111
KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA BAGI HASIL PETANI DESA TENGGULUN KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) IIN HAMIDAH NIM 1110046100183 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M./1436 H.

KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK

KERJASAMA BAGI HASIL PETANI DESA TENGGULUN

KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

JAWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

IIN HAMIDAH

NIM 1110046100183

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M./1436 H.

Page 2: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …
Page 3: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …
Page 4: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Iin Hamidah

NIM : 1110046100183

Jurusan : Perbankan Syariah

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggungjawabkan.

4. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau

tanpa izin pemilik karya.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya

ini.

Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah

melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan

bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 12 Nopember 2014

Penulis

Iin Hamidah

Page 5: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

iv

ABSTRAK

Iin Hamidah, 1110046100183, Kesesuaian Konsep Islam dalam Praktik

Kerjasama Bagi Hasil Petani Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten

Lamongan Jawa Timur. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat

(Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan HukumUniversitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2014.

Masyarakat di Desa Tenggulun merupakan mayoritas petani dan bergerak di

bidang pertanian, disamping mengelola lahan sendiri juga memperkerjakan orang lain

untuk menggarap dengan sistem bagi hasil yang sesuai dengan kesepakatan atau adat

setempat. Pada umumnya kerjasama ini berdasarkan pada kata sepakat atau

kepercayaan antara kedua belah pihak dan dengan akad secara lisan, sehingga

memberi peluang antara kedua pihak melakukan hal-hal yang dapat merugikan,

seperti dalam isi perjanjian, hak dan kewajiban kedua pihak, pembagian bagi hasil

yang belum tentu sama dan sesuai dengan prinsip hukum Islam.

Dari sinilah penyusun mencoba menelusuri dan meneliti apakah pelaksanaan bagi

hasil di Desa Tenggulun tersebut terdapat penipuan dan eksploitasi salah satu pihak

terhadap pihak lain. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif

deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan informasi berdasarkan pada fakta

yang diperoleh di lapangan yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan

dari fenomena yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten dibidangnya.

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan wawancara

yang berkaitan dengan permasalahan melalui sumber primer yang selanjutnya

dikomparasikan dengan ketentun teori yang berlaku sebagai sumber skunder.

Berdasarkan penelitian, penyusun menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan

kerjasama bagi hasil yang dilakukan di Desa Tenggulun adalah aplikasi dari

mukhabarah. Akan tetapi dalam praktiknya tidak sepenuhnya sesuai dengan konsep

Islam yang ada, karena ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

Kata kunci : kerjasama, bagi hasil, konsep Islam, kualitatif deskriptif

Pembimbing : Dr. Dede Abdul Fatah, S.H.I.,M.Si

Daftar Pustaka: Tahun 1998 s.d 2012

Page 6: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

v

KATA PENGANTAR

يم ب ح الره حمن الره الله سم

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin tiada

henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam

semoga selalu tercurah limpahkan kepada Insan pilihan Tuhan Khatamul anbiya’i

Walmursalin Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Kesesuaian Konsep Islam Dalam Praktik

Kerjasama Bagi Hasil Petani Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten

Lamongan” akhirnya dapat terselesaikan sesuai dengan harapan penulis.

Kebahagiaan yang tidak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat

mempersembahkan yang terbaik kepada orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak

yang andil dalam mensukseskan harapan penulis.

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini selesai bukan semata dari hasil

karya tangan penulis sendiri, tetapi juga karena bantuan dari beberapa pihak yang

dengan tulus meluangkan waktu meski hanya sekedar menuangkan aspirasi ataupun

hanya sekedar memberi motivasi kepada penulis. Tanpa mereka, penulisan skripsi ini

akan terasa sangat berat. Karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih, kepada:

Page 7: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

vi

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Ph.D selaku dekan Fakutas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Ah. Azaruddin Lathif, M Ag, MH selaku ketua Program Studi Mu’amalat

Fakultas Syariah dan Hukum dan Abdurrauf, Lc, MA. selaku Sekretaris

Program Studi Muamalat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Dr. Dede Abdul Fatah, SHI.,M.Si Selaku Dosen Pembimbing yang selalu

meluangkan waktu, memberikan arahan, memberikan motivasi, dan

membimbing penulis dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan

memberikan bekal ilmu kepada penulis selama kuliah, baik secara langsung

ataupun tidak langsung.

5. Staf perpustakaan baik kepada pihak perpustakaan Utama, perpustakaan

Fakultas dan Hukum yang telah membantu memberikan pinjaman buku-buku

sebagai bahan acuhan untuk menyusun skripsi.

6. Bapak Abu Sholeh, selaku Kepala Desa Tenggulun yang telah memberikan

izin dan kesempatan bagi penyusun untuk mengadakan penelitian serta

memberikan data-data yang penyusun butuhkan selama melaksanakan

penelitian.

7. Bapak Sukaeri, Bapak Ma’sum, dan Bapak Mohammad Hasan selaku tokoh

masyarakat yang telah memberikan bantuan dan masukan bagi penyusun

dalam penelitian ini.

Page 8: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

vii

8. Bapak dan Ibu responden baik dari pihak penggarap maupun pihak pemilik

lahan yang bersedia diwawancarai dan memberikan data-data yang penyusun

butuhkan selama mengadakan penelitian.

9. Orang Tua tercinta Ibunda Nasriyah dan Ayahanda Samiaji yang telah

mengasuh, membesarkan, mendoakan, mendidik, dan selalu memberikan

semangat, bantuan baik moral maupun materil kepada penulis. Rasanya tidak

pernah cukup untuk berterima kasih semoga Allah SWT selalu mencurahkan

rahmat dan kasih sayang kepada keduanya.

10. Sahabat-sahabatku CIM tercinta dan seperjuangan, Laila yang selalu ada

waktu untuk menemani disaat senang dan duka dan yang selalu ada disaat

penyusun butuhkan. Nida, meli, dan yuni sahabat terbaik sejak semester awal.

Kebersamaan dengan kalian merupakan pengalaman yang tidak dapat

penyusun lupakan.

11. Keluarga Besar WASIAT Jakarta yang menjadi keluarga kedua penyusun

selama berada di perantauan, sehingga bisa membentuk karakter penulis yang

seperti sekarang. Kebersamaan kalian tidak akan pernah terlupakan. Semoga

selamanya tetap terjaga.

12. Teman seperjuangan di Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2010, khususnya

teman sekelas PS.D SQUAD, teman-teman KKN CABE 2013, yang selalu

memotivasi, semoga tali silaturrahmi kita tetap terjalin.

Page 9: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

viii

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan, maka dengan terbuka dan senang hati penulis menerima kritik dan

masukan yang membangun agar penulis dapat menulis dengan lebih baik lagi di masa

mendatang.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas semua kebaikan semua pihak

yang telah memberikan doa, dukungan, serta bantuan. Semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengembangan ilmu

Ekonomi Islam.

Jakarta, 12 Nopember 2014

penulis

Iin Hamidah

Page 10: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN............................................. ...............ii

LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................................iii

ABSTRAK................................................................................. ..................................iv

KATA PENGANTAR...................................................................................................v

DAFTAR ISI..............................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................1

B. Identifikas Masalah..........................................................................6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah..............................................6

D. Tujuan dan Mafaat Penelitian..........................................................7

E. Metode Penelitian............................................................................9

F. Sistematika Penulisan....................................................................12

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Teori Umum

1. Taghrir.....................................................................................14

2. ‘urf...........................................................................................18

3. Sistem Kerjasama (Bagi Hasil) dalam Pertanian....................20

Page 11: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

ix

B. Kerja Sama Pertanian dalam konteks Islam

1. Istilah Kerja Sama (Bagi Hasil) dalam Pertanian Menurut

Konsep Islam...........................................................................20

2. Dasar Hukum KerjaSama (BagiHasil) dalam Islam................25

3. Rukun dan Syarat Kerjasama (BagiHasil) dalam Islam..........28

4. Para Pihak dalam Perjanjian Bagi Hasil..................................31

5. Sifat Kerjasama (Bagi Hasil) dalam Pertanian........................32

6. Hikmah Kerjasama (BagiHasil) dalam Pertanian....................33

7. Berakhirnya Kerjasama (BagiHasil) dalam Pertanian.............33

8. Ketentuan-ketentuan Kerjasama (BagiHasil) dalam

Pertanian..................................................................................34

C. Review Studi Terdahulu................................................................39

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Gambaran Umum Kabupaten Lamongan......................................41

B. Gambaran Umum Desa Tenggulun...............................................44

C. Kondisi Sosialisasi Desa Tenggulun.............................................51

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Sistem Pertanian Desa Tenggulun.................................................52

B. Sistem Kerja Sama Bagi Hasil Pertanian dan Kesesuainnya dengan

Prinsip Fiqh Mu’amalah

1. Alasan Kerjasama (Bagi Hasil) dilakukan...............................55

Page 12: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

x

2. Pengetahuan Masyarakat terhadap Bagi Hasil dalam Konsep

Islam..................................................................................59

3. Kata Sepakat dalam Akad........................................................60

4. Kecakapan Hukum Berdasarkan Usia.....................................61

5. Bentuk Perjanjian Kerjasama Bagi Hasil................................62

6. Lamanya Waktu Perjanjian.....................................................64

7. Berakhirnya Perjanjian Kerja Sama........................................66

8. Aspek Keadilan dalam Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian

di Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten

Lamongan..........................................................................68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................71

B. Saran.......................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................73

Page 13: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan Negara Agraris dan tanahnya terkenal subur.

Hampir 50% dari total tenaga kerja bekeja di sektor pertanian. Sektor pertanian dan

pedesaan memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional.

Melihat pentingnya sektor pertanian dan pedesaan, selain sebagai andalan mata

pencaharian sebagian besar penduduk, sektor pertanian dan pedesaan juga mampu

meningkatkan sumbangan kepada PDB (Produk Domestik Bruto), memberikan

kontribusi terhadap ekspor (Devisa), bahkan ketika terjadi krisis moneter, sektor

pertanian dan pedesaan mampu menjadi penyangga perekonomian nasional.1

Islam sebagai ajaran yang mengajarkan kehidupan yang seimbang antara

material dan spiritual, dunia dan akhirat, memberikan perhatian yang sangat besar

terhadap kegiatan pertanian dan cabangnya. Perhatian tersebut terlihat dari

banyaknya ayat al-Qur‟an, matan hadis, dan kehidupan Rasulullah SAW dan para

sahabatnya yang berkaitan dengan pertanian. Kegiatan pertanian dalam Islam bukan

hanya semata-mata kegiatan duniawi dan material, melainkan bersifat ukhrawi

spiritual. Dengan demikian, kegiatan pertanian dalam Islam harus ditujukan untuk

meyakini adanya Allah SWT dan mengagungkan kebesarannya.2

1 Soekartwi, Agribisnis Teori dan Aplikasinya, cet.VI, (Jakarta: PT Raja Gafindo Persada,

2001), h.10. 2 Jusuf Sutanto, dkk, Revitalisasi Pertanian dan Dialog peradaban (Jakarta: Kompas, 2006),

h.693-694.

Page 14: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

2

Tanah atau lahan adalah hal yang penting dalam sektor pertanian. Pertanian

harus mendapatkan perhatian, karena melalui pertanian manusia dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya terutama dalam hal mendapatkan makanan.3 Pertanian juga

sangat penting keberadaannya dalam masyarakat. Ajaran Islam mengatur praktek-

prakteknya agar sesuai dengan syariat. Selain itu juga Islam menganjurkan apabila

seseorang memiliki tanah atau lahan pertanian maka ia harus memanfaatkannya dan

mengolahnya.

Pengolahan lahan pertanian tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara

sebagaimana yang telah diajarkan oleh Islam seperti halnya dengan cara diolah

sendiri oleh yang punya atau dengan cara dipinjamkan kepada orang lain untuk

dikelola dengan menggunakan bagi hasil. Hal ini dilakukan karena dalam masyarkat

ada sebagian diantara mereka yang mempunyai lahan pertanian, tetapi tidak

mempunyai kemampuan bertani, baik dalam segi modal maupun dalam segi

kemampuan tenaga. Ada juga sebagian yang lainnya yang tidak memiliki apapun,

tetapi mempunyai tenaga untuk bertani. Agar tidak ada tanah pertanian yang

menganggur, maka Islam mengharuskan kepada setiap pemilik lahan untuk

memanfaatkannya sendiri. Jika pemilik tidak dapat mengerjakan dengan

kemampuannya sendiri, maka pengelolaannya dapat diserahkan kepada orang lain

yang lebih ahli dalam pertanian. Maka dengan adanya peraturan seperti ini keduanya

dapat hidup dengan baik. Karena selain itu juga, dalam sistem bagi hasil pertanian

sering terjadi permasalahan dikalangan masyarakat, meskipun ketentuan-ketentuan

3 Izzudin khatib al-Tamim, Bisnis Islami, cet.I, (Jakarta: Fikahari Aneska, 1992), h.56.

Page 15: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

3

dan syarat sudah ada, tapi sering terjadi kesalah pahaman antara pemilik tanah

dengan penggarap dari segi hasilnya, karena hasil yang didapatkan terkadang tidak

sesuai dengan apa yang kita harapkan, dan juga mengenai hal benih yang akan

ditanam.

Islam mempunyai solusi memanfaatkan lahan pertanian dengan sistem yang

lebih menunjukkan nilai-nilai keadilan bagi kedua belah pihak, yakni dengan cara

kerjasama bagi hasil yang menggunakan sistem muzra’ah, mukhabarah, dan

musaqah yang merupakan contoh kerjasama di bidang pertanian Islam.4

Aspek pertanian merupakan aspek penting dalam mengembangkan

pertumbuhan suatu negara, sebagaimana al-Syaibani lebih mengutamakan usaha

pertanian daripada usaha yang lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai

kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai

kewajibannya.5

Sebagai suatu kontrak kerjasama yang mempertemukan dua pihak yang

berbeda dalam proses dan bersatu dalam tujuan. Kerjasama ini memerlukan beberapa

kesepakatan berupa ketentuan-ketentuan yang meliputi aturan dan wewenang yang

4 Muzara’ah adalah kerja sama antara pemilik tanah dengan penggarapnya yang bibitnya

berasal dari pemilik tanah. Mukhabarah adalah kerja sama antara pemilik tanah dengan penggarapnya

yang bibitnya berasal dari petani. Sedangkan musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun atau

tanaman dan pengelola untuk memelihara dan merawat kebun. Dan semuanya dengan kesepakatan

bagi hasil dari hasil panen yang didapatkan. 5 Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, “al-Iktisab fi al-Rizq al-Mustathab”, dalam Euis

Amalia, Sejarah Pemikiran Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer (Jakarta:Pustaka Asatruss,

2005), h.96.

Page 16: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

4

dirumuskan oleh kedua belah pihak yang akan menjadi patokan hukum berjalannya

aktivitas bagi hasil tersebut.

Sistem bagi hasil banyak ditemui di Indonesia sejak jaman kuno sampai

sekarang, yaitu pada bisnis pertanian, peternakan dan perdagangan. Mukhabarah dan

muzara’ah dengan persentase 50%:50% adalah yang umum dipraktekan. Kerjasama

bagi hasil memelihara ternak dengan cara maro (bagi hasil dengan nisbah 50%:50%

dari anak ternaknya atau dari selisih nilai jual dengan nilai pada saat ternak

diserahkan kepada pemeliharannya).

Bagi hasil tanah pertanian antara pemilik tanah dan penggarap sudah diatur

sedemikian rupa oleh hukum Islam dan Undang-Undang di Indonesia. Dalam hukum

Islam banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih mengenai tentang sistem pertanian.

Sistem-sistem tersebut dikenal dengan istilah muzra’ah, mukhabarah, musaqah dan

mugharasah. Dalam Undang-Undang di Indonesia juga telah diatur tentang bagi

hasil pertanian yang berlaku secara menyeluruh yaitu Undang-Undang no 2 tahun

1960 yang mengatur perjanjian bagi hasil pemilik tanah dan penggarap dengan

pembagian bagi hasil yang adil dengan menegaskan hak dan kewajiban para pihak

yang melakukan akad tersebut.

Desa Tenggulun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Solokuro Kabupaten Lamongan dengan jumlah pnduduk 2.515 jiwa atau 688 KK

yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sistem pertanian yang

dipakai oleh masyarakat bermacam-macam sesuai dengan adat dan kondisi

Page 17: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

5

penduduk. Namun, tidak semua petani mempunyai tanah pertanian sendiri, bagi

petani yang tidak mempunyai tanah pertanian mereka bekerja menegelola tanah

petani lainnya yang mempunyai tanah. Salah satu sistem pengelolaan pertanian yang

dipakai oleh penduduk Desa Tenggulun adalah sistem garapan sawah parohan atau

sistem bagi hasil.

Sistem bagi hasil garapan sawah di Desa Tenggulun ini berbeda dengan

sistem bagi hasil di daerah lain pada umumnya. Bagi Hasil tersebut tidak ada

ketentuan presentase antara pemilik lahan dengan petani penggarap. pembagian hasil

panen sesuai dengan panendapatan panen yang dihasilkan. Ketentuan yang

dijelaskan dalam fiqh mu‟amalat, setiap melakukan akad perjanjian dengan pihak

lain harus ada perjanjian bagi hasil yang ditentukan di awal ketika melakukan akad.

Tetapi perjanjian akad yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tenggulun ini tidak

sesuai dengan ketentuan yang dijelaskan dalam fiqh mu‟amalat. Dilihat dari kebiasan

masyarakat Desa Tenggulun melakukan bagi hasil dalam sistem pertanian terdapat

ketidakadilan, dimana petani penggarap mendapatkan bagian lebih besar daripada

pemilik lahan, seperti merugikan pemilik lahan.

Untuk itu, penulis merasa perlu untuk mengangkat permasalahan ini menjadi

suatu masalah penelitian untuk mengetahui sejauh mana konsep Islam dipraktekkan

dalam melakukan kerja sama di bidang pertanian. maka dari itu penulis mengangkat

tema skripsi dengan judul,

Page 18: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

6

“KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA

BAGI HASIL PETANI DESA TENGGULUN KECAMATAN SOLOKURO

KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Sebelum melakukan perumusan masalah, sebaiknya penulis melakukan

pengidentifikasian masalah terlebih dahulu yang ada sangkut paut dan hubungannya

dengan tema yang diangkat tersebut, diantaranya:

1. Sistem pertanian apa yang dipakai oleh masyarakat Desa Tenggulun?

2. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang praktik bagi hasil pertanian

yang ada di Desa Tenggulun tersebut?

3. Apakah praktik bagi hasil pertanian yang ada di Desa Tenggulun sesuai

dengan konsep syariah?

C. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Istilah kerjasama dalam konsep Islam di bidang pertanian telah mencakup

pembahasan yang banyak, diantaranya ada yang disebut muzara’ah, mukhabarah,

dan musaqah.

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan tidak terlalu meluas,

maka penulis membatasinya dalam masalah kesesuaian konsep Islam dalam praktik

kerjasama bagi hasil petani khususnya yang dilakukan masyarakat Desa Tenggulun

Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur.

Yang dimaksud dengan kesesuaian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) yaitu kecocokan; keselarasan (tt pendapat, paham, nada, kombinasi, warna,

Page 19: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

7

dsb); 6 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsep berarti rancangan

atau buram surat dsb; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret;

gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang

digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal itu.7 Jadi dapat disimpulkan

konsep Islam yaitu gagasan yang dirancang sebaik mungkin sesuai dengan peraturan-

peraturan Islam dan tidak menyimpang dari peraturan yang sudah ditentukan.

Sedangkan pengertian petani menurut UU No.2 tahun 1960 “petani adalah orang,

baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai tanah yang mata pencaharian

pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian”. Dan menurut UU No.19

Tahun 2013 “petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan atau beserta

keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, dan/atau peternakan.”

Dari pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalah berfokus pada

permaslahan-permasalahan berikut:

1. Bagaimana praktik sistem bagi hasil di Desa Tenggulun?

2. Bagaimana petani Desa Tenggulun menerapkan sistem kerja sama bagi

hasil dan kesesuaiannya dengan prinsip fiqh mu‟amalat?

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan diatas, maka tujuan yang

ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah:

6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cet.I,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 831 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cet.I, h.

456

Page 20: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

8

1. Mengetahui kerjasama bagi hasil yang dipraktikkan di Desa Tenggulun.

2. Menganalisa kerjasama yang dipraktikkan petani dengan menyesuaikan

prinsip yang ada dalam fiqih muamalah.

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan ada banyak manfaat bagi

kalangan masyarakat, diantaranya:

a) Bagi peneliti

Dapat memberikan pemahaman kepada penulis sebagai peneliti terhadap

permasalahan sistem bagi hasil yang ada di pedesaan, khususnya di Desa Tenggulun

kecamatan Solokuro kabupaten Lamongan Jawa Timur.

b) Bagi petani

Menambah pengetahuan dan informasi mengenai sistem pertanian yang baik

menurut konsep syari‟ah, sehingga dapat mengembangkan sistem pertanian di

masyarakat menjadi lebih baik.

c) Bagi masyarakat luas

Menambah wawasan secara umum mengenai perjanjian kerja sama di bidang

pertanian dan sistem bagi hasil pertanian yang baik menurut konsep syari‟ah.

d) Bagi pembaca

Menambah informasi tentang sektor pertanian, terutama dalam sistem bagi

hasil yang baik sesuai konsep syari‟ah dan mengetahui transaksi pertanian yang

banyak dipraktekan masyarakat pedesaan, khususnya di daerah Desa Tenggulun.

Page 21: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

9

E. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kegiatan yang meneliti aktifitas ekonomi yang

terjadi dalam masyarakat, bagaimana sistem ekonomi diterapkan dan bagaimana

pengaruhnya terhadap masyarakat tersebut, dalam hal ini biasanya disebut dengan

sosiologis ekonomi.

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam menulis skripsi ini adalah menggunakan

metode penelitian kualitatif, yaitu dapat diartikan sebagai penelitian yang

menghasilkan data deskriptif mengenai kat-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah

laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.8 Metode kualitatif biasanya

data-datanya berbentuk narasi atau gambar-gambar. Penelitian ini tergolong pada

penelitian deskriptif, yaitu salah satu jeni penelitian yang tujuannya untuk

menyajikan gambaran lengkap mengenai hukum dan setting sosial atau hubungan

antara fenomena yang diuji.

2. Sumber data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden,

melalui masyarakat yang dijadikan objek penelitian yang berkaitan

dengan materi skripsi ini.

8

Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan,

cet.VI, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2011), h.166

Page 22: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

10

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan atau

data yang didapat dari responden serta diperoleh dari literatur-literatur

kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, surat kabar,

internet dan kepustakaan lain yang berkaitan dengan skripsi.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah para pihak yang melakukan

akad kerjasama pertanian, seperti pihak yang memiliki lahan, pihak penggarap, dan

para pihak lainnya yang terkait, seperti tokoh agama setempat, jajaran penerintahan

pertanian setempat dan lain-lain. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini

adalah praktek kerjasama (Bagi Hasil) khususnya dalam sektor pertanian antara

pemilik laan dan petani penggarap yang ada di Desa Tenggulun.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan kualitas data yang valid, maka metode pengumpulan

data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung di

lapangan.

b. Studi dokumentasi, yaitu dengan membaca dan menganalisis dari buku-

buku, dokumen-dokumen, jurnal-jurnal yang relevan berkaitan dengan

permasalahan.

Page 23: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

11

c. Wawancara, yaitu penulis melakukan tanya jawab langsung terhadap

pihak yang terkait untuk mendapat data yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.

5. Pengolahan dan Analisa Data

Dalam menyusun karya ilmiah ini penulis menggunakan beberapa langkah

dan tahapan untuk menyajikan data yang diperoleh. Tahapan-tahapan tersebut

diantaraya:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil

penelitian, seperti: hasil wawancara, dokumentasi, catatan lapangan dan

sebagainya.

b. Reduksi Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengamatan, wawancara, catatn lapangan,

serta bahan-bahan data lain yang ditemukan dilapangan dikumpulkan dan

diklasifikasikan dengan membuat catatan-catatan ringkasan, mengkode untuk

menyesuaikan menurut hasil penelitian.

c. Penyajian Data (Display Data)

Data yang sudah dikelompokkan dan sudah disesuaikan dengan kode-

kodenya, kemudian disajikan dalam bentuk tulisan deskriptif agar mudah

dipahami secara keseluruhan dan juga dapat menarik kesimpulan untuk

melakukan penganalisisan dan penelitian selanjutnya.

Page 24: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

12

d. Kesimpulan Verifikasi

Hasil penelitian yang telah terkumpul dan terangkum harus diulang kembali

dengan mencocokkan pada reduksi dan display data, agar kesimpulan yang

telah dikaji dapat disepakati untuk ditulis sebagai laporan yang memiliki

tingkat kepercayaan yang benar.

6. Teknik Penulisan

Dalam teknik dan pedoman yang digunakan oleh penulis disesuaikan dengan

kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi 2012”

yang diterbitkan oleh Fakutas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memberikan gambaran sederhana agar memudahkan dalam penulisan

skripsi maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tujuan pustaka,

metode penelitian dan teknik penelitian, teknik penulisan, serta sistematika

penulisan.

BAB II: KERANGKA TEORI

Bab ini berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan teori dalam

pembahasan skripsi, diantaranya: gharar, „urf, konsep Islam dalam sistem kerjasama

bagi hasil yang menjabarkan tentang sistem bagi hasil kerjasama dalam pertanian,

pengertian dan dasar hukum sistem bagi hasil kerjasama dalam pertanian menurut

Page 25: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

13

Islam, bentuk-bentuk kerjasama dalam petanian, rukun dan syarat kerjasama dalam

pertanian, sifat akad kerjasama dalam pertanian, ketentuan-ketentuan kerjasama

dalam pertanian, akibat atau hikmah kerjasama dalam pertanian, dan berakhirnya

kerjasama dalam pertanian.

BAB III: GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bab ini berisi tentang gambaran umum kabupaten Lamongan, gambaran

umum Desa Tenggulun yang meliputi kondisi geografis dan sosial masyarakat,

kondisi sosial masyarakat Desa Tenggulun, sistem bagi hasil pertanian masyarakat

Desa Tenggulun.

BAB IV: ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang analisa kesesuaian konsep Islam dalam praktik Kerjasama bagi

hasil petani Desa Tenggulun.

BAB V: PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab

sebelumnya serta saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Desa

Tenggulun dalam sektor pertanian.

Page 26: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

14

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Teori Umum

1. Taghrir

a. Pengertian Taghrir

Taghrir berasal dari Bahasa Arab gharar, yang berarti: risiko, bahaya.1

Gharar secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana salah satu

pihak mempunyai informasi memadai tentang berbagai elemen subyek dan oyek

akad, sedangkan pihak lain tertutup dari informasi tersebut, atau keadaan dimana

subyek akad sulit dikontrol (dikuasai) oleh pihak berakad, namun keadaan tidak

jelas dan tertutupi itu juga dapat terjadi pada kedua belah pihak yang berakad.2

Dalam istilah fiqih mu‟amalah, taghrir berarti melakaukan sesuatu secara

membabi buta tanpa pengetahian yang mencukupi; atau mengambil risiko sendiri

dari suatu perbuatan yang mengandung risiko tanpa mengetahui dengan pesis apa

akibatnya, atau memasuki kancah risiko tanpa memikirkan konsekuensinya.3

Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila seseorang tidak tahu apa yang

tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan jual beli. Al-Kasani al-Hanafi

berpendapat gahrar adalah bahaya yang dipastikan akan muncul bagi kedua belah

pihak atau salah satu pihak.4 Menurut ar-Ramli as-Syafi‟i gaharar yaitu suatu

1

Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta:

Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h.1347 2 Muhammad Shalah Muhammad Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam

:Solusi Ekonomi Islam (Jakarta: Migunani, 2008), h. 285 3 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid IV, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,

1996), h.161 4 Al-Kasani al-Hanafi, “ al-Badai‟ ash-Shana‟i”, dalam

Muhammad Shalah Muhammad

Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 287

Page 27: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

15

urusan yang mengandung dua hal yang paling dominan adalah terjadinya suatu

yang ditakuti.5 Ibnu Arafah al-Maliki juga berpendapat bahwa sesuatu diragukan

secara seimbang tentang keberhasilan mendapat salah satu penukar atau tentang

keberhasilan mendapat manfaatnya disebut dengan gharar.6 Definisi gharar

menurut al-Maziri al-Maliki adalah sesuatu yang berkisar antara selamat dan

rusak.7 Sedangkan menurut Ibnu Qayyim al-Hanbali gharar yaitu sesuatu yang

tertutup informasinya dan tidak jelas realitasnya.8

Oleh karena gharar suatu ketidakjelasan yang berlebihan, maka kita dapat

mengategorikan gharar sebagai sbuah elemen dari resiko. Gharar juga dapat

disebut sebagai salah satu cara untuk memanage risiko dalam Islam, seperti dalam

pelaksanaan bisnis untuk akad yang berbasis profit and-loss sharing dimana

kedua pihak akan berhati-hati dalam melaksanakan usaha, selanjutnya operasional

bisnis akan semakin responsible (dapat dipertanggungjawabkan) dan accountable

(dapat percayai).

b. Hukum-hukum Gharar

Berdasarkan hukumnya, gharar dibagi menjadi tiga yaitu:9

Gharar yang diharamkan secara ijma‟ ulama, yaitu gharar yang menyolok

atau kuantitasnya banyak (al-gharar al-katsir) yang sebenarnya dapat dihindarkan

5 Ar-Ramli, “Nihayah al-Muhtaj”, dalam

Muhammad Shalah Muhammad Ash-Shawi,

Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 287

6 Mawahib al-Jalil, “Syarh Muhtashar Khalail”, dalam

Muhammad Shalah Muhammad

Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 287

7 Ad-Dusuqi, “Hasyiyah ad-Dusuqi „ala as-Syarh al-Kabir”, dalam

Muhammad Shalah

Muhammad Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 287

8 Ibnu Qayyim, “Zad al-Ma‟ad”, dalam

Muhammad Shalah Muhammad Ash-Shawi,

Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 288

9 Muhammad Shalah Muhammad Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam

:Solusi Ekonomi Islam, h. 289

Page 28: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

16

dan tidak perlu dilakukan. Inilah jenis gharar yang dilarang dan diharamkan.

Adapun dalil yang melarang jual beli gharar yaitu:

ع وسلم وه الل عل صل ززة أن رسىل الل ع الحصاة وعه بع الغزر )رواي ه عه أب ب

الجماعت إلاالبخار عه أبي ززة(

“Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad S.A.W melarang dari

melakukan bai‟ al-Hashat dan jual beli gharar” (HR. Muslim dari Abu

Hurairah)”10

Ghrarar yang diharamkan secara ijma‟ ulama, yaitu gharar yang

mneyolok (al-gharar al-Katsir) yang sebenarnya dapat dihindarkan dan tidak

perlu dilakukan. Cotoh jual beli mulamasah.11 Tidak ada perbedaan pendapat

ulama tentang keharaman dan kebatilan akad seperti ini.

Gharar yang dibolehkan secara ijma‟ ulama, yaitu gharar ringan atau

jumlahnya sedikit (al-gharar al-yasir). Para ulama sepakat, jika suatu gharar

sedikit maka ia tidak berpengaruh unutuk membatalkan akad. Contoh seseorang

membeli rumah dengan tanahnya, maka keadaan pondasi rumah tidak jelas seperti

ukuran dalam, lebar, dan isinya.

Gharar yang kuantitasnya sedang-sedang saja, hukumnya masih

diperdebatkan. Namun parameter untuk mengetahui banyak sedikitnya kuantitas,

dikembalikan kepada kebiasaan. Cotoh menjual barang sebelum diterima.

10

Muhammad al-Shan‟ani, “Subul al-Salam”, dalam Muhammad Shalah Muhammad

Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 288

11 Bai‟ Mulamasah yaitu satu bentuk akad jualbeli, dimana barang yang dipegang oleh

pihak pembeli itulah yang menjadi barang yang dijual.

Page 29: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

17

Ibnu Qayyim berkata: “jika gharar hanya sedikit atau tidak mungkin

dihindari, ia tidak akan menjadi penghalang dari keabsahan akad. Berbeda dengan

gharar yang banyak dan mungkin dihindari, yaitu macam-macam gharar

terlarang yang telah disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW.”12

Ibnu Taimiyah berkata:”bahaya gharar lebih kecil daripada riba, maka

sebagiannya diberi keringanan hukum karena adanya sulit dihindarkan dan perlu

diberi keringanan, karena jika ia juga diharamkan maka keadaan mu‟amalat

manusia akan lebih sulit lagi dari pada akibat terjadinya gharar itu sendiri.”13

c. Macam-macam Gharar

Gharar terbagi menjadi tiga, yaitu: 14

1) Barang yang belum ada (al-ma‟dum)

Gharar al-ma‟dun dibagi oleh Ibnu Qayyim menjadi tiga, yaitu:

a) Diyakini akan ada. Disepakati oleh ulama tentang kebolehan

jual belinya.

b) Diragukan akan ada (masih belum bisa dipastikan akan ada).

Para uama berbeda pendapat tentang kebolehan jual belinya.

Seperti mentimun ketika buahnya mulai layak dikonsumsi,

maka ada ulama yang membolehkannya dan ada pula yang

melarangnya tergantung dari pendapat mereka tentang jaminan

kesamaan mutu barang dan jumlahnya.

12

Ibnu Qayyim, “Zad al-Ma‟ad”, dalam Muhammad Shalah Muhammad Ash-Shawi,

Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 2890

13 Ibnu Taimiyah, “al-Qawaid an-Nuriyah”, dalam Muhammad Shalah Muhammad Ash-

Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam :Solusi Ekonomi Islam, h. 290

14 Muhammad Shalah Muhammad Ash-Shawi, Problematika Investasi pada Bank Islam

:Solusi Ekonomi Islam, h. 290

Page 30: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

18

c) Diragukan akan ada secara dominan (tidak bisa dipastikan ada,

lebih dekat pada gambling)

2) Barang yang sulit diserahkan (al ma‟juz „an taslimihi)

Diantara jenis barang yang sulit diserahkan, ada pelarangannya

yang disepakati ulama dan ada yang diperdebatkan. Di antara

contoh gharar jenis ini yang diperdebatkan adalah menjual suatu

barang sebelum diterima atau masuk dalam penguasaan (bai‟ qabl

al-qabdh).

3) Jual beli barang yang tidak jelas (al-majhul)

Jual beli barang yang tidak jelas adalah salah satu jenis jual beli

gharar. Ketidakjelasan barang terdiri dari empat macam, yaitu:

a) Ketidakjelasan mutlak, tanpa memberi tahu jenis, kadar,

macam, dan suatu sifat yang ada dalam barang tersebut.

b) Ketidakjelasan jenis atau kadar barang.

c) Ketidakjelasan sifat, meskipun jenis dan kadarnya diketahui.

d) Ketidakjelasan „ain barang. Misalnya menjual suatu barang

yang dimiliki secara bersama, lalu penjual ingin menjual

bagiannya.

2. ‘Urf

„urf disebut pula dengan al-„adah, artinya kebiasaan. Hanya saja, di dalam

„urf ada yang berpendapat tidak ada kebiasaan yang menyimpang dari nash-nash

Al-Quran dan hadis yang sahih, sedangkan dalam adat ada kebiasaan yang sahih

Page 31: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

19

dan ada pula yang fasid, yakni yang bertentangan dengan syariat Islam yang telah

ditetapkan kedudukan hukumnya oleh Al-Quran dan As-Sunnah.

Menurut Rachmat Syafi‟i dalam hukum Islam, adat disebut juga dengan

istilah „urf yang secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau

ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

melaksanakannya atau meninggalkanya. Setiap adat atau „urf akan mengalami

perubahan sesuai dengan perkembangan zamannya, sehingga „urf tidak berlaku

universal, bukan hanya lokal, bahkan „urf sifatnya persial. Berlaku di desa

tertentu, tetapi bertentangan dengan desa lainnya.15

Dalam hukum Islam, adat itu dibagi dua, yaitu:16

a. Adat shahihah, yaitu adat yang merupakan kebiasaan masyarakat yang

tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yang bersumber

dari Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak bertentangan dengan akal sehat,

juga tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dan

apabila dilaksanakan mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat

b. Adat fasidah, yakni adat yang rusak, sebagaimana adat kebiasaan yang

bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yang bersumber dari Al-

Quran dan As-Sunnah, bahkan bertentangan dengan akal sehat dan

undang-undang yang berlaku.

Sehingga berijtihad dapat dilakukan dengan metode „urf atau adat,

terutama apabila adat yang berlaku secara normatif tidak bertentangan

dengan syariat yang telah berlaku.

15

Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 190

16 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, h. 191

Page 32: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

20

3. Sistem Kerjasama (Bagi Hasil) dalam Pertanian

Perjanjian bagi hasil dalam kontek masyarakat Indonesia sudah dikenal,

yakni di dalam hukum Adat. Akan tetapi bagi hasil yang dikenal dalam hukum

Adat adalah bagi hasil yang menyangkut pengelolaan tanah pertanian. Bagi hasil

adalah perjanjian pengolahan tanah, dengan upah sebagian dari hasil yang

diperoleh dari pengolahan tanah itu.

Konsep perjanjian bagi hasil pengelolaan tanah pertanian telah diadopsi ke

dalam hukum positif dengan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1960 tentang Bagi Hasil Tanah Pertanian. Dalam ketentuan pasal 1

mengemukakan bahwa:

“perjanjian bagi hasil ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang

diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau badan hukum pada

pihak lain – yang dalam Undang-Undang ini disebut “penggarap” – berdasarkan

perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk

menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya

antara kedua belah pihak”.

Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa perjanjian bagi hasil adalah

perjanjian pengolahan tanah dengan upah, berupa sebagian dari hasil yang

diperoleh dari pengelolaan tanah itu.

B. Kerjasama Pertanian dalam Konteks Islam

1. Istilah Kerjasama (Bagi Hasil) dalam Pertanian Menurut Konsep

Islam

Kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan melakukan

sesuatu; yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang dilakukan untuk mencari

Page 33: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

21

nafkah; mata pencaharian. Sedangkan Kerja Sama yaitu kegiatan atau usaha yang

dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah dsb) untuk mencapai tujuan

bersama.17

Kerjasama dalam usaha pertanian ada berbagai macam istilah, diantaranya

yaitu muzara‟ah, mukhabarah, dan musaqah. Dalam fikih terdapat dua akad yang

berhubungan dengan kerja sama pengelolaaan tanah; 1) akad yang berkaitan

dengan pengelolaan/pemanfaatan tanah; dan 2) akad yang berkaitan dengan

pemeliharaan tanaman. Akad yang berkaitan dengan pengelolaan tanah dibedakan

dari segi pihak penyedia benih: 1) akad pengelolaan tanah yang benihnya berasal

dari pemilik atau penggarap tanah disebut muzara‟ah.; dan 2) akad pengelolaan

tanah yang benihnya hanya berasal dari penggarap tanah disebut mukhabarah.

Adapun akad yang berhubungan dengan pemeliharaan (terutama pengairan dan

penyiraman) tanaman disebut musaqah.

a. Musaqah

Musaqah adalah kerja sama dalam perawatan tanaman dengan imbalan

bagian dari hasil yang diperoleh dari tanaman tersebut.18

Secara etimologi

musaqah berarti perikatan atas beberapa pohon kepada orang yang menggarapnya

dengan ketetapan hasil itu menjadi milik bersama (pemilik pohon dan penggarap).

Sedangakan menurut terminologi, para ulama ahli fiqih mendefinisikan

musaqah yang beragam, di antaranya:

17

Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 681 18

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003),

h.243.

Page 34: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

22

1) Abdurrahman al-Jaziri, mendefinisikan musaqah dengan “akad untuk

pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian), dan yang lainnya dengan

syarat-syarat tertentu.”19

2) Ulama golongan Malikiyah, mendefinisikan musaqah dengan “sesuatu

yang tumbuh di tanah”.20

3) Ulama golongan Syafi‟iyah, mendefinisikan musaqah dengan

“mempekerjakan petani penggarap unutk menggarap kurma atau pohon

anggur saja dengan cara mengairi dan merawatnya dan hasil kurma atau

anggur itu dibagi bersama antara pemilik dengan petani penggarap.”21

4) Menurut ulama Hanabilah, bahwa musaqah itu mencakup dua masalah:

a) Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti pohon

anggur, kurma dan yang lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan

sebagian tertentu dari buah pohon tersebut, sepertiganya atau

setengahnya.

b) Seseorang menyerahkan tanah dan pohon, pohon tersebut belum

ditanamkan, maksudnya supaya pohon tersebut ditanamkan pada

tanahnya, yang menanam akan memperoleh bagian tertentu dari buah

pohon yang ditanamnya.22

19

Abdurrahman al-Jaziri, “Al-Fiqh „ala al-Mazahib al-Arba‟ah”, dalam Abdul Rahman

Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h.109. 20

Abdurrahman al-Jaziri, “Al-Fiqh „ala al-Mazahib al-Arba‟ah”, dalam Hendi Suhendi,

Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.145

21 Asy-Syarbaini al-Khatib , “Mugn i al-Muhtaj”, dalam Nasroen Haroen, Fiqh

Muamalah (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2007), h.282

22 Abdurrahman al-Jaziri, “Al-Fiqh „ala al-Mazahib al-Arba‟ah”, dalam Hendi Suhendi,

Fiqh Muamalah, h.147

Page 35: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

23

Menurut Abu Hanifah dan Zufar Ibn Huzail, bahwa akad musaqah itu

dengan ketentuan petani, penggarap mendapatkan sebagian hasil kerjasama ini

adalah tidak sah, karena musaqah seperti ini termasuk mengupah seseorang

dengan imbalan sebagian hasil yang akan dipanen dari kebun itu.23

Sedangkan

jumhur ulama fiqh, termasuk Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Hasan as-

Syaibani, keduanya tokoh fiqh Hanafi berpendirian bahwa akad musaqah

dibolehkan, karena didasarkan atas ijma‟ sudah merupakan suatu transaksi yang

amat dibutuhkan oleh umat untuk memenuhi keperluan hidup mereka dengan

syarat-syarat tertentu, dan juga karena kebutuhan manusia untuk bekerja dan

memperkerjakan.24

b. Mukabarah dan muzara‟ah

Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah/tanah dan

penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan

penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya, dan benihnya dari

penggarap tanah.25

Imam Syafi‟i mendefinisikan mukhabarah dengan:

ببعط ما خزج مىها والبذر مه العامل عمل الأرض

23

Imam Al-Kasani, “al-Bada‟i‟u as-Shana‟i‟u”, dalam Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah,

h.282

24 Asy-Syarbaini al-Khatib, “Mugni al-Muhtaj”, dalam Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah,

h.282 -283

25

Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, cet.II, h.117.

Page 36: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

24

“pengolahan lahan oleh petani dengan imbalan hasil pertanian,

sedangkan bibit pertanian disediakan pengolah lahan”.26

Penduduk Irak biasa menyebut muzara‟ah dengan sebutan mukhabarah,

jadi menurut mayoritas ulama keduanya memiliki pengertian yang sama. Akan

tetapi ada yang berpendapat lain yakni menurut al-Rafi‟i dan al-Nawawi, bahwa

muzara‟ah dan mukhabarah mempunyai makna yang berbeda. Muzara‟ah dan

mukhabarah mempunyai arti yang sama, yang menjadi pembeda hanyalah

sebatas masalah asal bibit pertanian, dimana pada muzara‟ah bibit berasal dari

pemilik tanah, sedangkan pada mukhabarah bibit berasal dari pengelola lahan

(petani).27

Dalam pengertian istilah, muzara‟ah diartikan sebagai suatu cara untuk

menjadikan tanah pertanian menjadi produktif dengan bekerja sama antara

pemilik dan penggarap dalam memproduktifkannya, dan hasilnya dibagi diantara

mereka berdua dengan perbandingan (nisbah) yang dinyatakan dalam perjanjian

atau berdasarkan „urf (adat kebiasaan).

Ulama Malikiyah menjelaskan muzara‟ah adalah persyarikatan atau

perkongsian dalam bidang pertanian, sedangkan ulama Hanabilah menjelaskan

bahwa muzara‟ah adalah penyerahan lahan pertanian kepada penggarap untuk

diolah/dikelola dan hasilmya dibagi dua (antara pemilik lahan dan penggarap).28

26

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta:

Rajawali Pers, 2002), h.272 27

Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,cet.I,

(Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah: 2011), h.134. 28

Wahbah Zuhaily, “Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Maulana Hasanudin dan

Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h.166

Page 37: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

25

Hanafiah memberikan defiinisi muzara‟ah yaitu suatu ibarat tentang akad

kerja sama penggarapan tanah dengan imbalan sebagian hasilnya, dengan syarat-

syarat yang ditetapkan oleh syara‟.

Syafi‟iyah mendefinisikan muzara‟ah yaitu pengolahan tanah oleh petani

dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap

tanah.29

Sedangkan Hanabilah mengartikan muzara‟ah adalah penyerahan tanah

pertanian kepaa seseorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua

(paroan).30

Pada umumnya, kerja sama mukhabarah dilakukan pada perkebunan yang

benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, dan kacang. Namun, tidak tertutup

kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah dilakukan kerja sama

muzara‟ah.

2. Dasar Hukum Kerjasama (Bagi Hasil) dalam Pertanian

Dasar Hukum mengenai diperbolehkannya perjanjian bagi hasil terdapat

dalam al-Quran dan Hadis. Mengenai kebolehan dalam mengadakan kerja sama

bagi hasil terdapat dalam Hadits yang diriwaytkan oleh Muslim, yang

berbunyi:31

كان خا بز, قال عمز ذي المعه طا وص أو ا أبا عبذالزحمه لى تزكت خابزة فئوهم و فقلت ل وسلم وه عه المخابزة فقال أي عمزو صل الله عل : أخبزو أعلمهم شعمىن أن الىب

29

Syamsudin Muhammad ibn al-Khatib al-Syarbini, “Mughni Al-Muhtaj ila Ma‟rifah

Ma‟ani Alfazh al-Minhaj”, dalam Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan

Aplikasinya pada LKS,cet.I, h.134. 30

Ibnu Qudamah, “Al-Qudamah”, dalam Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalah

dan Aplikasinya pada LKS,cet.I, h.134. 31

Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim bin Abdul Qawi Al-Mundzir, Mukhtashar

Shahih Muslim, cet.I, (Surakarta: Insan Kamil Solo, 2012), h.479.

Page 38: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

26

عىهلبذ وسلم لم ى صل الله عل ا إوما قال مىح احذكم أخاي خز ك عى ابه عباص أن الىب مسلم ) ها خزجا معلىما ] أخزج مه أن أخذ عل )٨٤٥١ل ([ ٨٤١ -٨١/٨٤١(, والىبى

“Dari Thawus r.a bahwa ia suka mukhabarah. Amru berkata: Lalu aku

katakan kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan

mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi S.A.W telah melarang

mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku

orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu , yaitu Ibnu Abbas bahwa

Nabi S.A.W tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang

memberi manfaat kepdaa saudaranya lebih baik daripada ia mengambil

manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu”. (H.R Muslim 1548. An-

Nawawi 10/156-158).

Dalam hukum positif, bagi hasil khususnya dalam masalah pertanian yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960. Dalam penjelasan

umum poin ketiga Undang-Undang ini menyebutkan bahwa:

“dalam rangka usaha akan melindungi golongan yang ekonominya lemah

terhadap praktik-praktik yang sangat merugikan mereka, dari golongan yang

kuat sebagaimana halnya dengan perjanjian bagi hasil yang diuraikan diatas,

maka dalam bidang Agraria diadakanlah Undang-Undang ini. Yang bertujuan

mengatur perjanjian bagi hasil tersebut dengan maksud:

a. Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarapnya

dilakukan atas dasar yang adil.

b. Dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban dari para pemilik dan

penggarap, agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para

penggarap, yang biasanya dalam perjanjian bagi hasil itu berada dalam

kedudukan yang tidak kuat, yaitu karena umumnya tanah yang tersedia

tidak banyak, sedangkan jumlah orang yang ingin menjadi

penggarapnya adalah sangat besar.

Page 39: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

27

c. Dengan terciptanya kondisi a dan b, maka akan menambah

kegembiraan para petani. “

Imam Abu Hanifah, Zufar bin Huzail (dari golongan Hanafiyyah), dan

Imam Syafi‟i tidak memperbolehkan akad muzara‟ah. Menurutnya, akad

muzara‟ah dengan bagi hasil seperti seperempat, seperdua, atau sepertiga

hukumnya batal. Akan tetapi, sebagian dari ulama golongan Syafi‟iyah

membolehkan akad muzara‟ah, dengan syarat bahwa akad harus mengikuti akad

musaqah, dan dengan alasan karena kebutuhan.32

Mereka menggunakan dalil

dengan hadits Nabi S.A.W, dari Tsabit bin adh-Dhahak:33

قال: دخلىا عل عبذالله به معقل فسألىاي عه المشار الله عى عت عبذالله به السائب رظ

وسلم وه عه المشا رعت, وأمز بالمؤا جزة, فقال: سعم ثابت أن رسىل الله صل الله عل

مسلم )وقال: لا بأ ص بها. )٨٤٥١]أخزج ([۱١/۱٤١(, والىىو

“Diriwayatkan dari Abdullah bin saib R.A, dia berkata, kami menemui Abdullah

bin „Aql dan menanyainnya tentang muzara‟ah. Dia berkata, Tsabit berkata

bahwasanya Rasulullah S.A.W melarang muzara‟ah (bagi hasil) dan

memerintahkan untuk muajarah (sewa-menyewa) dan mengatakan hal itu tidak

ada salahnya.” (HR.Muslim 1549, An-Nawawi 10/158)

Dalil yang dijadikan alasan oleh Abu Hanifah, Zufar, dan ulama Syafi‟iyah

adalah Hadits yang telah dijelaskan di atas, yang menyatakan bahwa Rasulullah

SAW melarang praktik mukhabarah (muzara‟ah). Menurutnya, objek akad

muzara‟ah dan mukhabarah belum ada dan tidak jelas ukurannya, karena yang

32

Wahbah Zuhaily, “Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Ahmad Wardi Muslim,

Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2012), h.392 33

Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim bin Abdul Qawi Al-Mundzir, Mukhtashar

Shahih Muslim, cet.I, h.478.

Page 40: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

28

dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pertanian yang belum ada (al-

ma‟dum) dan tidak jelas ukurannya (al-jahalah), sehingga keuntungan yang

akan dibagi sejak semula itu tidak jelas.

Ulama Malikiyah, Hanabilah, Imam Abu Yusuf serta Muhammad Ibn

Hasan al-Syaibani, dan ulama Zahiriah berpendpapat bahwa muzara‟ah

hukumnya boleh, karena objek akadnya cukup jelas, yakni menjadikan

penggarap sebagai syarik dalam pengolahan lahan pertanian.34

Menurut ulama yang membolehkan muzara‟ah yaitu Ulama Malikiyah,

Hanabilah, Imam Abu Yusuf, Ibn Hasan al-Syaibani, dan ulama Zahiriah, akad

muzara‟ah bertujuan untuk saling membantu antara penggarap dengan pemilik

lahan (pemilik lahan tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengelola

lahannya secara langsung, dan penggarap tidak mampu untuk memiliki lahan

pertanian sendiri), wajarlah apabila akad muzara‟ah dipraktikkan karena

termasuk saling membantu dalam kebaikan dan takwa.35

3. Rukun dan Syarat Kerjasama (Bagi Hasil) dalam Islam

Kerja Sama bagi hasil dilaksanakan dengan didahului sebuah perjanjian,

sehingga harus memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Menurut jumhur ulama

ada empat rukun yang harus dipenuhi, agar akad tersebut menjadi sah:

a. Pemilik lahan atau tanah

b. Petani/penggarap

c. Obyek (antara manfaat lahan dan hasil kerja petani)

34

Wahbah Zuhaily, “al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Maulana Hasanudin dan

Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah, h.168 35

Wahbah Zuhaily, “al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah, h.168

Page 41: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

29

d. Ijab dan qabul, secara sederhana cukup secara lisan

Rukun dalam akad bagi hasil pertanian menurut Hanafiyah adalah ijab dan

qabul, yaitu berupa pernyataan pemilik tanah, “saya serahkan tanah ini kepada

Anda untuk digarap dengan imbalan separuh dari asilnya”; dan pernyataan

penggarap “saya terima atau saya setuju”.36

Menurut Ulama Hanabilah, dalam akad ini tidak diperlukan qabul berupa

lisan atau perkataan, namun cukup dengan tindakan langsung atas tanah dari si

penggarap. Dengan demikian qabulnya dengan perbuatan (bil fi‟li).37

Adapun syarat-syaratnya yaitu:38

a. Pihak yang berakad harus berakal dan baligh.

Sebagian Ulama Hanafiyah, selain syarat tersebut mensyaratkan

pula bahwa salah satu atau keduanya (penggarap dan pemilik

tanah) bukanlah orang murtad, karena tindakan orang murtad

dianggap mauquf, yakni tidak mempunyai efek hukum hingga ia

masuk Islam kembali. Akan tetapi Jumhur Ulama membolehkan

akad ini dilakukan antara muslim dan non muslim termasuk

didalamnya orang murtad.

b. Benih yang ditanam harus jelas jenis buah dan/tanaman yang akan

ditanam dan dapat menghasilkan. Menurut Abu Yusuf dan

Muhammad syarat yang berlaku untuk tanaman adalah harus jelas

36

„Alauddin Al-Kasani, “Bada‟ Ash-Shana‟i fi Tartib Asy-Syara‟i Juz 5”, dalam Ahmad

Wardi Muslim, Fiqh Muamalat, h.395 37

Wahbah Zuhaily, “Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Ahmad Wardi Muslim,

Fiqh Muamalat, h.396 38

„Alauddin Al-Kasani, “Bada‟ Ash-Shana‟i fi Tartib Asy-Syara‟i Juz 5”, dalam Isnawati

Rais dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, Cet.I, h.136-137

Page 42: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

30

(diketahui). Dalam hal ini harus dijelaskan apa yang akan ditanam.

Namun dilihat dari ishtisan, menjelaskan sesuatu yang akan

ditanam tidak menjadi syarat karena apa yang akan ditanam

diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.

c. Pembagian hasil panen pada masing-masing pihak harus jelas dan

ditentukan di awal akad, harus benar-benar milik bersama orang

yang berakad tanpa ada pengkhususan, tidak boleh berdasarkan

jumlah tertentu secara mutlak antara kedua belah pihak, dan

ditentukan pada setengah, sepertiga, atau seperempat yang

ditentukan pada awal terjadinya akad.

d. Tanah yang diolah jelas sifatnya, sifat tanahnya harus baik untuk

diolah dan dapat menghasilkan, dan diserahkan sepenuhnya kepada

pihak pengelola untuk diolah.

e. Objek akad harus jelas, baik berupa pemanfaatan jasa pengelola

dimana benih berasal dari pihak pengelola maupun pemanfaatan

tanah dimana benih berasal dari pemilik tanah.

f. Jangka waktu pengelolaan harus jelas, dan penentunnya terjadi

pada akad dilaksanakan.

Apabila rukun dan syarat perjanjian bagi hasil telah terpenuhi, maka

perjanjian tersebut akan mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus

dilaksanakan dengan iktikad baik, perjanjian yang dibuat secara sah mengkikat

sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang melakukan akad.

Page 43: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

31

4. Para Pihak dalam Perjanjian Bagi Hasil

Dalam perjanjian bagi hasil terdapat para pihak antara satu dengan yang

lain mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Dalam hal yang menjadi

obyek perjanjiannya adalah bagi hasil atas tanah pertanian, maka terdapat dua

pihak dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak adalah sebagai berikut:

a. Pihak Pemilik Lahan Pertanian adalah pihak yang memiliki lahan

pertanian, yang karena satu dan lain hal tidak cukup waktu untuk

menggarap tanah pertaniannya. Padahal terdapat larangan

menelantarkan tanah, sebagaimana yang dijelaskan dalam Islam

dan disebutkan dalam UUPA 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria. Oleh karena itu, tanah harus dimanfaatkan secara

produktif.

Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka pemilik lahan mempunyai

kewajiban untuk memberikan bagi hasil atas tanah pertanian

kepada penggarap yang besarnya sesuai dengan kesepakatan.

Pemilik lahan sendiri berhak untuk meminta penggarap mengolah

tanah pertaniannya dengan sebaik-baiknya, meminta bagian hasil

sebesar nisbah yang telah disepakati, serta mendapatkan tanahnya

kembali setelah habis masa berlaku dari perjanjian bagi hasil

tersebut.

b. Pihak penggarap adalah pihak yang mempunyai cukup waktu luang

dan mempunyai keahlian dalam bertani, namun tidak mempunyai

lahan pertanian. Oleh karena itu, pihak penggarap kemudian akan

Page 44: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

32

menjalin dengan pemilik lahan pertanian dengan tujuan

mendapatkan pembagian hasil dari usahanya menggarap tanah

pertanian.

Berdasarkan pada kondisi tersebut, pihak penggarap mempunyai

kewajiban melaksanakan pengolahan tanah pertanian dengan

sebaik-baiknya, serta wajib mengembalikan tanah pertanian setelah

habis masa berlakunya perjanjian bagi hasil. Pihak penggarap

berhak atas kontraprestasi berupa bagian atas hasil yang diperoleh

dari lahan pertanian yang menjadi garapannya.

5. Sifat Kerjasama dalam Pertanian

Sifat akad ini menurut Hanafiah, sama dengan akad syirkah yang lain,

yaitu termasuk ghair lazim (tidak mengikat).39

Menurut Malikiyah, apabila sudah

dilakukan penanam bibit, maka akad menjadi lazim.40

Akan tetapi, menurut

pendapat yang mu‟tamad dikalangan Malikiyah, semua syirkah amwal hukumnya

lazim dengan terjadinya ijab dan qobul. Sedangkan menurut Hanabilah, akad ini

merupakan akad ghair lazim, yang bisa dibatalkan oleh masing-masing pihak, dan

batal karena meninggalnya salah satu pihak.41

39

Ghair lazim yaitu akad yang dapat dibatalkan oleh satu pihak yang berakad sama tanpa

harus ada kerelaan pihak lain.

40 Lazim yaitu akad yang tidak dapat dibatalkan oleh salah seorang yang berakad tanpa

kerelaan pihak lain

41 Wahbah Zuhaily, “Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Isnawati Rais dan

Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,cet.I, h.137-138

Page 45: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

33

6. Hikmah Kerjasama dalam Pertanian

a. Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pihak

pemilik tanah dengan pihak pengelolah tanah

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

c. Tertanggulanginya kemiskinan

d. Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang

memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.

7. Berakhirnya Kerjasama dalam Pertanian

a. Apabila jangka waktu yang disepakati pada waktu akad sudah

berakhir. Namun, bila jangka waktunya sudah habis, sedangkan

belum layak panen, maka akad ini tidak batal melainkan tetap

dilanjutkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan

kesepakatan bersama.

b. Meninggalnya salah satu pihak yang berakad. Menurut Ulama

Hanafiyah dan Hanabilah bila salah satu dari pihak tadi wafat maka

akad ini dianggap batal, baik sebelum atau sesudah dimulainya

proses penanaman. Namum Malikiyah dan Syafi‟iyah

memandangya tidak batal.42

c. Berakhir sebelum tujuannya dicapai dengan adanya berbagai uzur,

seperti: pemilik tanah terlibat hutang sehingga tanah tersebut harus

dijual, pengelola uzur dikarenakan sakit atau sedang bepergian jauh

42

Wahbah Zuhaily, “al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Isnawati Rais dan

Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,cet.I, h.141-144

Page 46: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

34

yang menyebabkan dia tidak dapat melaksanakan tugas dan

kewajibannya sebagai pengelola.

8. Ketentuan-ketentuan Kerjasama dalam Pertanian43

a. Yang dilarang

1) Suatu bentuk akad (perjanjian) yang menetapkan sejumlah

hasil tertentu yang harus diberikan kepada pemilik tanah, yaitu

suatu syarat yang menentukan bahwa apapun hasilnya yang

diperoleh, pemilik tanah tetap akan menerima lima atau

sepuluh maund dari hasil panen.

2) Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan itu yang

berproduksi, misalnya bagian utara atau bagian selatan dan lain

sebagainya, maka bagian-bagian tersebut diperuntukkan bagi

pemilik tanah.

3) Apabila hasil itu berada dibagian tertentu, misalnya disekitar

aliran sungai atau didaerah yang mendapat cahaya matahari,

maka hasil daerah tanah tersebut disimpan untuk pemilik tanah,

semua bentuk-bentuk pengolahan semacam ini dianggap

terlarang karena bagian untuk satu pihak telah ditentukan

sementara bagian pihak lain masih diragukan, atau pembagian

untuk keduanya tergantung pada nasib baik atau buruk

sehingga ada satu pihak yang merugi.

43

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam II (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

1995), h. 286-289

Page 47: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

35

4) Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah

tersebut tetap akan menjadi miliknya jika sepanjang pemilik

tanah masih menginginkannya dan akan menghapuskan

kepimilikannya manakala pemilik tanah menghendakinya.

Karena hal ini mengandung unsur ketidakadilan bagi para

petani atau akan membahagiakan hak-hak mereka dengan

adanya penarikan tanah yang telah menjadi milik mereka bisa

menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan. Oleh karena itu

syarat yang penting untuk keabsahan akad ini yaitu dengan

menentukan jangka waktu persetujuan.

5) Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah

tapi satu pihak menyediakan bibit dan yang lainnya alat-alat

pertanian.

6) Apabila tanah menjadi tanah milik pertama, benih dibebankan

kepada pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga

dan tenaga kerja kepada pihak keempat; atau dalam hal ini

tenaga kerja dan alat-alat pertanian termasuk bagian dari pihak

ketiga.

7) Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah

menjadi tanggung jawab pihak pertama dan benih serta alat-alat

pertanian pada pihak lainnya.

Page 48: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

36

8) Bagian seseorang harus ditetapkan dengan jumlah, misalnya

sepuluh atau dua puluh maunds gandum untuk satu pihak dan

sisanya untuk pihak lain.

9) Ditentukan jumlah tertentu dari hasil panen yang harus

dibayarkan kepada satu pihak selain dari bagiannya dari hasil

tersebut.

10) Adanya hasil panen lain (selain dari pada yang ditanam di

ladang atau di kebun) harus dibayar oleh satu pihak sebagai

tambahan kepada hasil pengeluaran tanah.

b. Yang dibolehkan

1) Perjanjian kerja sama dalam pengolahan dimana tanah milik

satu pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga kerja dari

pihak lain, keduanya menyetujui bahwa pemilik tanah akan

memperoleh bagian tertentu dari hasil.

2) Apabila tanah, peralatan pertanian dan benih, semuanya

dibebankan kepada pemilik tanah, sedangkan hanya buruh yang

dibebankan kepada petani maka harus ditetapkan pemilik tanah

mendapat bagian tertentu dari hasil.

3) Perjanjian dimana tanah dan benih dari pemilik tanah

sedangkan peralatan pertanian dan buruh adalah dari petani dan

pembagian dari hasil tersebut harus ditetapkan secara

proporsional.

Page 49: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

37

4) Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian,

benih dan buruh secara menetapkan bagian masing-masing

yang akan diperoleh dari hasil.

5) Imam Abu Yusuf menggambarkan bentuk akad ini yang

diperbolehkan bahwa:44

jika tanah diberikan secara cuma-cuma

kepada seseorang untuk digarap, semua pembiayaan

pengolahan ditanggung oleh petani dan semua hasil menjadi

miliknya tapi kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah. Dan jika

tanah tersebut adalah „ushr , akan dibayar oleh petani.45

6) Apabila tanah berasal dari salah satu pihak dan kedua belah

pihak bersama menanggung benih, buruh dan pembiayaan-

pembiayaan pengolahannya, dalam hal ini keduanya akan

mendapat bagian dari hasil. Jika hal itu merupakan „ushr, „ushr

yang harus dibayar berasal dari hasil dan jika tanah itu adalah

kharaj, kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah.

7) Apabila tanah disewakan kepada seseorang dan itu adalah

kharaj, maka menurut Imam Abu Hanifah, kharaj akan dibayar

oleh pemilik tanah dan jika tanah itu adalah „ushr, „ushr juga

akan dibayar olehnya, tapi menurut Imam Abu Yusuf, jika

tanah itu „ushr, „ushr akan dibayar oleh petani.

44

Imam Abu Yusuf, “Kitabul-Kharaj”, dalam Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam

II, h. 288 45

Kharaj yaitu pungutan yang dikenakan atas bumi atau hasil bumi. Sedangkan „ushr

zakat yang dikenakan pada hasil bumi yang dikenal dengan zakat zuru‟

Page 50: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

38

8) Apabila perjanjian bagi hasil ditetapkan dengan sepertiga atau

seperempat dari hasil, maka menurut Imam Abu Hanifah,

keduanya, kharaj dan „ushri akan dibayar oleh pemilik tanah.

Kerangka konsep:

konsep kerjasama bagi hasil dalam islam

praktek kerjasama bagi hasil petani di Desa Tenggulun

Uji penelitian

Kesimpulam kesesuaian konsep Islam dalam praktek kerjasama bagi hasil petani

Page 51: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

39

C. REVIEW STUDI TERDAHULU

Sebelum melakukan penulisan hasil penelitian ini lebih lanjut, penulis

meninjau terlebih dahulu skripsi penelitian dan jurnal terdahulu, diantaranya

adalah:

Nama, Tahun, &

Judul

Pembahasan & Jenis

Penelitian

Perbedaan

Idawati pada

tahun 2011

dengan judul

sistem kerjasama

pertanian antara

pemilik lahan

dan petani pada

desa sendaur

dalam perspektif

Ekonomi Islam

Penelitian tersebut telah

membahas perjanjian

dalam masalah sektor

pertanian yang sesuai

dengan konsep Islam.

Dalam hasil penelitian ini

data yang didapatkan

sudah cukup bagus, dan

konsep kerjasama yang

sesuai dengan syariah

sudah banyak dijelaskan

didalamnya.

Perbedaan dari kedua karya

ini adalah objek

penelitiannya, dimana Idawati

meneliti hubungan kerjasama

yang dilakukan oleh pemilik

lahan dan petani dalam

pandangan Islam, sedangkan

penelitian yang dilakukan

oleh penulis lebih kepada

praktik yang terjadi di

masyarakat menurut adat dan

pandangan hukum Islam.

Mulya Winarsih

pada tahun 2007

dengan judul

pengaruh sistem

muzara’ah

terhadap tingkat

pendapatan

masyarakat studi

kasus Desa

Kalisapu

Penelitian tersebut telah

membahas pengaruh

muzara‟ah terhadap

tingkat pendapatan petani

desa kalisapu dengan

memakai data-data

kuantitatif, kesimpulan

dari penelitian tersebut

bahwa adanya hubungan

antara muzara‟ah

Dalam karya ini menjelaskan

pengaruh praktik kerjasama

yang dilakukan terhadap

pendapatan yang telah

dihasilkan oleh masing-

masing pihak. Sedangkan

dalam karya ilmiah penulis

ini meneliti kerja sama yang

terjadi di Desa Tenggulun,

apakah sudah sesuai atau

Page 52: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

40

Kabupaten Tegal

Jawa Tengah.

terhadap tingkatan

pendapatan petani.

belum sesuai dengan syariah

Islam yang telah dijelaskan,

dengan menggunakan

pendekatan kualitatif.

Dewi Lestari pada

tahun 2004

dengan judul

Aplikasi sistem

muzara’ah pada

masyarakat (studi

kasus pada

masyarakat desa

Suka Mulya

Sukabumi Jawa

Barat)

Penelitian tersebut

membahas tentang

muzara‟ah dalam

perspektif hukum Islam

dan menerangkan

aplikasi sistem

muzara‟ah pada

masyarakat.

Dalam karya Dewi Lestari ini

menjelaskan bagaimana

sistem muzara‟ah ini

diterapkan oleh masyarakat

Suka Mulya. Kerj sama yang

dilakukan oleh masyarakat

tersebut tidak disebut dengan

muzara‟ah, tetapi penulis

secara langsung menyebut

bahwa praktek yang terjadi di

masyarakat tersebut adalah

muzara‟ah. Sedangkan dalam

karya penulis ini, meneliti

praktek bagi hasil yang

terjadi di masyarakat dengan

disamakan atau dicocokkan

dengan penjelasan yang telah

ada dalam Islam.

Dari beberapa karya tulis yang ada di dalam tabel dengan karya penulis ini

mempunyai kesamaan membahas tentang berbagai kegiatan kerja sama dalam

bidang pertanian, khususnya yang disangkutkan dengan teori dan konsep yang ada

serta dijelaskan dalam Islam. Sedangkan yang membedakan antara karya tulis

yang ada di tabel dengan karya penulis ini yaitu penulis mengangkat penelitian

mengenai hukum yang ada dan setting sosial yang berlaku di masyarakat tersebut.

Page 53: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

41

Page 54: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

41

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Gambaran Umum Kabupaten Lamongan

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi

Jawa Timur, Indonesia. Sebagian kawasan pesisir berupa perbukitan. Di bagian

tengah terdapat dataran rendah dan bergelombang, dan sebagian tanah berawa. Di

bagian selatan terdapat pegunungan, yang merupakan ujung timur dari Pegunungan

Kendeng. Sungai Bengawan Solo mengalir di bagian utara. Batas wilayah

administratif Kabupaten Lamongan adalah sebelah Utara berbatasan dengan Laut

Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gresik, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang, serta sebelah

Barat berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban. Kabupaten

Lamongan terdiri atas 27 kecamatan yang terdiri atas sejumlah desa dan kelurahan.

Secara geografis kabupaten Lamongan terletak pada 651’54” – 723’06” Lintang

Selatan dan 11233’45” – 11233’45” Bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki

luas wilayah kurang lebih 1.812,8 km2 atau +3.78% dari luas wilayah Provinsi Jawa

Timur. Dengan panjang garis pantai 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten

Lamongan adalah seluas 902,4 km2 apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut.

Daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara

garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik, yaitu:

Page 55: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

42

1. Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang relatif subur, yang

membentangi dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk,

Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo, dan Kembangbahu.

2. Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan

kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng,

Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro.

3. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah

rawan banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren,

Karanggeneng, Kali Tengah, Turi, Karang Binangun, Glagah.

Kondisi topografi Kabupaten Lamongan dapat ditinjau dari ketinggian wilayah di

atas permukaan laut dan kelerengan lahan. Kabupaten Lamongan terdiri dari daratan

rendah dan bonorowo dengan tingkat ketinggian 0-25 meter seluas 50,17%,

sedangkan ketinggian 25-100 meter seluas 45,68%, selebihnya 4,15% berketinggian

di atas 100 meter di atas permukaan air laut.

Jika dilihat dari tingkat kemiringan tanahnya, wilayah Kabupaten Lamongan

merupakan wilayah yang relatif datar, karena hampir 72,5% lahannya adalah datar

atau dengan tingkat kemiringan 0-2% yang tersebar di Kecamatan Lamongan,

Karanggeneng, Glagah, Karang Binangun, Mantup, Sugio, Kedongpring, Sebagian

Bluluk, Modo, dan Sambeng. Sedangkan hanya sebagian kecil dari wilayahnya

adalah sangat curam, atau kurang dari 1% (0,16%) yang mempunyai tingkat

kemiringan lahan 40% lebih.

Page 56: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

43

Kondisi tata guna tanah di Kabupaten Lamongan adalah sebagai berikut: baku

sawah (PU) 44.08 Hektar, Baku sawah tidak resmi (Non PU) 8.168,5 Hektar, sawah

tadh hujan 25.407,80 Hektar, Tegalan 32.844,33 Hektar, pemukiman 12.418,89

Hektar, Tambak / kolam / waduk 3.497,72 Hektar, kawasan hutan 32.224,00 Hektar,

kebun campuran 212,00 Hektar, Rawa 1.340,00 Hektar, Tanah tandus / kritis 889,00

Hektar, dan lain-lain 15.092,51 Hektar.

Kabupaten Lamongan mempunyai bermacam-macam masakan khas Lamongan,

diantaranya: Soto Lamongan, nasi boranan, rujak cingur, tahu lontong / tahu tek-tek,

tahu campur Lamongan, wingko babat, ental, jumbreg, dan empeng. Selain masakan

khas Lamongan juga mempunyai minuman khas Lamongan, yaitu: Es dawet ental

dan Es batil.

Kabupaten Lamongan juga mempunyai berbagai tempat wisata, diantaranya:

1. Wisata Sejarah: Museum Sunan Drajat, Monumen Van der Wijk

2. Wisata Religi: Makam Sunan Drajat, Makam Sunan Sendang Duwur, dan

Makam Dewi Sekardadu (Ibu Sunan Giri)

3. Wisata Alam: Waduk Gondang, Wisata Bahari Lamongan, Gua Maharani

Zoo, dan pemandian air panas Brumbun.1

1 Wikipedia, “Kabupaten Lamongan”, artikel diakses pada 27 Juli 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lamongan

Page 57: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

44

B. Gambaran Umum Desa Tenggulun

Desa Tenggulun merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Solokuro.

Desa Tenguulun ini memiliki luas wilayah sebesar 382 ha/m2 yang terdiri dari: sawah

(171 ha/m2), tegalan (174 ha/m

2), pekarangan (13,50 Km

2), pemukiman (12,4 ha/m

2),

dan hutan (12 ha/m2).

2

1. Batasan Wilayah

Dari luas wilayah daerah tersebut ada bagian perbatasan antara satu Desa dengan

Desa yang laiinya, adapun Batas-batas wilayah Desa Tenggulun yaitu:

Sebelah utara : Desa Payaman Kecamatan Solokuro

Sebelah selatan : Desa Taman Prijek Kecamatan Laren

Sebelah barat : Desa Tebluru Kecamatan Solokuro

Sebelah timur : Desa Solokuro.

2. Kondisi Geografis

wilayah Desa Tenggulun merupakan dataran rendah yang berada pada ketinggian

tanah 10 mdl dari permukaan laut. Dengan banyaknya curah hujan rata-rata 1.800

mm dan suhu udara rata-rata 25 0C. Unutuk tanah pertanian menggunakan tadah

hujan berjumlah 90 ha/m2

dan 71 ha/m2 menggunakan pengairan dengan irigasi

setengah teknis. Letak Desa Tenggulun tidak jauh dari pusat pemerintahan kecamatan

hanya berkisar sekitar 2 Km, sedangkan memiliki jarak 60 Km dari Ibu Kota

2 Wikipedia, “Tenggulun, Solokuro, Lamongan”, artikel diakses pada 27 Juli 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Tenggulun,_Solokuro,_Lamongan

Page 58: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

45

Kabupaten, dan memiliki jarak yang jauh dari Ibu Kota Provinsi yang mencapai jarak

80 Km.3

3. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian di kantor Balai Desa Tenggulun

jumlah penduduk Desa Tenggulun adalah 2.515 jiwa. Dari jumlah tersebut terdiri dari

1.274 jiwa laki-laki dan sisanya jumlah penduduk perempuan berjumlah 1.241 jiwa

dengan jumlah KK 688. Mata pencaharian penduduk Desa Tenggulun sebagai

pemilik tanah pertanian kurang leibih berjumlah 1864 orang dan sebagai petani

penggarap sawah atau buruh kurang lebih 104 orang selebihnya sebagai pengusaha,

pegawai negeri, pedagang, buruh industri, dan buruh bangunan.4

4. Potensi Sumber Daya Manusia

a. Pendidikan

1) Jumlsh penduduk buta aksara dan huruf latin : 40 orang

2) Usia 3-6 tahun yang sedang TK atau Play Group : 115 orang

3) Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah : 365 orang

4) Usi 18-56 tahun pernah SD tapi tidak tamat : 11 orang

5) Tamat SD /sederajat : 1018 orang

6) Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP : 8 orang

7) Jumlah usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA : 15 orang

8) Tamat SMP/sederajat : 783 orang

3 Profil Desa Tenggulun, tahun 2010-2014

4 Profil Desa Tenggulun, tahun 2010-2014

Page 59: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

46

9) Taat SMA/sederajat : 238 orang

10) Tamat D-1/sederajat : 2 orang

11) Tamat D-2/sederajat : 1 orang

12) Tamat D-3/sederajat : 12 orang

13) Tamat S-1/sederajat : 68 orang

14) Tamat S-2/sederajat : 5 orang

15) Tamat S-3/sederajat : 1 orang

b. Mata Pencaharian Pokok

1) Petani : 1864 orang

2) Buruh tani : 30 orang

3) Buruh migran : 404 orang

4) Pegawai Negeri Sipil : 6 orang

5) Guru swasta : 56 orang

6) Pedagang keliling : 2 orang

7) Montir : 4 orang

8) Bidan swasta : 3 orang

9) Perawat swasta : 3 orang

10) TNI : 2 orang

11) Jasa pengobatan alternatif : 2 orang

12) Dosen swasta : 1 orang

Page 60: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

47

13) Wiraswasta lainnya : 286 orang5

5. Potensi Kelembagaan

a. Lembaga Pemerintah

1) Aparat Pemerintah Desa : 8 orang

2) Badan Perwakilan Desa : 9 orang

b. Lembaga Kemasyarakatan

1) Pengurus LPMD/LPMK : 10 orang dengan 3 jenis kegiatan

2) Pengurus PKK : 26 orang dengan 18 jenis kegiatan

3) Pengurus Rukun Warga : 10 orang dengan 3 jenis kegiatan

4) Pengurus Rukun Tetangga : 10 orang dengan 3 jenis kegiatan

5) Organisasi Karang Taruna : 22 orang dengan 4 jenis kegiatan

6) Pengurus Kelompok Tani : 26 orang dengan 3 jenis kegiatan

c. Kelembagaan Ekonomi

1) Koperasi simpan pinjam: 3 unit, dengan jumlah pengurus 16 orang dan

memiliki jumlah 12 kegiatan

2) Kelompok simpan pinjam: 5 unit, dengan jumlah pengurus 88 orang

dan memiliki jumlah 26 kegiatan.

3) Toko/kios : 4 unit

4) Toko kelontongan : 6 unit

5) Usaha peternakan : 1 unit

5 Profil Desa Tenggulun, tahun 2010-2014

Page 61: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

48

6) Usaha air minum kemasan/isi ulang : 3 unit

d. Lembaga Pendidikan

1) Taman Kanak-kanak : Jumlah 3 lembaga, jumlah murid 115 orang dan

16 orang guru

2) SD dan sederajat : Jumlah 2 lembaga, jumlah siswa 174 orang,

dan 32 orang guru.

3) SLTP dan sederajat : Jumlah 1 lembaga, dengan jumlah siswa 84

orang dan 16 orang guru.

4) Pondok Pesantren : Jumlah 1 lembaga, dengan jumlah 76 siswa

dan 38 orang guru

5) Kursus Komputer : Jumlah 1 lembaga, dengan jumlah 12 siswa

dan 2 orang guru.

6) Perpustakaan Desa : 1 buah

e. Kelembagaan Keamanan

1) Siskamling / pos ronda : 8 RT

2) Jumlah Hansip dan Limas : 56 orang

3) Pos Jaga Induk Desa / kelurahan : 1 pos6

6 Profil Desa Tenggulun, tahun 2010-2014

Page 62: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

49

6. Sarana dan Prasarana dalam Desa

a. Prasarana Transportasi Darat

1) Jalan aspal dengan kondisi baik memiliki panjang 3 Km dan 2 Km

dengan kondisi rusak.

2) Jalan makadam dengan kondisi baik memiliki panjang 2 Km dan 2

Km dengan kondisi rusak

3) Jalan sirtu dengan kondisi baik memiliki panjang 1 Km dan 1 Km

dengan kondisi rusak

4) Jalan semen/beton dengan kondisi baik memiliki panjang 0,5 Km dan

0,5 dengan kondisi rusak

5) Jalan aspal antar desa/kecamatan/ dengan kondisi baik memiliki

panjang 2 Km

6) Jalan aspal kabupaten yang melewati Desa dengan kondisi baik

memiliki panjang 2 Km

7) Jembatan beton dalam Desa dengan kondisi baik memiliki panjang 5

Km dan 1 Km dengan kondisi rusak.

b. Prasarana Pemerintahan

1) Gedung Kantor Balai Desa dengan kondisi baik yang memiliki jumlah

3 ruang kerja, 2 buah mesin tik, 15 buah meja, 78 kursi, 6 almari arsip,

2 komputer, dan 2 kendaraan dinas.

2) LKMD memiliki 8 jenis buku administrasi lembaga kemasyarakatan

dan memiliki 5 jenis kegiatan.

Page 63: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

50

c. Prasarana Ibadah

1) Masjid : 2 buah

2) Musholah / langgar : 14 buah

d. Prasarana Olahraga

1) Lapangan Sepak Bola : 1 buah

2) Lapangan voli : 2 buah

3) Lapangan tenis meja : 3 buah

4) Lapangan Bulu Tangkis : 2 buah

e. Prasarana Kesehatan

1) Balai Pengobatan : 1 buah

2) Posyandu : 1 buah

f. Sarana Kesehatan

1) Bidan Desa : 2 orang

2) Dokter Umum : 1 Orang

3) Mantri : 1 Orang

4) Dukun bersalin terlatih :2 orang

5) Perawat : 2 orang

6) Dukun pengobatan alternatif : 4 orang7

7 Profil Desa Tenggulun, tahun 2010-2014

Page 64: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

51

C. Kondisi Sosialisasi Desa Tenggulun

Masyarakat Desa Tenggulun dalam memenuhi kebutuhannya kebanyakan

bermata pencaharian sebagai petani. Profesi sebagai petani tidak semua orang

mempunyai lahan sendiri yang bisa dikelola, maka dari itu masyarakat Desa

Tenggulun banyak yang melakukan praktik kerja sama bagi hasil. Pihak yang

memilik lahan dan tidak mempunyai kemampuan dalam mengelolanya dengan suka

rela memberikan kepercayaan kepada petani yang mempunyai keahlian dalam bidang

pertanian dan tidak mempunyai banyak lahan untuk mengelolanya.

Perjanjian bagi Hasil antara petani penggarap dan petani pemilik di desa ini

diadakan secara lisan atau dengan cara musyawarah untuk mufakat diantara pihak-

pihak yan berkepentingan dan tidak pernah menghadirkan saksi sehingga mempunyai

kekuatan hukum yang sangat lemah. Alasannya karena ada rasa saling percaya dan

kebiasaan yang pada umumnya terjadi di desa tersebut.

Kerjasama bagi hasil ini juga terjadi karena ada beberapa alasan, diantaranya:

karena pemilik lahan ada pekerjaan lain yaitu merantau ke luar negeri, ada juga yang

karena memang usia yang sudah tua sehingga tidak mempunyai kemampuan dalam

mengelola lahannya sendiri.

Dari penjelasan yang terpapar tentang kondisi sosial masyarakat Desa

Tenggulun tersebut, dapat dikaji lebih lanjut bagaimana praktik perjanjian kerja sama

yang telah berlaku.

Page 65: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

52

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Sistem Pertanian Desa Tenggulun

Dari hasil penelitian dan wawancara yang penulis dapatkan, sistem

pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tenggulun secara garis besar

terdiri dari 3 macam, diantaranya:

1. Sistem pemilik lahan dan dikerjakan sendiri

Pertanian seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki

lahan pertanian dan mempunyai kemampuan untuk bertani. Sehingga

dalam mengelola lahan tersebut dilakukan dengan sendiri, begitu juga

dengan modal biasanya permodalan dikeluarkan sendiri tanpa campur

tangan dari orang lain dan hasil dari pertanian tersebut juga milik sendiri

sepenuhnya.

2. Sistem Bagi Hasil (Parohan)

Sistem parohan adalah sistem pertanian yang dilakukan oleh dua

belah pihak dimana pengelolaan tanah dilakukan oleh pihak petani, dan

pihak lainnya bertindak sebagai pemilik lahan dengan melakukan

kesepakatan membagi hasil pertanian ketika panen. Dalam pengelolaan

tanah, petani pengelola mempunyai hak untuk menanam bibit, memelihara

tanaman, memberi pupuk tanaman, melakukan pengairan, dan

memanennya ketika sudah waktunya. Dalam masalah permodalan semua

dibebankan pada pihak petani pengelola, untuk masalah keuntungan dan

kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Page 66: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

53

3. Sistem Buruh Tani

Sistem buruh tani adalah sistem kerja sama dimana petani sebagai

buruh tani, dan hanya berkewajiban serta bertanggung jawab atas

pengelolaan tanah dengan mendapatkan upah tertentu yang sudah

disepakati, sedangkan selebihnya ditanggung sepenuhnya oleh pemilik

lahan seperti bibit, pupuk, penyediaan alat-alat pertanian, dan obat hama.

Tidak jarang juga konsumsi

untuk buruh tani disediakan oleh pemilik lahan.

Dari beberapa sistem yang ada tersebut, ada yang relevansi dengan

sistem pertanian yang dijelaskan dalam Islam. Sistem peparohan yang

dilakukan oleh masyarakat tenggulun tersebut tidak jauh berbeda dengan

sistem mukhabarah yang dijelaskan dalam Islam. Dalam hal ini, perlu

kajian yang lebih mendalam tentang shahih atau fasidnya akad yang

dilakukan.

Alasan sistem mukhabarah mempunyai relevansi dengan sistem

peparohan yang dilakukan masyarakat tenggulun karena sistem tersebut

dipraktikkan dengan kerja sama yang dilakukan oleh dua belah pihak di

mana pengelolaan tanah dilakukan oleh pihak petani, dan pihak lainnya

bertindak sebagai pemilik lahan dengan melakukan kesepakatan membagi

hasil pertanian ketika panen. Sistem bagi hasil yang dianggap sah adalah

bibit, pupuk, tenaga kerja, alat-alat pertanian, pemeliharaan tanaman, dan

pengairan semuanya dibebankan pada petani penggarap. Sedangkan

pemilik lahan cuma menyediakan lahan, sehingga yang menjadi objek dari

Page 67: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

54

akad tersebut adalah manfaat dari jasa pengelola. Dalam sistem ini pemilik

lahan hanya bermodalkan tanah, sedangkan yang lainnya dari pihak

penggarap atau pengelola tanah. Maka sistem tersebut sesuai dengan

konsep mukhabarah. sistem seperti ini banyak digunakan di masyarakat

desa tenggulun.

Sistem buruh tani merupakan kerja sama, tetapi tidak bisa

dikategorikam dalam kerja sama yang telah dijeaskan dalam Islam. Kerja

sama yag dijelaskan dalam Islam ada imbalan bagi hasilnya yang telah

disepakati ketika awal akad. Akan tetapi sistem buruh tani di masyarakat

Desa Tenggulun ini tidak adanya kesepakatan bagi hasil hanya saja buruh

tani tersebut mendapat imbalan upah sesuai kesepakatan dan kebiasaan

yang berlaku di mayarakat tersebut.

Perjanjian parohan di Desa Tenggulun dapat diketemukan

beberapa unsur, diantaranya:

a) Adanya kesepakatan para pihak

b) Izin menggarap dari pemilik tanah

c) Atas dasar kepercayaan

Bagi hasil kadang berfungsi sebagai menjaga tali kekerabatan sanak

saudara. Dalam perjanjian bagi hasil tersebut hubungan keluarga diprioritaskan

untuk diberi tawaran menggarap tanah, jika tidak ada sanak saudara yang bersedia

menggarap tanah tersebut, penawaran baru diberikan kepada pihak lain yang

bersedia untuk mengelola tanah tersebut.

Page 68: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

55

B. Sistem Kerja Sama Bagi Hasil Pertanian dan Kesesuainnya dengan

Prinsip Fiqh Mu’amalah

1. Alasan Kerja Sama Bagi Hasil dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang penulis dapatkan ada

beberapa alasan pemilik tanah pertanian mengadakan perjanjian bagi hasil di Desa

Tenggulun yaitu:

a. Banyaknya pemilik tanah yang merantau ke luar negeri atau adanya

pekerjaan lain

b. Faktor umur yang sudah tua

c. Rasa sosial/balas jasa dan saling tolong menolong

d. Pemilik tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menggarap

tanahnya

Dari alasan pemilik tanah mengenai terjadinya bagi hasil di Desa Tenggulun

tersebut yang paling dominan adalah alasan karna banyaknya pemilik tanah

bekerja atau merantau ke luar negeri, meskipun pemilik tanah memiliki banyak

lahan dan mampu dalam biaya mereka tidak bisa mengerjakan tanahnya sendiri

disebabkan oleh keterbatasan waktu dan jarak. Sehingga mereka melakukan akad

kerja sama dalam pertanian supaya tanahnya bisa dimanfaatkan oleh pihak lain

yang lebih membutuhkan dan siap untuk mengelolanya. Faktor yang kedua yaitu

karena faktor usia yang sudah tua, tidak adanya kemampuan bagi mereka yang

mempunyai tanah untuk mengelolah tanah tersebut secara maksimal. Dengan

faktor tersebut pemilik tanah melakukan kerja sama dalam pertanian dengan

tujuan bisa mendapatkan penghasilan dari porsi bagi hasil kerja sama tersebut

Page 69: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

56

tanpa kerja keras dan usahanya sendiri. Alasan yang ketiga yaitu rasa

sosialisasi/balas jasa. Faktor ini terjadi apabila pemilik tanah pernah mempunyai

hutang jasa kepada orang dan dengan posisi pemilik tanah memiliki banyak tanah,

sehingga sebagian tanahnya diberikan kepada orang yang pernah memberikan jasa

kepadanya untuk dikelola dengan perjanjian bagi hasil.

Sedangkan alasan penggarap mengadakan perjanjian bagi hasil yaitu:

a. Penggarap tidak memiliki tanah pertanian

b. Adanya tambahan pendapatan

c. Ada pekerjaan tambahan

Dari beberapa alasan penggarap melakukan bagi hasil tersebut, masyarakat Desa

Tenggulun kebanyakan beralasan karena petani penggarap tidak memiliki tanah

pertanian, akan tetapi petani penggarap tersebut mempunyai kemampuan dalam

mengelola tanah/bertani. Sedangkan ada pihak lain yaitu pihak pemilik sawah

yang tidak bisa mengelola sawahnya dengan sendirinya. Dengan akad ini kedua

belah pihak saling untung dan termasuk saling tolong menolong.

Alasan yang kedua yaitu adanya tambahan pendapatan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, karena dengan menerima perjanjian dan melaksanakan

kerja sama ini petani penggarap bisa mendapatkan tambahan pendapatan, yang

seharusnya tidak adanya pendapatan tanpa adanya kerja sama dalam pertanian

tersebut. Alasan yang ketiga yaitu adanya kerjaan tambahan, dimana petani

penggarap tidak mempunyai banyak kesibukan dan mempunyai kemampuan

untuk bertani sehingga petani penggarap menerima tawaran kerja sama dalam

pertanian untuk menambah kesibukan.

Page 70: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

57

Mayoritas kehidupan di Desa Tenggulun adalah bermata pencaharian

sebagai petani. Sebagai masyarakat desa, sifat-sifat murninya masih kental yaitu

sifat gotong royong dan saling tolong menolong antara yang satu dengan yang lain

dan saling peduli, sehingga dapat dilihat kehidupan masyarakat terlihat damai,

tentram, dan jarang adanya kecemburuan sosial.

Sifat kerukunan dari masyarakat tersebut yang menjadikan salah satu

alasan dilaksanakannya perjanjian bagi hasil hanya dilakukan atas dasar saling

percaya dalam bentuk lisan. Rasa percaya dan saling tolong menolong yang

menjadi salah satu alasan untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian seperti yang

dilakukan orang-orang terdahulunya menurut adat kebiasaan setempat.

Hal tersebut berkaitan dengan tenggang rasa dan kekeluargaan antara

warga untuk saling menolong pada warga yang kurang mampu tapi membutuhkan

penghasilan, mempunyai tenaga dan kemampuan tapi tidak mempunyai lahan

untuk digarap. Hidup layak berdampingan itulah menjadi falsafah bagi orang-

orang pedesaan termasuk Desa Tenggulun ini.

Perjanjian bagi hasil seperti ini sudah mengakar dari nenek moyang

sampai dengan anak cucu mereka sekarang. Perjanjian seperti ini mereka sebut

sebagai perjanjian adat kebiasaan warga setempat yang dilakukan dengan ucapan

lisan dan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dipahami dan diterima oleh

kedua belah pihak tanpa harus mendaftar atau mencatat di daftar kelurahan.

Berdasarkan hasil wawancara dari bapak Abu Sholeh, S.Pd selaku Kepala

Desa Tenggulun mengenai masalah pembayaran pajak tanah, maka dalam

masalah kerja sama di bidang pertanian 100% masyarakat Desa Tenggulun

Page 71: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

58

membebankan pembayaran pajak sepenuhnya kepada pemilik tanah. Dalam

hukum Islam juga dijelaskan apabila ada dua pihak melakukan kerja sama dimana

pihak pertama sebagai pemilik tanah dan pihak kedua sebagai pengelola tanah

maka yang seharusnya membayar pajak adalah pemilik tanah. Dalam pasal 9

Undang-Undang No.2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil, disebutkan mengenai

kewajiban pembayaran pajak sebagai berikut:

“kewajiban memebayar pajak mengenai tanah yang bersangkutan dilarang untuk

dibebankan kepada penggarap, kecuali kalau penggarap itu adalah pemilik tanah

yang sebenarnya”.

Dilihat dari penjelasan diatas, ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya akad kerja sama dalam bidang pertanian. Dari beberapa faktor tersebut

jika dilihat dari segi Agama Islam tidak ada yang menunjukkan sesuatu yang

dilarang. Akad tersebut tetap sah dengan alasan yang telah disebutkan, sesuai

dengan konsep Islam telah menjelaskan bahwa akad akan sah apabila antara kedua

belah pihak yang berakad saling ridho diantara kedua belah pihak dan tidak ada

paksaan. Mengenai pembayaran pajak tanah, dalam penerapannya masyarakat

Desa Tenggulun tidak melanggar ketentuan syariah yang ada. Artinya, dengan

penerapan pemilik tanah yang menanggung pembayaran pajak tanah tersebut

benar sesuai dengan ketentuan yang ada.

Page 72: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

59

2. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Bagi Hasil dalam Konsep

Islam

Pengetahuan masyarakat terhadap bagi hasil dalam konsep Islam dapat dilihat

dari hasil wawancara penulis dengan berbagai pihak, baik tokoh masyarakat,

pemilik tanah, ataupun pihak penggarap. Dimana pengetahuan masyarakat Desa

Tenggulun tentang bagi hasil pertanian dalam konsep Islam sangat minim, seperti

yang dikatakan oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Tenggulun tidak

keseluruhannya tahu, tidak keseluruhan petani mengetahui tentang konsep Islam,

namun juga “ sebagian ada yang mengetahui juga, namun sementara yang dipakai

ini adalah adat, jadi adat kebiasaan pertanian yang ada disini yang dipakai, tidak

memakai yang menganut konsep Islam”.1 sehingga perjanjian bagi hasil yang

dilakukan masyarakat Desa Tenggulun umumnya berdasarkan adat setempat,

tidak sepenuhnya mengacu pada konsep Islam, walaupun ada sebagian

masyarakat yang mengetahui tentang bagi hasil dalam konsep Islam. Jadi,

kenyataan yang ada di Desa Tenggulun perjanjian bagi hasil ini dibuat

berdasarkan hukum atau adat kebiasaan setempat. Karena, masih banyaknya

masyarakat yang tidak mengetahui adanya bagi hasil dalam konsep Islam. Ini juga

sangat mempengaruhi hal tersebut tumbuh dan berkembang dengan kebiasaan

yang dirasa lebih fleksibel oleh masyarakat dalam menentukan bagaimana

mekanisme mengenai perjanjian bagi hasil tanah pertanian.

Faktor ketidaktahuan terhadap adanya konsep Islam dalam mengatur bagi

hasil pertanian juga mempengaruhi pelaksanaan perjanian bagi hasil, yang mereka

1 Wawancara Pribadi dengan Ma’shum. Lamongan, 08 Agustus 2014.

Page 73: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

60

tahu adalah perjanjian seperti yang sudah berlaku di masyarakat desa ini yaitu

dengan cara lisan atas dasar kesepakatan dan kepercayaan. Meskipun sebagian

masyarakat juga sudah mengetahui adanya aturan hukum dalam Islam tentang

perjanjian bagi hasil, mereka tetap cenderung memilih melaksanakan dengan

dasar imbangan pembagian hasil sesuai dengan hasil panen yang didapatkan

petani penggarap. Alasannya adalah karena sudah dilakukan secara turun

menurun, saling percaya untuk saling tolong menolong sehingga dalam

melakukan akad mereka tidak memilih secara formal, melainkan cukup dengan

mengucapkan kata sepakat antara kedua belah pihak yang berakad. Apabila terjadi

perselisihan atau persengketaan dalam masalah akad masyarakat Desa Tenggulun

meyelesaikannya dengan cara kekeluargaan tidak dengan melibatkan para pejabat

dan aparat desa. Tapi di Desa Tenggulun ini jarang sekali adanya perselisihan

dalam berakad, karena didasari dengan saling rela dan ikhlas dengan keputusan

yang ada ketika akad.

3. Kata Sepakat Dalam Akad

Bagi masyarakat adat yang terpenting dalam pelaksanaan bagi hasil bukan

unsur subjektif atau unsur objektif tetapi terlaksana dan terjadinya perjanjian itu

didasarkan pada kesepakatan (mufakat).

Pada praktiknya masyarakat Desa Tenggulun mengerjakan tanah milik

orang lain dengan menggunakan bagi hasil, hanya mendasarkan persetujuan

antara pemilik tanah dan penggarap secara lisan atas dasar kepercayaan. Tidak

sedikit masyarakat Desa Tenggulun dalam melakukan pertanian untuk mengelola

lahannya dengan menggunakan sistem parohan dengan pembagian bagi hasil

Page 74: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

61

antara pemilik lahan dengan petani penggarap sesuai dengan penghasilan yang

didapatkan.

Berdasarkan hasil dari wawancara dan penelitian dapat diambil kesimpulan

bahwa, pihak-pihak yang mengadakan akad bagi hasil tidak ada yang

menggunakan dengan cara tertulis, akan tetapi kebanyakan cukup dengan lisan

dan langsung disertai serah terima tindakan, tidak ada yang tertulis. Syukur-

syukur dengan ucapan ini lahannya tolong dikelola.2 yakni setelah kedua belah

pihak sudah sepakat melakukan kerja sama bagi hasil maka petani penggarap

mengatakan bersedia dengan cara langsung mengelola lahan tersebut. Dengan

tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak yang melakukan akad berarti

perjanjian tersebut sudah tercipta pada saat tercapainya konsensus. Jadi, kata

sepakat dalam bagi hasil di Desa Tenggulun ini yang menjadi landasan lahirnya

dan diadakannya perjanjian bagi hasil pertanian.

4. Kecakapan Hukum Berdasarkan Usia

Menurut pasal 1320 KUH Perdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:3

a. Syarat subjektif, meliputi:

1) Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit

ingatan)

2) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

2 Wawancara Pribadi dengan Sukaeri. Lamongan, 09 Agustus 2014.

3 Saefuddin Arif dan Ah. Azharuddin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah (Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta, 2011), h. 1

Page 75: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

62

b. Syarat objektif, meliputi:

1) Suatu hal (objek) tertentu

2) Sesuatu sebab yang halal (Kuasa).

Secara hukum dilihat dari usia masyarakat Desa Tenggulun yang telah

melakukan praktik kerja sama bagi hasil dapat dikatakan bahwa pihak yang

melakukan akad telah cakap dalam melakukan hukum. Jadi jika terjadi

wanprestasi maka kedua belah pihak yang melakukan akad bisa

mempertanggungjawabkan atau bisa diminta pertanggungjawaban hukum

terhadap pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Desa Tenggulun ini.

Dapat diambil kesimpulan bahwa kontrak yang dilakukan telah sah dan

memenuhi syarat, sebagaimana yang melakukan akad tersebut adalah orang

dewasa dan telah cakap hukum.

5. Bentuk Perjanjian Kerja Sama Bagi Hasil

Bentuk perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Tenggulun dilaksanakan

secara tidak tertulis atau cukup dengan lisan antara kedua belah pihak, dengan

beberapa alasan yang mendasarinya berikut:

1. Mudah pelaksanaannya dan tidak berbelit-berbelit

2. Adanya saling percaya

Menurut konsep Islam, bentuk perjanjian bagi hasil pertanian ini tidak harus

dengan hitam diatas putih, yakni dengan secara tertulis. Akan tetapi, menurut

Jumhur Ulama dengan melakukan ijab dan qabul sudah memenuhi rukunnya, baik

qabul tersebut berupa ucapan ataupun langsung dengan tindakan. Dalam hal

Page 76: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

63

bentuk perjanjian ini, masyarakat Desa Tenggulun tidak menyalahi ketentuan

yang telah ditetapkan dalam Islam.

Mengenai pedoman yang dirujuk dalam melakukan kerja sama bagi hasil,

masyarakat tidak mengacu pada Undang-undang, tidak juga mengacu pada konsep

Islam akan tetapi dalam pratiknya mempunyai prinsip saling menguntungkan,

seperti halnya yang dikatakan oleh penggarap sawah, pihak pemilik sawah bisa

mengambil keuntungan dari hasil pertanian tersebut, pihak penggarap juga ada

keuntungan karena mempunyai lahan yang bisa dikerjakan. Berdasarkan ayat

alqura’an : wata’awanu ‘alal birri wattaqwa walaa ta’aawanuu ‘alal istmi wal

‘udwaan.4

Ketentuan porsi bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat ternyata tidak ada

ketentuan di awal akad, yang ada antara kedua belah pihak pasrah dengan hasil

yang didapatkan ketika panen nanti, berapapun hasilnya saling terima. Jadi

pembagiannya terserah penggarapnya memberikan bagian berapa. Sebagaimana

yang dikatakan oleh pemilik lahan: “Tergantung panen yang dihasilkan.

Mendapatkan bagian banyak ataupun sedikit kita sebagai pemilik sawah harus

bisa terima apa adanya, kasihan pihak penggarap juga, mengelola lahan juga tidak

gampang dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit”.5 Dapat diambil

kesimpulan, dalam penentuan porsi bagi hasil ini masyarakat Desa Tenggulun

telah menyimpang dari ketentuan Islam. Dimana dalam ketentuan Islam

dijelaskan, bahwa porsi bagi hasil harus dijelaskan pada awal akad.

4 Wawancara Pribadi dengan Sukaeri. Lamongan, 09 Agustus 2014

5 Wawancara Pribadi dengan Munifah. Lamongan, 11 Agustus 2014

Page 77: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

64

Apabila diantara kedua belah pihak sudah sepakat melakukan kerja sama,

maka dalam masalah pengelolaan lahan tersebut adalah murni 100% dari pihak

penggarap, jadi pihak pemilik lahan sudah tidak tahu-menahu lahannya dikelola

seperti apa, Jadi semuanya diserahkan sepenuhnya atau dikelola sepenuhnya oleh

pihak penggarap. Dalam hal ini, praktik yang dilakukan oleh masyarakat sesuai

dengan konsep Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa tanah yang sudah

diserahkan kepada pihak penggarap maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab

pihak penggarap tidak boleh ada campur tangan dari pemilik tanah.

6. Lamanya Waktu Perjanjian

Berdasarkan hasil wawancara, perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Tenggulun kebanyakan tidak ada ketentuan lamanya waktu

perjanjian, akan tetapi ada sebagian yang menentukan lamanya waktu dalam

melakukan kerja sama tersebut. Hal ini terjadi berdasarkan alasan dilakukannya

kerja sama bagi hasil dikarenakan banyaknya pemilik tanah yang mempunyai

pekerjaan diluar atau lebih tepatnya merantau ke luar negeri, sehingga tidak

adanya kemampuan pemilik tanah dalam mengelola lahannya sendiri menjadikan

tidak adanya batasan waktu yang ditentukan dalam pengelolaan tanah, selama

penggarap masih sanggup mengelola tanah dan pemilik tanah belum kembali ke

tempat asalnya maka perjanjian tersebut akan terus berlanjut. perjanjian ini

berlangsung saja tanpa ada ketentuan waktu berapa lama kesepakatan kerja sama

akan terus berlangsung dan model perjanjian tersebut sudah berjalan begitu saja

sampai saat ini. Pemilik tanah juga berfikiran bagaimana caranya tanah yang

dimilikinya tidak terlantar dan bisa diambil kemanfaatannya maka pemilik tanah

Page 78: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

65

dengan senang hati melakukan perjanjian kerja sama bagi hasil apabila ada

penggarap yang bersedia mengelola tanah tersebut, bahkan tidak jarang pemilik

tanah tidak mendapatkan porsi bagi hasil ketika penggarap mendapatkan panen.

Kejadian seperti ini terjadi karena rasa suka rela dan terima kasih dari pemilik

tanah kepada penggarap yang telah bersedia mengelola tanah tersebut.

Sedangkan sebagian yang menentukan waktu dalam perjanjian kerja sama,

masyarakat Desa Tenggulun menentukan waktu berkisar anatra 1-2 Tahun.

Perjanjian yang seperti ini dilakukan oleh pemilik tanah yang memiliki lahan

kosong tetapi tidak mempunyai kemampuan dalam mengelolanya, sehingga batas

waktu yang diberikan kepada penggarap tersebut habis ketika pihak penggarap

sudah menghasilkan panen, apabila pemilik tanah ingin melanjutkan perjanjian

kerja sama tersebut maka dibuatnya akad baru (adanya musyawarah bersama)

lagi. Namun, jika ketentuan waktu yang diperjanjikan sudah habis, akan tetapi

petani penggarap belum menghasilkan panen, maka pihak yang berakad masih

melanjutkan perjanjian tersebut sampai menghasilkan panen. Seperti yang

dikatakan oleh salah satu pihak penggarap sawah:6 “langkah yang diambil yaitu

memperbarui akad lagi kalau sudah habis waktunya, kalau memang waktu yang

disepakati sudah habis maka ada kesepakatan baru lagi. Ketika ditengah perjanjian

waktu yang ditentukan sudah habis tetapi belum menghasilkan panen maka akad

tersebut masih berlanjut sampai panen”. Ini sudah sesuai dengan konsep Islam,

dimana apabila waktu yang disepakati sudah habis, tapi belum menghasilkan

6 Wawancara pribadi dengan Sukaeri. Lamongan, 09 Agustus 2014

Page 79: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

66

panen maka perjanjian tersebut akan terus berlanjut sampai pihak penggarap

menghasilkan panen.

Berdasarkan data tersebut adanya ketidaksesuaian antara realita perjanjian

bagi hasil dengan teori yang dijelaskan menurut Islam. Dimana dalam Islam

dijelaskan masa berlaku akad bagi hasil dalam pertanian disyaratkan harus jelas

dan ditentukan atau diketahui ketika awal akad. Sedangkan adat masyarakat

Tenggulun tidak demikian, kebiasaan masyarakat tidak menyebutkan berapa lama

waktu yang akan diperjanjikan ketika di awal akad, hal ini mengandung unsur

gharar sedangkan gharar juga dilarang dalam Islam.‘Urf tersebut sudah melekat

di masyarakat, akan tetapi ‘urf yang terjadi ini merupakan ‘urf fasidah karena

bertentangan dengan nash yang ada. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai hukum.

7. Berakhirnya Perjanjian Kerja Sama Bagi Hasil

Berakhirnya perjanjian bagi hasil di Desa Tenggulun ini dapat disebabkan

oleh dua hal, yaitu karena sudah berakhirnya waktu perjanjian bagi hasil antara

penggarap dan pemilik tanah yang sudah ditentukan, dan berakhirnya perjanjian

atas permintaan pemilik tanah dan penggarap karena sebab atau alasan tertentu.

Sebelum perjanjian kerja sama tersebut dikatakan berakhir, para pihak yang

berakad menggunakan cara bermusyawarah antara kedua belah pihak, apabila

kesepakatan tersebut sudah dikatakan berakhir maka diikuti dengan pegembalian

tanah kepada pihak pemilik tanah.

Hasil penelitian di Desa Tenggulun, pada umumnya masyarakat menerapkan

sistem perjanjian bagi hasil berdasarkan hukum adat setempat (kebiasaan

setempat secara turun temurun). Ada banyak kendala yang muncul mengapa

Page 80: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

67

peraturan dan konsep Islam bagi hasil di Desa Tenggulun tidak bisa diterapkan

atau tidak dapat terlaksana dengan baik dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil

karena:

a. Kebanyakan masyarakat Desa Tenggulun tidak mengetahui adanya konsep

Islam yang mengatur transaksi bagi hasil dalam sistem pertanian. Hal ini

terjadi karena kurangnya memperhatikan kajian-kajian Islam yang

membahas tentang perjanjian bagi hasil, termasuk kurangnya arahan dari

tokoh agama yang lebih mengetahui tentang bagi hasil dalam pertanian.

b. Faktor adat dan budaya yang sangat melekat pada diri masing-masing

masyarakat Desa Tenggulun yang masih mempercayai penggunaan adat

kebiasaan secara turun temurun yang biasa dilakukan dalam praktik

perjanjian bagi hasil.

Dari penjelasan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa, perjanjian bagi

hasil pertanian yang terjadi di Desa Tenggulun ini belum sepenuhnya seseuai

dengan konsep Islam yang telah ada, Akan tetapi masyarakat mengacu pada adat

yang sudah melekat, dengan mengacu adat bukan berarti menyimpang dari

ketentuan Islam yang ada. Selama adat tersebut tidak melanggar ketentuan-

ketentuan yang ada, maka kerjasama yang berjalan sesuai adat tersebut bisa

dijadikan hukum. Akan tetapi adat yang berlaku di masyarakat ini belum

sepenuhnya mendatangkan kemaslahatan, sehingga adat ini belum bisa dijadikan

patokan sebagai hukum yang tidak menyimpang dari ketentuan Islam. Dimana

dalam Islam telah dijelaskan adat atau ‘urf bisa dijadikan hukum apabila tidak

melanggar dengan ketentuan nash dan bisa mendatangkan kemaslahatan.

Page 81: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

68

8. Aspek Keadilan dalam Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di

Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan

Bagi hasil merupakan salah satu komponen dalam rangka pembaharuan

Agraria yang sesungguhnya memiliki peranan yang cukup penting dalam upaya

memperbaiki kesejahteraan masyarakat pertanian, namun selama ini hampir tidak

diperhatikan.

Dalam konsep Islam telah dijelaskan bahwa aspek keadilan dalam bagi hasil

pertanian haruslah ada keridhaan antara kedua belah pihak, saling mengetahui

kesepakatan masing-masing, kesepakatan harus dijelaskan diawal akad, dan

pembagian hasil panen juga harus dijelaskan diawal akad.

Berdasarkan penelitian yang diperoleh, hal yang mendorong masyarakat Desa

Tenggulun melakukan sistem transaksi pengolahan tanah melalui sistem

perjanjian bagi hasil yang mendasarkan pada adat kebiasaan yaitu dipicu oleh

masarakat yang sudah terbiasa melaksanakan kerja sama dengan cara seperti itu.

selain sudah kebiasaan kerja sama yang dilakukan sesuai dengan adat juga bisa

memberikan rasa nyaman antara kedua belah pihak yang berakad. Masyarakat

Desa Tenggulun juga lebih memilih menggunakan sistem hukum adat kebiasaan

dibanding dengan sistem perjanjian bagi hasil menurut konsep Islam dengan

alasan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

1. Kebiasaan yang sudah turun temurun

2. Adanya kerja sama yang bersifat gotong royong

Sistem bagi hasil yang dilakukan dalam perjanjian ini digunakan sebagai

sampingan dengan menggunakan perbandingan yang tidak disepakati ketika awal

Page 82: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

69

akad. Karena petani penggarap merasa bahwa keuntungan yang didapat seimbang

dengan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan tanah. Kemudian tingkat resiko

apabila ada kesulitan ataupun bencana karena cuaca alam yang buruk dalam kerja

sama pertanian ini ditanggung sepenuhnya oleh pihak penggarap. Sehingga

menurut masyarakat di tempat lokasi penelitian banyak yang menyatakan pihak

penggarap merasa dirugikan akan tetapi dalam penyelesaiannya masih

dimusyawarahkan bersama.

Dilihat dari kasat mata, praktek kerja sama tersebut ada pihak yang merasa

dirugikan, yaitu pihak pemilik tanah, dimana dalam pembagian hasil panen tidak

adanya kejelasan berapa porsi yang akan didapatkan, karena dalam pembagiannya

menyesuaikan berapa hasil panen yang nanti didapatkan oleh pihak penggarap.

Akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian, diantara kedua belah pihak yang

berakad ternyata tidak ada yang dirugikan. karena semua modal yang dikeluarkan

untuk pengolahan tersebut dari pihak petani penggarap dan pembagian hasil panen

juga tergantung panen yang didapatkan. Jika petani penggarap menghasilkan

panen yang banyak maka pemilik tanah juga mendapatkan bagian banyak begitu

sebaliknya. Namun jika pemilik tanah mendapatkan bagian banyak tetapi petani

penggarap mendapatkan hasil panen yang sedikit maka kebanyakan masyarakat

tidak bersedia untuk melanjutkan kerja sama tersebut. Kalaupun hasil panen yang

didapatkan sedikit maka ada pihak yang merasa rugi yaitu pihak petani, karena

pihak petani sudah mengeluarkan banyak biaya tapi tidak mendapatkan hasil

panen. Sementara kedua belah pihak yang berakad kebanyakan sudah saling

mengetahui, saling mengerti, dan saling tenggang rasa. Jadi kalau masalah

Page 83: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

70

pembagian hasil pemilik tanah sudah memaklumi, sehingga tidak ada pihak yang

berebutan bagi pihak penggarap maupun pihak pemilik tanah.

Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan, bahwa aspek keadilan yang terjadi

pada praktek bagi hasil di Desa Tenggulun ini tidak terlalu nampak. Karena antara

kedua belah pihak sudah saling ridho, saling mengerti, dan saling tenggang rasa.

Namun, dalam pembagian porsi bagi hasil tersebut adanya ketidakjelasan atau

dalam istilah Islam disebut gharar, dimana tidak ada ketentuan porsi yang

dijelaskan ketika awal akad. Sehingga tidak sesuai dengan konsep Islam yang ada.

Dengan tidak adanya kesepakatan nisbah bagi hasil di awal akad, ini

menimbulkan unsur gharar atau ketidakpastian, dan hal ini sudah menjadi ‘urf

atau kebiasaan yang melekat pada masyarakat Desa Tenggulun. Sehingga dalam

hal ini ‘urf yang biasa terjadi di kalangan masyarakat tersebut telah menyimpang

dari konsep Islam yang ada, dimana dalam konsep Islam dijelaskan bahwa ‘urf

yang bisa dijadikan hukum yaitu ‘urf yang tidak menyimpang dari ketentuan

Islam, sedangkan dalam pembagian porsi bagi hasil tersebut adanya unsur gharar,

dan gharar gharar dilarang dalam Islam. Jadi dalam pembagian porsi yang tidak

dijelaskan di awal akad ini tidak sesuai dengan Islam.

Page 84: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

71

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan kajian, analisis, dan pembahasan pada bab sebelumnya

terhadap permasalahan yang telah penulis teliti, maka dapat diambil kesimpulan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Sistem pertanian yang ada di Desa Tenggulun terdiri dari 3 macam: a)

sistem pemilik lahan dan dikerjakan sendiri, 2) sistem bagi hasil

(parohan), dan 3) sistem buruh tani. Dari ketiga sistem tersebut ada

relevansinya dengan sistem kerjasama yang dijelaskan dalam Islam,

dimana sistem bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat Desa

Tenggulun ada relevansinya dengan sistem mukhabarah karena semua

modal pengelolaan tanah dibebankan kepada pihak penggarap.

2. Dalam segi pelaksanaa perjanjian, akad kerjasama bagi hasil ini sudah

sesuai dengan konsep Islam dilihat dari unsur-unsur pembentukan akad

yaitu subjek akad, objek akad, dan sighat. Hanya saja dari aspek objek

akad adanya ketidaksesuaian yaitu presentase porsi bagi hasil dan

jangka waktu tidak disebutkan ketika di awal akad.

Page 85: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

72

B. SARAN

Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah tercantum di atas, maka ada

beberapa saran yang perlu penulis sampaikan, yaitu:

1. Kedua belah pihak yang berakad hendaklah menentukan bagian masig-

masing di awal akad dengan pasti supaya tidak merugikan salah satu

pihak.

2. Jika terjadi penurunan pendapatan atau gagal panen, seharusnya resiko

kerugian ditanggung bersama antara pemilik dengan penggarap.

3. Dalam melakukan kerja sama bagi hasil, hendaklah menentukan berapa

lama waktu yang akan diperjanjikan ketika awal akad, agar adanya

kejelasan dan saling mengetahui antara kedua belah pihak.

4. Dari hasil penelitian ini, masih dibutuhkan peneliti lanjutan. Dalam

melakukan penelitian seharusnya lebih teliti dalam melakukan penelitian.

Peneliti selanjutnya selain meneliti dari segi konsep Islamnya sebaiknya

dikombinasikan dengan peraturan undang-undang yang ada.

Page 86: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

73

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan

Implementasi), Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2010.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Jakarta:

Granada Press, 2007.

A Pratanto, Pius dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.

Damanuri, Aji. Metode Penelitain Mu’amalah, Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2010.

Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta:

Balai Pustaka, 1988.

Dzaqiyuddin, Al-Hafidz Abdul Adzim bin Abdul Qawi Al-Mundzir. Mukhtashar Shahih

Muslim, ditahqiq oleh Ahmad Ali Sulaiman, Surakarta: Insan Kamil Solo, 2012.

Ghazaly, Abdul Rahman dkk. Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet.

Ke-II, 2012.

Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, cet.ke-II, 2007.

Hasan, Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: Rajawali

Pers, 2002.

Hasanuddin, Maulana dan Jaih Mubarok. Perkembangan Akad Musyarakah, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, cet. Ke-I, 2012.

Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

Khatib al-Tamim, Izzudin. Bisnis Islami, Jakarta: Fikahari Aneska, cet ke-1, 1992.

Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, Edisi ke-III, 1997.

Lathif, Azharuddin. Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet.ke-I, 2012.

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Amzah, 2010

Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis. Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta:

Sinar Grafika, cet.ke-III, 2004.

Qardawi, Yusuf. Fiqh al-Zakat (Hukum Zakat), penerjemah: Salman Harun (et al), Bogor:

PT. Pustaka Litera Antar Nusa, cet.III, 1993.

Page 87: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

74

Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Jilid II, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

1995

Rais, Isnawati dan Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS. Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cet. Ke-I, 2011.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet. Ke-XXVII, 1994.

Saebani, Beni Ahmad. Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Sahrani, Sohari dan Ru’fah Abdullah Fikih Muamalah Untuk Mahasiswa

UIN/IAIN/STAIN/PTAIS dan Umum. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

Ash-Shawi, Muhammad Shalah Muhammad. Problematika Investasi pada Bank Islam:

Solusi Ekonomi Islam, Jakarta: Migunani, 2008.

Ash-Shawi, Shalah dan Abdullah al-Mushlih. Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta: Darul

haq,2008

Soekartwi. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, ed. 1, cet.

Ke-VI, 2001.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet.ke-VI, 2010.

Sutanto, Jusuf dkk. Revitalisasi Pertanian dan Dialog peradaban, Jakarta: Kompas, 2006.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, cet. Ke-VI, 2005.

Yasyin, Sulcan. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-BESAR), Surabaya: Amanah, 1997

Wawancara Pribadi dengan Ma’shum. Lamongan: 08 Agustus 2014

Wawancara Pribadi dengan Moh. Hasan. Lamongan: 10 Oktober 2014

Wawancara Pribadi dengan Munifah. Lamongan: 11 Agustus 2014

Wawancara Pribadi dengan Sukaeri. Lamongan: 09 Agustus 2014

Wikipedia, “Kabupaten Lamongan”, artikel diakses pada 27 Juli 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lamongan

Wikipedia, “Tenggulun, Solokuro, Lamongan”, artikel diakses pada 27 Juli 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Tenggulun,_Solokuro,_Lamongan

Page 88: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

75

Page 89: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960)

Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

Sumber: LN 1960/2; TLN NO. 1924

Tentang: PERJANJIAN BAGI HASIL

Indeks: HASIL. PERJANJIAN BAGI.

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

bahwa perlu diadakan Undang-undang yang mengatur perjanjian pengusahaan tanah dengan bagi-hasil, agar pembagian hasil tanahnya antara pemilik dan penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap itu, dengan menegaskan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban baik dari penggarapan maupun pemilik;

Mengingat :

a. pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Dasar;

b. pasal 5 ayat 1 jo 20 pasal 1 Undang-undang Dasar;

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat,

Memutuskan :

Menetapkan :

Undang-undang tentang "Perjanjian Bagi Hasil".

BAB I

ARTI BEBERAPA ISTILAH.

Pasal 1.

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

*)Disetujui D

Page 90: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

a. tanah, ialah tanah yang biasanya dipergunakan untuk penanaman bahan makanan;

b. pemilik, ialah orang atau badan hukum yang berdasarkan sesuatu hak menguasai tanah;

c. perjanjian bagi-hasil, ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu fihak dan seseorang atau badan hukum pada lain fihak - yang dalam undang-undang ini disebut

"penggarap" - berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua

belah fihak;

d. hasil tanah, ialah hasil usaha pertanian yang diselenggarakan oleh penggarap termaksud dalam huruf e pasal ini, setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak serta biaya untuk menanam dan panen;

e. petani, ialah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai tanah yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian.

BAB II.

PENGGARAP

Pasal 2.

(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini, maka yang diperbolehkan menjadi penggarap dalam perjanjian bagi-hasil hanyalah orang-orang tani, yang tanah

garapannya, baik kepunyaannya sendiri maupun yang diperolehnya secara, menyewa, dengan perjanjian bagi-hasil ataupun secara lainnya, tidak akan lebih dari sekitar 3 (tiga) hektar.

(2) Orang-orang tani yang dengan mengadakan perjanjian bagi-hasil tanah garapannya akan melebihi 3 (tiga) hektar, diperkenankan menjadi penggarap, jika mendapat izin dari Menteri Muda Agraria atau

penjabat yang ditunjuk olehnya.

(3) Badan-badan hukum dilarang menjadi penggarap dalam perjanjian bagi-hasil, kecuali dengan izin dari Menteri Muda Agraria atau penjabat yang ditunjuk olehnya.

BAB III.

BENTUK PERJANJIAN.

Pasal 3.

(1) Semua perjanjian bagi-hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis dihadapkan Kepala dari Desa atau daerah yang setingkat dengan itu tempat letaknya tanah yang

bersangkutan - selanjutnya dalam undang-undang ini disebut "Kepala Desa" dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari fihak pemilik dan penggarap.

(2) Perjanjian bagi-hasil termaksud dalam ayat 1 diatas memerlukan pengesahan dari Camat/Kepala Kecamatan yang bersangkutan atau penjabat lain yang setingkat dengan itu - selanjutnya dalam undang-

undang ini disebut "Camat".

(3) Pada tiap kerapatan desa Kepala Desa mengumumkan semua

perjanjian bagi-hasil yang diadakan sesudah kerapatan yang terakhir.

Page 91: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

(4) Menteri Muda Agraria menetapkan peraturan-peraturan

yang diperlukan untuk menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 diatas.

BAB IV.

JANGKA WAKTU PERJANJIAN

Pasal 4.

(1) Perjanjian bagi-hasil diadakan untuk waktu yang

dinyatakan didalam surat perjanjian tersebut pada pasal 3, dengan ketentuan, bahwa bagi sawah waktu itu adalah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan bagi tanah-kering sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

(2) Dalam hal-hal yang khusus, yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Muda Agraria, oleh Camat dapat diizinkan diadakannya perjanjian bagi-hasil dengan jangka waktu yang kurang dari apa yang ditetapkan

dalam ayat 1 diatas, bagi tanah yang biasanya diusahakan sendiri oleh yang mempunyainya.

(3) Jika pada waktu berakhirnya perjanjian bagi-hasil

diatas tanah yang bersangkutan masih terdapat tanaman yang belum dapat dipanen, maka perjanjian tersebut berlaku terus sampai waktu tanaman itu selesai dipanen, tetapi perpanjangan waktu itu tidak

boleh lebih dari satu tahun.

(4) Jika ada keragu-raguan apakah tanah yang bersangkutan itu sawah atau tanah-kering, maka Kepala Desalah yang memutuskan.

Pasal 5.

(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam

pasal 6, maka perjanjian bagi-hasil tidak terputus karena pemindahan hak milik atas tanah yang bersangkutan kepada orang lain.

(2) Didalam hal termaksud dalam ayat 1 diatas semua hak dan kewajiban pemilik berdasarkan perjanjian bagi-hasil itu beralih kepada pemilik baru.

(3) Jika penggarap meninggal dunia maka perjanjian bagi hasil itu dilanjutkan oleh ahli warisnya, dengan hak dan kewajiban yang sama.

Pasal 6.

(1) Pemutusan perjanjian bagi-hasil sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian termaksud dalam pasal 4 ayat 1 hanya mungkin dalam hal-hal dan menurut ketentuan-ketentuan dibawah ini :

a. atas persetujuan kedua belah fihak yang bersangkutan dan setelah mereka laporkan kepada Kepala Desa;

b. dengan izin Kepala Desa atas tuntutan pemilik, didalam hal penggarap tidak mengusahakan tanah yang bersangkutan sebagaimana mestinya atau tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan

sebagian dari hasil tanah yang telah ditentukan kepada pemilik atau tidak memenuhi bahan-bahan yang

Page 92: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

menjadi tanggungannya yang ditegaskan didalam surat perjanjian tersebut pada pasal 3 atau tanpa izin dari pemilik menyerahkan penguasaan tanah yang bersangkutan kepada orang lain.

(2) Kepala Desa memberi izin pemutusan perjanjian bagi-hasil yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan kedua belah pihak, setelah usahanya untuk lebih

dahulu mendamaikan mereka itu tidak berhasil.

(3) Didalam hal tersebut pada ayat 2 pasal ini Kepala Desa menentukan pula akibat daripada pemutusan itu.

(4) Jika pemilik dan/atau penggarap tidak menyetujui keputusan Kepala Desa untuk mengijinkan diputuskannya, perjanjian sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini dan/atau mengenai apa yang

dimaksud dalam ayat 3 diatas, maka soalnya dapat diajukan kepada Camat untuk mendapat keputusan yang mengikat kedua belah fihak.

(5) Camat melaporkan secara berkala kepada Bupati/Kepala Daerah Swatantra tingkat II semua keputusan yang diambilnya menurut ayat 4 pasal ini.

BAB V.

PEMBAGIAN HASIL TANAH.

Pasal 7.

(1) Besarnya bagian hasil-tanah yang menjadi hak penggarap dan pemilik untuk tiap-tiap Daerah Swatantara tingkat II ditetapkan oleh Bupati/Kepala Daerah Swatantra tingkat II yang bersangkutan, dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah, kepadatan penduduk, zakat yang disisihkan

sebelum dibagi dan faktor-faktor ekonomis serta ketentuan-ketentuan adat setempat.

(2) Bupati/Kepala Daerah Swatantra tingkat II memberitahukan keputusannya mengenai penetapan pembagian hasil-tanah yang diambil menurut ayat 1 pasal ini kepada Badan Pemerintah Harian dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan.

BAB VI.

KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENGGARAP.

Pasal 8.

(1) Pembayaran uang atau pemberian benda apapun juga kepada pemilik yang dimaksudkan untuk memperoleh hak mengusahakan tanah pemilik dengan perjanjian bagi-hasil, dilarang.

(2) Pelanggaran terhadap larangan tersebut pada ayat 1 pasal ini berakibat, bahwa uang yang dibayarkan atau harga benda yang diberikan itu dikurangkan pada bagian pemilik dari hasil tanah

termaksud dalam pasal 7.

(3) Pembayaran oleh siapapun, termasuk pemilik dan penggarap, kepada penggarap ataupun pemilik dalam bentuk apapun juga yang mempunyai unsur-unsur ijon, dilarang.

Page 93: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

(4) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana dalam pasal 15, maka apa yang dibayarkan tersebut pada ayat 3 diatas itu tidak dapat dituntut kembali dalam bentuk apapun juga.

Pasal 9.

Kewajiban membayar pajak mengenai tanah yang bersangkutan dilarang untuk dibebankan kepada penggarap, kecuali kalau penggarap itu adalah pemilik tanah yang sebenarnya.

Pasal 10.

Pada berakhirnya perjanjian bagi hasil, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian maupun karena salah satu sebab tersebut pada pasal 6, penggarap wajib menyerahkan kembali tanah yang

bersangkutan kepada pemilik dalam keadaan baik.

BAB VII.

LAIN - LAIN

Pasal 11.

Perjanjian-perjanjian bagi hasil yang sudah ada pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini, untuk panen yang berikutnya harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal-pasal

diatas.

Pasal 12.

Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini tidak berlaku terhadap perjanjian-perjanjian bagi hasil mengenai tanaman keras.

Pasal 13.

(1) Jika pemilik dan/atau penggarap tidak memenuhi atau melanggar ketentuan dalam surat perjanjian tersebut pada pasal 3 maka baik Camat maupun Kepala Desa atas pengaduan salah satu fihak ataupun karena jabatannya, berwenang memerintahkan dipenuhi atau ditaatinya ketentuan yang dimaksudkan itu.

(2) Jika pemilik dan/atau penggarap tidak menyetujui perintah Kepala Desa tersebut pada ayat 1 diatas, maka soalnya diajukan kepada Camat untuk mendapat keputusan yang mengikat kedua belah fihak.

Pasal 14.

Jika pemilik tidak bersedia mengadakan perjanjian bagi hasil menurut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, sedang tanahnya tidak pula diusahakan secara lain, maka Camat, atas usul Kepala

Desa berwenang untuk, atas nama pemilik, mengadakan perjanjian bagi hasil mengenai tanah yang bersangkutan.

Pasal 15.

(1) Dapat dipidana dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,-;

a. pemilik yang tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 3 atau

pasal 11;

Page 94: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

b. penggarap yang melanggar larangan tersebut pada pasal 2;

c. barang siapa melanggar larangan tersebut pada pasal 8 ayat 3.

(2) Perbuatan pidana tersebut pada ayat 1 diatas adalah pelanggaran

Pasal 16.

Hal-hal yang perlu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan undang-undang ini diatur oleh Menteri Muda Agraria sendiri atau bersama dengan Menteri Muda Pertanian.

Pasal 17.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta,

pada tanggal 7 Januari 1960.

Presiden Republik Indonesia,

SOEKARNO.

Diundangkan

pada tanggal 7 Januari 1960,

Menteri Muda Kehakiman,

SAHARDJO.

Page 95: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

HASIL WAWANCARA

Nama : Moh. Hasan

Jabatan : Ketua Kelompok Tani

Hari / Tanggal: jum’at, 10 Oktober 2014

Jam : 19.00-selesai

Tempat : Kantor Kelompok Tani

1. sistem pertanian apa yang dipakai di Desa Tenggulun ini?

jawab: sistem yang digarap sendiri, ada juga buruh tani, dan ada juga yang digarapkan

orang lain.

2. Dalam melakukan sistem pertanian tersebut, adakah pedoman yang dirujuk?

Seperti Undang-undang atau Konsep Islam?

Jawab: kalau pedoman yang dirujuk seperti Undang-undang saya pikir tidak, akan

tetapi biasanya itu mengacu pada hukum-hukum Islam sekiranya tidak melanggar

dalam tatanan Islam kita laksanakan perjanjiannya. Terus terang kalau istilahnya

Undang-undang tentang hal itu tidak ada. Karena kita antara penggarap dan yang

mempunyai lahan itu cukup sepakat dengan ketentuan, yang tidak melanggar Islam

3. ada berapa kelompok pertanian di Desa ini? Apa fungsinya?

Jawab: ada 3, fungsinya kelompok kalau yang kita laksanakan di desa itu, yang

petama biasanya untuk melaksanakan pekerjaan tani itu bisa serempak, tanamannya

bisa serempak, dipandu oleh satu kelompok. Sehingga untuk mengendalikan hama

dan lain sebagainya itu bisa serempak. Sehingga kita nanti bisa panen dengan paling

tidak bisa maksimal karena dengan kebersamaan.

4. sebagai ketua kelompok tani, bagaimana pandangan bapak tentang praktik

kerjasama bagi hasil yang ada di Desa Tenggulun ini?

Jawab: istilahnaya kalau pandangan dari ketua kelompok itu paling tidak mendukung,

baik untuk kerja sama antara praktik pertanian, praktik kerja sama yang di desa ini

Page 96: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

sangat baik. Artinya yang punya lahan dan yang menggarap insya allah tidak ada yang

dirugikan. dan itu mengacu pada ketentuan yang ada dalam agama kita, tentu saja

agama Islam sehingga keduanya sebelum ada penggarapan itu ada perjanjian di awal

sehingga nanti tidak ada, istilahnya saling dirugikan. ya bagus sekali.

5. apa solusi buat para pihak yang berakad dalam kerjasama agar dalam

pelaksaan perjanjian tersebut bisa adil?

Jawab: biasanya kita jelaskan saja, untuk awal perjanjian itu ada yang dibuat

perjanjian tertulis ada yang tidak, tapi kita saling percaya. Sehingga solusinya cuma

nanti kita jelaskan saja kepada kedua belah pihak bahwa ini nantinya seperti apa.

Sehingga diantara yang satu dengan yang lain yang penggarap atau yang punya sawah

itu tidak saling dirugikan dan juga tidak ada istilahnya diuntungkan, jadi sama-sama

karena ada ketentuan diawal.

6. bagaimana tindakan bapak sebagai ketua kelompok tani agar perjanjian

kerjasama bagi hasil yang terjadi di desa ini bisa berjalan sesuai dengan konsep

Islam yang ada?

Jawab: biasanya sebelum ada akad itu, kalau muakkad kita perjelas lebih dahulu,

bagaimana nanti ini yang punya sawah dan yang menggarap ini bisa tahu bahwa

seperti ini lah perjanjian diawal yang tidak sesuai yang harus sesuai dengan agama

Islam, ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Islam. Yang awalnya di awal perjanjian

itu kita perjelaskan kita beri pengertian yang sejelas-jelasnya biar keduanya saling

mengerti dan tidak akan ada perselisihan di akhirnya nanti. Jadi di awal perjanjian itu

kita jelaskan, kita beri pengetahuan, kita beri penjelasan. Sehingga nanti sama

mengerti, kalau sudah mengerti, sama-sama mengerti barulah dimulai akad.

Page 97: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : sukaeri

Jabatan : pihak penggarap

Hari / Tanggal: sabtu, 09 Agustus 2014

Jam : 19.30-selesai

Tempat : kediaman penggarap

1. Sistem pertanian apa yang dipakai di Desa ini?

Jawab: sistem kerja sama dikerjakan sendiri, dan ada juga buruh tani. Sistem yang

dimaksud disini bukan sistem irigasi ataupun tadah hujan. Kebanyakan tanah dikelola

sendiri, ada juga yang dikerjakan oleh orang lain tapi hanya sebagian

2. Dalam melakukan sistem pertanian kerja sama adakah pedoman yang dirujuk?

Seperti Undang-undang atau Konsep Islam?

Jawab: ada dengan dasar saling menguntungkan. Yang punya sawah bisa mengambil

keuntungan dari hasil pertanian tersebut, pihak penggarap ada keuntungan karena

punya lahan yang bisa dikerjakan. Berdasarkan ayat alqura’an : wata’awanu ‘alal

birri wattaqwa walaa ta’aawanuu ‘alal istmi wal ‘udwaan

3. Dalam menggunakan sistem bagi hasil, apakah ada ketentuan porsi bagi hasil

panen di awal akad? Jika ada ketentuan, yang disebutkan tersebut berupa

persen atau jumlah karung dari hasil panen?

Jawab: kebanyakan masyarakat Desa Tenggulun tidak ada sistem porsi diawal akad,

yang ada pasrah dengan hasil yang didapatkan ketika panen nanti, berapapun hasilnya

saling terima. Tapi ada juga yang bagian porsinya 30% dari hasil panen.

4. Menurut kebiasaan masyarakat, berapa lama waktu yang diperjanjikan dalam

melakukan perjanjian bagi hasil? Apakah ketentuan batas waktu tersebut

disebutkan ketika awal akad?

Page 98: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

Jaab: tidak ada batasan waktu, semampunya pihak penggarap. Ada ketentuan, tapi

tidak ada batasan waktu. Sewaktu-waktu bisa dikembalikan oleh pihak penggarap dan

sewaktu-waktu bisa diminta oleh pihak pemilik tanah apabila keduanya saling

membutuhkan. apabila pihak penggarap sudah tidak sanggup maka lahan

dikembalikan.

5. Jika ketentuan batas waktu yang disepakati sudah habis, tetapi petani

penggarap belum menghasilkan panen langkah apa yang diambil? Apakah

perjanjian kerja sama dikatakan selesai, karena mengikuti kesepakatan yang

ditentukan, atau perjanjian kerja sama masih berlanjut sampai petani

penggarap menghasilkan panen?

Jawab: langkah yang diambil yaitu memperbarui akad baru lagi ketika sudah habis

waktunya, kalau seumpama habis waktu 3 tahun berati kalau sudah habis ada

kesepakatan baru lagi. Ketika tengah-tengah perjanjian tapi belum panen dan

waktunya sudah habis, maka masih berlanjut sampai panen, jadi minta perjanjian

ditambah waktunya. Bagi petani penggarap menunggu sampai hasil panen

6. Kebiasaan masyarakat Desa Tenggulun dalam melakukan praktek kerja sama

bagi hasil dalam pertanian, apakah ada pihak yang dirugikan? pihak mana yang

dirugikan? kenapa?

Jawab: tidak ada yang dirugikan oleh hasil, karena bibitnya dari petani. Kalau

pembagian hasil panen juga tergantung panen yang didapatkan, kalau panen banyak

pemilik tanah juga dikasih bagian banyak, tapi kalau penggarap dapat hasil panen

cuma sedikit pemilik tanah juga dikasih bagian sedikit. Karena jika pemilik tanah

dikasih banyak dan hasil panennya sedikit nanti dikhawatirkan tidak ada yang

sanggup menggarapnya. Kalaupun ada yang merasa rugi biasanya pihak petani,

Page 99: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

karena sudah mengeluarkan biaya tapi tidak mendapatkan hasil panen karena semua

biaya pertanian ditanggung oleh penggarap.

7. Dalam praktek kerja sama bagi hasil pertanian, apakah ada pihak yang merasa

tidak adil dalam pembagiannya?

Jawab: dijawab tidak ada benar, dijawab ada juga benar. Jawaban ada jika tidak

menghasilkan panen maka pihak pemilik sawah rugi, karen pemilik tanah dibebani

dengan bayaran pajak tanah, rugi karena tidak hasil sedangkan beban pajak

dibebankan pada pemilik sawah.

8. Kebiasaan masyarakat Desa Tenggulun dalam melakukan perjanjian kerja

sama bagi hasil pertanian, dari manakah modal yang dipakai untuk mengelolah

lahan tersebut?

Jawab: dari pihak petani, karena kebiasaan masyarakat desa sini semua biaya apapun

ditanggung oleh pihak petani.

9. Ketika kesepakatan kerja sama sudah terlaksana dan sudah menghasilkan

panen, pihak mana yang mengeluarkan zakat?

Jawab: yang mengeluarkan zakat petani atau penggarap sawah.

10. Apabila lahan sudah diserahkan kepada pihak penggarap, apakah pemilik lahan

menjelaskan batasan-batasan dari lahan tersebut?

Jawab: ada sebagian yang dijelaskan batasan-batasan lahan dan luas tanahnya.

11. Apabila lahan sudah diserahkan kepada pihak penggarap, apakah masih ada

campur tangan dari pemilik lahan untuk ikut serta dalam mengelolah lahan

tersebut?

Jawab: tidak ada, karena pemilik tanah sudah percaya kepada pihak petaninya.

12. Darimanakah biaya pengeluaran untuk bibit, alat, dan tenaga kerja dari pihak

lain?

Page 100: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

Jawab: dari penggarap petani

13. Apa alasan dilakukannya praktek kerja sama bagi hasil pertanian ini?

Jawab: karena kebanyakan pemilik tanah pergi merantau ke malaysia, alasannya:

a. Bagi pemilik tanah tidak mampu menggarap tanahnya dan tidak ada kemampuan.

b. Ditinggal ke malaysia

c. Usia yang sudah tua, dan anak-anak mudanya ke malaysia. Sehingga tidak ada

kemampuan untuk menggarap sawahnya

d. Penggarap tidak mempunyai lahan

14. Bagaimana praktek perjanjian kerja sama bagi hasil ini? Apakah sesuai adat

atau sesuai dengan konsep Islam?

Jawab: kebanyakan adat, adat dan kesepakatan bersama. Kalau masalah konsep Islam

juga tidak sepenuhnya. Karena yang berlaku sesuai adat kebiasaan dan tidak

melanggar konsep Islam. Karena ada akad, ada kesepakatan jadi masih sesuai konsep

Islam yang ada. Ada juga an taradhin (rela sama rela). Kalau keduanya sudah saling

rela maka sudah tidak ada masalah.

15. Bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap adanya konsep Islam yang

mengatur tentang perjanjian bagi hasil pertanian?

Jawab: ada yang mengetahui, tapi tetap berpacu kepada adat. Sebagian yang

berpendidikan mengetahui tentang tata cara menggarap sawah. Sebagian masih ada

yang mengetahui, masih ada pak kyai, ada pak guru juga jadi tidak semuaya tidak

mengetahuinya.

16. Dalam menyepakati akad, bagaimana cara kedua belah pihak menyepakatinya?

Apakah dengan tertulis, cukup dengan lisan, atau langsung serah terima dengan

tindakan?

Page 101: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

Jawab: kebanyakan cukup dengan lisan dan langsung disertai serah terima tindakan,

tidak ada yang tertulis. Syukur-syukur dengan ucapan ini lahannya tolong dikelola.

17. Apakah ada pembagian kelompok pertanian di Desa ini? Jika ada, dibagi

menjadi berapa kelompok? Fungsinya apa?

Jawab: ada 3 kelompok tani, fungsinya untuk mensejahterakan warganya, sama

halnya dengan KUD. Untuk mengatur pembagian jatah dari pemerintah,

mempermudah penyaluran dari pemerintah disamping itu meringankan beban

kelompok, kesulitan biaya, penyuluhan pemberantasan hama. Agar petani mudah

diberi pengetahuan tentang pertanian.

Page 102: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Ma’shum

Jabatan : Toko masyarakat

Hari / Tanggal: jum’at, 08 Agustus 2014

Jam : 20.00-selesai

Tempat : musollah Thoriqotul Hidayah

1. Sistem pertanian apa yang dipakai di Desa ini?

Jawab: sistem pertanian ada yang model digarapkan orang lain ada yang digarap

sendiri biasanya memang berlaku begitu, jadi ada yang bagian garap dan ada yang

pemilik lahan. Kalau tidak memungkinkan untuk menggarap sawahnya sendiri

sehingga diserahkan kepada orang lain yang memang butuh garapan akhirnya mereka

menggarap lahan tersebut. Ada juga yang dari orang lain kebetulan tidak punya

sawah, dan kadang punya sawah tapi sedikit atau ada kalanya memang tidak punya

sama sekali dan dia mempunyai keinginan jadi petani dan lapangan untuk

penggarapan tidak ada sehingga menggarap lahan orang lain, sementara ada yang

punya banyak lahan dan tidak punya kesempatan untuk menggarap atau tidak

memungkinkan untuk menggarap sawahnya sendiri sehingga harus ada orang lain

yang menggarap sawah itu.

2. Dalam melakukan sistem pertanian adakah pedoman yang dirujuk? Seperti

Undang-undang atau Konsep Islam?

Jawab: kalau dalam melakukan sistem pertanian di Desa Tenggulun khususnya ini

tidak mengacu pada Undang-undang cuma adat kebiasaan yang berlaku di pertanian

itu sendiri. jadi tidak mengacu pada Undang-undang juga tidak mengacu pada konsep

Islam walaupun mayoritas beragama Islam.

Page 103: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

3. Dalam menggunakan sistem bagi hasil, apakah ada ketentuan porsi bagi hasil

panen di awal akad?

Jawab: kalau sistem bagi hasil itu sebagian besar memang tidak ada kesepakatan, tapi

tidak semuanya begitu, banyak juga yang tergantung dari hasil panen pertanian nanti

itu bagaimana. Kalau memang nanti hasilnya memuaskan pemilik lahan juga dikasih

yang memuaskan. Kalau nanti hasilnya ternyata tidak memuaskan biasanya pemilik

lahan juga tahu, jadi mengetahui masih bisa memberikan kesempatan pada hari yang

lain atau tahun-tahun yang lain. Namun juga ada yang model kesepakatan di awal.

jadi seumpama setahun ini memang kesepakatan masing-masing mendapat hasil

sekian, tidak peduli hasil panen memuaskan atau tidak panen penggarap biasanya

harus membayar sekian. Jadi ada 2 model yang berlaku. Jadi ada yang model ada

kesepakatan diawal-awal akad itu memang sudah ada kesepakatan, jadi harus bayar

sekian tiap tahun, dan ada juga yang model tidak demikian, jadi nunggu nanti

hasilnya.

4. biasanya yang disebutkan tersebut berupa persen atau jumlah karung dari hasil

panen?

Jawab: yang berlaku disini jumlah karungan, jadi berapa karung yang didapat, ada

juga yang tidak mengacu pada jumlah karungan yang didapat. Jadi berdasarkan dari

kesepakatan awal ketika awal akad itu. Jadi untuk sekian tahun ini harus memberikan

sekian.

5. Menurut kebiasaan masyarakat, berapa lama waktu yang diperjanjikan dalam

melakukan perjanjian bagi hasil? Apakah ketentuan batas waktu tersebut

disebutkan ketika awal akad?

Jawab: ini ada 2 macam juga, ada yang tidak terikat dengan batasan waktu berapa

tahun, namun ada juga yang pakai batasan waktu yaitu batasan tahun. Jadi ada yang

Page 104: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

semampunya pihak penggarapnya. Selama pihak penggarap ini masih mampu maka

tidak dibatasi berapa tahun. ini karena pemilik lahan sudah tidak memungkinkan

untuk menggarap lagi. Adakalanya pakai waktu sekian tahun dan akad itu terjadi

diawal, di awal tahun itu harus memberikan persekot sekian ada juga yang model-

model demikian ada yang batasan waktu. Ada juga yang tidak pakai batasan waktu.

Jadi ada 2 fersi.

6. kalau ada batasan waktu apakah ada ketentuan diawal akad?

Jawab: kalau pakai batasan waktu itu memang diawal akad sudah ditentukan, jadi

kesepakatan kedua belah pihak antara pemilik lahan dengan si penggarap itu diawal-

awal memang sudah ditentukan.

7. Jika ketentuan batas waktu yang disepakati sudah habis, tetapi petani

penggarap belum menghasilkan panen langkah apa yang diambil? Apakah

perjanjian kerja sama dikatakan selesai, karena mengikuti kesepakatan yang

ditentukan, atau perjanjian kerja sama masih berlanjut sampai petani

penggarap menghasilkan panen?

Jawab: biasanya yang berlaku ini tidak pernah sampai ada kejadian yang gagal panen

total. Jadi dapat dikatakan seumpama musim tahun ini tidak panen biasanya masih

ada untuk berikutnya. Jadi, perjanjian itu biasanya tidak hanya setahun jadi masih

beberapa tahun. Makanya yang dipakai disini itu tidak tahun jadi istilahnya berapa

musim hujan berapa musim kemarau. Satu kemarau satu musim hujan, atau 3

kemarau 3 musim hujan. Ya begitulah, jadi jika tidak dapat menghasilkan nanti

musim kemarau atau musim hujannya pasti menghasilkan, jadi tetap dilanjutkan si

penggarap masih tetap melanjutkan penggarapan, jadi nanti berikutnya kalau musim

hujan ini tidak panen tidak masalah bagi pemilik lahan sudah memaklumi jadi tidak

menuntut harus dikasih.Kalau waktunya sudah habis dan belum juga panen itu

Page 105: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

biasanya nunggu sampai panen, jadi sampai selesai waktu panen itu baru

dikembalikan. Jadi masih dikasih tenggang waktu sampai panen itu didapat.

8. Kebiasaan masyarakat Desa Tenggulun dalam melakukan praktek kerja sama

bagi hasil, apakah ada pihak yang dirugikan?

Jawab: sementara ini perjanjian antara kedua belah pihak ini kayanya tidak ada yang

dirugikan, jadi yang biasa terjadi sudah saling mengetahui, saling tenggang rasa, dan

saling mengerti. Kalau sementara kurang hasil bagi pemilik tanah sudah memaklumi

tidak ada pihak yang berebutan bagi pihak penggarap maupun pihak pemilik tanah.

9. Dalam praktek kerja sama bagi hasil, apakah ada pihak yang merasa tidak adil

dalam pembagiannya? pembagian porsi panen pak!

Jawab: kalau yang berlaku ini ya tidak ada. Cuma barangkali ada dalam hati kadang-

kadang merasa itu hanya perasaan, merasa bagiannya sedikit padahal dapat panen

yang lumayan, tapi tidak terlalu menyolok kalau merasa dirugikan, Kebanyakan

sudah biasa maklum yang penting dikasih.

10. Kebiasaan masyarakat Desa Tenggulun dalam melakukan perjanjian kerja

sama bagi hasil, dari mana modal yang dipakai untuk mengelolah lahan?

Jawab: dalam pengelolaan lahan ini 100% dari penggarap sawah. mulai dari bibit,

sampai dengan pupuk, maupun penggarapan dan lain sebagainya samapai

pengolaaannya itu seluruhnya adalah dari pihak penggarap, jadi yang harus

membiayai keseluruhannya adalah dari pihak penggarap. Kalau pemilik lahan hanya

menyerahkan lahannya, jadi seluruhnya pengolaan tersebut mulai dari pengolaannya

dan lain sebagainya ini adalah dari orang yang menggarap.

Page 106: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

11. Ketika kesepakatan kerja sama sudah terlaksana dan sudah menghasilkan

panen, pihak mana yang mengeluarkan zakat?

Jawab: yang mengeluarkan zakat dari kedua belah pihak adalah dari penggarap lahan,

jadi penggarap lahan kalau memang panennya memuaskan dan dapat satu nishab

maka dari pihak penggarap inilah yang harus mengeluarkan zakat. Tapi kadang kalau

tidak sampai satu nishab maka mengeluarkan infaq, jadi penggarap yang

mengeluarkan infaq maupun yang mengeluarkan zakat.

12. Apabila lahan sudah diserahkan kepada pihak penggarap, apakah pemilik lahan

menjelaskan batasan-batasan dari lahan tersebut?

Jawab: biasanya tidak ada penjelasan di awal kesepakatan, karena satu desa dan sudah

saling tahu batasan-batasan dari lahan tersebut, batasan waktu ini sudah dibahas

ketika awal akad, jadi sudah saling mengetahui antara pemilik lahan dan penggarap

dan tidak perlu ada penjelasan atau rincian yang begitu rinci .

13. Apabila lahan sudah diserahkan kepada pihak penggarap, apakah masih ada

campur tangan dari pemilik lahan untuk ikut serta dalam mengelolah lahan

tersebut?

Jawab: kalau masalah pengelolaan lahan tersebut adalah murni 100% dari pihak

penggarap, jadi pihak pemilik lahan sudah tidak tahu sama sekali ini model digarap

seperti apa, ataupun ini ditanami apa. Jadi 100% diserahkan sepenuhnya atau

dikelolah sepenuhnya oleh penggarap. Jadi pemiliki lahan sudah tidak ikut campur

tangan sama sekali.

14. Darimana biaya pengeluaran untuk bibit, alat, dan tenaga kerja dari pihak lain?

jawab: kalau mengenai bibit, termasuk alat-alat penggarapan, termasuk tenaga kerja

dan lain sebagainya ini 100% dari penggarap. jadi pemilik lahan sudah tidak tahu

menahu.

Page 107: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

15. kebanyakan alasan yang dilakukan praktek kerja sama bagi hasil pertanian itu

apa?

Jawab: alasan yang dilakukan ini adalah karena dari pihak pemilik lahan sudah tidak

sanggup, tidak ada waktu, tidak punya kesempatan, tidak ada tenaga untuk menggarap

lahannya, sementara ada keluarga yang lain yang sangat membutuhkan garapan untuk

mendapatkan hasil dari pertanian, sementara tidak punya lahan. Jadi harus menggarap

lahan dari orang lain. Sementara orang lain ini butuh tenaga untuk mengelola

sawahnya, supaya tidak jadi tanah kosong yang kotor dan banyak rumputnya

disebabkan tidak tergarap akhirnya jadi hutan belantara yang tumbuhan apapun ada

disitu. Sementara tanah tidak menghasilkan apa-apa lebih baik diserahkan kepada

orang lain supaya sawahya bersih, bebas dari berbagai tumbuhan liar, dan bisa

menghasilkan, sawahnya juga bersih teratur. Dari situlah akhirnya terjadi kesepakatan

kerja sama antara pemilik lahan sama penggarap

16. Bagaimana praktek perjanjian kerja sama bagi hasil ini? Apakah sesuai adat

atau sesuai dengan konsep Islam?

Jawab: yang terjadi kerja sama ini adalah kesepakatan, jadi kesepakatan kedua belah

pihak sesuai adat. Jadi adat yang berlaku disini bisanya bagaimana itulah yang dipakai

oleh masyarakat sini.

17. Bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap adanya konsep Islam yang

mengatur tentang perjanjian bagi hasil pertanian?

Jawab: sebagian ada yang tahu, tapi tidak keseluruhannya tahu. tidak keseluruhan

petani tahu tentang konsep Islam. Namun sementara yang dipakai ini adalah adat, jadi

adat kebiasaan pertanian yang ada disini yang dipakai, tidak pakai yang menganut

konsep Islam .

Page 108: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

18. Dalam menyepakati akad, bagaimana cara kedua belah pihak menyepakatinya?

Apakah dengan tertulis, cukup dengan lisan, atau langsung serah terima dengan

tindakan?

Jawab: dalam kesepakatan antara pemilik lahan dengan penggarap lahan ini biasanya

cukup dengan lisan dan dengan tindakan. Jadi langsung serah terima antara pemilik

lahan dengan pengarap jadi tidak pakai tertulis atau materai dan lain sebagainya.

19. Apakah ada pembagian kelompok pertanian di Desa ini? Jika ada, dibagi

menjadi berapa kelompok? dan Fungsinya apa?

Jawab: kelompok tani di desa ini ada dan dibagi menjadi 3 kelompok tani. Ada

kelompoknya bapak muhammad hasan, ada kelompoknya bapak suraji, dan ada

kelompoknya bapak sahari. Fungsi dari kelompok tani ini biasanya ada permintaan

dari kelompok tani kecamatan maupun kabupaten sesuai dengan pengucuran dana

bantuan. biasanya bantuan unutk petani biasanya berupa bibit, maupun pupuk obat-

obatan, dan kadang ada bantuan alat-alat pertanian. Untuk memudahkan bantuan itu

biasanya dari kelompok tani itulah diminta datanya. Jadi fungsinya untuk

memudahkan pendataan ketika ada bantuan dari pemerintah untuk petani dari masing-

masing kelompok, berapa anggota yang dia bawa.

Page 109: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

HASIL WAWANCARA

Nama : H. Munifah

Jabatan : pemilik lahan

Hari / Tanggal: senin, 11 Agustus 2014

Jam : 10.00-selesai

Tempat : kediaman pemilik lahan

1. apa alasan ibu sebagai pemilik tanah melakukan praktek kerja sama bagi hasil

pertaninan ini?

Jawab: karena saya memiliki banyak lahan yang harus dikelola. Jadi saya pikir saya

tidak sanggup, tidak mempunyai kemampuan yang lebih dalam mengelola lahan yang

banyak. Selain itu juga saya tidak ada waktu untuk membagi dalam pengelolaannya.

Baru mengelola lahan sedikit saja sudah capek. Untuk menggarap lahan yang banyak

juga memutuhkan biaya yang banyak dan saya tidak mampu. Dari pada lahan saya

banyak yang nganggur yaaah saya pasrahkan saja kepada saudara atau tetangga saya

yang sanggup untuk menggarap lahan saya.

2. dalam melakukan sistem pertanian tersebut, adakah pedoman yang dirujuk seperti

Undang-undang atau konsep Islam?

Jawab: kalau masalah pedoman yang dirujuk saya kurang tahu dalam masalah ini. Saya

juga tidak tahu isi pedoman yang ada dalam Undang-undang ataupun dalam Islam. Jadi

berjalan seperti biasa yang dilakukan oleh masyarakat sini.

3. dalam menentukan sistem bagi hasil, apakah ada ketentuan porsi bagi hasil panen

di awal akad?

Jawab: dalam bagi hasil saya tidak menentukan berapa porsi yang harus saya dapatkan.

Jadi pembagiannya terserah penggarapnya ngasih berapa. Tergantung panen yang

dihasilkan. Kalau dikasih banyak ya syukur, kalau sedikit ya terima apa adanya, kasihan

Page 110: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

yang menggarap juga, mengelola lahan juga tidak gampang dan membutuhkan biaya

yang tidak sedikit.

4. menurut kebiasaan masyarakat, berapa lama waktu yang diperjanjikan dalam

perjanjian bagi hasil?

Jawab: batas waktu tidak disebutkan diawal akad. Pengelolaan tergantung sesanggupnya

penggarap.

5. kebiasaan masyarakat, dalam praktek kerja sama bagi hasil. Jika ketentuan batas

waktu yang disepakati sudah habis, tetapi petani penggarap belum menghasilkan

panen langkah apa yang diambil? Apakah perjanjian kerja sama dikatakan selesai,

karena mengikuti kesepakatan yang ditentukan, atau perjanjian kerja sama masih

berlanjut sampai petani penggarap menghasilkan panen?

Jawab: perjanjian akan terus berlanjut sampai menghasilkan panen.

6. kebiasaan masyarakat dalam melakukan praktek kerja sama bagi hasil dalam

pertanian, apakah ada pihak yang dirugikan?

jawab: masalah rugi tidaknya tergantung, kadang rugi kadang tidak. Karena kerugian

dapat dilihat dari pembagian hasil panennya, kalau penggarap dapat panennya banyak

tapi saya dikasih ke saya sedikit ya saya rugi. Kalau memang panennya dapat sedikit

dikasih ke saya sedikit ya saya bisa maklum, karena memang hasilnya segitu, jadi ikhlas

saja.

7. kebiasaan masyarakat dalam melakukan perjanjian kerja sama bagi hasil dari

mana modal yang dipakai untuk mengelola lahan?

Jawab: modal semuanya ditanggung oleh penggarap

8. apabila lahan sudah diserahkan kepada penggarap apakah pemilik tanah

menjelaskan dari batasan lahan tersebut?

Jawab: karena penggarap sudah tahu batasan galengannya jadi tidak usah dijelaskan lagi.

Page 111: KESESUAIAN KONSEP ISLAM DALAM PRAKTIK KERJASAMA …

9. Apabila lahan sudah diserahkan kepada pihak penggarap, apakah masih ada

campur tangan dari pemilik lahan untuk ikut serta dalam mengelolah lahan?

Jawab: pemilik tanah ya sudah tidak ada urusan campur tangan lagi. Kalau masih ada

campur tangan dari saya nanti malah saya rugi.

10. Bagaimana praktek perjanjian kerja sama bagi hasil ini? Apakah sesuai adat atau

sesuai dengan konsep Islam?

Jawab: praktek kerja sama ini saya mengikuti kebiasaan yang terjadi di desa ini.

Mengikuti bagaimana masyarakat melakukannya. Saya juga tidak tahu konsep Islam itu

bagaimana. Jadi ya mengikuti yang sudah biasa terjadi lagian ngambil gampangnya juga.

karena sudah biasa berjalan seperti itu.

11. Dalam menyepakati akad, bagaimana cara kedua belah pihak menyepakatinya?

Apakah dengan tertulis, cukup dengan lisan, atau langsung serah terima dengan

tindakan?

Jawab: dalam menyepakatinya saya cukup dengan ucapan lisan dan langsung serah

terima. Kalau sudah ada kesepakatan maka penggarap langsung mengerjakan yang sudah

menjadi tanggung jawabnya.