Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KETERBUKAAN INFORMASI PELAKU USAHA DALAM PERJANJIAN
JUAL BELI APARTEMEN SECARA PRE PROJECT SELLING
(Analisis Putusan No.224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
DEWI RARA PERTIWINIM : 11150480000056
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UINIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
KETERBUKAAN INFORMASI PELAKU USAHA DALAM PERJANJIAN
JUAL BELI APARTEMEN SECARA PRE PROJECT SELLING
(Analisis Putusan No.224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
DEWI RARA PERTIWI
NIM : 11150480000056
Pembimbing:
Drs. Hamid Farihi, M.A. Fitriyani, S.Ag., M.H.
NIP. 195811191986031001 NIP.197403212002122005
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UINIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Juli 2019
Dewi Rara Pertiwi
v
ABSTRAK
Dewi Rara Pertiwi. NIM 11150480000056. Keterbukaan Informasi PelakuUsaha Dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen Secara Pre Project Selling (AnalisisPutusan No.224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel). Program Studi Ilmu Hukum, FakultasSyariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440H/2019 M. 1x + 81 halaman + 34 halaman lampiran.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaiman keterbukaan informasipelaku usaha dalam perjanjian jual beli apartemen secara pre project selling gunamengetahui informasi yang harus diberikan pengembang apartemen kepadakonsumennya sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen. Dan untuk mengetahui putusan Pengadilan Negeri Jakarta SelatanNomor 224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel sudah sesuai dengan ketentuan hukum yangberlaku.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitiaan kualitatif denganmenggunakan pendekatan penelitian yuridis-normatif . penelitian yang dilakukanselain melakukan pengkajian terhaadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan dengan skripsi ini. Penelitijuga mengkaji studi putusan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengembang yang tidakterbuka dan transparan terkait informasi yang diberikan pada saat pemasaran danpenjualan apartemen dalam sistem pre project selling. Terdapat jugaketidakjelasan informasi terkait perjanjian antara pelaku usaha dan konsumenyang tertuang dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang diberikan olehpengembang. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam praktiknya, sistem preproject selling sering kali menempatkan konsumen pada situasi yang lemah danrawan terjadinya tindakan wanprestasi dari pelaku usaha. Serta hasil putusan darimajelis hakim yang menurut peneliti sudah cukup adil dan sesuai dengan aturanyang ada namun masih kurang efektifnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011tentang Rumah Susun karena belum memilki peraturan pelaksana dalam Undang-Undang tersebut.
Kata Kunci : Keterbukaan Informasi, Perjanjian Jual Beli, Apartemen, danPre Project Selling
Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, M.A. dan Fitriyani, S.Ag, M.H.Daftar Pustaka : Tahun 1934 sampai Tahun 2019
vi
KATA PENGANTAR
حیم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya peneliti
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TRANSPARANSI INFORMASI
PELAKU USAHA DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN
SECARA PRE PROJECT SELLING (ANALISIS PUTUSAN
NO.224/PDT.G/PN.JKT.SEL)”. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Peneliti sangat bersyukur karena telah menyelesaikan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Disamping
itu, peneliti banyak mendapat bantuan dan bimbingan serta arahan dari berbagai
pihak. Maka dari itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi
ini.
3. Terkhusus Drs. Hamid Farihi, M.A., dan Fitriyani S.Ag, M.H., Pembimbing
Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta
kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran
yang sangat berharga kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti
mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Anwari Sutisna dan Ibunda Siti
Syarifah serta anggota keluarga lainnya yang turut serta mendoakan serta
memberikan support dan motivasi kepada peneliti.
6. Hilman Kharist Kusuma Buana yang telah memberikan dukungan dan
semangat dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Terimakasih sudah
menemani peneliti.
7. Kepada teman-teman seperjuangan ilmu hukum angkatan 2015 yang telah
berjuang bersama-sama dan dan saling membantu dan mendukung selama
perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kepada sahabat-sahabat peneliti yang telah memberikan semangat, doa, dan
dukungan selama penulisan skripsi ini. Dan semua pihak yang telah
memberikan doa dan dukungan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
namun tidak mengurangi rasa terima kasih peneliti.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan yang telah
diberikan kepada peneiti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun bagi para pembaca
khususnya di bidang hukum bisnis.
Jakarta, 01 Juni 2019
Dewi Rara Pertiwi
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .....................................iii
LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................iv
ABSTRAK ...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR .............................................................................................vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .............................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................6
D. Metode Penelitian ................................................................................7
E. Sistematika Penelitian ..........................................................................10
BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI KETERBUKAAN
INFORMASI, PERJANJIAN JUAL BELI DAN APARTEMEN
A. Tinjauan terhadap Keterbukaan Informasi ...........................................12
B. Tinjauan terhadap Perjanjian dan Jual Beli ..........................................17
C. Tinjauan terhadap Apartemen...............................................................24
D. Kerangka Teori .....................................................................................29
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...................................................32
BAB III SISTEM PEMASARAN APARTEMEN SECARA PRE PROJECT
SELLING DAN PUTUSAN PERKARA NOMOR
224/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL
A. Profil PT Spektra Properti Indonesia ....................................................35
B. Penjualan Aparatemen dengan Sistem Pre Project Selling...................36
C. Posisi Kasus ..........................................................................................39
BAB IV ANALISIS TRANSPARANSI INFORMASI PELAKU USAHA
DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PERKARA
N0. 224/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL
A. Transparansi Informasi Pelaku Usaha Apartemen LA City .................45
ix
B. Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam Putusan
No.224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel .............................................................52
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................72
B. Rekomendasi .......................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................74
LAMPIRAN .............................................................................................................81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara dengan total jumlah penduduk terbanyak
keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari tahun ke
tahun jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Oleh karena
pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, tentunya membuat
kebutuhan dasar manusia juga semakin tinggi. Kebutuhan dasar atau
kebutuhan pokok tersebut terdiri dari makanan, pakaian, dan tempat
tinggal (pangan, sandang, dan papan). Salah satu kebutuhan yang sangat
mendasar yaitu dalam bidang papan atau tempat tinggal.
Setiap manusia pasti membutuhkan tempat tinggal atau rumah
sebagai tempat untuk berteduh dan melangsungkan kehidupannya. Selama
ini pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian
perkotaan dilakukan melalui pembangunan perumahan secara horizontal.
Akan tetapi kebutuhan akan permukiman dan perumahan pada lokasi yang
padat terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus
meningkat tidak seimbang dengan luas tanah/lahan yang semakin lama
semakin terbatas. Maka dari itu dibuatlah konsep pembangunan rumah
susun untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Alternatif pemecahan masalah kebutuhan akan perumahan dan
pemukiman salah satunya yaitu dengan melakukan pembangunan rumah
susun terutama di perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat,
karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah,
membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan
sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.1
Sebidang tanah dapat digunakan secara optimal untuk menjadi tempat
1 Arie S. Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya, (Jakarta: Badan PenerbitFakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998), h. 2
2
tinggal bertingkat yang dapat menampung sekian dan sebanyak mungkin
orang dengan adanya pembangunan rumah susun. Selain itu, optimasi
penggunaan tanah secara vertikal sampai beberapa tingkat akan lebih
efektif daripada optimasi penggunaan tanah secara horizontal melalui
adanya pembangunan rumah susun.2
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, kini
rumah susun lebih dikenal dengan sebutan apartemen. Apartemen
memiliki persamaan dengan rumah susun yaitu merupakan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
dan vertikal.3
Perbedaan apartemen dengan rumah susun yaitu apartemen
dibangun untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi kalangan menengah ke
atas sedangkan rumah susun dibangun untuk memenuhi kebutuhan hunian
bagi kalangan menengah kebawah. Fasilitas apartemen juga jauh lebih
lengkap daripada rumah susun seperti area parkir, arena bermain anak,
pusat kebugaran, pusat berbelanjaan, kolam renang, dan lain-lain. Selain
itu lokasi apartemen yang strategis yaitu dekat dengan wilayah perkotaan
dan tempat beraktivitas seperti kantor sehingga memudahkan para pekerja.
Perusahaan pengembang (developer) yaitu perusahaan yang
melakukan usaha di bidang pembangunan rumah, kawasan pemukiman
atau rumah susun. Adapun hasil pembangunan tersebut akan dijual kepada
pihak lain untuk memperoleh keuntungan (profit). Untuk dibangun suatu
konsep pengembangan properti yang kemudian unitnya dipasarkan guna
mendapatkan keuntungan, investor bertindak sebagai developer yaitu
2 Ridwan Halim, Hak Milik, Kondominium, dan Rumah Susun, (Jakarta: Puncak Karma1990), h. 299
3 Richard Eddy, Aspek Legal Properti-Teori, Contoh, dan Aplikasi, (Yogyakarta: PenerbitAndi, 2010), h. 19
3
dengan mengembangkan lahan yang dia beli (atau dikerjasamakan dengan
pemilik tanah).4
Dalam hal pemasaran dikenal istilah Pre Project Selling, yaitu
penjualan properti sebelum proyek dibangun. Pre Project Selling menjadi
tren pemasaran di Indonesia saat ini dimana pengembang (developer)
hanya memasarkan berupa gambar atau konsep saja. Pemasaran secara Pre
Project Selling dilakukan oleh pengembang untuk mengetahui respons
pasar atas produk properti yang akan dibangun (test the water). 5
Pre Project Selling dilakukan sebelum pembangunan apartemen
dilaksanakan, maka segala hal yang dijanjikan oleh pengembang
(developer) mengikat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Konsumen akan membayar sejumlah uang di muka kepada pengembang
(developer) kemudian diikuti pembayaran angsuran seiring dengan
berjalannya pembangunan sebagai tanda jadi untuk membeli sebuah unit
apartemen.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis putusan perkara
nomor 224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel yaitu mengenai kasus wanprestasi yang
dilakukan oleh pengembang Apartemen LA City kepada
pembeli/konsumennya. Dimana antara pengembang dan pembeli telah
sepakat dan menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
dengan Objek Perjanjian berupa Satu Unit Apartemen LA City.
Sesuai dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut,
pengembang akan melaksanakan penyerahan serah terima unit apartemen
sesuai dengan perjanjian. Namun, hingga lewat batas waktu yang telah
diperjanjikan pembangunan unit apartemen tak kunjung selesai. Sehingga
jelas pengembang telah cidera janji (wanprestasi).
4 Ida Bagus Ascharya Prabawa. Guide to Invest in Property, (Jakarta: Elex MediaKomputindo, 2016), h. 16-17
5 Luthvi Febryka Nola, 2017, Permasalahan Hukum dalam Praktik Pre-Project SellingApartemen, Majalah Info Singkat Hukum, Vol. IX, No. 18/II/Puslit/September/2017, h. 2
4
Keterbukaan informasi tentunya menjadi hal yang penting dalam
keterikatan hubungan antara pelaku usaha dengan konsumennya. Dimana
perlindungan konsumen salah satunya bertujuan untuk menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
Praktik pemasaran dengan cara Pre Project Selling ini tentunya
bisa menjadi permasalahan yang cukup signfikan, karena dapat
menempatkan konsumen dalam situasi penuh resiko akan terjadinya
wanprestasi. Menurut Pasal 1243 KUH Perdata seseorang dikatakan
melakukan wanprestasi apabila tidak terlaksananya apa yang telah
diperjanjikan; terlaksana tetapi tidak tepat waktu (terlambat); terlaksana
tetapi tidak seperti apa yang telah diperjanjikan; dan dilaksanakan akan
tetapi menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pembeli tentu memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang tertuang
dalam Pasal 4 huruf (c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang
dibuat oleh pengembang (developer) dengan pencantuman klausula di
dalam perjanian baku yang hanya ditentukan secara sepihak oleh
pengembang (developer), seringkali disalahgunakan oleh pelaku usaha
sehingga isi dari perjanjian tersebut lebih banyak menentukan kewajiban
dari konsumen dibandingkan dengan kewajiban dari pelaku usaha itu
sendiri. Bahkan tidak jarang di dalam perjanjian tersebut memuat klausula
eksonerasi yaitu klausula dengan pengecualian kewajiban dalam perjanjian
atau bisa dikatakan mengalihkan tanggungjawab pengembang (developer).
Dalam putusan perkara nomor 224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel, dapat
terjadi dikarenakan pengembang (developer) tidak transparan dalam
memberikan informasi terkait segala hal yang berkaitan dengan apartemen
kepada konsumennya. Maka pengembang (developer) telah melanggar
kewajiban pelaku usaha yang tertuang dalam pasal 7 Undang-Undang
5
Perlindungan Konsumen yaitu memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Dari pemaparan masalah di atas, ada masalah yang menarik untuk
diteliti yaitu mengenai kejelasan dan keterbukaan informasi yang
diberikan pengembang (developer) kepada konsumennya. Karena posisi
konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Karena
tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman)
kepada masyarakat. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang merupakan payung hukum
dan menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian
dengan judul “Keterbukaan Informasi Pelaku Usaha dalam Perjanjian
Jual Beli Apartemen Secara Pre Project Selling (Analisis Putusan
No.224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel)”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Permasalahan penelitian yang peneliti ajukan ini dapat
diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
a. Beberapa pelaku usaha (developer) kerap kali tidak memenuhi
kewajibannya dalam membangun apartemen seperti yang sudah
diperjanjikan dengan konsumen.
b. Klausula dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) apartemen
yang lebih berpihak kepada pelaku usaha.
c. Sistem Pre Project Selling yang rentan terhadap wanprestasi dari
pengembang (developer).
d. Kurangnya keterbukaan informasi dari pelaku usaha kepada
konsumennya mengenai pembangunan apartemen secara pre
project selling.
6
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga
pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan.
Di sini peneliti hanya akan membahas tentang keterbukaan informasi
yang diberikan oleh pelaku usaha dalam hal ini pengembang
(developer) Apartemen kepada konsumennya dengan cara pemasaran
Pre Project Selling.
3. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penelitian skripsi ini yaitu
mengenai transparansi informasi dari pelaku usaha dan batasan-batasan
dari perjanjian jual beli apartemen LA City secara Pre Project Selling.
Perumusan masalah tersebut dirinci dalam bentuk pertanyaan riset
sebagai berikut:
a. Bagaimana keterbukaan informasi pengembang apartemen LA
City kepada konsumennya?
b. Apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel sudah sesuai dengan penegakan
hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan
uraian yang dikemukakan dalam permasalahan, tujuan dalam
penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui informasi yang harus diberikan pengembang
apartemen kepada konsumennya.
b. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel sudah sesuai dengan
penegakan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
7
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari adanya penelitian ini yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat
menjadi bahan literatur atau tambahan informasi untuk melakukan
penelitian selanjutnya serta dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnnya di bidang perlindungan konsumen
terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli apartemen dengan sistem
Pre Project Selling.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada konsumen agar lebih cermat dalam melakukan
pembelian apartemen dan agar konsumen dapat memperjuangkan
hak-haknnya seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
D. Metode Penelitian
Dalam memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa informasi
yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis mempunyai
susunan yang sistematis dan konsisten.
1. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
penelitian yuridis-normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.6 Adapun
pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
6 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang:Bayumedia Publishing 2007), h. 57
8
dengan isu hukum yang sedang ditangani; pendekatan kasus (case
approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap; pendekatan
konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan
dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.7
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
dapat diartikan sebagai penelitan yang tidak mengadakan perhitungan.
Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah memperoleh pemahaman,
mengembangkan teori, dan menggambarkan secara kompleks.
3. Sumber Penelitian
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam suatu penelitian
dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan
dan/atau secara langsung dari masyarakat. Data yang diperoleh
langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang
diperoleh melalui bahan kepustakaan dan dokumentasi disebut data
sekunder.8 Jenis penelitian ini menggunakan data sekunder, bahan dan
sumber penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan
mempunyai kekuasaan hukum mengikat.9 Bahan dalam penelitian
ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah analisis
terhadap putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/Pn.Jkt.Sel.
7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2007), h. 93-95
8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: GhaliaIndonesia, 1990), h. 10
9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu TinjauanSingkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 14
9
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh peneliti
dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil
penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam
bentuk buku-buku dan dokumentasi yang biasanya disediakan di
perpustakaan atau milik pribadi peneliti.10 Data sekunder antara
lain mencakup Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 Tentang
Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, KUHPerdata, buku-buku terkait, jurnal,
artikel, dan sebagainya.
c. Bahan Tersier
Bahan tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
Kamus Hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
lain-lain.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan
menggunakan studi kepustakaan (library research) yaitu dengan
melakukan penelitian terhadap putusan pengadilan dan literatur yang
berkaitan dengan penelitian yang kemudian dianalisis dan diambil
kesimpulannya.
5. Teknik Pengolahan Data
Dari bahan hukum yang telah peneliti peroleh baik dalam aturan
perundang-undangan sebagai bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, maupun bahan tersier diklasifikasikan dan dihubungkan
secara sistematis. Pengelolaan data tersebut dilakukan secara dedukif,
yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum
terhadap permasalahan yang dihadapi.11
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.III (Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia, 1986), h. 112
11 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, ... h. 393
10
6. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu meliputi
kegiatan pengklasifikasian bahan hukum, editing, penyajian hasil
analisis dalam bentuk narasi, dan pengambilan kesimpulan.
7. Metode Penulisan
Penulisan ini mengacu kepada Buku Pedoman Penulisan Skripsi
Tahun 2017 yang disusun oleh Tim Penyusun Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Sistematika Penelitian
Penelitian ini disusun secara sistematik dan terbagi dalam lima bab.
Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab untuk lebih mengetahui
dan mempermudah dalam proses gambaran hasil penelitian ini. Adapun
urutan dan letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II Tinjauan Hukum Mengenai Keterbukaan Informasi, Perjanjian
Jual Beli dan Apartemen
Pada bab ini peneliti menguraikan tentang tinjauan-tinjauan
hukum mengenai keterbukaan informasi, perjanjian jual beli dan
apartemen. Selanjutnya membahas mengenai kerangka teori dan
tinjauan (review) kajian terdahulu.
BAB III Sistem Pemasaran Apartemen Secara Pre Project Selling dan
Putusan Perkara Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel
Berisikan hasil data penelitian. Pada bab ini peneliti
menguraikan tentang profil PT Spektra Properti Indonesia,
penjualan apartemen dengan sistem pemasaran secara pre
11
project selling, dan posisi kasus pada putusan Nomor
224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel
BAB IV Analisis Transparansi Informasi Pelaku Usaha dan Pertimbangan
Hakim dalam Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel
Bab ini memuat analisis dan interpretasi temuan. Peneliti
menyajikan analisis yang meliputi transparansi informasi pelaku
usaha Apartemen LA City, pertimbangan keputusan Hakim
terhadap putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel, dan
analisis peneliti.
BAB V Kesimpulan Hasil Penelitian dan Rekomendasi
Bab ini merupakan penutup dari penulisan hukum ini, memuat
tentang kesimpulan yang di ambil dari hasil penelitian dan
memberikan rekomendasi kepada para pihak yang terkait.
12
BAB II
TINJAUAN HUKUM MENGENAI KETERBUKAAN INFORMASI,
PERJANJIAN JUAL BELI DAN APARTEMEN
A. Tinjauan Terhadap Keterbukaan Informasi
1. Pengertian Keterbukaan Informasi
Informasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
ialah keterangan, pernyataan, gagasan, tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dan dibaca yang
disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun nonelektronik.
Salah satu rumusan HAM (Hak Asasi Manusia) yaitu
pengakuan hak setiap orang untuk berkomunikasi dan
mendapatkan informasi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 F
Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola,
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.”
Transparansi (Keterbukaan informasi) artinya kewajiban
bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam
proses keputusan dan penyampaian informasi. keterbukaan dalam
menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi
yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada
semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada hal-hal yang
13
dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda
pengungkapannya.1
2. Keterbukaan Informasi dalam Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mengatur tentang keterbukaan informasi
dimana perlindungan konsumen salah satunya bertujuan untuk
mencipatakan sistem yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi. Jaminan adanya kepastian hukum yaitu untuk memeberi
perlindungan kepada pembeli selaku konsumen.2
Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan
konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Segala upaya yang dimaksudkan
dalam perlindungan konsumen tersebut tidak saja terhadap
tindakan preventif, akan tetapi juga tindakan represif dalam semua
bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen. Pengaturan
perlindungan konsumen dilakukan dengan:3
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian
hukum.
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan
kepentingan seluruh pelaku usaha.
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha
yang menipu dan menyesatkan.
1 Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi, (Jakarta: Salemba Empat,2009), h. 104
2 AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: Diadit Media, 2001), h. 18
3 Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:Mandar Maju, 2000), h. 2
14
e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan
perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan
pada bidang-bidang lainnya.
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan
perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen
mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan
perlindungan tersebut bukan sekedar fisik, melainkan hak-haknya
yang bersifat abstrak. Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999, Pemerintah Indonesia mengatur hak-hak konsumen yang
harus dilindungi. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
bukanlah anti terhadap produsen, namun sebaliknya malah
merupakan apresiasi terhadap hak-hak konsumen secara universal.4
Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya
identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-
hak konsumen. Secara umum dikenal 4 (empat) hak dasar
konsumen, yaitu:5
a. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
c. Hak untuk memilih (the right to choose);
d. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus
disertai informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar
konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas
produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan
berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen, melalui iklan di
4 Yusuf Sofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, (Jakarta: GhaliaIndonesia, 2002), h. 12
5 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan TanggungJawab Mutlak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), h. 7
15
berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk
(barang).6
Setiap produk yang mengandung resiko terhadap keamanan
konsumen, wajib disertai informasi berupa petunjuk pemakaian
yang jelas. Misalnya, iklan yang sesuai standar merupakan sarana
pemberi informasi kepada konsumen, seharusnya terbebas dari
manipulasi data. Jika iklan memuat informasi yang tidak benar,
maka perbuatan itu memenuhi kriteria kejahatan yang lazim
disebut fraudulent inisreprenstation. Bentuk kejahatan ini:7
a. Pemakaian pernyataan yang jelas-jelas salah (false statement),
seperti menyebutkan diri terbaik tanpa indikator yang jelas.
b. Pernyataan yang menyesatkan (inislead), misalnya menyebutkan
adanya khasiat tertentu padahal tidak.
Konsumen pada saat ini membutuhkan banyak informasi
yang lebih relevan dibandingkan dengan saat sekitar 50 tahun lalu.
Alasannya yaitu:8
a. Terdapat lebih banyak produk, merk, dan tentu saja penjualnya.
b. Daya beli konsumen makin meningkat.
c. Lebih banyak variasi merek yang beredar di pasaran, sehingga
belum banyak diketahui semua orang.
d. Model-model produk yang cepat berubah.
e. Kemudahan transportasi dan komunikasi sehingga membuka
akses yang lebih besar kepada bermacam-macam produsen atau
penjual.
Informasi mengenai barang dan/atau jasa konsumen
memegang peranan penting. Informasi yang benar dan
6 Andi Sri R. W dan Nurdiyana Tadjuddin, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Mitra Wacana Media, 2018), h. 29
7 Andi Sri R. W dan Nurdiyana Tadjuddin, Hukum Perlindungan Konsumen, ... h. 29
8 Andi Sri R. W dan Nurdiyana Tadjuddin, Hukum Perlindungan Konsumen, ... h. 29
16
bertanggungjawab (informative information) merupakan kebutuhan
pokok konsumen sebelum ia dapat mengambil suatu keputusan
untuk mengadakan, menunda atau tidak mengadakan transaksi bagi
kebutuhan hidupnya. Putusan pilihan konsumen yang benar
mengenai barang atau jasa yang dibutuhkan (informed choise),
sangat tergantung pada kebenaran dan pertanggungjawaban
informasi yang disediakan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan
barang dan/atau jasa konsumen, terutama kalangan pelaku usaha.9
Informasi yang setengah benar, menyesatkan, atau bahkan
menipu, dengan sendirinya akan menghasilkan keputusan
konsumen yang dapat menimbulkan kerugian materiil atau
mungkin membahayakan kesehatan tubuh atau jiwa konsumen.
Informasi barang dan/atau jasa konsumen dapat diperoleh
dari berbagai sumber dan dalam berbagai bentuk. Sumber utama
informasi adalah yang disediakan oleh pelaku usaha (produsen
ataupun distributor) produk konsumen tersebut. Di samping itu,
informasi dapat pula diperoleh dalam dari kalangan konsumen
sendiri, yaitu organisasi-organisasi konsumen, ataupun dari
pemerintah. Informasi tersebut dapat berbentuk beraneka ragam,
seperti:
a. Label/etiket pada produk;
b. Pamflet, brosur, leaflets, selebaran dan sebagainya, yang
berfungsi untuk meningkatkan penjualan.10
Informasi tentang mutu, berat, ukuran, saat kadaluarsa,
pernyataan halal, jaminan atau garansi dan sebagainya, yang
dinyatakan dalam label, iklan, brosur dan media lainnya, harus
9 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum padaPerlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 39
10 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum padaPerlindungan Konsumen Indonesia, ... h. 40
17
sepenuhnya benar. Hal lain yang harus diperhatikan oleh pelaku
usaha adalah bahwa informasi yang diberikan tidak boleh
bertentangan dengan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.
(Pasal 8-17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen)
Informasi yang benar, jelas, dan jujur di satu sisi
merupakan kewajiban pelaku usaha (Pasal 7 huruf a dan huruf b
Undang-Undang Perlindungan Konsumen) dan di sisi lain
merupakan hak-hak konsumen (Pasal 4 jo. Pasal 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen). Dalam menyelenggarakan penyediaan
komoditi kebutuhan konsumen tersebut, informasi yang disediakan
pelaku usaha haruslah benar atas materi bahan yang digunakan
dalam pembuatan produk tersebut, serta wajib jelas
pengungkapannya dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Di samping itu pelaku usaha juga wajib bersikap
jujur dalam menjalani kegiatan usahanya.
B. Tinjauan Terhadap Perjanjian dan Jual Beli
1. Pengertian Perjanjian
Burgelijk Wetboek menggunakan istilah overeenkomst dan
contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat
disimak dari judul Buku III titel Kedua Tentang “Perikatan-
Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian”. Menurut Pasal
1313 BW “kontrak atau perjanjian” yaitu: “Suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”11
11 Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti danTjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Paramita, 1980)
18
Subekti menyatakan bahwa “perjanjian” adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau di mana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.12
Menurut KRMT Tirtodiningrat perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang
atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat
dipaksakan oleh undang-undang.13
Definisi mengenai apa yang dimaksud dengan perikatan
tidak dijelaskan dalam Buku III BW tentang Perikatan (van
Verbintenis). Namun justru diawali dengan Pasal 1233 BW
mengenai sumber perikatan, yaitu kontrak atau perjanjian dan
undang-undang. Dengan demikian, selain dari undang-undang,
kontrak atau perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum
yang ada yang dapat menimbulkan perikatan. Bahkan apabila
diperhatikan dalam praktik di masyarakat, perikatan yang
bersumber dari kontrak atau perjanjian begitu mendominasi.14
Menurut doktrin (para ahli), definisi “perikatan” yaitu:
“Hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan di antara dua
orang (atau lebih), di mana pihak yang satu (debitur) wajib
melakukan suatu prestasi, sedangkan pihak yang lain (kreditor)
berhak atas prestasi itu.”15
Menurut H.F.A Vollmar, dengan menganalisis isinya
ternyata perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus
12 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, (Jakarta: Intermasa, 1996), h. 1
13 A. Qirom Meliala, Pokok-pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya,(Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 8
14 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proposionalitas dalam KontrakKomersial, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010), h. 19
15 Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju, 1994), h. 2
19
melakukan sesutau prestasi yang mungkin dapat dipaksakan
terhadap kreditor, kalau perlu dengan bantuan hakim.16
Berdasarkan pemikiran dan rumusan para ahli tersebut di
atas, maka terdapat empat unsur perikatan, yaitu:
a. Hubungan hukum, artinya perikatan yang dimaksud di sini
adalah bentuk hubungan hukum yang menimbulkan akibat
hukum;
b. Bersifat harta kekayaan, artinya sesuai dengan tempat
pengaturan perikatan di Buku III BW yang termasuk di dalam
sistematika Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht), maka
hubungan yang terjalin antarpara pihak tersebut berorientasi
pada harta kekayaan;
c. Para pihak, artinya dalam hubungan hukum tersebut melibatkan
pihak-pihak sebagai subjek hukum;
d. Prestasi, artinya hubungan hukum tersebut melahirkan
kewajiban-kewajiban (prestasi) kepada para pihaknya (prestasi-
kontra-prestasi), yang pada kondisi tertentu dapat dipaksakan
pemenuhannya, bahkan apabila diperlukan menggunakan alat
negara.17
2. Ketentuan Hukum Perjanjian
a. Prestasi dan Wanprestasi
Prestasi dalam hukum kontrak adalah pelaksanaan dari
isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang
telah disepakati bersama. Menurut hukum Indonesia, model-
model prestasi dari suatu kontrak adalah sebagai berikut:18
16 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III TentangHukum Perikatan dengan Penjelasan, Ed. II, Cet I, (Bandung: Alumni,1996), h. 89
17 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proposionalitas dalam KontrakKomersial, ... h. 20
18 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, ... h. 17
20
1) Memberikan sesuatu.
2) Berbuat sesuatu.
3) Tidak berbuat sesuatu.
Sedangkan pengertian wanprestasi atau disebut juga
dengan istilah “cidera janji”, adalah kebalikan dari pengertian
prestasi. Yaitu tidak dilaksankannya suatu prestasi atau
kewajiban seperti yang terdapat dalam kontrak yang
bersangkutan sebagaimana yang telah disepakati bersama.19
Tindakan wanprestasi mengakibatkan konsekuensi
yuridis yaitu timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam
kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak
yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan
wanprestasi tersebut.20
Macam-macam wanprestasi diantaranya sebagai
berikut:21
1) Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi.
2) Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi.
3) Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.
b. Hapusnya Perjanjian
Suatu perjanjian dapat hapus atau berakhir, diantaranya yaitu:22
1) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya,
perjanjian akan berlaku untuk waktu tertentu.
2) Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu
perjanjian. Misal, menurut Pasal 1066 Ayat (3) KUH
19 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, ... h. 17
20 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, ... h. 17
21 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, ... h. 17
22 Abi Asmana, http://legalstudies71.blogspot.com/2015/09/hapusnya-suatu-perjanjian-dan-akibat.html, diunduh pada 7 Maret 2019
21
Perdata, bahwa para ahli waris dapat mengadakan
perjanjian untuk selama waktu tertentu untuk tidak
melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi waktu
persetujuan tersebut oleh Pasal 1066 Ayat (4) KUH
Perdata dibatasi berlakunya hanya utuk lima tahun.
3) Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa
dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan
hapus. Misalnya, jika salah satu pihak meninggal dunia,
perjanjian menjadi hapus. Hal tersebut diatur dalam Pasal
1646 Ayat 4 KUH Perdata tentang perjanjian perseroan,
Pasal 1813 KUH Perdata tentang perjanjian pemberian
kuasa, dan Pasal 1603 huruf (j) KUH Perdata tentang
perjanjian kerja.
4) Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging).
Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau
oleh salah satu pihak. Opzegging hanya ada pada
persetujuan-persetujuan yang bersifat sementara.
Misalnya, perjanjian kerja, perjanjian sewa menyewa, dan
lain-lain.
5) Perjanjian hapus karena putusan hakim
6) Tujuan dari perjanjian telah tercapai.
7) Dengan persetujuan para pihak (herroeping).
3. Pengertian Perjanjian Jual Beli
Jual beli adalah perjanjian dimana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak
lain untuk membayar harga benda yang telah di perjanjiakan.23
23 Abdulkadir Muhamad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditiya Bakti,2014), h. 317
22
Menurut BW, Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik
yang mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang
lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri
atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut.24
Barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus
cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan
jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si
pembeli.25
a. Unsur-unsur Pokok Perjanjian Jual Beli
Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan
harga. Perjanjian jual beli sudah terjadi pada saat tercapainya
kata sepakat mengenai barang dan harga sesuai dengan asas
“konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian BW.26
Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam
Pasal 1458 yang berbunyi: “Jual-beli dianggap sudah terjadi
antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai
sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum
diserahkan maupun harga belum dibayar”.27
b. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
Apabila kesepakatan antara penjual dan pembeli telah
tercapai, maka akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara
para pihak. Hak penjual yaitu menerima harga dari barang
yang telah dijualnya kepada pembeli sedangkan kewajiban
pihak penjual adalah sebagi berikut:
24 Subekti, Aneka Perjanjian, ... h.2
25 Subekti, Aneka Perjanjian, ... h.2
26 Subekti, Aneka Perjanjian, ... h.2
27 Subekti, Aneka Perjanjian, ... h.2
23
1) Menyatakan dengan tegas tentang perjanjian jual beli
tersebut;
2) Menyerahkan barang;
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, penyerahan berarti
suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam
kekuasaan dan kepunyaan si pembeli.
3) Kewajiban menanggung pembeli;
Berdasarkan Pasal 1473 KUH Perdata, kewajiban
menanggung dari si penjual adalah untuk menjamin agar
penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram
serta menjamin tidak adanya cacat barang-barang tersebut
secara tersembunyi.
4) Wajib mengembalikan kepada si pembeli atau menyuruh
mengembalikan oleh orang yang mengajukan tuntutan
barang, segala apa yang telah dikeluarkan oleh pembeli,
segala biaya yang telah dikeluarkan untuk barangnya atau
semata-mata untuk perhiasan atau kesenangan;
5) Wajib menanggung terhadap cacat tersembunyi, meskipun
ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat tersebut , kecuali
telah diperjanjikan sebelumnya;
6) Wajib mengembalikan harga pembelian yang diterimanya,
jika penjual mengetahui barang yang telah dijual
mengandung cacat, serta mengganti segala biaya, kerugian
dan bunga kepada si pembeli;
7) Wajb mengembalikan harga pembelian, apabila ia sendiri
mengetahui adanya cacat tersebut;
8) Jika barang yang dijual musnah disebabkan karena cacat
tersembunyi, maka kerugian dipikul oleh si penjual dan si
24
penjual diwajibkan mengembalikan uang harga pembelian
dan kerugian.28
Menurut Subekti, ada dua kewajiban utama bagi penjual,
yaitu:29
1) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-
belikan.
2) Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut
dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.
Hak pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya,
baik secara nyata maupun secara yuridis. Kewajiban utama si
pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan di
tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.30 Menurut
Pasal 1513 KUH Perdata, kewajiban utama pembeli adalah
membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang
telah ditetapkan melalui persetujuan. Sedangkan bila saat
peristiwa jual beli tidak ditentukan kapan dan dimana
pembayarannya, maka berdasarkan Pasal 1514 KUH Perdata,
pembayaran dilakukan di waktu dan tempat dimana peristiwa
penyerahan terjadi.31
C. Tinjauan terhadap Apartemen
1. Pengertian Apartemen
Istilah kondominium dikenal dalam sistem hukum negara
Italia. Kondominium terdiri dari kata con yang berarti bersama-
28 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. V, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), h. 34
29 Subekti, Aneka Perjanjian, ... h. 8
30 Subekti, Aneka Perjanjian, Cet Kesepuluh, ... h. 20
31 Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaya, Jual Beli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h.189
25
sama dan kata dominium yang berarti pemilikan, sehingga
kondominium berarti pemilikan bersama.32 Istilah apartemen
berasal dar negara Amerika Serikat yaitu Apartment, sedangkan
istilah flat berasal dari negara Inggris. Apartments dan flat merujuk
kepada satuan hunian yang menempati bagian tertentu dari sebuah
gedung.33
Rumah susun, apartemen, dan kondominium merupakan
istilah-istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada hunian
bertingkat. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
sebenarnya hanya mengenal istilah rumah susun. Istilah-istilah lain
seperti apartemen, kondominium, flat, dan strata title merupakan
istilah-istilah yang diserap dari bahasa asing.34
Rumah susun yang dimaksudkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah istilah yang
memberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung bertingkat
yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan
hak bersama, yang penggunannya untuk hunian atau bukan secara
mandiri atau secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem
pembangunan.35
Membangun rumah susun di kota besar adalah
kecenderungan masa depan yang tidak dapat dihindari, yang
memang perlu dimasyarakatkan, dan perlu ada penyesuaian pada
budaya yang ada pada masyarakat Indonesia.36
32 Imam Koeswahyono, Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman,(Malang: Bayumedia, 2004), h. 5
33 Wikipedia, Apartment, http://en.wikipedia.org/wiki/Apartment diakses pada 8 Maret2019
34 Wibowo Tunady, http://www.jurnalhukum.com/istilah-rumah-susun-apartemen-dan-kondominium/, diakses pada 21 Maret 2017
35 Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, ... h. 12
36 Siswono Judohusodo, Rumah untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, (Jakarta: UnitPercetakan Bharakerta, 1991), h.27
26
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 menetapkan empat
jenis rumah susun, yaitu:
a. Rumah Susun Umum
Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
b. Rumah Susun Khusus
Rumah susun khusus adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
c. Rumah Susun Negara
Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki oleh
negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian,
sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
d. Rumah Susun Komersial
Rumah susun komersial adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.37
Tujuan pembangunan rumah susun, yaitu:
a. Sebagai pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak di suatu
lingkungan yang sehat;
b. Sebagai upaya untuk mewujudkan permukiman yang serasi,
selaras, dan seimbang;
c. Sebagai upaya untuk meremajakan daerah-daerah kumuh
(slums);
d. Sebagai upaya untuk mengoptimalkan sumber daya yang
berupa tanah di perkotaan;
e. Sebagai upaya untuk mendorong pembangunan pemukiman
yang berkepadatan tinggi.38
37 Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014), h. 409
38 Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, ... h.22
27
2. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
Hak milik atas Satuan Rumah Susun adalah hak milik atas
satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah, yang meliputi juga
hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama yang
semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
satuan yang bersangkutan. Jika seseorang memiliki hak atas bagian
dari bangunan bertingkat yang dinamakan HMSRS, maka ia
memiliki dua jenis hak:
a. Hak yang bersifat perorangan, yaitu hak milik atas bagian dari
gedung itu atau yang dinamakan satuan rumah susun;
b. Hak yang bersifat kolektif, yaitu hak atas benda bersama,
bagian bersama, dan tanah bersama.39
Pada rumah susun juga terdapat hak bersama, yang meliputi
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengertian
bagian bersama yaitu bagian rumah susun yang dimiliki secara
terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan
satuan rumah susun. Pengertian benda bersama yaitu benda yang
bukan merupakan bagian rumah susun, melainkan bagian yang
dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
Pengertian tanah bersama yaitu sebidang tanah atau tanah sewa
untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara
tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan
batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.40
39 Eman Ramelan, dkk, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pembeli Satuan RumahSusun/Strata Title/Apartemen, (Yogyakarta: Penerbit Aswaja Presindo, 2015), h. 2
40 Urip Santoso, Hukum Perumahan, ... h. 408-209
28
3. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Satuan Rumah Susun
Pelaku pembangunan rumah susun dapat melakukan
pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan atau
disebut dengan sistem pemasaran secara pre project selling.41
Merujuk Pasal 42 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011,
disebutkan bahwa pelaku pembangunan dapat melakukan
pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.
Maka dalam hal ini pemasaran secara Pre Project Selling
diperbolehkan selama memenuhi persyaratan yaitu pelaku
pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki:
a. Kepastian peruntukan ruang;
b. Kepastian hak atas tanah;
c. Kepastian status penguasaan rumah susun;
d. Perizinan pembangunan rumah susun;
e. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga
penjamin.42
Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan
rumah susun dilaksanakan, segala sesuatu yang dijanjikan oleh
pelaku pembangunan rumah susun dan/atau agen pemasaran
mengikat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) bagi para
pihak. Proses jual beli satuan rumah susun sebelum pembangunan
rumah susun selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan
Jual Beli yang dibuat di hadapan notaris.43
41 Eman Ramelan, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Pembeli Satuan RumahSusun/Strata Title/Apartemen, ... h. 20
42 Eman Ramelan, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Pembeli Satuan RumahSusun/Strata Title/Apartemen, ... h. 20
43 Urip Santoso, Hukum Perumahan, ... h.428
29
Perjanjian Pengikatan Jual Beli dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kepastian atas:44
a) Status kepemilikan tanah;
b) Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
c) Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d) Keterbangunan paling sedikit 20%; dan
e) Hal yang diperjanjikan
D. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Konsumen
Az. Nasution telah memberikan definisi hukum konsumen dan
hukum perlindungan konsumen secara komprehensif. Beliau
mengatakan bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian
dari hukum konsumen. Pengertian hukum konsumen adalah sebagai
keseluruhan asas dan kaidah yang mnegatur hubungan dan masalah
penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara
penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.45
Menurut A.Z. Nasution terdapat beberapa batasan mengenai
konsumen, diantaranya:
b. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau
jasa digunakan untuk tujuan tertentu;
c. Konsumen antara, adalah setiap orang yang mendapatkan
barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat
barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);
d. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapatkan
dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi
44 Urip Santoso, Hukum Perumahan, ... h.428
45 Az. Nasution, Hukum perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar, (Jakarta: DiaditMedia, 2006), h. 20-21
30
kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga
dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).46
Semua orang (perseorangan atau badan usaha) yang
mengkonsumsi jasa dan/atau barang disebut konsumen, bukan hanya
sekedar pembeli (buyer atau koper). Jadi, yang paling penting dari
terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction) berupa
peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam
menggunakannya.47
Berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal dalam perkembangan
sejarah hukum perlindungan konsumen, maka prinsip-prinsip mengenai
kedudukan konsumen dalam hubungan dengan pelaku usaha, antara
lain:
a. Let the buyer beware, asas ini berasumsi pelaku usaha dan konsumen
adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada
proteksi apapun bagi konsumen.
b. The Due Care Theory, teori ini menyatakan pelaku usaha
mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan
produk, baik barang maupun jasa.
c. The Privity of Contract, ini menyatakan pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal tersebut baru
dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan
kontraktual.48
2. Teori Pacta Sun Servanda
Teori pacta sunt servanda (secara harfiahnya artinya “kontrak itu
mengikat”) adalah suatu teori yang berasal dan berkembang dalam
tradisi hukum Eropa Kontinental, yang mengajarkan bahwa suatu
46 A.Z.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar, ... h. 29
47 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2006), h. 6
48 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, ... h. 61
31
kontrak dibuat secara sah dan sesuai hukum yang berlaku, serta sesuai
pula dengan kebiasaan dan kelayakan, sehingga diasumsi sebagai
kontrak yang dibuat dengan itikad baik, maka klausula-klausula dalam
kontrak seperti itu mengikat para pihak yang membuatnya, di mana
kekuatan mengikatnya setara dengan kekuatan mengikatnya sebuah
undang-undang, dan karenanya pula pelaksanaan kontrak seperti itu
tidak boleh baik merugikan pihak lawan dalam kontrak maupun
merugikan pihak ketiga di luar para pihak dalam kontrak tersebut. Jika
kontrak seperti itu tidak dipenuhi ketentuannya oleh salah satu pihak
tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum, maka pihak tersebut
telah melakukan wanprestasi sehingga harus mengganti kerugian
terhadap pihak lain sesuai hukum yang berlaku, hal mana dapat
dipaksakan berlakunya melalui campur tangan pengadilan atau
campur tangan pihak yang berkompeten lainnya.49
Pacta sunt Servanda diperkenalkan pertama kali oleh Grotius yang
selanjutnya mencari dasar pada sebuah hukum perikatan dengan
mengambil prinsip-prinsip hukum alam, khususnya kodrat. Bahwa
seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk
memenuhi janji tersebut (promissorum implendorum obligati).50
Menurut Grotius, asas pacta sunt servanda ini timbul dari premis
bahwa kontrak secara alamiah dan sudah menjadi sifatnya mengikat
berdasarkan dua alasan diantaranya:
a. Sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus berkejasama dan
berinteraksi dengan orang lain, yang berarti orang ini harus saling
mempercayai yang pada gilirannya memberikan kejujuran dan
kesetiaan.
49 Munir Fuady, Teori-teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum, (Jakarta: KencanaPrenadamedia Group, 2013) , h. 210- 211
50 Ryza Fardiansyah, “Pacta Sunt Servanda”,http://asashukum.blogspot.com/2012/03/pacta-sunt-servanda.html, diakses pada 05 Maret 2019
32
b. Bahwa setiap individu memiliki hak, dimana yang paling mendasar
adalah hak milik yang bisa dialihkan. Apabila seseorang individu
memilik hak untuk melepaskan hak miliknya, maka tidak ada
alasan untuk mencegah dia melepaskan haknya yang kurang
penting khususnya melalui kontrak. 51
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Adapun penelitian yang berkaitan dengan pembahasan penelitian
penulis, diantaranya adalah:
1. “Tanggung Jawab Pengembang (Developer) dalam Penjualan Satuan
Unit Apartemen Meikarta Secara Pre Project Selling” oleh Vinna
Khairunnisa, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Skripsi ini mengkaji mengenai keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) dalam penjualan satuan unit apartemen Meikarta secara
Pre Project Selling dan tanggungjawab pengembang (developer)
dalam penjualan satuan unit apartemen Meikarta secara Pre Project
Selling. Persamaanya dengan skripsi peneliti yaitu mengkaji tentang
kewajiban yang harus diberikan oleh pelaku usaha apartemen dalam
penjualan secara pre project selling. Sedangkan perbedaannya dengan
penelitian yang yang dilakukan oleh peneliti yaitu peneliti mengkaji
mengenai keterbukaan informasi pelaku usaha dalam perjanjian jual
beli apartemen LA City secara Pre Project Selling dan batasan-batasan
dalam sistem pemasaran Pre Project Selling.
2. “Analisa Yuridis Penerapan Klausula Baku Dalam Hukum Perjanjian
Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Apartemen (Satuan
Rumah Susun) (Studi Kasus PT. X) oleh Achmad Setianto, mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Skripsi ini mengkaji tentang
klausula baku di dalam perjanjian pengikatan jual beli PT. X diatur
51 Grotius, H., the Law of War and Peace : De Jure Bell et Paris, 1646 ed, Kesley, FW.trans., Oxford 1916-25 and Punderof,S., The Law of Nature and Nations: De Jure Naturae etGentium, 1688 ed. Oxford, 1934)
33
dalam sistem hukum di Indonesia dan ketentuan hukum yang
mengatur tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) satuan
rumah susun PT. X. Persamaanya dengan skripsi peneliti yaitu
mengkaji tentang Perjanjian Jual Beli (PPJB) pada apartemen.
Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang yang dilakukan oleh
peneliti yaitu peneliti mengkaji mengenai keterbukaan informasi
pelaku usaha dalam perjanjian jual beli apartemen LA City secara Pre
Project Selling dan batasan-batasan dalam sistem pemasaran Pre
Project Selling.
3. “Perlindungan Hukum bagi Pembeli dalam Penjualan Satuan Rumah
Susun secara Pre-Project Selling (Studi Kasus: Apartemen Dukuh
Golf (PT. Megacity Developement)) oleh Seto Darminto, mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Skripsi ini membahas
mengenai perlindungan hukum bagi pembeli satuan rumah susun
(sarusun) secara pre-project selling dengan studi kasus Apartemen
Dukuh Golf. Persamaanya dengan skripsi peneliti yaitu mengkaji
tentang hak-hak konsumen dalam penjualan rumah susun/apartemen
secara pre project selling. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian
yang yang dilakukan oleh peneliti yaitu peneliti mengkaji mengenai
keterbukaan informasi pelaku usaha dalam perjanjian jual beli
apartemen LA City secara Pre Project Selling dan batasan-batasan
dalam sistem pemasaran Pre Project Selling.
4. “Permasalahan Hukum Dalam Praktik Pre-Project Selling Apartemen”
Jurnal Ilmiah oleh Luthvi Febryka Nola, Peneliti Muda pada Bidang
Hukum, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Jurnal Ilmiah ini
mengkaji tentang sistem pemasaran apartemen secara pre project
selling yang banyak bertentangan dengan aturan namun tetap lazim
dilakukan oleh banyak pengembang. Maka kelemahan aturan menjadi
celah hukum bagi pengembang untuk melakukan praktik pemasaran
yang menyimpang dan perlu adanya revisi mengenai UU Rumah
Susun.
34
5. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Perjanjian
Pendahuluan Dalam Jual Beli Atas Satuan Rumah Susun Yang
Dipasarkan Dengan Cara Pre Project Selling” Jurnal Ilmiah oleh
Triyanto dan Habib Adjie, Res Judicata, Universitas Narotama
Surabaya. Jurnal ilmiah ini mengkaji tentang kepastian hukum dari
surat konfirmasi pemesanan pembelian rumah susun dan bentuk
perlindungan hukum bagi konsumen apabila pengembang wanprestasi
sebelum dilakukan Perjanjian Perikatan Jual Beli.
35
BAB III
SISTEM PEMASARAN APARTEMEN SECARA PRE PROJECT
SELLING DAN PUTUSAN PERKARA NOMOR
224/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL
A. Profil PT Spekta Properti Indonesia
PT Spekta Properti Indonesia adalah badan hukum yang bergerak
di bidang penjualan properti dan merupakan salah satu pengembang yang
membangun apartemen LA City yang berkedudukan di Jalan Raya
Lenteng Agung Timur Nomor 39, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
PT Spekta Properti Indonesia bekerja sama dengan PT Pancakana
Samaktha dalam membangun apartemen LA City. PT Spekta Properti
Indonesia menyatakan telah mengantongi perizinan pembangunan dan
rekomendasi analisis dampak lingkungan terkait pembangunan LA City
Apartment di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.1
1. Apartemen LA City
Pembangunan apartemen LA City dimulai sejak tahun 2010 dan
penjualan unit apartemen dilakukan pada tahun 2012. Apartemen LA
City memiliki luas lahan 14000 m² dengan nilai investasi Rp 150
miliar yang rencananya akan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas
layaknya apartemen pada umumnya.2 Dalam keterangan dari akun
resmi Pancakanagrup, apartemen LA City berjumlah 1000 unit, terbagi
menjadi tiga tower, masing-masing 22 lantai, 24 lantai, dan 26 lantai.
Berdasarkan regulasi yang telah di tetapkan pemerintah 40%
merupakan kawasan hijau, merupakan bangunan conecting dengan
total hunian ±1000 unit yang tersebar di masing-masing tower. PT
Spekta Properti Indonesia mengklaim bahwa 700 unit apartemen yang
1 http://infopropertyid.blogspot.com/2013/07/pengembang-la-city-apartment-siap.html,diunduh 27 April 2019
2 https://ekonomi.bisnis.com/read/20120506/45/75718/apartemen-murah-akan-dibangun-di-lenteng-agung, diunduh 27 April 2019
36
dipasarkan sudah terjual. LA City terbagi menjadi dua unit kamar yaitu
tipe studio 18m2 dan tipe bedroom 30 m2, sedangkan fasilitas yang
disediakan adalah masjid, jooging track, security system, kolam
renang, taman bermain dan taman kota. Proyek ini juga diklaim ikut
mendukung program 1.000 menara rusunami yang dicanangkan
pemerintah. Pengembang proyek ini menyediakan lebih dari 30 persen
total unitnya untuk rusunami. 3
B. Penjualan Apartemen dengan Sistem Pre Project Selling
Pemasaran secara pre project selling merupakan sistem pemasaran
yang banyak diterapkan oleh pengembang (developer) khususnya
pengembang apartemen. Pre project selling itu sendiri merupakan
penjualan properti sebelum proyek dibangun atau bisa juga disebut sistem
indent. Biasanya agen pemasaran apartemen mempromosikan propertinya
3https://ekbis.sindonews.com/read/626259/36/pengembang-ajukan-700-menara-rusunami-1336533436, diunduh 27 April 2019
37
melalui media cetak seperti dalam bentuk brosur, bisa juga melalui media
elektronik seperti melalui televisi atau juga melalui pameran.
Konsep pre project selling sebenarnya merupakan suatu test pasar
untuk mengetahui bagaimana reaksi konsumen terhadap produk properti
yang dipasarkan. Dalam perkembangannya, test pasar yang semula
tertutup, kemudian dalam praktek dibuat terbuka dan dimanfaatkan
langsung oleh pengembang. Dengan demikian penjualan diharapkan dapat
menjual secepat dan sebanyak mungkin produk properti itu.4
Pada penelitian ini, penulis menganalisis putusan perkara nomor
224/Pdt./G/2017/PN/Jkt.Sel mengenai tindakan wanprestasi yang
dilakukan oleh pengembang apartemen LA city kepada konsumennya.
Dimana antara kedua belah pihak telah melakukan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) apartemen. Sebelum pembagunan apartemen
dilaksanakan maka segala sesuatu yang diperjanjikan oleh pengembang
mengikat dalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan berlaku bagi
kedua belah pihak. Dalam putusan juga menyatakan bahwa pihak
pengembang (developer) apartemen telah melakukan penawaran melalui
pameran. Maka dalam putusan ini, pengembang (developer) yakni
apartemen LA City telah melakukan sistem pemasaran secara pre project
selling.
Konsep pemasaran pre project selling ini memang sangat
menguntungkan pengembang karena relatif menolong perputaran uang
pengembang. Beban investasi yang harus ditanggung untuk pembangunan
konstruksi proyek tersebut terbantu dana pesanan dari konsumen, yang
besarnya berkisar antara dua puluh persen sampai dengan tiga puluh
persen. Uang indent bank untuk memberikan kredit konstruksi kepada
pengembang. Dengan adanya pesanan ini juga dapat mempermudah
perusahaan, karena pengembang tidak perlu menyediakan modal
4 Purbandari, “Kepastian dan Perlindungan Hukum pada Pemasaran Properti denganSistem Pre Project Selling”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular, Tahun 29 Nomor320 Mei 2012, h. 12
38
pengembangan didepan untuk biaya pembangunan yang cukup besar.
Selain itu keadaan pasar juga sudah pasti sehingga unsur spekulasinya
lebih kecil. Dalam hal ini terdapat kepercayaan antara penjual dan
pembeli, yaitu pengembang percaya bahwa konsumen akan melunasi
pembayaran yang disepakati sesuai dengan jadwal.
Namun dalam penerapannya, sistem pre-project selling ini sering
kali dilakukan tanpa melihat prosedur yang telah ditetapkan. Dimana
pemasaran secara Pre Project Selling diperbolehkan selama memenuhi
persyaratan yang diatur pada Pasal 42 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yakni pelaku pembangunan sekurang-
kurangnya harus memiliki: (a) Kepastian peruntukan ruang; (b) Kepastian
hak atas tanah; (c) Kepastian status penguasaan rumah susun; (d) Perizinan
pembangunan rumah susun; dan (e) Jaminan atas pembangunan rumah
susun dari lembaga penjamin.
Menurut data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
sistem pre project selling yang dilakukan oleh banyak pengembang sering
menjadi sumber masalah bagi konsumen di kemudian hari. Sejak Tahun
2014-2016, YLKI telah menerima sekurangnya 440 pengaduan terkait
perumahan, yang mayoritas masalah tersebut terjadi akibat tidak adanya
konsistensi antara penawaran dan janji promosi pengembang dengan
realitas pembangunan yang terjadi. Bahkan di tahun 2015, sekitar 40%
pengaduan perumahan terjadi akibat adanya pre-project selling, dengan
informasi yang tidak jelas, benar, dan jujur terkait pembangunan; realisasi
fasilitas umum/fasilitas sosial yang bermasalah; serta unit berubah dari
yang ditawarkan.5
Hal ini tidak saja melanggar UU tapi juga berpotensi menempatkan
konsumen dalam situasi penuh risiko akan terjadinya wanprestasi (prestasi
buruk), berupa: tidak terlaksananya apa yang diperjanjikan; terlaksana
tetapi tidak tepat waktu (terlambat); terlaksana tetapi tidak seperti yang
5 Luthvi Febryka Nola, “Permasalahan Hukum dalam Praktik Pre Project SellingApartemen”, ... h. 2-3
39
diperjanjikan; dan dilaksakan akan tetapi menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.
C. Posisi Kasus
1. Kronologi Kasus
Kasus yang penulis angkat dalam skripsi ini yaitu mengenai
tindakan wanprestasi atau cidera janji. Adapun pihak yang berperkara
diantaranya Kurniawansyah M., S.T., M.M sebagai Penggugat dengan
PT. Spekta Properti Indonesia sebagai Tergugat. Penggugat adalah
konsumen atau pembeli Satu Unit Apartemen LA City Nomor :
A/16/5/2 BR, luas 30 M² dan Tergugat adalah Pengembang sekaligus
penjual apartemen LA City.
Pada tanggal 06 Juli 2013, Penggugat dan Tergugat sepakat dan
menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 dengan Objek Perjanjian berupa Satu
Unit Apartemen LA City dengan harga jual Rp.269.511.482 (Dua
Ratus Enam Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Sebelas Ribu Empat
Ratus Delapan Puluh Dua Rupiah) di hadapan Notaris.
Selaku pembeli, Penggugat telah melaksanakan kewajiban berupa
pembayarannya, dan untuk pelunasannya apabila terjadi serah terima
unit sebagaimana yang disepakati Tergugat dengan Penggugat.
Sebagaimana Pasal 15 Ayat (1) Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB), Tergugat akan melaksanakan penyerahan serah terima unit
Apartemen LA City pada tanggal 30 Desember 2013.
Sebagaimana Pasal 11 Ayat (2), (3), dan (4) Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB), bahwa perpanjangan waktu penyelesaian
pembangunan oleh Tergugat dibagi dalam 3 tahap:
40
- Dengan waktu 120 hari kalender setelah jatuh tempo;
- Dengan waktu 90 hari kalender setelah perpanjangan waktu
pertama, dan;
- Dengan waktu 60 hari kalender setelah perpanjangan kedua.
Maka secara keseluruhan perpanjangan waktu penyelesaian
pembangunan oleh Tergugat adalah 270 hari kalender.
Sebagaimana Pasal 11 Ayat (5) Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB), bahwa keterlambatan Tergugat menyelesaikan pembangunan
sesuai perjanjian maka dikenakan denda 0,1% dari jumlah uang yang
telah diterima dari pihak kedua untuk setiap hari dengan maksimal 5%
dari nilai jual Rp.269.511.482 yaitu sebesar Rp.13.475.574,1,- (Tiga
Belas Juta Empat Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Lima Ratus Tujuh
Puluh Empat Koma Satu Rupiah). Bahwa hingga Penggugat
mengajukan Gugatan ini yaitu pada tanggal 30 Maret 2017, unit
apartamen LA City yang dimaksud, belum juga diterima Penggugat.
Sebagaimana Pasal 11 Ayat (6), (7), dan (8) Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB), bahwa dalam 90 hari kalender perpanjangan waktu
yang kedua, Penggugat dapat mengakhiri secara sepihak perjanjian ini,
dan Tergugat wajib mengembalikan seluruh uang yang diterima oleh
Pihak Kedua dengan ditambah denda maksikmal 5%.
Bahwa perbuatan Tergugat yang telah ingkar dari janjinya adalah
merupakan perbuatan wanprestasi sebagaimana yang dijelaskan dalam
Pasal 1234 KUH Perdata tiap tiap perikatan yaitu untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat sebagaimana
diuraikan diatas, melahirkan hak bagi penggugat untuk menuntut
segala ganti kerugian, bunga dan biaya denda yang diakibatkan oleh
perbuatan wanprestasi tersebut.
Bahwa sesuai 1338 KUH Perdata menyatakan semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang
41
membuatnya, sehingga Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sah dan
menjadi Undang-Undang bagi Pengguguat dan Tergugat;
Bahwa dalam Pasal 1244 dan 1245 mengatur pembebasan apabila
terjadi force majeur atau overmacht, atau karenaa keadaan yang tidak
disengaja/keadaan memaksa. Sehingga tidak ada alasan bagi Tergugat
untuk menyatakan bahwa tergugat mengalami kondisi force majeur,
maka sudah sepatutnya tergugat mengganti seluruh kerugian yang
diderita Penggugat.
Bahwa adapun kerugian-kerugian akibat perbuatan yang dilakukan
Tergugat, sebagai berikut:6
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penggugat mengajukan
permohonan gugatan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan sah dan mengikat PPJB antara Penggugat dan
Tergugat.
3. Menyatakan tergugat telah melalaikan kewajibannya dengan tidak
melakukan penyerahan Serah Terima Unit/Pinjam Pakai Unit dari
pada OBJEK GUGATAN kepada penggugat karena alasan
pembangunan belum selesai adalah perbuatan cidera janji
(wanprestasi).
4. Menyatakan penggugat telah melunasi seluruh kewajibannya.
5. Menyatkan sah dan mengikat pembayaran yang dilakukan oleh
penggugat dengan sistem kontan bertahap melalui tunai dan giro.
6. Menyatakan sah dan mengikat Nilai Investasi OBJEK GUGATAN
di tanggal 14 Februari 2015 yang ditawarkan oleh tergugat melalui
Pameran JCC yang penggugat kutip dari Media Online yaitu
Merdeka.com.
6 Dilihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 224/Pdt.G./2017/PN.Jkt.Sel, h.3-4
42
7. Menghukum tergugat untuk membayar uang ganti kerugian kepada
penggugat secara tunai dengan rincian sebagai berikut:
Kerugian Materil:
1) Nilai Investasi OBJEK GUGATAN di tanggal 14 Februari
2015 adalah Rp.565.909.092,- (Lima Ratus Enam Puluh Lima
Juta Sembilan Ratus Sembilan Ribu Sembila Puluh Dua
Rupiah).
2) Denda keterlambatan 5% dari nilai jual yaitu sebesar
Rp.13.475.574,- (Tiga Belas Juta Empat Ratus Tujuh Puluh
Lima Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Empat Rupiah).
Kerugian Immateril:
Bahwa akibat perbuatan wanprestasi yang telah dilakukan oleh
tergugat tersebut, mengakibatkan keuntungan investasi penggugat
dan kepercayaan penggugat untuk berinvestasi di bidang property
khususnya apartemen menghilang, apabila dinilai dengan uang
adalah setara sebesar Rp.100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah).
Total Kerugian:
Adalah sebesar Rp.679.384.666,- (enam ratus tujuh puluh sembilan
juta tiga ratus delapan puluh empat ribu enam ratus enam puluh
enam rupiah).
Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) setiap
harinya sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Menghukum tergugat agar membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini.
Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir
beslag) yang telah diletakkan dalam perkara ini terhadap objek
gugatan.
43
Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu
meskipun ada bantahan (verzet), banding atau kasasi.
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan
jawabannya tertanggal 14 Juni 2017 yang pada pokoknya memuat
memuat hal-hal sebagai berikut:
Dalam Eksepsi
1. Gugatan penggugat kabur dan tidak jelas (obscuur libel) karena
penggugat telah menggabungkan antara gugatan perbutan
melawan hukum dengan gugatan wanprestasi.
2. Gugatan penggugat prematur karena tidak didahului dengan
somasi yang menyatakan bahwa tergugat telah melakukan
wanprestasi.
Dalam Pokok Perkara
1. Bahwa atas dalil 1 s/d 8 gugatan penggugat maka terdapat fakta
bahwa telah ditandatanagninya Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) antara penggugat dan tergugat.
2. Bahwa tergugat menolak dalil penggugat pada angka 12
gugatannya yang menyatakan bahwa tidak ada alasan bagi
tergugat untuk menyatakan bahwa tergugat mengalami force
majeur. Bahwa tidak dapat diselesaikannya Apartemen LA City
tepat waktu, alasan tergugat sebagai berikut:
a. Bahwa dalam ketentuan pasal 20 PPJB tentang force majeur
(keadaan memaksa) terdapat ketentuan yang pada intinya
apabila keterlambatan atau kegagalan pembangunan tersebut
diakibatkan oleh kejadian atau peristiwa yang secara layak
dan patut tidak dapat dihindari atau berada diluar kemampuan
pihak pertama, maka para pihak secara tegas menyetujui
bahwa pihak pertama termasuk seluruh afiliasinya tidak akan
44
bertanggungjawab dan/atau dituntut baik secara perdata
maupun pidana dan/atau tuntutan ganti kerugian dalam
bentuk apapun.
b. Bahwa alasan tergugat tidak menyelesaikan secara tepat
waktu bukannya tanpa ada alasan hukum, melainkan terdapat
alasan hukum karena pada saat itu terjadi perubahan regulasi
atau peraturan dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, seperti:
- Perubahan Ijin Lantai yang semula 24 lantai berubah
menjadi 17 lantai
- Perubahan Peraturan Ketahanan Gempa dari SNI 2002
menjadi SNI 2012
- Adanya Gugatan pada Pengadilan TUN Nomor:
218/G/2013/PTUN-JKT
c. Bahwa atas tuduhan penggugat yang menyatakan bahwa
tergugat telah melakukan wanprestasi atas keterlambatan
pembangunan apartemen telah tergugat jelaskan yang pada
pokoknya menyatakan keterlambatan pembangunan
apartemen dikarenakan adanya faktor force majeur.
Adapun Permohonan Eksepsi Tergugat sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan eksepsi tergugat untuk
seluruhnya.
2. Menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya
menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara
1. Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menghukum penggugat untuk membayar seluruh biaya
yang timbul dalam perkara ini.
45
BAB IV
ANALISIS TRANSPARANSI INFORMASI PELAKU USAHA DAN
PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR
224/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL
A. Transparansi Informasi Pelaku Usaha Apartemen LA City
Dalam memasarkan produknya, setiap pelaku usaha pasti akan
sangat gencar dalam melakukan promosi. Salah satunya yaitu dengan cara
menyebarkan brosur ke jalan ataupun dengan cara iklan di media
elektronik seperti televisi dengan tujuan agar mendapat perhatian dari
masyarakat luas. Sama halnya dengan memasarkan apartemen, pelaku
usaha akan memberikan penawaran dengan menyebutkan spesifikasi
dengan harga terjangkau dan segala keuntungan lain dalam pembelian
apartemen agar konsumen merasa tertarik.
Hal yang sama juga diterapkan oleh apartemen LA City yang
berada di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dimana dalam
mempromosikan apartemen yang tertera di media informasi dijelaskan
bahwa apartemen LA City terletak di daerah yang asri dan mudah
dijangkau, dapat memberikan kenyamanan hidup bagi para penghuninya
karena kawasan ini menyediakan fasilitas yang lengkap baik untuk tempat
tinggal, bekerja, bermain, berbelanja, dan lain-lain, selain itu apartemen ini
juga dikabarkan akan memiliki sebuah taman kota. Berbagai keuntungan-
keuntungan ditawarkan oleh pengembang untuk menarik minat
konsumennya padahal apartemen tersebut masih belum dibangun karena
menerapkan sistem pre project selling.
Selain dalam mempromosikan atau mengiklankan apartemen,
pengembang apartemen juga harus terbuka dan transparan dalam hal
informasi yang tertuang dalam Perjanjian antara penjual dan pembeli
apartemen dimana Perjanjian Jual Beli tersebut mengikat dan menjadi
undang-undang bagi kedua belah pihak.
46
Sebelum pembangunan apartemen dilaksanakan, pihak
pengembang (developer) telah membuat konsep berupa gambar yang
nantinya bangunan dan spesifikasi apartemen akan dibangun sesuai
dengan konsep tersebut. Biasanya pengembang akan membuat beberapa
unit percontohan dan kemudian barulah membuka pendaftaran pemesanan.
Setelah konsumen sudah memesan dan melakukan pembayaran atau down
payment (dp) dibuatlah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) guna
mengikat kedua belah pihak. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
merupakan sebuah perjanjian yang mengikat calon pembeli dan calon
penjual objek tanah dalam hal ini apartemen yang dibuat sebelum Akta
Jual Beli (AJB) ditandatangani.
Adapun yang harus diperhatikan dalam isi Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) yaitu mengenai objek pengikatan jual beli dalam hal ini
apartemen dan bangunan harus dijelaskan secara detail dan jangan sampai
ada informasi yang kurang.
Seperti yang terjadi pada kasus Apartemen LA City dalam putusan
nomor 224/Pdt./G/2017/PN/Jkt.Sel dimana menurut peneliti terdapat
ketidakjelasan informasi terkait Perjanjian antara pelaku usaha dan
konsumen dalam hal ini yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang
diberikan oleh pengembang dan tidak transparan kepada konsumennya.
Padahal sesuai dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen dimana pelaku usaha wajib beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya serta wajib memberikan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan. Atas dasar itu, penggugat dalam hal ini pembeli menuntut
adanya informasi berupa kapan akan terlaksananya serah terima unit
apartemen seperti yang sudah diperjanjikan dalam Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB).
Sebagaimana dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang
telah disepakati oleh Penggugat dan Tergugat (Pembeli dan Pengembang)
47
didalam Pasal 15 Ayat (1) PPJB Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013,
dimana Tergugat selaku pengembang akan melaksanakan penyerahan
serah terima unit Apartemen LA City pada tanggal 30 Desember 2013.
Dalam PPJB tersebut, juga diatur bahwa pengembang diberi waktu
270 hari kalender untuk memenuhi kewajibannya. Sebagaimana Pasal 11
Ayat (2), (3), dan (4) Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Namun terhitung sampai tahun 2017 saat dikeluarkannya surat
gugatan, pembangunan apartemen tak kunjung selesai dan serah terima
apartemen molor dilaksanakan. Penggugat dengan Tergugat pun telah
beberapa kali mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini,
akan tetapi pihak developer (Tergugat) hanya menjanjikan akan
menyelesaiakan tanpa adanya kejelasan.
Penggugat tentunya meminta pertanggungjawaban dari
pengembang selaku tergugat karena tindakan dari pengembang dengan
tidak juga melakukan serah terima unit apartemen dan tidak memberikan
informasi secara transparan telah merugikan penggugat karena penggugat
telah melaksanakan kewajiban berupa pembayaran yang pelunasannya
apabila telah terjadi serah terima unit sebagaimana yang disepakati
tergugat dan penggugat.
Dasar hukum yang yang berkaitan dengan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli terdapat dalam Pasal 1457 KUHPerdata yang berbunyi: “Jual beli
adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar
harga yang telah ditetapkan”. Apabila dikaitkan dengan jual beli
apartemen bahwa jual beli apartemen merupakan sesuatu perjanjian
dengan mana penjual, yaitu developer mengikat dirinya untuk
menyerahkan hak atas rumah susun atau apartemen yang bersangkutan
48
kepada pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada
penjual atau developer sesuai dengan harga yang telah disetujui.1
Hubungan hukum dalam lalu lintas hukum khususnya hukum
perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2 (dua) pihak yang terikat oleh
hubungan tersebut, yaitu kreditor dan debitor. ”Masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa
prestasi dan kontra prestasi yang dapat berbentuk memberi, berbuat, dan
tidak berbuat sesuatu”.2
Selain daripada itu, melihat gugatan pada Pengadilan Tata Usaha
Negara Nomor: 218/G/2013/PTUN-JKT yang disebutkan dalam putusan,
disana menjelaskan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) baru
dikeluarkan pada 23 Agustus 2013 tetapi Perjanjian Pengikatan Jual Beli
sudah dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 2013 yang berarti pemasaran
apartemen sudah dilakukan sebelumnya diterbitkannya Izin Mendirikan
Bangunan (IMB). Padahal sudah jelas dalam Undang-Undang Rumah
Susun dikatakan bahwa pemasaran dan proses jual beli sebelum
pembangunan rumah susun dilaksanakan setelah memperoleh kepemilikan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Maka dalam hal ini, menurut peneliti,
pengembang apartemen LA City telah melanggar Undang-Undang dan
tidak transparan kepada calon konsumennya.
Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai perlindungan hak informasi
dalam jual beli Apartemen diantaranya sebagai berikut :
1. Iktikad baik dalam menyediakan informasi
Setiap hubungan hukum harus didasari oleh adanya iktikad baik
para pihaknya. Ketentuan mengenai iktikad baik tersebut diatur dalam
1 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,(Bandung: Sumur,1974), h. 13.
2 Roberto Mangabeira Unger, Gerakan Studi Hukum Kritis, (Jakarta: Lembaga StudiAdvokasi Masyarakat, 1999), h. 54
49
Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Selain diatur
dalam KUH Perdata, mengenai iktikad baik juga diatur dalam Pasal 7
huruf (a) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan
bahwa salah satu kewajiban pelaku usaha adalah beriktikad baik
dalam melakukan kegiatan usahanya.
Pelaku usaha seharusnya mendasari hubungan hukumnya dengan
konsumen berdasarkan iktikad baik, karena suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan iktikad baik para pihaknya sehingga hak dan
kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban
konsumen yang artinya bahwa hak bagi konsumen adalah kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha demikan pula dengan
kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku
usaha.
2. Informasi mengenai pencantuman hak dan kewajiban para pihak
Hak dan kewajiban para pihak sebenarnya telah diatur dalam KUH
Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, namun
demikian dalam perjanjian mengandung asas kebebasan berkontrak.
Pada asas kebebasan berkontrak para pihak bebas membuat suatu
perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian itu, sepanjang
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian;
b. Tidak dilarang oleh undang-undang;
c. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku;
d. Sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan iktikad baik.
Maka dalam hal ini, asas kebebasan berkontrak memiliki batasan
yaitu haruslah berdasarkan pada iktikad baik. Oleh karena itu para
pihak tidak dapat menentukan klausul-klausul yang terdapat dalam
perjanjiian sekehendak hatinya tetapi harus didasarkan dan
dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada
50
itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian
tersebut dapat dibatalkan.
3. Informasi mengenai barang yang dijual
Berdasarkan Pasal 7 huruf (b) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa salah satu kewajiban pelaku usaha
adalah memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan perbaikan dan pemeliharaan. Sedangkan menurut KUH
Perdata kewajiban penjual adalah menyerahkan barangnya dan
menanggungnya. Konsumen dalam jual beli apartemen juga memiliki
hak untuk mendapatkan informasi yang rinci terkait apartemen yang
akan dibelinya.
Melihat tindakan pelaku usaha yang dalam memberikan informasi
kepada konsumen sangat terbatas, sehingga para konsumen tidak
mendapatkan hak informasi yang sesuai. Hal ini tentu bertentangan
dengan hak-hak konsumen yang seharusnya dipenuhi oleh pihak
developer sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 huruf (c) Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa konsumen
berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.
Maka menurut analisis peneliti, pengembang apartemen LA City
selaku tergugat tidak terbuka atau transparan terhadap informasi yang
harus diberikan kepada konsumen selaku penggugat. Adapun dalam
keterbukaan infomasi itu sendiri diatur dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dimana dalam Pasal 3 huruf (d) Perlindungan
Konsumen bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen
yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
51
Mengenai keterlambatan serah terima unit apartemen yang tidak
sesuai dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang kemudian
tidak kunjung ada iktikad baik dari pengembang untuk melaksanakan
kewajibannya hingga masalah ini masuk ke dalam jalur hukum. Kemudian
pengembang beralasan tidak dapat menyelesaikan secara tepat waktu
karena terdapat perubahan regulasi atau peraturan dari Pemerintah Daerah
DKI Jakarta yang disebut pengembang merupakan keadaan memaksa
(force majeure). Padahal alasan tersebut tentu bukan termasuk ke dalam
keadaan force majeure.
Selain itu, terkait pemasaran atau bahkan pembangunan apartemen
yang dilakukan sebelum dikeluarkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
sering dilakukan oleh banyak pengembang bahkan sudah dianggap lumrah
oleh beberapa pengembang. Biasanya pengembang beralasan bahwa
proses perizinan masih dalam proses pengurusan. Namun tetap saja hal
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Kelemahan aturan hukum yang mengatur terutama dalam pasal 42
ayat (2) Undang-Undang Rumah Susun terkait perizinan rumah susun,
dimana pengembang kerap kali melakukan pemasaran dan bahkan proses
penjualan padahal perizinan belum diterbitkan oleh pemerintah setempat
karena tidak adanya lembaga khusus untuk mengawasi tindakan
pengembang apartemen tersebut. Selain itu tidak adanya ketentuan sanksi
terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 42
Undang-Undang Rumah Susun. Sanksi hanya dikenakan terkait dengan
pelanggaran aturan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang diatur
dalam Pasal 43 ayat (2). Menurut Pasal 43 ayat (1) PPJB tersebut dibuat
dihadapan notaris. Sehingga terdapat celah hukum disini, supaya tidak
terkena ketentuan Pasal 43, pengembang tidak membuat PPJB. Hanya
menerbitkan surat pendahuluan biasanya untuk pembayaran uang muka
dan tidak dihadapan notaris. Sehingga bisa lolos dari sanksi pidana
terhadap pelanggaran Pasal 43 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2011.
52
Itulah mengapa transparansi atau keterbukaan informasi harus
diberikan pengembang kepada konsumennya agar menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan yang akan merugikan konsumen. Akibat hukum jika
hak atas informasi jual beli tidak diberikan kepada pembeli dapat
menyebabkan kerugian terutama bagi pembeli yang belum berstatus
sebagai pemilik. Dalam perjanjian tersebut, kejelasan kepemilikan faktor
yang menentukan sejauhmana hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Seperti dalam Firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 29 :
وا أموالكم بینكم بالباطل إال أن تكون تجارة یا أیھا الذین آمنوا ال تأكل
كان بكم رحیماعن تراض منكم وال تقتلوا أنفسكم إن هللاArtinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
Kaitannya dengan ayat diatas adalah jual beli dengan memakan,
memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta
orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh
syari’at adalah dilarang oleh Islam. Namun Kita diperbolehkan melakukan
transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas
saling ridha, saling ikhlas. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta
dengan cara yang tidak dibolehkan syara` seperti tidak memberikan
informasi yang jelas dan benar tentang barang yang diperjualbelikan
kepada konsumen.
B. Pertimbangan Hakim dan Putusan Hakim dalam Putusan No.
224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, disamping
53
itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.3
Pada kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
telah memberikan pertimbangan hukum, yakni bahwa pada pokoknya
Penggugat dalam gugatannya memohon agar Tergugat dinayatakan telah
melalaikan kewajibannya dengan tidak melakukan penyerahan serah
terima unit/pinjam pakai unit dari pada objek gugatan kepada penggugat
sesuai waktu yang telah diperjanjikan, karena alasan pembangunan belum
selesai adalah perbuatan cidera janji (wanprestasi);
Berdasarkan surat surat bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat
dan Tergugat serta keterangan saksi-saksi sebagaimana tersebut di atas
dalam kaitannya satu sama lain, terdapat hal-hal yang diakui atau setidak
tidaknya tidak disangkal oleh kedua belah pihak, yaitu:
- Antara Penggugat dan Tergugat ada Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013
(Bukti P-1 = Bukti T-3);
- Bahwa hingga saat ini Tergugat belum melakukan serah terima
unit/pinjam pakai unit objek gugatan kepada Penggugat;
- Penggugat telah melunasi kewajibannya total sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus
dua ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah) dari harga
Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh sembilan juta lima ratus
sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah);
- Penggugat masih harus membayar sisanya sebesar
Rp15.609.187,00 (lima belas juta enam ratus sembilan ribu seratus
delapan puluh tujuh rupiah);
3 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2004), h. 140
54
- Bahwa menurut keterangan saksi-saksi pembangunan proyek
apartemen tersebut sudah 90% progress (selesai), dari lantai 1
sampai dengan 17, namun belum ada lift, jadi masih pakai tangga;
Pertimbangan hakim selanjutnya bahwa yang menjadi petitum
pokok dari gugatan Penggugat adalah petitum poin 2, yaitu memohon agar
Majelis Hakim menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 antara
Penggugat dan Tergugat.
Adapun Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 400/PPJB/
LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 sebagaimana pada Bukti P-1 yang
sama dengan Bukti T-3 adalah hal yang dibenarkan oleh kedua belah
pihak, karenanya petitum poin 2 ini dapat dikabulkan.
Selanjutnya petitum poin 3 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan Tergugat telah melalaikan kewajibannya
dengan tidak melakukan penyerahan Serah Terima Unit/Pinjam Pakai Unit
dari pada objek gugatan kepada Penggugat karena alasan pembangunan
belum selesai adalah perbuatan cidera janji (wanprestasi).
Sebagaimana di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 (Bukti P-1 yang sama
dengan Bukti T-3) pada Pasal 15 Perjanjian tersebut disebutkan bahwa
Pihak Pertama (Tergugat) akan melaksanakan penyerahan serah terima
unit/pinjam pakai unit pada tanggal 30 Desember 2013 kepada Pihak
Kedua (Penggugat).
Bahwa ternyata hingga saat ini serah terima apartemen dimaksud
belum juga dilaksanakan oleh Pihak Pertama, dengan alasan adanya force
majeure (keadaan memaksa), karena pada saat itu terjadi perubahan
regulasi dari Pemda DKI, seperti:
55
- Perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17
lantai;
- Perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI
2012;
- Adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor
218/G/ 2013/PTUN-JKT.;
Terhadap alasan Tergugat tersebut di atas, Majelis Hakim
berpendapat alasan tersebut tidak tepat untuk dikata force majeure
(keadaan memaksa), karena force majeure (keadaan memaksa) adalah
suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat dihindari, tidak dapat
diatasi dalam jangka waktu yang singkat, dan tidak dapat diperkirakan
akan terjadi, karena sifat kejadiannya tiba-tiba dan tidak terelakkan,
sedangkan alasan-alasan seperti perubahan ijin lantai yang semula 24
lantai berubah menjadi 17 lantai, dihubungkan dengan alasan
perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI
2012, setelah Majelis Hakim meneliti Bukti T-6, ternyata awalnya
bangunan apartemen tersebut akan dibangun untuk 17 lantai, dan
Tergugat juga membangun stuktur kekuatan gempa yang dibangun
oleh Tergugat adalah untuk 17 lantai, sehingga jika Tergugat akan
merubah design struktur yang semula untuk 17 lantai, akan diubah
menjadi 24 lantai, kemudian oleh Kepala Badan Standarisasi Nasional
tidak disetujui dengan alasan stuktur kekuatan gempa yang telah
dibangun oleh Tergugat tidak memenuhi syarat untuk bangunan
setinggi 24 lantai, sedangkan apartemen yang menjadi objek perjanjian
terletak di lantai 16, menurut keterangan saksisaksi dan bukti-bukti
yang diajukan Tergugat maupun Penggugat, bangunan apartemen
tersebut telah selesai sampai lantai 17, dan menurut keterangan saksi-
saksi, sebenarnya bangunan apartemen tersebut sudah dapat ditempati,
tetapi belum dipasangi lift, yang menurut saksi Ir.Wahyu Hiendarto
yang diajukan oleh Tergugat, menerangkan bahwa lift sudah ada dan
56
rencananya akan dipasang bulan September 2017, berdasarkan
pertimbanganpertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa alasan perubahan ijin lantai yang semula 24
lantai berubah menjadi 17 lantai dan perubahan peraturan ketahanan
gempa dari SNI 2002 menjadi SNI 2012 bukanlah merupakan force
majeure (keadaan memaksa);
Selanjutnya mengenai adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha
Negara Nomor 218/G/2013/PTUN-JKT, yang telah diputus pada
tanggal 16 April 2014 dan telah mempunyai kekuatan yang mengikat
(Bukti T7), Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan tersebut bukan
pula keadaan yang disebut sebagai force majeure (keadaan memaksa),
sehingga dapat dijadikan sebagai alasan oleh Tergugat untuk
menyatakan belum selesai apartemen yang menjadi objek perjanjian,
mengingat putusan tersebut telah mempunyai kekuatan yang mengikat
sejak tahun 2014, sedangkan apartemen tersebut menurut perjanjian
harus diserahkan pada tanggal 30 Desember 2013 kepada Pihak Kedua
(Penggugat). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Majelis Hakim berpendapat bahwa Petitum Poin 3 ini dapat
dikabulkan.
Bahwa petitum poin 4 adalah petitum yang memohon agar Majelis
Hakim menyatakan Penggugat telah melunasi seluruh kewajibannya;
Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa telah
diakui atau setidaknya tidak disangkal oleh kedua pihak bahwa
Penggugat telah melunasi kewajibannya total sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua
ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah) dari harga
Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh sembilan juta lima ratus
sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah), sehingga
Penggugat masih harus membayar sisanya sebesar Rp15.609.187,00
(lima belas juta enam ratus sembilan ribu seratus delapan puluh tujuh
57
rupiah), berdasarkan fakta-fakta hukum ini, Majelis Hakim
berpendapat bahwa petitum poin ini harus diluruskan dengan
menyatakan Penggugat telah membayar kepada Tergugat sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua
ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah);
Selanjutnya petitum poin 5 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan sah dan mengikat pembayaran yang
dilakukan oleh Penggugat dengan sitem Kontan bertahap melalui
Tunai dan Giro.
Bahwa terhadap petitum poin ini, sebagaimana telah
dipertimbangkan di atas, yaitu telah diakui oleh Tergugat bahwa
Penggugat telah membayar kewajibannya total sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua
ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah) dari harga
Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh sembilan juta lima ratus
sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah), maka petitum poin
5 ini dapat dikabulkan.
Selanjutnya petitum poin 6 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan sah dan mengikat Nilai Investasi Objek
Gugatan di tanggal 14 Febuari 2015 yang ditawarkan oleh Tergugat
melalui Pameran JCC yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu
Merdeka.com dengan link internet
https://m.merdeka.com/uang/pameran-di-jcc-tawarkan-apartemen-
rp400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html.
Bahwa oleh karena Tergugat melakukan penawaran melalui
Pameran JCC yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu
Merdeka.com dengan link internet
https://m.merdeka.com/uang/pameran-dijcc-tawarkan-apartemen-rp-
400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html, (Bukti P-17) adalah media yang
58
resmi, sepanjang tidak bertentangan dengan undangundang, maka
Majelis Hakim berpendapat bahwa Petitum Poin 6 ini dapat
dikabulkan.
Selanjutnya bahwa petitum poin 7 adalah petitum yang memohon
agar Majelis Hakim menghukum Tergugat untuk membayar uang
ganti kerugian kepada Penggugat secara tunai dan seketika dengan
rincian sebagai berikut:
Kerugian Materil:
1. Nilai investasi objek gugatan di tanggal 14 Febuari 2015 adalah
Rp565.909.092,00 (lima ratus enam puluh lima juta sembilan ratus
sembilan ribu sembilan puluh dua rupiah);
2. Denda keterlambatan 5% dari nilai jual Rp269.511.482,00 yaitu
sebesar Rp13.475.574,00 (tiga belas juta empat ratus tujuh puluh
lima ribu lima ratustujuh puluh empat rupiah);
Kerugian Immateriil:
Bahwa akibat perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang telah
dilakukan oleh Tergugat, mengakibatkan keuntungan investasi
Penggugat hilang dan juga menyebabkan kepercayaan Penggugat
untuk berinvestasi di bidang property khususnya apartemen
menghilang, hal mana apabila dinilai dengan uang adalah setara dan
patut ditetapkan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
Total Kerugian:
Adalah sebesar Rp679.384.666,00 (enam ratus tujuh puluh sembilan
juta tiga ratus delapan puluh empat ribu enam ratus enam puluh enam
rupiah);
Bahwa terhadap permohonan mengenai kerugian materiil
sebagaimana yang terdapat pada Pasal 11 ayat 5, jumlah denda
59
maximal adalah 5% (lima persen) dari jumlah uang yang diterima oleh
Pihak Pertama (Tergugat) dari Pihak Kedua (Penggugat). Di
persidangan terbukti bahwa uang yang telah diterima oleh Tergugat
dari Penggugat adalah sebesar Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh
tiga juta sembilan ratus dua ribu dua ratus sembilan puluh enam
rupiah), sehingga denda tersebut yaitu sebesar Rp12.695.115,00 (dua
belas juta enam ratus sembilan puluh lima ribu seratus lima belas
rupiah);
Mengenai nilai investasi yang dimaksud oleh Penggugat, tidak
disebutkan dalam perjanjian sebagaimana pada (Bukti P-1 yang sama
dengan Bukti T-3), meskipun demikian demi rasa keadilan Majelis
Hakim dengan memperhatikan Bukti P-17, yang menyatakan harga
termurah apartemen dimaksud sebesar Rp400 jutaan dengan luas 22
meter persegi, sedang harga termahal adalah Rp830 jutaan dengan luas
44 meter persegi, sedang tipe yang diambil oleh Penggugat adalah
yang seluas 30 meter persegi, maka harga investasi yang dimaksud
oleh Penggugat Rp565.909.092,00 sebesar (lima ratus enam puluh lima
juta sembilan ratus sembilan ribu sembilan puluh dua rupiah) adalah
pantas dan wajar, mengingat uang Penggugat yang telah diserahkan
kepada Tergugat cukup lama mengendap di tempat Tergugat yaitu
selama kurang lebih 3 tahun (sejak Tergugat harus menyerahkan
apartemen dimaksud yaitu tanggal 30 Desember 2013);
Sehingga seluruh jumlah kerugian materiil yang harus dibayar
Tergugat kepada Penggugat yaitu Rp565.909.092,00 +
Rp12.695.115,00 = Rp578.604.207,00 (lima ratus tujuh puluh delapan
juta enam ratus empat ribu dua ratus tujuh rupiah);
Mengenai kerugian immateril, karena tidak diperinci dengan jelas,
maka harus dinyatakan ditolak.
60
Selanjutnya terhadap petitum yang memohon agar Majelis Hakim
menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap harinya sejak putusan
ini berkuatan hukum tetap.
Bahwa dengan berpedoman pada Putusan Mahkamah Agung RI
tertanggal 26 Februari 1973 Nomor 791 K/Sip/1972, yang menyatakan
uang paksa (dwangsom) tidak berlaku terhadap tindakan untuk
membayar uang, maka terhadap petitum mengenai uang paksa
(dwangsom) ini harus dinyatakan ditolak;
Selanjutnya terhadap petitum yang memohon agar Majelis Hakim
menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang
telah diletakkan dalam perkara ini terhadap objek gugatan yang
berlokasi di Jalan Raya Lenteng Agung Timur Nomor 39, Jagakarsa,
Jakarta Selatan.
Bahwa oleh karena Penggugat tidak pernah mengajukan
permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) secara resmi di
persidangan, maka petitum poin ini harus dinyatakan ditolak.
Selanjutnya terhadap petitum yang memohon agar Majelis Hakim
menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada
bantahan (verzet), banding atau kasasi (uit voerbaar bijvoorad);
Bahwa terhadap petitum tersebut di atas, Majelis Hakim
berpendapat bahwa untuk menyatakan putusan ini dapat dijalankan
lebih dahulu meskipun ada upaya hukum, harus dipenuhi syarat-syarat
untuk penjatuhan putusan serta merta sebagaimana diatur dalam Pasal
180 HIR dan hanya dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan, dan
untuk keputusan yang sangat eksepsional sifatnya, karenanya petitum
poin ini harus dinyatakan ditolak.
Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa petitum poin
7 tersebut di atas hanya dapat dikabulkan sebagian.
61
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim menyatakan bahwa gugatan Penggugat harus dinyatakan
dikabulkan sebagian.
Bahwa meskipun gugatan Penggugat dikabulkan sebagian, namun
karena gugatan pokok dari Penggugat dinyatakan dikabulkan, maka
biaya perkara dalam perkara ini haruslah dibebankan kepada
Tergugat; Memperhatikan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan-
peraturan lain yang bersangkutan.
MENGADILI
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 Tanggal 6 Juli 2013 antara Penggugat
dan Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melalaikan kewajibannya dengan tidak
melakukan penyerahan Serah Terima Unit/Pinjam Pakai Unit dari pada
objek gugatan kepada Penggugat karena alasan pembangunan belum
selesai adalah perbuatan cidera janji (wanprestasi);
4. Menyatakan Penggugat telah membayar kepada Tergugat sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua
ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah);
5. Menyatakan sah dan mengikat pembayaran yang dilakukan oleh
Penggugat dengan sitem kontan bertahap melalui tunai dan giro;
6. Menyatakan sah dan mengikat nilai investasi objek gugatan ditanggal
14 Februari 2015 yang ditawarkan oleh Tergugat melalui Pameran JCC
62
yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu Merdeka.com dengan
link internet https://m.merdeka.com/uang/pameran-di-jcc-tawarkan-
apartemenrp-400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar uang ganti kerugian kepada
Penggugat secara tunai dan seketika dengan rincian sebagai berikut:
Kerugian Materil :
- Nilai investasi objek gugatan ditanggal 14 Febuari 2015
adalahRp565.909.092,00 (lima ratus enam puluh lima juta
sembilan ratus sembilan ribu sembilan puluh dua rupiah);
- Denda keterlambatan 5% dari uang milik Penggugat yang telah
diterima oleh Tergugat yaitu sebesar Rp.253.902.296,00 (dua
ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu dua ratus
sembilan puluh enam rupiah), sehingga denda tersebut sebesar
Rp.12.695.115,00 (dua belas juta enam ratus sembilan puluh
lima ribu seratus lima belas rupiah);
Sehingga seluruh jumlah kerugian materil yang harus dibayar
Tergugat kepada Penggugat yaitu Rp565.909.092,00 +
Rp12.695.115,00 = Rp578.604.207,00 (lima ratus tujuh puluh delapan
juta enam ratus empat ribu dua ratus tujuh rupiah);
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam perkara
ini sebesar Rp461.000,00 (empat ratus enam puluh satu ribu rupiah);
9. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
Berkenaan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar
dalam keputusan tersebut, yaitu melihat objek perkaranya penggugat
adalah konsumen atau pembeli dan tergugat adalah pengembang sekaligus
penjual apartemen LA City yang berlokasi di Jalan Raya Lenteng Agung
Timur Nomor 39, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Bahwa pada tanggal 06 Juli
2013, telah disepakati Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 dengan objek perjanjian berupa satu unit
63
apartemen LA City nomor: A/16/5/2 BR, luas 30 m² antara Penggugat dan
Tergugat dengan harga jual Rp.269.511.482 (Dua Ratus Enam Puluh
Sembilan Juta Lima Ratus Sebelas Ribu Empat Ratus Delapan Puluh Dua
Rupiah). Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Tergugat
akan melaksanakan penyerahan serah terima unit apartemen pada tanggal
30 Desember 2013. Namun, sampai dengan keseluruhan perpanjangan
waktu penyelesaian pembangunan oleh Tergugat, unit apartemen yang
dimaksud belum juga diterima Penggugat sehingga Penggugat
melayangkan gugatan kepada Tergugat atas tindakan wanprestasi (cidera
janji).
Berdasarkan putusan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa Tergugat
telah melalaikan kewajibannya dengan tidak melakukan penyerahan Serah
Terima Unit/Pinjam Pakai Unit dari pada objek gugatan kepada Penggugat
karena alasan pembangunan belum selesai adalah perbuatan cidera janji
(wanprestasi). Melihat kepada pertimbangan hakim yang juga didasari
oleh bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat, maka
peneliti merasa sependapat dengan Majelis Hakim.
Sesuai dengan bukti yang ditunjukkan oleh penggugat dan tergugat
(Bukti P-1 yang sama dengan Bukti T-3) sebagaimana di dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli
2013 pada Pasal 15 Perjanjian tersebut disebutkan bahwa Pihak Pertama
(Tergugat) akan melaksanakan penyerahan serah terima unit/pinjam pakai
unit pada tanggal 30 Desember 2013 kepada Pihak Kedua (Penggugat).
Namun pada kenyataannya hingga saat ini serah terima unit apartemen
yang dimaksud belum juga dilaksanakan oleh Pihak Pertama, dengan
alasan adanya force majeure (keadaan memaksa), karena pada saat itu
terjadi perubahan regulasi dari Pemda DKI Jakarta, seperti:
- Perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17
lantai;
64
- Perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI
2012;
- Adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor
218/G/ 2013/PTUN-JKT.
Majelis Hakim meneliti Bukti T-6, ternyata awalnya bangunan
apartemen tersebut akan dibangun untuk 17 lantai, dan Tergugat juga
membangun stuktur kekuatan gempa yang dibangun oleh Tergugat adalah
untuk 17 lantai, sehingga jika Tergugat akan merubah design struktur yang
semula untuk 17 lantai, akan diubah menjadi 24 lantai, kemudian oleh
Kepala Badan Standarisasi Nasional tidak disetujui dengan alasan stuktur
kekuatan gempa yang telah dibangun oleh Tergugat tidak memenuhi
syarat untuk bangunan setinggi 24 lantai. Majelis Hakim berkesimpulan
bahwa alasan perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi
17 lantai dan perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002
menjadi SNI 2012 bukanlah merupakan force majeure (keadaan
memaksa).
Menurut Peneliti, pertimbangan hukum majelis hakim sudah tepat.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), tidak ada
pasal khusus mengenai Force Majeure. Pengaturan terkait Force Majeure
dalam KUHPdt terdapat dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPdt. Berikut
kutipan dari pasal 1244 dan 1245 KUHPdt :
Pasal 1244
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila
dia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu
atau tidak tepat waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh
suatu hal yang tidak terduga, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya, walaupun tidak ada iktikad buruk padanya”.
65
Pasal 1245
“Tidak ada pergantian biaya, kerugian dan bunga, bila dalam keadaan
memaksa atau karena hal yang terjadi scara kebetulan, debitur terhalang
untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau
melaksanakan suatu perbuatan yang terlarang baginya”.
Dari pasal-pasal yang mengatur tentang Force Majeure tersebut,
terdapat persyaratan sehingga suatu kejadian dapat dikatakan sebagai
Force Majeure antara lain :
1. Force Majeure haruslah disebabkan oleh peristiwa yang tidak terduga
oleh para pihak.
2. Peristiwa yang tidak terduga tersebut tidak dapat dipertanggung
jawabkan oleh pihak yang harus melaksanakan prestasi (pihak
debitur).
3. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya Force Majeure tersebut diluar
kesalahan pihak debitur.
4. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya Force Majeure tersebut diluar
kesalahan para pihak.
5. Tidak ada itikad buruk dari pihak debitur .
Apabila force majeure terjadi terhadap suatu kontrak, sehingga
salah satu atau kedua pihak tidak dapat atau terhalang untuk melaksanakan
prestasinya, maka para pihak dibebaskan untuk melaksanakan prestasi dan
tidak ada 1 (satu) pihak pun yang dapat meminta ganti rugi karena tidak
dilaksanakannya kontrak yang bersangkutan.4
Maka apabila Tergugat dalam hal ini pengembang beralasan bahwa
keterlambatan pembangunan dikarenakan adanya suatu keadaan memaksa
4 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, ... h. 18
66
(force majeure) yaitu terkait dengan perubahan regulasi Pemda DKI
Jakarta adalah suatu hal yang keliru.
Seharusnya pengembang sudah mengetahui dan memahami segala
peraturan yang berkaitan dengan perizinan dan standarisasi pembangunan
apartemen pada saat melakukan perencanaan pembangunan. Pengembang
juga harus selalu update terhadap peraturan-peraturan baru yang
dicanangkan oleh pemerintah.
Namun perlu juga diperhatikan oleh pihak pemerintah agar dapat
memberikan aturan atau regulasi yang jelas serta transparan supaya tidak
ada kesalahan dalam penafsiran. Seperti yang kita ketahui, sebelum
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, aturan
mengenai rumah susun awalnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Namun seiring dengan
berkembang pesatnya zaman dan pengaruh globalisasi, aturan tersebut
sudah tidak mampu mengimbangi perkembangan yang terjadi di bidang
pemukiman yang dinamis, khususnya rumah susun.
Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun tepatnya pada tanggal 10 November
2011. Undang-undang ini dibuat untuk menyempurnakan undang-undang
sebelumnya yang sudah tidak memadai. Namun undang-undang ini belum
memiliki peraturan pemerintah yang menjadi peraturan pelaksana atau
aturan lanjutan dari berbagai ketentuan yang terdapat di undang-undang
ini.
Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
masih mengikuti peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun terdiri atas 120 (seratus dua puluh) pasal yang terbagi ke dalam 19
(sembilan belas) bab, di mana sejumlah ketentuan membutuhkan peraturan
67
pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan
Peraturan Daerah.5
Menurut Pasal 119 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun menentukan bahwa peraturan perundang-undangan yang
diamantkan dalam undang-undang tersebut harus diselesaikan paling
lambat 10 November 2012. Namun hingga saat ini peraturan yang
dimaksud belum tersedia. Hingga sampai dengan awal tahun 2016, baru
peraturan pemerintah untuk melaksanakan perintah Pasal 12 Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2011 untuk ketentuan lebih lanjut tentang
pembinaan yang diundangkan, yaitu berupa Peraturan Pemerintah Nomor
88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Pemukiman. Padahal kehadiran peraturan pelaksana sangat
diperlukan agar tidak terjadi kekacauan dan tumpang tindih dibidang
rumah susun.
Apabila dikaitkan dengan teori pacta sunt servanda dimana
menurut teori tersebut suatu kontrak dibuat secara sah dan sesuai hukum
yang berlaku, serta sesuai pula dengan kebiasaan dan kelayakan, sehingga
diasumsi sebagi kontrak yang dibuat dengan iktikad baik, maka klausula-
klausula dalam kontrak seperti itu mengikat para pihak yang membuatnya,
dimana kekuatan mengikatnya setara dengan kekuatan mengikatnya
sebuah undang-undang. Sama seperti Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) yang sudah disepakati oleh Penggugat dan Tergugat yang juga
sudah ditandatangani di hadapan notaris, yang berarti perjanjian tersebut
sah dan otentik di mata hukum. Menurut teori pacta sunt servanda
pelaksanaan kontrak tidak boleh pula merugikan pihak lawan ataupun
pihak ketiga dalam kontrak tersebut tetapi dalam hal ini penggugat sebagai
konsumen sangat merasa dirugikan karena pengembang telah melakukan
tindakan wanprestasi atau cidera janji. Pengembang telah melalaikan
kewajibannya dalam melakukan serah terima unit apartemen seperti yang
5 Urip Santoso, Hukum Perumahan, ... h. 404
68
sudah diperjanjikan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), padahal
penggugat sudah melakukan pembayaran. Sehingga apabila Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat
telah merugikan salah satu pihak yakni Penggugat, maka Perjanjian
tersebut telah bertentangan dengana teori Pacta Sunt Servanda.
Sebagaimana pasal 11 ayat (5) dalam Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) bahwa keterlambatan Tergugat menyelesaikan pembangunan
sesuai perjanjian maka dikenakan denda 0,1% dari jumlah uang yang telah
diterima dari pihak kedua untuk setiap hari dengan maksimal 5% dari nilai
jual Rp.269.511.482
Maka putusan hakim untuk menghukum Tergugat untuk membayar
uang ganti kerugian kepada Pengguggat berupa kerugian materiil yaitu
pada nilai investasi objek gugatan di tanggal 14 Februari 2015 sebesar
Rp565.909.092,00 dan denda keterlambatan yaitu 5% dari uang yang telah
diterima oleh Tergugat dari Penggugat sebesar Rp253.902.296,00
sehingga denda tersebut yaitu sebesar Rp12.695.115,00. Sehingga jumlah
seluruh kerugian yang harus dibayar oleh Tergugat adalah sebesar
Rp575.604.207,00 adalah keputusan yang tepat.
Adapun putusan hakim yang tidak mengabulkan gugatan
Pengguggat mengenai sita jaminan (conservatoir beslag) dengan
pertimbangan karena Penggugat tidak pernah mengajukan permohonan
sita jaminan (consevatoir beslaag) secara resmi di persidangan juga sudah
tepat.
Menurut peneliti apa yang dilakukan Majelis Hakim sudah tepat
karena dalam gugatan, penggugat memang sudah mengajukan kepada
Majelis Hakim untuk meletakkan sita jaminan (revindicatoir beslag) atas
objek gugatan. Namun penggugat tidak menjelaskan secara rinci mengenai
objek sita jaminan dalam surat gugatan.
Sita jaminan adalah sita terhadap barang-barang milik tergugat
yang disengketakan status kepemilikannya, atau dalam sengketa hutang
piutang atau tuntutan ganti rugi. Sita jaminan (Conservatoir Beslaag) ini
69
diatur dalam pasal 227 HIR.6 Berbeda dari conservatoir beslag,
revindicatoir beslag adalah sita terhadap harta benda penggugat/pemohon
sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain (termohon/tergugat). Sita
jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang,
melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon.
Adapun mengenai proses permohonan sita jaminan dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan, oleh karena itu permohonan sita jaminan
menjadi bagian dari pokok gugatan yang assesoris (diletakkan) pada
pokok gugatan. Karena itu pula permohonan sita jaminan tidak boleh
berdiri sendiri tanpa ada perkara pokok dan perkara pokok bisa ada tanpa
sita jaminan. Permohonan sita jaminan itu biasanya dicantumkan pada
bagian akhir “fundamentum petendi” (tuntutan).
Majelis Hakim dalam memeriksa mengenai permohonan sita
jaminan haruslah memenuhi unsur tentang kebenaran dalil Permohonan
mengenai sita jaminan, apabila terbukti dalil permohonan mengenai:
”Adanya persangkaan yang kuat serta beralasan bahwa Tergugat akan
menghilangkan atau bermaksud untuk memindahtangankan atau
menjauhkan barang dari kepentingan Penggugat”.
Adapun hal-hal yang penting diperhatikan oleh para hakim dalam
penanganan sita jaminan menurut SEMA RI No. 5 Tahun 1975 Tanggal 09
Desember 1975, yaitu :
1. Barang yang disita nilainya jangan melampaui nilai gugat;
2. Barang yang disita didahulukan benda yang bergerak, jika tidak
mencukupi baru benda yang tidak bergerak;
3. Barang yang disita tetap dalam penguasaan/pemeliharaan si tersita;
4. Perhatikan ketentuan pasal 198 dan 199 HIR/213 dan 214 RBg.
Dengan demikian jelaslah, bahwa setiap kreditur memiliki hak
jaminan atas piutangnya, baik yang berupa jaminan umum ataupun dapat
pula jaminan yang bersifat istimewa dan didahulukan. Kembali kepada
6 Kussunaryatun, Hukum Acara Perdata Pemeriksaan Perkara Perdata. (Surakarta : UNSPress.1995). h. 34
70
tujuan dari sita jaminan adalah untuk menjaga hak bukan menciptakan
atau memberikan hak baru. Oleh karena keseluruhan harta debitur, baik
yang bergerak ataupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun
yang akan ada adalah jaminan untuk keseluruhan kreditur, maka setiap
kreditur berhak untuk mengajukan permohonan sita jaminan atas
keseluruhan harta debitur, akan tetapi dalam mengajukan permohonan sita
jaminan harus disertai dengan alasan yang jelas dan memenuhi syarat
formil di persidangan.
Jadi dari hasil analisis peneliti, melihat pertimbangan-
pertimbangan hakim yaitu mengenai putusan yang menyatakan tergugat
telah melakukan wanprestasi dan menghukum tergugat untuk membayar
ganti kerugian kepada penggugat dan seluruh biaya perkara dibebankan
kepada tergugat karena gugatan penggugat dikabulkan sebagian dan
tergugat sebagi pihak yang kalah adalah keputusan yang tepat dana adil.
Apabila dikaitkan dengan teori perlindungan konsumen, yang mana
menurut A. Z Nasution hukum perlindungan konsumen merupakan bagian
dari hukum konsumen. Diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur dan
melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaannya serta mencegah perbuatan-perbuatan tidak jujur dalam
bisnis. Sementara bagi konsumen akhir diperlukan kaidah-kaidah hukum
yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk konsumen bagi konsumsi
manusia, dilengkapi dengan informasi yang benar, jelas, jujur, dan
bertanggungjawab.7 Maka Putusan Majelis Hakim telah sesuai dengan
teori perlindungan konsumen.
Dengan demikian putusan Majelis Hakim sudah cukup adil dalam
mengadili perkara. Namun pemerintah perlu lebih memperhatikan aturan
terkait rumah susun yang ada pada Undnag-Undang Nomor 20 Tahun
2011 beserta peraturan turunannya agar lebih jelas dan terarah.
ketidakjelasan aturan yang menimbulkan perbedaan penafsiran
7 Az. Nasution, Hukum perlindungan Konsumen, ... h. 20-21
71
menimbulkan ketidaksinkronan antarpasal yang membuka celah terjadinya
pelanggaran dan ketiadaan aturan sanksi bagi pihak yang melanggar
sehingga tidak memberi efek jera bagi pengembang yang melanggar
aturan. Adapun kelemahan materi hukum pemasaran apartemen secara pre
project selling ini membuat penegakan hukum terhadap pengembang
menjadi sulit untuk dilakukan. Sehingga konsumen harus sangat berhati-
hati dan teliti agar tidak menempatkan dirinya dalam kerugian.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya
maka peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa:
1. Menurut analisis penulis terdapat ketidakjelasan informasi terkait
Perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen dalam hal ini yaitu
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang diberikan oleh
pengembang dan tidak terbuka kepada konsumennya. Padahal sesuai
dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dimana pelaku usaha wajib beritikad baik
dalam melakukan kegiatan usahanya serta wajib memberikan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan. Akibat hukum jika hak atas informasi
jual beli tidak diberikan kepada pembeli dapat menyebabkan kerugian
terutama bagi pembeli yang belum berstatus sebagai pemilik. Dalam
perjanjian tersebut, kejelasan kepemilikan faktor yang menentukan
sejauhmana hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kurangnya
informasi yang diberikan kepada pembeli dapat menimbulkan
kerugian bagi pembeli.
2. Dari hasil analisis penulis, melihat pertimbangan-pertimbangan hakim
mengenai putusan yang menyatakan tergugat telah melakukan
wanprestasi dan menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian
kepada penggugat dan seluruh biaya perkara dibebankan kepada
tergugat karena gugatan penggugat dikabulkan sebagian dan tergugat
sebagi pihak yang kalah adalah keputusan yang tepat dan adil. Namun
perlu diperhatikan mengenai Peraturan pelaksana dari Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011 yang masih mengikuti peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Dimana sudah
seharusnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 memiliki
peraturan pelaksananya sendiri agar tidak terjadi kekacauan dan
tumpang tindih dibidang rumah susun, serta dapat memberikan aturan
73
atau regulasi yang jelas dan terbuka supaya tidak ada kesalahan dalam
penafsiran.
B. Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang diberikan oleh peneliti, yaitu:
1. Bahwa setiap perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak
harus dilaksanakan dan dipenuhi sesuai dengan teori Pacta Sunt
Servanda bahwa perjanjian itu mengikat serta menjadi undang-undang
bagi kedua belah pihak dan harus ditepati.
2. Setiap pelaku usaha khususnya pelaku usaha atau pengembang
apartemen harus menaati peraturan dalam mendirikan dan
memasarkan apartemen sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Rumah Susun.
3. Pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap pengembang-
pengembang apartemen yang sewenang-wenang dan membentuk
lembaga khusus untuk mengawasi pengembang dalam mendirikan dan
memasarkan apartemen pada saat perizinan hingga tahap sertifikasi
agar permasalahan tentang apartemen dapat diminimalisir. Selain itu
perlu dibuat peraturan pelaksana yang lebih lengkap dan efektif dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 yang hingga saat ini masih
menerapkan peraturan pelaksana yang lama. Karena kehadiran
peraturan pelaksana sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang
tindih dibidang rumah susun.
4. Bagi konsumen yang akan membeli apartemen dengan sistem pre
project selling agar lebih berhati-hati dalam memilih dan mencari tahu
thread record dari pengembang. Konsumen juga harus memahami
betul isi dari perjanjian jual beli antara pengembang dengan konsumen
agar tidak ada klausula-klausula dari perjanjian yang justru akan
merugikan konsumen. Selanjutnya apabila pengembang melakukan
wanprestasi ataupun konsumen merasa hak-haknya dilanggar oleh
pengembang maka konsumen perlu melaporkan hal tersebut ke
lembaga yang berwenang seperti pengadilan atau badan penyelesaian
sengketa konsumen diluar pengadilan (BPKN, BPSK, dan LPKSM).
74
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi, Jakarta: Salemba
Empat, 2009.
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Jakarta: PT. Gunung Agung Tbk, 2002.
Antonio, Muhammad Syafe’i , Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
Asser, C., Pengajian Hukum Perdata Belanda, Jakarta: Dian Rakyat, 1991.
Badrulzaman, Mariam Darus, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III
Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Ed. II, Cet I, Bandung:
Alumni, 1996.
___________, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1991.
Eddy, Richard, Aspek Legal Properti-Teori, Contoh, dan Aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2010.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.
___________, Munir, Teori-teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum, Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2013.
H, Grotius, The Law of War and Peace : De Jure Bell et Paris, 1646 ed, Kesley,
FW. trans., Oxford 1916-25 and Punderof,S., The Law of Nature and
Nations: De Jure Naturae et Gentium, 1688 ed. Oxford, 1934.
75
H.S., Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. V,
Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Halim, Ridwan, Hak Milik, Kondominium, dan Rumah Susun. Jakarta: Puncak
Karma, 1990.
Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian: Asas Proposionalitas dalam Kontrak
Komersial, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010.
Hutagalung, Arie S, Condominium dan Permasalahannya. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998.
Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing, 2006.
Judohusodo, Siswono, Rumah untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Unit
Percetakan Bharakerta, Jakarta, 1991.
K., Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan, Jakarta: Simbur Cahaya, 1976.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Koeswahyono, Imam, Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman,
Malang: Bayumedia, 2004.
Kussunaryatun, Hukum Acara Perdata Pemeriksaan Perkara Perdata, Surakarta:
UNS Press, 1995.
Mamuji, Sri dan Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Mashudi dan Mohammad Chidir Ali, Bab-bab Hukum Perikatan, Bandung:
Mandar Maju, 1995.
76
Meliala, A. Qirom, Pokok-pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya,
Yogyakarta: Liberty, 1985.
Muhamad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditiya
Bakti, 2014.
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Jual Beli, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Nasution, Az, Hukum perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit
Media, 2006.
___________, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum
pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995.
Niewenhuis, J. H., Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Terjemahan Djasadin
Saragih), Surabaya, 1985.
Patrik, Purwahid, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994.
Prabawa, Ida B.A, Guide to Invest in Property. Jakarta: Elex Media Komputindo,
2016.
Prawirohamidjojo, Soetojo, Iktikad Baik (Goede Trouw/Good Faith), Pidato
dalam Rangka Memperingati Dies Natalis XXXVIII Universitas Airlangga
Surabaya, 11 November 1992.
Prodjodikoro, R. Wiryono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Bandung: Sumur, 1974.
R.W., Andi Sri dan Nurdiyana Tadjuddin, Hukum Perlindungan Konsumen,
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018.
77
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Band.ung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Ramelan, Eman, dkk, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pembeli Satuan
Rumah Susun/Strata Title/Apartemen. Yogyakarta: Penerbit Aswaja
Presindo, 2015.
Rasjidi, Lili dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja
Rusdakarya, 1993.
Samsul, Inosentius, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.
Santoso, Urip, Hukum Perumahan, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014.
Saragih, Djasadin, Sekilas Perbandingan Hukum Kontrak Civil Law dan Common
Law, Lokakarya ELIPS Projects-Materi Perbandingan Hukum Perjanjian,
Kerjasama FH Unair dengan FH UI, Hotel Sahid Surabaya, 1993.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo, 2006
Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta:
Institut Bankir Indonesia, 1993.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,
1990.
Sofie, Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002.
78
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Jakarta: Paramita, 1980.
Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. Keenam, Alumni, Bandung, 1995.
________, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Jakarta: Intermasa, 1996.
Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen,
Bandung: Mandar Maju, 2000.
Unger, Roberto Mangabeira, Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga
Studi Advokasi Masyarakat, 1999.
Perundang-undangan/Putusan Hakim
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Putusan No. 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.Putusan Mahkamah Agung.
Putusan Tingkat Banding Perkara Nomor 91/PDT/2018//PT.DKI.
Jurnal dan Internet
Asmana, Abi. http://legalstudies71.blogspot.com/2015/09/hapusnya-suatu-
perjanjian-dan-akibat.html, diunduh pada 7 Maret 2019.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Simposium Hukum Perdata
Nasional, Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) –
79
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 21-23 Desember
1981.
Fardiansyah, Ryza .“Pacta Sunt Servanda”,
http://asashukum.blogspot.com/2012/03/pacta-sunt-servanda.html, diakses
pada 05 Maret 2019.
Mardiasmo, Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui
Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance Jurnal
Akuntansi Pemerintahan, 2 : 1. (1-17), 2006.
Marzuki, Peter Mahmud, “Batas-batas Kebebasan Berkontrak”, Yuridika,
Volume 18 No.3, Mei Tahun 2003
Nola, Luthvi Febryka. “Permasalahan Hukum dalam Praktik Pre-Project Selling
Apartemen”. Majalah Info Singkat Hukum Volume 9 No. 18. (2017).
Putra, Eka Kurniawan. Penegakan Hukum Pada Bisnis Properti dengan Pola Pre
Project Selling, http://mkn.fh.unair.ac.id/penegakan-hukum-pada-bisnis-
properti-dengan-pola-pre-project-selling/?lang=id, diunduh 31 Januari
2019.
Tunady, Wibowo, http://www.jurnalhukum.com/istilah-rumah-susun-apartemen-
dan-kondominium/, diakses pada 21 Maret 2017
Wikipedia, Apartment, http://en.wikipedia.org/wiki/Apartment diakses pada 8
Maret 2019.
http://infopropertyid.blogspot.com/2013/07/pengembang-la-city-apartment-
siap.html, diunduh 27 April 2019
https://ekonomi.bisnis.com/read/20120506/45/75718/apartemen-murah-akan-
dibangun-di-lenteng-agung, diunduh 27 April 2019
80
https://ekbis.sindonews.com/read/626259/36/pengembang-ajukan-700-menara-
rusunami-1336533436, diunduh 27 April 2019
http://lacity-apartment.blogspot.com/2012/04/peta-lokasi.html, diunduh 27 April
2019
http://apartemen-di-jakarta-selatan.blogspot.com/2013/07/rincian-biaya-unit-
apartment-la-city.html, diunduh 27 April 2019
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.1 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
P U T U S A N Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan memutus
perkara perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara gugatan antara:
KURNIAWANSYAH M., S.T., M.M., bertempat tinggal di Perum Jati
Jajar, Blok 22, Nomor 09, RT.06 RW.010, Jati Jajar,
Tapos, Depok, dalam hal ini memberi kuasa kepada
Ibrahim Fajri,S.H.,ME.I., Umar Said Leurima,S.H., dan
Syahjohan Wahyudin,S.H., para Advokat, beralamat
Kantor di Cilebut Garden, Blok A, Nomor 21, Cilebut
Barat, Sukaraja, Bogor, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus, tanggal 3 Maret 2017, selanjutnya disebut
sebagai Penggugat;
Lawan:
PT. SPEKTA PROPERTY INDONESIA, beralamat di Jalan Raya
Lenteng Agung Timur Nomor 39, Jagakarsa, Jakarta
Selatan, dalam hal ini memberi kuasa kepada
R.Supramono,S.H., dan Arief Taufani,S.H., para
Advokat, yang berkantor di Jalan Tirtayasa X Nomor
3, Lantai 3, Kebayoran Baru, Jakarta, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tanggal 13 April 2017,
selanjutnya disebut sebagai Tergugat;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca berkas perkara;
Setelah mendengar kedua belah pihak;
TENTANG DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatan tanggal 30
Maret 2017 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan pada tanggal 4 April 2017 dalam Register Nomor
224/Pdt.G/2017/ PN.Jkt.Sel., telah mengajukan gugatan sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat adalah konsumen atau pembeli Satu Unit
Apartemen LA City Nomor : A/16/5/2 BR, luas 30 M2 dan Tergugat
adalah Pengembang sekaligus penjual apartemen La City, yang
berlokasi di Jalan Raya Lenteng Agung Timur Nomor 39, Jagakarsa,
Jakarta Selatan ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.2 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
2. Bahwa pada tanggal 06 Juli 2013, Penggugat dan Tergugat sepakat
dan menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 dengan Objek Perjanjian berupa Satu Unit
Apartemen LA City Nomor : A/16/5/2 BR, luas 30 M2 dengan harga jual
Rp.269.511.482 (Dua Ratus Enam Puluh Sembilan Juta Lima Ratus
Sebelas Ribu Empat Ratus Delapan Puluh Dua Rupiah) di hadapan
Notaris Dr. Ir. Franz Astani., SH., M.Kn., SE., MBA., MM., MSI. di
wilayah hukum Jakarta Selatan;
3. Bahwa selaku pembeli Penggugat telah melaksanakan kewajiban
berupa pembayarannya, dan untuk pelunasannya apabila terjadi serah
terima unit sebagaimana yang disepakati Tergugat dengan Penggugat;
4. Bahwa sebagimana pasal 15 ayat (1) Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) nomor 400/ppjb/lacity/vii/2013 tanggal 6 juli 2013, Tergugat
akan melaksanakan penyerahan serah terima unit Apartemen LA City
Nomor: A/16/5/2 BR, luas 30 M2 pada tanggal 30 Desember 2013;
5. Sebagaimana Pasal 11 ayat (2), (3), dan (4) Perjanjian Pengikatan Jual
Beli ( PPJB ) nomor 400/ppjb/lacity/vii/2013 tanggal 6 juli 2013 , bahwa
perpanjangan waktu penyelesaian pembangunan oleh Tergugat dibagi
dalam 3 tahap;
Yaitu :
Dengan waktu 120 hari kalender setelah jatuh tempo;
Dengan waktu 90 hari kalender setelah perpanjangan waktu
pertama,dan
Dengan waktu 60 hari kalender setelah perpanjangan kedua;
Maka secara keseluruhan perpanjangan waktu penyelesaian
pembangunan oleh Tergugat adalah 270 hari kalender; sehingga
secara jelas Tergugat telah menciderai janji (Wanprestasi) sehingga
hal tersebut sangat merugikan Penggugat;
6. Sebagaimana pasal 11 ayat (5) perjanjian pengikatan jual beli nomor
400/ppjb/lacity/vii/2013 tanggal 6 juli 2013, bahwa keterlambatan
Tergugat menyelesaikan pembangunan sesuai perjanjian maka
dikenakan denda 0,1% dari jumlah uang yang telah diterima dari pihak
kedua untuk setiap hari dengan maksimal 5% dari nilai jual Rp.
269.511.482 yaitu sebesar Rp.13.475.574,1,- (tiga belas juta empat
ratus tujuh puluh lima ribu lima ratus tujuh puluh empat koma satu
rupiah);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.3 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
7. Bahwa hingga Penggugat mengajukan Gugatan ini unit apartemen LA
City Nomor : A/16/5/2 BR, luas 30 M2 yang dimaksud, belum juga
diterima Penggugat;
8. Sebagaimana Pasal 11 ayat (6), (7), dan (8) perjanjian pengikatan jual
beli (PPJB) Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 Tanggal 6 Juli 2013,
bahwa dalam 90 Hari kalender perpanjangan waktu yang kedua,
Penggugat dapat mengakhiri secara sepihak perjanjian ini, dan
Tergugat wajib mengembalikan seluruh uang yang diterima oleh Pihak
Kedua dengan ditambah denda maksimal 5%;
9. Bahwa perbuatan Tergugat yang telah ingkar dari janjinya (berupa
penyelesaian pekerjaan unit apartemen LA City Nomor : A/16/5/2 BR,
luas 30 M2 dan diserahkan kepada Penggugat selaku Konsumen/
pembeli adalah merupakan perbuatan wanprestasi sebagaimana yang
dijelaskan dalam pasal 1234 KUH Perdata tiap tiap perikatan yaitu
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu;
10. Bahwa Perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat
sebagaimana diuraikan diatas, melahirkan hak bagi Penggugat untuk
menuntut segala ganti kerugian, bunga dan biaya denda yang
diakibatkan oleh perbuatan wanprestasi tersebut (vide: Pasal 1243
KUHPerdata), sehingga karenanya cukup alasan bagi gugatan ini;
11. Bahwa sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya: sehinga perjanjian
pengikatan jual beli (PPJB) Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 Tanggal 6
Juli 2013 sah dan menjadi Undang undang bagi Penggugat dan Tergugat;
12. Bahwa dalam pasal 1244 dan 1245 mengatur pembebasan apabilah
terjadi force majeur atau overmacht, atau karena keadaan yang tidak
disengaja/keadaan memaksa. sehingga tidak ada alasan bagi Tergugat
untuk menyatakan bahwa tergugat mengalami kondisi Force Majeur,
maka sudah sepatutnya Tergugat mengganti seluruh kerugian yang di
derita Penggugat;
13. Bahwa adapun kerugian-kerugian akibat perbuatan yang dilakukan
Tergugat, sebagai berikut :
KERUGIAN MATERIL :
Bahwa Nilai Investasi objek gugatan di Tanggal 14 Febuari 2015
adalah Rp.565.909.092,- (Lima Ratus Enam Puluh Lima Juta
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.4 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Sembilan Ratus Sembilan Ribu Sembilan Puluh Dua Rupiah);
Denda Keterlambatan 5% dari Nilai Jual Rp. 269.511.482 yaitu
Sebesar Rp.13.475.574,- (Tiga Belas Juta Empat Ratus Tujuh
Puluh Lima Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Empat Rupiah);
Bahwa akibat perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang telah
dilakukan oleh Tergugat tersebut, mengakibatkan keuntungan
Investasi Penggugat hilang dan juga menyebabkan kepercayaan
Penggugat untuk berinvestasi di bidang Property Khususnya
Apartemen menghilang, hal mana apabila dinilai dengan uang
adalah setara dan patut ditetapkan sebesar Rp. 100.000.000,-
(Seratus Juta Rupiah);
Bahwa Total Kerugian Penggugat sebesar Rp.679.384.666,- (Enam
Ratus Tujuh Puluh Sembilan Juta Tiga Ratus Delapan Puluh Empat
Ribu Enam Ratus Enam Puluh Enam Rupiah);
Bahwa apabila Tergugat lalai melaksanakan putusan a quo
sangatlah beralasan kiranya agar Tergugat dihukum untuk
membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu
Juta Rupiah) setiap harinya sejak putusan ini berkuatan hukum
tetap;
Bahwa Tergugat agar dihukum membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini;
Bahwa disamping itu timbul kekuatiran pada Penggugat, pada saat
perkara ini diputus oleh majelis hakim pengadilan negeri jakarta
selatan putusan nantinya akan menjadi sia-sia, mengingat tergugat
akan berupaya untuk mengalihkan dan/atau menghilangkan
dan/atau menjadikannya tidak utuh lagi baik untuk seluruhnya
maupun untuk sebagian atas objek gugatan yang berlokasi di jalan
raya lenteng agung timur nomor 39, jagakarsa, jakarta selatan,
dengan spesifikasi sebagai berikut :
tower : a
lantai : 16
nomor unit : 5
tipe : 2 br
luas : 30 m2;
sehingga dengan mengacu kepada pasal 720 reglement op de
rechtsvordering (rv) dan pasal 227 het herziene indonesisch
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.5 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
reglement (hir), maka beralasan apabila Penggugat mohon kepada
majelis hakim pengadilan negeri jakarta selatan yang memeriksa
perkara ini untuk meletakkan sita jaminan (revindicatoir beslag)
atas objek gugatan dimaksud;
Bahwa untuk tidak menunggu lama di karenakan Penggugat telah
banyak, mengalami keruigian, dimohon kepada Majelis Hakim
Pemeriksa agar putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu
meskipun ada bantahan (verzet), banding atau kasasi (uit
voerbaar bijvoorad);
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penggugat memohon kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan untuk memanggil para pihak yang bersengketa pada
suatu persidangan yang ditentukan untuk itu guna memeriksa dan mengadili
gugatan ini dan selanjutnya berkenan untuk memberikan putusan sebagai
berikut ;
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 Tanggal 6 Juli 2013 antara Penggugat dan
Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melalaikan kewajibannya dengan tidak
melakukan penyerahan Serah Terima Unit/Pinjam Pakai Unit dari pada
OBJEK GUGATAN kepada Penggugat karena alasan pembangunan
belum selesai adalah perbuatan cidera janji (wanprestasi);
4. Menyatakan Penggugat telah melunasi seluruh kewajibannya;
5. Menyatakan sah dan mengikat pembayaran yang dilakukan oleh
Penggugat dengan sitem Kontan bertahap melalui Tunai dan Giro;
6. Menyatakan sah dan mengikat Nilai Investasi OBJEK GUGATAN di
Tanggal 14 Febuari 2015 yang di tawarkan oleh Tergugat melalui
Pameran JCC yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu
Merdeka.com dengan link internet https://m.merdeka.com/uang/pameran-
di-jcc-tawarkan apartemen -rp-400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar uang ganti kerugian kepada
Penggugat secara tunai dan seketika dengan rincian sebagai berikut:
KERUGIAN MATERIL :
1. Nilai Investasi OBJEK GUGATAN di Tanggal 14 Febuari 2015 adalah
Rp.565.909.092,- (Lima Ratus Enam Puluh Lima Juta Sembilan
Ratus Sembilan Ribu Sembilan Puluh Dua Rupiah);
2. Denda Keterlambatan 5% dari Nilai Jual Rp. 269.511.482 yaitu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.6 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Sebesar Rp.13.475.574,- (Tiga Belas Juta Empat Ratus Tujuh Puluh
Lima Ribu Lima RatusTujuh Puluh Empat Rupiah);
KERUGIAN IMMATERIL :
Bahwa akibat perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang telah dilakukan
oleh Tergugat tersebut, mengakibatkan keuntungan Investasi
Penggugat Hilang dan juga menyebabkan kepercayaan Penggugat
untuk berinvestasi di bidang Property Khususnya Apartemen
menghilang, hal mana apabila dinilai dengan uang adalah setara dan
patut ditetapkan sebesar Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah);
TOTAL KERUGIAN:
Adalah sebesar Rp.679.384.666,- ( Enam Ratus Tujuh Puluh Sembilan Juta
Tiga Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Enam Ratus Enam Puluh Enam
Rupiah);
Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) setiap harinya sejak
putusan ini berkuatan hukum tetap;
Menghukum Tergugat agar membayar segala biaya yang timbul dalam
perkara ini;
Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (Conservatoir Beslag) yang
telah diletakkan dalam perkara ini terhadap OBJEK GUGATAN yang
berlokasi di Jalan Raya Lenteng Agung Timur Nomor 39, Jagakarsa,
Jakarta Selatan, dengan Spesifikasi sebagai berikut :
- Tower : A - Lantai :16 - Nomor Unit : 5 - Tipe : 2 BR - Luas : 30 M2;
Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada
bantahan (verzet), banding atau kasasi (uit voerbaar bijvoorad);
Namun apabila Yang Terhormat Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Cq. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang
memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, dengan mengacu pula
pada hak-hak proporsionalitas pihak-pihak terkait pada permasalahan ini,
serta dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip hukum yang berlaku di
Negara ini, Kami mohonkan keadilan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, para
pihak masing-masing untuk Penggugat dan Tergugat menghadap kuasanya
tersebut;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.7 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Menimbang, bahwa pengadilan telah mengupayakan perdamaian
diantara para pihak melalui mediasi sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang telah diperbaharui
dengan Perma Nomor 1 Tahun 2016 dengan menunjuk Sdr.Agus
Widodo,S.H.,M.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai
Mediator;
Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator tanggal 24 Mei 2017,
upaya perdamaian tersebut tidak berhasil;
Menimbang, bahwa oleh karena itu pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan pembacaan surat gugatan yang isinya tetap dipertahankan oleh
Penggugat;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat
memberikan jawaban sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI
GUGATAN PENGGUGAT KABUR DAN TIDAK JELAS (OBSCUUR LIBEL)
KARENA PENGGUGAT TELAH MENGGABUNGKAN ANTARA GUGATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DENGAN GUGATAN WANPRESTASI.
1. Bahwa M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata, cetakan ke 13,
penerbit Sinar Grafika, halaman 455 menjelaskan bahwa gugatan
wanprestasi memiliki perbedaan dengan gugatan Perbuatan Melawan
Hukum. Salah satu perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi tuntutan
ganti rugi. Bahwa berdasarkan Pasal 1236 dan 1243 KUH Perdata
mengatur jenis ganti rugi yang dapat dituntut dalam gugatan wanprestasi
yaitu terdiri dari:
Kerugian yang dialami;
Keuntungan yang akan diperoleh;
Bunga.
Sebaliknya, Pasal 1365 KUH Perdata sebagai dasar hukum gugatan
Perbuatan Melawan Hukum :
Tidak menyebut bagaimana bentuk ganti rugi;
Tidak menyebutkan rincian ganti rugi;
Dengan demikian yang dapat dituntut:
- Kerugian materil;
- Kerugian imateril.
2. Bahwa dalam Gugatan PENGGUGAT dapat diketahui dalam posita angka
5, 9 s/d 10 PENGGUGAT mendalilkan bahwa TERGUGAT telah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.8 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
melakukan perbuatan wanprestasi. N A M U N, apa yang dituntut
PENGGUGAT dalam petitum 7 adalah kerugian materil dan immateriil
yang mana merupakan hak menuntut yang timbul akibat dari Perbuatan
Melawan Hukum. Maka dalam hal ini, PENGGUGAT telah
mencampuradukkan antara gugatan wanprestasi dengan perbuatan
melawan hukum dalam Gugatannya;
3. Bahwa M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata, cetakan ke 13,
penerbit Sinar Grafika, halaman 455, menjelaskan bahwa tidak dibenarkan
mencampuradukan wanprestasi dengan PMH di dalam gugatan. Maka
sesuai dengan Yurisprudensi Tetap Putusan Mahkamah Agung RI
No.1875 K/Pdt/1984 tanggal 29 April 1986 menyatakan, bahwa
“penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dengan perbuatan
ingkar janji tidak dibenarkan dalam tertib beracara dan harus diselesaikan
tersendiri pula”. Akibat dari pencampuradukan antara gugatan wanprestasi
dengan perbuatan melawan hukum, maka gugatan menjadi kabur
(obscuurliebel). Oleh karenanya, gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankeijke veerklaard;
GUGATAN PENGGUGAT PREMATUR KARENA TIDAK DIDAHULUI
DENGAN SOMASI YANG MENYATAKAN BAHWA TERGUGAT TELAH
MELAKUKAN WANPRESTASI.
4. Bahwa merujuk ke Pasal 1238 KUH Perdata yang berbunyi:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan”;
Dan Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan
Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah
ditentukan”;
5. Berdasarkan kedua pasal tersebut, gugatan terhadap perkara wanprestasi
hanya dapat dilakukan jika telah dilakukan peringatan kepada TERGUGAT
bahwa TERGUGAT telah melakukan tindakan wanprestasi. Namun,
hingga gugatan ini diajukan, TERGUGAT sama sekali belum menerima
surat peringatan (somasi) dari PENGGUGAT yang menyatakan bahwa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.9 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
TERGUGAT telah melakukan tindakan wanprestasi. Maka sudah
sepatutnya Majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke veerklaard);
DALAM POKOK PERKARA
6. Bahwa hal-hal yang telah TERGUGAT kemukakan didalam eksepsi,
mohon dianggap termasuk dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam pokok perkara ini;
7. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil dari PENGGUGAT
dalam gugatannya kecuali yang secara tegas diakui secara benar oleh
TERGUGAT;
8. Bahwa atas dalil angka 1 s/d 8 Gugatan PENGGUGAT maka terdapat
fakta bahwa telah ditandatanganinya Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) Nomor : 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tertanggal 6 Juli 2013 antara
PENGGUGAT dan TERGUGAT, dimana syarat subyektif yaitu adanya
kata sepakat dari PENGGUGAT dan TERGUGAT yang dituangkan dalam
Perjanjian tersebut dan adanya kecakapan antara PENGGUGAT dan
TERGUGAT untuk mengadakan perjanjian serta syarat obyektif yaitu
adanya objek yang diperjanjikan dan objek tersebut adalah suatu yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
kesusilaan dan ketertiban umum hal ini sebagaimana yang dinyatakan
dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata telah dipenuhi oleh
PENGGUGAT dan TERGUGAT oleh sebab itu, Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) Nomor : 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tertanggal 6 Juli 2013
keberadaannya berlaku sah sebagai undang-undang bagi PENGGUGAT
dan TERGUGAT berdasarkan pasal 1338 paragraf (1) KUHPerdata
Perjanjian tersebut yang harus ditaati baik oleh PENGGUGAT maupun
TERGUGAT dengan berlandasan itikad baik sebagaimana yang
dinyatakan dalam pasal 1338 paragraf 3 KUH Perdata;
9. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada
angka 12 gugatannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa tidak ada
alasan bagi TERGUGAT untuk menyatakan bahwa TERGUGAT
mengalami force majeur. Hal ini haruslah dilakukan pembuktian apakah
TERGUGAT mengalami force majeur atau tidak selama melaksanakan
pembangunan Apartemen Lenteng Agung City. Bahwa tidak dapat
diselesaikannya Apartemen Lenteng Agung City tepat waktu, TERGUGAT
punya alasan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.10 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
a. Bahwa dalam ketentuan pasal 20 Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) Nomor : 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tertanggal 6 Juli 2013
tentang FORCE MAJEURE (KEADAAN MEMAKSA) terdapat
ketentuan yang pada intinya apabila keterlambatan atau kegagalan
pembangunan tersebut diakibatkan oleh kejadian atau peristiwa yang
secara layak dan patut tidak dapat dihindari atau berada diluar
kemampuan PIHAK PERTAMA, maka para pihak secara tegas
MENYETUJUI bahwa PIHAK PERTAMA termasuk seluruh afiliasinya
perusahaan PIHAK PERTAMA dan karywan-karyawannya tidak akan
bertanggung jawab dan/atau dituntut baik secara perdata maupun
pidana dan/atau tuntutan ganti kerugian dalam bentuk apapun dan
jumlah berapapun untuk bertanggung jawab atas setiap keterlambatan
atau kegagalan atau kesalahan untuk memenuhi sesuatu atau
beberapa kewajibannya, khususnya untuk meyelesaikan
pembangunan sarusun Apartemen LA City. Maka dalil PENGGUGAT
yang menyatakan tidak ada alasan bagi TERGUGAT untuk
menyatakan bahwa TERGUGAT mengalami kondisi force majeure
merupakan dalil yang tidak berdasar;
b. Bahwa alasan TERGUGAT tidak menyelesaikan secara tepat waktu
bukannya tanpa ada alasan hukum, melainkan terdapat alasan hukum
yang sangat jelas karena pada saat itu terjadi perubahan regulasi atau
peraturan dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, seperti:
Perubahan Ijin Lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17
lantai;
- Bahwa Retribusi Persetujuan Prinsip Penyelesaian Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) yang terdapat pada pasal 2 ayat (1) huruf
c angka 26 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta Nomor : 1 tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, dimana
diakhir masa jabatan Gubernur Fauzi Bowo, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 2012, Peraturan Daerah Nomor : 1 tahun
2006 tersebut sudah tidak berlaku lagi;
- Bahwa Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta, nomer: 3 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah. Bab
XXVI, Pasal 147, tentang Ketentuan Penutup. Pada saat
Peraturan Daerah ini berlaku, Peratuan Daerah nomer 1 tahun
2006, tentang Retribusi Daerah (lembaran Daerah-daerah Khusus
Ibu kota Jakarta tahun 2006, nomer 1) dicabut dan dinyatakan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.11 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
tidak berlaku. Dengan tidak diberlakukan kembali Perda tentang
Retribusi Daerah tersebut diatas, maka permohonan Pelampauan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) untuk 24 lantai tidak terealisasi;
- Sedangkan permohonan penggunaan perhitungan KLB
berdasarkan Daerah Kepemilikan Lahan (DKL), nomer: 716/-
1.711 53, tanggal 15 Juli 2014, oleh Kepala Dinas Tata Ruang
Provinsi DKI Jakarta: Ir. Gamal Sinurat, MT. Penjelasan atas
permohonan tindak lanjut penggunaan perhitungan KLB
berdasarkan Daerah Kepemilikan Lahan (DKL), nomer: 1322/-
1.711.53 tanggal 6 Nopember 2014, oleh Kepala Dinas Tata
Ruang Provinsi DKI Jakarta: Ir. Gamal Sinurat, MT.;
Perubahan Peraturan Ketahanan Gempa dari SNI 2002 menjadi
SNI 2012;
- Persetujuan Prinsip Penggunaan Perhitungan Intensitas
Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Daerah Kepemilikan Lahan
(DKL), nomer: 135/-1.711.5 tanggal 9 Februari 2015 oleh
Gubernur Provinsi DKI Jakarta: Basuki T. Purnama.
- Bahwa sudah adanya persetujuan Design Arsitektur 24 lantai oleh
Team Ahli Independen Pemprov DKI Jakarta, yaitu Team Ahli
Bangunan Gedung Bidang Arsitektur dan Perkotaan (TABG-AP),
nomer: 35/TABG-AP/S/5/2015 tanggal 29 April 2015, Ketua
Team: Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M. Arch, Ph.D
- Bahwa namun Design Struktur 24 lantai tidak disetujui oleh Team
Ahli Bangunan Gedung Struktur dan Geodesi (TABG-SG) yang
tertuang dalam Lembar Penilaian Dokumen Teknis ke 2,
sidang TABG- SG tanggal 9 September 2015 oleh anggota
TABG-SG DKI: Syahril A. Rahim.
- Dengan diberlakukan Peraturan Gempa 2012 (SNI) di wilayah
Prov. DKI Jakarta, melalui Surat Edaran Kepala Dinas Tata
Ruang Prov. DKI Jakarta yang ditujukan kepada Konsultan
Struktur tanggal 1 Juni 2014 maka design struktur yang
dilaksanakan, tidak memenuhi syarat, yaitu masih ada
kekurangan pembesian/detailing karena perhitungan/design
struktur awal, masih mengikuti persyaratan Peraturan Gempa
tahun 2002 (SNI 2002) .
Adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor :
218/G/2013/PTUN-JKT;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.12 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Bahwa terhadap gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Nomor : 218/G/2013/PTUN-JKT tersebut yang menjadi objek
sengketa adalah Surat Keputusan Kepala Dinas Pengawasan dan
Penertiban Bangunan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor : 9605/IMB/2013 tanggal 23 Agustus 2013 tentang Izin
Mendirikan Bangunan kepada PT. Spekta Properti Indonesia
sehingga telah menarik TERGUGAT sebagai Tergugat II
Intervensi dalam perkara tersebut;
- Bahwa pada diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Dinas
Pengawasan dan Penertiban Bangunan Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor : 9605/IMB/2013 tanggal 23 Agustus 2013
tentang Izin Mendirikan Bangunan kepada PT. Spekta Properti
Indonesia yang menjadi objek sengketa, Penggugat dalam
gugatannya mendalilkan bahwa telah bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas
umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksudkan Pasal
53 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
- Bahwa terhadap gugatan Pengguat tersebut, Majelis Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah mempertimbangkan
bahwa objek sengketa telah diterbitkan dengan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sesuai
dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik setelah diuji
dari segi kewenangan, prosedural dan substansi penerbitan objek
sengketa
- Bahwa dengan adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha
Negara tersebut telah berakibat terhambatnya pembangunan dari
apartemen Lenteng Agung City;
c. Bahwa atas tunduhan PENGGUGAT yang menyatakan bahwa
TERGUGAT telah melakukan wanprestasi atas keterlambatan
pembangunan apartemen telah TERGUGAT jelaskan yang pada
pokoknya menyatakan keterlambatan pembangunan apartemen
dikarenakan adanya faktor Force Majeur, dengan demikian
TERGUGAT tidak dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan
wanprestasi;
Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada
angka 13 gugatannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.13 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
PENGGUGAT telah mengalami kerugian materill sebesar Rp.
679.384.666,- (enam ratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus delapan
puluh empat ribu enam ratus enam puluh enam rupiah);
10. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada
angka 13 gugatannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa akibat
wanprestasi (ingkar janji) yang dilakukan TERGUGAT maka PENGGUGAT
menderita kerugian materil dan immateriil sebesar Rp 679.384.666,- (enam
ratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus delapan puluh empat ribu enam
ratus enam puluh enam rupiah) akibat hilangnya keuntungan investasi dari
PENGGUGAT. Dengan alasan dalil PENGGUGAT yang menyatakan
menderita kerugian materiil dan immateriil sangat tidak berdasar, lagipula
tuntutan kerugian materil dan kerugian immateriil merupakan hak menuntut
yang timbul atas gugatan perbuatan melawan hukum, bukan atas gugatan
wanprestasi yang notabene yang hanya dapat menuntut biaya, rugi, dan
bunga;
11. Bahwa TERGUGAT menolak secara tegas dalil PENGGUGAT pada angka
13 Gugatan yang pada pokoknya menyatakan agar Mejelis Hakim
meletakkan sita jaminan terhadap objek gugatan berupa unit Apartemen
Lenteng Agung City milik PENGGUGAT. Dengan alasan terhadap barang
yang diajukan permohonan sita jaminan, terdapat kepentingan dari pihak
ketiga, tindakan penyitaan tersebut dapat menimbulkan kepanikan dari
Pihak Ketiga dengan demikian penyitaan tersebut tidak hanya merugikan
TERGUGAT, akan tetapi juga Pihak Ketiga, dan akan sulit untuk
mengembalikan dalam ke keadaan semula. Oleh karena itu, demi
mencegah kerugian baik material maupun sosial yang lebih besar, maka
sudah sepatutnya permohonan sita jaminan tersebut ditolak;
12. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada
angka 23 Gugatan yang meminta putusan dalam perkara a quo dinyatakan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu secara serta merta meski ada upaya
kasasi (Uit Voerbar Bij Voorrad) karena PENGGUGAT tidak dapat
menunjukkan bukti-bukti yang sah dan otentik serta tidak terpenuhinya
syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 180 HIR dan SEMA No. 03
Tahun 1971;
Bahwa berdasarkan apa yang telah TERGUGAT uraikan di atas, dengan ini
TERGUGAT memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
serta memutus perkara ini, agar kiranya menjatuhkan putusan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.14 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
DALAM EKSEPSI
1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi TERGUGAT untuk seluruhnya;
2. Menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak-tidaknya menyatakan
gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
DALAM POKOK PERKARA
1. Menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
2. Menghukum PENGGUGAT untuk membayar seluruh biaya yang timbul
dalam perkara ini;
ATAU, apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aquo et bono);
Menimbang, bahwa selanjutnya Penggugat mengajukan replik
tertanggal 21 Juni 2017, sedang Tergugat mengajukan duplik tertanggal
12 Juli 2017;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya
Penggugat telah mengajukan bukti surat-surat berupa fotokopi yaitu Bukti P-1
sampai dengan Bukti P-18 yang telah disesuaikan dengan aslinya, kecuali
Bukti P-12 adalah fotokopi dari fotokopi, Bukti P-14, P-15, P-16. P-17 dan
P-18 adalah bukti hasil print out, bukti-bukti tersebut bermaterai cukup dan
telah dileges sebagai berikut:
1. Foto copy Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) LA City Apartemen Nomor
PPJB: 400/PPJB/LACITY/VII/2013, Nomor Unit: Tower A Lantai 16 No.5 Type
2 BR, atas nama pembeli : KURNIAWAN SYAH, tertanggal 7 Juli 2013, bukti
P-1 ;
2. Foto copy Surat pemersanan Unit (SPU), atas nama Bpk. KURNIAWAN
SYAH, M.ST., tertanggal 11 Juli 2012, bukti P-2 ;
3. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-00994, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran DP-1 unit Apartemen LA City, tertanggal 13 Juli
2012, sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh ratus
delapan puluh tujuh), bukti P-3 ;
4. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-001317, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran DP-3 unit Apartemen LA City, tertanggal 18
September 2012, sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu
tujuh ratus delapan puluh tujuh) bukti P-4 ;
5. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-001561, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran DP-4 unit Apartemen LA City, tertanggal 17
Oktober 2012, sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu
tujuh ratus delapan puluh tujuh) bukti P-5 ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.15 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
6. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-001807, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran DP-5, tertanggal 19 Nopember 2012, sebesar Rp.
6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh ratus delapan puluh tujuh)
bukti P-6 ;
7. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-05475, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran Angsuran 4 unit LA City Apartemen, tertanggal 1
April 2014, sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), bukti P-7;
8. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-05686, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran Angsuran 5 unit LA City Apartemen, tertanggal 30
April 2014, sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), bukti P-8;
9. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-05925, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran Angsuran 6 unit LA City Apartemen, tertanggal 02
Juni 2014, sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), bukti P-9;
10. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-06130, atas nama KURNIAWAN SYAH,
M.ST., untuk pembayaran Angsuran 7 unit LA City Apartemen, tertanggal 30
Juni 2014, sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), bukti P-10;
11. Foto copy Surat Nomor : 258/S[U-LACITY/VII/2014, Perihal : Konirmasi
Jumlah Pembayaran tertanggal 1 Juli 2014, yang ditujukan kepada Bapak/Ibu
KURNIAWAN SYAH, bukti P-11 ;
12. Foto copy potongan duplik dari Tergugat point 7, bukti P-12 ;
13. Foto copy Schedule Pembayaran Kontan Bertahap, Nama Konsumen:
KURNIAWAN SYAH, tertanggal 14 Nopember 2013, bukti P-13 ;
14. Print out Foto Screen Shoot Website Badan Standar Nasional (BSN), bukti
P-14 ;
15. Print out Tentang Pertimbangan Hukum, bukti P-15 ;
16. Print out Foto Apartemen LA City, bukti P-16 ;
17. Print out Foto Screen Shoot Website Merdeka.com., bukti P-17 ;
18. Print out Foto Kartu Tanda Penduduk atas nama KURNIAWANSYAH, M.ST,
bukti P-18 ;
Menimbang, bahwa selain mengajukan bukti surat Penggugat juga
mengajukan 2 (dua) orang saksi, masing-masing dibawah sumpah
memberikan keterangan pada pokoknya adalah sebagai berikut:
1. Saksi Samuel W.Gassing.
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat karena sama-sama pernah membeli
apartemen;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.16 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Bahwa Penggugat adalah developer yang menjual apartemen, sedangkan
Tergugat adalah pembeli/konsumen yang membeli apartemen;
- Bahwa setahu Saksi Penggugat membeli 1 (satu) unit apartemen;
- Bahwa Saksi membeli 1 (satu) unit dengan harga sekitar tiga ratus jutaan
dengan ukuran 30 m² lokasi di Lenteng Agung;
- Bahwa dalam jual beli apartemen tersebut ada berupa perjanjian pengikatan
jual beli;
- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat ada masalah yaitu Tergugat
telah wanprestasi dalam pembangunan apartemen, seharusnya apartemen
tersebut sudah selesai pada tahun 2013 dan diserahkan ke konsumen,
namun sampai sekarang belum selesai pembangunannya dan belum bisa
ditempati;
- Bahwa setahu Saksi, Penggugat sudah membayar lunas harga apartemen
tersebut;
- Bahwa benar, Saksi dan Penggugat adalah sama-sama konsumen
PT.Spekta Property Indonesia;
- Bahwa yang Saksi tahu pembangunan apartemen tersebut belum selesai
karena ada kendala mengenai ijin pembangunan, pendanaan dan ada
masalah manajemen PT.Spekta Property Indonesia;
- Bahwa benar apartemen yang Saksi pesan juga belum selesai
pembangunannya, apartemen yang Saksi pesan tahun 2011 seharusnya
sudah ada perijinannya, namun pada tahun 2015 ternyata perijinannya
belum ada dan unit yang Saksi pesan ternyata tidak bisa dibangun;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat pernah berkali-kali mengadakan
pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi pihak developer
(Tergugat) hanya menjanjikan akan menyelesaikan;
- Bahwa Saksi juga pernah menghadiri pertemuan tersebut sekitar 4 (empat)
kali pertemuan;
- Bahwa harga apartemen itu beda-beda kalau yang milik Saksi sekitar tiga
ratus jutaan, kalau milik Tergugat harga pastinya berapa Saksi tidak tahu;
- Bahwa Saksi tidak pernah melihat Bukti T-4 berupa fotokopi Kartu Kontrol
User Nomor Unit A/16/05/2BR dengan nilai kontrak harga apartemen milik
Penggugat adalah sebesar Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh
sembilan juta lima ratus sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah);
- Bahwa Saksi tidak tahu isi dari perjanjian pengikatan jual beli antara
Penggugat dengan Tergugat;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.17 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Bahwa Saksi tahu kalau penyerahan unit itu harus melunasi pembayaran
sesuai bukti T-3 berupa fotokopi Perjanjian Pengikatan Jual Beli pada Pasal
15 (1.a) disebutkan bahwa pihak pertama akan melaksanakan penyerahan
serah terima unit/pinjam pakai unit pada tanggal 30 Desember 2013 kepada
pihak kedua dengan syarat pihak kedua melunasi seluruh nilai unit dan
penggantian biaya pertelaan kepada developer, pajak-pajak diantaranya bea
perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan pajak lainnya yang
ditentukan oleh pemerintah, service charge dan sinking fund tahun pertama;
2. Saksi Eko Wicaksono.
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat karena sama-sama pernah membeli
apartemen;
- Bahwa Penggugat adalah developer yang menjual apartemen, sedangkan
Tergugat adalah pembeli/konsumen yang membeli apartemen PT. Spekta
Property Indonesia;
- Bahwa setahu Saksi Penggugat membeli 1 (satu) unit apartemen, yang
harganya sekitar tiga ratus jutaan, dengan ukuran 30 m²;
- Bahwa dalam jual beli apartemen tersebut ada perjanjian pengikatan jual
beli;
- Bahwa masalah antara Penggugat dan Tergugat yaitu Tergugat terlalu
lama menyelesaikan pembangunan apartemen, seharusnya apartemen
tersebut sudah selesai pada tahun 2013 dan diserahkan ke konsumen,
namun sampai sekarang belum selesai pembangunannya dan belum bisa
ditempati;
- Bahwa setahu Saksi Penggugat sudah membayar lunas harga apartemen
tersebut;
- Bahwa setahu Saksi alasan pembangunan apartemen tersebut belum
selesai karena ada kendala mengenai ijin pembangunan, pendanaan dan
ada masalah manajemen PT.Spekta Property Indonesia;
- Bahwa apartemen yang Saksi pesan tahun 2011 seharusnya sudah ada
perijinannnya, namun pada tahun 2015 ternyata perijinannya belum ada
dan unit yang Saksi pesan ternyata tidak bisa dibangun;
- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat pernah berkali-kali
mengadakan pertemuan tetapi pihak developer (Tergugat) hanya
menjanjikan akan menyelesaikan;
- Bahwa Saksi mengetahui sesuai Bukti T-3 berupa fotokopi Perjanjian
Pengikatan Jual Beli pada Pasal 15 (1.a) disebutkan bahwa pihak pertama
akan melaksanan penyerahan serah terima unit/pinjam pakai unit pada
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.18 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
tanggal 30 Desember 2013 kepada pihak kedua dengan syarat pihak kedua
melunasi seluruh nilai unit dan penggantian biaya pertelaan kepada
developer, pajak-pajak diantaranya bea perolehan atas tanah dan
bangunan (BPHTB) dan pajak lainnya yang ditentukan oleh Pemerintah,
service charge dan sinking fund tahun pertama;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil bantahannya Kuasa
Tergugat telah mengajukan bukti surat-surat berupa fotokopi yaitu Bukti T-1
sampai dengan Bukti T-18 yang telah disesuaikan dengan aslinya, kecuali
Bukti T-1, T-2, T-6 dan T-7 adalah fotokopi dari fotokopi, bukti-bukti tersebut
bermaterai cukup dan telah dileges sebagai berikut:
1. Foto copy Surat Pemesanan Unit (SPU) No. 258/SPU-LACITY/VII/12
tertanggal 11 Juli 2012, bukti T-1 ;
2. Foto copy :
Kwitansi Nomor : TR-00994, pembayaran DP-1 (Down Payment
Kesatu) sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu
tujuh ratus delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 13 Juli 2012;
Kwitansi Nomor : TR-001156, pembayaran DP-2 (Down Payment Kedua)
sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh ratus
delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 15 Agustus 2012;
Kwitansi Nomor : TR-001317, pembayaran DP-3 (Down Payment Ketiga)
sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh ratus
delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 18 September 2012;
Kwitansi Nomor : TR-001561, pembayaran DP-4 (Down Payment
Keempat) sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh
ratus delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 17 Oktober 2012;
Kwitansi Nomor : TR-001807, pembayaran DP-5 (Down Payment Kelima)
sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh ratus
delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 19 November 2012;
Kwitansi Nomor : TR-002042, pembayaran DP-6 (Down Payment
Keenam) sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh
ratus delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 20 Desember 2012;
Kwitansi Nomor : TR-002056, pembayaran DP-7 (Down Payment Ketujuh)
sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu tujuh ratus
delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 18 Januari 2013;
Kwitansi Nomor : TR-002616, pembayaran DP-8 (Down Payment
Kedelapan) sebesar Rp. 6.112.787,- (enam juta seratus dua belas ribu
tujuh ratus delapan puluh tujuh rupiah) pada tanggal 18 Februari 2013;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.19 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Kwitansi Nomor : TR-04583, pembayaran Angsuran 1 (Pertama) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 28 November
2013;
Kwitansi Nomor : TR-04830, pembayaran Angsuran 2 (kedua) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 3 Januari 2014;
Kwitansi Nomor : TR-05061, pembayaran Angsuran 3 (ketiga) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 5 Februari
2014;
Kwitansi Nomor : TR-05475, pembayaran Angsuran 4 (keempat) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 1 April 2014;
Kwitansi Nomor : TR-05686, pembayaran Angsuran 5 (kelima) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 30 April 2014;
Kwitansi Nomor : TR-05925, pembayaran Angsuran 6 (keenam) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 2 Juni 2014;
Kwitansi Nomor : TR-06130, pembayaran Angsuran 7 (ketujuh) sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 30 Juni 2014;
--------------------------------------------------------------------------------- bukti T-2 ;
3. Foto copy Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Satuan Unit Apartemen LA
CITY No. 400/PPJB//LACITY/VII/2013 tertanggal 6 Juli 2013, bukti T-3 ;
4. Foto copy Kartu Kontrol User Nomor Unit : A/16/05/2BR dengan nilai kontrak
sebesar Rp. 269.511.483,- (dua ratus enam puluh sembilan juta lima ratus
sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah), butki T-4 ;
5. Foto copy Surat No. 258/SPU-LACITY/VIII/2014 tertanggal 11 Agustus 2014
perihal Konfirmasi Jumlah Pembayaran, bukti T-5 ;
6. Foto copy Surat Keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional Nomor :
220/KEP/BSN/12/2012 tentang Penetapan Revisi 12 (dua belas) Standar
Nasional Indonesia tanggal 28 Desember 2012, bukti T-6 ;
7. Foto copy Salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Nomor
Perkara : 218/G/2013/PTUN.JKT tanggal 16 April 2014, bukti T-7;
8. Foto copy Kwitansi Nomor : TR-06354, pembayaran Angsuran 8 (kedelapan)
sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 5 Agustus
2014, bukti T-8 ;
9. Foto copy Surat dari Komando Operasi TNI AU I Pangkalan TNI AU Halim
Perdanakusuma tanggal 20 April 2017, Nomor: B/531-09/21/05/Halim, Perihal
: Rekomendasi Ketinggian Bangunan, yang ditujukan kepada Direktur Utama
PT. Spekta Properti Indonesia, bukti T-9;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.20 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
10. Foto copy Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
1 Tahun 2006 tentang Rebribusi Daerah, bukti T-10;
11. Foto copy Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
3 Tahun 2012 tentang Rebribusi Daerah, bukti T-11;
12. Foto copy Surat dari Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) Provinsi DKI Jakarta
tanggal 29 April 2015, Nomor: 35/TABG-AP/S/I/15, Hal : Persetujuan
Konsultasi TABG-AP, bukti T-12;
13. Foto copy Lembar Penilaian Dokumen Teknis, Nama Proyek : Apartemen LA
City, bukti T-13;
14. Foto copy Internal Memo No.001/HUM/X/2013, ditujukan kepada Bpk.
WAHYU HENDARTO dari SOEGIYANTO, Perihal Komplain Kebisingan
warga, tertanggal 19 Oktober 2013, bukti T-14;
15. Foto copy Surat dari PT. Spekta Properti Indonesia, tanggal 17 Februari 2017,
Nomor : 01/Dir-SPI/LAZ/II/2017, perihal: Surat Pemberitahuan Pernyataan,
yang ditujukan kepada Konsumen LA City Apartement, bukti T-15;
16. Foto copy Buletin LA City edisi 05 Juni-Agustus 2016, bukti T-16;
17. Foto copy Perjanjian Kerjasama Pemborongan Paket Pekerjaan Konstruksi
Struktur, Mekanikal Elektrikal dan Plumbing dan Finishing Proyek Apartement
LA City antara PT. Spekta Properti Indonesia dengan PT. Kaliwangi Chasasi
Dharma Putra Nomor : 003/LAC/KCDP/TEK/IV/2017, bukti T-17;
18. Foto copy Pembangunan Apartemen LA City, bukti T-18;
Menimbang, bahwa selain bukti-bukti tertulis tersebut di atas, Tergugat
juga mengajukan 3 (dua) orang saksi, yaitu Saksi Soegiyanto dibawah
sumpah, selanjutnya Saksi Bagus Nurmansyah dan Saksi Ir.Wahyu Hiendarto
tidak disumpah, yang mana masing-masing saksi tersebut menerangkan
sebagai berikut:
1. Saksi Soegiyanto.
- Bahwa Saksi kenal dengan Tergugat karena Saksi tinggal dekat dengan
PT.Spekta Property Indonesia (Tergugat) dan di tempat tinggal Saksi
tersebut Saksi bertugas sebagai Kamtib;
- Bahwa Saksi tidak tahu hubungan Penggugat dengan Tergugat;
- Bahwa yang Saksi ketahui dengan perkara ini, di Apartemen La City ada
demo warga pada tahun 2011;
- Bahwa rencana pembangunan Apartemen La City Saksi tidak tahu, yang
Saksi ketahui pada tahun 2011 ada demo, tetapi belum ada pembangunan
apartemen;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.21 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Bahwa yang Saksi ketahui, sudah ada pembebasan lahan wilayah dan
lokasi, akan tetapi belum ada pembangunan secara phisik dan jalan belum
dibuat;
- Bahwa warga demo karena ada pembangunan untuk dibuat apartemen,
dan demonya berlangsung dari akhir tahun 2011 sampai awal 2012, sekitar
11 bulan;
- Bahwa yang Saksi ketahui dengan pembangunan proyek Apartemen La
City akhir tahun 2012 dan ada penolakan oleh warga Lenteng Agung,
warga keberatan karena jalan yang masuk ke proyek adalah kepunyaan
warga Lenteng Agung;
- Bahwa pada tahun 2013 belum ada kegiatan, cuma ada kegiatan kecil-
kecilan seperti pemagaran lokasi, sedangkan pembangunan phisiknya oleh
warga diportal karena kendaraan berat tidak boleh masuk, alasannya
karena warga keberatan ada pembangunan proyek;
- Bahwa Saksi tidak tahu sudah ada sosialisasi antara warga Lenteng Agung
dengan PT.Spekta Property Indonesia;
- Bahwa pada tahun 2013 setelah diportal kemudian pembangunan dibuka
dan saat ini proyek sudah ada dan sudah ada 3 tower berbentuk gedung;
- Bahwa Saksi tahu ada gugatan IMB terhadap proyek tersebut karena Saksi
yang dimintai tandatangan untuk melakukan gugatan ke Pemda DKI karena
IMBnya bodong;
- Bahwa setelah ada IMB ada pembangunan jalan, tetapi ada pembatasan
waktu yaitu dari jam 08.00 Wib sampai dengan jam 18.00 Wib, waktu belum
ada IMB pembangunan proyek sampai malam kadang sampai jam 22.00
Wib;
- Bahwa Saksi tahu ada gugatan Pemda dan hasilnya dimenangkan oleh
Pemda DKI yang akhirnya warga menyetujui pembangunan proyek;
- Bahwa mengenai cara pembebasan tanah tersebut, Saksi tidak tahu;
- Bahwa IMB dipergunakan untuk proyek pembangunan;
- Bahwa benar ada pemortalan di akhir tahun 2011, kegiatan phisiknya
dibangun awal tahun 2013;
- Bahwa setahu Saksi pada waktu ada pengerjaan phisik sudah ada
penyelesaian dengan warga;
- Bahwa pada waktu pembangunan tower sudah tidak ada persoalan dengan
warga dan tidak ada warga yang keberatan/melapor;
- Bahwa sebelum ada pembangunan sudah ada sosialisasi dengan warga
dan tanggapan warga terhadap sosialisasi tersebut yaitu menyetujui;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.22 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Bahwa Saksi tida tahu kapan pihak Tergugat (PT.Spekta Property
Indonesia) mulai menjual apartemennya;
2. Saksi Bagus Nurmansyah.
- Bahwa Saksi bekerja di PT.Spekta Property Indonesia sejak awal tahun
2016 sebagai Manager Marketing yang salah satu tugasnya adalah
mengontrol penjualan;
- Bahwa Saksi tahu masalah jual beli Apartemen LA City antara PT.Spektra
Property Indonesia (Tergugat) dengan Kurniawansyah M.,ST.,MM.
(Penggugat);
- Bahwa setahu Saksi setiap konsumen yang membeli apartemen pasti ada
perjanjian pengikatan jual belinya (PPJB);
- Bahwa setahu Saksi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) milik
Penggugat belum diserahkan karena belum lunas dan masih ada
tanggungan sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah);
- Bahwa pembangunan proyek apartemen tersebut sudah 90% progress
(selesai), dari lantai 1 sampai dengan 17, belum ada lift, jadi masih pakai
tangga;
- Bahwa setahu Saksi pihak Apartemen selalu menginformasikan kepada
konsumen mengenai perkembangan pembangunan proyek apartemen;
- Bahwa Tergugat gagal/belum serah terima pada tahun 2013 karena
menunggu keputusan dari Pemda DKI tentang ketinggian lantai dan ada
demo dari warga;
- Bahwa akibat gagalnya serah terima ketentuan penggantiannya sudah
diatur dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) paling besar 5%;
- Bahwa pembangunan apartemen sudah 90% selesai, namun liftnya belum
ada;
- Bahwa apabila sampai 10 tahun lagi belum selesai, tetap ada penggantian
sesuai dengan peraturan dalam PPJB tetap diganti 5% walaupun terjadi 10
tahun lagi;
- Bahwa cara menjual unit apartemen tersebut mengikuti aturan dari
PT.Spekta Property Indonesia;
- Bahwa pihak PT.Spekta Property Indonesia memberitahukan kepada
konsumen mengenai keterlambatan pembangunan dari pihak PT.Spekta
Property Indonesia memberikan semacam surat dan juga sudah tertuang di
dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.23 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Bahwa pihak Tergugat belum melakukan serah terima kepada Penggugat
karena masih ada sisa pembayaran sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas
juta rupiah);
3. Saksi Ir.Wahyu Hiendarto.
- Bahwa Saksi bekerja di PT.Spekta Property Indonesia sebagai Manager
sejak tahun 2011;
- Bahwa PT.Spekta Property Indonesia sudah memproses ijin membangun
Apartemen LA City, yaitu proses perijinan untuk ketinggian lantai bangunan
pada tanggal 21 April 2011 dan bisa membangun bangunan setinggal 95
meter sama dengan 30 lantai, dan untuk peningkatan bangunan baru
disetujui pada tanggal 9 Februari 2015 diajukan pada tahun 2012, tetapi
pada tanggal 29 April 2015 ada siding struktur untuk pembangunan 24
lantai dinyatakan tidak lulus dikarenakan tidak memenuhi syarat terikat
dengan peraturan gempa;
- Bahwa benar pada waktu pembangunan apartemen ada pemblokiran jalan
pada tahun 2012 alasannya karena warga tidak setuju yang akhirnya warga
membuat portal dan warga meminta dari jam 08.00 Wib sampai dengan
jam 18.00 Wib biasanya kalau untuk pengecoran bisa sampai malam;
- Bahwa pembangunan sudah hampir selesai 90% tinggal finishing luar dan
pengecatan, belum dipasang lift, tetapi lift sudah dipesan;
- Bahwa rencananya lift akan dipasang sekitar bulan September 2017;
- Bahwa mengenai pengerjaan di lapangan didahulukan ijinnya dahulu
setelah ijin keluar baru pengerjaan bangunan dilaksanakan;
- Bahwa untuk pembangunan Apartemen La City mendapat ijin dari gubernur
dan mengacu untuk 17 lantai;
- Bahwa pengerjaan pembangunan berhenti di lantai 17;
- Bahwa masalah pendanaan untuk pengerjaan apartemen tersebut tidak
ada;
Menimbang, bahwa selanjutnya masing-masing pihak mengajukan
kesimpulan pada tanggal 14 September 2017;
Menimbang, bahwa selanjutnya segala sesuatu yang termuat dalam
berita acara persidangan perkara ini, untuk menyingkat putusan ini dianggap
telah termuat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan putusan ini;
Menimbang, bahwa akhirnya para pihak menyatakan tidak ada hal-hal
yang diajukan lagi dan mohon putusan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.24 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat pada
pokoknya sebagaimana tersebut di atas;
Dalam Eksepsi:
Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat
mengajukan eksepsi pada pokoknya:
13. Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas (obscuur libel) karena
Penggugat telah menggabungkan antara gugatan perbuatan melawan
hukum dengan gugatan wanprestasi;
14. Gugatan Penggugat prematur karena tidak didahului dengan somasi yang
menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi;
Menimbang, terhadap eksepsi-eksepsi Tergugat tersebut, Majelis
Hakim berpendapat:
1. Bahwa terhadap eksepsi poin 1, setelah Majelis Hakim membaca dan
meneliti gugatan Penggugat, tidak terdapat hal yang kabur dan tidak jelas
(obscuur libel), karena gugatan Penggugat mengenai perihal gugatan
wanprestasi dan sesuai pula dalam posita serta dalam petitum yang
memohon agar menyatakan Tergugat telah melakukan cidera janji
(wanprestasi);
Adapun hal mengenai tuntutan kerugian materiil dan immateril yang
menurut Tergugat merupakan hak menuntut yang timbul dari akibat
perbuatan melawan hukum, menurut Majelis Hakim adalah suatu pemikiran
yang berpandangan sempit, karena kerugian itu bukan hanya dalam bentuk
kerugian materiil, dapat juga merupakan kerugian materiil dan immateril,
tinggal bagaimana pihak yang dirugikan dapat membuktikan kerugiannya di
persidangan;
Menimbang, bahwa untuk menentukan ada tidaknya kerugian baik materiil
dan immateril, menurut Majelis Hakim hal ini telah masuk ke dalam pokok
perkara, karenanya untuk menilainya haruslah memeriksa pokok perkara,
sehingga eksepsi poin 1 ini harus dinyatakan ditolak;
2. Bahwa terhadap eksepsi poin 2, Majelis Hakim berpendapat bahwa untuk
menilai perlu atau tidaknya somasi dilakukan, haruslah melihat bukti-bukti
yang diajukan oleh para pihak, karena harus dilihat dan diteliti apakah di
dalam bukti perjanjian dimaksud ada disebutkan mengenai tenggang waktu
untuk dinyatakan wanprestasi, karena harus meneliti bukti-bukti, maka
terhadap eksepsi ini dianggap telah masuk dalam pokok perkara, oleh
karenanya eksepsi poin 2 ini harus pula dinyatakan ditolak;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.25 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Dalam Pokok Perkara:
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana yang terdapat dalam gugatan Penggugat;
Menimbang, bahwa pada pokoknya Penggugat dalam gugatannya
memohon agar Tergugat dinyatakan telah melalaikan kewajibannya dengan
tidak melakukan penyerahan serah terima unit/pinjam pakai unit dari pada
objek gugatan kepada Penggugat sesuai waktu yang telah diperjanjikan,
karena alasan pembangunan belum selesai adalah perbuatan cidera janji
(wanprestasi);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat
memberikan jawaban pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada angka 12
gugatan Penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa tidak ada
alasan bagi Tergugat untuk menyatakan Tergugat mengalami force majeur;
Bahwa tidak dapat diselesaikannya Apartemen Lenteng Agung City tepat
waktu, Tergugat punya alasan hukum sebagai berikut:
c. Bahwa dalam ketentuan Pasal 20 Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tertanggal 6 Juli 2013 tentang force
majeure (keadaan memaksa) terdapat ketentuan yang pada intinya
apabila keterlambatan atau kegagalan pembangunan tersebut
diakibatkan oleh kejadian atau peristiwa yang secara layak dan patut
tidak dapat dihindari atau berada diluar kemampuan Pihak Pertama,
maka para pihak secara tegas menyetujui bahwa Pihak Pertama
termasuk seluruh afiliasinya perusahaan Pihak Pertama dan karyawan-
karyawannya tidak akan bertanggung jawab dan/atau dituntut baik
secara perdata maupun pidana dan/atau tuntutan ganti kerugian dalam
bentuk apapun dan jumlah berapapun untuk bertanggung jawab atas
setiap keterlambatan atau kegagalan atau kesalahan untuk memenuhi
sesuatu atau beberapa kewajibannya, khususnya untuk meyelesaikan
pembangunan sarusun Apartemen LA City. Maka dalil Penggugat yang
menyatakan tidak ada alasan bagi Tergugat untuk menyatakan bahwa
Tergugat mengalami kondisi force majeure merupakan dalil yang tidak
berdasar;
d. Bahwa alasan hukum Tergugat tidak dapat menyelesaikan secara tepat
waktu, karena pada saat itu terjadi perubahan regulasi dari Pemda DKI,
seperti:
- Perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17 lantai;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.26 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI
2012;
- Adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 218/G/
2013/PTUN-JKT.;
2. Bahwa Tergugat menolak dalil Penggugat menyatakan akibat wanprestasi
yang dilakukan Tergugat, maka Penggugat menderita kerugian materiil
sebesar Rp679.384.666,00 (enam ratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus
delapan puluh empat ribu enam ratus enam puluh enam rupiah) dan
immateril sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) akibat hilangnya
keuntungan investasi dari Penggugat. Dengan alasan dalil Penggugat yang
menyatakan menderita kerugian materiil dan immateril sangat tidak
berdasar, lagipula tuntutan kerugian materiil dan kerugian immateril
merupakan hak menuntut yang timbul atas gugatan perbuatan melawan
hukum, bukan atas gugatan wanprestasi yang notabene yang hanya dapat
menuntut biaya, rugi dan bunga;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 163 HIR/283 RBg., Penggugat
berkewajiban untuk membuktikan dalilnya tersebut di atas;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil gugatannya Penggugat
telah mengajukan 18 (delapan belas) bukti surat, bukti-bukti surat Penggugat
yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-18 adalah berupa fotokopi yang telah
disesuaikan dengan aslinya dan telah diberi meterai secukupnya, kecuali bukti
surat P-12 adalah berupa bukti fotokopi dari fotokopi, sedang bukti surat P-14,
P-15, P-16, P-17 dan P-18 adalah hasil print out dan 2 (dua) orang saksi;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil sangkalannya Tergugat
telah mengajukan 18 (delapan belas) bukti surat, bukti-bukti surat Tergugat
yang diberi tanda T-1 sampai dengan T-18 adalah berupa fotokopi yang telah
disesuaikan dengan aslinya dan telah diberi meterai secukupnya, kecuali bukti
surat T-1, T-2, T-6, T-7 dan T-9 sampai dengan T-18 adalah berupa bukti
fotokopi dari fotokopi, dan 3 (tiga) orang saksi;
Menimbang, bahwa berdasarkan surat surat bukti yang diajukan oleh
pihak Penggugat dan Tergugat serta keterangan saksi-saksi sebagaimana
tersebut di atas dalam kaitannya satu sama lain, terdapat hal-hal yang diakui
atau setidak tidaknya tidak disangkal oleh kedua belah pihak, yaitu:
- Antara Penggugat dan Tergugat ada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 (Bukti P-1 = Bukti T-3);
- Bahwa hingga saat ini Tergugat belum melakukan serah terima unit/pinjam
pakai unit objek gugatan kepada Penggugat;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.27 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Penggugat telah melunasi kewajibannya total sebesar Rp253.902.296,00
(dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu dua ratus sembilan
puluh enam rupiah) dari harga Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh
sembilan juta lima ratus sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga
rupiah);
- Penggugat masih harus membayar sisanya sebesar Rp15.609.187,00 (lima
belas juta enam ratus sembilan ribu seratus delapan puluh tujuh rupiah);
- Bahwa menurut keterangan saksi-saksi pembangunan proyek apartemen
tersebut sudah 90% progress (selesai), dari lantai 1 sampai dengan 17,
namun belum ada lift, jadi masih pakai tangga;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan petitum demi petitum dari gugatan Penggugat:
Menimbang, bahwa yang menjadi petitum pokok dari gugatan
Penggugat adalah petitum poin 2, yaitu memohon agar Majelis Hakim
menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 antara Penggugat dan
Tergugat;
Menimbang, bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 400/PPJB/
LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 sebagaimana pada Bukti P-1 yang sama
dengan Bukti T-3 adalah hal yang dibenarkan oleh kedua belah pihak,
karenanya petitum poin 2 ini dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa petitum poin 3 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan Tergugat telah melalaikan kewajibannya dengan
tidak melakukan penyerahan Serah Terima Unit/Pinjam Pakai Unit dari pada
objek gugatan kepada Penggugat karena alasan pembangunan belum selesai
adalah perbuatan cidera janji (wanprestasi);
Menimbang, bahwa sebagaimana di dalam Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Nomor 400/PPJB/LACITY/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 (Bukti P-1 yang
sama dengan Bukti T-3) pada Pasal 15 Perjanjian tersebut disebutkan bahwa
Pihak Pertama (Tergugat) akan melaksanakan penyerahan serah terima
unit/pinjam pakai unit pada tanggal 30 Desember 2013 kepada Pihak Kedua
(Penggugat);
Menimbang, bahwa ternyata hingga saat ini serah terima apartemen
dimaksud belum juga dilaksanakan oleh Pihak Pertama, dengan alasan
adanya force majeure (keadaan memaksa), karena pada saat itu terjadi
perubahan regulasi dari Pemda DKI, seperti:
- Perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17 lantai;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.28 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
- Perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI
2012;
- Adanya gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 218/G/
2013/PTUN-JKT.;
Menimbang, bahwa terhadap alasan Tergugat tersebut di atas, Majelis
Hakim berpendapat alasan tersebut tidak tepat untuk dikata force majeure
(keadaan memaksa), karena force majeure (keadaan memaksa) adalah suatu
keadaan atau kejadian yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diatasi dalam
jangka waktu yang singkat, dan tidak dapat diperkirakan akan terjadi, karena
sifat kejadiannya tiba-tiba dan tidak terelakkan, sedangkan alasan-alasan
seperti perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17 lantai,
dihubungkan dengan alasan perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI
2002 menjadi SNI 2012, setelah Majelis Hakim meneliti Bukti T-6, ternyata
awalnya bangunan apartemen tersebut akan dibangun untuk 17 lantai, dan
Tergugat juga membangun stuktur kekuatan gempa yang dibangun oleh
Tergugat adalah untuk 17 lantai, sehingga jika Tergugat akan merubah design
struktur yang semula untuk 17 lantai, akan diubah menjadi 24 lantai,
kemudian oleh Kepala Badan Standarisasi Nasional tidak disetujui dengan
alasan stuktur kekuatan gempa yang telah dibangun oleh Tergugat tidak
memenuhi syarat untuk bangunan setinggi 24 lantai, sedangkan apartemen
yang menjadi objek perjanjian terletak di lantai 16, menurut keterangan saksi-
saksi dan bukti-bukti yang diajukan Tergugat maupun Penggugat, bangunan
apartemen tersebut telah selesai sampai lantai 17, dan menurut keterangan
saksi-saksi, sebenarnya bangunan apartemen tersebut sudah dapat ditempati,
tetapi belum dipasangi lift, yang menurut saksi Ir.Wahyu Hiendarto yang
diajukan oleh Tergugat, menerangkan bahwa lift sudah ada dan rencananya
akan dipasang bulan September 2017, berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa alasan
perubahan ijin lantai yang semula 24 lantai berubah menjadi 17 lantai dan
perubahan peraturan ketahanan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI 2012
bukanlah merupakan force majeure (keadaan memaksa);
Menimbang, bahwa mengenai adanya gugatan pada Pengadilan Tata
Usaha Negara Nomor 218/G/2013/PTUN-JKT., yang telah diputus pada
tanggal 16 April 2014 dan telah mempunyai kekuatan yang mengikat (Bukti T-
7), Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan tersebut bukan pula keadaan
yang disebut sebagai force majeure (keadaan memaksa), sehingga dapat
dijadikan sebagai alasan oleh Tergugat untuk menyatakan belum selesai
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.29 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
apartemen yang menjadi objek perjanjian, mengingat putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan yang mengikat sejak tahun 2014, sedangkan apartemen
tersebut menurut perjanjian harus diserahkan pada tanggal 30 Desember
2013 kepada Pihak Kedua (Penggugat);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Petitum Poin 3 ini dapat
dikabulkan;
Menimbang, bahwa petitum poin 4 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan Penggugat telah melunasi seluruh kewajibannya;
Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa telah
diakui atau setidaknya tidak disangkal oleh kedua pihak bahwa Penggugat
telah melunasi kewajibannya total sebesar Rp253.902.296,00 (dua ratus lima
puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah)
dari harga Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh sembilan juta lima ratus
sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah), sehingga Penggugat
masih harus membayar sisanya sebesar Rp15.609.187,00 (lima belas juta
enam ratus sembilan ribu seratus delapan puluh tujuh rupiah), berdasarkan
fakta-fakta hukum ini, Majelis Hakim berpendapat bahwa petitum poin ini
harus diluruskan dengan menyatakan Penggugat telah membayar kepada
Tergugat sebesar Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan
ratus dua ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah);
Menimbang, bahwa petitum poin 5 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan sah dan mengikat pembayaran yang dilakukan
oleh Penggugat dengan sitem Kontan bertahap melalui Tunai dan Giro;
Menimbang, bahwa terhadap petitum poin ini, sebagaimana telah
dipertimbangkan di atas, yaitu telah diakui oleh Tergugat bahwa Penggugat
telah membayar kewajibannya total sebesar Rp253.902.296,00 (dua ratus
lima puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu dua ratus sembilan puluh enam
rupiah) dari harga Rp269.511.483,00 (dua ratus enam puluh sembilan juta
lima ratus sebelas ribu empat ratus delapan puluh tiga rupiah), maka petitum
poin 5 ini dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa petitum poin 6 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menyatakan sah dan mengikat Nilai Investasi Objek Gugatan di
tanggal 14 Febuari 2015 yang ditawarkan oleh Tergugat melalui Pameran
JCC yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu Merdeka.com dengan link
internet https://m.merdeka.com/uang/pameran-di-jcc-tawarkan-apartemen-rp-
400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.30 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat melakukan penawaran
melalui Pameran JCC yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu
Merdeka.com dengan link internet https://m.merdeka.com/uang/pameran-di-
jcc-tawarkan-apartemen-rp-400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html, (Bukti P-17)
adalah media yang resmi, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-
undang, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Petitum Poin 6 ini dapat
dikabulkan;
Menimbang, bahwa petitum poin 7 adalah petitum yang memohon agar
Majelis Hakim menghukum Tergugat untuk membayar uang ganti kerugian
kepada Penggugat secara tunai dan seketika dengan rincian sebagai berikut:
Kerugian Materil:
3. Nilai investasi objek gugatan di tanggal 14 Febuari 2015 adalah
Rp565.909.092,00 (lima ratus enam puluh lima juta sembilan ratus
sembilan ribu sembilan puluh dua rupiah);
4. Denda keterlambatan 5% dari nilai jual Rp269.511.482,00 yaitu sebesar
Rp13.475.574,00 (tiga belas juta empat ratus tujuh puluh lima ribu lima
ratustujuh puluh empat rupiah);
Kerugian Immateriil:
Bahwa akibat perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang telah dilakukan oleh
Tergugat tersebut, mengakibatkan keuntungan investasi Penggugat hilang
dan juga menyebabkan kepercayaan Penggugat untuk berinvestasi di bidang
property khususnya apartemen menghilang, hal mana apabila dinilai dengan
uang adalah setara dan patut ditetapkan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah);
Total Kerugian:
Adalah sebesar Rp679.384.666,00 (enam ratus tujuh puluh sembilan juta tiga
ratus delapan puluh empat ribu enam ratus enam puluh enam rupiah);
Menimbang, bahwa terhadap permohonan mengenai kerugian materiil
sebagaimana yang terdapat pada Pasal 11 ayat 5, jumlah denda maximal
adalah 5% (lima persen) dari jumlah uang yang diterima oleh Pihak Pertama
(Tergugat) dari Pihak Kedua (Penggugat). Di persidangan terbukti bahwa
uang yang telah diterima oleh Tergugat dari Penggugat adalah sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu dua
ratus sembilan puluh enam rupiah), sehingga denda tersebut yaitu sebesar
Rp12.695.115,00 (dua belas juta enam ratus sembilan puluh lima ribu seratus
lima belas rupiah);
Mengenai nilai investasi yang dimaksud oleh Penggugat, tidak disebutkan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.31 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
dalam perjanjian sebagaimana pada (Bukti P-1 yang sama dengan Bukti T-3),
meskipun demikian demi rasa keadilan Majelis Hakim dengan memperhatikan
Bukti P-17, yang menyatakan harga termurah apartemen dimaksud sebesar
Rp400 jutaan dengan luas 22 meter persegi, sedang harga termahal adalah
Rp830 jutaan dengan luas 44 meter persegi, sedang tipe yang diambil oleh
Penggugat adalah yang seluas 30 meter persegi, maka harga investasi yang
dimaksud oleh Penggugat Rp565.909.092,00 sebesar (lima ratus enam puluh
lima juta sembilan ratus sembilan ribu sembilan puluh dua rupiah) adalah
pantas dan wajar, mengingat uang Penggugat yang telah diserahkan kepada
Tergugat cukup lama mengendap di tempat Tergugat yaitu selama kurang
lebih 3 tahun (sejak Tergugat harus menyerahkan apartemen dimaksud yaitu
tanggal 30 Desember 2013);
Sehingga seluruh jumlah kerugian materiil yang harus dibayar Tergugat
kepada Penggugat yaitu Rp565.909.092,00 + Rp12.695.115,00 =
Rp578.604.207,00 (lima ratus tujuh puluh delapan juta enam ratus empat ribu
dua ratus tujuh rupiah);
Menimbang, bahwa mengenai kerugian immateril, karena tidak
diperinci dengan jelas, maka harus dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa terhadap petitum yang memohon agar Majelis
Hakim menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap harinya sejak putusan ini
berkuatan hukum tetap;
Menimbang, bahwa dengan berpedoman pada Putusan Mahkamah
Agung RI tertanggal 26 Februari 1973 Nomor 791 K/Sip/1972, yang
menyatakan uang paksa (dwangsom) tidak berlaku terhadap tindakan untuk
membayar uang, maka terhadap petitum mengenai uang paksa (dwangsom)
ini harus dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa terhadap petitum yang memohon agar Majelis
Hakim menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang
telah diletakkan dalam perkara ini terhadap objek gugatan yang berlokasi di
Jalan Raya Lenteng Agung Timur Nomor 39, Jagakarsa, Jakarta Selatan,
dengan Spesifikasi sebagai berikut :
Tower : A
Lantai :16
Nomor Unit : 5
Tipe : 2 BR
Luas : 30 M2;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.32 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat tidak pernah mengajukan
permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) secara resmi di persidangan,
maka petitum poin ini harus dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa terhadap petitum yang memohon agar Majelis
Hakim menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada
bantahan (verzet), banding atau kasasi (uit voerbaar bijvoorad);
Menimbang, bahwa terhadap petitum tersebut di atas, Majelis Hakim
berpendapat bahwa untuk menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih
dahulu meskipun ada upaya hukum, harus dipenuhi syarat-syarat untuk
penjatuhan putusan serta merta sebagaimana diatur dalam Pasal 180 HIR
dan hanya dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan, dan untuk keputusan
yang sangat eksepsional sifatnya, karenanya petitum poin ini harus
dinyatakan ditolak;
Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa petitum poin 7 tersebut
di atas hanya dapat dikabulkan sebagian;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
di atas, Majelis Hakim menyatakan bahwa gugatan Penggugat harus
dinyatakan dikabulkan sebagian;
Menimbang, bahwa meskipun gugatan Penggugat dikabulkan
sebagian, namun karena gugatan pokok dari Penggugat dinyatakan
dikabulkan, maka biaya perkara dalam perkara ini haruslah dibebankan
kepada Tergugat;
Memperhatikan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan-peraturan lain yang
bersangkutan;
MENGADILI:
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor
400/PPJB/LACITY/VII/2013 Tanggal 6 Juli 2013 antara Penggugat dan
Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melalaikan kewajibannya dengan tidak
melakukan penyerahan Serah Terima Unit/Pinjam Pakai Unit dari pada
objek gugatan kepada Penggugat karena alasan pembangunan belum
selesai adalah perbuatan cidera janji (wanprestasi);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.33 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
4. Menyatakan Penggugat telah membayar kepada Tergugat sebesar
Rp253.902.296,00 (dua ratus lima puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu
dua ratus sembilan puluh enam rupiah);
5. Menyatakan sah dan mengikat pembayaran yang dilakukan oleh
Penggugat dengan sitem kontan bertahap melalui tunai dan giro;
6. Menyatakan sah dan mengikat nilai investasi objek gugatan ditanggal
14 Februari 2015 yang ditawarkan oleh Tergugat melalui Pameran JCC
yang Penggugat kutip dari Media Online yaitu Merdeka.com dengan link
internet https://m.merdeka.com/uang/pameran-di-jcc-tawarkan-apartemen-
rp-400-juta-di-jaksel-dan-jaktim.html;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar uang ganti kerugian kepada
Penggugat secara tunai dan seketika dengan rincian sebagai berikut:
Kerugian Materil :
- Nilai investasi objek gugatan ditanggal 14 Febuari 2015 adalah
Rp565.909.092,00 (lima ratus enam puluh lima juta sembilan ratus
sembilan ribu sembilan puluh dua rupiah);
- Denda keterlambatan 5% dari uang milik Penggugat yang telah diterima
oleh Tergugat yaitu sebesar Rp.253.902.296,00 (dua ratus lima puluh
tiga juta sembilan ratus dua ribu dua ratus sembilan puluh enam
rupiah), sehingga denda tersebut sebesar Rp.12.695.115,00 (dua
belas juta enam ratus sembilan puluh lima ribu seratus lima belas
rupiah);
Sehingga seluruh jumlah kerugian materil yang harus dibayar Tergugat
kepada Penggugat yaitu Rp565.909.092,00 + Rp12.695.115,00 =
Rp578.604.207,00 (lima ratus tujuh puluh delapan juta enam ratus empat
ribu dua ratus tujuh rupiah);
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini
sebesar Rp461.000,00 (empat ratus enam puluh satu ribu rupiah);
9. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari Selasa, tanggal 24 Oktober
2017, oleh kami, Florensani Kendenan, S.H.,M.H., sebagai Hakim Ketua,
Made Sutrisna, S.H.,M.Hum., dan Krisnugroho,Sp.,S.H.,M.H., masing-masing
sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN Jkt.Sel.,
tanggal 5 April 2017, putusan tersebut pada hari Selasa, tanggal 31 Oktober
2017, diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal.34 dari 34 hal.Putusan Nomor 224/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.
dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut, dan Juliastuti
Setyaningsih,S.H.,M.H., sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh Kuasa
Penggugat dan Kuasa Tergugat;
Hakim-hakim Anggota: Hakim Ketua,
Made Sutrisna,S.H.,M.Hum. Florensani Kendenan,S.H.,M.H.
Krisnugroho,Sp.,S.H.,M.H.
Panitera Pengganti,
Juliastuti Setyaningsih,S.H.,M.H.
Perincian biaya :
1. Biaya pendaftaran/PNBP Rp 6.000,00 2. Biaya Proses Rp 75.000,00 3. Panggilan Rp335.000,00 4. PNBP Panggilan Rp 10.000,00 5. Meterai Rp 6.000,00 6. Redaksi Rp 5.000,-_ Jumlah ……………........... Rp461.000,00 (empat ratus enam puluh satu ribu rupiah).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34