Upload
mega-ramadhandi-sallie
View
63
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Respon Fisiologi Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus
dalam Transportasi Tertutup dengan Kepadatan Tinggi
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan
Disusun oleh :KELOMPOK 8 / PERIKANAN B
Gery Anderson 230110110051Nixon Agung Silalahi 230110110087Beni Adhitya 230110110088Widi Restu Gumelar 230110110094 Lia Ambarwati 230110110095 Mega Ramadhandi 230110110121 Fitri Awaliyah 230110110132
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rizki dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Respon Fisiologi Benih Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) dalam Transportasi Tertutup dengan Kepadatan Tinggi.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata
kuliah Teknologi Pembenihan Ikan.
Pada pembuatan makalah ini, penyusun menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dalam penyajiannya. Oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan perbaikan berupa kritik dan
saran yang membangun. Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen – dosen pada mata kuliah teknologi pembenihan ikan dan juga
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat berguna
bagi penyusun pada khususnya serta dapat memberi pengetahuan dan
wawasan kepada pembaca pada umumnya.
Jatinangor, April 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Bab Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................11.2 Tujuan............................................................................................................2
II. ISI
2.1 Ikan Kerapu Macan........................................................................................32.1.1 Klasifikasi dan Morfologi..............................................................................32.1.2 Kebiasan Makan.............................................................................................42.1.3 Biologi Ikan Kerapu.......................................................................................52.1.4 Habiat dan Penyebaran Ikan Kerapu..............................................................6 2.2 Metode Transportasi Ikan........................................................................82.2.1 Metode Transportasi Basah............................................................................82.2.2 Metode Transportasi Kering (Semi Basah)....................................................92.3 Transportasi Ikan Kerapu Macan dengan Sistem Tertutup............................92.4 Waktu Trasnsportasi......................................................................................14
III. KESIMPULAN
Kesimpulan................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................17
ii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Ikan Kerapu.............................................................................................3
2. Peta penyebaran Epinephelus fuscoguttatus—lokasi penangkapan yang dilaporkan ditampilkan sebagai titik-titik merah............................5
3. Sistem Pengemasan Tertutup...................................................................10
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
IkanKerapu (Epinephelus fuscoguttatus) umumnya dikenal dengan istilah
"grouper" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang
baik di pasar domestik maupun pasar internasional dan selain itu nilai jualnya yang
cukup tinggi. Eksport ikan kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) melaju pesat,
dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990). Ikan
Kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan
untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi masal,
untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya
pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati
atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk
memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. ikan kerapu
(Epinephelus fuscoguttatus) telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun
dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih.
Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya
musiman. Namun sejak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
sudah dapat dibenihkan.
Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana tekhnik pembenihan
ikan kerapu (Epinephelus fuscoguttatus), telah melakukan upaya untuk menghasilkan
benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormone.
Pada pengiriman benih ikannya juga membutuhkan penempatan berat ditentukan ikan
di 1,5 hingga 2 galon air dalam 3 ml tas polietilena, 18 oleh 32 inci. Udara berlebih
akan dihapus dari tas dan diganti dengan oksigen murni. Tas disegel, ditempatkan
dalam wadah terisolasi dan akhirnya ke dalam kotak kardus pengiriman dan dikirim.
Pengiriman tas mungkin juga menjadi salah satu pilihan untuk pengirim karena
beberapa alasan. Ikan pertama, sangat kecil dan goreng dapat rusak oleh yang dikirim
tangki besar. Pengiriman tas Kedua, karena jarak yang ekstrim yang terlibat, dapat
menawarkan keuntungan ekonomi dari transportasi tangki standar. Lembar Fakta ini
akan fokus pada transportasi ikan.
1
2
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara packing dan transportasi benih ikan
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dalam kepadatan yang tinggi
dengan penambahan minyak sereh dalam sistem tertutup
2. Agar mahasiswa dapat melakukan persiapan wadah dalam transportasi benih
ikan kerapu macan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui hambatan atau permasalahan dalam
transportasi ikan kerapu macan serta mengetahui cara mengatasi hambatan
atau permasalahan yang terjadi
2
BAB II
ISI
2.1 Ikan Kerapu Macan
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Binohlan (2010) ikan kerapu macan digolongkan pada :
Kelas : Chondrichthyes
Subkelas : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinepheus fuscoguttatus (Forsskal, 1775)
sinonim : Brown-marbled grouper, tiger grouper; nama lokal Indonesia : kerapu
macan, balong macan.
Gambar 1. Ikan Kerapu Macan
Sumber : www.Google.com
Morfologi ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus Forsskal, 1775)
seperti yang terlihat pada Gambar 1. Menurut Heemstra dan Randall (1993) tinggi
ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus Forsskal, 1775) lebih panjang dari
panjang kepalanya. Area interorbitalnya datar atau sedikit cekung, bagian
Preoperculumnya membulat dan bergerigi halus, ujung bagian atas operculumnya
cembung, ujung bagian depan tulang preorbital menekuk cukup dalam ke arah
3
4
lubang hidung dan rahang bagian atas memanjang dari posterior sampai mata.
Beberapa ciri morfologi yang lain dapat menjelaskan bentuk ikan ini secara jelas.
Pada ikan ini terdapat sekitar 10 - 12 buah Gill rakers di bagian atas dan 17 - 21
pada bagian bawah (tapi pada dasarnya sulit untuk dihitung). Ikan kerapu macan
memiliki XI jari keras dan 14 atau 15 jari lunak duri sirip dorsal (jari keras ketiga
atau keempat biasanya terpanjang), III jari keras dan 8 jari lunak sirip anal, dan
sirip pectoral sekitar 18-20 serta bentuk sirip caudal (ekor) membundar.
Warna tubuh ikan ini coklat pucat kekuningan, tubuh, kepala, dan sirip ditutupi
dengan bintik-bintik coklat kecil, yang mana bagian bercak lebih gelap dari area
tubuh lainnya.
2.1.2 Kebiasaan Makan
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan hewan
karnivora yang memangsa ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan,
sedangkan larva ikan kerapu memangsa larva moluska. Sifat kanibalnya muncul
apabila kekurangan pakan terutama terlihat pada stadia awal. Dari pengamatan isi
perut kerapu kecil diketahui kandungan didalamnya didominasi oleh golongan
Crustacea sebanyak 83% dan ikan-ikan 17%. Namun, semakin besar ukuran ikan
kerapu macan komposisi isi perutnya cenderung didominasi oleh ikan-ikan. jenis
udang-udangan yang banyak dijumpai dalam isi perut ikan kerapu macan adalah
jenis udang krosok (Parapeneus sp), udang dogol (Metapeneus sp), dan udang
jerbung (Penaeus merguiensis). Sementara kelompok ikan yang ditemukan dalam
isi perut ikan kerapu macan adalah jenis ikan teri (Stelopterus sp), ikan baronang
(Siganus sp), ikan belanak (Mugil sp), dan cumi-cumi (Loligo sp) dalam jumlah
kecil (Akbar, 2000).
Ikan kerapu macan mempunyai kebiasaan makan pada pagi hari sebelum
matahari terbit dan menjelang matahari tenggelam. Di alam ikan kerapu macan
makan sambil berenang diantara batu-batu karang, lubang atau celah-celah batu
yang merupakan tempat persembunyiannya. Dari tempat itulah ikan kerapu
menuggu mangsanya, bila mangsa tampak dari jauh ikan kerapu macan melesat
cepat untuk menangkap dan menelannya, kemudian kembali ketempat
5
persembunyiannya (Akbar, 2000). Ikan kerapu macan yang dibudidayakan secara
terkontrol, saat akan memijah ditandai dengan nafsu makan yang menurun jadi
pada saat ikan akan memijah pemberian pakan dikurangi dan saat memijah tidak
diberi pakan.
Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan hewankarnifora yang
memansa ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan,sedangkan larva merupakan
memansa larva moluska. ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat
karnifora dan cenderungmenangkap/memansa yang aktif bergerak di dalam kolam air
(Nybakken,1988 Cit. Anonim, 2001), ikan kerapu macan juga bersifat
kanibal.Biasanya mulai terjadi saat larfa kerapu berumur 30 hari, dimana pada saatitu
larva cenderung berkumpul di suatu tempat dengan kepadatan tinggi.Ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) mencari makan hinggamenyergap mangsa dari
tempat persembunyiannya (Anonim, 1991 cit.Anonim,2001). dengan cara makannya
dengan memakang satu per satumakanan yang diberikan sebelum makan tersebut
sampai ke dasar (Anonim,1996 ).
Terkait kebiasaan makan ikan ini dihabitatnya Heemstra dan Randal (1993)
menyatakan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus Forsskal, 1775)
merupakan ikan predator pemangsa ikan-ikan lain, krustase dan cephalopoda. Ikan ini
lebih aktif mencari makan di kolom perairan pada waktu fajar dan senja hari,
dibandingkan dengan saat malam/siang hari (Maryati 2004 in Ahmad 2009).
2.1.3 Biologi Ikan Kerapu macan
Perairan Indonesia terletak di antara dua Samudera, Samudera
Indonesia dan Samudera Pasifik dengan panjang garis pantai lebih dari
80.000 km yang banyak terdiri dari perairan karang sehingga dapat dijumpai
berbagai jenis ikan karang, termasuk ikan kerapu (Serranidae). Ikan tersebut
bersifat karnivora, rakus dan dapat memangsa berbagai jenis ikan,
cephalopoda,crustacea, dan lain-lain (Munro, 1967). Ikan kerapu macan
mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih besar dan pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan dengan jenis ikan lain (Sunaryat&Minjoyo, 2004).
Ikan kerapu macan masuk ke dalam ordo Perciformes; famili
Serranidae, Genus Epinephelus dan spesies Epinephelus fuscoguttatus. Ikan ini
6
termasuk ikan pemakan aktif dan sensitif terhadap perubahan kualitas air yang
fluktuatif, perlu cahaya tetapi tidak langsung dari matahari, berenang di dasar air
dengan temperature optimal 26oC, panjang rata-rata maksimal 90 cm. Tubuh
kerapu macan dipenuhi sisik yang berukuran kecil yang berbentuk sikloid. Nama
kerapu diberikan biasanya untuk empat genus Serranidae yaitu
Epinephelus,Variola,Plectropampus dan Cromileptes. Di Indonesia Epinephelus
sendiri mempunyai 38 spesies. Sebagian besar famili Serranidae hidup di
perairan dangkal dengan dasar pasir berkarang, walaupun beberapa jenis dapat
ditemukan di perairan dalam (Burgess et al., 1990).
Ikan kerapu macan hidup di daerah karang sehingga biasa disebut
kerapu karang. Dalam dunia perdagangan internasional dikenal dengan nama
flower atau carped cod (Ghufran & Kordi, 2004). Ikan kerapu di Indonesia
umumnya mempunyai daerah penyebaran di perairan karang-karang di seluruh
perairan Indonesia diantaranya di Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepulauan
Riau, Kepulauan Karimun Jawa, NTB (Manyunar et al., 1991). Dan di
seluruh perairan Indo-Pasifik lainnya seperti Teluk Benggala, Teluk
Siam,sepanjang Laut Cina, selat dan bagian perairan utara Australia (Djamali et
al.,1998).
Menurut Anonimous (2001) bahwa pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ikan kerapu macan berlangsung baik pada suhu berkisar antara 25oC-32oC,
salinitas berkisar antara 20 ppt-32 ppt, oksigen terlarut (DO) berkisar antara 4
ppm - 8 ppm dan pH berkisar antara 7,5-8,3. Sedangkan menurut Akbar &
Sudaryanto (2001) bahwa ada keterkaitan pertumbuhan dan kondisi lingkungan
perairan pada lokasi budidaya ikan kerapu, seperti suhu berkisar 27oC-29oC,
salinitas 30-33 ppt, pH berkisar antara 8,0-8,2 dan oksigen terlarut (DO) lebih
besar dari 5 ppm. Ikan kerapu macan bisa juga hidup di perairan muara sungai
dengan kisaran kadar garam 15-30 ppt, suhu air 24oC-31oC, dan kadar oksigen
terlarut antara 4,9-9,3 mg/l.
2.1.4 Habitat dan Penyebaran Ikan Kerapu Macan
7
Ikan kerapu tersebar luas di seluruh wilayah Indo-Pasifik, dari selatan
Jepang ke Palau, Guam, Kaledonia Baru, selatan Queensland, Australia, dan
Samudera Hindia timur, dari Kepulauan Andaman dan Nikobar ke Broome,
Australia Barat. Di Indonesia, ikan kerapu dapat ditemukan di daerah pesisir dan
perairan laut di seluruh nusantara. Kerapu termasuk jenis ikan karnivora yang
memangsa ikan kecil dan udang-udangan (krustasea). Ikan kerapu bersifat
hermafrodit protogini yaitu lahir sebagai betina dan kemudian berubah menjadi
jantan saat mereka tumbuh dewasa.
Kerapu macan tersebar secara luas di wilayah Indo-Pasifik: dari Laut
Merah dan Afrika Timur, bagian timur seperti Samoa dan Kepulauan Phoenix,
utara Jepang dan selatan Australia. Di alam liar, kerapu macan ditemukan
berasosiasi dengan terumbu karang, pada kedalaman berkisar antara 1 sampai 60
m. Ikan tersebut dilaporkan dapat mencapai TL 120 cm. Seperti ikan kerapu
lainnya, kerapu macan bersifat karnivora, dan dalam isi perutnya dilaporkan
ditemukan sisa-sisa pakan berupa ikan, kepiting, dan cepalopoda (Heemstra dan
Randall 1993).
Gambar 2. Peta penyebaran Epinephelus fuscoguttatus—lokasi penangkapan yang dilaporkan ditampilkan sebagai titik-titik merah (Sumber: AquaMaps 2010)
8
Distribusi ikan ini di berbagai kepulauan dunia tersebut tidak terlepas dari
habitatnya di perairan yang berasosiasi dengan karang. Ikan kerapu macan banyak
ditemukan pada daerah yang kaya terumbu karangnya serta air yang jernih, sampai
kedalaman 60 m. Habitat ini termasuk perairan dangkal terumbu karang, dasar laut
berbatu, puncak laguna, kanal karang serta tubir (bagian terjal terluar terumbu
karang) (Binohlan 2010). Namun pada umumnya ikan ini hidup pada kedalaman 5-20
meter di semua tipe terumbu karang dengan kondisi yang baik. Kebanyakan ikan
kerapu macan memanfaatkan liang/lubang/rongga di terumbu karang sebagai tempat
berlindung dan biasanya menetap (sedentary). (Yeeting et al. 2001 in Ahmad 2009).
Parameter ekologis yang cocok bagi pertumbuhan ikan kerapu macan yaitu
temperatur 24-31oC, salinitas 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan
pH 7,8 – 8, perairan seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang
(Lembaga Penelitian Undana 2006 in Ahmad 2009).
2.2 Metode Transportasi Ikan
Metode transportasi ikan baik untuk benih ataupun untuk induk secara umum
adalah sebagai berikut :
2.2.1. Metode Transportasi Basah
Trasnportasi basah yaitu transportasi dengan menggunakan air sebagai
media pengangkutan. Terbagi menjadi 2, yaitu sistem transportasi terbuka dan
transportasi tertutup.
a. Sistem Transportasi Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi
secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama
pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu pengangkutan
yang tidak lama (untuk jarak yang tidak jauh). Berat ikan yang aman diangkut
dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu
air, ukuran, serta jenis spesies ikan.
b. Sistem Transportasi Tertutup
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen
secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan.
9
Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah
kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan
(Berka, 1986). Sistem trasnportasi tertutup ini lebih banyak digunakan untuk
pengangkutan jarak jauh.
2.2.2. Metode Transportasi Kering (Semi Basah)
Metode transportasi ikan sistem kering media angkut yang digunakan
adalah bukan air. Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas
biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah
metabolisme ikan, terutama jika mencapai basal, makin rendah pula aktivitas dan
konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar
habitatnya makin besar. Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan
merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk
menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan
menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus
listrik. Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan
metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf
tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk
mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa
air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan inilah
oksigen masih diserap .
2.3 Transportasi Ikan Kerapu Macan dengan Sistem Tertutup
Sistem ini merupakan sistem pengemasan yang dianggap paling aman
untuk digunakan, baik untuk pengangkutan jarak pendek maupun jarak jauh.
Pengemasan terbuka dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Bahan-bahan yang harus disiapkan adalah oksigen murni, kantong plastik,
karet, stirofom, es batu dan lakban.
10
2. Kantong plastik dengan ukuran 150 cm diikat pada bagian tengahnya
sehingga terbagi dua bagian, setelah itu bagian yang satu dibalik sehingga
plastik nampak terlihat rangkap.
3. Air laut dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak sepertiga bagian
dari volume kantong plastik untu kepadatan benih 110-120 ekor/wadah.
4. Udara yang ada di dalam kantong plastik dibuang dan kemudian
dimasukkan oksigen murni ke dalamnya melalui selang yang yang
disambungkan dengan tabung oksigen.
5. Kantong plastik kemudian diikat dengan karet dan hindari adanya
gelembung udara.
6. Kantong plastik dimasukkan ke dalam stirofom dengan posisi kantong
plastik ditidurkan
7. Untuk mempertahankan suhu, dimasukkan es batu yang sudah dibungkus
plastik ke dalam stirofom.
Gambar 3. Sistem Pengemasan Tertutup
A. Faktor - Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Kegiatan Transport
11
Dalam pelaksanaan traansportasi induk ikan sistem tertutup, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Kualitas Ikan
Kualitas ikan yang ditransportasikan harus dalam keadaan sehat dan baik.
Ikan yang kualitasnya rendah memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dalam
waktu pengangkutan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan yang kondisinya
sehat.
b. Oksigen
Kemampuan ikan untuk menggunakan oksigen tergantung dari tingkat
toleransi ikan terhadap perubahan lingkungan, suhu air, pH, konsentrasi CO2 dan
hasil metabolisme seperti amoniak. Biasanya dasar yang digunakan untuk
mengukur konsumsi O2 oleh ikan selama transportasi adalah berat ikan dan suhu
air. Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada jumlah oksigen yang
tersedia. Jika kandungan O2 meningkatkan akan mengkonsumsi O2 pada kondisi
stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O2 oleh ikan lebih rendah
dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O2 yang tinggi.
c. Waktu Transportasi dan Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi ikan. Suhu
optimum untuk transportasi ikan adalah 6 – 8 0C untuk ikan yang hidup di daerah
dingin dan suhu 15 – 20 0C untuk ikan di daerah tropis.
Suhu berhubungan dengan waktu pengangkutan. Oleh Karen itu,waktu
pengangkutan harus diperhatikan karena ikan hidup pada kisaran suhu tertentu.
Suhu yang melebihi ambang batas hidupnya bisa berakibat fatal. Demikian juga
dengan suhu yang kurang dari ambang batas hidupnya. Namun yang sering terjadi
adalah melebihi ambang batas, karena selama pengangkutan suhu akan naik.
Penentuan waktu pengangkutan harus tepat, hal ini berkaitan erat dengan jarak
yang akan tempuh dan lamanya pengangkutan. Selain itu juga berkaitan erat
dengan prinsip pengangkutan, yaitu bagaimana menciptakan suasana yang
nyaman bagi ikan, dan tentu saja itu terjadi pada suhu rendah. Karena itu
pengangkutan ikan lebih baik dilakukan pada malam hari, sehingga bila terjadi
kenaikan suhu selama pengangkutan, kenaikan itu tidak terlalu tinggi. Bila ikan
12
akan diangkut selama 12 jam, maka berangkatnya harus sore hari, sehingga tiba di
tempat tujuan pada malam atau pagi hari.
d. Nilai pH ,CO2 ,dan amonia
Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat
kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH
air menjadi asam selama transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan
hidup adalah 7 sampai 8. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, untuk
menanggulanginya dapat digunakan larutan bufer untuk menstabilkan pH air
selama transportasi ikan. Amoniak merupakan anorganik nitrogen yang berasal
dari eksresi organisme perairan, permukaan, penguraian senyawa nitrogen oleh
bakteri pengurai, serta limbah industri atau rumah tangga.
e. Kepadatan dan aktivitas ikan selama transportasi
Kepadatan ikan tidak boleh teralu tinggi agar tidak berdesak-desakan.
Sediakan sedikit areal, atau sekitar setengah bagian dari tubuhnya. Kepadatan
dalam satu wadah sangat tergantung dari ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil,
jumlahnya lebih banyak dari ikan besar. Kepadatan juga sangat tergantung dari
lamanya pengangkutan. Ikan yang diangkut dalam waktu yang lebih lama,
kepadatannya harus lebih rendah, dibanding ikan yang diangkut dalam waktu
yang singkat. Ini sangat tergantung dari ketersediaan oksigen selama
pengangkutan.
Perbandingan antara volume ikan dan volume air selama transportasi tidak
boleh lebih dari 1 : 3 . Induk ikan dapat ditrasportasi dengan perbandingan ikan
dan air sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3 , tetapi untuk ikan-ikan kecil perbandingan ini
menurun sampai 1 : 100 atau 1 : 200. Kesegaran ikan juga dipengaruhi oleh
kondisi apakah ikan dalam keadaan meronta-ronta dan letih selama transportasi.
Ketika ikan berada dalam wadah selama transportasi, ikan-ikan selalu berusaha
melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan, suplai darah dan oksigen tidak
memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang cukup sbagai alternatif
pengganti energi yang digunakan.
f. Perlakuan pada ikan yang akan di transport
13
Perlakuan pada ikan yang akan diangkut juga menentukan keberhsilan
pengangkutan, baik sebelum maupun selama pengangkutan. Perlakuan ini
berkaitan erat dengan sifat ikan. Justru inilah yang menjadi faktor terpenting dari
yang lainnya dan menjadi kiat dalam pengangkutan. Kiat-kiat perlakuan itu antara
lain:
a. Ikan yang akan diangkut harus diberok dahulu
Yaitu ditampung dalam bak dengan aliran air bersih, dan tidak diberi
pakan tambahan. Tujuan pemberokan adalah untuk mengeluarkan
kotoran dari tubuh ikan, karena ikan yang baru dipanen banyak
mengandung kotorannya. Bila tidak diberok, maka selama
pengangkutan ikan akan mengeluarkan kotoran, dan kotoran itu akan
menurunkan kualitas air dalam alat pengangkutan, dimana kandungan
karbondioksida dan amoniak tinggi, sedangkan kandungan oksigen
rendah. Keadaan ini bisa menyebabkan ikan tidak bisa hidup dengan
dan tidak bisa bernapas dengan bebas.
b. Ikan harus diseleksi terlebih dahulu
Seleksi yang dilakukan bisa berdasarkan ukuran dan bisa pula
berdasarkan performa ikan yang akan di transport. Tujuan seleksi
adalah agar ukuran ikan menjadi seragam, sehingga bila diangkut tidak
terjadi persaingan yang terlalu jauh sesama ikan yang diangkut.
Persaingan itu berupa persaingan dalam memperebutkan tempat,
dimana ikan yang besar bisa menyisihkan ikan yang kecil. Keadaan ini
bisa menyebabkan ikan kecil mati. Persaingan juga bisa berupa
persaingan dalam mendapatkan oksigen, dimana ikan besar dapat
menggunakan oksigen lebih banyak dari ikan kecil.
c. Ikan harus di treatmen atau disucihamakan terlebih dahulu, yaitu
dengan cara merendam dalam obat tertentu, contohnya adalah dengan
direndam dengan menggunakan Kalium Permanganat (PK) dan lain-
lain. Tujuan treatmen adalah agar ikan-ikan yang akan diangkut
terbebas dari segala penyakit. Ikan yang sakit bisa terobati, dan ikan
14
yang sehat bisa dicegah agar tidak terserang penyakit. Penyakit bisa
menjadi penyebab kematian dalam pengangkutan. Selain itu, bisa
menjadi penyebab tersebarnya satu penyakit dari satu daerah ke daerah
lain.
Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu
terbentuk buih yang disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang
dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkut, walaupun sudah diberok
selama satu hari, isi perut masih ada. Sehingga pada saat diangkut masih ada
kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping
itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi
kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut.
2.4 Waktu Transportasi
Sistem transportasi tertutup dan terbuka pada ikan kerapu macan ini, perlu
diperhatikan waktu transportasinya. Seperti yang dikatakan oleh Taslihan, et al.
(2004), menjelaskan pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak pengangkutan
yang dekat dengan waktu maksimal 7 jam dan alat angkut yang digunakan berupa
kendaraan roda 4 seperti truk. Transportasi terbuka dengan jarak pendek kurang
dari 3 jam waktu yang dibutuhkan untuk menempuh tempat tujuan dapat
menggunakan wadah yang sederhana. Sama juga seperti transportasi tertutupnya,
Transportasi tertutup menggunakan kantong plastik yang dipasok oksigen
sudah umum dilakukan. Sistem ini digunakan juga untuk pengiriman ke luar
negeri dengan pesawat terbang. Pengemasan benih-benih ikan dilakukan dengan
kantong plastik rangkap, atau bisa menggunakan kantong-kantong plastik atau
dari silikon tebal dan khusus digunakan untuk transportasi ikan hidup. Penurunan
suhu media air transportasi biasanya dilakukan pada sistem transportasi. Tujuan
menurunkan suhu air ini adalah untuk mengurangi aktivitas metabolisme ikan
sehingga daya tampung akan lebih besar, untuk waktu yang diperlukan untuk
transportasi tertutup ini biasanya lebih panjang karena lingkungan di sekitar
15
medianya dalam sistem ini termasuk dalam kondisi yang masih baik sekali,
sehingga waktu nya pun lebih panjang dibandingkan dengan transportasi terbuka.
Waktu pengangkutan juga harus diperhatikan. Karena ikan hidup pada
kisaran suhu tertentu. Suhu yang melebihi ambang batas hidupnya bisa berakibat
fatal. Demikian juga dengan suhu yang kurang dari ambang batas hidupnya.
Namun yang sering terjadi adalah melebihi ambang batas, karena selama
pengangkutan, suhu akan naik. Menentukan waktu pengangkutan harus tepat. Ini
berkaitan erat jarak yang akan tempuh dan lamanya pengangkutan. Selain itu juga
berkaitan erat dengan prinsip pengangkutan, yaitu bagaimana menciptakan
suasana yang nyaman bagi ikan. Waktu kapan akan terjadi suasana seperti itu.
Keberhasilan transportasi ikan hidup selalu dipengaruhi sifat fisiologi ikan
sendiri, ukuran ikan, kebugaran/mutu ikan menjelang transportasi, mutu air
selama transportasi (suhu media DO, pH, CO2. dan ammonia), kepadatan ikan
dalam wadah, teknik mobilitasi dengan menggunakan suhu rendah atau bahan
kimia serta metabolit alam dan lama penggangkutan (Suryaningrum et al., 2001;
Pipet et. al 1982; Basyarie, 1990; Subangsinghe, 1972; Prorent, 1990; Frose. R.
1997). Pada kenyataan dalam melakukan kegiatan transportasi ikan hidup selalu
terjadi kompetisi penggunaan ruang dan pemanfaatan oksigen yang tersedia.
Pengangkutan dengan sistim tertutup menggunakan kantong plastik, nilai oksigen
merupakan parameter penentu pada transportasi ikan hidup ( Berka, 1986).
Peningkatan kepadatan menyebabkan penurunan mutu air selama
transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi visual air selama pengangkutan air media
agak keruh, berlendir dan Respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu,
oksigen terlarut, serta peningkatan metabolik ikan ditunjukkan oleh perubahan
warna (Utomo dalam Suryaningrum, 2000). Pada kondisi stress, ikan berubah
menjadi pucat, warna menjadi keputihan dan pola warna hilang. Jika ikan mudah
dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya pola warna tersebut dengan cepat
akan normal kembali.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan isi dari makalah diatas, dapat di simpulkan bahwa :
Transportasi tertutup menggunakan kantong plastik yang dipasok oksigen sudah
umum dilakukan. Sistem ini digunakan juga untuk pengiriman ke luar negeri
dengan pesawat terbang. Pengemasan benih-benih ikan dilakukan dengan kantong
plastik rangkap, tetapi sekarang sudah ada kantong-kantong plastik atau dari
silikon tebal dan khusus digunakan untuk transportasi ikan hidup. Penurunan suhu
media air transportasi biasanya dilakukan pada sistem transportasi. Tujuan
menurunkan suhu air ini adalah untuk mengurangi aktivitas metabolisme ikan
sehingga daya tampung akan lebih besar.
16
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. dan Sudaryanto, 2001. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Bebek. Penebar Swadaya, Jakarta. 104 hal.
Akbar S, Sudaryanto. 2002. Pembenihan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anonim 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung . Departemen Direktorat Perikanan Balai Bididaya Laut.Lampung.
Binohlan CB. 2010. Epinephelus fuscoguttatus (Forsskål, 1775)..[terhubung berkala].http://www.fishbase.org/summary/SpeciesSummary.php?genusname=Epinephelus&speci esname=fuscoguttatus.[2 April 2014].
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan. 1996. Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus), Departemen Pertanian, Jakarta,1996.
Heemstra PC, Randall JE. 1993. FAO species catalogue. Vol. 16. Groupers of the world (Family Serranidae, Subfamily Epinephelinae). An annotated and illustrated catalogue of the grouper, rockcod, hind, coral grouper and lyretail species known to date. FAO Fisheries Synopsis. No. 125, Vol. 16. Rome, FAO.
Munro, I. S. R. 1967. The fishes of New Guinea, Departement of Agriculture Stock and Fisheries Port Moresby. 651 pp.
17