12
Kilang Padi Pembawa Rezeki Kilang Padi Pembawa Rezeki Kesederhanaan dan kejujuran menjadi kunci keberhasilan bagi peng- usaha kilang padi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Tadi- nya modal usaha yang ia dapatkan dari bank hanya Rp 2 juta di tahun 1984. Namun di tahun 2008 meningkat menjadi Rp 2 miliar. Angka dua miliar ini dicapai setelah empat tahun terjadinya bencana Tsu- nami. Rupanya, bencana yang membuat sedih Ibu Pertiwi ini tidak berpengaruh terhadap usaha kilang padinya. 1 01_AtjEh_OKE.indd 1 12/3/08 10:08:02 AM

Kilang Padi Pembawa Rezeki

Embed Size (px)

Citation preview

1

Kilang Padi Pembawa Rezeki

Kilang PadiPembawa Rezeki

Kesederhanaan dan kejujuran menjadi kunci keberhasilan bagi peng­usaha kilang padi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Tadi­nya modal usaha yang ia dapatkan dari bank hanya Rp 2 juta di tahun 1984. Namun di tahun 2008 meningkat menjadi Rp 2 mili ar. Angka dua miliar ini dicapai setelah empat tahun terjadinya bencana Tsu­nami. Rupanya, bencana yang membuat sedih Ibu Pertiwi ini tidak berpengaruh terhadap usaha kilang padinya.

1

01_AtjEh_OKE.indd 1 12/3/08 10:08:02 AM

2

Pak Haji di depan tumpukan gabahnya yang siap untuk diolah. Hasil jerih payah Pak Haji, dan dukungan kredit perbankan, mengantarnya menjadi pengusaha kilang padi yang sukses di Banda Aceh.

Perjalanan dari pusat kota Banda Aceh menuju Desa Kilang Manyang, Sibreh, Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh

Darus salam, ditempuh tidak kurang dari setengah jam. Sepuluh me­nit menjelang desa tujuan di kiri kanan terhampar areal persawahan padi—salah satu komoditi unggulan Provinsi NAD—yang baru di­panen. Tampak pula dari kejauhan berjajar pegunungan Bukit Baris­an menambah indahnya panorama tanah rencong yang baru saja menggeliat menata kembali kehidupannya setelah bencana Tsuna­mi di akhir tahun 2004. Memasuki wilayah pedesaan yang banyak ditum buhi pohon kelapa, berdiri tegak bangunan kilang padi milik Haji Sanusi (39) di atas tanah seluas 1,7 ha, sekitar 1 km dari jalan raya kota Banda Aceh–Sigli.

Tadinya Pak Haji, demikian Haji Sanusi biasa dipanggil, ingi n memulai suatu usaha. Sebagai anak tunggal dari keluarga yang kurang mampu, Pak Haji ingin sekali meningkatkan taraf hidup ke­luarganya. Ia berpikir keras, usaha apa yang kiranya dapat dijalani­nya. Sementara, baik orang tua maupun paman­pamannya tidak pu­nya pengalaman usaha. Pada suatu ketika Pak Haji menyadari bahwa

01_AtjEh_OKE.indd 2 12/3/08 10:08:05 AM

3

Kilang Padi Pembawa Rezeki

tanah kelahirannya di ujung barat Indonesia ini kaya dengan hasil bumi berupa beras. Apa tidak sebaiknya mencoba membuka kios gabah? Naluri bisnisnya mengatakan demikian.

Namun, setiap usaha tentu butuh modal. Bagaimana menda­patkan modal itu? Beruntung Pak Haji mengenal salah seorang te­tangganya yang kebetulan seorang Kepala BRI Unit Sibreh, Aceh Besar—Pak Bukhari namanya. Singkat cerita, Pak Haji mengajukan permohonan kredit ke Bank BRI Unit Sibreh, dan modal kerja sebe­sar Rp 2 juta pada tahun 1984 berhasil diterimanya. Dengan modal usaha sebesar itu, dan dengan membaca basmalah serta yakin akan pertolong an Allah, ia memulai usahanya sebagai agen penya lur gabah. Bila Allah menghendaki, Pak Haji yakin akan mampu mem­berikan nafkah yang layak untuk keluarganya.

Maju Bersama KreditDengan ketekunan, keuletan, dan diiringi banyak doa, perlahan na­mun pasti usaha Pak Haji terus berkembang. Setiap dua tahun BRI Unit Sibreh memberikan kenaikan pinjaman kepadanya. Dari pinjam­an senilai Rp 2 juta meningkat menjadi Rp 8 juta, dari Rp 8 juta men­jadi Rp 15 juta, dan hingga tahun 1992 dan 1994 plafon pinjaman Haji Sanusi mencapai Rp 25 juta di tingkat BRI Unit.

Merasa tidak puas hanya sebagai penyalur beras, Pak Haji ingi n meningkatkan usahanya dengan memiliki mesin kilang padi sendiri. Untuk menambah modal usahanya, di tahun 1996 Pak Haji menga­jukan pinjaman ke BRI Cabang Banda Aceh dan memperoleh Rp 100 juta. Di tahun itulah titik awal perjalanan usaha Pak Haji menjadi pengusaha pengilangan padi. “Tadinya nitip ke orang untuk mengo­lah gabah. Nitip aja dapat untung, apalagi kalau mengolah sendiri, pasti untung yang diperoleh akan jauh lebih besar,” kenangnya.

Pak Haji mengakui, dengan mesin pengilangan yang baru dibeli, awalnya ia melakukan sendiri proses pemisahan gabah menjadi be­ras. Sering pukul 4 pagi, ia sudah menghidupkan mesin ki langnya dan baru berakhir pukul di malam harinya. Untuk itu ia menghasil­kan padi sebanyak 2 ton. Ia juga bisa menghentikan mesinnya pukul

01_AtjEh_OKE.indd 3 12/3/08 10:08:06 AM

4

2 siang, kemudian memasarkan hasil perolehannya itu ke agen­agen. Itu dilakukannya selama bertahun­tahun.

Rupanya usaha Pak Haji tidak sia­sia, karena sejak itu usahanya semakin berkembang pesat. Jika sebelumnya, dengan hanya sebagai penyalur gabah, riwayat pinjaman Pak Haji hanya mengalami pe­ningkatan dalam hitungan puluhan juta, namun sejak mendapat kan kredit Rp 100 juta, ia berhasil meyakinkan pihak bank untuk terus mengucurkan kreditnya berlipat dalam ratusan juta rupiah. Bahkan di awal pergantian milenium baru, tahun 2000, plafon pinjam an Pak Haji Sanusi mencapai angka Rp 1 miliar!

Angka satu miliar itu semakin melempangkan jalan Pak Haji menuju peningkatan usahanya menjadi lebih besar lagi. Tak puas dengan mesin pengilangan padi yang hanya mampu mengolah gabah 10 ton per harinya, akhirnya ia membeli mesin baru yang lebih besar, dan bersama 12 orang karyawannya mampu mengolah gabah 30 ton per hari. Saat itu plafon pinjaman Pak Haji sudah mencapai Rp 1,6 miliar pada tahun 2003. Sempat tertahan di angka itu pada tahun 2006, barulah pada awal tahun 2008, plafon pinjaman Pak Haji menyen tuh angka Rp 2 miliar!

“Uci Mita”: Mencari RejekiAda kiat menarik yang diterapkan Pak Haji untuk memperbesar pasarnya. Awalnya, untuk dapat menjual ke Medan, ia ha rus melalui agen, atau pihak kedua, di Banda Aceh. Ketidaktahuan terhadap jalur pemasaran inilah yang terus­menerus mengganggu pikirannya. “Jika orang lain bisa berjualan ke Medan, mengapa saya tidak,” demikian gejolak keinginannya. Jika dirinya mampu memotong satu rantai penjualan itu, maka dapat dipastikan keuntung an yang diperolehnya akan meningkat.

Setelah berpikir keras Pak Haji menemukan cara cerdas. Pada suatu hari, ia ikut menumpang truk pembawa padi seorang agen beras menuju Medan. Di sana ia bisa tahu ke mana beras­beras dari Aceh dijual ke agen penyalur di ibukota Provinsi Sumatera Utara itu. Sejak itu, tanpa melalui “tangan kedua” Pak Haji secara rutin me­

01_AtjEh_OKE.indd 4 12/3/08 10:08:06 AM

5

Kilang Padi Pembawa Rezeki

Salah satu dari 18 toko Pak Haji. Uci Mita artinya “Mencari Rezeki.” Ini menunjukkan semangat Pak Haji bahwa rezeki tidak datang begitu saja. Rezeki harus dicari.

ngirimkan berasnya ke Medan sebagai kota penjualan berasnya yang utama.

Dengan kapasitas pengolahan 30 ton gabah per hari, mau tidak mau Pak Haji harus membangun jaringan dengan pemasok gabah yang tersebar di provinsi Aceh. Beruntung dataran Aceh yang ber­bukit­bukit kaya akan hasil buminya, sehingga ia tidak pernah merasa kekurangan pasokan gabah. Musim panen padi di wilayah provinsi Aceh juga bervariasi. Saat petani di suatu kabupaten tidak lagi me­manen, maka Pak Haji mencari pemasok gabah dari kabupaten yang lain. Demikianlah yang terus dilakukannya agar roda mesin kilang padinya tetap berputar.

Kerja sama tidak hanya dilakukan dengan pemasok gabah, tetapi juga dengan pemilik kilang padi yang berukuran kecil. “Kita juga menampung beras hasil olahan mereka dan kita jual bersama­sama dengan beras di sini ke Medan,” papar bapak lima anak ini. “Saya tidak menutup kerja sama dengan siapa pun, asalkan secara jujur dan saling meng untungkan,” lanjutnya.

Pernah juga Pak Haji memasok beras untuk Dolog (Depot Lo­gistik). Namun saat ini sudah tidak lagi, kecu ali jika Dolog memint­

anya kembali. Ada perbedaan kualitas antara pasokan beras untuk Dolog dan untuk agen di Medan. Dolog mensyarat­kan beras kelas satu, atau be­ras super, sementara untuk agen di Medan cukup dikirim beras kelas tiga. Oleh agen be­ras kelas tiga ini diolah kem­

01_AtjEh_OKE.indd 5 12/3/08 10:08:09 AM

6

bali dan hasilnya kemudian didistribusikan ke wilayah­wilayah di Medan atau di luar Medan.

Selain beras, kilang padi Pak Haji juga menghasilkan produk sampingan berupa dedak. Dari 30 ton gabah per hari olahannya, yang menjadi padi biasanya 18 atau paling tinggi 20 ton beras. Tiga sampai empat ton menjadi dedak dan selebihnya menjadi sekam. Meskipun dedak hanya produk sampingan, namun menurut pria Aceh ini, hasil penjualannya juga turut memberikan andil untuk menambah pundi­pundi keuntungan usahanya. “Apa pun bisa dijadikan duit asal kita cerdas mengolahnya,” katanya membuka rahasia.

Dengan keuntungan yang cukup besar itu, Pak Haji terdorong untuk pandai­pandai mengelola keuangannya. Sebagian keuntungan yang diperoleh diinvestasikannya untuk sumber pendapatan yang lain, misalnya menambah jumlah toko hasil buminya, atau untuk membeli tanah dan rumah sebagai tabungan masa tuanya. Saat ini toko­tokonya yang tersebar di kota Banda Aceh sejumlah 18 buah. Pak Haji memberi nama tokonya “Uci Mita”, sama dengan merek be­ras hasil olahan kilang padinya. Uci Mita artinya “Mencari Rezeki.” Ini menunjukkan semangat Pak Haji bahwa rezeki tidak datang begi­tu saja. Rezeki harus dicari. Dan saat ini sudah banyak sumber rezeki

Proses pengilangan gabah menjadi beras untuk kemudian dimasukkan ke kantong-kantong plastik dan siap dikirim ke para agen.

01_AtjEh_OKE.indd 6 12/3/08 10:08:15 AM

7

Kilang Padi Pembawa Rezeki

yang dimilikinya. Selain rejeki dari kilang padi dan toko­tokonya, Pak Haji mengakui mendapatkan tambahan penghasilan dari menye­wakan tanah dan rumahnya.

Dalam hal pengelolaan keuntungan usaha yang diperoleh, sebe­narnya Pak Haji juga banyak mendapatkan masukan dari bank pem­beri kreditnya. Seperti diakui oleh Ali Akbar, Manajer Pemasar an Bank BRI Cabang Banda Aceh, Pak Haji cukup rajin berkonsultasi kepada Account Officer pihak bank pemberi kredit. Konsultasi yang diberikan kepada seorang debitur seperti Pak Haji ini merupakan salah satu bentuk pembinaan dari perbankan kepada debiturnya.

Pengelolaan pinjaman yang dilakukan Pak Haji juga patut di­jadikan contoh. Meskipun saat ini sudah mendapatkan pinjaman Rp 2 miliar, namun ia tidak ‘menghamburkan’ dana sejumlah itu untuk memperbesar usahanya. Pak Haji mengakui ia hanya mengambil da­nanya itu sesuai kebutuhan. “Saya baru mengambil separuhnya, yaitu Rp 1 miliar,” katanya. Ali Akbar menambahkan, dengan mengambil hanya sebagian terlebih dulu, itu akan membantu meringankan be­ban bunga yang harus ditanggung debitur.

Kesederhanaan juga menjadi salah satu kiat Pak Haji untuk menjadi orang yang berhasil. Pada saat ditemui di kilangnya, de ngan cuek­nya ia masih mengenakan sarung. Dengan Bahasa Indonesia yang diakuinya masih belepotan, jauh dari kesan seorang juragan padi yang kaya raya, ia memberikan berbagai penjelasan tentang perjalan­an usahanya dengan lancar. Kesederhanaan itu pula yang menurun kepada dua di antara lima puterinya yang mulai beranjak dewasa. Meskipun bapaknya sudah menyediakan fasilitas kendaraan bermo­tor atau antar­jemput mobil untuk sekolah, namun dua puterinya itu malah lebih suka menggunakan angkutan umum.

Pak Haji juga tidak memaksakan kepada anak­anaknya untuk mengikuti jejaknya menjadi pengusaha kilang padi. Ia memberikan kebebasan kepada mereka untuk menentukan jalan hidup masing­masing. Yang penting ia sudah memberikan jalan dan sarana kepada mereka untuk terus melanjutkan pendidikannya. “Saya tidak ingin anak­anak saya menjadi orang bodoh seperti bapaknya,” katanya

01_AtjEh_OKE.indd 7 12/3/08 10:08:15 AM

8

merendah. Maka, ia sudah menyediakan tabung an atas nama mere­ka untuk biaya pendidikan mereka nanti. “Anak saya yang pertama ingi n menjadi dokter,” ujarnya bangga.

Daerah Konflik dan BencanaSaat menjalankan usahanya, Pak Haji mengakui tidak ada kendala yang cukup berarti. “Semuanya lancar­lancar saja,” katanya mantap. Memang kadang­kadang ada piutang yang belum tertagih. Misalnya, pada bulan Oktober 2008 ada agen yang masih berutang Rp 600 juta kepadanya. Karena itu, untuk sementara ia tidak mengizinkan agen tersebut mengambil beras lagi sebelum utangnya dilunasi. Namun hal seperti ini jarang terjadi, dan biasanya tidak sampai dua puluh hari mereka sudah melunasi utangnya.

Kendala lain yang diakui Pak Haji adalah di saat masih terjadi ketegangan antara TNI dengan GAM. Dan itu diakuinya sebagai masa­masa yang sulit. Kebetulan, kilang padinya terletak di daerah konflik. Namun bagi Pak Haji, yang penting ia mampu membawa diri. Dia bisa bergaul secara baik dengan pihak GAM, dia juga men­jalin persaudaraan dengan pihak TNI. “Yang penting adalah mampu menjaga kata­kata kita, menjaga mulut kita,” demikian rahasianya.

Terhadap masyarakat sekitar pun Pak Haji punya jiwa sosial yang cukup tinggi. Suami Jusnia ini tak segan­segannya memberi­kan bantuan bagi para tetangganya yang membutuhkan. Karena itu, tidak heran jika tanpa dijaga seorang satpam pun gudang padi dan gabahnya aman­aman saja.

Akhir tahun 2004 merupakan saat­saat yang memilukan bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan rakyat Aceh khususnya. Be­tapa tidak, saat itu bencana Tsunami menyapu habis wilayah pan­tai perairan Aceh. Akibatnya, ratusan ribu warga meninggal dan hilang serta ratusan ribu lainnya terpaksa harus tinggal di barak­ba­rak pe ngungsian. Kerugian miliaran rupiah juga harus ditanggung pemerin tah daerah maupun rakyat Aceh. Beruntung, tempat tinggal dan kilang padi Pak Haji terletak cukup jauh dari pantai sehingga Tsunami tidak menenggelamkan dan mematikan roda bisnisnya. Se­

01_AtjEh_OKE.indd 8 12/3/08 10:08:15 AM

9

Kilang Padi Pembawa Rezeki

Bangunan kilang padi milik Haji Sanusi di atas tanah seluas 1,7 ha, mampu mengolah gabah 30 ton per hari.

bagaimana telah disinggung di atas, tetap bertahan di plafon pinjam­an Rp 1,6 miliar pada tahun 2003 hingga tahun 2006 menunjukkan bahwa bencana Tsunami tidak berdampak signifikan terhadap bisnis kilang padinya.

Pembinaan Bank Hal yang sangat membantu Pak Haji dalam mengembangkan usaha­nya adalah proses pengucuran kredit yang tidak terlalu lama—paling lama dua puluh hari. “Pro ses yang cepat dan tidak berbelit­belit sa­ngat membantu kelancaran usaha saya,” demikian puji Pak Haji ter­hadap pihak bank yang membantunya.

“Proses yang cepat dan tidak berbelit­belit itu terjadi karena kepatuhan Pak Haji dalam melengkapi persyaratan kredit,” ujar Ali Akbar menanggapi pujian Pak Haji terhadapnya. Persyaratan yang harus dilengkapi antara lain Izin Usaha Penggilingan Padi, SIUP, SITU, NPWP, Ijin Gangguan, dan lain­lain. “Tetapi untuk Pak Haji persyaratan itu boleh nyusul-lah,” ungkap Ali Akbar. Kebijakan

Kilang Padi Pembawa Rezeki

01_AtjEh_OKE.indd 9 12/3/08 10:08:18 AM

10

khusus untuk Pak Haji itu menunjukkan betapa pihak bank sudah sangat memercayainya. Bahkan, begitu percayanya pihak bank ter­hadap Pak Haji, jika ada seseorang yang mengajukan pinjaman ke bank berdasarkan referensinya, pinjaman itu akan turun dengan sa­ngat mudah dan cepat.

Hal yang pada awalnya memberatkan Pak Haji mengenai per­syaratan yang harus dipenuhinya adalah perpanjangan SITU (Surat Izin Tempat Usaha), karena setiap tahun harus dilakukan perpan­jangan. Namun, karena sifat dasar Pak Haji yang patuh terhadap per­syaratan apa pun, hal itu dapat diatasinya.

Setelah dana untuk debitur sudah terkucur, bukan berarti pihak bank berlepas tangan begitu saja. Pihak bank punya kewajiban untuk melakukan langkah pembinaan agar terjadi peningkatan produksi pihak debitur. Menurut Ali Akbar, langkah pembinaan itu dilakukan

dengan secara berkala mengunjungi pihak debitur untuk menanya­kan permasalahan apa yang mereka hadapi. Sebisa mungkin ketika debitur BRI akan mengambil suatu keputusan bisnis, mereka akan berkonsultasi dengan pihak pemberi kredit. Apakah mereka telah mengambil keputusan yang tepat, terutama dalam hal investasi.

Begitu juga Pak Haji Sanusi, biasanya di saat akan mengambil keputusan investasi, ia selalu berkonsultasi. Misalnya, dalam setahun ini ia memiliki keuntungan sebesar Rp 300 juta, sebaiknya keuntung­

Setelah dana untuk debitur sudah terkucur, bukan ber­arti pihak bank berlepas tangan begitu saja. Pihak bank punya kewajiban untuk melakukan langkah pembinaan agar terjadi peningkatan produksi pihak debitur. Menu­rut Ali Akbar, Manajer Pemasaran Bank BRI Cabang Banda Aceh, langkah pembinaan itu dilakukan den­gan secara berkala mengunjungi pihak debitur untuk menanyakan permasalahan apa yang mereka hadapi.

01_AtjEh_OKE.indd 10 12/3/08 10:08:18 AM

11

Kilang Padi Pembawa Rezeki

an itu diproyeksikan untuk apa, disetor ke bank atau diinvestasikan untuk apa? “Kita biasanya menanyakan, Pak Haji punya rencana un­tuk investasi apa, membuka toko atau lahan baru. Seperti itulah kita mengarahkan debitur kita,” ungkap Ali Akbar.

Permasalahan lain yang dialami Pak Haji tidaklah banyak, bi­asanya masalah musiman. Setelah panen, sediaan gabah atau beras yang dimiliki hanya sejumlah yang disimpan di gudang. Untuk me­nambah sediaan perlu menunggu tiga bulan lagi setelah masa panen. Namun saat ini Pak Haji sudah berhasil mengatasinya, yaitu dengan memasok gabah dari wilayah lain di Provinsi Nanggroe Aceh Darus­salam yang kebetulan masa panennya tidak berbarengan.

Hal yang krusial pada saat menawarkan kredit kepada calon de­bitur adalah menilai kesanggupan mereka dalam mengangsur. Dari omset yang mereka peroleh, berapa keuntungan yang nanti mereka dapatkan, dan jika dikurangi dengan angsuran masih adakah keun­tungan itu. “Kecuali jika seseorang datang untuk mengajukan kredit, maka pihak bank yang harus meyakinkan diri, berani tidak memberi­kan kredit untuk orang ini,” lanjut Ali Akbar setengah bercanda.

Jujur Adalah Kunci Kesederhanaan bukan satu­satunya falsafah hidup yang dianut Pak Haji. Bapak lima anak yang telah berangkat ke Tanah Suci tiga kali ini mengungkapkan, ada tiga kunci lain untuk mempertahankan ke­suksesannya dalam berbisnis maupun berhubungan dengan orang lain. Pertama, kejujuran. “Dari modal awal Rp 2 juta dan sekarang mening kat dipercaya oleh bank menjadi Rp 2 miliar, tanpa berbekal kejujuran itu orang tidak akan menaruh kepercayaan kepada kita,” ungkapnya. Kedua, memenuhi hak pekerjanya. Mengutip sabda Nabi, ‘bayarlah mereka sebelum kering keringatnya’, Pak Haji selalu mem­berikan upah kepada para pekerjanya begitu mereka selesai bekerja. Ketiga, memegang janji. Misalnya, jika sudah berjanji kepada orang untuk membayar tanggal 25, maka pada tanggal itulah kita harus me­menuhi janji. Dengan berpegang teguh pada janji, kita memberikan

01_AtjEh_OKE.indd 11 12/3/08 10:08:19 AM

12

kepastian, sehingga tingkat kepercayaan orang kepada kita akan se­lalu terjaga.

Kejujuran dan berpegang teguh pada janji juga diakui oleh Ali Akbar, yang dengan tekun melakukan pembinaan kepada Haji Sanu­si. Bahkan bukan hanya kejujuran, tetapi juga keluguan, kepolos an, dan selalu mengikuti arahan dan pembinaan dari pihak Bank itulah yang turut mengantarkan Pak Haji menuju keberhasilannya seka­rang. [] hari

01_AtjEh_OKE.indd 12 12/3/08 10:08:19 AM