48
Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat, zat kimia, atau substansi asing lainnya yang berhubungan dengan dosis. Terdapat variasi respon dan kecenderungan individual terhadap dosis obat yang diberikan. Variasi ini terjadi baik secara genetik maupun didapat (karena induksi enzim, inhibisi, maupun toleransi). Keracunan dapat terjadi lokal (misalnya pada kulit, mata, maupun paru) atau terjadi secara sistemik tergantung dari sifat kimia dan fisik zat racun tersebut, mekanisme kerjanya, dan rute paparannya. Beratnya tingkat keracunan dan tingkat kesembuhannya juga tergantung dari cadangan fungsional individu maupun target organnya, yang dipengaruhi umur dan penyakit dasar. Rute paparan suatu substansi racun dapat melalui: Ingesti/per oral (74%) Kulit (8,2%) Inhalasi (6,7%) Mata (6%) Gigitan dan sengatan (3,9%) Injeksi parenteral (0,3%) Paparan racun tersering adalah dengan jenis : bahan pembersih, analgetika, kosmetika, tumbuh-tumbuhan, obat batuk- pilek, gigitan/bisa binatang. Bahan-bahan farmasi berperan dalam 41% kejadian keracunan dan 75% dari keracunan serius/fatal. Kejadian keracunan yang tidak disengaja dapat karena : Cara pemakaian yang salah dari bahan kimia pada saat bekerja/bermain

Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keracunn

Citation preview

Page 1: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat, zat kimia, atau substansi asing

lainnya yang berhubungan dengan dosis. Terdapat variasi respon dan kecenderungan

individual terhadap dosis  obat yang diberikan. Variasi ini terjadi baik secara genetik maupun

didapat  (karena induksi enzim, inhibisi, maupun toleransi).

            Keracunan dapat terjadi lokal (misalnya pada kulit, mata, maupun paru) atau terjadi

secara sistemik tergantung dari sifat kimia dan fisik zat racun tersebut, mekanisme kerjanya,

dan rute paparannya. Beratnya tingkat keracunan dan tingkat kesembuhannya juga tergantung

dari cadangan fungsional individu maupun target organnya, yang dipengaruhi umur dan

penyakit dasar.

Rute paparan suatu substansi racun dapat melalui:

         Ingesti/per oral (74%)

         Kulit (8,2%)

         Inhalasi (6,7%)

         Mata (6%)

         Gigitan  dan sengatan (3,9%)

         Injeksi parenteral (0,3%)

Paparan racun tersering adalah dengan jenis : bahan pembersih, analgetika,

kosmetika, tumbuh-tumbuhan, obat batuk-pilek, gigitan/bisa binatang. Bahan-bahan  farmasi

berperan dalam 41% kejadian keracunan dan 75% dari keracunan serius/fatal.

Kejadian keracunan yang tidak disengaja dapat karena :

         Cara pemakaian yang salah dari bahan kimia pada saat bekerja/bermain

         Kesalahan labelling suatu produk

         Kesalahan dalam membaca label

         Kesalahan identifikasi bahan kimia yang tidak berlabel

         Ketidaktahuan dalam mengobati sendiri/kelebihan dosis (misuse)

         Penyalahgunaan obat-obat psikotropika (abuse)

         Kesalahan dosis oleh perawat, orang tua, ahli farmasi, dokter, dan penderita lansia

Sedangkan keracunan yang disengaja paling sering terjadi pada percobaan bunuh diri.

Di USA, mortalitas tertinggi kejadian overdosis pada kasus percobaan bunuh diri. Angka

kematian tertinggi terjadi karena keracunan CO. Kematian akibat obat-obatan tersering

karena analgetika, antidepresan, hipnotik sedatif, neuroleptik, stimulan dan obat-obat yang

disalahgunakan, obat kardiovaskular, antikonvulsan, antihistamin dan obat asma.

Page 2: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

            Bahan bukan obat yang menyebabkan keracunan fatal termasuk di dalamnya :

alkohol, glikol, asap dan gas, bahan kimia, bahan pembersih, peptisida dan produk automotif.

           

DIAGNOSIS

            Diagnosis yang benar diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi

laboratorium rutin dan toksikologi serta karakteristik klinisnya.

Anamnesis

            Anamnesis harus mencakup: waktu, rute, lamanya terpapar, dan ruang lingkup

paparan (lokasi, kejadian yang menyertai, tujuan); nama dan jumlah masing-masing obat,

bahan kimia atau bahan-bahan yang berada di dalamnya; onset, keadaan, dan beratnya gejala,

jenis dan waktu pertolongan pertama, dan riwayat medis serta psikiatri.

            Yang mencurigakan kejadian keracunan: timbulnya penyakit yang tidak dapat

dijelaskan pada seseorang yang sebelumnya sehat, adanya riwayat psikiatrik (khususnya

depresi), perubahan keadaan kesehatan baru-baru ini, status ekonomi, dan relasi sosial; juga

onset timbulnya penyakit sewaktu bekerja dengan bahan kimia atau sehabis makan

makanan/minuman/obat-obatan tertentu. Orang yang tiba-tiba menjadi sakit setelah datang

dari suatu negara asing atau ditangkap karena alasan kriminal harus dicurigai terhadap body

packing or body stuffing (memakan/menyembunyikan obat-obat illegal dalam badannya).

            Bila pada anamnesa tidak ditemukan riwayat paparan racun, karakteristik klinis dapat

menunjang ke arah keracunan. Keracunan khas terjadi secara cepat dan berubah dengan cepat

dibanding kelainan/penyakit lainnya. Gejala dan tanda-tanda keracunan akut secara

karakteristik timbul dalam hitungan jam setelah paparan, mencapai puncaknya dalam

beberapa jam, dan menghilang dalam beberapa jam berikutnya sampai beberapa hari. Namun

tidak adanya gejala-gejala dan tanda-tanda segera setelah kejadian overdosis, tidaklah begitu

saja menyingkirkan keracunan.

Pemeriksaan Fisik

            Pertama-tama pemeriksaan fisik harus ditekankan pada tanda vital, sistim

kardiopulmoner,dan status neurologis. Berdasarkan nadi, tensi, frekuensi nafas, dan suhu

serta status mental, status fisiologik penderita dapat digolongkan menjadi: excited,  depresi,

respon tidak sesuai, atau normal. Dapat dibuat diagnosis banding seperti tertera dalam tabel

berikut:

Page 3: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

             

           

Pemeriksaan mata (menilai adakah nistagmus, menilai ukuran dan reaksi pupil),

pemeriksaan abdomen (bising usus dan ukuran kandung empedu), dan pemeriksaan kulit

(untuk luka bakar, bulae, warna, kehangatan, kelembaban, luka bekas tekanan dan tanda-

tanda tusukan) dapat mempersempit diagnosis.

Page 4: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Menentukan derajat keracunan adalah penting untuk menilai respon terapi. Penderita

juga harus diperiksa terhadap adanya riwayat trauma dan penyakit dasarnya.

Manifestasi neurologis keracunan biasanya berupa kejang nonfokal, kecuali:

keracunan yang disebabkan  CO, teofilin, dan obat-obat yang menyebabkan hipoglikemi atau

hipoksia. Karenanya, penemuan manifestasi fokal harus dapat menggambarkan dengan tepat

lesi struktural pada SSP.

            Bila riwayat keracunan tidak jelas, semua orifisium harus diperiksa untuk menilai

adanya luka bakar kimia dan bungkus obat. Bau nafas atau muntah dan warna kuku, kulit

atau urine dapat menunjang diagnosis.

Laboratorium

            Penilaian laboratoris dapat membantu mendiagnosis banding keracunan.

            Metabolik asidosis dengan meningkatnya anion gap adalah karakteristik untuk

keracunan methanol, etilen glikol, dan salisilat, walaupun bisa saja terjadi pada keracunan

agen lain (kadar laktat serum < anion gap) ; serta keracunan yang terjadi pada gagal hati,

gagal ginjal, atau gagal nafas, kejang, atau syok (kadar laktat serum > atau hampir = dengan

anion gap.

            Anion gap yang rendah secara abnormal dapat terjadi karena tingginya kadar bromida,

kalsium, iodine, litium, magnesium, atau nitrat dalam darah.

            Meningkatnya osmolal gap _yaitu perbedaan >10 mmol/l antara osmolalitas serum

yang diukur dari turunnya titik beku dan osmolalitas serum yang diukur dari kadar natrium,

glukosa dan BUN serum_  menunjukkan adanya zat terlarut dengan BM rendah seperti:

alkohol, glikol, keton, elektrolit yang tidak terukur, atau gula Osmolal gap juga dapat

memperkirakan jumlah anion.

           

Tabel diagnosis banding berdasarkan anion gap:

Page 5: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Adanya ketosis menunjukkan keracunan aseton, isopropil alkohol, atau salisilat.

Hipoglikemi berhubungan dengan keracunan bloker, etanol, insulin, obat

hipoglikemi oral, kinin, dan salisilat. Sedangkan hiperglikemi terjadi pada keracunan aseton,

agonis, calcium channel blocker, besi, teofilin, atau vacor.

            Hipokalemi dapat disebabkan karena keracunan barium, agonis, diuretic, teofilin

atau toluene. Sedangkan hiperkalemi terjadi pada keracunan agonis, blocker, glikosida

jantung atau flourida.

Gambaran Radiologis

            Edema paru (atau ARDS) dapat disebabkan karena keracunan CO, sianida, opioid,

paraquat, phencyclidine, hipnotik sedatif, atau salisilat; juga karena inhalasi gas iritan, asap

atau uap (ammonia, metal oksida, merkuri); juga oleh anoksia yang berkepanjangan,

hipertermia, atau syok.

            Pneumonia aspirasi umum terjadi pada pasien dengan, kejang dan keracunan

petroleum.

            Densitas radioaktif dapat terlihat pada foto abdomen pada keracunan garam kalsium,

chloral hydrate, chlorinated hydrocarbons, logam berat, bungkus obat terlarang yang ditelan,

bahan yang mengandung iodine, garam kalium, agen psychotherapeutic, litium, pheno-

thiazines, tablet salut, atau salisilat.

EKG

            EKG berguna untuk mengarahkan diagnosis dan terapi. Bradikardi dan AV block

dapat terjadi pada pasien yang keracunan agonis, antiaritmia, blocker, calcium channel

blocker, obat kolinergik (karbamat dan insektisida organofosfat), glikosida jantung, litium,

magnesium, atau trisiklik antidepresan.

Page 6: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Pemanjangan QRS dan interval QT dapat disebabkan oleh hiperkalemia dan oleh

obat-obat membran aktif.

            Takiaritmia ventrikel dapat terjadi pada keracunan glikosida jantung, fluorida, obat

membran aktif, simpatomimetik, atau obat yang menyebabkan hiperkalemi, atau yang

mempotensiasi efek katekolamin endogen (misalnya kloral hidrat, hidrokarbon alifatik dan

hidrokarbon halogenasi).

Analisis urin dan darah (dan kadang-kadang  cairan lambung serta sampel kimia) dapat

berguna untuk memastikan atau menyingkirkan dugaan keracunan. Walaupun beberapa

skrining test cepat untuk sejumlah penyalahgunaan obat sudah tersedia, untuk menyelesaikan

test tersebut diperlukan 2-6 jam dan penatalaksanaan segera haruslah berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan test rutin lainnya. Pemeriksaan skrining bernilai bermakna bila

dilakukan pada penderita dengan keracunan yang berat atau keracunan yang tidak jelas, yang

menderita koma, kejang, instabilitas kardiovaskuler, asidosis metabolic atau respiratorik, dan

irama jantung nonsinus.

            Analisis kuantitatif berguna pada keracunan asetaminofen, aseton, alcohol (termasuk

etilen glikol), antiaritmi, antikonvulsan, barbiturat, digoksin, logam berat, litium, paraquat,

salisilat dan teofilin sebagaimana diperlukan untuk karboksihemoglobin dan methemoglobin.

Hasil dapat dibaca dalam 1 jam.

           

Respon terhadap antidot juga berguna untuk tujuan diagnostik. Perbaikan status mental dan

perbaikan tanda vital yang abnormal dalam beberapa menit setelah pemberian intravena dari

dekstrosa, nalokson, atau flumazenil sangat jelas menggambarkan keracunan agen yang

menyebabkan hipoglikemi, narkotik, dan keracunan benzodiazepin. Walaupun perbaikan dari

manifestasi sentral dan perifer keracunan antikolinergik oleh fisostigmin adalah bernilai

diagnostik namun antidot ini dapat menyebabkan penderita dengan depresi SSP karena

berbagai sebab dapat terbangun kembali.

PENATALAKSANAAN  UMUM    KERACUNAN & OVERDOSIS

         Prinsip umum

         Perawatan suportif

         Penatalaksanaan problem respirasi

         Terapi kardiovaskuler

Page 7: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

         Terapi SSP

         Pencegahan absorpsi racun lebih lanjut(dekontaminasi gastrointestinal dan tempat lain)

         Percepatan eliminasi racun (karbon aktif dosis ganda, diuresis paksa,perubahan pH urin,

cara-cara ekstrakorporeal)

         Pemberian antidot

         Pencegahan paparan ulang

Prinsip umum penatalaksanaan keracunan dan overdosis

            Tujuan terapi keracunan dan overdosis adalah mengawasi tanda-tanda vital, mencegah

absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik, dan

mencegah paparan ulang.

Terapi spesifik tergantung dari identifikasi racun, jalan masuk, banyaknya racun, selang

waktu timbulnya gejala, dan beratnya derajat keracunan. Pengetahuan farmakodinamik dan

farmakokinetik substansi penyebab keracuan amatlah penting.

             Selama fase pretoksik, sebelum onset keracunan, prioritas pertama adalah

dekontaminasi segera berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah dan singkat.

Juga disarankan pemasangan i.v. line dan monitoring jantung, khususnya pada penderita 

keracunan per oral serius atau penderita dengan anamnesis yang tidak jelas.

            Bila anamnesis penderita tidak jelas, dan diduga keracunan akan terjadi secara lambat

atau akan terjadi kerusakan ireversibel, sebaiknya dilakukan pemeriksaan toksikologi darah

dan urin, serta dilakukan pemeriksaan kuantitatif bila ada indikasi. Selama absorpsi dan

distribusi berlangsung, kadar racun dalam darah akan lebih tinggi dibandingkan kadar di

jaringan, sehingga tidak berhubungan dengan toksisitasnya. Namun bila  metabolit racun  

tinggi kadarnya dalam darah dan lebih toksik dibanding bentuk asalnya (asetaminofen, etilen

glikol, atau methanol), maka diperlukan interventi tambahan (antidot, dialisis). 

Page 8: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

            Kebanyakan pasien yang asimtomatis setelah terpapar racun per oral dalam 4-6 jam,

dapat dipulangkan dengan aman. Observasi lebih lama dibutuhkan bila terdapat keracunan

per oral yang menyebabkan lambatnya pengosongan lambung dan motilitas usus dimana

disolusi, absorpsi, dan distribusi racun dengan sendirinya juga lebih lambat. Pada racun yang

dalam tubuh akan diubah menjadi metabolit toksik, juga diindikasikan observasi lebih lanjut.

            Selama fase toksik, yaitu waktu antara onset keracunan sampai dengan terjadinya efek

puncak, penatalaksanaan berdasarkan pada penemuan klinis dan laboratoris. Setelah

overdosis, akan segera timbul efek-efeknya lebih awal, yang kemudian memuncak, dan tetap

bertahan lebih lama dibandingkan bila obat tersebut diberikan pada dosis terapi. Prioritas

pertama untuk dilakukan adalah resusitasi dan stabilisasi. Terhadap semua pasien yang

simtomatis harus dilakukan  pemasangan i.v. line, penentuan saturasi oksigen, monitoring

jantung, dan observasi kontinu. Pemeriksaan laboratorium dasar, EKG, dan x-ray dapat

berguna.

Pada penderita dengan perubahan status mental, khususnya pada kasus koma maupun kejang,

harus dipertimbangkan pemberian glukosa i.v. (kecuali bila kadarnya normal), naloxone, dan

thiamine. Dekontaminasi dapat berguna juga.

            Harus dipikirkan manfaat dan resikonya bila dilakukan upaya percepatan eliminasi

racun. Syaratnya adalah diagnosis pasti dengan konfirmasi laboratoris. Dialisis intestinal

dengan pemberian karbon aktif berulang biasanya aman dan dapat mempercepat eliminasi.

Terapi diuresis dan khelasi hanya mempercepat eliminasi sejumlah kecil racun, serta

memiliki potensi komplikasi.   Metode ekstrakorporeal efektif untuk mengeluarkan banyak

racun, tetapi biaya dan resikonya juga besar, sehingga penggunaanya terbatas pada.keracunan

berat.

            Selama fase resolusi, perawatan suportif dan monitoring harus kontinu dilakukan

sampai abnormalitas klinis, laboratoris, maupun EKG membaik. Karena bahan-bahan kimia

dalam darah lebih dulu dieliminasi dibandingkan yang dari jaringan, maka kadarnya dalam

darah selalu lebih rendah dari kadarnya di jaringan sehingga tidak berkorelasi dengan

toksisitasnya.. Hal ini menjadi dasar prosedur ekstrakorporeal. Redistribusi dari jaringan

dapat menyebabkan peningkatan balik racun dalam darah setelah selesainya prosedur ini. Bila

metabolit racun yang menyebabkan efek toksiknya, maka pada penderita yang telah

asimtomatis tetap harus diberikan terapi karena masih terdapat potensi toksik kadarnya

metabolitnya dalam darah (asetaminofen, etilen glikol, dan methanol).

Perawatan suportif

Page 9: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

            Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis

fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk mencegah serta mengobati

komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia,

rhabdomiolisis, gagak ginjal, sepsis, penyakit thromboembolik, dan disfungsi organ

menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan.

            Indikasi untuk perawatan di ICU adalah sebagai berikut:

- Penderita keracunan berat (koma, depresi nafas, hipotensi, abnormalitas konduksi jantung,

aritmia jantung, hipo/hipertermi, kejang)

- Penderita yang perlu monitoring ketat, antidot, maupun terapi percepatan eliminasi racun

- Penderita dengan kemunduran klinis progresif

- Penderita dengan penyakit dasar yang signifikan

            Penderita keracunan ringan sampai sedang dapat dikelola pada pelayanan kesehatan

umum, intermediate care unit, diobservasi di UGD, tergantung dari lamanya kejadian

keracunan dan monitoring yang diperlukan (observasi klinis intermiten vs kontinu,

monitoring jantung dan pernafasan).

Penderita percobaan bunuh diri membutuhkan observasi dan pemeriksaan kontinu

untuk mencegah mereka melukai diri sendiri, sampai tidak mungkin lagi dilakukan upaya-

upaya lebih lanjut.

Penatalaksanaan problem respirasi

            Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi isi lambung amat penting untuk

dilakukan pada penderita : depresi SSP atau kejang, karena komplikasi ini dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Karena penilaian klinis fungsi respirasi sering tidak

akurat, perlunya oksigenasi dan ventilasi paling baik ditentukan dari pemeriksaan oksimetri

atau analisa gas darah. Reflek muntah bukanlah indikator yang dapat dipercaya untuk menilai

perlunya intubasi. Paling baik dilakukan intubasi profilaksis pada penderita yang tidak

mampu berespon terhadap suara, maupun yang tidak mampu duduk atau minum tanpa

dibantu.

Ventilasi mekanik diperlukan pada penderita depresi nafas, hipoksia, dan untuk

memfasilitasi sedasi terapeutik atau paralysis untuk mencegah hipertermia, asidosis, dan

rhabdomiolisis yang berhubungan dengan hiperaktivitas neuromuskuler.

            Edema paru yang diinduksi obat biasanya jenis yang non-kardiak. Edema paru

kardiak biasanya pada penderita depresi SSP dan penderita abnormalitas konduksi jantung

Page 10: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Pengukuran tekanan arteri pulmoner penting untuk mengetahui etiologi dan dapat langsung

sebagai terapi.

            Pada gagal nafas berat yang reversibel, dilakukan pengukuran ekstrakorporeal

( oksigenasi membran, perfusi venoarterial, bypass kardiopulmoner), ventilasi parsial cairan

(perfluorokarbon), dan terapi oksigen hiperbarik.

Terapi kardiovaskuler         

            Mempertahankan perfusi normal jaringan amat penting untuk pemulihan tuntas ketika

racun sudah dieliminasi. Bila terjadi hipotensi yang tidak responsif dengan ekspasi volume,

dapat diberikan norepinefrin, epinefrin atau dopamine dosis tinggi.

            Pada gagal jantung berat yang reversibel, dapat dilakukukan tindakan intraaortic

balloon pump counterpulsation, dan tehnik perfusi venoarterial atau kardiopulmoner.

Pada keracunan -blocker dan calcium channel blocker, efektif  diberikan glukagon dan

kalsium. Terapi antibodi antidigoxin dan pemberian Mg diindikasikan untuk kasus keracunan

glikosida jantung yang berat.

            SVT yang berkaitan dengan hipertensi dan eksitasi SSP hampir selalu disebabkan

karena agen yang mengakibatkan eksitasi fisiologik secara menyeluruh. Kebanyakan

kasusnya berupa keracunan ringan atau sedang dan hanya memerlukan observasi  atau sedasi

nonspesifik dengan benzodiazepin. Sedangkan SVT tanpa hipertensi pada umumnya

merupakan akibat sekunder dari vasodilatasi atau hipovolemia, dan berespon dengan

pemberian cairan.

Terapi spesifik diindikasikan untuk kasus berat atau yang berhubungan dengan

instabilitas hemodinamik, nyeri dada, atau pada EKG dijumpai iskemia.

Untuk penderita dengan hiperaktivitas simpatik, terapi dengan kombinasi dan

blocker (labetalol), calcium channel blocker (verapamil atau diltiazem), atau kombinasi

blocker – vasodilator (esmolol dan nitroprusside) merupakan terapi terpilih.

Untuk penderita keracunan antikolinergik, terapi terpilihnya adalah pemberian

physostigmine.

Pada VT (ventricular tachyarrhytmia) umumnya aman bila diberikan lidokain dan

fenitoin. Namun pemberian blocker dapat berbahaya, kecuali bila aritmia jelas disebabkan

karena hiperaktivitas simpatis.

Obat antiaritmi kelas IA, IC, dan III merupakan kontraindikasi untuk diberikan pada

VT karena antidepresan trisiklik dan karena obat-obatan membran aktif (karena efek

elektrofisiologik yang mirip), tetapi pemberian sodium bicarbonate dapat membantu.

Page 11: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Penderita dengan torsade de pointes dan pemanjangan interval QT, pemberian Mg

sulfat dan overdrive pacing (dengan isoproterenol atau pacemaker) akan membantu.    

Rekaman EKG invasive (esofagel atau intracardiak), dibutuhkan untuk menentukan

dari mana takikardia kompleks lebar berasal (ventricular atau supraventricular).

Bila penderita secara hemodinamik stabil, lebih baik diobservasi saja daripada

diterapi dengan obat yang potensial proaritmia. Aritmia dapat resisten terhadap terapi sampai

keseimbangan asam-basa, elektrolit, oksigenasi, dan gangguan suhu   dikoreksi.

Terapi SSP

            Hiperaktivitas neuromuskuler dan kejang dapat selanjutnya mengarah ke hipertermia,

asidosis laktat, dan rhabdomiolisis dengan komplikasinya, dan harus diterapi secara agresif.

Kejang akibat stimulasi berlebihan reseptor katekolamin (pada keracunan simpatomimetik

atau halusinogen dan putus obat) atau kejang akibat menurunnya aktivitas GABA (keracunan

INH) atau kejang karena reseptor glisin (keracunan strichnin), paling baik diterapi dengan

peningkatan efek GABA seperti dengan pemberian : benzodiazepin dan barbiturat. Terapi

dengan ke-2 obat ini sekaligus lebih efektif karena masing-masing bekerja dengan efek yang

berlainan. Benzodiazepin meningkatkan frekuensi, sedangkan barbiturat memanjangkan

lamanya waktu pembukaan saluran klorida dalam merespon GABA.

            Kejang yang disebabkan INH, yang menghambat sintesis GABA   memerlukan

piridoksin dosis tinggi yang memfasilitasi sintesis GABA.

Kejang yang berasal dari destabilisasi membran (keracunan blocker antidepresan siklik)

akan memerlukan anti konvulsan membran aktif seperti fenitoin sebagaimana yang

meningkatkan GABA..

            Pada keracunan dopaminergik sentral (seperti phencyclidine), pemberian agen yang

aktivitasnya berlawanan seperti haloperidol, akan berguna.

            Pada keracunan antikolinergik dan sianida, diperlukan terapi antidot spesifik.

            Sedangkan kejang yang terjadi sekunder akibat iskemi, edema, atau abnormalitas

metabolik, harus dikoreksi dari penyakit dasarnya.

Pada kejang refrakter diindikasikan upaya paralisis neuromuskuler.

Monitoring EEG dan terapi berkelanjutan penting untuk mencegah kerusakan

neurologik permanen.

Keadaan suhu yang ekstrim, abnormalitas metabolik, disfungsi hati & ginjal, dan

komplikasi sekunder harus diterapi sesuai standar.   

Page 12: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Pencegahan  Absorpsi  Racun

a. Dekontaminasi Gastrointestinal

Perlu/tidaknya dilakukan dekontaminasi gastrointestinal dan prosedur mana yang

akan dipakai, tergantung dari : waktu sejak racun tertelan, toksisitas bahan yang telah & akan

terjadi kemudian, availabilitas, efikasi, dan kontraindikasi dari prosedur; serta beratnya

keracunan dan resiko komplikasi. Studi pada binatang dan sukarelawan menunjukkan bahwa

efektivitas dari karbon aktif, lavase lambung, dan sirup ipecac menurun sesuai jangka waktu

keracunan. Tidak cukup data untuk menunjang/mengekslusi manfaat penggunaan hal-hal tsb.

pada keracuan yang sudah lebih dari 1 jam.

Rata-rata waktu terapi dekontaminasi gastrointestinal yang disarankan adalah lebih

dari 1 jam setelah keracunan pada anak dan lebih dari 3 jam pada dewasa dari sejak racun

tertelan sampai timbul gejala/tanda keracunan. Sebagian besar penderita akan sembuh dari

keracunan dengan semata-mata perawatan suportif yang baik, namun komplikasi dari

dekontaminasi gastrointestinal khususnya aspirasi, dapat memanjangkan proses ini. Karena

itu prosedui ini dilakukan secara selektif dan bukan rutin. Prosedur ini jelas tidak diperlukan

bilamana toksisitas diperkirakan minimal atau waktu terjadinya efek toksik maksimal sudah

terlewati tanpa efek signifikan.

Karbon aktif lebih efektif digunakan, kontraindikasinya & komplikasinya lebih

sedikit, lebih tidak invasive, sedikit lebih disukai, dibandingkan ipecac atau lavase lambung.

Karbon aktif  merupakan metoda dekontaminasi gastrointestinal yang terpilih untuk sebagian

besar kasus keracunan. Karbon aktif disiapkan sebagai suspensi dalam air, baik sendiri atau

dengan suatu katartik. Diberikan per oral melalui botol susu pada bayi atau melalui

cangkirsedotan, atau NGT berkaliber kecil.

Dosis yang direkomendasikan : 1 gr/kgBB dengan 8 ml pelarut untuk tiap gram

karbon aktif. Untuk memperbaiki rasanya, dapat ditambahkan pemanis (sorbitol), atau

penambah rasa (ceri, coklat, atau cola) dalam suspensinya.

Karbon menyerap racun dalam lumen usus, sehingga memungkinkan kompleks

karbon-toksin dievakuasi melalui feses. Kompleks tsb. dapat juga dikeluarkan dari lambung

dengan induksi muntah atau lavase. Secara in vitro, karbon menyerap >= 90% dari sebagian

besar jenis racun bila diberikan dalam jumlah10x lipat berat racun.

            Bahan kimia yang terionisasi (asam & basa mineral), garam sianida yang terdisosiasi

amat cepat, flourida, Fe, lithium, dan senyawa anorganik lainnya, tidak diserap dengan baik

oleh karbon. Pada studi binatang dan sukarelawan, karbon rata-rata akan menyerap 73%

Page 13: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

ingestan bila diberikan dalam 5 menit setelah pemberian ingestan, menyerap 51% bila

diberikan dalam 30 menit, dan 36% dalam 1 jam. Karbon paling tidak sama efektifnya

dengan sirup ipecac atau lavase lambung. Dalam eksperimen, lavase yang diikuti dengan

pemberian karbon aktif lebih efektif daripada karbon aktif saja; pemberian karbon aktif

sebelum dan sesudah lavase lebih efektif lagi. Namun kenyataannya pada penderita

keracunan yang diberikan karbon aktif saja, hasilnya lebih baik daripada kombinasi seperti di

atas.

            Efek samping karbon aktif meliputi : mual, muntah, dan diare atau konstipasi. Karbon

aktif juga menghambat penyerapan obat-obatan yang diberikan per oral.

            Komplikasi pemberian karbon aktif meliputi : obstruksi mekanik dari jalan nafas,

aspirasi, muntah, obstruksi usus, dan infeksi.

            Kontraindikasi karbon aktif : penderita dengan keracunan agen korosif, karena akan

mengaburkan endoskopi.

            Lavase lambung dikerjakan dengan cara memberikan dan mengaspirasi secara

bergantian cairan sebanyak 5 ml/kgBB melalui tube orogastrik No.28 (French) pada anak dan

No. 40  pada dewasa. Kecuali pada bayi, tap cairan dapat dilakukan. Penderita dalam posisi

Trendelenburg  dan left lateral decubitus untuk mencegah aspirasi (kecuali bila sudah

dipasang ETT). Efektivitas lavase kira-kira sama dengan ipecac.

Komplikasi lavase tersering adalah aspirasi  (terjadi pada >10% penderita), khususnya

pada lavase yang kurang benar. Komplikasi serius berupa lavase trakheal, perforasi esofagus

dan gaster, terjadi kira-kira pada hampir 1% penderita. Karenanya dokter harus melakukan

sendiri pemasangan tube lavage dan mengkonfirmasi letaknya  dan pasien juga harus

kooperatif atau diberi sedasi bila perlu selama prosedur.

Kontraindikasi lavage lambung adalah pada keracunan bahan korosif atau petroleum

distilate peroral karena bisa saja terjadi perforasi gastroesofageal dan aspiration induced

hydrocarbon pneumonitis.

Sirup ipecac dapat digunakan untuk penanganan pasien di rumah dengan keracunan

peroral yang terjadi karena kelalaian, riwayatnya jelas, dan toksisitasnya rendah. Ipecac dapat

menunda pemberian karbon aktif dan mengurangi efektifitas karbon aktif, antidot oral, dan

irigasi seluruh usus dan sangat jarang dipakai pada penderita yang ditangani difasilitas

pelayanan kesehatan. Pemberian ipecac secara oral dengan dosis 30 mg untuk dewasa, 15 mg

untuk anak, dan 10 mg untuk bayi.Pemberian ipecac diikuti dengan pemberian cairan yang

jernih. Ipecac menyebabkan iritasi lambung dan merangsang kemoreseptor trigger zone

Page 14: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

dipusat. Muntah biasanya terjadi setelah 30 menit pemberian ipecac. Bila tidak terjadi muntah

dosis dapat diulang.

Efek samping ipecac berupa letargi pada anak-anak (12%) dan muntah yang berlarut-

larut (8-17%). Penggunaan kronik (oleh penderita dengan anoreksia nervosa atau bulimia)

dapat menyebabkan abnormalitas elektrolit atau cairan, toksis untuk jantung, dan miopati.

Komplikasi yang serius jarang kecuali aspirasi. Pernah dilaporkan terjadi perforasi dan

robeknya gaster atau esofagus serta stroke.

Kontraindikasi ipecac pada penderita yang baru saja dilakukan pembedahan

gastrointestinal, depresi SSP, atau kejang, dan pada mereka yang keracunan bahan korosif

peroral atau racun SSP yang bekerja cepat (camphore, sianida, antidepresan trisiklik,

propoksifen, strychnine).

Irigasi usus dilakukan dengan cara memberikan cairan pembersih usus yang

mengandung elektrolit dan polietilen glikol (Golytely, Colyte) peroral atau dengan tube

gastric dengan kecepatan > 0,5 liter/jam pada anak-anak dan 2 liter/jam pada dewasa, sampai

diperoleh cairan rectum yang jernih. Pasien harus dalam posisi duduk. Irigasi seluruh usus

mungkin sama efektifnya dengan prosedur dekontaminasi yang lain. Irigasi usus dapat

dilakukan pada penderita yang tertelan benda asing, bungkus obat illegal, obat yang lepas

lambat atau tablet salut dan agen yang tidak dapat diserap oleh karbon aktif misalnya (logam

berat).

Kontraindikasi irigasi usus pada penderita obstuksi usus, ileus, hemodinamik yang

tidak stabil, dan jalan nafas yang tidak terlindungi.

Garam-garam katartik (disodium fosfat, magnesium sitrat  dan sulfat, serta sodium

sulfat), atau golongan sakarida (manitol, sorbitol), merangsang evakuasi rektal dari isi

lambung dan usus. Katartik yang paling efektif ialah sorbitol dengan dosis 1-2 gram/kgBB.

Katartik tunggal tidak mencegah absorpsi bahan yang tertelan dan sebaiknya tidak digunakan

untuk dekontaminasi usus. Penggunaan utamanya adalah untuk mencegah konstipasi pada

pemberian karbon aktif.

Efek samping katartik berupa kram perut, mual, dan kadang-kadang muntah.

            Komplikasi dosis katartik yang berulang berupa hipermagnesemia dan diare yang

hebat.

            Katartik dikontraindikasi kan pada penderita keracunan bahan korosif peroral dan

pada penderita yang sedang diare. Katartik yang mengandung magnesium tidak boleh dipakai

pada penderita gagal ginjal.

Page 15: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

            Dilusi (minum air sebanyak 5 cc/kgBB atau cairan jernih lainnya) harus dilakukan

sesegera mungkin dilakukan setelah tertelan bahan korosif (asam-basa). Namun dilusi juga

meningkatkan kecepatan disolusi (dengan sendirinya absorpsi) dari kapsul, tablet, dan bahan

padat lainnya, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada keracunan karena bahan-bahan ini.

            Pada keadaan yang jarang, diperlukan tindakan endoskopik atau pembedahan untuk

mengeluarkan racun, seperti misalnya keracunan tertelan benda asing yang potensial toksik,

dimana benda ini gagal untuk transit di GI tract, keracunan logam berat dalam jumlah yang

potensial mematikan (arsen, besi, merkuri, thalium) atau bahan yang bersatu dengan isi

lambung atau bezoar (barbiturat, glutetimid, logam berat, lithium, meprobamat, preparat

lepas lambat). Penderita yang menjadi toksik karena kokain akibat kebocoran dari banyak

bungkus obat yang ditelan membutuhkan intervensi bedah segera.

b. Dekontaminasi pada tempat-tempat lain

            Bilasan segera dan berulang-ulang dengan air, saline, atau cairan jernih lainnya yang

dapat diminum merupakan terapi inisial untuk eksposur topikal (kecuali logam alkali,

kalsium oksida, fosfor).

            Untuk irigasi mata dipilih salin.

            Untuk dekontaminasi kulit paling baik dilakukan triple wash (air-sabun-air).

            Paparan racun melalui inhalasi harus diobati dengan udara segar atau oksigen.

           

Percepatan eliminasi racun

            Keputusan untuk tindakan ini harus berdasarkan pada toksisitas yang nyata atau yang

diperkirakan dan didasarkan juga pada efektivitas, biaya, dan resiko terapi.

a. Karbon aktif dosis multipel

            Dosis oral karbon aktif yang berulang  dapat mempercepat eliminasi substansi yang

sebelumnya diabsorpsi dengan cara mengikatnya dalam usus lalu diekskresikan melalui

empedu, disekresikan oleh sel-sel gastrointestinal, atau difusi pasif kedalam lumen usus

(absorpsi balik atau exsorpsi enterokapiler). Dosis yang direkomendasikan 0,5-1 gram/kgBB

tiap 2-4 jam, diberikan untuk mencegah regurgitasi pada pasien dengan motilitas

gastrointestinal yang berkurang. Secara eksperimen terapi ini mempercepat eliminasi hampir

semua substansi. Efektifitas farmakokinetiknya mendekati seperti hemodialisis untuk

beberapa agen (misalnya fenobarbital, teofilin). Terapi dosis multipel ini tidak efektif dalam

mempercepat eliminasi dari klorpropamid, tobramisin, atau bahan yang tidak bisa diserap

Page 16: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

oleh karbon. Komplikasinya berupa obstruksi usus,  pseudoobstruksi, dan infark usus

nonoklusif pada penderita-penderita dengan motilitas usus yang rendah.

b. Diuresis paksa dan perubahan pH urin

            Diuresis dan iontrapping melalui perubahan pH urin dapat mencegah reabsorpsi renal

dari racun yang  mengalami ekskresi oleh filtrasi glomerulus dan sekresi aktif tubuler. Karena

membran lebih permeable terhadap molekul yang tidak terion dibandingkan yang dapat

terion, racun-racun yang asam (pKa rendah) akan diionisasi dan terkumpul dalam urin yang

basa. Sebaliknya racun-racun yang sifatnya basa akan diionisasi dan dikumpulkan dalam urin

yang asam.

            Diuresis salin dapat mempercepat ekskresi renal dari alkohol, bromida, kalsium,

fluorida, lithium, meprobamat, kalium, dan INH.

            Diuresis basa (pH urin >= 7,5 dan output urin 3-6 cc/kgBB/jam) mempercepat

eliminasi dari herbisida chlorphenoxyacetic acid, klorpropamid, diflunisal, fluorida,

metotreksat, fenobarbital, sulfonamid, dan salisilat.

            Kontraindikasi diuresis paksa meliputi gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan

edema otak. Parameter asam-basa, cairan, dan elektrolit harus dimonitor dengan cermat.

            Diuresis asam mempercepat eliminasi renal dari amfetamin, klorokuin, kokain,

anestetik local, phencyclidine, kinidin, kinin, strychnine, simpatomimetik, antidepresan

trisiklik, dan tokainid. Namun penggunaannya banyak dilarang karena potensial terjadi

komplikasi dan efektifitas kliniknya tidak banyak.

c. Pengeluaran racun secara ekstrakorporeal

            Dialisis peritoneal, hemodialisis, hemoperfusi karbon atau resin, hemofiltrasi,

plasmaferesis, dan tranfusi ganti dapat dilakukan untuk mengeluarkan toksin dari aliran

darah. Kandidat untuk terapi-terapi ini adalah :

         penderita dengan keracunan berat yang mengalami deteriorasi klinis walaupun sudah diberi

terapi suportif yang agresif;

         penderita yang potensial mengalami toksisitas yang berkepanjangan, ireversibel, atau fatal;

         penderita dengan kadar racun darahnya dalam tingkat yang berbahaya;

         penderita yang dalam tubuhnya  tidak mampu dilakukan detoksifikasi alami seperti pada

penderita gagal hati atau gagal ginjal;

         serta penderita keracunan dengan penyakit dasar/komplikasinya yang berat

Agen yang akan dieliminasi dengan cara dialisis harus memiliki BM rendah(<500 Da),

larut dalam air, berikatan lemah dengan protein, volume distribusi kecil (< 1 liter/kgBB), 

Page 17: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

eliminasi  memanjang (waktu paruh panjang), dan memiliki bersihan dialisis yang tinggi

relatif terhadap bersihan total dari badan. Berat molekul, kelarutan dalam air, atau ikatan

dengan protein, tidak mengurangi efektivitas metode ekstrakorporeal yang lainnya.

Indikasi dialisis untuk kasus keracunan berat dengan : barbiturat, bromida, chloral hydrate,

ethanol, etilen glikol, isopropyl alcohol, lithium, methanol, procainamide, teofilin, salisilat,

dan mungkin logam berat.

            Walaupun hemoperfusi mungkin lebih efektif dalam mengeluarkan beberapa racun,

namun metode ini tidak sekaligus mengoreksi abnormalitas asam-basa dan elektrolit.

Indikasi hemoperfusi pada keracunan berat yang disebabkan : karbamazepin, kloramfenikol,

disopiramid, dan sedatif-hipnotik (barbiturat, ethchlorvynol, glutethimide, meprobamat,

methaqualone), paraquat, fenitoin, prokainamid, teofilin, dan valproat.

            Baik metode dialisis maupun metode hemoperfusi, sama-sama memerlukan akses

vena sentral dan antikoagulan sistemik, serta dapat menyebabkan hipotensi sementara.

Hemoperfusi juga dapat mengakibatkan hemolisis, hipokalsemia, dan trombositopenia.

            Dialisis peritoneal dan transfusi ganti lebih kurang efektivitasnya, tetapi metode ini

dapat digunakan bila tidak dapat dikerjakan prosedur ekstrakorporeal lainnya, baik karena

terdapat kontraindikasi, maupun secara tehnis sulit (misalnya pada bayi).

Tranfusi ganti mengeluarkan racun-racun yang mempengaruhi eritrosit (seperti pada

methemoglobinemia, atau arsen–induced hemolysis).

d. Tehnik eliminasi lainnya

            Logam berat dapat lebih cepat dieliminasi dengan khelasi. Pengeluaran karbon

monoksida dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen hiperbarik.

Pemberian antidot

Antidot bekerja berlawanan dengan efek racun dengan : menetralisir racun (reaksi

antigen-antibodi, khelasi, atau membentuk ikatan kimia), mengantagonis efek fisiologis racun

(mengaktivasi kerja sistem saraf yang berlawanan, memfasilitasi aksi kompetisi metabolik/

reseptor substrat tsb.).

Kasus keracunan yang memerlukan antidot spesifik adalah keracunan : asetaminofen,

agen antikolinergik,  antikoagulan, benzodizepin, -blocker, CCB, CO, glikosida jantung,

agen kolinergik, sianida, reaksi distonik karena induksi obat, etilen glikol, fluorida, logam

berat, hydrogen sulfida, agen hipoglikemik, INH, metHb-emia, narkotik, simpatomimetik,

Vacor, dan gigitan/bisa binatang tertentu.

Page 18: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Antidot mengurangi morbiditas dan mortalitas, namun sebagian besar juga potensial

toksik. Penggunaan antidot agar aman membutuhkan identifikasi yang benar keracunan

spesifik atau sindromnya.

Pencegahan Paparan Ulang

            Keracunan merupakan penyakit yang dapat dicegah. Orang dewasa yang pernah

terpapar racun karena kecelakaan harus mentaati instruksi penggunaan obat dan bahan kimia

yang aman (sesuai yang tertera pada labelnya). Penderita yang menurun kesadarannya harus

dibantu dalam meminum obatnya. Kesalahan dosis obat  oleh petugas kesehatan membu-

tuhkan pendidikan khusus bagi mereka. Penderita harus diingatkan untuk menghindari

lingkungan yang terpapar bahan kimia penyebab keracunan. Departemen Kesehatan dan

instansi terkait juga harus diberi laporan bila terjadi keracunan di lingkungan tertentu/tem-

pat kerja.

            Pada anak-anak dan penderita overdosis yang disengaja, upaya terbaik adalah

membatasi jangkauan terhadap racun/obat/bahan/minuman  tsb.

            Penderita depresi atau psikotik harus menerima penilaian psikiatrik, disposisi, dan

follow-up. Bila mereka diberi resep obat harus dengan jumlah yang terbatas dan dimonitor

kepatuhan minum obatnya, serta dinilai respon terapinya.

KERACUNAN  OBAT  SPESIFIK

ASETAMINOFEN

Efek toksik :

Keracunan akut

Page 19: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Bila terjadi dalam 2-4 jam setelah paparan : - mual, muntah

        - diaforesis

        - pucat

        - depresi SSP

Bila sudah 24-48 jam : - tanda-tanda hepatotoksis (nyeri abdomen RUQ, hepatomegali ringan)

     -  Prothrombine time memanjang

                 - Bilirubin serum meningkat

                                         - Aktivitas transaminase meningkat

                                         - Gangguan fungsi ginjal    

Keracunan berat : terjadi gagal hati dan ensefalopati.

-         prothrombine time memanjang >2x

-         Bilirubin serum >4 mg/dl

-         pH <7,3

-         kreatinin serum >3,3

Keracunan kronik : sama seperti keracunan akut. Namun pada penderita alkoholik, dapat

sekaligus terjadi insufisiensi hati & ginjal yang berat, disertai dehidrasi, ikterus,

koagulopathi, hipoglikemi, dan ATN.

Terapi :

Bila keracunan terjadi dalam 4 jam setelah overdosis : diberi karbon aktif

Keracunan dalam 8-10 jam setelah minum obat tsb. :

- Antidot : N-acetylcysteine p.o. yang dilarutkan dalam cairan (bukan alkohol, bukan susu)

dengan perbandingan 3:1. Loading dose : 140 mg/kgBB. Maintenance dose 70 mg/kgBB tiap

4 jam (dapat diulang sampai 17x). Efek samping : mual, muntah, epigastric discomfort.

- Anti emetik (metoclopramide, domperidone, atau ondansetron)

Harus dilakukan monitoring fungsi hati dan ginjal.

Pada keracunan berat sekali : dilakukan transplantasi hati.

OBAT ANTI KOLINERGIK

Keracunan akut terjadi dalam 1 jam setelah overdosis. Keracunan kronik dalam 1-3 hari

setelah pemberian terapi dimulai.

Efek toksik :

     Manifestasi SSP : agitasi, ataksia, konfusi, delirium, halusinasi, gangguan pergerakan

(choreo-athetoid dan gerakan memetik)

     Letargi

     Depresi nafas

Page 20: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

     Koma

     Manifestasi di saraf perifer : menurun/hilangnya bising usus, dilatasi pupil, kulit & mukosa

menjadi kering, retensi urine, meningkatnya nadi, tensi, respirasi, & suhu

     Hiperaktivitas neuromuskuler, yang dapat mengarah ke terjadinya rhabdomiolisis dan

hipertermi

     Overdosis AH1  (difenhidramin) : kardiotoksik dan kejang

     Overdosis AH2  (astemizol dan terfenadin) : pemanjangan interval QT dengan takiaritmia

ventrikel, khususnya torsade de pointes

Terapi :

     Karbon aktif

     Koma : intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik

     Agitasi : diberikan preparat benzodiazepin

     Agitasi yang tidak terkontrol dan delirium, antidot : physostigmine (inhibitor asetilkolin-

esterase). Dosis : 1-2 mg i.v. dalam 2-5 menit (dosis dapat diulang)

     Kontraindikasi physostigmine : penderita dengan kejang, koma, gangguan konduksi jantung,

atau aritmia ventrikel.

BENZODIAZEPIN

Efek toksik :

        Eksitasi paradoksal

        Depresi SSP (mulai tampak dalam 30 menit setelah overdosis)

        Koma dan depresi nafas (pada ultra-short acting benzodiazepin dan kombinasi

benzodiazepin-depresan SSP lainnya)

Terapi overdosis benzodiazepin :

        Karbon aktif

        Respiratory support bila perlu

        Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor benzodiazepin)

Dosis : 0,1 mg i.v. dengan interval 1 menit sampai dicapai efek yang diinginkan atau

mencapai dosis kumulatif (3 mg)

Bila terjadi relapse, dapat diulang dengan interval 20 menit, dengan dosis maksimum 3

mg/jam.

Efek samping : kejang ( pada penderita dengan stimulan dan trisiklik antidepresan, atau

penderita ketergantungan benzodiazepin).

Page 21: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Kontraindikasi : kardiotoksisitas dengan anti depresan trisiklik.

-BLOCKER

Efek toksik : (terjadi dalam ½ jam setelah overdosis dan memuncak dalam 2 jam)

       Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP

       -blocker dengan ISA (+) : hipertensi, takikardi

       Efek toksik pada SSP : kejang

       Kulit : pucat & dingin

       Jarang : bronkospasme dan edema paru

       Hiperkalemi

       Hipoglikemi

       Metabolik asidosis (sebagai akibat dari kejang, shock, atau depresi nafas)

       EKG : berbagai derajat AV block, bundle branch block, QRS lebar, asistol

       Khusus sotalol : pemanjangan interval QT, VT, VF, dan torsade de pointes

Terapi  :

       Karbon aktif

       Pada bradikardi dan hipotensi : atropin, isoproterenol, dan vasopresor

       Pada keracunan berat :

1.      Glukagon; dosis inisial : 5-10 mg dilanjutkan1-5 mg/jam via infus

2.      Calcium

3.      Insulin dosis tinggi + glukosa + kalium

4.      Pacu jantung (internal/eksternal)

5.      IABP

       Pada kejadian bronkospasme : inhalasi -agonis, epinefrin s.c., aminofilin i.v.

       Pada sotalol-induced ventricular tachyarrhythmia : lidokain, Mg, overdrive pacing

       Pada overdosis atenolol, metoprolol, nadolol, dan sotalol : dapat dilakukan prosedur

ekstrakorporeal

CALCIUM CHANNEL BLOCKER (CCB)

Efek toksik mulai terjadi dalam 2-18 jam, berupa :

      Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP

      Gol. Dihidropiridin : takikardi reflektif

      Kejang

Page 22: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

      Hipotensi   iskemi mesenterik;

iskemi/infark miokard edema paru

      EKG : berbagai derajat AV block, QRS lebar dan pemanjangan interval QT (terutama karena

verapamil); gambaran iskemi/infark, asistol

      Metabolik asidosis (sekunder terhadap shock)

      Hiperglikemi

Terapi :

      Karbon aktif

      Pada bradikardi simptomatis :

1.      atropin

2.      Calcium, dosis inisial : CaCl2 10% 10cc atau Ca glukonas 10% 30 cc i.v. dalam >2 menit

(dapat diulang sampai 4x).

Bila terjadi relaps setelah dosis inisial, diberikan infus calcium kontinu : 0,2 cc/kgBB/jam

sampai maksimal 10cc/jam.

3.      isoproterenol

4.      glukagon (dosis seperti pada overdosis -blocker)

5.      electrical pacing (internal/eksternal)

      Pada iskemi : mengembalikan perfusi jaringan dengan cairan

      Khusus pada overdosis verapamil, dilakukan usaha-usaha untuk mengembalikan metabolisme

miokard dan meningkatkan kontraktilitas miokard dengan : regular insulin dosis tinggi (0,1 –

0,2 U/kgBB bolus i.v. diikuti dengan 0,1 – 1 U/kgBB/jam, bersama dengan glukosa 25 gr

bolus, diikuti infus glukosa 20% 1 gr/kgBB/jam, serta kalium) 

      Bila masih hipotensi walaupun bradikardi sudah teratasi, diberikan cairan.

      Amrinone, dopamine, dobutamin, dan epinefrin (tunggal/kombinasi)

      Pada shock refrakter : I A B P.

KARBON MONOKSIDA

Efek toksik :

o       Hipoksia jaringan, dengan : metabolisme anaerob, asidosis laktat, peroksidasi lemak, dan

pembentukan radikal bebas.

o       Nafas pendek, dispnea, takipnea,

o       Sakit kepala, emosi labil, konfusi, gangguan dalam mengambil keputusan,

o       Kekakuan, dan pingsan

Page 23: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

o       Mual, muntah, diare

o       Pada keracunan berat : edema otak, koma, depresi nafas, edema paru,

o       Gangguan kardiovaskuler : nyeri dada iskemik, aritmia, gagal jantung, dan hipotensi

o       Pada penderita koma dapat timbul blister dan bula di tempat-tempat yang tertekan

o       Creatin kinase serum meningkat

o       Laktat dehidrogenase serum meningkat

o       Nekrosis otot mioglobinuria gagal ginjal

o       Gangguan lapang pandang, kebutaan , dan pembengkakan vena disertai edema papil atau

atrofi optik

o       Metabolik asidosis

o       Menurunnya saturasi O2 (dinilai dari CO-oxymetry)

o       Biasanya tampak sianosis (jarang terlihat kulit dan mukosa berwarna merah ceri)

o       Penderita yang sampai tidak sadar beresiko mengalami sekuele neuropsikiatrik (perubahan

kepribadian, gangguan kecerdasan, buta, tuli, inkoordinasi, dan parkinsonism) dalam 1-3

minggu setelah paparan

Terapi intoksikasi CO :

o       Pada penderita sadar : oksigen 10 lt/menit via non-rebreather mask  (wanita hamil dan anak-

anak perlu waktu lebih lama)

o       Penderita koma, kejang, atau kardiovaskuler tidak stabil : intubasi endotrakheal dan ventilasi

mekanik dengan oksigen 100%

GLIKOSIDA  JANTUNG

Dicurigai keracunan bila pada penderita yang mendapatkan digoksin denyut jantung yang

sebelumnya cepat/normal menjadi melambat atau terdapat irama jantung yang ireguler

dengan konsisten.

Efek toksik :

        Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node

        Tonus simpatis : otomatisitas otot, AV node, dan sel-sel konduksi; meningkatnya after

depolarization

        EKG : bradidisritmia, triggered takidisritmia, sinus aritmia, sinus bradikardi, berbagai derajat

AV block, kontraksi ventrikel premature, bigemini, VT, VF

Page 24: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

        Kombinasi dari takiaritmia supraventrikel dan AV block (mis.: PAT dengan AV block derajat

2;   AF dengan AV block derajat 3) atau adanya  bi-directional VT ) sangat sugestif untuk

menilai adanya keracunan glikosida jantung

        Muntah

        Konfusi, delirium

        Halusinasi, pandangan kabur, fotofobi, skotomata, kromotopsia

        Keracunan akut : takiaritmia dan hiperkalemi

        Keracunan kronik : bradiaritmia dan hipokalemia

Terapi :

        Karbon aktif dosis berulang

        Koreksi K, Mg, Ca

        Koreksi hipoksia

        Pada sinus bradikardi dan AV block derajat 2/3 : atropin, dopamine, epinefrin, dan dapat saja

fenitoin (100 mg i.v. tiap 5 menit sampai 15 mg/kg), serta isoproterenol

        Pada takiaritmia ventrikel : Mg sulfat, fenitoin, lidokain, bretilium, dan amiodaron

        Pada disritmia yang life-threatening : terapi antidot dengan digoxin-specific Fab-fragmen

antibodies i.v. dalam >15-30 menit. Tiap vial antidot (40 mg) dapat menetralisir 0,6 mg

digoksin. Biasanya pada keracunan akut diperlukan 1-4 vial; pada kronik 5-15 vial.

 Pada keracunan akut yang berat dengan kadar kalium serum >= 5,5 mEq/lt (walaupun tanpa

disritmia), antidot harus diberikan.

        Electrical pacing (bukan pacing untuk profilaksis)

        Bila perlu defibrilasi dengan energi rendah (mis.: 50W.s)

Obat-obatan golongan NSAID

Efek toksik :

       Mual, muntah, nyeri perut

       Mengantuk, sakit kepala

       Glikosuri, hematuri, proteinuri

       Jarang : gagal ginjal akut, hepatitis

       Diflunisal dapat mengakibatkan : hiperventilasi, takikardi, dan berkeringat

       Asam mefenamat dan fenilbutazon dapat mengakibatkan : koma, depresi nafas, kejang,

kolaps kardiovaskular. Fenilbutazon relatif sering mengakibatkan : asidosis metabolic.

       Ibuprofen  : asidosis metabolik, koma, dan kejang

       Ketoprofen dan naproxen : kejang

Page 25: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

Terapi :

       Karbon aktif dosis berulang

       Pada gagal hati/ginjal dan pada keracunan berat, hemoperfusi dapat berguna.

SALISILAT (termasuk aspirin)

Efek toksik (mulai terjadi dalam 3-6 jam setelah overdosis >= 150 mg/kgBB) :

     Muntah, berkeringat, takikardi, hiperpnea dehidrasi dan menurunnya fungsi ginjal

     Demam, tinitus, letargi, konfusi

     Pada awalnya terjadi alkalosis respiratorik dengan kompensasi ekskresi bikarbonat melalui

urine

     Selanjutnya asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap dan ketosis

     Alkalemia dan asiduria paradoksal

     Peningkatan hematokrit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit

     Hipernatremia, hiperkalemia, hipoglikemia

     Prothrombin time memanjang

     Pada keracunan berat dapat terjadi : koma, depresi nafas, kejang, kolaps kardiovaskuler, serta

edema otak & paru(non-kardiak & kardiak). Saat ini terjadi asidemia dan asiduria (asidosis

metabolik dengan alkalosis/asidosis respiratorik).

Keracuna salisilat diidentifikasi dari test urine ferri chloride (+) berwarna ungu.

Terapi overdosis salisilat :

     Karbon aktif dosis berulang masih berguna walaupun keracunan sudah terjadi dalam 12-24

jam

     Pada penderita yang menelan >500 mg/kgBB salisilat, sebaiknya dilakukan lavase lambung

dan irigasi seluruh usus

     Endoskopi berguna untuk diagnostik dan untuk mengeluarkan bezoar lambung

     Pada penderita dengan perubahan status mental, sebaiknya kadar glukosanya terus dipantau

     Saline i.v. sampai beberapa liter

     Suplemen glukosa

     Oksigen

     Koreksi gangguan elektrolit dan metabolik

     Pada koagulopati diberikan vitamin K i.v.

Page 26: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

     Alkalinisasi urine (sampai pH 8) dan diuresis saline. Kontraindikasi diuresis : edema

otak/paru, gagal ginjal

     50-150 mmol bikarbonat (+ kalium) yang ditambahkan pada 1 lt cairan infus saline-dekstrose

dengan kecepatan 2-6 cc/kgBB/jam

KERACUNAN MAKANAN DAN INSEKTISIDA

3 11 2009

1. BOTULISMUSKompetensi : 3BLaporan Penyakit : 1903 ICD X : T.61-T.62DefinisiBotulismus merupakan keracunan akibat makanan (tidak selalu makanan kaleng)yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botulinum. Keracunan iniditandai oleh kelainan neuromuskuler, jarang terjadi diare. Kematian sekitar65%.PenyebabMakanan yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botulinum.Gambaran klinik- Inkubasi penyakit ini kira-kira 18 – 36 jam, namun dapat beragam daribeberapa jam sampai 3 hari.- Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan.- Diare lebih sering tidak ada.- Gejala neurologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkanpneumonia aspirasi.- Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah.- Sementara itu daya rasa (sensoris) tetap baik, dan suhu tidak meningkat.- Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah poliomielitis, miastemiagravis, dan ensefalitis virus.DiagnosisRiwayat konsumsi makanan tertentu.Penatalaksanaan- Tindakan penanggulangan:1. Bila perlu, berikan pernapasan buatan.2. Jika tidak muntah, usahakan untuk muntah.Jika perlu, lakukan bilas lambung.

- Bila terdapat tanda-tanda syok pasang infus glukosa 5% dan kalau perlulakukan pernafasan buatan.- Pengobatan spesifik, terutama bila timbul gejala dengan antitoksin.- Penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit2. KERACUNAN BONGKREKKompetensi : 3BLaporan Penyakit : 1903 ICD X : T.61-.T62DefinisiRacun bongkrek dihasilkan oleh Bacillus cocovenevans, yaitu kuman yang tumbuhdari bongkrek yang diproses kurang baik. Pertumbuhan kuman ini dapat dihambat

Page 27: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

oleh suasana asam (diolah dengan daun calincing).PenyebabKeracunan tempe bongkrek disebabkan oleh toksoflavin dan asam bongkrek yangdihasilkan oleh Pseudomonas cocovenans yang dikenal juga sebagai bakteri asambongkrek. Toksin tersebut dihasilkan dalam media yang mengandung ampaskelapa.Gambaran Klinis- Gejala timbul 4 – 6 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu berupa mual danmuntah.- Penderita mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda (diplopia).- Penderita lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai gejala syok.- Pada hari ke-3 sklera menguning, pembesaran hati dan urin keruh denganprotein (+).DiagnosisRiwayat konsumsi tempe bongkrek.Penatalaksanaan- Penderita harus dirujuk ke rumah sakit, sementara itu bila penderita masihsadar usahakan mengeluarkan sisa makanan.- Berikan norit 20 tablet (digerus dan diaduk dengan air dalam gelas) sekaligus,dan ulangi 1 jam kemudian.- Kalau perlu atasi syok dengan infuse glukosa 5 % dan pernapasan buatan.

- Tidak ada antidotum spesifik.- Penderita dirangsang secara mekanis agar muntah. Bila tidak berhasillakukan bilas lambung di rumah sakit.3. KERACUNAN INSEKTISIDASemua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengansempurna. Jenis yang paling sering menimbulkan keracunan di Indonesiaadalah golongan organofosfat dan organoklorin. Golongan karbamat efeknyamirip efek organofosfat, tetapi jarang menimbulkan kasus keracunan.Masih terdapat jenis pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan dan sengfosfit) dan herbisida (parakuat) yang juga sangat toksik. Kasus keracunangolongan ini jarang terjadi. Penatalaksanaannya dapat dilihat dalam “ PedomanPengobatan Keracunan Pestisida” yang diterbitkan oleh Bagian FarmakologiFKUI.a. KERACUNAN GOLONGAN ORGANOFOSFATKompetensi : 3BLaporan Penyakit : 1902 ICD X : T.50.-T.51DefinisiGolongan organofosfat bekerja selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidakmenyebabkan resistensi pada serangga. Golongan organofosfat bekerja dengancara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidakterhidrolisa.PenyebabKeracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yangberlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dannikotinik.Gambaran klinikGejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat pada:1. Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur

Page 28: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

2. Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salviasidan juga sekresi bronchial.3. Saluran cerna; mual, muntah, diare dan sakit perut.4. Saluran napas; batuk, bersin, dispnea dan dada sesak.5. Kardiovaskular; bradikardia dan hipotensi.

6. Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak jelas, ataksia, demam,konvulsi dan koma.7. Otot-otot; lemah, fascikulasi dan kram.8. Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru, pernapasan berhenti,blockade atrioventrikuler dan konvulsi.DiagnosisRiwayat kontak dengan insektisida golongan organofosfatPenatalaksanaanKeracunan akut :Tindakan gawat darurat:1. Buat saluran udara.2. Pantau tanda-tanda vital.3. Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.4. Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 – 8 menit sampai gejalakeracunan parasimpatik terkendali.5. Berikan larutan 1g pralidoksim dalam air secara i.v, perlahan-lahan, ulangisetelah 30 menit jika pernapasan belum normal. Dalam 24 jam dapat diulangi2 kali. Selain pralidoksim, dapat digunakan obidoksim (toksogonin).6. Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropine sulfat, kulit dan selaputlendir yang terkontaminasi harus dibersihkan dengan air dan sabun.7. Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung dengan air dan berikansirup ipeca supaya muntah.Tindakan umum:1. Sekresi paru disedot dengan kateter.2. Hindari penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan barbital, golonganfenotiazin dan obat-obat yang menekan pernapasan.Keracunan kronik:Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase menurun, makaperlu dihindari kontak lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.

b. KERACUNAN ORGANOKLORINKompetensi : 3BLaporan Penyakit : 1302 ICD X : T.50.-T.51DefinisiPestisida golongan organoklorin pada umumnya merupakan racun perut dan racunkontak yang efektif terhadap larva, serangga dewasa dan kadang-kadang jugaterhadap kepompong dan telurnya. Penggunaan pestisida golongan organoklorinmakin berkurang karena pada penggunaan dalam waktu lama residunya persistendalam tanah, tubuh hewan dan jaringan tanaman.PenyebabPestisida golongan organoklorinGambaran klinis- Gejala keracunan turunan halobenzen dan analog, terutama muntah, tremordan konvulsi.

Page 29: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

- Pada keracunan akut melalui mulut disebabkan oleh 5 g DDT akan menyebabkanmuntah-muntah berat setelah 0,5 – 1 jam, selain kelemahan dan mati rasa padaanggota badan yang terjadi secara bertahap, rasa takut, tegang dan diare jugadapat terjadi.- Dengan 20 g DDT dalam waktu 8 – 12 jam kelopak mata akan bergerak-gerakdisetai tremor otot mulai dari kepal dan leher, selanjutnya konvulsi klonik kakidan tangan seperti gejala keracunan pada strichnin. Nadi normal, pernapasanmula-mula cepat kemudian perlahan.DiagnosisRiwayat kontak dengan insektisida golongan organoklorinPenatalaksanaanTindakan pencegahan :1. Pestisida sebaiknya disimpan dalam tempat aslinya dengan etiket yang jelasdan disimpan di tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak, serta jauh darimakanan dan minuman.2. Pada waktu menggunakan pestisida, perlu diikuti dengan cermat dan tepat,sesuai prosedur dan petunjuk lain yang telah ditentukan.3. Hindari kontak atau menghisap pestisida.

4. Pada waktu bekerja dengan pestisida, sebaiknya tidak sambil makan, minumatau merokok.5. Tempat atau wadah pestisida yang telah kosong, sebaiknya dibuang ataudimusnahkan, demikian juga pestisida yang tidak berlabel atau etiketnya sudahrusak, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti.6. Tergantung pada tingkat toksisitasnya, jika bekerja yang berhubungan denganpestisida, sebaiknya tidak lebih dari 4 – 5 jam.Tindakan penanggulangan :Penanggulangan keracunan pestisida golongan keracunan organoklorin padaumumnya:Tindakan gawat darurat:a. Jika keracunan melalui mulut, usahakan untuk muntahb. Pantau tanda-tanda vital.c. Berikan karbon aktif, diikuti bilas lambung dengan air 2 – 4 liter. Kemudianberikan obat pencuci perut. Pembersihan usus, juga dapat dilakukan dengan200 mL larutan manitol 20 % dengan melalui pipa.d. Jangan diberi lemak atau minyak.e. Jika kulit juga terkena, bersihkan dengan air dan sabun.Tindakan umum:1. Untuk mengatasi konvulsi, berikan diazepam 10 mg secara i.v perlahan-lahan.Jika belum menunjukkan hasil berikan obat yang memblokade neuromuscular.2. Atasi hiperaktivitas dan tremor, berikan natrium fenobarbital 100 mg secaras.c setiap jam sampai mencapai jumlah 0,5 g atau sampai konvulsi terkendali.3. Jangan diberi obat stimulan terutama epinefrin, karena dapat menimbulkanfibrilasi ventrikuler.4. KERACUNAN JENGKOLKompetensi : 3BLaporan Penyakit : 1903 ICD X : T.61.-T.62DefinisiKeracunan akibat terjadinya pengendapan kristal asam jengkol di saluran

Page 30: Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping obat.docx

kemih. Ciri orang yang rentan pengendapan kristal asam jengkol ini belumdapat ditentukan.

PenyebabAsam JengkolatGambaran Klinis- Bau khas jengkol tercium dari mulut dan urin penderita.- Timbul kolik ginjal seperti pada batu ginjal.- Penderita mengeluh nyeri sewaktu buang air kecil.- Urin penderita merah karena darah (hematuria). Secara mikroskopis, selaineritrosit tampak kristal asam jengkol seperti jarum.- Dalam keadaan berat terdapat anuria dan mungkin penderita pingsan karenamenahan sakit.DiagnosisHematuria, nyeri pada saat buang air kecil.Penatalaksanaan- Keracunan ringan dapat diobati dengan minum banyak dan pemberian Na.bikarbonat 2 g 4 x sehari peroral sampai gejala hilang.- Pada keracunan berat dengan anuria penderita perlu dirujuk.5. KERACUNAN SINGKONGKompetensi : 3BLaporan Penyakit : 1903 ICD X : T.61.-T.62DefinisiBeberapa jenis singkong mengandung cukup banyak sianida yang mungkinmenimbulkan keracunan. Tanpa analisa kandungan sianida tidak dapat dipastikansingkong mana yang berbahaya bila dimakan kecuali dari rasanya.PenyebabSianida ( HCN )Gambaran Klinis- Tanda keracunan timbul akut kira-kira setengah jam setelah makan singkongberacun.- Gejala berawal dengan pusing dan muntah.- Dalam keadaan yang berat penderita sesak napas dan pingsan.

- Bibir, kuku, kemudian muka dan kulit berwarna kebiruan (sianosis). Sianosisperlu dibedakan dengan methaemoglobinemia yang timbul karenakeracunan sulfa, DDS, nitrat atau nitrit, yang memerlukan pengobatan lain(metilen-biru).DiagnosisRiwayat makan singkong disertai dengan gejala klinis.Penatalaksanaan- Larutan Na-tiosulfat 25% disuntikan i.v. perlahan sebanyak 20 ml dan diulangisetiap 7-10 menit sampai gejala teratasi. Dosis total diberikan sampai penderitabangun, jumlahnya bergantung pada beratnya gejala.- Berikan oksigen dan pernapasan buatan bila terdapat depresi napas.- Penderita perlu dioservasi 24 jam dan dikirim ke rumah sakit bila keracunannyaberat.