Upload
trandung
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONFLIK INDUSTRIAL : PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN
(STUDI KASUS PT PELINDO II PELABUHAN TANJUNG PRIOK,
JAKARTA UTARA)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
AKHMAD SAIKHU PRATAMA PUTRA
1112111000015
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul
KONFLIK INDUSTRIAL : PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN
(Studi Kasus : PT. Pelabuhan Indonesia II, Tanjung Priok, Jakarta Utara)
1. Merupakan karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Februari 2017
Akhmad Saikhu Pratama Putra
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :
Nama : Akhmad Saikhu Pratama Putra
NIM : 1112111000015
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KONFLIK INDUSTRIAL : PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 23 Februari 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Saifuddin Asrori, M.Si
NIP. 197609182003122003 NIP. 19770119200912 1 01
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KONFLIK INDUSTRIAL : PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN
(Studi Kasus PT. Pelabuhan Indonesia II Tanjung Pariok, Jakarta Utara)
oleh
Akhmad Saikhu Pratama Putra
1112111000015
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal pada 21 Maret 2017.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial
(S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua
Dr. Joharotul Jamilah, M.Si
NIP.
Penguji I, Penguji II,
Rr. Satiti Shakuntala, M.Si Kasyfiyullah, M.Si
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 21 Maret 2017
Ketua Program Studi Sosiologi
FISIP UIN Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si
NIP. 197609182003122003
v
ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa konflik industri yang terjadi di PT Pelindo II
dengan Serikat Pekerja Pelindo II (SPPI II). Penelitian ini bertujuan menjelaskan
dinamika relasi pekerja dengan perusahaan dan mencari faktor yang menyebabkan
konflik. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan
teknik pengambilan sampel purposif. Subjek penelitian sebanyak sepuluh
informan terdiri dari anggota SPPI II dan Pekerja yang tidak tergabung dengan
SPPI II. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori konflik
industri Rafl Dahrendorf untuk menganalisa konflik yang terjadi. Dalam analisa
teori ini penulis melihat bagaimana dinamika konflik yang berujung pada mogok
kerja yang terjadi di PT Pelindo dengan melihat faktor-faktor yang menyebabkan
konflik menjadi lebih luas. Faktor yang menyebabkan mogok kerja menjadi
meluas antara lain terkait : perjanjian kerja bersama, upah kerja, pemutusan
hubungan kerja, dan pencemaran nama baik pekerja.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik antara pekerja
dengan perusahaan dilandasi akan kekuatan otoritas dari pimpinan perusahaan
yang berlebihan. Serikat Pekerja yang mengabdi kepada perusahaan dirugikan
baik materil ataupun non-materil. SPPI memberikan reaksi yang dapat menjadi
pertimbangan perusahaan atas kejadian yang telah terjadi, sehingga membuat
keresahan kepada pekerja. Cara yang ditempuh SPPI untuk memperbaiki pola
komunikasi dengan cara damai tidak diindahkan oleh perusahaan, upaya
diplomasi dan berunding tidak menemukan hasil yang positif. Mogok kerja
sebagai bentuk teguran yang tegas bahwa kehadiran SPPI menjadi tonggak
kontrol sosial yang tinggi kepada perusahan. Adapun faktor yang mendorong
SPPI menggunakan strategi tersebut adalah adanya dinamika dan tantangan yang
berkembang dan pelajaran yang diambil dari pengalaman sebelumnya.
Kata Kunci : konflik industri, mogok kerja, dinamika relasi industri
vi
KATA PENGANTAR
Mogok kerja merupakan bentuk dari perlawanan atas tindakan yang zolim
dari perusahaan kepada pekerja yang selalu menjadi perhatian bagi Pemerintah
atas terjadi konflik industri yang terjadi di tingkatan daerah maupun kancah
nasional, karena menjadi suatu ancaman penghambat perputaran perekonomian
secara nasional.
Serikat Pekerja Pelindo II merupakan pengejewantahan serikat pekerja
untuk melawan kesewenang-wenangan perusahaan sehingga perlu dukungan
Pemerintah. Atas dasar itu penelitian ini menjelaskan dinamika konflik yang
berujung aksi mogok kerja dalam melawan kesewenang-wenangan perusahaan.
Yaitu dengan menganalisis menggunakan teori konflik Ralf Dahrendorf untuk
melihat problematika konflik perusahaan dengan pekerja yang berlandaskan
dengan memperjuangkan hak dari pekerja kepada perusahaan.
Sistematika penulisan skripsi ini mencakup empat bab.
BAB I berisi pernyataan masalah penelitian, pertanyaan masalah penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, literatur review, kerangka teoritis dan
metode penelitian yang digunakan.
BAB II berisikan gambaran umum seputar sejarah pembentukan, profil dan
struktur PT. Pelindo II dan SPPI II.
BAB III berisi analisa teoritis terhadap hasil atau temuan-temuan penelitian.
BAB IV berisi kesimpulan dan saran.
vii
Penyelesaian penelitian ini tentunya melibatkan banyak pihak, oleh
karenanya penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Muhammad Yahya S.ST dan Ibunda Evhi Sukaesi tercinta atas
pendidikan, bimbingan moral dan spiritual, dukungan, do’a dan restunya,
terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan rahmat, keselamatan dan kesehatan. Serta Muhammad Luthfi
Lubis, Muhammad Khoiri Alfusya’ban, Muhammad Rama Almaghribi dan
Gadis Ciledug Ratnawati Kusumajaya yang selalu menemani dan
memberikan support untuk segalanya. Merci Beaucoup. Je t’aime.
2. Prof. Dr. Zulkifly, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., Selaku Ketua Program Studi Sosiologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M.Si., selaku
Sekretaris Program Studi Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga
Bapak Ahmad Abrori, MA, selaku dosen pembimbing akademik, dosen
pengajar yang luar biasa membimbing penulis sehingga mampu
menyelesaikan tugas akhir.
4. Bapak Saefuddin Asrori, M.Si., selaku pembimbing skripsi penulis yang
senantiasa membimbing, memotivasi dan menginspirasi penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Segenap dosen civitas akademika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Program Studi Sosiologi
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala ilmu dan
viii
pengetahuan selama penulis menempuh studi di kampus tercinta ini, baik di
dalam maupun di luar kelas perkuliahan.
6. Segenap staf SPPI II serta karyawan PT Pelindo II yang telah membantu
penulis untuk memberikan informasi terkait konflik industri yang terjadi di
perusahaan.
7. Kawan-kawan BGF Brotherhood, Gege, Gerald, Revo, Adji Seno, Bahir,
Luthfi, Danang, Fatur, Evan, Helmi, Heru, Aldri, Sehan Ajis, Kitem dan
Kawan-Kawan BGF lainnya. Terima kasih atas pelajaran hidup dalam
berteman hingga kita bisa menciptakan dunia kita sendiri. Berteman lebih dari
saudara.
8. Kawan-kawan Sosiologi angkatan 2012, Doraemon, Rusydan Fathi, Rifqi
(ojay), Galih, Suki, Albi, Arif, Lukaman, Tegar dan Faisal Macan terimakasih
atas persaudaraan, pengalaman didalam dan luar kelas.
9. Kawan-kawan forum kajian sosiologi (KASOGI), Haiqal, Sulaiman, Ikhsan,
Wira, Egits, Rusdan, Gopay, Galih, Rifqi, Reza, Ihsan dan kawan-kawan
angkatan kontemporer Rafli, Aldo, Oka, Dika, Dodi, Hasan dll. Terimakasih
atas pelajaran berdiskusi hingga kita bisa menciptakan dunia kita sendiri.
10. Kanda-Yunda HMI Komfisip yang selalu memberikan segala pelajaran dan
pendidikan. Teruslah menjalankan estafet kaderisasi. YAKUSA.
Ciputat, 23 Februari 2017
Akhmad Saikhu Pratama Putra
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 6
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 9
Teori Konflik Dahrenndorf .......................................................................... 9
F. Metodologi Penelitian .................................................................................. 12
1. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 12
2. Teknik Penentuan Informan .................................................................. 13
3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 14
4. Informan Penelitian ............................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 17
BAB II GAMBARAN UMUM ......................................................................... 18
A. PT Pelabuhan Indonesia II ........................................................................... 18
1. Sejarah PT Pelabuhan Indonesia II ....................................................... 18
2. Perkembangan PT Pelabuhan Indonesia II ........................................... 21
3. Peran dan Kedudukan Perusahaan ........................................................ 27
4. Manfaat Organisasi ............................................................................... 27
5. Visi dan Nilai PT Pelabuhan Indonesia II............................................. 28
6. Visi Perusahaan ..................................................................................... 28
x
7. Nilai Perusahaan ................................................................................... 28
8. Karakter Perusahaan ............................................................................. 29
9. Struktur Organisasi PT Pelabuhan Indonesia II .................................... 31
B. Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia II ....................................................... 32
1. Sejarah SPPI II ...................................................................................... 32
2. Visi dan Misi SPPI II ............................................................................ 33
3. Struktur Organisasi SPPI II ................................................................... 34
BAB III KONFLIK INDUSTRIAL ANTARA PERUSAHAAN DENGAN
PEKERJA ......................................................................................... 35
A. Dinamika Relasi Serikat Pekerja dengan Management Perusahaan ............ 35
B. Faktor Penyebab Aksi Mogok Kerja ............................................................ 46
1. Perjanjian Kerja Bersama .................................................................... 54
2. Kenaikan Upah...................................................................................... 59
3. Pemutusan Hubungan Kerja ................................................................. 63
4. Pencemaran Nama Baik ........................................................................ 65
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................... 69
A. Kesimpulan .................................................................................................. 69
B. Rekomendasi ................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 74
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.F.1 Rasionalisasi Informan ................................................................ 15
Tabel I.F.2 Klasifikasi Informan .................................................................... 16
Tabel III.A.1 Matriks Berdasarkan Dinamika Relasi SPPI dengan Perusahaan 45
Tabel III.B.1 Matriks Berdasarkan Faktor Penyebab Aksi Mogok kerja.......... 68
Tabel III.B.2 Matriks Berdasarkan Strategi Berdasarkan Hasil Yang Diharapkan
Setelah Konflik ............................................................................ 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.A.9. Struktur Organisasi PT Pelindo II .......................................... 31
Gambar II.B.3. Struktur Organisasi SPPI II ................................................... 34
Gambar III.B.1. Gerakan Aksi Depan Kantor Pusat PT Pelindo II ................. 49
Gambar III.B.2. Banner Tuntutan Serikat Pekerja PT Pelindo II (SPPI II) ..... 53
Gambar III.B.3. Konferensi Pers SPPI II ......................................................... 67
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
WAWANCARA 1 : Senin, 8 november 2016 ................................................ 77
WAWANCARA 2 : Rabu, 21 Desember 2016 .............................................. 80
WAWANCARA 3 : Rabu, 30 November 2016 .............................................. 83
WAWANCARA 4 : Rabu, 30 November 2016 .............................................. 90
WAWANCARA 5 : Rabu, 11 Januari 2017 ................................................... 86
WAWANCARA 6 : Rabu, 11 Januari 2017 ................................................... 92
WAWANCARA 7 : Senin, 16 januari 2017 ................................................... 88
WAWANCARA 8 : Senin, 16 Januari 2017 .................................................. 94
WAWANCARA 9 : Rabu, 18 Januari 2017 ................................................... 96
WAWANCARA 10 : Rabu, 18 Januari 2017 ................................................... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini membahas tentang konflik industrial atau perselisihan
pekerja dengan perusahaan. Sejarah konflik di industri di Indonesia sudah
lama dan cukup mengakar, mulai dari zaman kolonial Belanda sampai saat ini
tak kunjung berakhir konflik yang terjadi dalam proses hubungan industrial di
Indonesia (Jurnal sosial Demokrasi, 2011 :7).
Setiap kali mendengar kata pengusaha dan pekerja, maka langsung
terbersit dalam ingatan bahwa terdapat dua posisi yang sangat berlainan dan
cenderung kontras. Disatu sisi pengusaha menunjukan bahwa seseorang yang
menempati posisi tersebut berasal dari strata ekonomi sosial yang tinggi
berbeda dengan halnya pekerja yang berasal dari kalangan yang strata sosial
ekonominya rendah.
Meskipun keduanya mempunyai peran dan perbedaan yang sangat
mencolok. Tidak dapat di pungkiri lagi bahwasanya mereka tidak dapat
dipisahkan. Ketika peran dan fungsi nya dijalankan dengan baik tanpa
memikirkan lain hal, maka dari pihak serikat pekerja dan pengusaha akan
berjalan seiringan atau bersinergis tanpa adanya perpecahan.
Akan tetapi ketika kita membicarakan kondisi saat ini atau realitas
saat ini, masing-masing pihak mempunyai kepentingan sendiri-sendiri baik
pihak pengusaha ataupun pekerja sehingga dapat dikatakan hampir mustahil
2
untuk dapat bersinergis. Bukan hanya kepada perusahaan saja pekerja banyak
menuntut, akan tetapi kepada pihak Pemerintah juga. Karena Pemerintah lah
yang mengatur regulasi soal sistem industri yang ada di Indonesia.
Realitas saat ini semakin banyaknya gerakan serikat pekerja yang
sudah mulai geram dengan pola hubungan industri di Indonesia, seperti
halnya Gerakan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang
melakukan penolakan sistem Outsourching di kota Surabaya dari tahun 2012
sampai 2015 (Jurnal politik Muda, 2015 : 259). Ada pula kasus dari serikat
pekerja di pabrik rokok yang mendemonstrasi akibat pelanggaran hak
normatif yang dilakukan oleh pengusaha pabrik rokok di kota Malang. Dan
ada pula dengan permasalahan berbeda yang diterima dari karyawan
Perusahaan Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) (Persero) (Susatyo
Yuwono. 2016 ; 69).
Seperti kita ketahui bersama bahwasanya sering terjadinya
perselisihan di dalam perusahaan merupakan sesesuatu yang amat
mengganggu kegiatan operasional perusahaan, banyak hal yang selalu
menjadi pemicu permasalahan antara karyawan dan perusahaan, untuk itu
diperlukannya suatu proses mediasi yang dilakukan agar dapat meredam
terjadinya perselisihan tersebut.
Secara sederhana, pengertian mengenai Hubungan Industrial adalah
sebuah sistem hubungan yang terbangun atau terbentuk antara para pelaku
proses produksi barang atau jasa, baik internal maupun eksternal
perusahaan. Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan ini terutama adalah
3
pekerja, pengusaha, dan Pemerintah yang kemudian diistilahkan sebagai
tripartit.
Hubungan Industrial berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih
bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Pengaturan hak dan
kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang bersifat perorangan.
Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara lain
memuat ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa
percobaaan, jabatan yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia,
tanggungjawab, uraian tugas, dan penempatan kerja.
Dalam setiap interaksi hubungan industrial ada tiga pelaku yaitu
managemen perusahaan, Pemerintah dan buruh. Tiap-tiap pelaku hubungan
industri berusaha mempertahankan kepentingannya. Masing-masing pelaku
akan berjuang agar kepentingan yang dianutnya dapat di pertahankan dalam
interaksi hubungan industrial. Adanya konflik dalam rangka hubungan
industrial merupakan konsekwensi dari interaksi antar pelaku hubungan
industri. Pemerintah sebagai salah satu pelaku hubungan industrial berusaha
menjadi penengah bila ada konflik antara buruh dengan pengusaha (Cosmas
Batubara, 2002 :1 ).
Dalam skripsi ini akan membahas mengenai serikat pekerja PT
Pelindo II yang melakukan demonstrasi besar besaran pada waktu yang lalu.
Yang menarik disini ialah bahwasanya serikat pekerja PT Pelindo II
merupakan pekerja yang bernaung di bawah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang notabenenya mereka sudah mendapatkan kemakmuran dari
4
segi penghasilan ataupun fasilitas yang diberikan dari pihak perusahaan.
Yang menjadi perhatian penulis terhadap Serikat Pekerja PT Pelindo II
menjadi obyek penelitian ialah karena dalam beberapa dekade terakhir ini
yang melakukan demonstrasi ataupun mogok secara besar besaran ialah
pekerja yang bekerja kepada pengusaha swasta bukan dari pekerja BUMN.
Berita trans.com melansir bahwasanya aksi mogok kerja yang di
lakukan oleh SPPI II dilandasi akan mosi tidak percaya pegawai PT Pelindo
II terhadap pimpinan perusahaan yang mencapai 50% pegawai yang telah
menandatangani mosi tidak percaya yang akan di sampaikan kepada Menteri
BUMN atas banyaknya penyalanggaran yang dilakukan pimpinan
perusahaan. (Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2016, 21:46 wib.
http://beritatrans.com/2013/12/22/SPPI-karyawan-Pelindo-ii-mogok-senin-
besok/ )
Seperti halnya yang diketahui bersama bahwasanya relasi hubungan
industri yang terjalin di perusahaan yang bernaung di BUMN itu terkenal
dengan relasinya yang baik. Ketika relasi yang terjalin dengan baik antara
pihak managemen dengan buruh pada akhirnya akan menguntungkan kedua
belah pihak dan tercapainya tujuan yang diharapkan perusahaan. Sistem
hubungan yang terjadi antara pihak-pihak yang saling berkaitan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses produksi dinamakan
hubungan industrial.
Ralf Dahrendorf mengkritik Marx mengenai teori pembentukan kelas
dan teori konflik kelasnya yang hanya relevan untuk tahap awal kapitalisme,
5
bukan untuk masyarakat industri post-capitalist; mempunyai ciri-ciri
heterogenitas tenaga kerja, persamaan hak berpolitik, kebijaksanaan upah
karena pajak, musyawarah-mufakat permasalahan sosial (Doyle P,
Johnson.1986 : 183). Bahwa pada Marx hidup pemilikan faktor produksi
adalah proses pembentukan kelas-kelas sosial, oleh sebab itu tidak bisa
dipakai untuk menganalisis masyarakat industri modern saat ini, yang
menurut Ralf Dahrendorf lebih kepada kontrol atas pemilikan faktor
produksi, bukan pemilikan faktor produksi (Doyle P, Johnson.1986 : 184).
Dari beberapa alasan di atas, peneliti sangat tertarik untuk mengangkat
masalah bagaimana KONFLIK INDUSTRIAL : PEKERJA DENGAN
PERUSAHAAN.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, dapat diuraikan permasalahan yang akan
diangkat dalam penulisan skripsi ini yaitu hubungan industrial, dinamika
relasi, konflik industri. Adapun masalah utama dapat dijabarkan lagi menjadi
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana dinamika relasi antara serikat pekerja dengan manajemen
perusahaan?
2. Apa saja faktor konflik berkepanjangan sehingga menyebabkan aksi
mogok kerja pegawai Pelindo II ?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitan
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana dinamika dan
faktor penyebab mogok kerja yang terjadi antara serikat pekerja dengan
perusahaan sehingga menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Dan
semoga penelitian ini menghasilkan:
1. Manfaat akademik : Dalam penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangsih bagi kajian sosiologi industri khususnya dalam menganalisis
konflik industri secara teoritis.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : Sebagai sarana memberikan
informasi dan gambaran secara objektif tentang konflik industri yang
terjadi di PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II), dan dapat digunakan
sebagai panduan dan referensi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Jakarta khususnya Jurusan Sosiologi.
D. Tinjauan Pustaka
Pada pembahasan ini, peneliti menemukan penelitian yang dilakukan
oleh Ashimi Rashidat Abiodun dan Bernard Oladosu Omisore, Ph.D dalam
international journal of academic research in economics and management
sciencer (Ashimi dan bernard 2014:343). Jurnal ini berfokus pada : 1. Makna
dan relefansi konflik, 2. Bagaimana cara terbaik mengatasinya. Jurnal ini juga
menjelaskan bahwasanya konflik tidak selalu buruk, atau dapat menghasilkan
hal yang positif, jika di kelola dengan baik. Konflik harus diidentifikasi sejak
7
dini, jika terlihat munculnya benih-benih konflik maka harus segera ditangani
atau diperhatikan.
Konflik adalah hal natural yang ada dalam kehidupan antar manusia,
organisasi, maupun negara. Di dalam jurnal ini menyimpulkan bahwa
mengetahui benih-benih konflik sejak awal, memberi perhatian penuh, dan
negosiasi antar kelompok yang berkonflik merupakan cara terbaik dalam
mengakhiri sebuah konflik daripada melalui cara-cara memaksa. Dalam
jurnal ini disimpulkan bahwa konflik dalam organisasi merupakan hasil dari
beberapa hal yakni : kompetisi dalam mencapai keunggulan, gaya
kepemimpinan yang tidak disukai, kelangkaan sumberdaya yang ada, dll.
Hal-hal tersebut memberikan dampak ketidakpuasan para pekerja
dalam pekerjaannya dan hal itu juga berdampak pada penurunan produktifitas
mereka. oleh sebab itu, mengetahui konflik sejak dini dan memberikan
perhatian lebih kepada kelompok yang berkonflik merupakan hal yang sangat
penting. Negosiasi antara kelompok-kelompok yang berkonflik merupakan
cara terbaik dalam mengakhiri sebuah konflik dari pada sebuah pemaksaan.
Pengumpulan data jurnal ini antara lain dengan mengumpulkan studi
literature dan juga dengan cara observasi dari beberapa kejadian konflik
industrial di negara Nigeria. Penelitian ini menggunakan teori konflik sebagai
alat untuk menganalisa. Perbedaan yang dilakukan antara Ashimi Rashidat
Abiodun dan Bernard Oladosu Omisore, Ph.D dengan peneliti ialah penelitian
ini dilakukan dengan metode observasi dan wawancara, serta lokasi penelitian
yang berbeda.
8
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Olu, Ojo, Dupe, Adesubomi,
Abolade dalam jurnal impact of conflict management on employess
performance in a public sector organitation in Nigeria, penelitian ini
berfokus kepada bagaimana PHNC mengelola konflik. Dimana dalam
penelitannya melihat sebuah organisasi agar tumbuh secara efektif dan efisien
itu tergantung pada cara mereka mengelola konflik dalam organisasi.
Setelah mempelajari pendapat dari berbagai pemangku kebijakan yang
bersangkutan, dapat diketahui bahwa karyawan harus fleksibel dan harus
mengarahkan energi mereka ke arah pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Pekerja diharuskan untuk bekerja melebihi target agar tujuan dan
objektif dari sebuah organisasi tercapai (Olu, Oju, Dupe, Adesubomi,
Abolade, 2013 : 69)
Penelitian ini melihat bahwa menejemen konflik memberikan efek
pada kinerja pekerja di sebuah organisasi sektor publik seperti PHCN. Hal
tersebut menunjukan dengan jelas pentingnya peran menejemen konflik
terhadap performa pekerja dan seluruh organisasi PHCN. Dalam penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa jika sebuah organisasi ingin efektif dan efisien
maka mengelola konflik sangat penting disetiap bagian dalam sebuah
organisasi, ini akan membawa organisasi kearah yang lebih baik sehingga
mencapai target dan objektif dari organisasi.
Menejemen konflik yang sukses juga memberikan domino effect atau
efek terhadap yang lainnya, seperti memungkinkan pimpinan menciptakan
lingkungan bekerja yang dapat memberikan pengembangan bagi para
9
pekerjanya. Perbedaan yang dilakukan antara Olu, Ojo, Dupe, Adesubomi
dengan peneliti ialah penelitian ini dilakukan dengan metodologi yang
berbeda, organisasi pekerja yang berbeda, lokasi penelitian yang berbeda.
E. Kerangka Teori
Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik Ralf Dahrendorf, seorang ahli sosiologi Jerman, lahir
tahun 1929 (Doyle P, Johnson.1986 : 182). Dia mengkritik Marx mengenai
teori pembentukan kelas dan teori konflik kelasnya yang hanya relevan untuk
tahap awal kapitalisme, bukan untuk masyarakat industri post-capitalist;
mempunyai ciri-ciri heterogenitas tenaga kerja, persamaan hak berpolitik,
kebijaksanaan upah karena pajak, musyawarah-mufakat permasalahan sosial.
Bahwa pada Marx hidup pemilikan faktor produksi adalah proses
pembentukan kelas-kelas sosial, oleh sebab itu tidak bisa dipakai untuk
menganalisis masyarakat industri modern saat ini, yang menurut Ralf
Dahrendorf lebih kepada kontrol atas pemilikan faktor produksi, bukan
pemilikan faktor produksi.
Kontrol pemilikan faktor produksi ini dilihat dari struktur otoritas dari
suatu masyarakat, bagaimana posisi yang memiliki otoritas menguasai posisi
yang tidak memiliki otoritas. Jadi, pemilikan faktor produksi ini dapat
menggantikan posisi yang memiliki otoritas jika tidak berkompeten, misalnya
mengganti manajer dalam menjalankan bisnis suatu perusahaan tidak hanya
10
sebatas perusahaan otoritas itu ada di organisasi sosial; seperti birokrasi,
partai politik, gereja, sekolah, organisasi yang bersifat memerintah.
Ralf Dahrendorf seperti Weber mengakui pentingnya pembedaan
antara kekuasaan (kemampuan untuk memaksakan kemauan individu
meskipun ada perlawanan) dan otoritas (hak yang sah untuk mengharapkan
kepatuhan). Implikasi fungsionalis versus Marxis dalam pendekatan Ralf
Dahrendorf melihat kontrol pemilikan faktor produksi dari struktur otoritas,
artinya proses koordinasi yang dilakukan antara pemilik produksi dengan
struktur otoritas merupakan basis fungsional. Bukan legitimasi konsensus
menurut Parsons otoritas itu ada di organisasi sosial (sukarela yang terpaksa),
melainkan perbedaan kepentingan-kepentingan yang saling konflik melekat
kepada mereka (menggunakan otoritas yang sah) kepada mereka (tunduk
kepadanya) (Doyle P, Johnson.1986 : 184).
Berbeda dari Struktural-Fungsional menekankan nilai, norma, moral,
konsensus sebagai dasar integrasi. Penganut konflik menganggap bahwa
perebutan kepentingan-kepentingan membuat masyarakat tetap tidak berada
pada posisi tidak keseimbangan. Hasil dari kepentingan-kepentingan
berkonflik menghasilkan perubahan sosial, bukan kesadaran kelas seperti kata
Marx (Doyle P, Johnson.1986 : 184).
Kepentingan-kepentingan saling konflik berada di struktur otoritas,
bersifat obyektif; kepentingan kelas berkuasa mempertahankan otoritas,
sedangkan kepentingan kelas bawah menentang dominasi otoritas kelas
berkuasa. Oleh karena itu, menghasilkan kepentingan laten (kepentingan
11
otoritas) dan kepentingan manifest (disadari individu). Relasi otoritas tidak
dapat dimanipulasi, karena pemegang saham, dan pemilik otoritas (manajer)
tidak ada kehendak hati pribadi; berbentuk tindakan korupsi. Tetapi manajer
bisa merevisi kepentingan pemegang saham jika dapat merugikan perusahaan
(Doyle P, Johnson.1986 : 186)..
Kepentingan laten adalah kepentingan yang ditentukan oleh struktur
otoritas, dijalankan oleh mereka memiliki otoritas yang sah (jabatan),
misalnya upaya dapat mengontrol tenaga kerja. Namun, bisa saja orang yang
menjalankan otoritas itu dapat merevisi kepentingan yang ditentukan oleh
struktur. Kepentingan manifest ini yang melahirkan kelompok kepentingan,
karena mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan, serta anggota yang
jelas dan selalu berada disuper ordinat (George, Ritzer. 2004 : 156).
Pada akhirnya, memunculkan kelompok kepentingan yang berkonflik.
Kondisi kepemimpinan, ideologi, kebebasan politik yang minimal, dan
komunikasi internal adalah prasyarat pembentukan kelompok kepentingan
yang berkonflik (Doyle P, Johnson.1986 : 186).
Setelah itu Ralf Dahrendorf menggunakan konsep intensitas dan
kekerasan konflik; intensitas: pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari
pihak-pihak yang berkonflik, sedangkan kekerasan: alat yang digunakan oleh
pihak untuk mengejar kepentingannya (Doyle P, Johnson.1986). Intensitas
tinggi jika terdapat homogenitas tinggi, sehingga mengejar kepentingan
sumber daya yang terbatas, ini bisa dikurangi jika heterogenitas pembagian
kerja tinggi dan kompetisi persaingan yang sehat. Mengatur konflik dan
12
kekerasan bisa melalui pemimpin, jadi bagaimana pemimpin yang diktator
tidak membolehkan non-status quo mengancam status quo, misalnya dengan
tidak adanya demonstrasi (Doyle P, Johnson.1986 : 187)..
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan Kualitatif
disebut sebagai metode yang naturalistik yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme karena dilakukan pada kondisi alamiah, peneliti
ditempatkan sebagai instrumen kunci. Hubungan peneliti dengan yang
diteliti bersifat interaktif dengan sumber data agar memperoleh makna
(Sugiyono. 2009 : 8-10).
Studi kasus secara umum merupakan strategi yang cocok bila
pokok pertanyaaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why,
peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-
peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak
pada fenomena kontemporer di dalam kehidupan nyata. Selain itu, studi
kasus dibagi menjadi tiga tipe yaitu: studi kasus eksplanatoris
(menjelaskan), eksploratoris (penyelidikan), dan deskriptif (Yin, K,
Robert. 2004 : 1).
13
Diantara ketiganya, penelitian ini menggunakan tipe deskriptif,
yaitu menjelaskan apa latar belakang serikat pekerja sampai
mendemonstrasi pihak perusahaan
2. Teknik Penentuan Informan
Penelitian ini menggunakan rancangan sampel nonprobabilitas
atau yang disebut rancangan sampel non-random, yaitu rancangan
pengambilan sampel yang tidak menggunakan teknik random dan tidak
didasarkan hukum probabilitas. Kemudian peneliti menggunakan teknik
penentuan informan dengan metode purposif yaitu penentuan informan
yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, penetapan informan tersebut
didasarkan dengan pertimbangan tertentu tergantung perihal terkait yang
ingin diteliti (Faisal, Sanapiah. 2010 : 67).
Kriteria informan yang ditetapkan oleh peneliti yaitu, anggota
Serikat Pekerja Pelindo II dan pekerja PT Pelindo II yang tidak tergabung
dengan serikat pekerja. Alasan peneliti menetapkan krtieria informan
tersebut dilatarbelakangi oleh kesulitan peneliti untuk mendapatkan
informasi dari perusahaan. Kriteria ini ditetapkan atas dasar
kesinambungan pertanyaan penelitian dengan jawaban yang ingin
dicapai. Kategori managemen perusahaan ditentukan sebagai informasi
utama atas dasar kebijakan yang di keluarkan oleh Direksi PT Pelindo II ,
kategori anggota ditentukan karena sebagai pelaku atau eksekutor
gerakan, kategori masyarakat umum sebagai bentuk konfirmasi atau
pandangan umum serta efektivitas program.
14
3. Tekhnik Pengumpulan data
a. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
wawancara dilakukan secara langsung. Dengan tujuan untuk mencari
informasi yang dibutuhkan dengan lebih mendalam. Percakapan itu
dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan, dan diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Tri, Iin dan Ardi Tristiadi.
2004 : 63).
Wawancara penelitian lapangan berlangsung dalam cara tidak
terstruktur, mendalam, pertanyaan terbuka, informal dan lama.
Melibatkan satu orang atau lebih yang hadir di lapangan dan
melakukan wawancara dalam pelbagai arah (Fontana dan Frey 1994
dalam Neuman 2013: 494).
Wawancara dilakukan dari 10 Oktober 2016 – 25 November
2016, lamanya proses wawancara karena harus menyesuaikan
dengan penetuan waktu para informan dan menggali lebih mendalam
terkait topik.
15
Tabel 1.F.1 Rasionalisasi Informan
Posisi Tugas Rasionalisasi Informan
(1) (2) (3)
Ketua SPPI Penanggung Jawab serta
utusan lembaga untuk
menjalankan program
kerjasama dengan lembaga
lain.
Mengetahui pola komunikasi
dan permasalahan yang terjadi
antara SPPI dengan
Perusahaan
Sekjen SPPI Mengurus segala
persuratan dan juga
notulensi ketika menjadi
utusan organisasi ke
lembaga lain
Mempunyai cacatan lengkap
segal administrasi SPPI dan
mengetahui segala urusan
organisasi
Anggota SPPI Menjalankan roda
pengorganisasian sesuai
porsi yang di tugaskan
Mengetahui dampak dari pola
komunikasi dan kebijakan
yang di hasilkan perusahaan
dan SPPI
5 Pegawai Pelindo Menjalankan tugas yang
diberika oleh pihak
perusahaan sesuai porsi.
Mengetahui hubungan pola
komunikasi dan relasi yang
terjadi antara perusahaan dan
SPPI
b. Observasi
Observasi yang di maksud dalam penelitian ini ialah, dimana
melihat realitas ketika peneliti berada dalam lingkungan ruang
penelitian guna mencatat fenomena yang muncul dan
16
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut
(Tri, Iin dan Ardi Tristiadi. 2004:1).
4. Informan Penelitian
Informan penelitian mencakup tiga orang managemen
perusahaan, tiga orang anggota serikat pekerja, tiga orang masyarakat PT
PELINDO II dan juga satu atau dua orang dari Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) yang secara keseluruhan berjumlah 10 orang.
Tabel 1.F.2 Klasifikasi Informan
Kategori Nama Lama
Bekerja
Jenis
Kelamin Jabatan
(1) (2) (3) (4) (5)
Staff
SPPI
NH 29 Laki-Laki
- Ketua SPPI 2 Periode 2005– 2008
- Sekjend DPP SPPI periode 2008-
2012
DN 20 Laki-Laki Sekjend SPPI periode 2015 - 2018
PE 29 Laki-Laki Anggota Biasa
KO 31 Laki-Laki Ketua SPPI 2 Periode 2008 – 2012
AP 25 Laki-Laki Anggota Biasa
Pegawai
Pelindo
HB 15 Laki-Laki Pegawai Biasa
KU 10 Laki-Laki Pegawai Biasa
DR 19 Laki-Laki Pegawai Biasa
SM 20 Laki-Laki Pegawai Biasa
AL 6 Laki-Laki Pegawai Biasa
17
G. Sistematika Penulisan
Penelitian dalam bentuk skripsi ini akan ditulis dalam empat bab,
masing-masing bab akan memaparkan informasi sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, pada bab ini akan memaparkan tentang pernyataan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan serta manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
Bab II Gambaran Umum PT Pelindo II sebagai subjek penelitian.
Bab III Merupakan hasil dari wawancara serta analisis penelitian.
Bab IV Penutup dan kesimpulan, bab ini merupakan bab terakhir dalam
penulisan yang merupakan rangkuman dari data-data yang
diperoleh dalam pelaksanaan penelitian, dalam bentuk kesimpulan
dan saran.
Daftar Pustaka, halaman ini berisi pustaka yang diacu dalam penulisan
skripsi. Pustaka yang diacu harus dipastikan berasal dari sumber yang
terpercaya, misalnya buku teks, jurnal ilmiah, prosiding, laporan
teknis/penelitian, majalah ilmiah, dan dokumen.
18
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. PT Pelabuhan Indonesia II
1. Sejarah PT Pelabuhan Indonesia II
Sejarah PT Pelabuhan Indonesia II mulai dari keputusan
Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1960 untuk mendirikan
Pelabuhan I ke Pelabuhan VIII sebagai pihak pengelola untuk pelabuhan
laut di seluruh Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
19/1960 pada manajemen pelabuhan umum yang dilakukan oleh Badan
Pengelolaan Pelabuhan (BPP). (www.Indonesiaport.co.id/ diunduh pada
26 September 2016)
Pada tahun 1964, Pemerintah mulai dengan restrukturisasi
manajemen pelabuhan umum dengan memisahkan aspek operasional dan
komersial dalam pengelolaan pelabuhan. BPP, yang terdiri dari PN
(Perusahaan Negara) Pelabuhan I ke Pelabuhan VIII, bertanggung jawab
atas pengelolaan aspek komersial sementara Administrator Pelabuhan
(Adpel) dilakukan koordinasi aspek operasional.
Pada 1969-1983, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18/1969,
BPP dikelola masing-masing pelabuhan. BPP sendiri menggantikan PN
bahwa Otoritas Pelabuhan dibubarkan. Pada tahun 1983, Pemerintah
mengubah status BPP menjadi Perusahaan Umum (Perum). Di bawah
status ini, BPP hanya berhasil port publik untuk tujuan bisnis.
19
Pengelolaan pelabuhan umum yang tidak dirancang untuk tujuan
bisnis secara langsung dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 15/1983 juncto PP Nomor 5 tanggal 5
Februari 1985, Perum Pelabuhan digabung dan dibagi menjadi empat
bidang operasional, di bawah nama Perum Pelabuhan I hingga IV.
Keempat perusahaan akan menjadi BUMN di bawah pengawasan
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Selanjutnya, bentuk hukum dari Perum diubah menjadi Perseroan
Terbatas (PT) berdasarkan Peraturan Pemerintah no.57/1991, yang
sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia yang
mengakibatkan berubah nama menjadi PT Pelabuhan Indonesia II,
sebagai Akta Notaris No. 3 tanggal 1 Desember 1992, dan diubah oleh
Akta Notaris No. 4 tanggal 5 Mei 1998, baik notaris di bawah Notaris
Imas Fatimah, SH, Notaris di Jakarta, dan disahkan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-17612-
HT.01.01.TH.98 tanggal 6 Oktober 1998 Perubahan terakhir Anggaran
Dasar Perseroan dibuat berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham Nomor 2 dari Notaris Agus Sudiono Kuntjoro, SH, tanggal 15
Agustus 2008 jo.
Undang-Undang Nomor 3 tanggal 30 Juli 2009. Perubahan
tersebut ke Anggaran Dasar telah memperoleh persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-
20
80894.AH.01.02.2008 tanggal November 2008. legal standing 3 untuk
pembentukan perusahaan sebagai perusahaan milik negara yang
mengelola bisnis pelabuhan adalah UU no. 19/2003 tentang BUMN, UU
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Pelayaran No 17
tahun 2008, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009.
Pada tanggal 22 Februari 2012 PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) juga dikenal sebagai PT Pelindo II telah meluncurkan identitas
baru dan tranformed untuk menjadi Pelabuhan Indonesia Corporation
atau IPC. Sebuah penyedia terkemuka jasa pelabuhan di Indonesia yang
lebih efisien dan modern dalam berbagai aspek operasinya guna
mencapai tujuan menjadi operator pelabuhan kelas dunia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam warna oranye di logo baru
adalah semangat perubahan, kekuatan, optimisme, dan kebanggaan setiap
karyawan, untuk bekerja sama untuk berdiri di garis depan dalam
mencapai tujuan organisasi. sisi biru logo menggambarkan kesiapan
memasuki era baru yang dinamis dan fleksibilitas setiap komponen
dalam perusahaan dihadapi banyak tantangan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan, sebagai operator pelabuhan kelas dunia.
IPC baru mewakili semangat kami, transformasi serta harapan
kami untuk awal baru untuk mencapai masa depan yang lebih cerah.
Untuk mencapai tujuan kami, kami percaya pada perubahan konstan dan
perbaikan, penuh humor dan energi, agresif namun ramah, memberikan
semangat unik untuk Indonesia. Ini juga merupakan simbol kebanggaan
21
dalam organisasi bagi setiap orang untuk berdiri di belakang karena kami
membawa perusahaan ke depan.
2. Perkembangan PT Pelabuhan Indonesia II
Merujuk pada UU No 7 Tahun 2008, pelabuhan memiliki tiga
fungsi dalam perdagangan, yaitu sebagai mata rantai transportasi, sebagai
entitas industri, dan pintu gerbang negara. Sebagai mata rantai
transportasi, pelabuhan laut merupakan salah satu titik dari pertemuan
dan perpindahan barang atau orang dari moda transportasi darat ke moda
transportasi laut, atau sebaliknya.
Barang yang diangkut dengan kapal laut akan dibongkar dan
dipindahkan ke angkutan darat seperti truk atau kereta api. Oleh karena
itu, akses jalan mobil, rel kereta api, jalur dari dan ke bandar udara sangat
penting bagi pelabuhan. Selain itu, sarana pendukung seperti perahu kecil
dan tongkang akan sangat membantu kelancaran aktivitas pelabuhan.
Sebagai entitas industri, pelabuhan merupakan jenis industri
tersendiri. Aktivitas ekspor-impor di pelabuhan, menjadikan pelabuhan
sebagai tempat berbisnis berbagai jenis usaha seperti perbankan,
transportasi, perusahaan leasing peralatan bongkar muat, termasuk bea-
cukai.
Sebagai pintu gerbang atau gapura, pelabuhan berfungsi sebagai
pintu masuk kesuatu negara. Warga dan barang dari negara lain yang
memiliki pertalian ekonomi masuk ke suatu negara melalui pelabuhan.
Oleh karena itu, citra suatu negara juga ditentukan oleh kondisi
22
pelabuhan lautnya. Kebersihan dan pelayanan di pelabuhan
mencerminkan kondisi negara bersangkutan.
Terutama sebagai mata rantai transportasi,pelabuhan berkaitan
langsung dengan pertumbuhan ekonomi. Pelabuhan-pelabuhan yang
beroperasi secara efisien akan menurunkan biaya logistik. Pada
gilirannya penurunan biaya logistik akan mendorong pertumbuhan
ekonomi karena biaya transportasi mengalami penurunan dan produk
bisa dijual lebih murah.
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sebenarnya memiliki posisi
yang menguntungkan. Kapal-kapal yang datang dari Samudera Hindia
dengan tujuan Asia Timur Jauh akan melintasi wilayah perairan
Indonesia melalui Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat
Timor. Sebagian besar kapal tersebut akan melalui Selat Malaka dan
Selat Sunda karena jaraknya yang paling dekat.
Sedangkan yang melalui tidak terlalu banyak dan umumnya
adalah kapal-kapal berukuran besar seperti super tanker. Kondisi tersebut
jelas akan sangat menguntungkan Tanjung Priok dan Belawan,
sedangkan Tanjung Perak lebih berfungsi sebagai pelabuhan distribusi
untuk kawasan timur Indonesia.
PT Pelabuhan Indonesia II (IPC) lahir sebagai tindak lanjut UU
No 21 tahun 1992 mengenai Badan Usaha Pelabuhan. PT Pelindo II
merupakan salah satu BUMN di sektor perhubungan yang bergerak
dalam bidang pengelolaan dan pengusahaan pelabuhan umum. Wilayah
23
operasi perusahaan mencakup 10 provinsi untuk mengelola 12
pelabuhan.
Pada tahun 2008 Pemerintah mengeluarkan UU No.17/2008
tentang Pelayaran yang mengamanatkan agar PT Pelindo (I-IV) fokus
sebagai operator pelabuhan. Sebelumnya, PT Pelindo berperan ganda
sebagai operator sekaligus regulator. Peran operator adalah menjalankan
jasa kepelabuhanan, seperti menyediakan sarana dan prasarana serta
peralatan mekanik pelabuhan, dan melaksanakan seluruh kegiatan bisnis
kepelabuhan berkaitan dengan layanan kapal, layanan barang, dan
layanan penumpang.
Pelabuhan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Salah satu contohnya yaitu dengan adanya proyek
pendulum nusantara yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) sebagai wujud dukungan program Pemerintah yang tercantum
dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) untuk dapat mempercepat realisasi perluasan
pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran di kalangan
masyarakat Indonesia.
Proyek pendulum nusantara merupakan jalur yang
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan strategis di Indonesia dari timur
ke barat. Pelabuhan-pelabuhan tersebut akan ditingkatkan baik fasilitas
maupun infrastrukturnya untuk dapat melayani kapal dengan ukuran
24
relatif besar sehingga dapat menurunkan biaya logistik nasional dan
mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia.
Latar Belakang. Pada tahun 1967, negara-negara di kawasan Asia
Tenggara menjalin aliansi ekonomi dan perdagangan disebut
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN untuk
memajukan agenda mereka untuk pertumbuhan ekonomi, kemajuan
sosial dan pembangunan budaya. Pendiri anggota-bangsa adalah:
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Sejak itu,
ASEAN telah memainkan peran penting dalam masyarakat internasional
dan telah mengajukan kepentingan ASEAN.
Bergerak ke arah yang sama, dari kerjasama paralel dibentuk pada
dekade berikut untuk membangun fondasi dasar yang kuat bagi kerja
sama regional antara otoritas pelabuhan di daerah. Meskipun disibukkan
dengan isu-isu yang lebih darurat yang melibatkan hal-hal pelabuhan,
ASEAN Port Authorities Association (APAA) dikandung untuk
menyediakan tempat bagi para pejabat pelabuhan yang bersangkutan
untuk bertemu dan berbagi pengalaman yang dapat menyebabkan
menemukan solusi untuk masalah daerah diidentifikasi dan muncul isu-
isu yang mempengaruhi pelabuhan sektor.
Inspirasi membangun aliansi otoritas pelabuhan di ASEAN itu
menetas selama festival olahraga yang diselenggarakan di Sabah pada
tahun 1974. Setelah serangkaian pertemuan terkait penyusunan kerangka
dan mekanisme kerjasama regional, ASEAN Port Authorities
25
Association (APAA) dan sekarang berubah menjadi ASEAN Ports
Asosiasi (APA). Ini merupakan gagasan dari Tuan. R. Geotina dari
Filipina dan J. E. Habibie dari Indonesia.
APA awalnya dibayangkan sebagai sebuah organisasi yang bisa
memberikan forum yang tepat untuk pencapaian tujuan yang luas berikut:
pertukaran informasi, harmonisasi praktek-praktek perdagangan, dan
promosi / fasilitasi perdagangan antara port ASEAN. Selama pertemuan
penting, para anggota resmi menyetujui Kerangka Acuan Asosiasi yang
berlandaskan tujuan dan prinsipnya.
Pembentukan Asosiasi mewakili kehendak kolektif dari anggota-
port untuk menjalin persahabatan, memperluas dukungan dan kerjasama
untuk mempromosikan kepentingan pelabuhan.Anggota pendiri APAA
terdiri dari Instansi Pemerintah di negara-negara ASEAN yang
diselenggarakan dan berfungsi baik sebagai badan hukum atau sebagai
biro.
Keanggotaan asosiasi saat ini terdiri dari anggota biasa dan
asosiasi kolektif diakui sebagai anggota oleh Asosiasi. anggota biasa
adalah mereka otoritas pelabuhan nasional dan / atau port negara dengan
kepentingan mayoritas penahan Pemerintah. Port Corporatized atau
diprivatisasi terdiri dari anggota asosiasi. Anggota ini menentukan
program kerja dan prioritas, anggaran tahunan dan urusan lainnya dari
Asosiasi; memilih Ketua dan Wakil Ketua; dan, menghadiri pertemuan
26
khusus untuk membahas hal usulan, rekomendasi atau laporan dari
Panitia Kerja atau Panitia Teknis.
Untuk meningkatkan kekuatan kolektif, keanggotaan Asosiasi
diperluas dengan masuk pelabuhan di Brunei Darussalam pada tahun
1984, Vietnam pada tahun 1996 dan Myanmar pada tahun 2005.
Undangan telah diperpanjang ke Laos untuk bergabung APA sebagai
anggota.
Organisasi APA terdiri dari badan organik berikut, masing-
masing memiliki area tertentu dari tanggung jawab: Komite Utama,
Komite Kerja, Komite Teknis dan Komite Olahraga. Komite Utama
menjadikan bimbingan dan pengawasan atas urusan APA dan
merumuskan kebijakan dan keputusan tentang isu-isu penting yang
menyangkut hal itu. Panja berfungsi sebagai lengan teknis Komite
Utama. Penyusunan / evaluasi semua masalah diambil selama pertemuan
Komite Main berasal dari itu.
Komite Teknis bukanlah badan permanen dan didirikan untuk
tujuan melakukan tugas-tugas khusus. Hal ini dibubarkan setelah
selesainya tugas yang diberikan untuk yang diciptakan. Komite Olahraga,
untuk sebagian, diselenggarakan untuk mengawasi perencanaan dan
pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
bertemu olahraga yang digunakan untuk menjadi event dua tahunan
Asosiasi.
27
Tujuan prinsip adalah untuk mengembangkan dan membina
hubungan baik dan kerja sama di antara semua port dan pelabuhan di
dunia dengan membuktikan forum untuk bertukar pendapat dan berbagi
pengalaman tentang tren terbaru dari manajemen pelabuhan dan operasi.
IAPH berusaha untuk menekankan dan mempromosikan kenyataan
bahwa port membentuk link penting dalam transportasi ditularkan
melalui air dan memainkan peran penting seperti dalam ekonomi global
saat ini.
3. Peran dan Kedudukan Perusahaan
IPC menjadi bagian dari tim perwakilan Indonesia yang
tergabung dalam IMO dan aktif di berbagai kegiatan yang diadakan.
Indonesia masuk menjadi anggota C Council, karena termasuk kategori
untuk negara dengan letak dan kepentingan strategis. Anggota dari
kategori C sebanyak 10 negara dan merupakan negara yang memiliki
peran terbesar dalam bidang transportasi maritim dan merepresentasikan
kawasan-kawasan geografis utama di dunia.
4. Manfaat Organisasi
a. Mengetahui perkembangan dan regulasi bidang kemaritiman yang
diberlakukan di dunia
b. Berperan serta dalam merumuskan kebijakan maritim dunia,
khususnya bidang transportasi laut atau navigasi
28
5. Visi dan Nilai PT Pelabuhan Indonesia II
Pelayanan dan kepuasan pelanggan sebagai kata kunci seluruh
aktivitas perusahaan harus menjadi budaya dan etika setiap elemen
perusahaan dalam pelaksanaan tugasnya, sebagaimana yang tercermin
dalam visi dan misi perusahaan
6. Visi Perusahaan
Menjadi Pengelola Pelabuhan Kelas Dunia yang Unggul dalam
Operasional dan Pelayanan.
7. Nilai Perusahaan
Customer Centric "Meet Customer Expectation"
1) Secara proaktif mencari tahu serta memahami kebutuhan
pelanggan untuk memberikan solusi-solusi yang inovatif
2) Membangun hubungan jangka panjang yang baik dengan para
pelanggan
3) Secara konsisten memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas
untuk membantu para pelanggan tumbuh dan berkembang
Integrity "Walk The Talk"
1) Menumbuhkan rasa percaya dengan mengatakan apa yang kita
rasakan serta melakukan apa yang kita ucapkan.
2) Menunjukan sikap profesional dan jujur dalam berinteraksi
dengan pihak internal maupun eksternal.
3) Berperilaku disiplin dan patuh terhadap kode etik bisnis di
dalam melakukan pekerjaan kita sehari-hari.
29
Nationalism "National Pride"
1) Menumbuhkan semangat dan ikut berperan mensukseskan
program Pemerintah dalam pembangunan nasional.
2) Menumbuhkan rasa bangga dan semangat nasionalisme dalam
berkarya.
3) Terus berkembang dan mampu bersaing dengan perusahaan
pengelola pelabuhan kelas dunia.
Team Work "Together We Can"
1) Berkolaborasi dalam tim untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
2) Bekerja bersama-sama menghasilkan ide-ide implementatif
untuk solusi kebutuhan pengguna jasa pelabuhan.
3) Semangat kebersamaan dan menghargai orang lain.
Action "Make It Happen"
1) Berani bermimpi dan berusaha mewujudkannya.
2) Proaktif untuk mencari cara dalam mewujudkan visi perusahaan.
3) Melakukan terobosan-terobosan dan langkah nyata dalam
mendorong perkembangan perusahaan.
8. Karakter Perusahaan
1) Less Bureaucratic : Desicion Making Process
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) memiliki karakter cepat, tepat
dan akurat dalam proses pengambilan keputusan.
30
2) Less Feudalism : Professional Intimacy
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) memiliki karakter yakni
hubungan komunikasi yang dibangun berdasarkan profesionalisme
kerja.
3) More Modern : World Class Company, Technology Based &
Customer Centric
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) memiliki karakter perusahaan
berkelas dunia, yang berbasis IT dan fokus terhadap
kepuasan pelanggan.
4) More Friendly : World Class Services
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) memiliki karakter pelayanan
optimal, berkelas dunia dan memiliki hubungan yang dekat dengan
pelanggan.
31
9. Struktur Organisasi PT Pelabuhan Indonesia II
Gambar II.A.9. Struktur Organisasi PT Pelindo II
32
B. Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia (SPPI) II
1. Sejarah SPPI II
Saat awal privatisasi tahun 1986, SPPI II berdiri berjuang
membela kepentingan pekerja dari kepentingan pemodal. Sementara
anggota menentukan pilihan terbaik untuk bergabung atau tidaknya
dengan SPPI II. Proses pengembangan serikat pekerja berjalan seiring
perubahan mentalitas pekerja BUMN menjadi pekerja non BUMN.
Pada tahun 2000 sampai 2006 SPPI II melakukan langkah
strategis menjalani aliansi dengan federasi dan serikat pekerja lain di
lingkungan pelabuhan diantaranya Indonesia Port Workers Alliance dan
International Transportworkers Federation.
Kemudian ketika 2006 sampai 2009 SPPI II berhasil mewujudkan
program program sejahtera seperti peningkatan penghasilan. Bantuan
kepemilikan ruman, tunjangan Shift, bantuan pendidikan anak dll. Selain
itu SPPI II juga berhasil memberikan Beasiswa kepada karyawannya.
Selain program tabungan investasi bagi pensiunan SPPI II yang
berhasil diperjuangkan. SPPI II juga mendorong kemajuan perusahaan
melalui peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan. Hal ini yang
membawa SPPI II meraih penghargaan terminal petikemas terbaik di
Indonesia pada tahun 2010 dan 2011
33
2. Visi dan Misi SPPI II
VISI
Menjadi serikat pekerja terminal petikemas yang terdepan dalam
menjamin pertumbuhan perusahaan dan kesejahteraan pekerja.
MISI
1) Menjalankan organisasi dengan berorientasi kepada kepentingan
pekerja seluruhnya.
2) Mendorong pertumbuhan perusahaan dan kesejahteraan pekerja yang
seimbang.
3) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan pekerja SPPI II secara
berkelanjutan.
4) Memastikan budaya kerja yang berorientasi kepada kinerja terbaik.
5) Menciptakan iklim inovasi pelayanan terminal petikemas dan
pelabuhan di Indonesia.
34
Gambar II.B.3 Struktur Organisasi SPPI II
3. Struktur Organisasi SPPI II
35
BAB III
KONFLIK INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN
A. Dinamika Relasi Serikat Pekerja dengan Managemen Perusahaan
Konflik hubungan industri bukan masalah baru bagi pengusaha atau
perusahan yang berkembang di seluruh dunia. Indonesia juga mengalami
masalah yang sama, apalagi Indonesia merupakan negara yang menggunakan
sistem padat karya. Guncangan krisis moneter beberapa tahun yang lalu
memperparah keadaan ekonomi Indonesia yang mempengaruhi hubungan
industrial perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.
Konflik hubungan industrial yang di alami sebuah perusahaan bukan
menjadi tolak ukur untuk mengatakan perusahaan itu lemah karena terkadang
konflik membawa dampak atau manfaat bagi perusahaan. Komunikasi yang
kurang baik antara pihak management dengan pekerja menjadi salah satu
penyebab konflik hubungan industrial. Dampak masalah ini adalah unjuk rasa
atau demo karyawan.
Perselisihan industrial adalah perbedaan pendapat atau perselisihan
pengusaha dengan pekerja dan atau serikat pekerja berkaitan dengan syarat
syarat kerja seperti pemenuhan hak-hak pekerja, harapan atau kepentingan
pekerja, dan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat
pekerja di suatu perusahaan (Reza Dahlia 2007:70)
Dinamika relasi industri selalu terjadi dimana ada terdapat dua unsur
yang tidak dapat dipisahkan yaitu pekerja dan perusahaan. Sebelum
melangkah lebih jauh, menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13
tahun 2003 pasal 1 angka 16 hubungan industrial didefinisikan sebagai suatu
36
sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang
atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja dan Pemerintah yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal
yang ingin dicapai agar terjadinya keberlangsungan hubungan yang harmonis
dan saling menguntungkan satu sama lain. Pengusaha tidak akan dapat
menghasilkan atau menjalankan produk atau jasanya ketika tidak didukung
oleh pekerja, begitupun sebalikanya.
Hal yang paling mendasar dalam hubungan industri ini ialah dimana
pengusaha dan pekerja ingin bersama-sama meningkatkan taraf hidup dan
mengembangkan perusahaan. Untuk mencapai tujuan ideal bersama baik dari
pekerja ataupun perusahaan tentunya harus ada kesepahaman bersama.
Maka dari itu pekerja perlu membentuk suatu kelompok untuk
menjembatani harapan-harapan yang ada pada diri pekerja baik secara
kebutuhan, keamanan ataupun ekonomi. Banyak pekerja yang merasa tidak
nyaman dalam bekerja tapi sudah mapan dalam hal ekonomi, dan banyak juga
pekerja yang tidak aman/nyaman dalam bekerja dan juga tidak cukup mapan
dalam hal ekonomi. Atas dasar itulah, kuat motivasi dari pekerja untuk
membuat sebuah kelompok kerja untuk dapat mengakomodir keluh kesah
pekerja secara keseluruhan..
Pekerja tentunya ingin mempunyai rasa aman dalam bekerja,
kesendirian dalam bekerja akan mendorong ketidakamanan. Dengan
mempunyai kelompok pekerja tentunya akan terlibat kedalam kegiatan serta
dapat memberikan pandangan dan dukungan kepada karyawan lain.
37
Keinginan menjadi anggota kelompok menunjukan intensitas
kebutuhan sosial. Maka dari itu pekerja membutuhkan kelompok untuk
mengintegrasikan nilai yang ada pada dirinya dengan nilai yang ada
dilingkungannya. Sehingga pekerja pada nantinya akan memiliki tingkat
prestige yang tinggi di lingkungan.
Komunikasi interpersonallah yang menjadi jembatan baik dari
perusahaan ataupun pekerja. Dimana komunikasi interpersonal ialah interaksi
tatap muka antara dua orang atau beberapa orang, dan pengirim pesan dapat
menyampaikan pesannya secara langsung, sedangkan penerima pesan dapat
menerima pesan secara langsung (Hardjana 2003:85).
Kurang efektifnya komunikasi interpersonal yang terjadi antara
pekerja dan pimpinan perusahaan dilandasi sedikitnya momentum
kebersamaan. Sejauh ini komunikasi interpersonal terjadi hanya dalam rangka
hubungan kerja yang bersifat formal dan itu terjadi dalam kurun waktu
kurang lebih sebulan sekali atau dua kali. Padahal sangat vital komunikasi
interpersonal disini untuk mengurangi adanya kesalahpahaman dari kedua
belah pihak. Seperti yang di uraikan oleh “KO” mantan ketua SPPI 2 tahun
2008 sampai 2012 adalah :
“Jika membicarakan hubungan antara SPPI dengan pihak
management itu rasanya campur aduk. Karena kadang hubungannya
baik kadang tidak baik sih. Baiknya itu ketika pihak perusahaan
mengabulkan apa yang di inginkan oleh pihak SPPI dan tidak
enaknya itu ketika pihak managemnt mengambil keputusan soal bisnis
perusahaan tapi ada sangkut pautnya dengan pelaksanaan bongkar
muatan di pelabuhan, tidak melakukan sharing terlebih dahulu.
38
Karena di kantor kan cuman membuat regulasi dan kesepakatan
kontrak ya mas. Tapi kan pegawainya sebagai pelaksana terkadang
terlalu berat dalam melaksanakan tugasnya. Kalau tidak mengikuti
apa yang di inginkan perusahaan, pegawai pada nantinya akan
terkena teguran. Akan tetapi segala sesuatunya tidak dibicarakan
terlebih dahulu untuk kita cari jalan keluar dan solusi bersama.
Sehingga kan enak pada nantinya gitu loh, perusahaan tidak
dirugikan dan pekerja merasa enjoy dan tidak terlalu berat tugasnya.”
(wawancara “KO”, mantan ketua SPPI 2 di jakarta 11 Januari 2017)
Komunikasi interpersonal yang penulis lihat disini lebih kepada
komunikasi interpersonal secara informal namun masih membicarakan
mengenai pekerjaan. Banyak hubungan berkembang untuk tujuan
mengkordinasikan tindakan penyelesaian tugas dan proyek yang tidak dapat
dikelola sendiri (Ruben, Brent D 1992:328).
Sebenarnya yang di butuhkan pekerja bukan hanya sebatas
komunikasi yang terjadi atas pekerjaan saja. Melainkan komunikasi yang bisa
membangun hubungan baik secara personal antara pimpinan perusahaan
dengan pekerja.
Proses hubungan industri tidak berjalan baik ketika perusahaan tidak
didukung oleh pekerja. Ketika tuntutan pekerja yang dihiraukan atau tidak
didengar oleh pihak perusahaan. Dalam kasus ini, aksi mogok kerja SPPI II
yang tidak di dengar aspirasinya oleh pihak perusahaan seperti yang di
uraikan oleh “NH” mantan ketua SPPI II adalah :
“Hubungan yang di bangun oleh SPPI dan Pelindo itu baik semenjak
berdirinya SPPI sampai 2009 sebelum terjadinya pemeberontakan
39
yang di lakukan oleh SPPI. Pemberontakan dilakukan karena
kesewenang wenangan Dirut yang anggap sudah di luar batas
wajar.” (wawancara “NH”, mantan ketua SPPI di jakarta 21
Desember 2016)
Secara garis besar aksi yang dilakukan oleh SPPI II ini adalah bentuk
eksistensi dari pihak SPPI II kepada pihak perusahaan. Bahwa serikat pekerja
Pelindo ada dan berfungsi. Sekaligus menegaskan bahwa SPPI II berfungsi
sebagai kontrol sosial terhadap perusahaan.
Menurut “NH” sebagai mantan ketua SPPI II hubungan serikat
pekerja dengan perusahaan itu baik semenjak SPPI II berdiri. Dan nampak
tidak harmonis ketika mulai nampak pelanggaran hak normatif pada tahun
2009 ketika di pimpin oleh Dirut pada waktu itu.
Sehingga SPPI II mengambil peran untuk menyamakan persepsi setiap
anggotanya dan juga menarik pertisipasi pekerja PT Pelindo II yang lainnya
untuk bersama-sama menjadikan isu melawan pelanggaran hak normatif yang
dilakukan Direktur Utama menjadi sebuah identitas kolektif bersama.
Dalam usaha menuju tujuan bersama dan membentuk kesadaran untuk
melawan tindakan hak normatif sebagai upaya kontroling, SPPI II
membangun strategi tersebut dengan cara menginternalisasikan identitas
kolektif bersama kedalam diri anggota SPPI II ataupun kepada partisipan
pekerja PT Pelindo II .
Dalam tindakan mematuhi kebiasaan kelompok, dapat dikatakan
orang yang telah menginternalisasikan kebiasaan kelompoknya sehingga ia
mengambil alih sistem kebiasaan termasuk sikap-sikap sosial yang dimiliki
kelompok itu (Gerungan, 2002: 99)
40
Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik itu
adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas
sumber-sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah
ketersediaannya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata (Elly
M. Setiadi 2011:360).
Ketimpangan pembagian ini menimbulkan pihak-pihak tertentu
berjuang untuk mendapatkannya atau menambahinya bagi yang perolehan
aset sosialnya relatif kecil ataupun sedikit. Sama halnya dengan “NH” yang
merasakan adanya kesewenang-wenangan, “DN” selaku Sekjen yang baru
saja dilantik tahun 2015 lalu mengatakan :
“kesewenang-wenangan nya antara lain pertama, masalah pelecehan
kepada karyawan soal ucapan nya itu terkait “50% pegawai Pelindo
sampah. Dan terkait perusahaan menjanjikan mau membayar THR
sebesar dua kali lipat tp belum terealisasi pada waktu itu”
(wawancara “DN”, Sekjen SPPI II di Jakarta, 8 November 2016).
Berdasarkan informasi yang di dapat hasil wawancara dengan “NH”
dan “DN” ialah adanya pelanggaran hak normatif dari pihak perusahaan yang
di maksud disini ialah Pimpinan Perusahaan (Dirut) yang telah melakukan
suatu tindakan yang berada diluar kebiasaan yang ada didalam kolompok,
kelompok disini ialah perusahaan Pelindo.
Seperti yang sudah di uraikan di atas bahwasanya akar dari timbulnya
konflik ialah adanya perebutan atas sumber kepemilikan dan juga adanya
ketimpangan dari pembagian perolehan aset relatif kecil atau sedikit. Aset
yang dimaksud disini ialah materil dan non materil.
41
Mulai dari hal penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan yang
mengatatakan bahwa sebagian besar pegawai Pelindo (50%) sampah sampai
dengan perusahaan yang menjanjikan THR 2x tapi tak terealisasikan. Pada
dasarnya secara sederhana penyebab konflik dibagi menjadi dua :
1. Kemajemukan horizontal artinya struktur masyarakat yang majemuk
secara kultural, seperti SARA. Kemajemukan ini menimbulkan konflik
yang masing-masing unsur kultur tersebut mempunyai karakteristik
sendiri. Sehingga ketika masing-masing unsur tersebut tidak memiliki
konsensus bersama sebagai pegangan dan melakukan interaksi maka
akan terjadi gesekan diantara satu sama lain yang pada nantinya akan
menimbulkan dis-integrasi.
2. Kemajemukan vertikal yang artinya struktur masyarakat yang
terpolarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan dan kekuasaan.
Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik sosial. Singkat kata
distribusi sumber-sumber nilai di dalam masyarakat yang pincang akan
menjadi penyebab utama timbulnya konflik (Elly M. Setiadi 2011:360).
Dapat dikatakan bahwa kasus konflik antara SPPI dengan Pelindo ini
di landasi adanya kemajemukan vertikal yang terlalu dominan. Dimana salah
satu pihak merasa di rugikan. SPPI selaku aktor yang dirugikan yang juga
sebagai kontrol sosial bagi perusahaan tidak tinggal diam begitu saja (Elly M.
Setiadi 2011:361).
Ketika adanya kemajemukan vertikal dalam proses relasi SPPI dengan
Pelindo akan meningkatkan sensitifitas dari masing-masing pihak. Apabila
diusut lebih jauh perselisihan yang ada diantar kedua kubu ini
dilantarbelakangi adanya benturan kepentingan.
42
Benturan kepentingan disini baik dalam segi ekonomi ataupun politik.
Dalam segi benturan ekonomi yang dimaksudkan ialah ketika SPPI menuntut
akan adanya kesejahteraan yang lebih di tingkatkan dari pihak perusahaan
pekerja yang belum direalisasikan dengan baik.
Di sisi lain benturan politik yang ada ialah ketika pihak perusahaan
melakukan pengambilan keputusan yang tentunya menguntungkan pihak
perusahaan tapi tidak berdampak baik kepada pihak pekerja. Langkah politik
yang dilakukan oleh pihak perusahaan tidak berbanding lurus dengan harapan
dari pihak pekerja. Seperti apa yang dikatakan oleh “HB” selaku pegawai
biasa yang tidak tergabung dalam SPPI mengatakan :
“Yang saya ketahui berdasarkan isu yang berkembang di pekerja itu
menyoal kesewenang-wenangan dari pihak perusahaan. Ya ada
beberapa keputusan yang merugikan pegawai. Ya seperti THR
pegawai tidak turun waktu lebaran beberapa waktu lalu.”
(wawancara “HB” di jakarta 16 Januari 2017)
Maka dari itu penting bahwa hubungan kerja antara perusahaan
dengan pihak SPPI dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja yang dibuat
berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam hubungan kerja rentan sekali akan
terjadinya perselisihan antara pengusaha dengan serikat pekerja. Karena pada
dasarnya kedua pihak mempunyai kodrat yang dan kepentingan yang secara
mendasar berbeda.
Secara umum pengusaha menghendaki untuk mengendalikan biaya
produksi termasuk biaya untuk pekerja sesuai dengan kemampuan dan budget
yang dialokasikan. Sementara serikat pekerja menghendaki kenaikan upah
dan perbaikan kesejahteraan pekerja dan keluarganya semaksimal mungkin.
43
Semangat kebersamaan yang di timbulkan oleh pekerja yang
tergabung dengan SPPI ataupun yang tidak tergabung, semata-mata ditujukan
untuk mencapai tujuan bersama. Semangat yang di tunjukan oleh pekerja
akan berdampak positif kepada keberanian yang lebih besar untuk mengambil
sikap dengan segala resikonya. Kemudian akan adanya tekad lebih dari
pekerja untuk berbuat lebih banyak demi kepentingan yang diutarakan secara
bersama akan meningkatkan rasa solidaritas yang semakin besar antar sesama
pekerja.
Tidak hanya pekerja yang melalui proses dinamika yang terjadi dalam
kelompok atau individu. Melainkan pihak perusahaan juga berdinamika
dalam proses setiap pengambilan keputusan. Setelah masing-masing
kelompok telah melakukan proses dinamika masing-masing, maka akan
terjadi juga proses dinamika antara pekerja dengan perusahaan. Yang pada
akhirnya dalam kasus ini dinamika yang terjadi antar pekerja dengan
perusahaan berbuntuk kepada perselisihan lantaran proses komunikasi yang
tidak berjalan baik dan juga kurangnya kontrol yang dilakukan oleh pihak
pekerja.
Dari beberapa rangkuman peneliti dengan semua informan dapat
ditemui bahwa dinamika relasi serikat pekerja Pelindo dengan perusahaan
khususnya management. Merupakan gambaran betapa resahnya pekerja akan
arogansi dari pihak management yang sudah diluar kontrol. Sehingga
hubungan yang awalnya berjalan baik dan mulus jadi tidak berjalan baik lagi,
ketika pimpinan perusahaan menggunakan otoritasnya sampai kedalam ranah
individu diluar posisi struktural perusahaan yang sepatutnya tidak dilakukan.
44
Berikut merupakan matrik wawancara berdasarkan dinamika relasi serikat
pekerja dengan pihak perusahaan.
Penulis melihat adanya deferensiasi kekuasaan yang sangat mencolok
pada pimpinan perusahaan yang dipengaruhi oleh tingkat keahlian yang
dihubungkan dengan kedudukan tertentu makanya terjadi pemecatan terhadap
pegawai. Tingkat kontestasi akan permintaan tenaga kerja terhadap
kedudukan tertentu dapat melatarbelakangi adanya perubahan sikap dari
pihak pimpinan.
Akan ada satu perbedaan yang sangat mendasar dalam karakter
hubungan kekuasaan antara pekerja yang dibandingkan dengan hubungan
kekuasaan diantara para manager di Pelindo, pegawai di Pelindo ataupun di
pihak pimpinan Pelindo tersendiri. Yang menyebabkan dinamika relasi yang
terjadi antara pekerja dengan pihak pimpinan menjadi tidak beraturan dan
tidak terarah (Roderick Martim 1990 :236)
Kontrol pemilikan faktor produksi yang dilakukan SPPI ini dilihat dari
struktur otoritas yang dimiliki pimpinan perusahaan. Ralf Dahrendorf
mengakui pentingnya perbedaan kekuasaan dan otoritas. Keterkaitannya
dengan kasus yang diteliti oleh peneliti ialah kekuasaan yang dimiliki oleh
pimpinan perusahaan ialah sebagai proses koordinasi sebagai basic untuk
menjalin hubungan dengan SPPI sebagai dasar menjalankan perusahaan.
Bukan legitimasi konsensus (otoritas) dari perusahaan kepada pimpinan
perusahaan untuk menggunakan otoritas yang sah kepada mereka yang tidak
memiliki otoritas sehingga tunduk kepada pimpinan perusahaan.
45
TABEL III.A.1
Matriks Berdasarkan Dinamika Relasi SPPI dengan Perusahaan
Nama Dinamika Relasi Serikat Pekerja dengan Perusahaan
(1) (2)
NH - Hubungan yang di bangun oleh SPPI dan Pelindo itu baik mas
semenjak berdirinya SPPI sampai 2009 kemarin, sebelum
terjadinya pemeberontakan yang di lakukan oleh SPPI. Karena
kesewenang wenangan Dirut yang kami anggap sudah di luar batas
wajar
DN - Ya awalnya itu sih relasi yang dibangun itu baik ya mas, tp
kemudian yang saya rasakan itu mulai ada yang tidak beres yang
dilakukan pak Dirut atas tindakannya itu dan kesewenng
wenangan.
PE - Baik ko selama Dirutnya bersikap baik dengan pegawainya
KO - Terkadang komunikasi yang dibangun baik dan kadang buruk.
- Jarang mengadakan diskusi bersama baik pekerja atau perusahaan
sebelum mengambil langkah.
AP - Hubungan yang terjadi antara pekerja dan perusahaan baik masih
dalam batas kewajaran
HB - Menjaga komunikasi dan menunjukan sifat simpati kepada
karyawannya
KU - Menjaga komunikasi baik kepada karyawan
DR - Menjaga komunikasi yang baik kepada pekerja
SM - Bersikap tegas, santai dan serius
AL - Bersikap tegas, santai dan serius
Matriks di atas menunjukan bahwa pola relasi yang ada antara pekerja
dengan pihak perusahaan ada pergeseran yang awalnya berjalan baik menjadi
46
kurang baik seperti halnya yang di utarakan oleh NH, DN, PE, KO. NH dan
DN juga menyebutkan bahwa adanya sikap arogansi yang dilakukan
pimpinan perusahaan yang sebelumnya tidak dilakukannya. Ada sesuatu yang
menjadi pertanyaan sampai saat ini apa yang menyebabkan perubahan sikap
yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan.
Disamping itu pendapat yang berbeda diutarakan oleh HB, KU, DR,
SM dan AL yang beranggapan bahwasanya pihak perusahaan harus
memperbaiki pola komunikasi kemudian juga harus mempertahankan sikap
tegas, santai dan juga serius yang ada pada diri pimpinan perusahaan. Proses
dinamika yang di alami oleh pekerja dan pimpinan perusahaan berjalan baik
demi tercapainya tujuan bersama. Ketika proses dinamika yang terjadi tidak
berlangsung baik maka tidak akan mencapai proses pencapaian tujuan secara
hakiki.
B. Faktor Penyebab Aksi Mogok Kerja
Kekuasaan secara sosiologis dapat diartikan dalam bentuk wewenang
yang formal. Walaupun demikian dalam konteks konflik industri kekuasaan
lebih didefinisikan oleh wewenang legal. Kekuasaan yang legal dapat mampu
menciptakan regulasi kerjasama yang tentunya bisa menentukan keberhasilan
suatu perusahaan. Pada hal ini bisa dilihat bahwasanya bagaimana pada
nantinya akan ada perselisihan didasari adanya kepentingan dan tujuan
masing-masing pemegang kekuasaan.
Dalam kasus ini peneliti melihat bahwasanya konflik industri yang
ada di Pelindo II ini didasarkan oleh adanya wewenang yang absolut kepada
Dirut Pelindo. Atas dasar inilah, Dirut dapat mengambil atau menciptakan
47
suatu regulasi baik bersifat bekerjasama ataupun bersifat peraturan yang
normatif kepada pihak luar ataupun pihak pekerja sendiri.
Kontrol pemilikan faktor produksi ini dilihat dari struktur otoritas dari
suatu masyarakat, bagaimana posisi yang memiliki otoritas menguasai posisi
yang tidak memiliki otoritas. Jadi, pemilikan faktor produksi ini dapat
menggantikan posisi yang memiliki otoritas jika tidak berkompeten, misalnya
mengganti manajer dalam menjalankan bisnis suatu perusahaan tidak hanya
sebatas perusahaan otoritas itu ada di organisasi sosial; seperti birokrasi,
partai politik, gereja, sekolah, organisasi yang bersifat memerintah.
Atas dasar perbedaan antara management dan pekerja yang
dikemukakan disini bersifat konvensional, yang berdasarkan pada konsepsi
Ralf Dahrendorf, yakni perbedaan antara orang-orang yang mampunyai dan
tidak mempunyai otoritas yang secara organisasional secara absah (Roderick
Martin 1990:220). Perbedaan ini jelas sangat kasar karena garis pemisah
antara mereka mempunyai dan yang tidak mempunyai otoritas tersebut sangat
tipis.
Jelas yang seperti diutarakan oleh Ralf Dahrendorf bahwa perbedaan
otoritas disini sangat tipis sekali, bahwasanya posisi yang berkonflik di
Pelindo II ini ialah Dirut dengan pekerja lainnya yang didalamnya terdapat
juga manager kelas menengah yang juga mempunyai otoritas akan divisinya.
Seperti halnya Dirut dengan manager cabang Pelindo II, mempunyai
otoritas yang secara struktural. Keseluruhan distribusi kekuasaan antara
manajemen dan para pekerja dihasilkan dari suatu kombinasi faktor-faktor
pemaksaan, otoritas dan pengaruh yang relatif besar. Akan tetapi sulit
48
memperkirakan bersarnya kekuasaaan yang tercakup dalam pola hubungan
seperti ini, baik secara terpisah ataupun bersama-sama.
Besarnya kekuasaan diukur dengan ruang lingkup, frekuensi, dan
berbagai kemungkinan tindakan yang dilakukan secara sukarela oleh pihak
bawahan. Ini mencakup perbandingan antara tindakan patuh pihak
managemnt maupun para pekerja. Pada umumnya managemen lebih berkuasa
lebih dari pada para pekerja, baik secara individual maupun secara kolektif
mereka mampu mempunyai kekuasaaan yang lebih memaksa dan lebih
berotoritas, meskipin distribusi pengaruh yang ada kurang lebih hampir sama
(Roderick Martin 1990:220).
Kepentingan-kepentingan yang saling berkonflik yang sangat berbeda
dikarenakan perbedaan otoritas yang dimiliki sehingga sangat sulit jika harus
mengukur besarnya kekuasaan atau otoritas yang di pegang oleh seseorang
atau kelompok. Karena ruang lingkup, frekuensi dan juga banyak
kemungkinan yang mempengaruhi. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh
pihak pekerja ketika harus melawan kesewenang wenangan yang dilakukan
oleh pimpinan perusahaan kecuali mereka secara kolektif maupun individual
untuk melakukan aksi mogok kerja.
Harus diakui bahwa mogok kerja merupakan salah satu bentuk dari
konflik industrial yang paling mudah dilihat dan dampaknya dapat langsung
kepada proses produksi atau pendapatan perusahaan. Seperti yang di utarakan
oleh “PE” yang selaku anggota biasa di SPPI :
“Itu sih karena tingkat kekecewaan yang terlalu banyak aja makanya
di lampiasin, soalnya akhir-akhir ini rasa gimana gitu mas kaya yang
49
saya bilang tadi, segala sesuatu sudah sulit untuk di rundingkan”.
(wawancara “PE”, Anggota SPPI di jakarta 30 November 2016)
Seperti yang di utarakan oleh “PE” diatas bahwa mogok kerja
merupakan langka terakhir yang di tempuh ketika pihak pimpinan perusahaan
tidak bisa di ajak berunding lagi oleh pekerja atas rasa kekecewaan yang
tengah dialami mereka secara bersama-sama.
Dapat dibayangkan ketika ratusan ribu pekerja Pelindo II Tanjung
Priok melakukan aksi mogok kerja, berapa banyak kerugian yang akan di
alami oleh perusahan atau pengusaha atau pedagang yang ada di wilayah
Jakarta, Tangerang, Bekasi, Cikarang, Depok, Bogor dan Sukabumi.
Mungkin bukan hanya pengusaha ataupun perusahaan yang
mengalami kerugian akan aksi mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja
Pelindo. Para konsumen juga akan mengalami kesulitan bahan baku konsumsi
dan produksi, karena segala bentuk barang konsumsi dan produksi yang di
butuhkan masyarakat Jabodetabek dan distribusikan melalui jalur laut. Maka
Gambar III.B.1 Gerakan Aksi Depan Kantor Pusat Pelindo
50
dari itu pentingnya para pekerja Pelindo II ini untuk melakukan pekerjaannya
agar sistem perekonomian yang ada di Jabodetabek berjalan dengan baik.
Selain mogok masih ada beberapa tindakan dari pekerja yang
menimbulkan konflik industrial. Konflik industrial itu di manifestasikan
dalam gerakan bersama dan diorganisir, tetapi ada juga yang dilakukan dalam
bentuk spontanitas dan tindakan perseorangan dari pekerja/buruh (Cosmas
Batubara 2002 : 102).
Mogok yaitu proses menghentikan pekerjaan dalam periode waktu
tertentu sebagai bentuk kekecewaan dari proses konflik industri. Adapun
bentuk lain yang diutarakan oleh Stephen J. Deery dan David H. Plowman :
“Antara lain adanya sabotase, boikot, memperlambat produksi, tidak
masuk kerja dan pindah kerja. Di lingkungan rumah sakit misalnya
pekerja tetap melayani pasien akan tetapi menyampaikan laporan
secara lengkap sehingga pihak pimpinan rumah sakit sukar untuk
mendapatkan pengganti biaya yang sudah dikeluarkan. Dilingkungan
angkatutan umum misalnya petugas tidak memungut sewa dari
penumpang, sedangkan di industri penerbangan ada kejadian pilot
pada detik-detik terakhir sebelum jam tinggal landas mengatakan
sakit dan tidak bisa terbang” (Deery dan Polwman 1995 : 152)
Menurut penulis untuk melihat konflik industrial itu dapat meliputi
adanya pemogokan. Karena Deery dan Polwman jelas tidak sependapat
dengan hal itu, karenanya menurutnya banyak cara yang bisa dilakukan selain
cara mogok kerja. Walaupun di suatu perusahaan tidak ada aksi mogok kerja
tidak berarti perusahaan itu tidak ada konflik didalamnya.
51
Terjadinya konflik industri dikarenakan tentunya adanya tuntutan
yang diutarakan kepada pihak perusahaan, misalnya hak untuk mendapatkan
kesejahteraan, hak untuk diajak berunding ataupun hak untuk mendapatkan
perlakuan yang adil. Ketika kita menilik sejarah kebelakang bahwa gerakan
buruh di Indonesia selalu disebut bahwa gerakan buruh yang pertama di
Indonesia adalah serikat pekerja guru Belanda.
Gerakan serikat pekerja pada masa itu dapat dikatakan susah,
walaupun tuntutan mereka tidak di gubris mereka kembali bekerja. Pertama
kali aksi pemogokan kerja terjadi di jaman kolonial, menurut Sentanoe
Kertonegoro pada tahun 1920 para pekerja PFB (Personel Fabrik Bond)
melakukan pemogokan menuntut agar majikannya mengakui keberadan
serikat pekerja (Cosmas Batubara 2002 : 104.
Pekerja pelabuhan di tahun 1922 mogok menuntut di tahun 22 mogok
tersebut menuntut perbaikan nasib. Lantaran terlalu banyaknya serikat pekerja
yang melakukan aksi mogok kerja maka Pemerintah Belanda mengeluarkan
larangan untuk melakukan aksi mogok kerja.
Pentingnya melihat sejarah kapan terjadinya aksi mogok kerja
merupakan gambaran kenapa pekerja ketika tuntutannya tidak di penuhi
melakukan aksi mogok kerja. Karena sejarah awal mulanya yang berhasil
untuk mengabulkan tuntutan pekerja maka aksi mogok kerja itu berlanjut
sampai saat ini. Maka tak heran jika serikat pekerja Pelindo II melakukan aksi
mogok kerja kepada pihak perusahaan didasari adanya perlakuan yang tidak
baik kepada karyawan.
Tidak mudah untuk melakukan aksi mogok kerja oleh serikat pekerja,
karena pada zaman kepemimpinan M. Natsir menjadi Perdana Menteri di
52
tahun 1950, gubernur militer Jawa Tengah mengeluarkan keputusan melarang
mogok kerja di perusahaan. Semenjak itulah Pemerintah membuat
perundang-undangan untuk mengatur cara penyelesaian konflik industrial.
Setelah adanya peraturan yang mengatur tentang aksi mogok kerja,
maka Pemerintah mengambil sikap bahwa sebelum melakukan aksi
pemogokan, harus telah dipenuhi beberapa syarat yang diajukan oleh pihak
Pemerintah yang sampai saat ini masih berlaku dan masih dijalankan. Berikut
berapa syaratnya yaitu : 1. Permintaan untuk berunding telah ditolak oleh
pihak lainnya. 2. Telah dua kali dalam jangka waktu dua minggu tidak
berhasil mengajak pihak lain untuk berunding.
Hal inilah yang menjadi patokan dasar SPPI untuk melakukan aksi
mogok kerja. Seperti yang sudah di utaran “PE” diatas bahwa upaya untuk
mengajak berunding ditolak dan tidak berhasil untuk mengajak pihak tersebut
berunding, yang di maksud disini ialah pihak dari pimpinan perusahaan.
Masalah mogok kerja pekerja selalu menjadi sorotan dari Pemerintah,
baik dalam kepengurusan Presiden Soekarno sampai kepemimpinan Jokowi
saat ini Pemerintah selalu mengeluarkan atau mengamandemen undang
undang menyoal hak mogok pekerja. Tidak lain tidak bukan upaya
perhatiannya Pemerintah terhadap aksi mogok kerja pekerja ialah untuk
menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Seperti halnya yang penulis utarakan sebelumnya bahwa bahaya
ketika serikat pekerja Pelindo melakukan aksi mogok kerja, karana pintu
gerbang distribusi barang barang yang ada di wilayah ibukota ini pasti
melewati jalur dari Tanjung Priok. Apabila Pemerintah tidak memperhatikan
53
apa yang sedang terjadi di Tanjung Priok maka akan lumpuhlah sistem
perekonomian yang ada di ibu kota.
Maka dari itu Pemerintah membentuk tim khusus untuk menangani
masalah Pelindo II dengan SPPI ini. Dengan di bentuknya pansus Pelindo
oleh DPR RI diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.
Karena ketika dibiarkan begitu saja aksi mogok kerja yang dilakukan oleh
SPPI ini akan mengganggu stabilitas nasional. Pemerintah melihat gerakan
yang dilakukan oleh SPPI ini tidak bercanda dan juga mereka terorganisir
sebagai suatu ancaman kepada perusahaan BUMN dan juga Pemerintah.
Tuntutan dari para pekerja ketika melakukan aksi mogok kerja dapat
dikatakan merupakan tuntutan kepentingan buruh bukan melainkan tuntutan
yang normatif. Cosmas Batubara menyebutkan dalam tesisnya bahwa : yang
temasuk kedalam kategori tuntutan normatif meliputi upah minimum, lembur,
cuti haid, cuti hamil, cuti tahunan, jaminan sosial tenaga kerja dan
keselamatan kerja.
Untuk tuntutan diluar normatif digunakan istilah tuntutan kepentingan
yang meliputi kenaikan upah, uang makan, uang transport, kepentingan
keluarga, perbaikan menu makanan, tempat ibadah, pakaian kerja,
perumahan, dan pengobatan (Cosmas Batubara 2002 : 116)
Gambar III.B.2 Banner Tuntutan Serikat Pekerja Pelindo (SPPI II)
54
Merangkum dari apa yang diutarakan Cosmas Batubara merupakan
tuntutan yang lumrah yang pastinya pekerja, serikat pekerja akan melakukan
tuntutan tersebut untuk meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik. Ketika
mengacu kepada Rafl Dahrendorf yang mengatakan ortoritas yang tidak
dianalisis oleh Marx ialah bahwa perubahan sosial dapat dilakukan kaum
buruh dengan bersatu. Bahwa masyarakat yang dianalisis oleh Rafl
Dahrendorf adalah masyarakat post-kapital; memiliki dekomposisi modal
(pemegang saham) mengakibatkan tenaga kerja mempunyai makna berbeda
dari konsep alienasi menurut Marx.
Pada intinya, kelas pekerja ini mempunyai otoritas dalam bentuk gaji;
sehingga bukannya mementingkan untuk revolusi kelas pekerja, melainkan
bergabung dengan serikat pekerja dan lebih fokus pada mobilitas diri sendiri
yang nantinya mengubah statusnya secara struktural. Maka dari itu tuntutan
yang dilakukan oleh SPPI kepada pihak perusahaan tidak lain diantaranya
ialah masalah tuntutan perjanjian kerja bersama, kenaikan upah, kemudian
masalah pemecatan kerja/PHK yang nanti akan dijabarkan satu persatu.
1. Perjanjian Kerja Bersama
Pembentukan serikat pekerja akan besar artinya bagi pekerja
kalau berhasilnya memperjuangkan kesepakatan kerja bersama.
Kesepakatan kerja bersama yang populer dengan KKB membuat hal-hal
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pekerja. Penggantian istilah
kesepakatan menjadi perjanjian itu dikaitkan dengan penekanan arti dari
perjanjian (Cosmas Batubara 2002 :176).
55
Dengan menekankan adanya perundingan, berarti serikat pekerja
diakui keadaannya oleh pihak perusahaan. Dengan adanya PKB tentunya
akan terlihat jelas bahwa hubungan yang terjalin antara SPPI dengan
Pelindo akan kongkrit adanya. Seperti hal yang diutarakan oleh “NH”
bahwa :
“Strategi untuk menjalin relasi yang baik itu tentunya dibuatnya
surat perjanjian kerja bersama (PKB) yang kurang lebih terdiri
dari 10 bab, 50 pasal dan 300 ayat kalo tidak salah mas. Isi dari
PKB ini ya kesepakatan kedua belah pihak tentang hak dan
kewajiban masing-masing pihak” (wawancara dengan “NH” pada
tanggal 21 Desember 2016)
Jelas bahwa sebenarnya dengan adanya PKB hubungan yang
terjalin antara SPPI dengan Pelindo akan berjalan baik. Dimana
menurutnya ada sekitar 10 bab, 50 pasal, dan 300 ayat yang menjelaskan
akan adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.
Untuk pembuatan PKB ada pengaturan prosedur yang harus
dipegang oleh pihak manajemen perusahaan dan pihak serikat pekerja.
Sebagaimana lazimnya perundingan dari dua pihak harus dimulai dengan
langkah persiapan (Cosmas Batubara 2002 : 181).
Dikarenakan membutuhkan persiapan guna untuk mempersiapkan
instrumen yang ada didalam PKB itu untuk dapat memperbaiki standar
kehidupan pekerja secara materil serta meningkatkan posisi sosial dari
serikat pekerja dan untuk melindungi kesejahterannya. IG Metall
Membedakan empat kategori utama mengenai perjanjian kerja bersama
(IG Metall 2008 16) :
56
a. Perjanjian mengenai remunerasi. Hal ini menentukan kenaikan
pembayaran dan harus menyesuaikan upah terhadap biaya hidup
yang meningkat dan menjamin agar pekerja menerima bagian
mereka dari perolehan produktifitas. Di daerah tertentu terdapat tabel
remunerasi standar untuk pekerja kerah biru dan kerah putih.
Kenaikan tersebut umumnya disetujui selama 12 bulan.
b. Perjanjian non-upah. Hal ini terkait dengan masalah seperti jumlah
jam kerja, lamanya hari libur, pemutusan hubungan kerja, tambahan
untuk lembur, kerja malam, dsb. Perjanjian demikian biasanya
berlaku untuk beberapa tahun.
c. Perjanjian pembayaran rangka kerja. Hal ini menentukan bahwa
pekerja kerah biru dan kerah putih diklasifikasikan pada skala upah
dan gaji, prinsip remunerasi seperti kerja potongan (piece), bonus,
dsb. Untuk beberapa daerah perjanjian gabungan pembayaran rangka
kerja telah disetujui untuk pekerja kerah biru dan kerah putih yang
masuk dalam kategori standar. Ini juga, jangka waktu berlaku
beberapa tahun.
d. Perjanjian kerja bersama mengenai masalah khusus. Misalnya
pembayaran bonus hari natal/lebaran, pembayaran suatu dana
tabungan khusus untuk pensiun dini, serta prosedur perembukan atau
konsiliasi diantara para pihak dalam suatu perjanjian bersama.
Dalam hal ini IG Metal membedakan perjanjian kerja bersama
menjadi 4 kriteria. Akan tetapi hal yang terpenting dalam melakukan
PKB yaitu adanya pihak yang terkait pada perjanjian kerja sama ialah
57
serikat pekerja serta pihak majikan atau dalam kasus ini managemen
perusahaan.
Negosiasi perjanjian kerja bersama regional dipimpin oleh
direktur regional. Pada sisi serikat pekerja dilakukan oleh anggota serikat
pekerja yang mewakili organisasi, mereka mewakili institusi masing-
masing untuk melakukan perundingan. Tindakan industri dalam
mendukung kebijakan perjanjian kerja sama tidak selalu mudah untuk
mengikuti permintan pekerja. Ketika perjanjian tidak dapat tercapai
dalam negosiasi, tindakan pemogokan merupakan jalan terakhir. (IG
Metal 2008 : 17).
Upaya untuk melakukan perjanjian kerja sama antara serikat
pekerja dengan perusahaan sudah ada landasan hukum yang dibuat oleh
Pemerintah, sehingga perjanjian yang dilakukan antara serikat pekerja
dan perusahaan sah di mata hukum. Adapun dasar hukum pembuatan
PKB ini did sasarkan kepada Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pasal 115 yang mengatur tentang pembuatan dan
Pendaftaran Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Adapun juga peraturan Kepnaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 Tentang
Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan (PP) serta
Pembuatan Peraturan Kerja Bersama (PKB) (Agus Guntur 2010: 16).
Proses yang dilakukan oleh SPPI dan Managemen Pelindo untuk
melakukan penyusunan PKB tidak mudah, dikarenakan harus
dirundingkan oleh pengusaha dan Pelindo, kemudian PKB harus
mendapat persetujuan sebagian besar pekerja, masa berlaku PKB 2 tahun
58
dengan opsi diperpanjang. Di ajukan kepada Depnaker untuk disetujui
(Agus Guntur 2010: 16)
PKB setidak-tidaknya memuat tentang hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja, tata tertib perusahaan, jangka waktu berlakunya
PKB, tanggal mulai berlaku PKB, serta pengesahan dari kedua belah
pihak (Agus Guntur 2010: 18). Apa yang di utarakan oleh NH bahwa
setidaknya ada 10 bab, 50 pasal dan 300 ayat sudah mencakup semuanya.
SPPI dengan pihak Managemen Pelindo sudah melakukan
perjanjian kerja bersama sejak awal terbentuknya SPPI. SPPI kembali
menuntut PKB dikarenakan sikap arogansi dari Dirut yang berprilaku
tidak sesuai dengan PKB yang sudah disepakati bersama memicu
kemarahan dari SPPI.
Maka dari itu gerakan aksi mogok kerja yang dilakukan pada
waktu yang lalu merupakan tindakan untuk meminta kembali keadilan
serta menuntut Dirut untuk copot jabatan serta membuat kembali PKB
yang baru. Dikarenakan aksi mogok kerja yang dilakukan beberapa
waktu yang lalu SPPI sempat di bekukan dan PKB dihilangkan.
Akan tetapi kondisi saat ini sudah mulai reda kembali dengan
melakukannya pembentukan struktur yang baru serta pengajuan PKB
yang telah di sepakati oleh pihak perusahaan, dalam hal ini Plt Dirut
Pelindo yang baru. Seperti yang di utarakan oleh “NH”
“Yaa Alhamdulilah semuanya berjalan lancar walau setelah aksi
mogok kerja itu SPPI tidak berjalan hampir tiga tahun. Karena
kasus yang belum selesai dan pemimpin SPPI pun juga pensiun
seperti saya ini. Setelah 3 tahun vacum kemudian dibuat
59
kepengurusan yang baru dan kemarin PKB baru juga rampung
dan sudah di setujui oleh Plt Dirut sementara.” (Wawancara
dengan “NH” pada 21 Desember 2016)
2. Kenaikan Upah
Upah merupakan hal yang sangat penting bagi Pemerintah,
pengusaha dan pekerja. Di Indonesia besarnya upah yang diterima oleh
buruh ada yang ditentukan oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan
kemampuan ekonomi negara secara keseluruhan. Ada juga yang
ditentukan oleh kesepakatan buruh dan pengusaha (Cosmas Batubara
2008:123).
Pengusaha sebagai penanam modal berusaha menekan biaya
termasuk upah agar dapat memperoleh keuntungan untuk
mengembalikan modal yang diinvestasikan. Pekerja selalu menuntut
upah tinggi untuk memenuhi keperluannya yang setiap tahun meningkat
(Cosmas Batubara 2008:123).
Dengan latar belakang yang sudah di uraikan di atas, maka dapat
dipahami bahwa apa yang menjadi tuntutan SPPI untuk mendapatkan
kesejahteraan. Masalah upah dapat menjadi salah satu faktor terjadinya
konflik industrial. Bukan hanya serikat pekerja yang bekerja di
perusahaan swasta yang menuntut akan adanya kesejahteraan, serikat
serikat pekerja BUMN pun serupa dengan hal ini.
Maka tak habis fikir bahwa masalah upah ini selalu menjadi
penyebab adanya konflik industrial. Karena besarnya upah dalam
perselisihan perburuhan, sehingga dalam buku terbitan ILO tentang upah
60
yang di terjemahkan oleh Sentanoe Kertonegoro di tulis sebagai berikut
(Kertonegoro 1997:4-5) :
“Oleh karena itu pekerja, pengusaha, dan Pemerintah sangat
berkepentingan dalam memperkecil perselisihan industrial dan
menyelesaikan dengan negosiasi, konsiliasi atau upaya terakhir,
arbitrasi. Namun konflik dapat dihindarkan hanya jika semua
pihak, bersikap wajar dan rasional dalam permintaan, terampil
dalam negosiasi, dan saling bersedia membuat konsesi. Makin
tinggi pemahaman para pekerja dan pimpoinan serta para
pengusaha dan Pemerintah akan maasalah upah, makin besar
kemungkinan memelihara ketentraman industrial yang
bermanfaat bagi semua pihak. Hal ini tidak berarti ketentraman
dengan biaya berapapun. Jika pekerja meminta upah tinggi yang
tidak masuk akal atau pengusaha memaksakan upah rendah yang
tidak wajar dan jika kompromi tidak dapat dicapai, alternatif
utama adalah berjuang untuk menyerahkan perselisihan itu
kepada badan yang tidak berpihak untuk penyelesaian arbitrasi.
Umumnya situasi demikian timbul karena kemauan keras untuk
memaksakan persyaratan pada pihak lain, kurangnya
pengalaman bernegosiasi, atau kurangnya informasi mengenai
faktor-faktor ekonomis, sosial dan sebagainya”
Sebenarnya aturan akan tentang upah sudah ditetapkan di
Indonesia baik upah minumum sampai landasan penetapannya. Tentunya
upah minimum di tentukan berdasarkan daerahnya. Karena tidak semua
daerah mengalami perputaran ekonomi yang cepat.
61
Upah minimum berfungsi untuk menjaga adanya persaingan yang
adil diantara para pengusaha yang sejenis. Di dalam buku terbitan ILO
tentang Penetapan Upah Minimum yang di terjemahkan Sentanoe
Kertonegoro ditulis ada empat peranan dasar dari penetapan upah
minimum, yaitu (Kertonegoro 1997:5) :
a. Memberikan perlindungan bagi sejumlah kecil pekerjaan yang
berpenghasilan rendah yang di anggap rentan dalam pasar kerja.
b. Menjamin pembayaran upah yang dianggap wajar yang tidak
terbatas pada pembayaran upah rendah.
c. Memberikan perlindungan pada struktur upah sehingga, merupakan
“jaring pengaman” terhadap upah yang terlalu rendah.
d. Sebagai instrumen kebijaksanaan makro-ekonomi untuk mencapai
tujuan nasional berupa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, serta
pemerataan penghasilan.
Alasan SPPI menginginkan peningkatan tambahan gaji dari
perusahaan tentunya dikarenakan tingkat kebutuhan ekonomi yang
semakin hari semakin meningkat. Mungkin pekerja beranggapan bahwa
hasil yang dimiliki saat ini masih kurang. Maka dari ini pekerja meminta
tambahan gaji ataupun tunjangan.
Seharusnya ada prosedur yang jelas untuk menghitung upah,
karena sampai pada saat ini tidak ada patokan yang jelas sehingga
benyaknya perbedaan dalam proses penghitungan upah. Bomber Pasaribu
sebagai seorang tokoh buruh menyatakan bahwa perlu dikaji ulang cara
menghitung labour cost. Bomer Pasaribu mengungkapkan dalam Cosmas
Batubara 2008:130 :
62
“Ratio labour cost dan production cost yang dikeluarkan para
pengusaha terlalu jauh, hanya berkisar antara 4% sampai 12%.
Padahal jika labour cost ditingkatkan 4% saja, maka hal itu sama
sekali tidak akan merugikan pengusaha. Dibandingkan dengan
negara-negara berkembang lainnya di asia, kata Bomer labour
cost di Indonesia terhitung paling rendah. Karena, ia mengkritik
perusahaan-perusahaan tertentu yang membiayai promosinya jauh
lebih tinggi dari pada membiayai tenaga kerja.
Seperti yang sudah di ungkapkan diatas bahwasannya masalah
upah dapat memicu adanya konflik industri. Banyak dari pekerja Pelindo
yang bergabung dengan SPPI dengan tujuan untuk meningkatkan taraf
ekonominya. Karena awal mulanya hubungan yang dibangun antara SPPI
dan perusahaan baik jadi banyak yang tertarik bergabung. Seperti yang di
ungkapkan oleh “PE”:
“Tentunya untuk meningkatkan kesejahteraan, kalo gabung
dengan serikat pekerja tentunya akan banyak keuntungan yang
saya dapat ketika saya bekerja baik dengan kantor, karena dari
SPPI akan promosikan saya ke kantor untuk mendapatkan posisi
strategis” (wawancara dengan “PE” pada 30 November 2016)
Akan tetetapi semua berubah seketika ketika pihak pimpinan
perusahaan memainkan perannya terlalu besar. Karena adanya perbedaan
kepentingan antara pimpinan perusahaan dengan pekerja dalam kaitannya
dengan upah pekerja sehingga terjadilah perselisihan tersebut. Maka dari
itu akan timbul kepentingan laten yang di pegang oleh kepentingan
otoritas (pimpinan perusahaan) dan timbul juga kepentingan manifest
63
(kesadaran pekerja). Untuk menyelesaikan perselisihan ini harus ada
komitmen bersama dalam menetapkan upah minimum ataupun tunjangan
yang akan diberikan kepada pekerja.
3. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja atau yang lebih sering disingkat
dengan sebutan “PHK” adalah pengakhiran hubungan kerja suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja dengan pengusaha. Setelah hubungan kerja berakhir, pekerja
tidak lagi mempunyai kewajiban untuk bekerja pada pengusaha dan
pengusaha itu tidak berkewajiban membayar upah kepada pekerja
tersebut. (Maimun 2004 :71)
Pemutusan hubungan kerja sering kali merupakan pilihan yang
tidak dapat dihindari, terlebih di tengah kondisi perekonomian yang
penuh gejolak. Perusahaan yang sebelumnya sehat dapat bangkrut tiba-
tiba, kebangkrutan yang mendadak tidak jarang menimbulkan PHK, atau
juga seorang pekerja yang teramat terampil seringkali berpindah-pindah
perusahaan demi alasan karier atau alasan lainnya, hal ini juga dapat
menyebabkan terjadinya PHK. Atau juga karena tingkah laku yang
dilakukan oleh pekerja bisa juga jadi bahan pertimbangan untuk di PHK.
Pengakhiran hubungan kerja walau dapat dilakukan setiap saat
oleh para pihak yang mengadakan hubungan kerja, biasanya akan
menjadi masalah apabila para pihak yang terkait tidak melakukannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan permasalahannya akan
semakin rumit jika para pihak terkait tersebut tidak mengetahui tata cara
PHK dengan baik dan benar.(Astirini Dwi Wahyuni 2009 : 76)
64
PHK merupakan suatu keputusan yang sangat amat dihindari dari
pekerja, akan tetapi PHK itu terkadang dibutuhkan untuk menyelamatkan
perusahaan dari kebangkrutan. Seperti yang sudah diutarakan di atas
bahwasanya PHK pekerja dapat dilakukan oleh beberapa faktor.
Mungkin dari beberapa faktor itu pula yang menjadi alasan pihak
pimpinan PT Pelindo yang melakukan pemecatan oleh pegawainya. Akan
tetapi di lain sisi pihak serikat pekerja melihat keputusan untuk
memberhentikan pegawai senior PT Pelindo tidak dilandasai oleh
kejelasan yang kuat, apa masalah yang dilakukan oleh pekerja senior
tersebut. Apakah pihak perusahaan mengarahkan pekerja dengan baik
sehingga pekerja bekerja dengan baik. Seperti halnya yang di utarakan
oleh “KO” :
Pihak perusahaan sih sudah melakukan pekerjaannya dengan
baik akan tetapi waktu itu yang menjadi masalah dari pihak
pekerja ialah ketika ada pemecatan terhadap pegawai Pelindo
sebanyak 12 orang baik manager ataupun pegawai biasa.
Pemecatan itu tidak di landasi dengan kejelasan yang kuat.
Dalam artian tidak ada informasi yang pasti apa kesalahan dari
12 orang pegawai di pecat. Maka dari itu kami beserta kawan-
kawan yang lain ingin menunjukan sikap solidaritas dan empati
kepada kawan-kawan kami yang kena PHK. (Wawancara dengan
“KO” pada 11 Januari 2017)
PHK yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada pegawai
senior Pelindo memang sampai saat ini tidak menemui titik temu. Akan
65
tetapi pekerja Pelindo harus sadar diri apa yang dibutuhkan perusahaan
dari pekerjanya. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya PHK.
Dilain sisi “KU” adalah seorang pegawai biasa yang tidak
tergabung dengan SPPI mengatakan bahwasanya masalah pemecatan
yang dilakukan Dirut kepada beberapa karyawan memang tidak ada
kejelasan soal mengapa dilakukan pemecatan. Yang mengetahui masalah
pemecatan hanya dari pihak Dirutnya sendiri (wawancara pada 16 januari
2017).
Maka dari itu apakah proses pemecatan yang dilakukan pihak
Dirut sudah benar karena akan terdapat beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya PHK. Misalnya pekerja mengundurkan diri, meninggal dunia,
memasuki masa pensiun, atau melakukan pelanggaran. Akan tetapi PHK
juga dapat terjadi ketika adanya penggabungan perusahan atau
pengalihan. Biasanya PHK terdapat ketentuan-ketentuan yang
sebelumnya sudah di atur oleh pihak perusahaan.(Purbadi hadjoprajitno
2006:38)
Maka dari itu PHK yang dilakukan oleh pihak pimpinan
perusahaan PT. Pelindo kepada pekerja tidak ada yang mengetahui secara
pastinya. Apakah sudah melalui jalur prosedural atau arogansi dari
pimpinan. Jika secara prosedural sampai saat ini belum ada klarifikasi
yang jelas akan hal ini.
4. Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik pada umumnya terdiri dari dua unsur,
tindakan pencemaran dan obyek tindakan berupa nama baik seseorang.
Kata pencemaran dapat dimaknai sebagai perbuatan/tindakan seseorang
66
terhadap suatu obyek tersebut. Sedangkan nama baik dapat dimaknai
sebagai suatu keadaan yang memiliki seseorang berkaitan dengan
eksistensi seseorang dalam bermasyarakat.
Eksistensi tersebut mencakup harkat dan martabat seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain. Pencemaran terhadap nama baik
seseorang merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan kredibilitas
seseorang menjadi turun dan lain-lain. Perbuatan pencemaran yang
dilakukan terhadap nama baik seseorang selalu didasari oleh niat pelaku
untuk menimbulkan suatu akibat terhadap orang lain, dalam hal ini
reputasi nama baik seseorang atau kelompok. Pencemaran nama baik
oleh KUHP diartikan sebagai serangan yang ditujukan terhadap
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menunduhkan suatu hal
yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.
Pencemaran nama baik berkaitan dengan eksistensi seseorang
dalam masyarakat. Dalam hal ini eksistensi yang di maksud ialah
eksistensi pekerja Pelindo yang telah dicemarkan nama baiknya sehingga
pekerja melakukan aksi mogok kerja dan demonstrasi dikarenakan
pimpinan Perusahaan Pelindo mengatakan bahwa 50% pegawai Pelindo
sampah. Seperti halnya rasa kekecewaan yang di utarakan oleh “NH”
Yang kami tidak terima kaerna pak Dirut mengatakan bahwa “50
% pegawai Pelindo itu sampah” itu beliau utarakan pada saat
rapat dinas loh mas yang diwakili oleh Kepala Cabang seluruh
Indonesia. Ini kan tidak pantas untuk diucapkan oleh seorang
pemimpin.
67
Pencemaran nama baik seperti ini cenderung dilakukan dengan
cara yang konvensional, karena dilakukan dengan cara lisan ketika
sedang melakukan meeting dengan beberapa pimpinan kepala cabang
dari seluruh Indonesia. Perkataan itu dimaksudkan untuk menyerang
kehormatan atau nama baik dan martabat dari pekerja Pelindo sendiri
yang pada nantinya ditujukan untuk disebar kepada orang lain.
Senada dengan NH, banyak dari beberapa informan yang di
wawancarai juga mengerti dan tahu ucapan apa yang telah di utarakan
oleh pimpinan tempat mereka bekerja kepada pegawainya. Sungguh
besar rasa kecewa yang di alamioleh pegawai Pelindo atas apa yang telah
di lakukan oleh pimpinan perusahaan yang notabennya sebagai penutan
dalam beretika dalam proses hubungan industri.
Berikut ini akan di tampilkan matriks yang menunjukan bahwa
faktor penyebab aksi mogok kerja yang dilakukan oleh serikat pekerja
kepada perusahaan dilatarbelakangi oleh beberapa problematika yang
kompleks dari menyoal pemecatan 12 pegawai senior, menuntut
kenaikan gaji, adanya pencemaran nama baik yang dilakukan pimpinan
perusahaan, sampai menuntut menyoal perjanjian kerja bersama antara
SPPI dengan PKB.
Atas dasar itulah pekerja SPPI sebagai organisasi yang menaungi
pekerja Pelindo untuk mengakomodir segala kegelisahan pekerja Pelindo
atas sikap arogansi dan kesewenang-wenangan yang mereka anggap itu
diluar dari batas kewajaran seorang pemimpin.
Peran SPPI disini bertugas sebagai kontrol sosial terhadap
perusahaan agar tidak melakukan hal yang sewenang-wenang. Maka
68
sudah sewajarnya ketika SPPI melakukan bentuk pemberontakan sebagai
langkah mengingatkan secara tegas bahwa apa yang sudah dilakukan
oleh perusahaan itu salah.
III.B.1 Matriks Faktor Penyebab Aksi Mogok kerja
Nama Faktor Penyebab Aksi Mogok Kerja
(1) (2)
NH - Pencemaran nama baik kepada pekerja (50 % pegawai Pelindo
sampah)
- Penyalahgunaan biaya pengembangan Pelindo II termasuk kerjasama
daerah yang membutuhkan dana Rp. 10 triliun
- Keluar dari PKB yang telah di sepakati bersama
DN - Pencemaran nama baik kepada pekerja (50% pegawai Pelindo
sampah)
- Menjanjikan THR 2x tidak terealisasi
PE - Tidak cooperatif kepada pegawai
KO - Tidak ada komunikasi dari pihak perusahaan kepada pegawai terkait
pekerjaan yang akan di lakukan oleh pegawai, sehingga pegawai
merasa keberatan.
- Adanya pemecatan pegawai senior Pelindo yang tidak beralasan,
sehingga aksi simpati dan empati terlaksana
AP - Kebijaka perusahaan sedikit banyak menguntungkan dan sedikit
banyak merugikan pegawai
- Pihak perusahaan yang melanggar PKB yang telah disepakati bersama
HB - Kesewenang wenangan pihak perusahaan dalam hal ini Dirut yang
berada diluar kendali
KU - Kesewenang wenangan dalam hal ini menyoal pemecatan pegawai
Pelindo yang tidak beralasan
DR - Menuntuk kesejahteraan
- Kasus pemecatan pegawai
69
Nama Faktor Penyebab Aksi Mogok Kerja
(1) (2)
- Pencemaran nama baik kepada sebagian besar pegawai Pelindo
SM - Tidak ada bonus
- Pemecatan pegawai yang di anggap arogan
AL - Pemecatan soal ada 12 pegawai senior yang di pecat Dirut tanpa
alasan
- Mengatakan bahwa 50% pegawai Pelindo sampah sampai masalah
- Bonus yang tidak ditambah
SPPI disini mawas diri, aksi yang teleh dilakukan bukan hanya
semata-mata pemberontakan belakang tanpa memberikan solusi. Melalui
struktural tertinggi dalam kepengurusan SPPI. Kirnoto yang pada saat itu
menjabat sebagai ketua SPPI melakukan konferensi pers untuk meminta
kepada Kementerian BUMN yang pada saaat itu Dahlan Iskan untuk ikut
andil dalam mengambil keputusan soal masa depan perselisihan yang
terjadi. Sekaligus menjabarkan solusi yang ditawarkan atau yang di
harapkan kepada PT.Pelindo .
Gambar III.B.3 Konferensi Pers SPPI II
70
Ketika melakukan konferensi pers harapan dan juga solusi yang
di tawarkan ialah tentunya dibuat kembali PKB yang baru karena pihak
perusahaan yang diwakili Dirut melanggar PKB yang sudah dibuat
terlebih dahulu. Untuk memperbaiki hubungan antara pekerja dan
perusahaan ialah merumuskan kembali PKB yang baru sekaligus
mengevaluasi dari PKB yang lama, apakah masih relevan atau tidak.
Seperti yang di utarakan oleh “DN” ia mengharapkan “PKB berjalan
kembali dan tidak ada lagi perilaku yang sewenang wenang”.
Terlepas harapan untuk mengembalikan kembali PKB seperti
semua tentunya tidak akan ada lagi perlakuan yang tidak pantas terhadap
pegawai apalagi sampai melakukan penghinaan ataupun pencemaran
nama baik kepada karyawan. Pekerja selama ini sudah berkelakuan baik.
Akan tetapi yang didapatkan oleh pekerja masih diluar ekspektasi
mereka. maka dari itu untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik
pekerja menginginkan honor yang didapat agar bisa dinaikkan kembali
ataupun seringkali mendapat bonus lebih dari perusahaan.
Harapan untuk mendapatkan perlakuan yang ramah adalah
sesuatu yang sangat amat dirindukan oleh pekerja dari perusahaan.
Kemudian gaya komunikasi juga harus ditingkatkan lagi. Bukan yang
dapat menyatukan mereka, akan tetapi rasa kekeluargaan dan komunikasi
yang bersifat informal sehingga rasa nyaman itu ada dan terbentuk.
Berikut matrik berdasarkan hal yang diharapkan dari setelah terjadinya
aksi mogok kerja SPPI.
71
TABEL III.B.2
Matriks Berdasarkan Hasil Yang Diharapkan Setelah Konflik
Nama Hasil Yang di Harapkan
(1) (2)
NH - Dibuat PKB yang baru sehingga relasi yang dibangun pekerja dan
perusahaan akan kembali sehat
DN - PKB kembali berjalan dan tidak ada lagi perlakuan yang sewenang
wenang dari pihak perusahaan
PE - Adanya perubahan dari pihak perusahaan agar segala sesuatunya
mengacu kepada PKB
KO - Perusahaan lebih peka terhadap pekerjanya
- Perusahaan kembali menjalankan PKB sesuai rule yang ada
AP - Perusahaan benar – benar berpatokan terhadap PKB dalam setiap
proses pengambilan keputusan
HB - Meningkatkan taraf hidup pekerjanya
KU - Menjaga baik komunikasi antara perusahaan dengan pekerja, begitu
juga sebaliknya
DR - Komunikasi semakin baik dan seringnya mendapatkan bonus
pegawainya
SM - Perusahaan bisa lebuh tegas, santai, serius dan lebih banyak kasih
bonus ke pekerjanya
AL - Bonus kerja semakin sering dan banyak
72
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada penelitian tentang konflik industri antara SPPI II
dengan PT Pelindo II dan analisis dengan menggunakan teori Ralf
Dahrendorf tentang teori konflik Ralf Dahrendorf. Peneliti mendapat
kesimpulan bahwa :
Dinamika relasi yang terjalin antara serikat pekerja Pelindo (SPPI II)
dengan pihak managemen PT Pelindo mengalami pergeseran yang cukup
signifikan. Pergeseran yang dimaksud berdasarkan kekuasaan yang
mengakar pada hubungan sosial ekonomi dari sumber kepemilikan
perusahaan dengan pekerja. Dimana adanya pelanggaran yang diluar
kebiasaaan organisasi.
Adanya diferensiasi kekuasaan antara pimpinan perusahaan dengan
pekerja yang didasarkan atas penyalahgunaan otoritas dari pihak
pimpinan perusahaan dengan keputusan yang menyebabkan timbulnya
gerakan aksi mogok kerja. Dengan adanya perbedaan yang kontras antara
unsur domination yang dimiliki pimpinan perusahaan dengan unsur
submission yang terletak pada diri pekerja secara garis besar
Pelanggaran hak normatif yang tidak bisa di tolerir dari apa yang
dilakukan oleh pimpinan perusahaan menimbulkan tuntutan yang
dilakukan oleh SPPI kepada pihak perusahaan dilatarbelakangi masalah
tuntutan perjanjian kerja bersama (PKB), kenaikan upah, pemutusan
hubungan kerja, dan pencemaran nama baik..
73
B. Rekomendasi
Rekomendasi ini didasarkan dari wawancara peneliti dengan beberapa
pekerja PT Pelindo dan hasil pengamatan peneliti selama menjalani proses
penelitian yang mengalami kesulitan mencari informasi dari pihak
perusahaan. Adapun rekomendasi tersebut adalah :
Dalam menjalin hubungan industrial antara perusahaan dengan
pekerja seharusnya lebih banyak waktu yang digunakan untuk mengingatkan
pola komunikasi yang harmonis dengan asas kekeluargaan. Bukan hanya
semata-mata komunikasi berdasarkan pekerjaan yang selama ini terjadi di PT
Pelindo.
Berdasarkan kesulitan dari apa yang peneliti alami ialah agar peneliti
selanjutnya dapat mengambil persepsi dari perusahaan untuk menjelaskan
secara gamblang dari konflik yang terjadi dengan dua mata pisau sudut
pandang baik perusahaan ataupun pekerja sehingga pada nantinya analisa
yang dibangun akan seobyektif mungkin dengan didukung data obyektif dari
kedua belah pihak.
74
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU :
Astrini dwi wahyuni, Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap
Pekerja Yang di Alihdayakan. Jakarta. Universitas Indonesia, fakultas
hukum program pascasarjana, 2009.
Cosmas Batubara, Hubungan Industrial Di Indonesia : Aspek Politik dari
Perubahan Aturan Di tempat Kerja Dekade sembilan puluhan dan Awal
Dua Ribuan, Jakarrta. Universitas Indonesia, Pascasarjana, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, 2002.
Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Gerungan, W. A. DR. DIPL. PSYCH, 2002, Psikologi Sosial, Refika, Jakarta,
2008.
Gibson, James L. Etal. (Penj. Nunuk Adiarni). Organisasi: Perilaku, Struktur, dan
Proses. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
Hardjana, Agus, Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal. Jakarta : Kanisius,
2003.
Hersey, Paul dan Kenneth H. Blanchard (Penj. Agus Dharma), Manajemen
Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Erlangga, 1990.
Latunreng, Wahyudin. Perilaku Organisasi. Depok. IPPSDM-WIN Jakarta, 2008.
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan (Suatu Pengantar), Jakarta, Pradnya Paramita,
2004.
M. Agus Guntur PM Drs. H., MM, Hubungan Industri, STEKPI, Jakarta, 2010.
Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Neuman, Lawrence, Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta: PT Indeks, 2011
Paul Johnson, Doyle.. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia, 1986
75
Purbadi hadjoprajitno, Pemutusan Hubungan Kerja Dari Sudut Pandang
Perusahaan Dalam Rangka Merancang PHK Yang Menguntungkan Semua
Pihak. Jakarta, PPM, 2006.
Ruben, Brent D. 1992. Communication and Human Behavior.3rdEd. Precentice
hall. New Jersey. Dalam Reader. Rejeki Sri Ninik. Komunikasi
Interpersonal, 1992.
Said Iqbal, Gagasan Besar Serikat Buruh, Yogyakarta, Leutikaprio, 2015
Sugiyono 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Suharman. Sosiologi Organisasi. Tanggerang Selatan. Universitas Terbuka, 2013.
Susatyo Yuwono Swasto, Bambang. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Malang : UB Press, 2011
Tri, Iin dan Ardi Tristiadi. Observasi dan Wawancara. Malang: Banyumeda
Publishing, 2004.
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam ILO,
Undang-undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia : Major Labour Laws
of Indonesia, Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta, 2004, hlm. 11-12
Yin, K, Robert.. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004
SUMBER JURNAL :
Ashimi Rashidat Abiodun dan Bernard Oladosu Omisore, Ph.D., “ Organizational
Conflicts: Causes, Effects and Remedies: International Journal of Academic
Research in Economics and Management Sciences, 2014, 1-20
IG Metal. 2008. Serikat Pekerja antara Tradisi dan Masa Modern, Friedrich Ebert
Stiftung (FES), Jakarta
Ria Anggi Winata 2015, “ Gerakan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia
(FSPMI) Dalam Memperjuangkan Penolakan Sistem Outsourcing Di Kota
Surabaya Tahun 2012-2015; Jurnal Politik Muda, Vol. 4, No. 3, Agustus -
Desember 2015, 259 – 267
76
Riza Dahlia, Wiwin Dinar Prastiti, Susatyo Yuwono, Indigenous, Jurnal Ilmiah
Berkala Psikologi Vol. 9, No. 2, November 2007: 69 – 83
SUMBER ONLINE :
Atven Vemanda Putra, Al. Wisnubroto S.H.,M.Hum Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta dalam jurnal http://e-
journal.uajy.ac.id/4921/1/AtvenVemanda%20NPM%20090510007.JURNA
L.pdf di akses pada 12 januari 2017
http://beritatrans.com/2013/12/22/SPPI-karyawan-Pelindo-ii-mogok-senin-besok/
Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2016
www.Indonesiaport.co.id/ diunduh pada 26 September 2016
77
DAFTAR LAMPIRAN
Wawancara Board/staff SPPI
WAWANCARA 1 : Senin, 8 november 2016
1. Nama Anda ?
DN
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Teknik Industri
3. Apa Jabatan Anda di SPPI ?
Sekjend SPPI Pelindo tahun 2015 sampai 2018
4. Faktor apa yang mendorong Anda untuk terlibat atau bergabung
dengan SPPI?
Saya bergabung di SPPI itu sudah dari tahun 1997 tp saya tidak terlalu
aktif, setelah vacum SPPI saya di ajak aktif oleh kawan-kawan dan saya
pun di angkat menjadi sekjend melalui pemilihan secara langsung
5. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Saya bergabung dengan SPPI itu sekitar 20 tahun.
6. Menurut Anda, bagaimana pola relasi antara SPPI dengan Managemen
Pelindo?
Ya awalnya itu sih relasi yang dibangun itu baik ya mas, tp kemudian
yang saya rasakan itu mulai ada yang tidak beres yang dilakukan pak
Dirut atas tindakannya itu dan kesewenag-wenangan.
7. Kesewenang-wenangannya itu macam apa pak ?
Yang saya pahami itu pertama masalah pelecehan kepada karyawan soal
ucapan nya itu terkait “50% pegawai Pelindo sampah. Dan terkait
perusahaan menjanjikan mau membayar THR sebesar dua kali lipat tp
belum terealisasi pada waktu itu
78
8. Apakah setelah itu ada klarifikasi dari Dirut pak ?
Beliau klarifikasi, akan tetapi kan sudah banyak pegawai yang terlanjur
sakit hati dan yang terpenting itu masalah THR itu harus segera di
realisasikan sih mas.
9. Bagaimana cara/strategi yang dilakukan SPPI untuk menjalin relasi
dengan pihak perusahaan ?
Harus ada hitam di atas putih sih, untuk mengatur jalannya perilaku
masing-masing, ya contohnya dengan PKB. Itu kan sebagai landasan
perilaku lah untuk bertindak dimana disitu kan tercatum hak dan
kewajiban masing masing.
10. Seberapa efektifkah menurut anda cara/strategi tersebut ?
Efektif jika terealisasi jika pihak Pelindo dan SPPI juga mengontrol dan
melaksanakannya.
11. Sejauhmana strategi tersebut membantu SPPI dalam mencapai
tujuannya?
Ya membantu sekali dalam proses mewujudkan pegawai adil makmur
dan sejahtera.
12. Bagaimana bisa terjadi aksi mogok kerja pegawai pada beberapa waktu
yang lalu ?
Kalau untuk masalah aksi mogok kerja beberapa waktu lalu saya kurang
paham masalah tekhnisnya ya mas, tp yang saya rasa ini bentuk
kekecewaan dai SPPI atas sikap perusahaan yang mulai undercontrol.
SPPI sebagai organ ekstra yang tugasnya sebagai kontrol sosial
khususnya Pelindo ya harus mengingatkan jika salah. Tp mungkin cara
yang dilakukan dengan cara mediasi tidak berjalan baik makanya
dilakukan aksi mogok kerja ini mas.
13. Target apa yang ingin di capai setelah melakukan aksi mogok kerja ?
Tentunya PKB berjalan dan tidak ada lagi perilaku yang sewenang-
wenang.
79
14. Bagaimana kondisi saat ini menurut bapak ?
Sekarang sih sudah baik ya mas akan tetapi kami masih mencari
sekertariat yang baru sebagai tempat untuk mencurahkan aspirasi,
setelah kejadian itu sekretariat kami di segel perusahaan.
80
WAWANCARA 2 : Rabu, 21 Desember 2016
1. Nama Anda ?
NH
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Ekonomi
3. Apa Jabatan Anda di SPPI ?
Tahun 2005 dipilih sebagai Ketua SPPI 2 di Kantor Pusat Pelindo II
sampai tahun 2008 kemudian pada tahun 2008 sampai 2012 terpilih
sebagai Sekjend DPP SPPI
4. Faktor apa yang mendorong Anda untuk terlibat atau bergabung
dengan SPPI?
Saya bergabung dengan SPPI sejak awal berdirinya SPPI di Pelindo II
tahun 1986. Terbentuknya SPPI pun bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawai Pelindo, maka dari itu saya bergabung ke SPPI
tentunya ingin meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik, dengan
adanya wadah serikat pekerja yang bisa sharing bersama tentunya dapat
memecahkan segala problematika yang pada nantinya akan di hadapi
bersama. Toh kita tidak akan tau mas, apa yang akan terjadi esok hari.
Maka dari ketika kita sudah punya wadah atau tempat tentunya kita akan
lebih inovatif dalam menyelesaikan permasalahan ataupun
menyelesaikan tugas kantor.
5. Sudah berapa lama Anda bertugas/menjadi staf ?
Saya bergabung dengan SPPI itu sekitar 29 tahun sudah mas.
6. Menurut Anda, bagaimana pola relasi antara SPPI dengan Managemen
Pelindo?
Hubungan yang di bangun oleh SPPI dan Pelindo itu baik mas semenjak
berdirinya SPPI sampai 2009 kemarin, sebelum terjadinya
pemberontakan yang di lakukan oleh SPPI. Karena kesewenang-
wenangan Dirut yang kami anggap sudah di luar batas wajar.
81
7. Kesewenang-wenangannya itu macam apa pak ?
Yang kami tidak terima karena pak Dirut mengatakan bahwa “50 %
pegawai Pelindo itu sampah” itu beliau utarakan pada saat Rapat Dinas
loh mas yang di wakili oleh Kepala Cabang Seluruh Indonesia. Ini kan
tidak pantas untuk di ucapkan oleh seorang pemimpin. Sudah itu banyak
kebijakan Dirut yang di nilai tidak efektif, dan sangat memberatkan
BUMN itu ke depan. Misalnya, untuk biaya pengembangan Pelindo II
termasuk kerjasama daerah yang membutuhkan dana Rp. 10 triliun.
Maka dana ini akan diupayakan melalui peminjaman. Dana pinjaman itu
juga akan digunakan untuk reformasi pengembangan SDM, yakni 26
manajer senior dan asisten manajer akan disekolahkan ke luar Negeri
untuk jenjang S2. Bahkan, ada di antaranya yang di sekolahkan oleh
perusahaan. Bahkan pak Dirut juga mau menyekolahkan lima karyawan
Direktorat Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Tidak jelas
apa maksudnya, yang jelas ini pemborosan melalui dana pinjaman.
8. Apakah setelah itu ada klarifikasi dari Dirut pak ?
Beliau klarifikasi sih mas, akan tetapi kan sudah banyak pegawai yang
terlanjur sakit hati sama ucapannya itu.
9. Bagaimana cara/strategi yang dilakukan SPPI untuk menjalin relasi
dengan pihak perusahaan ?
Strategi untuk menjalin relasi yang baik itu tentunya dibuatnya surat
perjanjian kerja bersama PKB yang kurang lebih terdiri dari 10 bab, 50
pasal dan 300 ayat kalo tidak salah mas. Isi dari PKB ini ya kesepakatan
kedua belah pihak tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak.
10. Seberapa efektifkah menurut anda cara/strategi tersebut ?
Cara ini cukup ampuh ya mas, ya selama pekerja tidak di rugikan oleh
perusahaan dan perusahaan tidak dirugikan oleh pegawainya.
Logikanya simpel mas, ketika pekerja senang bekerja di sebuah institusi
tentunya pekerja itu akan bekerja sungguh-sungguh, ketika pekerja
bekerja dengan sungguh-sungguh tentunya perusahaan akan
mendapatkan integritas yang tinggi dari costumernya. Selama siklus ini
82
terjaga maka pola relasi yang dibangun oleh SPPI dan Pelindo akan
terjaga rapih mas.
11. Sejauhmana strategi tersebut membantu SPPI dalam mencapai
tujuannya?
Yaa Alhamdulillah, anggota kami tidak mengalami kesulitan soal
perekonomian, ya paling tidak kehidupan keluarganya tercukupi. Itu
sudah mencapi tujuan SPPI untuk mensejahterakan pegawainya.
12. Bagaimana bisa terjadi aksi mogok kerja pegwai pada beberapa waktu
yang lalu ?
Aksi mogok kerja itu bermula ketika pak Dirut keluar dari rule yang ada,
dimana banyak kesewenang-wenangan dalam mengambil keputusan.
Pokoknya pak Dirut sebagai pimpinan tidak mengikuti PKB yang sudah
disetujui bersama. Karena kami selalu diam atas selama ini yang terjadi.
Maka kami ingin memberikan pelajaran kepada pak Dirut bahwa kami
disini bukan sebagai babu pelabuhan. Yang dengan gampangnya untuk
di pelakukan sewenang-wenang. Bayangkan mas. Pelabuhan itu tempat
dimana barang Ibukota khususnya Jabodetabek masuk untuk di
sebarluaskan. Kalau pegawai mogok kerja, tentunya perekonomian yang
ada di Jabodetabek akan terguncang. Ini juga di karenakan oleh pak
Dirut sendiri yang memulainya.
13. Target apa yang ingin di capai setelah melakukan aksi mogok kerja ?
Tentunya kami ingin pak Dirut diganti pada waktu itu, kemudian dibuat
kembali PKB yang baru sehingga relasi yang dibangun oleh pekerja dan
perusahaan akan kembali sehat
14. Bagaimana kondisi saat ini menurut bapak ?
Yaa Alhamdulillah semuanya berjalan lancar walau setelah aksi mogok
kerja itu SPPI tidak berjalan hampir tiga tahun. Karena kasus yang
belum selesai dan pemimpin SPPI pun juga pensiun seperti saya ini.
Setelah 3 tahun vacum kemudian dibuat kepengurusan yang baru dan
kemarin PKB baru juga rampung dan sudah di setujui oleh Plt. Dirut
sementara.
83
WAWANCARA 3: Rabu, 30 November 2016
1. Nama Anda ?
PE
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Teknik Sipil
3. Apa Jabatan Anda di SPPI ?
Anggota biasa
4. Faktor apa yang mendorong Anda untuk terlibat atau bergabung
dengan SPPI?
Bergabung di SPPI sejak tahun 1988 dan saya cukup aktif di organisasi
SPPI dan banyak berkontribusilah. Tentunya untuk meningkatkan
kesejahteraan, kalo gabung dengan serikat pekerja tentunya akan banyak
keuntungan yang saya dapat ketika saya bekerja baik dengan kantor,
karena dari SPPI akan promosikan saya ke kantor untuk mendapatkan
posisi strategis.
5. Sudah berapa lama Anda bertugas/menjadi staf ?
Saya bergabung dengan SPPI itu sekitar 29 tahun.
6. Menurut Anda, bagaimana pola relasi antara SPPI dengan Managemen
Pelindo?
Baik ko selama Dirutnya bersikap baik dengan pegawainya
7. Apa selama ini tidak baik pak ?
Ya baik, cuman kan baru pas jaman Dirut Lino ini bermasalah,
sebelumnya kami tidak ada masalah segala sesuatu enak untuk di
perbincangkan tapi kalo sekarang ini rada susah gitu, entah kenapa deh
tuh.
8. Bagaimana cara/strategi yang dilakukan SPPI untuk menjalin relasi
dengan pihak perusahaan ?
84
Harus ada semacam MoU gitu sih mas, kalo kami bilangnya PKB nah
dalam PKB itu yang menentukan hak dan kewajiban masing-masing
pihak
9. Seberapa efektifkah menurut anda cara/ strategi tersebut ?
Efektif ko mas, selama masing-masing pihak mempunyai integritas yang
tinggi.
10. Sejauhmana strategi tersebut membantu SPPI dalam mencapai
tujuannya?
Membantu sekali tentunya, apalagi masalah kesejahteraan pegawai, dari
yang dapat beasiswa, jaminan kesehatan keluarga di jamin, tunjangan
dapur, kemudian THR kadang double dan lain-lain lah pokoknya.
11. Bagaimana bisa terjadi aksi mogok kerja pegwai pada beberapa waktu
yang lalu ?
Itu sih karena tingkat kekecewaan yang terlalu banyak aja makanya di
lampiasin, soalnya akhir-akhir ini rada gimana gitu mas kaya yang saya
bilang tadi, segala sesuatu sudah sulit untuk di rundingkan
12. Target apa yang ingin di capai setelah melakukan aksi mogok kerja ?
Mungkin perubahan sikap dari pihak perusahaan kali ya, agar segala
sesuatu bisa di rundingkan dengan mengacu kepada PKB itu mas.
13. Bagaimana kondisi saat ini menurut bapak ?
Kondisi saat ini ya baik-baik aja sih mas, apalagi setelah aksi mogok
kerja itu SPPI sempat vakum sih selama tiga tahun. Naah yang saya
tekankan ke teman-teman segara buat kepengurusan yang baru dan
susun ulang PKB dan itu sudah dilakukan oleh kawan-kawan sehingga
berjalan dengan baik.
85
WAWANCARA 5 : Rabu, 11 Januari 2017
1. Nama Anda ?
KO
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Management
3. Apa Jabatan Anda di SPPI ?
Ketua SPPI 2008 sampai 2012
4. Faktor apa yang mendorong Anda untuk terlibat atau bergabung
dengan SPPI?
Alasan saya bergabung dengan SPPI tentunya untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan. Karena pada awalnya saya tidak tahu bagaimana prospek
ketika saya bekerja di Pelindo. Saya bergabung di Pelindo semenjak
SPPI terbentuk. Tujuannya ya tentunya untuk bisa mencari rekan yang
bisa merasakan apa yang dirasakan bersama, dalam arti kata punya
rasa sama salam sepenanggungan.
5. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Saya bergabung dengan SPPI itu sekitar 31 tahun.
6. Menurut Anda, bagaimana pola relasi antara SPPI dengan Managemen
Pelindo?
Jika membicarakan hubungan antara SPPI dengan pihak management
itu rasanya campur aduk. Karena kadang hubungannya baik kadang
tidak baik sih. Baiknya itu ketika pihak perusahaan mengabulkan apa
yang diinginkan oleh pihak SPPI dan tidak enaknya itu ketika pihak
managemnt mengambil keputusan soal bisnis perusahaan tapi ada
sangkut pautnya dengan pelaksanaan bongkar muat di pelabuhan tidak
melakukan sharing terlebih dahulu. Karena di kantor kan cuman
membuat regulasi dan kesepakatan kontrak ya mas. Tapi kan
pegawainya sebagai pelaksana terkadang terlalu berat dalam
melaksanakan tugasnya. Kalau tidak mengikuti apa yang di inginkan
perusahaan, pegawai pada nantinya akan terkena teguran. Akan tetapi
86
segala sesuatunya tidak dibicarakan terlebih dahulu untuk kita cari jalan
keluar dan solusi bersama. Sehingga kan enak pada nantinya gitu loh,
perusahaan tidak dirugikan dan pekerja merasa enjoy dan tidak terlalu
berat tugasnya.
7. Kemudian, apakah dari pihak perusahaan sudah memperlakukan
pekerjanya sebaik mungkin ? soalnya waktu kemarin itu kan sempet ada
kegaduhan tuh sampai ada aksi mogoka kerja ?
Pihak perusahaan sih sudah melakukan pekerjaannya dengan baik akan
tetapi waktu itu yang menjadi masalah dari pihak pekerja ialah ketika
ada pemecatan terhadap pegawai Pelindo sebanyak 12 orang baik
manager ataupun pegawai biasa. Pemecatan itu tidak di landasi dengan
kejelasan yang kuat. Dalam artian tidak ada informasi yang pasti apa
kesalahan dari 12 orang pegawai di pecat. Maka dari itu kami beserta
kawan-kawan yang lain ingin menunjukan sikap solidaritas dan empati
kepada kawan-kawan kami yang kena PHK.
8. Apakah akan ada kejadian seperti ini lagi ? bagai mana cara SPPI untuk
mengantisipasi agar kejadian ini tidak terjadi kembali ?
Saya harap sih tidak ada lagi kejadian seperti ini lagi. Jika kami ditanya
strateginya seperti apa ya kami tentunya ingin ada suatu kesepakatan
bersama untuk mengatur hak dan kewajiban kami ataupun pihak
perusahaan. Cara yang kami lakukan dengan cara mengajukan
perjanjian kerja bersama atau disebut PKB. Di dalam PKB itu banyak
poin yang sudah di susun oleh teman-teman SPPI yang di ajukan ke
pimpinan Pelindo.
9. Seberapa efektifkah menurut anda cara/ strategi tersebut ?
Efektif atau tidaknya kami belum tau yang jela itu salah satu upaya kami
untuk membuat regulasi menjadi terarah dan teratur tentunya.
10. Sejauhmana PKB membantu SPPI dalam mencapai tujuannya?
Di katakan membantu tentunya iya, karena dengan adanya PKB kami
merasa punya jaminan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
anggota kami.
87
11. Target apa yang ingin di capai setelah melakukan aksi mogok kerja
kemarin ?
Targetnya perusahaan lebih peka lagi terhadap kebutuhan dan harapan
dari pegawainya, dengan cara apa, tentunya dengan menjalankan PKB
yang sudah di sepakati bersama
12. Bagaimana kondisi saat ini menurut bapak ?
Kondisi saat ini yang saya lihat ialah kawan-kawan sudah merasa
nyaman kembali dan tidak tahu akan sewaktu-waktu di PHK ketika
mereka tidak melanggar rules yang sudah di tentukan.
88
WAWANCARA 7 : pada 16 januari 2017
1. Nama Anda ?
AP
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Hukum
3. Apa Jabatan Anda di SPPI ?
Anggota biasa
4. Faktor apa yang mendorong Anda untuk terlibat atau bergabung
dengan SPPI?
Alasan saya bergabung dengan SPPI tentunya untuk memakmurkan dan
mensejahterakan keluarga saya. Karena dengan saya bergabung dengan
SPPI, saya rasa banyak orang juga yang mempunyai keinginan untuk
bisa memakmurkan kehidupannya dengan bergabung dengan SPPI.
Ketika keinginan dan harapan menjadi satu akan ada upaya bersama
untuk mewujudkannya.
5. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Saya bergabung dengan SPPI itu sekitar 25 tahun sudah mas.
6. Menurut Anda, bagaimana pola relasi antara SPPI dengan Managemen
Pelindo?
Saya rasa hubungan diantara pekerja dan perusahaan baik-baik saja.
Soalnya banyak dari keputusan perusahaan yang berpihak pada
pekerjanya akan tetapi tidak sedikit juga keputusan yang tidak memihak
kepada pekerja. Akan tetapi menurut saya itu masih dalam suatu batas
hal yang wajar.
7. Kemudian apa yang di derukan oleh pekerja ketika aksi mogok kerja
ketika bapak bilang keputusan perusahaan masih dalam batas wajar ?
Yang saya tau sejauh ini sih aksi mogok kerja kemarin itu terkait
pemecatan oleh pihak perusahaan terhadap beberapa pekerja yang
katanya itu mencederai PKB. Akan tetapi saya tidak tau lebih jauh
karena saya tidak ikut aksinya
89
8. Akan tetapi bapak sadar kan bahwa ada aksi mogok kerja itu ?
Saya sadar mas ada aksi mogok kerja. Cuman saya malas untuk ikut-
ikutan, capek soalnya aksi panas panasan gitu.
9. Lantas menurut bapak ketika aksi itu dilaksanakan apa saja
tuntutannya ?
Tentunya meminta kejelasan soal pemecatan itu, setelah itu masalah gaji
dan lain-lain lah mas
10. Memangnya tidak ada yang mengatur soal hak dan kewajiban pegawai
pak ?
Sebenernya itu ada mas, namanya itu PKB, disitu diatur semua soal hak
dan kewajiban pegawainya
11. Apakah efektif PKB mengatur soal sistem kerja pekerja ?
Sejauh ini sih cukup efektif, ini sih yang saya rasakan tapi tidak tau soal
kawan-kawan yang lainnya
12. Sejauhmana PKB membantu SPPI dalam mencapai tujuannya?
Seperti yang saya bilang sejauh ini sangat membantu dalam hal
kesejahteraan
13. Target apa yang ingin di capai setelah melakukan aksi mogok kerja ?
Mungkin harapannya dari pihak perusahaan bisa benar-benar
berpatokan pada PKB dalam setiap proses pengambilan kebijakan.
14. Bagaimana kondisi saat ini menurut bapak ?
Kondisi saat ini baik sedia kala, aksi mogok itu tidak terbawa terlalu
lama ko, setelah Direksi mengabulkkan permohonannya pegawai juga
kembali biasa saja.
90
WAWANCARA BOARD/STAFF PELINDO
WAWANCARA 4 : Rabu, 30 November 2016
1. Nama Anda ?
AL
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Sistem Informatika
3. Apa Jabatan Anda di Pelindo ?
Pegawai biasa
4. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Sekitar 6 tahun
5. Apa yang anda ketahui tentang perusahaan ?
Perusahaan BUMN, jasa
6. Menurut Anda, bagaimana upaya perusahaan untuk menjaga integritas
dan loyalitas dari pekerja?
Bersikap tegas, santai tapi serius
7. Apakah upaya yang di lakukan oleh perusahaan sudah efektif ?
Ya efektif, ada akalanya kita merasa tertekan ada kalanya kita enjoy
menjalani poekerjaaan.
8. Apa harapanya untuk jangka panjang ?
Semakin banyak proyek yang ada, sehingga bonus nambah terus
9. Apakah pernah ada konflik antara pegawai dengan pihak managemen
atau kebijakan perusahaan ?
Sempat ada bonus ko waktu itu
10. Konflik apa memangnya pak ?
Itu terkait keputusan pa Dirut yang memecat pegawai
11. Bagaimana cara/strategi perusahaan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut ?
91
Melakukan berunding dengan pihak pekerja mencari titik temu untuk
segera di selesaikan, tapi pada nyatanya tidak ada titik temu.
12. Siapa yang aktor yang menjadi penengah dalam proses mediasi
tersebut?
Aktornya tentu saja dari pihak pekerja yang menuntut
13. Apa yang bapak tahu soal permasalahan itu ?
Pemecatan pekerja, pencemaran nama baik, masalah bonus, dan kasus
muara baru
14. Itu kasus soal apa pak ?
Pemecatan soal ada 12 pegawai senior yang di pecat Dirut tanpa alasan,
kemudian mengatakan bahwa 50% pegawai Pelindo sampah sampai
masalah bonus yang tidak ditambah.
92
WAWANCARA 6 : Rabu, 11 Januari 2017
1. Nama Anda ?
KU
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Hukum
3. Apa Jabatan Anda di Pelindo ?
Pegawai biasa
4. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Sekitar 10 tahun
5. Apa yang anda ketahui tentang perusahaan ?
Pelindo bergerak dalam bidang jasa bongkar muat. Sebagai operator
yang mengatur masuknya kapal-kapal besar untuk transit mengirim
barang untuk di salurkan ke Jabodetabek
6. Menurut Anda, bagaimana upaya perusahaan untuk menjaga integritas
dan loyalitas dari pekerja?
Tentunya menjaga baik komunikasi antara pekerja dengan perusahaan.
Seringnnya memberikan tunjangan terlebih kepada pekerja yang rajin
dan ulet.
7. Apakah upaya yang di lakukan oleh perusahaan sudah efektif ?
Sangat efektif, karena pekerja melakukan pekerjaannya jadi semakin
termotivasi sehingga loyalitas pekerja jadi bertambah berkali-kali lipat.
8. Apa harapanya untuk jangka panjang ?
Tentunya dapat konsisten dengan keadaan yang ada. Tentunya
tingkatkan lagi bonus bonusnya.
9. Apakah pernah ada konflik antara pegawai dengan pihak managemen
atau kebijakan perusahaan ?
Waktu kemarin sih sempat cekcok antara pekerja dengan perusahaan.
93
10. Cekcok bagaimana maksudnya ?
Masalah pemecatan yang dilakukan pa Dirut kepada beberapa
karyawan. Memang tidak ada kejelasan soal mengapa di lakukan
pemecatan. Yang mengetahui masalah pemecatan hanya dari pihak
Dirutnya sendiri.
11. Bagaimana cara/strategi perusahaan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut ?
Setau saya sih ada beberapa kali pertemuan dari pihak pekerja dengan
perusahaan, untuk membicarakan masalah yang ada
12. Siapa yang aktor yang menjadi penengah dalam proses mediasi
tersebut?
Tentunya dari pihak pegawai meminta untuk pa Dirut menemui para
peserta aksi untuk melakukan perundingan
13. Apa yang bapak tahu soal permasalahan itu ?
Permasalahan yang di angkat pada waktu aksi menyoal kesewenang-
wenangan dari pihak Dirut.
14. Contohnya seperti apa ?
Mungkin masalah pemecatan kemudian ada beberapa lagi akan tetapi
saya lupa apa aja waktu itu permasalahannya.
94
WAWANCARA 8 : Senin, 16 Januari 2017
1. Nama Anda ?
HB
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
D3 Teknik Informatika
3. Apa Jabatan Anda di Pelindo ?
Pegawai biasa
4. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Sekitar 15 tahun
5. Apa yang anda ketahui tentang perusahaan ?
Pelindo perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang jasa bongkar
muat. Sebagai salah satu pelabuhan terbesar Pelindo mempunyai
integritas tinggi baik ke kunsumen ataupun pekerjanya.
6. Menurut Anda, bagaimana upaya perusahaan untuk menjaga integritas
dan loyalitas dari pekerja?
Semaksimal mungkin untuk tetap menjaga komunikasi dan juga
memperhatikan apa yang sedang dihadapi oleh pekerja, dalam artian
perusahaan berusaha peka terhadap pegawainya melalui bidang SDM
dan HRD-nya.
7. Apakah upaya yang di lakukan oleh perusahaan sudah efektif ?
Sejauh ini yang di upayakan oleh perusahaan melalui SDM dan HRD
pun juga cukup efektif. Dikarenakan banyak sisi positif yang makin hari
makin banyak di rasakan oleh pegawai.
8. Apa harapanya untuk jangka panjang ?
Harapannya tentunya makin lama semakin meningkatkan taraf hidup
pegaawainya sih. Karena semakin hari biaya hidup semakin tinggi.
9. Apakah pernah ada konflik antara pegawai dengan pihak managemen
atau kebijakan perusahaan ?
95
Iya, beberapa waktu lau ada konflik antara serikat pekerja dengan pihak
Dirut.
10. Bagaimana cara/strategi perusahaan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut ?
Yang saya dengar mereka melakukan mediasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada, akan tetapi tidak kunjung usai sih, soalnya
sampai beberapa waktu lalu masih saja ada aksi demo dari pekerja.
11. Siapa yang aktor yang menjadi penengah dalam proses mediasi
tersebut?
Yang saya tahu iu awalnya dari pihak perusahaan, akan tetapi tidak
menumui titik temu yang baik sampai pada akhirnya masalah ini
berlarut-larut sehingga dari pihak Pemerintah ini kaya membuat tim
untuk menyelesaikan kasus ini sih, itu yang saya dengan dan saya baca
dari media.
12. Apa yang bapak tahu soal permasalahan itu ?
Yang saya ketahui berdasarkan isu yang berkembang di pekerja itu
menyoal kesewenang-wenangan dari pihak perusahaan sih katanya.
Cuman saya tidak paham yang di maksud itu yang sebelah mana.
13. Apa anda merasakan adanya kesewenang wenangan dari pihak
perusahaan ?
Ya ada beberapa keputusan yang merugikan pegawai
14. Contonya seperti apa ?
Ya seperti THR pegawai tidak turun waktu lebaran beberapa waktu lalu.
15. Apakah ada lagi selain itu ?
Saya rasa sih tidak ada ya mas.
96
WAWANCARA 9 : Rabu, 18 Januari 2017
1. Nama Anda ?
DR
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
D3 Teknik
3. Apa Jabatan Anda di Pelindo ?
Pegawai biasa
4. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Sekitar 19 tahun
5. Apa yang anda ketahui tentang perusahaan ?
BUMN, bergerak dibidang jasa
6. Menurut Anda, bagaimana upaya perusahaan untuk menjaga integritas
dan loyalitas dari pekerja?
Komunikasi yang baik ke pekerja, semakin sering memberikan bonus ke
pekerja
7. Apakah upaya yang di lakukan oleh perusahaan sudah efektif ?
Efektif gak efektif sih, tergantung dari pekerja yang menyikapinya juga
ya.
8. Apa harapanya untuk jangka panjang ?
Semakin makmur lah tentunya.
9. Apakah pernah ada konflik antara pegawai dengan pihak managemen
atau kebijakan perusahaan ?
Iya waktu itu ada.
10. Konflik apa memangnya pak ?
Konflik internal masalah menuntut kesejahteraan, masalah pemecatan
pa Dirut waktu dia menjabat.
97
11. Bagaimana cara/strategi perusahaan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut ?
Melakukan mediasi antara pekerja dan perusahan, walaupun waktu itu
belum selesai makanya ada aksi mogok kerja
12. Siapa yang aktor yang menjadi penengah dalam proses mediasi
tersebut?
Dari pihak perusahaan sendiri. Atas tuntutan pekerja tentunya.
13. Apa yang bapak tahu soal permasalahan itu ?
Ya tentu saya tahu orang saya ikut aksi mogok kerja ko.
Permasalahannya itu pa Dirut mencemarkan nama baik pekerja “ia
mengatakan 50 % pegawai Pelindo sampah, kemudian masalah
pemecatan pegawai dan adanya kemungkinan korupsi dari pa Dirut soal
kasus Muara Baru.
14. Itu kasus soal apa pak ?
Muara Baru itu terminal yang baru saja di resmikan, dan itu kasusnya
soal proyek Muara Baru cuman saya tidak paham kelanjutannya seperti
apa.
98
WAWANCARA 10 : Rabu, 18 Januari 2017
1. Nama Anda ?
SM
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
S1 Ekonomi
3. Apa Jabatan Anda di Pelindo ?
Pegawai biasa
4. Sudah berapa lama Anda bertugas/ menjadi staf ?
Sekitar 20 tahun
5. Apa yang anda ketahui tentang perusahaan ?
Perusahaan BUMN, yang bergerak dalam bidang jasa di Pelabuhan
Tanjung Priok
6. Menurut Anda, bagaimana upaya perusahaan untuk menjaga integritas
dan loyalitas dari pekerja?
Bersikap tegas, santai tapi serius
7. Apakah upaya yang di lakukan oleh perusahaan sudah efektif ?
Ya efektif, ada kalanya kita merasa tertekan ada kalanya kita enjoy
menjalani pekerjaaan.
8. Apa harapanya untuk jangka panjang ?
Semakin banyak proyek yang ada, sehingga bonus nambah terus
9. Apakah pernah ada konflik antara pegawai dengan pihak managemen
atau kebijakan perusahaan ?
Sempat tidak ada bonus ko waktu itu
10. Konflik apa memangnya pak ?
Itu terkait keputusan pa Dirut yang memecat pegawai
11. Bagaimana cara/strategi perusahaan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut ?
99
Melakukan berunding dengan pihak pekerja mencari titik temu untuk
segera di selesaikan, tapi pada nyatanya tidak ada titik temu.
12. Siapa yang aktor yang menjadi penengah dalam proses mediasi
tersebut?
Aktornya tentu saja dari pihak pekerja yang menuntut
13. Apa yang bapak tahu soal permasalahan itu ?
Pemecatan pekerja, pencemaran nama baik, masalah bonus, dan kasus
Muara Baru.
14. Itu kasus soal apa pak ?
Pemecatan soal ada 12 pegawai senior yang di pecat Dirut tanpa alasan,
kemudian mengatakan bahwa 50% pegawai Pelindo sampah sampai
masalah bonus yang tidak ditambah,