Upload
via-rahmah
View
47
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KEPERAWATAN KRITIS RR
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan, menyebabkan perubahan indikasi
pembedahan. Saat ini pembedahan dilakukan dengan berbagai macam indikasi
diantaranya untuk diagnostik, kuratif, rekonstruktif bahkan untuk tujuan paliatif.
Pembedahan juga dilakukan sesuai dengan tingkat urgensinya seperti kedaruratan dan
elektif.
Fase pascaoperatif bisa terjadi kegawatan, sehingga perlu pengamatan serius
dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis sampai pengaruh anestesi berkurang
dan kondisi umum stabil. Perawat di ruang pemulihan bertanggung jawab
memberikan perawatan pada pasien pascaoperatif. Peranan perawat diruang
pemulihan sangat diperlukan dalam memberikan bantuan keperawatan dan
mengontrol komplikasi dan kembalinya fungsi-fungsi tubuh yang optimal. Hal ini
mengharuskan perawat mempunyai pengetahuan yang memadai dalam semua aspek
perawatan perioperatif.
Association of Operating Room Nursing (AORN), menyatakan bahwa tanggung
jawab perawat perioperatif tidak berakhir dengan penutupan luka dan pemasangan
balutan. Langkah-langkah tindakan keamanan dan tindakan keperawatan harus
berlangsung terus menerus selama tahap pascaoperatif.
Ruang pemulihan mempunyai angka cidera dan tuntutan pengadilan yang tinggi
dibanding area lain dirumah sakit. Periode pemulihan pasca anestesi sangat
tergantung pada perawatan pascaoperatif di ruang pemulihan, resiko ini berkurang
jika perawatan pascaoperatif di ruang pemulihan dilakukan secara optimal sampai
pasien sadar sepenuhnya. Penatalaksanaan pascaoperatif dan pemulihan dari anestesi
sangat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang profesional.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian Ruang Recovery?
1.2.2 Apa Syarat Ruangan RR?
1.2.3 Apa Tugas Perawat di Ruang Recovery?
1.2.4 Bagaimana kriteria pasien yang diperbolehkan keluar dari RR?
1.2.5 Bagaimana Pengkajian B6?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui Pengertian Ruang Recovery
1.3.2 Untuk mengetahui Syarat Ruangan RR
1.3.3 Untuk mengetahui Tugas Perawat di Ruang Recovery
1.3.4 Untuk mengetahui kriteria pasien yang diperbolehkan keluar dari RR
1.3.5 Untuk mengetahui Pengkajian B6
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ruang Recovery
Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,
dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila
timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.
Selama belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah operasi,
klien diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang
berkompeten di bidangnya (ahli dan berpengalaman).
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat
yang tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus
berada di RR. Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk. Bila
perlu dipasang AC.
Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus,
perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score),
barulah klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan).
2.2 Syarat Ruangan RR
- Tenang, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan
- Warna ruangan lembut dan menyenangkan
- Pencahayaan tidak langsung
- Plafon kedap suara
- Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (ex : karet pelindung
tempat tidur supaya tidak mengeluarkan suara saat terbentur)
- Tersedia peralatan standart : alat bantu pernafasan; oksigen, laringoskop, set
trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator mekanis dan perlatan suction)
3
- Peralatan kebutuhan sirkulasi : aparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, defibrilator, kateter vena, dan tourniquet
- Balutan bedah, narkotik dan medikasi kedaruratan
- Set kateterisasi dan peralatan drainage
- Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat
digerakkan dengan mudah
- Suhu ruangan berkisar antara 20 –22o C dengan ventilasi ruangan yang baik
2.3 Tugas Perawat di Recovery Room
Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu
setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik,
pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap 30
menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil.Infus,
kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan. Jagalah agar saluran
pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan kepalanya, kemudian
bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila perlu, suction sisa muntahan
dari tenggorokan.
Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidakmenyumbat saluran
pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada
dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit lututnya agar
perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.Tidak perlu segan untuk
melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu untuk mendapatkan perhatian,
termasuk gejala yang “tampaknya” tidak berbahaya.
4
2.4 Kriteria Pasien Yang di Perbolehkan Keluar Dari Recovery Room
Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan bila criteria berikut sudah bisa dipenuhi :
- Gejala vital stabil dan fungsi respiratori serta sirkulatori sempurna.
- Pasien sudah bangun atau mudah bangun dan bisa memanggil bila ada keperluan.
- Komplikasi pasca bedah telah dievaluasi dengan cermat dan terkendali.
- Setelah anastesi regional fungsi motor dan sebagian sensori telah pulih kembali
pada daerah yang terkena anastesi.
- Klien telah mempunyai control suhu tubuh yang baik, fungsi ventilasi yang baik,
nyeri dan mual minimal, pengeluaran urin yang adekuat, dan cairan elektrolitnya
seimbang.
- Pasien-pasien yang sakit akut yang memerlukan supervise ketat dipendahkan ke
unit intensif. Banyak pasien dipindahkan ke unit klinis. Unit diberi tahu bahwa
akan datang pasien dan semua informasi yang tepat mengenai status pasien
dikomunikasikan pada perawat yang akan meneruskan asuhan keperawatan pasca
bedah. Perawat dari ruang pemulihan membuat ringkasan tentang catatan
sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan.
2.5 Pengkajian B6
Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan data-data sesuai dengan
respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wa wacara,
observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-sosio-spiritual.
Pada saat melakukan pengkajian di ruang pulih, agar lebih sistematis dan
lebih mudah dapat dilakukan monitoring B6 yaitu :
2.5.1 Breath (nafas) : sistem respirasi
Pasien yang belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola nafas, tanda-
tanda obstruksi, pernafasan cuping hidung, f rekuensi nafas, pergerakan
rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara nafas tambahan: apakah
5
tidak ada obstruksi total , udara nafas yang keluar dari hidung, sianosis
pada ekstremitas, auskultasi: adanya wheezing atau ronki , saat pasien
sadar: tany akan adakah keluhan pernafasan, jika tidak ada keluhan: cukup
diberikan O2, jika terdapat tanda-tanda obstruksi : diberikan terapi sesuai
kondisi (aminofilin, kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).
2.5.2 Blood (darah): sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer,
status hidrasi (hipotermi ± syok) dan kadar Hb. Pasien beresiko mengalami
komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara actual atau resiko
dari tempat pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit,
dan depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal.
Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta pengkajian
tekanan darah menunjukkan status kardiovaskular pasien. Perawat
membandingkan TTV praoperatif dengan pascaoperatif, dokter harus
diberitahu jika tekanan darah pasien terus menurun dengan cepat pada setiap
pemeriksaan atau jika kecepatan denyut jantung menjadi semakin tidak
teratur. Perawat mengkaji perfusi sirkulasi dengan melihat warna dasar kuku
Masalah kardiovaskuler yang sering terjadi adalah perdarahan. Kehilangan
darah terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi, atau secara internal
pada luka bedah. Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya tekanan darah,
meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan, denyut nadi lemah,
kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah. Apabila perdarahan terjadi secara
eksternal, maka perawat memperhatikan adanya peningkatan drainase yang
mengandung darah pada balutan atau melalui drain. Apabila balutan basah ,
maka darah mengalir kesamping pasien dan berkumpul di bawah seprai
tempat tidur. Perawat yang waspada selalu memeriksa adanya drainase di
6
bawah tubuh pasien, apabila perdarahan terjadi secara internal , maka tempat
pembedahan menjadi bengkak dan kencang.
Komplikasi Kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi
pipa trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf
simpatis karena hipoksia, hiperkapnea dan asidosis. Hipertensi akut
dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel
kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau pendarahan otak.
Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu
dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 ± 1,0
µg/kg/ menit.
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return) menurun
disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis,
kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan veskuler perifer
menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah terjadi
hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan hipoksemia dan
kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan
faktor penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau
Asering 300-500 ml.
Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-
alkalosis,hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.
2.5.3 Brain (Otak): Sistem Ssp
Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow
Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK.
7
2.5.4 Bladder (kandung kemih): sistem urogenitalis
Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan
urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada kerusakan
ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
2.5.5 Bowel (Usus): Sistem Gastrointestinalis
Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi lambung, tanda-
tanda cairan bebas, distensi abdomen, perdarahan lambung pasca-operasi,
obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misalnya: hepar, lien,
pancreas, dilatasi usus halus. Pada pasien operasi mayor sering
mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena pasien bernafas
dengan diafragma.
2.5.6 Bone (Tulang): Sistem Musculoskeletal
Pada sistem musculoskletal dinilai adanya tanda-tanda sianosis, warna
kuku, perdarahan post operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi
pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan
pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu
pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
3.2 Saran
Bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan post
operatif harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari
asuhan keperawatan pada klien dengan post operatif ini yang perlu ditekankan.
9
DAFTAR PUSTAKA
10