22
BAB I PENDAHULUAN Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering dijumpai di praktek klinik. Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60- 80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa pasien-pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada sebanyak 1-2% per tahun. 1,2 Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier), inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus obstruktif sampai sirosis bilier. Tidak semua batu empedu memerlukan tindakan untuk mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana penatalaksanaannya antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi kliniknya. 1,2 Kemajuan-kemajuan yang pesat di bidang iptek kedokteran pada dua dekade nu terutama kemajuan di bidang pencitraan (imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi terapetik membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penatalaksanaan batu

kolelitiasis lapkas

  • Upload
    rafika

  • View
    242

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

abcd

Citation preview

Page 1: kolelitiasis lapkas

BAB I

PENDAHULUAN

Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering

dijumpai di praktek klinik. Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-

80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa

pasien-pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada

sebanyak 1-2% per tahun. 1,2

Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),

inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis

akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti

pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus

obstruktif sampai sirosis bilier. Tidak semua batu empedu memerlukan tindakan untuk

mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana penatalaksanaannya

antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi kliniknya. 1,2

Kemajuan-kemajuan yang pesat di bidang iptek kedokteran pada dua dekade nu terutama

kemajuan di bidang pencitraan (imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi terapetik

membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penatalaksanaan batu empedu. 1,2

Pada masa-masa yang lalu kira-kira sebelum tahun delapan puluhan, sarana diagnostik

imej ing untuk batu empedu hanya dari foto polos abdomen, kolesistografi oral dan

kolangiografi intravena. Tetapi sarana diagnostik ini mempunyai banyak keterbatasan,

antara lain bahwa fungsi hati mempengaruhi hasil foto yang diperoleh. Pada keadaan di

mana bilirubin serum meningkat lebih dari 3 mg%, tidak akan ada ekskresi bahan kontras

dari sel-sel hati ke saluran empedu sehingga tidak akan diperoleh gambar. Hal ini

mengakibatkan bahwa pada masa itu sangat sulit menentukan apakah seseorang dengan

ikterus itu disebabkan oleh kelainan parenkim atau oleh obstruksi saluran empedu yang

penanganannya sangat berbeda.1

Page 2: kolelitiasis lapkas

Sarana terapetik serta penatalaksanaannya juga mengalami perubahan yang sangat besar

yakni makin terjadinya kecenderungan penanganan batu saluran empedu ditangani secara

minimal invasif melalui endoskopi oleh para gastroenterolog.1

Page 3: kolelitiasis lapkas

BAB Il

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu

empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.2,3

2.2. Epidemiologi

Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara

Asia (3% hngga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar,

seperti ditunjukkan oleh statistic AS ini: 4

Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya

beberapa ton.

Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua

pertiganya menjalani pembedahan.

Angka kematian akibat pembedahan untuk: bedah saluran empedu secara

keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat

penyakit batu empedu atau penyulit pembedahan.

Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita

dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang

minum estrogen eksogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut

dasar hormon. Dengan bertambahnya usia, dominansi wanita ini menjadi kurang jelas.

Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun, lebih

Page 4: kolelitiasis lapkas

sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun dan ditemukan sekitar 30 persen

pada orang yang berusia di atas 80 tahun.4,5

2.3. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan kantung berbentuk alpukat yang terletak tepat di

bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi see ara terus - menerus oleh hati masuk

ke saluran kecil empedu di dalam hati, yang disebut kanalikuli. Saluran kecil ini bersatu

membentuk saluran empedu lebih besar (duktulus) dan akhirnya membentuk dua saluran

besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri

yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis (eommon hepatic duet).

Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus

(common bile duet). Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus

pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum bermuara

ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut

otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.2,3,5

Kandung empedu mendapatkan aliran darah dari arteri sistikus yang merupakan

cabang arteri hepatikus, dan mengalirkan darah ke vena sistikus yang bermuara ke dalam

sistem vena porta.2,3,5

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Empedu yang dihasilkan oleh hati, setelah melewati duktus hepatikus akan masuk ke

duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan

pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam

kandung empedu kira-kira 10 kali lebih pekat daripada empedu hati. Secara berkala

kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan

lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Adanya lemak dalam makanan merupakan

rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi kandung empedu.2,3,5

Garam empedu, Iesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam

empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.

Page 5: kolelitiasis lapkas

Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan

sampai 20 kali.3

2.4. Klasifikasi Batu Empedu

Schirmer membagi batu kandung empedu menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol,

batu pigmen dan campuran. Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari

seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering

mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni

biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi

lebih keras.4

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri

dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam

batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-30% dalam

batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan

batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu pigmen

hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar,

sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan

kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis

atau penyakit hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen

coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi.6

2.5. Patogenesis

2.5.1. Batu Kolesterol

Ada 3 mekanisme utama yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol yaitu

perubahan komposisi empedu, nukleasi (pembentukan inti) kolesterol dan gangguan

fungsi kandung empedu.2,3,5,6

Empedu mengandung 85-95% air. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,

sehingga harus dipertahankan dalam keadaan larut dengan disekresikan dari membran

Page 6: kolelitiasis lapkas

kanalikuli dalam bentuk vesikel fosfolipid, yaitu gabungan kolesterolfosfolipid.

Kelarutan kolesterol tergantung pada konsentrasi fosfolipid dan asam empedu dalam

empedu, juga jenis fosfolipid dan asam empedu yang ada. 2,3,5,6

Pada keadaan empedu tidak lewat jenuh oleh kolesterol serta mengandung cukup

asam empedu dan fosfolipid, kolesterol akan terikat pada bagian hidrofobik dari

campuran misel (terdiri atas fosfolipid terutama lesitin, asam empedu dan kolesterol).

Karena bersifat larut dalam air, campuran misel ini memungkinkan transpor dan absorpsi

produk akhir lemak menuju atau melalui membran mukosa usus. 2,3,5,6

Bila empedu mengandung kolesterol yang tinggi (lewat jenuh) atau kadar asam

empedu serta fosfolipid rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor ke dalam

campuran misel, tetap terbentuk vesikel. Vesikel ini bersifat tidak stabil dan akan

beragregasi membentuk vesikel yang lebih besar dan berlapis-lapis (vesikel multilamelar)

sehingga membentuk inti kristal kolesterol. 2,3,5,6

Meningkatnya kadar kolesterol akan menyebabkan cairan empedu menjadi lewat

jenuh dan memungkinkan tejadi kristalisasi dan terbentuknya inti Kristal kolesterol yang

merupakan kunci penting dalam rangkaian patogenesis batu kolesterol. 2,3,5,6

Pembentukan inti kristal juga dipengaruhi oleh waktu pembentukan inti

(nucleationtine ). Pada penderita batu empedu ternyata waktu pembentukan intinya jauh

lebih pendek dibandingkan dengan yang tanpa batu empedu. Hal ini disebabkan adanya

faktor-faktor lain yang berperan mempercepat atau menghambat terbentuknya batu, di

antaranya berupa protein atau musin (mukus) di dalam empedu. Beberapa peneliti

menduga bahwa musin yang bersifat gel di dalam kandung empedu dapat mencetuskan

kristalisasi kolesterol. Selain itu, glikoprotein 120 kda dan infeksi juga diduga dapat

menyebabkan kristalisasi kolesterol. 2,3,5,6

2.5.2. Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan jenis batu yang banyak ditemukan di negara Timur

dengan komponen utamanya adalah kalsium bilirubinat. Kandungan kolesterol pada batu

Page 7: kolelitiasis lapkas

pigmen kurang dari 30%. Batu pigmen hitam terutama mengandung kompleks kalsium

bilirubinat dengan kalsium dan glikoprotein. Mekanisme pembentukannya belum

diketahui pasti, tetapi diduga disebabkan karena empedu mengalami supersaturasi oleh

bilirubin indirek, perubahan pH dan kalsium serta produksi yang berlebihan dari

glikoprotein. Kadar bilirubin indirek yang tinggi dalam empedu biasanya ditemukan pada

penderita hemolisis kronik. 2,3,5,6

Batu pigmen coklat terutama mengandung garam kalsium dari bilirubin indirek

(kalsium bilirubinat) dan lebih sering dihubungkan dengan stasis empedu dan infeksi.

Stasis empedu sering disertai infeksi kandung empedu tetapi masih belum jelas apakah

stasis menyebabkan infeksi atau infeksi yang menyebabkan kerusakan epitel kandung

empedu dan mengakibatkan fibrosis sehingga terjadi stasis. Infeksi oleh parasit seperti

Ascaris lumbricoides dan Clonorchis sinensis akan menyebabkan iritasi dan fibrosis

sfingter Oddi sehingga terjadi stasis.2,3,5,6

Enzim beta glukoronidase yang dihasilkan kelompok bakteri koli (misalnya

Escherichia coli) akan menghidrolisis bilirubin direk menjadi bilirubin indirek dan asam

glukoronida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini meningkat pada

keadaan inflamasi traktus biliaris. Bilirubin indirek ini bergabung dengan kalsium

menghasilkan kalsium bilirubinat yang tidak larut dalam air sehingga terjadi

pengendapan. 2,3,5,6

2.6. Gejala Klinis

Gejala klinis kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.

Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala klinis

yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,

intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak

nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang

dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.2,3,5,6

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan

Page 8: kolelitiasis lapkas

obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang

ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam.

Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri

sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan. Nyeri

perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis.

Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir di

epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme

nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung

empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan,

perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang. 2,3,5,6

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas

yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinis yang

timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive,

keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.6

Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak dengan

umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya

serangan sangat bervariasi. 6

Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien

terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada

kandung empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung

empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis.6

Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan

gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering

disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri

tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas

(Murphy 's sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika

dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.6

Page 9: kolelitiasis lapkas

2.7. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu di

antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan

kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita

mempunyai hasil laboratorium yang normal. 2,6

Tetapi bila disertai komplikasi dapat menunjukkan leukositosis dan peningkatan

kadar enzim hati (aspartate aminotransferase, alanine aminotransferase, fosfatase alkali),

gamma glutamyl transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada duktus

koledokus.2,6

Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dalam

urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan

pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila terjadi

obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).2,6

2.8. Pemeriksaan Radiologis

Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis

terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologis lain yang dapat

dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography (CT scan)

Magnetic resonance cholangiography (MRCP), Endoscopic ultrasound (EUS), dan

Biliary scintigraphy. Hanya sekitar 10% dari kasus batu empedu adalah radioopak karena

batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan pemeriksaan foto

polos abdomen. Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy adalah pemeriksaan

imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk mendiagnosis adanya batu

empedu.2,6,7

1. Ultrasonography (USG)

Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman, cepat,

tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan paparan

Page 10: kolelitiasis lapkas

radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan dugaan kolik biliaris.

Ultrasonografi mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam mendeteksi

adanya batu kandung empedu.2,6,7

Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk

gambaran (image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan

USG ditunjukan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, cairan

perikolesistitikus dan murphy sign positif akibat kontak dengan probel. 2,6,7

2. Computed tomography (CT) scan

Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seri potongan

cross - sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image. Deteksi batu empedu dapat

dilakukan juga dengan Computed tomography, tetapi tidak seakurat USG dalam

mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak digunakan untuk mengevaluasi

pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris kronik. Pada kasus akut, pemeriksaan ini

dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau adanya cairan

perikolesistikus akibat kolesistitis akut.2.6

3. Cholescintigraphy

Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya derivat imidoacetic

acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara infravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan

diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam

kandung empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini

dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus.

Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis akut,

tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien yang telah

dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika pasien tersebut

telah mendapat nutrisi parental.2,6

Page 11: kolelitiasis lapkas

4. Magnetic Resonance Imaging dan Magnetic Resonance

Cholangiopancreatography

Pada Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah suatu

pemeriksaan yang relatif baru, yang menggunakan MR! imaging dengan software

khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran (images) yang serupa

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpfty (ERCP) tanpa risiko sedasi,

pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai obstruksi biliaris dan

anatomi duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu

empedu dan mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.2,7

5. Oral Cholecystogrophy

Oral Cholecystography adalah suatu pemeriksaan non invasif lain, tetapi jarang

dilakukan. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan terlebih dahulu, yaitu pasien harus

menelan sejumlah zat kontras oral yang mengandung iodine sehari sebelum dilakukan

pemeriksaan. Zat kontras tersebut akan di absorpsi dan disekresikan ke dalam empedu.

Iodine di dalam zat kontras menghasilkan opasifikasi dari lumen kandung empedu pada

foto polos abdomen keesokan harinya. Batu empedu tampak sebagai gambaran fiiling

defects. Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk menentukan keutuhan duktus sistikus

yang diperlukan sebelum melakukan lithotripsy atau metode lain untuk menghancurkan

batu empedu. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan 48 jam sebelumnya.2

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan

gold standard untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus koledokus dan mempunyai

keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu empedu. ERCP adalah suatu teknik

endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Pada

pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter untuk memasukkan alat yang dimasukkan

ke dalam duktus biliaris dan pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan

fluoroscopy. Selama prosedur, klinisi dapat melihat secara langsung gambaran endoskopi

Page 12: kolelitiasis lapkas

dari duodenum dan papila major, serta gambaran duktus biliaris dan pankreatikus. 2

7. Endoscopic Ultrasonography

Endoscopic Ultrasonography (EUS) adalah suatu prosedur diagnostik yang

menggunakan ultrasound frekuensi tinggi untuk mengevaluasi dan mendiagnosis kelainan

traktus digestivus. EUS menggunakan duodenoskop dengan probe ultrasound pada

bagian distal yang dapat menggambarkan organ, pembuluh darah, nodus limfatikus dan

duktus empedu. Dari bagian dalam lambung atau duodenum, endoskop dapat

memberikan gambaran pankreas dan struktur yang berdekatan. EUS dapat mendiagnosis

secara akurat adanya batu empedu di dalam duktus koledokus tetapi tidak mempunyai

nilai terapeutik seperti ERCP.2

2.9. Penatalaksanaan

Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak perlu dilakukan penanganan

apa pun sampai terjadi perkembangan berikutnya. Pada pasien dengan batu empedu

simtomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan yang tergantung manifestasi klinis,

dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan mencegah berkembangnya

komplikasi.2,3,5,7

1. Terapi Operatif Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan satu-satunya terapi definitif untuk penderita batu

simtomatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah

berulangnya penyakit. Kolesistektomi dapat dilakukan dengan cara operasi membuka

rongga perut (laparotomi abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi.

Kolesistektomi laparoskopi telah berkembang cepat setelah pertama kali diperkenalkan

pada tahun 1987, menggantikan kolesistektomi terbuka dan 80-90% kolesistektomi di

Inggris dilakukan dengan cara ini.2,3,7

Kolesistektomi laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat insisi

kecil pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar organ di

Page 13: kolelitiasis lapkas

dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai pemandu, dokter bedah

mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat kandung empedu dengan laparoskop.

Kadang-kadang dokter bedah melakukan pemeriksaan secara laparoskopi terlebih dahulu

untuk melihat adanya kelainan lain. Risiko dari teknik laparoskopi ini adalah trauma

duktus hepatikus atau duktus koledokus. 2,3,5,7

2. Terapi Non-operatif

Beberapa teknik non-operatif telah digunakan untuk mengobati batu empedu

simtomatik, seperti pemberian obat pelarut batu empedu (chenodeoxycholic dan

ursodeorycholic acid) dan menghancurkan batu dengan extracorporeal shockwave

lithotripsy. 2,3,7

Ursodeoxycholic acid dapat menghambat sintesis kolesterol oleh hati. Kurang dari

10% pasien dengan batu empedu dapat ditangani secara non-operatif dan hampir

setengah dari pasien yang terpilih untuk pengobatan non-operatif berhasil, tetapi

pengobatan cara ini membutuhkan biaya lebih banyak karena pengobatannya lebih lama

(sampai 5 tahun). Pengobatan cara ini hanya untuk pasien dengan batu empedu berukuran

kecil dan batu kolesterol tanpa kalsifikasi.2,7

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) adalah suatu terapi nonoperatif,

yang menggunakan gelombang suara berenergi tinggi yang dapat menghasilkan shock

wave. Shock wave ini akan ditransmisikan melalui air dan jaringan serta mempunyai

kemampuan untuk memecah batu empedu. Teknik ini sudahjarang dilakukan karena

tergeser oleh kolesistektomi laparoskopi.2,3,5,7

2.10. Komplikasi

Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut,

pancreatitis akut, emfiema, dan perforasi kandung empedu.

Page 14: kolelitiasis lapkas

BAB III

KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering

dijumpai di praktek klinik. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala sampai

dengan adanya gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala

asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan

obstruktifjaundice. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan

remaja dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG

merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi batu di kandung

empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non

bedah dan bedah. Cholecystectomy merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis

dengan gejala.

Page 15: kolelitiasis lapkas

DAFTAR PUSTAKA

1. A. Nurman. "Penatalaksanaan Batu Empedu". www.docu-track.com. Jakarta.

2. Widiastuty Astri Sri. 2010. "Patogenesis Batu Empedu". FK Universitas

Muhammadiyah Palembang.

3. R. sjamsuhidayat, De jong Wim. 2004. "Saluran Empedu-Cholelitiasis". Jakarta.

EGC.

4. Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins. 2007. "Buku Ajar Patologi

Edisi 7 - Kolelitiasis". Jakarta. EGC.

5. Sabiston David C. 1994. "Buku Ajar Bedah-Sistem Empedu". Jakarta. EGC.

6. I W. Gustawan. 2007. "Kolelitiasis Pada Anak". Denpasar. Majalah Kedokteran

Indonesia.

7. Sudoyo Aru W. 2009. "Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-Penyakit Batu Empedu".

Jakarta. IntemaPublishing.