45
KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN TRIMESTER 2 DAN 3 (KELAINAN LAMANYA KEHAMILAN, HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN, PER, PEB DAN EKLAMPSIA) Paper Ini Di Susun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kehamilan Oleh : Erika Irawanie ( D3E613002) Nur’aini ( D3E613007) Risma Pertiwi ( D3E613009 )

Komplikasi Dalam Kehamilan Trimester 2 Dan 3. 2dok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN

Citation preview

KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN TRIMESTER 2 DAN 3 (KELAINAN

LAMANYA KEHAMILAN, HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN, PER, PEB DAN

EKLAMPSIA)

Paper Ini Di Susun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kehamilan

Oleh :

Erika Irawanie ( D3E613002)

Nur’aini ( D3E613007)

Risma Pertiwi ( D3E613009 )

Akademi Kebidanan Medika obgin

Jl. Raya Lembang No 110

Bandung Barat

2014

1. Kelainan Lamanya Kehamilan

Masa Kehamilan/ gestasi adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat

kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual age of pregnancy). Seperti

telah diterangkan, lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40 minggu

dihitung dari hari pertama haid yang terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum

waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal1. Berakhirnya kehamilan menurut

lamanya kehamilan berlangsung dapat dibagi sebagai berikut:

Lamanya Kehamilan Berat anak Istilah

< 22 minggu < 500 gram Abortus

22-28 minggu 500-1000 gram Partus Immaturus

28-37 minggu 1000-2500 gram Partus Praematurus

37-42 minggu >2500 gram-4500 gram Partus Aterm (maturus)

>42 minggu Partus Serotinus

1.1. Abortus

Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut

abortus. Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000

gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil batas untuk abortus

berat anak yang kurang dari 500 gram. Jika anak yang lahir beratnya antara 500-999

gram disebut partus immaturus2.

Abortus adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari 500 g, dan / atau

panjang badan kurang dari 25 cm, dan / atau usia gestasi kurang dari 20 minggu.

Angka harapan hidup amat sangat kecil, kurang dari 1%. (Banyak kepustakaan

menetapkan batasan berbeda tentang abortus dari segi usia kehamilan, antara 18-24

minggu.) (WHO : 22 minggu)

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin

viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan

abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia

kehamilan 20 minggu3. Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang

abortus4

Eastman : Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus

belum sanggup hidup sendiri di luar uterus

Jeffcoat : Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan

28 minggu, yaitu fetus belum viabie by law

Holmer : Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana

proses plasentasi belum selesai.

1.1. 1. Etiologi

Faktor – faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri,

faktur ibu dan faktor bapak.

1. Kelainan Ovum

2. Kelainan genitalia ibu

3. Gangguan sirkulasi plasenta

4. Penyakit – penyakit ibu

5. Antagonis Rhesus

6. Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis

7. Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi

8. Penyakit Bapak

1.1.2. Frekuensi

Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10–15%. Namun

demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena

abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila terjadi komplikasi.

Menurut Siegler dan Eastman, abortus terjadi pada 100% kehamilan. Menurut

Eastman, 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan, sementara

Simens mendapatkan angka 76%.

1.1.3. Patologi

Pada permulaan, terjadi pendarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh

nekrosis jaringan sekitarnya. Pada kehamilan dibawah 8 minggu, hasil

konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korealis belum menembus

desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, telah masuk

agak dalam sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, karena

itu akan banyak terjadi pendarahan.

1.1.4. Klasifikasi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan5 :

1. Abortus Spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis

atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah

2. Abortus Provakatus (induced abortion)

Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan

maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)

Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila

kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan

indikasi medis)

Abortus provocatus artificialis ialah pengguguran kehamilan,

biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan

membahayakan membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu

berpenyakit berat.

Abortus provokatus pada hamil muda (di bawah 12 minggu)

dapat dilakukan dengan pemberian prostatglandin atau curettage

dengan penyedotan (vakum) atau dengan sendok curet.

Pada hamil yang tua (di atas 12 minggu) dilakukan

hysterotomi, juga dapat disuntikkan garam hypertonis (20%) atau

prostatglandin intra-aminal

Indikasi untuk abortus therapeuticsus misalnya penyakit

jantung (rheuma), hypertensi essentialis, carcinoma dari cervix.

b. Abortus Kriminalis

Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak

legal atau tidak berdasarkan indikasi medis

1.1.5. Klinis

Abortus Spontan dapat dibagi atas:

1. Abortus Kompletus (Keguguran lengkap)

Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada abortus

kompletus perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan

selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali, karena

dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai.

Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus

masih ada perdarahan juga, maka abortus incompletus atau endometritis

post abortum harus dipikirkan6

2. Abortus Inkompletus (Keguguran bersisa/ tidak lengkap)

Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi sebagian (biasanya

jaringan plasenta) masih tertinggal didalam rahim.

Gejala-gejala yang terpenting ialah7:

a. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan

berlangsung terus

b. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim

yang dianggap corpus allenium, maka uterus akan berusaha

mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi.

Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama, serviks akan menutup kembali.

Pengobatan

Abortus incompletus harus segera dibersihkan dengan curettage atau secara

digital. Selama masih ada sisa-sisa plasenta akan terus terjadi perdarahan.

3. Abortus Insipiens (Keguguran sedang berlangsung)8

Abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.

Tanda-tandanya ialah:

a. Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah

b. Nyeri karena kontraksi rahim kuat

c. Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan

Abortus insipiens biasanya berakhir dengan abortus.

Pengobatannya:

Karena boleh dikatakan pasti terjadi abortus, maka pengobatan berlainan

dengan pengobatan abortus imminens.

Untuk mempercepat pengosongan rahim diberi oksitosin 2,5 satuan tiap

setengah jam sebanyak 6x.

Untuk mengurang nyeri karena his boleh diberi sedativa. Jika pitocin tidak

berhasil dapat dilakukan curettage asal pembukaan cukup besar

4. Abortus Imminens (Keguguran Mengancam)9

Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk

mempertahankannya. Jika seseorang wanita yang hamil muda

mengeluarkan darah sedikit pervaginam maka ia diduga menderita abortus

imminens.

Perdarahan yang sedikit pada hamil muda mungkin juga disebabkan oleh

hal-hal lain dari abortus, misalnya:

a. Placental sign (gejala plasenta) ialah perdarahan dari pembuluh

pembuluh darah sekitar plasenta. Gejala ini selalu terdapat pada kera

Macacus rhesus yang hamil.

b. Erosio portionis juga mudah berdarah pada kehamilan

c. Polyp

Sebab no 2 dan 3 dapat kita bedakan dengan pemeriksaan in speculo tapi

sebab no 1 tak dapat dibedakan.

Secara ikhtisar abortus imminens kita diagnosa kalau pada kehamilan muda

terdapat:

a. Perdarahan sedikit

b. Nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali

c. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan

d. Tidak diketemukan kelainan pada serviks

Pada abortus imminens masih ada harapan bahwa kehamilan masih

berlangsung terus.

Pengobatan

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat berlangsung terus, pasien

disuruh:

a. Istirahat rebah

b. Diberi sedativa, misalnya luminal, kodein, morphin.

c. Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi

kerentanan otot-otot rahim (gestanon).

Istirahat rebah tidak usah melebihi 48 jam. Kalau telur masih baik,

perdarahan dalam waktu ini akan berhenti.

Kalau perdarahan tidak berhenti dalam 48 jam maka kemungkinan besar

terjadi abortus dan istirahat rebah hanya menunda abortus tersebut. Jika

perdarahan berhenti, pasien harus menjaga diri, jangan banyak bekerja dan

coitus dilarang selama 2 minggu.

Jika perdarahan disebabkan erosi, maka erosi diberi nitras argentii 5-10%;

kalau sebabnya polyp, maka polyp diputar dengan cunam sampai

tangkainya terputus.

Selanjutnya kita perhatikan apakah janin masih hidup dengan menentukkan

apakah rahim terus membesar. Jika janin telah mati, maka rahim tidak

membesar dan reaksi Gailli Mainini menjadi negatif, tapi baiknya dilakukan

sekurang-kurangnya 2x berturut-turut. Baru kalau Gailli Mainini 2x

berturut-turut negatif ada artinya.

5. Missed Abortion (keguguran tertunda)

Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan

atau lebih, maka keadaan itu disebut missed abortion.

Gejala-gejala selanjutnya ialah:

a. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air tuban dan

macerasi janin.

b. Buah dada mengecil kembali

c. Gejala-gejala penting tidak ada hanya ammenorhoe berlangsung terus.

Biasanya keadaan ini berakhir dengan abortus yang spontan selambat-

lambatnya 6 minggu setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan

yang masih muda sekali maka janinlebih cepat dikeluarkan, sebaliknya

kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Sebagai batas

maksimal retensi janin diambil 2 bulan; kalau dalam 2 bulan belum lahir

disebut missed abortion (abortus tertunda)

Pengobatannya10

Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortion lebih

aktif karena adanya oksitosin dan antibiotika. Segera setelah kematian

janin dapat dipastikan diberi pitocin misalnya 10 satuan dalam 500 cc

glucose.

Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini, sekurang-kurangnya

terjadi pembukaan yang memudahkan curettage.

Dilatasi juga dapat dihasilkan dengan pemasangan laminaria stiff.

6. Abortus Habitualis (Keguguran berulang)

Ialah abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi; sekurang-

kurangnya 3x berturut-turut.

Sebab-sebab abortus habitualis dapat dibagi dalam 2 golongan11:

a. Sel benih yang kurang baik: pada saat ini kita belum tahu bagaimana

mengobatinya.

b. Lingkungan yang tidak baik: hal-hal yang mempengaruhi lingkungan

ialah:

Disfungsi glandula thyreoidea: hipofungsi kelenjar ini dapat diobati

dengan pemberian thyreoid hormon.

Kekurangan hormon-hormon corpus luteum (plasenta). Kekurangan

hormon diatasi dengan therapi substitusi misalnya sering diberi

progesteron.

Defisiensi makanan seperti asam folin.

Kelainan anatomis dari uterus yang kadang-kadang dapat dikoreksi

secara operatif: uterus dupleks.

Serviks yang inkompeten: serviks yang inkompeten sudah membuka

pada bulan 4 ke atas; akibatnya ketuban mudah pecah dan terjadi

abortus.

Serviks dapat menjadi inkompeten setelah portio amputasi atau

karena robekan serviks yang panjang.

Abortus karena serviks yang in kompeten dapat dicegah dengan

operasi Shirodkar atau Mc Donald

Hypertensia Essentialis

Golongan darah suami istri yang tidak cocok, sistem ABO atau faktor

Rh.

Toxoplasmose

7. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik

ialah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau

toksinnya ke dalam peredarah darah atau peritoneum. Hal ini sering

ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang

kriminali tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Bakteri

yang dapat menyebabkan abortus septik adalah escherichia coli,

enterobacter, aerogenes, proteus vulgaris, hemolytic streptococci dan

staphylococci

1.1.6. Komplikasi Abortus:

Pendarahan (hemorrhage)

Perforasi

Infeksi dan tetanus

Payah ginjal akut

Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh :

a. Pendarahan yang banyak disebut syok hemoragik

b. Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik

1.2. Partus Prematurus dan Prematuritas

Menurut umur kehamilan (dan umur janin) pengakhiran kehamilan dapat berupa:

a. Abortus (keguguran, kluron, kelulusan) kehamilan 16 mgg

b. Partus imaturus ( kehamilan 16-28 mgg) BBJ lbh krg 1000 gram

c. Partus prematurus (kehamilan 28-37 mgg) BBL 1000-2500 gram

d. Partus aterme (maturus)kehamilan 38-40 mgg BBL lbh dr 2500 gram

e. Partus serotinus (postmaturitas) kehamilan di atas 42 mgg Kelahiran bayi prematur

merupakan penyebab utama dari kematian neonatal, yaitu kira- kira 50% dari

seluruh kematian bayi

Partus prematurus merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting. Kejadian

±7% dari semua kelahiran hidup. Rupa-rupanya ada pengaruh ekonomis karena partus

praematurus lebih sering terjadi pada golongan dengan penghasilan yang rendah12.

Pengertian lain menurut para ahli13:

Holmer dan De Snoo; Bayi prematur adalah Bayi yang lahir dengan kehamilan

antara 28- 38 minggu

Greenhill; Bayi prematur ialah bayi yang lahir dengan berat badan (BB) kurang

dari 2500 gram

Eastman; Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan BB 1000-2499 gram

Sebab-sebab yang terpenting ialah:

a. Hypertensia essentialis

b. Solutio plasentae

c. Plasenta previa

d. Syphilis

e. Preeklampsi

f. Kehamilan kembar

g. Kelainan congenital

h. Bakteriuria

i. Penyakit ibu dll

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fetus14 :

Faktur ovum sendiri contoh;bayi laki lebih besar dari bayi perempuan

Faktor ibu

Faktor lain, seperti tempat tali pusat pada plasenta dan derajat infark plasenta

Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan janin intrauterin, yaitu keadaan gizi

ibu terutama, kekurangan lemak protein yang lama dan ibu yang merokok atau

tidak

Faktor yang Mempengaruhi lamanya kehamilan15 ;

1. Susunan syaraf otonom

2. Perangsangan mekanik

3. Derajat dimana korpus uteri menjadi kurang sensitif terhadap rangsangan sewaktu

hamil

4. Faktor serviks

5. Faktor etiologi yang dikemukakan adalah :

a. Kausa ignota

b. Toksemia gravidarum

c. Multiparitas

d. Pendarahan antepartum

e. Kelainan serviks

f. Komplikasi dari penyakit seperti sifilis, dekompensasi kordis, rematik,

penyakit-penyakit ginjal, mioma uteri

g. Kelainan kongenital

h. Ketuban pecah dini

i. Rh

j. Faktor Hidramnion, gemeli

Faktor yang mempengaruhi Prematuritas:

a. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi

b. Bakteriuria (infeksi saluran kencing)

c. BB ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil

d. Kawin dan tidak kawin : tak syah 15% prematur; kawin syah 13% prematur

e. Prenatal (antenatal) care

f. Anemia, penyakit jantung

g. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat

h. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat

i. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta

praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae atau kehamilan ganda

Pimpinan Partus16

Tujuannya ialah untuk menghindarkan trauma bagi anak yang masih lemah:

1. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan pula terlalu

cepat.

2. Jangan memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap

3. Buatlan episiotomi medialis.

4. Kalau persalinan perlu diselesaikan, pilihlah porceps diatas ekstraksi vakum

5. Jangan mempergunakan narcose

6. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum

yang berat

Cairan yang keluar dari jalan lahir, dapat berupa17 :

Hidrorea amniotika; keluarnya atau pecahnya selaput ketuban dan keluarnya air

ketuban

Hidrorea palsu; keluar air ketuban palsu, ketuban belum pecah

Hidrorea hemoragika; keluar air ketuban dan darah; misalnya pada solusio plasenta

dan plasenta previa

Hidrorea alba; fluor albus atau keputihan

1.3. Dismaturitas18

Adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan ketidak sesuaian tuanya kehamilan

dengan berat janin lahir. Ada dua kondisi yang berlainan, yaitu :

1. Kehamilan matur (cukup bulan) akan tetapi bayi lahir dengan berat badan lahir

rendah (small for gestational age)

2. Kehamilan prematur (kurang dari 37 minggu akan tetapi berat badan lahir melebihi

2500 gram

3. Janin dismatur dapat dilahirkan sebagai prematur, matur (cukup bulan) dan

postmatur (lewat bulan)

1.4. Postmatur ( Partus Serotinus)

Yang dinamakan partus serotinus ialah persalinan setelah kehamilan 42 minggu atau

lebih19. Kehamilan postmatur adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42

minggu, dihitung berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.

Partusnya disebut partus postmaturus atau serotinus dan bayinya disebut postmaturitas

(serotinus)20.

1.4.1.Frekuensi

Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensi 10,4-12%. Apabila batas waktu 43

minggu frekuensi 3,4-4%

1.4.2.Etiologi

Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu

kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga

kepekaan uterus terhadap oksitosin kurang. Faktor lain adalah faktor heriditer, karena

postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.

1.4.3.Diagnosis

1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.

2. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat atau sejak melahirkan yang lalu

tidak dapat haid terus menjadi hamil, hal ini akan sukar memastikannya.

Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi

dan aniknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat

membantu diagnosis.

3. Pemeriksaan berat badan ibu diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula

lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.

4. Pemeriksaan rongenologi dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada

bagian distal femur, bagian proksimal tibia, os kuboid, diameter biparietal

9,8 cm atau lebih.

5. USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.

6. Pemeriksaan sitologi air ketuban:

Air ketuban diambil dengan amniosintesis baik transvaginal maupun

transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang

dilepas janin setelah kehamilan mencapai 36 minggu keatas. Air ketuban

yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel-sel yang

mengandung lemak akan berwarna jingga:

Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu;

Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu.

7. Amnioskopi: melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya

karena dikeruhi mekonium.

8. Kardiotokografi: mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena

insufisiensi plasenta.

9. Uji oksitosin (stress test): yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi

reaksi janin terhadap kontraksi uterus, jika ternyata rekasi janin kurang baik

hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.

10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.

11. Pemeriksaan Ph darah kepala janin.

12. Pemeriksaan sitologi vagina.

Tanda-tanda bayi postmatur21:

a. Biasanya lebih berat dari bayi matur

b. Tulang dan satura kepala lebih keras dari bayi matur

c. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang

d. Verniks kaseosa di badan kurang

e. Kuku-kuku panjang

f. Rambut kepala agak tebal

g. Kulit agar pucat dengan deskuamasi epitel

h. Kulit mengelupas dan sering berwarna kekuningan

i. Kadang-kadang anak agak kurus

j. Air ketuban sedikit dan mengandung meconium

Bahaya yang mungkin terjadi ialah:

Kemungkinan kematian anak didalam rahim bertambah.

Biasanya anak yang berlebihan dapat menimbulkan kesukaran pada persalinan.

Sebaliknya anak dapat kecil disebabkan penurunan fungsi plasenta.

Sekarang dianggap bahwa bahaya-bahaya tersebut diatas terlalu dibesar-besarkan.

Terutama di indonesia diagnosa kehamilan serotin sangat sulit karena kebanyakan ibu

tidak mengetahui tanggal haid yang terakhir dengan tepat. Diagnosa atas dasar

besarnya anak sering mengecewakan.

Diagnosa hanya dapat dibuat kalau pasien diperiksa sejak permulaan kehamilan.

Disamping itu amnioskopi dapat membantu menentukkan sikap kita (air tuban sedikit,

adanya meconium).

Kalau kehamilan serotin dijadikan indikasi untuk induksi persalinan (persalinan

anjuran) maka syaratnya ialah bahwa serviks harus matang. Indikasi persalinan tidak

boleh dilakukan pada serviks yang belum matang karena hasilnya kurang baik.

Kehamilan serotin merupakan indikasi untuk sectio caesarea pada primi tua terutama

kalau umurnya lebih dari 40 tahun.

Malahan sering sectio sudah dilakukan pada minggu ke-41. Partus serotinus sering

terjadi pada anencephalus22.

1.4.4. Penatalaksanaan

Setelah kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah monitoring

janin sebaik-baiknya.

Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat

ditunggu dengan pengawasan ketat

Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kematangan serviks kalau

sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa

amniotomi.

Bila disertai riwayat kehamilan yang lalu ada: kematian janin dalam rahim,

hipertensi, preeklampsi dan ini adalah anak pertama karena infertilitas; pada

kehamilan lebih dari 40-42 minggu, wanita dirawat di RS.

Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada indikasi:

a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang;

b. Pembukaan belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin;

c. Pada primigravida tua kematian janin dalam kandungan, preeklampsi,

hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas), dan kesalahan letak janin.

Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan:

a. Bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi;

b. Bahwa janin postmatur kadang-kadang besar; kemungkinan disproporsi

sepalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan

c. Bahwa janin postmatur lebih peka terhadap sedativ dan narkosa. Oleh

karena itu anestesi konduksi paling baik

d. Bahwa perawatan neonatus postmaturitas perlu dibawah pengawasan dokter

anak.

2. Hypertensi dalam kehamilan

Penyakit hipertensi dalm kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang

terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan

nifas. Golongan penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan kadang-kadang

disertai proteinuria, oedema, konvulsi, koma atau gejala-gejala lain.

Penyakit ini cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu

sebab dari kematian ibu. Di USA misalnya sepertiga dari kematian ibu

disebabkan penyakit ini. Hipertensi dalam kehamilan menjadi juga penyebab

yang penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal.

Kematian bayi ini terutama disebabkan partus praematurus yang

merupakan akibat dari penyakit hipertensi.

Klasifikasi menurut American Committee dan Maternal Welfare.

1. Hipertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan

ialah preeklampsi dan eklampsi.

Diagnosa dibuat atas dasar hipertensi dengan proteinuria atau oedema atau

kedua-duanya pada wanita hamil setelah minggu ke-20.

2. Hipertensi yang kronis (apapun sebabnya).

Diagnosa dibuat atas adanya hipertensi sebelum kehamilan atau penemuan

hipertensi sebelum minggu ke-20 dari kehamilan dan hipertensi ini tetap

setelah kehamilan berakhir.

3. Preeklampsi dan eklampsi yang terjadi atas dasar hipertensi yang kronis.

Pasien dengan hipertensi yang kronis sering memberat penyakitnya dalam

kehamilan, dengan gejala-gejala hipertensi naik, proteinuria, oedema dan

kelainan retina.

4. Transient hypertension.

Diagnosa dibuat kalau timbul hipertensi dalam kehamilan atau dalam 24

jam pertama dari nifas pada wanita yang tadinya non motensip dan yang

hilang dalam 10 hari postpartum.

2.1. Preeklampsi ringan dan preeklampsi berat23

Penyakit hipertensi yang has untuk kehamilan merupakan penyakit hipertensi

yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas. Pada tingkat tanpa kejang

disebut preeklampsi dan pada tingkat dengan kejang disebut eklampsi.

Preeklampsi memperlihatkan gejalaa hipertensi oedema dan proteinuria, kadang-

kadang hanya hipertensi dengan proteinuria atau hipertensi dengan oedema. Eklampsi

sama gejala-gejalanya dengan preeklampsi ditambah dengan kejang atau koma. Jadi

preeklampsi dan eklampsi merupaka satu penyakit hanya tingkatnya yang berlainan.

Preeklampsi diketahui dengan timbulnya hipertensi, proteinuria dan oedema pada

seorang gravida yang tadinya normal. Penyakit ini timbul sesudah minggu ke 20 dan

paling sering terjadi pada primigravida yang muda. Kalau tidak di obati atau tidak

terputus oleh persalinan dapat menjadi eklampsi.

Praeklampsi adalah penyakit primigravida dan kalau timbul pada seorang

multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti hipertensi, diabetes atau

kehamilan ganda.

Pada umumnya praeklampsi dan eklampsi baru timbul sesudah minggu ke 20 dan

makin tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. Pada

mola hidatidosa penyakit ini dapat menjelma sebelum minggu ke 20 setelah

persalinan, gejala-gejalanya berangsur hilang sendiri. Untuk diagnosa praeklampsi,

pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih harus ditemukan hipertensi dengan

proteinuria dan oedema atau sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuria. Yaitu :

1. Tekanan systolis 140 mmHg atau lebih atau kenaikan 30 mmHg diatas tekanan

biasa. Tekanan diastolis 90 mmHg atau lebih atau kenaikan 15 mmHg diatas

tekanan yang biasa. Tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2 x

antara 6 jam

2. Proteinuria ialah protein lebih dari 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau lebih dari 1 g/l

pada urin yang sembarangan. Urin yang diambil untuk pemeriksaan harus urin

yang bersih atau urin yang diperoleh dari penyadapan. Proteinuria ini harus ada

pada 2 hari berturut-turut atau lebih.

3. Oedema yang tetap pada jari tangan dan mata

Preeklampsi disebut berat kalau:

1. Tekanan darah systolis 160 atau lebih atau diastolis 110 atau lebih, diukur 2 x

antara 6 jam dan pasien dalam istirahat

2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam

3. Oliguri 400 cc atau kurang dalam 24 jam

4. Gangguan cerebral atau gangguan penglihatan

5. Oedema paru-paru atau cyanosis

2.1.1 Gejala-gejala24

1. Hipertensi

Gejala yang paling dulu timbul ialah hipertensi yang terjadi tiba-tiba, sebagai

batas diambil tekanan darah 140 mmHg systolis dan 90 mmHg diastolis tapi

juga kenaikan systolis 30 mmHg atau diastolis 15 mmHg diatas tekanan yang

biasa. Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg systolis dan 110 mmHg

diastolis tapi jarang mencapai 200 mmHg

2. Oedema

Timbulnya oedema didahului oleh tambah berat badan yang berlebihan.

Penambahan berat ½ kg pada seorang yang hamil dianggap normal, tapi

kalau mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan preeklampsi harus

dicurigai. Penambahan berat badan yang tiba-tiba ini disebabkan retensi air

dalam jaringan dan kemudian tampak oedema. Oedema ini tidak hilang

dengan istirahat.

3. Proteinuria

Proteinuria sering diketemukan pada preeklampsi, karena vasospasme

pembuluh-pembuluh darah ginjal dan biasanya timbul lebih lambat dari

hipertensi dan penambahan berat badan

4. Gejala-gejala subjektif diantaranya:

a. Sakit kepala yang keras karena vasospasme atau oedema otak

b. Sakit di uluh hatu karena regangan selaput hati oleh haemorrahagia atau

oedema atau sakit karena perubahan pada lambung

c. Gangguan penglihatan; penglihatan menjadi kabur malahan kadang-

kadang menjadi buta. Gangguan ini ndisebabkan vasospasme, oedema,

atau ablatio retinae

2.1.2 Etiologi25

Sebab praeklamsi belum diketahui tapi pada penderita yang meninggal karena

eklampsi terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat, tapi kelainan yang

menyertai penyakit ini ialah spasmus arteriole, retensi Na, dan air dan

koagulasi intravaskuler. Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan

sebab primer akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala

yang menyertai.

2.1.3 Diagnosa26

Jika pada seorang yang hamil dan yang sebelum minggu ke 20 sehat timbul

hipertensi, proteinuria atau oedema maka diagnosa preeklampsi dibuat. Yang

harus dikesampingkan ialah penyakit ginjal misalnya glomerulonefritis acuta

dan hipertensi essensialis. Membedakannya dari hipertensi essensialis yaitu

dengan gejala-gejala yang menunjuk kearah hipertensi essensialis seperti:

1. Tekanan darah diatas 200

2. Pembesaran jantung

3. Multiparitas terutama kalau pasien diatas 30 tahun

4. Pernah menderita toxaemia pada kehamilan yang lalu

5. Tidak ada oedema dan proteinuria

6. Perdarahan dalam retina

2.1.4 Pengobatan27

Preeklampsi ringan

1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring/ tidur miring ke kiri). Rawat jalan

dilakukan apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan pemantauan

tekanan darah dan protein urin setiap hari.

2. Pantau tekanan darah 2 x sehari, dan protein urin setiap hari

3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan

atau anti agregasi trombosit

4. Roboransia

5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24-34 minggu

6. Diberikan methyil dopa 3 x 250 mg apabila tekanan diastol diantara 100-

110 mmHg

7. Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan pemeriksaan USG dan

KTG

8. Jika tekanan diastol turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan

nasihat untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda

preeklampsi berat. Kontrol 2 x seminggu. Bila tekanan diastol naik lagi

pasien dirawat kembali

9. Jika tekanan diastol naik dan disertai tanda-tanda preeklampsi berat, pasien

dikelola sebagai preeklampsi berat

10. Bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, terminasi kehamilan

11. Persalinan dapat dilakukan secara spontan

Preeklampsi berat

Rawat bersama dengan bagian yang terkait (penyakit dalam, penyakit syaraf,

mata, anestesi, dll)

A. Perawatan aktif

a. Indikasi

Bila didapatkan 1 atau lebih keadaan di bawah ini:

1. Ibu:

Kehamilan ≥37 minggu

Adanya gejala impending eklapmsi

2. Janin:

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya tanda-tanda PJT yang disertai hipoksia

3. Labolatorik: adanya HELLP syndrome

b. Pengobatan medisinal

1. Infus larutan RL

2. Pemberian MgSO4

Cara pemberian MgSO4

Pemberian melalui IV secara kontinyu (dengan menggunakan infusion

pump)

a. Dosis awal

4 gr (20 cc MgSO4 20%) dilarutkan kedalam 100cc RL, diberikan

selama 15-20 menit

b. Dosis pemeliharaan

10 gr (50 cc MgSO4 20%) dilarutkan dalam 500cc RL, diberikan

dengan kecepatan 1-2 gr/jam (20-30 tetes/menit)

Pemberian melalui IM secara berkala

a. Dosis awal

4 gr MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara IV dengan

kecepatan 1 gr/menit

b. Dosis pemeliharaan

Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gr (10 cc MgSO4 40%) IM setiap 4

jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian IM untuk

mengurangi perasaan nyeri dan panas

Syarat-syarat pemberian MgSO4

1. Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu Ca Glukonas 10% (1 gr dalam 10

cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit

2. Refleks patella positif kuat

3. Frekuensi pernafasan ≥ 16x/menit

4. Produksi urine ≥30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg BB/jam)

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada:

a. Oedema paru

b. Payah jantung kongesti

c. Oedema anasarka

Antihipertensi diberikan bila:

a. Tekanan darah:

- Sistolik ≥180 mmHg

- Diastolik ≥110 mmHg

b. Obat-obat antihipertensi yang diberikan:

- Obat pilihan adalah Hidralazin, yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan

selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai

tercapai tekanan darah yang diinginkan.

- Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

1. Nifedipin: 10 mg dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24

jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah

2. Labetalol 10 mg IV apabila belum terjadi penurunan tekanan darah maka

dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit

berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg

pada 10 menit berikutnya

3. Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan: 1 amp dilarutkan dalam 10 cc

larutan garam faal atau air untuk suntikan disuntikan mula-mula 5cc IV

perlahan-lahan selama 5 menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum

ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5cc IV selama 5 menit

Kardiotonika

Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada: tanda-tanda payah jantung.

Jenis kardiotonika yang diberikan: Cedilanid-D

Perawatan dilakukan bersama dengan sub bagian penyakit jantung

Lain-lain

1. Obat-obat antipiretik

Diberikan bila suhu rektal > 38,50C

Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

2. Antibiotika

Diberikan atas indikasi

3. Antinyeri

Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl 50-75

mg sekali saja

B. Perawatan Konservatif

a. Indikasi

Kehamilan preterm (<37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsi dengan keadaan janin baik

b. Pengobatan medisinal

Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal

MgSO4 tidak diberikan IV cukup IM saja (MgSO4 40%, 8 gr IM).

Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda

preeklampsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam

c. Pengelolaan obstetrik

1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama

dengan perawatan aktif, dengan pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG

untuk memantau kesejahteraan janin

2. Bila setelah 2x24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap

sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara

terminasi sesuai pengelolaan aktif

2.2 Eklampsi28

Eklampsi adalah penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan

wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, oedema, proteinuria.Eklamsi lebih

sering terjadi pada primigravida dari pada multipara

Menurut saat terjadinya eklampsi kita mengenal istilah:

Eklampsi antepartum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan.ini

yang paling serimh terjadi

Eklampsi intrapartum ialah eklampsi sewaktu persalinan

Eklampsi postpartum, eklampsi setelah persalinan

Kebanyakan terjadi antepartum

Jika terjadi postpartum maka timbul dalam 24 jam setelah partus. Dalam

kehamilan eklampsi terjadi dalam triwulan terakhir dan makin besar

kemungkinan mendekati saat cukup bulan.

Eklampsi lebih sering terjadi pada:

1. Kehamilan kembar

2. Hydramnion

3. Mola hydatidosa

Pada mola hydatidosa eklamsi dapat terjadi sebelum bulan ke 6.

2.2.1 Gejala

Eklampsi selalu didahului oleh gejala-gejala preeklampsi. Gejala-gejala

preeklamsi yang berat seperti:

1. Sakit kepala yang keras

2. Penglihatan kabur

3. Nyeri di ulu hati

4. Kegelisahan dan hyperrefleksi sering mendahului serangan kejang

Serangan dapat dibagi dalam 4 tingkat:

1. Tingkat invasi (tingkat permulaan)

mata terpaku, kepala dipalingkan kesatu pihak, kejang-kejang halus terlihat

pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik.

2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)

Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi episthotonus. Lamanya

15 sampai 20 detik.

3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang clonis)

Terjadilah kejang yang timbul hilang; rahang membuka dan menutup begitu

pula mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi

berulang. Kejang ini sangat kuat hingga pasien dapat terlempar dari tempat

tidur atau lidahnya tergigit. Lidah yang berbuih bercampur darah keluar dari

mulutnya, mata merah, muka biru, berangsung kejang berkurang dan

akhirnya berhenti. Lamanya ± 1 menit.

4. Tingkat coma

Setelah kejang clonis ini pasien jatuh dalam coma. Lamanya coma ini dari

beberapa menit sampai berjam-jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia

tidak ingat ssama sekali apa yang telah terjadi

Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang

dilukiskan di atas berulang lagi kadang-kadang 10-20 kali.

Sebab kematian eklampsi ialah: oedema paru-paru, apoplexi dan

acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi,

kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi eklampsi

tanpa kejang; gejala yang menonjol ialah coma. Eklampsi semacam ini

disebut “eclampsi sine eclampsi”, dan terjadi pada kerusakan hati yang berat.

karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsi maka “eclampsi

sine eclampsi” sering dimasukkan preeklampsi yang berat. pada eklampsi

tensi biasanya tinggi sekitar 180/110. Nadi kuat dan berisi tapi kalau keadaan

sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi memburukan

prognosa. Demam ini rupa-rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan

berbunyi, pada eklampsi yang berat ada cyanosis. Proteinuria hampir selalu

ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema biasanya ada.

Pada eklampsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa

waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsung baik tidak kejang lagi dan

sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklampsi yang tidak segera

disusul dengan persalinan disebut eklampsi intercurrent. Dianggap bahwa

pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih ringan

ialah dari eklampsi kedalam keadaan preeklampsi.

Jadi kemungkinan eklampsi tetap mengancam pasien semacam ini

sebelum persalinan terjadi. Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik,

kira-kira dalam 12-24 jam. Juka kalau anak mati didalam kandungan ssering

kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria hilang dalam 4-5

hari sedangkan tensi normal kembali dalam kira-kira 2 minggu. Ada kalanya

pasien yang telah menderita eklampsi menjadi psychotis, biasanya pada hari

ke 2 atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa pada

umumnya baik. Penyulit lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan

(buta), karena oedema retina.

2.2.2 Patologi

Pada wanita yang mati karena eklampsi terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak,

paru-paru dan jantung. Pada umumnya dapat ditemukan necrose, haemorrhagia,

oedema, hyperaemia ataun ischaemia dan thrombosis. Pada plasenta terdapat

infarkt-infarkt karena degenerasi syncytium. Perubahan lain yang terdapat ialah

retensi air dan natrium, haemokonsentrasi dan kadang-kadang acidosis.

2.2.3 Etiologi

Sebab eklampsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah

bahwa eklampsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia

uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak .

pada mola hydatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multi para, pada akhir

kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes,

peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dalam

plasenta atau desidua yang menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.

2.2.4 Diagnosis

Untuk diagnosa eklampsi harus dikesampingkan keadaan-keadaan lain dengan

kejang dan coma seperti uraemi, keracunan, epilepsi, hysteri, encephalitis,

meningitis, tumor otak dan atrofi kuning akut dari hati. Diagnosa eklampsi lebih

dari 24 jam postpartum harus dicurigai.

2.2.5 Pengobatan29

Pengobatan medisinal

1. Obat anti kejang:

Pemberian MgSO4 sesuan dengan pengelolaan preeklampsi berat.

Bila timbul kejang kejang ulangan maka dapat diberikan 2 gr MgSO4

20% i.v selama 2 menit, sekurang-kuranngnya 20 menit setelah

pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gr hanya diberika sekali saja. Bila

setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan

amobarbital 3-5 mg/kg/bb/i.v pelan-pelan

2. Obat-obat sufortif

Lihat pengobatan suportif preeklampsi berat

3. Perawatan pasien dengan serangan kejang:

a. Dirawat dikamar isolasi yang cukup terang

b. Masukkan sudip lidah kedalam mulut pasien

c. Kepala direndahkan, daerah di orofaring di hisap

d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari

fraktur

e. Pasien yang mengalami kejang secara berurutan (status konvulsivus),

diberikan pengobatan sebagai berikut:

Suntikan benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-lahan

Biala pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan

Benzodiazepin i.v ½ jam sampai 3 kali berturut-turut

Selain benzodiazepin, diberikan juga phenitoin (untuk

mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3x300 mg (1 kapsul)

pada hari ke 3 dan seterusnya

Apabila setelah pemberian benzodiazepin i.v 3 kali berturut-

turut, pasien masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium

(diazepam 50 mg/5 ampul didalam 250 cc Na Cl 0,9 %) dengan

kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari

f. Atas anjuran bagian saraf, dapat dilakukan:

Pemeriksaaan CT scan untuk menentukan ada tidaknya

perdarahan otak

Punksi lumbal, bila ada indikasi

Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, urea

N, kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll untuk

mencari penyebab kejang yang lain

4. Perawatan pasien dengan koma

a. Rawat berssama dengan bagian saraf:

Diberikan infus cairan manitol 20 % dengan cara: 200 cc

(diguyur), 6 jam kemudian diberika 150 cc (diguyur), 6 jam

kemudian diberika 150 cc (diguyur) sehari. Total pemberian

500 cc sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.

Dapat juga diberikan cairan gliserol 10% dengan kecepatan 30

tetes/menit selama 5 hari

Dapat juga diberikan dexamethason i.v mg sehari, yang

kemudian di tappering off

b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow

Pittsburgh Coma Scale

c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus

d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT

5. Pengobatan obstetrik:

Sikap terhadap kehamilan

a. Sikap dasar:

Semua kehamilan dengan eklampsi dan impending eklampsi harus

diakhiri tanpa memandang umur kehamilan

Gejalam impending eklampsi adalah:

Penglihatan kabur

Nyeri uluhati yang hebat

Nyeri kepala yang hebat

b. Saaat pengakhiran kehamilan:

1. Terminasi kehamilan pasien preeklampsi dan impending eklampsi

adalah dengan seksio sesarea

2. Persalinan pervaginam dipertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:

Pasien infartu, kala II

Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria

Eden yang berat

Sindroma HELLP

Komplikasi serebral (CVA, stroke, dll)

Kontra indikasi operasi (ASA IV)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.7

2. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.7

3. WHO/FIGO. 1998

4. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.231

5. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.7-8

6. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.13

7. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.12

8. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.11

9. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.11

10. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.16

11. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.16

12. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.17

13. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.241

14. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.242

15. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.243

16. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.18

17. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.245

18. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.245-6

19. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.18

20. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.246

21. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1989. P.247

22. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.18-9

23. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.90

24. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.92

25. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.93

26. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.94

27. Krisnadi SR, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dinekologi RSHS. 2 nd ed.

Bandung: Bagian Obgyn FK Unpad RSHS; 2005. P.61-5

28. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar; 1984. P.99

29. Krisnadi SR, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dinekologi RSHS. 2 nd ed.

Bandung: Bagian Obgyn FK Unpad RSHS; 2005. P.65