Klasifikasi Penyakit Gingiva Jadi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

periodonsia

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangPada masa ini sering sekali dijumpai berbagai penyakit sistemik yang berdampak atau bermanifestasi pada rongga mulut, terutama pada bagian gingiva. Berbagai gangguan sering didapati pada salah satu bagian dari jaringan penyangga gigi ini, baik itu perubahan bentuk, warna, kontur, konsistensi, ukuran hingga pigmentasinya. Pada makalah ini kami membahas klasifikasi penyakit pada gingiva. Karena pada gingiva merupakan salah satu dari jaringan periodontal yang mampu mengindikasikan suatu penyakit tertentu dalam rongga mulut. Selain itu gangguan gangguan pada gingiva memiliki klasifikasi yang cukup luas, sehingga penting sekali bagi kita untuk mengetahui apa saja klasifikasi, etiologi, pencegahan dan terapi apa yang tepat untuk setiap penyakit-penyakit ini. Hal ini bertujan untuk membantu kita sebagai bekal untuk menghadapi pasien pada saat klinik kelak dan saat kita mengabdi untuk masyarakat. Untuk itu kami menulis makalah ini selain sebagai salah satu kriteria penilaian pada mata kuliah periodonsia, tetapi juga agar kita dapat mengetahui dan lebih mengerti tentang klasifikasi penyakit gingiva dan hal-hal yang terkait dengannya.1.2 Tujuan Unutk mengetahui dan memahami apa saja yang dimaksud dengan penyakit gingiva. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dan etiologi dari penyakit gingiva. Untuk mengetahui dan memahami cara penanganan, pencegahan dan terapi yang tepat untuk mengatasi penyakit-penyakit pada gingiva.

BAB 2Tinjauan Pustaka

Gingivitis adalah inflamasi pada jaringan gingiva. Gingivitis terjadi pada periodontium dengan perlekatan atau pada periodontium dengan kehilangan perlekatan yang tidak bertambah parah. Gingivitis bermanifestasi sebagai perubahan warna (kemerahan), edema (pembengkakan jaringan), eksudat (drainase cairan gingiva dari sulkus), dan kecenderungan untuk mengalami pendarahan. Selain itu, perubahan kontur gingiva, hilangnya adaptasi jaringan pada gigi, dan peningkatan aliran gingival crevicular fluid (GCF) juga dapat terjadi.

2.1. Patogenesis Penyakit Gingiva2.1.1. Gingivitis Tahap I (Tahap Awal dan Subklinis)Gingivitis tahap I terjadi pada beberapa hari setelah terjadi kontak antara plak mikroba dan jaringan gingiva. Tahap ini merupakan respon inflamasi akut yang ditandai oleh dilatasi pembuluh darah dan peningkatan aliran darah. Leukosit polimorfonuklear (PMN) melekat pada dinding pembuluh darah dan mulai bermigrasi ke jaringan ikat sekitar. PMN adalah pertahanan utama pada inflamasi akut. PMN memfagositosis bakteri, produk bakteri, dan sisa jaringan yang rusak. Sebagian kecil plasma juga masuk ke jaringan sekitar, menyebabkan edema pada jaringan. PMN berkumpul dalam jaringan ikat dan bermigrasi melewati sulcular epithelium menuju plak, membentuk eksudat. Eksudat dari inflamasi gingiva, sebagian besar berisi serum, disebut gingival fluid flow. Cairan gingiva pada inflamasi gingiva awal berwarna jernih, tidak kuning seperti pus, karena hanya berisi sedikit sel. Limfosit juga tampak dalam jumlah yang signifikan di jaringan ikat gingiva. Hampir sebagian besar adalah limfosit-T jenis limfosit yang tidak menyebabkan kerusakan jaringan namun mampu menstabilkan infeksi bakteri. Perubahan sel epitel dan degradasi kolagen yang disebabkan oleh aktivasi sistem imun host juga terjadi. Reaksi awal jaringan terhadap infeksi plak di jaringan gingiva tidak kasat mata karena reaksi ini tidak menyebabkan perubahan klinis secara langsung. Respon inflamasi awal tanpa adanya tanda-tanda klinis yang bisa diobservasi disebut infeksi subklinis.12.1.2. Gingivitis Tahap II (Tahap Awal)Gingivitis tahap II merupakan tahap awal gingivitis. Lesi mulai terbentuk 4-7 hari setelah plak menumpuk di sulcus gingiva. Terjadi peningkatan eksudat inflamasi, bisa berwarna putih atau kuning. Secara klinis, jaringan tampak agak merah dan bengkak. Peningkatan gingival fluid flow (eksudat) mencapai puncaknya 6-12 hari setelah jaringan tampak kemerahan. Serat kolagen perivaskuler pada jaringan ikat dirusak oleh inflamasi dan digantikan oleh plasma darah dan infiltrat sel radang. Serat kolagen yang melekatkan jaringan ikat dasar pada gingival epithelium juga dirusak, dan jika ada gingival stippling akan mulai menghilang. Junctional epithelium mulai memanjang terhadap permukaan akar, dan terganggu oleh migrasi PMN dan limfosit. Jaringan gingiva cenderung berdarah saat diperiksa secara perlahan. Perubahan seluler terjadi pada fibroblas jaringan ikat, yang memicu perusakan, mungkin berkaitan dengan interakasi jaringan limfoid. Tahap awal gingivitis dapat berlanjut selama 21 hari atau lebih.1

2.1.3. Gingivitis Tahap III (Established Stage)Setelah 15-21 hari, inflamasi gingiva mencapai tahap III gingivitis. Secara histologis terdapat perubahan yang jelas pada jenis sel darah putih. Sel plasma, yang biasanya berkaitan dengan respons antigen-antibodi akan mulai tampak. Limfosit-T dan B ditemukan dalam jumlah yang seimbang, menandakan adanya perusakan jaringan oleh reaksi inflamasi. Limfosit-B berkaitan dengan imunitas sel permukaan dan melepas limfokin yang mempercepat kerusakan jaringan dalam inflamasi. Lebih banyak kolagen jaringan ikat yang rusak, junctional epithelium mulai menebal dan melebar ke arah apikal pada permukaan akar dan lebih mendalam ke dalam jaringan ikat dasar. Aktivitas ini menunjukkan adanya perubahan junctional epithelium menjadi pocket epithelium. Peningkatan kedalaman pembacaan hasil probing terjadi karena dua sebab, yaitu periodontal probe masuk lebih dalam melalui junctional epithelium ke dalam jaringan ikat sekitar 1 mm karena hilangnya kolagen atau edema pada jaringan akan menggeser margin gingiva ke arah koronal, sehingga meningkatkan hasil pembacaan probing.1Pembuluh darah berproliferasi ke dalam loop-loop kapiler yang dapat mencapai hampir ke epitel membrana basalis, memungkinkan lebih banyak perembesan serum ke dalam jaringan dan melewati sulcular epithelium. Perubahan itu, bersama dengan meningkatnya jumlah dan aktivitas sel radang, menyebabkan pembentukan pus yang tampak oleh mata. Proliferasi kapiler juga menyebabkan gingiva tampak berwarna merah.1Lesi established gingivitis dapat berlangsung lama tanpa ada perubahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini dapat dipulihkan bila plak dibersihkan secara teratur, memungkinkan jaringan kembali normal. Saat penyembuhan sedang berlangsung, tidak ada jaringan destruksi sisa.1

2.2. Pemulihan Gingiva Setelah PerawatanReaksi-reaksi pemulihan merupakan kebalikan dari reaksi-reaksi patogenesis. Pemulihan gingivitis bermula pada jaringan ikat. Sel radang digantikan oleh fibroblas, yang menetapkan matriks ekstraseluler kolagen yang kuat. Seiring dengan maturitas fibroblas, serat-serat ini menjadi berorientasi fungsional dan menghasilkan jaringan ikat subgingiva yang padat. Jaringan ikat ini tidak memungkinkan penetrasi ujung periodontal probe, sehingga mengurangi hasil kedalaman pembacaan probing periodontal. Warna gingiva kembali menjadi merah muda (pink), stippling juga kembali tampak ketika serum tidak lagi merembes ke dalam jaringan yang menyebabkan edema.1Resesi gingiva mengacu pada lokasi tepi jaringan, bukan kondisinya. Resesi dapat terjadi baik pada gingivitis maupun jaringan yang sehat secara klinis. Resesi gingiva, yang umum terjadi, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Resesi dapat terlokalisasi di satu gigi ataupun meluas sampai ke beberapa gigi. Resesi telah dilaporkan muncul pada 8% anak-anak dan 100% pada dewasa di atas 50 tahun. Faktor etiologis yang berkaitan dengan resesi adalah sebagai berikut: Abrasi gingiva yang berkaitan dengan teknik menyikat gigi yang salah Malposisi gigi Inflamasi gingiva Perlekatan frenum yang abnormal

2.3. Distribusi Gingivitis. Gingivitis yang berkaitan dengan plak dapat diklasifikasikan lebih jauh lagi oleh lokasinya dan derajat pengaruhnya pada rongga mulut. Gingivitis dapat terlokalisasi pada beberapa gigi ataupun tergeneralisasi di seluruh rongga mulut. Gingivitis dapat terbatas pada papilla interdental, tersebar di seluruh tepi gingiva, atau mempengaruhi seluruh jaringan gingiva yang melekat. Secara definisi, gingivitis tidak mempengaruhi jaringan perlekatan periodontal, dan tidak terdapat hilangnya perlekatan jaringan ikat pada gigi dan tidak terdapat hilangnya tulang penyangga.1

KLASIFIKASI PENYAKIT GINGIVA MENURUT American Academy Of Periodontology (AAP) TAHUN 1999:2.4. Penyakit Gingiva yang Dipicu oleh Plak Gigi2.4.1. Gingivitis yang Hanya Berkaitan dengan Plak GigiBentuk paling umum gingivitis yang ditemukan pada masyarakat adalah gingivitis yang hanya berkaitan dengan plak gigi, juga biasa disebut gingivitis yang berkaitan dengan plak, atau gingivitis. Penyakit ini berkaitan langsung dengan adanya plak berisi bakteri di permukaan gigi.1Secara klinis, gingivitis menyebabkan tepi gingiva memerah, dengan pembentukan pocket sebagai akibat pembengkakan gingiva dan edema, hipertofi, dan dalamnya penetrasi periodontal probe pada evaluasi klinis. Secara mikroskopik, terdapat peningkatan kapiler di sepanjang tepi gingiva, dan terjadi ulserasi pada pinggiran epitel sulcus gingiva. Ulserasi ini menyebabkan kecenderungan untuk berdarah saat periodontal probe dimasukkan ke gingival crevice. Pendarahan sebagai respons atas probing yang hati-hati merupakan indikator klinis utama dari gingivitis. Indikator umum lainnya adalah adanya gingival fluid flow atau eksudat yang berwarna jernih, yang tampak meningkat dengan keparahan gingivitis.1

Tabel : klasifikasi penyakit gingivitis menurut AAP tahun 1999Gingivitis tampak langsung berkaitan dengan jumlah biofilm plak di permukaan gigi dan lamanya waktu yang memungkinkan plak tetap tidak terganggu. Biofilm plak dianggap tidak spesifik karena tidak berkaitan dengan jenis mikroorganisme yang spesifik. Biofilm plak matur yang ditemukan pada gingivitis yang sudah lama memiliki persentase bakteri gram-negatif yang tinggi. Perubahan dari plak gram-postif yang berkaitan dengan jaringan sehat, atau plak sehat, ke plak dengan sebagian besar bakteri gram negatif, atau plak patogen, merupakan karakteristik gingivitis.1

2.4.2. Gingivitis yang Dipicu Plak yang Dipengaruhi oleh Faktor LokalMeskipun gingivitis yang dipicu oleh plak dapat terjadi hanya karena akumulasi plak gigi saja, seringkali terdapat faktor yang berkaitan dengn gigi yang menjadi predisposisi lokalisasi gingivitis. Faktor-faktor tersebut seperti gigi yang berdesakan atau malposisi, restorasi gigi, atau peranti ortodontik. Faktor-faktor ini disebut plaque traps, biasanya bertindak sebagai retensi plak dan membuat pembersihan rongga mulut lebih sulit dan kurang efektif. Faktor-faktor ini tidak menyebabkan gingivitis, namun praktek pembersihan rongga mulut harian, yang mungkin cukup adekuat di tempat lain di rongga mulut, menjadi tidak cukup mampu untuk mengangkat cukup banyak plak dan sehingga tidak mencegah terjadinya inflamasi.1

2.4.3. Penyakit gingiva akibat faktor sistemik.Banyak faktor sistemik yang dapat memodifikasi respon sistem imun individu terhadap akumulasi plak biofilm. Misalnya, kortikosteroid akibat stres dapat menyebabkan pembentukan plak biofilm yg patologis. Perubahan dalam sistem endokrin, seperti perubahan hormon dalam masa pubertas, masa menstruasi, atau kehamilan seringkali berhubungan dengan perubahan reaksi inflamasi gingiva. Kondisi semacam ini mungkin tidak dapat sepenuhnya terobati dengan terapi lokal, tapi dokter gigi dapat menolong pasien seperti ini untuk memperbaiki kesehatan gingivanya.

2.4.4. Penyakit gingiva yang dipengaruhi endokrin.Gingivitis sering dipengaruhi oleh hormon tipe steroid yang diproduksi oleh kelenjar endokrin. Termasuk hormon yang berhubungan dengan pubertas dan kehamilan. Penggunaan obat-obat kontrasepsi berpengaruh pada perubahan gingiva. Saat level hormon wanita meningkat, terjadi peningkatan pada jumlah bakteri subgingiva, seperti spesies Bacteroides, menyebabkan peningkatan inflamasi pada gingiva. Ada reseptor estrogen pada gingiva, dan konsentrasi serum pada hormon seks wanita selama kehamilan sangat mempengaruhi jaringan gingiva. Estrogen meregulasi proliferasi sel, keratinisasi, dan proliferasi vaskular. Perubahan yang berkepanjangan akibat hormon ini juga tergantung pada kontrol level plak biofilm. Kontrol plak yang buruk akan memperparah kondisi.Beberapa perubahan pada gingiva juga berhubungan dengan kehamilan. Seiring bertambahnya level hormon selama trimester kedua kehamilan, inflamasi gingiva juga meningkat secara signifikan. Keadaan ini dapat terjadi bahkan dengan kontrol plak yang baik, tapi dapat lebih parah jika kontrol plaknya buruk. Gingiva dapat berubah menjadi merah tua dan mengalami hiperplasi, juga mudah berdarah. Gingivitis pada kehamilan pada umumnya dipulihkan dengan menghilangkan iritan lokal dan perawatan rumah yang baik. Terkadang tidak dapat sepenuhnya pulih hingga bayinya lahir dan level hormon kembali normal. Penyakit lain yang dapat ditemui pada wanita hamil adalah munculnya lesi gingiva yang spesifik, yaitu pregnancy tumor. Lesi ini bukan tumor yang sebenarnya, seperti neoplasma, tetapi merupakan jaringan granulasi pyogenik yang terlokalisir. Jaringan ini memiliki keradangan yang tinggi, mudah berdarah, dan dapat menyebabkan gigi bermigrasi. Kontrol plak biofilm yang buruk berhubungan dengan keparahan inflamasinya, dan dapat menyebabkan trauma lokal. Lesi ini pada umumnya akan hilang setelah bayinya lahir, namun pada kasus tertentu lesi ini harus dihilangkan dengan pembedahan.Perubahan gingiva akibat kehamilan telah diteliti pada wanita dengan kontrasepsi oral atau pada wanita tua dengan terapi hormon untuk meredakan gejala menopause. Umumnya, perubahan gingiva termasuk peningkatan inflamasi gingiva yang cukup berlebihan akibat adanya plak supragingival. Keadaan ini tidak selalu terjadi pada setiap wanita. Mekanisme yang memungkinkan terjadinya respon signifikan ini antara lain karena,1. Terdapat peningkatan beberapa bakteri patogen, seperti porphyromonas gingivalis dan actinobacillus actinomycetemcomitans.2. Terdapat peningkatan prostaglandin E, salah satu mediator inflamasi.Dua keadaan diatas sama-sama meningkatkan respon inflamasi. Bagaimanapun obat-obatan pengatur hormon dapat menjadi sangat penting untuk kesehatan wanita, manfaatnya lebih besar dari efek samping yang ditimbulkan pada kesehatan rongga mulut. Contohnya, bukti menunjukkan bahwa osteoporosis akibat menopause merupakan faktor resiko penyakit periodontal. Mengurangi terjadinya osteoporosis dengan suplemen atau obat-obatan hormon lebih penting dari potensi terjadinya inflamasi gingiva akibat obat tersebut.

2.4.5. Penyakit gingiva akibat MedikasiBerbagai macam pengobatan dapat menyebabkan perubahan pada jaringan gingiva, menghasilkan penyakit gingiva akibat medikasi. Pada umumnya, obat antiseizure phenitoin, yang digunakan untuk mengontrol seizure yang muncul dalam berbagai macam epilepsi, telah lama dihubungkan dengan terjadinya hiperplasia gingiva. Jaringan gingiva fibrotik dan membesar. Penelitian menunjukan bahwa pembesaran gingiva terjadi karena adanya perubahan pada epitel dan fibroblas yang membentuk jaringan ikat yang lebih padat. Ada pula bukti-bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan bakteri plak menyebabkan peningkatan pertumbuhan gingiva pada pasien yang mengkonsumsi phenitoin. Maka, pasien dengan medikasi phenitoin perlu kontrol plak yang baik untuk mencegah terjadinya hiperplasi.Pelebaran gingiva akibat medikasi menyebabkan kontur gingiva yang mendukung akumulasi plak dan menyebabkan plak biofilm lebih sulit untuk dihilangkan. Pasien seringkali mengalami pembentukan kalkulus yang banyak dan peningkatan level inflamasi karena retensi plak biofilm. Perawatan untuk kasus seperti ini memerlukan perawatan rumah yang baik, scalling reguler dan root planing, bahkan tak jarang, bedah reduksi atau gingivectomy.Beberapa obat jantung juga menyebabkan overgrowth pada jaringan gingiva. Termasuk nifedipine dan verapamil, obat yang banyak digunakan untuk mengontrol tekanan darah dan mengurangi serangan jantung rekurens pada pasien. Kedua obat ini adalah calcium-channel-blocker. Seperti pada phenitoin, ada bukti yang menunjukkan bahwa kontrol plak yang baik dapat mengatur gejala hiperplasi dan gingivitis. Perawatan gigi reguler sangat penting untuk membatasi efek obat terhadap gingiva.Obat lain yang menyebabkan pertumbuhan gingiva yang berlebihan adalah siklosporin, obat utama untuk imunosupresi pada pasien transplan. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati multipel sklerosis. Tidak seperti hiperplasi akibat phenitoin atau nifedipine, siklosporin dapat menyebabkan akumulasi berlebih jaringan ikat pada jaringan tubuh lain. Pada pasien transplan hati, jantung, dan ginjal diobati dengan siklosporin dan nifepidine. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran gingiva yang ekstrim.

2.4.6. Penyakit gingiva akibat MalnutrisiDefisiensi nutrisi yang serius memodifikasi respon tubuh terhadap plak biofilm gigi. Defisiensi vitamin dapat mengubah susunan jaringan rongga mulut. Termasuk vitamin A, B1, B2, B6, dan C. Hubungan asam askorbat, vitamin C, telah diteliti. Defisiensi vitamin C menyebabkan scurvy, kondisi berat akibat kegagalan pembentukan dan pemeliharaan kolagen. Gingiva menjadi sangat mudah berdarah dan bengkak, kondisi seperti ini dapat dengan cepat berubah menjadi advanced periodontitis dengan ciri kehilangan tulang yang luas dan kehilangan gigi. Defisisensi vitamin C yang berat sangat jarang sekarang; secara relatif asam askorbat kandungannya mudah ditemukan pada buah yang asam.

Lesi Gingiva yang Disebabkan oleh Non Plaque-biofilm Dental-plaque-biofilm bukan merupakan satu-satunya penyebab perubahan yang terjadi pada gingiva. Banyak jenis infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri-bakteri spesifik seperti yang ditemukan pada gonorrhea dan syphilis, yang memberikan tanda-tanda dan gejala gejala perubahan pada gingiva. Selain itu,terdapat pula berbagai penyebab infeksi sistemik lainnya seperti infeksi akibat jamur yait infeksi candida dan histoplasmosis yang juga memberikan manifestasi klinis pada jaringan gingiva. Serta terdapat infeksi yang memberikan gejala melalui gingiva. Infeksi tersebut paling sering terjadi biasanya pada usia muda serta disebabkan oleh virus, yaitu infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simplex. 1Di bawah ini adalah klasifikasi penyakit-penyakit gingiva yang disebabkan oleh Non Plaque-biofilm 1. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh karena bakteri spesifikBanyak jenis infeksi bakteri yang dapat terjadi di rongga mulut yang menyebabkan penyakit gingiva oleh karena jenis bakteri spesifik. Salah satu jenis infeksi bakteri yang menyebabkan penyakit gingiva pada anak kecil adalah infeksi stroptococcal yang menyerang tenggorokan dan rongga mulut termasuk gingiva. Jenis infeksi bakteri lain yang memberikan manifestasi pada rongga mulut termasuk gingiva dengan angka kejadian tinggi saat ini adalah penyakit menular seksual seperti meningococcal gonorrhea atau syphilis (Treponema Pallidum). Lesi oral dapat merupakan bentuk sekunder dari infeksi sistemik atau dapat juga timbul karena infeksi langsung pada rongga mulut. Gingivitis streptococcal atau gingivostomatitis, meskipun jarang terjadi, tetapi menggambarkan terjadinya kondisi akut dengan demam, malaise, dan menimbulkan rasa nyeri yang berhubungan dengan inflamasi akut, dengan kondisi gingiva kemerahan, diffuse serta terjadi pembengkakan gingiva yang disertai peningkatan bleeding dan pembentukan abses pada gingiva yang terserang. Infeksi gingiva biasanya didahului dengan tonsilitis dan dihubungkan dengan infeksi streptococcal kelompok A -hemolitik. 1,2Jenis penyakit gingiva lain yang disebabkan oleh bakteri adalah Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG). Necrotizing Ulcerative Gingivitis adalah jenis penyakit yang sedang berkembang saat ini. Penyakit ini memiliki sifat menimbulkan rasa nyeri yang timbul sangat cepat dan adanya perkembangan lesi nekrotik ulseratif pada gingiva. NUG adalah kondisi kelainan periodontal yang tidak melibatkan kerusakan tulang alveolar, dan disebabkan oleh konponen bakteri spesifik yang dapat diidentifikasi. NUG pada umumnya dipicu oleh stres berlebih, lingkungan hidup yang tidak sehat, serta Oral Hygiene yang buruk. NUG pada umumnya menimbulkan nyeri berlebih. Beberapa pasien juga mengeluh merasakan sensasi burning mouth serta kesulitan untuk makan. Jenis penyakit ini pada umumnya mulai terjadi pada papilla interdental. Setelah beberapa hari, ujung papila akan muncul dan menekan keluar yang kemudian akan diliputi oleh white necrotic pseudomembran. Disebut pseudomebran karena white biofilm yang menutupi papila yang muncul menekan keluar merupakan kumpulan kecil PMN yang terjebak di dalam fibrin clot. Pada penyakit NUG, attached gingival tissues juga biasanya akan mengalami inflamasi. Bakteri pada penyakit NUG ini juga sering menimbulkan nafas khas yang tidak sedap pada penderita yang sering disebut fetor oris, yang merupakan salah satu tanda khas pada penyakit Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG).1

Gambar 1.1.Ulcerative gingivitis illustrating sloughing of marginal gingiva.

Gambar 1.2.Phase-contrast microscopy reveals spirochetes in subgingivalplaque sample.

Gambar 1.3.Typical punched-out papilla between mandibularcanine and lateral incisor, covered by grayishwhite pseudomembrane.

Gambaran khas pada penyakit Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) adalah adanya dua mikroorganisme yaitu fusiform bacillus dan spirochete. Kedua mikroorganisme tersebut sering disebut Vincents Organisms yaitu bakteri yang pada awalnya terdapat pada penykit Vincents Angina. 1

Gambar 1.4.Spirochetes noted on surface of sloughed epithelial cells.

Manifestasi lain yang terjadi pada beberapa pasien adalah timbulnya demam. Pemberian antibiotik seperti penicillin dan metronidazole sangat berguna dalam perawatan Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG), tetapi hanya direkomendasikan untuk pasien yang memiliki gejala sistemik seperti demam dan malaise yang parah.1Tujuan dilakukannya perawatan pada NUG adalah untuk benar-benar membersihkan debris plak pada jaringan dan untuk memulai regimen kontrol plak yang sangat baik. Walaupun gingiva merupakan jaringan yang sangat lunak, akan tetapi masih dapat dilakukan scaling dengan hati-hati yang disertai dengan kuret atau scalers ultrasonic. Pasien biasanya akan merasa lega setelah perawatan scaling dan kumur dengan larutan encer hidrogen peroksida dan air hangat pasca operasi. 1Penyakit NUG yang berulang dapat menyebabkan deformasi permanen gingiva dan menimbulkan resiko tinggi pada pasien untuk berlanjut menjadi penyakit periodontal. Jika tidak dirawat dengan baik, penyakit NUG dapat menyebabkan rusaknya tulang alveolar (Bone loss) dan berkembang menjadi necrotizing ulcerative periodontitis (NUP). 1

Gambar 1.5.More advanced case showing destruction of papillae resulting in irregular marginal contour.

2. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh karena viral spesifikPenyakit gingiva yang disebabkan karena virus dapat disebabkan oleh berbagai macam deoxyribonukleat acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) virus, dimana yang paling sering terjadi adalah infeksi akibat virus herpes. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh karena viral spesifik dimungkinkan mirip dengan gingivitis yang disebabkan oleh plak. Salah satu jenis infeksi viral yang memberikan manifestasi pada gingiva adalah infeksi virus herpes. Infeksi vvrus herpes sangat perlu diwaspasai karena sangat menular dan sering terjadi, serta dapat dengan mudah bertransmisi ke dental hygienist. Terdapat dua macam bentuk infeksi herpes yang terjadi di rongga mulut, yaitu bentuk primer dan sekunder. Lesi sekunder infeksi virus herpes pada umumnya disebut cold sores atau fever blisters. Lesi sekunder tersebut juga sangat menular tetapi tidak mirip dengan gingivitis. Jenis lesi yang akan dibahas secara lengkap adalah lesi primer infeksi virus herpes.1,2Primary herpetic Gingivostomatitis atau primary herpesvirus infection, adalah keadaaan umum infeksi virus herpes walaupun secara tehnik bukan merupakan penyakit gingiva. Jenis penyakit ini harus dibedakan dengan NUG karena memiliki gejala yang mirip. Terdapat beberapa perbedaan yang harus diketahui dental hygienist untuk membedakan infeksi primer virus herpes dengan NUG. Peningkatan suhu tubuh lebih sering terjadi pada infesi primer virus herpe dibandingkan pada NUG, dan keluhan rasa sakit yang lebih biasanya dikeluhkan oleh pasien infeksi primer virus herpes dibandingkan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien NUG, serta seringkali menunjukan malaise yang lebih parah dibanding NUG. Perbedaan lain yang terpenting untuk membedakan gambaran infeksi primer virus herpes dengan NUG adalah pembentukan vesikel-vesikel. Vesikel-vesikel tersebut akan menyatu menjadi lesi ulseratif yang berlokasi pada permukaan gingiva atau mukosa rongga mulut. Gambaran lesi tersebut kontras dengan gambaran yang ditemukan pada NUG yaitu papila interdental yang menekan keluar. Meskipun pasien memiliki bau nafas yang kuat karena minimnya kontrol plak, akan tetapi tidak dijumpai fetor oris seperti yang terjadi pada pasien NUG.1,2 Gambar 1.6. A-BTwenty-nine yearold male with primary herpetic infection and severe gingival inflammation.

Penyakit gingiva yang disebabkan oleh viral dapat diobati dengan pengobatan secara topikal dan atau dengan obat sistemik antiviral.Gambar 1.7. A-BSix weeks postsystemic acyclovir.

3. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh karena jamur/ fungal spesifikOrganisme jamur berhubungan erat dengan kondisi gingiva. Meskipun terdapat beberapa jenis jamur yang dapat menginfeksi jaringan rongga mulut, akan tetapi yang paling sering adalah Candida albicans. Keberadaan jamur pada rongga mulut dapat dibuktikan melalui pengamatan pada erythematous dan gingiva yang rapuh, serta jaringan mukosa yang berada di bawah dentures di dalam mulut pasien yang telah menggunakan prostesa dalam jangka waktu yang lama. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh jamur yang paling sering terjadi adalah infeksi jamur candida albicans yang dikarenakan pertumbuhan jamur candida albicans yang sangat tinggi yang harus dirawat dengan antifungal, terapi antiseptik, atau keduanya.1Candidiasis of Gingiva :Candidiasis pada gingiva merupakan infeksi akibat jamur candida albicans yang dapat terjadi pada gingiva maupun jaringan rongga mulut lainnya. Jamur candida albicans terisolasi pada gingiva pasien sehat dengan periodontitis. Infeksi candida berhubungan dengan beberapa tanda penyakit gingiva yang dijumpai pada pasien dengan immunosuppresi yang jelas seperti pasien yang terkena infeksi HIV. Kondisi gingiva yang disebabkan oleh candida memiliki range dari tanda awal berupa timbulnya warna kemerahan pada margin gingiva yang disebut linear gingival erythema, sampai dengan yang parah berupa kemerahan dengan bercak putih pada gingiva. Bercak putih tersebut merupakan akumulasi organisme dan debris yang akan mudah hilang dengan dikerok, dan memperlihatkan jaringan-jaringan yang mengalami ulserasi. Perlu diingat bahwa individu dengan imunosupresi untuk berbagai alasan termasuk untk transplantasi organ, akan memiliki resiko untuk terkena infeksi jamur pada rongga mulut. Hal ini dikarenakan infeksi HIV dapat mengubah respon limfosit terhadap candida albicans.1Terdapat empat macam candidiasis berdasarkan manifestasi klinisnya, yaitu:Pseudomembranous Candidiasis: Candidiasis pseudomembran adalah jenis candidiasis yang menyebabkan rasa sakit dan bersifat sedikit sensitif. Lesi kandidiasis jenis ini berwarna kuning-putih curdlike (mirip lemak) yang mudah tergores dan dapat dipisahkan dari permukaan mukosa mulut. Candidiasis pseudomembran pada umumnya terjadi di palatum baik palatum durum maupun palatum mole, serta mukosa bukal atau labial, tetapi kadang juga terjadi dimana saja di dalam kavitas rongga mulut.2

Gambar 1.8.Palatal pseudomembranous candidiasis.

Erythematosus Candidiasis :Candidiasis jenis erythematosus dimungkinkan dapat terjadi sebagai salah satu komponen dari kandidiasis jenis pseudomembran. Candidiasis jenis ini muncul sebagai lesi berupa bercak yang berwarna merah pada mukosa bukal atau palatal, atau dapat juga terkait dengan depapilasi dari lidah. Jika gusi ikut terkena pengaruh candidiasis jenis erythematosus dengan gejala klinis tersebut, maka akan menjadi sulit dibedakan dengan desquamative gingivitis.2

Gambar 1.9.Palatal erythematous candidiasis.

Gambar 1.10.Gingival erythematous candidiasis suggestive of desquamativegingivitis.

Gambar 1.11.Mixed erythematous and pseudomembranous candidiasis ofthe palate.Hyperplastic Candidiasis :Candidiasis jenis hiperplastik ini merupakan bentuk candidiasis yang paling jarang terjadi. Kandidiasis hiperpastik dapat terlihat pada mukosa bukal dan mukosa lidah. Kandidiasis jenis ini lebih sulit untuk dihilangkan daripada jenis kandidiasis yang lain.2

Gambar 1.12.Mixed erythematous and hyperplastic candidiasis of cornerof mouth.

Gambar 1.13.Hyperplastic candidiasis in corner of mouth. Lesion haspersisted despite use of systemic antifungal drugs.

4. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh karena genetik spesifikBeberapa individu memiliki perubahan pada gingivanya yang disebabkan oleh predisposisi genetik. Salah satu kondisi yang saat ini diamati oleh dental hygienist adalah pembesaran gingiva (Gingival Enlargement).1Pembesaran gingiva yang idiopati merupakan kondisi yang jarang terjadi namun penyebabnya masih belum dapat ditentukan. Gingival enlargement juga disebut hyperplasia atau hypertrophy, yaitu merupakan pertumbuhan berlebih pada gingiva yang bersifat patologis. Selain berhubungan dengan hiperplasi, pembesaran gingiva juga dapat timbul sebagai manifestasi dari gingivomatosis, elephantiasis, idiopathic fibromatosis, dan congenital familial fibromatosis. Pembesaran gingiva tersebut memiliki berbagai macam penyebab. Pembesaran gingiva dapat disebabkan oleh adanya reaksi berlebih terhadap bacterial plaque biofilm, keragaman pengobatan atau infeksi, dan dapat juga terjadi sebagai efek samping penyakit sistemik. Hipertropi gingiva berhubungan terhadap plak dan faktor lain yang penting untuk diwaspadai oleh dental hygienist karena terdapat banyak penyakit pada gingiva. Kondisi gingiva yang mengalami perluasan ini tidak dapat merespon dengan baik kontrol plak biofilm yang disertai proses penyembuhan yang sempurna. 1Gambaran klinis terjadinya pembesaran gingiva terlihat jelas karena mempengaruhi attached gingiva serta margin gingiva dan papila interdental. Hal ini berbeda dengan pertumbuhan gingiva berlebih yang disebabkan phenytoin yang hanya terpatas pada margin gingiva dan papila interdental.1 A. Facial ViewB.Occlusial ViewGambar 1.14. A-BGingival enlargement associated with phenytoin therapy

Gambaran klinis pembesaran gingiva lainnya adalah permukaaan facial dan lingual mandibula dan maksila pada umumnya ikut terpengaruh namun hanya sebatas rahangnya saja. Gingiva yang membesar berwarna pink, tegas dan konsistensinya hampir kasar serta memiliki permukaan yang bercoral pebbled surface. Dalam kasus yang parah, gigi hampir sepenuhnya tertutup, dan proyek pembesarannya ke arah vestibulum oral. Rahang tampak menyimpang karena terjadi pembesaran bulbus gingiva. Serta terjadi perubahan inflamasi sekunder yang pada umumnya terjadi di margin gingiva.2

A. Facial view; gingiva is firm,B. Occlusal viewwith nodular, pebbled surface and partiallycovers the crowns of the teethGambar 1.15. A-BIdiopathic gingival enlargement in 14-year-old white male patient.

Pada sebagian besar kasus, ketika jaringan rongga mulut muncul dengan kondisi yang berbeda dari yang diharapkan dengan chronic plaque- yang berhubungan dengan gingivitis, maka pasien harus dievaluasi untuk kemungkinan adanya penyakit sistemik. Jika terjadi gingivitis yang berlebihpasien harus dirawat dengan tepat dan dievaluasi dalam 2-4 minggu. 12.4.7. Desquamative GingivitisDesquamative gingivitis adalah istilah yang mendeskripsikan gambaran klinis nonspesifik pada gingiva (kemerahan, terbakar, erosi, nyeri) pada bagian mukosa yang mengalami gangguan cicatrical dan bullous pemphigoid, pemphigius, vulgaris, erosi lichen planus, erythema multiforme, psoriasis dan alergi. Penyakit ini sering disertai dan manifestasi secara klinis pada rongga mulut dan diagnosis dasar pada perubahan histologi pada jaringan setelah dibiopsi dan diperlukan immunoflurescence.3Penyebab gingivitis desquamative:1. Dermatose, meliputi :Lichen planusMucous membrane pemphigoidPemphigiusDermatitis herpertiformisPenyakit linear IgAEpidermolysis bullosa

Lichen planus dan pemphigoid merupakan penyebab yang paling umam pada desquamative gingivitis. Pemphiigus lebih jarang dibandingkan dengan lichen planus dan pemphigoid, dan kondisi lainnya jarang menyebabkan desquamative gingivitis.

2. Reaksi Lokal hipersensitivitasBeberapa variasi bahan seperti obat kumur, dental material, obat, kosmetik, permen karet dan kayu manis, biasanya menggunakan perasa. Sodium lauryl sulphate yang sering terdapat pada pasta gigi, mungin menjadi penyebab pada beberapa pasien. Kontrol tartar pada pasta gigi dapat juga menjadi reaksi triger pada mukosa mulut.

3. Potensi lain penyebab ulserasi gingiva dan erythematous patchSebagai contoh adalah plasma cell gingivitis, systemic lupus erymatheus (SLE), discoid lupus erythematosus (DLE), stomatitis ulserasi kronis dan granulomatosis. Lesi gingiva dapat menimbulkan gejala umum oral atau kondisi sistemik.4Desquamative gingivitis biasanya pada wanita usia muda hingga tua mengalami nyeri, mempengaruhi bagian bukal/labial gingiva pada umumnya, sering bertahan pada bagian marginal gingiva namun dapat melibatkan keseluruhan dari seluruh ketebalan attached gingiva dan gambaran klinis tidak signifikan diubah dengan tindakan tradisonal menjaga kebersihan muluta atau terapi konvensional saja. Mayoritas kasus Desquamative gingivitis sekarang dikenal kondisi mukokutan di lichen planus, pemphigoid dan pemphigus. Penyebab lain meliputi reaksi alergi terhadap pasta gigi atau bahan pembersih mulut. (sel plasma gingivitis), Crohns disease, psoriasis, penyakit IgA lienar, dan stomatitis ulserasi kronis. Desquamative gingivitis dapat disebabkan karena kesalahan dalam menginduksi plak dan dapat ditimbulkan karena diagnosis yang terlambat dan pengobatan yang tertunda pada penyakit dermatologi seperti pemphigoid atau pemphius. 5

2.4.8. Gingival Lichen PlanusDesquamative gingivitis biasanya memberikan gambaran oral lichen planus (OLP). Lichen planus secara imunolgi memediasi penyakit mukokutan tanpa etiologi yang jelas. Paling sering pada wanita dengan usia muda hingga tua. Bentuk dari OLP digambarkan pada intraoral; retikular, papular, mirip plak, atropik, bullous dan bentukan erosi. Tempat yang paling sering melibatkan bagian bukal mukosa diikuti lidah dan gingiva. Gambaran karateristik dari OLP adalah kronik, sispetrikal dan melibatkan beberapa tempat.Gingiva bisa menjadi salah satu tempat yang terlibat hingga 10% dari beberapa kasus. Bentukan atropik dari OLP sering pada gingiva dengan gambaran DG klasik. ketebalan dari keseluruhan attached gingiva hingga mucogingiva junction. Jaringan gingiva mengalami eritematosa dengan daerah sesekali erosi dan striae putih pada bagian pinggir. Pasien mungkin mengeluhkan rasa nyeri peresisten pada gusi yang kemudian diperparah oleh makanan pedas atau ketika melakukan kebersihan mulut sehari-hari. yang mungkin menjadi keterbatasan pada titik yang diinduksi plak pada gingivitis dan periodontitis. Namun, penting untuk dicatat bahwa reaksi imunologis yang terjadi pada lichen planus tidak mengakibatkan perlekatan klinis dan periodontitis.Hati-hati pemeriksaan gingiva eritematosa terdapat gasir keratotik samar. Sisa dari mukosa mulut harus diperiksa hati-hati sebagai bukti lesi lichenoid klasik. karena itu, pasien wajib untuk diberi pertanyaan dan diperiksa ada atau tidaknya lesi kulit. Yang paling umum yang terlibat pada lichen planus adalah permukaan yang lentur pada pergelangan tangan, ungu, polyglonal papula. Tempat lain yang dapat terkena dampak adalah kuku, kulit kepala,kerongkongan dan genital mukosa.5Gambar gingival lichen planus

2.4.9. Mucous membrane pemphigoidMucous membrane pemphigoid (MMP) merupakan kelompok putatif autoimun, inflamasi kronik, penyakit supephitelial blistering yang memprngaruhi selaput lendir mukosa, dengan atau tanpa gambaran klinis yang jelas. Antibodi diproduksi terhadap antigen tertentu yang ditemukan pada membran dasar, sehingga epitel terlepas dari lamina propria yang mendasari. Dalam beberapa tahun terakhir kareteristik rinci antigen berbagai target dibuat dengan subset pemphigoid yang kemudian diidentifikasi. MMP terutama memperngaruhi rongga mulut, laring, kerongkongan dan okular membran namun jarang ditemukan pada kulit. Perempuan paling sering menderita pada usia dekade keenam, namun pada pria usia lain dapat berpengaruh pula. Letaknya pada mukosa rongga mulut adalah bukal, palatum, gingiva, dan lidah ridge alveolar. Terdapat bula pada palatum, margin tidak teratur.5Gambar mucous membrane pemphigoidMekanisme Pertahanan GingivaCairan sulkusCairan sulkus atau gingival crevicular fluid (GCF) berperan penting dalam mekanisme pertahanan oral. Berasal dari pembuluh darah, cairan keluar dari sulkus gingiva melalui jaringan. Pada gingiva normal, GCF sangat sedikit bahkan tidak ada yang bisa dikoleksi.Permeabilitas epitel junctional dan sulkular menyebabkan pergerakan interseluler melalui epitel dengan mekanisme pergerakan molekul dan ion dalam ruang interseluler. Rata-rata volume GCF pada ruang proksimal molar adalah 0,43 1,56 l.Komposisi GCF tergantung dari protein masing-masing individu, antibodi spesifik, antigen, dan spesivitas beberapa enzim. Banyak penelitian berusaha untuk menggunakan GCF sebagai komponen untuk mendeteksi atau mendiagnosis penyakit atau resiko penyakit periodontal pada pasien. Sejauh ini ditemukan lebih dari 40 kandungan dalam GCF, namun tidak diketahui asalnya dengan pasti. Mayoritas elemen GCF adalah enzim, namun juga ditemukan komponen non-enzimatik.Elemen seluler pada GCF termasuk bakteri, sel epitel deskuamasi, dan leukosit (PMN, limfosit, monosit), yang bermigrasi pada epitel sulkus. Potasium, sodium, dan kalsium juga terkandung dalam GCF. Ada korelasi antara konsentrasi kalsium dan sodium terhadap inflamasi.Komponen organik pada GCF ada karbohidrat, protein, glukosa-heksamin dan asam heksuronik. Level gula darah tidak berhubungan dengan level glukosa GCF; konsentrasi glukosa GCF lebih besar 3-4 kali daripada serum. Hal ini merupakan hasil metabolisme jaringan dan flora mikrobial. Total protein GCF lebih kecil dari serum. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara konsentrasi protein GCF dengan keparahan gingivitis, kedalaman poket, atau resorbsi tulang. Bahan metabolik dan produk bakteri berupa asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, zat sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial.Analisis GCF dapat mengidentifikasi respon imun humoral dan seluler pada individu. Respon imun seluler ditunjukkan oleh sitokin dalam GCF. IL-1a dan IL-1b dikenal dapat meningkatkan binding PMN dan monosit/makrofag pada sel endotel, menstimulasi produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan melepaskan enzim lisosom, dan menstimulasi resorpsi tulang. Interferon pada GCF juga diketahui berperan protektif pada penyakit periodontal karena kemampuannya untuk menghambat resorpsi akibat aktivitas IL-1b. Karena jumlah cairan yang sedikit, untuk menganalisis antibodi spesifik digunakan uji immunoassay. Meski peran antibodi dalam mekasnisme pertahanan gingiva cukup sulit untuk diketahui, ada persetujuan umum uang menyetujui bahwa pasien dengan penyakit periodontal mengalami (1) reduksi respon antibodi menyebabkan kerusakan, dan (2) respon antibodi memiliki peran protektif.GCF adalah eksudat inflamasi. Kehadirannya secara klinis pada sulkus normal dapat dijelaskan karena gingiva yang tampak normal dapat mengalami inflamasi bila dilihat secara mikroskopis. Jumlah GCF meningkat saat terjadi inflamasi. Produksinya tidak dipengaruhi trauma oklusi tapi karena pengunyahan makanan kasar, menyikat gigi dan pemijatan gingiva, ovulasi, kontrasepsi hormonal, dan rokok. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah periode sirkadian dan terapi periodontal. GCF lebih banyak dihasilkan pada pukul 6 10 pagi, kemudian berkurang seiring waktu. Hormon seks wanita meningkatkan flow GCF karena mempengaruhi permeabilitas vaskuler. Mengunyah dan menyikat gusi dapat menstimulasi flow GCF. Selama penyembuhan setelah bedah periodontal, produksi GCF juga meningkat. Obat-obatan yang diekskresi melalui GCF menguntungkan dalam terapi periodontal. Leukosit di Area DentogingivaLeukosit dapat ditemukan pada sulcus gingiva manusia dan hewan coba yang sehat secara klinis. Leukosit yang ditemukan sebagian besar merupakan PMN. PMN muncul dalam jumlah sedikit di ekstravakuler jaringan ikat yang berdekatan dengan sulcus, kemudia bergerak melewati epitel menuju sulcus gingiva, dimana mereka dilepas.2Leukosit tetap ada di sulcus bahkan ketika jaringan yang berdekatan secara histologis bebas dari infiltrat radang. Perhitungan leukosit dari sulcus gingiva manusia sehat menunjukkan bahwa persentase rata-rata PMN sekitar 91.2%-91,5% dan sel mononuklear sekitar 8,5%-8,8%.2Sel mononuklear diidentifikasikan sebagai 58% limfosit-B, 24% limfosit-T, dan 18% fagosit mononuklear. Rasio limfosit-T dibanding limfosit-B berbalik dari rasio normal 3:1 yang ditemukan di darah perifer menjadi sekitar 1:3 di GCF.2Leukosit ditarik oleh bakteri plak namun juga bisa ditemukan pada area dentogingiva yang bebas bakteri pada hewan dewasa. Leukosit ditemukan di sulcus gingiva sehat yang tidak teriritasi mekanis, menunjukkan bahwa migrasi leukosit kemungkinan bebas dari peningkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar sel ini memiliki kemampuan untuk memfagositosis. Sehingga leukosit berperan sebagai mekanisme pertahanan utama untuk melawan pertumbuhan plak ke dalam sulcus.2Leukosit juga ditemukan di saliva. Jalur masuk utama leukosit menuju rongga mulut adalah melalui sulcus gingiva.2SalivaSekresi saliva merupakan salah satu mekanisme pertahanan di rongga mulut. Saliva berpengaruh terhadap plak dengan membersihkan permukaan rongga mulut yang terpapar secara mekanis, menetralkan asam yang dihasilkan oleh bakteri, dan mengatur aktivitas bakteri.2Tabel 1 Fungsi Saliva di Rongga Mulut2FungsiKomponen SalivaMekanisme yang Mungkin

LubrikasiGlikoproteinMukoidMenyelimuti seperti mucin lambung

Proteksi fisikGlikoproteinMukoidMenyelimuti seperti mucin lambung

PembersihanAliran salivaMembersihkan debris bakteri

BufferingBikarbonat dan fosfatAntasida

Penjagaan integritas gigiMineralPellicle glikoproteinMaturasi, remineralisasiProteksi mekanis

AntibakteriIgALisozimLaktoperoksidasePengaturan kolonisasi bakteriMerusak dinding sel bakteriOksidasi bakteri yang terpapar

Faktor AntibakteriSaliva mengandung berbagai macam faktor inorganik dan organik yang mempengaruhi bakteri dan produknya di lingkungan rongga muut. Faktor inorganik meliputi ion dan gas, bikarbonat, sodium, potasium, fosfat, kalsium, fluorida, amonia, dan karbon dioksida. Faktor organik meliputi lisozim, laktoferin, mieloperoksidase, laktoperidase, dan aglutinin seperti glikoprotein, mucin, 2-makroglobulin, fibronektin, dan antibodi.2Lisozim adalah enzim hidrolitik yang memecah ikatan antar komponen struktural glikopeptida yang mengandung muramic acid di dinding sel bakteri in vitro tertentu. Lisozim bekerja baik pada organisme gram-negatif maupun gram-positif, sasarannya meliputi Veilonella sp. dan Actinobacillus actinomycetemcomitans.2Lactoperoxidase-thyocyanate system di saliva tampak bersifat bakterisidal terhadap beberapa strain Lactobacillus dan Streptococcus dengan mencegah akumulasi lisin dan asam glutamat, yang penting bagi pertumbuhan bakteri. Antibakteri lain yang ditemukan adalah laktoferin yang efektif terhadap spesies Actinobacillus.2Mieloperoksidase, enzim yang mirip dengan peroksidase saliva, dilepas oleh leukosit dan bersifat bakterisidal terhadap Actinobacillus namun memiliki efek tambahan penghambatan perlekatan strain Actinomyces terhadap hidroksiapatit.2Antibodi SalivaBersama dengan GCF, saliva mengandung antibodi yang reaktif terhadap spesies bakteri rongga mulut asli. Meskipun terdapat imunoglobulin G (IgG) dan M (IgM), imunoglobulin yang sering ditemukan adalah imunoglobulin A (IgA). Meskipun begitu, IgG lebih sering ditemukan di GCF. Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan seluruh secretory IgA (sIgA) rongga mulut dan sebagian kecil IgG juga IgM rongga mulut. GCF menghasilkan sebagian besar IgG, komplemen, dan PMN rongga mulut yang berkonjugasi dengan IgG dan IgM untuk menginaktivasi dan mengopsonisasi bakteri.2Antibodi saliva tampak disintesa secara lokal karena hanya bereaksi dengan bakteri asli rongga mulut namun tidak dengan organisme yang merupakan karakteristik saluran cerna. Banyak bakteri yang ditemukan di saliva tampak diselimuti oleh IgA, deposit bakteri di gigi juga mengandung IgA dan IgG yang lebih berat 1% dari berat kering depositnya. IgA yang ada di saliva parotis telah ditemukan mampu menghambat perlekatan spesies Streptococcus terhadap sel epitel. Antobodi di sekresi saliva kemungkinan mengganggu kemampuan bakteri untuk melekat pada permukaan gigi dan mukosa.2EnzimEnzim yang umumnya ditemukan di saliva berasal dari kelenjar saliva, bakteri, leukosit, jaringan rongga mulut, dan makanan yang tertelan. Enzim utama adalah amilase parotis. Enzim saliva tertentu ditemukan mengalami peningkatkan konsentrasi pada penyakit periodontal, yaitu hialuronidase, lipase, -glukoronidase, kondroitin sulfatase, aspartat aminotransferase, alkalin fosfatase, asam amino dekarboksilase, katalase, peroksidase, dan kolagenase.2Enzim proteolitik di saliva dihasilkan oleh host dan bakteri rongga mulut. Enzim-enzim ini merupakan kontributor pada awal dan perkembangan penyakit periodontal. Untuk melawan enzim-enzim ini, saliva memiliki antiprotease yang menghambat cyteine protease seperti katepsin dan antileukoprotease yang menghambat elastase. Antiprotease yang lain, dikenali sebagai tissue inhibitor of matrix metalloproteinase (TIMP), berperan dalam menghambat aktivitas enzim perusak kolagen.2Glikoprotein mucin dengan berat molekuler tinggi di saliva mengikat secara spesifik ke banyak bakteri yang membentuk plak. Interaksi bakteri glikoprotein mempermudah penumpukan bakteri di permukaan gigi yang terpapar. Kekhususan dari interaksi ini telah dibuktikan. Matriks antar bakteri plak manusia tampaknya mengandung polimer yang mirip dengan glikoprotein saliva yang dapat membantu dalam menjaga integritas plak. Selain itu, glikoprotein selektif menyerap ke hidroksiapatit untuk membuat bagian dari pelikel diperoleh. Glikoprotein saliva lainnya menghambat penyerapan beberapa bakteri pada permukaan gigi dan sel-sel epitel mukosa oral. Aktivitas ini tampaknya berkaitan dengan glikoprotein yang memiliki reaktivitas kelompok darah. Efek mucin yang lain adalah delesi sel bakteri dari rongga mulut melalui agregari dengan lapisan kaya mucin.2Glikoprotein dan glikolipid ada di permukaan sel mamalia yang bertindak sebagai reseptor untuk perlekatan beberapa virus dan bakteri. Sehingga, kemiripan antara sekresi glikoprotein saliva dan komponen permukaan sel epitel menunjukkan bahwa sekresi dapat menghambat penyerapan antigen secara kompetitif dan sehingga dapat membatasi perubahan patologis.2Salivary Buffers dan Faktor KoagulasiPenjagaan konsentrasi ion hidrogen fisiologis (pH) di permukaan sel epitel mukosa dan permukaan gigi merupakan salah satu fungsi penting salivary buffers. Efek utamanya telah dipelajari berhubungan dengan karies gigi. Pada saliva salivary buffer yang terpenting adalah sistem bikarbonat-asam karbonat.2Saliva juga mengandung faktor koagulasi (faktor VIII, IX, dan X; plasma thromboplastin antedecent [PTA]; faktor Hageman) yang mempercepat koagulasi darah dan menjaga luka dari invasi bakteri. Enzim fibrinolitik juga hadir.2LeukositSelain sel epitel terdeskuamasi, saliva mengandung seluruh bentuk leukosit, yang mana sel utamanya adalah PMN. Jumlah PMN bervariasi antar manusia dan berubah-ubah setiap waktu dan meningkat pada gingivitis. PMN mencapai rongga mulut dengan bermigrasi melalui pinggir sulcus gingiva. PMN hidup di saliva sering disebut sebagai orogranulocytes, dan laju migrasi ke rongga mulut disebut orogranulocytic migratory rate. Beberapa peneliti yakin bahwa laju migrasi berhubungan dengan derajat keparahan inflamasi gingiva dan sehingga merupakan indeks penting dalam menilai gingivitis.2Peran dalam Patologi PeriodontalSaliva memiliki peran yang penting dalam inisiasi plak, maturasi plak, dan metabolisme plak. Aliran saliva dan komposisinya juga mempengaruhi pembentukan kalkulus, penyakit periodontal, dan karies. Pengangkatan kelenjar saliva pada hewan coba meningkatkan insidensi karies dan penyakit periodontal secara signifikan, juga memperlambat penyembuhan luka.2Di manusia, peningkatan penyakit inflamasi gingiva, karies gigi, dan destruksi gigi yang cepat berhubungan dengan karies servikal atau semental yang sebagian merupakan konsekuensi dari penurunan sekresi kelenjar saliva (xerostomia). Xerostomia dapat berasal dari sialolithiasis, sarcoidosis, Sjgrens syndrome, Mikuliczs disease, radiasi yang salah, pengangkatan kelenjar saliva, dan faktor lain.2

Pembesaran gingivaBertambahnya ukuran gingiva adalah tanda umum penyakit gingiva, seringkali disebut gingival enlargement atau gingival overgrowth. Klasifikasi pembesaran gingiva menurut faktor etiologis dan patologis dapat diuraikan sebagai berikut:1. Pembesaran inflamatoria. Kronisb. Akut2. Pembesaran dipengaruhi obata. Informasi generalb. Anti konvulsic. Imunosupresord. Calcium channel blockers3. Pembesaran dipengaruhi penyakit/kondisi sistemika. Pembesaran terkondisi1. Kehamilan2. Pubertas3. Defisiensi vitamin C4. Gingivitis plasma sel5. Pembesaran terkondisi non-spesifik (granuloma pyogenikum)b. Penyakit sistemik penyebab pembesaran gingiva1. Leukimia2. Penyakit granulomatosa4. Pembesaran Neoplastika. Tumor benignb. Tumor maligna5. Pelabaran semu

Menurut lokasi dan distribusi, pembesaran gingiva diklasifikasikan sebagai berikut:a. Localized : terbatas pada perlekatan gingiva pada satu atau beberapa gigi.b. Generalized : melibatkan gingiva di seluruh mulutc. Marginal : terbatas pada marginal gingivad. Papillary : terbatas pada papila interdentale. Diffuse : melibatkan marginal dan attached gingiva dan papilaf. Discrete : dungkul yang terisolasi, pembesaran seperti tumor

Derajat pembesaran gingiva diberi skor sebagai berikut: Grade 0 : tak ada pembesaran gingiva Grade I : pembesaran terbatas pada pepila interdental Grade II : pembesaran melibatkan papila dan marginal gingiva Grade III : pembesaran terjadi pada atau lebih mahkota.

1. Pembesaran inflamatoriPembesaran gingiva dapat terjadi karena perubahan inflamasi akut atau kronis; perubahan kronis yang lebih sering terjadi. Pembesaran inflamatori pada umumnya adalah komplikasi sekunder dari tipe pembesaran lain, menyebabkan kombinasi pembesaran gingiva. a. Pembesaran inflamatori kronisGejala klinis. Pembesaran inflamatori kronis gingiva berasal dari penggelembungan ringan dari papila interdental dan marginal gingiva. Pada early stage, terbentuk tonjolan disekitar gigi. Tonjolan ini dapat semakin membesar hingga menutupi mahkota gigi. Pembesaran dapat terlokalisir maupun tergeneralisasi, tumbuhnya lambat dan tidak sakit, kecuali jika terjadi komplikasi infeksi atau trauma. Terkadang pembesaran ini terjadi dalam bentuk dungkul seperti tumor pada interproksimal, marginal atau attached gingiva. Dungkul ini dapat mengecil dengan sendirinya, diikuti dengan eksaserbasi dan pembesaran yang berlanjut. Ulser denga nyeri terkadang juga muncul diantara gingiva yang berdekatan. Etiologi. Pembesaran inflamatori kronis gingiva disebabkan oleh akumulasi dan retensi dental plak yang berkepanjangan, oral hygiene yang buruk, iritasi akibat kelainan anatomis, kesalahan restorasi, dan alat ortodonti.b. Pembesaran inflamatori akut.Abses gingiva. Terlokalisir, nyeri, lesinya cepat meluas. Biasanya terbatas pada marginal gingiva atau interdental papila. Pada early stages berwarna merah bengkak dengan permukaan yang halus dan licin. Dalam 24 -48 jam, lesi berubah menjadi berfluktuasi dan terdapat nanah. Gigi yang berdekatan akan lebih sensitif pada uji perkusi. Lesi ini dapat pecah secara spontan. Etiologi. Disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam jaringan. Lesi terbatas pada gingiva dan mirip dengan periodontal atau abses lateral.

2. Pembesaran akibat obat.Dikenal sebagai konsekuensi dari beberapa antikonvulsan, imunosupresor, dan calcium channel blocker, yang dapat menyebabkan masalah bicara, mastikasi, erupsi gigi, dan estetik. Gejala klinisnya tidak nyeri, berbetuk seperti manik-manik pada interdental papil hingga margin fasial-lingual gingiva. Kondisi ini dapat berkembang hingga pembesaran pada marginal dan papila bersatu, membungkus mahkota gigi; dan menyebabkan masalah oklusi. Pembesaran ini menyebabkan sulitnya kontrol plak sehingga menyebabkan proses inflamatori sekunder dan komplikasi. Perubahan inflamasi sekunder tidak hanya mempengaruhi ukuran lesi, namun juga menyebabkan warna kemerahan atau warna merah kebiruan, menghilangkan batas permukaan lesi, dan perdarahan. Lesi sering terjadi pada regio anterior maksila dan mandibula yang bergigi. Penyikatan gigi dengan pasta chlorhexidine dapat mengurangi inflamasi, namun tidak mengurangi pembesaran. Fibroblas pada jaringan radang lebih aktif akibat mediator inflamasi dan faktor endogen growth. Pembesaran dapat rekuren setelah tindakan bedah, kecuali pemakaian obat telah dihentikan.

3. Pembesaran akibat penyakit sistemik.Berbagai penyakit sistemik dapat termanifestasi pada rongga mulut, salah satunya pelebaran gingiva. Kondisi dan penyakit mempengaruhi periodonsium dengan mekanisme berikut:i. Pembesaran dari inflamasi yang diawali oleh plak.Kelompok penyakit ini dijelaskan pada bagian Pelebaran Terkondisi, termasuk kondisi hormonal, nutrisi, dan yang tak teridentifikasi.ii. Manifestasi penyakit sistemik secara bebas pada status radang gingiva.Kelompok ini dijelaskan pada Pelebaran Gingiva akibat Penyakit Sistemik dan Pelebaran Neoplastik.a. Pembesaran terkondisi.Terjadi saat kondisi sistemik memicu atau mendistorsi respon gingiva normal terhadap dental plak. Bakterial plak harus ada pada inisisasi pembesaran gingiva tipe ini. Namun plak bukan satu-satunya determinan pada gejala klinis yang muncul. Tiga tipe pembesaran gingiva terkondisi adalah hormonal, nutrisional, dan alergi.b. Pembesaran akibat penyakit sistemik.Berbeda penyakit, berbeda mekanismenya. Berikut adalah beberapa kasus yang cukup jarang terjadi. Leukimia. Pembesaran difus dari mukosa gingiva, ekstensi berlebihan dari marginal gingiva, atau masa seperti tumor pada interproksimal. Berwarna merah kebiruan, permukaan licin, konsistensi cukup padat, rapuh dan mudah berdarah. Terjadi pada leukimia akut, jarang pada leukimia kronis. Penyakit granulomatous.Lesi jaringan granulomatosa akut yang nekrosis pada saluran pernafasan dan ginjal. Terjadi ulserasi pada mukosa oral, pembesaran gingiva, mobilitas gigi, dan respon pemulihan yang lambat. Berwarna merah keunguan dan mudah berdarah. Penyebabnya tidak diketahui, tapi dianggap sebagai lesi yang termediasi imun. Sarkosidosis.Etiologinya tidak diketahui. Terjadi pada umur 20-30an, pada ras kulit hitam. Berwarna merah, licin, dan pertumbuhannya tidak menyebabkan nyeri.4. Pembesaran Neoplastika. Tumor benigna pada gingivaEpulis adalah sebutan umum untuk masa seperti tumor pada gingiva. Lebih dikenal sebagai tanda keradangan daripada suatu keadaan neoplastik.b. Tumor maligna pada gingiva Carcinoma Squamous cell carcinoma adalah tumor maligna yang sering ditemuka pada gingiva. Dapat berupa lesi eksofitik atau ulseratif. Tidak menimbulkan gejala. Melanoma malignaTumor maligna yang jarang terjadi pada palatum dan maksila pada orang tua. Berpigmen gelap dal lokal. Berasal dari melanoblas di gingiva, pipi, dan palatum. Sarkoma.Kaposi sarkoma sering muncul pada kavitas oral pasien dengan AIDS pada palatum dan gingiva.5. Pembesaran semu.Terjadi akibat pembesaran tulang atau gigi. Tak ada gejala abnormal pada gingiva kecuali ukuran yang lebih besar dari area sekitarnya.Infeksi Gingiva AkutNecrotizing Ulcerative GingivitisNecrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) merupakan penyakit mikrobial gingiva yang terjadi karena gangguan respons pada host. NUG dicirikan oleh adanya kematian dan peluruhan jaringan gingiva dan muncul dengan tanda-tanda dan gejala yang tertentu.2Gejala KlinisNUG biasanya diidentifikasikan sebagai penyakit akut. Meskipun begitu, istilah akut pada kasus ini merupakan gambaran klinis dan tidak boleh digunakan sebagai diagnosa karena tidak ada bentuk kronis dari penyakit ini. Akronim ANUG, meskipun sering digunakan, merupakan istilah yang salah. NUG sering mengalami penurunan keparahan tanpa dilakukan perawatan, memicu tahap subakut dengan gejala klinis yang lebih ringan. Sehingga pasien dapat memiliki riwayat remisi dan eksarsebasi, kondisi ini juga dapat kembali muncul pada pasien yang sebelumnya telah dirawat. Gigi yang terkena dapat terbatas pada satu gigi atau sekelompok gigi.2

Gambar 1. Kasus NUG yang menunjukkan adanya destruksi papila yang menyebabkan marginal contour tidak teratur.2NUG dapat menyebabkan destruksi jaringan yang meliputi alat perlekatan periodontal, terutama pada pasien dengan penyakit menahun atau penyakit imunosupresi yang parah. Saat terjadi resorbsi tulang, kondisi ini disebut necrotizing ulcerative periodontitis (NUP).2Riwayat. NUG dicirikan oleh onset yang mendadak, terkadang setelah terkena penyakit yang melemahkan atau infeksi saluran pernapasan akut. Perubahan gaya hidup, kerja terus-menerus tanpa istirahat yang cukup, nutrisi yang buruk, pemakaian tembakau, dan tekanan psikologis merupakan beberapa ciri yang sering ada di riwayat pasien.2Tanda di Rongga Mulut. Lesi NUG dicirikan sebagai lesi yang tampak tertekan, seperti kawah di puncak papilla interdental, yang kemudian meluas ke tepi gingiva dan jarang sampai ke gingiva yang melekat dan mukosa rongga mulut. Permukaan kawah (craters) gingiva diselimuti oleh luruhan pseudomembran berwarna abu-abu, dibatasi dari sisa mukosa gingiva oleh yang disebut linear erythema (Gb. 2). Lesi karakteristik NUG biasanya merusak gingiva secara progresif dan jaringan periodontal di bawahnya (Gb. 1).2

Gambar 2. Linear Erythema2`Pendarahan spontan gingiva atau pendarahan setelah stimulasi yang sangat kecil merupakan karakteristik klinis tambahan. Tanda lain yang sering ditemukan adalah bau tidak enak dan peningkatan salivasi.2NUG dapat terjadi pada rongga mulut yang sehat atau dapat menjadi penyakit tambahan setelah gingivitis atau pocket periodontal. Meskipun begitu, NUG atau NUO tidak selalu mengarah ke pembentukan pocket perodontal karena perubahan nekrotik mempengaruhi junctional epithelium; sedangkan junctional epithelium harus tetap hidup dalam pembentukan pocket yang dalam. NUG jarang ditemukan di rahang edentulous (tidak bergigi), namun lesi sferis yang terisolasi biasanya muncul di palatum molle.2Gejala di Rongga Mulut. Lesi NUG umumnya sangat sensitif bila disentuh, dan pasien sering mengeluh adanya rasa nyeri seperti tergigit yang menjalar setelah mengkonsumsi makanan panas atau pedas dan mengunyah. Juga terdapat rasa logam yang tidak enak, dan pasien juga menyadari adanya saliva pasty yang berlebihan.2Gejala-Gejala Sistemik dan Ekstraoral. Limfadenofati lokal dan sedikit peningkatan temperatur tubuh merupakan ciri umum dari tahap ringan dan menengah dari NUG. Pada tahap berat, mungkin terjadi demam tinggi, peningkatan denyut nadi, leukositosis, kehilangan nafsu makan, dan lesu. Reaksi sistemik lebih parah pada anak-anak. Insomnia, konstipasi, gangguan saluran cerna, pusing, dan depresi mental biasanya juga terlihat.2Pada kasus yang sangat jarang, efek samping yang berat, seperti gangrenous stomatitis atau noma, juga pernah dilaporkan.2Hubungan Bakteri terhadap Lesi Necrotizing Ulecerative Gingivitis (NUG)Mikroskop elektron dan cahaya telah lama digunakan untuk mempelajari hubungan bakteri terhadap karakteristik lesi NUG. Mikroskop cahaya menunjukkan bahwa eksudat di permukaan lesi nekrotik mengandung mikroorganisme yang secara morfologis berbentuk cocci, fusiform bacilli, dan spirochetes. Lapisan di antara jaringan nekrotik dan jaringan hidup mengandung jumlah fusiform bacilli dan spirochetes yang sangat banyak, selain leukosit dan fibrin. Spirochetes dan bakteri lain mengivasi jaringan hidupnya dibawahnya.2Spirochetes ditemukan sedalam 300 m dari permukaan. Sebagian besar spirochetes yang berada di jaringan yang lebih dalam secara morfologis berbeda dengan strain biakan Treponema microdentium. Spirochetes muncul di jaringan non-nekrotik sebelum bakteri lain muncul dan mungkin saja muncul dalam konsentrasi yang tinggi di interseluler epitel yang berdekatan dengan lesi ulcerated dan di jaringan ikat.2Smear dari lesi menunjukkan bakteri yang tersebar, sebagian besar merupakan spirochetes dan fusiform bacilli, sel epitel yang luruh, dan terkadang PMN. Spirochetes dan fusiform bacilli umunya ditemukan dengan spirochetes, vibrio, dan filament rongga mulut lainnya.2DiagnosaDiagnosa didasarkan pada penemuan klinis dari nyeri gingiva, ulserasi, dan pendarahan. Smear bakteri tidak harus selalu dilakukan dan merupakan diagnosis pasti karena gambaran bakteri tidak begitu berbeda dengan yang berada di marginal gingivitis, pocket periodontal, perikoronitis, atau primary herpetic gingivostomatitis. Namun pemeriksaan bakteri tetap berguna pada differential diagnosis NUG dan infeksi spesifik rongga mulut seperti difteri, thrush, aktinomikosis, dan streptococcal stomatitis.2Pemeriksaan mikroskop dari spesimen biopsi tidak cukup spesifik untuk menjadi diagnosa. Pemeriksaan mikroskop dapat digunakan untuk membedakan NUG dari infeksi spesifik, seperti tuberkulosis, atau penyakit neoplastik, namun tidak dapat membedakn NUG dan kondisi nekrotik lain yang asalnya tidak spesifik seperi pada trauma atau pengobatan yang bisa menyebabkan nekrosis jaringan.2Differential Diagnosis. NUG harus dibedakan dari kondisi lain yang tampak seperti itu, contohnya herpetic gingivostomatitis; periodontitis kronis, desquamative gingivitis; streptococcal gingivostomatitis; aphtous stomatitis; gonococcal gingivostomatitis; difteri dan lesi karena sifilis; tuberculous gingival lesion; candidiasis, agranulositis, dan dermatosa (pephigus, erythema multiforme, dan lichen planus); dan stomatitis venenanta. Pilihan perawatan bagi penyakit-penyakit ini sangatlah berbeda, dan perawatan yang tidak tepat dapat memperparah kondisi. Pada kasus primary herpetic gingivostomatitis, diagnosa awal dapat menghasilkan rencana perawatan dengan penggunan obat anti-virus yang tidak efektif terhadap NUG, sedangkan perawatan kasus herpes debridement yang diharuskan pada kasus NUG dapat memperparah herpes.2EtiologiPeran Bakteri. Pendapat mengenai apakah bakteri merupakan faktor penyebab di NUG masih berbeda-beda. Beberapa pengamatan mendukung bakteri sebagai penyebab NUG karena spirochetes dan fusiform bacilli selalu ditemukan pada penyakit ini. Loesche et al mendeskripsikan flora dominan yang konstan ditemukan pada NUG yang terdiri dari Prevotella intermedia, selain spesies Fusobacterium, Treponema, dan Selenomonas.2Peran Respons Host. Meskipun beberapa bakteri spesifik terlibat dalam etiologi NUG, kehadiran organisme ini saja tidak cukup untuk menyebabkan penyakit ini.2Peran gangguan respons host pada NUG telah lama dikenali. Bahkan di gambaran awal penyakit ini NUG sudah dikaitkan dengan tekanan fisik dan psikologis dan menurukan resistansi terhadap infeksi. NUG tidak ditemukan pada individu dengan gizi yang baik dan sistem imunnya berfungsi depenuhnya. Seluruh faktor prediposisi NUG berkaitan dengan imunosupresi.2Sangatlah penting bagi dokter gigi untuk menentukan faktor predisposisi yang memicu imunodefisiensi di NUG untuk mengatasi kerentanan lanjutan pasien dan untuk menentukan apakah ada penyakit sistemik yang mendasari. Imunodefisiensi dapat berhubungan pada berbagai macam tingkat defiseinsi nutrisi, kelelahan disebabkan gangguan tidur kronis, kebiasaan (contoh: penggunaan alkohol dan obat-obatan), faktor psikososial, atau penyakit sistemik. Yang terpenting adalah, NUG mungkin menunjukkan adanya gejala imunosupresi yang berkaitan dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV).2Faktor Predisposisi Lokal. Gingivitis yang sudah lama, luka di gingiva, dan merokok merupakan faktor predisposisi yang penting. Meskipun NUG mungkin tampak pada rongga mulut yang bebas penyakit, seringkali NUG muncul bersamaan dengan penyakit gingiva kronis dan pocket periodontal. Pocket periodontal yang dalam dan flap perikoronal merupakan area yang rawan karena memiliki lingkungan yang cocok untuk proliferasi fusiform bacilli dan spirochetes yang bersifat anaerob. Area traumatisasi gingiva oleh gigi lawan pada maloklusi, seperti permukaan palatum di belakang gigi anterior rahang atas dan permukaan gingiva labial gigi anterior rahang bawah, dapat menjadi predisposisi NUG.2Faktor Predisposisi Sistemik Defisiensi NutrisiGingivitis nekrotik dapat dihasilkan dengan memberi diet kurang nutrisi pada hewan coba. Defisiensi nutrisi (contoh: vitamin C, vitamin B2) menambah tingkat keparahan perubahan patologis yang terpicu saat kompleks bakteri fusospirochetal diinjeksikan ke hewan coba. Penyakit yang MelemahkanPenyakit sistemik yang melemahkan dapat menjadi predisposisi perkembangan NUG. Gangguan sistemik termasuk penyakit kronis (contoh: sifilis, kanker), penyakit saluran cerna yang berat (contoh: kolitis ulseratif), dyscrasia darah (contoh: leukimia, anemia) dan AIDS. Defisiensi nutrisi yang disebabkan penyakit yang melemahkan dapat menjadi faktor predisposisi tambahan. Leukopenia yang dipicu secara eksperimental pada hewan coba dapat menyebabkan ulcerative gangrenous stomatitis. Lesi ulseronekrotik tampak di tepi gingiva hamster yang terpapar irradiasi di seluruh tubuh, lesi ini dapat dicegah dengan antibiotika sistemik.2Primary Herpetic GingivostomatitisPrimary herpetic gingivostomatitis adalah infeksi di rongga mulut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1). Penyakit ini sering dialami oleh bayi dan anak-anak di bawah 6 tahun, namun juga bisa dialami remaja dan dewasa. Frekuensi penyakit ini seimbang antara laki-laki dan wanita. Meskipun begitu, pada sebagian besar pasien, infeksi primernya bersifat asimptomatis.2Gejala KlinisTanda di Rongga Mulut. Primary herpetic gingivostomatitis muncul sebagai lesi diffuse, erythemathous, dan mengkilap di gingiva dan mukosa oral yang berdekatan, dengan derajat edema dan pendarahan gingiva yang berbeda. Pada tahap awal, primary herpetic gingivostomatitis dicirikan oleh adanya vesikel berlainan, sferis, dan keabuan, yang mungkin terjadi di gingiva, mukosa labial dan bukal, palatum molle, faring, mukosa sublingual, dan lidah (Gb. 3). Setelah kira-kira 24 jam, vesikel pecah, dan membentuk ulser kecil yang sakit dengan tepi berwarna merah, tinggi dan bagian tengah berwarna putih keabuan atau kekuningan yang mengalami depresi (Gb. 4). Ini terjadi di area yang berjauhan atau di kelompok dimana terdapat perkumpulan vesikel.2

Gambar 3. Primary herpetic gingivostomatitis tahap awal2

Gambar 4. Primary herpetic gingivostomatitis tahap lanjutan2Lamanya penyakit ini terbatas hingga 7 sampai 10 hari. Diffuse gingival erythema dan edema yang muncul pada awal penyakit bertahan beberapa hari setelah lesi ulseratif sudah sembuh. Jaringan parut tidak terjadi pada area ulserasi yang sudah sembuh. 2Gejala di Rongga Mulut. Penyakit ini diikuti oleh rasa nyeri keseluruhan pada rongga mulut, yang menganggu makan, minum dan kebersihan mulut. Vesikel yang sudah pecah merupakan lokasi focal rasa nyeri dan sensitif terhadap sentuhan, perubahan suhu, makanan seperti bumbu dan jus buah, dan makanan keras dan kasar. Pada bayi, penyakit ini ditandai oleh iritabilitas dan penolakan terhadap makanan. 2Gejala Sistemik dan Ekstraoral. Umumnya berupa adenitis servikal, demam 38 C sampai 40 C, dan malaise.2DiagnosaDiagnosa biasanya ditegakkan dari riwayat pasien dan temuan klinis. Bahan dapat diambil dari lesi dan diperiksa di laboratorium untuk uji konfirmasi, termasuk kultur virus dan uji imunulogis menggunakan teknik hibridisasi antibodi monoklonal atau deoxyribonucleic acid (DNA). Tes-tes ini tidak boleh menunda perawatan bila sudah ada bukti klinis yang kuat mengenai adanya primary herpetic gingivostomatitis.2Differential Diagnosis Erythema multiforme Stevens-Johnson syndrome Bullous lichen planus Desquamative gingivitis Recurrent apthous stomatitis (RAS)2PerikoronitisIstilah perikoronitis mengacu pada keradangan gingiva yang berhubungan dengan mahkota gigi yang belum erupsi secara sempurna. Perikoronitis terjadi paling sering di daerah molar ketiga rahang bawah. Perikoronitis bisa menjadi akut, subakut, atau kronis.2

Gambar 5. Perikoronitis2Gejala KlinisMolar ketiga rahang bawah yang impaksi atau erupsi sebagian merupakan lokasi paling umum perikoronitis. Sela di antara mahkota gigi dan flap gingiva di atasnya (operculum) merupakan area yang ideal untuk akumulasi sisa makanan dan pertumbuhan bakteri. Bahkan pada pasien tanpa tanda dan gejala klinis, flap gingiva seringkali mengalami radang kronis dan infeksi. Dan memiliki derajat ulserasi yang berbeda-beda sepanjang permukaan dalamnya. Radang akut merupakan kemungkinan yang selalu ada dan dapat diperparah oleh trauma, oklusi, atau benda asing yang terjebak di bawah flap jaringan (contoh: sisa popcorn dan kacang).2Perikoronitis akut ditandai dengan derajat inflamasi yang berbeda-beda di flap perikoronal dan struktur yang dekat. Cairan inflamasi dan eksudat seluler meningkatkan ukuran flap, yang kemudian dapat mengganggu penutupan rahang dan dapat mengalami trauma oleh kontak dengan rahang lawan.2Gamabaran klinisnya berupa lesi merah, bengkak, bernanah, yang lunak, dengan rasa nyeri yang menjalar samapai ke telinga, tenggorokan, dasar mulut. Pasien sangat tidak nyaman karena rasa yang tidak enak dan ketidakmampuan untuk menutup mulu, selain juga karena rasa nyeri. Pembengkakan pipi dan limfadenitis merupakan temuan yang sering. Trismus juga mungkin menyebabkan keluhan. Pasien juga dapat memiliki komplikasi sistemik seperti demam, leukositosis, dan malaise.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Perry, Dorothy A & Beemsterboer, Phyllist. 2007. Periodontology For the Dental Hygienist. Ed 3. Elsevier : Missouri2. Carranza, et.al. 2012. Clinical Periodontology. Ed 11. Elsevier : Missouri3. Popova, Chr, et al. 2007. Dequamative gingivitis as a symptom of different mucocutaneus disorde. Jurnal of IMAB-anual proceeding.4. Richard, andrea. 2005. Desquamative gingivtis : investigation, Diagnosis, and treatment management in practice. Case report : Birmingham Dental Hospital, UK5. Robinson, NA. 2003. Desquamative gingivitis : A sign of mucocutaneous disorder-a review. Austraulian Dental Journal6. Scully, Crispian, et al. 2010. Oral medichine and pathology at a glance. Blackwell Publishing : United Kingdom