
membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan
69
bagi mereka (QS. Muhammad/47:3)(Depag,
1977:830).
2) Faedah Iman dan Akibat Kufur
Dalam surat al-Ahqaaf dijelaskan bahwa orang kafir
yang kemudian beriman kepada Allah setelah adanya
peringatan dari Nabi Muhammad Saw, maka dia akan
diampuni dosanya dan terhindar dari azab.
بكم ويجركم من ا بو يػغفر لكم من ذنػو ا داعي اللو وآمنػو بػو يا قػومنا أجي
م عذاب ألي
Artinya: Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang
yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-
Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa
kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih
(QS. Al-Ahqaaf/46:31)(Depag, 1977:827).
وليس لو من دو يجب داعي اللو فػليس بمعجز في ال ومن ل نو ر
ن ؿ مبي ضل لياء أولئك في أو
Artinya: Dan orang yang tidak menerima (seruan)
orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak
akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi
dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka
itu dalam kesesatan yang nyata (QS.
Al-Ahqaaf/46:32)(Depag, 1977:827).
Sedang dalam surat Muhammad dijelaskan mengenai
tempat bagi orang beriman dan orang kafir di akhirat kelak.
70
من تحتها ا وعملوا الصالحات جنات تجري ن آمنػو إف اللو يدخل الذي
ـ والنار مثػوى ف كما تأكل ال ف ويأكلو ا يػتمتػعو ن كفرو نػهار والذي ال نػعا
هم ل
Artinya: Sesungguhnya Allah memasukkan orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai. Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-
senang (di dunia) dan mereka makan seperti
makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah
tempat tinggal mereka (QS.
Muhammad/47:12)(Depag, 1977:831).
3) Perumpamaan Surga dan Neraka
Dalam surat al-Ahqaaf Allah membedakan sikap dan
tindakan antara orang yang beriman dan orang kafir terhadap
al-Qur‟an.
نات قاؿ الذي لى عليهم آياتػنا بػيػ ا للحق لما جاءىم ىذا ن كفرو وإذا تػتػ
حر م ن بي
Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-
ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang
yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu
datang kepada mereka: "Ini adalah sihir yang nyata”
(QS. Al-Ahqaaf/46:7)(Depag, 1977:823).
تػقامو ن قالو إف الذي ف ىم يحزنػو خوؼ عليهم ول ا فل ا ربػنا اللو ثم ا
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian
mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka
cita (QS. Al-Ahqaaf/46:13)(Depag, 1977:824).
71
ف ا يػعملو ما كانػو ها جزاء ب ن فيػ أولئك أصحاب الجنة خالدي
Artinya: Mereka itulah penghuni-penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan (QS.
Al-Ahqaaf/46:14)(Depag, 1977:824).
Sedang dalam surat Muhammad dijelaskan mengenai
tempat orang beriman dan orang kafir di akhirat.
ن وأنػهار م ن م ها أنػهار م ف فيػ وعد المتػقو مثل الجنة التي ن اء غير آ
ة ل ن خمر ل م يػتػغيػر طعمو وأنػهار م بن ل ل اربي ذ ن عسل ن وأنػهار م ل
بهم كمن ىو خالد في ن ر ها من كل الثمرات ومغفرة م مصفاى ولهم فيػ
قو ما فػقطع أمعاءىم ا ماء حمي النار و
Artinya: (Apakah) perumpamaan (penghuni) surga
yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa
yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang
tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari
air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai
dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya
segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan
mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka
dan diberi minuman dengan air yang mendidih
sehingga memotong-motong ususnya? (QS.
Muhammad/47:15)(Depag, 1977:832).
D. Tafsir Surat al-Ahqaaf Ayat 15-16
1. Tafsir Surat al-Ahqaaf Ayat 15-16 Secara Umum
نا اإلنساف بوالديو إحسانا حملتو أمو كرىا و وضعتو كرىا وحملو وفصالو ووصيػ
72
ه وبػلغ أربعي ف شهرا حتى إذا بػل ثػو ثل نة غ أشد قاؿ رب أوزعني أف أشكر ن
نعمتك التي أنػعمت علي وعلى والدي وأف أعمل صالحا تػرضاه وأصلح لي في
(15)ن ذريتي إني تػبت إليك وإني من المسلمي
هم أحسن ما عملو أولئك الذي يئاتهم في أصحاب ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ اوز عن
(16)ف ا يوعدو الجنة وعد الصدؽ الذي كانػو
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal
yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"
(QS. Al-Ahqaaf/46:15)(Depag, 1977:824).
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari
mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan
Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang
telah dijanjikan kepada mereka (QS. Al-Ahqaaf/46:16)
(Depag, 1977:824).
Dalam surat ini, ayat ke 15 menjelaskan bahwa Allah SWT
memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua
orang tuanya. Terutama kepada ibu yang telah mengandung dan
melahirkan dengan susah payah dan berat. Dalam ayat tersebut juga
73
dijelaskan bahwa masa mengandung sampai menyapih anak adalah 30
bulan.
Selanjutnya, ketika berusia 40 tahun seorang anak menduduki
usia yang dewasa dalam berfikir dan bertindak. Karena ia mulai
menyadari akan kesalahannya dan diwasiatkan untuk bertaubat serta
berdoa untuk keselamatan anak keturunannya. Dalam doa tersebut ia
meminta petunjuk kepada Allah SWT untuk diberi petunjuk agar bisa
bersyukur atas segala nikmat yang telah didapatkan, dan nikmat
terbesar seorang hamba adalah keimanan, sebagaimana firman Allah
SWT:
ن ماف إف كنتم صادقي ي بل اللو يمن عليكم أف ىداكم لل …
Artinya: “…sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan
nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan
jika kamu adalah orang-orang yang benar" (QS.
Al-Hujuraat/49:17)(Depag, 1977:848).
Imamul Mufassirin Ibnu Abbas ra mengartikan nikmat
tersebut adalah tauhid, dan tidak bertentangan juga jika nikmat
tersebut termasuk nikmat secara umum, seperti kesehatan, rizki dan
lain sebagainya karena nikmat Allah SWT sangat banyak dan besar.
Tak ada seorang hamba yang mampu menghitung seberapa banyak
dan besar nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada hamba-Nya,
sebagaimana firman Allah SWT berikut:
ىا تحصو ا نعمة اللو ل وإف تػعدو
74
Artinya: Dan jika kamu (manusia) menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya (QS.
An-Nahl/16:18)(Depag, 1977:404).
Selain doa untuk dirinya sendiri, seorang anak juga berdoa
atas kedua orang tuanya, yakni nikmat yang sama berupa keimanan
dan nikmat yang lainnya, sehingga mereka memeluk agama Islam dan
menjadikan anaknya sebagai keturunan yang beragama Islam. Nabi
SAW bersabda:
لم: وؿ اهلل صلى اهلل عليو و عن أبى ىريػرة رضى اهلل عنو أنو كاف يػقوؿ: قاؿ ر
ما من مولود إل يػولد على الفطرة, فأبػواه يػهودانو, ويػنصرنو, ويمجسا نو.)رواه
مسلم(
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini)
melainkan dia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian
kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi
Yahudi, Nasrani,atau Majusi” (HR. Muslim)(al-Albani,
2012:557).
Setelah nikmat iman yang ia syukuri, selanjutnya nikmat
lainnya dan salah satu nikmat tersebut adalah rizki berupa mata
pencaharian atau pekerjaan sehingga ayah dapat memenuhi segala
kebutuhan keluarga. Allah SWT berfirman:
ؼ د لو رزقػهن وكسوتػهن بالمعرو وعلى المولو
Artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang makruf (QS.
Al-Baqaroh/2:233)(Depag, 1977:57).
75
Selanjutnya berdoa supaya diberi petunjuk dalam
melaksanakan amal sholeh dan mengikuti petunjuk Nabi Saw
sehingga mendapat ridho dari Allah SWT atas segala perbuatannya.
Sebab, orang yang beramal sholeh akan mendapatkan pahala yang
tidak terputus-putus dan mendapatkan surga-Nya. Allah SWT
berfirman:
ر ممنػو ن آمنػو الذي إل ف ا وعملوا الصالحات فػلهم أجر غيػ
Artinya: kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya (QS. At-Tiin/95:6)(Depag, 1977:1076).
ف الجنة عمل من الصالحات من ذكر أو أنػثى وىو مؤمن فأولئك يدخلو يػ ومن
لمو ول راف نقيػ ي
Artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh,
baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman,
maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dianiaya walau sedikit pun (QS. An-Nisaa‟/4:124)(Depag,
1977:142).
Setelah memohon petunjuk kepada Allah SWT, kemudian
memohon dikarunia berupa keturunan yang sholeh dan sholehah, yaitu
yang beragama Islam dan bertauhid kepada Allah SWT. Seperti doa
Nabi Ibrahim as sebagai berikut:
ـ عبد ال وبني أف نػ اجنبني م رب اجعل ىذا البػلد آمنا و وإذ قاؿ إبػراىي صنا
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman,
76
dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada
menyembah berhala-berhala (QS. Ibrahim/14:35)(Depag.
1977:385).
Dan salah satu doa yang disyariatkan kepada kita adalah doa
memohon keluarga dan keturunan dapat menjadi penyejuk hati
dengan beriman kepada Allah SWT serta beramal sholeh. Allah SWT
berfirman:
ن إمامااجعلنا للمتقي ف ربػنا ىب لنا من أزواجنا وذرياتنا قػرة أعين و لو ن يػقو والذي
Artinya: Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS.
Al-Furqaan/25:74)(Depag, 1977:569).
Selanjutnya, ia berdoa mohon ampun (bertaubat) kepada
Allah SWT Dzat yang Maha Pengampun dan Penerima Taubat. Ia
mulai menyadari bahwa selama hidupnya ia kurang bersyukur dan
belum banyak amal sholeh yang ia perbuat. Nabi Saw mengajarkan
kepada kita doa setiap pagi dan petang dengan doa yang disebut
sebagai “Sayyidul Istighfar”
اللهم انت ربي لالو ال انت خلقتني واناعبدؾ وانا على عهدؾ ووعدؾ
تطعت اعوذبك من شرماصنػعت ابػوءلك بنعمتك علي وأبػوء بذنبي فاغفرلي ماا
نػوب ال انت فانو ليػغفر .الذ
“Ya Allah, Engkaulah Rabbku, tiada Illah kecuali Engkau.
Engkau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada
di atas janji-Mu, semampuku. Aku mohon perlindungan dari
keburukan perbuatanku. Aku mengakui banyaknya nikmat
77
(yang Engkau anugerahkan) kepadaku dan aku mengakui
dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya
tiada yang mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau”
Dan yang terakhir berdoa bahwa sesunguhnya ia termasuk
orang yang berserah diri, yaitu berharap bahwa ketika meninggal
kelak dalam keadaaan memeluk agama Islam, yaitu agama yang
dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai penyempurna semua
ajaran sebelum beliau dan termasuk agama yang diridhoi Allah SWT.
serta berpesan kepada sanak keturunannya supaya meninggal dalam
keadaan seorang muslim. Allah SWT telah menyerukan kepada kaum
mukmin untuk meninggal dengan beragama Islam:
ف سلمو وأنػتم م تن إل تمو ن آمنوا اتػقوا اللو حق تػقاتو ول يا أيػها الذي
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam (QS. Ali Imron/3:102)(Depag, 1977:92).
Seperti pesan Nabi Ibrahim as kepada anaknya:
ي و ويػعقو م بني ي ووصى بها إبػراى تن إل تمو ن فل ب يا بني إف اللو اصطفى لكم الد
ف وأنػتم مسلمو
Artinya: Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): "Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam" (QS. Al-Baqaroh/2:132)(Depag, 1977:34).
Selanjutnya, ayat 16 menjelaskan bahwa orang yang
memiliki sifat tersebut sungguh tinggi kedudukannya dan diterima
78
amal baik yang telah dikerjakan dan diampuni kesalahan mereka.
Mereka akan tinggal bersama penghuni surga, ini adalah janji Allah
yang benar.
E. Pandangan Mufassir tentang surat al-Ahqaaf ayat 15-16
1. Ahmad Mustafa al-Maraghi (Terjemah Tafsir al-Maraghi)
نا اإلنساف بوالديو إحسانا حملتو أمو كرىا و وضعتو كرىا وحملو وفصالو ووصيػ
ه وبػلغ أربعي ثػو ثل نة ف شهرا حتى إذا بػلغ أشد قاؿ رب أوزعني أف أشكر ن
التي أنػعمت علي وعلى والدي وأف أعمل صالحا تػرضاه وأصلح لي في نعمتك
(15)ن ذريتي إني تػبت إليك وإني من المسلمي
هم أحسن ما عملو أولئك الذي ي ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ ئاتهم في أصحاب اوز عن
(16)ف ا يوعدو الجنة وعد الصدؽ الذي كانػو
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal
yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"
(QS. Al-Ahqaaf/46:15)(Depag, 1977:824).
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari
mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan
Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang
79
telah dijanjikan kepada mereka (QS.
Al-Ahqaaf/46:16)(Depag, 1977:824).
نا اإلنساف بوالديو إحسانا ووصيػ
Kami memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orang tuanya serta mengasihi serta berbakti kepadanya
semasa hidup maupun sesudah mereka meninggal. Dan Kami jadikan
berbakti kepada kedua orang tua adalah amalan yang paling utama,
sedang durhaka terhadap keduanya termasuk dosa besar.
Kemudian Allah SWT menyebutkan pula sebab dari wasiat
tersebut dan membicarakan secara khusus tentang ibu. Karena ibulah
yang paling lemah kondisinya dan lebih patut mendapat perhatian.
وضعتو كرىاحملتو أمو كرىا و
Sesungguhnya ibu ketika mengandung anaknya mengalami
susah payah berupa mengidam, kekacauan pikiran maupun beban
yang berat dan lain sebagainya yang biasanya dialami oleh orang
hamil. Dan ketika melahirkan juga mengalami susah payah berupa
rasa sakit menjelang kelahiran maupun ketika kelahiran tersebut
berlangsung. Semua itu menyebabkan wajibnya seorang anak berbakti
kepada ibu dan menyebabkan ia berhak mendapat kemuliaan dan
pergaulan yang baik dari anaknya. Selanjutnya Allah SWT
menerangkan lemahnya mengandung sampai menyapih anaknya.
firman-Nya:
80
ثوف شهراوحملو وفصالو ثل
Dan masa mengandung anak dan menyapihnya adalah 30
tahun, dimana ibu mengalami bermacam-macam penderitaan jasmani
dan kejiwaan. Ia tidak tidur ketika malam anaknya sakit dan
memenuhi segala keperluan anaknya tanpa mengeluh dan rasa bosan.
Dan ibu itu merasa sedih apabila tubuh anak terganggu atau
mengalami hal yang tidak disukai, yang mempengaruhi perkembangan
anaknya atau mengganggu kesehatannya.
Ayat ini merupakan isyarat bahwa masa mengandung yang
paling pendek adalah 6 bulan. Karena masa menyusui yang paling
panjang adalah dua tahun penuh. Berdasarkan firman Allah Ta‟ala:
دىن حولين كاملين لمن أراد أف يتم الرضاعة والوالدات يػرضعن أول
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan (QS. Al-Baqaroh/2:233)(Depag,
1977:57).
ه وبػلغ أربعي نة حتى إذا بػلغ أشد ن
Sehingga apabila ia menjadi tua dan sempurna umurnya,
dimana kekuatan dan akalnya menjadi kokoh, yaitu dalam usia antara
30-40 tahun. Oleh karena itu, diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Barang
siapa yang telah berumur 40 tahun namun kebaikannya tidak melebihi
keburukannya, maka hendak ia bersiap-siap untuk masuk neraka.
81
Para ahli tafsir berkata, Allah tidak pernah membangkitkan
seorang Nabi pun sebelum umur 40 tahun, kecuali dua orang anak dari
seorang ibu, yaitu Isa dan Yahya.
قاؿ رب أوزعني أف أشكر نعمتك التي أنػعمت علي وعلى والدي
Tuhanku, berilah aku taufik untuk dapat mensyukuri nikmat-
Mu yang telah Engkau curahkan kepadaku tentang agama maupun
duniaku, yaitu keluasan penghidupan, kesehatan tubuh, keamanan dan
keenakan yang aku nikmati, agar aku dapat sepenuhnya beribadah
kepada-Mu dan menunaikan perintah-perintah-Mu, disamping
larangan-larangan-Mu, dan mensyukuri nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, kedua ibu bapakku, berupa belas kasih
kepadaku ketika mereka mengasuhku di masa kecil.
وأف أعمل صالحا تػرضاه
Dan jadikanlah amalku sesuai dengan ridho-Mu agar aku
memperoleh pahala dari-Mu.
وأصلح لي في ذريتي
Dan jadikanlah kesholehan berlaku pada anak cucuku dan
menempat pada jiwa mereka, bahkan merasuk ke dalam hati mereka.
إني تػبت إليك وإني من المسلمين
82
Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dari dosa-dosaku
yang telah terlanjur aku lakukan pada hari-hari yang lalu, dan
sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang tertunduk kepada-Mu
dengan melakukan ketaatan, dan tergolong orang-orang yang
menerima perintah dan larangan-Mu, yang tunduk kepada hukum-Mu.
Pada ayat selanjutnya, yaitu ayat ke 16 Allah SWT
menyebutkan balasan bagi orang-orang yang memiliki sifat tersebut,
dengan firman-Nya:
هم أحسن ما عملو أولئك الذي يئاتهم في أصحاب ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ اوز عن
الجنة
Orang yang memiliki sifat tersebut adalah orang yang
diterima amal sholehnya di dunia, kemudian Allah membalas amal
sholeh dengan memberi pahala mereka atasnya, bahkan Allah
memberi maaf terhadap kesalahan mereka yang terlanjur mereka
lakukan di dunia dan tidak menjadi adat kebiasaan. Kemudian Allah
menegaskan janjinya dengan firman-Nya:
وعد الصدؽ الذي كانوا يوعدوف
Allah berjanji kepada mereka dengan janji yang benar dan
tidak perlu diragukan lagi, dan bahwa Dia pasti menunaikannya.
83
2. M. Quraish Shihab (Tafsir al-Misbah)
نا اإلنساف بوالديو إحسانا حملتو أمو كرىا و ملو وفصالو وضعتو كرىا وح ووصيػ
ه وبػلغ أربعي ثػو ثل نة ف شهرا حتى إذا بػلغ أشد قاؿ رب أوزعني أف أشكر ن
نعمتك التي أنػعمت علي وعلى والدي وأف أعمل صالحا تػرضاه وأصلح لي في
(15)ن تي إني تػبت إليك وإني من المسلمي ذري
هم أحسن ما عملو أولئك الذي يئاتهم في أصحاب ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ اوز عن
(16)ف ا يوعدو الجنة وعد الصدؽ الذي كانػو
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal
yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"
(QS. Al-Ahqaaf/46:15)(Depag, 1977:824).
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari
mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan
Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang
telah dijanjikan kepada mereka (QS.
Al-Ahqaaf/46:16)(Depag, 1977:824).
Ayat tersebut menyatakan : Sesungguhnya Kami telah
memerintahkan kepada manusia-siapa pun manusia itu-agar taat
84
kepada Kami selama hidupnya dan Kami telah mewasiatkan, yakni
memerintahkan dan berpesan kepada manusia untuk berbuat baik
kepada kedua orang tunya, siapa pun dan apapun agama kepercayaan
atau sikap dan kelakuan orang tuanya. Ibu yang mengandung dengan
susah payah dan mengalami aneka kesulitan dan gangguan fisik dan
psikis dan melahirkan dengan susah payah. Masa mengandung dan
menyusui ibu yang sempurna adalah tiga puluh bulan, dan ketika anak
telah dewasa, yakni sempurna awal masa bagi kekuatan fisik dan
psikisnya, ia berbakti kepada kedua orang tunya dan berbaktinya
berlanjut sampai usia empat puluh tahun, yakni masa kesempurnaan
kedewasaannya.
Sejak itu ia memohon kepada Allah supaya pengabdiannya
kepada kedua orang tunya semakin bertambah dan menjadikan
kebaikannya tertampung secara mantap dan berkesinambungan pada
anak cucunya. Setelah memohon dengan aneka permohonan tersebut,
ia sadar bahwa tidak sedikit ia melakukan pelanggaran di masa lalu, ia
kemudian berkata: “Sesungguhnya pada masa lalu banyak kesalahan
yang kulakukan, maka kini aku menyesal dan bertekad tidak
mengulanginya serta bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Mu secara lahir dan
batin” (Shihab, 2012:404).
Selanjutnya, pada ayat 16 Allah menjelaskan bahwa Dia
Yang Maha Pengasih itu menyambut permohonan yang dipanjatkan.
85
Allah berfirman: Mereka itu, yang sungguh tinggi kedudukannya lagi
amat terpuji amal-amal merek, adalah orang yang Kami terima secara
baik dari mereka amal terbaik yang telah mereka kerjakan dan Kami
ampuni kesalahan-kesalahan mereka. Mereka tinggal bersama
penghuni-penghuni surga sebagai janji yang benar dan akan terbukti
dalam kenyataaan yang telah dijanjikan kepada mereka oleh Allah
melalui para Nabi.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa taubat dan penyerahan diri
kepada Allah secara sempurna sehingga seseorang tidak menghendaki
kecuali apa yang dikehendaki-Nya memperoleh ilham dan kekuatan
untuk melakukan tuntunan Ilahi dan menjadikannya terpilih dalam
kelompok orang-orang pilihan Allah yeng mengikhlaskan diri kepada-
Nya.
3. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy (Tafsir Al-Qur’anul
Majid)
نا اإل وضعتو كرىا وحملو وفصالو ملتو أمو كرىا و نساف بوالديو إحساناح ووصيػ
ف شهراثػو ثل
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat ihsan
(baik) kepada ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan”
Allah telah memerintahkan manusia untuk berbuat baik
kepada orangtuanya, dan berbakti kepadanya. Allah telah menjadikan
sikap berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu dari amal
86
yang paling utama, sedangkan berlaku durhaka kepada kedua orang
tua adalah dosa besar.
Selanjutnya Allah membahas secara khusus masalah ibu, ibu
yang mengandung dan melahirkannya dengan penuh resiko. Karena
itu sudah sepantasnya anak berbakti kepada kedua orang tuanya,
memuliakan dan memperbaiki hubungan dengan ibunya. Sejak saat
mengandung hingga mengakhiri masa susuannya adalah 30 bulan (dua
setengah tahun). Mengenai jangka waktu mengandung memang tidak
terdapat keterangan di dalam al-Qur‟an. Para fuqaha menyatakan dua
tahun, ada juga yang mengatakan empat tahun. Menurut kelaziman,
masa mengandung selama Sembilan bulan (Ash-Shiddieqy,
2000:3830).
Di dalam buku Tafsir Al-Qur‟anul Majid karya Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dikatakan bahwa Ibn Abbas
mengatakan:
“Apabila seorang perempuan melahirkan anaknya sesudah
hamil Sembilan bulan, maka cukuplah dia menyusukan
anaknya selama 21 bulan. Apabila dia melahirkan anaknya
setelah tujuh bulan hamil, dia menyusukan bayinya selama 23
bulan, dan apabila si istri melahirkan anaknya setelah enam
bulan hamil, maka hendaklah dia menyusui anaknya selama 2
tahun” (Ash-Shiddieqy, 2000:3831).
ه وبػلغ أربعي نة قاؿ رب أوزعني حتى إذا بػلغ أشد أف أشكر نعمتك التي ن
تػبت ذريتيإني في وعلى والدي وأف أعمل صالحا تػرضاه وأصلح لي أنػعمت علي
ن من المسلمي إليك وإني
87
“sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri”
Seseorang akan mencapai umur dewasa dan berakal yang
sempurna, berusia antara 30 sampai 40 tahun. Sesudah dia mencapai
usia 40 tahun, maka dia pun berdoa: “Wahai Tuhan kami, taufikkanlah
aku untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, baik mengenai agama maupun dunia, dan
mensyukuri nikmat-nikmat-Mu yang telah Engkau curahkan kepada
bapak ibuku. Yaitu, Engkau menghidupkan rasa sayang dan belas
kasihan dalam dirinya kepadaku sewaktu aku masih kecil. Jadikan
semua amalanku sesuai dengan keridhoan-Mu, sehingga aku
memperoleh pahala dari-Mu dan jadikanlah kebaikan dan ketaqwaan
berkembang dalam diri keturunanku, teguhkan sendi-sendinya pada
pribadi anak-anak keturunanku” (Ash-Shiddieqy, 2000:3831).
هم أحسن ما عملو أولئك الذي يئاتهم في أصحاب ا ونػتج ن نػتػقبل عنػ اوز عن
الجنة
Mereka yang bersifat demikian, termasuk orang-orang yang
diterima amalannya oleh Allah SWT, yang paling dianggap sempurna
88
imannya karena keikhlasannya. Merekalah orang-orang yang
dimaafkan kesalahannya dan digolongkan ke dalam golongan
penghuni surga.
ف عدو ا يػو كانػو وعد الصدؽ الذي
Janji yang diberikan Allah adalah janji benar. Itulah janji
yang disampaikan kepada mereka melalui perantara para Nabi.
89
BAB IV
ANALISIS KONSEP AL-QUR’AN TENTANG BIRRUL WAALIDAIN
A. Analisis Konsep Birrul Waalidain al-Qur’an Surat al-Ahqaaf
ayat 15-16
Pendidikan keluarga adalah usaha sadar orang tua dalam
menumbuhkembangkan anak menjadi seseorang yang lebih baik secara
fisik, psikis, sosial, maupun spiritualnya serta sebagai tempat pendidikan
pertama bagi anak. Islam sebagai agama moral sangat menekankan supaya
manusia hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan,
sebagaimana yang telah dijelaskan demikian luas dalam ayat-ayat al-
Qur‟an. Salah satu dalam firman-Nya:
ها ملئكة يا أيػها الذين آمنوا قوا أنػفسكم وأىليكم نارا وقودىا الناس والحجارة عليػ
لظ شداد ل يػعصوف اللو ما أمرىم ويػفعلوف ما يػؤمروف غ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan (QS. At-Tahrim/66:6)(Depag, 1977:951).
Rasulullah Saw juga bersabda:
لم: ما عن أبى ىريػرة رضى اهلل عنو أنو ك وؿ اهلل صلى اهلل عليو و اف يػقوؿ: قاؿ ر
من مولود إل يػولد على الفطرة, فأبػواه يػهودانو, ويػنصرنو, ويمجسا نو.)رواه مسلم(
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini)
90
melainkan dia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua
orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi,
Nasrani,atau Majusi” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:557).
Ayat tersebut memerintahkan kepada setiap orang beriman untuk
menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Ini cenderung
menunjuk pada sosok seorang ayah, yang mana dia sebagai kepala dan
pemimpin dalam rumah tangga. Selanjutnya, dalam hadist dijelaskan
bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap perubahan anak apabila ia
menjadi seseorang yang tidak beriman kepada Allah SWT, karena semua
terlahir dalam keadaan suci.
Namun, kenyataannya kenakalan anak dan remaja zaman
sekarang menunjukkan gejala yang sangat sulit dikendalikan. Dari waktu
ke waktu jumlah kekerasan dan kenakalan di kalangan remaja semakin
meningkat. Di usia yang masih belia, anak-anak dan remaja kini sudah
berani melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun
orang lain. Seperti minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba,
bahkan melakukan tindakan asusila yang seharusnya tidak dilakukan pada
usia mereka.
Tindakan tidak terpuji itu tentu sangat memprihatinkan. Tindakan
tidak terpuji tersebut tentu saja menghentakkan kesadaran kita betapa
akhlak anak-anak ini harus segera diselamatkan. Mereka harus segera
kembali diluruskan, dibina, diasuh, dan dipupuk sedemikian rupa. Fitrah
anak yang bagaikan kertas putih, kini menghitam karena polah akhlak
yang melenceng dari agama. Sebagai generasi penerus, anak adalah orang
91
yang sangat diharapkan orang tua untuk meneruskan cita-citanya,
masyarakat, bahkan Negara.
Orang tua memiliki peran dan tanggung jawab yang begitu
penting sebelum anak mengenal dunia luar. Pola asuh orang tua dalam
mendidik menjadi pupuk yang akan membentuk dan menumbuhkan
kepribadian anak di kemudian hari. Bila akhlak baik yang diberikan,
niscaya anak akan tumbuh menjadi pribadi bermoral. Akan tetapi hal
tersebut tidak akan terwujud apabila keteladanan yang diberikan jauh dari
akhlakul karimah. Ini membuktikan bahwa orang tua memiliki peran
penting dan paling utama dalam mendidik anak.
Seorang anak yang memiliki akhlak yang kurang baik akan sulit
diatur, diarahkan, dan dibimbing. Hal itu terkadang disebabkan dari orang
tua sendiri yang sibuk dengan kepentingan pribadi dan mengabaikan
perhatian juga pendidikan pada anaknya. Semisal orang tua, baik ayah
maupun ibu yang sibuk diluar rumah karena tuntutan pekerjaan, mereka
menyerahkan urusan rumah pada pengasuh bayi maupun orang lain.
Agar tidak terjadi hal yang demikian, hendaklah orang tua
memperhatikan mengenai pendidikan terhadap anaknya. Di dalam anggota
rumah tangga ada sosok yang mempunyai kewajiban untuk mendidik
anak, yaitu ibu. Ia mengemban amanat dan bertugas untuk melindungi
juga memberikan pendidikan yang baik sehingga ia mampu menjadikan
anak selalu siap untuk berkompetisi dalam hal akhlak dan tanggung jawab,
terutama dalam menegakkan agama dan ajaran Allah SWT. Ibu memiliki
92
kewajiban tersebut karena tanggung jawab dalam mendidik anak sudah
ditekankan sejak dalam rahim, sampai ia dewasa dan berakal baligh.
Semua itu dipersiapkan supaya anak memilik rasa tanggung jawab, kasih
sayang, dan istiqomah dalam kehidupannya juga bermanfaat untuk seluruh
anggota keluarga serta masyarakat (Ulwan, 2009:233).
Oleh karena itu, jika seorang ibu melepaskan diri dalam membina
rumah tangga dan mendidik anaknya-karena alasan sibuk diluar rumah
sebagai wanita karir-dan ayah sibuk dengan pekerjaannya, jangan salahkan
anak jika ia berkembang dan merasa seperti anak yatim dan selalu ingin
melarikan diri dari rumah.
Jika orang tua sudah tidak lagi memperhatikan anak-anaknya,
tidak perduli akan kepentingan anaknya, tidak menghiraukan dengan siapa
anaknya bergaul, apa yang ditunggu dari anak selain kehancuran dan
kerusakan yang dibuat oleh dirinya sendiri. Ia senantiasa melakukan
tindakan kriminal, menggunakan narkoba, bahkan melakukan perbuatan
yang dilarang agama dan masyarakat.
Orang tua sangat bertanggung jawab pada perkembangan anak
untuk disiapkan menjadi anak yang mampu menjaga kehormatan keluarga,
agama, dan bangsa. Dan juga, orang tua bertanggung jawab dalam
mempersiapkan anaknya nanti di akhirat, di mana ia mampu memberikan
syafaat kedua orang tuanya. Anak yang sholeh mampu mencegah kedua
orang tuanya dari siksa api neraka. Sebaliknya, jika anak tersebut anak
93
yang thaleh (buruk), orang tualah yang akan sengsara di akhirat (Ulwan,
2009:236).
Untuk mendidik anak menjadi anak yang berakhlak baik dan
berbudi pekerti, hendaklah orang tua mendidik anak berdasarkan
al-Qur‟an dan Sunnah. Sebab, al-Qur‟an dan Sunnah adalah undang-
undang kehidupan bagi alam semesta, keduanya mengandung hikmah dan
tongkat penolong bagi manusia seluruhnya dari kesesatan. Al-Qur‟an dan
Sunnah harus menjadi sumber utama adab dan etika yang diambil oleh
para orang tua yang kemudian mereka tanamkan dalam diri anak-anak
mereka (al-Fiqi, 2007:16).
Pendidikan kepada anak sudah bisa dilakukan pada masa prenatal,
yaitu masa ketika masih dalam kandungan. Metode yang bisa digunakan
untuk mendidik anak prenatal antara lain: kasih sayang, beribadah,
membaca al-Qur‟an, bercerita, berdoa dan bernyanyi atau sholawat yang
dilakukan oleh ibu dan ayahnya. Ketika seorang anak sudah lahir, maka
sambutlah dengan ucapan syukur dan buka kehidupan anak dengan
kalimat tauhid dengan mengadzani anak pada telinga kanan dan iqamah
pada telinga kiri.
Pada saat usia anak masih sangat dini, hendaklah dibiasakan
untuk mendengar kalimat-kalimat yang baik, seperti murotal ayat suci
al-Qur‟an, sholawat, suara orang tuanya ketika mengaji dan lain
sebagainya. Sebab dengan terbiasa mendengar kalimat-kalimat tersebut,
ketika anak sudah bisa berbicara, anak tidak akan merasa asing dengan apa
94
yang diucapkannya, karena sebelumnya pernah mendengarkan. Saat anak
sudah mulai bisa berbicara, ajarkan kepadanya untuk menggucap kalimat
tauhid dan syahadat, serta membiasakan untuk mengucap basmalah
sebelum memulai kegiatan dan mengucap hamdalah ketika selesai
melakukan kegiatan.
Selanjutnya, pada usia di mana anak sudah bisa membedakan
mana kanan dan mana kiri, mana yang baik dan mana yang kurang baik,
hendaklah orang tua segera menanamkan kebajikan. Yang pertama
ditanamkan pada anak adalah ibadah sholat. Dalam hadist yang telah
penulis cantumkan dalam bab II, dijelaskan bahwa anak mulai diajarkan
untuk melakukan ibadah sholat adalah ketika berusia tujuh tahun. Pada
usia tersebut, orang tua wajib menyuruh anaknya untuk melakukan ibadah
sholat, meskipun hanya dua atau tiga kali sehari. Ini tidak menjadi
masalah, asalkan anak tidak meninggalkan sholat sama sekali. Namun,
ketika anak sudah mencapai usia sepuluh tahun orang tua harus lebih tegas
dengan cara memukul apabila anak masih berani meninggalkan sholat dan
mulai dipisahkan tempat tidurnya antara anak laki-laki dan anak
perempuan.
Sholat adalah ibadah pertama kali yang ditanamkan kepada anak.
Karena dalam sholat terdapat seluruh ajaran Islam. Mulai dari akidah dan
ibadah, yaitu pada gerakan saat melakukan sujud, sudah melatih anak
untuk tunduk kepada Allah. Kemudian akhlak, yaitu ketika sholat
berjamaah dengan ibu bapaknya, sudah dibiasakan tahu shaf, tahu
95
berjamaah, dilatih mengikuti pemimpin. Dengan sholat ini, anak tahu apa
yang menjadi kewajiban dan haknya kepada orang lain dan mulai tertanam
pada anak iman kepada Allah.
Selanjutnya, metode yang dapat digunakan dalam mendidik anak
antara lain metode teladan, adat kebiasaan, cerita, hadiah dan hukuman. Di
antara metode tersebut, metode teladan adalah metode yang paling efektif
dalam mendidik anak, karena mendidik dengan lisan saja tidak cukup
membuahkan hasil, sehingga perlu adanya teladan yang baik dan
berkesinambungan, karena sebagian besar perilaku dan sikap anak adalah
meniru orang tuanya.
Dalam mendidik anak dengan berbagai metode tersebut,
hendaklah dibarengi dengan sifat yang bisa membuat anak merasa
nyaman, seperti lemah lembut, penuh kasih sayang, sabar, humoris namun
serius, tegas namun tidak galak dan lain sebagainya. Ini adanya sifat
tersebut pada diri orang tua akan mempermudah anak dalam menerima
pembelajaran atau nasihat orang tua terhadap anak. Namun jika yang
dimiliki orang tua adalah sifat sebaliknya, seperti keras, galak, terlalu
serius dan lain sebagainya, akan membuat anak merasa takut dan tertekan.
Bahkan jika anak sampai merasa stress, bisa menimbulkan rasa yang
kurang baik, seperti putus asa, tidak dihargai dan bahkan ada yang sampai
menganggap bahwa orang tuanya adalah musuh baginya.
96
Dengan demikian, pendidikan anak sangatlah menjadi penting
dan wajib untuk kedua orang tua, terutama ibu. Sebab, seorang anak dapat
menjadi alasan kedua orang tua untuk masuk surga atau menerima siksa di
akhirat. Dan hendaklah orang tua dapat menumbuhkan rasa pada diri anak
bahwa keluarga dan rumahnya adalah surga baginya.
Selain pendidikan terhadap keluarga terutama anak, Allah SWT.
juga menaruh perhatian sangat besar terhadap hak orang tua. Hak bapak
dan ibu menjadi penting untuk didahulukan oleh setiap anaknya, daripada
kepentingan lain. Allah mengisyaratkan bahwa berbakti dan menghormati
kedua orang tua merupakan hak orang tua yang wajib dilakukan anak
kapan saja dan dalam kondisi apapun. Bahkan Allah mengaitkan berbakti
dan berbuat baik kepada kedua orang tua seperti halnya beribadah kepada-
Nya. Seperti firman-Nya dalam surat al-Isra' ayat 23 berikut:
لغن عندؾ الكبػر أحدىما أو ا إل تػعبدو وقضى ربك أل إياه وبالوالدين إحسانا إما يػبػ
هرىما وقل لهما قػول ل تػقل لهما أؼ و ىما فل كل ما كري تػنػ
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia (QS. Al-Isra‟/17:23)(Depag, 1977:427).
Berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan
mengasihi, menyayangi dan mendoakan, patuh kepada apa yang mereka
97
perintahkan dan meninggalkan yang tidak mereka sukai adalah kewajiban
yang harus kita laksanakan sebagai anak. Ini yang disebut Birrul
waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), hak orang tua yang harus
dilaksanakan kepada anak, sesuai dengan perintah Allah SWT. dan Rasul-
Nya, sepanjang keduanya tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat dan
menjurus kekufuran kepada-Nya. Seperti firman-Nya dalam surat
al-„Ankabut ayat 8:
نا اإل رؾ بي نساف بوالديو حسنا وإف جاىداووصيػ ما ليس لك بو علم فل ؾ لت
ف تطعهما إلي مرجعكم فأنػبئكم بما كنتم تػعملو
Artinya: Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada
dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (QS.
Al-„Ankabut/29:8)(Depag, 1977:629).
Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa apabila orang tua kita
menyuruh untuk melakukan menyekutukan Allah atau menyuruh
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama Allah,
hendaklah kita tidak mengikuti dan menolak ajakan tersebut dengan cara
yang baik. Dalam hadist juga dijelaskan sebagai berikut:
لم وؿ اهلل صلى اهلل عليو و قاؿ: ل طاعة فى أنو عن على رضى اهلل عنو قاؿ: ر
معصية اهلل, انما الطاعة فى المعروؼ.)رواه مسلم(
98
Artinya: Dari Ali ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Tidak
boleh taat dalam hal perbuatan maksiat kepada Allah.
Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal kebaikan” (HR.
Muslim)(al-Mundziri, 2002:707).
Al-Qur‟an menempatkan kewajiban berbuat baik kepada kedua
orang tua – khususnya kepada ibu – pada urutan kedua setelah kewajiban
taqwa kepada Allah, bukan hanya disebabkan ibu memikul beban yang
berat dalam mengandung, melahirkan, dan menyusui anak. Tetapi,ibu juga
dibebani tugas untuk mendidik anak, sehingga terciptanya pemimpin-
pemimpin umat (Shihab, 2014:211).
Dalam al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 dijelaskan mengenai
lamanya seorang ibu mengandung sampai menyapihnya, yaitu tiga puluh
bulan. Karena itu kita diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang
tua. Salah satunya dengan mendoakan mereka dan memohonkan ampun
atas kesalahan mereka yang lalu, serta mendoakan keturunan kita supaya
kesholehan mengalir sampai mereka, sehingga mereka hidup dengan
beriman kepada Allah dan memeluk agama yang diridhoi oleh Allah. Dan
kita bertaubat ats kesalahan yang lalu dan menyerahkan segalanya kepada
Allah. Selanjutnya, Allah membalas dengan menerima amal baik dan
mengampuni kesalahan hamba-Nya serta memasukkan mereka ke dalam
golongan penghuni surga.
Selain lamanya masa mengandung dan menyapih, dalam suatu
riwayat hadits dijelaskan bahwa kasih sayang dan cinta kita kepada ibu
harus tiga kali lebih besar dibandingkan dengan ayah. Nabi Saw menyebut
kata ibu tiga kali, sementara menyebut kata ayah hanya satu kali. Tidak
99
dapat dibantah betapa besarnya peran seorang ibu. Ibu yang melahirkan
kita, dan ibu pula yang membesarkan kita. Dan yang terpenting adalah
bahwa ibu merupakan orang yang pertama mendidik kita, baik mendidik
dalam hal berbicara, bertingkah laku dan lain sebagainya. Tidak salah jika
Nabi Saw menyebut kata ibu sebanyak tiga kali, karena ibu mengalami
kesulitan dalam mengahdapi masa kehamilan, kesulitan saat melahirkan,
dan kesulitan saat menyusui dan merawat anaknya. Ketiga kesulitan
tersebut hanya dimiliki oleh seorang ibu, sedangkan ayah tidak
memilikinya.
Dalam pendapat lain (Sanusi, 2013:50), Ibnu Bhatol menjelaskan
bahwa rahasia dibalik penyebutan ibu sebanyak tiga kali dan ayah satu kali
adalah karena adanya tiga tanggungan berat bagi ibu. Pertama, beban
ketika mengandung. Kedua, beban saat masa menyusui, dan ketiga, beban
atas ikut serta mendidik anak-anaknya. Maka tidak salah apabila orang
mengatakan bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya.
Meski Rasulullah Saw. mengatakan untuk mnegabdikan diri
kepada ibu sebelum ayah, perlu kita ketahui juga pengorbanan ayah
kepada anaknya. Seorang ayah lebih bertanggung jawab terhadap masa
depan anaknya. Kesibukan dan sikapnya yang terkadang dianggap cuek
membuat anak merasa kurang diperhatikan daripada perhatian ibu. Ini
yang biasanya menyebabkan anak lebih dekat dan terbuka terhadap
ibunya. Akan tetapi tanpa kita sadari pengorbanan ayah jauh lebih besar
daripada sekedar tumpuan kasih sayang.
100
Seorang ayah biasanya mulai merencanakan hidup anaknya ketika
mengetahui bahwa istrinya hamil. Tidak jarang, ayah membantu impian
anaknya menjadi kenyataan, seperti mengapung di atas air setelah ia
melepaskannya. Ketika anak beranjak dewasa, seorang ayah selalu
berpikir dan bekerja keras untuk masa depan anaknya. Ia bahkan tidak
pernah kelihatan mengeluh di depan anak. Ini merupakan suatu
pembelajaran dari ayah untuk anaknya, supaya kelak anaknya menjadi
orang yang kuat dan tabah dalam segala keadaan.
Cinta seorang ayah kepada anaknya melebihi cinta seorang
kekasih kepada kekasihnya. Cinta seorang ayah termanifestasikan ke
dalam bentuk perbuatan. Berikut fakta-fakta menarik tentang ayah (Sanusi,
2013:40-42):
1. Seorang bayi tidak hanya butuh ibu untuk menyusui. Misal, ayah
menggendong bayinya sambil menunggu ibu bersiap untuk menyusui.
2. Ayah memiliki naluri yang sama dengan ibu untuk merawat anak.
3. Ayah akan mencari panutan yang lain untuk mendapatkan pola asuh
terbaik dari yang baik.
4. Bila ada anggapan ayah akan terpecah konsentrasi dengan karirnya
bila ia penuh perhatian dengan anaknya, hal ini dianggap terlalu
berlebihan.
101
5. Ayah rela meninggalkan pekerjaan demi anaknya. Misal anaknya
sedang dirawat karena sakit, maka ayah akan rela meninggalkan
pekerjaan demi bergantian dengan ibu untuk menjaga.
6. Ayah bisa menjadi panutan bagi anak perempuannya, seperti cara
bersosialisasi dengan dunia laki-laki.
7. Ayah tidak merasa malu dan canggung untuk mengasuh anaknya
seorang diri.
Kehebatan seorang ayah tidak ada bandingannya dengan apapun.
Ayah sebagai sosok panutan akan memberikan pelajaran berharga kepada
anaknya melalui tindakannya. Ayah juga seorang pemimpin, di mana ia
menjadi kepala rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap persoalan
di dalam rumah tangganya.
Jadi, tidak seorang anak pun bisa menghitung apalagi membalas
jasa dan pengorbanan kedua orang tua untuk anaknya. Berbakti itu tidak
hanya untuk dihargai dan dipuji oleh sesama manusia, melainkan
melaksanakan perintah Allah SWT. Berbakti kepada kedua orang tua
harus dijalankan dengan ikhlas, tulus dan tanpa pamrih, karena secara
tidak langsung dapat mengantarkan kita ke surga yang penuh kenikmatan.
Dan sebaliknya, apabila kita durhaka terhadap kedua orang tua dan tega
melihat mereka menderita, maka perilaku tersebut dapat mengantarkan
kita ke neraka.
102
B. Analisis Implementasi Konsep Birrul Waalidain dalam Pendidikan
Keluarga
Kedua orang tua adalah sepasang anak manusia yang paling
berjasa dalam kehidupan kita, karena cinta dan kasih sayang tulus mereka,
seseorang mendapati kehidupan yang indah dan penuh bahagia. Karena
perjuangan keras dan jerih payah mereka, terpenuhilah segala kebutuhan
dan pendidikan kita. Orang tua selalu berusaha memberikan yang terbaik
terhadap anaknya, dan berusaha mendidik anaknya supaya menjadi anak
yang sholeh dan sholehah.
Orang tua berusaha mendidik anaknya dengan penuh kasih
sayang, dengan harapan kelak dewasa ia menjadi manusia yang berguna
dan berbudi pekerti yang baik. Seorang anak yang berbudi pekerti yang
baik, ia tidak akan pernah melupakan orang tuanya, dan selalu berusaha
membahagiakan orang tuanya terutama ketika orang tuanya sudah lanjut
usia.
Keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya menjadi anak
yang sholeh dan sholehah searah dengan jaminan bagi orang tua. Karena
orang tua mendidik anaknya semata-mata untuk keberuntungan dirinya
sendiri, baik di dunia mapun di akhirat. Pertama Jaminan di dunia, orang
tua yang telah berhasil mencetak anaknya menjadi anak sholeh dan
sholehah akan mendapat keberuntungan dan kebahagiaan yang berimbang
dengan keberhasilan yang dicapai oleh anaknya di dunia. Sebab, jika
seorang anak sholeh dan sholehah berhasil dalam kehidupannya di dunia,
103
maka mustahil ia membiarkan orang tuanya berada dalam sebuah
penderitaan. Minimal orang tua mendapat jaminan dalam hal materi ketika
sudah usia lanjut. Kedua jaminan di akhirat, kehidupan akhirat merupakan
pertanggungjawaban dari sagala amal dan perbuatan manusia selama di
dunia. Anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan manfaat bagi
orang tuanya yang telah meninggal dengan doa dan permohonan ampun
(az-Zhecolany, 2011:25-26).
Dari penjelasan tersebut, diketahui bahwa orang tua menaruh
harapan besar kepada anaknya supaya menjadi manusia yang berbudi
pekerti baik, dengan merawat kedua orang tuanya ketika sudah lanjut usia
dan selalu mendoakan orang tuanya baik ketika masih hidup maupun
setelah meninggal. Karena seorang anak tidak dapat membalas segala
kebaikan orang tua, kecuali dengan berbakti kepadanya.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan keterangan dan uraian tentang “Konsep Birrul
Waalidain Al-Qur‟an Surat Al-Ahqaaf Ayat 15-16 Dan Implementasinya
Dalam Pendidikan Keluarga”, maka penulis dapat memberika kesimpulan
sebagai berikut:
1. Konsep birrul waalidain berdasarkan QS. al-Ahqaaf ayat 15-16
mengindikasikan bahwa ketaatan kepada orang tua harus dilakukan
secara menyeluruh, yaitu baik ketika orang tua masih hidup maupun
ketika orang tua telah meninggal. Mendoakan orang tua menjadi
sarana tepat untuk berbakti kepada mereka, disertai dengan ucapan
syukur dan memohonkan ampun atas mereka. Selain berbuat baik
kepada orang tua, kita juga diajarkan untuk berbuat baik kepada
keturunan kita dengan mendoakan mereka semoga hidup dan
meninggal dalam keadaan bertauhid kepada Allah SWT. Orang yang
berbuat baik kepada kedua orang tuanya akan diberi balasan berupa
surga, inilah janji Allah SWT.
2. Implementasi konsep birrul waalidain surat al-Ahqaaf ayat 15-16
dalam pendidikan keluarga adalah sikap bakti anak terhadap kedua
orang tuanya dengan mendoakan mereka. Dalam membentuk sikap
dan karakter anak yang baik, orang tua berperan penting dalam
mendidik anak, karena keluarga adalah lembaga pertama yang
105
memberikan pendidikan kepada anak. Dalam mendidik anak, orang
tua mulai membiasakan hal-hal yang baik sejak dini, seperti sholat
berjamaah, bertutur kata dengan sopan, mengenal mana yang baik dan
buruk dan lain sebagainya. Selain itu, anak juga mulai diajarkan untuk
berdoa baik untuk dirinya sendiri, orang tua, maupun orang lain.
Sebab doa adalah media kita untuk berdialog kepada Allah,
menyampaikan apa yang kita rasakan dan yang kita inginkan. Dalam
mendidik anak, hendaklah menggunakan metode yang sesuai dengan
usia anak, karena akan memudahkan anak menerima pembelajaran
dari orang tuanya. Dan metode yang paling efektif adalah metode
teladan, yaitu orang tua memberi teladan yang baik untuk anak, sebab
anak cenderung lebih mudah menerima teladan tersebut dibanding
dengan pemberian nasihat terus-menerus. Baik dan buruknya akhlak
seorang anak, tergantung bagaimana pendidikan yang diberikan oleh
orang tuanya.
106
B. Saran
Berdasarkan penelitian penulis tentang “Konsep Birrul Waalidain
Al-Qur‟an Surat Al-Ahqaaf Ayat 15-16 Dan Implementasinya Dalam
Pendidikan Keluarga”, maka ada beberapa saran yang perlu dikemukakan:
1. Kepada orang tua hendaklah memperhatikan dan memberikan
pendidikan terbaik bagi anak, karena pendidikan dimulai dari
keluarga. Selain memberikan pendidikan, hendaklah orang tua bisa
menjadi teladan yang baik bagi anaknya, karena baik dan buruk
perilaku seorang anak juga dipengaruhi dari kebiasaan orang tuanya.
2. Kepada anak, hendaklah mengingat segala pengorbanan orang tua
terutama pengorbanan ibu yang telah diberikan kepadanya. Jangan
pernah berkata kasar dan mendzolimi mereka. Berbuat baiklah kepada
mereka baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal, karena
berbuat baik kepada orang tua merupakan salah satu perintah Allah
dan mendekatkan kita pada pintu surga.
107
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Ahmad Sudirman. 2009. Mukjizat Doa & Air Mata Ibu. Jakarta:
QultumMedia.
Abdullah, M.Yatiman. 2007. Studi Akhlaq dalam perspektif Al-Qur‟an.
Jakarta: Amzah.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan keluarga dalam perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2006. Shahih Sunan Tirmidzi II. Jakarta:
Pustaka Azzam.
2007. Shahih Sunan Abu Daud I. Jakarta: Pustaka Azzam.
2012. Ringkasan Shahih Muslim II. Jakarta: Pustaka Azzam.
2013. Ringkasan Shahih Bukhari IV. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Fiqy, Sa‟ad Kariim. 2007. Agar Tidak Salah dalam Mendidik Anak (terj)
Akhtaa Asy-Syaai‟ah fi Tarbiyatil Aulaad wa Huluulun „Amaliyyah.
Solo: Media Insani Publishing.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tarfsir al-Maraghi. Semarang:
Toha Putra.
Al-Mundziri, Al-Hafizh Zaki al-Din „Abd al-„Azhim. 2002. Ringkasan
Shahih Muslim (terj) Mukhtashar Shahih Muslim penerj. Syinqithy
Djamaluddin & M. Mochtar Zoerni. Bandung: Mizan.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid,
jld. 5. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
108
Aziz, Safrudin. 2015. Pendidikan Keluarga: Konsep dan Strategi.
Yogyakarta: Gava Media.
Az-Zhecolany, Ali Hasan. 2011. Kesalahan-Kesalahan Orang tua Penyebab
Anak Tidak Sholeh. Yogyakarta: Diva Press.
Basyir, Abu Umar. 2006. Ibunda. Surakarta: Smart Media.
Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-Ilmu al-Quran. Yogyakarta: Lokus.
Choiriyah, Ummu Ihsan, & Abu Ihsan al-Atsary. 2010. Mencetak Generasi
Rabbani: Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi. Bogor: CV.
DARUL ILMI.
Depag. 1977. Al-Qur‟an dan Terjemahnya 1-10. Jakarta: Depag.
1977. Al-Qur‟an dan Terjemahnya 11-20. Jakarta: Depag.
1977. Al-Qur‟an dan Terjemahnya 21-30. Jakarta: Depag.
Efendi, Nur, & M Fathurrohman. 2014. Studi Al-Qur‟an: Memahami Wahyu
Allah secara Lebih Integral dan Komprehensif. Yogyakarta: Teras.
Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhtadi, Muhammad. 2011. Koreksi Kealahan Mendidik Anak (terj) at-
taqshir fi tarbiyati aulad: al-Mazhahir, Sabilul Wiqayah Wal „ilaj
Kaifa Nurabbi abna‟ana tarbiyatanshalihatan. Solo:Nabawi
Publising.
Muhyidin, Muhammad. 2009. Menanam Tauhid, Akhlaq dan Logika si
Mungil. Yogyakarta: Diva Press.
Mujib, Abdul, & Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
109
Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orang Tua Bijak: Solusi Kreatif
Menangani Berbagai Masalah pada Anak. Bandung: PT. Mizan
Pustaka.
Nata, Abudin. 2009. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Putra, Sitiatava Rizema. 2016. Metode Pengajaran Rasulullah Saw.
Yogyakarta: DIVA Press.
Sabda, Syaifuddin. 2006. Model Kurikulum Terpadu IPTEK dan IMTAQ.
Ciputat: Quantun Teaching.
Sanusi, M. 2013. Tempatkan Orang Tuamu di Atas Kepala, Niscaya Mulia
Hidupmu. Yogyakarta: Diva Press.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an. Jakarta: Lentera Hati.
2002. Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah
Al-Qur‟an. Jld. 3. Tangerang: Lentera Hati.
2014. Lentera al-Qur‟an: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung:
PT. Mizan Pustaka.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode
Teknik. Bandung: Tarsito.
Tafsir, Ahmad. 2002. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Thalib, M. 1987. Analisa Wanita: Dalam Bimbingan Islam. Surabaya: Al-
Ikhlas.
110
Ulwan, Abdullah Nashih. 1981. Pedoman Pendidikan anak dalam Islam (terj)
Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali dari judul Asli Tarbiyah al-
Aulad fi Al- Islam. Semarang: CV. AS-Syifa‟.
2009. Mencintai dan Mendidik Anak Secara Islam Terj. Tarbiyah al-
Aulad fii al-Islam 2007.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Al-Qur‟an dan Energi Nuklir. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus
WaDzurriyyah.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: yayasan Obor
Indonesia.
Zen, Suhendi. 2014. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Zuhairini. 1983. Metode Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha
Nasional.
RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyu Ariani Oktavia
Tempat, Tanggal Lahir : Boyolali, 12 Oktober 1995
Alamat Rumah : Karang, Pentur, Simo, Boyolali
Ayah : Slamet Wahyono
Ibu : Sri Ari Rahmawati
E-mail : [email protected]
No. Handphone : 0856-4188-7577
Riwayat Pendidikan:
TK : TK KARTIKA Ringin Anom, Pentur (2000-2001)
SD : SD Negeri 2 Pentur (2001-2007)
SMP : SMP Negeri 2 Kedungjati (2007-2010)
SMA : MAN 2 Boyolali (2010-1013)
Perguruan Tinggi: IAIN Salatiga (2013-2017)