36
INSIDENSI KOLELITIASIS DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO PERIODE 1 APRIL 2007- 30 APRIL 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. 1 Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. 2 Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. 3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. 2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 1 Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

kOLELITIASIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

refrat interna cholelitiasis

Citation preview

Page 1: kOLELITIASIS

INSIDENSI KOLELITIASIS DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PERIODE 1 APRIL 2007- 30 APRIL 2008

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara

barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas.1

Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi

dilakukan setiap tahunnya.2 Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10

sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani

pembedahan.3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak

mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.

Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan

50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu

untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu

empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk

mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut

dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran

empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.1

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu

saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di

dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu

saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan

dengan pasien di negara Barat.1

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 2: kOLELITIASIS

Batu empedu

ObesitasGenetikPenyakit lainObat AntihiperlipidemiaHiperlipidemia

Usia

Jenis kelamin

Pemeriksaan Penunjang

Keluhan tambahan

Keluhan utama

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan

lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.1,2

Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu

empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat,

tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian

sebagai berikut : Bagaimanakah insidensi kolitiasis di Rumah Sakit Prof. DR. Margono

Soekarjo?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui insidensi kolelitiasis di Rumah Sakit Prof. DR. Margono Soekarjo

pada periode 1 April2007-30 April 2008.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi kepada kalangan medis dan

masyarakat tentang penyakit batu empedu yang terjadi di Rumah Sakit Prof. DR.

Margono Purwokerto pada bulan April 2007 – April 2008.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai kajian ilmiah dan landasan penelitian

selanjutnya yang lebih valid.

E. Kerangka Penelitian

Keterangan: Yang diteliti Tidak diteliti

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 3: kOLELITIASIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Kolelitiasis

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu

kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip

batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5

B. Etiologi Kolelitiasis

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting

adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu

adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh

karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar

empedu.6

C. Faktor Risiko Kolelitiasis

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (6,7,8)

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

2. Usia lebih dari 40 tahun .

3. Kegemukan (obesitas).

4. Faktor keturunan

5. Aktivitas fisik

6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

7. Hiperlipidemia

8. Diet tinggi lemak dan rendah serat

9. Pengosongan lambung yang memanjang

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 4: kOLELITIASIS

10. Nutrisi intravena jangka lama

11. Dismotilitas kandung empedu

12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan

kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang

Afrika)

D. Anatomi

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak

tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati

masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut

bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati

sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus

komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus

koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua

saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu (5)

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu

yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus

hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh

limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung

empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 5: kOLELITIASIS

daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke

dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi.

Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam

dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk

menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.3

Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan

batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul

sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.9

E. Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena

bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam

pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol

terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol

turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang

mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu

dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau

terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan

kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan

membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang

lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris

yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10

F. Klasifikasi Kolelitiasis

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1,11

1. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >

50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

a. Supersaturasi kolesterol

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 6: kOLELITIASIS

b. Hipomotilitas kandung empedu

c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung

<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk

akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan

oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.

Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-

glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas

dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat

yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat

antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu

pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe

batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis

hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.

Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam

terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.1,11

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%

kolesterol.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 7: kOLELITIASIS

Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12

G.Manifestasi Klinis

Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.

Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama

ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign).

Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah

sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan

tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,

nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat

berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat

menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu

(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat

bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding

kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau

menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 3

H.Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 8: kOLELITIASIS

5. Perikolesistitis

6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga

7. Perforasi

8. Kolesistitis kronis

9. Hidrop kandung empedu

10. Empiema kandung empedu

11. Fistel kolesistoenterik

12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu

empedu muncul lagi) angga

13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan

kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong

dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila

batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila

terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu

dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk

suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya

kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun

dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi

dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus

koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis.3

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit

saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.3

I. Diagnosa

a. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan

yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 9: kOLELITIASIS

berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-

tiba.3

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap

dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3

b. Pemeriksaan Fisik

i. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,

empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan

dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy

positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena

kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien

berhenti menarik nafas.3

ii. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang

teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang

dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah

berat, akan timbul ikterus klinis.3

c. Pemeriksaan Penunjang

i. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan

bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum

yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase

alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap

setiap kali terjadi serangan akut.3

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 10: kOLELITIASIS

ii. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung

empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat

dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar

atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran

kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 13

iii. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang

oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu

kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 11: kOLELITIASIS

Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 14

iv. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga

dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan

ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan

hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung

empedu.3

J. Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang

hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak. 3

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah

dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung

empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat

gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 3

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 12: kOLELITIASIS

Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah

cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan

untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang

ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di

Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi

normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung

dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan

kecil di dinding perut. 10

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai

melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu

duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang

dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin

dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 15

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 13: kOLELITIASIS

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif

acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu

tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya

batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu

baik dan duktus sistik paten. 2

4. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-

Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan

per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang

tinggi (50% dalam 5 tahun). 10

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad

saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah

benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 16,17

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 14: kOLELITIASIS

6. Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping

tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk

pasien yang sakitnya kritis.10

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung

dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu

melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka

agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus

halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari

4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,

sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja

biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang

kandung empedunya telah diangkat.18

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) 19

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 15: kOLELITIASIS

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah non eksperimental berupa survei

deskriptif. Rancangan yang digunakan adalah cross sectional retrospektif yaitu penelitian

yang mencari hubunagan variabel bebas atau resiko dan variabel terikat atau akibat

dengan melakukan pengukuran sesaat terhadap kejadian yang telah terjadi di masa

lampau.20

B. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah pasien kolelitiasis di instalasi

rawat inap RSMS pada periode 1 April 2007 – 30 April 2008.

C. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara total sampling yaitu

seluruh pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Margono Soekarjo dalam periode

1 April 2007 sampai 30 April 2008.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah usia, jenis kelamin, keluhan utama, keluhan tambahan,

pemeriksaan penunjang.

2. Variabel tergantung adalah kolelitiasis (batu empedu).

E. Definisi Operasional

1. Kolelitiasis adalah batu kandung empedu yaitu gabungan beberapa unsur yang

membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5

2. Insidensi adalah kasus baru yang terjadi pada suatu populasi di area tertentu dan

pada kurun waktu tertentu.21

F. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medik psaien

kolesistitis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. Margono Soekarjo periode 1 April

2007 sampai dengan 30 April 2008.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 16: kOLELITIASIS

G. Tata Urutan Kerja

1. Tahap Persiapan

a. Konsultasi dengan pembimbing

b. Studi pustaka

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Mengumpulkan bahan penelitian melalui catatan medis dari keseluruhan

sampel.

3. Tahap Akhir

a. Pengolahan data

b. Pembuatan laporan penelitian

H. Pengolahan Data

Pengolah data dilakukan setelah diperoleh data sekunder dari rekam medik

pasien. Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Menyusun data yang telah lengkap

2. Tabulasi data dengan membuat tabel distribusi untuk laporan variabel

3. Menyajikan dalam bentuk gambar

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 17: kOLELITIASIS

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan case control retrospektif terhadap pasien kolesistisis yang dirawat

di RSMS Purwokerto periode 1 April 2007 – 1 Mei 2008, didapatkan insidensi pasien wanita

lebih banyak dibanding laki-laki. Diagram 1 menunjukkan jumlah pasien wanita sebanyak

38 dengan pasien laki-laki 21 orang dari total 59 pasien. Jumlah pasien wanita 64,4% dan

jumlah pasien laki-laki 35,6%. Tampak jumlah pasien wanita 1,8 kali lebih besar dibanding

pasien laki-laki.

wanita laki-laki0

5

10

15

20

25

30

35

4038

21

jumlah pasien

Diagram 1. Perbandingan Jumlah Pasien Kolesistisis Wanita Dan Laki-Laki

Insidensi wanita lebih tinggi dibanding laki-laki sebagaimana penelitian otopsi

terhadap pasien kolelitiasis di Amerika menunjukkan hasil sedikitnya 20% wanita dan 6%

laki-laki di atas usia 40 tahun mempunyai batu empedu. Penelitian tersebut dilakukan

terhadap sedikitinya 20 juta pasien kolelitiasis dimana sekitar 1 juta kasus baru terjadi setiap

tahunnya.22 Penelitian dari Mittal juga mengatakan sekitar 10-15% dewasa di Amerika

memiliki batu empedu dan pada Negara Amerika Latin, prevalensi batu empedu meningkat

hingga 50% pada wanita.24

Pengaruh hormon pada wanita juga merupakan salah satu faktor predisposisi

meningkatnya jumlah pasien wanita dibanding laki-laki. Estrogen diduga berperan penting

pada wanita dengan kolelitiasis dimana estrogen dapat menstimulasi reseptor lipoprotein

hepar dan meningkatkan pembentukan kolesterol empedu serta meningkatkan diet kolesterol.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 18: kOLELITIASIS

Sementara itu, estrogen alamiah dan kontrasepsi oral dapat menurunkan sekresi garam

empedu dan menurunkan perubahan kolesterol menjadi kolesterol ester. 22

Kakar dari Amerika mewawancarai 102 wanita berusia 41-74 tahun yang terdiagnosa

kolelitiasis dalam kurun waktu Januari 1979 dan September 1980 dengan control wanita sehat

98 orang. . Hasil penelitian menunjukkan resiko batu empedu pada wanita yang

menggunakan estrogen minimal satu tahun sebelum terdiagnosa batu empedu adalah 1,18

(95% CI: 0.65-2.13). 23

Jing-Sen Shi dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang

mengandung estrogen dan progesterone mempengaruhi pembentukan batu empedu pada

pasien wanita dengan usia 20-44 tahun. 24Adapun pada wanita usia di atas 55 tahun yang

mengalami menopause dan kekurangan estrogen, tetap dapat terjadi peningkatan resiko

kolesistisis akibat meningkatnya faktor usia. 22

Adapun sebaran umur pasien kolesitisis beraneka ragam mulai dari umur temuda 11

tahun hingga 88 tahun. Diagram 2 menunjukkan insidensi tertinggi kolesistisis terjadi pada

usia 51-60 tahun untuk wanita dan laki-laki. Sementara usia termuda terjadi pada 11-20

tahun. Usia menjadi faktor predisposisi kolelitiasis dimana semakin bertambah usia, semakin

mudah terjadi kolelitiasis. Kasper dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine

mengatakan faktor usia mempengaruhi perjalanan kolelitiasis karena meningkatkan sekresi

kolesterol empedu, menurunkan ukuran kantong asam empedu, dan menurunkan sekresi

garam empedu. Hal tersebut memudahkan terjadinya pengendapan kolesterol dan garam-

garam mineral penyebab batu empedu.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 19: kOLELITIASIS

22 wanita laki-laki

0

2

4

6

8

10

12

14

21

0

3

8

3

6

3

14

665

2

0

11-20th

21-30th

31-40th

41-50th

51-60

61-70

71-80

jumlah

Diagram 2. Perbandingan Jumlah Pasien Kolesistisis Wanita Dan Laki-Laki

Penelitian di Amerika menunjukkan, batu empedu kolesterol menyerang 20% dari

60% dewasa di Amerika dan Eropa karena genetik dan faktor lingkungan. 26 Hal senada

diungkapkan oleh Beckingham bahwa usia lebih dari 40 tahun merupakan faktor resiko

terjadinya batu empedu. 2 Sementara, usia dewasa yang banyak terkena batu empedu

tersebut ditunjukkan pula pada Diagram 2 dimana sebanyak 71% pasien berusia lebih dari 40

tahun yang terdiri dari 15% pasien berusia 41-50 tahun, 34% pasien berusia 51-60 tahun,

19% pasien berusia 61-70 tahun dan sisanya 3% pasien berusia 71-80 tahun.

Sementar itu, pasien dengan usia 11-20 tahun hanya 5% dari jumlah keseluruhan

pasien. Jing-Sen Shi mengatakan batu empedu berhubungan dengan usia, kegagalan

metabolisme lamak dan kerusakan fungsi pengosongan kandung empedu. Penelitian yang

dilakukan Jing-Sen Shi menemukan adanya morbiditas batu empedu sebesar 0,94% pada 522

pelajar muda dimana jumlahnya jauh lebih kecil dibanding usia dewasa. 24 Usia

mempengaruhi pembentukan batu empedu karena adanya indeks saturasi kolesterol di saluran

empedu dan kecepatan pengosongan kandung empedu.26

Sementara itu, insidensi kolelitiasis terjadi dengan keluhan utama terbanyak berupa

nyeri perut kanan atas. Diagram 3 menunjukkan 32 pasien (54%) mengeluh nyeri perut

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 20: kOLELITIASIS

kanan atas, 22 pasien (37%) mengeluh nyeri ulu hati dan sisanya (9%) mengeluh perut

melilit, nyeri seluruh permukaan perut, dada berdebar-debar, mual muntah dan nyeri

punggung. Insidensi keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas tersebut 1,17 kali lebih

besar disbanding keluhan lainnya.

0

5

10

15

20

25

30

35 32

22

1 1 1 1 1

nyeri perut kanan atas

nyeri ulu hati

perut terasa melilit

nyeri seluruh permukaan perut

dada berdebar-debar

mual muntah

nyeri punggung

keluhan utama pasien kolelitiasis

jumlah

Diagram 3. Keluhan Utama Pasien Kolesistisis

Nyeri perut kanan atas yang dirasakan 54% pasien sesuai dengan letak anatomis

kandung empedu yaitu di kuadran kanan atas. Secara anatomi, empedu berada tepat di bawah

lobus hati. Nyeri yang dirasakan adalah nyeri kolik karena kandung empedu merupakan suatu

saluran (kantung). Nyeri dirasakan berkurang jika pasien membungkuk. Adapaun nyeri kolik

pada batu empedu menjalar sampai dengan bahu, pungung, atau dada. 27

Gejala kolelitiasis terjadi akibat adanya inflamasi atau obstruksi yang dapat

bermigrasi ke duktus biliaris. Hal tersebut menimbulkan kolik biliaris yang khas karena

terjadi peningkatan tekanan intraluminal dan distensi rongga perut yang tidak dapat

berkurang dengan kontaraksi biliaris berulang. Nyeri tersebut menetap dan terus menerus

terjadi di tempat yang sama yaitu di kuadran kanan atas atau epigastrium. Nyeri biasanya

menjalar hingga area intraskapular, scapula kanan atau bahu. 27

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 21: kOLELITIASIS

Nyeri kolik berlangsung tiba-tiba dengan intensitas waktu 30 menit hingga 5 jam,

bertambah berat secara bertahap atau berlangsung cepat. Bila nyeri kolik dirasakan terus

menerus selama 5 jam maka perlu curiga terjadinya kolesistitis akut. Mual muntah biasanya

menemani episode nyeri kolik tersebut. 27 Nyeri ini jarang naik turun tetapi terjadi antara 15

menit sampai 24 jam. Bila nyeri berlanjut lebih dari 24 jam maka curiga kolesisititis akut. 2

0

5

10

15

20

25

30

mual muntahperut kembungdemamsering sendawaperut membesarkulit berwarna kuningsakit pinggangkonstipasi pusingkencing seperti tehlemastidak ada data

Keluhan Tambahan Pasien Kolelitiasis

jumlah

27 pasien

4 pasien

1 pasien

13 pasien

2 pasien

Diagram 4. Keluhan Tambahan Pasien Kolesistisis

Sebagaimana terlihat pada Diagram 4 bahwa sebagaian besar keluhan tambahan pada

kolelitiasis adalah mual dan muntah sebanyak 46%. Mual muntah terjadi karena adanya

distensi pada kandung empedu akibat obstruksi atau tekanan batu ke duktus sistikus. 2

Insidensi mual dan muntah lebih dirasakan 1,4 kali lebih sering dibanding keluhan tambahan

lainnya seperti perut kembung, demam, sering sendawa, perut membesar, kulit berwarna

kuning, sakit pinggang, konstipasi, pusing, kencing seperti teh dan lemas.

Pada kolesistitis akut, peradangan dikuti dengan leukositosis dan demam sedang.

Jaundice atau pasien berwarna kekuningan terjadi apabila pasien dengan batu empedu.

Dimana batu empedu berpindah dari kandung empedu ke duktus biliaris comunis.2

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 22: kOLELITIASIS

Diagram 5 menunjukkan efektivitas penggunaan pemeriksaan penunjang berupa

ultrasonografi (USG) dapat melihat dengan jelas batu pada 54 pasien (92%) sementara

sisanya tidak diketahui datanya.

0

5

10

15

20

25

11

22

65

2

12

3

batu ukuran 1-10 mm

batu ukuran 11-20 mm

batu ukuran 21-30 mm

batu multipel

tidak ada batu

batu dalam batas normal

tidak ada data

hasil pemeriksaan penunjang (USG) kolelitiasis

jumlah

Diagram 5. Hasil Pemeriksaan Penunjang (USG) Pasien Kolesistisis

Beckingham mengatakan USG mempunyai sensitivitas 95% dan dapat melihat secara spesifik

batu berdiameter 4 mm. 2 Penelitian Michael terhadap 45.831 laki-laki berusia 40-75 tahun

yang diikuti sejak tahun 1986-1994 secara kohort prospektif melaporkan 828 laki-laki

mengetahui gejala kolesistitis dengan USG atau radiografi.28 Kasper mengatakan akurasi

identifikasi batu empedu menggunakan USG > 95% dan tidak terbatas pada kondisi jaundice

dan kehamilan serta dapat mendeteksi batu empedu yang kecil sekalipun.22

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 23: kOLELITIASIS

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan secara case control retrospektif terhadap pasien

kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto

periode 1 April-30 April 2008 dapat disimpulkan bahwa:

1. Insidensi wanita 1,8 kali lebih besar disbanding laki-laki

2. Insidensi penderita batu empedu di atas 40 tahun tersebut 2,5 lebih besar dibanding

pada penderita usia di bawah 40 tahun.

3. Insidensi keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas 1,17 kali lebih besar dibanding

keluhan lainnya.

4. Insidensi mual dan muntah lebih dirasakan 1,4 kali lebih sering dibanding keluhan

tambahan

5. Efektivitas penggunaan pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG) 92%..

B. Saran

Penelitian ini sifatnya sangat terbatas. Setelah dilakukan penelitian tentang kolelitiasis

di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto insidensi kolelitiasis

lebih mudah terjadi pada wanita, usia di atas 40 tahun, dan didiagnosa pasti dengan melihat

batu melalui pemeriksaan penunjang USG. Untuk itu perlu ditingkatkan penelitian ini dengan

jumlah pasien dan metode yang lebih akurat supaya insidensi batu empedu dari tahun ke

tahun selalu terpantau.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 24: kOLELITIASIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 91–94. Avaliable from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388[diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada tanggal 20 Juni 2008].

5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22 Januari 2008].

6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22 Januari 2008].

7. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestive-system/DG99999.htm. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008].

8. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Diseases/InDepth/?chunkiid=103348.htm. [diakses pada tanggal 28 Januari 2008].

9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

11. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html. [diakses pada tanggal 28 Januari 2008].

12. Webmaster.2008. Available From: http://www.unboundedmedicine.com/index.php?tag=gallstone_ileus [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008]

14. Webmaster.2008. Available From: http://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/edus/index6.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

15. Webmaster.2008. Available From: http://www.thebestlinks.com/Cholecystectomy.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

16. Webmaster.2008. Available From: http://uro.med.u-tokai.ac.jp/byoukini/img/eswl.gif [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com

Page 25: kOLELITIASIS

17. Webmaster.2008. Available From: http://home.versatel.nl/snelsnel/behandeling1.htm [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

18. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008].

19. Webmaster.2008. Available From: http://www.mcl.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/hepatobil_testing/10imaging.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

20. Sudigdo Sastroasmoro, Sofyan Ismael. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian dan Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto. 2002.

21. Webmaster.2008. Available From: http://en.wikipedia.org/wiki/Incidence_(epidemiology) [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

22. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of Internal Medicine 16th. New Yor: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890

23. Kakar F, Weiss NS, and Strite SA. 1988. Non-Contraceptive Estrogen Use And The Risk Of Gallstone Disease In Women. Dalam: American Journal of Public Health, Vol. 78, Issue 5 564-566. Available From: http://www.ajph.org/cgi/content/abstract/78/5/564 [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]

24. Jing-Sen Shi, Jing-Yun Ma, Li-Hong Zhu, Bo-Rong Pan, Zuo-Ren Wang, and Lian-Sheng Ma. 2001.Studies on gallstone in China. Dalam: World J Gastroenterol, 2001;7(5):593-596. Available From: http://www.wjgnet.com/1007-9327/7/593.asp [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

25. Mittal B, Mittal R . 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam JPG Online. Vol: 48. Issue : 2:149-52. Avaliable from :http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

26. Guylaine Bouchard, Derek Johnson, Tonya Carver, Beverly Paigen, and Martin C. Carey. 2002. Cholesterol gallstone formation in overweight mice establishes that obesity per se is not linked directly to cholelithiasis risk. Dalam: Journal of Lipid Research, Vol. 43, 1105-1113, July 2002.

27. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

28. Michael F. Leitzmann,Edward L. Giovannucci,Eric B. Rimm, Meir J. Stampfer, Donna Spiegelman, Alvin L. Wing, and Walter C. Willett. 1998. The Relation of Physical Activity to Risk for Symptomatic Gallstone Disease in Men. Dalam:Annals Journal Volume 128 Issue 6 | Pages 417-425.Avaliable from : http://www.annals.org/cgi/content/abstract/128/6/417 [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.

www.happywithavis.multiply.com