53
KESMAS Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume 4, Nomor 1, Agustus 2009 ISSN 1907-7505 DAFTAR ISI Editorial Kemiskinan dan Pneumonia pada Balita (1-2) Nasrin Kodim, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Indonesia Diagnosis Related Groups (3-9) Ronnie Rivany, Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit (10-17) Hafizurrachman, Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Kinerja Bidan di Desa dalam Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (18-23) Arfah Husna, Bidang Pengembangan SDM Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan Besral, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Penilaian Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Model Donabedian: Studi Kasus Puskesmas di Kota Depok (24-28) Dian Ayubi, Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Masyarakat Depok Memilih Fogging yang Tidak Dimengerti (29-35) Tri Krianto, Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pengaruh Kemiskinan Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita di Indonesia (36-41) Rizanda Machmud, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas FK Universitas Andalas Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian Penyakit Jantung Koroner (42-48) Grace Debbie Kandou, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNSRAT Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 83/DIKTI/Kep/2009 tanggal 6 Juli 2009, KESMAS diakui sebagai jurnal ilmiah nasional terakreditasi

KESMAS - · PDF fileMasyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, menarik perhatian ka-mi untuk dibahas dalam editorial kali ini. Risiko balita

Embed Size (px)

Citation preview

KESMASJurnal Kesehatan Masyarakat Nasional

Volume 4, Nomor 1, Agustus 2009 ISSN 1907-7505

DAFTAR ISI

Editorial Kemiskinan dan Pneumonia pada Balita (1-2)Nasrin Kodim, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Indonesia Diagnosis Related Groups (3-9)Ronnie Rivany, Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia

Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit (10-17)Hafizurrachman, Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia

Kinerja Bidan di Desa dalam Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (18-23)Arfah Husna, Bidang Pengembangan SDM Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh SelatanBesral, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Penilaian Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Model Donabedian: Studi Kasus Puskesmas di Kota Depok (24-28)Dian Ayubi, Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia

Masyarakat Depok Memilih Fogging yang Tidak Dimengerti (29-35)Tri Krianto, Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia

Pengaruh Kemiskinan Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita di Indonesia (36-41)Rizanda Machmud, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas FK Universitas Andalas

Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian Penyakit Jantung Koroner (42-48)Grace Debbie Kandou, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNSRAT

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan NasionalRepublik Indonesia Nomor : 83/DIKTI/Kep/2009 tanggal 6 Juli 2009, KESMAS diakui sebagai

jurnal ilmiah nasional terakreditasi

KESMASJurnal Kesehatan Masyarakat Nasional

Volume 4, Nomor 1, Agustus 2009 ISSN 1907-7505

Kesmas merupakan Jurnal Kesehatan Masyarakat yang memuat naskah hasil penelitian maupun naskahkonsep di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat. Diterbitkan dua bulan sekali pada bulan Agustus, Oktober,

Desember, Februari, April dan Juni

Penanggung Jawab / Pemimpin UmumBambang Wispriyono, drs, Apt, PhD (Dekan FKM UI)

Wakil Pemimpin UmumProf. Kusharisupeni, Dr, dr, MSc

Pemimpin RedaksiProf. Nasrin Kodim, Dr, dr, MPH

Wakil Pemimpin RedaksiAhmad Syafiq, Ir, MSc, PhD

Redaksi PelaksanaKrisnawati Bantas, dr, MKes

Dr. Dewi Susanna, dra, MKesDwi Gayatri, drg, MPH

RedaksiProf. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH (FKM Universitas Indonesia)

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD (FKM Universitas Indonesia)Prof. Alimin Maidin, dr, MD, MPH, DrPH (FKM Universitas Hasanudin)

Djazuly Chalidyanto, SKM, MARS (FKM Universitas Airlangga)Fahmi Idris, Dr, dr, MKes (FK Universitas Sriwijaya)

Prof. Ali Ghufron, dr, MPH, PhD (FK Universitas Gadjah Mada)Prof. Sori Muda Sarumpaet, dr, MPH (FKM Universitas Sumatera Utara)

Mitra Bestari pada Edisi iniProf. dr. Darfioes Basir, SpA(K) (Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Univ. Andalas)

Prof. Dr. dr. Rika Subarniati, SKM (Guru Besar Dep. Pendidikan Kesehatan & Perilaku FKM UNAIR)Prof. Dr. dr. Budhi Setianto, SpJP-K (Guru Besar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UI)

Dr. Dra. Margareta Maria Sintorini, MKes (Kepala Lab Mikrobiologi Jurusan Teknik Lingkungan Univ. Trisakti)dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc (Ketua Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan FKM UI)

Dr. Emi Nurjasmi, MKes (Ketua I Pengurus Pusat IBI)

Sekretaris RedaksiAnne Sudiar, SKM

Alamat Redaksi:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Gd. B Lt. 3 Kampus Baru UI, Depok 16424, Telp/Fax: (021) 78849035Email: [email protected]

Terhitung sejak KESMAS Vol. 4 No. 1 Agustus 2009Setiap artikel yang di publikasi dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (KESMAS)

di kenakan sumbangan wajib sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah)

Pembayaran ditransfer ke: UI JURNAL KESMAS FKM UI

BANK BNI KANTOR CABANG UI DEPOKNO REK. 0143980473

Bukti transfer dikirim ke: Redaksi Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas IndonesiaGd. B Lt. 3, Kampus Baru UI Depok 16424

atau Fax: (021) 78849035

Redaksi yang terhormat,Hampir seluruh artikel yang dimuat pada Jurnal Kesmas adalah artikel penelitian yang meng-

gunakan disain studi epidemiologi analitik. Akibatnya artikel analisis diskriptif yang diperlukan ba-gi bahan praktikum mahasiswa S1 relatif jauh lebih rendah. Selain itu, ada kecenderungan bahwaartikel hasil penelitian mahasiswa S1 berpeluang lebih rendah untuk diterbitkan pada jurnalKesmas. Kami mengusulkan untuk mempertimbangkan berbagai studi diskriptif yang dilakukanoleh mahasiswa atau alumni Program Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat mendapat tempat yangproporsional. Dengan demikian, makin tercermin bahwa Jurnal Kesmas ini milik kita semua. (Ismed

Machud, Jakarta)

Sdr Ismed Machmud, Terima kasih atas perhatian dan komentar Anda. Pada dasarnya tidak ada ketentuan bahwa ar-

tikel yang dimuat harus yang menggunakan disain studi analitik. Beberapa artikel yang menggu-nakan metoda analisis kualitatif juga dimuat dalam Jurnal Kesmas. Perlu kami jelaskan bahwa ar-tikel studi diskriptif memang jarang dikirim oleh para penulis jurnal ini. Di samping itu, artikelapapun yang dikirim sebaiknya tidak hanya menyajikan data dan informasi kesehatan, tetapi lebihdari itu berisi intelegensia kesehatan yang lebih menyibak berbagai misteri dan metoda intervensiberbagai masalah kesehatan utama di negeri ini. Kami tunggu kiriman artikel Anda. (Redaksi)

SURAT PEMBACA

1. Jurnal ini memuat naskah di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat

meliputi, Epidemiologi, Biostatistik, Administrasi & Kebijakan

Kesehatan, Keselamatan & Kesehatan Kerja, Kesehatan

Lingkungan, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Gizi Kesehatan

Masyarakat dan Kesehatan Reproduksi.

2. Naskah hasil penelitian atau naskah konsep yang ditujukan kepada

Jurnal Kesmas, belum pernah dipublikasi di tempat lain.

3. Naskah yang dikirim harus disertai surat persetujuan publikasi dan

ditanda tangani oleh penulis.

4. Komponen Naskah :

• Judul ditulis maksimal 150 karakter termasuk huruf dan spasi.

• Identitas peneliti ditulis di catatan kaki di halaman pertama.

• Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimal

200 kata, dalam satu alinea mencakup masalah, tujuan, metode,

hasil, disertai dengan 3-5 kata kunci.

• Pendahuluan tanpa subjudul, berisi latar belakang, sedikit tin-

jauan pustaka dan tujuan penelitian.

• Metode dijelaskan secara rinci, disain, populasi, sampel, sumber

data, teknik/instrumen pengumpul data, prosedur analisis data.

• Pembahasan mengurai secara tepat dan argumentatif hasil

penelitian, temuan dengan teori yang relevan, bahasa dialog

yang logis, sistematik dan mengalir.

• Tabel diketik 1 spasi sesuai urutan penyebutan dalam teks.

Jumlah maksimal 6 tabel dengan judul singkat.

• Kesimpulan dan Saran menjawab masalah penelitian tidak

melampaui kapasitas temuan, pernyataan tegas. Saran logis,

tepat guna dan tidak mengada-ada.

5. Rujukan sesuai aturan Vancouver, urut sesuai dengan pemunculan

dalam keseluruhan teks, dibatasi 25 rujukan dan 80% merupakan

periode publikasi 10 tahun terakhir.

Cantumkan nama belakang penulis dan inisial nama depan.

Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (et al)”.

Huruf pertama judul ditulis dengan huruf besar, selebihnya deng-

an huruf kecil, kecuali penamaan orang, tempat dan waktu. Judul

tidak boleh digaris bawah dan ditebalkan hurufnya.

Contoh bentuk referensi:

Artikel Jurnal Penulis Individu:

Rose ME, Huerbin MB, Melick J, Marion DW, Palmer AM, Schiding

JK, et al. Regulation of interstitial excitatory amino acid concentra-

tions after cortical contusion injury. Brain Res.2002;935(1-2):40-6.

Artikel Jurnal Penulis organisasi:

Diabetes Prevention Program Research Group. Hypertension, in-

sulin, and proinsulin in participants with impaired glucose tole-

rance. Hypertension. 2002;40(5):679-86.

Buku yang ditulis Individu:

Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfaller MA. Medical

microbiology. 4th ed. St. Louis: Mosby; 2002.

Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit:

Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide, Department of

Clinical Nursing. Compendium of nursing research and practice de-

velopment, 1999-2000. Adelaide (Australia): Adelaide University;

2001.

Bab dalam Buku:

Meltzer PS, Kallioniemi A, Trent JM. Chromosome alterations in

human solid tumors. In: Vogelstein B, Kinzler KW, editors. The ge-

netic basis of human cancer. New York: McGraw-Hill; 2002. p. 93-

113.

Artikel Koran:

Tynan T. Medical improvements lower homicide rate: study sees

drop in assault rate. The Washington Post. 2002 Aug 12;Sect. A:2

(col. 4).

Materi Hukum atau Peraturan:

Regulated Health Professions Act, 1991, Stat. Of Ontario, 1991

Ch.18, as amended by 1993, Ch.37: office consolidation. Toronto:

Queen’s Printer for Ontario; 1994.

CD-ROM:

Anderson SC, Poulsen KB. Anderson’s electronic atlas of hemato-

logy [CD-ROM]. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;

2002.

Artikel Jurnal di Internet:

Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes: the

ANA acts in an advisory role. Am J Nurs [serial on the Internet].

2002 Jun [cited 2002 Aug 12];102(6):[about 3 p.]. Available

f r o m : h t t p : / / w w w . n u r s i n g w o r l d . o r g /

AJN/2002/june/Wawatch.htm.

Buku di Internet

Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer

[monograph on the Internet]. Washington: National Academy

Press; 2001 [cited 2002 Jul 9]. Available from:

http://www.nap.edu/books /0309074029/html/.

Ensklopedia di Internet

A.D.A.M. medical encyclopedia [Internet]. Atlanta: A.D.A.M.,

Inc.; c2005 [cited 2007 Mar 26]. Available from:

http://www.nlm.nih. gov/medlineplus/encyclopedia.html.

Situs Internet:

Canadian Cancer Society [homepage on the Internet]. Toronto: The

Society; 2006 [updated 2006 May 12; cited 2006 Oct 17].

Available from: http://www.cancer.ca/.

6. Naskah maksimal 20 halaman kuarto spasi ganda, ditulis dengan

program komputer Microsoft Word, dalam CD dan 3(tiga) ek-

semplar copy dokumen tertulis.

7. Naskah harus disertai surat pengantar yang ditandatangani penulis

dan akan dikembalikan jika ada permintaan tertulis.

8. Naskah dikirim kepada : Redaksi Jurnal Kesehatan Masyarakat,

Gedung B Lantai 3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia Kampus UI – Depok 16424 Telp & Fax: (021)

78849035.

9. Untuk setiap judul artikel yang dimuat dalam Jurnal Kesmas di-

kenakan sumbangan wajib sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu

rupiah).

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Di Indonesia, insiden penyakit pneumonia tahun1990 (5 per 10.000 penduduk) dan tahun 1998

(212.6 per 10.000 penduduk) memperlihatkan kecende-rungan yang meningkat tajam. Survei KesehatanNasional pada tahun 2001, menemukan proporsi kema-tian bayi akibat ISPA (28%) dan pneumonia (80%) ma-sih sangat tinggi. Pada akhir tahun 2000, angka kematianpneumonia pada balita, diperkirakan mencapai 4,9 per1000 yang berarti bahwa rata-rata terjadi satu kematianbalita akibat penomonia setiap lima menit. Pada tahun2004, Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menu-runkan angka kematian dan kesakitan pneumonia padabalita masing-masing menjadi 3 per 1000 dan 8-16%.

Berbagai studi membuktikan bahwa faktor sosio-eko-nomi berkontribusi besar terhadap kejadian penyakit sa-luran pernapasan. Berbagai studi di negara berkembangmemperlihatkan secara jelas hubungan antara status so-sial ekonomi dengan kejadian pneumonia balita.Kelompok masyarakat yang berasal dari sosio-ekonomirendah relatif lebih banyak mengunjungi fasilitas pelaya-nan medis. Penduduk yang berpenghasilan rendah beri-siko sakit 43% (OR 1,43; 1,12-1,84) dan terakses lebihbanyak terhadap pelayanan kesehatan (9%, OR 1,49;1,24-1,79). Studi mortalitas pneumoni balita di AmerikaSerikat selama periode 58 tahun (1939 -1996), mene-mukan penurunan kematian anak yang sangat besar(98%). Hal tersebut membuktikan bahwa Program inter-vensi The Women, Infants and Children yang dilakukanpada tahun 1972 terbukti sangat meningkatkan aksespenduduk miskin pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Hal tersebut memperlihatkan pola hubungan mono-tonic yang mengindikasikan bahwa hubungan yang ter-jadi tidak semata-mata disebabkan oleh masalah kemis-kinan. Pada kelompok dengan status sosio-ekonomi yangrendah, semua penyebab kematian dan angka kesakitanakan memperlihatkan tren yang meningkat. Berbagai ha-

sil evaluasi juga memperlihatkan bahwa risiko cedera, as-ma dan hipertensi pada remaja meningkat akibat perila-ku negatif anak-anak dari kalangan sosio-ekonomi ren-dah. Namun, pada kelompok dewasa muda risiko cederadan darah tinggi tidak terlihat meningkat. Keadaan ini di-duga berhubungan dengan unhiggenic environment padasosio-ekonomi rendah seperti; konflik, child care quality,stress hidup, akses pelayanan kesehatan yang minim.

Artikel penelitian berjudul “Pengaruh KemisikinanKeluarga pada Kejadian Pneumonia Balita Di Indonesia,oleh Rizanda Machmud dari Bagian Ilmu KesehatanMasyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas, FakultasKedokteran, Universitas Andalas, menarik perhatian ka-mi untuk dibahas dalam editorial kali ini. Risiko balitayang berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah,berpengetahuan rendah dan mengalami pencemaran uda-ra relatif lebih tinggi. Analisis multilevel juga memperli-hatkan hubungan yang erat antara pneumonia balita danvariabel independen pada level rumah tangga dan kabu-paten. Balita dari lingkungan rumah tangga miskin beri-siko pneumonia 1,73 kali lebih besar (CI 95% OR 1,34;2,25) daripada yang tidak miskin. Kontribusi kemiskinanpada kejadian pneumonia balita ditemukan sekitar19,9%. Apabila kemiskinan keluarga dapat diatasi, ma-ka prevelensi pneumonia balita akan dapat diturunkandari 5,4% menjadi 4,33%.

Model multilevel menemukan pencemaran udaradalam rumah berpengaruh paling kuat mengindikasikanbahwa kejadian pneumonia pada keluarga miskindipengaruhi lebih kuat oleh pencemaran udara dalamrumah daripada status gizi. Faktor kontekstualberpengaruh lebih besar dari pada faktor compositional.Sehingga intervensi pada keluarga miskin lebihmengutamakan intervensi di faktor kontekstualdibandingkan faktor compositional.

Setelah World Development Report 2000/2001, ter-

1

Kemiskinan dan Pneumonia pada Balita

EDITORIAL

2

minologi kemiskinan diterjemahkan secara luas dan mul-ti dimensional. Hal tersebut mengandung makna bahwaderajat kesehatan dan ill – health merupakan dimensiyang sangat penting dan esensial. Dalam dimensi barudikatakan bahwa peningkatan pendapatan tidak men-jamin secara otomatis penurunan kemiskinan kecuali ji-ka diikuti oleh peningkatan derajat kesehatan kelompokmiskin. Dengan demikian, diperlukan peningkatanalokasi pembiayaan pelayanan kesehatan untuk dapatmeningkatkan derajat kesehatan yang akan mening-katkan produktifitas penduduk. Peningkatan derajat ke-

sehatan penduduk tidak mudah diwujudkan karenamemerlukan pemahaman dan kemauan politis yang kuat.seperti pernyataan berikut ’by securing greater propor-tional improvements amongs poorer groups, is not simplypoverty issues – it is also a question of justice and equi-ty’. Pergeseran tersebut dapat dilihat dari proporsianggaran kesehatan yang dialokasikan di suatu daerahyang seharusnya bergeser pada pembiayaan berbagaimasalah kesehatan kelompok rentan dan miskin. Semogasegera menjadi kenyataan. (Nasrin Kodim)

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

3

AbstrakDi Amerika dan Australia, Kelompok Diagnosis Terkait (Diagnosis Related Group’s) (DRGs) adalah suatu cara mengidentifikasi dan mengelompokkan pasienyang mempunyai kebutuhan dan sumber yang sama dirumah sakit berdasarkan alur perjalanan klinis (Clinical Pathway). Penyakit yang mempunyai co mor-bidity atau co mortality, disebut Casemix dan mempunyai kode yang memperlihatkan derajat keparahan kelompok penyakit sehingga secara linear akan mem-pengaruhi besaran biaya perawatan. Dengan demikian, pembayaran perawatan di rumah sakit akan dilakukan berdasarkan “kesembuhan“ (cost of treatmentper diagnosis), dan bukan berdasarkan penggunaan pelayanan medis dan non medis (fee for services). Di Indonesia sampai kini belum ada model perhi-tungan biaya untuk pembayaran perawatan mulai pasien masuk sampai sembuh dan keluar rumah sakit berdasarkan diagnosis (cost of treatment per diag-nosis). Pola pembiayaan yang digunakan di rumah sakit masih didasarkan pada fee for services. Dalam bentuk tesis, konsep Indonesia – DRG/ INA –DRGkami kembangkan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, mengacu pada Australian DRG.Kata kunci : INA-DRG, kelompok diagnosis terkait, alur perjalanan klinis

AbstractIn America, and Australian, Diagnosis Related Groups, known as DRGs is a method to identify and classify inpatients that have the same resources withinhospitals based on Clinical Pathway. It has numbering/coding system used like a menu for determining the cost. The co morbidity and/or co mortality of a di-sease is called the Casemix, where it has numbering/coding that shows the degree of severity, which the cost linearly increased. Therefore the financing isbased on the in-patients’ ”recovery” (cost of treatment per diagnosis), and not based on the utility of the medical and non medical treatments ( fee for servi-ces). One of the issues arise in Indonesia’s health financing system is that it does not have the costing model for health care financing, for inpatients from ad-mission to discharge (cost of treatment per diagnosis). Therefore the financing system used is based on fee for services. Using Australian DRG as reference,the concept of Indonesia–DRG / INA –DRG is developed by the researcher with Graduate Students in the Public Health and Hospital Administration Program,Postgraduate Studies Faculty of Public Health University of Indonesia, in Thesis.Key words : INA-DRG’s, diagnosis related groups, clinical pathway

*Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Gd. F Lt. 1 FKM UI, Kampus Baru UI Depok 16424 (e-mail: [email protected])

Indonesia Diagnosis Related Groups

Ronnie Rivany*

4

Klasifikasi Penyakit Internasional X (InternationalClassification of Disease X) (ICD-X) dari WHO telah se-jak lama dikembangkan berikut berbagai revisinya.Klasifikasi tersebut mengelompokkan penyakit berdasar-kan anatomi dan fungsi organ secara menyeluruh.1Mengacu pada ICD-X tersebut, Australia sebagai negaraberkembang berusaha mengelompokkan kembali semuapenyakit yang ada dalam ICD-X tersebut ke dalam kate-gori diagnosis utama (Major Diagnostic Categories(MDC) yang berjumlah 23 jenis (Lihat Tabel 1).2

Kategori tersebut secara terperinci dikelompokkanmenjadi 661 DRG’s dengan format A DD S yang meliputiA=Pre MDC DRG’s; B = nervous system DRG;O=Reproductive System; Z=DRG’s relating to otherhealth factors; 9=the error DRG’s; DD=DRG’s partition;Range 01–39 Surgical Partition, Range 40–59 OtherPartition, Range 60–99 Medical Partition dengan S=splitindicator diman A=highest resources DRG, dan B=se-cond highest resources.

Berdasarkan MDC versi Australia tersebut terlihatada beberapa MDC yang menggunakan pengelompok-kan secara berbeda dengan pola pengelompokkan diIndonesia. Sebagai contoh, MDC.18 tentang Infectiousand parasitic disease (systemic or unspecified sites)yang memisahkan kelompok penyakit infeksi dankelompok penyakit yang disebabkan oleh parasit.Secara khusus, pengelompokkan DRG pada beberapatesis yang diuji ternyata ditemukan pengelompokkanDRG’s versi Australia ada yang cocok dengan polapenyakit di Indonesia, meskipun ada perbedaan kelom-pok usia pasien. Di lain pihak, umumnya pelayanan dirumah sakit Indonesia menghadapi masalah kompleksinformasi biaya yang sering tidak jelas. Sistem pem-bayaran yang ditetapkan di rumah sakit adalah sistempembayaran per jasa pelayanan, dengan pembayaranyang dilakukan setelah pelayanan diberikan yang dise-but fee for service.

Upaya pengendalian biaya pelayanan kesehatan (costcontainment) perlu dilakukan yang salah satu bentuknyaadalah mengubah sistim fee for service menjadi bentukProspective Payment System (PPS). PPS merupakan sis-tem pembayaran dengan jumlah yang sudah ditetapkansebelum pemberian pelayanan, tanpa mempertimbang-kan tindakan medik atau lama perawatan di rumah sa-kit. Salah satu bentuk PPS tersebut adalah DiagnosisRelated Groups yang digunakan pada pasien-pasien akutyang mengalami rawat inap.

Diagnosis Related Group’s selanjutnya disebutDRG’s adalah suatu metoda identifikasi pasien yangmempunyai kebutuhan dan sumber yang sama di ru-mah sakit. Selanjutnya, mereka dikelompokkan ke da-lam kelompok yang sama. Dengan demikian, pem-bayaran perawatan rumah sakit dilakukan berdasar-kan diagnosis, bukan berdasarkan utilisasi pelayanan

medis dan non medis yang diberikan kepada pasien.Tarif per diagnosis telah ditetapkan sebelumnya, se-hingga selisih biaya yang dikeluarkan oleh rumah sa-kit lebih dari tarif yang telah disepakati, merupakankeuntungan atau kerugian rumah sakit.3 Metoda ini di-perkenalkan pertama kali di Amerika Serikat, padatahun 1984, dalam program Medicare dan Medicaidyang bermanfaat mengendalikan biaya kesehatan, me-mudahkan administrasi dan meningkatkan mutu pe-layanan rumah sakit.

Clinical pathway di rumah sakit merupakan pedomanyang mencakup semua aktivitas pasien mulai saat masukhingga keluar dari rumah sakit. Pedoman ini berguna un-tuk meningkatkan mutu pelayanan dan pengendalian bi-aya pelayanan. Clinical pathway dapat digunakan untukalat evaluasi pelayanan medik yang bermutu dan dapatmenghindari tindakan yang tidak diperlukan. Hal terse-but dapat digunakan sebagai pedoman dasar dalam per-hitungan biaya pelayanan. Dengan demikian, pasien men-dapatkan kepastian tentang biaya dari upaya penyembu-han penyakit yang diderita.4-7

PermasalahanSampai kini belum ada standarisasi pelayanan medik

(clinical pathway) yang diberlakukan di seluruh rumahsakit di Indonesia guna dijadikan basis perhitungan biayaper penyakit. Shortcut yang dilakukan DepartemenKesehatan dengan menerbitkan Buku Tarif RS Umumdan Khusus bagi berbagai tingkatan rumah sakit peme-

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

Tabel 1. Kategori Diagnostik Utama – Versi Australian

No Kategori

1. Penyakit dan kelainan system saraf2. Penyakit dan kelainan mata3. Penyakit dan kelainan telinga, hidung dan tenggorok4. Penyakit dan kelainan system respirasi5. Penyakit dan kelainan system sirkulasi6. Penyakit dan kelainan system pencernakan7. Penyakit dan kelainan system hepatobiliar dan pankreas8. Penyakit dan kelainan sistem otot dan kerangka dan jaringan penunjang9. Penyakit dan kelainan kulit, jaringan subkutan dan payudara10. Penyakit dan kelainan endokrin, nutrisi, metabolik11. Penyakit dan kelainan ginjal dan saluran kemih12. Penyakit dan kelainan system reproduksi pria13. Penyakit dan kelainan system reproduksi wanita14. Kehamilan, pwesalinan dan nifas15. Bayi baru lahir dan dan neonatus lain dengan periode perinatal16. Penyakit dan kelainan darah, organ pembentuk darah dan immunologi17. Penyakit dan kelainan myeloproliferative dan meoplasma berdifferensiasi

jelak18. Penyakit infeksi dan parasit (daerah sistemik atau tidak spesifik)19. Penyakit dan kelainan mental20. Penggunaan Alkohol/ obat dan kelainan mental organik diinduksi alkohol/

obat21. Cedera, keracunan dan efek tosik obat membakar22. Faktor mempengaruhi staus kesehatan dan kontak lain dg pelayanan

kesehatan

Sumber: AR-DRG’s Version 5.2 Tahun 2006

5

aya paket pelayanan kesehatan dari penyakit rawat inapdengan tindakan surgical/others/medical beserta komor-biditas dan komplikasinya dengan mengacu pada clinicalpathway yang telah dibuat dan ditetapkan; Perhitungananalisis biaya dengan mempergunakan metode ActivityBased Costing untuk direct cost-nya, khusus untuk in-direct cost-nya dilakukan dengan simple distribution met-hode. (6) Melakukan sensitivitas perhitungan biaya paketpelayanan kesehatan dengan simulasi cost of treatmenttanpa gaji dan obat, untuk menghindari double countingpembiayaan Program Askeskin/Jamkesmas kepada RS diIndonesia sebab semua sumber pembiayaan telah berasaldari pemerintah.

Ruang lingkup kegiatan dari pengembangan konsepdan sosialisasi Istilah dan Konsep Akademik INA-DRGini mencakup semua sektor yang terkait dengan industrilayanan kesehatan di Indonesia. Hal tersebut, sepertiaspek manajemen keuangan rumah sakit, profesi, asu-ransi kesehatan baik PT Askes maupun perusahaan asu-ransi kesehatan swasta lainnya serta DepartemenKesehatan yang seharusnya akan berfungsi sebagai regu-latornya. Dasar pemikiran dari INA-DRG ini adalah kon-firmasi dan perhitungan yang secara umum akan terlihatsebagai dua pola pikir.3

Pertama, Istilah dan Konsep Akademik INA-DRG iniberupa perhitungan biaya yang dikeluarkan dengan unitcost actual pengobatan di rumah sakit yang berbasis cli-nical pathway. Unit cost dihitung dengan metodeActivity Based Cost System + Simple DistributionMethode, pada mana biaya perawatan di rumah sakit me-rupakan fungsi utilisasi dan unit cost.17,18 Kedua, pene-litian bertujuan mendapatkan biaya nyata berbagai tin-dakan, obat dan bahan medis berbasis clinical pathwayyang diberikan untuk pengobatan pasien sampai sembuh.Berbagai faktor yang mempengaruhi utilisasi meliputi di-agnosa utama berdasarkan ICD X, karakteristik pasiendan case mix. Penetapan tarif dapat disertai atau tidakdisertai dengan margin, sesuai dengan visi dan misi se-tiap rumah sakit.

Asumsi hubungan antar variabel dalam penelitian iniadalah clinical pathway, sementara unit cost menjadi va-riabel bebas dari cost of treatment per diagnosis. Hal ter-sebut dapat dilakukan berdasarkan tingkat keparahanpenyakit yang diderita oleh pasien baik dengan penyer-ta/penyulit ataupun tidak. Aspek diagnosa utama meli-puti case mix (penyakit penyerta dan penyulit), karakte-ristik pasien (umur dan jenis kelamin), lama hari rawat,utilisasi dari tindakan medis/non medis, serta obat danbahan medis sangat berperan dalam aspek analisis biayauntuk perhitungan unit cost per tindakan.

Clinical PathwayClinical pathway adalah “konsep perencanaan pela-

yanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang di-

rintah tahun 2007 memicu berbagai kontroversi.Hampir semua kritik mempertanyakan tentang metodaperhitungan Buku Tarif tersebut, karena banyak pihakyang merasa dirugikan. Hal tersebut terjadi karenayang seharusnya dihitung adalah biaya bukan tarifnya.Disamping itu, Surat Keputusan Menteri KeuanganNomor 298/MK.02/2005 tentang Peralihan StatusRumah Sakit Perusahaan Jawatan menjadi InstansiPemerintah Pengelola Keuangan Badan LayananUmum (BLU) yang menerapkan Pola PengelolaanKeuangan Badan Layanan Umum. Pengelolaan keu-angan rumah sakit BLU yang efektif dan efisien se-harusnya adalah melalui sistem cost of DRGs atau costof treatment dan bukan cost per tindakan ataupun feefor servives.

Cost of DRGs atau cost of treatment pada dasarnyaadalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan mulai sejakpasien masuk melakukan pendaftaran, penegakkan di-agnosa, terapi, dan pulang. Semua biaya tersebut te-rangkum dalam suatu alur perawatan atau IntegratedClinical Pathway. Tujuan pengembangan konsep dansosialisasi Istilah dan Konsep Akademik dari INA-DRGtersebut adalah untuk mengembangkan pengelompokanpenyakit rawat inap sejenis versi Indonesia yang meli-puti template Clinical Pathway dan perhitungan Cost ofTreatment ke seluruh stakeholder yang terkait denganpola pembiayaan layanan kesehatan di rumah sakit tan-pa melupakan basic idea dari konseptor yang mengem-bangkannya.

Secara spesifik, tujuan Istilah dan Konsep AkademikINA-DRG meliputi: (1) Mengkonfirmasi apakah pola pe-nyakit rawat inap dengan tindakan surgical/others/medi-cal beserta komorbiditas dan komplikasinya di lingkung-an RS di Indonesia dapat disesuaikan/mengikuti pola pe-nyakit rawat inap negara lain (Referensi: AustralianRefined–DRG).3,8-16 (2) Mengidentifikasi semua aktivi-tas dan utilisasi (evidence based) yang terkait dengan pa-ket pelayanan kesehatan penyakit rawat inap dengan tin-dakan surgical/others/medical beserta komorbiditas dankomplikasinya mulai dari pendaftaran pasien, penegak-kan diagnosa, pra terapi, terapi, tindak lanjut sampaidengan pasien keluar dari rumah sakit sebagai bahan da-sar Draft Clinical Pathway. (3) Membuat dan menetap-kan clinical pathway berbasis INA-DRG bersama orga-nisasi profesi terkait lainnya untuk pola penyakit rawatinap dengan tindakan surgical/others/medical beserta ko-morbiditas dan komplikasinya berdasarkan evidence ba-sed yang terjadi di lingkungan RS di Indonesia. (4)Mengidentifikasi semua biaya langsung dan tak langsungyang terkait dalam clinical pathway berbasis INA-DRGdari penyakit rawat inap dengan tindakan surgical/ot-hers/medical beserta komorbiditas dan komplikasinyaberdasarkan evidence based yang terjadi di lingkunganRS di Indonesia. (5) Melakukan perhitungan seluruh bi-

Rivany, Indonesia Diagnosis Related Groups

6

asemix-nya. Apabila ternyata kelompok penyakit terse-but mempunyai komorbiditi dan komplikasi. Pada taha-pan pembagian kelompok tersebut, clinical pathwayakan berkontribusi secara sangat bermakna. Pola pena-nganan pasien dengan berbagai macam tindakan medisdan bedah tersebut berperan pada pengelompokan polapenyakit yang dimaksud. Secara teknis, tahapan clinicalpathway tersebut meliputi berbagai macam aktivitas pe-nerimaan, diagnosis, pra pengobatan, pengobatan, pe-mantauan, dan penghentian. Template dari tahapan ter-sebut dapat dilihat pada Dummy Table (Lihat Gambar1).

Secara teoritis tingkat keparahan suatu kelompokpenyakit rawat inap sejenis akan terdiri dari empattingkatan, meliputi: tingkatan pertama, ditegakkan diag-nosa utama/principal diagnosis; tingkatan kedua, diag-nosa utama yang hanya disertai dengan penyakitpenyerta; tingkatan ketiga, diagnosa utama yang hanya

berikan kepada pasien berdasarkan standar pelayananmedis, standar asuhan keperawatan, dan standar pelaya-nan tenaga kesehatan lainnya. Keseluruhan berbasis buk-ti dengan hasil yang dapat diukur pada periode waktu ter-tentu selama di rumah sakit”.19-21 Dari pola pengem-bangan konsep clinical pathway di atas, terlihat bahwabasis dari semua pola penyakit adalah InternationalClassification of Diseases (ICD) dari WHO, yang kemu-dian dengan karakteristik pola penyakit setiap negara di-kelompokkan menjadi Major Diagnostic Categories(MDC).

Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang,Indonesia sangat membutuhkan ICD WHO yang meru-pakan harga mati tidak dapat ditawar. Demikian pula,halnya dengan MDC yang di negara kita belum dapat di-kelompokkan. Tahapan pengelompokkan DiagnosisRelated Groups yang biasa disebut dengan pengelom-pokkan pola penyakit rawat inap sejenis lengkap dengan

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

Hari Ke-…Clinical Pathway

Diagnosa Utama + Serta + Sulit + Sulit dan + Serta

AdmissionDiagnosticPra TherapyTherapyFollow UpDischarge

Gambar 1. Dummy Table

Gambar 2. Hubungan Antar Variabel

7

disertai penyulit. Tingkat keempat, penyakit dengan di-agnosa utama yang disertai berbagai penyakit penyertadan penyulit secara bersamaan. Tingkat keparahan terse-but digunakan sebagai pola penetapan kode danpenomoran Australian DRG.

Secara konseptual, INA-DRG yang berbasis evidencetersebut menggambarkan hubungan antara berbagaivariabel tersebut (Lihat Gambar 2).

Biaya PengobatanBiaya pengobatan (Cost of Treatment) adalah perhi-

tungan biaya yang terkait dengan biaya langsung dantidak langsung yang dibutuhkan dalam tindakan pe-rawatan/layanan kesehatan untuk setiap penyakit yangsesuai dengan clinical pathway. Secara teknis, perhitu-ngan biaya tersebut menggunakan Activity Based Costinguntuk biaya langsung yang dimodifikasi dengan SimpleDistribution Methode untuk biaya tak langsung (LihatGambar 3).

Dengan perhitungan analisis biaya berbasis metodeActivity based Costing + Simple Distribution Methode,maka dapat dihitung biaya total dan biaya satuan yangdibutuhkan untuk setiap tindakan/aktivitas yang terjadimulai dari pasien datang sampai pulang dengan kesem-buhan yang sesuai dengan Clinical Pathway masing-masing.

Pada Dummy Table Gambar 4, terlihat pula bahwadengan mengacu pada clinical pathway maka akan dapatdiketahui berbagai macam jenis tindakan dan jumlah uti-lisasinya (U), disamping itu, dapat dihitung pula DirectCost (DC), Indirect Cost (IDC), Total Cost (TC) sertaUnit Cost-nya(UC) sehingga secara subtotal akan dapat

diperoleh biaya per aktivitas dari clinical pathway(Utilisasi x Unit Cost) dan biaya total dari Cost ofTreatment yang merupakan penjumlahan biaya per ak-tivitas – aktivitas yang telah dihitung terlebih dahulu se-belumnya (Cost/DRG) (Lihat Gambar 4).

Dengan mempergunakan teori dasar Ekonomi ten-tang Penetapan Tarif (Pricing), dapat digambarkan bah-wa untuk membuat tarif sebaiknya adalah dengan caramenghitung biayanya terlebih dahulu, sehingga Tarifadalah Unit Cost + Margin, seperti gambaran diterminantarif per DRG dibawah ini (Lihat Gambar 5). Disini ter-lihat bahwa cost yang terjadi dalam rawat inap adalahmerupakan penjumlahan dari berbagai biaya yang terja-di sesuai dengan tahapan clinical pathway mulai dari ad-mission sampai discharge. Khusus untuk INA-DRG disi-ni, yang dimaksud dengan penetapan tarif seharusnyaadalah total biaya per penyakit rawat inap yang telah di-hitung berbasis clinical pathway tadi ditambah dengankemungkinan margin yang diharapkan oleh rumah sakitatau cukup dengan pola Break Even Point (BEP) saja di-mana tarif yang di tetapkan cukup sama dengan nilai bia-ya yang telah dikeluarkan oleh rumah sakit.

Clinical Pathway U DC IC TC UC U X UC

AdmissionDiagnostic Pra Therapy Therapy Follow Up Discharge

Gambar 4. Dummy Table

Gambar 3. Alur Aktifitas Klinik dan Pembiayaan

Rivany, Indonesia Diagnosis Related Groups

KesimpulanMengacu pada dua puluhan hasil riset yang berbasis

evidence sejak tahun 2000 sampai sekarang, terlihat bah-wa sebenarnya clinical pathway dapat dibuat dan dite-gakkan di Indonesia, demikian pula pengelompokkan po-la penyakit rawat inap sejenisnya, sehingga sebenarnyaDiagnosis Related Group versi Indonesia dapat dibuattanpa perlu melakukan shortcut dengan program kom-putansi. Catatan utama yang diperoleh dari lessonlearned di atas antara lain: 1) adanya perbedaan batasanumur pada penderita, 2) adanya perbedaan antarapenyakit co-morbidity dan co-mortality dalam casemixdari kelompok penyakit tertentu, dan 3) adanya perbe-daan konsep dalam pengelompokkan penyakit infeksidan parasit dalam Major Diagnostic Categories nomor18.

SaranSebaiknya dilakukan matching antara berbagai pen-

dapat yang ada tentang cara dan aplikasi clinical pathwaydan Cost of Treatment per pengelompokkan penyakitrawat inap sejenis yang ada di Indonesia, tanpa melu-pakan degree of severity dan pengelompokkannya dalamMajor Diagnostic Categories yang sesuai dengan polapenyakit di Indonesia.

Daftar Pustaka1. World Health Organization. International statistical of diseases and

related health problems – 10th Revision. 2nd Ed. Geneva: WHO;

2004.

2. Australian Refined Diagnosis Related Group. Definition manual,

Australian government department of health and ageing. Australia:

Commonwealth of Australia; 2006.

3. Rivany R. Casemix, reformasi mikroekonomi di industri layanan kese-

hatan. Depok: FKM UI; 1998.

4. Rivany R. Hubungan clinical pathway dengan DRG’s casemix. INA-ver-

sion; 2006.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Clinical pathway di rumah

sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia; 2006.

6. Supartono B. Clinical pathway pembedahan fraktur clavikula di Rumah

Sakit Pusat TNI AU Dr. Esnawa n Antariksa tahun 2005 [tesis]. Depok:

FKM UI; 2006.

7. Mixmarina DA. Analisis penyusunan clinical pathway operasi histerek-

tomi di RS Cengkareng tahun 2006 [tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia; 2007.

8. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Analisis biaya berbasis paket di-

agnosa related groups (DRG’s). Jakarta: Dinas Kesehatan Provinsi DKI

Jakarta; 2007.

9. Devi AA. Variasi biaya demam berdarah dengue berdasarkan DRG’s di

Rumah Sakit Umum dr. Soedarso Pontianak tahun 2005 [tesis]. Depok:

FKM UI; 2005.

10. Effendi S. Cost of treatment berdasarkan diagnosis related groups

(E62A, E62B, E62C) di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar

Provinsi Jawa Barat tahun 2006.

11. Ermawati. Studi kasus variasi biaya tahun 2004 dalam penyusunan

DRG’s diare/gastroenteritis dengan unit cost pada kelompok umur

anak-anak di RSU Tangerang [tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia; 2005.

12. Harmidy F. Cost index dan cost of treatment penyakit diare anak dan

tindakan sectio caesaria di RSUD DKI Jaya [tesis]. Depok: FKM UI;

2006.

13. Ninae. Studi kasus biaya pengobatan penyakit malaria di RSUD St.

Imanuddin Pangkalan Bun tahun 2003. 2004.

14. Prasetya A. Analisis cost of treatment tindakan operasi lensa diagnosis

katarak berdasarkan clinical pathway di RSUD Tarakan dan RSUD Budi

Asih [tesis]. Depok: FKM UI; 2008.

15. Rusady MA. Studi eksplorasi diagnosis realted groups (DRG’s) penya-

kit abortus di Rumah Sakit Fatmawati tahun 2000 [tesis]. Depok: FKM

UI; 2000.

8

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

Gambar 5. Determinan Tarif per DRG’s

16. Susi. Cost of treatment penyakit stroke di Rumah Sakit Bukittinggi.

2005

17. Hindle D. Casemix and financial management. McGraw and Hill;

1997.

18. Baker J. Activity based costing and activity based management for health

care. Maryland: Aspen Publisher Inc.; 1998.

19. Rosch J. Cost unit accounting based on clinical pathway.

2005.

20. Feyner R. Cost profit-accounting based on a clinical pathway for CABG:

a practical tool for DRG-implementation. 2005.

21. Gardner K, Allhusen J, Kamm J, Tobin J. Determining the cost of care

through clinical pathways. 1997

9

Rivany, Indonesia Diagnosis Related Groups

ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

10

AbstrakKepuasan pasien ternyata tidak selalu meningkatkan kunjungan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan ke-puasan pasien dengan jumlah kunjungan di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan data primer survei pelayanan di rawat jalan dan rawat inap selama 9periode pengukuran pada 2007 – 2009 dan data sekunder kunjungan rumah sakit pada periode yang sama, jumlah sampel adalah 125 pasien per periodeyang diambil dengan metoda stratified random sampling. Analisis dilakukan secara analisis time series dengan metode tren kuadrat terkecil (Least SquareMethod), analisis regresi sederhana dan analisis uji perbedaan tiga atau lebih rata-rata (Uji-Kruskal Wallis). Penelitian ini memperlihatkan tingkat kepuasanpasien berpengaruh terhadap variasi jumlah kunjungan dengan nilai nol pada rawat jalan dan sangat kecil pada rawat inap. Pada rawat jalan tingkat kepua-san pasien tidak berbeda untuk setiap periode, tetapi pada rawat inap berbeda. Terlihat perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat jalan dan di rawat inap, te-tapi secara statistik diketahui tidak telihat perbedaan tingkat kepuasan antara jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap pada setiap periode pengu-kuran di suatu rumah sakit swasta di Tangerang tersebut.Kata kunci : Kepuasan, kunjungan, kualitas, tren

AbstractTo improve services in order to increase patient satisfaction, does not necessarily means to cease the search for innovative effort to improve the quality ofhealth service hospital. One way to know the value of customers is through customer satisfaction surveys. Based on the customer satisfaction survey it canbe known what is the indicators of customer satisfaction and customer expectations, which in turn may increase the expected visit. The purpose of this re-search is to know the level of patient satisfaction in a private hospital in Tangerang in 2007 until 2009. Survey research design is used to find the differencesbetween the level of satisfaction in out-patient and in-patient services during the 9 period of measurement in 2007-2009, and the secondary data of hospitalvisit in the same period. Number of sample is 125 patients per period taken with a stratified random sampling. Analysis done in time series analysis methodswith the smallest quadratic trends (Least Square Method), simple regression analysis and Kruskal-Wallis test. The result is that the patient satisfaction levelaffect the number of visits for both types of patient. Among the out-patient, there is no difference found in the level of patient satisfaction among different pe-riods, while the situation is contrary among the in-patient at a private hospital in Tangerang 2007-2009.Key words : Satisfaction, visits, quality, trends

*Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Gd. F Lt. 1 FKM UI, Kampus Baru UI Depok 16424 (e-mail: [email protected])

Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit

Hafizurrachman*

Hafizurrachman, Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit

11

Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan mutuproduk/jasa serta kepuasan pelanggan semakin besarkarena perdagangan bebas yang terbuka dalam era globa-lisasi. Oleh sebab itu, perusahaan di dalam negeri di-harapkan mempersiapkan diri untuk membina organisasiterutama sumber daya dan sistem untuk menghadapi ke-datangan pesaing industri sejenis dan industri lainnya.1

Rumah sakit merupakan salah satu perusahaan yangdituntut mampu memenangkan persaingan. Untuk itu,rumah sakit harus mampu menyediakan dan mem-berikan jasa layanan kesehatan yang bermutu bagipasien. Pelayanan jasa kesehatan yang bermutu meru-pakan isu untuk memenangkan persaingan bagi rumahsakit. Selain itu, sebagai upaya rumah sakit untukmenghindari dan mencegah tuntutan masyarakat sesuaidengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen.2

Untuk meningkatkan pelayanan dalam rangkameningkatkan kepuasan pasien, pihak-pihak yangberkompeten dengan rumah sakit selalu mencari upayainovatif untuk meningkatkan mutu layanan kesehatanrumah sakit antara lain dengan mendapatkan sertifikatISO 9000.3 Data kajian pengeluaran publik sektor kese-hatan 2007, menggambarkan tren pemanfaatanpelayanan kesehatan pada periode 2001 - 2005 menga-lami penurunan daripada sebelum krisis ekonomi peri-ode 1993 - 1997.4 Dengan demikian, rumah sakit yangtidak mampu menjaga kualitas layanan yang berfokus pa-da kepuasan pelanggan akan mengalami penurunan jum-lah kunjungan pasien.

Harapan pasien terhadap kualitas pelayanan yangmereka terima dapat dilihat dari beberapa aspek,meliputi: 1) kemudahan mengakses atau mendapatkanperawatan; 2) tenaga kesehatan yang kompeten danterampil; 3) kebebasan memilih dokter dan rumah sakit;4) pengobatan yang sesuai; 5) penjelasan tenaga kese-hatan tentang kondisi dan pengobatan/perawatan; 6)penghargaan tenaga kesehatan terhadap klien; 7) perha-tian tenaga kesehatan; 8) tenaga kesehatan yang profe-sional; dan 9) perbaikan kondisi klien setelah pera-watan.4 Nilai-nilai harapan persepsi pasien terhadapkualitas layanan tersebut yang terdapat dalam diripelanggan disebut nilai pelanggan (costumer values).6Salah satu cara untuk mengetahui nilai pelanggan adalahmelalui survei kepuasan pelanggan. Berdasarkan surveikepuasan pelanggan dapat diketahui berbagai indikatoryang menyebabkan pelanggan puas, tidak puas, danmengetahui keinginan, kebutuhan serta harapan pelang-gan.7,8

Kualitas jasa pelayanan rumah sakit berdasarkan ni-lai pelanggan dapat bersifat tidak kasat mata (intangible)seperti keramahan, kecepatan, keterampilan dan komu-nikasi yang dilakukan oleh petugas pelayanan, maupunyang bersifat kasat mata (tangible) seperti fasilitas yang

tersedia menyangkut kebersihan dan kenyamanan sertapelayanan pada instalasi gizi.9 Penelitian ini secaraumum bertujuan untuk mengetahui gambaran keter-kaitan tingkat kepuasan pasien dengan jumlah kunjunganpasien di suatu rumah sakit swasta di Tangerang tahun2007 sampai dengan 2009.

Penelitian ini diharapkan akan banyak memberikanmanfaat baik pihak manajemen rumah sakit tersebut dankaryawannya maupun stakeholders, sehingga berbagaipihak dapat menyusun strategi yang tepat untukmeningkatkan layanan rumah sakit dalam rangkameningkatkan kepuasan pasien rumah sakit tersebutberdasarkan temuan-temuan penelitian serta memperta-hankan bahkan meningkatkan jumlah kunjungan padarumah sakit tersebut. Di samping itu pula, memberikanmanfaat kepada pembaca untuk mengetahui apa danbagaimana keterkaitan jumlah kunjungan ke rumah sakitdengan upaya pemberian kepuasan (patient satisfaction)sehingga jumlah kunjungan dapat dipertahankan dan di-tingkatkan.

MetodePenelitian ini menggunakan data sekunder survei

tingkat kepuasan pelayanan di suatu rumah sakit swastadi Tangerang pada 2007 - 2009 selama 9 periode pengu-kuran. Pengukuran periode I adalah pada Juni 2007; pe-riode II (Agustus 2007); periode III (September 2007);periode IV (Januari 2008); periode V (April 2008); peri-ode VI (Agustus 2008); periode VII (Januari 2009); pe-riode VIII (April 2009); dan periode IX (Juni 2009).Korelasi time series digunakan untuk melihat keterkaitanjumlah kunjungan dengan tingkat kepuasan yang ada pa-da periode yang sama selama 9 periode pengukuran.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien rawatjalan dan rawat inap rumah sakit. Besar sampel per peri-ode adalah 125 orang pasien dengan kriteria inklusiadalah pasien yang pernah melakukan kunjungan rawatinap dan rawat jalan sedangkan kriteria eksklusi adalahpasien yang menolak ikut serta dalam penelitian.Pemilihan sampel dilakukan dengan cara stratified ran-dom sampling, terhadap pasien-pasien yang berkunjungke rumah sakit ini. Sumber data berasal dari data primerdan data sekunder. Data primer adalah pasien yangberkunjung ke rumah sakit, sedangkan data sekunderadalah data hasil kunjungan pasien baik rawat jalan danrawat inap dari tahun 2007 - 2009.

Instrumen penelitian yang digunakan berupa kue-sioner yang berisi butir pertanyaan yang mengukur in-dikator-indikator kepuasan pelayanan rumah sakit ini,terdiri dari keramahan, kecepatan, keterampilan, komu-nikasi, kebersihan, kenyamanan dan fasilitas yang ada.Penilaian kuesioner didasarkan atas jawaban respondenyang dikelompokkan menurut katagori setuju=1 dantidak setuju=2 terhadap pernyataan yang ditanyakan.

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

12

Kemudian data yang ada dilihat normalitas distribusinya.Pada data yang berdistribusi normal dilakukan cut offpoint dengan mean untuk mengetahui gradasi tingkatkepuasan pasien (puas dan tidak puas), sedangkan yangtidak normal dilakukan dengan cut off point dengan me-dian. Sebelum penelitian dilakukan, kuesioner dilakukanuji validitas dan realibitasnya.

Analisis data menggunakan 1) analisis time seriesdengan metode tren kuadrat terkecil (Least SquareMethod) yang bertujuan untuk mengetahui tren naik-turunnya tingkat kepuasan pasien dan jumlah kunjunganpasien per periode; 2) analisis regresi sederhana yangbertujuan untuk mengetahui keterkaitan naik-turunnyatingkat kepuasan pasien dengan jumlah kunjunganpasien; dan 3) analisis uji perbedaan 3 atau lebih rata-rata (Uji-Kruskal Wallis) yang bertujuan untuk menge-tahui perbedaan secara signifikan tingkat kepuasanpasien antara periode I sampai dengan periode IX menu-rut layanan rawat jalan dan rawat inap.

Hasil Tingkat KepuasanRawat Jalan

Dengan menggunakan analisis time series metodetren kuadrat terkecil diketahui bahwa rata-rata persen-tase persepsi pasien terhadap layanan rawat jalan di su-atu rumah sakit swasta di Tangerang dari periode I hing-ga periode IX adalah 78,1% (pasien memberikan per-

nyataan/jawaban setuju). Tren rata-rata mengalami penu-runan 0,19% per periode, artinya persepsi pasien dalammemberikan pernyataan/jawaban setuju menurun 0,19%per periode (Lihat Tabel 1).

Persentase rata-rata tingkat keramahan petugas mem-berikan layanan rawat jalan menurut persepsi pasienadalah 82,4%. Tingkat keramahan petugas memberikanlayanan rawat jalan dilihat dari tren rata-rata dengannilai -0,12, artinya tren rata-rata tingkat keramahan petu-gas mengalami penurunan (nilai negatif) per periode.Persamaan garis Y = 82,42-0,12(X), dimana Y adalahpersentase keramahan petugas dan X adalah periodewaktu. Indikator-indikator pembentuk kepuasan pasienlayanan rawat jalan ada yang mengalami kenaikan danpenurunan per periodenya. Indikator yang mengalami ke-naikan adalah kenyamanan dan fasilitas yang tersedia.Sedangkan, indikator yang mengalami penurunan adalahkeramahan, kecepatan, kebersihan dan komunikasi.

Hasil uji normalitas dengan uji One Sample KS padadata persepsi pasien terhadap kepuasan layanan rawatjalan di suatu rumah sakit swasta di Tangerang antara pe-riode I sampai dengan periode IX dihasilkan bahwa an-tara persepsi kepuasan pasien terhadap layanan rawatjalan antara periode I hingga periode IX mempunyai pvalue < alpha 0,05 artinya Ho ditolak. Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa normalitas data kepuasan pasienterhadap rawat jalan di suatu rumah sakit swasta diTangerang tidak berdistribusi secara normal. Setelah di-

Tabel 1. Distribusi Tren Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Menurut Indikator Pembentuk.

Indikator Persentase Tren Persamaan Garis KeteranganPembentuk Rata-rata Rata-rata

Keramahan 82,4 -0,12 Y = 82,42-0,12 (X) MenurunKecepatan 70,7 -0,39 Y = 70,68-0,39 (X) MenurunKebersihan 84,0 -0,57 Y = 80,04-0,57 (X) MenurunKenyamanan 89,2 0,19 Y = 89,16+0,19 (X) MeningkatKomunikasi 78,5 -0,99 Y = 78,48-0,99 (X) MenurunFasilitas 76,9 1,29 Y = 76,89+1,29 (X) MeningkatKeseluruhan 78,1 -0,19 Y = 78,10-0,19 (X) Menurun

Gambar 1. Tingkat Kepuasan Pasien Layanan Rawat Jalan dari Periode I - IX

Hafizurrachman, Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit

13

lakukan kategorisasi berdasarkan nilai median (databerdistribusi tidak normal) yakni puas dan tidak puasmaka diperoleh hasil bahwa tingkat kepuasan pasien ter-hadap layanan rawat jalan di suatu rumah sakit swasta diTangerang antara periode I sampai dengan periode IXmengalami tren turun-naik, dimana tingkat kepuasanyang tertinggi terjadi pada periode IX yakni sebesar61,6% dan terendah periode II yakni sebesar 53,6%(Lihat Tabel 1).

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakanmetode tren kuadrat terkecil, maka diperoleh persamaangaris Y=56,89+0,58(X), di mana Y adalah persentasetingkat kepuasan pasien terhadap layanan rawat jalandan X adalah periode waktu. Nilai rata-rata tren per pe-riode menunjukkan nilai positif, artinya tingkat kepuasanpasien terhadap layanan rawat jalan menunjukkanpeningkatan r 0,58% per periode (Lihat Gambar 1).

Rawat InapDengan menggunakan analisis time series metode tren

kuadrat terkecil (Least Square Method) diketahui bahwarata-rata persentase tingkat kepuasan pasien terhadaplayanan rawat inap di suatu rumah sakit swasta diTangerang dari periode I sampai dengan periode IXadalah 79,7% (pasien memberikan pernyataan/jawabansetuju). Tren rata-rata mengalami kenaikan sebesar

0,07% per periode, artinya persepsi pasien dalam mem-berikan pernyataan/jawaban setuju mengalami pe-ningkatan 0,07% per periode (Lihat Tabel 2).

Persentase rata-rata tingkat keramahan petugas dalammemberikan layanan rawat inap menurut persepsi pasienadalah 81,8%. Tingkat keramahan petugas rawat inapdilihat dari tren rata-rata yang mempunyai nilai 0,23 yangberarti tren rata-rata tingkat keramahan petugas men-galami peningkatan (nilai positif) per periode. Persamaangaris Y = 81,82+0,23(X), dimana Y adalah persentasekeramahan petugas dan X adalah periode waktu.Berbagai indikator pembentuk kepuasan pasien layananrawat inap setiap periode ada yang naik dan ada yang tu-run. Indikator yang mengalami peningkatan per periodeadalah keramahan, kecepatan, komunikasi, dan fasilitaspelayanan makanan sedangkan indikator yang mengala-mi penurunan per periode adalah keterampilan, kebersi-han dan kenyamanan.

Hasil uji normalitas dengan uji One Sample KS padadata persepsi pasien terhadap kepuasan layanan rawatinap di suatu rumah sakit swasta di Tangerang antara pe-riode I sampai dengan periode IX dapat diketahui bahwakepuasan pasien terhadap rawat inap antara periode Isampai dengan periode IX mempunyai p value < alpha0,05 artinya Ho ditolak. Dengan demikian, dapat disim-pulkan bahwa normalitas data kepuasan pasien terhadap

Tabel 2. Distribusi Tren Kepuasan Pasien Rawat Inap Menurut Indikator Pembentuk

Indikator Pembentuk Persentase Rata-rata Tren rata-rata Persamaan Garis Keterangan

Keramahan 81,8 0,23 Y = 81,82+0,23(X) MeningkatKecepatan 80,2 0,09 Y = 80,18+0,09(X) MeningkatKeterampilan 71,0 -0,35 Y = 71,02-0,35(X) MenurunKebersihan & Kenyamanan 87,5 -0,16 Y = 87,51-0,16(X) MenurunKomunikasi 81,1 0,09 Y = 81,08+0,09(X) MeningkatFasilitas Yan Mak 72,5 0,12 Y = 72,53+0,12(X) MeningkatKeseluruhan 79,7 0,07 Y = 79,66+0,07(X) Meningkat

Gambar 2. Tingkat Kepuasan Layanan Rawat Inap dari Periode I - IX

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

14

rawat inap di suatu rumah sakit swasta di Tangerangtidak berdistribusi secara normal. Setelah dilakukankategorisasi berdasarkan nilai median (data berdistribusitidak normal) yakni puas dan tidak puas maka diperolehhasil bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap layananrawat inap di suatu rumah sakit swasta di Tangerang an-tara periode I sampai dengan periode IX mengalamiturun-naik per periode, dimana tingkat kepuasan yangtertinggi terjadi pada periode I yakni sebesar 64,0% danterendah periode IV yakni sebesar 52,0%.

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakanmetode tren kuadrat terkecil, maka diperoleh persamaangaris Y=56,71-0,97(X), dimana Y adalah persentasetingkat kepuasan pasien terhadap layanan rawat inap danX adalah periode waktu. Nilai rata-rata tren per periodemenunjukkan nilai negatif, artinya tingkat kepuasanpasien terhadap layanan rawat inap menunjukkan penu-runan sebesar 0,97% per periode (Lihat Gambar 2 ).

Jumlah KunjunganDengan menggunakan analisis time series metode

tren kuadrat terkecil (Least Square Method) diketahuibahwa rata-rata jumlah kunjungan pasien menurutlayanan rawat jalan dan rawat inap di suatu rumah sakitswasta di Tangerang adalah 687 kunjungan (jumlah kun-jungan rawat jalan dan rawat inap), dimana setiap peri-ode mengalami kenaikan sebesar 4,48 kunjungan per pe-riode dengan persamaan garis Y = 687,11 + 4,48 (X).Dengan demikian, jumlah kunjungan (Y) dengan rata-rata kunjungan per periode 687,11 mengalami pen-ingkatan 4,48 kunjungan per periode (X).

Kunjungan tertinggi terjadi pada periode IV yaknisebesar 731 kunjungan dan terendah pada periode Iyakni 655 kunjungan. Naiknya jumlah kunjungan pasienpada di suatu rumah sakit swasta di Tangerang per peri-ode disebabkan karena pada kunjungan rawat jalan

dengan rata-rata 564,8 kunjungan per periode mengala-mi kenaikan sebesar 3,85 kunjungan per periode dan pa-da rawat inap dengan rata-rata 122,3 kunjungan per pe-riode mengalami kenaikan sebesar 0,6 kunjungan per pe-riode (Lihat Gambar 3).

Hubungan Kepuasan dan Jumlah KunjunganAsumsi yang digunakan dalam uji yang dilakukan

adalah bahwa apabila kunjungan menurun sering kali di-maknai sebagai akibat proses pemberian kepuasan kepa-da pasien menurun, sehingga manajer perlu memperbaikikomponen pelayanannya dengan harapan kepuasanmeningkat dan akhirnya kunjungan pasien meningkat.Berdasarkan uji regresi linier keterkaitan tingkatkepuasan dengan jumlah kunjungan, maka dapat diper-oleh hasil sebagai berikut seperti yang tercantum dalamTabel 3.

Tingkat keeratan hubungan kepuasan rawat jalandengan jumlah kunjungan rawat jalan mempunyai ke-eratan hubungan (r) sebesar 0,09 (sangat lemah) danberpola positif, artinya semakin tinggi kepuasan semakintinggi jumlah kunjungan. Koefisien determinasi (R2)sebesar 0,00 artinya tingkat kepuasan mempengaruhivariasi jumlah kunjungan adalah 0%. Persamaan garisY=574,0-0,118X, dimana Y adalah jumlah kunjunganrawat jalan dan X adalah tingkat kepuasan, artinya pe-rubahan besaran nilai y dipengaruhi besaran nilai x. Nilainegatif pada persamaan menunjukkan bahwa tingkatkepuasan menjadi pengurang nilai jumlah kunjunganpasien dan hasil ini bertolak belakang dengan nilai (r)yang mempunyai arah positif. Penyebabnya adalah kare-na secara signifikan tidak ada hubungan antara kepuasanpasien rawat jalan dengan jumlah kunjungan pasienrawat jalan dengan p value 0,982 > alpha 0,05. Juga da-pat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan pasien rawatjalan tidak berhubungan secara signifikan dengan jumlah

Gambar 3. Kunjungan Pasien pada Layanan RS dari Periode I - IX

Hafizurrachman, Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit

15

kunjungan pasien rawat jalan, dan tingkat kepuasanpasien rawat inap tidak berhubungan secara signifikandengan jumlah kunjungan pasien rawat inap (Lihat Tabel3).

Perbedaan Tingkat KepuasanUji statistik yang digunakan adalah uji statistik non

parametrik yakni uji tiga atau lebih sampel yang tidakberhubungan (Uji-Kruskal Wallis), karena data tingkatkepuasan rawat jalan dan rawat inap di suatu rumahsakit swasta di Tangerang tidak berdistribusi normal.Tingkat kepuasan rawat jalan mempunyai p valuemasing-masing 0,244 > alpha 0,05. Dengan demikian Hoditerima, artinya tidak dapat perbedaan yang signifikantingkat kepuasan pasien rawat jalan antara periode I sam-pai dengan periode IX. Sedangkan, tingkat kepuasanpasien rawat inap mempunyai p value 0,006 < alpha 0,05(Ho ditolak), artinya ada perbedaan yang signifikankepuasan pasien rawat inap antara periode I sampaidengan IX (Lihat Tabel 4).

PembahasanPimpinan rumah sakit yang visioner dan berskala in-

ternasional mengharapkan rumah sakit yang dipimpin-nya memiliki jumlah kunjungan yang meningkat dariwaktu ke waktu disertai dengan pemberian layananpasien yang berkualitas untuk semua jenis layanan danmemberikan nilai angka patient safety yang tinggi.

Jumlah kunjungan, patient satisfaction dan patientsafety sampai batas tertentu untuk jenis penyakit danpelayanan tertentu sampai batas tertentu pula teoritisberkorelasi kuat, tetapi teori ini dalam tatanan imple-mentasinya bukan pekerjaan mudah bagi pimpinanrumah sakit dalam mewujudkannya, akibat banyak fak-tor yang berperan. Sementara itu, pada pelayanan sektorbarang dan jasa, kecuali jasa rumah sakit, antara jumlahkunjungan dengan kepuasan layanan hampir selaluberkaitan. Jumlah kunjungan akan meningkat, bila kliendiberi kepuasan terhadap pelayanan mereka. Karena itu,

pemberian layanan dengan prima merupakan iklan gratisyang akan mengundang klien baru. Selanjutnya, jumlahkunjungan yang terus meningkat membuat manajemenharus berupaya mempertahankan tingkat kualitaslayanan yang ada, sehingga nilai kepuasan klien yang su-dah baik tetap terjaga, hal ini perlu upaya khusus.Manajemen harus menyadari bahwa perilaku klien dariwaktu ke waktu selalu berubah, karena perubahanlingkungan sehingga manajemen harus selalu maumengantisipasinya.

Berangkat dari paradigma di atas, perlu dipahamibahwa penelitian ini mengajarkan dengan membuktikankonsep bahwa dengan paradigma yang ada pada industrirumah sakit tergambarkan bahwa rumah sakit memilikikarakteristik yang unik, sehingga penelitian seperti initidak cukup hanya pada satu rumah sakit mengingatrumah sakit di Indonesia memiliki beberapa macam tipe,demikian juga dengan karateristik penggunanya. Namundemikian, penelitian ini dapat menggambarkan fenome-na di atas dapat didiskusikan sebagaimana hasil yang ada.

Tingkat Kepuasan PasienTingkat kepuasan pasien rawat jalan menurut persep-

si pasien adalah sebesar 56,9% yang merasa puas denganpelayanan rawat jalan di suatu rumah sakit swasta diTangerang. Indikator pembentuk tingkat kepuasan rawatjalan secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar0,58% per periode, artinya setiap periode tingkatkepuasan pasien rawat jalan mengalami kenaikan sebesar0,58%. Meskipun demikian, berdasarkan indikator pem-bentuk tingkat kepuasan pada rawat jalan diketahui bah-wa keramahan, kecepatan, kebersihan dan komunikasitren rata-rata mengalami penurunan per periode sedang-kan kenyamanan dan fasilitas yang ada mengalamipeningkatan per periode.

Upaya yang perlu dilakukan oleh pihak manajemen disuatu rumah sakit swasta di Tangerang untukmeningkatkan kepuasan pasien rawat jalan adalahdengan melakukan perbaikan terhadap indikator yangmenurun dan mempertahankan terhadap indikator yangmeningkat.

Upaya untuk meningkatkan keramahan, kecepatandan komunikasi bagi petugas dapat dilakukan denganmelakukan pelatihan (training) bagi petugas. Sedangkan,untuk meningkatkan kebersihan terhadap fasilitas rawatjalan dapat dilakukan dengan lebih mengintensifkanupaya petugas cleaning service untuk bekerja lebih giatatau supervisi yang intensif disamping upaya pihakrumah sakit untuk mengajak pasien/pengunjungnya men-jaga kebersihan lingkungan rumah sakit.

Kepuasan Rawat InapTingkat kepuasan pasien rawat inap menurut persep-

si pasien adalah sebesar 56,7% yang merasa puas dengan

Tabel 3. Korelasi Tingkat Kepuasan dan Jumlah Kunjungan

Variabel r R2 Persamaan Garis p Value

Rawat Jalan 0,09 0,000 y= 574,0-0,118x 0,982Rawat Inap 0,42 0,173 y=296,751-2,19x 0,266

Tabel 4. Uji Kruskal Wallis Perbedaan Tingkat Kepuasan Menurut Periode

Variabel p-value Alpha Kesimpulan

Rawat Jalan 0,244 0,05 Ho diterimaRawat Inap 0,006 0,05 Ho ditolak

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

16

pelayanan rawat inap di suatu rumah sakit swasta diTangerang. Indikator pembentuk tingkat kepuasan rawatinap secara keseluruhan mengalami penurunan sebesar0,97% per periode, artinya setiap periode tingkatkepuasan pasien rawat inap mengalami penurunan sebe-sar 0,97%. Meskipun demikian, berdasarkan indikatorpembentuk tingkat kepuasan pada rawat inap diketahuibahwa tren rata-rata keramahan, kecepatan, komunikasidan fasilitas yang ada mengalami peningkatan perperiode sedangkan keterampilan, kebersihan dan kenya-manan mengalami penurunan per periode.

Upaya yang perlu dilakukan oleh pihak manajemen disuatu rumah sakit swasta di Tangerang untukmeningkatkan kepuasan pasien rawat jalan adalahdengan melakukan perbaikan terhadap indikator yangmenurun dan mempertahankan terhadap indikator yangmeningkat.

Upaya untuk meningkatkan keterampilan, bagi pera-wat dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan (train-ing) bagi perawat. Sedangkan, untuk meningkatkan ke-bersihan dan kenyamanan terhadap fasilitas rawat inapdapat dilakukan dengan lebih mengintensifkan upayapetugas cleaning service untuk berkerja lebih giat beker-ja atau supervisi yang intensif di samping upaya pihakrumah sakit untuk mengajak pasien/pengunjungnyamenjaga kebersihan ruangan perawatan rumah sakit.

Jumlah Kunjungan PasienJumlah kunjungan pasien di suatu rumah sakit swasta

di Tangerang antara periode I sampai dengan IX rata-ratanya adalah 687 kunjungan per periode. Tren rata-rata jumlah kunjungan mengalami kenaikan 4,48 kun-jungan per periode. Peningkatan tren rata-rata jumlahkunjungan disebabkan karena tren rata-rata jumlah kun-jungan rawat jalan mengalami kenaikan sebesar 3,85kunjungan per periode dan kunjungan rawat inap menga-lami kenaikan sebesar 0,6 kunjungan per periode.

Meskipun dilihat dari tren rata-rata jumlah kunjun-gan pasien mengalami peningkatan baik dari rawat jalandan rawat inap, namun bila dilihat dari tingkat kepuasanpasien pada rawat inap mengalami penurunan per peri-ode. Menurunnya tingkat kepuasan pasien rawat inap da-pat berakibat pada menurunnya jumlah kunjunganpasien karena tingkat kepuasan pasien yang rendahmengakibatkan pasien tidak akan menggunakan jasalayanan kesehatan yang disediakan dan pasien dapat sa-ja bercerita kepada kerabat, teman dan lainnya untuktidak menggunakan jasa layanan kesehatan yang disedia-kan oleh di suatu rumah sakit swasta di Tangerang.

Hubungan Kepuasan dan Jumlah Kunjungan PasienTingkat kepuasan pasien rawat jalan secara umum

diketahui meningkat 0,58% per periode dan jumlah kun-jungan pasien rawat jalan diketahui meningkat 3,85 kun-

jungan per periode. Berdasarkan hasil ini, maka dapatdikatakan bahwa naiknya tingkat kepuasan pasien rawatjalan berdampak pada meningkatnya jumlah kunjunganpasien rawat jalan. Namun demikian, setelah dilakukananalisis regresi sederhana didapatkan hasil bahwa asum-si naiknya tingkat kepuasan rawat jalan yang akhirnyaakan diikuti oleh naiknya jumlah kunjungan rawat jalansecara signifikan tidak berhubungan dengan p value0,982 > alpha 0,05.

Sementara itu, tingkat kepuasan pasien rawat inap se-cara umum diketahui menurun 0,97% per periode danjumlah kunjungan pasien rawat inap diketahuimeningkat sebanyak 0,6 kunjungan per periode.Berdasarkan hasil ini, maka dapat dikatakan bahwa tu-runnya tingkat kepuasan pasien rawat berdampak padanaiknya jumlah kunjungan rawat inap (berbanding ter-balik). Namun demikian, setelah dilakukan analisis reg-resi sederhana didapatkan hasil bahwa asumsi turunnyatingkat kepuasan rawat inap yang akhirnya akan diikutioleh naiknya jumlah kunjungan secara signifikan tidakberhubungan dengan p value 0,266 > alpha 0,05.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ke-naikan jumlah kunjungan pasien pada di suatu rumahsakit swasta di Tangerang ini, tidak diikuti denganmeningkatnya tingkat kepuasan pasien pada rawat jalandan rawat inap, artinya antara kunjungan dan tingkatkepuasan pasien yang ada tidak jelas keterkaitannya danberjalan sendiri-sendiri.

Uji PerbedaanHasil uji statistik non parametrik metode Kruskall

Wallis untuk menilai perbedaan rata-rata nilai mean pe-riode I sampai dengan periode IX menurut jenis layananyang tersedia meliputi nilai rata-rata tingkat kepuasanpasien rawat jalan per periode tidak berbeda secarabermakna, nilai rata-rata tingkat kepuasan pasien rawatinap per periode berbeda secara bermakna. Perbedaantingkat kepuasan pasien tersebut disebabkan oleh inter-vensi pihak manajemen rumah sakit swastameningkatkan berbagai indikator pembentuk kepuasanpasien pada layanan rawat jalan dan rawat inap yangmeliputi keramahan, kecepatan, keterampilan, komu-nikasi, kebersihan, kenyamanan dan fasilitas. Dengandemikian, femomena yang unik tentang perbedaan antarperiode dapat dijelaskan sebagai inkonsistensi dan perbe-daan karakter individu. Perbedaan pemahaman terhadapperasaan mereka tentang penilaian kepuasan.

KesimpulanDi suatu rumah sakit swasta di Tangerang, pada peri-

ode 2007-2009 ditemukan : (1) Data kepuasan pasienterhadap rawat jalan dan rawat inap tidak berdistribusisecara normal. (2) Persentase indikator pembentukkepuasan pasien layanan rawat jalan dan rawat inap ada

Hafizurrachman, Kepuasan Pasien dan Kunjungan Rumah Sakit

yang mengalami peningkatan dan penurunan per peri-ode. (3) Nilai rata-rata tren per periode yang positifmengindikasikan tingkat kepuasan pasien rawat jalan perperiode yang meningkat, tetapi pada pasien rawat inaptidak. (4) Rata-rata jumlah kunjungan fasilitas pelayananrawat jalan dan rawat inap per periode memperlihatkantren yang yang meningkat. (5) Tingkat kepuasan mem-pengaruhi jumlah kunjungan rawat jalan 0% dan rawatinap 0,17%. Tingkat kepuasan pasien rawat jalan padasetiap periode tidak berbeda, sementara pada rawat inapberbeda. Dengan demikian, meskipun ada perbedaantingkat kepuasan pasien di rawat jalan dan rawat inap,tetapi secara statistik tidak bermakna.

SaranMeningkatkan kepuasan pasien memerlukan inter-

vensi pada berbagai indikator pembentuk kepuasanpelayanan rawat jalan dan rawat inap meliputi: (1) Pihakmanajemen perlu merencanakan program pendidikandan pelatihan karyawan pelayanan rawat jalan dan rawatinap. Program pendidikan dan pelatihan bertujuanmeningkatkan keramahan, kecepatan, komunikasi mere-ka terhadap pasien/pengunjung RS dan bagi rawat inapuntuk meningkatkan keterampilan. (2) Perlu melakukanevaluasi kebersihan dan kenyamanan fasilitas danmengajak pasien selaku menjaga kebersihan dan kenya-manan lingkungan rumah sakit dengan menggunakanmedia stiker, poster, spanduk dan lain-lain. (3)Mengambil opsi pengambilan keputusan meningkatkanjumlah kunjungan dengan memahami perilaku pasien.(3) Perlu gagasan menciptakan produk layanan baru danmeningkatkan pelayanan setiap indikator kepuasan di

rumah sakit melalui survei kepuasan dan pembentukanlembaga Customer Relation Management (CRM). Untukpenelitian selanjutnya, (1) Perlu mengukur berbagai fak-tor yang mempengaruhi kepuasan pasien. (2)Mempertahankan survei kepuasan dengan memperbaikikriteria sampling dan memperbanyak jumlah sampel. (3)Untuk keperluan generalisasi perlu menambah jenis danjumlah rumah sakit yang diteliti serta perbaikan desaindan metoda analisis.

Daftar Pustaka1. Moelyono D. Budaya korporat dan keunggulan korporasi. Edisi Revisi.

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo; 2004.

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Tentang Perlindungan Konsumen

[diakses tanggal 22 Februari 2006]. Diunduh dari: http://www.in-

folib.ui.edu//.

3. ISO. Quality Management System ISO 9000:2000 [edisi 2001].

Diunduh dari: http://www.iso.ch//.

4. Kajian Pengeluaran Publik Sektor Kesehatan Tahun 2007.

5. Oerman. Costumers description of quality health care [edisi 1999].

Diunduh dari: http://www.proquest.umi.com/pqdweb//.

6. Kotler P. Marketing management, Prentice Hall. Inc. New York, USA:

Englewood Cliff; 1994.

7. Tjiptono F dan Chandra G. Quality and satisfaction. Yogyakarta: Andi;

2005.

8. Rangkuty F. Measuring customer satisfaction. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama; 2008.

9. Gaspersz V. Organizational excellence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama; 2008.

10. Zeithamal V. Delivering quality service: balancing costumer perceptions

and expectations. New York: The Free Press; 2004.

17

18

KESEHATAN REPRODUKSI

AbstrakCakupan pelayanan kebidanan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2006 yang belummencapai target mengindikasikan kinerja bidan di desa dalam pelayanan kebidanan program JPKMM masih rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui ki-nerja bidan desa dan faktor-faktor yang berhubungan. Kinerja bidan desa diukur dengan melihat cakupan pelayanan kebidanan program JPKMM meliputi ca-kupan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dan cakupan pertolongan persalinan. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan popula-si seluruh bidan desa yang bertugas di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2007. Sampel adalah bidan desa yang sudah bertugas minimal setahun yang ber-jumlah 104 orang. Disimpulkan bahwa sebagian besar kinerja bidan desa masih rendah (56%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desaadalah: tidak adanya pesaing, adanya pembinaan, pengetahuan dan motivasi. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kinerja bidan desa adalah umur,status pernikahan, status kepegawaian (PNS/PTT), domisili, jumlah desa, sikap, imbalan, kemampuan dan pendidikan. Disarankan kepada Dinas Kesehatanuntuk memberikan pembinaan yang lebih intensif kepada bidan desa dan memberikan penghargaan untuk meningkatkan motivasinya. Disarankan kepadabidan di desa untuk terus-menerus melakukan peningkatan pelayanan kepada pasien dan selalu menerapkan prinsip 3S (salam, senyum dan sopan) sertaproaktif mendatangi pasien ke rumahnya untuk memberikan pelayanan kebidanan ataupun memelihara hubungan sosial yang baik.Kata kunci : Bidan desa, pelayanan

AbstractThis research aimed to find out the performance of village midwife and its determinant factors. The performance of midwifery service within the JaminanPemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) program was measured by the coverage of antenatal care and coverage of trained birth attendance.The design of this study is cross sectional and data was analyzed using univariate, bivarite, and multivariate logistic regression. The population was all villagemidwives (137 persons) in Aceh Selatan District in the year 2007. The sample was village midwife who has at least one year work experience in a certain vil-lage and it consists of 104 persons. The result shows that the performance of village midwife is still low (56%). Multivariate logistic regression analysis con-firmed that the dominant factor related to good performance were no competitor, good supervision, knowledge and motivation. Factors which not associatedwith performance were age, marital status, employee status, domicile, number of village to be covered, attitude, reward, and education. We recommend thatthe District Health Office must supervise intensively and giving more reward to improve work motivation. The village midwife should improve their quality ofservices and implement the 3S principle (salam, senyum and sopan) and conducting home visit to provide maternal health services and to maintain good so-cial relationship with the communityKey words : Village midwives, performance

*Bidang Pengembangan SDM Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, Jl. TR Angkasah Tapaktuan, Aceh Selatan (e-mail: [email protected])**Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan FKM UI, Gd. A Lt. 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok 16424 (e-mail: [email protected])

Kinerja Bidan di Desa dalam ProgramJaminan Pemeliharaan Kesehatan MasyarakatMiskin

Arfah Husna* Besral**

Husna & Besral, Kinerja Bidan Desa dalam Program JPKMM

19

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi(307 per 100.000 kelahiran hidup) dengan kausa utamalangsung adalah komplikasi pada saat atau segera setelahpersalinan. Penyebab tersebut dikenal dengan trias klasikyang meliputi pendarahan (28%), eklampsia (24%) daninfeksi (11%), sedangkan penyebab tidak langsung an-tara lain adalah Kurang Energi Kronis (KEK) 37% dananemia 40%.1 Visi Indonesia Sehat 2010, men-canangkan Making Pregnancy Safer (MPS) atau GerakanNasional Kehamilan yang aman dan kebijakan penem-patan bidan di desa (bidan di desa) sejak tahun1990/1991.2,3 AKI di Kabupaten Aceh Selatan masihtinggi yaitu sebesar 458 per 100.000 kelahiran hidup,sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) hampir samadengan AKB nasional sebesar 36 per 1000 kelahiranhidup.1 Penempatan bidan di desa di wilayah kabupatenAceh Selatan telah dilakukan secara bertahap sejak tahun1991, sampai sekarang ini jumlah bidan di desa sebanyak137 orang, ditinjau dari jumlah dan penyebarannyapenempatan bidan desa belum mencakup keseluruh de-sa bahkan masih banyak bidan mempunyai tanggungjawab lebih dari satu desa.4

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten AcehSelatan, hasil cakupan pelayanan kebidanan programJaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JP-KMM) selama tahun 2006 dengan sasaran 3.125 ibuhamil adalah persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes)81,76%; kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yangkeempat kali (K4) 79,04% dan kunjungan neonatal(KN2) 72,64%.5 Kinerja ini masih lebih rendah jikadibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan olehDepkes untuk program JPKMM yaitu persalinan olehtenaga kesehatan (90%), kontak ibu hamil dengan tena-ga kesehatan yang keempat kali (90%) dan kunjunganneonatal (90%).6 Cakupan pelayanan kebidanan prog-ram JPKMM di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2006 se-cara keseluruhan belum mencapai target yang ditetap-kan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, halini menunjukkan kinerja bidan di desa dalam pelayanankebidanan program JPKMM masih rendah dan perludikaji dan dianalisis lebih mendalam untuk mengetahuipenyebabnya serta mencari alternatif solusi untukmengatasinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambarankinerja bidan di desa dan faktor-faktor apa saja yangberhubungan dengan kinerja bidan di desa dalampelayanan kebidanan program JPKMM di KabupatenAceh Selatan tahun 2007. Ada 3 (tiga) variabel yangberhubungan kinerja seseorang, yaitu variabel individu,variabel organiasi dan variabel psikologis. Variabel indi-vidu terdiri dari sub variabel kemampuan dan ketrampi-lan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkatsosial dan pengalaman), demografis (umur, etnis dan je-nis kelamin). Variabel organisasi terdiri dari sub variabel

sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desainpekerjaan. Variabel psikologis terdiri dari sub variabelpersepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.7Pendapat Gibson,7 ini akan menjadi landasan bagipengembangan kerangka konsep dalam penelitian ini.

MetodePenelitian yang menggunakan disain penelitian po-

tong lintang (cross sectional) ini dilakukan di KabupatenAceh Selatan, pada bulan Agustus 2007 sampai denganJanuari 2008. Populasi penelitian adalah bidan di desayang ada dalam wilayah Kabupaten Aceh Selatan padatahun 2007 sebanyak 137 orang. Sampel penelitian iniadalah bidan di desa yang sudah bertugas minimal 1tahun. Kriteria lama tugas minimal 1 tahun diperlukanuntuk menghitung kinerja minimal untuk satu tahun,berdasarkan perhitungan pada saat program JPKMM di-laksanakan bidan di desa tersebut sudah berada di desadalam wilayah Kabupaten Aceh Selatan. Seluruh bidanyang memenuhi kriteria disertakan dalam penelitian inisehingga jumlah sampel adalah 108 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket dengan kue-sioner terstruktur yang dibagikan kepada responden un-tuk mendapatkan data mengenai kinerja bidan di desadalam pelayanan kebidanan program JPKMM dan faktor-faktor yang berhubungan (yaitu variabel individu, varia-bel organiasi dan variabel psikologis). Analisis datamenggunakan analisis univariat untuk menggambarkandistribusi frekuensi dan proporsi masing-masing. Analisisbivariat untuk melihat hubungan variabel independendengan variabel dependen. Analisis multivariat denganregresi logistik ganda untuk mengidentifikasi secarabersama-sama variabel yang berhubungan bermaknadengan kinerja bidan di desa. Kemaknaan diukur denganmenggunakan derajat kemaknaan (nilai-p) 5%. Kinerjabidan di desa dalam Pelayanan Kebidanan ProgramJaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskindiukur dengan cara wawancara dan telaah dokumen,menggunakan data cakupan pemeriksaan kehamilanminimal 4 kali (K4) dan Pertolongan Persalinan, ter-hadap ibu hamil dan bersalin dari keluarga miskin.Kinerjanya dikatakan baik apabila rata-rata kedua caku-pannya mencapai 90% atau lebih.6

HasilBerdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kinerja

bidan di desa dalam program JPKMM masih randah(56,7%). Berdasarkan faktor penyebabnya, dari segipembinaan menunjukkan sebagaian besar (76,0%) bidandi desa tidak pernah mendapatkan pembinaan oleh DinasKesehatan, umumnya bidan di desa berdomisili di luardesa tempat tugas (71,2%), mayoritas bidan di desahanya mempunyai tanggung jawab satu desa saja (76%),mayoritas bidan di desa tidak mempunyai pesaing di de-

20

dinas kesehatan ataupun puskesmas dan tidak ada pe-saing atau tenaga kesehatan lain yang memberikanpelayanan kebidanan di desa tersebut. Kinerja bidan didesa juga akan lebih baik apabila mereka memiliki penge-tahuan yang baik tentang program Jaminan PelayananKesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) dan motivasikerja yang tinggi.

Analisis MultivariatAnalisis multivariat dilakukan untuk menentukan

variabel yang berhubungan dengan kinerja bidang di de-sa, setelah dikontrol oleh variabel lainnya. Variabel yangmasuk ke dalam model adalah yang bermakna secara sta-tistik (nilai-p kurang dari 0,05). Berdasarkan model akhirregresi logistik terlihat bahwa variebel yang berhubungandengan kinerja bidan di desa dalam pelayanan kebidananprogram JPKMM di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2007adalah variabel-variabel pemberi pelayanan kebidananlain/pesaing, pembinaan, motivasi dan pengetahuan.Bidan di desa yang tidak mempunyai pemberi layanan ke-bidanan lain/pesaing di wilayah tugasnya mempunyaipeluang 14 kali lebih besar untuk berkinerja baik diban-dingkan bidan di desa yang mempunyai pemberi layanankebidanan lain di wilayah tugasnya. Bidan di desa yangmendapat pembinaan dengan baik dari dinas kesehatanmempunyai peluang 3,9 kali berkinerja baik diban-dingkan bidan di desa yang tidak mendapat pembinaan.

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

sanya (69,2%). Sebagian besar bidan di desa mempunyaipersepsi yang baik (66,5%) terhadap imbalan yang dite-rimanya. Pada umumnya bidan di desa mempunyai statussebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) (70,2%), mayoritasbidan di desa mempunyai pendidikan D1 (85,6%), daridistribusi status pernikahan terlihat paling banyak bidandi desa sudah menikah (88%). Pengetahuan bidan di de-sa tentang pelayanan kebidanan program JPKMM mayo-ritas baik (76,0%). Kemampuan bidan di desa baik(51,0%). Bidan di desa mempunyai sikap yang baik ter-hadap program kebidanan JPKMM (51,9%), motivasibidan di desa dalam melaksanakan pelayanan kebidananprogram JPKMM sebagian besar (53,8%) memiliki mo-tivasi tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rataumur bidan di desa adalah 31,32 tahun dengan standardeviasi 3,73 tahun. Umur termuda 22 tahun dan umurtertua 44 tahun (Lihat Tabel 1).

Analisis Bivariat untuk Seleksi Kandidat ModelHasil analisis kasar (crude analysis) pada Tabel 2

diketahui dari 13 (tiga belas) variabel yang dianalisisdidapatkan 4 (empat) variabel yang mempunyai hubun-gan bermakna secara statistik yaitu dengan nilai-p ku-rang dari 0,05 yaitu variabel motivasi, pengetahuan,pembinaan, dan pemberi layanan kebidanan lain (LihatTabel 2). Bidan di desa cenderung memiliki kinerja yangbaik apabila mendapatkan pembinaan secara teratur dari

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Demografi dan Kinerja di Kabuapeten Aceh Selatan Tahun 2007

Variabel Katagori N %

Kinerja Bidan Kurang 59 56.7Baik 45 43.3

Pembinaan Dinkes Tidak 79 76.0Ada 25 24.0

Persepsi Imbalan Kurang 38 36.5Baik 66 63.5

Domisili Di luar desa tugas 74 71.2Dalam desa tugas 30 28.8

Jumlah Desa >1 desa 25 24.0 1 desa 79 76.0

Layanan kebidanan lain Tidak ada 72 69.2Ada 32 30.8

Status Kepegawaian PTT 31 29.8PNS 73 70.2

Tingkat Pendidikan D1 89 85.6D3 15 14.4

Status Pernikahan Belum menikah 12 11.5Sudah menikah 92 88.5

Pengetahuan JPKMM Kurang 25 24.0Baik 79 76.0

Kemampuan kerja Kurang 51 49.0Baik 53 51.0

Sikap kerja Kurang 50 48.1Baik 54 51.9

Motivasi kerja Rendah 48 46.2Tinggi 56 53.8

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Variabel yang Diamati

Variabel Katagori P value

Status Pernikahan Belum menikah 0.668Sudah menikah

Status kepegawaian PTT 0.638PNS

Tingkat pendidikan D1 0.570D3

Pengetahuan Kurang 0.008*Baik

Kemampuan Kurang 0.692 Baik

Sikap Kurang 0.957Baik

Motivasi Rendah 0.013*Tinggi

Umur Mean 0.485SD

Faktor OrganisasiPembinaan Tidak 0.030*

AdaImbalan Kurang 0.699

BaikDomisili Bidan di desa Luar desa tempat tugas 1.000

Dalam desa tempat tugasJumlah desa > 1 desa 0.214

1 desaLayanaan kebidanan lain Ada

Tidak ada 0.001*

* Bermakna secara statistik pada alpha 0.05

Husna & Besral, Kinerja Bidan Desa dalam Program JPKMM

21

dan di desa yang ada di desa tempat tinggal ibu hamil ter-sebut tidak dapat melaksanakan pertolongan persalinan.Di tempat orang tuanya, biasanya orang tuanya akanmenganjurkan untuk bersalin dengan dukun beranak.Hasil analisis multivariat memperlihatkan bahwa pembi-naan merupakan faktor yang signifikan berhubungandengan kinerja bidan di desa. Hasil penelitian ini sesuaidengan penelitian lain yang menunjukan hubungan ber-makna antara pembinaan dengan kinerja yaitu penelitianyang dilakukan oleh Pipo,8 di Kabupaten Pariaman.Tetapi, ada penelitian lain yang tidak sesuai yang menya-takan tidak ada hubungan yang bermakna antara pembi-naan dengan kinerja bidan di desa.9 Pembinaan yangdilakukan oleh dinas kesehatan dan puskesmas kepadabidan di desa baik dalam hal kualitas maupun kuantitasternyata masih kurang. Tiga dari empat responden me-nyatakan tidak mendapatkan pembinaan dari atasannya.Dengan demikian, disarankan kepada dinas kesehatanataupun pihak puskesmas, agar meningkatkan upayamemberikan pembinaan, bimbingan, dan arahan kepadabidan di desa di wilayah kerjanya secara terencana danterjadwal.

Hasil analisis multivariat diketahui bahwa pengeta-huan merupakan faktor yang berhubungan dengan ki-nerja bidan di desa. Pengetahuan bidan di desa tentangprogram pelayanan kebidanan JPKMM, umumnya bidandi desa mengetahui: tentang kriteria sasaran yang se-harusnya mendapat pelayanan kebidanan program JPK-MM, kegiatan pencatatan kegiatan pelayanan kebidananmenggunakan kohort, patograf dan buku bantu kegiatan,cara mengambil uang di rekening puskesmas, pengirimanlaporan dan kegunaan laporan hasil pencatatan dan pe-laporan. Namun, masih terdapat dimensi pengetahuanyang kurang mereka pahami seperti target yang harus di-capai dalam pelayanan kebidanan program JPKMM dankegunaan biaya pelayanan kebidanan. Hendaknya dinaskesehatan dan puskesmas memberikan bimbingan yanglebih khusus pada dimensi target yang harus dicapai da-lam pelayanan kebidanan program JPKMM dan kegu-naan biaya pelayanan kebidanan.

Bidan di desa yang mempunyai motivasi tinggi mem-punyai peluang 2,7 kali berkinerja baik dibandingkanbidan di desa yang mempunyai motivasi rendah. Bidan didesa yang mempunyai pengetahuan baik berpeluang0,14 untuk mempunyai kinerja baik dibandingkan bidandi desa yang mempunyai pengetahuan rendah (LihatTabel 3).

PembahasanHasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kinerja

bidan di desa Kabupaten Aceh Selatan tahun 2007 masihkurang (56,7%). Kinerja bidan di desa di ukur darigabungan pencapaian K4 dengan pertolongan persalinanoleh bidan tersebut. Bila dibandingkan dengan penelitianlain tentang kinerja bidan di desa, penelitian ini menun-jukan hasil yang hampir sama. Hasil penelitian Pipotahun 1999 tentang kinerja bidan di desa KabupatenPariaman menyatakan kinerja bidan masih kurang(56,5%).8 Kinerja bidan di desa yang masih kurang inidapat disebabkan oleh pesaing, tugas rangkap bidan, tra-disi melahirkan di kampung orang tua, dan pembinaanbidan desa yang kurang.

Pesaing adalah pelayanan kebidanan lain yang beradadi wilayah desa tempat bidan di desa bertugas. Analisisbivariat memperlihatkan bahwa bidan di desa yang tidakada pesaing, mampu berkinerja baik (56,9%), sedangkanbila ada pesaing (ada pemberi layanan kebidanan lain diwilayah tempat tugas) kinerja baiknya hanya sebanyak(12,5%). Penyebab lain rendahnya kinerja bidan di desaini adalah tugas rangkap bidan di desa. Selain bertugas didesa melaksanakan pelayanan kebidanan, mereka jugabekerja di puskesmas, sehingga bidan di desa tidak bisamelaksanakan pelayanan kebidanan secara maksimal didesanya. Mereka bekerja rangkap karena puskesmaskekurangan tenaga.

Kinerja bidan di desa yang rendah itu juga dimung-kinkan oleh kebiasaan atau tradisi masyarakat di daerahAceh Selatan. Ibu hamil yang menjelang melahirkan akanpulang ke rumah orang tuanya yang terkadang berada didaerah lain atau luar kabupaten. Hal ini menyebabkan bi-

Tabel 3. Model Multivariat Regresi Logistik Kinerja Bidan di Desa di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007

Variabel Kategori Nilai P Odds Ratio 95% CI OR

Pembinaan Tidak Ada 0.035 3.92 1.10-13.91Ada

Pesaing Tidak Ada 0.0001 14.46 3.82-54.68Ada

Pengetahuan Kurang 0.004 0.14 0.04-0.53Baik

Motivasi Rendah 0.041 2.78 1.04-7.39Tinggi

22

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

Motivasi bidan di desa dalam melaksanakan pelaya-nan kebidanan program JPKMM merupakan faktor yangberhubungan dengan kinerja. Hasil penelitian ini sejalandengan hasil penelitian yang dilakukan Umar,10 menya-takan terdapat hubungan bermakna antara motivasidengan kinerja bidan di desa di Kabupaten Batang Hari,namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan olehRumisis,11 yang menyatakan tidak terdapat hubunganbermakna antara motivasi dengan kinerja bidan di desa diKabupaten Indragiri Hilir. Motivasi bidan di desa dalammelaksanakan pelayanan kebidanan di Kabupaten AcehSelatan sudah cukup baik, hal ini diketahui dari tingginyanilai rata-rata pernyataan motivasi, dan nilai rata-rata ter-tinggi adalah pernyataan motivasi-5 yaitu pelayanan ke-bidanan dilakukan dengan baik karena rasa ingin meno-long sesama.

Hasil analisis multivariat juga memperlihatkan bahwaadanya pesaing atau pemberi layanan kebidanan lainmerupakan faktor yang paling dominan berhubungandengan kinerja bidan di desa. Memberikan pelayanankebidanan program JPKMM di wilayah tugas bidan didesa merupakan tugas dan tanggung jawab dari bidan didesa itu sendiri, namun apabila ada pesaing, maka pasienbisa mendapatkan pelayanan kebidanan programJPKMM dari bidan lain (pesaing) di desa tersebut.Apabila ada pesaing dalam memberikan pelayanankebidanan program JPKMM, otomatis bidan di desa tidakbisa memonopoli pelayanan kebidanan, yang akhirnyaberdampak pada menurunnya kinerja dari bidan di desatersebut. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa statuskepegawaian tidak berhubungan dengan kinerja bidan didesa, artinya Bidan PNS dan PTT memiliki kinerja yangsama. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yangdilakukan oleh Suganda,9 yang melaporkan adanyaperbedaan bermakna antara kinerja Bidan PNS denganBidan PTT, dimana Bidan PNS mempunyai kinerja yanglebih baik dibandingkan dengan Bidan PTT. Bidan yangsudah menikah mempunyai kinerja yang lebih baikdibandingkan dengan bidan yang belum menikah, namuntidak bermakna secara statistik. Hal ini sejalan denganpenelitian yang dilaksanakan Pipo,8 di KabupatenPariaman.

Walaupun bidan yang berpendidikan D3 lebih baikkinerjanya dibandingkan D1, namun secara statistik per-bedaan tersebut tidak bermakna. Hasil ini sejalan denganpenelitian Maimunah,12 di Kuta Baro Kabupaten AcehBesar yang menyatakan pendidikan bidan di desa tidakberhubungan dengan kinerjanya. Hasil penelitian jugadiketahui tidak terdapat hubungan bermakna antara ki-nerja bidan di desa yang berdomisili di dalam desadengan bidan di desa yang berdomisili di luar desa tem-pat tugas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yangdilakukan oleh Suganda,9 bahwa tidak ada perbedaanyang bermakna antara domisili bidan dengan kinerja bi-

dan di desa.Sikap bidan juga tidak berhubungan dengan kinerja-

nya. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Fajriana,13 diKabupaten Aceh Tengah. Umur bidan juga tidak berhu-bungan dengan kinerjanya. Hal ini juga sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh Pipo,8 di Pariaman. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubunganyang bermakna antara imbalan dengan kinerja bidan didesa. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dila-kukan oleh Rosidin.14 Pesaing atau pemberi layanan ke-bidanan lain merupakan variabel yang paling dominaanberhubungan dengan kinerja bidan di desa, dimana bidandi desa yang tidak mempunyai pesaing dalam wilayah tu-gasnya berpeluang 14 kali lebih besar untuk berkinerjabaik dibandingkan bidan di desa yang memiliki pesaing.Pesaing adalah pemberi layanan kebidanan lain dalamwilayah tugasnya, berupa bidan di desa lain, bidan swas-ta, atau bidan puskesmas yang melaksanakan pelayanankebidanan di wilayah kerja si bidan di desa tersebut.

Terdapat dua sisi yang ditimbulkan dalam persaingan,yaitu kunci kesuksesan karena mendorong bidan di desauntuk lebih dinamis dalam bersaing dalam memberikanlayanan terbaik dalam pelayanan kebidanan program JP-KMM, sehingga persaingan dianggap peluang yangmemotivasi dan pada akhirnya dapat meningkatkan ki-nerja bidan di desa tersebut. Sedangkan, sisi lainnyaadalah kegagalan karena akan memperlemah bidan di de-sa yang statis, takut akan persaingan dan tidak mampumemberikan pelayanan yang terbaik, sehingga pesaingmenjadi ancaman yang akan menurunkan kinerja bidandi desa tersebut.15 Untuk sukses dalam persaingan se-orang bidan di desa harus mampu memberikan pelayananterbaik bagi pasien, proaktif mendatangi pasien kerumah, memelihara hubungan sosial yang baik denganpasien dan terus-menerus melakukan perbaikan-per-baikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien.Seorang bidan di desa harus mempunyai ciri khas atauproduk unggulan yang dapat membedakan bidan di desatersebut dengan pesaing, misalnya bidan di desa tersebutdalam memberikan pelayanan selalu menerapkan prinsip3 S (salam, senyum dan sopan).

KesimpulanKinerja bidan di desa dalam pelayanan kebidanan di

Kabupaten Aceh Selatan masih kurang (56,7%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya kinerja bi-dan di desa Kabupaten Aceh Selatan adalah masih ku-rangnya pembinaan oleh dinas kesehatan dan adanya bi-dan pesaing di desa tempat bertugas, pengetahuan, danmotivasi yang masih rendah. Kinerja bidan di desa tidakditentukan oleh domisili bidan (tinggal di desa atau ti-dak) dan jumlah desa yang menjadi tanggung jawabnya,umur, pernikahan, status pegawai (PNS/PTT), pendidi-kan (D1/D3), ataupun sikap dan kemampuan.

Husna & Besral, Kinerja Bidan Desa dalam Program JPKMM

23

SaranDisarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

Aceh Selatan agar lebih meningkatkan pembinaan,bimbingan, dan arahan kepada semua bidan di desa se-cara terencana dan lebih meningkatkan pemberian peng-hargaan kepada bidan yang berprestasi untuk memacumotivasi kerja mereka. Kepada bidan di desa disarankanuntuk terus-menerus melakukan perbaikan dalampelayanan kepada pasien dan dalam memberikanpelayanan kebidanan selalu menerapkan prinsip 3S(salam, senyum dan sopan) serta proaktif mendatangipasien ke rumahnya untuk memberikan pelayanan ke-bidanan ataupun memelihara hubungan sosial yang baik.

Daftar Pustaka1. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan RI. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI; 2002.

2. Departemen Kesehatan RI. Perencanaan strategis nasional making preg-

nancy safer (MPS) di Indonesia 2001 – 2010. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI; 2001.

3. Departemen Kesehatan RI. Keputusan menkes RI no:

1212/MENKES/SK/IX/2002 tentang petunjuk teknis pelaksanaan

pengangkatan bidan sebagai pegawai tidak tetap. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI; 2002.

4. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan. Profil dinas kesehatan

kabupaten Aceh Selatan. Tapaktuan: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Selatan; 2005.

5. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan. Laporan pelaksanaan

kegiatan dan keuangan program JPKMM. Tapaktuan: Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Selatan; 2006.

6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelaksanaan jaminan pemeli-

haraan kesehatan masyarakat miskin. Jakarta: Departemen Kesehatan

RI; 2006.

7. Gibson. Organisasi, perilaku, struktur dan proses. Edisi Kelima. Jakarta:

Erlangga; 1997.

8. Pippo. Analsis faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan

dengan kinerja bidan di desa sebagai PTT [tesis]. Depok: Universitas

Indonesia; 2000.

9. Suganda. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kineja bidan di desa

di Kabupaten Tasikmalaya tahun 1997 [tesis]. Depok: Universitas

Indonesia; 1997.

10. Umar. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa

dalam pelayanan antenatal (ANC) berdasarkan standar pelayanan ke-

bidanan di Kabupaten Batang Hari Propinsi Jambi tahun 2007 [tesis].

Depok: Universitas Indonesia; 2007.

11. Rumisis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja bidan di desa

di Kabupaten Indra Giri Hilir Riau tahun 2002 [tesis]. Depok:

Universitas Indonesia; 2002.

12. Maimunah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pelayanan

kesehatan ibu hamil (ANC) oleh bidan di desa di Kabupaten Aceh Besar

tahun 1999 [tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 1999.

13. Fajriana. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam

pertolongan persalinan di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2000 [tesis].

Depok: Universitas Indonesia; 2000.

14. Rosidin. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa

di Kabupaten Karawang [tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2001.

15. Muhardi. Strategi operasi untuk keunggulan bersaing. Yogyakarta:

Graha Ilmu; 2008.

24

PENDIDIKAN KESEHATAN ILMU PERILAKU

AbstrakPerkembangan stuktur sosio-demografi penduduk dan infrastruktur Kota Depok yang pesat berpengaruh terhadap masalah kesehatan yang semakin kom-pleks. Pada era desentralisasi, Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Depok dituntut memberikan pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas antara lainmelalui pelayanan kesehatan tingkat primer di puskesmas. Penelitian ini bertujuan menganalisis mutu pelayanan puskesmas dan hubungan struktur dan pro-ses terhadap hasil pelayanan puskesmas, kepuasan pelanggan. Survey di rumah responden dilakukan pada bulan Maret 2004, dalam wilayah kerja enampuskesmas kecamatan di Kota Depok. Populasi adalah semua penduduk yang bermukim di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan se-Kota Depok. Sampeladalah 300 rumah tangga yang tersebar di setiap kelurahan wilayah kerja masing-masing puskesmas kecamatan dengan responden ibu rumah tangga.Analisis dilakukan dengan pendekatan Structure, Process dan Outcome berdasarkan penilaian pasien. Penelitian ini menemukan nilai median atribut mutustruktur, proses dan kepuasan pelanggan adalah 75; 71,4 dan 75,0. Variasi pada dimensi struktur lebih lebar daripada dimensi proses. Secara bersama-sama,ada hubungan statistik yang bermakna antara struktur dan proses terhadap hasil di puskesmas kecamatan di Kota Depok. Aspek atribut struktur pelayananpuskesmas yang dinilai pelanggan perlu perbaikan adalah kelengkapan sarana, sedangkan untuk atribut proses adalah waktu tunggu pendaftaran. Kata kunci : Model donabedian, kepuasan pelanggan

AbstractRapid growth of sociodemographic and infrastructure in Depok City has influenced the complexity of health problems. In the decentralization era, one of com-munity health center function is to provide quality primary health care. The aim of this study is to assess quality of health services that was provided by sub-district community health center based on Donabedian Model (Stucture Process Outcome). Survey was conducted in six sub-district community health cen-ters. Data were collected using questionnaires. Respondents were interviewed in their home during March 2004. Samples covered 300 households in sixareas. Median of stucture, process and outcome atributes of health services is 75, 71.4 and 75.0. Variation of stucture attribute is wider than process attribute.This study found there is a statistically significant correlation between structure and process attributes to outcome (patient satisfaction) of community healthcenter services. In the structure attribute, equipment or facility aspect of community health center is needed to be improved while for process attribute, it isthe aspect of waiting time in admission. Key words : Donabedian model, patient satisfaction

*Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Gd. D Lt. 1 FKM UI, Kampus Baru UI Depok 16424 (e-mail: [email protected])

Penilaian Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Model Donabedian: Studi KasusPuskesmas di Kota Depok

Dian Ayubi*

Ayubi, Penilaian Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Model Donabedian

25

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pela-yanan kesehatan perlu dilakukan reformasi dengan me-lakukan reorganisasi sebagai asuhan primer. Dengan de-mikian, secara sosial fasilitas pelayanan kesehatan terse-but akan lebih sesuai dan lebih merespon berbagai tan-tangan yang abadi dalam masyarakat guna menghasilkankeluaran yang lebih baik.1 Tujuan penyelenggaraan upa-ya kesehatan dalam pembangunan kesehatan adalah un-tuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang opti-mal.2 Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1994Pasal 4 menyatakan bahwa setiap warga negara mem-punyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kese-hatan yang optimal (bermutu). Untuk itu, pemerintahbertanggung jawab untuk melakukan berbagai upayayang memungkinkan pencapaian peningkatan derajat ke-sehatan masyarakat secara optimal.

Untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun 2010,Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mene-tapkan berbagai strategi. Salah satu strategi tersebutadalah masyarakat Indonesia berkemampuan memper-oleh/menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu se-cara merata, serta memiliki derajat kesehatan yang opti-mal.2 Ada beberapa alasan yang menjadi pertimbanganbahwa pelayanan kesehatan di Indonesia harus memper-hatikan kualitas. Pertama, mutu pelayanan kesehatanmerupakan hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh pe-merintah. Kedua, mutu pelayanan kesehatan dapat men-jadi jaminan bagi pelanggan untuk mencapai hasil dera-jat kesehatan yang optimal.3 Puskesmas merupakan unitpelaksana pembangunan kesehatan di wilayah keca-matan yang mempunyai misi memelihara danmeningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, me-rata dan terjangkau bagi masyarakat di sekitarnya. Di eradesentralisasi, salah satu fungsi puskesmas yang pentingadalah memberikan pelayanan kesehatan tingkat perta-ma (primary health care) yang merupakan fasilitaspelayanan di garis terdepan yang beroperasi pada tempatyang paling dekat dengan masyarakat.2

Dalam mendefinisikan mutu pelayanan kesehatantersebut, Donabedian mengajukan suatu pendekatan kon-prehensif yang mencakup Structure, Process dan Outcome.Struktur adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabilyang dimiliki oleh penyedia fasilitas pelayanan kesehatan.Komponen struktur meliputi: perlengkapan, sumber dayadan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungankerja. Komponen proses pada dasarnya adalah berbagaiaktifitas yang merupakan interaksi antara penyedia fasilitaspelayanan kesehatan (misal dokter) dengan pasien yangmenerima pelayanan kesehatan. Komponen outcomemerujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status ke-sehatan yang didapatkan oleh pasien setelah terakses danmenggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Komponenoutcome tersebut antara lain meliputi morbiditas, morta-litas dan tingkat kepuasan pasien.4

Perkembangan struktur sosial demografi pendudukdan infrastruktur yang terjadi di Kota Depok memperli-hatkan kecenderungan yang maju semakin pesat.Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap per-masalahan kesehatan masyarakat yang dirasakan se-makin kompleks. Dengan demikian, Dinas KesehatanKota Depok semakin dituntut untuk memberikanpelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas danterbaik bagi seluruh warga Kota Depok. Penelitian inibertujuan menganalisis mutu pelayanan kesehatan yangdiberikan oleh puskesmas dan hubungan komponenstruktur dan komponen proses terhadap hasil yang dica-pai oleh pelayanan kesehatan yang diberikan olehpuskesmas dalam wilayah Kota Depok pada tahun 2004.

MetodePenelitian dengan desain penelitian kros seksional

dengan metoda pengumpulan data survei ini dilakukan di

Tabel 1. Karakteristik Sosial Demografi Responden

Karakteristik Katagori N %

Jenis Kelamin Perempuan 279 93.0

Laki-laki 21 7.0

Umur (tahun) < 25 44 14.7

< 35 129 43.0

< 45 75 25.0

> 45 52 17.3

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 261 87.0

Bekerja 21 7.0

Wiraswasta 18 6.0

Pendidikan ≤ SLTP 196 65.3

SLTA 86 28.7

Perguruan Tinggi 18 6.0

Tabungan Ada 112 37.3

Tidak ada 188 62.7

Kepemilikan Rumah Milik sendiri 209 69.7

Menumpang 40 13.3

Sewa 51 17.0

Kunjungan ke Puskesmas Pernah 225 75.0

Tidak Pernah 75 25.0

Alasan ke Puskesmas Dekat rumah 61 26.9

Biaya murah 117 51.5

Pelayanan bermutu 8 3.5

Rujukan asuransi 7 3.1

Tidak ada pilihan 1 0.4

Lainnya 33 14.6

Tabel 2. Deskripsi Penilaian Mutu Struktur, Proses dan Hasil Puskesmas

Atribut Mutu Median St. Deviasi Minimal Maksimal Range

Struktur 75.0 6.4 39.3 85.7 46.4

Proses 71.4 6.4 42.9 78.6 35.7

Hasil (kepuasan) 75.0 7.0 41.7 96.4 55.4

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

26

responden. Sebagai sontoh, pertanyaan yang diberikanadalah ”Seberapa cepat waktu tunggu pendaftaran?”.Dengan pilihan jawaban ”Sangat cepat”, ”cepat”, ”lam-bat” dan ”sangat lambat”. Setelah itu ditanyakan”Bagaimana perasaan responden terhadap waktu tung-gu pendaftaran?”. Pilihan jawaban yang disediakan ada-lah ”sangat puas”, ”puas”, ”tidak puas” dan ”sangat tidakpuas”.

HasilKarakteristik Responden

Berdasarkan karakteristik sosial demografi respon-den, pada penelitian ini ditemukan sekitar 93% jenis ke-lamin responden adalah perempuan, berumur 35-45 ta-hyn (68%) dan sekitar 65,3% berpendidikan SMP ataulebih rendah. Sebagian besar pekerjaan responden(87,0%) adalah ibu rumah tangga, mempunyai rumahsendiri (69,7%). Alasan responden menggunakan fasili-tas pelayanaan kesehatan puskesmas adalah biaya yangmurah (51,5%) (Lihat Tabel 1).

Hubungan Struktur dan Proses terhadap HasilMedian untuk nilai struktur, proses dan hasil pada pe-

nelitian ini masing-masing adalah 75,0; 71,4 dan 75,0.Nilai tertinggi kepuasan adalah 96,4 dengan range 55,4.(Lihat Tabel 2).

Berdasarkan Tabel 2 dibuat diagram boxplot sepertidalam Gambar 1. Gambar ini memperlihatkan bahwa

Gambar 1. Diagram Boxplot Aspek Struktur, Proses dan Hasil Pelayanan Puskesmas

enam wilayah puskesmas kecamatan di Kota Depok pa-da tahun 2004. Populasi adalah semua penduduk yangbermukim di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan seKota Depok. Jumlah sampel yang dikumpulkan adalah300 rumah tangga yang tersebar di setiap kelurahan wi-layah kerja masing-masing puskesmas kecamatan KotaDepok. Responden pada penelitian ini adalah ibu rumahtangga. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap 300responden ibu rumah tangga yang diambil dengan meto-de acak sistematik. Dari 300 responden yang diwawan-carai tersebut terdapat 225 orang ibu rumah tangga yangpernah menggunakan pelayanan kesehatan yang diberi-kan oleh puskesmas kecamatan. Pengumpulan data dila-kukan di rumah responden dengan menggunakan instru-men kuesioner. Seluruh pewawancara adalah mahasiswaFKM UI yang sedang melakukan kegiatan magang diDinas Kesehatan Kota Depok. Sebelum dilakukanpengumpulan data, seluruh pewawancara tersebut men-dapat pelatihan sebagai pewawancara. Struktur yang di-amati pada penelitian ini mencakup jadwal buka pelaya-nan kesehatan, keahlian petugas, ketersediaan dan ke-manjuran obat, kenyamanan dan kelengkapan sarana.Proses yang diamati mencakup waktu tunggu, penjelasanpetugas, pemeriksaan, sikap petugas, kecepatan pelaya-nan dan ketanggapan petugas terhadap keluhan pe-langgan. Hasil pelayanan yang diamati mencakup kepua-san pelanggan.

Pengukuran kualitas dilakukan berdasarkan persepsi

Ayubi, Penilaian Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Model Donabedian

27

range aspek kepuasan lebih besar daripada aspek struk-tur dan proses.

Struktur dan proses memperlihatkan hubungan yangsecara statistik bermakna terhadap hasil puskesmas keti-ka nilai p kurang dari 0,05. Kemampuan model dalammenjelaskan variasi hasil adalah sebesar 33% (LihatTabel 3).

Pada komponen struktur, responden memberikan ni-lai rerata 68,2 untuk kelengkapan sarana dan pada di-mensi proses, responden memberikan nilai rerata 63 un-tuk waktu tunggu pendaftaran (Lihat Tabel 4 dan 5).

PembahasanSecara umum, responden penelitian adalah ibu ru-

mah tangga dengan kisaran usia 31 – 36 tahun. Dengandemikian, responden pada penelitian ini umumnya ada-lah berasal dari keluarga muda yang sebagian besar me-nyatakan mempunyai tabungan sehingga secara sosialekonomi mereka tergolong pada kelompok sosial ekono-mi menengah ke bawah. Nilai kepuasan yang ditemukanpada penelitian ini sangat bervariasi yang berada pada ki-saran nilai 41 hingga 96. Banyak faktor yang berpenga-ruh terhadap tingkat kepuasan pada pelayanan yang di-berikan suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakatyang berasal dari kelompok sosial ekonomi menengah ke

bawah dan berpendidikan rendah cenderung tidak puasterhadap pelayanan kesehatan yang mereka terima.5Dilihat dari nilai median dan nilai maksimal atributstruktur dan proses, penelitian ini menemukan bahwakualitas atribut struktur pelayanan lebih baik daripadakualitas proses. Namun, range atau variasi nilai proses le-bih sempit daripada nilai struktur. Variasi nilai prosesyang lebih sempit menunjukkan kualitas proses yang le-bih terstandarisasi walaupun nilai tengah masih beradapada angka 71.

Peningkatan kualitas menuntut penyedia pelayananyang memahami variasi pelayanan. Variasi yangberlebihan menunjukkan kualitas yang belum baik.Leebov dan Ersoz,3 menjelaskan bahwa tujuanpeningkatan keberkelanjutan adalah mengurangi danmengendalikan variabilitas di dalam proses pelayananuntuk mencapai keluaran yang diinginkan. Upaya yangdilakukan untuk mengurangi variasi adalah denganmembuat prosedur operasi terstandarisasi. Aspekpelayanan dalam atribut struktur yang mendapatpenilaian terendah adalah kelengkapan sarana,sedangkan dalam atribut proses adalah waktu tunggupendaftaran. Situasi ini memang banyak ditemukanbahwa kelengkapan sarana fasilitas pelayanan kesehatanpaling sering menjadi keluhan bagi masyarakat karenasecara objektif dapat diidentifikasi. Waktu tungguumumnya dirasakan sebagai masalah terutama ketikapasien yang banyak menumpuk di ruang tunggusedangkan jumlah staf yang memberikan pelayananterbatas.

Pada atribut struktur, terlihat bahwa ketersediaanobat memperoleh penilaian kinerja yang tertinggi dariresponden. Namun, kemanjuran obat memperoleh nilaisedikit lebih rendah daripada ketersediaan obat. Hal inimenunjukkan bahwa berbagai obat yang diresepkan olehdokter, umumnya dapat diperoleh di puskesmas, tetapimasyarakat kurang percaya terhadap kemanjuran obat-obat tersebut. Pada atribut proses, butir pemeriksaanyang dilakukan oleh petugas merupakan butir pelayananyang mendapat nilai tertinggi pada atribut tersebut.Tampaknya masyarakat memberikan kepercayaan yangtinggi terhadap kemampuan petugas pelayanankesehatan dalam melakukan pemeriksaan kesehatan.

KesimpulanJika melihat variabel pendidikan dan kepemilikan

tabungan dapat disimpulkan bahwa secara sosialekonomi responden pada penelitian ini berasal darikelompok menengah ke bawah. Atribut kualitas prosespelayanan puskesmas ditemukan lebih baik daripadaatribut struktur. Atribut struktur dan prosesberhubungan secara bermakna terhadap atribut hasilpelayanan puskesmas. Aspek dalam atribut strukturpelayanan puskesmas yang menurut para pelanggan

Tabel 3. Deskripsi Hubungan Struktur dan Proses terhadap Hasil Puskesmas

Atribut Mutu Beta Nilai p R square

Struktur 0.425 0.001 0.43

Proses 0.411 0.001

Tabel 4. Kinerja Pelayanan Berdasarkan Dimensi Struktur

Butir Pelayanan Nilai Rerata

Jadwal Buka Pelayanan 70.4

Keahlian Petugas 72.9

Ketersediaan Obat 78.4

Kemanjuran Obat 70.9

Kebersihan Ruangan 73.2

Kenyamanan Ruangan 71.4

Kelengkapan Sarana 68.2

Tabel 5. Kinerja Pelayanan Berdasarkan Dimensi Proses

Butir Pelayanan Nilai Rerata

Waktu Tunggu Pendafaran 63.4

Penjelasan Petugas 69.7

Pemeriksaan oleh Petugas 72.0

Sikap Petugas 71.8

Kecepatan Pelayanan 68.3

Ketanggapan Petugas 71.3

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

perlu mendapat perbaikan adalah kelengkapan sarana.Sedangkan, aspek atribut proses pelayanan puskesmasyang menurut pelanggan perlu diperbaiki adalah waktutunggu pendaftaran.

SaranBerdasarkan hasil temuan penelitian ini disarankan

untuk melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan KotaDepok dan Pemerintah Kota Depok untuk melengkapiberbagai sarana kesehatan yang tersedia di puskesmas.Selain itu, perlu membentuk tim peningkatan mutu di se-tiap puskesmas kecamatan untuk melakukan perbaikanmutu secara berkelanjutan. Tim ini beranggotakan stafpuskesmas yang memiliki kemauan untuk melakukanperbaikan mutu mulai dari penggalian masalah hinggapenerapan upaya perbaikan mutu.

Ucapan Terima KasihPenulis mengucapkan rasa terima kasih kepada dr.

Rustono Pinangdjojo, MM, mantan Kepala Dinas

Kesehatan Kota Depok dan drg. Ernawati, MKes mantanKepala Seksi Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Depokatas kesempatan yang diberikan sebagai technicalassistant Survei Kepuasan Masyarakat atas PelayananPuskesmas di Kota Depok Tahun 2004.

Daftar Pustaka1. World Health Organization. Primary healthcare: now more than ever.

Genewa: WHO; 2008.

2. Departemen Kesehatan RI. ARRIME: pedoman manajemen puskesmas.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2002.

3. Leebov, Wendy dan Ersoz, Jean C. The health care manajer’s guide to

continuous quality improvement. Chicago: American Health

Association; 1991.

4. Donabedian A. Explorations in quality assessment and monitoring vo-

lume 1 the definition of quality and approaches to its aassessment.

Michigan: Health Administration Press; 1980.

5. Thiedke CC. We really know about patient satisfaction? [edisi Januari

2007]. The Family Practice Management. Diunduh dari:

www.aafp.org/fpm.

28

PENDIDIKAN KESEHATAN ILMU PERILAKU

29

AbstrakSampai kini, demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan yang utama di Kota Depok. Hal tersebut terlihat pada jumlah kasus yang terus me-ningkat dan semua kelurahan sudah berkembang menjadi daerah endemis demam berdarah dengue yang dapat dicegah dengan mengendalikan vektor.Upaya pembersihan sarang nyamuk PSN 3M Plus adalah teknologi yang disarankan untuk mengendalikan kejadian demam berdarah dengue, tetapi belummendapat dukungan pelaksanaan dari masyarakat. Studi ini bertujuan untuk menggali informasi tentang pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat da-lam pengendalian vektor demam berdarah dengue di Kota Depok. Hasil studi menunjukkan bahwa pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam pengen-dalian vektor DBD masih rendah, dan lingkungan sosial berpengaruh sangat dominan terhadap keputusan masyarakat.Kata kunci : Demam berdarah, pengendalian vektor, promosi kesehatan

AbstractUntil now, dengue hemorrhaegic fever (DHF) is the major health problem in Depok City, number of cases was increasing, and nowadays all sub-district haveDHF endemic areas. DHF can be prevented by vector control. PSN 3M Plus is the recommended technology, but the community has not been implementedit yet. This study aims to explore information about knowledge, attitude and practice in dengue control among the communities. Results of this study indi-cated that knowledge and community participation dengue vector control were still low, and social environment factor was the dominant factor influencingcommunity decision. Key words : Dengue, vector control, health promotion

*Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Gd. D Lt. 1 FKM UI, Kampus Baru UI Depok 16424 (e-mail: [email protected])

Masyarakat Depok Memilih Fogging yangTidak Dimengerti

Tri Krianto*

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

30

Kota Depok yang terkenal sebagai kota pelajar danmahasiswa utama di Provinsi Jawa Barat sekaligus men-jadi salah satu penyangga penduduk Kota Jakarta masihdihadapkan pada masalah pengendalian penyakitDemam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan dataDinas Kesehatan Kota Depok, kejadian demam berdarahmemperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat.Dalam kurun waktu tahun 2006 – 2007, jumlah kasusDBD melonjak dari 1838 kasus menjadi 2956 kasus(63%). Kini, seluruh kelurahan yang berada di wilayahKota Depok yang berjumlah 63 telah berada pada kate-gori endemis demam berdarah dengue. Berdasarkananalisis tren lima tahun ke depan, rerata terjadi perge-seran kasus setiap tiga tahun, hingga tahun 2012, kasusDBD di Depok diprediksi berada pada kisaran 2000-2500 kasus per tahun.

Secara ekonomis, jumlah kejadian kasus yang besartersebut sangat merugikan masyarakat dan pemerintahkota. Dengan memperhitungkan besar pengeluaran dankerugian minimum rumah tangga akibat demamberdarah, jumlah uang yang hilang berada pada kisaranRp. 8 milyar – Rp. 15 milyar per tahun. Sekitar 30%(1000) anak-anak usia sekolah paling tidak akan kehi-langan sepuluh hari belajar mereka. Apabila dalam satutahun tersedia 250 hari belajar, maka besar kerugianyang disebabkan oleh BDB tersebut mencapai 4%.Berbagai kerugian lain meliputi kerugian psikologis,sosial, bahkan yang terberat adalah kematian. Pada tahun2007, jumlah penderita DBD yang meninggal dunia da-pat mencapai 14 orang.

Penyakit ini dapat dicegah dengan cara melakukaneradikasi vektor nyamuk Aedes aegypt di lingkunganrumah tangga. Kampanye upaya pencegahan demamberdarah dilakukan pemerintah melalui program pengen-dalian vektor yang disebut pemberantasan sarang nya-muk dengan 3M Plus (PSN 3M Plus). Upaya tersebutmeliputi menutup tempat penampungan air, mengurasdan menyikat bak mandi atau tempayan, menguburbarang bekas, mencegah gigitan nyamuk dengan meng-gunakan repelen, menaburkan bubuk larvasida, danmemelihara ikan pemangsa jentik. Pemerintah KotaDepok juga melakukan beberapa upaya pengendalianvektor antara lain dengan melatih kader pemeriksa jen-tik.

Meskipun demikian, angka kasus DBD masih mem-perlihatkan kecenderungan yang tetap tinggi.Diperkirakan masih banyak warga Depok tidakmelakukan PSN 3M Plus seperti yang diharapkan, se-hingga jentik nyamuk dan habitat potensial masih banyakditemukan. Praktik warga yang rendah diduga berhu-bungan dengan banyak faktor antara lain pengetahuanyang rendah, anggapan DBD bukan masalah serius, keti-daktahuan pihak yang bertanggung jawab serta alasanlain seperti ekonomi. Studi di Taiwan Selatan, pada

tahun 2002, menemukan bahwa hanya sekitar 57,4%responden yang mengetahui tempat perkembangbiakanjentik nyamuk Aedes aegypti.1 Selain itu, banyak anggotamasyarakat menganggap bahwa pemberantasan sarangnyamuk bukan tanggung jawab mereka, tetapi tanggungjawab pemerintah. Sekitar 56,8% responden menyatakanbahwa pencegahan penyakit yang ditularkan melalui gi-gitan nyamuk tersebut adalah tanggung jawab pemerin-tah.2 Suatu studi menjelaskan bahwa kepatuhan ter-hadap program PSN 3M berimplikasi terhadap biayayang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Misalnya,menguras bak mandi tentu berimplikasi pada biaya pem-belian air bersih yang menjadi hambatan pada pendudukmiskin.3

Secara konvensional, upaya kampanye yang intensifdapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap danpraktek kelompok sasaran. Namun, jika upaya kampanyetidak berhasil meningkatkan pengetahuan hingga prakteksasaran, maka beberapa pertanyaan mendasar patut dia-jukan, antara lain adalah: Apakah kampanye sudah di-lakukan secara menyeluruh pada masyarakat Depok?Apakah terjadi penapisan yang ketat sehingga kampanyeyang intensif tidak diikuti oleh praktek yang memadai?Artikel ini menyajikan gambaran perilaku masyarakatdalam mengendalikan vektor demam berdarah dengue,meliputi pengetahuan, sikap, praktek, serta kontribu-tornya.

MetodeStudi eksplorasi ini dilakukan dengan pendekatan

kualitatif. Populasi adalah sebagian masyarakat KotaDepok yang tinggal di wilayah Kecamatan Sukmajayadan Kecamatan Limo. Sumber informasi yang dipilihmeliputi kepala keluarga dan ibu rumah tangga, petugaspuskesmas, tokoh masyarakat, dan pengelola program ditingkat kota. Data dikumpulkan melalui wawancara men-dalam (WM) dengan tokoh masyarakat (TM), pengelolaprogram (PP) dan petugas puskesmas (PKM).Sedangkan, terhadap dua kelompok rumah tangga (RT)yang meliputi kepala keluarga dan ibu rumah tangga di-lakukan diskusi kelompok terarah (DKT). Pengamatan(O) dilakukan terhadap praktek masyarakat dalam PSN(Lihat Tabel 1).

Pengumpulan data dilakukan dalam periode sekitartiga minggu, mulai minggu ke 4 bulan Mei hingga ming-gu ke 2 bulan Juni tahun 2007. Kehadiran dan responpara narasumber cukup baik. Dalam pelaksanaan diskusikelompok terarah, kehadiran para ibu yang diundang(100%) lebih besar daripada kehadiran pada bapak(75%). Semua narasumber bersedia memberikanketerangan yang diminta pada wawancara mendalam.Sebelum melakukan pengumpulan data, dimintakan per-setujuan (informed consent) terhadap calon narasumberuntuk mengikuti kegiatan pengumpulan data. Informasi

Krianto, Masyarakat Depok Memilih Fogging yang Tidak Dimengerti

31

yang diperoleh diolah dan dianalisis melalui: a) trans-kripsi non verbatim, b) pengembangan matriks analisis,c) melakukan analisis isi (content analysis), d)melakukan triangulasi sumber informasi dan metode.

HasilKarakteristik Informan

Secara umum informan dalam kegiatan ini terdiri daridua kelompok yang meliputi kelompok profesional yangterdiri dari pejabat, pengelola program serta petugas dankelompok awam yang meliputi kader dan anggotamasyarakat. Kelompok profesional yang umumnyaberpendidikan S1 ke atas mempunyai latar belakang ke-sehatan, pemerintahan dan sosial ekonomi pertanian.Kelompok awam bapak-bapak umumnya berpendidikanSLTA sampai D3 dengan profesi yang beragam, sedang-kan informan ibu berpendidikan SMP sampai SLTA, danumumnya tidak bekerja.

Model yang DinilaiDalam teori perilaku belajar, perubahan perilaku

populer mengikuti sistematika pengetahuan, sikap, danpraktek.4 Pengetahuan mendahului sikap, selanjutnyasikap diikuti oleh perilaku. Meskipun demikian,

berdasarkan penelitian lain, diperoleh informasi bahwapengetahuan yang tinggi tidak selalu diikuti oleh sikapyang positif dan praktek yang baik. Alur berpikirpenulisan terkait penelitian ini diilustrasikan padaGambar 1.

Pada penelitian ini, asumsi yang digunakan meliputi:a) Masyarakat mengetahui akibat dan penyebab DBDserta metode pencegahan dan manfaat PSN 3M Plus. b)Apabila persepsi tentang manfaat dan cara pencegahanpositif, seharusnya sikap terhadap PSN 3M juga positif.c) Jika sikap positif, maka kegiatan PSN 3M dilakukanoleh masyarakat. d) Namun, jika persepsi kurang baik,pengetahuan yang baik diikuti sikap yang tidak positif. e)Ada kemungkinan sikap positif, tetapi tidak melakukanPSN 3M karena ada faktor lain.

Pengetahuan Masyarakat Secara umum pengetahuan masyarakat tentang DBD

masih rendah. Pada ibu yang menjadi informan belumdapat menjelaskan penyebab DBD, sebagian besarmenyebutkan bahwa DBD terjadi karena kondisi yanglemah, kurang menjaga kebersihan dan salah pergaulan,sehingga mudah terjangkit DBD. Dengan demikian, ter-lihat bahwa pengetahuan ibu tentang penyebab DBD

Tabel 1. Matriks Tujuan Khusus, Informasi yang Dibutuhkan, Sasaran dan Teknik.

Tujuan Khusus Informasi yang Dibutuhkan Sasaran Teknik

Pengetahuan Penyebab penyakit RT DKTCara pencegahan RT DKTProgram pencegah pemerintah RT+PKM+PP DKT+WM

Persepsi Keseriusan penyakit RT DKTKerentanan RT DKTManfaat PSN RT DKTKesulitan melakukan PSN RT+PKM+TM DKT+WM+WM

Sikap Pengasapan & abatisasi RT+PKM DKT+WMPSN RT+PKM+PP DKT+WM

Tindakan Pernah melakukan PSN RT DKTKebiasaan melakukan PSN RT+PKM DKT+WM+OGerakan masyarakat dlm PSN TM WM+O

Faktor lain Penyebab tidak melakukan PSN RT+PKM+TM+PP DKT+WM+WM

Gambar 1. Asumsi Perilaku Masyarakat Mengendalikan Vektor

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

32

masih sangat rendah. Hal yang hampir sama juga dite-mukan di kalangan bapak-bapak. Meskipun mereka tahubahwa penyebab DBD adalah nyamuk Aedes aegypti,tetapi tempat perindukkannya tidak diketahui, merekamenyatakan koya sebagai tempat perindungan tersebut.Padahal, koya adalah suatu lubang yang biasanya digalipada sebidang tanah di lahan pekarangan atau kebun,yang digunakan untuk menampung limbah rumah tang-ga.

“...koya...itu kan tempat menampung limbah...jadiya kalau ada airnya maka nyamuk aedes jentiknya bisadisitu...”.

Menurut informan puskesmas, koya tidak bisa men-jadi tempat perkembangbiakan Ae.aegypti karena din-ding dan lantainya tanah. Informan puskesmas justrumenambahkan bahwa kebiasaan masyarakat membuangsampah, termasuk di antaranya botol bekas kepekarangan atau kebun kosong yang menyebabkanbanyaknya kejadian demam berdarah.

“...Justru yang banyak orang buang sampah yangbisa nampung air ke kebon kosong, misalnya bekas gelasatau botol aqua, styrofoam habis makan bakso dan se-bagainya...”.

Berbagai penelitian membuktikan bahwaPemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah metodepencegahan DBD yang paling efektif. Metode ini sudahlama diperkenalkan kepada masyarakat. Kampanye prak-tek 3M dimulai sekitar tahun 1990-an. Namun, studi inimenunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentangmetode PSN 3M Plus masih sangat rendah. Sebagian be-sar ibu menyatakan pengasapan, sebagian lainnya menye-but tentang kebersihan lingkungan. Informasi 3M pernahdidengar, tetapi ketika ditanyakan perihal kepanjangan-nya, semua ibu peserta diskusi berpikir keras untukmengingatnya. Satu M saja yang diingat yaitu menguras,namun M yang lainnya tidak dapat diingat.

Persepsi Keseriusan DBDDBD merupakan masalah kesehatan masyarakat prio-

ritas Pemerintah Kota Depok. Menurut Kepala DinasKesehatan, walaupun berbagai upaya sudah dilakukan,tetapi frekuensi kasus DBD memperlihatkan kecen-derungan yang terus meningkat.

“...Saya sendiri juga bingung, sudah ada PSN, fog-ging, penyuluhan dan sebagainya, tetapi kasusnyamasih tinggi, wilayah yang banyak ditemukan kasusadalah Tugu, Cimanggis, dan Sukmajaya. Yang palingjarang itu Sawangan...”.

Pemerintah menilai masyarakat kurang seriusmenanggapi kejadian DBD yang terus meningkat.Perhatian masyarakat, terutama para bapak terhadapsosialisasi PSN 3M Plus sangat kurang. Menurut infor-man dari puskesmas walaupun penyuluhan dilakukan pa-da malam hari, respons para bapak yang hadir masih

sangat rendah. “...kalau ada pertemuan...ya kita usahakan datang

malam hari...yang datang ya sedikit sekali...beda denganibu-ibu...mungkin waktunya ya...persis seperti sekarangini...kalau ibu-ibu diundang biasanya 100 persendatang...tapi kalau bapak-bapak...wah sulit...”.

Berbeda dengan bapak-bapak, para ibu menilai bahwaDBD cukup serius dan dapat menimpa siapa pun.Demam tinggi dan bintik merah, serta pengalaman adaanggota keluarga yang mengalami perdarahan menye-babkan mereka memberikan perhatian khusus kepadamasalah DBD. Padahal, dalam kegiatan pengendalianvektor, peran para bapak sangat diharapkan, apalagi adapembagian kerja tingkat rumah tangga.

Sikap Terhadap PSN 3M PlusPengendalian vektor dengan PSN 3M Plus dianggap

sebagai salah satu metode penanggulangan DBD yangtidak lebih penting daripada pengasapan. Informan darikelurahan, tokoh masyarakat, kelompok bapak maupunkelompok ibu serta hasil dari pengamatan menunjukkanbahwa pengasapan dianggap sebagai metode utama.Kelompok bapak senantiasa menyampaikan pentingnyapengadaan mesin fogging.

“...Di sini banyak sekali yang terkena demamberdarah. Oleh karenanya kami berusaha dengan swa-daya masyarakat agar punya mesin fogging...”.

Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap metodepengasapan juga ditunjukkan oleh jawaban “penyem-protan” atau pengasapan yang mengemuka untuk per-tanyaan tentang metode mencegah kejadian demamberdarah.

Tindakan Mencegah DBDKebijakan pemerintah dalam menanggulangi DBD

adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN), penga-sapan (fogging), dan larvasidasi. Di Depok, fogging jauhlebih populer daripada PSN 3M Plus. Berdasarkan penga-matan, PSN bahkan tidak dilakukan oleh keluarga-keluarga yang pernah berpengalaman kontak denganDBD, seperti hasil pengamatan penulis terhadap 8keluarga di kompleks perumahan “X” di KecamatanSukmajaya. Pada tahun 2005, 6 orang warga terjangkitDBD yang terdiri dari 4 dewasa dan 2 anak. Ada satukepala keluarga (KK) yang anak nomor 2 terkena, disusulayahnya, dan ketika ayahnya belum sembuh, anak nomortiga juga masuk rumah sakit karena DBD. Pada empatkeluarga yang juga terpajan pada DBD tidak melakukanPSN. Padahal, di kompleks perumahan tersebut padatahun 2005 ada lebih dari 8 orang yang terinfeksi dengue.Pada tahun 2006, 2 orang warga terkena DBD. Padatahun 2007, ada 2 keluarga yang terkena DBD, dan tidakmelakukan upaya-upaya pencegahan sama sekali.

“...Yang anggota keluarganya pernah kena DBD, jus-

33

tru kadang-kadang saya lihat itu ya belum ada peruba-han. Ya PSN nya itu yang belum. Kita bertahap. Kitamemberikan gambaran PSN. Tetapi kelihatannya kalahpamor dibanding fogging...”.

Berdasarkan pengamatan, warga di kompleks pe-rumahan tersebut lebih antusias membayar petugaspenyemprotan swasta daripada melakukan PSN 3M Plus.Apabila ada warga yang terkena DBD maka yang menja-di harapan masyarakat adalah segera dilakukan penga-sapan. Apabila puskesmas tidak segera melakukanpengasapan, maka warga masyarakat berinisiatifmengumpulkan dana untuk mengundang petugaspenyemprotan swasta. Meskipun demikian, ada seorangibu yang meragukan komposisi bahan yang disemprotkantersebut.

Tindakan PSN 3M Plus yang kurang lengkap antaralain berkaitan dengan pemahaman tentang kepanjangan3M yang kurang. Pada umumnya yang diingat adalahmenguras, namun setelah diberitahu bahwa M yang lainadalah menutup dan mengubur, para ibu mengakui bah-wa menutup dan mengubur belum mereka lakukan.Mereka tidak menutup tempat-tempat penampunganatau yang dapat menampung air karena belum menge-tahui. Sedangkan, tidak melakukan penguburan karenaharus mencangkul, menggali yang lebih sesuai dilakukanoleh para suami.

Kebiasaan menyimpan barang bekas berhubungandengan peluang untuk menukarkannya dengan pera-botan rumah tangga. Beberapa ibu mengaku bahwamereka mengumpulkan terlebih dahulu barang-barangbekas, untuk kemudian menukarnya dengan piring atauperabotan dapur yang lain.

Keterpajanan dengan Informasi DBDDemam berdarah adalah informasi kesehatan yang

penting bagi masyarakat Depok. Oleh sebab itu, akses in-formasi tentang DBD seharusnya diperluas. Namun, stu-di ini menunjukkan bahwa akses informasi masyarakatdalam DBD sangat kurang. Para informan mengakumemperoleh informasi hanya melalui televisi, sehingga

jika ada yang tidak jelas mereka tidak tahu ke mana harusbertanya. Informan dari puskesmas juga mengatakanbahwa informasi tentang DBD yang diterima masyarakatsangat kurang. Apabila ada informasi biasanya hanyayang terkait hal-hal klinis, misalnya gejala maupunpengobatannya. Kampanye PSN 3M Plus belum di-lakukan secara berkelanjutan.

“...Sementara ini pesannya kelihatannya hanya tek-nis. Hanya gejala, bagaimana pengobatannya...belumada kampanye yang berkesinambungan tentang perlu-nya melakukan PSN...”.

Selain pada masyarakat, sosialisasi permasalahan danpengendalian demam berdarah pada para camat dan lu-rah juga sangat kurang. Pihak puskesmas menilai pihakkecamatan belum sejalan dalam menanggulangi DBD.Puskesmas berpendapat bahwa PSN 3M Plus adalah caraterbaik mengendalikan vektor DBD, tetapi pihak keca-matan senantiasa meminta puskesmas melakukanfogging. Menurut informan dari puskesmas hal ini berkai-tan dengan pemahaman camat mengenai DBD. Hal yangsama juga terjadi pada para lurah. Dalam beberapa ke-sempatan berdiskusi dengan para lurah, tampak bahwamereka yakin bahwa penanggulangan BDB dapat di-lakukan apabila di setiap kelurahan tersedia mesinfogging.

Model yang DitemukanBerdasarkan hasil studi ini diperoleh model yang

lebih tepat dalam menggambarkan perilaku pengen-dalian vektor DBD pada rumah tangga di Kota Depok.Secara umum dikatakan bahwa perilaku masyarakatdalam pengendalian vektor DBD tidak tepat dan cen-derung hanya mengikuti kebiasaan lingkungan.Masyarakat berperilaku inkonsisten dalam melakukanpengendalian vektor, serta mengutamakan pengasapan(fogging) untuk mencegah DBD. Pola pembentukan peri-laku pengendalian vektor dapat dilihat pada Gambar 2.

Dalam menghadapi DBD, ada anggota masyarakatyang menanggap dengan serius dan ada pula yang tidakserius. Bagi yang serius biasanya berusaha mencari in-

Krianto, Masyarakat Depok Memilih Fogging yang Tidak Dimengerti

Gambar 2. Perilaku Masyarakat dalam Pengendalian Vektor

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

34

formasi yang lebih lengkap. Selanjutnya, merekamelakukan tindakan PSN atau menyemprot yang berkai-tan dengan karakteristik sosial, ekonomi, dan budayamasyarakat. Namun, bagi yang tidak serius biasanyaberpartisipasi dalam penyemprotan. Ketidaktepatan peri-laku tersebut disebabkan oleh pengetahuan yang kurangserta persepsi yang keliru tentang tingkat keseriusanpenyakit DBD.

PembahasanStudi ini menghasilkan 4 temuan, yaitu: a) penge-

tahuan masyarakat tentang penyebab demam berdarah,habitat perkembangbiakan vektor serta cara paling efek-tif untuk mengendalikannya masih rendah, b) belum ter-jadi kesepahaman tentang keseriusan dan cara yang se-harusnya untuk mengendalikan DBD pada masyarakatmaupun pada unsur pemerintahan setempat. Sehingga,partisipasi masyarakat dalam PSN 3M Plus terlihatsangat rendah, c) fogging lebih dipercaya daripada PSN3M Plus, dan d) keberlanjutan perilaku pengendalianvektor rendah, karena masyarakat berperilaku bukanberdasarkan pengetahuan yang dimiliki, tetapi mengiku-ti kebiasaan lingkungan sosial mereka. Keempat haltersebut terjadi karena promosi kesehatan dalampenanggulangan DBD belum terlaksana secara maksi-mal, koordinasi lintas sektor dan sosialisasi internal pe-merintahan belum berjalan secara baik, dan keter-batasan para kepala keluarga dalam melaksanakan akti-vitas PSN 3M Plus.

Promosi Kesehatan yang KurangStudi ini mengindikasikan pengetahuan masyarakat

tentang DBD masih tergolong rendah. Hal ini menge-jutkan karena masih sesuai dengan temuanKasnodihardjo dan Sotomo,5 di Sukabumi pada 20tahun silam, bahwa sikap masyarakat yang positif ter-hadap PSN kanya berkisar 48%. Perilaku terbentuk kare-na kecukupan faktor pencetus, kesediaan faktor pemu-ngkin, dan dorongan atau tekanan dari faktor penguat.6Apabila hal tersebut diimplementasikan pada masalahperilaku PSN 3M, maka karakteristik sosial, budaya danekonomi masyarakat serta pengetahuan tentang DBDdigolongkan sebagai faktor pencetus. Kesempatanmengikuti berbagai penyuluhan yang terbatas serta keti-adaan sumber informasi DBD merupakan faktor pemu-ngkin. Pengaruh lingkungan sosial dalam mengambilkeputusan PSN 3M Plus merupakan faktor penguat.Perilaku PSN 3M Plus yang kurang menunjukkan bahwamasyarakat kurang terpajan dengan informasi kesehatan,baik segi kesadaran (awareness) atau ada pihak yangmengingatkan perlunya PSN (reminder). Beberapa studi,antara lain studi intervensi yang dilakukan Gomez,Suarez dan Cordenas di Mexico memberikan hasil bah-wa upaya penyuluhan PSN terbukti efektif mengurangi

habitat perkembangbiakan Ae.aegypti.7Kegiatan promosi kesehatan harus dilaksanakan

dengan menjangkau segenap lapisan masyarakat, sampaidengan terbentuk dan terpelihara partisipasi masyarakat.Dengan demikian, aktivitas pengendalian vektor DBDharus berbasis partisipasi masyarakat. Beberapa studimenunjukkan bahwa upaya pemberantasan sarang nya-muk cukup berhasil jika program diselenggarakanberlandaskan partisipasi aktif masyarakat. Promosi kese-hatan yang dilaksanakan dengan mengedepankan peranserta masyarakat sangat efektif meningkatkan penge-tahuan, persepsi, serta praktek pemantauan jentik nya-muk, sekaligus menurunkan indeks larva.8-10

Koordinasi dan SosialisasiPromosi kesehatan dalam pengendalian vektor DBD

akan berlangsung dengan baik apabila di dalammasyarakat dan pemerintah telah terbentuk critical mass(massa kritis) yang memadai.11 Masa kritis tersebut ter-bentuk jika banyak orang merasa bahwa demamberdarah telah menjadi persoalan penting, menjadimusuh bersama yang harus diatasi secepatnya.

Hasil studi memperlihatkan bahwa koordinasi dansosialisasi tidak berjalan dengan baik, sehingga perlusegera diperbaiki. Untuk itu, berbagai pihak yang palingbertanggung jawab terhadap DBD harus mampu dan per-lu segera melakukan advokasi kepada walikota danDewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal tersebutbertujuan untuk memposisikan program promosi kese-hatan PSN 3M Plus sebagai program paling utama dalampengendalian DBD. Upaya kuratif diletakkan sebagairangkaian lima tingkat pelayanan pencegahan. Advokasiuntuk menggerakkan partisipasi lintas sektor merupakanfaktor penting terkait dengan sifat paternalistik dalamhubungan pemerintah-masyarakat. Masyarakat seringmenunggu arahan dan petunjuk pemerintah. Sebagaicontoh, ketika kecamatan belum menempatkan PSN 3MPlus sebagai metode utama mencegah DBD, masyarakatbelum juga melakukannya.

Selanjutnya, sosialisasi perlu segera dan terusmenerus dilakukan kepada segenap perangkat pemerin-tahan, di tingkat kelurahan sampai dengan tingkat kota.Partisipasi berbagai lembaga swadaya masyarakat perludidorong guna menggerakkan kegiatan pengendalianvektor DBD pada tingkat rukun warga dan rukun tetang-ga (RW/RT). Untuk menjamin pelaksanaan di tingkatterendah rukun tetangga, serta tingkat pemerintahan(kelurahan, kecamatan dan satuan organisasi perangkatdaerah/SOPD), maka setiap kelembagaan perlumenyusun perencanaan lokal (local planning) denganpendampingan yang dilakukan oleh forum LSM. Denganpendampingan, format perencanaan lebih terkendali, se-hingga koordinasi dan sosialisasi dapat berlangsung lebihbaik.

35

Keterbatasan Melakukan PSN 3M PlusStudi ini menunjukkan bahwa di dalam rumah tang-

ga terjadi pembagian peran, yang menempatkan para sua-mi pada aktivitas di luar rumah antara lain untuk mencarinafkah. Namun, para istri yang kebanyakan ibu rumahtangga mengenal pembagian wilayah tugas domestik sua-mi dan istri. Oleh sebab itu, sejauh masih melakukanpekerjaan yang “dapat dikerjakan oleh ibu-ibu” para istrimelakukannya. Namun, dari aktivitas 3M hanya mengu-ras bak mandi atau menutup tempayan yang dapat di-lakukan ibu-ibu, sementara habitat perkembangbiakannyamuk sangat banyak. Oleh sebab itu, peran dari suamiatau anggota keluarga lain termasuk anak-anak perlu di-tumbuhkan.

KesimpulanPengetahuan masyarakat tentang penyebab DBD dan

mekanisme penularan virus dengue masih rendah. Sikapmasyarakat terhadap PSN juga belum positif. Belum se-mua anggota masyarakat menganggap bahwa DBDadalah penyakit yang serius. Masyarakat lebih memilihmelakukan fogging, karena tindakan yang seharusnyatidak mereka ketahui. Berbagai hal tersebut terjadi akibatkurangnya promosi kesehatan, belum baiknya koordinasilintas sektor serta tidak efektifnya strategi yang dipilih.

SaranBerdasarkan kesimpulan di atas, Pemerintah Kota

Depok dengan dukungan dari DPRD perlu mengambillangkah-langkah strategis dan teknis dalam PSN 3M Plussebagai pendekatan utama dalam mengendalikan penya-kit demam berdarah. Beberapa langkah yang perlu segeradilakukan adalah meningkatkan alokasi anggaran pro-mosi kesehatan untuk pengendalian vektor DBD, mem-fasilitasi kemitraan dan koordinasi internal pemerintahkota, serta antara pemerintah kota dan para pemangkukepercayaan serta masyarakat luas dalam menanggulan-gi DBD secara sistematis dan proporsional. Untuk mem-perluas akses informasi masyarakat dalam pengendalianvektor, dinas kesehatan kota perlu menata ulang strategi

promosi dengan menyelenggarakan promosi kesehatanpengendalian vektor DBD melalui sekolah dan tempatkerja, selain memantapkan promosi kesehatan di komu-nitas.

Daftar Pustaka1. Pai HH, Hong YJ, Hsu EL. Impact of a short term community-based

cleanliness campaign on the sources of dengue vectors: an entomologi-

cal and human behavior study. Journal of Environmental Health:

Academic Research Library. 2006; 68: 6.

2. Kumar R, Krishnan SK, Rajashree N, Patil RR. Perceptions of mosqui-

to borne diseases. Journal of Epidemiology and Community Health.

2003; 57, 5: 392.

3. Leon RB. Promoting health: evidences for a fairer society. Promotion &

Education. ProQuest Nursing & Allied Health Source. 2001: 24.

4. Glanz K. Health behavior and health education: theory, research and

practice. San Francisco: Josey-Bass Publishers; 1997.

5. Kasnodihardjo dan Sumengen. Aspek perilaku dalam kaitannya dengan

penyakit demam berdarah di Kodya Sukabumi. Jakarta: Badan

Litbangkes Depkes RI; 1988.

6. Green L, Kreuter MW, Deeds SG, Partridge KB. Health education today

and the PRECEDE framework. Palo Alto, Calif.: Mayfield Publishing Co;

1979.

7. Gomez FE, Suarez CMH, Cardenas RC. Educational campaign versus

malathion spraying for the control of aedes aegypti in Colima, Mexico.

Journal of Epidemiology and Community Health. 2002: 56, 2: 148.

8. Therawiwat M, Fungladda W, Kaewkungwal J, Imamee N, Steckler A.

Community-based approach for prevention and control of dengue hem-

orrhagic fever in Kanchanaburi Province, Thailand. Southeast Asian

Jornal of Tropical Medicine and Public Health. 2005; 36, 6: 1439.

9. Crabtree, Ashencaen S, Wong CM, Mas’ud F. Community participatory

approaches to dengue prevention in Sarawak, Malaysia. Human

Organization. 2001: 60, 3; 281.

10. Yasumaro S, Silva ME, Andrighetti MTM, Macoris MDLG, Mazine

CAB, et al. Community involvement in dengue prevention project in

Marilia, Sao Paulo, Brazil. Human Organization. 1998: 57, 2; 209.

11. Armstrong, Rebecca, Doyle J, Lamb C, Waters E. Multi-sectoral health

promotion and public health: the role of evidence. Journal of Public

Health [serial on the internet]. 2006; 28, 2: 168-172.

Krianto, Masyarakat Depok Memilih Fogging yang Tidak Dimengerti

36

EPIDEMIOLOGI

AbstrakPneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang menjadi kausa utama kematian balita. Di Indonesia, pada akhir tahun 2000, angkakematian balita akibat pneumonia diperkirakan 4,9/1000 balita. Faktor sosio-ekonomi berkontribusi besar terhadap penyakit saluran pernapasan. Tujuan pe-nelitian ini adalah mengetahui faktor sosio-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap pneumonia pada balita. Penelitian dengan dengan disain krossek-sional ini menggunakan sumber data sekunder Benefit Evaluation Study (BES) II oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia bekerja sama denganProyek Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular, Departemen Kesehatan. Sampel diambil berdasarkan multilevel statistical framework dari 7.170 ba-lita pada 10.900 rumah tangga di 27 kabupaten di tujuh provinsi. Metode analisis yang digunakan adalah multilevel logistic regression. Penelitian ini mem-perlihatkan bahwa sosio-ekonomi rumah tangga berperan secara bermakna terhadap kejadian pneumonia balita. Rumah tangga miskin berisiko lebih besaruntuk terkena pneumonia. Pada keluarga miskin, risiko pneumonia yang lebih besar disebabkan oleh faktor kontekstual lingkungan yang buruk berupa pen-cemaran di dalam rumah yang dikontrol faktor komposisi status gizi (95% CI OR 4.05- 4.78). Kebijakan intervensi program P2ISPA disarankan lebih mengu-tamakan intervensi pada faktor kontekstual lingkungan buruk pencemaran dalam rumah tangga miskin. Kata kunci : Pneumonia, sosio-ekonomi, balita

AbstractPneumonia is an acute respiratory tract infection disease that becomes a major cause of death among under five years old children. In Indonesia, in 2000,pneumonia specific cause of death rate among under five children is predicted to be 4.9/ 1000. The socio-economic factor has significant contribution to res-piratory tract infection. The objective of this study is to know the socioeconomic factor that affect pneumonia among under five children. The study uses crosssectional study design using secondary data of Benefit Evaluation Study (BES) II conducted by Centre for Health Research, University of Indonesia in col-laboration with Intensification of Infectious Diseases Eradication Project, MOH-RI. The study sample is selected based on multilevel statistical framework from7170 under five children in 10900 households within 27 districts in seven provinces. Analysis method used in this study is multilevel logistic regression. Thisstudy shows that the low level of socioeconomic status affect significantly the pneumonia occurrence among under five children. The risk of pneumonia amonglower socioeconomic household is higher than that of the high socioeconomic household. It was found that the association was found for poor environmen-tal factor including in-house hygienic condition after controlled by nutritional status. The pneumonia occurrence among under five children is more influencedby environmental factors than individual factors (compositional effect). It is suggested to prioritize intervention on environmental factors to eradicate respira-tory tract infection.Key words : Pneumonia, socio-economic, under five years old children

*Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas FK Universitas Andalas, Jl. Perintis Kemerdekaan, Padang (e-mail: [email protected])

Pengaruh Kemiskinan Keluarga padaKejadian Pneumonia Balita di Indonesia

Rizanda Machmud*

Machmud, Pengaruh Kemiskinan Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita

37

Di Indonesia, insiden pneumonia memperlihatkan ke-cenderungan yang meningkat tajam dari tahun 1990 (5per 10.000 penduduk) menjadi tahun 1998 (212.6 per10.000 penduduk). Hasil Survei Kesehatan Nasional(Surkesnas) tahun 2001, menunjukkan bahwa proporsikematian bayi akibat ISPA masih terlalu tinggi (28%)dan 80% disebabkan oleh pneumonia. Angka KematianBalita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 diIndonesia diperkirakan sekitar 4,9 per 1000 balita, ber-arti rata-rata 1 anak balita Indonesia meninggal akibatpneumonia setiap 5 menit.1

Pemerintah Indonesia bersama masyarakat duniatelah mengambil langkah untuk menurunkan angka ke-matian akibat pneumonia. Hal ini terbukti dengan diber-lakukannya Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990tentang Konvensi Hak-Hak Anak dan Undang-UndangNomor 25 Tahun 2000 tentang Program PembangunanNasional (Propenas) 2000-2004. Sasaran upaya terse-but antara lain adalah menurunkan angka kematian aki-bat pneumonia balita menjadi 3 per 1000 dan menu-runkan angka kesakitan balita akibat pneumonia dari10-20% pada tahun 2000 menjadi 8-16% pada tahun2004.1

Faktor sosio-ekonomi berkontribusi besar terhadappenyakit saluran pernapasan akibat hubungan terbalikantara status sosial ekonomi dan morbiditas infeksi salu-ran pernafasan akut.2 Di negara berkembang terlihathubungan yang jelas antara status sosial ekonomi yangdiukur dari besar rumah tangga, banyak kamar, danbanyak orang yang menghuni tiap kamar dengan kejadi-an pneumonia balita.3

Penelitian peranan sosio-ekonomi terhadap peng-gunaan pelayanan dokter yang dilakukan di NovaScotia Amerika, menunjukkan bahwa sosio-ekonomirendah lebih banyak mengunjungi pelayanan dokterdaripada sosio-ekonomi yang lebih tinggi. Pendudukdengan pendapatan yang lebih rendah berisiko 43%(OR 1,43; 1,12-1,84) daripada sosio-ekonomi yanglebih tinggi. Penduduk berpendidikan lebih rendahlebih banyak mengunjungi pelayanan kesehatan 49%,daripada yang berpendidikan lebih tinggi (OR 1,49;1,24-1,79).6

Penelitian di Amerika Serikat, terhadap kematianpneumonia balita yang diamati sejak tahun 1939 sampai1996 menunjukkan bahwa selama 58 tahun periodepenelitian, terjadi penurunan jumlah anak yang mening-gal sebesar 98%. Salah satu program yang dilakukan un-tuk menurunkan kematian pneumonia balita pada tahun1972 adalah meningkatkan akses penduduk miskin kefasilitas pelayanan kesehatan dalam program TheWomen, Infants and Children.7

Peranan perbedaan sosio-ekonomi pada kesehatananak yang berubah menurut waktu. Memperlihatkanhubungan pola monotonic pada anak-anak dan

dewasa. Pada status sosio-ekonomi yang menurun,semua penyebab kematian dan seluruh angkakesakitan akan meningkat. Monotonic effect tersebutmenunjukkan bahwa hubungan yang terjadi tidaksemata-mata disebabkan oleh masalah kemiskinanyang berperan besar pada anak. Hasil evaluasi jugamenunjukkan bahwa risiko cedera, asma, danhipertensi pada remaja meningkat akibat perilakunegatif pada anak-anak dari sosio-ekonomi rendah.Namun, risiko cedera dan peningkatan tekanan darahpada dewasa muda tidak terdapat lagi. Keadaan inidihubungkan dengan unhiggenic environment yangterdapat pada sosio-ekonomi rendah seperti: konflik,child care quality, stress hidup, akses pelayanankesehatan yang minim.8

MetodePenelitian menggunakan metode survei rumah tangga

yang mengukur berbagai faktor pada level rumah tanggadan level individu serta survei institusi yang mengukurfaktor kinerja program pada level kabupaten. Penelitiandengan sumber data sekunder Benefit Evaluation Study(BES) II oleh Pusat Penelitian Kesehatan UniversitasIndonesia bekerja sama dengan Proyek IntensifikasiPemberantasan Penyakit Menular (IPPM), DirektoratJenderal Pemberantasan Penyakit Menular danPenyehatan Lingkungan Pemukiman (Ditjen P2MPL),Departemen Kesehatan.

Lokasi penelitian adalah 27 kabupaten yang meliputitujuh provinsi di Indonesia. Di Sumatera Selatanmeliputi Ogan Komering Ulu, Muara Enim, dan MusiRawas; di Bangka Belitung (Kabupaten Bangka), di JawaBarat meliputi Tasikmalaya, Sukabumi, Majalengka,Bandung, dan Ciamis; di Jawa Tengah meliputiIndramayu, Wonosobo, Jepara, Kebumen, Banjarnegara;di Kalimantan Selatan meliputi Banjarmasin, TanahLaut, Hulu Sungai Tengah, Kotabaru Tapin; di SulawesiTengah meliputi Banggai, Toli-toli, Donggala. Di NusaTenggara Timur meliputi Sumba Barat, Flores Timur,Sumba Timur, Timor Timur Selatan.

Populasi target adalah seluruh anak balita yangtinggal di area penelitian. Besar sampel dihitungmenggunakan rumus perhitungan sampel untukpenelitian. Perkiraan ukuran sampel dan survei BES II,berdasarkan pada metodologi Multistage Cluster denganprobabilitas proportionate to the size (PPS) dari populasitiap cluster, 95% confidence interval diterapkan.Penghitungan ukuran sampel berdasarkan pada estimasitingkat prevalensi pneumonia pada anak di bawah limatahun. Batas ketepatan harus diputuskan berdasarkanestimasi tingkat prevalensi. Estimasi prevalensipneumonia pada anak-anak di bawah 5 tahun di dalamprovinsi IPPM (ICDC) 2001 berkisar antara 4,0%sampai 6,2%, confidence interval, + 0,01% batas presisi

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

38

diterapkan dan dikalikan dengan efek disain 2, sehinggahasil sampel minimum 2,952 balita. Besar sampel yangdidapatkan pada BES II sebagai sampel penelitian inimelebihi sampel minimal yaitu 7170 balita pada 10.900rumah tangga di 27 kabupaten pada 7 provinsi padatahun 2004-2005, seluruhnya diambil sebagai sampel.Ukuran populasi ini secara acak dialokasikan ke dalam30 clusters di tiap provinsi, dan The Primary SamplingUnits (PSUs) atau clusters adalah desa-desa.

Variabel yang diukur berupa faktor risiko individu

(faktor anak meliputi status gizi, umur, jenis kelamin),faktor risiko kontekstual yang meliputi faktor risiko ru-mah tangga (faktor ibu meliputi pendidikan, pengetahu-an, faktor lingkungan, faktor sosio-ekonomi) dan faktorrisiko tingkat kabupaten (indeks kinerja program, fasili-tas kesehatan kabupaten, SDM kesehatan kabupaten,faktor geografis, indeks pembangunan manusia) terha-dap kejadian pneumonia. Variabel ini dituangkan dalamkuesioner pada tingkat anak dan ibu. Data level kabupa-ten yang tidak didapatkan dari data BES II, diambilkan

Gambar 1. Distribusi Pneumonia berdasar Status Miskin, Pendidikan, Pengetahuan, dan Pencemaran dalam Rumah

Tabel 1. Modelling Multilevel Kejadian Pneumonia Variabel Level Balita, Rumah Tangga dan Kabupaten di Tujuh Provinsi di Indonesia, Tahun 2004

Fixed Effect Coef B Or 95%Ci Nilai P

(Constanta) -2.588 0.000

Level BalitaGizi buruk - 0.160 0.85 0.49 - 1.49 0.574Gizi kurang - 0.446 0.64 0.32 - 1.29 0.211Gizi Baik 0.081 1.08 0.81 - 1.45 0.587Umur 0.002 1.00 0.93 – 2.11 0.947Jenis kelamin -0.141 0.87 0.68 - 1.10 0.249

Level Rumah TanggaPendidikan ibu 0.167 1.18 0.91 - 1.54 0.216Pengetahuan ibu -0.941 0.39 0.30 - 0.51 0.000*Sosio ekonomi 0.551 1.73 1.34 - 2.25 0.000*

Level KabupatenKategori kinerja program -0.583 0.56 0.31 - 0.36 0.007*Fasilitas kesehatan -0.187 0.83 0.68 - 1.02 0.073IPM rendah 0.581 1.79 0.72 - 4.45 0.212IPM menengah 0.600 1.82 1.79 - 3.13 0.030*Sumatera 0.995 2.70 1.45 – 3.20 0.002*Kawasan timur Indonesia 0.765 2.15 0.92 - 5.02 0.077

Random Effect Varians SELevel 2 (rumah tangga) 1.22 e-09 0.000013 1.00Level 3 (kabupaten) 0.150 0.074 0.00

Keterangan : * P<0.005

Machmud, Pengaruh Kemiskinan Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita

39

dari pengolahan data Biro Pusat Statistik data tahun2004 antara lain: penggunaan data indeks pembangunanmanusia (IPM), data dan informasi kemiskinan kabupa-ten, fasilitas kesehatan dan sumber daya kesehatan perkabupaten serta Laporan Kemiskinan Masyarakat yangditerbitkan bersama oleh BPS, Bappenas, UNDP. BPSdan Kabupaten. Untuk kualitas data dilakukan uji cobakuesioner, supervisi yang ketat di lapangan, cros checkdata dan double entry. Metode analisis menggunakanmultilevel logistic regression menggunakan programSTATA.

HasilPerbedaan besar proporsi kejadian pneumonia balita

pada kelompok miskin dengan pengkategorian pendidi-kan, pengetahuan dan pencemaran terlihat pada Gambar1. Terlihat proporsi yang jauh lebih besar bagi keluargayang memiliki sosio-ekonomi miskin untuk mendapat-kan kejadian pneumonia balita pada keadaan yang sama-sama berpendidikan rendah, berpengetahuan kurang dansama-sama ada pencemaran.

Analisis multilevel juga memberikan besar hubunganantara pneumonia balita dan variabel yang berperan,baik pada level rumah tangga maupun kabupaten dalambentuk nilai odds ratio(OR). Arti nilai odds ratio adalahbesarnya hubungan antara dua faktor yang menunjuk-kan besarnya risiko suatu faktor terhadap kejadian pe-nyakit. Nilai OR yang didapat disebut sebagai nilai ORadjusted karena nilai tersebut telah dikontrol oleh varia-bel-variabel yang ada dalam model regresi multilevel ter-sebut sehingga besarnya risiko suatu faktor terhadap ke-jadian penyakit yang telah dikontrol oleh faktor lainnya(Lihat Tabel 1).

Pada level rumah tangga, faktor risiko adalah sosio-ekonomi rumah tangga miskin. Balita berisiko menda-patkan pneumonia sebesar 1,73 kali (CI 95%; OR

1,34; 2,25) dalam lingkungan rumah tangga yang dika-tegorikan miskin dibandingkan rumah tangga yang ti-dak miskin. Besar kontribusi faktor kemiskinan sebesar19,9% dalam kejadian pneumonia balita. Bila diasum-sikan kemiskinan dapat diatasi dalam keluarga, makaprevelensi pneumonia balita akan menurun dari 5,4%menjadi 4,33% (interval kepercayaan 95% 4,05; 4,78).

Penelitian ini memperlihatkan bahwa sosio-ekonomirumah tangga berperan secara bermakna terhadap keja-dian pneumonia balita, yang berarti rumah tangga miskinakan lebih besar terkena pneumonia.

Risiko rumah tangga yang dikategorikan miskin, be-risiko mendapatkan pneumonia balita yaitu sebesar 1,73kali dibandingkan dengan orang yang tidak miskin.Sementara itu, besar kontribusi kemiskinan terhadapkejadian pneumonia balita yaitu sebesar 19,9%.Artinya, besarnya proporsi kasus pneumonia balita di 7provinsi di Indonesia terjadi akibat kemiskinan. Bila di-asumsikan seluruh anak balita berada pada rumah tang-ga yang tidak miskin, prevelensi pneumonia balita akanmenurun dari 5,4% menjadi 4,33% (95% CI OR 4,05;4,78).

Pemodelan multilevel selanjutnya adalah untuk me-lihat faktor yang sangat berpengaruh terhadap peranansosio-ekonomi terhadap pneumonia balita yang meli-batkan: 1. anak sebagai faktor compositional (status gi-zi) dan 2. ibu (pendidikan dan pengetahuan) dan pence-maran lingkungan (pencemaran dalam rumah) sebagaifaktor kontekstual. Hasil pemodelan ditemukan nilai fak-tor pencemaran udara dalam rumah memiliki nilai ORpaling tinggi dibandingkan faktor-faktor lain (Lihat Tabel2).

Hal ini dapat diterjemahankan bahwa timbulnyapneumonia pada keluarga dengan sosio-ekonomi miskin,karena peran lingkungan yang buruk, yaitu adanya pen-cemaran dalam rumah, lebih besar dari peran status gi-

Tabel 2. Modelling Multilevel Variabel Sosio-ekonomi Rumah Tangga Terhadap Faktor Gizi, Pendidikan Ibu, Pengetahuan Ibu dan Pencemaran dalam Rumah

Fixed Effect Faktor Outcome Nilai OR dan ( 95% CI OR)

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Gemuk Pendidikan Pengetahuan Pencemaran

(Constanta) Level BalitaUmurJenis KelaminLevel RTSosio Ekonomi 1.08 1.14 1.15 2.90 1.27 3.23

(0.85_1.38) (0.89_1.46) (1.18_1.32) (2.54_3.29) (1.13_1.42) (2.83_3.70)

Level Kabupaten Random Effect Varians Varians Varians Varians Varians Varians Level 2 (RT) 0.131 0.024 8.9 E-06 0.049 0.086 0.033Level 3 (Kabupaten) 0.374 0.149 0.588 0.157 0.803 0.537

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

40

zinya. Hal ini sejalan dengan pemodelan yang dilakukanoleh Mosley and Chen tentang Kelangsungan HidupAnak/Child Survival.4 Dengan kata lain, faktor konteks-tual lebih berperan dibandingkan faktor compositional.Sehingga, intervensi terhadap keluarga miskin hen-daknya lebih mengutamakan intervensi di faktorkontekstual dibandingkan faktor compositional.

PembahasanHasil penelitian yang didapatkan mendukung data-

data penelitian lainnya, bahwa kemiskinan merupakanmasalah global di seluruh dunia. Salah satu programyang dilakukan untuk menurunkan kematian karenapneumonia balita pada tahun 1972 adalah dengan me-ningkatkan akses penduduk miskin ke fasilitas pelaya-nan kesehatan dalam program The Women, Infants andChildren.7 Program ini menunjukkan dampak kematiankarena pneumonia balita yang diamati sejak tahun 1939sampai 1996 menunjukkan bahwa selama 58 tahun peri-ode penelitian, terjadi penurunan jumlah anak yang me-ninggal sebesar 98%.8,9

Terminologi kemiskinan diterjemahkan secara luasdan multidimensional setelah diterbitkannya WorldDevelopment Report 2000/2001. Hal tersebut ber-makna derajat kesehatan dan ill–health merupakan di-mensi yang sangat penting dan esensial. Pergeseran di-mensi ini membawa implikasi karena dalam dimensibaru dikatakan bahwa peningkatan pendapatan tidakmenjamin secara otomatis terjadinya penurunankemiskinan kecuali derajat kesehatan kelompok miskinjuga ditingkatkan. Dalam kondisi shifting dimensi,pembiayaan pelayanan kesehatan juga harus menda-pat perhatian sehingga terjadi peningkatan derajat ke-sehatan.5,10 Hal ini akan berdampak pada peningkatanpendapatan penduduknya. Perwujudan menuju pe-ningkatan derajat kesehatan suatu hal yang tidakmudah karena diperlukan pemahaman dan kemauanpolitis yang kuat seperti pernyataan ’ by securing grea-ter proportional improvements amongs poorer groups,is not simply poverty issues – it is also a question ofjustice and equity’.11,12

Salah satu wujud pergeseran ini dilihat dari pergese-ran besaran persentase alokasi anggaran untuk keseha-tan di suatu daerah, alokasi anggaran pemerintah se-harusnya bergeser untuk lebih ke arah pembiayaan pa-da masalah-masalah kesehatan kelompok rentan danmiskin.13,14 Upaya ini dapat dilihat bagaimana keseim-bangan anggaran pemerintah dialokasikan dan diguna-kan di setiap wilayah kerja daerah untuk peningkatanderajat kesehatan. Besaran anggaran pemerintah terse-but diwujudkan untuk masalah kesehatan yang bersifat’public good’ dan kesehatan perorangan keluarga rentandan miskin di semua wilayah, mendapat proporsi seim-bang sesuai dengan kondisi daerahnya masing-

masing.15

KesimpulanAnalisis pemodelan multilevel terhadap pneumonia

menunjukan sosio-ekonomi merupakan faktor yang tu-rut berkontribusi. Hasil analisis multilevel lebih lanjutpada keluarga miskin menunjukkan bahwa pneumoniaberisiko lebih besar karena peran faktor kontekstuallingkungan yang buruk pencemaran dalam rumah dari-pada faktor compositional status gizi. Hal tersebut me-nunjukkan kemiskinan terstuktur merupakan pangkalketidakmampuan seorang untuk berpendidikan lebihtinggi, mendapatkan lingkungan rumah lebih baik, aksespengetahuan lebih baik. Berbagai faktor tersebut justrusemakin meningkatkan risiko penyakit. Biaya pengoba-tan yang mahal menyebabkan keluarga tersebut menjadilebih miskin. Kemiskinan merupakan pangkal penyebabrisiko pneumonia balita pada level rumah tangga yang le-bih besar. Balita bergizi baik dan buruk jika berada da-lam rumah tangga miskin berisiko lebih besar untukmenderita pneumonia. Proporsi tersebut akan bertam-bah besar pada balita dengan pendidikan ibu rendah,pengetahuan pneumonia rendah, dan kondisi lingkunganburuk. Faktor tersebut merupakan dampak kemiskinan.Faktor kontekstual lebih berperan daripada faktor anak.

SaranIntervensi pneumonia pada balita keluarga miskin

hendaknya lebih mengutamakan intervensi pada fak-tor kontekstual, faktor lingkungan yang buruk pence-maran dalam rumah tangga miskin yang berisiko lebihbesar untuk menderita pneumonia dari pada faktoranak.

Daftar Pustaka1. Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pemberan-

tasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut untuk penanggu-

langan pneumonia pada balita. Jakarta: Departeman Kesehatan RI;

2004.

2. Purwana R. Partikulat rumah sebagai faktor risiko gangguan perna-

pasan anak balita (penelitian didaerah Pekojan, Jakarta) [disertasi].

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia;

1999.

3. Foster SO. Immunizable and respiratory diseases and child mortality in

Mosley Whenry, Lincoln C Chen, Child Survival, strategies for research.

Population and development review A supplement to volume 10.

Cambridge university press; 1984.

4. Mosley W, Lincoln CC. Child survival, strategies for research.

Population and development review A supplement to volume 10.

Cambridge university press;1984.

5. BPS, BAPPENAS, UNDP. Indonesia laporan pembangunan manusia.

Ekonomi dari Demokrasi. Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia.

2004.

6. Kephart G; Vince ST, David RM. Socioeconomic differences in the use

Machmud, Pengaruh Kemiskinan Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita

41

of physician services in Nova Scotia. American Journal of Public Health.

1998; 88: 5.

7. Dowell SF, Benjamin AK, Elizabeth R Z, Stat M, David K S. Mortality

from pneumonia in children in the united`states, 1939 through 1996.

NEMJ; 342:1399-407.

8. Chen E, Karen AM, Boyce WT. Socioeconomic differences in children’s

health: how and why do these relationships change with age?

Psycchological Bulletin. 2002; 128 (2): 295-329.

9. Niessen LW & Hilderink HBM. The population and health model. Ch 4

in: Rotmans J and De Vries (eds): Perspectives on global change: the

TARGETS approach. Cambridge UP: 1997.

10. Ostapchuck M, Donna MR, Richard H. Community-acquired pneu-

monia in infants and children. American Family Physician. 2004;

70 (5).

11. Hsiao G, Cindy BP, Campbell GD. Pediatric Community-Acquired

Pneumonia. Lesson 11. Thorax. 1998; 53: 549-553,

12. WHO. The management of acute respiratory infections in children, prac-

tical guidelines for out patients care. Jenewa: WHO; 1995.

13. Humpreys, Keith; Roy CH. Area variation in health outcomes: artefact

or ecology. International Journal of Epidemiology. 1991; 21 (1).

14. Subramian SV, Delgado I, Jadue L, Vega J, Kawachi I. Income inequali-

ty and health : multilevel analysis of chilean commuties. Jurnal

Epidemiology Community Health. 2003; 57:844-8.

15. Kennedy BP, Ichiro K, Oberta G, Deborah PS. Income distribution,

socioeconomic status, and self rated health in The United States :

multilevel analysis. BMJ. 1998; 917-21.

EPIDEMIOLOGI

42

AbstrakPenyakit jantung koroner yang menjadi kausa utama kematian di seluruh dunia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia,termasuk Indonesia dan Sulawesi Utara. Kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh faktor budaya, adat istiadat, agama dan kepercayaan berperan pentingdalam proses kejadian penyakit. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kebiasaan makan etnik Minahasa terhadap kejadian penyakit jantung koro-ner. Penelitian di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou ini menggunakan disain studi kasus kontrol dengan ukuran sampel 128 kasus dan 128 kontrol. Data frekuensimakan dikumpulkan dengan Food Frequency Quationnaire (FFQ). Makanan etnik Minahasa ditentukan berdasarkan 41 jenis makanan yang dikompositkan.Asam lemak jenuh pada setiap jenis makanan etnik Minahasa umumnya mengandung ALJ dengan kisaran kadar 0,01-10,46% food per 100 gram.Pengkomsumsi makanan Mihahasa dengan frekuensi makan ≥ 2 kali/ bulan berisiko PJK 4,43 kali lebih besar daripada pengkonsumsi ≤ 1 kali/ bulan sete-lah dikontrol dengan variabel daging babi hutan(OR=4,3 95%CI:1,66-11,05), kotey(OR=7,15 95%CI: 1,70-30,08), merokok (OR=2,76 95% CI: 1,36-5,61),usia(OR=1,96 95%CI: 1,36-2,83), jenis kelamin(OR=2,86 95%CI: 1,41-5,78) dan hipertensi (OR=5,86 95%CI: 2,94-11,66). Kebiasaan makan dengan freku-ensi sering berisiko 5,4 kali lebih besar untuk terkena PJK daripada yang mempunyai kebiasaan makan jarang setelah dikontrol variabel jenis kelamin, riwa-yat keluarga PJK dan diabetes.Kata kunci : Kebiasaan makan, penyakit jantung koroner

AbstractCoronary Heart Disease (CHD) is the leading cause of disability and mortality in the world, including Indonesia and North Sulawesi province. There are manyfactors that has contribution to the development of CHD. Food habit that influenced by culture and religion is known as a risk factor. The objective of this studyis to know the effect of food habit and food variety of Minahasan to the risk of CHD. The methodology used in this research was case control, with respon-dents drawn from the Prof. Dr. R.D. Kandou General Hospital, Manado, North Sulawesi province. The samples were consisted of 128 cases of CHD and 128controls of non-coronary heart diseases. Eating frequencies were collected through a Food Frequency Questionnaire (FFQ). Those who were eating “babiputar” (roasted pork) more than twice a month had potentially 4.43 times to develop CHD compare to those who were eating less than once a month con-trolled by consumption of “babi hutan” (wild boar) (OR=4,3 95% CI: 1,66-11,05), “kotey/sa’ut” (OR=7,15 95% CI: 1,70-30,08), smoking (OR=2,76 95% CI: 1,36-5,61), age (OR=1,96 95% CI: 1,36-2,83), gender (OR=2,86 95% CI: 1,41-5,78) and hypertension (OR=5,86 95% CI: 2,94-11,66). Those with food habit whichinclude higher frequency of consumption of composite of “high risk” 41 Minahasan food items has 5.4 times higher risk to develop CHD compared to thosewho has lower frequency, after controlled by gender, family history of CHD and Diabetes Mellitus.Key words : Food habit, coronary heart disease

*Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNSRAT, Jl. Kampus Kleak, Manado (e-mail: [email protected])

Makanan Etnik Minahasa dan KejadianPenyakit Jantung Koroner

Grace Debbie Kandou*

Kandou, Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian PJK

43

Masalah kesehatan jantung dan pembuluh darah(kardiovaskular) adalah masalah yang harus kita cer-mati bersama, karena telah membunuh lebih dari180.000 orang di Inggris dan 500.000 orang diAmerika Serikat setiap tahunnya.1-3 Penyakit kardio-vaskular (PJK) di Indonesia merupakan penyebab ke-matian yang meningkat terus dari urutan ke 11 (SKRT1972) menjadi urutan ke 3 (SKRT 1986) dan menjadipenyebab kematian pertama (SKRT 1992, 1995, danSKRT 2001, SKRT 2005).4 Propinsi Sulawesi Utaraadalah salah satu daerah diantara 30 propinsi diIndonesia yang mempunyai angka kematian tinggi aki-bat penyakit kardiovaskular.5,6 Data laporan RS UmumPusat Malalayang (sekarang RS Umum Prof. dr R.DKandou) yang merupakan pusat rujukan rumah sakit diPropinsi Sulawesi Utara, juga menunjukkan bahwapenyakit kardiovaskular merupakan penyebab kema-tian utama.7

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit de-generatif yang dapat disebabkan oleh manifestasi ate-rosklerosis di pembuluh koroner dan berbagai macamfaktor risiko lainnya. Ada faktor risiko yang dapat diu-bah/diperbaiki yaitu hipertensi, dislipidemia, merokok,diabetes melitus, obesitas, stres, inaktifitas fisik, danada pula faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti :usia, genetik/riwayat keluarga dan ras/etnik.8,9 RisikoPJK pada orang yang mempunyai riwayat keluarga PJKatau meninggal mendadak sebelum usia 50 tahun di-bandingkan dengan orang yang tidak punya riwayat ke-luarga yaitu sebesar 2,5 kali.10-12 Hipertensi mempu-nyai hubungan erat dengan terjadinya PJK, karena ada-nya hipertensi meningkatkan risiko terjadinya PJK se-besar 6 kali dibandingkan orang yang tidak hiperten-si.13 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pende-rita diabetes melitus mempunyai risiko 2-3 kali untukmenjadi PJK dibanding bukan penderita diabetes.Propinsi Sulawesi Utara merupakan daerah yang mem-punyai prevalensi tertinggi diabetes melitus diIndonesia.5

Menurut Susenas tahun 2003, sekitar 26% pendudukIndonesia punya kebiasaan mengkonsumsi sayuran <7kali seminggu. Secara keseluruhan 86% pendudukIndonesia umur 10 tahun ke atas mengkonsumsi buah-buahan <7 kali dalam seminggu, hanya 2% pendudukyang mengkonsumsi buah-buahan ≥14 kali seminggu.14

Penelitian Hatma,15 pada empat etnis (Minangkabau,Jawa, Sunda dan Bugis) di Indonesia memperoleh hasilbahwa tingginya asupan asam lemak jenuh rata-rata 21%energi total. Sementara menurut anjuran AHA(American Heart Association), asupan asam lemak jenuh<10% energi total. Ini menunjukkan adanya kecende-rungan pola makan masyarakat Indonesia terhadap asamlemak jenuh sudah tinggi.10,15-18 Kebiasaan makan di-pengaruhi juga oleh faktor sosial budaya, adat-istiadat,

agama dan kepercayaan serta kebiasaan makan merupa-kan aspek yang mengarah bagaimana individu atau ke-lompok masyarakat dalam memenuhi kebutuhannyaakan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemi-lihan makanan.6

Bangsa Indonesia mempunyai sekitar 500 etnisdengan beragam gaya hidup diantaranya adalah etnisMinahasa yang mayoritas tinggal di Provinsi SulawesiUtara. Jumlah penduduk etnik Minahasa adalah yang ter-banyak diantara etnik yang ada di Propinsi SulawesiUtara.19,20 Masyarakat etnik Minahasa mempunyai sua-tu kebiasaan pesta yang diikuti dengan pesta makan ataumakan makanan Minahasa yang sebagian besar berasaldari lemak hewani (babi). Orang Minahasa makan da-ging babi sebagaimana kebanyakan penduduk Indonesiamakan daging sapi.20

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhkebiasaan makan etnis Minahasa mengkonsumsi maka-nan yang kaya asam lemak jenuh dengan kejadian PJKdengan memperhatikan faktor lain seperti gaya hidup se-dentary (kurang gerak), kebiasaan merokok, kebiasaankonsumsi alkohol, karakteristik individu (umur, jenis ke-lamin, riwayat keluarga), penyakit penyerta (hipertensi,obesitas dan diabetes melitus).

MetodePenelitian ini dilakukan di RSU Prof. Dr. R.D.

Kandou, dengan desain penelitian kasus kontrol tidakberpadanan. Kasus adalah pasien baru rawat inap ataurawat jalan berdasarkan rekam medis yang sudah dila-kukan pemeriksaan EKG dan untuk pertama kalinya di-diagnosis penderita penyakit jantung koroner oleh dok-ter spesialis jantung sesuai AHA Guidelines/PedomanPERKI 2004. Sebagai kontrol adalah pasien di bagianlain yang bukan penderita PJK rawat inap maupun rawatjalan dan sudah dilakukan pemeriksaan EKG, dan telahdinyatakan oleh dokter spesialis jantung bukan pasienPJK.

Penelitian ini didahului oleh penelitian pendahuluanyang dilakukan dalam bentuk survei, bertujuan untukmendapatkan informasi mengenai kebiasaan makan daripopulasi etnik Minahasa yang tinggal di PropinsiSulawesi Utara, terutama makanan khas etnik Minahasayang diduga mengandung asam lemak jenuh. Dilakukanpengamatan untuk menentukan jenis makanan apa sajayang biasa dikonsumsi oleh penduduk etnik Minahasa se-hari-hari maupun di acara makan-makan/pesta yang ser-ing dilakukan oleh etnik ini.

Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel maka-nan baik makanan yang ada di acara pesta maupun ma-kanan yang dimasak sendiri sehari-hari di rumah untukdianalisis kandungan asam lemak jenuh. Hasil pemerik-saan ini merupakan sesuatu yang baru untuk memper-kaya daftar komposisi bahan makanan di Indonesia.

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

44

Pemeriksaan kandungan asam lemak jenuh pada 41 je-nis makanan khas yang biasa dikonsumsi oleh etnikMinahasa dilakukan dengan metode gasChromatography (GC) yang dilakukan oleh Laborato-rium Pangan & Gizi Puslitbang Gizi DepartemenKesehatan RI di Bogor.

Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang da-tang berobat di RS Umum Prof Dr Kandou. Sampel pe-nelitian adalah pasien yang berobat dan dirawat di bagi-an jantung RS Umum sebagai kasus berdasarkan krite-ria inklusi/eksklusi dan semua pasien yang dinyatakanbukan PJK yang berobat di bagian lain sebagai kontrol.Besar sampel berdasarkan perhitungan rumus besarsampel minimal pada kasus dan kontrol tidak berpada-nan 1:1 maka diperoleh n=128 kasus dan n=128 kon-trol, besar sampel total adalah 256 sampel. Dilakukandietary asesment dengan metode wawancara frekuensimakan (FFQ). Diwawancarai tentang kebiasaan makanharian, mingguan, bulanan sampai satu tahun.Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan prog-ram SPSS versi 11.(Lisensi), STATA 8 (Lisensi) danprogram Windows Vista Basic Premium MicrosoftExcell.

Data kebiasaan makan dari FFQ terdapat pilihankolom frekuensi tidak pernah, jarang sampai sering.Dilakukan analisis ROC untuk menentukan cut offpoint frekuensi makan. Diperoleh data masing-masingsubyek frekuensi makan untuk semua jenis makananetnik Minahasa (41 jenis). Dilakukan analisis univari-at untuk masing-masing variabel penelitian dan anali-sis bivariat diperoleh 25 jenis makanan etnikMinahasa yang berhubungan bermakna dengan keja-dian PJK. Diambil lima jenis makanan yang mempu-nyai nilai OR tertinggi untuk diikutkan dalam analisismultivariat dengan regresi logistik, kemudian dilaku-kan uji interaksi dan confounding. Sehingga, diketahuiefek murni dari jenis makanan yang paling berisikoterhadap kejadian penyakit jantung koroner setelahmengontrol faktor-faktor lainnya (kebiasaan seden-tary/aktivitas fisik, merokok, kebiasaan mengkon-sumsi minuman beralkohol, usia, jenis kelamin, riwa-yat keluarga PJK, hipertensi, obesitas dan diabates me-litus). Kemudian dilakukan analisis penggabungan be-berapa jenis makanan yang berisiko.

Kebiasaan makan selanjutnya dilihat berdasarkan fre-kuensi makan dengan mempertimbangkan kandunganasam lemak jenuh dari 41 jenis makanan yang dikompo-sitkan. Diperoleh kebiasaan makan sering dan jarang ber-dasarkan cut off point nilai mean karena data berdistri-busi normal melalui test Kolmogorov-Smirnov .Selanjutnya, dilakukan analisis bivariat untuk melihathubungan masing-masing variabel dengan kejadian PJK.Kemudian, analisis multivariat regresi logistik melaluipenahapan analisis uji interaksi dan uji confounding.

Sehingga, diperoleh efek murni kebiasaan makan yangsering mengkonsumsi makanan yang mengandung asamlemak jenuh dibandingkan kebiasaan jarang terhadap ke-jadian penyakit jantung dengan mengontrol faktor lain-nya.

HasilKarakteristik Kasus dan Kontrol

Aktivitas fisik sehari-hari (kebiasaan sedentary lifestyle) responden dikategorikan dalam kurang gerak dancukup gerak. Diperoleh bahwa sebagian besar dari ka-sus (68,75%) mempunyai aktivitas sehari-hari yang ku-rang gerak (sedentary life style), sedangkan pada kon-trol terdapat 43,75% yang sedentary. Kebiasaanmerokok pada setengah kasus (55,47%) adalah pe-rokok, sedangkan pada kontrol hanya sebagian kecil(22,66%) yang perokok. Berdasarkan kebiasaanmengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol,terdapat sepertiga dari kasus (32,81%) mempunyaikebiasaan minum minuman yang mengandung alkoholseperti cap tikus (minuman khas Minahasa yang terbu-at dari hasil penyulingan pohon enau), anggur, bir, dansebagainya. Demikian pula, pada kontrol terdapat ham-pir sepertiga yaitu 29,69% adalah juga mempunyai ke-biasaan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Kelompok kasus sebagian besar lebih tua daripadakelompok kontrol. Hampir setengah (40,63%) subyekpada kelompok kasus berumur 55-64 tahun, sedangkanpada kontrol 37,5%. Subyek yang berumur ≥ 65 tahunterdapat 40,63%, sedangkan pada kontrol hanya seba-gian kecil yaitu 24,22%. Sebagian besar dari kasus yaitu61,72% mempunyai jenis kelamin laki-laki, sedangkanpada kontrol terdapat 28,91% adalah berjenis kelaminlaki-laki. Hampir separuh (41,41%) pada kasus adamempunyai riwayat keluarga PJK, sedangkan hanya se-bagian kecil (24,22%) pada kontrol yang mempunyai ri-wayat keluarga PJK. Sekitar dua pertiga (67,19%) darikasus mempunyai riwayat hipertensi, sementara padakelompok kontrol hanya terdapat 35,94% yang mem-punyai riwayat hipertensi juga. Obesitas atau kegemukanterdapat pada kasus 62,5% yang tergolong dalam kate-gori obesitas, sedangkan pada kelompok kontrol hanya37,5% yang tergolong dalam kategori obesitas. RiwayatDiabetes Melitus terdapat sebagian besar yaitu (75%)dari kasus mempunyai riwayat DM dan pada kelompokkontrol ditemukan 47,66% mempunyai riwayat DM ju-ga.

Kandungan Asam Lemak JenuhKandungan asam lemak jenuh pada 41 jenis

makanan etnik Minahasa berkisar nilai 10,46-0,01%food per 100 gram. Jenis makanan Tina’i (usus/jeroanbabi) mempunyai kandungan asam lemak jenuh yangtertinggi 10,46% food per 100 gram. Sedangkan, jenis

Kandou, Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian PJK

45

makanan Tinutuan (bubur Manado) adalah jenismakanan yang mempunyai kandungan asam lemakjenuh yang terendah yaitu 0,01% food per 100 gram.Jenis makanan etnik Minahasa yang termasuk dalamkelompok makanan tinggi asam lemak jenuh (3,93-10,46% food per 100 gram) adalah tina’i, ayam santan,babi tore, babi bakar, brenebon babi, babi putar, babigaro rica, tinorangsak, pangi babi, paniki, babi asam ma-nis, babi kecap, RW, babi hutan, babi leylem dan supkuah asam babi. Sedangkan, yang termasuk kelompokmakanan rendah asam lemak jenuh (0,01-3,92% foodper 100 gram) adalah tinutuan, sayur pait, kotey/sa’ut,ikan cakalang goreng, ikan laut wokublanga, ikan mujairbakar, ikan mujair goreng, ikan cakalang fufu saus, ikanmas bakar rica, ikan mas wokublanga, ikan mas goreng,kangkung tumis, tikus dan sayur rica rodo.

Hubungan dengan Kejadian PJKBerdasarkan analisis 41 jenis makanan etnik

Minahasa yang diteliti, diperoleh 25 jenis makanan yangmenunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian PJK,sedangkan 16 jenis makanan etnik Minahasa lainnya me-nunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dengankejadian PJK. Nilai OR yang bermakna berkisar antara12,21-2,02. Jenis makanan kotey/sa’ut mempunyai nilaiOR yang tertinggi yaitu 12,21 (95%CI:3,61-41,24).Makanan etnik Minahasa yang berpotensi terhadap keja-

dian PJK meliputi tinorangsak, babi putar, babi hutan,babi leylem, babi garo rica, babi kecap, babi asam manis,babi bakar, babi tore, posana, kotey/sa’ut, sate babi, lo-ba, tina’i, sayur pait babi, sup brenebon/kacang merahbabi, sup babi kuah asam, sayur kangkung tumis babi,RW(anjing), paniki (kelelawar), tikus, ikan maswokublanga, ikan mas goreng, ikan mas bakar rica danayam santan (Lihat Tabel 1).

Diambil lima jenis makanan yang mempunyai nilaiodds ratio tertinggi yaitu kotey/sa’ut, paniki/kelelawar,loba, babi hutan dan babi putar. Setelah dilakukan ana-lisis multivariat, dari kelima jenis makanan tersebut yangtertinggal dalam model hanya tiga jenis saja yakni babiputar, babi hutan dan kotey/sa’ut. Setelah melalui prosesanalisis dengan regresi logistik dengan mengontrol fak-tor-faktor lainnya, sehingga diperoleh hasil akhir jenismakanan yang berisiko terhadap penyakit jantung ko-roner (Lihat Tabel 2).

Diketahui efek murni dari orang yang makanmakanan ‘babi putar’ dengan frekuensi ≥ 2x/bulan mem-punyai kemungkinan lebih besar 4,43 kali (95% CI:1,55-12,65) untuk terkena PJK dibanding orang yangmakan ‘babi putar’ dengan frekuensi ≤ 1x/bulan. Setelahdikontrol oleh babi hutan, kotey/sa’ut, merokok, usia, je-nis kelamin dan hipertensi. Apabila dilakukan analisispenggabungan jenis makanan berisiko babi putar denganbeberapa jenis makanan lain yang mengandung rica-rica

Tabel 1. Jenis Makanan yang Berpotensi Kejadian PJK

Jenis Makanan Kategori Nilai p OR [95% CI]

Sa’ut babi/ Kotey ≥2x/bulan 0,00 12,2 3,61 - 41,24 Paniki/Kelelawar ≥2x/bulan 0,00 6,4 2,15 - 19,26 Loba ≥2x/bulan 0,00 5,7 2,27 - 14,29 Babi hutan ≥2x/bulan 0,00 5,2 2,53 - 10,67 Babi Putar ≥2x/bulan 0,00 5,2 2,45 - 10,92 Posana ≥2x/bulan 0,01 4,3 1,55 - 11,87 Babi Asam Manis ≥2x/bulan 0,00 4,1 2,17 - 9,27 Babi Bakar ≥2x/bulan 0,00 4,1 2,0 - 7,74 Babi leylem ≥2x/bulan 0,00 3,8 2,15 - 7,67 Sate Babi ≥2x/bulan 0,00 3,3 1,88 - 5,88 Kuah asam babi ≥2x/bulan 0,00 3,2 1,64-5,78 Babi Tore ≥2x/bulan 0,00 3,0 1,37-5,38 Tina’i (usus Babi) ≥2x/bulan 0,03 3,0 1,14-7,03 Ikan wokublanga ≥2x/bulan 0,00 2,7 1,54-4,87 Tikus ≥2x/bulan 0,02 2,6 1,18-5,68 RW (Anjing) ≥2x/bulan 0,01 2,6 1,24-5,36 Ikan mas goreng ≥2x/bulan 0,00 2,5 1,43-5,25 Babi garo rica ≥2x/bulan 0,00 2,5 1,45-4,49 Ikan mas bakar rica ≥2x/bulan 0,01 2,3 1,28-4,91 Tinoransak ≥2x/bulan 0,00 2,2 1,32-3,66 Brenebon Babi ≥2x/bulan 0,00 2,1 1,27-3,50 Sayur Pait Ba’ ≥2x/bulan 0,00 2,1 1,2-3,68 Ayam santan/kari ≥2x/bulan 0,01 2,0 1,22-4,33 Babi kecap ≥2x/bulan 0,00 2,0 1,28-3,50 Kangkung Tumis ≥2x/bulan 0,02 1,9 1,12-3,08

Catatan: Referensi ≤1x/bulan

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

46

(cabe rawit/capsicum fretescens) yang sering dikonsumsioleh masyarakat etnik Minahasa dan makanan yang berser-at seperti sayur pait (daun pepaya). Hasilnya menunjukkanrisiko babi putar agak menurun dibandingkan jika babiputar itu sendiri. Misalnya, babi putar digabungkan den-gan ikan mas bakar rica dan atau babi garo rica dalamanalisis multivariat menunjukkan penurunan nilai OR.

Diketahui bahwa orang yang mengkonsumsi babiputar bersamaan dengan ikan mas bakar rica mempu-nyai kemungkinan 3,47 kali lebih besar (OR=3,4795%CI: 1,98-6,08) untuk terkena PJK jika dikonsumsidengan frekuensi ≥ 2x/bulan dibanding orang yangmengkonsumsi ≤ 1x/bulan setelah dikontrol oleh faktorjenis kelamin, hipertensi, obesitas dan DM. Orang yangmengkonsumsi babi putar bersama babi garo ricaberisiko 2,87 kali lebih besar (OR=2,87 95%CI: 1,77-4,67) terkena PJK jika dikonsumsi lebih dari atau samadengan dua kali sebulan dibanding orang yangmengkonsumsi kurang dari atau sama dengan satu kalisebulan, setelah dikontrol oleh faktor usia, hipertensi,obesitas dan DM.

Hal ini diduga karena adanya efek ‘rica’ (capsicumfrustescens) yang mempunyai efek baik sebagai an-tikoagulan dan fibrinolitik untuk kesehatan jantung.Demikian pula, bila digabungkan babi putar dengansayur pait juga memperlihatkan adanya penurunan ORpada penggabungan makanan tersebut. Diperoleh bahwabila mengkonsumsi babi putar bersama sayur pait den-gan frekuensi lebih atau sama dengan dua kali sebulanmempunyai kemungkinan 3,25 kali lebih besar untukterkena PJK dibanding orang yang mengkonsumsi den-gan frekuensi kurang dari atau sama dengan satu kali se-bulan setelah dikontrol oleh faktor usia dan hipertensi.

Kebiasaan Makanan dan Penyakit Jantung KoronerKebiasaan makan yang dimaksud adalah kebiasaan

yang dilihat berdasarkan frekuensi makan dengan mem-pertimbangkan kandungan asam lemak jenuh padamasing-masing jenis makanan. Dilakukan prosesmengkompositkan ke-41 jenis makanan tersebut dengancara mengalikan frekuensi makan (diberi bobot) denganskor kandungan ALJ. Diperoleh nilai total skor kebi-asaan makan nilai minimum 97 dan nilai maksimum922, nilai mean adalah 413,53. Oleh karena data berdis-tribusi normal, maka diambil nilai mean sebagai cut offpoint. Frekuensi makan sering adalah dua kali atau lebihdalam sebulan mengkonsumsi makanan tersebut,sedangkan frekuensi jarang jika mengkonsumsi satu kaliatau kurang dalam sebulan. Selanjutnya, dilakukan ana-lisis bivariat, kemudian analisis multivariat melalui pro-ses uji interaksi dan confounding hingga diperoleh efekmurni kebiasaan makan setelah dikontrol oleh faktorlainnya (Lihat Tabel 3).

Efek murni dari kebiasaan makan makanan khas etnikMinahasa yang kaya ALJ terhadap kejadian PJK adalahbahwa orang yang mempunyai kebiasaan makanmakanan yang kaya asam lemak jenuh dengan frekuensisering mempunyai risiko 5,4 kali terserang PJK (95% CI:2,93-9,93) dibandingkan dengan orang yang mempunyaikebiasaan makan makanan etnik Minahasa yang kayaasam lemak jenuh dengan frekuensi jarang setelah dikon-trol dengan variabel jenis kelamin, riwayat PJK dalamkeluarga dan diabetes mellitus.

PembahasanKebiasaan makan etnis Minahasa yang sering

mengkonsumsi makanan yang kaya asam lemak jenuh,

Tabel 2. Model Akhir Analisis Multivariat dengan Variabel Utama Jenis Makanan yang Berisiko PJK

Variabel Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf Interval]

Babi putar 4,43 2,37 2,78 0,00 1,55 - 12,65Kotey/ Sa’ut 7,15 5,24 2,69 0,00 1,70 - 30,08Babi hutan 4,29 2,07 3,02 0,00 1,66 - 11,05Merokok 2,76 0,99 2,82 0,00 1,36 - 5,61Usia 1,96 0,36 3,62 0,00 1,36 - 2,83Jenis kelamin 2,86 1,02 2,93 0,00 1,41 - 5,78Hipertensi 5,86 2,05 5,03 0,00 2,94 - 11,66

Tabel 3. Model Akhir Kebiasaan Makan dengan Kejadian PJK

Variabel Odds Ratio Std. Err. Nilai p [95% Conf Interval]

Kebiasaan makan 5,39 1,68 0,00 2,93 - 9,93Jenis Kelamin 3,29 0,99 0,00 1,83 - 5,94Riwayat PJK 2,45 0,79 0,01 1,31 - 4,60Riwayat DM 3,75 1,19 0,00 2,01 - 6,99

Kandou, Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian PJK

47

didukung pula dengan kebiasaan ‘suka makan enak’ pa-da ‘pesta’ dan sehari-harinya juga, maka semakin kuatrisikonya ke arah terjadinya PJK.6,9

Jenis makanan yang ada sebagian besar terbuat darikomposisi daging/lemak hewan babi dan pada umumnyamasakan etnik Minahasa terasa pedas karena menggu-nakan cabe rawit (‘rica’ = capsicum fretescens, cayenne,goat pepper). Cabe rawit mempunyai khasiat yang baikuntuk kesehatan jantung, karena berfungsi sebagai an-tioksidan dan antikoagulan serta anti fibrinolitik. Namun,yang unik dari makanan etnik Minahasa ada beberapa je-nis makanan yang terbuat dari jenis daging hewan yangtidak lazim dimakan oleh kebanyakan orang pada umum-nya, yaitu antara lain kelelawar (Paniki), anjing (RW),tikus hutan dan sayur yang terbuat dari batang pisang(Sa’ut/Kotey). Makanan dari tikus juga dikonsumsi olehetnis Zimbabwe yaitu tikus putih.21-23

Diketahui bahwa bumbu jahe terutama jenis jahemerah (Zingiber Officinale var Rubrum) bersifat sebagaiantioksidan yang membantu menetralkan efek merusakyang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh. Jahemerangsang pelepasan hormon adrenalin dan mem-perbesar pembuluh darah, sehingga darah mengalir lan-car dan meringankan kerja pompa jantung. Gingerol pa-da jahe bersifat antikoagulan yaitu mencegah peng-gumpalan darah. Jadi, mencegah tersumbatnya pembuluhdarah sebagai penyebab utama serangan jantung danstroke. Gingerol pada jahe juga dapat membantu menu-runkan kada kolesterol darah.24,25 Bumbu bawang putihberkhasiat menurunkan dan menstabilkan tekanan darahtinggi, membantu menurunkan kadar kolesterol darah,membantu mencegah penggumpalan darah, sebagaidetoxifier, antioksidan dan dapat juga sebagai anti bak-teri.26

KesimpulanGambaran kandungan asam lemak jenuh pada

makanan etnik Minahasa adalah 0,01-10,46% food per100 gram. Berdasarkan 41 jenis makanan etnik Minahasayang termasuk kelompok makanan tinggi ALJ (3,93-10,46% food/100 gram) adalah tina’i, ayam santan, babitore, babi bakar, brenebon babi, babi putar, babi garo ri-ca, tinorangsak, pangi babi, paniki, babi asam manis,babi kecap, RW, babi hutan, babi leylem dan sup kuahasam babi. Kelompok makanan rendah ALJ (0,01-3,92%food/100 gram) adalah tinutuan, sayur pait, kotey/sa’ut,ikan cakalang goreng, ikan laut wokublanga, ikan mujairbakar, ikan mujair goreng, ikan cakalang fufu saus, ikanmas bakar rica, ikan mas wokublanga, ikan mas goreng,kangkung tumis, tikus dan sayur rica rodo. Orangmengkonsumsi babi putar ≥ 2 x/ bulan berisiko 4,43 kalilebih besar untuk menderita PJK daripada yangmengkonsumsi babi putar dengan frekuensi ≤ 1 x/ bulan,setelah dikontrol oleh babi hutan, sa’ut/kotey dan faktor

usia, jenis kelamin, merokok dan hipertensi. Orang yangbiasa makan makanan etnik Minahasa dengan frekuensi‘sering’ berisiko 5,4 kali lebih besar untuk terserang PJKdaripada yang ‘jarang’ setelah dikontrol oleh faktor jeniskelamin, adanya riwayat keluarga PJK dan diabetes meli-tus.

SaranMeningkatkan program promosi kesehatan melalui

berbagai media TV, koran, majalah/tabloid di daerahPropinsi Sulawesi Utara untuk memberikan informasitentang jenis makanan yang perlu dihindari. Melakukanpendekatan kepada tiga kelompok sasaran masyarakat et-nik Minahasa. Mengurangi frekuensi makan makananMinahasa tidak lebih dari 1 kali dalam sebulan.Mengurangi kebiasaan makan 25 jenis makanan etnikMinahasa yang berisiko PJK. Makanan yang berisikotersebut hendaknya dicampur dengan sayur kangkung,sayur pait atau makanan mengandung ‘rica’ atau caberawit. Bagi masyarakat etnik Minahasa yang sudah mem-punyai faktor risiko PJK disarankan melakukan check-upkesehatan rutin setiap tahun. Bagi tokoh masyarakat di-sarankan menjadi panutan dengan mengurangi kebiasaanmakan makanan etnik Minahasa, mengurangi menghi-dangkan makanan yang berisiko PJK denganmenyuguhkan makanan yang tidak berisiko. BagiPemerintah Daerah disarankan untuk meningkatkan ke-sadaran memilih makanan yang tidak berisiko PJK.Meningkatkan program KIE melalui penyuluhan kese-hatan langsung kepada masyarakat. Mensosialisasi jenismakanan yang berisiko PJK. Para akademisi disarankanuntuk meneliti lebih lanjut pada masyarakat etnisMinahasa untuk mengetahui pengaruh makanan etnikMinahasa terhadap kejadian penyakit jantung koroner dipopulasi.

Daftar Pustaka1. Mensah G, Brown D, Croft J, Greenlund K. Major coronary risk factors

and death from coronary heart disease. American Journal of Preventive

Medicine. 2005; 29 (581): 68-74.

2. Setianto B. Tinggi badan dan gambaran lesi arteri koroner yang di-

lakukan arteriografi koroner di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Jurnal Kardiologi Indonesia. 2000; XXV (2): 61-7.

3. World Health Organization. Global strategy on diet, physical activity and

health.Genewa: WHO; 2003.

4. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2003, menuju

Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

5. Boedhi D. Epidemiologi penyakit kardiovaskular dan masalah gizi pada

golongan usia lanjut di Indonesia dalam Risalah Widyakarya Pangan dan

Gizi V. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; 1992. hal.96-

155.

6. Eeuwijk V, Billy K. Budaya, kesehatan dan kemiskinan; mencari model

alternatif pelayanan kesehatan dalam pendekatan budaya di Sulawesi

Utara. Media Kesehatan. 2005; 1 (2): 67-72.

KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

48

2005.

17. Forouhi N. Naveed sattar CVD risk factors and ethnicity – a homoge-

neous relationship? Atherosclerosis; 2006. hal.711-19.

18. Sartika, RAD. Pengaruh asupan asam lemak trans terhadap profil lipid

darah [disertasi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia; 2007.

19. Mamengko RE. Etnik Minahasa dalam akselerasi perubahan: telaah his-

toris, teologis, antropologis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 2002.

20. Weichart G. Minahasa identity: a culinary practice. Antropologi

Indonesia. 2004; 28 (74): 55-74.

21. Jeany. Serba pedas dari dapur Tomohon. Boga. Republika. Diunduh

tanggal: 17 Februari 2008.

22. PERSI P.D. Khasiat pisang. Obat Tradisional. [diakses tanggal 27 Juni

2008. Diunduh dari:

http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode= 1039&tbl=alter-

natif.

23. Merchant A, Dehghan M, Chifamba J, Terera G, Yusuf S. Nutrition es-

timation an FFQ developed for a black Zimbabwean population.

Nutritional Journal. 2005; 4:37.

24. Rungkat F. Jahe berpotensi mencegah infeksi virus. Departemen Ilmu

dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; 2008. Kompas Cyber

Media. [diakses tanggal 10 Juni 2008]. Diunduh dari: http://www.dep-

kes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=263&Ite

mid=3.

25. Departemen Pertanian. Khasiat bumbu dapur membunuh bakteri. [di-

akses tanggal 10 Juni 2008]. Diunduh dari:

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=v

iew&id=701&Itemid=699.

26. Winarno B. Khasiat bawang putih. [diakses tanggal 5 Juli 2008].

Diunduh dari: http://www.sasak.net/modules/newbb/viewtopic.php?

topic_id=2362&forum=28.

7. RS Umum Pusat Malayang /RS Prof Dr R.D Kandou. Profil/laporan RS

Umum Prof dr R.D Kandou tahun 2000-2004. Manado: RS Umum

Pusat Malayang /RS Prof Dr R.D Kandou; 2005.

8. Braundwald E. Heart disease. Edisi 7, W.B. Philadelphia: Saunders

Company; 2007. p.1126-60.

9. Baraas F. Kardiologi molekuler, radikal bebas, disfungsi endotel,

aterosklerosis, antioksidan, latihan fisik, dan rehabilitasi jantung.

Jakarta: Yayasan Kardia Iqratama; 2006.

10. Gibson SR. Principles of nutritional assessment. Second Edition.

Oxford University Press: 2005.

11. Atriyanto P. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan PJK pada

pasien RSJ Harapan Kita Jakarta [skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia; 2000.

12. Tavani, Livia A, Cristina B, Laura G, Silvano G, Davis J, et al. Influence

of selected lifestyle factors on risk of acute myocardial infarction in sub-

jects with familial predisposition for the disease. Preventive Medicine.

2004; 38: 468-472.

13. Michael M &Jennifer M. The relation between fish consumption, death

from all causes, and incidence of coronary heart disease: the NHANES

I Epidemiologic Follow-up Study. Journal of Clinical Epidemiology.

2000; 53237-244.

14. Pusat Promosi Kesehatan & Badan Litbangkes Departemen Kesehatan

RI bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik. Perilaku beresiko di

Indonesia 2003. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk

Petugas). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI; 2004.

15. Hatma RD. Nutrient intake patterns and their relations to lipid profiles

in diverse ethnic populations [disertasi]. Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia; 2001.

16. Rustika. Asupan asam lemak jenuh dari makanan gorengan dan

risikonya terhadap kadar lipid plasma pada kelompok usia dewasa [di-

sertasi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;

FORMULIR BERLANGGANAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : ......................................................................................................................Alamat : ......................................................................................................................

......................................................................................................................

......................................................................................................................Telepon : ......................................................................................................................E-mail : ......................................................................................................................

Bersedia untuk menjadi pelanggan KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasionaldengan biaya Rp. 130.000,-/tahun/6 edisi (sudah termasuk ongkos kirim).

..................................., ....................

(......................................................)

Pembayaran ditransfer ke: UI JURNAL KESMAS FKM UI

BANK BNI KANTOR CABANG UI DEPOKNO REK. 0143980473

Bukti transfer berikut formulir ini di kembalikan ke: Redaksi Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas IndonesiaGd. B Lt. 3

Kampus Baru UI Depok 16424atau Fax: (021) 78849035