Upload
desy-rachmawati
View
4.224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI PASAR BEBAS (MEA) 2015
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional
Dosen : Agus Salim, Dr., M.Si
Disusun oleh :
Desi Rachmawati R. ( 1112084000052)
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2014
KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI PASAR BEBAS (MEA) 2015
A. Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 yang memungkinkan arus barang, modal dan jasa antar negara ASEAN tidak lagi mengalami hambatan. Tujuannya adalah meliberalisasi arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi dan modal untuk meningkatkan kemakmuran dan daya saing kawasan. Untuk arus barang dilakukan dengan pengurangan dan penghilangan hambatan tarif atau bea masuk. Sedang untuk arus modal dilakukan dengan deregulasi persetujuan penanaman modal. Untuk liberalisasi arus tenaga kerja, secara spesifik akan ada perjanjian arus bebas tenaga kerja terampil seperti perawat, akuntan, jasa arsitek, dan praktisi kedokteran.
Bila melihat catatan perdagangan dengan Negara ASEAN beberapa tahun terakhir, Indonesia layak optimis bahwa MEA merupakan peluang untuk maju lebih pesat. Hubungan dagang dengan negara-negara ASEAN telah mendongkrak peningkatan ekspor. Indonesia saat ini mengontribusikan sekitar 50 persen pertumbuhan negara-negara kawasan ASEAN. Angka ini memberikan sinyal positif bahwa MEA adalah bentuk peningkatan intensitas hubungan ekonomi dengan negara-negara ASEAN, yang akan memberi dampak yang menjanjikan bagi ekonomi Indonesia di masa depan.
Selain itu, jumlah kelas menengah dan porsi ekonomi yang besar diprediksi akan memimpin pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara ASEAN. Integrasi ekonomi di ASEAN ini berpeluang menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk memiliki posisi tawar yang kuat dalam konstelasi politik global. Indonesia bahkan diprediksi bahwa akan menjadi negara dengan tingkat ekonomi terbesar ke tujuh pada 2030. Kenyataan ini dan prediksi ke depan tersebut memberi angin segar dalam membangun optimisme Indonesia menatap masa depan khususnya menjelang berlakunya MEA pada 2015.
Namun, di balik optimisme potensi peluang tersebut, banyak kalangan merasa skeptis dengan kesiapan Indonesia menghadapi MEA. Sebagian mengkhawatirkan MEA akan mengakibatkan terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri. Kekhawatiran lain juga muncul akibat masih lemahnya daya saing, pembangunan infrakstruktur yang masih belum maksimal, serta defisit neraca berjalan. Masalah-masalah tadi merupakan hal mendasar yang membuat sebagian kalangan pesimis tentang kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.
Kekhawatiran soal ketidaksiapan tidak hanya terjadi pada Indonesia saja, melainkan juga pada negara-negara ASEAN yang lain. Hal ini terungkap melalui survey yang dilakukan oleh Kamar Dagang Amerika di Singapura. Survey yang melibatkan 475 pengusaha senior Amerika tersebut mengungkapkan bahwa 52 persen responden tidak percaya Masyarakat Ekonomi ASEAN dapat diwujudkan pada tahun 2015.
Secara umum Indonesia mungkin belum siap. Namun, segala komponen bangsa harus yakin bisa menghadapi berlakunya MEA pada 2015. Berdasarkan pengalaman, Indonesia bisa menghadapi kendala-kendala justru dalam situasi terdesak.
B. Persiapan Indonesia Menghadapi Pasar Bebas ASEAN Masih Belum Optimal
Direktur Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini menilai persiapan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 masih belum optimal. Menurutnya pemerintah baru melakukan sosialisasi tentang "Apa Itu MEA" belum pada sosialisasi apa yang harus dilakukan untuk memenangi MEA.Dia mengatakan sosialisasi mengenai "Apa itu MEA" yang telah dilakukan pemerintah pun ternyata masih belum 100 persen karena sosialisasi baru dilaksanakan di 205 kabupaten dari jumlah 410 kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Hendri mengatakan hal ini berbeda dengan persiapan yang dilakukan negara lain sebagai contoh di Thailand, pemerintahnya melalui the National Economic and Social Development Council telah melakukan persiapan secara komprehensif dan menyusun delapan strategi khusus untuk menghadapi MEA untuk waktu 3 tahun (2012-2015) karena MEA ditetapkan sebagai prioritas utama yang melibatkan berbagai institusi pemerintah dan kalangan pengusaha.Dia mengatakan salah satu strategi yang dilakukan Thailand untuk memenangi MEA adalah memprioritaskan sektor peternakan dimana pemerintah Thailand melakukan peningkatan kualitas manajemen budidaya ternak dan melakukan ekspansi investasi ke negara tetangga seperti Myanmar. Menurut Hendri hal inilah yang mesti dicontoh pemerintah Indonesia, pemerintah semestinya mempersiapkan strategi yang komprhensif dalam menghadapi MEA bukan hanya sosialisasi saja.
Hendri mengungkapkan pemerintah menyatakan indonesia telah siap menghadapi MEA dengan komitmen 82 persen namun pada kenyataannya persiapan itu hanya sebatas sosialisasi bukan pada persiapan strategi.Dia menjelaskan dari segi persiapan, Indonesia masih jauh ketinggalan terutama dari aspek perencanaan strategi dan kebijakan, jika di Thailand MEA dijadikan prioritas utama serta pemerintahnya membuat program khusus dengan melibatkan pejabat tinggi pemerintah, BUMN dan masyarakat sipil sedangkan di Indonesia, pemerintah belum ada strategi konkret dan penetapan sektor yang menjadi prioritas.
Hendri mengatakan pemerintah Thailand juga menyediakan dana untuk mendukung kegiatan kegiatan terkait persiapan MEA contohnya peningkatan daya saing SDM lewat kemampuan Bahasa Inggris kepada pegawai pemerintah di tingkat pusat dan provinsi ditambah pengajaran bahasa ASEAN no thai seperti bahasa Indonesia, Vietnam di perguruan tinggi sedangkan pemerintah Indonesia belum ada implementasi pelaksanaan agenda bersama pemerintah dan pelaku usaha.Hendri menjelaskan besarnya komitmen pemerintah terhadap kesepakatan MEA ternyata bertolak belakang dengan kesiapan dunia usaha. Menurutnya dari hasil in-depth interview Core dengan para pengusaha ternyata para pelaku usaha bahkan banyak yang belum mengerti adanya kesepakatan MEA.Hendri mengungkapkan bahwa hal hal semacam ini yang harus pemerintah kejar, pemerintah harus libatkan pengusaha, masyarakat sipil dalam penyusunan strategi, jika tidak ada strategi, Indonesia hanya akan menjadi pasar saja bukan production base.
Dia mengatakan salah satu strategi yang dipersiapkan pemerintah menjelang MEA adalah Indonesia harus menyusun strategi industri, perdagangan dan investasi secara terintegrasi karena dengan adanya implementasi MEA beban defisit neraca perdagangan akan semakin besar maka dari itu membuat strategi industri harus menjadi prioritas pemerintah.
Dalam Kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan sektor sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA adalah sektor Sumber Daya Alam, Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Menurut dia ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara ASEAN yang lain.
Dia mengatakan selain memperkuat basis ketiga sektor tersebut, pemerintah juga harus memastikan bahwa tenaga kerja asing yang nantinya bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia. Menurut dia dalam MEA, liberalisasi ekonomi semakin luas, tidak menutup kemungkinan tenaga kerja asing akan bekerja di Indonesia dalam jumlah yang cukup besar dan salah satu persyaratan utama bagi mereka yang ingin bekerja di Indonesia adalah mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dia berkata pemerintah sebaiknya mengadakan tes sejenis tes TOEFL (kemampuan berbahasa Inggris) tapi tes TOEFL berbahasa Indonesia untuk menguji kemampuan bahasa Indonesia para pekerja asing.
C. Peluang, Tantangan dan Kesiapan Indonesia untuk Memasuki MEA 2015
1. Peluang
Pasar Potensial Dunia.
Perwujudan AEC 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar terbesar ketiga di dunia yang di dukung oleh jumlah penduduk ketiga terbesar (8persen dari total penduduk dunia) setelah China dan India.
Negara Pengekspor.
Dengan meningkatnya harga komoditas internasional, sebagian besar negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian yang cukup baik menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi.
Negara Tujuan Investor.
Dalam rangka AEC 2015 berbagai kerja sama regional untuk meningkatkan infrastruktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi perbaikan iklim investasi Indonesia. Terutama dalam melancarkan program infrastruktur domestik.
Daya Saing.
Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non tarif yang tidak ada lagi.
Sektor Jasa yang Terbuka.
Sektor – sektor jasa yang telah di tetapkan yaitu pariwisata, kesehatan, penerbangan, dan e-ASEAN dan kemudian akan di susul dengan logistik.
Aliran Modal.
Dari sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan dikenal sebagai tujuan penanaman modal global, termasuk CLMV khususnya Vietnam.
2. Tantangan
Laju Peningkatan Ekspor dan Impor.
Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapiterlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India.
Laju Inflasi.
Tantangan lainnya adalah laju inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi bila di bandingkan dengan negara lain di kasawan ASEAN. Stabilitas makro masih menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat kemakmuran Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan negara lain.
Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Luas.
Arus modal yang lebih bebas untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung pengembangan sektor keuangan dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Kesamaan Produk.
Kesamaan jenis produk ekspor unggulan (sektor pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu, dan elektronik) merupakan salah satu penyebab pangsa perdaganagn intra-ASEAN yang hanya berkias 20-25 persen dari total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai tambah bagi produk
ekspornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dengan produk dari Negara-negara ASEAN.
Tingkat Perkembangan Ekonomi.
Tingkat perkembangan ekonomi Negara – negara Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam. Tingkat kesenjangan yang tinggi merupakan salah satu masalah di kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar tidak menghambat percepatan kawasan menuju AEC 2015.
3. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi MEA 2015
Peluang Indonesia untuk dapat bersaing dalam MEA 2015 sebenarnya cukup besar, saat ini Indonesia merupakan peringkat 16 di dunia untuk besarnya skala ekonomi. Besarnya skala ekonomi juga didukung oleh proporsi penduduk usia produktif dan pertumbuhan kelas menengah yang besar. Prospek ekonomi Indonesia yang positif juga didukung oleh perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia serta masuknya Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment report. Masih kuatnya fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat ketika banyak negara yang “tumbang” diterpa pelemahan perekonomian global, perekonomian Indonesia masih dapat terjaga untuk tumbuh positif. Untuk mewujudkan peluang MEA 2015, sudah saatnya kita berbenah dan melakukan tindakan-tindakan efektif dan terarah yang didukung oleh berbagai pihak. Dari 12 sektor prioritas yang akan diiimplementasikan pada MEA 2015, kita harus dapat menginventarisir sektor-sektor potensial yang menjadi unggulan.
Kepulauan riau yang 95 persen wilayahnya terdiri atas laut, memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan sektor perikanan. Untuk menciptakan perikanan menjadi sektor unggulan perlu didukung oleh beberapa hal, terutama peningkatan kapasitas pelabuhan perikanan, pengembangan armada perikanan, pengembangan pola kemitraan nelayan, pembangunan kawasan budidaya perikanan yang didukung oleh industri paska budidaya, bimbingan teknis bagi nelayan, serta pengawasan dan penangkapan ilegal fishing.
Rencana untuk merebut porsi lalu lintas barang di Selat Malaka dengan pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh dan pengembangan Pelabuhan Batu Ampar harus didukung oleh berbagai pihak terkait. Saat ini lalu lintas barang di Selat Malaka masih dikuasai oleh Singapura dan Malaysia. Dengan pembangunan kedua pelabuhan tersebut, Kepulauan Riau tidak hanya menjadi penonton, melainkan ikut berkontribusi sebagai pemain dan mengambil manfaat ekonomi dari posisi strategisnya yang berada dalam salah satu wilayah tersibuk jalur perdagangan dunia.
Salah satu sektor unggulan lainnya yang dapat menjadi sektor potensial di Kepulauan Riau sebagai wilayah perbatasan adalah sektor pariwisata. Kedekatan jarak dengan
Singapura harus dijadikan peluang untuk menarik wisatawan dunia yang banyak berkunjung ke negara tersebut. Untuk mewujudkan keunggulan ini tentu harus didukung oleh perbaikan sarana transportasi, infrastruktur, event kebudayaan baik rutin maupun seasonal, SDM terlatih, dll. Terwujudnya sektor pariwisata menjadi primadona memiliki multipllier effect terhadap peningkatan sektor-sektor lainnya, seperti Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Jasa-jasa, Sektor Industri Pengolahan melalui peningkatan produksi cinderamata dan handycraft, Sektor Bangunan melalui pembangunan konstruksi pendukung pariwisata, dan sektor-sektor lainnya.
Untuk peningkatan daya saing dan antisipasi menghadapai MEA 2015, peningkatan Sumber Daya Manusia yang handal mutlak diperlukan. SDM ini harus dipersiapkan sebagai insan yang berdaya saing regional bahkan global. Perlu juga dipersiapkan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, (UMKM), dan juga penciptaan wisausahawan baru untuk mendukung penguatan sektor potensial.
Implementasi ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) 2010 dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita, dimana ketika penerapan ACFTA banyak pihak yang belum siap akibat lemahnya koordinasi dan upaya perencanaan sebelum diberlakukannya ACFTA. Dengan implemetasi MEA yang semakin dekat, sudah saatnya kita berbenah dan mengambil tindakan sedini mungkin untuk menghadapi persaingan yang akan semakin sengit. Kerjasama dan prioritas kepentingan nasional harus dikedepankan oleh berbagai pihak untuk mendukung terciptanya Indonesia menjadi negara yang mendapatkan keuntungan terbesar dengan diterapkannya MEA 2015.
D. Kesiapan Pers Indonesia Sambut MEA 2015
Potensi ekonomi ASEAN akan memberikan manfaat timbal balik bagi setiap negara jika pers bertindak objektif dan tidak menyalahgunakan kebebasan yang dimiliki.
Timbul satu pertanyaan dari penulis. Apakah kebijakan pers Indonesia menyambut MEA 2015 dan apakah kebijakan tersebut sudah dilakukan?
Pertanyaan ini sebenarnya menggelitik. Tapi ini sangatlah penting dipertanyakan, karena sejauh ini, penulis belum mengetahui adanya kebijakan yang dibuat pers dalam hal ini Serikat Perusahaan Pers (SPS) serta organisasi wartawan di Tanah Air.
Di lain pihak, beberapa pihak telah membuat kebijakan-kebijakan dalam menghadapi MEA 2015. Seperti yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Kementerian ini merintis pengonsolidasian satuan kerja hubungan masyarakat (Humas) di lingkungan kementerian dan lembaga pemerintah untuk menyambut era pasar tunggal MEA 2015.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Freddy H Tulung akan melibatkan Bagian Humas semua kementerian dan lembaga pemerintah melalui
Bakohumas dalam menyambut MEA 2015.
Menurut Freddy yang juga Ketua Umum Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas), peran humas instansi pemerintah sangat signifikan di era MEA dalam hal sosialisasi dan edukasi kebijakan kepada masyarakat. Pihaknya menilai perlunya peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pada satuan kerja Humas.
Freddy berujar bahwa peran kehumasan dalam menghadapi MEA 2015 memerlukan peningkatan kompetensi SDM di dalamnya.
Dia menambahkan, Bakohumas menggelar sejumlah forum untuk mengonsolidasikan humas instansi pemerintah yang tergabung dalam Bakohumas. Salah satu yang dilakukan di antaranya pertemuan Bakohumas di Batu, Malang, Jawa Timur, pada 29-30 April 2013.
Forum ini mempertemukan 250 orang dari Bakohumas Regional Indonesia Tengah, nanti dua pekan lagi dilakukan untuk wilayah timur dan barat, imbuhnya.
Pertemuan itu mengagendakan di antaranya upaya peningkatan kompetensi SDM humas melalui bimbingan teknis, pelatihan dan tukar pengalaman profesi kehumasan antara peserta, kata Freddy.
Sertifikat Kompetensi
Menjelang implementasi MEA 2015, tenaga kerja lokal dan asing yang bekerja di Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi.
Kementerian Perindustrian tengah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang industri sebagaimana amanat UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan SKKNI merupakan salah satu unsur penting menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Dengan adanya SKKNI, jelasnya, tenaga kerja domestik maupun asing dapat berdaya saing dari sisi kualitas kerjanya.
Dalam workshop pendalaman kebijakan industri untuk wartawan di Bali Ansari berujar bahwa SKKNI ini akan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri Perindustrian.
Dengan adanya SKKNI tersebut, imbuhnya, bisa mengantisipasi membeludaknya tenaga asing yang bekerja di Indonesia. Ansari mengatakan tenaga kerja dari asing jika bekerja di Indonesia, maka harus mempunyai SKKNI sesuai amanat UU.
Ansari berkata bahwa mereka tidak bisa bekerja begitu saja. Harus memenuhi sertifikat itu. Ini semacam barrier untuk tenaga kerja asing agar tidak mudah saja bekerja di sini. Padahal kompetensi itu ada padanya. Levelnya di mana, baik manajerial, teknik, operator akan dia kenakan.
Menurut Ansari, institusinya mendorong dibentuknya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) oleh asosiasi maupun kelompok masyarakat dengan keahlian tertentu, yang juga dilengkapi dengan Tempat Uji Kompetensi (TUK).
Dia mengatakan sekolah tinggi maupun sekolah menengah kejuruan yang berada di bawah naungan Kementerian Perindustrian juga telah disiapkan, sehingga ada sinergi antara lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk asosiasi atau kumpulan kelompok masyarakat dengan keahlian tertentu.
Ansari berkata akan fasilitasi TUK. Kemudian yang terpenting adalah perumusan SKKNI yang jumlah item-nya bisa ratusan atau ribuan.
Ansari berharap setiap tenaga kerja mempunyai SKKNI dan sertifikat itu dapat digunakan untuk bekerja di Indonesia dan luar negeri. Ke depannya, diharapkan ada perjanjian antarnegara untuk mengakui SKKNI yang dibuat oleh pemerintah.
Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kemenperin Agus Tjahajana mengatakan persiapan SDM Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 sangat penting dalam rangka pengembangan tenaga kerja berbasis kompetensi.
Agus berujar bahwa kesiapan tenaga kerja Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi agar bisa bersaing dengan tenaga asing. Jangan sampai tenaga lokal kalah dengan asing.
Lalu bagaimana dengan pers Indonesia. Dengan memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) juga bagian dari tak terpisahkan bagi insan pers dalam menyambut MEA 2015.
Setahu penulis, UKW ditargetkan ke depan menjadi alat ukur kualitas wartawan di Indonesia. Bahkan uji kompetensi ini bisa dijadikan barometer untuk jenjang karier wartawan di perusahaan pers yang bersangkutan.
UKW sejalan dengan standarisasi perusahaan pers. Artinya, semakin banyak wartawan di
perusahaan pers yang bersangkutan sudah lulus uji kompetensi, tentunya standar perusahaan pers itu juga akan semakin baik.
Kita berharap hendaknya semua insan pers dan stakeholder memikirkan bagaimana kedepan lebih siap bersaing dengan insan pers yang ada di ASEAN ini. Karena tidak bisa dipungkiri insan pers asing (ASEAN) juga akan gampang merambah di Tanah Air.
Jika saja pers Indonesia tidak siap, bisa menjadi bumerang bagi penyampaian informasi untuk masyarakat di negeri ini. Mari sama-sama kita memikirkan, jangan sampai kita tersingkir dalam memberikan informasi yang terbaik untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
E. 5 Sinyal hancurnya Indonesia hadapi pasar bebas ASEAN
Menyongsong pasar bebas ASEAN atau biasa disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
bagai dua sisi mata uang. Satu sisi kebijakan ini akan menguntungkan Indonesia, namun sisi
lain malah akan jadi boomerang yang menghancurkan negara sendiri.
Kesiapan pemerintah Indonesia sangat diperlukan menghadapi MEA, jika tidak Indonesia
hanya akan menjadi pasar dan 'budak' negara ASEAN lainnya. Kesiapan pemerintah
diperlukan tidak hanya pada proteksi produk dalam negeri namun juga pada sisi tenaga kerja.
Ekonom, Hendri Saparini menilai hingga saat ini pemerintah belum mempunyai kebijakan
yang komprehensif menghadapi MEA pada awal 2015 mendatang. Menurut Hendri, negara
lain seperti Malaysia dan Thailand sudah mempunyai strategi khusus agar negara mereka
bisa mengambil keuntungan di pasar bebas ASEAN nantinya.
Namun demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengklaim
persiapan Indonesia menghadapi MEA sudah cukup matang. Kesiapan Indonesia bahkan
disebut telah mengungguli Vietnam dan Laos.
Hatta mengatakan bahwa Indonesia sudah sejajar dengan Malaysia (persiapan menghadapi
MEA). Sedangkan Laos dan Vietnam masih di bawah Indonesia.
Menurut Hatta, rata-rata negara ASEAN baru mencapai kesiapan 78 persen untuk
menjalankan MEA 2015. Hatta mengklaim Indonesia sudah siap menghadapi era liberalisasi
kawasan itu, walau belum sebaik Singapura.
Namun, apakah benar Indonesia sudah siap menghadapi pasar bebas ASEAN? Berikut
rangkuman beberapa bukti kekurangan pemerintah dalam menghadapi MEA 2015.
1. Kalah dari Thailand, Indonesia tak ada kebijakan komprehensif
Ekonom, Hendri Saparini menilai pemerintah tidak punya kebijakan dan persiapan
menghadapi pasar bebas ASEAN. Padahal, implementasi kebijakan ini sudah di depan
mata yaitu pada awal 2015 mendatang.
Menurut Hendri, negara ASEAN lainnya seperti Thailand sudah mempersiapkan diri
menghadapi ini. Thailand dari dulu sudah fokus untuk mengembangkan produksi
pertaniannya hingga keluar negeri.
"Mereka sampai ekspansi ke Myanmar untuk memasuki pasar Indonesia nantinya.
Mereka sudah buat blue print masyarakat dan pengusaha. Didukung dan dibiayai serta
diberikan insentif untuk ekspansi ke Myanmar," ucap Hendri beberapa waktu lalu.
Bukan hanya itu, China yang noteben Non-ASEAN disebut-sebut juga mempersiapkan
diri untuk 'menggempur' negara ASEAN. "Pemerintah dan pengusaha mereka (China)
bekerja 100 jam per minggu, kemudian muncul strategi kredit. Ekspor mereka di bayari
Bank Exim di sana," tegasnya.
Hendri mempertanyakan kebijakan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas Asean.
Dalam pandangannya, Indonesia tak punya kesiapan sama sekali. "Kita juga harus punya
strategi seperti itu. Misalnya pertanian, kita harus minta standardisasi."
2. Tak ada kebijakan mendukung produk dalam negeri
Menghadapi pasar bebas ASEAN mendatang,Indonesia dinilai belum mempunyai
kebijakan yang mendukung produk dalam negeri. Hal ini terbukti dari otomotif RI yang
tidak berkembang dari tahun 1970-an.
Ekonom, Hendri Saparini memaparkan Indonesia sudah mulai mengembangkan otomotif
mulai tahun 1972, namun hasilnya tetap kalah dengan Malaysia yang baru
mengembangkan otomotif sejak tahun 1980-an.
Hendri menilai, kondisi ini terjadi karena tidak ada aturan perindustrian yang mendukung
produk dalam negeri. Seharusnya pemerintah mendorong agar produk dalam negeri lebih
kompetitif, salah satunya dengan adanya standardisasi produk. Menurut Hendri, Malaysia
saja sekarang sudah mampu membuat merek otomotif mereka sendiri yaitu Proton.
"Malaysia saja sekarang bisa ekspor dengan merek mereka sendiri. Merek kita cuma di
belakangnya. Toyota Kijang. Kita tidak punya brand," ucap Hendri.
3. Pengangguran Indonesia cuma lulusan SMP
Di pasar bebas ASEAN nanti, masyarakat Indonesia kemungkinan hanya akan menjadi
'budak' di negeri sendiri. Pasalnya, 80 persen pengangguran Indonesia hanya lulusan
SMP dan SD. Jika dibandingkan dengan pengangguran negara tetangga, 80 persen
pengangguran Singapura dan Malaysia adalah lulusan perguruan tinggi dan SMA.
Para pengangguran dari negara tetangga diprediksi akan mengambil pekerjaan di
Indonesia. Mereka melakukan segala cara, misalnya desakan penggunaan Bahasa Inggris.
"Mereka akan mendesak di MEA nanti menggunakan standar Bahasa Inggris. Kita sudah
deg-degan saja. Apa yang bisa kita lakukan," ucap Ekonom, Hendri Saparini.
Isu liberalisasi arus tenaga kerja ini juga jadi perhatian Kamar Dagang dan Industri
Indonesia atau Kadin. Jumlah tenaga kerja yang kurang terdidik di Indonesia masih tinggi
yakni mereka yang berpendidikan di bawah SD dan SMP mencapai 68,27 persen atau
74.873.270 jiwa dari jumlah penduduk yang bekerja sekitar 110.808.154 jiwa.
Ini menyebabkan masih rendahnya produktivitas dan daya saing tenaga kerja dalam
negeri. Kadin khawatir, nantinya buruh Indonesia akan tersisih, kalah bersaing dengan
tenaga kerja terampil asal negeri jiran.
Kekhawatiran itu juga disuarakan oleh Staf pengajar Lemhanas Timotius Harsono. Jika
pemerintah tak rajin memberi pelatihan dengan sertifikat internasional, maka pekerja
asing akan diuntungkan dan merebut jatah penduduk Indonesia.
"Kan yang dibebaskan bukan TKI, tapi tenaga profesi perawat, guru, petugas
pengoperasian traktor, untuk itu kita harus menyiapkan sumber daya yang cukup,
sehingga kalau orang-orang punya sertifikat mereka bisa bekerja. Kalau enggak
pengusaha di era MEA ambil orang Filipina, Malaysia, kita hanya jadi penonton," kata
Timotius.
4. Standardisasi produk Indonesia masih kurang
Standardisasi dan sertifikasi produk dalam negeri masih sangat kurang dalam
menghadapi MEA. Tidak adanya standardisasi ini akan menjadi peluang bagi produk
impor untuk menggempur pasar dalam negeri.
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan
pemerintah harus memberikan pembinaan kepada produsen dalam negeri agar produk
mereka bisa sesuai dengan standar internasional.
"Standardisasi dan sertifikasi produk harus diterapkan gradual dan pembinaan pemerintah
kepada produsen. Jangan sampai itu sertifikasi yang konsepnya pembinaan menjadi
pembinasaan," ucap Tulus beberapa waktu lalu.
Menurut Tulus, jika pemerintah tidak membantu dan memberikan pembinaan dalam hal
standardisasi produk, maka ini akan menghancurkan produsen khususnya UKM sebelum
MEA.
Standardisasi sangat memberatkan karena membutuhkan biaya yang cukup banyak. Saat
ini, banyak UKM yang mengeluhkan tidak bisa mengikuti standar internasional.
"Temuan mainan anak belum SNI, UKM bilang kami belum mampu standarnya tinggi
seperti Amerika dan Eropa," tutupnya.
5. Pasar bebas ASEAN tak hanya masalah ekonomi
Pasar bebas ASEAN 2015 mendatang, para negara maju tidak hanya akan menggunakan
isu ekonomi untuk menyelamatkan produk mereka. Berbagai isu akan dilontarkan agar
produk Indonesia tidak dapat bersaing.
"Standardisasi sangat penting dalam peningkatan daya saing di MEA. Belum masuk
MEA, ikan teri Medan engga bisa masuk ke Amerika karena isu mempekerjakan anak.
Jadi nanti tidak hanya memasukkan isu ekonomi saja, menggunakan banyak isu.
Indonesia harus melakukan hal yang sama untuk itu," ucap Ekonom, Hendri Saparini
beberapa waktu lalu.
Selain itu, dalam MEA di tahun 2015 mendatang tempe orek makanan asli Indonesia
terancam akan diambil alih negara lain seperti Thailand. Pasalnya dalam pembuatan
tempe belum mendapat sertifikasi dan stadardisasi.
"Nanti produksi tempe yang 99 persen di UKM kita kan mereka (Thailand) bisa serang
dari sisi higienisnya di pertanyakan orang. Sekarang banyak investor minta studi
perusahaan tempe karena masih belum bersih, buatnya saja di injak injak," cetusnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.voi.co.id/voi-komentar/4889-kesiapan-indonesia-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean-2015
http://www.beritasatu.com/ekonomi/147060-persiapan-indonesia-menghadapi-pasar-bebas-asean-masih-belum-optimal.html
http://suar.okezone.com/read/2014/05/17/58/986397/pers-indonesia-menyambut-mea-2015
http://www.merdeka.com/uang/5-sinyal-hancurnya-indonesia-hadapi-pasar-bebas-asean.html
https://www.academia.edu/5177706/KESIAPAN_INDONESIA_DALAM_MENGHADAPI_ERA_MEA_2015_MELALUI_KEBIJAKAN_REDENOMINASI_Disusun_untuk_Mengikuti_Lomba_Karya_Tulis_Ilmiah_National_Economics_Events_Disusun_Oleh