Upload
umar-bahary-prijatna
View
117
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Kofaktor dan Koenzim
Kofaktor
Beberapa enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk mencapai
aktivitas penuhnya. Namun beberapa pula memerlukan molekul non-protein
yang disebut kofaktor untuk berikatan dengan enzim dan menjadi aktif. Kofaktor
dapat berupa zat anorganik (contohnya ion logam) ataupun zat organik
(contohnya flavin dan heme). Kofaktor organik dapat berupa gugus prostetik
yang mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan diri dari
tapak aktif enzim semasa reaksi. Koenzim mencakup NADH, NADPH dan
adenosina trifosfat. Molekul-molekul ini bekerja dengan mentransfer gugus
kimiawi antar enzim.
Contoh enzim yang mengandung kofaktor adalah karbonat anhidrase,
dengan kofaktor seng terikat sebagai bagian dari tapak aktifnya. Molekul yang
terikat dengan kuat ini biasanya ditemukan pada tapak aktif dan terlibat dalam
katalisis.
Enzim yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang
terikat dengannya disebut sebagai aproenzim ataupun apoprotein. Apoenzim
beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan
kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat.
Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya
tiamina pirofosfat pada enzim piruvat dehidrogenase). Istilah holoenzim juga
dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein
berganda, seperti DNA polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks
lengkap yang mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif.
Tabel 1. Beberapa enzim yang mengandung ion logam sebagai
kofaktornya
Ion logam Enzim
Zn 2+ Alkohol dehidrogenase
Mg2+
Fe2+ / Fe3+
Cu2+/ Cu+
K+
Na+
Karbonat anhidrasa
Karboksipeptidasa
Fosfohidrolasa
Fosfotransferasa
Sitokrom
Peroksida
Katalasa
Feredoksin
Tirosina
Sitokrom oksidasa
Piruvat kinasa (juga memerlukan
Mg2+)
Membrane sel ATPasa ( juga
memerlukan K+ dan Mg2+)
Koenzim
Koenzim adalah molekul organik kecil yang mengantarkan gugus kimia
dari satu enzim ke enzim lainnya. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina,
dan asam folat adalah vitamin. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion
hidrida (H-) yang dibawa oleh NAD atau NADP+, gugus asetil yang dibawa oleh
koenzim A, formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat,
dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina.
Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah
dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat
sekunder. Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim
NADH.
Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel.
NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina
melalui metionina adenosiltransferase.
Dalam peranannya ,enzim sering memerlukan senyawa organik tertentu
selain protein. Ditinjau dari fungsinya, dikenal adanya koenzim yang berperan
sebagai pemindah hidrogen, pemindah elektron, pemindah gugusan kimia
tertentu (“group transferring”) dan koenzim dari isomerasa dan liasa.
Tabel 2. Contoh-contoh koenzim dan peranannya
No Kode Singkatan dari Yang dipindahkan
1. NAD Nikotinamida-adenina dinukleotida Hidrogen
2. NADP Nikotinamida-adenina dinukleotida
fosfat
Hidrogen
3. FMN Flavin mononukleotida Hidrogen
4. FAD Flavin-adenina dinukleotida Hidrogen
5. Ko-Q Koenzim Q atau Quinon Hidrogen
6. Sit Sitokrom Elektron
7. Fd Ferredoksin Elektron
8. ATP Adenosina trifosfat Gugus fosfat
9. PAPS Fosfoadenil sulfat Gugus sulfat
10. UDP Uridina difosfat Gula
11. Biotin Biotin Karboksil (CO2)
12. Ko-A Koenzim A Asetil
13. TPP Tiamin pirofosfat C2-aldehida
Nikotinamida adenina dinukleotida
Nama lain[sembunyikan]
Difosfopiridina nukleotida (DPN+), Koenzim I
Identifikasi
Nomor CAS [53-84-9]
PubChem 925
KEGG C00003
ChEBI 13389
Nomor
RTECSUU3450000
SMILES
C1=CC(=C[N+](=C1)C2 C(C(C(O2)COP(=O)([O-])OP(=O)
(O)OCC3C(C(C(O3)N4C=NC5=C
4N=CN=C5N)O)O)O)O)C(=O)N
Sifat
Rumus
molekulC21H27N7O14P2
Massa molar 663,43 g/mol
Penampilan bubuk putih
Titik lebur 160 °C
Bahaya
Bahaya
utamaTidak berbahaya
NFPA 704 110
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku
pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)
Sangkalan dan referensi
Nikotinamida adenina dinukleotida, disingkat NAD+, adalah koenzim yang ditemukan di semua sel hidup. Senyawa ini berupa dinukleotida, yakni mengandung dua nukleotida yang dihubungkan melalui gugus fosfat, dengan satu nukleotida mengandung basa adenina dan yang lainnya mengandung nikotinamida.
Dalam metabolisme, NAD+ terlibat dalam reaksi redoks, dengan membawa elektron dari satu reaksi ke reaksi lainnya. Koenzim ini oleh karenanya ditemukan dalam dua bentuk yang berbeda: NAD+ sebagai oksidator, dan NADH sebagai reduktor. NAD+ menerima elektron dari molekul lain dan menjadi tereduksi (NADH), dan begitu pula sebaliknya. Reaksi transfer elektron ini merupakan salah satu fungsi NAD+. Namun ia juga memiliki fungsi lain pada proses selular lainnya, utamanya adalah sebagai substrat enzim yang menambah maupun mengurangi gugus fungsi pada protein dalam modifikasi pascatranslasional. Karena fungsinya yang penting ini, enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme sering menjadi target pengembangan obat-obatan.
Dalam organisme, NAD+ dapat disintesis secara de novo (dari blok-blok molekul kecil) dari asam amino triptofan ataupun asam aspartat. Selain itu, NAD+ dapat juga diperoleh dari sumber makanan yang mengandung vitamin niasin.
Sifat-sifat fisika dan kimia[sunting | sunting sumber]
Informasi lebih lanjut: [[Redoks]]
Nikotinamida adeninan dinukleotida, sama seperti senyawa dinukleotida pada umumnya, mengandung nukleotida yang dihubungkan oleh satu pasang gugus fosfat yang menjembatani keduanya. Nukleotida ini tersusun atas cincin ribosa dengan adenina yang melekat pada atom karbon pertama 1' cincin tersebut. Gugus nikotinamida dapat dilekatkan ke dalam dua orientasi pada satu atom karbon anomerik. Karena terdapat dua struktur yang dimungkinkan, senyawa ini berupa diastereomer. Diastereomer β-nikotinamida dari NAD+ adalah bentuk yang ditemukan pada organisme. Kedua nukleotida ini dihubungkan bersama oleh dua gugus fosfat melalui karbon 5'.[1]
Reaksi redoks nikotinamida adenina dinukleotida.
Dalam metabolisme, senyawa ini menerima ataupun mendonorkan elektronnya dalam reaksi redoks.[2] Reaksi ini (diringkaskan oleh persamaan di bawah) melibatkan pelepasan dua atom hidrogen dari reaktan (R), dalam bentuk ion hidrida (H−) dan proton (H+). Proton dilepaskan ke dalam larutan, manakala reduktan RH2 dioksidasi dan NAD+ direduksi menjadi NADH melalui transfer hidrida menuju cincin nikotinamida.
RH2 + NAD+ → NADH + H+ + R
Dari pasangan elektron hidrida, satu elektron ditransfer ke nitrogen cincin nikotinamida yang bermuatan positif, dan atom hidrogen kedua di transfer ke atom karbn C4 yang berseberangan dengan nitrogen ini. Potensial titik tengah pasangan redoks NAD+/NADH adalah −0,32 volt, membuat NADH sebagai reduktor kuat.[3] Reaksi ini sangat mudah berbalik arah, ketika NADH direduksi menjadi molekul lain dan dioksidasi kembali menjadi NAD+. Hal ini berarti koenzim ini dapat secara terus menerus berada dalam siklus NAD+ dan NADH tanpa sendirinya dikonsumsi.[1]
Secara fisik, koenzim ini berbentuk bubuk amorf yang higroskopik dan sangat larut dalam air.[4] Padatan ini stabil jika disimpan dalam keadaan gelap dan kering. Larutan NAD+ tidak berwarna dan stabil selama satu pada temperatur 4 °C dan pH netral. Ia akan terurai dengan cepat apabila terkena asam ataupun basa. Seketika terurai, produk dekomposisi ini merupakan inhibitor enzim.[5]
Absorpsi spektrum UV NAD+ dan NADH.
Baik NAD+ dan NADH menyerap ultraviolet dengan sangat kuat oleh karena keberadaan basa adeninanya. Sebagai contoh, puncak absorpsi NAD+ berada pada panjang gelombang 259 nanometer (nm), dengan koefisien pemunahan 16.900 M−1cm−1. NADH juga menyerap panjanga gelombang yang lebih tinggi, dengan puncak kedua dalam absorpsi UV-nya adalah 339 nm dengan koefisien pemunahan 6.220 M−1cm−1.[6] Perbedaan spektrum absorpsi ultraviolet antara bentuk koenzim yang teroksidasi dengan yang tereduksi ini membuat zat ini sangat mudah diukur pada asai enzim.[6]
NAD+ dan NADH juga memiliki spektrum fluoresens yang berbeda. NADH dalam larutan memiliki puncak emisi pada 460 nm dan paruh waktu fluoresens sepanjang 0,4 nanosekon, manakala pada koenzim yang teroksidasi tidak memiliki emisi fluoresens.[7] Ciri-ciri sinyal fluoresens berubah ketika NADH mengikat kepada protein, sehingga perubahan ini dapat digunakan untuk mengukur tetapan disosiasi, yang sangat berguna dalam kajian kinetika enzim.[7][8] Perubahan dalam sinyal fluoresens ini juga digunakan untuk mengukur perubahan dalam keadaan redoks sel hidup, melalui mikroskopi fluoresens.[9]
Konsentrasi dan keadaan zat dalam sel[sunting | sunting sumber]
Dalam hati tikus, kandungan total NAD+ dan NADH adalah kira-kira 1 μmol per gram berat basah hewan, sekitar 10 kali lipat konsentrasi NADP+ dan NADPH dalam sel yang sama.[10] Konsentrasi sebenarnya NAD+ dalam sitosol sel sulit diukur, dengan perkiraan terbaru dalam sel hewan berkisar antara 0,3 M[11][12] sampai dengan 1,0 sampai 2,0 mM dalam ragi.[2] Namun, sekitar 80% zat ini terikat pada protein, sehingga konsentrasinya dalam larutan haruslah lebih rendah.[13]
Data konsentrasi zat ini pada bagian sel lainnya sangat terbatas, walaupun dalam mitokondria konsentrasi NAD+ sama dengan konsentrasi zat ini dalam sitosol.[12] NAD+ dibawa ke dalam mitokondria melalui protein transpor membran yang khusus oleh karena koenzim ini tidak dapat berdifusi melewati membran.[14]
Keseimbangan antara bentuk yang teroksidasi dengan bentuk yang tereduksi disebut sebagai rasio NAD+/NADH. Rasio ini adalah komponen penting yang disebut sebagai keadaan redoks sel. Keadaan redoks sel adalah pengukuran yang mencerminkan baik aktivitas metabolisme sel maupun kesehatan sel.[15] Efek rasio NAD+/NADH terhadap sel sangatlah kompleks. Ia mengontrol aktivitas beberapa enzim kunci, meliputi gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase dan piruvat dehidrogenase. Dalam jaringan sel mamalia yang sehat, perkiraan rasio NAD+/NADH umumnya berkisar sekitar 700; rasio ini oleh karenanya sangat memfavoritkan reaksi oksidasi.[16]
[17] Sebaliknya, rasio NADP + /NADPH umumnya sekitar 0,005.[18]
Biosintesis[sunting | sunting sumber]
NAD+ disintesis melalui dua lintasan metabolisme. Ia diproduksi baik melalui lintasan de novo yang menggunakan asam amino maupun melalui lintasan daur ulang dengan mendaur ulang komponen-komponen prekursor seperti nikotinamida menjadi NAD+, lintasan yang lain disebut lintasan kinurenina yang dilalui oleh TRP.[19] Lintasan kinurenina terbagi dua, yang pertama adalah lintasan asam kinurenat, yang kedua adalah lintasan asam kuinolinat dan hidroksikynurenina-3. Ketiga senyawa organik tersebut merupakan prekursor dari NAD+.
Produksi De novo[sunting | sunting sumber]
Beberapa lintasan metabolisme sintesis dan konsumsi NAD+ dalam vertebrata. Dalam hal ini, "Na" merupakan singkatan dari Asam nikotinat. Untuk kepanjangan singkatan lainnya, lihat artikel di samping.
Kebanyakan organisme mensintesis NAD+ dari komponen-komponen yang sederhana.[2] Reaksi yang terlibat berbeda-beda dari organisme yang satu ke organisme lain. Namun terdapat kesamaan dalam penghasilan QA dari asam amino tertentu seperti TRP pada hewan dan beberapa bakteri, ataupun asam aspartat pada beberapa bakteri dan tumbuhan.[20][21] Asam kuinolinat diubah menjadi asam nikotinat adenina dinukleotida (NaMN) melalui transfer gugus fosforibosa. Gugus adenilat kemudian ditransfer untuk membentuk asam nikotinat adenina dinukleotida (NaAD). Pada akhirnya, gugus asam nikotinat pada NaAD diamidasi menjadi gugus nikotinamida (Nam), membentuk nikotinamida adenina dinukleotida.[2]
Pada langkah yang lebih lanjut, beberapa NAD+ diubah menjadi NADP+ oleh NAD+ kinase, yang memfosforilasi NAD+.[22] Pada kebanyakan organisme, enzim ini menggunakan ATP sebagai sumber gugus fosfat, walaupun pada bakteri seperti Mycobacterium tuberculosis dan archaea seperti Pyrococcus horikoshii menggunakan polifosfat anorganik sebagai donor fosfat alternatif.[23][24]
Lintasan daur ulang menggunakan tiga prekursor NAD+.
Lintasan daur ulang[sunting | sunting sumber]
Selain perakitan NAD+ secara de novo menggunakan asam amino sederhana, sel juga mendaur ulang senyawa-senyawa yang mengandung nikotinamida untuk menghasilkan NAD+. Walaupun terdapat banyak prekursor-prekursor yang diketahui, terdapat tiga senyawa alamiah mengandung cincin nikotinamida yang digunakan dalam lintasan daur ulang ini, yakni asam nikotinat (Na), nikotinamida (Nam), dan nikotinamida ribosida (NR).[25] Prekursor-prekursor ini kemudian dimasukkan ke dalam lintasan biosintesis NAD(P)+ melalui reaksi adenilasi dan fosforibosilasi seperti yang ditunjukkan pada ilustrasi di atas.[2] Senyawaan-senyawaan ini dapat berasal dari makanan, di mana campuran asam nikotinat dan nikotinamida disebut sebagai vitamin B3 ataupun niasin. Namun, senyawa-senyawa ini juga dapat diproduksi dalam sel sendiri, yaitu melalui pelepasan gugus nikotinamida dari NAD+ dalam reaksi transfer ADP-ribosa. Enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan daur ulang ini tampaknya terkonsentrasi dalam inti sel, yang mengompensasikan laju konsumsi NAD+ yang tinggi dalam organel ini.[26] Sel juga dapat mendapatkan NAD+ secara ekstraseluler (luar sel) dari sekelilingnya.[27]
Walaupun terdapat lintasan de novo, lintasan daur ulang ini merupakan lintasan yang esensial pada manusia. Kekurangan niasin pada makanan mengakibatkan penyakit defisiensi vitamin pelagra.[28] Kebutuhan NAD+ yang tinggi ini disebabkan oleh konsumsinya yang tinggi pada reaksi modifikasi pascatranslasi.[2]
Lintasan daur ulang yang digunakan oleh mikroorganisme berbeda dengan lintasan yang digunakan oleh mamalia.[29] Beberapa patogen seperti ragi Candida glabrata dan bakteri Haemophilus influenzae adalah auksotrof NAD+ (yakni tidak dapat mensintesis NAD+). Namun mereka memiliki lintasan daur ulang, sehingga sangat bergantung pada sumber luar NAD+ dan prekursornya.[30][31] Bahkan pada patogen seperti Chlamydia trachomatis, ia tidak memiliki gen untuk biosintesis maupun daur ulang NAD+ dan NADP+, sehingga harus menerima asupan koenzim ini dari sel inangnya.[32]
Fungsi[sunting | sunting sumber]
Lipatan Rossman pada laktat dehidrogenase dari Cryptosporidium parvum. NAD+ ditandai dengan warna merah, lempengan beta ditandai dengan warna kuning, dan heliks alfa ditandai dengan warna ungu.[33]
Nikotinamida adenina dinukleotida memiliki beberapa peranan esensial dalam metabolisme. Ia berperan sebagai koenzim pada reaksi redoks, sebagai donor gugus ADP-ribosa pada reaksi ADP-ribosilasi, sebagai prekursor molekul penghantara kedua ADP-ribosa siklik, dan juga sebagai substrat bagi enzim DNA ligase bakteri dan enzim sirtuin yang menggunakan NAD+ untuk melepaskan gugus asetil dari protein.
Oksidoreduktase[sunting | sunting sumber]
Peran utama NAD+ dalam metabolisme adalah mentransfer elektron dari satu molekul ke molekul lainnya. Reaksi seperti ini dikatalisasi oleh sekelompok besar enzim yang dinamakan oksidoreduktase. Tata nama enzim dalam kelompok oksidoreduktase mengandung nama kedua substratnya. Sebagai contoh, NADH-ubikuinon oksidoreduktase mengkatalisis oksidasi NADH oleh koenzim Q.[34] Namun, enzim oksidoreduktase ini juga dapat dirujuk sebagai dehidrogenase ataupun reduktase. Biasanya NADH-ubikuinon oksidoreduktase disebut sebagai NADH dehidrogenase ataupun kadang kala koenzim Q reduktase.[35]
Ketika terikat pada suatu protein, NAD+ dan NADH biasanya terikat pada motif struktural yang dikenal dengan nama lipatan Rossmann.[36] Motif ini dinamakan atas nama Michael Rossmann yang merupakan ilmuwan yang pertama kali memperhatikan banyaknya motif ini pada protein pengikat nukleotida.[37] Lipatan ini mengandung tiga atau lebih lempengan beta paralel yang dihubungkan oleh dua heliks alfa dengan urutan beta-alfa-beta-alfa-beta. Oleh karena tiap lipatan Rossmann mengikat satu nukleotida, domain pengikatan untuk dinukleotida NAD+ terdiri dari dua lipatan Rossmann yang berpasangan, dengan tiap lipatan mengikat satu nukleotida.[37] Walau demikian, lipatan ini tidaklah universal ada pada enzim yang bergantung pada NAD. Baru-baru ini ditemukan suatu kelas enzim bakteria yang terlibat dalam metabolisme asam amino mengikat koenzim ini, namun tidak memiliki motif lipatan Rossmann.[38]
Konformasi 3-D NAD+.
Ketika terikat pada tapak aktif suatu oksidoreduktase, cincin nikotinamida koenzim ini diposisikan sedemikiannya ia dapat menerima hidrida dari substrat enzim lainnya. Oleh karena karbon C4 yang menerima hidrogen ini prokiral, hal ini dapat digunakan dalam kinetika enzim untuk mengetahui mekanisme enzim. Hal ini dilakukan dengan mencampurkan enzim dengan substrat yang beratom deuterium sebagai pengganti hidrogen, sehingga enzim akan mereduksi NAD+ dengan mentransfer deuterium daripada hidrogen. Dalam kasus ini, enzim dapat menghasilkan salah satu stereoisomer NADH. Pada beberapa jenis enzim, hidrogen ditransfer dari atas bidang cincin nikotinamida. Enzim demikian disebut sebagai oksidoreduktase kelas A, manakala enzim kelas B mentransfer atom hidrogennya dari bawah bidang.[39]
Walaupun terdapat kemiripan pada cara protein mengikat koenzim NAD+ dan NADP+, enzim hampir selalu memiliki spesifisitas yang tinggi untuk mengikat hanya salah satu dari NAD+ maupun NADP+.[40] Spesifisitas ini mencermikan peranan metabolik kedua koenzim yang berbeda dan merupakan akibat dari perbedaan residu asam amino yang berbeda pada kantong pengikat koenzim tersebut. Sebagai contohnya, pada tapak aktif enzim pengikat NADP, ikatan ion terbentuk antara rantai samping asam amino basa dengan gugus fosfat NADP+ yang asam. Sebaliknya, pada enzim yang mengikat NAD, muatan kantongnya terbalik, menjauhkan NADP+ untuk berikatan dengannya. Walau demikian, terdapat pengecualian terhadap kaidah ini. Enzim seperti aldosa reduktase, glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dan metilenatetrahidrofolat reduktase dapat menggunakan kedua enzim tersebut pada beberapa spesies organisme.[41]
TUGAS KPHP (peran enzim dalam pembuatan bir )
Bir adalah minuman beralkohol yang dibuat secara spesifik yaitu menggunakan campuran malt dan hop serta bahan tambahan lainnya. Produk ini mengandung alkohol sekitar 3,8% dengan kisaran antara 3-7%. Menurut jenisnya dikenal dua macam bir yaitu yang berpenampakan jernih dinamakan Pisener yang mempunyai karbohidrat hanya sedikit yang dapat digunakan untuk bahan baku fermentasi.
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bir adalah malt, yaitu biji barley atau semacam gandum yang dikecambahkan dan dikeringkan.
Apabila hendak digunakan maka harus dihilangkan bagian tunasnya. Biji barley banyak dihasilkan dari negara-negara Eropa seperti Perancis dan Belgia ataupun dari Australia.
Malt merupakan bahan baku yang banyak mengandung pati, protein, vitamin dan mineral. Bahan lainnya adalah hop atau Humulus hupulus (Gambar 16) yaitu sejenis tanaman perdu yang memiliki aroma dan rasa yang khas. Bagian tanaman yang digunakan untuk pembuatan bir adalah bagian bunga, getah dari sari tanaman tersebut, yang dikeringkan. Bahan ini akan menambah aroma dan rasa dari cairan yang dihasilkan. Minyak esensial pada hop yang digunakan untuk mempengaruhi rasa dan aroma bir adalah mircen, linalol, geraniol, humulen, dan lain sebagainya. Tanaman ini banyak mengandung tanin (pirogaol dan katekol) yang pada proses penemuan bir akan berikatan dengan protein dan harus dihilangkan karena mempengaruhi kejernihan bir. Selain itu, juga terdapat kandungan â-resin yang akan memberikan rasa pahit. Adanya rasa pahit inilah yang merupakan rasa pahit yang khas yang diinnginkan terdapat pada minuman bir. Rasa pahit ini akan timbul terutama bila hop sudah dipanaskan hingga cairannya mendidih.
Bahan yang penting dan akan menemukan mutu akhir adalah air yang digunakan. Air pada pembuatan bir harus bersifat netral dengan nilai pH 6,5-7,0 kandungan kalsium sebaiknya kurang dari 100 ppm. Begitu pula dengan kandungan magnesium karbonat. Kandungan kalsium sulfat, natrium klorida dan besi masing-masing kurang dari 250, 200, dan 1 ppm.
Mikroba yang ditambahkan sebagai starter pada fermentasi pembuatan bir adalah S. cerevisiae dari jenis khamir permukaan dan khamir terendam, selain itu juga digunakan S. carlsbergensis dari jenis khamir terendam.
Pengolahan bir diawali dengan proses malting yaitu untuk memperoleh malt yang banyak mengandung enzim pemecah pati dan protein yaitu á-amilase, â-amilase dan protease. Barley yang dikecambahkan akan menghasilkan komponen flavor dan warna yang khas.
Selanjutnya dilakukan proses mashing yaitu proses pelarutan dari malt dan malt adjuncts sehingga dapat digunakan sebagai media fermentasi seefisien mungkin. Prinsip dari proses adalah memanaskan malt dan malt adjuncts secara terpisah kemudian dilakukan pencampuran sehingga suhunya sekitar 57-77oC.
Filtrat (wort) yang dihasilkan harus dimasak dan dicampur denga hop dan bila perlu ditambahkan juga gula sebagai tambahan substrat. Wort tersebut dimasak pada suhu 100oC selama 1,5 hingga 2,5 jam. Setelah itu disaring melewati sisa-sisa hop sehingga protein dan padatan hop tertahan. Endapan yang
terpisah dari substrat dicuci kembali dan penyaringan dilakukan untuk menahan padatan demikian seterusnya sehingga filtrat yang terbentuk cukup banyak.
Pada persiapan bahan dilakukan pemasakan wort, hal ini bertujuan agar terjadi reduksi mikroba. Mikroba patogen dan pembusuk diharapkan sudah dapat dimusnahkan dengan adanya pemanasan yang cukup lama. Dengan pemanasan yang cukup lama itu juga akan menyebabkan terjadinya pemekatan bahan, pemucatan, inaktivasi enzim, ekstraksi zat-zat yang dapat larut, koagulasi protein dan terbentuk karamel yang akan mempengaruhi mutu akhir produk.
Fermentasi biasanya berlangsung pada suhu dibawah 10oC penambahan starter dilakukan pada suhu 3,3-14oC. Pada saat itu pH media sekitar 5,0-5,2 pada awal fermentasi dilakukan secara anaerobik sehingga dapat dihasilkan alkohol. Fermentasi akan dibiarkan berlangsung selama 8-20 hari tergantung dari beberapa faktor seperti bahan baku, kondisi starter dan faktor lainnya yang mempengaruhi proses fermentasi. Fermentasi permukaan biasa berlangsung antara 5-7 hari sedangkan fermentasi terendam mebutuhkan waktu yang lebih lama yaitu antara 7-12 hari.
Pada akhir fermentasi akan terjadi penggumpalan dari sel-sel khamir dan akn turun kedasar wadah fermentasi. Proses ini dilanjutkan dengan proses penuaan atau aging. Aging berlangsung pada suhu 0-3oC selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selama aging akan terjadi koagulasi komponen-komponen yang akan dipisahkan pada akhir proses. Komponen tersebut antara lain adalah protein, sel khamir dan resin. Pada saat ini bir akan menjadi jernih dan berbentuk aroma yang khas, karena terbentuknya ester.
Kacang hijau merupakan salah satu makanan populer di Indonesia, kacang hijau dapat Anda temui hampir di semua masyarakat kita sebagai salah satu makanan yang sering dikonsumsi. Kacang hijau dapat diolah dalam berbagai makanan yang lezat. Namun hati-hati dalam mengolah kacang hijau supaya Anda tidak kehilangan manfaat nutrisinya.
Kacang hijau termasuk dalam golongan polong-polongan, berbeda dengan jenis kacang-kacangan. Di Indonesia, kacang hijau sudah sangat familiar. Berbagai makanan seperti onde-onde, kolak, bubur dapat terbuat dari kacang hijau. Yang lebih istimewa kacang hijau dapat dijadikan tepung biji kacang hijau atau yang biasa disebut tepung hunkwe. Tepung hunkwe digunakan dalam pembuatan berbagai jenis kue, es krim tradisional, dan mie soun. Kacang hijau juga sangat mudah berkecambah, kecambah kacang hijau biasa kita kenal dengan tauge. Kacang hijau dalam bentuk kecambah mengandung enzim-enzim aktif salah satunya amilase yang membantu dalam metabolisme karbohidrat. Selain rasanya yang gurih dan lezat, kacang hijau dan kecambahnya memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.
Kandungan Nutrisi Kacang Hijau
• Tinggi protein
Kacang hijau merupakan sumber alternatif protein nabati. Kacang hijau mengandung protein tinggi sebanyak 7 gr/100 gr. Protein yang terkandung memiliki asam amino lengkap. Protein pada kecambah kacang hijau sudah berkurang jumlahnya yaitu hanya 3 gr/100 gr, tetapi asam aminonya sebagian dalam bentuk bebas yang cepat diserap tubuh.
• Tinggi kandungan serat
Kacang hijau memiliki kandungan serat yang tinggi sekitar 7,6 gr/100 gr. Kandungan serat ini mencukupi kebutuhan serat harian Anda sebesar 30%. Serat berguna untuk membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi.
• Rendah karbohidrat
Karbohidrat yang terkandung dalam kacang hijau adalah 19 gr/100 gr. Cukup rendah dan baik untuk dikonsumsi dalam program diet maupun program muscle building
• Mengandung asam lemak esensial
Asam lemak esensial yang terkandung dalam kacang hijau adalah omega-3 (0,9 mg/100 gr) dan omega-6 (119 mg/100 gr). Omega 3 merupakan asam lemak yang berguna untuk menurunkan kolesterol dalam darah.
• Rendah lemak
Sangat baik bagi orang yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik, sebab kacang hijau hampir tidak mengandung lemak.
• Kaya vitamin
Kacang hijau mengandung asam folat dan vitamin B1 (thiamin) yang tinggi. Asam folat sebanyak 159 µg/100 gr dan thiamin sebesar 0,2 mg/100 gr. Selain itu juga kaya vitamin B lain, seperti riboflavin, B6, asam pantothenat, serta niasin. Vitamin yang terkandung didalamnya membantu meningkatkan energi dan metabolisme.
• Kaya mineral
Kacang hijau kaya akan mineral, dalam 100 gramnya mengandung seperti potasium (266 mg), phosphorus (99 mg), manganese (48 mg), kalsium (27 mg), magnesium (0,3 mg), besi (1,4 mg), zinc (0,8 mg), selenium (2,5 µg).
• Kaya enzim aktif
Kacang hijau yang sedang dalam masa perkecambahan. Kaya akan enzim aktif seperti amilase yang meningkatkan penyerapan dan pembentukan energi. Enzim ini rusak pada suhu diatas 400 C, hindari pemanasan dengan suhu tinggi.
• Kaya antioksidan
Kecambah kacang hijau memiliki kandungan fitosterol (15 mg/100 gr) yang berfungsi sebagai antioksidan.
Manfaat Kacang Hijau
• Pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru
Kacang hijau mengandung protein lengkap yang membantu pembentukan sel-sel tubuh, yaitu sel-sel organ, otot, dan otak
• Meningkatkan penyerapan nutrisi
Secara tak langsung peran ini sangat berkaitan dengan efek perbaikan pertumbuhan badan. Penelitian mengungkapkan bahwa defisiensi vitamin B1 menyebabkan waktu pengosongan lambung dan usus dua kali lebih lambat yang mengindikasikan sulitnya proses pencernaan makanan yang terjadi sehingga kemungkinan makanan tersebut tidak dapat diserap dengan baik. Pada kecambah kacang hijau mengandung enzim-enzim aktif yang meningkatkan penyerapan nutrisi dan metabolisme tubuh.
• Memperbaiki saluran pencernaan dan mencegah konstipasi
Kacang hijau mengandung serat tinggi yang berfungsi membersihkan saluran pencernaan, meningkatkan gerak peristaltik usus sehingga mengurangi waktu kotoran menumpuk didalam usus, serat juga berperan dalam menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh.
• Sumber energi
Vitamin B kompleks bermanfaat untuk membantu proses pertumbuhan. Defisiensi vitamin B dapat mengganggu proses pencernaan makanan dan selanjutnya dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan. Vitamin B merupakan bagian dari enzim yang berperan penting dalam oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi. Tanpa kehadiran vitamin B tubuh akan mengalami kesulitan dalam mencerna karbohidrat.
• Membantu penyerapan protein di dalam tubuh
Salah satu teori menyebutkan bahwa vitamin B2 dapat membantu penyerapan protein di dalam tubuh. Kehadiran vitamin B2 akan meningkatkan pemanfaatan protein sehingga penyerapannya menjadi lebih efisien.
• Memaksimalkan kerja sistem syaraf
Tanda-tanda pertama orang yang kekurangan vitamin B1 adalah penurunan kerja syaraf. Kegiatan syaraf terganggu salah satu penyebabnya adalah pencernaan karbohidrat yang terhambat. Penelitian pada
sekelompok orang yang kurang mengkonsumsi vitamin B1 dalam waktu singkat muncul gejala-gejala tidak mampu memusatkan pikiran dan kurang bersemangat.
• Membantu pembentukan sel-sel tulang
Kacang hijau mengandung kalsium dan phosphor untuk regenerasi sel-sel tulang dan gigi.
• Sebagai antioksidan
Kacang hijau dan kecambahnya mengandung zat antioksidan untuk mencegah penuaan dini dan berbagai penyakit degeratif. Selain itu pula mengandung mineral selenium yang berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah kanker.
• Meningkatkan keaktifan fisiologi tubuh
Mineral-mineral yang terkandung dalam kacang hijau berperan dalam meningkatkan keseimbangan enzim-enzim dalam tubuh. Mineral besi berfungsi menghasilkan sel darah merah, mencegah anemia darah. Zinc membantu membentuk keseimbangan hormon & sistem kelenjar. Manganese sebagai pendukung kerja enzim yang mencerna karbohidrat.
Tips
• Sajikanlah kacang hijau dengan cara direbus, jangan dicampur dengan santan. Bagi Anda yang mengkonsumsi kacang hijau dengan cara direbus atau sebagai bubur coba lakukan tips sederhana ini. Kacang hijau membutuhkan waktu merebus lama supaya lunak. Rendam dahulu kacang hijau selama semalam, kemudian rebus kacang sampai mendidih dengan api kecil, lalu angkat. Diamkan beberapa lama sampai agak dingin. Setelah itu rebus kembali untuk kedua kalinya dengan api kecil. Minumlah air rebusan bersama dengan kacang hijaunya untuk mendapatkan semua nutrisinya.
• Untuk kecambah dari kacang hijau sebaiknya dicuci bersih kemudian disajikan mentah, sebab enzim-enzim aktif yang ada dalam kecambah mudah mengalami kerusakan akibat perlakuan pemasakan.
PROSES KRISTALISASI PADA MONOSODIUM GLUTAMAT
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penggunaan MSG pada makanan semakin berkembang. MSG sering digunakan pada makanan
rendah lemak untuk meningkatkan rasa yang hilang ketika dikurangi atau dihilangkan. Apabila
ditambahkan pada makanan, maka akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh
reseptor khusus diotak dan mempresentasikan rasa dasar makanan yang lebih enak dan lezat,
serta gurih.
Monosodium Glutamat (MSG) dibuat dari tetes tebu (Molasses) melalui proses teknologi
fermentasi. Bakteri yang banyak digunakan adalah bakteri Brevibacterium lactofermentum.
Pertama-tama biakan kultur yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam tabung berisi medium
prastarter dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 310C. selanjutnya biakan pra-starter
diinokulasikan ke dalam tangki starter (Judoamidjojo, 1990).
Dalam proses fermentasi tersebut, bakteri mengubah gula kandungan molasses menjadi asam
glutamat melalui siklus kreb. Selanjutnya asam glutamat diproses menjadi monosodium
glutamat, dikristalisasi dan dikeringkan hingga menjadi kristal MSG yang berkualitas. Setelah itu
dilakukan pengemasan melalui proses yang terkendali sehingga terjamin sampai ke pasar.
I.2 Tujuan
1. Mengetahui keseluruhan proses produksi monosodium glutamat (MSG).
1. Mengetahui proses fermentasi tetes tebu (Molasses) pada produksi
monosodium glutamat (MSG).
BAB II
PROSES PRODUKSI
II.1 Diagram Air Proses Produksi ( MASUK LAMPIRAN )
II.2 Proses Produksi
II.2.1 Dekalsifikasi
Dekalsifikasi adalah proses penghilangan unsur Kalsium (Ca2+) yang terdapat pada tetes tebu
dengan H2SO4 , sehingga menghasilkan Treated Cane Molasses (TCM) sebagai media
pertumbuhan pada proses fermentasi. Reaksi pengendapan yang terjadi sebagai berikut :
Ca2+ + H2SO4 CaSO4 + H2O + CO2
H2SO4 juga digunakan mengontrol pH pada titik isoelektrik yaitu sekitar 2,8-3,2 yang dilakukan
pada temperatur 50°C selama ±4 jam. Penggunaan asam sulfat yang dibutuhkan jumlahnya
sangat dipengaruhi oleh kadar kalsium pada tetes tebu, semakin besar kadar kalsium semakin
banyak asam sulfat yang dibutuhkan untuk proses dekalsifikasi.
Proses selanjutnya setelah ditambahkan H2SO4, tetes tebu dialirkan ke tangki sedimentasi dan
menggunakan alat sedimentasi (hane thickner), tetes tebu diendapkan selama 4 jam. Tetes tebu
yang telah melalui proses dekalsifikasi disebut TCM (Treated Cane Molasses) yang kemudian
dialirkan ke dalam tangki TCM dan siap digunakan untuk fermentasi.
II.2.3 Sakarifikasi
Proses sakarifikasi dilakukan untuk mengatasi rendahnya kadar glukosa pada TCM (Treated Cane
Molasses), dengan cara sakarifikasi tepung tapioka. Tepung tapioka dihidrolisis dengan
menggunakan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase menjadi glukosa, yang kemudian
ditambahkan pada TCM. Proporsi penambahan antara TCM : tapioka adalah 3:1.
Proses.sakarifikasi diawali dengan melarutkan tepung dengan air dalam dissolution tank,
kemudian larutan dipompa ke temporary screen, disaring dengan penyaring sekitar 40 mesh.
Hasilnya ditampung pada tangki penampung, kemudian dipompa ke mix pot yang selanjutnya
ditambahkan enzim α-amilase. Pada mix pot, pH dan temperatur dikontrol untuk kondisi optimum
α-amilase, pada pH 6 dan temperatur pada 90-950C. Hasil hidrolisis enzim α-amilase adalah
glukosa dan dextrin, karena enzim α-amilase hanya dapat menghidrolisis ikatan enzim α-1,4-
glikosidik.
Untuk menghidrolisis atau memutus ikatan enzim α-1,6-glikosidik pada dextrin, dilakukan proses
lanjutan dengan penambahan enzim glukoamilase. Titik kontrol penambahan enzim glukoamilase
adalah pada pH 4,5 dan suhu 55-600C, karena pada pH dan suhu tersebut enzim glukoamilase
bekerja optimum. Sehingga dari keseluruhan proses sakarifikasi tepung tapioka dengan
penambahan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase menghasilkan glukosa.Setelah dihasilkan
glukosa, aktivitas enzim dihentikan dengan cara pH larutan diturunkan sampai 2,5, kemudian
larutan ini dibawa pada proses fermentasi.
II.2.4 Fermentasi
Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan asam glutamat. PT.
Ajinomoto Indonesia menggunakan spesies bakteri Brevibacterium lactofermentum. Bakteri
tersebut digunakan untuk memecah glukosa pada TCM menjadi asam glutamat. Reaksi yang
terjadi selama proses fermentasi adalah :
C6H12O6+NH3+3/2O2 B.Lactofermentum C5H9O4N +CO2+3H2O
Pada proses ini juga ditambahkan bahan pembantu fermantasi yaitu amonia (NH3) sebagai
sumber N pada media fermentasi dan juga berfungsi sebagai kontrol pH, H2PO4 sebagai sumber
phosphat (P) pada media, dan juga ditambahkan antifoam sebagai zat pemecah buih yang
dihasilkan pada proses fermentasi. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi, yaitu dengan
mengalirkan oksigen ke dalam fermentor.
II.2.5 Isolasi
Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk hasil fermentasi (HB/Hakko Broth). Dalam
tahap isolasi ini terdapat 4 proses, antara lain :
1. 1. Asidifikasi
Proses asidifikasi juga disebut proses kristalisasi I. HB (Hakko Broth) dialirkan melalui heat
exchanger (HE) untuk menurunkan suhu broth dari 40°C menjadi 25°C ke dalam tangki
kristalisasi I. Tangki tersebut dilengkapi agitator untuk menghomogenkan konsentrasi H2SO4 yang
ditambahkan.
Pada proses ini ditambahkan H2SO4, dibuat kondisi pH isoelektris, yaitu sekitar 3,2 – 3,4 pada HB
sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion yang terjadi pada kondisi
isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan terjadi kristalisasi.
1. 2. Separasi I
Separasi dilakukan dengan alat Super Decanter Centrifuge (SDC). Dimana kristal asam glutamat
yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih besar, sehingga akan
terpisah ke tepi. Sedangkan cairannya akan berada ditengah.
Hasil pemisahannya disebut GH (Glutamic Hakko) berupa asam glutamat dan larutan induk GM
(Glutamic Mother). Kemudian larutan GM yang masih mengandung sisa asam glutamat, sisa
mikroba serta sisa media fermentasi ini dievaporasi dengan Falling Film Evaporator (FFE) dua
efek sampai total solid kira-kira 30-40%, setelah dipekatkan cairan ini disebut didinginkan
dengan cooling water (CW) dan dipisahkan lagi dengan Super Decanter Sentrifuge (SDC).
1. 3. Pencucian
Pencucian dilakukan pada kristal asam glutamat (GH) dengan cara penyemprotan air ke kristal
asam glutamat, dan laju air dijaga secara optimal agar menghindari hilangnya kristal asam
glutamat. Selanjutnya, larutan tersebut dipisahkan kembali dengan Super Decanter Sentrifuge
(SDC) untuk memisahkan kristal GH dari air sisa pencucian (GM). Kemudian pada GM yang masih
mengandung asam glutamat dalam jumlah cukup besar dipekatkan dan dievaporasi
menggunakan Falling Film Evaporator (FFE) tiga efek.
1. 4. Pengubahan Kristal
Proses selanjutnya adalah mengubah bentuk kristal α pada GH menjadi kristal β. Tujuan
pengubahan ini adalah untuk mengurangi kandungan pengotor (impurities) yang terdapat pada
kristal α. Kristal β berbentuk prisma heksagonal pipih dan berukuran lebih kecil dari pada kristal
α dan juga kristal β memiliki kestabilan yang jauh lebih tinggi daripada kristal α.
Proses pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara pemanasan steam 80°C. Pada kondisi
temperatur demikian kristal α akan melarut dan terbentuk kristal β. Kristal yang keluar masih
bertemperatur tinggi, oleh karena itu perlu didinginkan sampai 40-50°C dengan cara
mengalirkan air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform Crystal Cooling (TCC).
1. 5. Netralisasi
Tujuan dari netralisasi adalah menstabilkan molekul asam amino yang masih dipengaruhi pH
yang asam, dengan cara dinetralkan dengan NaOH 20% hingga mencapai pH 6,7 – 7,2 dan
proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 90°C. Demikian reaksinya :
C5H9O4N + NaOH C5H9O4NNa + H2O
Pada proses ini asam glutamat akan diubah menjadi Monosodium Glutamat cair yang disebut NL
(Neutral Liquor), kemudian NL menuju tahap purifikasi.
II.2.6 Purifikasi
Pada tahap purifikasi terdapat 3 proses yang digunakan, yaitu :
1. 1. Dekolorisasi
Dekolorisasi merupakan proses penghilangan kotoran yang terdapat pada cairan NL, dengan cara
penambahan aktif karbon sebesar 2% dari massa cairan pada cairan NL. Dalam tangki
dekolorisasi, juga terdapat control pH untuk menjaga kestabilan pH NL yang masuk ke dalam
tangki yaitu dengan menambah NaOH sampai diperoleh pH ±6,3.
Neutral Liquor (NL) yang telah ditambah karbon aktif, hasilnya di lewatkan pada Niagara Filter
untuk memisahkan kembali cairan NL yang telah jernih dari karbon aktif yang telah mengikat
kotoran-kotoran sisa media fermentasi. Pada proses tersebut diperoleh cairan monosodium
glutamat bening atau Filtered Liquor (FL).
1. 2. Kristalisasi II
Dengan proses secara kontinyu, Filtered Liquor (FL) dialirkan pada Head Exchanger (HE)
sehingga terjadi pemanasan hingga mencapai temperatur 60-70°C. Pemanasan tersebut
dilakukan secara terus menerus hingga tercapai tingkat kejenuhan tertentu dan mulai terbentuk
kristal.
1. 3. Separasi II
Separasi II atau pemisahan ini dilakukan untuk memisahkan campuran kristal dari Mother Liquor
(ML1) menggunakan teknik sentrifugasi. Setelah terpisah dari Mother Liquor (ML1), kristal
monosodium glutamat yang masih dalam bentuk kristal basah (wet crystal) dilakukan proses
pengeringan.
II.2.7 Pengeringan
Dalam alat pengering, udara panas dihembuskan dengan bantuan blower hingga pada akhirnya
kadar air kristal telah mencapai ±2% dari kadar air sebelumnya ±4-6%.
Setelah proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan terlebih dahulu
dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40°C. Sehingga diperoleh kristal MSG yang stabil
pada suhu ruang.
Kristal Monosodium Glutamat kering dan telah didinginkan, dilakukan analisa Absorbance Index
(AI) untuk mengetahui kualitas atau mutu warna kristal MSG. Nilai Absorbance Index yang
dikehendaki PT Ajinomoto adalah <0,3. Untuk kristal yang mempunyai AI <0,3 , dilakukan proses
pengayakan.
Pengayakan dilakukan pada 3 ukuran kristal,antara lain:
v LC (Large Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 30 mesh
v RC (Regular Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 40 mesh
v FC (Fine Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 100 mesh
II.2.8 Pengemasan
Proses pengemasan produk MSG dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti
pengaturan RH, kelembaban, ukuran kristal, kemurnian, kontaminasi bakteri, bahan-bahan asing
(foreign material) dan spesifik volume.
Bahan – bahan material yang dipergunakan sebagai kemasan antara lain Plastic film (OPP dan
PE) Header card, Plastic wrapper dan Carton Box.
LDPE ( Low Density Polyethylene ) yang berfungsi untuk melindungi warna printing
kemasan agar tidak cepat luntur selain itu sebagai media laminasi.
Plastik untuk pewarnaan ( pembubuhan tinta ), selain berfungsi untuk pewarnaan sebagai daya
tarik bagi konsumen untuk membeli juga sebagai media komunikasi dan informasi bagi
konsumen.
Alumunium Foil, berfungsi sebagai Gas Barrier, yaitu untuk menjaga kelembaban ( Humidity )
agar tidak terjadi caking ( penggumpalan ). Selain itu juga mencegah masuknya O2 karena akan
menyebabkan oksidasi dan ketengikan / rancidity.
PP ( Polypropilen ), merupakan jenis plastik pengemas Food Grade, dimana berfungsi untuk
melindungi produk agar tidak kontak langsung dengan alumunium foil, selain itu juga sebagai
sarana sealing.
II.3. Bahan Baku
A. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan adalah tetes tebu (cane molasses) yang merupakan produk
samping dari industri gula. Setiap 3,22 ton tetes tebu (dengan kandungan gula sebesar 50%)
dapat menghasilkan monosodium glutamat sebanyak 1 ton. Standar kadar gula tetes tebu yang
digunakan pada proses fermentasi berkisar 50-60%.
B. Bahan Pembantu
Selain tetes tebu, bahan pembantu juga sangat penting dalam proses produksi MSG antara lain
sebagai berikut ini:
1.Asam sulfat (H2SO4)
Asam sulfat digunakan untuk proses pemisahan kadar kalsium dari tetes tebu dan juga
digunakan pada proses kristalisasi pertama untuk menurunkan pH larutan dari cairan hasil
fermentasi (broth). Asam sulfat ditampung dalam tangki penampungan yang terbuat dari carbon
steel.
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
NaOH 20% digunakan menetralkan asam glutamat pada proses pencucucian atau netralisasi
sehingga dapat terbentuk monosodium glutamat (MSG). Larutan asam glutamat yang masih
memiliki pH 3 dinetralkan dengan larutan NaOH 20% hingga mencapai pH sekitar 6,7 – 7,2 dalam
tangki netralisasi.
3. Amoniak (NH3)
Amoniak digunakan sebagai sumber nitrogen bagi Brevibacterium lactofermentum pada proses
fermentasi. Amoniak yang di simpan dalam carbon steel diatur secara otamatis selama
fermentasi.
4. Karbon Aktif (AC = Active Carbon)
Karbon aktif digunakan pada proses dekolorisasi yaitu penyerapan warna coklat kehitaman dari
MSG cair. Karbon aktif berbentuk serbuk yang penggunaanya langsung dicampurkan pada MSG
cair yang masih berwarna coklat.
5. Anti Buih ( Defoamer )
Adanya buih selama proses fermentasi akibat agitasi dan aerasi akan menyebabkan autolisis dan
mengurangi jumlah sel bakteri, serta menaikan beban agitasi. Anti buih (AZ) yang digunakan
memiliki pH relatif rendah yaitu ± 3,3.
6. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral yang ditambahkan pada medium fermentasi antara lain biotin, vitamin B1,
KH2PO4, MnSO4, dan FeSO4.
7. Tepung Tapioka
Tapioka ditambahkan dalam tetes dengan melalui proses sakarifikasi terlebih dahulu apabila
kadar glukosa tetes tebu terlalu rendah.
8. Enzim
Enzim digunakan untuk proses sakarifikasi tapioka. Enzim yang digunakan adalah α-amilase dan
glukoamilase.
9. Raw Sugar
Raw sugar digunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri Brevibacterium
lactofermentum , tetapi penggunaanya biasanya relatif sedikit karena raw sugar ini digunakan
hanya untuk menambah kadar glukosa atau jika bahan baku tetes berada dalam jumlah yang
kurang.
10. Aronvis
Aronvis merupakan suatu zat yang berfungsi sebagai koagulan pada proses sedimentasi kalsium
yang merupakan hasil samping pada proses dekalsifikasi.
11. Beet Molases
Beet Molases ini sebenarnya juga mempunyai fungsi yang sama seperti Cane Molase ( tetes )
yaitu sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri Brevibacterium lactofermentum, dan
penggunaannya pun juga hanya relatif sedikit. Hal ini karena kualitas dari Beet Molases lebih
baik daripada Cane Molases dimana kadar glukosa yang terkandung dalam Beet Molases lebih
tinggi. Selain itu harga beli dari Beet Molases ini juga lebih mahal karena jenis ini hanya dapat
ditemukan di negara empat musim.
12. Urea
Urea merupakan bahan substituen ( bahan pengganti ) dari NH3, tetapi penggunaannya terbatas,
yaitu berfungsi sebagai pengatur pH pada proses fermentasi dan sebagai sumber Nitrogen.
13. Air
Ada beberapa jenis air yang digunakan dalam industri pembuatan MSG, antara lain :
%1. Pure Water (PW) : merupakan air murni (H2O)
%1. Industrial Water (IW) : Merupakan H2O yang mengandung mineral. Biasanya untuk
kebutuhan Toilet.
%1. Mix Water (MW) : Terdiri dari 80% PW dan 20% IW. Air inilah yang digunakan dalam
proses pembuatan MSG.
%1. Chilled Water (CW) : Terbagi menjadi dua macam yaitu dengan suhu 10oC dan suhu
15oC. Air ini merupakan air MW yang didinginkan.
%1. Cooling Tower Water (CTW) : Berasal dari air MW yang suhunya dikontrol ≤ 30oC.
%1. River Water (RW) : Air yang masih banyak mengandung kontaminan dan mineral.
BAB III
KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan negara industri yang bergerak dibidang teknologi pertanian, salah satunya
dalam bidang bioteknologi, dalam proses produksi Monosodium Glutamat (MSG). Pada proses
produksi digunakan bahan baku tetes tebu (molasses) dan beberapa bahan pembantu seperti
asam sulfat, natrium hidroksida, amonia, karbon aktif, anti buih, mineral dan vitamin.
Tahap pertama sebelum proses produksi berlangsung adalah dilakukan sterilisasi fermentor dan
media fermentasi yang didalamnya antara lain Treated Cane Molasses, nutrient dan udara.
Selanjutnya adalah tahap penyiapan inokulum bakteri yang meliputi adaptasi (refreshing),
pembenihan awal (preseed), dan pembenihan (seed)
Pada tahapan proses produksi MSG dilakukan beberapa proses yaitu dekalsifikasi, sakarifikasi,
fermentasi, isolasi dan purifikasi serta pengemasan untuk dipasarkan. Namun dari semua
tahapan itu, yang paling utama adalah proses fermentasi asam glutamate oleh Brevibacterium
lactofermentum.
Proses fermentasi asam glutamate terjadimelalui siklus kreb dengan adanya pembelokan
enzimatis dari senyawa antara α-ketoglutarat dengan penambahan NH3 cair. Factor yang
mempengaruhi proses fermentasi adalah DO (Dissolve Oxygen), suhu, pH, kecepatan agitasi dan
aerasi.