Upload
vandung
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KERAGAAN AGRONOMI, VARIASI GENETIK DAN HERITABILITASBEBERAPA GENOTIPE SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench] PADA
DUA SISTEM TANAM BERBEDA
(Skripsi)
Oleh
NISA NURLELA SARI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRACT
AGRONOMICS PERFORMANCE, GENETIC VARIATION, ANDHERITABILITY OF SOME SORGHUM GENOTYPES
[Sorghum bicolor (L.) Moench] UNDER TWO DIFFERENT PLANTINGSYSTEMS
BY
NISA NURLELA SARI
The objectives of this study were to evaluate agronomic characters of 15 sorghum
genotypes, to estimates the genetic variance and to calculate heritability value of
some sorghum genotypes under two different planting systems. This study was
conducted on Tanjung Bintang, Lampung Selatan with sandy soil type, from
March 2017 to February 2018. Treatments were arranged by factorial (2×15) in
completely randomized block design (CRBD) with three reps used as block. First
factors were planting systems as monoculture and intercropping systems with
cassava (Kasetsart), and second factors were 15 genotypes (Numbu, Mandau,
Talaga Bodas, Super1, Super2, Samurai1, UPCA, P/I WHP, P/F 5-193-C, GH 3,
GH 4, GH 5, GH 6, GH 7 and GH 13. Data were analyzed by program of
Nisa Nurlela Sari
Minitab 17, homogenity of variance was analyzed by Bartlett test, then model of
additivity was tested by Tukey. Since the factors of variance analysis were
significant, then the difference of treatment means were analyzed by LSD (Least
Significant Different) with 5% significant difference. Variables observed in this
study were plant height (cm), number of leaves (no), stem diameter (cm), leaf
greenness, stem dry weight (g), leaf dry weight (g), number of internode, panicle
length (cm), panicle weight (g), head weight (g), seed weight (g), weight of 300
seeds (g). The result showed that, agronomic performance, as plant height of
Super2 was consistently high from 6, 7, 8, and 9 week after planting (WAP),
however that of GH13 was consistently low. GH13 genotype produced low seed
weight in monoculture and intercropping systems as 35,03 g and 25,01 g
respectively. However, sorghum genotype of GH7 showed high seed weight
under monoculture system as 60,29 g. Plant height of sorghum at 9 WAP showed
high genetic variation led to high heritability as = 4.146,21 and h2 = 0,85
respectively. Seed weight on the other hand, showed low genetic variation
( = 0,08) resulted in low heritability value (h2=0,03). Consequently, it could be
concluded that plant height could be used as selection criterion.
Keywords: Agronomy performance, genetic variation, heritability, planting
systems, and sorghum.
ABSTRAK
KERAGAAN AGRONOMI, VARIASI GENETIK DAN HERITABILITASBEBERAPA GENOTIPE SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench] PADA
DUA SISTEM TANAM BERBEDA
Oleh
NISA NURLELA SARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perkembangan karakter agronomi
dari 15 genotipe sorgum, menghitung variasi genetik dan menghitung nilai
penduga heritabilitas beberapa genotipe sorgum pada dua sistem tanam berbeda.
Percobaan lapang dilaksanakan di Tanjung Bintang, Lampung Selatan, dengan
jenis tanah berpasir dari Maret 2017 sampai Februari 2018. Perlakuan disusun
secara faktorial (2x15) dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
dengan tiga ulangan sebagai kelompok. Faktor pertama adalah dua sistem tanam,
yaitu monokultur dan tumpangsari dengan ubi kayu (Kasetsart) dan faktor kedua
adalah 15 genotipe sorgum, yaitu Numbu, Mandau, Talaga Bodas, Super1,
Super2, Samurai1, UPCA, P / I WHP, P / F 5-193- C, GH3, GH4, GH5, GH6,
GH7 dan GH 13. Analisis data menggunakan program Minitab 17, homogenitas
Nisa Nurlela Sari
ragam diuji dengan menggunakan Uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan Uji
Tukey. Jika ada perbedaan yang nyata antarperlakuan maka dilakukan uji lanjut
untuk mengetahui perbedaan nilai tengah dengan menggunakan uji BNT pada
taraf 5%. Variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman (cm),
jumlah daun (helai), diameter batang (cm), tingkat kehijauan daun, bobot kering
batang (g), bobot kering daun (g), jumlah ruas, panjang malai (cm), bobot
cangkang malai (g), bobot head (g), bobot biji (g), bobot 300 butir (g), koefisien
keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, variasi genetik, dan
heritabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keragaan agronomi,
genotipe Super2 menunjukkan konsistensi tanaman yang tinggi pada 6, 7, 8 dan 9
minggu setelah tanam (MST), sebaliknya genotipe GH13 menunjukkan konsitensi
tanaman yang rendah. Genotipe GH13 menunjukkan konsistensi bobot biji yang
rendah pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari secara berturut-turut
sebesar 35,03 g dan 25,01 g. Sedangkan genotipe GH7 menunjukkan bobot biji
yang tinggi pada sistem tanam monokultur dengan bobot 60,29 g. Tinggi tanaman
pada 9 MST menunjukkan nilai variasi genetik yang luas dan nilai penduga
heritabilitas yang tinggi secara berturut-turut sebesar 4.146,21 dan 0,85.
Selanjutnya, bobot biji menunjukkan nilai variasi genetik yang kecil dan nilai
penduga heritabilitas yang rendah secara berturut-turut sebesar 0,08 dan 0,03.
Oleh karena itu, tinggi tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi, karena
memiliki nilai penduga heritabilitas yang tinggi.
Kata kunci : karakter agronomi, heritabilitas, sistem tanam, sorgum, dan variasi
genetik.
KERAGAAN AGRONOMI, VARIASI GENETIK DAN HERITABILITASBEBERAPA GENOTIPE SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench] PADA
DUA SISTEM TANAM BERBEDA
Oleh
NISA NURLELA SARI
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Adijaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten
Lampung Tengah, Provinsi Lampung, pada tanggal 11 April 1996, sebagai anak
Pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Sugeng dan Ibu Sri Lestari.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Adijaya dan
lulus pada tahun 2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Bandar Jaya dan lulus pada tahun 2011,
selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA Negeri
Terbanggi Besar dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014, penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lampung melalui jalur SBMPTN Unila (Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri Universitas Lampung).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata
kuliah Fisiologi Tumbuhan tahun ajaran 2016/2017, Produksi Benih tahun ajaran
2017/2018, Teknologi Benih tahun ajaran 2017/2018, Penanganan Panen dan
Pasca Panen Kelapa Sawit tahun ajaran 2017/2018 dan Metodologi Penelitian
tahun ajaran 2018/2019. Penulis terdaftar sebagai anggota bidang Pengembangan
Masyarakat Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) pada periode
kepengurusan 2015-2017.
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik
Universitas Lampung di Ono Harjo, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten
Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan
Praktik Umum (PU) di Horti Park, Desa Sabah Balau, Lampung Selatan dengan
judul “Teknik Budidaya Tanaman Semangka (Citrullus lanatus L.) di Horti Park
Provinsi Lampung”.
Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar
(QS. Ar-Rum : 60)
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar
kesanggupannya
(QS. Al-Baqarah : 286)
Saat Allah mendorongmu ke tebing, yakinlah kalau hanya ada dua hal yang mungkin
terjadi. Mungkin saja Ia akan menangkapmu, atau Ia ingin kau belajar bagaimana
caranya terbang
(Anonim)
Alhamdulillahirabbilalamin
Dengan penuh rasa syukur dan bangga,
ku persembahkan karya ini kepada :
Kedua orangtuaku
“Bapak Sugeng dan Ibu Sri Lestari” untuk cinta, kasih sayang, dukungan serta doa
yang tiada henti diberikan kepada penulis hingga saat ini.
Dan untuk Almamater tercinta
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya penulis dapat melaksanaan penelitian dan
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaan Agronomi, Variasi Genetik dan
Heritabilitas Beberapa Genotipe Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] Pada
Dua Sistem Tanam Berbeda”. Dalam penulisan skripsi ini tidak akan berjalan
dengan baik tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Setiawan, M.Sc. selaku pembimbing utama yang
telah membimbing, memberikan waktu, saran, bantuan dan motivasi kepada
penulis selama melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Agustiansyah, S.P., M.Si. selaku pembimbing kedua atas
bimbingan, bantuan, saran dan motivasi yang diberikan kepada penulis
selama melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku dosen penguji yang
telah memberikan saran, nasehat kepada penulis.
6. Bapak Dr. Ir. Darwin H Pangaribuan, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan semangat kepada penulis.
7. Kedua orangtua penulis ibunda Sri Lestari dan ayahanda Sugeng, serta
adinda penulis Ikhwan Dzaki Ramadhan dan seluruh keluarga atas doa,
semangat dan kasih sayang yang telah diberikan.
8. Bapak Ir. Muhammad Syamsoel Hadi, M.Sc. dan Dr. Ir. Erwin Yuliadi,
M.Sc. atas ilmu, saran, motivasi dan dukungan semangat selama
melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.
9. Saudara-saudaraku Riyan Haristianata, Oktavia Dwi Sakti, dan Taufik
Hidayat atas dukungan, semangat dan kasih sayang yang selalu diberikan.
10. Teman seperjuangan penelitian Agnes Ratnasari, Dyah, Annisah Ika P,
Amalia Putri, Dita Nurul, Ikrimah, Luh Gita, Amira, Putri Ulva, Rafika
Restiningtias, Restu Paresta, Vina Purwa, Farastika, Ridho Akbar, Irmawati
dan Eko Abadi atas kerjasama, dukungan dan bantuannya.
11. Teman-teman Nelita Aryani, Morales Sibarani, Tartilla Fajar, Joyevan
Gibabarus, Luh Dina Yulita , Muhammad Fadli, Rohayani, Yulita Siska,
Sita Virginia, Rizkia Fortuna, Wayan Elpa Andela dan Muhammad Fajar
Syukron atas semangat dan dukungannya.
12. Seluruh teman-teman Agroteknologi 2014 atas dukungan, kerjasama dan
motivasinya.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum sempurna dan
dimungkinkan ada kesalahan yang tidak disengaja, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan seluruh civitas akademika serta masyarakat.
Bandar Lampung, 17 September 2018Penulis,
Nisa Nurlela Sari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xxi
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 11.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 41.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 41.4 Hipotesis ....................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 7
2.1 Morfologi Tanaman Sorgum.......................................................... 72.2 Sistem Tanam ................................................................................ 102.3 Variasi Fenotipe, Variasi Genotipe dan Heritabilitas .................... 12
III. BAHAN DAN METODE................................................................... 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 173.2 Bahan dan Alat............................................................................... 173.3 Rancangan Percobaan .................................................................... 193.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................... 23
3.4.1 Pengolahan Tanah ............................................................ 233.4.2 Penanaman dan Penentuan Jarak Tanam ........................ 233.4.3 Penyulaman dan Transplanting ........................................ 243.4.4 Penjarangan ...................................................................... 243.4.5 Pemupukan ........................................................................ 243.4.6 Pemeliharaan .................................................................... 253.4.7 Pemanenan ........................................................................ 25
3.5 Variabel Pengamatan .................................................................... 253.5.1 Tinggi Tanaman (cm) ........................................................ 263.5.2 Jumlah Daun (helai) ......................................................... 263.5.3 Diameter Batang (cm)....................................................... 263.5.4 Tingkat Kehijauan Daun ................................................... 26
xviii
Halaman3.5.5 Bobot Kering Batang (g) ................................................. 263.5.6 Bobot Kering Daun (g) ................................................... 273.5.7 Jumlah Ruas .................................................................... 273.5.8 Panjang Malai (cm) ........................................................ 273.5.9 Bobot Head per tanaman (g) .......................................... 273.5.10 Bobot Cangkang Malai (g).............................................. 273.5.11 Bobot Biji Kering per tanaman (g) ................................. 273.5.12 Bobot 300 Butir Biji(g) ................................................... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 29
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 294.1.1 Perbandingan Nilai Tengah Perlakuan Akibat Pengaruh
Genotipe ............................................................................ 314.1.2 Perbandingan Nilai Tengah Perlakuan Akibat Pengaruh
Sistem Tanam..................................................................... 344.1.3 Perbandingan Nilai Tengah Perlakuan Akibat Pengaruh
Genotipe dan Sistem Tanam .............................................. 354.1.4 Korelasi Antarvariabel Sorgum......................................... 384.1.5 Variasi Genetik .................................................................. 394.1.5 Heritabilitas ....................................................................... 41
4.2 Pembahasan.................................................................................. 42
V. SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 47
5.1 Simpulan ...................................................................................... 475.2 Saran ............................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 48
LAMPIRAN............................................................................................. 52
Tabel 12-47 ............................................................................................... 53-70
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Keterangan empat varietas yang sudah di lepas................................. 18
2. Sumber keragaman, derajat bebas, kuadrat tengah, dan nilaiharapan kuadrat tengah ...................................................................... 21
3. Rekapitulasi nilai kuadrat tengah genotipe, sistem tanam daninteraksinya terhadap hasil biji sorgum ............................................. 30
4. Perbandingan nilai tengah tinggi tanaman akibat pengaruh genotipepada 6-9 MST .................................................................................... 31
5. Perbandingan nilai tengah jumlah daun (8 dan 9 mst), kehijauandaun, dan bobot kering batang akibat pengaruh genotipe.................. 32
6. Perbandingan nilai tengah panjang malai, bobot cangkang malaidan bobot head akibat pengaruh genotipe.......................................... 33
7. Pengaruh sistem tanam terhadap variabel jumlah daun (8 dan 9mst), diameter batang, kehijauan daun, bobot kering batang, bobotcangkang malai, dan bobot head........................................................ 34
8. Pengaruh genotipe dan sistem tanam terhadap variabel bobot keringdaun, jumlah ruas, bobot biji dan bobot 300 butir ............................. 37
9. Korelasi antarvariabel tanaman sorgum............................................. 38
10. Rekapitulasi nilai varisi genetik, variasi fenotipe, koefisienkeragaman (KK), koefisien keragaman fenotipe (KKP), koefisienkeragaman genotipe (KKG), ragam genotipe, simpangan baku,duakali simpangan baku dan kriteria ................................................. 40
11. Rekapitulasi nilai Ragam genetik ( ) , ragam fenotipe ( ), nilaiheritabilitas (ℎ ) serta kriteria ........................................................... 41
12. Tinggi tanaman 6 MST ...................................................................... 54
iv
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
Tabel Halaman
13. Analisis ragam tinggi tanaman 6 MST .............................................. 54
14. Tinggi tanaman 7 MST ...................................................................... 55
15. Analisis ragam tinggi tanaman 7 MST .............................................. 55
16. Tinggi tanaman 8 MST ...................................................................... 56
17. Analisis ragam tinggi tanaman 8 MST .............................................. 56
18. Tinggi tanaman 9 MST ...................................................................... 57
19. Analisis ragam tinggi tanaman 9 MST .............................................. 57
20. Jumlah daun 6 MST ........................................................................... 58
21. Analisis ragam jumlah daun 6 MST .................................................. 58
22. Jumlah daun 7 MST ........................................................................... 59
23. Analisis jumlah daun 7 MST ............................................................. 59
24. Jumlah daun 8 MST ........................................................................... 60
25. Analisis ragam jumlah daun 8 MST .................................................. 60
26. Jumlah daun 9 MST ........................................................................... 61
27. Analisis ragam jumlah daun 9 MST .................................................. 61
28. Diameter batang ................................................................................. 62
29. Analsisis ragam diameter batang ....................................................... 62
30. Kehijauan daun .................................................................................. 63
31. Analisis ragam kehijauan daun .......................................................... 63
32. Bobot kering batang........................................................................... 64
33. Analisis ragam bobot kering batang................................................... 64
34. Bobot kering daun.............................................................................. 65
v
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
Tabel Halaman
35. Analisis ragam bobot kering daun ..................................................... 65
36. Jumlah ruas ........................................................................................ 66
37. Analisis ragam jumlah ruas................................................................ 66
38. Panjang malai..................................................................................... 67
39. Analisis ragam panjang malai ............................................................ 67
40. Bobot cangkang malai........................................................................ 68
41. Analisis ragam bobot cangkang malai ............................................... 68
42. Bobot head ......................................................................................... 69
43. Analisis ragam bobot head................................................................. 69
44. Bobot biji ........................................................................................... 70
45. Analisis ragam bobot biji ................................................................... 70
46. Bobot 300 butir .................................................................................. 71
47. Analisis ragam bobot 300 butir.......................................................... 71
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Keterangan empat varietas yang sudah di lepas................................. 18
2. Sumber keragaman, derajat bebas, kuadrat tengah, dan nilaiharapan kuadrat tengah ...................................................................... 21
3. Rekapitulasi nilai kuadrat tengah genotipe, sistem tanam daninteraksinya terhadap hasil biji sorgum ............................................. 30
4. Perbandingan nilai tengah tinggi tanaman akibat pengaruh genotipepada 6-9 MST .................................................................................... 31
5. Perbandingan nilai tengah jumlah daun (8 dan 9 mst), kehijauandaun, dan bobot kering batang akibat pengaruh genotipe.................. 33
6. Perbandingan nilai tengah panjang malai, bobot cangkang malaidan bobot head akibat pengaruh genotipe.......................................... 34
7. Pengaruh sistem tanam terhadap variabel jumlah daun (8 dan 9mst), diameter batang, kehijauan daun, bobot kering batang, bobotcangkang malai, dan bobot head........................................................ 35
8. Pengaruh genotipe dan sistem tanam terhadap variabel bobot keringdaun, jumlah ruas, bobot biji dan bobot 300 butir ............................. 37
9. Korelasi antarvariabel tanaman sorgum............................................. 38
10. Rekapitulasi nilai varisi genetik, variasi fenotipe, koefisienkeragaman (KK), koefisien keragaman fenotipe (KKP), koefisienkeragaman genotipe (KKG), ragam genotipe, simpangan baku,duakali simpangan baku dan kriteria ................................................. 40
11. Rekapitulasi nilai Ragam genetik ( ) , ragam fenotipe ( ), nilaiheritabilitas (ℎ ) serta kriteria ........................................................... 41
12. Tinggi tanaman 6MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 53
xx
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
Tabel Halaman
13. Analisis ragam tinggi tanaman 6 MST .............................................. 53
14. Tinggi tanaman 7 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 54
15. Analisis ragam tinggi tanaman 7 MST .............................................. 54
16. Tinggi tanaman 8 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 55
17. Analisis ragam tinggi tanaman 8 MST .............................................. 55
18. Tinggi tanaman 9 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 56
19. Analisis ragam tinggi tanaman 9 MST .............................................. 56
20. Jumlah daun 6 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 57
21. Analisis ragam jumlah daun 6 MST .................................................. 57
22. Jumlah daun 7 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 58
23. Analisis jumlah daun 7 MST ............................................................. 58
24. Jumlah daun 8 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 59
25. Analisis ragam jumlah daun 8 MST .................................................. 59
26. Jumlah daun 9 MST pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 60
27. Analisis ragam jumlah daun 9 MST .................................................. 60
28. Diameter batang pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur ... 61
29. Analsisis ragam diameter batang ....................................................... 61
30. Kehijauan daun pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur..... 62
31. Analisis ragam kehijauan daun .......................................................... 62
xxi
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
Tabel Halaman
32. Bobot kering batang pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 63
33. Analisis ragam bobot kering batang................................................... 63
34. Bobot kering daun pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 64
35. Analisis ragam bobot kering daun ..................................................... 64
36. Jumlah ruas pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur .......... 65
37. Analisis ragam jumlah ruas................................................................ 65
38. Panjang malai pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur ....... 66
39. Analisis ragam panjang malai ............................................................ 66
40. Bobot spikelet malai pada sistem tanam tumpangsari danmonokultur ......................................................................................... 67
41. Analisis ragam bobot spikelet malai .................................................. 67
42. Bobot head pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur ........... 68
43. Analisis ragam bobot head................................................................. 68
44. Bobot biji pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur.............. 69
45. Analisis ragam bobot biji ................................................................... 69
46. Bobot 300 butir pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur ... 70
47. Analisis ragam bobot 300 butir.......................................................... 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak percobaan............................................................................. 20
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan.
Kondisi ini menyebabkan kebutuhan pangan yang semakin meningkat.
Peningkatan produksi pangan tidak hanya tergantung pada produksi padi sebagai
sumber pangan utama, tetapi dapat juga dilakukan penganekaragaman pangan,
diantaranya dengan mengembangkan tanaman pangan alternatif seperti sorgum
[Sorghum bicolor (L.) Moench].
Sorgum berpeluang untuk dikembangkan menjadi pangan premium karena
memiliki keunggulan kandungan gluten yang sangat rendah (gluten free food) dan
indeks glikemik yang juga rendah (low glycemic index). Sorgum juga
mengandung serat tidak larut air atau serat kasar dan serat pangan, masing-masing
sebesar 6,5% - 7,9% dan 1,1% - 1,23%. Kandungan protein pun seimbang dengan
jagung sebesar 10,11% sedangkan jagung 11,02% sehingga sangat sesuai untuk
konsumen dengan kebutuhan khusus (obesitas, diabetes). Biji sorgum
menghasilkan karbohidrat yang dapat diolah menjadi bahan pangan, sedangkan
nira yang berasal dari air perasan batang dan juga pati biji dapat dikonversi
menjadi bioetanol melalui proses fermentasi (Sungkono, et al. 2009).
2
Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas,
produktivitas tinggi, dengan input relatif lebih sedikit, lebih toleran terhadap
kondisi marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam) karena kebutuhan airnya
sedikit sekitar 150-200 mm/musim, serta relatif tahan terhadap hama dan penyakit
tanaman dibandingkan tanaman palawija lain (Sirappa, 2003).
Sorgum memiliki daya adaptasi yang luas, sehingga mempunyai potensi yang
besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai bahan pangan, pakan dan
industri. Penelitian yang dilakukan Sutrisna et al. (2013) menunjukkan bahwa
varietas sorgum Numbu, Kawali, Unpad 1, Unpad 2, Batari, Keller dan Taomitsu
dapat beradaptasi dengan baik pada lahan kering di Kabupaten Ciamis, Provinsi
Jawa Barat.
Metode dalam melakukan seleksi ada beberapa jenis, seperti seleksi massa dan
seleksi galur murni. Helyanto et al. (2000) menyatakan bahwa, salah satu usaha
perbaikan wijen adalah dengan melakukan seleksi. Apabila suatu karakter
memiliki keragaman genetik tinggi, maka seleksi akan lebih mudah untuk
mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Keragaman genetik yang luas
menunjukkan adanya pengaruh genetik yang lebih dominan dibandingkan dengan
pengaruh lingkungan. Oleh sebab itu, informasi keragaman genetik pada sifat-
sifat yang diinginkan sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang
diharapkan.
Menurut Kasno (1992), metode seleksi merupakan proses yang efektif untuk
memperoleh sifat–sifat yang dianggap sangat penting dan tingkat keberhasilannya
tinggi pada tanaman kacang-kacangan. Variasi genetik akan membantu dalam
3
mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila sifat – sifat variasi genetik dalam suatu
populasi besar, ini berati bahwa individu dalam populasi beragam sehingga
peluang untuk memperoleh genotipe dengan sifat yang diinginkan akan besar.
Sudarmadji et al. (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tinggi
tanaman wijen mempunyai variasi genetik yang tinggi yaitu 0,55-0,73. Oleh
karena itu, tinggi tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada tanaman
wijen. Pendugaan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa fenotipe
dipengaruhi oleh faktor genetik yang lebih besar dibandingkan dengan faktor
lingkungan. Dengan demikian, seleksi untuk sifat tanaman yang diinginkan yang
memiliki variasi genetik tinggi dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Menurut
Soemartono et al. (1992), suatu karakter dapat digunakan sebagai kriteria seleksi
apabila memenuhi persyaratan, (1) terdapat korelasi yang nyata antara karakter
yang diamati dan (2) karakter tersebut memiliki nilai penduga heritabilitas yang
tinggi sehingga dapat diwariskan kepada keturunannya.
Menurut Wahdah (1996) dalam Darliah et al. (2001) ada tiga kategori nilai
heritabilitas genetik, yaitu tinggi, sedang dan rendah, apabila nilainya berturut-
turut H >50%, 20%< H < 50% dan H <20%. Penduga nilai heritabilitas
bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar suatu karakter yang diinginkan dapat
diwariskan kepada keturunannya. Nilai penduga heritabilitas arti luas adalah
perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe
dari suatu karakter. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan sebagian besar ragam
fenotipe di sebabkan oleh ragam genetik dan ada kemungkinan untuk diturunkan
kepada zuriatnya sehingga seleksi berdasarkan heritabilitas tinggi akan lebih
efektif. Pada umumnya karakter yang dikontrol oleh sedikit gen dengan pengaruh
4
yang besar mempunyai heritabilitas lebih tinggi dibandingkan karakter yang
dipengaruhi oleh banyak gen (polygenic gen) dengan pengaruh yang kecil seperti
hasil, waktu masak, indek panen (Carsono et al., 2004).
Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat keragaan agronomi beberapa genotipe sorgum pada dua
sistem tanam yang berbeda?
2. Berapa nilai variasi genetik beberapa genotipe sorgum pada dua sistem tanam
berbeda?
3. Berapa nilai penduga heritabilitas beberapa genotipe sorgum pada dua sistem
tanam berbeda?
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi keragaan agronomi beberapa genotipe sorgum pada dua sistem
tanam yang berbeda.
2. Menghitung variasi genetik beberapa genotipe sorgum pada dua sistem tanam
yang berbeda.
3. Menghitung nilai penduga heritabilitas beberapa genotipe sorgum pada dua
sistem tanam yang berbeda.
1.3 Kerangka Pemikiran
Sorgum merupakan tanaman pangan serealia yang mampu beradaptasi dalam
kondisi lingkungan yang kering dibandingkan dengan tanaman serealia lainnya.
5
Oleh karena itu, sorgum merupakan tanaman yang sangat berpotensi untuk di
kembangkan menjadi salah satu tanaman alternatif dalam memenuhi kebutuhan
pangan, pakan,dan industri, terutama di Lampung.
Ada 3 jenis sorgum yang sering dibudidayakan,yaitu sorgum biji (grain sorghum),
sorgum manis (sweet sorghum), dan sorgum rumput (forage sorghum). Sorgum
manis ditanam untuk diambil batangnya karena mengandung nira yang dapat
menghasilkan glukosa, fermentasi nira akan menghasilkan etanol. Sorgum biji
dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang dapat dijadikan tepung sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan roti dan sorgum rumput digunakan untuk pakan
ternak.
Pertumbuhan sorgum mulai dari fase vegetatif hingga fase generatif sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berkaitan erat
dengan keragaan karakter atau sifat yang berbeda–beda. Variasi genetik akan
membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik pada
karakter yang diinginkan dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan keragaan
karakter individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh
genotipe dengan karakter yang diinginkan diharapkan akan besar pula. Misalkan
karakter tinggi tanaman yang merupakan karakter diinginkan mempunyai variasi
genetik tinggi maka tinggi tanaman itu sangat bervariasi penampakannya,
sehingga jika dilakukan seleksi terhadap tanaman yang tinggi akan lebih mudah.
Keragaman genetik yang luas menunjukkan adanya pengaruh genetik yang lebih
dominan dibandigkan dengan pengaruh lingkungan. Jika nilai keragaman genetik
6
lebih besar dari duakali nilai simpangan baku ragam genetik, maka variasi genetik
nilainya luas (Anderson dan Bancroft, 1952).
Heritabilitas adalah perbandingan antara besaran ragam genotipe dan besaran
ragam fenotipe dari suatu karakter. Nilai penduga heritabilitas yang tinggi
menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu
sifat dibandingkan dengan faktor lingkungan.
1.4 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diambil hipotesis sebagai
berikut:
1. Terdapat perbedaan keragaan agronomi beberapa genotipe sorgum pada dua
sistem tanam yang berbeda.
2. Terdapat nilai penduga variasi genetik yang tinggi pada dua sistem tanam yang
berbeda.
3. Terdapat nilai penduga heritabilitas arti luas beberapa karakter agronomi pada
beberapa genotipe sorgum di dua sistem tanam yang berbeda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Tanaman Sorgum
Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan tanaman pangan penting
kelima di dunia setelah padi, gandum, jagung dan barlei. Sorgum banyak ditanam
di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dapat
dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut (dpl). Sorgum
memerlukan suhu lingkungan optimum sekitar 23oC dengan kelembaban relatif
20-40% (Rismunandar, 1989). Sorgum yang ditanam di dataran tinggi tidak
berpengaruh terhadap banyaknya jumlah daun, karena jumlah daun dipengaruhi
oleh faktor genetik. Kondisi ini didukung oleh Sugianto, et al. (2015) yang
melaporkan bahwa nilai penduga heritabilitas arti luas tergolong tinggi (h2=0,55).
Dengan demikian, jumlah daun lebih dipengaruhi oleh faktor genetik.
Daun sorgum berbentuk seperti daun jagung, tetapi daun sorgum dilapisi oleh
sejenis lilin yang agak tebal dan berwarna putih. Lapisan lilin ini berfungsi untuk
menahan atau mengurangi penguapan air dari bagian tanaman sehingga
mendukung resistansi terhadap kekeringan (Mudjisihono dan Suprapto,1987).
Ukuran daun meningkat dari bawah (pertama ketika mulai tumbuh hingga fase
generatif) keatas umumnya sampai daun ketiga atau keempat kemudian menurun
sampai daun bendera. Jumlah daun pada saat dewasa berkorelasi dengan panjang
8
periode vegetatif, tetapi umumnya berkisaran antara 7-18 helai daun. Jumlah
daun berkorelasi positif dengan jumlah ruas yang berada pada batang tanaman
sorgum.
Menurut Sirappa (2003), batang sorgum tegak lurus dan beruas, setiap ruas
mempunyai alur. Dari setiap buku keluar daun yang berhadapan dengan alur.
Batang tanaman sorgum beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada
bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan
keras (sel parenchym). Tinggi batang sorgum beragam mulai kurang dari 150 cm
hingga lebih dari 2,5 meter. Batang sorgum yang mengandung nira dengan kadar
gula cukup tinggi disebut sorgum manis. Tipe ideal untuk sorgum manis yang
berpotensi nira tinggi adalah tanaman tinggi dan diameter batang besar.
Pertumbuhan tanaman sorgum akan terhenti atau relatif lambat pada saat tanaman
memasuki fase bunting yang ditandai dengan munculnya calon daun bendera pada
fase generatif. Pada saat fase bunting ini ciri tanaman sorgum siap untuk
membentuk malai.
Sorgum mempunyai bentuk malai yang bervariasi dari yang kompak sampai
terbuka. Panjang malai sorgum sekitar 4 sampai 25 cm (House, 1985). Malai
terdiri atas banyak spikelet, spikelet biasanya tumbuh sepasang, masing-masing
tumbuh menjadi sesil dan pedicle spikelet. Sesil spikelet mempunyai bunga
lengkap disebut juga spikelet fertil yang merupakan bunga sorgum, dan yang
satunya lagi disebut pedicle spikelet yang biasanya steril (Poehlman, 1979).
Inisiasi pembungaan menandakan berakhirnya fase vegetatif. Sorgum biasanya
berbunga pada umur 55 hari dari berkecambah (House, 1985). Proses
9
pembungaan pada sorgum diawali dengan penampakan malai sebagai suatu
gembungan dalam pelepah daun bendera (tahap bunting) yang berlangsung kira-
kira 6 - 10 hari sebelum pembungaan. Ukuran malai ditentukan oleh jumlah
spikelet fertil yang sangat dipengaruhi oleh ukuran tanaman dan laju penimbunaan
bahan kering selama tahapan pembentukan malai (Goldworthy dan Fisher, 1992).
Malai merupakan bagian dari bunga yang terdiri dari spikelet tempat
menempelnya biji sorgum.
Secara umum, biji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat lonjong
atau bulat telur, dan terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu kulit luar (8%) lembaga
(10%) dan endosperma (82%). Ukuran bijinya kira-kira adalah 4,0 × 2,5 × 3,5
mm, dan bobot bijinya berkisar antara 8-50 mg dengan rata-rata 28 mg.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu sebagai biji berukuran kecil (8-10 mg), sedang (12-24 mg), dan besar (25-35
mg). Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan ukuran biji kira-
kira 12.000-60.000 biji/pound atau 5.443-27.216 biji/kg (Dogget, 1970).
Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada yang
berwarna putih hingga berwarna kekuningan dari merah hingga berwarna coklat
gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pesicarp atau testa bukan dari
endosperm. Endosperm pada sorgum berwarna putih sama seperti yang terdapat
12 pada jagung putih. Kulit bijinya ada yang berwarna putih, merah, atau coklat
(Suprapto dan Madjisihono, 1987).
10
2.2 Sistem Tanam
Sistem tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur
susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk
masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Sistem
tanam terbagi menjadi dua jenis, yaitu sistem tanam monokultur dan sistem tanam
tumpangsari. Sistem tanam monokultur merupakan sistem tanam dengan
menanam tanaman sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau
kedelai saja. Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan
pertanian yang tidak mantap. Hal ini terbukti dari tanah pertanian harus selalu
diolah, dipupuk dan disemprot untuk perawatan tanaman. Penanaman secara
monokultur dirasakan kurang menguntungkan karena mempunyai resiko yang
besar, baik dalam keseimbangan unsur hara yang tersedia, maupun kondisi hama
penyakit yang dapat menyerang tanaman secara eksplosif sehingga dapat
menggagalkan panen (Hamim et al, 2012).
Penanaman sorgum secara monokultur akan berkompetisi dalam penggunaan
lahan untuk perkembangan tanaman pangan lain. Oleh karena itu, penanaman
sorgum dengan sistem tumpang sari dapat menjadi alternatif mengurangi
kompetisi penggunaan lahan tanaman pangan. Sistem tanam tumpangsari
menurut Anwar (2012), merupakan sistem tanam dengan menanam lebih dari satu
jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu yang sama.
Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsari antara lain pemanfaatan lahan
kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi total persatuan luas
karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur hara, disamping
11
dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan pertumbuhan gulma.
Untuk mengurangi pertumbuhan gulma di pertanaman monokultur, maka
dilakukan penanaman dengan sistem tanam tumpangsari. Penelitian
Yuwariah, et al. (2017) menginformasikan bahwa tanaman jagung yang di
tumpangsari dengan kedelai menunjukkan bobot pipilan kering yang tinggi (6,35
ton ha-1).
Tanaman jagung dapat ditanam tumpangsari dengan tanaman kedelai. Tanaman
jagung dan kedelai memungkinkan untuk ditumpangsari karena tanaman jagung
menghendaki nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari
udara bebas sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan
nitrogen pada kedelai. Tanaman padi gogo (Oryza sativa L.) juga dapat
ditumpangsari dengan tanaman jagung manis (Zea mays saccharata sturt L.).
Penelitian yang dilakukan oleh Surya et al. (2014) menunjukkan bahwa rerata
jumlah malai padi gogo yang ditanam secara monokultur sebanyak 16,4
sedangkan rerata jumlah malai padi gogo yang ditanam tumpangsari dengan
jagung manis sebanyak 14,5 sehingga pola tanam tumpangsari padi gogo dengan
jagung manis tidak mempengaruhi hasil tanaman padi gogo. Karena tanaman
jagung manis tidak bersaing dalam memperebutkan unsur hara dan ruang. Pola
tanam tumpangsari tanaman padi gogo dengan tanaman jagung manis
mempengaruhi besarnya cahaya yang diterima tanaman padi, tinggi tanaman,
jumlah anakan, bobot 1000 butir dan komponen hasil jagung manis yaitu panjang
tongkol, diameter tongkol dan bobot jagung manis.
12
Hamim et al. (2012), melaporkan bahwa sorgum dapat ditanam secara
tumpangsari dengan ubi kayu. Tanaman sorgum dapat ditumpangsarikan dengan
ubi kayu karena saat tanaman sorgum memasuki fase generatif tanaman ubi kayu
berada pada fase vegetatif, sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dan ruang.
Selain itu, sisa panen seperti daun dan batang tanaman sorgum yang
terdekomposisi dapat menjadi pupuk alami bagi tanaman ubi kayu. Salah satu
keunggulan sistem tumpangsari sorgum dan ubikayu adalah produktivitas lahan
per satuan lahan akan meningkat karena produksi tanaman pokok ubikayu tetap
dan mendapat tambahan produksi. Hal ini diharapkan akan menghasilkan
produksi ganda yang mendukung sektor pangan, industri, peternakan yang pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.
Hasil penelitian Rahmawati et al. (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
hasil tanaman sorgum yang ditanam secara monokultur lebih baik dibandingkan
dengan yang ditanam secara tumpangsari dengan ubi kayu. Selanjutnya, faktor
genotipe dapat berpengaruh terhadap hasil tanaman sorgum. Genotipe yang
menunjukan hasil tertinggi pada sistem tumpangsari dengan ubi kayu dan sistem
monokultur berdasarkan bobot biji per tanaman secara berurutan adalah Numbu,
Batan S3, Batan S12, Wray dan Keller.
2.3 Variasi Fenotipe, Variasi Genotipe dan Heritabilitas
Variasi fenotipe merupakan hasil ekspresi dari interaksi antara genotipe dan
lingkungan. Setiap genotipe mempunyai interaksi dengan lingkungan yang
berbeda-beda, sehingga fenotipe setiap genotipe juga berbeda. Pengaruh dari
13
lingkungan terhadap penampilan fenotipe suatu genotipe akan bervariasi dari satu
lokasi dengan lokasi lainnya (Crowder, 1997).
Ragam fenotipe ( ) suatu sifat tanaman biasanya disusun oleh ragam genotipe
( ), ragam lingkungan ( ) dan adakalanya melalui interaksi antara ragam
genotipe dan ragam lingkungan (σ ). Ragam fenotipe dapat dituliskan sebagai
berikut : = + + σ (Jambormias, 2004).
Menurut Prajitno, et al. (2002), keragaman fenotipe yang tinggi disebabkan oleh
adanya keragaman yang besar dari lingkungan dan keragaman genetik akibat
segregasi. Keragaman yang teramati merupakan keragaman fenotipe yang
dihasilkan karena perbedaan genotipe.
Penelitian Meydina (2014), pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa populasi
F5 hasil persilangan Wilis x B3570 memiliki nilai keragaman fenotipe karakter
agronomi tanaman kedelai adalah luas hampir pada semua karakter yang diamati
kecuali umur berbunga dan umur panen, sedangkan pada keragaman genotipe
yang diamati menunjukkan kriteria yang sempit untuk semua karakter yang
diamati yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang
produktif, total jumlah polong, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir, dan
bobot biji per tanaman. Keragaman yang sempit mungkin disebabkan oleh benih
yang digunakan merupakan generasi F5 yang persentase heterozigotnya sudah
rendah yaitu 6,25%.
Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi penampilan yang
disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Penampilan suatu tanaman
14
dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda dalam beberapa hal. Dalam
suatu sistem biologis, keragaman (variabilitas) suatu penampilan tanaman dalam
populasi dapat disebabkan oleh variabilitas genetik penyusun populasi,
variabilitas lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe dengan lingkungan
(Rachmadi, 2000).
Peningkatan keragaman genetik sorgum dapat dilakukan secara introduksi, seleksi
dan hibridisasi (Poehlman dan Sleper, 1996). Introduksi adalah upaya pemuliaan
tanaman dengan cara mendatangkan sumber genetik baru dari luar negri yang
selanjutnya dilakukan uji adaptasi di daerah setempat (Human, 2011). Indonesia
telah melakukan introduksi tanaman sorgum dari India, Thailand dan Cina yang
telah dilepas sebagai varietas nasional melalui proses pengujian adaptasi daya
hasil beberapa generasi, diantaranya varietas Numbu, Kawali, UPCA S1, Keris,
Higari dan Mandau (Human, 2007). Hibridisasi (pesilangan) adalah penyerbukan
silang antar tetua yang berbeda susunan genetiknya. Pada tanaman menyerbuk
sendiri, hibridisasi merupakan langkah awal dalam pemuliaan setelah dilakukan
pemilihan tetua. Sedangkan pada tanaman menyerbuk silang, hibridisasi
digunakan untuk menguji potensi tetua.
Menurut Rachmadi (2000), dalam suatu sistem biologis keragaman suatu
penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik
penyusun populasi, keragaman lingkungan, dan keragaman interaksi genotipe x
lingkungan. Jika variabilitas penampilan suatu karakter tanaman disebabkan oleh
faktor genetik, maka keragaman tersebut dapat diwariskan pada generasi
selanjutnya.
15
Heritabilitas merupakan proporsi variasi total yang disebabkan oleh faktor
genetik, atau perbandingan variasi genetik total dengan variasi fenotipe (variasi
lingkungan dan variasi genotipe) (Allard, 1996). Nilai hertabilitas secara teoritis
berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 menyebabkan seluruh variasi yang terjadi
disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 menyebabkan seluruh
variasi disebabkan oleh faktor genetik. Karakter akan mempunyai nilai
heritabilitas 1 jika seluruh individu secara tepat terwakili oleh fenotipnya atau
variasi lingkungan (variasi fenotipe) (Welsh, 1991).
Menurut Rachmadi (2000), konsep heritabilitas mengacu pada peranan faktor
genetik dan lingkungan pada pewarisan suatu karakter tanaman, sehingga
pendugaan heritabilitas suatu karakter akan sangat terkait dengan faktor
lingkungan. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan
apabila faktor lingkungan yang diperlukan tidak mendukung ekspresi gen dari
karakter tersebut. Sebaliknya, manipulasi terhadap faktor lingkungan tidak akan
mampu menjelaskan pewarisan suatu karakter apabila gen pengendali karakter
tersebut tidak terdapat pada populasi yang bersangkutan.
Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan sebagian besar ragam fenotipe disebabkan
oleh ragam genetik dan ada kemungkinan untuk diturunkan kepada zuriatnya
sehingga seleksi akan lebih efektif. Pada umumnya karakter yang dikontrol oleh
sedikit gen mempunyai heritabilitas lebih tinggi dibandingkan karakter yang
dipengaruhi oleh banyak gen (polygenic gen) seperti hasil, waktu masak, indek
panen, hampir semua karakter kuantitatif dipengaruhi oleh lingkungan
mempunyai ragam lingkungan tinggi (House, 1985).
16
Penelitian yang dilakukan oleh Sugianto, et al. (2015) menunjukkan bahwa
karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas pertanaman, bobot
berangkasan kering, panjang malai dan bobot biji per malai memiliki nilai
heritabilitas yang tinggi yaitu secara berturut-turut sebesar 0,9 ; 0,6 ; 0,6 ; 0,6 ; 0,9
dan 0,6.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Tanjung Bintang, Lampung Selatan dengan jenis
tanah lempung liat berpasir (52,13% pasir, 20,92% debu, dan 26,95% liat),
dengan kandungan 0,04% N-total (sangat rendah), pH H2O 5,45. Selanjutnya
2,61 ppm P-tersedia (sangat rendah) dan 0,17me/100g kandungan K-dd (rendah).
Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2017 sampai Febuari 2018. Penimbangan
dan analisis hasil panen dilakukan di dua tempat, yaitu Laboratorium Agronomi,
dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 genotipe sorgum yaitu
Numbu, Mandau, Talaga Bodas, Samurai1, Super1, Super2, P/F 5-193-C, P/I
WHP, UPCA, GH3, GH4, GH5, GH6, GH7 dan GH13, pupuk Urea, TSP, dan
KCl. Deskripsi empat genotipe sorgum yang digunakan pada penelitian ini
disajikan pada Tabel 1.
18
Tabel 1. Keterangan empat varietas yang sudah di lepas
No. Nama Varietas Keterangan
1. Numbu Dilepas pada 22 Oktober 2001, bentuk malai
lonjong, tahan rebah, tahan hama aphis, tahan
penyakit karat dan bercak daun.
2. Super1 Dilepas pada 18 Desember 2013, bentuk
malai lonjong, tahan hama aphis, sedikit
tahan pada penyakit antraknose, tahan
penyakit karat daun dan hawar daun.
3. Super2 Dilepas pada 18 Desember 2013, bentuk
malai simetris, tahan hama aphis, sedikit
tahan pada penyakit antraknose, tahan
penyakit karat daun dan hawar daun.
4. Samurai1 Dilepas pada 7 Febuari 2014, bentuk malai
lonjong, tahan terhadap penyakit busuk
pelepah dan sedikit tahan terhadap penyakit
karat daun.
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Serealia (2013).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengolah tanah (traktor),
cangkul, alat tunggal, golok, sabit, ember, tali raffia, bambu, kertas label, cutter,
straples, meteran, sungkup, timbangan, alat tulis, kamera, oven, seed counter, seed
blower.
19
3.3 Rancangan Percobaan
Perlakuan disusun secara faktorial (2×15) dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) yang disusun secara strip plot dengan tiga ulangan yang
digunakan sebagai kelompok disajikan (Gambar 1). Penyusunan strip plot
diterapkan untuk sistem tanam agar memudahkan dalam perlakuan di lapangan.
Faktor pertama adalah dua sistem tanam, yaitu monokultur dan tumpangsari,
faktor kedua adalah 15 genotipe, yaitu Numbu, Mandau, Talaga Bodas, Samurai1,
Super1, Super2, P/F 5-193-C, P/I WHP, UPCA, GH3, GH4, GH5, GH6, GH7 dan
GH13.
Data dianalisis dengan analisis ragam (anara) menggunakan program Minitab
(Versi 17). Terdapat 2 asumsi sebelum dilakukan anara, yaitu ragam antar
perlakuan homogen dan model atau data aditif. Homogenitas ragam diuji dengan
menggunakan Uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Bila asumsi
terpenuhi, maka dilakukan anara. Selanjutnya, jika ada perbedaan nilai tengah
antarperlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNT pada taraf
5%. Untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan vegetatif dan generatif
maka dilakukan perhitungan korelasi antar variabel yang diamati (jumlah
pengamatan, N=90). Jika peluang korelasi <0,05 maka korelasi antar variabel
nyata, dan jika peluang korelasi <0,01 maka korelasi antar variabel sangat nyata,
sedangkan jika peluang korelasi >0,05 maka korelasi antar variabel tidak nyata
(tidak terdapat korelasi).
20
Model linier analisis ragam :ℎ = + + + + ( × ) + ℎKeterangan :
Yhijkl = Hasil dari pengamatan ke-h, kelompok ke-i, genotipe ke-j dan
sistem tanam ke-k
µ = Nilai Tengah Umum
βi = Hasil pengamatan pada kelompok ke-i
Gj = Hasil pengamatan pada genotipe ke-j
STk = Hasil pengamatan pada sistem tanam ke-k
(G×ST)ik = Hasil pengamatan interaksi antara genotipe dan sistem tanam ke-i dan
ke-k
εhijkl = Galat
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Keterangan :
A1 : Tumpangsari
A2 : Monokultur
B1 : GH13
B2 : UPCA
B3 : PW/WHP
B4 : Numbu
B5 : GH6
B6 : Super2
B7 : Samurai1
B8 : Super1
B9 : GH4
B10 : GH5
B11 : P/F5-193-C
B12 : GH3
B13 : Mandau
B14 : Telaga Bodas
B15 : GH7Gambar 1. Tata Letak Percobaan
A1B1 A2B1 A1B10 A2B14 A1B6 A2B6
A1B2 A2B2 A1B9 A2B15 A1B5 A2B4
A1B3 A2B11 A1B13 A2B10 A1B13 A2B8
A1B4 A2B3 A1B1 A2B7 A1B8 A2B2
A1B5 A2B5 A1B2 A2B11 A1B3 A2B14
A1B6 A2B12 A1B4 A2B13 A1B12 A2B15
A1B7 A2B4 A1B7 A2B2 A1B2 A2B7
A1B8 A2B7 A1B12 A2B12 A1B11 A2B12
A1B9 A2B13 A1B5 A2B1 A1B14 A2B9
A1B10 A2B8 A1B8 A2B4 A1B9 A2B3
A1B11 A2B10 A1B11 A2B9 A1B7 A2B5
A1B12 A2B9 A1B15 A2B5 A1B10 A2B10
A1B13 A2B6 A1B6 A2B3 A1B15 A2B1
A1B14 A2B15 A1B3 A2B8 A1B1 A2B13
A1B15 A2B14 A1B14 A2B6 A1B4 A2B11
21
Tabel 2. Sumber keragaman, derajat bebas, kuadrat tengah, dan nilai harapankuadrat tengah
Sumber Keragaman Derajat BebasKuadrat
Tengah
Nilai Harapan
Kuadrat Tengah
Blok
Sistem Tanam (ST)
r-1
(st-1)
-+ × +Genotipe
G × ST
g-1
(g-1)(st-1)
+ × ++ ×Galat {(st×g)-1}×{r-1}
Keterangan: ST = Sistem tanamr = Ulangan (Blok)g = Genotipe
= Ragam genotipe× = Interaksi ragam genotipe dan ragam sistem tanam= Ragam galat
Ragam Fenotipe ( ) = Ragam genotipe ( )+Ragam lingkungan( )Ragam lingkungan = =
= + ×= + × += += −=
Jadi, Ragam Fenotipe ( ) dapat ditentukan dengan cara:= +Menghitung nilai heritabilitas dalam arti luas dapat dilakukan dengan cara :ℎ = /
22
ℎ = Heritabilitas, = ragam genotipe, = ragam fenotipe
Variabilitas genetik suatu karakter berdasarkan variasi genetik ( ) rata-rata
populasi (x) dan koefisien keragaman genetik (KKG). Menurut Anderson dan
Brancoff (1952) dikutip Lubis et al. 2014 dengan persamaan sebagai berikut:
= × 100%Variabilitas fenotipik suatu karakter ditentukan berdasarkan variasi fenotipik
( ), rata-rata populasi (x) dan koefisien keragaman fenotipik (KKF)
menggunakan persamaan berikut:
= × 100%Menurut Lubis et al. (2014) suatu karakter memiliki variabilitas genotipik yang
luas apabila nilai KKG>20%, sedang apabila nilai KKG 10-20%, dan sempit
apabila KKG 0-10%.
Adapun kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (1988), yaitu tinggi jikaℎ > 0.5, sedang jika 0.2 ≤ ℎ ≤ 0.5, dan rendah jika ℎ ≤ 0.2.Variabilitas suatu karakter ditentukan dengan membandingkan nilai ragam genetik
dengan nilai simpangan baku ragam genetik, yang dihitung menurut cara
Anderson dan Bancroft (1952) sebagai berikut:
= 2 ( ) 2 + 2 + ( ) 2+ 2Menurut Pinaria et al. (1995) suatu karakter tergolong mempunyai variabilitas
genetik yang luas jika ragam genetik lebih besar dari dua kali simpangan baku
23
ragam genetiknya ( > 2 ) dan tergolong sempit jika ragam genetik lebih
kecil atau sama dengan dua kali simpangan baku ragam genetiknya ( ≤ 2 ).3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengolahan Tanah
Sebelum dilakukan pengolahan tanah, dilakukan pengambilan sampel tanah
secara komposit untuk menentukan kandungan hara dalam tanah. Hasil analisis
tanah menunjukkan tanah di lahan penelitian merupakan jenis tanah lempung liat
berpasir (52,13% pasir, 20,92% debu, dan 26,95% liat), dengan kandungan 0,04%
N-total (sangat rendah), pH H2O 5,45. Selanjutnya 2,61 ppm P-tersedia (sangat
rendah) dan 0,17me/100g kandungan K-dd (rendah). Pengolahan tanah dilakukan
dari membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, kemudian lahan di
bajak menggunakan traktor. Tanah yang diolah kemudian dibuat parit antar petak
dengan jarak 1 meter.
3.4.2 Penanaman dan Penentuan Jarak Tanam
Penanaman biji sorgum dilakukan dengan cara tugal, dengan setiap lubang
sebanyak 3-5 benih sorgum lalu ditutup dengan tanah. Selanjutnya, untuk
tanaman ubikayu, penanaman dilakukan melalui penancapan bibit stek sedalam
sepertiga stek dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Ukuran stek yang
digunakan adalah 25 cm. Jarak tanam sorgum pada sistem tanam monokultur
adalah 80 cm × 80 cm. Tumpangsari sorgum ubikayu dilakukan dengan cara
menanam sorgum diantara tanaman ubikayu sedemikian rupa sehingga jarak
tanam sorgum tetap 80 cm × 20 cm, sedangkan jarak tanam ubikayu
24
80 cm × 60 cm, baik sorgum maupun ubikayu ditanam secara bersamaan.
3.4.3 Penyulaman dan Transplanting
Penyulaman dan transplanting bertujuan untuk mengganti benih yang tidak
tumbuh. Hal ini dilakukan dengan cara menanam kembali benih sorgum pada
lubang tanam. Penyulaman dilakukan paling lambat 2 minggu setelah tanam
(2 MST) pertama sedangkan transplanting paling lambat 3 MST.
3.4.4 Penjarangan
Penjarangan tanaman sorgum dilakukan sehingga hanya tersisa maksimal tiga
tanaman per lubang. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang mampu tumbuh
dan berkembang dengan baik. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman umur
2 MST sebelum dilakukan pemupukan.
3.4.5 Pemupukan
Pemupukan tanaman sorgum menggunakan pupuk Urea, TSP, KCl dengan dosis
masing-masing yaitu 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan
dengan cara di larik di sepanjang barisan tanaman sorgum. Pemupukan dilakukan
sebanyak dua kali, yaitu pemupukan awal pada saat tanaman berumur 4 MST
dengan pemberian 1/2 dosis pupuk Urea dan 1/2 dosis pupuk KCl dan seluruh
dosis pupuk TSP. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 8
MST dengan pemupukan 1/2 dosis pupuk Urea dan 1/2 dosis pupuk KCl.
3.4.6 Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman alami melalui hujan dan pengendalian gulma.
Penyiraman dilakukan untuk memberikan ketersediaan air dalam tanah, agar
25
tanaman tidak kekurangan air untuk membantu proses fotosintesis dan masa
pembuahan selama awal pertumbuhan tanaman. Pembumbunan dilakukan dengan
menggemburkan tanah di sekitar tanaman. Kemudian menimbun tanah tersebut
pada pangkal batang sorgum sehingga membentuk guludan kecil. Pembumbunan
dilakukan jika diperlukan atau ketika terjadi erosi pada lahan pertanaman.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual yaitu mencabut gulma. Penyiangan
manual dilakukan agar tidak mengganggu perakaran tanaman sorgum.
Penyiangan pertama dilakukan umur ± 1 bulan setelah tanam (BST) yaitu sebelum
dilakukan pemupukan pertama dan disesuaikan dengan kondisi lapang.
3.4.7 Pemanenan
Panen dilakukan pada saat biji masak fisiologis, yaitu biji sudah kering. Pada saat
biji masak susu, malai dibungkus dengan menggunakan sungkup untuk
mencegah burung memakan biji. Cara panen adalah batang dipotong dengan
gunting potong, lalu dipisahkan antara batang dan malai. Kemudian malai atau
head dikering anginkan selama ±3 hari. Setelah itu, biji dipisahkan dari spikelet.
3.5 Variabel Pengamatan
Pengamatan untuk pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman pada saat
6-9 MST, jumlah daun pada saat 6-9 MST. Bagian vegetatif tanaman yang
diamati meliputi diameter batang, tingkat kehijauan daun, jumlah ruas, bobot
kering daun, dan bobot kering batang. Selanjutnya, pengamatan bagian generatif
tanaman meliputi bobot cangkang malai, bobot head, bobot kering biji per
tanaman dan bobot 300 biji kering.
26
3.5.1 Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai bagian ruas batang pertama bagian bawah sampai
pangkal daun termuda. Tinggi tanaman dihitung saat tanaman berumur 6, 7, 8 dan
9 MST.
3.5.2 Jumlah Daun per Tanaman (helai)
Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka penuh. Jumlah daun
dihitung saat tanaman berumur 6, 7, 8, dan 9 MST.
3.5.3 Diameter Batang (cm)
Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada saat akhir masa
vegetatif tanaman. Pengukuran dilakukan dengan mengukur bagian atas, tengah
dan pangkal batang menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung rata-rata.
3.5.4 Tingkat Kehijauan Daun
Tingkat kehijauan daun diukur dengan menggunakan SPAD 500 pada saat akhir
masa vegetatif tanaman. Pengukuran dilakukan pada daun ketiga dari bagian atas
tanaman dan pengukuran dilakukan di bagian ujung, tengah dan pangkal daun lalu
dihitung rata-ratanya.
3.5.5 Bobot Kering Batang (g)
Bobot kering batang diperoleh dengan cara batang dipotong kecil-kecil lalu
dibungkus koran dan kemudian dikeringkan dengan menggunaka oven pada suhu
80oC selama kurang lebih 3 hari.
27
3.5.6 Bobot Kering Daun (g)
Bobot kering daun diperoleh dengan menimbang bobot daun pada seluruh
tanaman sampel yang sudah dipanen dan dikeringkan dibawah terik matahari
selama kurang lebih 3 hari atau di oven pada suhu 800C selama 3 hari.
3.5.7 Jumlah Ruas
Jumlah ruas diperoleh dengan meghitung jumlah ruas pada tanaman sorgum dari
pangkal batang hingga satu ruas dibawah daun bendera.
3.5.8 Panjang Malai (cm)
Panjang malai diukur dari pangkal malai hingga ujung malai menggunakan
meteran.
3.5.9 Bobot Head per Tanaman (g)
Bobot head diperoleh dengan menimbang bobot cangkang malai yang masih
terdapat biji.
3.5.10 Bobot Spikelet Malai (g)
Bobot spikelet malai diperoleh dengan menimbang spikelet yang sudah
dipisahkan dengan bijinya.
3.5.11 Bobot Biji Kering per Tanaman (g)
Penimbangan bobot biji dilakukan setelah biji dikeringkan dalam oven pada suhu
80oC selama kurang lebih 3 hari dan telah dipipil dan dibersihkan menggunakan
seed blower sampai bersih dari kotoran.
28
3.5.12 Bobot 300 Biji Kering (g)
Bobot 300 butir biji diperoleh dengan cara menimbang biji setelah dipipil yang
sebelumnya telah dihitung menggunakan Seed Counter.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Perbedaan keragaan agronomi ditunjukkan oleh tinggi tanaman sorgum Super2
6,7,8 dan 9 MST. Namun, pada variabel bobot biji menunjukkan nilai yang
rendah.
2. Variasi genetik untuk tinggi tanaman menunjukkan nilai yang luas pada 6,7, 8
dan 9 MST yang berturut-turut (r=219,61), (r=813,59), (r=2.709,24) dan
(r=4.146,21). Namun pada variabel bobot bji menujukkan nilai yang kecil
(r=0,08).
3. Heritabilitas untuk tinggi tanaman menunjukkan nilai yang tinggi pada 6,7,8,
dan 9 MST yang berturut-turut (r=0,79), (r=0,81), (r=0,84) dan (r=0,85)
sedangkan variabel bobot biji menunjukkan nilai yang rendah (r=0,03).
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis memberikan saran agar pada
penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran luas permukaan daun dan
pengukuran nilai heritabilitas dalam arti sempit.
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R.W. 1996. Pemuliaan Tanaman (diterjemahkan dari : Principles of PlantBreeding, Penerjemah: Manna). PT Rineka Cipta. Jakarta. 306 hlm.
Anderson dan Bancroft. 1952. Statistical Theory in Research. Mc Graw HillBook Company. Inc. New York. 399 hlm.
Anwar, S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Balai Besar Perbenihan danProteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Agroekoteknologi. LitbangDeptan. Surabaya.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2013. Deskripsi varietas sorgum.http://balitsereal.litbang.go.id. Diakses pada September 2017.
Borrell, A.K., G. Hammer, and R.G. Henzell. 2000. Does maintaining green leafarea in sorghum improve yield under drought II. Dry matter production andyield. Crop Science 40. (4): 1037-1048 p.
Borrell, A.K., G. Hammer, and E.V. Oosterom. 2001. Stay-green: a consequenceof the balance between supply and demand for nitrogen during grain filling.Annuals of Applied Biology. 138:91-95.
Carsono, N., Darniadi, D., Ruswandi, W., Puspasari, D., Kusdiana dan Ismail.2004. Evaluasi fenotipik, variabilitas dan heritabilitas karakter agronomipenting pada galur murni jagung S4A. Dalam Astanto Kasno et.al., (eds)Prosiding Lokakarya PERIPI VII. Dukungan Pemuliaan Terhadap IndustriPerbenihan pada Era Pertanian Kompetitif. PERIPI dan Balitkabi. Hlm312-319.
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan (Terjemahan Lilik Kusdiarti). GadjahMada University press. Yogyakarta. 499 hlm.
Darliah, I., D.P. Suprihatin, W. Handayati, T. Herawati, dan T. Sutater. 2001.Variabilitas genetik, heritabilitas dan penampilan fenotipik 18 klon mawardi Cipanas. Jurnal Hortikultura. 11(3) :148-154.
Dogget, H. 1970. Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge. USA.271 p.
49
Gandhi, E.L. 2012. Uji daya hasil sorgum (Sorghum Bicolor [L.] Moench) dikebun percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor Jawa Barat. Skripsi.Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hlm.
Goldworthy, P.R., dan Fisher. N.M. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik(diterjemahkan dari: The Physiology of Tropical Field Crops, penerjemah:Tohari). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 874 hlm.
Hamim, H., Larasati, R., dan Kamal, M. 2012. Analisis komponen hasil sorgumyang ditanam tumpangsari dengan ubikayu dan waktu tanam yang berbeda.Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTIPERIPIHIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yangBerkelanjutan. Hlm 91-94.
Helyanto, B., Setyo, U., Kartamidjaja, A., dan Sunardi, D. 2000. Studi parametergenetik hasil serat dan komponennya pada plasma nutfah rosela. JurnalPertanian Tropika. 8(1):82-87.
House, L.R. 1985. A Guaide to Sorghum Breeding. 2nd. International CropsResearch Institute for Semi-Arid Tropics (ICRISAT). India. 206 hlm.
Human, S. 2007. Perbaikan sifat agronomi dan kualitas sorgum sebagai sumberpangan pakan ternak dan bahan industri melalui pemuliaan tanaman denganteknik mutasi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Percobaan yang Dibiayaioleh Hibah Kompetitif. Bogor. Hlm 226-233.
Human, S. 2011. Riset dan Pengembangan Sorgum dan Gandum untukKetahanan Pangan. Batan. http://www.opi.lipi.go.id. Diakses padaSeptember 2017.
Jambormias, E. 2004. Seleksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L.Merrill) generasi seleksi F5 dan F6 persilangan varietas Slamet ×Nakhonsawan (dengan pendekatan kuantitatif). Tesis. Institut PertanianBogor. Bogor. 192 hlm.
Kasno, A. 1992. Pemuliaan tanaman kacang-kacangan. Hal 39-68. Dalam:Astanto Kasno, Marsum Dahlan dan Hasnam (ed). Prosiding SimposiumPemuliaan Tanaman I. PERIPI. Komda Jawa Timur. Hlm 307-317.
Lubis, K., Sutjahjo, S.H., Syukur, M., dan Trikoesoemaningtyas. 2014.Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter morfofisiologi galurjagung introduksi di lingkungan tanah masam. Jurnal Penelitian PertanianTanaman Pangan. 33(2):122-128.
Martin, J.H. 1970. History and Classification of Sorghum. In J. S. Wall and W.M. Ross (Eds.). Sorghum Production and Utilization. The Avi PublishingCo. Inc. Westport Connecticut. 702 p.
50
Martono, dan Budi. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antarkarakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. JurnalLittri. 15(1):9-15.
Meydina, A. 2014. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter agronomikedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F5 hasil persilangan Wilis xB3570. Skripsi. Universitas Lampung. 40 hlm.
Mudjisihono, R., dan Suprapto, H.S. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan Pertama. 90 hlm.
Pinaria, S., Baihaki, A., Setiamihardja, R., dan Daradjat, A.A. 1995. Variabilitasgenetik dan heritabilitas karakter-karakter biomassa 53 genotipe kedelai.Zuriat. 6 (2): 88-92.
Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crops. New York: University ofMissouri. USA. 415 p.
Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1996. Breeding Field Crops 4th Ed. Lowa:Lowa State Univ Press. USA. 494 p.
Prajitno, D., Rudi H.M., Purwantoro, A., dan Tamrin. 2002. Keragaman genotipesalak lokal sleman. Habitat. 8 (1): 57-65.
Puspitasari, W. 2011. Pendugaan parameter genetikadan seleksi karakteragronomi dan kualitas sorgum di lahan masam. Tesis. ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 93 hlm.
Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.Universitas Padjajaran. Bandung. 159 hlm.
Rahmawati, A., Kamal, dan M., Sunyoto. 2014. Respon beberapa genotipesorgum (Sorgum bicolor [L.] Moench) terhadap sistem tumpangsari denganubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Jurnal Agroteknologi Tropika.2(1): 25-29.
Rismunandar. 1989. Sorgum Tanaman Serba Guna. Sinarbaru. Bandung.500 hlm.
Sirappa, M.P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagaikomoditas alternatif untuk pangan, pakan dan industri. Jurnal LitbangPertanian. 22(4): 133-140.
Soemartono, Nasrullah dan Hari, H. 1992. Genetika Kuantitatif dan BioteknologiTanaman. Program PAU Bioteknologi UGM. Yogyakarta.
Stansfield, W.D. 1988. Genetics. McGraw Hill Book Company. New York.328 p.
51
Sudarmadji, Rusim, M., dan Hadi, S. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dankorelasi genotipik sifat – sifat penting tanaman wijen(Sesamum indicum L.). Jurnal Littri. Jawa Timur. 13(3): 88-92.
Sugandi, R., Tengku, N., dan Nurbaiti. 2012. Variabilitas genetik danheritabilitas karakter agronomis beberapa varietas dan galur sorgum(Sorghum bicolor (L.) Moench). Jurnal Fakultas Pertanian. 2(2): 45-59.
Sugianto, Nurbaiti, dan Deviona. 2015. Variabilitas genetik dan heritabilitaskarakter agronomis beberapa genotipe sorgum manis (Sorghum bicolor [L.]Moench) koleksi batan. Jurnal Fakultas Pertanian. 2(1): 64-73.
Sulistyowati, Y., Trikoesoemaningtyas, Didy, S., Sintho, W., dan Satya, N. 2016.Parameter genetik dan seleksi sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench]populasi F4 hasil single seed descent (SSD). Jurnal Biologi Indonesia.12(2): 175-184.
Sungkono, Trikoesoemaningtyas, Wirnas, D., Sopandie, D., dan Yudiarto, M.A.2009. Pendugaan parameter genetik dan seleksi galur mutan sorgum(Sorghum bicolor [L.] Moench) di tanah masam. Jurnal AgronomiIndonesia. 37(3): 220-225.
Sungkono. 2010. Seleksi galur mutan (Sorghum bicolor [L.] Moench) untukproduktivitas biji dan bioetanol tinggi di tanah masam melalui pendekatanparticitory plant breeding. Disertasi. Program Pasca Sarjana, InstitutPertanian Bogor. Bogor. 144 hlm.
Suprapto, dan R. Mudjisihono. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum.Penebar Swadaya. Jakarta. 127 hlm.
Surya, S., Roedy, dan S., Agus, S. 2014. Kajian pola tanam tumpangsari padigogo (Oryza sativa L.) dengan jagung manis (Zea mays saccharata sturtL.). Jurnal Produksi Tanaman. 2(2): 137-144.
Sutrisna, N., Nandang, N., Anas, Z. 2013. Uji adaptasi beberapa varietas sorgum(Sorghum bicolor L.) ada lahan kering di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.Jurnal Lahan Suboptimal. (2)2: 137-143.
Welsh, J.R. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga.Jakarta. 224 hlm.
Yuwariah, Y., Ruswandi, D., dan Irwan, A.W. 2017. Pengaruh pola tanamtumpangsari jagung dan kedelai terhadap pertumbuhan dan hasil jagunghibrida dan evaluasi tumpangsari di Arjasari Kabupaten Bandung. JurnalKultivasi. Bandung. (3)16: 38-44.