21
2 Warta BPK MEI 2012 KODE ETIK PEMERIKSA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. 3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. 4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/ atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara. 5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK. 7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman. 8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman. 9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai. 10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. 11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas. 12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara. Pasal 3 Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya. BAB III KODE ETIK Pasal 4 (1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari. (2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme. Pasal 5 Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara. BAB IV IMPLEMENTASI KODE ETIK Bagian Kesatu Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat Pasal 6 (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib: a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia; b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat; c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang: a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis; b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat; c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung. Bagian Kedua Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara Pasal 7 (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib: a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang: a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah. Bagian Ketiga Anggota BPK selaku Pejabat Negara Pasal 8 (1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib: a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya; b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan; c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. menghindari terjadinya benturan kepentingan; e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan; f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. (2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang: a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK; e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK; f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan; g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif. Bagian Keempat Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara Pasal 9 (1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib: a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan; b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan; c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas; d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan; e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK; f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan; g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan; h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan. (2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung 2-3 kode etik terbaru.indd 2 7/26/2012 3:21:10 PM

KODE ETIK PEMERIKSA

  • Upload
    dothuan

  • View
    301

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KODE ETIK PEMERIKSA

2 Warta BPKMEI 2012

KODE ETIK PEMERIKSA

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang

bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.

5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.

7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman.

8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman.

9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai.

10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.

11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas.

12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

BAB IITUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara.

Pasal 3Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.

BAB IIIKODE ETIK

Pasal 4(1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia

serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari.(2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.

Pasal 5Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara.

BAB IVIMPLEMENTASI KODE ETIK

Bagian KesatuAnggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya

Selaku Individu dan Anggota Masyarakat

Pasal 6(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:

a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dand. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.

(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:

a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;

b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara

langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dand. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan

status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.

Bagian KeduaAnggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya

Selaku Warga Negara

Pasal 7(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:

a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; danc. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.

(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik

Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; danb. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.

Bagian KetigaAnggota BPK selaku Pejabat Negara

Pasal 8(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:

a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau

golongan;d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dang. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk

kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau

golongan;c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas,

dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada

pihak lain di luar BPK;f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek

pemeriksaan; danh. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan,

opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.

Bagian KeempatPemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara

Pasal 9(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:

a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;

b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk

mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari

terjadinya benturan kepentingan;e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan

prosedur kepada Pimpinan BPK;f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar

dan pedoman yang telah ditetapkan;g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan

kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dani. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.

(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung

2-3 kode etik terbaru.indd 2 7/26/2012 3:21:10 PM

Page 2: KODE ETIK PEMERIKSA

3Warta BPK MEI 2012

maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya;c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang,

dan/atau golongan;d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk

kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;f. menjadi anggota/pengurus partai politik;g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatan nya dibiayai

anggaran negara;h. memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar

kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki

hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua)

tahun terakhir;l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam

program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada

media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini,

kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan

o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.

BAB VHUKUMAN KODE ETIK

Bagian KesatuTingkat dan Jenis Hukuman

Pasal 10(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa:

a. peringatan tertulis; ataub. pemberhentian dari keanggotaan BPK.

(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK.

(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP);b. hukuman sedang yang terdiri dari:

1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;

2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau

3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;

c. hukuman berat yang terdiri dari:1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu)

tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.

(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.

(5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.

Bagian KeduaJenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK

Pasal 11(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis.

(2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK.

Bagian KetigaJenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman

Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya

Pasal 12(1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan

larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis.

(2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan

larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang.

(3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat.

Pasal 13Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 14Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut:

a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/ pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan

b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik.

BAB VIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15(1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan

dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini.(2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang terjadi sebelum Peraturan ini ditetapkan

dan sedang dalam proses oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, penyelesaiannya berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

BAB VIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 16Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentangKode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98

2-3 kode etik terbaru.indd 3 7/26/2012 3:21:13 PM

Page 3: KODE ETIK PEMERIKSA

4 Warta BPKMEI 2012

Saatnya Bagi Rapor

dari kami

PENGaRaH : Hendar ristriawan daeng M. NazierNizam Burhanuddin

PENaNGGUNG JaWaB : Bahtiar arif

SUPERViSi PENERBiTaN : GunarwantoYudi ramdan

kETUa DEWaN REDakSi :Parwito

STaF REDakSi : andy akbar Krisnandy Bambang dwiBambang Widodo dian rustriTeguh Siswanto (desain Grafis)

kEPaLa SEkRETaRiaT :Sri Haryati

STaF SEkRETaRiaT :Sumunar MahananiSutrionorianto Prawoto (fotografer)indah LestariEnda NurhentiWerdiningsih

aLamaT REDakSi:Gedung BPK-ri Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta Telepon : 021-25549000 Pesawat 1188/1187Faksimili :021-57854096E-mail :[email protected]

DiTERBiTkaN oLEH:SEKrETariaT JENdEraL BadaN PEMEriKSa KEuaNGaN rEPuBLiK iNdoNESia

redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah.

iSi MaJaLaH iNi TidaK BErarTi SaMa dENGaN PENdiriaN aTau PaNdaNGaN BadaN PEMEriKSa KEuaNGaN rEPuBLiK iNdoNESia

Pada edisi Mei ini, laporan utama kami sajikan yaitu penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2011. Penyampaian laporan ini merupakan amanat Pasal 17 uu Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

BPK memberikan opini WdP terhadap LKPP pemerintah, sama dengan tahun 2010. Hanya

saja, pada LKPP tahun lalu yang dikecualikan lebih sedikit dibandingkan dengan LKPP 2010. Kondisi ini, menunjukkan adanya kemajuan positif terhadap kerja keras pemerintah dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan.

untuk laporan khusus kita ambil judul akuntabilitas dan Transparansi, Barang Langka di daerah. Mengapa? Pasalnya, masih banyak daerah yang

mendapat opini WdP, disclaimer dan Tidak Wajar. dari sisi penyimpangan yang menyebabkan indikasi kerugian negara dan sampai ke ranah tindak pidana korupsi pun setail tiga uang. Justru banyak kepala-kepala daerah dan pimpinan daerah lainnya yang tersangkut kasus korupsi.

Sejalan dengan laporan utama, road to WTP kali ini menyoroti

Kepolisian republik indonesia (Polri). Butuh kerja sama semua satuan kerja dan komitmen untuk melakukan transparansi pengelolaan keuangan negara.

Pengurus dharma Wanita BPK Pusat ternyata mengelola dua sekolah yaitu taman kanak-kanak, yakni TK Persiwa i Kebon Jeruk dan TK Persiwa ii Gandul, Cinere. Keduanya kini survive di tengah keterbatasan.

BPK dan BaKN melakukan kunjungan kerja ke dua negara yaitu Belanda dan inggris. Bagi BPK makna kunjungan itu adalah untuk meningkatkan kapasitas lembaga dalam rangka meningkatkan kinerja pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Selengkapnya bisa dilihat di rubrik internasional.

Majalah Warta BPK tidak pernah meminta sumbangan/sponsor

dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan

Warta BPK

I N D E P E N D E N S I - I N T E G R I T A S - P R O F E S I O N A L I S M E

4 - dari kamii.indd 4 7/19/2012 3:52:22 PM

Page 4: KODE ETIK PEMERIKSA

5Warta BPK MEI 2012

23 - 34 LAPORAN KHUSUSAkuntabilitas dan Transparansi, Barang Langka di Daerah

35 - 39 ANTAR LEMBAGATingkatkan Kualitas Laporan Keuangan di Balikpapan

45 - 47 BPK DAERAHMenunggu Implementasi Empat Pilar Kebangsaan

48 - 49 ROAD TO WTPPolri Raih WTP dan Siap Mempertahankannya

50 - 52 REFORMASI BIROKRASI“Lembaga Yang Tidak Reformis Seharusnya Malu”

53 - 55 TEMPO DOELOEPejalanan Nomaden Kantor BPK

56 - 57 AKSENTUASIHambalang Menunggu Hasil Audit BPK

58 - 61 INTERNASIONALBPK dan BAKN Kunjungi Inggris Belanda

62 - PROFESIIAI Gelar Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah

63 - 64 HUKUMRevisi UU Perkuat Posisi Kejaksaan

65 - 67 PANTAUPenyelewengan Anggaran Perjalanan Dinas Makin Canggih

68 - 70 UMUMKontroversi ‘Si Bongkok’ Harus Segera Diatasi

71 - TOKOH“Kita Patut Bersyukur Kalau BPK Sudah Ditakuti”

LAPORAN UTAMA

daftar isi

Opini WDP untuk LKPP 2011

WAWANCARA

“Akuntabilitas Belum Jadi Bagian Karakter Bangsa”

16 - 22

Agung FirmAn SAmpurnAAnggota BPK RI

6 - 15

5 -daftar isi mei.indd 5 7/19/2012 3:53:41 PM

Page 5: KODE ETIK PEMERIKSA

6 Warta BPKMEI 2012

LAPORAN UTAMA

Sidang Paripurna dPR pada 29 Mei lalu mengagendakan penyampaian laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2011. Laporan disampaikan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo.

Penyampaian laporan ini merupakan amanat Pasal 17 UU nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan negara. Laporan yang disampaikan BPK ini meliputi laporan anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas

BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011. DPR perlu mendorong pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang transparan dan akuntabel.

Opini WDP untuk LKPP 2011

laporan keuangan. Hadi Poernomo mengungkapkan

pemerintah telah melaporkan realisasi pendapatan sebesar Rp1.210,60 triliun dan realisasi belanja sebesar Rp1.295 triliun. Pendapatan negara tersebut mencapai 103,48 % dibandingkan dengan anggaran sebesar Rp1.169,91 triliun atau sebesar 121,63% dari pendapatan 2010 sebesar Rp995,27 triliun.

Jenis pendapatan yang mengalami kenaikan paling tinggi selama tahun lalu adalah penerimaan perpajakan yakni sebesar Rp150,56 triliun,

Ketua BPK, Hadi Poernomo memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP) Tahun 2011 kepada Wakil Ketua DPR, Anis Matta, pada 29 Mei 2012.

6 - 15 laporan utama.indd 6 8/6/2012 4:39:47 PM

Page 6: KODE ETIK PEMERIKSA

7Warta BPK MEI 2012

LAPORAN UTAMA

naik 20,82 % dari 2010. Realisasi penerimaan perpajakan sepanjang 2011 sebesar Rp873 triliun atau 99,45% dari anggaran sebesar Rp 878 triliun.

adapun belanja negara tahun 2011 meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Seluruhnya berjumlah Rp1.294 triliun atau 98,05 % dari dianggarkan sebesar Rp1,320 triliun.

“Belanja negara juga mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar Rp1.042 triliun atau naik sebesar Rp252,88 triliun atau 24,26 %,” katanya.

Hanya saja, adanya kenaikan pendapatan yang lebih kecil dari kenaikan belanja itu telah menimbulkan defisit yang semakin besar. defisit anggaran mencapai Rp 84 triliun atau hampir dua kali dari 2010 sebesar Rp46,84 triliun. Sebagaimana tercermin dari LKPP 2011, defisit anggaran negara yang meningkat diimbangi dengan kenaikan pembiayaan. Pembiayaan pada tahun 2011 mencapai Rp130,94 triliun atau 143,03 % dari tahun sebelumnya Rp91,55 triliun.

Sementara pada neraca pemerintah pusat, total aset per 31 desember 2011 mencapai Rp3.023 triliun, naik sebesar Rp599,75 triliun dari tahun sebelumnya Rp2.423,69 triliun. Kenaikan ini berasal dari kenaikan aset tetap Rp385,67 triliun. Kenaikan itu juga berasal dari pengadaan aset tetap dan pencatatan hasil inventarisasi dan penilaian kembali (iP) aset tetap yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal. Selain itu, kenaikan aset juga berasal dari dicatatnya hasil iP atas aset kotraktor kontrak kerjasama (KKKS) dan aset eks-BPPn masing-masing sebesar Rp82 triliun dan Rp38 triliun.

Pada sisi pasiva pemerintah pusat menyajikan kewajiban sebesar Rp1.947 triliun yang bersumber dari utang jangka panjang, dalam dan luar negeri, sebesar Rp1.700 triliun. Saldo anggaran lebih (SaL) per 31 desember 2011 sebesar Rp105 triliun dengan saldo kas dan setara kas

sebesar Rp 121 triliun. BPK memberikan opini WdP

terhadap LKPP pemerintah, sama dengan tahun 2010. Hanya saja, pada LKPP tahun lalu yang dikecualikan lebih sedikit dibandingkan dengan LKPP 2010.

Kondisi ini, lanjut Ketua BPK, menunjukkan adanya kemajuan positif terhadap kerja keras pemerintah dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan. Hal ini sejalan dengan peningkatan kualitas laporan keuangan kementerian negara atau lembaga (LKKL) dan laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUn).

“BPK memberikan penghargaan

kepada pemerintah yang telah mengikuti rekomendasi BPK,” katanya.

dalam laporan BPK, opini terhadap laporan keuangan kementerian negara atau lembaga (KL) dan bagian anggaran bendahara umum negara (BaBUn) juga banyak mengalami peningkatan. Jumlah KL yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2008 jumlah KL/ BaBUn yang memperoleh opini WTP ada 35 KL. namun, pada 2009 meningkat menjadi 45 KL. Selanjutnya pada 2010 sebanyak 53 dan 67 KL / BaBUn di tahun lalu.

Temuan dan Rekomendasi BPK Hadi Poernomo menjelaskan

sejumlah permasalahan juga masih

ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPP 2011. ada dua permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP yaitu :1. adanya permasalahan dalam

pelaksanaan dan pencatatan hasil inventarisasi dan Penilaian (iP) atas aset Tetap.

2. Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan dan penilaian terhadap aset Eks Badan Penyehatan Perbankan nasional (BPPn).

Ketua BPK mengungkapkan

pemerintah telah melakukan inventarisasi dan penilaian kembali (iP) atas aset tetap yang diperoleh sebelum neraca awal per 31 desember 2004. Sekalipun begitu, tuturnya, masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil iP tersebut. Permasalahan yang ditemukan BPK di antaranya aset tetap pada 10 KL dengan nilai perolehan Rp4,13 triliun belum dilakukan iP. aset tanah di Jalan nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya.

Selain itu, lanjutnya, BPK juga menemukan aset tetap hasil iP pada tiga KL senilai Rp3,88 triliun dicatat ganda. Pencatatan hasil iP pada 40 KL masih selisih senilai Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil iP pada direktorat Jenderal Kekayaan negara.

Temuan BPK lainnya yakni aset tetap pada 14 KL senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya dan pelaksanaan iP belum mencakup penilaian masa manfaat aset tetap sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan aset tetap.

“nilai aset tetap yang dilaporkan berbeda secara signifikan jika pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil iP,” kata Hadi Poernomo.

Terkait dengan aset eks-BPPn, lanjutnya, BPK juga masih menemukan adanya kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian aset eks-

Pada sisi pasiva pemerintah pusat

menyajikan kewajiban sebesar

Rp1.947 triliun yang bersumber dari utang jangka

panjang, dalam danluar negeri,

sebesar Rp1.700 triliun.

6 - 15 laporan utama.indd 7 8/6/2012 4:39:47 PM

Page 7: KODE ETIK PEMERIKSA

8 Warta BPKMEI 2012

LAPORAN UTAMA

BPPn. Seperti pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas aset eks-BPPn berupa aset kredit senilai Rp18,25 triliun. BPK juga menemukan aset eks BPPn yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang negara (PUPn) senilai Rp11,18 triliun tidak didukung oleh dokumen sumber yang valid.

Temuan lainnya, berupa tagihan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) senilai Rp8,68 triliun belum didukung dengan dokumen kesepakatan dengan pemegang saham. “Pemerintah juga belum menyajikan nilai bersih yang dapat direalisasikan atas aset eks-BPPn yang berupa piutang,” kata Hadi Poernomo

Selain persoalan yang mempengaruhi kewajaran LKPP, lanjut Hadi Poernomo, BPK juga menemukan permasalahan terkait dengan kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. BPK menemukan adanya inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan Perhitungan Bagi hasil Migas. “dengan begitu pemerintah kehilangan penerimaan sebesar Rp2,35 triliun,” katanya.

Permasalahan lain yang ditemukan BPK yakni pengelolaan PPh Migas tidak optimal. akibatnya, hak pemerintah atas PPh Migas dan sanksi administrasi sebesar Rp747,08 miliar belum dapat direalisasikan.

BPK juga menilai penetapan Peraturan Pemerintah (PP) penyertaan modal negara (PMn) atas bantuan pemerintah yang Belum ditetapkan Statusnya (BPYBdS) berlarut-larut dan metode penetapan nilainya dalam PP PMn berbeda dengan nilai penyerahan awal. BPK juga menemukan adanya selisih Saldo anggaran Lebih (SaL) antara fisik dengan catatan 2011 sebesar Rp17,43 miliar.

Terhadap permasalahan pengelolaan PPh Migas tersebut, BPK merekomendasikan kepada pemerintah agar mengupayakan

amandemen PSC atau amandemen tax treaty terhadap Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang menggunakan tax treaty serta menetapkan aturan mengenai pembagian kewenangan antara instansi dan mekanisme pemantauan serta penagihan kewajiban PPH Migas yang lebih memadai.

adapun, mengenai masalah penetapan PP PMn atas BPYBdS yang berlarut-larut, BPK merekomendasikan pemerintah agar memperbaiki kebijakan perencanaan, penganggaran dan penetapan BPYBdS sebagai PMn. adapun, atas permasalahan selisih nilai antara fisik dan catatan SaL, BPK merekomendasikan pemerintah agar memperbaiki pengelolaan dan pencatatan transaksi nonanggaran dan menyelesaikan selisih SaL antara fisik dan catatan.

Selain itu, BPK juga menemukan permasalahan berulang yang terjadi pada pengelolaan dan pencatatan aset tetap serta kelemahan pelaksanaan iP, baik iP atas aset tetap, aset KKS maupun aset eks-BPPn. Terhadap masalah tersebut, BPK meminta pemerintah untuk menyempurnakan pencatatan dan pengelolaan aset tetap serta memperbaiki metode iP dan

penatausahaan aset KKS dan aset eks-BPPn.

Masih banyaknya permasalahan dalam pengelolaan barang milik negara, menurut Hadi Poernomo, menunjukkan belum optimalnya kinerja direktorat Jenderal Kekayaan negara selaku pengelola barang. “Pemerintah perlu lebih memacu kinerja direktorat Jenderal Kekayaan negara agar lebih baik lagi dalam pencatatan dan pengelolaan aset tetap,” kata Hadi Poernomo.

Terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, BPK juga menemukan sejumlah permasalahan. Salah satunya masih ditemukan Penerimaan negara Bukan Pajak (PnBP) pada 28 KL sebesar Rp331,94 miliar dan US$2,01 juta yang terlambat/belum disetor, kurang/belum dipungut dan digunakan langsung diluar mekanisme aPBn.

BPK juga menemukan Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan Minyak dan gas Bumi (PBB Migas) tidak sesuai dengan UU PBB dan UU Migas. akibatnya, kata Hadi Poernomo, realisasi PBB Migas sebesar Rp3,96 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya.

BPK juga menemukan pendapatan hibah pada LKPP masih sebesar Rp183,

Konferensi Pers setelah penyerahan LKPP di DPR.

6 - 15 laporan utama.indd 8 8/6/2012 4:39:51 PM

Page 8: KODE ETIK PEMERIKSA

9Warta BPK MEI 2012

LAPORAN UTAMA

94 miliar dengan laporan keuangan bagian anggaran pengelolaan hibah (LKBa 999, 02 ) dan penerimaan hibah langsung sebesar Rp292,43 miliar dan US$781.990 pada 15 KL belum dilaporkan pada BUn dan dikelola di luar mekanisme aPBn.

“Pemerintah juga belum menetapkan status pengelolaan keuangan atas tujuh perguruan tinggi yang status badan hukum pendidikannya telah dibatalkan oleh MK,” tambah Hadi Poernomo.

Terhadap permasalahan itu, lanjutnya, BPK merekomendasikan pemerintah agar mengatur sanksi yang tegas atas keterlambatan penyetoran dan penggunaan langsung PnBP. Pemerintah juga diminta untuk merevisi UU PnBP terutama yang menyangkut kewenangan penetapan jenis dan penyesuaian tarif PnBP.

“atas penerimaan hibah pada LKPP, pemerintah harus menetapkan peraturan mengenai monitoring penerimaan hibah langsung ditingkat KL, pelaporan dan sanksi bagi satuan kerja yang tidak melaporkan hibah langsung yang diterimanya,” kata Hadi Poernomo.

Terkait dengan permasalahan penetapan PBB Migas, lanjutnya, BPK merekomendasikan pemerintah agar menetapkan secara jelas objek pajak PBB migas sesuai dengan UU PBB dan UU Migas. Pemerintah juga diminta untuk memperbaiki petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan mekanisme penetapan PBB Migas.

Sementara itu, terhadap status pengelolaan keuangan atas tujuh perguruan tinggi, BPK merekomendasikan pemerintah agar segera menetapkan status hukum pengelolaan keuangan atas tujuh perguruan tinggi eks Badan Hukum Milik negara (BHMn).

Pemantauan Tindak Lanjut Terkait dengan pemantauan

tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan LKPP pada 2005 hingga

2010, BPK menemukan 36 temuan. Jumlah temuan pemeriksaan yang sudah ditindak lanjuti seusai dengan saran BPK sebanyak 16 temuan. Sedangkan jumlah temuan yang sedang ditindaklanjuti sebanyak 20 temuan.

Menurut Hadi Poernomo, permasalahan yang sudah ditindaklanjuti di antaranya perbaikan sistem penerimaan negara, sistem pencatatan dan rekonsiliasi piutang perpajakan, dan memperbaiki penyelesaian PPn ditanggung pemerintah menjadi subsidi PPn atas penyerahan jenis BBM tertentu.

Permasalahan lain yang sudah ditindaklanjuti juga menyangkut penelusuran data rincian uang muka BUn, menetapkan peraturan atas pengelolaan BMn yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, serta menetapkan Badan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bawaslu , LPP RRi, LPP TVRi, dan badan pengembangan kawasan Sabang sebagai pengguna anggaran di aPBn ditahun 2012.

Sementara itu, permasalahan yang masih dalam proses tindak lanjut meliputi amandemen formulasi perhitung sharing antara pemerintah dengan KKKS yang disesuaikan dengan penetapan tax treaty, perbaikan sistem pengelolaan

perpajakan KKKS, penertiban pungutan PnBP atau penyetoran PnBP dan hibah langsung di KL, dan penyempurnaan regulasi dana pensiun PnS.

Berbasis Akrual Hadi Poernomo mengingatkan

mengenai penerapan standar akuntansi berbasis akrual. Pasal 36 UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan negara, menyatakan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 tahun sejak UU no 17 tahun 2003 ditetapkan. dengan begitu, tahun 2011 merupakan tahun kedelapan pelaksanaan UU tersebut.

“namun hingga kini pemerintah belum dapat menerapkan pengakuan pendapatan dan belanja berbasis akrual,” tuturnya.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah menetapkan dua basis akuntansi yakni basis kas untuk LRa dan basis akrual untuk neraca. Oleh karena itu, BPK mendorong pemerintah untuk menetapkan Standar akuntansi Pemerintahan berbasis akrual.

Hadi Poernomo meminta kesiapan SdM dan teknologi agar dipertimbangkan secara seksama. “dengan begitu penerapan tersebut tidak menurunkan pencapaian opini atas kewajaran laporan keuangan,” jelasnya.

Mengakhiri sambutannya, Hadi Poernomo meminta dPR membantu menindaklanjuti LHP LKPP oleh pemeritah agar tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya. dia juga meminta agar kualitas LKPP dapat ditingkatkan oleh pemerintah.

Ketua BPK juga berharap kerja sama yang telah berjalan selama ini dapat terus terjalin dan semakin meningkat. dengan begitu apa yang dilakukan dapat mendorong pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang transparan dan akuntabel serta dapat mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat. bw, bd,and,dr

Hadi Poernomo meminta DPR membantu

menindaklanjuti LHP LKPP oleh pemerintah

agar tidak ada masalahyang sama pada

tahun berikutnya. Ketua BPK juga meminta agar

kualitas LKPP dapat ditingkatkan oleh

pemerintah.

6 - 15 laporan utama.indd 9 8/6/2012 4:39:51 PM

Page 9: KODE ETIK PEMERIKSA

10 Warta BPKMEI 2012

LAPORAN UTAMA

KUaLiTaS pengelolaan keuangan di sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) mengalami

perbaikan. Buktinya, jumlah K/L yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kali ini meningkat. Tentu saja hal ini menunjukan keseriusan

setiap K/L untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara.

Sebagaimana telah disampaikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011, K/L yang mendapatkan Opini WTP mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada 2011 ada 67

Jumlah K/L Peroleh WTP MeningkatJumlah kementerian atau lembaga yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian meningkat setiap tahunnya. Untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2011 ada 67 entitas yang memperoleh opini WTP.

K/L yang memperoleh opini WTP, meningkat dari tahun sebelumnya 53 entitas.

Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan opini WTP merupakan derajat tertinggi yang mencerminkan pengelolaan dan pertanggunjawabkan anggaran negara secara tertib, akuntabel, dan transparan.

Meski begitu, lanjutnya, kewajaran laporan keuangan tersebut bukan berarti setiap K/L telah terbebas dari aturan yang tertuang dalam Sistem Pengendalian intern (SPi) dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan.

dia mengimbau agar seluruh K/L terus menyempurnakan tata kelola dan laporan keuangan. Ketua BPK mengharapkan kementerian yang mendapatkan opini WTP dPP (dengan Paragraf Penjelasan) terus membenahi sistem pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara untuk mendapatkan opini yang lebih baik di tahun-tahun berikutnya.

Menurut dia, opini  laporan keuangan bukan tujuan akhir, tetapi merupakan sarana untuk menuju tertibnya administrasi pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Untuk itu, tambahnya, kewajaran laporan keuangan tidak berarti bebas dari kesalahan dan kekeliruan sebagaimana yang dimuat dalam laporan BPK.

BPK juga masih menemukan kelemahan dan kesalahan dalam pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan yang perlu diperbaiki. Hanya saja, BPK menilai hal tersebut tidak material sehingga tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Salah satu K/L yang memperoleh

Hadi Poernomo

6 - 15 laporan utama.indd 10 8/6/2012 4:39:53 PM

Page 10: KODE ETIK PEMERIKSA

11Warta BPK MEI 2012

LAPORAN UTAMA

opini WTP adalah Lemhanas dan Bin. dengan opini ini berarti kedua lembaga ini telah menyajikan laporan keuangan secara wajar sesuai dengan Standar akuntansi Pemerintahan sehingga laporan keuangannya memperoleh derajat akuntabilitas keuangan yang terbaik.

Penyerahan LHP LKKL ini diserahkan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo kepada gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji dan Kepala Bin Marciano norman didampingi anggota BPK Moermahadi Soerja djanegara.

dalam waktu yang bersamaan BPK juga menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Penyerahan LHP oleh anggota BPK Moermahadi Soerja djanegara kepada Sesmen Polhukam Langgeng Sulistyo. BPK memberikan opini WTP atas laporan keuangan lembaga ini.

Tradisi WTP Berdasarkan

laporan keuangan K/L yang disampaikan BPK ke dPR pada 29 Mei 2012, sejak 2009 hingga 2011, tercatat 30 K/L yang telah memiliki tradisi pengelolaan keuangan yang sangat baik. alhasil setiap tahunnya laporan keuangan mereka selalu mendapatkan opini WTP.

adapun 30 K/L yang sejak 2009, 2010, dan 2011 selalu mendapatkan opini WTP adalah MPR, dPR, BPK, Kementerian Perindustrian, Kemenko Polhukam, Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenko Kesejahteraan Rakyat, Kementerian

BUMn, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan anak, Bin, dewan Ketahanan nasional, Kementerian negara Perencanaan Pembangunan nasional/Bappenas, Lembaga Ketahanan nasional, BKPM, MK, Badan Tenaga nuklir nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Penerbangan dan antariksa nasional.

Selanjutnya, Badan Standardisasi nasional, Lembaga administrasi negara, arsip nasional Republik

indonesia, Badan Kepegawaian nasional, BPKP, Kementerian Perumahan Rakyat, KPK, dPd, KY, Badan nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja indonesia, dan Pengelolaan Utang.

Menurut politisi dari Fraksi gerindra Sadar Subagio, bagi K/L yang sudah tiga kali berturut-turut mendapatkan opini WTP seyogyanya yang diaudit atau diperiksa BPK tidak lagi soal keuangan saja, tetapi bisa ditingkatkan pada audit kinerja.

dengan demikian, lanjutnya,

akuntabilitas yang tercermin dari opini BPK itu bukan hanya terbatas pada tertibnya laporan keuangan tapi sekaligus bisa mengambarkan kinerja entitas.

adapun K/L yang berhasil mempertahankan opini WTP 2009 dan 2010 yakni Sekretariat negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Perpustakaan nasional, Komisi nasional Hak asasai Manusia, Badan Meteorologi, Klimatologi dan geofisika, LiPi, Lembaga Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah.

Kemudian, Kementerian Hukum dan HaM, Transfer Ke daerah, Kementerian Energi dan Sumber daya Manusia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Badan narkotika nasional, Pusat Pelaporan dan analisa Transaksi Keuangan dan Kementerian Perdagangan, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang pada 2010 memperoleh Opini WTP dPP, pada 2011 berhasil menghilangkan paragraf penjelasan yang dimintakan BPK dan naik kelas menjadi WTP.

Foto bersama usai Penyerahan LHP LKKL oleh Ketua BPK Hadi Poernomo kepada Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji.

6 - 15 laporan utama.indd 11 8/6/2012 4:39:57 PM

Page 11: KODE ETIK PEMERIKSA

12 Warta BPKMEI 2012

LAPORAN UTAMA

Laporan Keuangan BPS, Badan informasi geopasial (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional),Penerusan Pinjaman dan Belanja Subsidi yang tahun 2010 lalu mendapatkan opini WdP, pada 2011 mendapatkan opini WTP. adapun Ombudsmen yang baru mulai di audit tahun lalu langsung mendapat opini WTP.

anggota BPK ali Masykur Musa juga menyerahkan LHP atas Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta. BPK memberikan opini WTP dPP kepada kementerian ini. BPK menilai Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan Tahun 2011 telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar akuntansi Pemerintahan.

Hal yang menjadi paragraf penjelasan adalah pada piutang bukan pajak yang belum didukung dengan dokumen sumber senilai Rp23,428 miliar. namun, angka ini jauh berkurang dibandingkan dengan 2010 sebesar Rp166,32 miliar.

Meskipun BPK telah menyatakan opini WTP, BPK berharap agar permasalahan yang menjadi paragraf penjelasan segera diselesaikan dan dilakukan perbaikan serta menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti permasalahan SPi dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan.

Sementara itu Kejaksaan agung Republik indonesia tampaknya mulai bisa bernafas lega. Bila dua tahun sebelumnya selalu mendapatkan opini WdP, pada laporan keuangan 2011 mendapatkan opini WTP dPP.

Sama halnya dengan Kementerian dalam negeri, Kementerian Luar negeri, Kementerian agama, Kementerian Sosial, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian Ri, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana nasional, Badan SaR nasioanal, investasi Pemerintah.

Ma masih belum beranjak. Bila pada 2010 mulai mendapatkan opini WdP maka laporan keuangan 2011 belum berubah. Sama halnya dengan Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Pertanahan nasional, Kementerian Komunikasi dan informatika, Kementerian daerah Tertinggal, Komisi Pemilihan Umum, Pengelolaan Hibah, Bendahara Umum negara.

TABEL

Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2009, 2010 dan 2011

No. BA Kementerian Negara/Lembaga

Opini BPK atas LKKL 2009 2010 2011

1. 001 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP WTP 2. 002 Dewan Perwakilan Rakyat WTP WTP WTP 3. 004 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP WTP 4. 005 Mahkamah Agung TMP WDP WDP 5. 006 Kejaksaan Agung WDP WDP WTP-DPP 6. 007 Sekretariat Negara WDP WTP WTP 7. 010 Kementerian Dalam Negeri WDP WTP-DPP WTP-DPP 8. 011 Kementerian Luar Negeri TMP WDP WTP-DPP 9. 012 Kementerian Pertahanan WDP WDP WDP

10. 013 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

WTP-DPP WTP-DPP WTP

11. 015 Kementerian Keuangan WDP WDP WTP 12. 018 Kementerian Pertanian WDP WDP WDP 13. 019 Kementerian Perindustrian WTP WTP WTP

14. 020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WDP WTP-DPP WTP

15. 022 Kementerian Perhubungan WDP WDP WDP

16. 023 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan WDP TMP TMP

17. 024 Kementerian Kesehatan TMP TMP WDP 18. 025 Kementerian Agama WDP WDP WTP-DPP

19. 026 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

WDP WDP WDP

20. 027 Kementerian Sosial WDP WDP WTP-DPP 21. 029 Kementerian Kehutanan WDP WDP WTP-DPP 22. 032 Kementerian Kelautan dan Perikanan WDP WTP-DPP WTP-DPP

Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2009, 2010 dan 2011

23. 033 Kementerian Pekerjaan Umum WDP WDP WDP

24. 034 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan WTP WTP WTP

25. 035 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP WTP

26. 036 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat WTP WTP WTP

27. 040 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif WDP WDP WDP

28. 041 Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP WTP

29. 042 Kementerian Riset dan Teknologi WTP WTP WTP 30. 043 Kementerian Lingkungan Hidup TMP WDP WTP-DPP

31. 044 Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah WDP WTP WTP

32. 047 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP WTP

33. 048 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi WTP WTP WTP

34. 050 Badan Intelijen Negara WTP WTP WTP 35. 051 Lembaga Sandi Negara WDP WTP-DPP WTP-DPP 36. 052 Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP WTP 37. 054 Badan Pusat Statistik WDP WDP WTP

38. 055 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

WTP WTP WTP

39. 056 Badan Pertanahan Nasional TMP WDP WDP 40. 057 Perpustakaan Nasional WDP WTP WTP

41. 059 Kementerian Komunikasi dan Informatika WDP WDP WDP

Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

Tahun 2009, 2010 dan 2011

6 - 15 laporan utama.indd 12 8/6/2012 4:39:57 PM

Page 12: KODE ETIK PEMERIKSA

13Warta BPK MEI 2012

LAPORAN UTAMA

Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

42. 060 Kepolisian RI WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP

43. 063 Badan Pengawasan Obat dan Makanan WDP WTP-DPP WTP 44. 064 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP WTP 45. 065 Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP WTP

46. 066 Badan Narkotika Nasional WTP-DPP WTP-DPP WTP

47. 067 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal WDP WDP WDP

48. 068 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WDP WTP-DPP

49. 074 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP-DPP WTP WTP

50. 075 Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

WTP-DPP WTP WTP

51. 076 Komisi Pemilihan Umum TMP WDP WDP 52. 077 Mahkamah Konstitusi WTP WTP WTP

53. 078 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

WTP-DPP WTP-DPP WTP

54. 079 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia WDP WTP WTP 55. 080 Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP WTP WTP

56. 081 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

WTP WTP WTP

57. 082 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional WTP WTP WTP

58. 083 Badan Informasi Geopasial (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)

WTP WDP WTP

59. 084 Badan Standarisasi Nasional WTP WTP WTP 60. 085 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP-DPP WDP

61. 086 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP WTP 62. 087 Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP WTP 63. 088 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP WTP

64. 089 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP WTP

65. 090 Kementerian Perdagangan WTP-DPP WTP-DPP WTP

66. 091 Kementerian Perumahan Rakyat WTP WTP WTP 67. 092 Kementerian Pemuda dan Olahraga WTP WDP WDP 68. 093 Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP WTP 69. 095 Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP WTP 70. 100 Komisi Yudisial WTP WTP WTP

71. 103 Badan Nasional Penanggulangan Bencana TMP WDP WTP

72. 104 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia WTP WTP WTP

73. 105 Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

WTP-DPP WTP-DPP WTP

74. 106 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

* WTP WTP

75. 107 Badan SAR Nasional * WDP WTP-DPP

76. 108 Komisi Pengawas Persaingan Usaha * WTP WDP

77. 109 Badan Pengembangan Wilayah Suramadu

**** **** WDP

78. 110 Ombudsman RI **** **** WTP

79. 111 Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan **** **** TMP

80. 999.01 Pengelolaan Utang WTP WTP WTP

81. 999.02 Pengelolaan Hibah WDP WDP WDP

82. 999.03 Investasi Pemerintah WTP WTP-DPP WTP-DPP

83. 999.04 Penerusan Pinjaman TMP WDP WTP

84. 999.05 Transfer ke Daerah WTP-

DPP WTP-DPP WTP

85. 999.06 Belanja Subsidi dan Belanja Lain- Lain WDP ** **

86. 999.07 Belanja Subsidi * WDP WTP

87. 999.08 Belanja Lain-lain * WDP WTP-DPP

88. Bendahara Umum Negara *** WDP WDP

Keteranga

WTP : Wajar Tanpa Pengecualian WTP-DPP

: Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan

WDP : Wajar Dengan Pengecualian TMP : Tidak Menyatakan Pendapat * : Dibentuk Tahun 2010 ** : BA.999.06 pada Tahun 2010 dipecah menjadi BA

999.07 dan BA 999.08 *** : Diberikan Opini mulai Tahun 2010

Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

Tahun 2009, 2010 dan 2011

Keterangan: WTP : Wajar Tanpa PengecualianWTP-dPP : Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf PenjelasanWdP : Wajar dengan PengecualianTMP : Tidak Menyatakan Pendapat* : dibentuk Tahun 2010** : Ba.999.06 pada Tahun 2010 dipecah menjadi Ba 999.07 dan Ba 999.08*** : diberikan Opini mulai Tahun 2010**** : dibentuk Tahun 2011

Kualitas pengelolaan keuangan Badan Pengawas Tenaga nuklir justru cenderung menurun. Bila pada 2009 mendapat opini WTP, tahun berikutnya mendapat WTP dPP, dan pada 2011 jutru kembali merosot ke WdP.

Kementerian Pemuda dan Olahraga juga mengalami penurunan dari WTP pada 2009, menjadi WdP pada 2010 dan 2011. Komisi Pengawas Persaingan Usaha turun dari WTP ke WdP. adapun, Badan Pengembangan Wilayah Suramadu yang baru sekali di audit BPK juga mendapat opini WdP

Pada 2011 opini BPK tidak memberikan pendapat (TMP) terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal yang sama juga diberikan kepada Badan nasional Pengelolaan Perbatasan yang baru mulai diperiksa pada 2011. bd/bw

6 - 15 laporan utama.indd 13 8/6/2012 4:39:58 PM

Page 13: KODE ETIK PEMERIKSA

14 Warta BPKMEI 2012

LAPORAN UTAMA

“Saya Senang BPK Mengedepankan Pencegahan”

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  

memberikan penghargaan

kepada  BPK yang  telah melakukan langkah

penindakan atas temuan pelanggaran dan ketidakcermatan

laporan keuangan pemerintah.

KETUa BPK Hadi Poernomo menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat (LHP LKPP) tahun 2011 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum lama ini.  acara yang berlangsung  di istana negara, dihadiri Wakil Presiden Boediono, seluruh menteri kabinet indonesia Bersatu ii, dan anggota dewan Pertimbangan Presiden. Selain para menteri, hadir pula Jaksa agung Basrief arief, Panglima Tni Laksamana Tni agus Suhartono dan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo.

dalam sambutannya, Ketua BPK Hadi Poernomo mengungkapkan 

pihaknya memberikan opini Wajar dengan Pengecualian (WdP) atas LKPP 2011.  Ketua BPK juga melaporkan jumlah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan laporan keuangan bagian anggaran bendahara umum negara (Ba BUn)  terus meningkat.

 Untuk  LKPP 2011, papar Ketua BPK, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini WTP kepada 67 kementerian dan lembaga dari  87 yang diperiksa. BPK  juga memberikan opini WdP pada 18 K/L dan opini tidak memberikan pendapat pada dua entitas lainnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berpidato dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2011, belum lama ini.

6 - 15 laporan utama.indd 14 8/6/2012 4:40:02 PM

Page 14: KODE ETIK PEMERIKSA

15Warta BPK MEI 2012

LAPORAN UTAMA

Selain itu, tambahnya, BPK juga memberikan dua catatan permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP ini, yaitu permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil inventarisasi dan Penilaian (iP) atas aset tetap dan  mengenai kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian terhadap aset Eks Badan Penyehatan Perbankan nasional (BPPn).

Presiden SBY dalam sambutannya juga memberikan penghargaan kepada  BPK yang  telah melakukan langkah penindakan atas temuan pelanggaran dan ketidakcermatan laporan keuangan pemerintah dan  menjalankan upaya preventif untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam laporan keuangan.

 “Saya sampaikan penghargaan atas kerja keras melakukan audit dalam penggunaan keuangan negara,” kata Presiden.

BPK tidak hanya melakukan tindakan berupa temuan-temuan tetapi juga melakukan tindakan provenience. “Bisa saja ada kesalahan di jajaran pemerintahan, pusat maupun daerah. ada kesalahan, ketidakpahaman, kelalaian, dengan upaya pencegahan yang dilakukan BPK, negara bisa mencegah terjadinya kekeliruan ataupun penyimpangan,” tegasnya.

Presiden  juga mengaku senang dengan upaya BPK yang mengedepankan upaya pencegahan. dengan  demikian  kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi bisa dicegah sejak dini. Meski begitu, Presiden juga berjanji berbuat sebaik mungkin dan melakukan pencegahan terhadap kesalahan dan kekeliruan. “Karena itu  diperlukan partnership yang dapat mengingatkan,” paparnya.

 Perjalanan Dinas

Selain itu , Presiden juga meminta agar kementerian, lembaga negara, dan juga pemerintah daerah memperbaiki sistem perjalanan

dinas. dengan begitu  perjalanan dinas dapat berjalan secara efektif dan dapat dipertanggungjawabkan laporan keuangannya. Presiden mengharapkan kementerian dan lembaga dapat memperbaiki hal tersebut sehingga setiap tahunnya semakin baik.

“Sistem perjalanan dinas, silakan ditertibkan dan dibenahi. ada masalah tak hanya di pusat tetapi juga di daerah diselesaikan dengan baik,” kata Presiden.

Sebelumnya BPK menemukan sejumlah masalah terkait pelaporan keuangan perjalanan dinas. BPK menemukan adanya pembayaran perjalanan dinas ganda, pelaksanaan belanja perjalanan dinas atas kegiatan yang tidak sesuai bukti pertanggungjawaban, pembayaran belanja perjalanan dinas atas kegiatan yang tidak dilaksanakan kegiatannya. ada pula pembayaran perjalanan dinas yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban di 28 K/L. Jumlahnya mencapai  Rp29,32 miliar dan US$150.650.

Terhadap pelaksanaan perjalanan dinas ini, BPK menilai bahwa sistem pertanggungjawaban pelaksanaan perjalanan dinas secara at cost lebih baik dalam mengurangi penyimpangan dibandingkan dengan secara lumpsum.   bw

Sistem perjalanan

dinas, silakan

ditertibkan dan

dibenahi. Ada

masalah tak hanya

di pusat tetapi juga

di daerah diselesaikan

dengan baik.

Ketua BPK Hadi Poernomo menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2011 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum lama ini.

6 - 15 laporan utama.indd 15 8/6/2012 4:40:04 PM

Page 15: KODE ETIK PEMERIKSA

16 Warta BPKMEI 2012

WAWANCARA

Agung FirmAn SAmpurnAAnggota BPK RI

16- 22 wwc anggota agung.indd 16 7/23/2012 1:40:24 PM

Page 16: KODE ETIK PEMERIKSA

17Warta BPK MEI 2012

WAWANCARA

Pada 18 april lalu, Agung Firman Sampurna resmi dilantik dan diambil sumpahnya di Mahkamah

Konstitusi menjadi anggota BPK. Posisi yang menjadi tanggungjawabnya yaitu membawahi aKN III.

Banyak hal yang menjadi concern dan pemikiran penyuka musik klasik dan rock. Salah satu yang mendapat perhatiannya adalah bagaimana BPK mendorong agar akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan di Indonesia dapat “memasyarakat”. Sebab, selama ini, akuntabilitas belum jadi bagian karakter bangsa.

apa yang menjadi pemikirannya terhadap BPK dan hal-hal lain terkait BPK dan di luar pekerjaan sebagai anggota III BPK, berikut ini cuplikan wawancaranya.

Apa yang menjadi pertimbangan Anda ketika mendaftar sebagai Anggota BPK?

Saat itu saya baru saja menyelesaikan studi di bidang desentralisasi fiskal. Lewat sebuah

proses yang panjang, kurang lebih 5 tahun, saya melihat ada suatu perkembangan luar biasa dalam tata kelola keuangan negara, sebagai dampak dari diserahkannya sebagian urusan ke daerah dan diserahkan pula pendanaannya (desentralisasi).

Perkembangan ini menyebabkan alokasi dana sekitar Rp129 triliun, pada 2007-2009, sudah hampir Rp400 trilunan. Jadi, peningkatannya begitu luar biasa. Namun, pada saat yang sama, ternyata akuntabilitas pengelolaannya masih jauh dari memadai. Bahkan, sebuah tulisan di Wall Street Journal menyatakan bahwa implikasi dari pelaksanaan

itu (desentralisasi), menyebabkan korupsi menyebar dari pusat ke eselon terendah di Indonesia.

Keinginan saya yang utama sebenarnya, pada saat mendaftar, menyampaikan pesan ini. Ada masalah nih dalam tata kelola keuangan daerah kita, sebagai dampak dari desentralisasi. Itu pesannya.

Anda melihat BPK sendiri

seperti apa?Saya sudah dapat informasi

banyak tentang BPK dari awal, sebagai suatu lembaga. Ada banyak perkembangan. Pertama, kalau saya katakan, secara yuridis konstitusional, BPK telah berkembang menjadi suatu lembaga yang punya dasar begitu kuat. Dari satu ayat pasal 23 (UUD 1945) ayat 5, kemudian berkembang menjadi menjadi tiga pasal, sembilan ayat. Dan, itu menempatkan BPK sebagai lembaga tinggi yang punya kekuatan yang signifikan dalam penyelenggaraan negara kita. Itu secara yuridis konstitusional.

Namun, ada perspektif lain,

yaitu perspektif manajerial. Seiring dengan hal itu, tanggung jawab dan demand juga begitu besar. Kita punya 33 perwakilan saat ini, sebagai salah satu upaya peningkatan ukuran organisasi untuk merespons tuntutannya. Namun, penambahan jumlah perwakilan itu masih belum seimbang dengan kebutuhan untuk menyerap tanggung jawab konstitusionalnya tadi. Sebab,

“Akuntabilitas Belum Jadi Bagian Karakter Bangsa”

16- 22 wwc anggota agung.indd 17 7/23/2012 1:40:28 PM

Page 17: KODE ETIK PEMERIKSA

18 Warta BPKMEI 2012

WAWANCARA

ternyata jumlah auditee juga jauh lebih besar lagi. Itu adalah salah satu tantangan yang dihadapi BPK ke depan.

Apa yang Anda lakukan setelah masuk BPK?

Saya perlu menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan pelaksanaan program di tempat saya. Saya membagi program di BPK ini menjadi, paling tidak, tiga bagian besar yaitu obligatori, mandatori, dan beyond the call of duty.

Kalau yang obligatori, seperti yang sudah diketahui bersama, bahwa AKN III itu adalah AKN yang membidangi entitas kesekretariatan lembaga negara, kesejahteraan sosial, aparatur negara, dan riset dan teknologi. Kita punya sekitar 38-39 entitas yang kemudian nanti ada penambahan bisa sekitar 40-41 entitas dengan masuknya BSCM dan BPJS ke kita.

Saya melihat beberapa hal. Pertama, obligatori, kita sudah melakukan koordinasi dan konsolidasi. Saya sudah melakukan

koordinasi itu jauh sebelum saya secara resmi diambil sumpah dan janji. Bahkan, sebelum saya mendapatkan keppresnya. Sekitar dua-tiga minggu sebelum keppres keluar, saya sudah melakukan koordinasi dengan teman-teman di sini. Kemudian konsolidasi saya laksanakan pada 3-6 Mei, kita konsinyering, di mana pada 4 mei saya sudah secara resmi melakukan serah-terima jabatan dari Pak Hasan Bisri kepada saya.

Kedua, adalah mandatory yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas permintaan DPR. Kebetulan di AKN III ada dua, PDTT untuk penyelenggaraan Sea Games dan pemeriksaan investigatif untuk kasus Hambalang.

Untuk pemeriksaan penyelenggaraan Sea Games ini, saya pikir sudah 80%-90% selesai. Sekarang dalam tahap penyempurnaan. Adapun, untuk pemeriksaan pada kasus Hambalang, Sidang Badan sudah sepakat, penanggung jawabnya

adalah Pak Taufiequrachman Ruki selaku penanggung jawab pemeriksaan investigatif, sehingga posisi saya hanya mendampingi beliau sebagai penanggung jawab.

Barangkali yang penting itu, ketiga, soal beyond the call of duty. Beyond the call of duty ini, pada zaman Anwar Nasution, istilahnya sendiri, di BPK menunaikan amanat konstitusi. Dia sampaikan apa yang disebut sebagai noninisiatif BPK dan itu memberikan pengaruh yang begitu signifikan. Hal pertama yang saya ingat itu adalah mendorong pemerintah untuk menandatangani management representative letter, di mana pemerintah atau pimpinan instansi diminta untuk menandatangani pernyataan menyajikan laporan keuangan dengan wajar sesuai dengan SAP (Standar Akuntan Pemerintah). Pada saat itu masih SAP 2005, PP 24 Tahun 2005.

Beberapa hal lainnya termasuk mendorong pemerintah untuk membuat treasury single account,

16- 22 wwc anggota agung.indd 18 7/23/2012 1:40:28 PM

Page 18: KODE ETIK PEMERIKSA

19Warta BPK MEI 2012

WAWANCARA

sistem account tunggal, terpadu, tidak terpisah-pisah, termasuk yang terakhir itu adalah BPK mendorong DPR membentuk yang disebut dengan PAP, Panitia Akuntabilitas Publik, yang sekarang namanya menjadi Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).

Namun, noninisiatif BPK itu, saya pikir sudah memberikan dampak yang begitu signifikan karena itu di luar core kompetensinya BPK, artinya yang bukan langsung dari pemeriksaan.

Kalau beyond the call of duty sebelumnya, lebih bersifat inward looking policy. Jadi, inward looking policy itu lebih bersifat kepada apa-apa yang dilakukan oleh auditee dan BPK. Lebih pada sikap mendorong sebenarnya. Saya pikir perlu mengembangkan itu.

Saya menggagas beyond the call of duty ini yang outward looking orientation. Jadi, kita harus lihat ternyata akuntabilitas ini belum menjadi bagian dari karakter bangsa kita. Oleh karena itu, saya memberikan nama program yang bersifat beyond the call of duty ini sebagai accountability for all. Bagiannya itu ada lima bagian.

Pertama adalah akreditasi KAP (Kantor Akuntan Publik). Sebab, KAP ini akan diminta untuk mendukung pelaksanaan tugas BPK. Selama ini sudah ada sertifikasi. Namun, kita butuhkan bukan hanya sertifikasi tetapi juga akreditasi. Dengan demikian ada pemantauan terhadap apa yang dilakukan oleh KAP. Selama satu atau dua tahun ada pemantauan terus-menerus. Dan, hal itu juga bisa menggairahkan profesi ini (akuntan publik). Jadi, melibatkan masyarakat itu penting sekali untuk mendorong terwujudnya good governance. Salah satunya adalah elemen-elemen profesi, seperti IAI.

Kedua, kalau kita lihat, dana-dana yang begitu besar adalah dana bantuan sosial

(bansos) sekarang itu. Bansos itu ada, khususnya di pemerintah daerah, di K/L juga ada, tetapi yang besar di pemerintah daerah.

Dana bansos itu kalau kita lihat, tahun ini, katakanlah di suatu provinsi, kabupaten/kota, nilainya cuma Rp5 miliar. Jika tahun depannya itu ada penyelenggaraan pilkada, bansos itu akan melonjak menjadi Rp80 miliar. Bisa berpuluh-puluh kali lipat. Dan, Anda tahu bagaimana BPK memeriksanya? Hanya berdasarkan proposal. Jadi kalau ada proposal sudah, tanpa kita tahu dana itu digunakan untuk apa. Dan, ini menjadi moral hazard yang besar.

Oleh karena itu, BPK mendorong agar kita membuat peraturan tentang penerimaan dana bansos di mana penerima itu harus mempunyai tenaga pengelola keuangan. Tenaga pengelola keuangan ini, nantinya akan dididik, katakanlah oleh elemen profesi seperti IAI. Kemudian ada jam mendidiknya merupakan syarat bagi penerima bansos untuk dapat menerima dana bansos.

Ketiga, block grant (dana hibah). Dana itu begitu besar sekarang. Penerimanya, ada sebagian dari merupakan bagian dari entitas pemerintah dan juga dari

masyarakat. Namun, ternyata kemampuan untuk mengelola keuangan, menyajikan laporan keuangan yang baik itu belum ada. Bahkan terkesan serampangan.

Untuk kasus-kasus yang saya lihat itu, di kementerian pendidikan, sekolah-sekolah penerima dana itu, bukan saja tidak punya tenaga pengelola keuangan, biasanya mereka menyerahkan itu kepada perusahaan yang mendapatkan keuntungan atau mendapat design dari dananya. Katakanlah buku, misalnya, mereka beli buku, nanti dia minta yang buat laporan pertanggungjawabannya itu si perusahaan yang buat laporan keuangan. Ini kan tidak sehat, hal-hal seperti ini.

Nah, ini juga kita dorong, sama seperti si penerima bansos, mereka juga harus punya tenaga pengelola keuangan yang certified. Artinya paling tidak dilatih oleh IAI atau lembaga lain yang kita akan

16- 22 wwc anggota agung.indd 19 7/23/2012 1:40:32 PM

Page 19: KODE ETIK PEMERIKSA

20 Warta BPKMEI 2012

WAWANCARA

ajak dalam hal ini. Kemudian mereka juga diatur berapa tenaga pengelola keuangan, berapa dana yang mereka bisa terima, kapan mereka bisa terima, bagaimana formatnya, seperti itu.

Keempat, baik penerima bansos, maupun penerima block grant, account-nya itu satu. Ini saya temui di kementerian pendidikan. Kalau di sana itu bentuknya block grant, kegiatan ujian nasional itu block grant, tetapi kalau datang ke mereka itu rekeningnya lain-lain. Rekening ini sendiri, rekening ini sendiri. Ganti kepala sekolah buat rekening sendiri. Itu menjadi tidak accountable.

Kelima, adalah saya berharap agar accountability for all ini kita sosialisasikan, kita declare. Kemudian kita jadikan sebagai bagian dari pendidikan karakter bangsa kita.

Dari program-program itu apa permasalahan yang dihadapi?

Memang ada beberapa hal yang menjadi masalah. Tiga bagian program, obligatori, mandatori, dan beyond the call of duty, itu punya masalahnya sendiri-sendiri. Kalau yang bersifat obligatori dan mandatory, masalahnya klise. Ada ketidakseimbangan antara tenaga auditor, pemeriksa yang kita miliki dengan jumlah auditee serta volume keuangan yang auditee kelola. Itu klise.

Namun, sebenarnya ketentuan UU sudah memberi ruang untuk itu. BPK diberi wewenang untuk dapat menyewa, melibatkan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Tahap pertama, kita sudah mulai kembangkan kerja sama dengan KAP. Di AKN III, ada dua KAP yang dilibatkan dalam hal ini. Ke depan, kita sedang menjajaki juga kerja sama dengan salah satu auditee kita, BPKP, yang nanti kita akan minta. Jadi, bukan kita bertengkar siapa

yang lebih layak, BPK atau BPKP, tetapi justru nanti kita libatkan BPKP, dan BPKP akan bekerja untuk dan atas nama BPK. Itu yang paling ideal saya pikir. Saya sudah bicara dengan Kepala BPKP dalam hal ini, dan mudah-mudahan itu bukan suatu yang luar biasa, nanti kita jajaki polanya seperti apa.

Kalau mandatory ini seringkali yang kita sajikan punya nuansa politik yang besar. Oleh karena itu, kita dituntut untuk lebih arif dalam menyajikan laporan BPK tanpa mengurangi materi dan substansi

dari laporan itu sendiri. Dengan kata lain, penyajiannya saja agar lebih arif. Terkesan lebih soft tetapi materi dan substansinya sama sekali tidak dikurangi.

Apa yang jadi masalah terbesar itu sebenarnya adalah justru yang beyond the call of duty. Sebab, sudah berkaitan dengan masalah mindset dan culture set. Dan, kita punya kendala budaya dalam hal ini. Kita tidak terbudaya untuk membuat laporan keuangan dan mempertanggung jawabkannya. Bahkan ini bagian yang tidak tersentuh sama sekali, karena itu, kita harus melibatkan orang banyak dan elemen-elemen masyarakat. Ini diperlukan sosialisasi, perlu semacam

deklarasi dari kita, dan perlu ada official statement soal accountability for all ini.

Apa yang akan menjadi prioritas selain pemeriksaan keuangan yang merupakan mandatory atau wajib sifatnya?

Saya pikir begini, pemeriksaan keuangan itu tugas konstitusional. Dan, kalau kita lihat tugas konstitusional ini dengan peningkatan produk domestik bruto dan produk domestik bruto per kapita, akan berdampak pada peningkatan jumlah entitas, volume

keuangan yang mereka kelola, dan bebannya akan ke kita. Oleh karena itu, kita juga harus penting memperhatikan yang satu ini dulu.

Jadi, ini yang harus kita perhatikan bagaimana agar kualitas dari pemeriksaan keuangan menjadi lebih baik, lebih bermutu, lebih menggambarkan tingkat kewajaran dari obyek yang diperiksa. Nah, dari laporan keuangan yang baik inilah, kemudian akan ada entry point, bagian-bagian mana yang perlu dilakukan pemeriksaan kinerja dan bagian-bagian mana yang masih perlu didalami melalui pemeriksaan

dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, saya tidak katakan

bahwasannya ada penekanan di salah satu bentuk pemeriksaan. Saya menganggap pemeriksaan keuangan itu bagian yang tidak bisa dikesampingkan. Dalam artian tidak dapat diprioritaskan. Itu bagian penting dan terus-menerus perlu ditingkatkan kualitasnya.

Nah, bersamaan dengan itu, dalam rangka mendorong agar entitas kita memberikan hasil yang baik, memberikan kinerja yang baik, tidak saja menyajikan laporan keuangan yang wajar, tetapi punya kinerja yang baik, kita juga melakukan pemeriksaan kinerja. Kebetulan di tempat kita

16- 22 wwc anggota agung.indd 20 7/23/2012 1:40:33 PM

Page 20: KODE ETIK PEMERIKSA

21Warta BPK MEI 2012

WAWANCARA

ada beberapa pemeriksaan kinerja yang didorong supaya memberikan dampak terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang besar yang menjadi isu nasional, yaitu pemeriksaan kinerja untuk manajemen kepegawaian nasional dan pemeriksaan kinerja untuk pengelolaan penduduk (BKKBN). Itu dua pemeriksaan yang kita selenggarakan.

Dari situ kita berharap mendapatkan informasi yang cukup relevan dan cukup material untuk ditindak-lanjuti sehingga penyelenggaraan manajemen kepegawaian itu bisa diperbaiki, karena betapa kusutnya proses penetapan formasi dan pengadaan pegawai. Kita akan mulai dari situ. Akan dilihat nanti di mana masalahnya dan kemudian rekomendasi apa yang bisa dibuat dan apakah dari situ akan dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Kita lihat nanti dari pemeriksaan kinerjanya. Itu dua hal yang akan kita lakukan.

Pada dasarnya, di tempat kami tidak ada istilah mana yang diprioritaskan untuk pemeriksaan kinerja, pemeriksaan ini kepada ini-itu, itu tetap tanggung jawab dan upaya kita untuk melibatkan pihak di luar adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keinginan kita untuk meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Bagaimana pandangan Anda dalam hal kualitas pemeriksaan BPK, terutama di AKN III? Ini terkait juga dengan masalah PT Newmont Nusa Tenggara yang tengah dibawa ke Mahkamah Konstitusi.

Pertama, Saya mau bilang bahwa kualitas pemeriksaan Newmont itu kualitasnya sangat baik. Jadi, harus dibedakan antara mereka yang tidak puas dengan kualitas hasil pemeriksaan kita. Itu dua hal yang berbeda. Jadi, ini ada yang tidak puas dengan hasil pemeriksaan kita yang baik itu, dan kemudian mereka

melakukan gugatan ke MK. Kita betul-betul tidak

mengharapkan dikalahkan. Sebab, akan berdampak buruk terhadap upaya kita dalam mewujudkan good governance dan upaya kita untuk menegakkan akuntabilitas. Itu dampaknya sangat buruk. Bukan soal kita bekerja menjadi lebih berat, tetapi berdampak buruk bagi negara dan bangsa ini. Hal ini sebenarnya sudah disadari oleh banyak pihak. Gugatan ini adalah buah upaya yang emosional, sporadis, dan kurang dipertimbangkan dampaknya oleh pihak penggugat. Sebenarnya baik sekali kalau dalam proses itu tidak usah melibatkan BPK.

Kedua, soal menjaga kualitas hasil pemeriksaan kita, saya pikir pemeriksaan itu kan melalui sebuah proses. Kita punya metode, metodologi pemeriksaan, sistemnya, dan utamanya itu kita punya pemeriksa, para auditor BPK. Apa yang kita harapkan dari para auditor adalah kompetensi dan integritasnya. Keduanya itu diletakkan di posisi yang sama. Kita butuh orang-orang yang kompeten dan memiliki integritas.

Untuk menjaga kompetensinya itu sebenarnya kita sudah punya sistem. Setelah melakukan pemeriksaan, auditor didiklat. Itu juga untuk me-refresh dia, di satu sisi, disamping menginisiasi dan meng-upgrade kemampuan yang dia butuhkan dalam proses pemeriksaan. Sebenarnya saya tidak ragu dari hal kompetensi karena BPK ini menerima para pegawai kalau bisa saya katakan kualitas pegawai negeri sipil terbaik di Republik Indonesia ini bekerja di BPK.

Soal integritasnya, barangkali ini

sebuah pola penempatan. Jangan terlalu lama memeriksa di suatu entitas. Ganti tempatnya sehingga unsur kedekatan BPK dengan auditee atau entitas yang diperiksa itu tidak ada. Hal ini dimaksudkan agar tidak membuat mereka menjadi lengah. Tidak membuat mereka menjadi terlalu permissive terhadap hal-hal yang mereka lakukan.

Auditor tidak hanya dibutuhkan kompetensi tetapi juga obyektivitas dan independensi.

Apa yang Anda lihat antara BPK dan KPK?

Saya bilang BPK itu merupakan garda utama dalam mewujudkan

good governance. Good governance itu mensyaratkan akuntabilitas dan transparansi di dalam pengelolaan keuangan negara. Maka, BPK ada dalam mainstream itu.

Kita mendorong entitas yang menjadi auditee kita untuk bisa mengelola keuangannya dengan accountable dan transparan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Menyajikan laporan keuangan dengan wajar. Melaksanakan kinerjanya itu dengan kinerja yang baik dengan efektif efisien, ekonomis, dan sebagainya.

Bahwasannya kemudian ada hal-hal yang dalam pemeriksaan kita terindikasi tindak pidana, itu kita serahkan kepada APH. Namun, kita tidak kemudian rebut-rebutan dengan KPK. Jadi, memang beda. Korupsi itu merupakan bagian, menurut saya, kita ini tidak dalam posisi menangkapi orang, tetapi kita mendorong orang untuk bisa mengelola keuangan negara menjadi lebih baik.

Adapun, KPK sudah barang tentu

Saya menggagas beyond the call of duty ini yang outward looking orientation. Jadi, kita harus lihat ternyata akuntabilitas ini belum menjadi bagian dari karakter bangsa kita.

16- 22 wwc anggota agung.indd 21 7/23/2012 1:40:33 PM

Page 21: KODE ETIK PEMERIKSA

22 Warta BPKMEI 2012

WAWANCARA

punya tugas sendiri. Kalau BPK itu tugasnya ditandai secara konstitusi negara, sementara KPK ditandai dengan UU. Kita berharap agar tata kelola keuangan negara menjadi lebih baik. Kita memberikan brief supaya mereka melakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Memberikan informasi juga memberikan jalan bagaimana mengelola keuangan negara dengan baik.

Kita sudah banyak berbicara mengenai pemikiran dan pekerjaan bapak di BPK. Sekarang yang ringan-ringan saja, apa cita-cita Anda sewaktu kecil?

Saya sulit menggambarkan

seperti apa cita-cita saya. Sebagai anak kecil, saya suka menggambar, saya ingin jadi arsitek. Setelah itu, berubah, setelah saya melihat komputer, saya ingin jadi sarjana komputer. Setelah duduk di bangku SMA saya melihat banyak perkembangan. Saya lihat dulu, betapa ekonom Universitas Indonesia (UI), itu kayak-nya yang mengatur Republik ini, ya. Akhirnya saya masuk ekonomi.

Kemudian, setelah memperoleh sarjana ekonomi, saya melihat sesuatu yang berbeda, waktu itu ada bukunya Paul Ormerod, The death of Economics, ternyata paham ekonomi mainstream itu gagal untuk

memberikan respons terhadap krisis yang terjadi. Banyak hal di Indonesia ini yang sulit dijelaskan secara ekonomi. Misalnya monopoli dan kegagalan pemerintah melindungi pengusaha-pengusaha kecil pada saat krisis.

Menurut pendapat saya, ekonomi itu adalah teori-teori yang nggak bisa salah. Kalau ada teori yang nggak bisa salah itu adalah teori ekonomi, kan ada asumsinya, panjang asumsinya itu. Sedemikian rupa asumsinya itu banyak, kalau benar-benar ada asumsi itu, nggak ada di bumi ini. Secara realitas asumsi itu begitu jauh dari realitas sebenarnya. Nah, saya lihat ternyata

permasalahan yang ada itu terletak di kebijakannya. Oleh karena itu saya mengambil S2 dan S3 di bidang Kebijakan Publik.

Saya sedang berusaha agar saya jadi tenaga pengajar dan saya ingin menjadi guru besar di bidang keuangan negara. Sebenarnya cita-cita saya simpel kok, bagaimana caranya bisa bermanfaat bagi orang lain.

Di sela-sela pekerjaan, hobi yang dilakukan?

Saya memang punya hobi, itu pasti. Hobi saya itu, dalam usia seperti ini, istri saya suka mengejek saya seperti umur 11 tahun. Katanya, ABG berumur 40 tahun, karena saya

suka baca komik. Selain komik saya juga suka baca buku-buku ilmiah, yang jelas, saya suka membaca buku dan menulis. Biasanya sebulan sekali saya beli dua-tiga buku. Namun, setahun terakhir ini tidak.

Berbagai macam komik dengan berbagai genrenya saya suka. Namun, yang paling saya suka, khususnya, komik-komik Jepang karena karakternya. Salah satu kenapa saya suka baca komik-komik Jepang karena karakter yang dibangun dari kita. Tokoh dari komik itu bukan manusia istimewa. Kalau Superman itu kan langsung menjadi manusia super. Nah, di komik-komik Jepang itu tidak. Tokoh dalam komik-komiknya adalah manusia seperti kita. Punya kelemahan seperti kita, bukan manusia istimewa. Namun, dia punya keinginan dan tekad yang kuat dan dengan keinginan dan tekad yang kuat itu, mereka bisa mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Contohnya, Chinmi atau Kungfu Boy. Nah, salah satu dalam Chinmi itu adalah jurus Peremuk Tulang. Itu diajarkan secara jelas, bagaimana orang yang berat tubuhnya lebih kecil, bisa mengalahkan orang yang berat tubuhnya lebih besar dengan melalui proses yang detail dan luar biasa. Itu yang membuat saya suka membaca komik-komik Jepang.

Selain membaca komik, saya juga suka mendengarkan musik dan suka menyanyi walau dengan suara yang pas-pasan. Musik yang paling saya suka itu musik klasik dan rock. Kalau musik klasik saya suka Mozart. Kalau Beethoven, beberapa saja. Saya suka musik klasik sejak kuliah S1.

Saya juga suka musik rock. Karena saya hidupnya di tahun 1980-an ya musik rocknya yang hidup di tahun 1980-an, seperti Metallica dan Guns and Roses. Dan, saya menganggap musik-musik tahun 1980-an itu musik yang paling bagus, baik musik rock maupun musik-musik lainnya. and

16- 22 wwc anggota agung.indd 22 7/23/2012 1:40:36 PM