26
Kewajiban Hukum Auditor JULY 11, 2013 BY FITRIRAHMAY 0 1. LINGKUNGAN HUKUM KECENDERUNGAN LITIGASI DI AMERIKA SERIKAT Kecenderungan penting dimulai pada tahun 1980-an, berlanjut dalam tahun 1990-an, dan sampai pada lahirnya Private Securities Litigation Reform Act pada tahun 1995. Kegagalan tersebut tidak mesti berasal dari kegagalan audit, tapi bisa juga karena adanya gugatan oleh para penggugat dan para penasehat hukumnya yang mencoba memangsa para auditor tanpa mengindahkan tingkat kesalahannya. 1. KEWAJIBAN MENURUT COMMON LAW Common Law adalah hukum yang tidak tertulis. Hukum ini berdasarkan atas keputusan pengadilan dan bukan atas hukum yang dibuat dan disahkan oleh pihak legislatif. Common law berasal dari prinsip-prinsip yang berdasarkan keadilan, alas an, dan hal-hal yang masuk akal, dan bukannya hukum hukum yang absolute, tetap, dan kaku. Prinsip-prinsip common law ditentukan oleh kebutuhan sosial masyarakat. Menurut common law, kewajiban hukum para CPA berkaitan luas dengan 2 pihak, yaitu para klien dan pihak ketiga. 1. KEWAJIBAN KEPADA KLIEN Seorang CPA berada dalam hubungan kontraktual langsung dengan klien. Dengan menyetujui untuk melaksanakan jasa bagi klien, CPA berperan sebagai kontraktor independen. Seorang akuntan bertanggung jawab kepada klien sesuai dengan hukum kontrak atau tort law (hukum yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi).

Kewajiban Hukum Auditor

  • Upload
    nunrul

  • View
    42

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kewajiban hukum auditor

Citation preview

Page 1: Kewajiban Hukum Auditor

Kewajiban Hukum AuditorJULY 11, 2013 BY FITRIRAHMAY

1.LINGKUNGAN HUKUMKECENDERUNGAN LITIGASI DI AMERIKA SERIKAT

Kecenderungan penting dimulai pada tahun 1980-an, berlanjut dalam tahun 1990-an, dan sampai pada lahirnya Private Securities Litigation Reform Act pada tahun 1995. Kegagalan tersebut tidak mesti berasal dari kegagalan audit, tapi bisa juga karena adanya gugatan oleh para penggugat dan para penasehat hukumnya yang mencoba memangsa para auditor tanpa mengindahkan tingkat kesalahannya.

1.KEWAJIBAN MENURUT COMMON LAWCommon Law adalah hukum yang tidak tertulis. Hukum ini berdasarkan atas keputusan pengadilan dan bukan atas hukum yang dibuat dan disahkan oleh pihak legislatif. Common law berasal dari prinsip-prinsip yang berdasarkan keadilan, alas an, dan hal-hal yang masuk akal, dan bukannya hukum hukum yang absolute, tetap, dan kaku. Prinsip-prinsip common law ditentukan oleh kebutuhan sosial masyarakat. Menurut common law, kewajiban hukum para CPA berkaitan luas dengan 2 pihak, yaitu para klien dan pihak ketiga.

1.KEWAJIBAN KEPADA KLIENSeorang CPA berada dalam hubungan kontraktual langsung dengan klien. Dengan menyetujui untuk melaksanakan jasa bagi klien, CPA berperan sebagai kontraktor independen. Seorang akuntan bertanggung jawab kepada klien sesuai dengan hukum kontrak atau tort law (hukum yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi).

1.Hukum Kontrak (Contract Law)Seorang auditor bertanggung jawab kepada klien atas pelanggaran kontrak, apabila ia :

• Menerbitkan laporan audit standar tanpa melakukan audit sesuai dengan GAAS.• Tidak mengirimkan laporan audit sesuai dengan batas waktu yang telah

disepakati.• Melanggar hubungan kerahasiaan klien.Apabila terjadi pelanggaran kontrak, biasanya penggugat akan mencari satu atau lebih jalan keluar sebagai berikut :

Page 2: Kewajiban Hukum Auditor

• Kewajiban spesifik tergugat dalam kontrak.• Kerugian keuangan langsung yang terjadi akibat pelanggran tersebut.• Kerugian terkait dan kerugian sebagai konsekuensi yang merupakan akibta tidak

langsung atas pelanggran tersebut.1.Hukum Kerugian (Tort Law)Tindaka merugikan adalah tindakan salah yang merugikan milik, badan, atau reputasi seseorang. Tindakan merugikan dapat dilakukan berdasarkan salah satu penyebab berikut ini :

• Kelalaian yang biasa (ordinary negligence), yaitu kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang biasa dilakukan secara wajar oleh orang lain dalam kondisi yang sama.

• Kelalaian kotor (gross negligence), kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang paling ringanpada suatu kondisi tertentu.

• Kecurangan (fraud), yaitu penipuan yang direncanakan, misalnya salah saji, menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan fakta yang material, sehingga dapat merugikan pihak lain.

 

1.KEWAJIBAN KEPADA PIHAK KETIGAPihak ketiga dapat didefinisikan sebagai seseorang yang tidak mengetahui tentang pihak-pihak yang ada di dalam kontrak. Menurut sudut pandang hukum, terdapat 2 kelompok pihak ketiga, yaitu :

• Pemegang hak utamaSeseorang yang namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai penerima utama laporan auditor.

• Pemegang hak lainnyaPihak ketiga yang namanya tidak disebutkan, seperti para kreditor, pemegang saham, dan investor potensial. Faktor-faktor lingkungan berikut telah memberikan sumbangan yang cukup berarti atas terjadinya perubahan tersebut :

• Konsep kewajiban telah berubah secara lambat namun signifikan untuk mewajibkan perlindungan pelanggan dari kesalahan pabrikan (kewajiban produk) dan dari kesalahan profesional (kewajiban jasa).

• Perusahaan bisnis dan kantor-kantor akuntan telah bertumbuh dalam ukuran yang memungkinkan mereka memikul dengan lebih baik bentuk tanggung jawab yang baru.

• Jumlah individu dan kelompok yang mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit telah bertumbuh dengan mantap.

Page 3: Kewajiban Hukum Auditor

Putusan-putusan pengadilan telah mengakui adanya 2 kategori pihak ketiga lain sebagai pemegang hak sebagai berikut:

• Golongan yang telah diketahui sebelumnya (foreseen class)Apabila klien menginformasikan kepada CPA bahwa laporan audit akan digunakan untuk mendapatkan pinjaman bank, maka semua bank merupakan pihak yang telah diketahui sebelumnya, namun para kreditor niaga dan pemegang saham potensial tidak tergolong dalam golongan yang telah diketahui sebelumnya. Konsep golongan yang telah diketahui sebelumnya tidak meliputi semua investor, pemegang saham, kreditor yang ada sekarang maupun yang akan datang.

• Pihak-pihak yang dapat diketahui sebelumnya (foreseeable parties)Perorangan atau entitas yang diketahui ataupun yang akan diketahui auditor akan mengandalkan laporan audit dalam membuat keputusan bisnis dan investasi digolongkan sebagai pihak-pihak yang dapat diketahui sebelumnya. Pihak yang dapat diketahui sebelumnya meliputi para kreditor, pemegang saham, dan investor yang ada sekarang maupun yang akan datang.

 

1.PEMBELAAN DALAM COMMON LAW            Pada umumnya auditor harus menggunakan kecermatan sebagai pembelaan dalam gugatan pelanggaran kontrak termasuk tuntuan ganti rugi atas kelalaian. Dalam hal tuntutan ganti rugi, pembelaan utama adalah bukti kecermatan atau kelalaian kontributif. Apabila menggunakan pembelaan berdasarkan kecermatan, auditor harus berusaha membuktikan bahwa audit tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan GAAS. Pada sebagian besar negara bagian, kelalaian kontributif ini merupakan bahan pembelaan bagi auditor hanya bila kelalaian tersebut secara langsung menyebabkan kegagalan auditor dalam melaksanakan tugasnya.

 

1.KEWAJIBAN MENURUT UNDANG-UNDANG SEKURITASUndang-undang sekuritas tergolong sebagai atau hukum negara (statutory law) yang ditetapkan oleh lembaga legislative pada tingkat negara nagian atau tingkat federal. Sebagian besar negara bagian memiliki undang-undang pengamanan surat berharga (blue sky laws) yang dimaksudkan untuk mengatur penerbitan dan perdagangan sekuritas dalam suatu negara bagian. Biasanya undang-undang ini mewajibkan pengarsipan laporan keuangan yang telah diaudit oleh suatu badan pengatur yang ditunjuk. Dua hukum federal di A.S. yang sangat mempengaruhi

Page 4: Kewajiban Hukum Auditor

auditor yang dikelola oleh Securities and Exchange Commission (SEC) adalah :

1.Undang-Undang Sekuritas tahun 1993 (Securities Act)Mewajibkan entitas melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit dalam laporan pendaftaran yang akan disimpan oleh SEC pada saat entitas tersebut untuk pertama kalinya menawarkan penjualan sekuritas kepada publik. Pengaruh utama undang-undang ini atas pihak-pihak yang terlibat dalam suatu gugatan dapat diringkas sebagai berikut :

Penggugat

• Setiap orang yang membeli atau mengakuisisi sekuritas seperti yang diuraikan dalam laporan pendaftaran, tanpa memandang apakah ia merupakan klien auditor atau tidak.

• Harus mendasarkan gugatannya pada dugaan pemalsuan yang material atau laporan keuangan yang menyesatkan yang ada dalam laporan pendaftaran.

• Apabila pembelian sekuritas dilakukan sebelum penerbitan laporan laba-rugi yang meliputi periode setidaknya 12 bulan setelah tanggal efektif laporan pendaftaran, penggugat tidak harus membuktikan adanya ketergantungan pada keandalan laporan yang tidak benar atau yang menyesatkan atau bahwa kerugian yang diderita diperkirakan sebagai akibat laporan keuangan tersebut.

• Tidak harus membuktikan bahwa auditor telah melakukan kelalaian atau kecurangan dalam mengesahkan laporan keuangan terkait.

Tergugat

• Memiliki beban untuk menegakkan kebebasan dari kelalaian dengan cara membuktikan bahwa ia telah melakukan investigasi yang memadai dan sesuai dengan itu memiliki dasar yang memadai untuk percaya, dan memang percaya bahwa laporan keuangna yang disahkan adalah benar pada tanggal laporan tersebut serta pada saat laporan pendaftaran menjadi efektif, atau

• Melalui pembelaan harus menunjukkan bahwa kerugian penggugat secara keseluruhan atau sebagian disebabkan oleh hal lain di luar laporan yang dianggap tidak benar atau menyesatkan tersebut.    

1.Undang-Undang Sekuritas tahun 1934 (Securities Exchange Act)Mewajibkan perusahaan publik dengan nilai aktiva di atas $5 juta dan memiliki lebih dari 500 pemegang saham untuk mengarsipkan laporan tahunannya berikut laporan keuangan yang telah diaudit pada SEC.

Terdapat kesamaan dan perbedaan dalam pengaruh dari pasal 10 dan 18 pada

Page 5: Kewajiban Hukum Auditor

pihak-pihak yang terlibat. Menurut kedua pasal tersebut, penggugat :

1.Dapat terdiri dari setiap orang yang membeli atau menjual sekuritas,2.Harus membuktikan adanya pernyataan yang secara material tidak benar atau

menyesatkan,3.Harus membuktikan ketergantungan untuk mengandalkan laporan terebut serta

kerugian yang timbul karena mengandalkan laporan tgersebut.Namun tanggung jawab penggugat berbeda menurut kedua pasal tersebut dalam hal membuktikan kecurangan auditor. Menurut pasal 18, penggugat tidak harus membuktikan bahwa auditor telah berlaku curang, namun dalam pasal 10, Peraturan 10b-5, menyatakan bahwa bukti tersebut diperlukan. Tergugat dalam gugatan pasal 18 harus membuktikan bahwa ia :

1.Telah bertindak dengan jujur.2.Tidak mengetahui tentang pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan.Hal ini berarti bahwa dasar minimum untuk kewajiban kelalaian kotor. Sesuai dengan itu, posisi auditor menurut pasal 18 sama seperti pada doktrin Ultramares menurut common law, dimana ia dianggap bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kelalaian kotor. Menurut pasal 18, seorang tergugat yang menderita kerugian, diperkenankan untuk menerima ganti rugi “out-of-pocket”, yang nilainya ditetapkan sebesar selisih antara harga kontrak dengan nilai riil pada tanggal transaksi. Apabila terdapat salah saji atau pengabaian, maka pada umumnya nilai riil pada tanggal transaksi akan digantikan dengan harga pasar.

Perbedaan Antara Undang-Undang Tahun 1933 dan tahun 1934

Undang-undang Sekuritas dapat diterapkan pada situasi yang berbeda. Undang-undang tahun 1933 diterapkan pada penjualan perdana sekuritas yang dapat terdiri dari modal saham dan obligasi kepada publik oleh korporasi penerbit , dimana undang-undang tahun 1934 diterapkan pada penjualan perdana dan perdagangan sekuritas di bursa sekuritas nasional. Perbedaan antara pasal 11 dari undang-undang tahun 1933 dengan pasal 10 dan 18 dari undang-undang tahun 1934, terletak pada :

• Penggugat• Bukti ketergantungan untuk mengandalkan laporan keuangan yang tidak benar

atau menyesatkan.• Kewajiban auditor atas kelalaian biasa.PRIVATE SECURITIES LITIGATION REFORM ACT TAHUN 1995

Page 6: Kewajiban Hukum Auditor

Undang-undang Private Securities Litigation Reform yang disahkan Kongres pada tahun 1995 dimaksudka untuk mengurangi litigasi yang ceroboh bagi auditor, perusahaan yang menjual sekuritasnya kepada publik, dan para pihak yang berafiliasi dengan penerbit sekuritas, seperti pejabat perusahaan, direktur, serta penasehat profesional.

Kewajiban Proporsional

Reform Act ini memperkenalkan dan memulai suatu sistem kewajiban proporsional dimana seorang tergugat yang tidak “mengetahui tindak pelanggaran” atas hukum sekuritas tetap bertanggung jawab berdasarkan suatu persentase tanggung jawab. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan paksa bagi para pihak yang tidak bersalah untuk menyelesaikan gugatan yang tidak terlampau berat di luar pengadilan daripada memepertaruhkan risiko bagi diri sendiri dengan kewajiban yang tidak proporsional atas kerugian dalam kasus tersebut. Tergugat yang “mengetahui tindak pelanggran” tetap betanggung jawab secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk semua kerugian yang dapat dinilai.

 

Menutup Kerugian Aktual

Reform Act juga menutup kerugian aktual yang timbul menurut Undang-undang sekuritas berdasarkan harga pembelian investor atas sebuah sekuritas dan harga perdagangan rata-rata selama periode 90 hari setelah tanggal informasi diterbitkan yang mengoreksi adanya salah saji dan pengabaian dalam laporan keuangan.

 

Tanggung Jawab untuk Melaporkan Tindakan Melanggar Hukum

Reform Act menetapkan persyaratan pelaporan baru kepada auditor yang mendeteksi atau menyadari adanya tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh pihak yang menerbitka sekuritas.

 

Perubahan Lain yang Diberikan oleh Reform Act

Page 7: Kewajiban Hukum Auditor

Reform Act juga memberikan kelonggaran lain bagi profesi akuntan. Undang-undang ini :

• Mewajibkan penggugat membayar imbalan dan pengeluaran yang layak bagi penasehat hukum yang digunakan oleh tergugat yang secara langsung terkait dengan litigasi yang diputuskan oleh pengadilan sebagai ceroboh dan tidak benar.

• Memberikan tenggang waktu untuk berusaha menyelesaikan masalah yang ada, sehingga dapat mengurangi biaya yang seringkali mendorong pihak yang tidak bersalah untuk mengajukan gugatan class action.

• Membatasi kerugian akibat tindakan hukum dengan cara menghapus kecurangan sekuritas sebagai dasar mengambil tindakan menurut Racketeer Influenced and Corrupt Organization Act, yang menjatuhkan hukuman tiga kali lipat.

• Membatasi hak pihak ketiga untuk menggugat dengan cara membatasi umlah berapa kali seseorang dapat menjadi wakil penggugat sebnayak tidak lebih dari lima class action selam aperiode 3 tahun dan dengan mewajibkan adanya alasan standar yang lebih ketat yang harus dipenuhi oleh penggugat.

• Perubahan tata cara bagaimana pengadilan menunjuk wakil penggugat dalam suatu class action untuk kepentingan para investor institusional yang pada umumnya memiliki kepetingan keuangan terbesar dalam ganti rugi tersebut serta untuk mengurangi adanya “perlombaan menuju ruang pengadilan oleh para penggugat profesional” yang pada umumnya hnaya memiliki kepentingan yang paling sedikit.

 

1.PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN LAIN            I.            KEWAJIBAN MENURUT RACKETEER INFLUENCED AND CORRUPT ORGANIZATION ACT (RICO)

          RICO memuat ketentuan perdata yang memperbolehkan semua orang ynag secara pribadi menjadi korban “pola kegiatan pemerasan” untuk menuntut rugi 3x lipat ditambah dengan penggantian imbalan untuk kuasa hukum. Bagaimanapun juga, para auditor akan tetap dinyatakan bersalah menurut RICO apabila pengadilan menyimpulkan bahwa hubungan antara auditor dengan klien telah melampaui batas peran tradisional auditing.

         II.            STANDAR PROFESIONAL DAN KEPUTUSAN HUKUM

AICPA telah membuat pernyataan berikut tentang pentingnya standar profesional dan kesaksian pakar yang meyakinkan tentang standar-standar tersebut :

Page 8: Kewajiban Hukum Auditor

• Standar komunikasi yang diperlukan diukur menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) dan GAAS yang spesifik, dan apabila tidak didapati adanya peraturan-peraturan atau kebiasaan yang spesifik, maka akan digunakan pandangan para pakar (CPA profesional).

• Para Juri (atau pengadilan dalam hal peradilan tanpa juri) tidak berwenang untuk mempertanyakan kebijaksanaan standar profesional.

Sebaliknya, pendirian SEC tentang standar profesional serta kesaksian pakar dari kalangan para auditor adalah sebagai berikut :

• Auditor memiliki kewajiban yang jauh melampaui batas GAAP dan GAAS yang spesifik atau kebiasaan profesional untuk berkomunikasi secara efektif tentang informasi yang material.

• Apabila GAAP dan GAAS ternyata memiliki kekurangan, maka SEC tidak ragu-ragu meminta badan yan berwenang untuk menetapkan standar kinerja yang berarti tanpa memperhatikan kesaksian pakar pada standar profesional.

 

      III.            MEMINIMALKAN RISIKO LITIGASI

Dari hasil analisis atas berbagai kasus pengadilan yang melibatkan apara CPA, direomendasikan sejumlah tindak pencegahan ynag perlu diambil oleh seorang CPA untuk meminimalkan risiko terjerat dalam litigasi :

• Menggunakan surat perikatan untuk semua jenis jasa profesional.• Melakukan investigasi yang menyeluruh atas klien prospektif.• Lebih menekankan mutu jasa daripada pertumbuhan.• Mematuhi sepenuhnya ketentuan profesional.• Mengakui keterbatasn ketentuan profesional.• Menetapkan dan menjaga standar yang tinggi ats pengendalian mutu.• Memperhatikan tindak pencegahan dalam perikatan tentang keterlibatan klien

dalam kesulita keuangan.• Mewaspadai risiko audit.

Page 9: Kewajiban Hukum Auditor

BAB IPENDAHULUAN

Auditor berfungsi memastikan bahwa representansi keuangan seutuhnya bebas dari bias dan tersaji secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Fungsi audit ini berkaitan dengan kerangka-kerangka konseptual seperti agency theory, information economics, permintaan dan penawaran audit, atribut-atribut produk audit, dan asuransi dan hipotesis informasi. Kesimpulan dasarnya adalah insentif-insentif ekonomi melandasi pihak-pihak untuk memiliki dan menawarkan suatu audit. Menurut Prof. Wallace, audit memenuhi 3 permintaan eksplisit, yaitu:1.    Permintaan akan adanya suatu mekanisme pengawasan2.    Permintaan bagi produksi informasi untuk memperbaiki keputusan-keputusan investor, dan3.    Permintaan bagi asuransi/jaminan agar terlindung dari kerugian yang diakibatkan oleh informasi yang menyimpang.Saran auditor untuk memperbaiki efisiensi operasi yang dilakukan klien menyebabkan biaya operasi dapat dihemat, seperti biaya properti dan asuransi kerugian keuangan menjadi lebih rendah, berkurangnya kerugian karena kesalahan-kesalahan, biaya jasa-jasa pendukung menjadi lebih rendah, dan semakin tinggi ketaatan pada peraturan. Ini merupakan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan audit oleh auditor.Suatu audit memungkinkan kreditor, banker, investor, dan pihak-pihak lain untuk menggunakan laporan keuangan dengan penuh keyakinan. Walaupun audit tidak menjamin ketepatan laporan keuangan, audit memberikan kepastian yang layak kepada para pemakai bahwa laporan keuangan entitas yang dimaksud menyajikan secara wajar, dalam semua yang material pada posisi keuangan, hasil-hasil operasi, dan arus kas yang sesuai GAAP. Suatu audit mempertinggi keyakinan pemakai bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material karena auditor adalah seorang yang independent, ahli yang objektif,

Page 10: Kewajiban Hukum Auditor

paham mengenai bisnis dan kewajiban-kewajiban pelaporan keuangan dan entitas yang bersangkutan.Laporan hasil audit berbeda secara signifikan dari satu negara dengan negara yang lain. Laporan ini ada yang hanya berupa laporan sederhana mengenai ketaatan terhadap kewajiban-kewajiban hukum hingga berupa suatu suatu laporan mengenai standar-standar dan prosedur-prosedur yang dipakai, lingkup audit, proses yang digunakan sampai dikeluarkannya pendapat audit, kesesuaian dengan standar akuntansi yang terkait, konsistensi dari standar akuntansi, auditing, dan pelaporan yang dipakai, pembebasan manajemen dari tugas-tugasnya.

BAB IIPEMBAHASAN

A.  KASUS AUDIT DI DALAM NEGERIMenerapkan proses GCG dalam suatu perusahaan bukanlah

Page 11: Kewajiban Hukum Auditor

merupakan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Apabila ketiga hal tersebut diatas masih belum dimiliki oleh perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa GCG bagi perusahaan hanya sebagai pemenuhan peraturan (formalitas) dan belum dapat dianggap sebagai bagian dari sistem pengawasan yang efektif.Mengamati kasus-kasus yang terjadi baik di BUMN maupun Perusahaan Publik, mungkin dapat disimpulkan sementara bahwa penerapan proses GCG masih setengah hati, belum dipahami dan diterapkan seutuhnya, terutama oleh top management sebagai pengambil keputusan strategis. Pembedahan kasus yang terjadi di perusahaan BUMN atas proses pengawasan yang efektif akan dapat menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama.Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas di dalam menyajikan laporan keuangan yang tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang semestinya. Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pelayanan publik, PT KAI memiliki business environment yang berbeda dengan perusahaan swasta lainnya dan merupakan pembelajaran yang menarik bagi semua badan pengawas perusahaan, terutama mengenai bagaimana seharusnya pengawasan yang efektif dapat dibangun.

Kasus Audit PT KAI1.    Permasalahan yang Dihadapi PT KAIUntuk memahami akar dari permasalahan yang terjadi, perlu dikaji beberapa hal yang signifikan terkait dengan masalah ini, yang mungkin merupakan sumber permasalahan dari tidak berjalannya

Page 12: Kewajiban Hukum Auditor

mekanisme pengawasan (oversight) di PT KAI. Misalnya, bagaimana proses penyusunan laporan keuangan yang berjalan selama ini? Apakah Komisaris (termasuk Komite Audit) terlibat di dalamnya? Mengapa Komisaris baru dapat mengidentifikasi permasalahan setelah laporan keuangan selesai diaudit oleh auditor eksternal? Bagaimana proses dan kualitas internal control yang ada? Apakah Komisaris dan Komite Audit berperan secara optimal dalam melakukan pengawasan (oversight)? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Ikatan Komite Audit Indonesia akan menyelenggarakan Forum Komite Audit 13. Forum ini akan membahas proses Good Corporate Governance (GCG) bagi Direksi, Komisaris, dan Komite Audit, khususnya dalam membangun pengawasan yang efektif.Kasus PT KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.Perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:a.    Masalah piutang PPNPiutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.

b.    Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

Page 13: Kewajiban Hukum Auditor

c.    Masalah persediaan dalam perjalananBerkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.d.   Masalah uang muka gajiBiaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.e.    Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN)BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan datang.2.    PenyelesaianUntuk menjawab pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan yang telah dijelaskan pada latar belakang, Ikatan Komite Audit Indonesia akan menyelenggarakan Forum Komite Audit 13. Forum ini akan membahas Proses Good Corporate Governance bagi Direksi, Komisaris, dan Komite Audit, khususnya dalam membangun pengawasan yang efektif.Tujuan Pembentukan Komite 131)   Menjadi forum pembelajaran bagi berbagai kalangan, termasuk Direksi, Komisaris, Komite Audit, Pejabat Negara (khususnya

Page 14: Kewajiban Hukum Auditor

Kementerian BUMN) maupun Auditor Eksternal didalam memahami proses Good Corporate Governance melalui bedah kasus nyata.2)   Memahami permasalahan secara komprehensif mengenai bagaimana membangun pengawasan yang efektif dan bagaimana sebaiknya badan pengawas baik Direksi, Komisaris dan Komite Audit menyikapi permasalahan ini.3)   Mendapatkan gambaran mengenai batasan dan ruang lingkup pelaksanaan peran dan tanggung jawab Komite audit, Komisaris, dan Direksi dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas penyusunan laporan keuangan.4)   Mendapatkan gambaran apakah due process telah berjalan dengan baik, khususnya yang menyangkut Komite Audit dan hal-hal apa saja yang perlu mendapatkan perhatian baik dari Direksi, Komisaris, maupun Komite Audit didalam membangun pengawasan yang efektif.

Page 15: Kewajiban Hukum Auditor

Kasus Audit Umum PT Kereta Api Indonesia (KAI)

Penerapan proses GCG dalam suatu perusahaanmerupakan proses yang tidak mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen dan pemahaman tentang bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan dalam perusahaan. Dalam perusahaan publik maupun di BUMN penerapan proses GCG belum diterapkan dan dipahami seutuhnya. Hal tersebut bisa dilihat dari kasus – kasus yang terjadi.

Seperti kasus audit umum yang dialami oleh PT KAI. Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas di dalam menyajikan laporan keuangan yang tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang semestinya. PT KAI memiliki business environment yang berbeda dengan perusahaan lainnya.

Permasalahan yang dihadapi PT KAI

Kasus ini bermuara dari perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris, khususnya ketua komite audit. Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.

Perbedaan pandangan tersebut bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:

1.      Masalah piutang PPNPiutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2 M, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor. Manajemen menganggap bahwa pemberian jasa yang dilakukannya tidak kena PPN, namun karena Dirjen Pajak menagih PPN atas jasa tersebut, PT KAI menagih PPN tersebut kepada pelanggan.

2.      Masalah Beban Ditangguhkan yang Berasal dari Penurunan Nilai PersediaanSaldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp 6 M yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum di amortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

3.      Masalah Persediaan Dalam PerjalananBerkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang RP 1,4 M yang dialihkan

Page 16: Kewajiban Hukum Auditor

dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.

4.      Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya ( BPYBDS ) Dan Penyertaan Modal Negara ( PMN )BPYBDS sebesar Rp 674,5 M dan PMN sebesar Rp 70 M yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

5.      Masalah Uang Muka GajiBiaya dibayar di muka sebesar Rp 28 Milyar yang merupakan gaji bulan Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.

Beberapa hal yang diidentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT Kereta Api, adalah :

1.      Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor eksternal.

2.      Komite audit tidak ikut dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit.

3.      Manajemen (termasuk auditor internal) tidak melaporkan pada komite audit, dan komite audit juga tidak menanyakannya.

4.      Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga ketika komite audit mempertanyakannya, manajemen merasa tidak yakin.

KESIMPULAN

1.      Perselisihan antara Dewan Komisaris dan Direksi sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih elegan.

2.      Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga akan sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu orang juru bicara yang mengatasnamakan seluruh Dewan Komisaris sehinnga Dewan Komisaris memiliki satu suara.

Page 17: Kewajiban Hukum Auditor

3.      Komunikasi Auditor Eksternal dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses audit suatu perusahaan.

4.      Komunikasi antara Komite Audit dengan Internal Auditor yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu fakttor yang turut memiliki andil dalam memicu kasus ini.

5.      Terkait dengan prinsip konsistensi yang harus diterapkan dalam akuntansi, perlu ditekankan bahwa pelaksanaan prinsip konsistensi dengan tetap berpegang pada pengetahuan dan prinsip akuntansi yang berlaku.

6.      Beberapa hal teknis yang perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan adalah PSAK yang khusus mengatur mengenai PSO (Public Service Obligation), IMO (Infrastrukture Maintenance and Operation), TAC (Track Access Charges), dan BPYBS sertakomputerisasi akuntansi dan penyederhanaan chart of account atau penyederhanaan sistem akuntansi.

SARAN

1.      Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.

2.      Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan.

3.      Komite Audit tidak bicara pada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris.

4.      Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.

5.      Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.

6.      Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat, dan full disclosure.

Page 18: Kewajiban Hukum Auditor

7.      Komite Audit menjebatani agar semua pihak di perusahaan trlibat aktif dalam pengawasan.