Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KOMPOS SAMPAH DAN KAPUR SEBAGAI PENGHAMBAT KELARUTAN NIKEL(Ni) DAN KOBALT(Co) DALAM TANAH
(suatu kajian pustaka)
HETTY JUNETY PARENGGOH31106215
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
KOMPOS SAMPAH DAN KAPUR SEBAGAI PENGHAMBATKELARUTAN NIKEL(Ni) DAN KOBALT(Co) DALAM TANAH
Skripsi diajukan sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh :
HETTY JUNETY PARENGGOH31106215
MAKASSAR
2010SKRIPSI
KOMPOS SAMPAH DAN KAPUR SEBAGAI PENGHAMBAT KELARUTAN NIKEL(Ni) DAN KOBALT(Co) DALAM TANAH
Disusun dan diajukan oleh HETTY JUNETY PARENGGO
H31106215
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pertama
Drs.Rudi Arifin, M.Sc Indah Raya, M.Si, Ph.DNIP.194608191977021001 NIP.196411251990022001
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghiburku
(Mazmur 23:4)Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku bersyukur
kepada-Nya ( Mazmur 28: 7).
Kupersembahkan karya ini kepada Ayahanda Lambe‘ Lempang, Ibunda Yohana S.(almh) dan saudara-saudaraku, seluruh jajaran keluargaku tercinta
serta orang yang kusayangi yang telah memberikan bantuan moril dan materil.PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Mahakuasa di dalam Tuhan kita
Yesus Kristus yang telah memberikan kesempatan, kekuatan, mencurahkan
rahmat, dan karunia ilmu pada umat-Nya. Kebesaran dan Keagungan-Nya
semakin tampak dengan terselesainya aktifitas kecil ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat sidang sarjana strata 1
program studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
yang tulus kepada Drs.Rudi Arifin, M.Sc selaku pembimbing utama dan Ibu
Indah Raya, M.Si., Ph.D selaku pembimbing pertama yang telah membimbing
dan memberikan pengarahan dengan sabar kepada penulis dari awal penulisan
hingga selesainya skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Prof.Dr.H.Abd. Wahid Wahab, M.Sc sebagai dekan Fakultas MIPA.
2. Ibu Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc selaku ketua, Bapak Ir.Abdul Hayat
Kasim, M.T selaku sekretaris dan Bapak Drs. Damma Salama, M.S dan
Bapak Drs. F.W. Mandey, M.Sc selaku anggota dalam tim penguji yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan perbaikan yang berharga
sehingga skripsi ini dapat rampung.
3. Bapak Dr. Firdaus Zenta, M.S selaku ketua Jurusan Kimia dan
Drs.Maming, M.Si selaku sekertaris Jurusan Kimia.
4. Segenap dosen dan staf jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bekal
pengetahuan yang bermanfaat selama menuntut ilmu di Universitas.
5. Bapak Drs. Budi Nurwahyu, M.S selaku ketua Program Guru S1 Basic
Science Berasrama, dan Bapak Drs Arifin, M.T selaku sekertaris.
6. Sahabat-sahabatku exsmax: kak Yos, Resky, Fero, Marni, Sandra dan yang
banyak memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis untuk tetap
optimis.
7. Teman-teman angkatan ’03 SMA NEGERI 1 MENGKENDEK
KABUPATEN TANA TORAJA yang memberikan nuansa tersendiri untuk
angkatan kami.
8. Teman-teman sejurusan yang memberikan motivasi dan telah membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman Program Guru S1 Basic Science Berasrama yang selalu
mendukung dalam berbagai bentuk untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman dari Kabupaten Manokwari yang memberikan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Semua keluarga yang selalu mendukung dalam doa sehingga skripsi ini bisa
selesai dengan baik.
12. Serta semua pihak yang tidak sempat disebut namanya yang telah memberikan
bantuannya.
Ucapan terima kasih tampaknya terlalu sederhana, hanya Tuhan yang dapat
memberikan imbalan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi dan studi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, karena
itu kritik dan saran untuk penulisan selanjutnya akan sangat membantu. Akhirnya
penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
2010
ABSTRAK
Telah dilakukan penulisan mengenai kompos sampah dan kapur untuk menghambat kelarutan nikel dan kobalt dalam tanah dengan metode kajian kepustakaan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kompos sampah dan kapur dapat menghambat kelarutan nikel dan kobalt dalam tanah. Kompos merupakan hasil dari dekomposisi bahan tanaman dan kotoran hewan. Di dalam kompos inilah terdapat senyawa humat yang sangat berguna bagi kesuburan tanah. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa kompos sampah dan kapur dapat menghambat kelarutan kobalt dan nikel dalam tanah dengan terbentuknya senyawa kompleks antara senyawa humat dengan logam ion Co2+ dan Ni2+.
Kata kunci : kompos sampah; kapur; kobalt; nikel; senyawa humat.
ABSTRACT
Have been done an writing about the garbage compost and to pursue the condensation of cobalt and nickel in soil with the bibliography method study.
Intention of this writing is to know how compost of garbage and chalk to pursue the condensation of nickel and cobalt in soil. Compost represent the result from decomposed of substance of crop and animal dirt. In compost there are many humic compound needed for soil fertility. The result of this writing indicated that the compost of garbage and chalk to pursue the condensation of cobalt and nickel in soil, with complexes compound formed between humic compounds and Co2+ and Ni2+ metal ions.
Keyword : garbage compost; lime; cobalt; nickel; humic compound.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ....................................................................................................... v
ABSTRAK........................................................................................................ viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii
DAFTAR SIMBOL .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan..................................................... 2
1.2.1 Maksud Penulisan ....................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
1.3 ManfaatPenulisan ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1 Tinjauan Umum Tanah ................................................................... 4
2.1.1 Sifat-Sifat Kimia Tanah ............................................................... 5
2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah ................................................................. 5
2.1.3 Komponen Anorganik Tanah....................................................... 7
2.1.4 Komponen Organik Tanah........................................................... 8
2.2 Tinjauan Umum Logam Nikel ........................................................ 10
2.2.1 Sifat Fisika Nikel ......................................................................... 10
2.2.2 Sifat Kimia Nikel ......................................................................... 10
2.2.3 Kegunaan Nikel ........................................................................... 10
2.2.4 Kelimpahan Nikel di Alam .......................................................... 11
2.2.5 Aspek Biologi, Defisiensi, dan Toksisitas Nikel ......................... 11
2.3 Tinjauan Umum Logam Kobalt ...................................................... 12
2.3.1 Sifat Fisika Kobalt ....................................................................... 12
2.3.2 Sifat Kimia Kobalt ....................................................................... 12
2.3.3 Kegunaan Kobalt ......................................................................... 13
2.3.4 Kelimpahan Kobalt di Alam ........................................................ 13
2.3.5 Aspek Biologi dan Toksisitas Kobalt .......................................... 13
2.4 Tinjauan Umum Kapur ................................................................... 14
2.5 Tinjauan Umum Sampah ................................................................ 15
2.6 Tinjauan Umum Kompos................................................................ 17
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 24
3.1 Pembahasan..................................................................................... 24
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 31
4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 31
4.2 Saran ............................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 32
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi fraksi humat ................................................................... 18
2. Komposisi unsur dalam asam humat dan asam fulvat ..................... 20
3. Karakteristik asam humat dan asam fulvat ...................................... 20
4. Komposisi senyawa dalam bahan humat ......................................... 21
5. Data konsentrasi kobalt (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda ........................................... 24
6. Data konsentrasi nikel (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda ............................................ 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lapisan-lapisan tanah............................................................................. 4
2. Sampah anorganik.................................................................................. 15
3. Sampah organik...................................................................................... 16
4. Kompos.................................................................................................. 17
5. Fraksionasi bahan organik......................................................................
19
DAFTAR SIMBOL
Ni : Nikel
Co : Kobalt
mm : millimeter
µm : mikrometer
0C : derajat Celcius
Kg : kilogram
Km3 : kilometer kubik
ppm : part per million
mg : milligram
g : gram
cm2 : centimeter kuadrat
eV : elektronvolt
CaO : kalsium Oksida
% : persen
Cm3 : centimeter kubik
CO2 : karbondioksida
H2O : hidrogen oksida
Ca(OH)2 : kalsium hidroksida
pH : power hydrogen
Co(OH)2 : kobalt hidroksida
Ni(OH)2 : nikel hidroksida
CaCO3 : kalsium karbonat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk di seluruh dunia semakin bertambah dari tahun ke tahun,
hal ini menyebabkan tanah pemukiman semakin bertambah luas. Di lain pihak
luas lahan pertanian semakin sempit, sementara kebutuhan penduduk akan pangan
(hasil produk pertanian) semakin banyak. Bukan hanya itu, bertambahnya jumlah
penduduk yang diiringi tuntutan kualitas hidup yang semakin baik menyebabkan
manusia berdaya upaya mencari sumber-sumber kekayaan alam untuk memenuhi
kebutuhannya. Sumber-sumber kekayaan alam yang dicari dan diburu juga berupa
bahan-bahan mineral seperti emas, perak, tembaga, timah, timah hitam, nikel dan
lain sebagainya. Kegiatan yang dilakukan manusia tersebut sangat disayangkan
karena kadang merusak lingkungan, sehingga lingkungan sekitarnya menjadi tidak
produktif sebagai lahan pertanian, karena tanahnya telah tercemari oleh mineral-
mineral logam. Selain itu tanah yang tercemari mineral-mineral tersebut bukan
hanya akibat aktivitas manusia tetapi juga tanah itu sendiri yang mengandung
mineral-mineral logam tersebut. Contohnya nikel dalam jenis tanah serpentinite
yang bisa mencapai 6200 ppm (Maliunga, 1946 dan Birrel, 1945 dalam Rombe,
2000).
Nikel dan hara-hara mikro lainnya dalam tanah asam mungkin terdapat
dalam jumlah besar dan menyebabkan masalah keracunan pada tanaman. Dengan
memberikan humus/kompos pada tanah tersebut, maka nikel dan hara-hara mikro
yang berlebihan tersebut terambil dari larutan tanah melalui pembentukan
kompleks dengan senyawa-senyawa humat. Nikel dan kobalt yang telah terikat
melalui pembentukan kompleks dengan senyawa humat terdapat sebagai senyawa
yang tidak mudah larut dan tidak dapat lagi diserap tanaman. Dalam hal ini
kompos/humus bertindak sebagai agen pengatur jumlah nikel dan kobalt yang
dibutuhkan. Dari sudut pandang lingkungan atau ekologi, pengkompleksan ion-
ion logam ini (termasuk nikel) dapat secara sementara mengurangi atau
meniadakan bahaya keracunan logam tersebut bagi manusia, hewan dan tumbuhan
(Tan, 1991).
Sesuai dengan uraian di atas, diharapkan bahwa dengan penambahan
kompos dan kapur (sebagai pengatur pH), tanah yang tadinya tercemar oleh nikel
dan kobalt dapat lagi digunakan sebagai lahan pertanian yang produktif.
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.2.1 Maksud Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan maksud untuk mempelajari apakah
kompos sampah dan kapur dapat menghambat kelarutan nikel (Ni) dan kobalt
(Co) di dalam tanah.
1.2.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kompos
sampah dan kapur dapat menghambat kelarutan nikel (Ni) dan kobalt (Co) di
dalam tanah.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah memberikan informasi kepada
masyarakat tentang penggunaan kompos sampah dan kapur yang dapat
menghambat kelarutan nikel (Ni) dan kobalt (Co) di dalam tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tanah
Tanah merupakan penutup terluar bumi yang terdiri dari lapisan-lapisan
bahan yang tersusun longgar berupa bahan organik dan anorganik. Tanah
merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak dan mati
karena dapat didaur ulang untuk nutrisi tanaman. Bagian-bagian lapisan tanah,
yaitu bagian teratas yang kaya bahan-bahan organik berbentuk humus disebut
bagian serasah, lapisan tanah atas (top soil), eluviation layer dimana lapisan ini
terbuat dari pasir dan lapisan lumpur, sub soil yang terdiri dari lempung dan
kandungan mineral seperti besi, aluminium , dan lain-lain, regolith merupakan
lapisan bebatuan kecil yang terletak antara subsoil dengan bedrock, bedrock
merupakan bebatuan kasar yang merupakan bagian terbawah dari struktur tanah.
Gambar 1: lapisan-lapisan tanah (Anonim, 2009a)
Proses-proses yang berperan dalam pembentukan tanah itu berjalan
lambat, berangsur-angsur dan terus-menerus, merupakan jumlah keseluruhan dari
pengaruh lingkungan terhadap batuan yang secara bersama-sama dikenal sebagai
pelapukan batuan. Perubahan yang terjadi karena fluktuasi suhu menyebabkan
retakan pada permukaan batuan yang menjadi tempat tertimbunnya mineral-
mineral yang terlepas akibat terbawa air hujan. Angin membawa partikel-partikel
bahan organik dan cepat atau lambat, lumut kerak pun tumbuh di atas batu-batuan.
Pelapukan batuan merupakan gejala yang terus-menerus terjadi dan berfungsi
sebagai penambah tanah ke lapisan permukaan bumi (Rao, 1986).
2.1.1 Sifat-Sifat Kimia Tanah
Tanah merupakan medium dari mana tanaman secara normal memperoleh
nutriennya. Nutrien tersebut adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
nitrogen (N), fosfor (P), belerang (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg),
besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B),
dan klor (Cl). Dari keenam belas unsur tersebut Fe, Cu, Mo, B, dan Cl dianggap
sebagai unsur mikro karena hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
pertumbuhan tanaman dan sisanya digolongkan ke dalam unsur makro karena
dibutuhkan dalam jumlah besar (Rao, 1986).
2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah
Sifat-sifat fisik suatu macam tanah bergantung pada ukuran partikel-
partikelnya. Partikel di atas 2,0 mm umumnya dikelompokkan sebagai kerikil atau
batu dan lainnya disebut pasir (antara 0,05 dan 2,0 mm), geluh (silt) (0,002 sampai
0,05 mm) dan lempung (clay) (kurang dari 0,002 mm) (Rao, 1986). Struktur tanah
merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-
partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat. Struktur
tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif
disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir
dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat
humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori)
membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah
pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori)
memegang air untuk kebutuhan tanaman (Nugroho, 2008).
Kestabilan agregat tanah bergantung pada kandungan bahan organik dalam
masing-masing tanah tersebut dan keadaan alami hasil mikroba yang mengikat
partikel-partikel tanah menjadi satu. Agregasi tanah merupakan faktor penting
dalam pertumbuhan tanaman, karena pergerakan udara, air, dan perpindahan
energi saling berkaitan dengan porositas tanah.
Pergerakan tanah merupakan ciri fisik tanah yang penting yang
mempengaruhi munculnya kecambah. Faktor fisik tanah lainnya yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah pH dan kapasitas mempertahankan
kelembapan. pH bergantung pada kondisi kimiawi tanah. Tanah yang asam atau
basa umumnya tidak sebaik tanah netral untuk pertumbuhan tanaman, karena
kelarutan dan ketersediaan nutrien tanah berhubungan dengan pH tanah. Tanah
yang asam umumnya dicirikan oleh ketersediaan aluminium, besi, mangan,
tembaga, dan seng yang berlebihan yang bahkan bersifat racun bagi tanaman. Hal
sebaliknya berlaku pada tanah yang basa dan pada tanah demikian, tanaman
menunjukkan gejala-gejala defisiensi terhadap banyak unsur tersebut. Sedangkan
tanah netral, memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang
bertanggungjawab dalam pengubahan bentuk organik nitrogen, fosfor, dan
belerang menjadi bentuk anorganiknya sehingga dapat diserap oleh tanaman (Rao,
1986).
2.1.3 Komponen Anorganik
Komponen anorganik tanah terdiri atas fragmen-fragmen batuan dan
mineral dalam berbagai ukuran dan komposisi, walaupun demikian umumnya
berupa silikat dan oksida. Berdasarkan ukuran, komponen anorganik tanah dikenal
dalam tiga fraksi utama yaitu: fraksi kasar (2 - 0,050 mm) yang disebut pasir,
fraksi halus (0,050 - 0,002 mm) yang disebut debu, dan fraksi sangat halus (<
0,002 mm) yang dinamakan lempung (USDA, 1975 dalam Tan, 1991).
Dalam ilmu tanah kita bisa menganggap lempung sebagai suatu koloid,
meskipun secara tepatnya hanyalah fraksi liat > 0,2µm yang merupakan lempung
koloidal. Biasanya dikenal enam tipe silikat tanah berdasarkan susunan tetrahedral
SiO4 dalam strukturnya, yaitu siklosilikat, inosilikat, nesosilikat, filosilikat,
serosilikat, dan tektosilikat. Silikat -silikat inilah yang menyusun kerangka tanah.
Oleh karena silikat-silikat tanah berukuran kasar, maka mereka mempunyai luas
permukaan spesifik yang rendah dan tidak menunjukkan sifat-sifat koloidal.
Meskipun tidak begitu aktif dalam reaksi kimia, silikat-silikat terlibat dalam
sejumlah reaksi dan menunjukkan suatu fenomena jerapan. Banyak dari mineral-
mineral pasir dan debu juga penting untuk pembentukan lempung.
Lempung secara khusus penting dalam kimia tanah, karena mempunyai
kimia permukaan yang berbeda dari butir mineral yang berukuran lebih besar.
Beberapa dari lempung dapat bersifat amorf, contohnya gel-gel silika, alumina,
dan besi oksida. Fraksi lempung tanah juga mengandung mineral-mineral lain
seperti mineral paligorskit-sepiolit, yang berstruktur rantai, kuarsa yang berukuran
partikel < 2 µm, seskuioksida, oksida titanium, pirofilit, talkum, sulfida, sulfat,
dan fosfat (Tan, 1991).
Komponen anorganik dalam tanah meliputi mineral primer dan sekunder
yang memiliki ukuran (diameter partikel) berkisar dari < 0,002 mm atau < 2 mm
sampai > 2mm dan batuan. Mineral didefinisikan sebagai senyawa anorganik alam
yang memiliki sifat fisik, kimia dan kristalin tertentu. Mineral primer tidak
mengalami perubahan sifat kimia selama proses pengendapan dan kristalisasi dari
larva yang meleleh. Mineral primer yang umum dijumpai dalam tanah yaitu
kuarsa dan feldspar. Sedang yang lainnya yang jumlahnya relatif lebih sedikit
yaitu piroksin, mika, amfibol dan olivin. Mineral primer berada dalam fraksi pasir
(partikel ukuran 0,05 - 2 mm), dan debu (partikel ukuran 0,002 – 0,05 mm), dan
mungkin juga fraksi lempung yang sedikit telah mengalami pelapukan. Mineral
sekunder merupakan hasil pelapukan mineral primer yang telah mengalami
perubahan struktur atau pengendapan kembali, hasil pelapukan (dissolusi) dari
mineral primer tersebut. Mineral sekunder yang biasa terdapat dalam tanah yaitu
mineral aluminosilikat (seperti kaolinit dan motmorilonit), senyawa oksida-oksida
(contoh; gibsit, goetit, dan birnesit), bahan-bahan amorf (seperti imogolit dan
allofan), mineral sulfur dan mineral karbonat (Anonim, 2009a).
2.1.4 Komponen Organik
Komponen organik tanah berasal dari biomassa yang mencirikan suatu
tanah yang aktif. Komponen organik terbentuk melalui pelapukan kimia dan
biologi, terutama dari bahan-bahan tanaman. Komponen organik ini dibagi dua
kategori yaitu:
1. Bahan-bahan yang anatomi bahan tanaman aslinya masih tampak.
2. Bahan-bahan yang telah terlapuk sempurna.
Kelompok pertama berperan penting dalam fisika tanah, misalnya perlindungan
permukaan tanah oleh mulsa daun, penurunan kerapatan tanah dan kelompok
kedua berperan dalam sifat kimia tanah.
Komponen organik tanah sering juga dipisahkan antara bahan
terhumifikasi dan tak terhumifikasi. Bahan tak terhumifikasi adalah senyawa-
senyawa seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, dan lignin.
Senyawa-senyawa ini biasanya terkena reaksi-reaksi degradasi dan dekomposisi.
Bahan terhumifikasi dikenal sebagai humus atau sekarang disebut sebagai
senyawa humat dan dianggap hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam
tanah (Tan, 1991).
Istilah humat berasal dari Berzelius pada tahun 1830, yang
menggolongkan fraksi humat tanah ke dalam: asam humat yakni fraksi yang larut
dalam basa, asam krenik dan apokrenik yakni fraksi yang larut dalam air, dan
humin yakni bagian yang tidak dapat larut dan lembam (inert). Senyawa-senyawa
humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terpolidispersi yang bersifat amorf,
berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi
(Tan, 1991).
2.2 Tinjauan Umum Logam Nikel (Ni)
Nikel dengan simbol Ni memiliki nomor atom 28, terletak pada golongan
VIIIB, dan periode keempat pada tabel periodik. Susunan orbital elektronnya
adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d8 (Svehla, 1985).
2.2.1 Sifat Fisika Nikel
Nikel mempunyai titik leleh 1454-14560C, titik didih 28400C, kerapatan
8,9 gram/cm3 (pada suhu 200C) dan 9,04 gram/cm2 dalam bentuk kristal tunggal.
Bentuk kristal nikel adalah kubus berpusat muka. Nikel merupakan logam
berwarna putih perak, lebih keras dari besi (3,8 pada skala Mohs), sangat baik
sebagai pelapis logam, lentur, dapat ditempah dan diulur, bersifat magnetik pada
suhu di bawah 3600C, menghantar panas (15% dari perak) dan menghantar listrik
(24% dari perak) (Parker, 1987).
2.2.2 Sifat Kimia Nikel
Nikel mempunyai bilangan oksidasi +2 dan +3 serta dapat membentuk
senyawa kompleks Ni(NH3)6++. Asam klorida maupun asam nitrat dapat
digunakan sebagai pelarut Ni yang baik. Dalam bentuk senyawa Ni ditemukan
sebagai Niccolite (NiAs), Millierite (NiS), nikel nitrat (Ni(NO3)2), nikel amonium
sulfat NiSO4(NH4)2SO4.6H2O dan sebagainya (Palar, 1994).
2.2.3 Kegunaan Nikel
Logam nikel banyak digunakan sebagai pelindung dan pelapisan untuk
logam lain, khususnya besi dan baja yang rentan terhadap korosi. Dalam jumlah
besar digunakan juga sebagai elektroplating atau sebagai pelapis dalam kaleng.
Gabungan lapisan krom dengan nikel akan memberikan kekuatan yang lebih baik
dibandingkan penggunaan lapisan krom secara terpisah. Nikel halus dapat
menyerap hingga 17 kali dari volume hidrogen dan digunakan sebagai katalis
dalam beberapa proses industri seperti hidrogenasi minyak nabati. Nikel
umumnya digunakan dalam bentuk alloy. Baja yang mengandung 2-4% Ni,
banyak digunakan pada bagian-bagian mobil seperti roda, mesin, pelapis kapal
perang. Beberapa alloy nikel yang sangat penting adalah perak Jerman nichrome
dan permalloy (Encarta Online Encyclopedia, 2001 dalam Ayu, 2004).
2.2.4 Kelimpahan Nikel di Alam
Kelimpahan nikel pada kulit bumi berada diurutan ke-21 yaitu
mengandung 0,02%, pada air laut berada diurutan ke-40 yaitu diperkirakan
mengandung 540 kg/km3. Nikel ditemukan di alam dalam dua bentuk bijih yang
dapat dieksplorasi yaitu bijih sulfida dan bijih lateritik. Biji sulfida mengandung
1-3% nikel. Bijih lateritik ditemukan dalam dua bentuk senyawa yaitu oksida dan
silikat. Kandungan nikel tanah di alam adalah 0,5-6200ppm dan yang umum
ditemukan adalah 5,0-500ppm (Parker, 1987).
2.2.5 Aspek Biologi, Defisiensi Dan Toksisitas Nikel
Nikel adalah unsur yang essensial bagi tanaman, binatang, dan manusia.
Berdasarkan dari beberapa studi dan informasi diidentifikasikan bahwa nikel
mungkin berperan pada metabolisme asam nukleat dan atau protein. Manusia
membutuhkan nikel kira-kira 0,3-0,5 mg per hari yang dapat diperoleh dari
makanan, baik yang berasal dari tanaman maupun dari hewan (Parker, 1987).
Bagi tanaman (padi) perkecambahannya didorong oleh keberadaan 3 ppm nikel
melalui aktifitas enzim oksidatif. Selain fungsinya, nikel juga mempunyai efek
negatif seperti infeksi pada kulit. Nikel juga bersifat toksik pada tanaman.
Akumulasi nikel dalam tanah dapat menimbulkan efek induksi terhadap besi
sehingga terjadi defisiensi besi (Millikan, 1949, Crooke, 1955, dalam Rombe,
2000).
2.3 Tinjauan Umum Kobalt
Kobalt adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Co. Memiliki warna sedikit berkilauan, metalik, keabu-abuan. Kobalt
tersedia di dalam banyak bentuk seperti pada kertas perak, potongan, bubuk,
tangkai, dan kawat. Unsur ini juga merupakan suatu unsur dengan sifat rapuh agak
keras dan mempunyai sifat magnetis yang cukup kuat (Anonim, 2007).
2.3.1 Sifat Fisika Kobalt
Kobalt mempunyai titik leleh 19400C, titik didih 39000C, kerapatan 8,92
g/cm2. Kobalt lebih keras daripada Fe dan Ni, sukar ditempa tetapi karena
mengandung karbon menambah kemudahan ditempa dan diulur. Kobalt berwarna
putih kelabu dan berada dalam dua bentuk allotropi. Bentuk heksagonal terbuka
adalah stabil dibawah 4170C dan bentuk kubus pusat muka yang stabil dari 4170C
sampai titik lebur (Considene, 1984).
2.3.2 Sifat Kimia Kobalt
Kobalt terletak pada golongan VIIIB periode ke-4, dalam sistem periodik
unsur dan merupakan unsur transisi yang segolongan dengan Fe dan Ni
mempunyai konfigurasi elektron (Ar) 4s2 3d8, nomor atom 27, nomor massa
50,43, potensial ionisasi pertama 7,86 eV, dan kedua 17,05 eV dan
elektronegatifitasnya 2,6 (Svehla, 1985).
2.3.3 Kegunaan Kobalt
Kobalt digunakan sebagai bahan aktif dalam fungisida, walaupun
pemakaiannya belum begitu luas. Dalam bidang kedokteran, alloy kobalt
digunakan untuk mengembalikan fungsi tulang. Dalam bidang industri, kobalt
digunakan sebagai bahan perunut, seperti kobalt-60 sebagai bahan perunut
tertutup untuk tujuan sterilisasi radiasi, pengawetan, radiografi atau sebagai alat
kalibrasi (Frank, 1995).
2.3.4 Kelimpahan Kobalt di Alam
Kobalt dalam kerak bumi relatif sangat sedikit dan berada sebagian besar
sebagai senyawa arsen, dan oksigen yang bercampur dengan senyawa nikel dan
logam lain. Kobal juga dijumpai dalam meteor. Kobal diproduksi secara komersil
di negara Zaire, Serbia, USA, Kanada, Jerman dan Finlandia (Considine, 1984).
2.3.5 Aspek Biologi dan Toksisitas Kobalt
Kelebihan kobalt dalam tanah dapat menyebabkan klorosis karena dapat
menghambat penyerapan besi pada tanaman. Kobalt merupakan unsur logam
esensial yang dibutuhkan agar eritrosit dapat berkembang secara tepat. Kobalt
merupakan komponen vitamin B12. Kekurangan Vitamin ini akan menyebabkan
anemia pernisiasa. Namun, konsumsi kobalt terlalu banyak dapat menyebabkan
polisitemia, produksi eritrosit yang berlebihan dan kardiomiopita. Penyerapan
kobalt di tempat kerja menyebabkan iritasi pernapasan dan reaksi hipersensitifitas
kulit. Logam kobalt akan memberikan efek negatif pada tubuh jika konsentrasi
logam ini melebihi ambang batasnya yaitu sebesar 50 mg/kg berat kering sedimen
(Frank, 1995).
2.4 Tinjauan Umum Kapur
Kalsium ditemukan oleh Romans pada tahun 1808 dan Davy yang berhasil
mengisolasi sebagai logam. Merupakan unsur logam alkali tanah dan ditemukan
secara luas sebagai gamping, gips, dan fluorit. Kalsium mempunyai nomor atom
20 dan massa atom 40,08. Kalsium adalah unsur penting bagi makhluk hidup,
karena diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal (Daintith, 1999
dan Mulyono, 2001).
Kalsium oksida dalam literatur berbahasa inggris biasa disebut lime
(kapur), burnt lime (kapur bakar), calx dan qicklime. CaO mempunyai berat
molekul 56,08 dengan komposisi Ca 71,74% dan oksigen 28,53%. Kapur yang
diperdagangkan biasanya mengandung CaO 90-95%. CaO berbentuk kristal putih
atau gumpalan putih sampai keabuan atau berupa bubuk granulat dan yang
diperdagangkan biasanya memiliki warna kekuningan sampai kecoklatan akibat
adanya kandungan besi. Titik lebur CaO 25720C, titik didih 28500C, kerapatan
3,32-3,35 g/cm3. CaO dengan cepat menyerap CO2 dan H2O dari udara
membentuk sol dalam air dan lebih banyak sol dalam air panas, juga membentuk
sol dalam asam, gliserol, larutan gula, tetapi hampir tidak membentuk sol dalam
alkohol. CaO membentuk Ca(OH)2 bila dilarutkan dalam air. Pada suhu 250C
tingkat disosiasi pertama mempunyai tetapan disosisasi 4 x 10-2 dan tingkat
disosiasi kedua mempunyai tetapan disosiasi 4,74 x 10-3(Svehla, 1985).
Kapur mempunyai manfaat pada pertanian baik pada tanah maupun pada
tanaman seperti, meningkatkan pH tanah menjadi netral, meningkatkan
ketersedian unsur hara dalam tanah sehingga mudah diserap tanaman, menetralisir
senyawa-senyawa beracun, baik organik maupun anorganik, meningkatkan
populasi & aktivitas mikroorganisme tanah yang sangat menguntungkan terhadap
ketersediaan hara tanah. Pada tanaman, memacu pertumbuhan akar dan
membentuk perakaran yang lebih baik sehingga penyerapan unsur hara menjadi
optimal, membuat tanaman lebih hijau dan segar serta mempercepat pertumbuhan,
dan meningkatkan produksi dan mutu hasil panen (Anonim, 2009c).
2.5 Tinjauan Umum Sampah
Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga,
perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan
rumah tangga dan tempat perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang
tidak berbahaya (non hazardous) (Anonim, 2009b). Sampah didefinisikan sebagai
material buangan yang bersifat padat, cair, maupun gas. Maksud buangan tersebut
adalah sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan sehingga tidak dikehendaki
lagi penggunaannya dan merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia.
Sampah sebagai produk sampingan dari aktivitas manusia adalah sesuatu yang
sebenarnya telah ada sejak manusia memulai kehidupan di dunia ini.
Gambar 2 : sampah anorganik (Anonim,2009e)
gambar 3 : sampah organik (Anonim, 2009e)
Manusia dengan aktivitas sehari-hari menggunakan sumber daya alam
tersedia dan telah pula membuang semua bahan buangannya ke lingkungan.
Dampak yang ditimbulkannya berpengaruh luas terutama pada aspek kesehatan
dan estetika dari lingkungan disekitarnya. Sampah hampir selalu merupakan
masalah bagi pemerintah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Banyak
penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan sampah, diantaranya biokonversi.
Limbah padat digunakan untuk pembuatan gas metana, pembuatan sirup glukosa,
pembuatan etanal dan pembuatan kompos (Said dan Murtadho, 1987).
Sampah dibedakan menjadi dua (Anonim, 2009b), yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat
diolah lebih lanjut menjadi kompos.
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti
plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan
gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan
sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk
lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik
wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng,
kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.
2.6 Tinjauan Umum Kompos
Kompos adalah seluruh hasil dari dekomposisi bahan tanaman dan kotoran
hewan dalam kondisi aerobik atau sebagian anaerobik. Di dalam kompos inilah
terdapat humus yang sangat berguna bagi kesuburan tanah. Dalam ilmu tanah,
humus disebut sebagai senyawa humat. Senyawa humat didefinisikan sebagai
koloidal terpolidipersi yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam
dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1991).
Gambar 4 : kompos (Anonim, 2009e)
Asam humat mempunyai warna gelap, amorf, dapat diekstraksi (larut)
dengan basa kuat, tidak larut dalam asam, mengandung gugus fungsional asam
seperti fenolik dan karboksil, aktif dalam reaksi kimia dan mempunyai berat
molekul 20.000-1.360.000. Asam fulvat dapat diekstraksi dengan basa kuat
dengan gugus fungsional asam, dapat juga larut dalam asam apabila mengandung
gugus fungsional basa, aktif dalam reaksi kimia dan mempunyai berat molekul
275-2110. Asam humat dan asam fulvat merupakan bagian yang mempunyai
peran yang besar dalam reaksi kimia sebagai bagian dari bahan organik. Besarnya
kandungan total asam humat dan asam fulvat pada bahan organik mempunyai
keterkaitan dengan besarnya kandungan lignin dan polifenol. Semakin sedikit
kandungan lignin dan polifenol dalam suatu bahan organik maka kandungan
asam humat dan asam fulvat semakin banyak yang selaran dengan proses
dekomposisi dari bahan organik tersebut (Ariyanto, 2006).
Beberapa jenis kompos yang telah digunakan untuk mengurangi kelarutan
nikel dan kobalt dalam tanah yaitu kompos dari daun ubi kayu, eceng gondok, dan
sampah kota.
Berdasarkan kelarutannya dalam alkali, asam dan alkohol, senyawa humat
dapat dipisahkan ke dalam beberapa fraksi humat.
Tabel 1.1 Klasifikasi fraksi humat
Fraksi Alkali Asam AlkoholAsam Fulvat Larut Larut -Asam Humat Larut Tidak Larut Tidak LarutAsam Himatomelanik Larut Tidak Larut LarutLignin Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut
Tan, 1991
Bahan Organik
Bahan Humat Bahan Non Humat
Fraksionasi dalam Humat
Tidak Larut Larut
Fraksionasi dalam larutan asam
Tidak larut Larut
Larut dalam basa/alkali tapi tidak
larut dalam asam
Humin
Tidak larut dalam basa/alkali dan asam
Asam fulvat Asam humat
Larut dalam basa/alkali dan
asam
Gambar 5 : fraksionasi bahan organik (Ariyanto, 2006)Komposisi dan karakteristik dari analisis asam humat dan asam fulvat
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Komposisi unsur dalam asam humat dan asam fulvat
Senyawa Humat Unsur (%) Karbon Hidrogen Nitrogen Sulfur Oksigen
Asam Humat 56.7 5.2 2.4 0.4 35.4Asam Fulvat 50.9 3.3 0.7 0.3 44.7
Lange, 1983
Tabel 1.3 Karakteristik asam humat dan asam fulvat
Gugus Fungsi Konsentrasi (mek/Gram)Asam Humat Asam Fulvat
Kemasaman Total 5.7 12.4-COOH 1.5 9.1-OH (Phenolik) 4.2 3.3-OH (Alkholik) 2.7 3.6-C = O 0.9 3.1-OCH3 0.6 0.8
Lange, 1983
Senyawa yang umum dihasilkan dari degradasi oksidasi bahan/senyawa
humat adalah karboksilat alifatik, benzenkarboksilat dan asam fenolat.
Karboksilat alifatik yang dihasilkan antara lain: n-asam lemak dengan C16 dan
C18 yaitu (CH3(CH2)14CO2H) dan CH3(CH2)16CO2H) serta di dan tri asam
karboksilat; (HO2C(CH2)n-CO2H (n = 0-8) dan CH2(CO2H)-CH(CO2H)-
CH2(CO2H)). Benzen karboksilat yang dihasilkan adalah benzen polikarboksilat
seperti benzen di, tri, tetra, penta, dan heksa karboksilat.
Kesemua senyawa tersebut adalah komponen utama dari pembentukan
asam humat dan asam fulvat (Schnitzer dan Khan, 1985).
Komposisi senyawa umum dalam bahan humat yang ditentukan dengan metode
degradasi oksidasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1.4 Komposisi senyawa dalam bahan humat
Senyawa Asam Humat(%) Asam Fulvat(%)Karboksilat Alifatik 24 22.2
Asam Phenolat 20.3 30.2Benzen Karboksilat 32 23
Total 76.3 75.4Rasio BK/PH 1.6 0.8
Schnitzer, 1985
Catatan : BK = benzen karboksilat, PH = Phenolat
Senyawa alifatik, phenolik dan benzen karboksilat terdapat dalam bahan
humat lebih dari 70%. Asam humat lebih banyak mengandung benzen karboksilat
dan lebih sedikit mengandung phenolat, kenyataan ini mendukung hipotesis
mikroba tentang pembentukan senyawa humat. Hipotesis ini menyimpulkan
bahwa asam fulvat terbentuk dari asam humat melalui degradasi mikrobia
ekstraseluler yang melepaskan CO2 dan H2O.
Senyawa humat (asam humat dan asam fulvat) mampu membentuk
kompleks dengan ion-ion logam. Kompleks yang terbentuk ini ada yang mudah
larut dan ada yang sulit, tergantung pada stabilitas kompleksnya. Misal terjadi
reaksi kompleks seperti berikut ini:
M2+ + 2 HA ↔ MA2 + 2H+
Dimana:
M2+ : ion logam
AH : asam humat
MA2 : kompleks logam asam humat
[MA2][H+]2
K = [M2+][AH]2
Dengan menganggap aktifitas AH dan MA2 sama dengan satu dan
persamaan diubah dalam bentuk logaritma, maka terjadi :
Log K = 2 log [H+] – log [M2+]
Makin tinggi nilai K maka makin tinggi stabilitas kompleks yang terbentuk. Hal
ini juga berarti bahwa kompleks yang terbentuk semakin sulit larut (Tan, 1991).
Pembentukan kompleks memegang peranan penting dalam meningkatkan
kesuburan tanah. Pelepasan hara-hara tanah melalui pelapukan mineral-mineral
tanah merupakan proses yang lambat. Namun, penambahan kompos (senyawa
humat) menyebabkan terjadinya pembentukan senyawa kompleks yang cenderung
mempercepat dekomposisi mineral-mineral tanah, sehingga pelepasan hara tanah
terlarut cepat. Akibat pelepasan hara-hara tanah ini adalah tersedianya unsur-
unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.
Senyawa humat juga efektif mengikat hara-hara mikro seperti Fe, Cu, Zn,
Mn, Ni, dan juga Co. Dalam tanah-tanah masam hara-hara mikro ini bisa terdapat
dalam jumlah besar dan menyebabkan masalah keracunan pada tanaman. Dengan
memberikan humus pada tanah seperti itu, sebagian hara-hara mikro yang
berlebihan tersebut terambil dari larutan tanah melalui pembentukan kompleks
dengan senyawa-senyawa humat. Pada suatu saat hara-hara ini dapat dilepaskan
lagi kepada tanaman dalam jumlah yang lebih kecil sesuai dengan yang
diperlukan. Dengan cara ini senyawa kompleks bertindak sebagai pengatur. Dari
sudut pandang lingkungan atau ekologi pengkompleksan ion-ion logam berat
(termasuk nikel dan kobalt) oleh senyawa-senyawa humat secara sementara
mengurangi atau meniadakan bahaya keracunan bagi manusia, hewan dan
tumbuhan (Tan,1991).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang didapatkan oleh Rombe (2000) yang menggunakan
kompos sampah kota dan kapur sebagai penghambat kelarutan nikel dan kobalt
dalam tanah dapat dilihat pada tabel berikut.
Kelompok Penambahan (Gram) pH Waktu Inkubasi (Hari)
Kapur Kompos 0 7 14 21
A(Kontrol) 6.10-6.22 2.5 * 2.88 3.18 3.48
B 6.2 5.83-6.10 2.06 1.8 1.26 0.92
C 0.25 6.2 6.95-7.05 1.96 1.66 1.08 0.54
D 0.5 6.2 7.47-7.69 1.52 1.12 0.58 0.38
E 1 6.2 7.97-8.15 1.18 0.64 0.24 0.14 Tabel 4.1 Data konsentrasi kobalt (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari
sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda.
Sumber: Rombe, 2000
Keterangan : * = konsentrasi kobalt dalam ppm
Tabel 4.2 Data konsentrasi nikel (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda.
Kelompok Penambahan (Gram) pH Waktu Inkubasi (Hari) Kapur Kompos 0 7 14 21
A(Kontrol) 6.10-6.22 4.98 * 5.68 6.88 7.16
B 6.2 5.83-6.10 4.62 4.24 2.98 2.3
C 0.25 6.2 6.95-7.05 4.52 3.34 2.62 1.4
D 0.5 6.2 7.47-7.69 3.98 2.62 1.18 0.76
E 1 6.2 7.97-8.15 3.88 2.08 0.82 0.7Sumber: Rombe, 2000
Keterangan : * = konsentrasi nikel dalam ppm
Dari data hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pada tabel 4.1
kelompok A (kontrol) tanpa penambahan kapur dan kompos, konsentrasi kobalt
yang dapat larut dari tanah cenderung mengalami peningkatan yaitu 2.50 ppm
menjadi 3.48 ppm dalam jangka waktu 21 hari, hal ini disebabkan oleh karena
proses pelarutan mineral-mineral dalam tanah masih berlangsung selama masa
inkubasi yang ditunjang sifat tanah yang agak asam (pH 6.10-6.22). Kelarutan
mineral ke dalam tanah sangat dipengaruhi karakteristik tanah seperti pH dan
komponen-komponen tanah (Vinogradov, 1954 dalam Rombe, 2000). Kelarutan
kobalt sebesar 3.48 ppm dapat bersifat toksik pada tanaman, karena tanaman akan
mengalami klorosis. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Rauser dalam Rombe
bahwa dengan hanya menambahkan 0,5 ppm kobalt ke dalam larutan nutrisi akan
menekan pertumbuhan tanaman.
Pada tabel 4.2 dapat dilihat pada kelompok A (kontrol) terjadi
peningkatan konsentrasi nikel yang dapat larut dari tanah yaitu 4.48 ppm menjadi
7.16 ppm dalam jangka waktu 21 hari. Dengan kelarutan nikel dalam air sebesar
7.16 ppm tentunya akan sangat bersifat toksik pada tanaman. Menurut Hara, 1977
dalam Rombe, 2000 bahwa dengan hanya menambahkan 2 ppm nikel dalam
larutan nutrisi sudah menekan pertumbuhan tanaman kubis/kol hingga kurang
lebih 27% dari keadaan normal. Tanaman pangan dengan kandungan nikel
setinggi ini tentunya akan berbahaya bagi manusia yang hanya membutuhkan 0,3-
0,5 mg nikel per hari dari makanan (Parker, 1987).
Data pada kelompok B (hanya diberi kompos), terlihat bahwa pH tanah
turun menjadi 5.83-6.10, hal ini disebabkan karena dalam kompos terdapat
senyawa yang bersifat asam yaitu asam humat dan asam fulvat. Walaupun tanah
lebih asam, kelarutan kobalt dan nikel ke dalam air makin kurang seiring
bertambahnya waktu inkubasi. Fenomena ini bisa dimengerti karena terbentuknya
senyawa kompleks yang sulit larut antara ion Co2+ dan Ni2+ dengan asam humat
atau asam fulvat sekalipun dalam suasana asam (Tan, 1991). Pada pH rendah ion
Co2+ dalam bentuk kompleks heksa akuakobaltat(II) dan ion Ni2+ dalam bentuk
kompleks heksa akuonikelat(II) yang bereaksi dengan asam humat membentuk
senyawa kompleks sebagai berikut:
COO
O
Dimana:
M = ion logam (Co2+ dan Ni2+)
Dan jika bereaksi dengan asam fulfat pada pH 5 (Schnitzer, 1985) maka reaksinya
sebagai berikut:
2-
2 COO-
OH
COO
O
OOC
O
+ 4H2O + 2H+
COO-
OH
+ [M(OH2)6]2+[M(OH2)4] + 2H2O + H+
[M(OH2)6]2+ + M(OH2)2
Senyawa yang terbentuk ini dapat larut atau tidak, tergantung pada
perbandingan dan jumlah ion kobalt dan nikel dengan asam humat/asam fulfat.
Jika perbandingannya rendah dan jumlah sedikit, maka senyawa kompleks yang
terbentuk cenderung larut jika sebaliknya senyawa kompleks yang terbentuk akan
mengendap. Kelarutan senyawa kompleks (logam-senyawa humat) menurut Tan,
tergantung pada tetapan stabilitas senyawa kompleks tersebut, dengan persamaan
sebagai berikut:
Log k = 2 log [H+] – log [M2+]
Semakin besar tetapan kestabilan kompleksnya berarti senyawa kompleks tersebut
semakin sulit larut.
Pada data C, D, dan E terlihat bahwa semakin banyak kapur yang
ditambahkan semakin kecil kelarutan kobalt dan nikel dari tanah tersebut. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) penambahan kapur pada tanah akan
menaikkan pH tanah yang juga berarti semakin tingginya ion hidroksil. Ion
hidroksil akan berinteraksi dengan logam kobalt dan nikel membentuk Co(OH)2
dan Ni(OH)2 yang sulit larut (Ksp Co(OH)2 = 1,6 x 10-18 dan Ksp Ni(OH)2 = 8,7 x
10-19) menurut reaksi sebagai berikut (Svehla, 1985):
M2+ + 2OH- M(OH)2
Ksp = [M2+] [OH-]2
[M2+] = Ksp/[OH-]2
Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
ion hidroksil, maka semakin kecil konsentrasi kobalt dan nikel yang dapat larut.
(2) penambahan kapur yang menaikkan pH tanah ini berdampak langsung pada
reaksi pembentukan senyawa kompleks antara logam dengan asam humat maupun
asam fulfat. Menurut Tan, berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks,
M2+ + 2AH MA2 + 2H+, dapat dipahami bahwa jika konsentrasi H+
semakin besar maka, reaksi akan bergeser ke kiri, yang berarti semakin banyak
konsentrasi M2+ yang terlarut. Tetapi jika konsentrasi OH- yang semakin besar
(akibat penambahan kapur), maka konsentrasi H+ semakin kecil akibatnya reaksi
akan bergeser ke kanan. Bergesernya reaksi ke kanan menyebabkan senyawa
kompleks yang terbentuk semakin banyak dan ion M2+ yang terlarut semakin
sedikit.
Beberapa hasil penelitian yang menunjang penelitian Rombe dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Data konsentrasi kobalt (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda.
Kelompok penambahan (gram) pH waktu inkubasi (hari)
kapur kompos 0 7 14 21A(kontrol) 6,20-6,40 2,46 * 2,82 3,2 3,44
B 6,2 5,92-6,18 2,02 1,68 1,24 0,9
C 0,25 6,2 7,10-7,42 1,8 1,66 1,02 0,6
D 0,5 6,2 7,50-7,89 1,42 1,22 0,64 0,44
E 1 6,2 7,98-8,16 1,2 0,66 0,42 0,34 Sumber : Tangko, 2000
Keterangan : * = konsentrasi kobalt dalam ppm
Tabel 4.4 Data konsentrasi nikel (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda.
kelompok penambahan (gram) pH waktu inkubasi (hari) kapur kompos 0 7 14 21
A(kontrol) 6,20-6,40 2,48 * 2,52 2,56 2,58
B 6,2 5,92-6,18 1 0,7 0,52 0,42
C 0,25 6,2 7,10-7,42 0,96 0,66 0,46 0,36
D 0,5 6,2 7,50-7,89 0,9 0,6 0,34 0,24
E 1 6,2 7,98-8,16 0,82 0,46 0,28 0,18Sumber : Tangko, 2000
Keterangan : * = konsentrasi nikel dalam ppm
Tabel 4.5 Data konsentrasi nikel (ppm) yang dapat larut ke dalam air dari sampel tanah setelah inkubasi beberapa lama pada kondisi penambahan kapur (pH) yang berbeda.
Kelompok Penambahan (gram) pH waktu inkubasi (hari)
Kapur Kompos 0 7 14 21 28
A(kontrol) 6,14-6,24 4,74 * 4,92 5,02 5,12 5,2
B 8,6 5,83-6,09 4,74 3,8 2,96 2,58 2,5C 0,25 8,6 6,98-7,04 4,64 2,96 2,12 1,56 1,38
D 0,5 8,6 7,48-7,59 4,08 2,78 1,8 1,1 0,9
E 1 8,6 7,97-8,20 3,72 2,68 1,46 0,72 0,62
F 2 8,6 8,78-9,14 3,62 2,68 1,66 0,9 0,54Sumber : Rongan, 1999
Keterangan : * = konsentrasi nikel dalam ppm
Pada penelitian Rongan (1999) dan Tangko (2000) juga ditemukan bahwa
semakin banyak penambahan kompos maka konsentrasi kobalt dan nikel yang
dapat larut ke dalam tanah semakin sedikit dan demikian sebaliknya, tanah yang
tidak diberi kompos kelarutan kobalt dan nikel semakin banyak. Ditemukan pula
bahwa penambahan kapur pada tanah dapat menaikkan pH tanah yang dapat
menghambat kelarutan kobalt dan nikel dari tanah tersebut sebagaimana yang
ditemukan dalam Rombe (2000) bahwa dengan menaikkan pH tanah berarti ion
hidroksil semakin tinggi. Dengan semakin tingginya ion hidroksil maka ion ini
akan berinteraksi dengan logam kobalt dan nikel membentuk Co(OH)2 dan
Ni(OH)2 yang sulit larut.
Kick Nasbers dan Warnuzs (1971) dalam Rongan (1999), mengemukakan
bahwa nikel dengan dosis 66 mg/Kg tanah (nikel ditambahkan ke dalam wadah
uji) sangat menghambat pertumbuhan tanaman gandum (Lolium pirenno), tetapi
setelah ditambah sewage sludge 200 gram (tanah dengan kadar C± 20%)
pertumbuhan tanaman Lolium pirenno menjadi normal. Penambahan kapur
(CaCO3) juga menghilangkan keracunan hara mikro yang berlebihan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan kompos sampah ke dalam tanah dapat menghambat kelarutan
nikel (Ni) dan kobalt (Co) dengan pembentukan kompleks dari Ni dan Co
dengan senyawa humat (asam humat dan asam fulvat). Semakin banyak
penambahan kompos maka konsentrasi nikel dan kobalt yang dapat larut
ke dalam tanah semakin sedikit dan sebaliknya.
2. Penambahan kapur ke dalam tanah dapat menghambat kelarutan nikel dan
kobalt dari tanah tersebut.
4.2 Saran
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan logam lain yang
berpotensi mencemari tanah seperti Cu, Pb, Cd, Hg dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Kobalt, (online), http://id.wikipedia.org/wiki/kobal, diakses tanggal 26 September 2009.
Anonim, 2009a, Mikrobiologi Tanah, (online), http://www.google.co.id, diakses tanggal 26 September 2009.
Anonim, 2009b, Sampah Ancaman bagi Wisata Alam, (online), http://id.wikipedia.org/wiki/sampah, diakses tanggal 26 September 2009.
Anonim, 2009c, Kapur Pertanian, (online), http://www.google.co.id, diakses tanggal 15 Oktober 2009.
Anonim , 2009d, Kompos, (online), http://id.wikipedia.org/wiki/kompos, diakses tanggal 26 September 2009.
Anonim, 2009e, Pengelolaan Sampah, (online), http://id.wikipedia.org/wiki/sampah, diakses tanggal 30 September 2009.
Ariyanto, D. P., 2006, Ikatan Antara Asam Organik Tanah dengan Logam, (online), http://www.google.co.id, diakses tanggal 15 Oktober 2009.
Ayu, N.T., 2004, Distribusi Kuantitatif Logam Berat Kobal dan Nikel dalam Sedimen di Perairan Laut Dangkal Kabupaten Berua Kalimantan Timur, (SKR, S1, F.MIPAUH, tidak dipublikasikan).
Considine, D.M., dan G.D,Conside, 1984, Encyclopedia of Chemistry, Edisi kedua, Sounders College Publishing, University of California, Santa Barbara, USA.
Cotton, F.A., dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar diterjemahkan oleh Sahati Suharto, UI-Press, Jakarta.
Daintith, J., 1999, Kamus Kimia Lengkap, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Frank, C., Lu, 1995, Toksikologi Dasar, Edisi ke II, UI-Press, Jakarta.
Mulyono, HAM., 2001, Kamus Kimia, PT. Genetika, Bandung.
Nugroho, B.W., 2008, Struktur Tanah, (online), http://www. doc.destilasi/struktur tanah Weblog.htm, diakses tanggal 22 Desember 2009.
Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta.
Parker, S.P., 1987, Encyclopedia of Science and Technology, Edisi ke-6, Mc-Graw Hill Book Company, New York.
Rao, S.N.S., 1986, Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Edisi ke II, UI-Press, Jakarta.
Rombe, A.P., 2000, Studi Pemanfaatan Kompos Sampah Kota dan Kapur Untuk Mengurangi Kelarutan Kobal dan Nikel Pada Tanah Pomalaa, Skripsi tidak diterbitkan, jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Rongan, A., 1999, Pemanfaatan Kompos Eceng Gondok dan Kapur untuk Mengurangi Kelarutan Kobal dan Nikel pada Tanah, Skripsi tidak diterbitkan, jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Said, G., dan Murtadho, D., 1987, Sampah Masalah Kita Bersama, PT. Melton Putra, Jakarta.
Schnitzer, M., dan Khan, S.V., 1985, Soil Oganic Matter, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam Oxford.
Svehla, M., 1985, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi ke V, PT. Kalman Media Pusaka Jakarta.
Tangko, S., 2000, Studi Pemanfaatan Kompos Daun Ubi Kayu dan Kapur untuk Mengurangi Kelarutan Nikel pada Tanah, Skripsi tidak diterbitkan, jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tan, K.H., 1991, Dasar-Dasar Kimia Tanah, Cetakan ke II, Gajah Mada, Univercity Press, Yogyakarta.