Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEMITRAAN PEMERINTAH BISNIS DAN
KOMUNITAS DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN
MINAPOLITAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
EKONOMI LOKAL (Studi Pada Budidaya Ikan Lele di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Tulungagung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
ALFIAH
NIM. 125030107111013
Dosen Pembimbing
1. Dr. Mohammad Nuh, S.IP., M.Si
2. Rendra EkoWismanu S.AP, M.AP
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
iv
v
183
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Alfiah
TTL : Kulim Jaya, 08 Agustus 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Jurusan : Ilmu Administrasi Publik
Fakultas : Ilmu Administrasi
NIM : 125030107111013
Alamat Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1) SD. 029 Kulim Jaya 2000-2006
2) MTS Al-Hidayah Kulim Jaya 2006-2009
3) SMA Negeri 1 Rengat 2009-2012
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku,
Teruntuk mereka yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang
yang tak terhingga,
Mendo’akan, menyemangati, dan menginspirasi segala usaha saya
dalam menjalani hidup ini,
Mendukung dan menuntun saya menjadi seseorang yang lebih baik.
Terima kasih kepada orang tua saya,
-Siman dan Suliyah,
Dan Terima Kasih Kakak-kakak saya,
Zainal Arifin, Siti Mahmudah, dan Wildan.
vi
RINGKASAN
Alfiah, 2017. Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam
Pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai Upaya Meningkatkan
Ekonomi Lokal di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Tulungagung. Dr. Mohammad Nuh, S.IP., M.Si, Rendra Eko Wismanu, S.AP.,
M.AP
Kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas merupakan salah satu bagian
penting dalam pengembangan kawasan minapolitan sebagai bentuk upaya
meningkatkan ekonomi lokal. Desa Gondosuli merupakan salah satu Desa dari
kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung yang di pilih untuk dilakukan
pengembangan kawasan minapolitan karena terindentifikasi sector potensial dari
wilayahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari pemerintah, bisnis
dankomunitas melalui kemitraan guna mewujudkan kawasan minapolitan secara
optimal dengan meningkatkan kesempatan pengusaha kecil dalam
mengembangkan perekonomian nasional sekaligus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial. Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis
mengenai kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan dan mengetahui hasil dari kemitraan dalam upaya
meningkatkan ekonomi lokal Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Tulungagung.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif untuk menggambarkan fenomena di lapangan sebagai bahan analisis
kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli. Peneliti
menggunakan alat analisis Miles, Huberman dan Saldana (2014) untuk
mengetahui dan menganalisis kemitraan dalam pengembangan kawasan
minapolitan. Hasil dari peneitian ini menyatakan bahwa keterlibatan antara
pemerintah, bisnis dan komunitas dalam mengembangkan kawasan minapolitan
sudah cukup baik dalam menjalankan peran dan tugasnya. Namun, belum ada
keseimbangan diantara ketiga pihak tersebut dikarenakan tidak adanya kerjasama
antara pemerintah dengan pihak bisnis.
Kemudian hasil dari kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan sebagai upaya meningkatkan ekonomi lokal
dapat dikatakan berhasil tetapi belum maksimal. Hal ini dilihat dari tingkat
kesejahteraan keluarga yang berkembang serta kemampuan untuk
memperkerjakan tenaga dari luar desa. Akan tetapi masih terdapat kendala
tingginya harga pakan dan produksi ikan yang kurang terserap oleh pasar.
Kata Kunci :Kemitraan, Pemerintah, Bisnis dan Komunitas, Kawasan
Minapolitan, Ekonomi Lokal
vii
SUMMARY
Alfiah, 2017. Partnership of Government, business, and community in
minapolitan area development as an effort to increase local economy in
Gondosuli village, Gondang subdistrict, Tulungagung regency. Dr.
Mohammad Nuh, S.IP., M.Si, Rendra EkoWismanu S.AP., M.AP
Partenership of government, business, and community is one of the
important thing in minapolitan area development as an effort to increase local
economy. Gondosuli village located in Gondang subdistrict, Tulungagung
regency, which chosen for develop minapolitan area, because its haspotential
sector. So, it needs role of government, business, and community through
partnership to make a minapolitan area optimally with increasing the chance for
small entrepreneurs in developing national economy, raising the social welfare,
and reducing social inequalities. Purposes of this research are to determine,
describe and analyse about the partnership of government, business, and
community in minapolitan area development and to know the result of the
partnership in effort to increase local economy in Gondosuli village, Gondang
subdistricts, Tulungagung regency.
Approach method that used in this research is quality approach to describe
the phenomena in field as analysis material of the partnership in minapolitan area
development. Researcher used the analysis of Miles, Huberman, and Saldana
(2014) to analyze and to answer how the partnership works in minapolitan area
developement. The result of this research stated that the involvement between
government, business, and community is well done in doing their task and part.
Yet, there is still no balance between these 3 parties because government and
business don’t cooperate each other.
Furthermore, the result from the partnership of Government, business, and
community in minapolitan area development as an effort to increase local
economy can be stated as success but not maximal. It is accorded by growing
level of family welfare and the ability to hire workers from outside the village.
Still there are constraints high feed prices and the production of fish that are less
absorbed by the market.
Keyword :Partnership, Government, Business, and Community, Minapolitan
Area, Local Economy
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul
“Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam Pengembangan Kawasan
Minapolitan sebagai Upaya Meningkatkan Ekonomi Lokal di Desa Gondosuli,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung”. Penulisan skripsi ini bertujuan
untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi
Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Penulis mendedikasikan penghargaan besar dan terimakasih untuk seluruh
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr. Choirul Saleh, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Universitas Brawijaya.
3. Bapak Dr. Mohammad Nuh, S.IP., M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu bersedia untuk memberikan saran, masukan, dan
bimbingan selama proses penyelesaian penulisan skripsi.
4. Bapak Rendra EkoWismanu S.AP, M.AP, selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memungkinkan saya
untuk menuangkan pemikiran saya dan dorongan kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
x
5. Seluruh narasumber, baik Pemerintah daerah Kabupaten Tulungagung, Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tulungagung, kelompok budidaya ikan dan
masyarakat di Desa Gondosuli yang telah memberikan kontribusi terhadap
penelitian yang dilakukan.
6. Keluarga besar saya, terutama Bapak Siman dan Ibu Suliyah, Abang Zainal
dan Adik Farizal, yang telah memberikan banyak doa, dukungan, semangat,
serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Fakultas Ilmu Administrasi Publik
angkatan 2012, khususnya Dedy, Vita, Lingling, Robby, Celine, Frika,
Kristin dan Intan, yang begitu unik dan istimewa selama masa perkuliahan.
8. Seluruh sahabat terbaik yang telah menjadi keluarga keduaku, Erik Efvendy,
Ruri Rahayu, Mbak Siti Mahmudah, Mas Wildan dan Mbak Mutia yang
selalu menemani dan mengingatkan saya, yang tak henti-hentinya
memberikan banyak motivasi, dukungan, dan semangat.
9. Seluruh pihak terkait, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan proses penyusunan skripsi ini.
xi
Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan setimpal
dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi
kesempurnaaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna dan dapat
memberikan kontribusi yang berarti bagi mereka yang membutuhkan.
Malang, 21 Juni 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i
MOTTO .......................................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................................ v
RINGKASAN ..................................................................................................................vi
SUMMARY ................................................................................................................... vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ..................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 13
D. Kontribusi Penelitian ................................................................................ 13
E. Sistematika Penulisan ............................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 16 A. Teori Administrasi Publik ....................................................................... 16
1. Pengertian Administrasi Publik ........................................................... 16
2. Manajemen Publik .............................................................................. 17
B. Good Governance .................................................................................... 19
1. Pengertian Good Governance ............................................................. 19
2. Unsur-Unsur Good Governance ......................................................... 21
3. Prinsip-Prinsip Good Governance ...................................................... 22
C. Pemerintah, Bisnis dan Komunitas ........................................................... 24
1. Pemerintah ........................................................................................... 25
2. Bisnis ................................................................................................... 27
3. Komunitas ........................................................................................... 27
D. Kemitraan ................................................................................................. 29
1. Pengertian kerjasama/Kemitraan......................................................... 29
2. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha ....................................................... 31
3. Tujuan Kemitraan ................................................................................ 34
4. Model-Model Kemitraan ..................................................................... 37
E. Konsep Minapolitan .................................................................................. 42
1. Pengertian Minapolitan ....................................................................... 42
2. Tujuan Minapolitan ............................................................................. 43
3. Sasaran Minapolitan ............................................................................ 44
4. Asas dan Prinsip Minapolitan ............................................................. 45
xiii
5. Persyaratan Suatu Daerah di Tetapkan sebagai Kawasan
Minapolitan ......................................................................................... 45
6. Ciri-Ciri Kawasan Minapolitan yang Berkembang ............................. 46
F. Pengembangan Ekonomi Lokal ................................................................ 47
1. Pengertian Pengembangan Ekonomi Lokal ........................................ 47
2. Peran Pengembangan Ekonomi Lokal ................................................ 48
3. Tujuan Pengembangan Ekonomi Lokal .............................................. 50
G. Kemitraan Pemerintah, Bisnis, dan Komunitas dalam Pengembangan
Kawasan Minapolitan sebagai Upaya Meningkatkan Ekonomi Lokal .... 53
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 58 A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 58
B. Fokus Penelitian ....................................................................................... 59
C. Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian ..................................................... 60
D. Jenis dan Sumber Data............................................................................. 61
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 63
F. Instrumen Penelitian ................................................................................ 66
G. Analisis Data ............................................................................................ 67
H. Keabsahan Data ....................................................................................... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 73 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 73
1. Gambaran Umum Kabupaten Tulungagung ...................................... 73
2. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung .................... 80
3. Gambaran Umum Kecamatan Gondang ............................................. 83
4. Gambaran Umum Desa Gondosuli ..................................................... 91
B. Penyajian Data ......................................................................................... 96
1. Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam
Pengembangan Kawasan MInapolitan di Desa Gondosuli,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung ................................. 96
a. Stakeholder yang terlibat dalam Kemitraan Pengembangan
Kawasan Minapolitan .................................................................. 96
b. Bentuk Kemitraan dalam Pengembangan Kawasan
Minapolitan.................................................................................. 119
c. Tujuan Kemitraan dalam Pengembangan Kawasan
Minapolitan ............................................................................... 122
2. Hasil Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam
Pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai upaya
Meningkatkan Ekonomi Lokal di Desa Gondosuli, Kecamatan
Gondang, Kabupaten Tulungagung .................................................. 129
C. Analisis Data Pembahasan ..................................................................... 139
1. Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam
Pengembangan Kawasan MInapolitan di Desa Gondosuli,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung ............................. 139
a. Stakeholder yang terlibat dalam Kemitraan Pengembangan
Kawasan Minapolitan ................................................................ 140
xiv
b. Bentuk Kemitraan dalam Pengembangan Kawasan
Minapolitan.................................................................................. 150
c. Tujuan Kemitraan dalam Pengembangan Kawasan
Minapolitan ............................................................................... 155
2. Hasil Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam
Pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai upaya
Meningkatkan Ekonomi Lokal di Desa Gondosuli, Kecamatan
Gondang, Kabupaten Tulungagung ................................................ 164
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 172
A. Kesimpulan ............................................................................................ 172
B. Saran....................................................................................................... 174
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 177
LAMPIRAN ................................................................................................................. 180
xv
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Perkembangan Produksi Ikan di Kabupaten Tulungagung ................................... 6
2 Produksi Perikanan Budidaya Menurut Jenis Ikan Tahun 2009-2014 di
Kabupaten Tulungagung ....................................................................................... 7
3 Daftar Kecamatan di Kabupaten Tulungagung Tahun 2014............................... 74
4 Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Usaha (2013-2015) ...................... 76
5 Daftrar Desa di Kecamatan Gondang Tahun 2014 ............................................ 84
6 Penduduk menurut Desa dan Jenis Kelamin Tahun 2014 .................................. 85
7 Pembesaran Perikanan Darat menurut Desa dan Jenisnya Tahun 2013 .............. 88
8 Kelompok Kerja Minapolitan Kabupaten Tulungagung Tahun 2015 ................. 90
9 Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Minapolitan ....... 99
10 Potensi Budidaya Ikan dan Pengolahan Ikan Kecamatan Gondang 2014......... 114
11 Data Keragaan Pokdakan di Kawasan Minapolitan Kecamatan Gondang ....... 116
12 Statistik Minapolitan Desa Gondosuli Tahun 2012-2014 ................................. 134
xvi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Grafik Volume Produksi Perikanan 200-2013 ...................................................... 4
2 Produksi Perikanan Budidaya Desa Gondosuli ................................................... 11
3 Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam Pengembangan
Kawasan Minapolitan sebagai Upaya Meningkatkan Ekonomi Lokal ............... 57
4 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model).......................................... 67
5 Pesisir Selatan Kabupaten Tulungagung ............................................................. 78
6 Struktur Organisasi DKP Kabupaten Tulungagung ............................................ 82
7 Peta Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung ........................................... 83
8 Peta Desa Gondosuli ........................................................................................... 94
9 Pembangunan Infrastruktur Desa Gondosuli Kecamatan Gondang .................. 101
10 Peningkatan Saluran Irigasi di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang ............. 102
11 Kegiatan Sosialisasi Sehatkan dan Peningkatan Intensitas Budidaya Ikan
di Desa Gondosuli ............................................................................................. 103
12 Pembangunan Sumur Resapan di Wilayah Kecamatan Gondang ..................... 104
13 Sumur dalam yang dibangun Dinas PTPH di Desa Gondosuli ......................... 105
14 Dukungan Perumusan Kebijakan Pembangunan diberikan oleh Bagian
SDA melalui berbagai Rapat Kerja dan Sosialisasi .......................................... 106
15 Keadaan Kolam ikan Lele Desa Gondosuli Kecamatan Gondang .................... 129
16 Pengolahan Lele Panggang ............................................................................... 130
17 Hasil Produksi Ikan Lele Berupa Abon Ikan Lele Cap Pak Gondo .................. 131
18 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Kabupaten Tulungagung ......................... 136
19 Tingkat Kemiskinan %) Kabupaten Tulungagung ............................................ 137
20 Data Keluarga Sejahtera Kecamatan Gondang ................................................. 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keseharian manusia tidak dapat dilepaskan dari kegiatan ekonomi, dalam
perkembangannya kebutuhan manusia mengalami sesuatu yang dinamis. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan iklim perekonomian global. Indonesia dari
segi ekonomi merupakan negara yang sedang dalam tahap pengembangan untuk
menjadi negara maju. Indonesia memiliki penduduk yang termasuk padat dan hal
tersebut memang tidak mudah dalam menghadapi berbagai persoalan ekonomi
yang terjadi, tentu pemerintah yang mempunyai peran penting untuk menjalankan
dan mengatur ekonomi di negaranya. Dilihat dari segi ekonomi, Indonesia pada
tahun 2015 tumbuh sebesar 4,79 persen yang dikatakan melambat bila
dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,02 persen (Badan Pusat Statistik, Triwulan III
2016).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa petumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2015 sedang mengalami penurunan, hal ini disebabkan dari
pengeluaran konsumsi pemerintah yang tinggi. Oleh karena itu upaya yang dapat
dilakukan untuk menyeimbangkan antara konsumsi pemerintah yang tinggi, maka
perlu adanya suatu pembangunan yang bertujuan dapat mensejahterakan
masyarakat. Sebagaimana Menurut Suryono (2010:119), “pembangunan dianggap
sebagai sebuah gerakan yang mengandung makna bahwa pembangunan sebagai
usaha sadar, terorganisir, terarah dan berkelanjutan yang dilakukan birokrasi
pemerintah bersama masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.
2
Pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat perlu dilakukan
secara maksimal dengan melihat manfaat yang didapat. Salah satunya adalah
pembangunan dari sisi perikanan yang dibahas pada penelitian ini.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009
tentang perikanan, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
pra-produksi, produksi pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan
dalam satu bisnis. Pada suatu siklus perikanan memiliki banyak faktor yang dapat
menjadi pemicu maupun penghambat laju pertumbuhan produksinya baik itu
secera internal maupun eksternal seperti campur tangan pemerintah maupun
swasta serta masyarakat pelaku usaha pengembangan perikanan itu sendiri. Agar
dapat mewujudkan pembangunan perikanan yang baik, maka pada tahun 2010
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan kebijakan minapolitan
sebagai kebijakan pembangunan perikanan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan, yang diharapkan mampu mengatasi
permasalahan yang ada di Indonesia yaitu masih terdapat kesenjangan antara
kawasan perkotaan dan perdesaan yang menghasilkan kemiskinan di perdesaan
dan proses urbanisasi yang tidak terkendali semakin mendesak produktifitas
lahan. Berdasarkan fakta tersebut salah satu pengembangan perdesaan adalah
pembangunan dengan konsep kawasan. Konsep minapolitan merupakan konsep
pembangunan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan penggerak di sektor
kelautan dan perikanan didasarkan pada sistem manajemen kawasan minapolitan
3
serta harus menerapkan prinsip integrasi, efesiensi, kualitas dan akselerasi.
Konsep dasar pengembangan kawasan minapolitan adalah upaya menciptakan
inter-regional berimbang, khususnya dengan meningkatkan keterkaitan
pembangunan kota-desa yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang
terintegritas di dalam sistem perkotaan secara fungsional dan spasial.
Pengembangan ekonomi masyarakat lokal/perdesaan sangat penting, dengan
diupayakannya optimalisasi pemanfaatan semberdaya lokal melalui
pengembangan ekonomi komunitas dan pengembangan kawasan minapolitan
dilakukan dengan disertai upaya peningkatan capacity building di tingkat
masyarakat maupu di tingkat pemerintshan agar menjamin manfaat utama dapat
dinikmati masayarakat lokal.
Selain itu, konsep pengembangan minapolitan juga ikut mendukung
dalam program menteri kelautan dan perikanan yaitu minapolitan yang
mendongkrak hasil perikanan nasional. Adanya peraturan tersebut juga bertujuan
untuk mengatur tentang penangkapan ikan yang melebihi batas normal. Hal ini
juga sejalan seperti yang diungkapkan oleh Primyastanto (2011:9) bahwa jika
sumber daya ikan dilaut mengalami (over exploited) maka program untuk
melestarikan dan menjaga kawasan yang dianggap kawasan laut yang dilindungi
(marine protected area) atau mengurangi penangkapan yang berlebihan (over
fishing) yaitu dengan memanfaatkan potensi perikanan budidaya. Adanya
peraturan-peraturan tersebut dikarenakan subsektor perikanan menjadi
penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan produk domestik bruto.
4
Laju pertumbuhan produk domestik bruto dapat dilihat dari peningkatan
prosentase 3 tahun terakhir yang cukup besar yaitu, pada tahun 2012 sebesar
6,49% menjadi sebesar 6,89% di tahun 2013, dan pada tahun 2014 menjadi
sebesar 6,97 % (Badan Pusat Statistik, 2015). Selanjutnya berdasarkan laporan
FAO Year Book 2013, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan
dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Data
dari FAO menyebutkan bahwa pada tahun 2013, Indonesia menempati peringkat
ke-2 untuk produksi perikanan tangkap laut dunia, serta peringkat ke-4 untuk
produksi perikanan budidaya di dunia (Bappenas, 2014).
Berikut merupakan grafik peningkatan volume produksi perikanan baik
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang ada di Indonesia.
Gambar 1. Grafik Volume Produksi Perikanan 2008-2013
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2015
Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan volume produksi perikanan
budidaya jauh lebih tumbuh pesat dibandingkan volume produksi budidaya
tangkap dengan rata-rata pertumbuhan volume produksi pertahunnya untuk
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
20,000,000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Perikanan Budidaya 1,224,19 1,468,61 2,163,67 2,682,59 3,193,56 3,855,20 4,708,56 6,277,92 7,928,96 9,675,55 13,703,3
Perikanan Tangkap 4,691,79 4,651,12 4,705,86 4,806,11 5,044,73 5,003,11 5,107,97 5,384,41 5,714,27 5,829,19 5,863,17
Volume Produksi Perikanan
Perikanan Budidaya
Perikanan Tangkap
5
perikanan tangkap sebesar 2%, sedangkan untuk perikanan budidaya sebesar 28%.
Hal tersebut juga dapat menggambarkan bahwa potensi perikanan Indonesia
sangat besar. Sadar akan potensi perikanan yang dimiliki di Indonesia, maka
pemerintah melalui kementrian kalautan dan perikanan mengeluarkan keputusan
menteri kelautan dan perikanan RI nomor 35/KEPMEN-KP/2013 tentang
penetapan kawasan minapolitan, dengan tujuan agar kekayaan yang dimiliki
tersebut dapat digali lebih dalam dan mendapatkan suatu impact seluruh lapisan
(baik masyarakat maupun pemerintah). Kemudian di Indonesia ada beberapa
Daerah yang dijadikan sebagai kawasan minapolitan di wilayah Provinsi Jawa
Timur yaitu Kabupaten Blitar, Trenggalek, Lamongan, Gresik, Malang,
Tulungagung, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Pacitan, Kota
Probolinggo, Tuban dan Kabupaten Sumenep sesuai Keputusan Mentri Kelautan
dan Perikanan Nomor 35 tahun 2013 tentang penetapan kawasan minapolitan.
Salah satu Kawasan Minapolitan yaitu berada di Kabupaten Tulungagung yang
dapat dijadikan sebagai contoh dalam pengelolaan sumberdaya perairannya.
Kabupaten Tulungagung mempunyai potensi sumberdaya perikanan
berupa perairan laut, payau, perairan umum dan budidaya ikan air tawar. Kegiatan
usaha perikanan dalam memanfaatkan potensi tersebut meliputi cabang-cabang
usaha penangkapan ikan di laut dan perairan umum, budidaya udang di tambak
dan budidaya ikan konsumsi maupun ikan hias air tawar di kolam pasangan,
kolam tanah yang berupa pekarangan maupun tegalan dan sawah (Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, 2015). Berikut merupakan data yang
berkaitan dengan potensi perikanan di Kabupaten Tulungagung.
6
Tabel 1. Perkembangan Produksi Ikan di Kabupaten Tulungagung
Cabang Usaha Produksi Tahun
2013 (Ton)
Produksi Tahun
2014 (Ton)
Perkembangan
(%)
Penangkapan
a. Laut 3.524,43 1.905,63 -45,93
b. Perairan Umum 1.006,40 993,14 -1,32
Budidaya
a. Kolam 24.908,24 28.454,22 14,4
b. Tambak 230,54 275,38 19,45
c. Ikan Hias
(ekor)
225.441.792 59.431.072 -73,64
JUMLAH 29669,61 31.628,36 6,60
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, 2015
Berdasarkan data hasil Statistik Perikanan Tahun 2014, produksi ikan yang
dicapai dari seluruh cabang usaha perikanan sebesar 31.628,36 ton atau
mengalami peningkatan sebesar 6,60% dibanding tahun 2013 yang total produksi
mencapai 29.669,49 ton. Peningkatannya di dominasi oleh subsektor perikanan
budidaya ikan yang berasal dari cabang usaha budidaya kolam. Adapun beberapa
jenis ikan konsumsi yang dapat di pelihara atau dibudidayakan di perairan kolam.
Berikut ini merupakan data yang berkaitan dengan jenis-jenis ikan yang dapat di
budidayakan di kolam.
Tabel 2. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Jenis Ikan Tahun 2009-2014
di Kabupaten Tulungagung
No Jenis
Ikan
2009
(Ton)
2010
(Ton)
2011
(Ton)
2012
(Ton)
2013
(Ton)
2014
(Ton)
1 Lele 6,419.00 13,274,00 13,084.00 9,374.21 9,764,95 10.683,32
2 Patin 106 122 345 4,948,65 2,456.46 2.696,39
3 Gurami 5,514.00 5,996.00 6,855.00 13,571.89 12,628.2
2
15.050,95
4 Nila 435 532 112 193.53 48.27 21.59
5 Udang
vanamm
e
496 642 694 279.04 230.04 275.38
6 Mas
Tombro
266 - - - - -
7
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, 2015
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa produksi perikanan
budidaya kolam di Kabupaten Tulungagung meningkat setiap tahunnya. Namun
pada tiga tahun terakhir mengalami penurunan jumlah produksi yaitu pada tahun
2013, salah satu penyebab gagal produksi yaitu faktor cuaca dan adanya hama
penyakit pada ikan. Pada tahun 2014 kembali mengalami peningkatan sebanyak
3,590,82 produksi dari tahun 2013. Selain itu dari table diatas menunjukkan ikan
lele merupakan produksi terbesar ke 2 pada tahun 2014 setelah ikan Gurami
dengan jumlah produksi sebanyak 10.683,32 ton. Ikan lele merupakan salah satu
alternatif komoditas unggulan air tawar yang penting dalam rangka pemenuhan
peningkatan gizi masyarakat, selain itu budidaya ikan lele memiliki keunggulan,
yaitu mudah untuk dibudidayakan dan harganya relatif terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
Kabupaten Tulungagung merupakan sebuah wilayah yang cocok untuk
sektor perikanan budidaya. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tulungagung yang
berhasil memproduksi berbagai macam jenis ikan. Salah satu Desa yang menjadi
kawasan minapolitan untuk menjadi bahan penelitian peneliti adalah Desa
Gondosuli, yang berlokasi di Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur. Desa Gondusuli dipilih sebagai lokasi penelitian ini selain telah memenuhi
kriteria-kriteria untuk menjadi kawasan minapolitan juga memiliki kelebihan lain
yaitu sebagai salah satu wilayah dengan kondisi ekologis serta geografis yang
7 Gabus - - - - 10.34 0.00
8 Tawes - - - - - 1,97
Jumlah 13,239.0
0
20,566,00 21,090.00 28,367.32 25,138,7
8
28.729,60
8
cukup potensial untuk mengembangkan usaha perikanan budidaya air tawar,
khususnya sentra budidaya ikan lele. Selain itu pembudidayaan ikan lele di Desa
Gondosuli memiliki Rumah Tangga Perikaanan Budidaya sebanyak 470 (RTP)
dan hasil produksi perikanan budidaya ikan lele di Desa ini setiap tahunnya
mengalami peningkatan (Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Tulungagung
2015).
Berdasarkan kondisi demikian, maka perlu adanya suatu konsep yang
dapat menjembatani budidaya ikan lele di Desa Gondosuli agar dapat menjadi
suatu kawasan minapolitan untuk dapat meningkatan ekonomi lokal masyarakat
Desa Gondosuli. Salah satu konsep yang dapat dikembangkan dalam
pengembangan budidaya ikan lele di Desa Gondosuli ini ialah konsep
pengembangan ekonomi lokal (PEL). Menurut Nastiti (2010:5) PEL perlu
berpedoman pada indikator yang sering digunakan dalam pengembangan ekonomi
lokal, yaitu pada peningkatan kesempatan kerja atau penciptaan lapangan kerja
lokal dan penyerapan komoditas lokal yang bertujuan pada suatu pencapaian
untuk meningkatkan jumlah dan keanekaragaman kesempatan kerja yang
disediakan untuk masyarakat setempat.
Selain konsep PEL pada pengembangan budidaya ikan lele di Desa
Gondosuli, diketahui bahwa dalam mengembangkan kawasan minapolitannya
terdapat kemitraan yang dilakukan antara pemerintah, bisnis dan komunitas.
Sebagaimana pengertian kemitraan menurut Hafsah (2000:43) kemitraan, yang
artinya adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam
jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
9
membutuhkan dan saling membesarkan. Pada kemitraan perlu adanya upaya yang
melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun
bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama
berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing. Pada prinsip
kemitraan yang dilakukan masing-masing pihak atau aktor harus memahami
peranannya dan menganut etika bisnis sebagai tolak ukur keberhasilan
menjalankan kemitraan, serta bersama-sama untuk menciptakan Good
Governance.
Sejauh ini, di Desa Gondosuli sebagai kawasan minapolitan telah
melakukan kemitraan yang dilakukan oleh pembudidaya ikan lele dengan
pemerintah maupun pihak swasta. Hal ini di dapat berdasarkan hasil wawancara
dengan informan yang menyatakan kemitraan yang dilakukan oleh ketiga aktor
sudah mereka lakukan. Namun kemitraan ini tidak serta merta berjalan dengan
baik. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Parsam selaku Ketua Kelompok
Budidaya Mekarsari, mengenai kemitraan yang dilakukan oleh ketiga sektor
dalam pengembangan kawasan minapolittan beliau menjelaskan.
“Kerjasama atau kemitraan yang dijalani itu mbak, ya sekedar jalan
saja. Tidak ada peraturan, cuma berita acara, itu biasanya dihadiri oleh
kepala desa dan PPL kecamatan setempat. Terus kemitraan itu
dilakukan antara kelompok sama bisnis, kalau pemerintah sama bisnis
ngga ada mbak”(Wawancara pada tanggal 25 November 2016 Pukul
15:21 WIB Bertempat di kediamam Bapak Parsam ).
Keterangan yang diberikan oleh Bapak Parsam menjelaskan tentang
kemitraan antara pemerintah, bisnis dengan masyarakat. Hal ini didukung dengan
figur lain yang memberikan penjelasan mengenai kemitraan pengembangan
kawasan minapolitan budidaya ikan lele antara masyarakat dengan bisnis. Beliau
10
adalah Bapak Supangat selaku pembisnis dari budidaya ikan lele yang merupakan
pengepul hasil produksi ikan lele di Desa Gondosuli mengatakan bahwa:
“Dalam kerjasama dengan pihak swasta itu tidak ada peraturannya,
soalnya sistem yang dipakai itu jual beli. Kalau barangnya sampai
ditangan saya, dan berapa ton perbulan dikirimnya, ya sudah mbak
gitu aja” (Wawancara pada tanggal 28 November 2016 Pukul 14:00
WIB Bertempat di kediamam Bapak Supangat).
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Bapak Parsam dan Bapak
Supangat dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah,
bisnis dan masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan tidak memiliki
peraturan yang tetap mengenai kemitraan yang sedang dilaksanakan. . Kemitraan
yang dilakukan hanya sebatas kerjasama yang tidak saling memiliki ikatan, hal ini
ditunjukkan dengan adanya keterangan yang menyebutkan bahwa kemitraan
antara pemerintah, bisnis, serta masyarakat hanya sekedar kerjasama yang sebatas
pembantuan. Namun antara pihak pemerintah dan bisnis tidak memiliki ikatan
kemitraan dalam upaya pengembangan kawasan minapolitan tersebut. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemitraan tersebut tidak memiliki ikatan rantai timbal
balik antara ketiga sektor.
Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan pihak bisnis yang tidak
memiliki ikatan kerjasama ini sangat disayangkan, apabila kedua pihak tersebut
berkerjasama maka akan menimbulkan dampak yang lebih optimal terhadap
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli. Kemudian pada
kenyataanya kemitraan ini tanpa didasari oleh regulasi dan prinsip-prinsip
kemitraan yang ideal serta teori yang mendasari. Hal ini dibuktikan dengan
11
adanya stok produksi perikanan budidaya lele yang ada di Desa Gondosuli yang
melimpah,
Gambar 2. Grafik Produksi Perikanan Budidaya Desa Gondosuli
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 yang
merupakan awal bantuan pakan lele dari sektor bisnis kepada pembudidaya, dan
pada tahun 2013 hasil produksi perikanan budidaya Desa Gondosuli mengalami
kenaikan yang cukup tajam. Permasalahan yang terjadi selanjutnya adalah dengan
banyaknya hasil produksi perikanan budidaya yang mengakibatkan produksi ikan
lele tidak dapat terserap oleh pasar dan harga jual menjadi rendah yang
mengakibatkan kerugian pada pembudidaya. Selain itu juga adanya kenaikan
harga pakan mengakibatkan pada tahun 2014 para pembudidaya mengalami
penurunan produksi. Pokok permasalahan yang terjadi diantara kemitraan yang
dilakukan oleh ketiga stakeholder tersebut ialah belum adanya korelasi antara
peran dan fungsi dari masing-masing sektor.
4026
5309
3542
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2012 2013 2014
Produksi Perikanan Budidaya Desa
Gondosuli (Ton)
12
Adapun berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kemitraan yang terjalin antara
pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan kawasan minapolitan
yang memanfaakan potensi budidaya ikan lele untuk meningkatkan produktivitas
pembudidaya, serta memanfaatkan hasil perikanan budidaya tersebut untuk
pertumbuhan ekonomi lokal bagi Desa Gondosuli. Berdasarkan latar belakang di
atas maka, peneliti mengambil judul “Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan
Komunitas dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai Upaya
Meningkatan Ekonomi Lokal (Studi pada Budidaya Ikan Lele di Desa
Gondusuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungangung)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondusuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung?
2. Bagaimanakah hasil kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan sebagai upaya meningkatan ekonomi
lokal melalui budidaya ikan Lele di Desa Gondusuli Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung?
13
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis kemitraan
pemerintah, bisnis, dan komunitas terhadap pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli kecamatan Gondang Kabupaten
Tulungagung..
2. Untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis hasil kemitraan
pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan kawasan
minapolitan melalui budidaya ikan Lele di Desa Gondusuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung.
D. Kontribusi Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat terhadap
kemitraan Pemerintah Bisnis dan Komunitas dalam Pengembangan Kawasan
Minapolitan melalui budidaya ikan Lele, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
dalam studi administrasi publik, sehingga nantinya dapat memperkaya
kajian ilmiah pada penelitian lebih lanjut tentang pengembangan yang
berkaitan dengan konsep rencana pengelolaan potensi pengembangan
budidaya perikanan dimasa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Pemerintah desa dan
masyarakat desa Gondosuli, dalam menambah wawasan yang lebih teknis
14
mengenai bagaimana meningkatkan ekonomi lokal dengan potensi
budidaya perikanan yang ada juga sebagai bahan masukan bagi
pengembangan selanjutnya, serta dapat mempermudah kerja stakeholder
dalam menawarkan dan menjalin hubungan kermitraan untuk melakukan
pemanfaatan potensi pengembangan budidaya perikanan yang ada di
daerah ini.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan bertujuan agar sesuatu yang dibahas dalam
penulisan ini dapat diketahui secara jelas dari masing-masing per bab. Dalam
kajian kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan melalui budidaya ikan Lele, di Desa Gondosuli
Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung, disusun dengan urutan
sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang masalah dengan permasalahan yang
diangkat, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kontribusi penelitian secara
akademis dan praktis, serta sistematika pembahasan yang berisi tentang
perincian setiap bab dalam penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan tentang landasan teori yang disesuaikan dengan teori yang
dibutuhkan untuk menjelaskan mengenai judul yang diangkat, kemudian
secara garis besar di kelompokan sesuai dengan hasil studi kepustakaan dari
beberapa literarur.
15
BAB III : METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang metodologi penelitian yang akan digunakan dalam
penulisan ini yang menggunakan metode kualitatif deskriptif, termasuk di
kemukakan fokus penelitian, pemilihan lokasi dan situs penelitian, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan analisis
data.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum pada objek penelitian yang
befokus pada kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan, yaitu menerangkan penyajian data
secara rinci sesuai dengan keperluan pembahasan yang dibatasi oleh fokus
penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang menjelaskan kesimpulan hasil penelitian
secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis untuk menjawab permasalahan
yang diteliti serta rekomendasi berdasarkan hasil temuan dan kesimpulan
studi yang dilakukan.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik
1. Pengertian Administrasi Publik
Secara konseptual, administrasi merupakan sarana untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan melalui usaha kelompok (Zauhar, 1996:6).
Administrasi dapat membantu masyarakat karena tujuan konsep administrasi
muncul akibat adanya kebutuhan manusia untuk saling bekerja sama atau
membuat kelompok sehingga dapat mencapai tujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang dikutip dari Siagian
(2014:2) bahwa administrasi merupakan keseluruhan proses kerja sama antara dua
orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. White (dalam Indradi, 2010)
mengatakan administrasi merupakan suatu proses yang umum ada pada setiap
usaha kelompok-kelompok, baik pemerintah maupun swasta baik sipil maupun
militer, baik dalam ukuran besar maupun kecil.
Administrasi dalam konteks publik, menurut Henry (dalam Indradi,
2010:116) adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktik, dengan
tujuan mempromosikan pemahaman terhadap pemerintah dalam hubungannya
dengan masyarakat yang diperintah dan juga mendorong kebijakan publik agar
lebih responsif terhadap kebutuhan sosial. Kemudian Chandler dan Plano dalam
Keban (2008 : 4) mendefinisikan bahwa administrasi publik adalah proses dimana
sumberdaya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk
17
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola (manage) keputusan-keputusan
dalam kebijakan publik. Stephen P. Robbins (dalam afriyanto 2014:5)
mengidentifikasikan pendekatan yang terkait teori administrasi publik meliputi
teori birokrasi, teori formulasi kebijakan, teori manajemen publik dan teori
kepemimpinan. Namun yang menjadi pokok dalam pembahasan ini adalah
manajemen publik yang pada umumnya organisasi sektor publik akan diatur oleh
manajer sektor publik, secara spesifik membahas keilmuan mengenai pendekatan
manajemen dalam administrasi publik.
2. Manajemen Publik
Manajemen publik atau dapat juga disebut manajemen pemerintah secara
umum merupakan suatu upaya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan publik
dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia. Unsur manajemen saat
ini menjadi suatu unsur penting dalam penyelenggaraan organisasi, baik
organisasi pada sektor swasta maupun dalam sektor publik seperti organisasi
pemerintahan. Manajemen pada sektor publik yang diangkat dari manajemen
sektor swasta tidak menjadikan orientasi tujuan dan pelaksanaan pada organisasi
sektor publik menjadi sama dengan sektor swasta. Mahmudi (2010:38-40)
mengungkapkan ada setidaknya tujuh karakteristik manajemen sektor publik
yang membedakannya dengan sektor swasta:
1) Sektor publik tidak mendasarkan keputusan pada pilihan individual dalam
pasar, akan tetapi pilihan kolektif dalam pemerintahan dimana tuntutan
masyarakat yang sifatnya kolektif (massa) akan disampaikan melalui
perwakilannya yang dalam hal ini adalah partai politik atau DPR.
18
2) Penggerak sektor publik adalah karena adanya kebutuhan sumber daya,
seperti air bersih, listrik, kemanan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan
sebagainya yang menjadi alasan utama sektor publik untuk menyediakannya.
3) Dalam organisasi sektor publik, informasi harus diberikan kepada publik
seluas mungkin untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik,
yang artinya sektor publik sifatnya terbuka kepada masyarakat dibandingkan
dengan sektor swasta.
4) Organisasi sektor publik berkepentingan untuk menciptakan adanya
kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan utama
hidupnya, misalnya kebutuhan terhadap kesehatan, pendidikan, transportasi
dan sarana-sarana umum lainnya.
5) Sektor publik dihadapkan pada permasalahan keadilan distribusi
kesejahteraan sosial, sedangkan sektor swasta tidak dibebani tanggung jawab
untuk melakukan keadilan seperti itu.
6) Dalam organisasi sektor publik, kekuasaan tertinggi adalah masyarakat.
Dalam hal tertentu masyarakat adalah pelanggan, akan tetapi dalam keadaan
tertentu juga masyarakat bukan menjadi pelanggan.
7) Sektor swasta persaingan (kompetisi) merupakan instrument pasar, sedangkan
sektor publik tindakan kolektif menjadi instrument pemerintahan. Sangat sulit
bagi pemerintah untuk memenuhi keinginan dan kepuasan tiap-tiap orang dan
yang mungkin dilakukan adalah pemenuhan keinginan kolektif.
Pada pendekatan manajerialisme, fungsi-fungsi strategik seperti
perumusan strategi, perencanaan strategik, dan pembuatan program merupakan
19
hal yang harus dilakukan oleh manajer publik. Manajerialisme sektor publik
berorientasi pada pemenuhan tujuan, pencapaian visi dan misi organisasi yang
sifat pemenuhannya jangka panjang (Mahmudi, 2010:37). Untuk mewujudkan
perubahan menuju sistem manajemen publik yang berorintasi pada kepentingan
publik dan lebih fleksibel, Alison dalam Mahmudi (2010:37) mengidentifikasikan
ada setidaknya tiga fungsi manajemen yang secara umum berlaku di sektor publik
maupun swasta, yaitu:
1) Fungsi strategi, meliputi:
a. Penetapan tujuan dan prioritas organisasi
b. membuat rencana operasional untuk mencapai tujuan
2) Fungsi manajemen komponen internal, meliputi:
a. Pengorganisasian dan penyusunan staf
b. pengarahan dan manajemen sumber daya manusia
c. pengendalian kinerja.
3) Fungsi manajemen konstituen eksternal, meliputi:
a. Hubungan dengan unit eksternal organisasi
b. Hubungan dengan organisasi lain
c. Hubungan dengan pers dan public
B. Good Governance
1. Pengertian Good Governance
Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah
kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman, yaitu
Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional)
20
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek
fungsional dari pemerintah yang efektif dan efesien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut (Sedamaryanti, 2012:3). Adapun pemikiran
United Nations Development (UNDP) yang dikutip oleh Sulistyani, (2004:76)
yang lebih menekankan adanya keberpihakan pada masyarakat sipil dalam
penyelenggaraan negara. Secara eksplisit UNDP menyatakan istilah governance
menunjukkan suatu proses yang memposisikan rakyat dapat mengatur
ekonominya, institusi dan sumber-sumber politiknya tidak hanya sekedar
dipergunakan dalam pembangunan, tetapi juga untuk kesejahteraan rakyatnya.
Selain itu dalam publikasi yang diteritkan oleh sekretariat partnership or
governance reform, di sebutkan bahwasanya“good governance is a concensus
reached by government citizent and the private sector for the administration of a
country or state.”Artinya, kepemerintahan yang baik itu adalah suatu kesepakatan
menyangkut peraturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah,
masyarakat madani, dan sektor swasta (Sjamsudin, 2005.:11).
Berdasarkan dari ketiga definisi mengenai Good Governance, Lembaga
Administrasi Negara (LAN) yang dikutip dalam Sedamaryanti (2012:4-5)
menyimpulkan bahwa wujud good governance penyelenggaraan pemerintahan
yang solid dan bertanggungjawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga
“kesinergisan” interaksi yang kontruktif diantara domain-domain negara, sektor
swasta dan masyarakat. Konsep ini mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan mewujudkan keadilan sosial. Keberpihakan pada
rakyat ini dapat diwujudkan dengan pembangunan berkelanjutan serta
21
menanamkan nilai-nilai untuk meningkatkan kemampuan rakyat. Agar dapat
mencapai tujuan tersebut, hal ini dapat diwujudkan melalui kesepakatan
menyangkut peraturan negara untuk mewujudkan masyarakat yang madani dan
sektor swasta serta unsur-unsur good governance yang harus dipenuhi.
2. Unsur- Unsur Good Governance
Good Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan
pengelolaan kepemerintahan. Ada tiga pilar governance yaitu pemerintah, sektor
swasta, dan mayarakat (Santoso, 2012:130). Sedarmayanti (2012:245-246)
menjelaskan unsur-unsur dalam kepemerintahan (governance stakeholders) dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:
a. Negara/pemerintahan: Konsep pemerintahan pada dasarnya adalah suatu
kegiatan yang mengandung unsur kenegaraan, namun lebih dari pada hal itu
pada pemerintahan seharusnya juga melibatkan sektor swasta dan
kelembagaan untuk mencapai masyarakat madani.
b. Sektor swasta: pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif
dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
c. Masyarakat madani: kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada
dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Thoha (dalam Sulistyani, 2003:21) yang
dimaksud good governance merupakan suatu kondisi yang baik dalam tata
22
pemerintahan untuk menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan
keseimbangan peran serta, adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh
komponen yakni pemerintah ( government), rakyat (citizen) atau civil society, dan
usahawan (business) yang berada di sector swasta. Maka ketiga komponen itu
mempunyai hubungan yang sama dan sederajat juga menjadi bagian penting
dalam unsur-unsur mewujudkan konsep good governance dan semua itu akan
terlaksana ketika terpenuhinya beberapa prinsip-prinsip good governance.
3. Prinsip-Prinsip Good Governance
Good governance kini sudah menjadi bagian dari pengembangan
paradigma birokrasi dan digunakan untuk pembangunan kedepanya. Selain itu
dapat memberikan pedoman dalam keseimbangan bagi para stakeholder dalam
memenuhi kepentingannya masing-masing melalui prinsip-prinsip good
governance. UNDP dalam Sedarmayanti (2012:5-7) mengemukakan bahwa
karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi:
a. Partisipasi (participation) yaitu semua warga masyarakat, memiliki hak suara
yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung,
maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan
aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam
suatu tatanankebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk
berpartisipasi secara kontruktif.
23
b. Aturan Hukum (Rule of Law) yaitu kerangka aturan dan perundang-undangan
harus adil tanpa pandang bulu, dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan
tentang hak azasi manusia.
c. Transparansi (transparency) yaitu transparansi harus dibangun dalam rangka
kebebasan aliran informasi dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-
pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau.
d. Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu setiap institusi dan prosesnya harus
diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
e. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) yaitu pemerintah yang baik
akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda
untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan
masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan
terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
f. Berkeadilan (Equity) yaitu pemerintah yang baik akan memberi kesempatan
yang baik terhadap semua warga masyarakat dalam upaya mereka untuk
meningkatkan dan memeliha kualitas hidupnya.
g. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Effeciency) yaitu setiap proses
kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang
benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-
baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.
24
h. Akuntabilitas (accountability) yaitu para pengambil keputusan dalam
organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki
pertanggungawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum),
sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Pertanggungjawaban
tersebut berbeda-beda, tergantung apakah jenis keputusan organisasi itu
bersifat internal atau bersifat eksternal.
i. Visi Strategis (Strategic Vision) yaitu para pimpinan dan masyarakat
memiliki prespektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan
pemerintah yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan
dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Mereka juga
memahami aspek-aspek histori, cultural, dan kompleksitas yang mendasari
perspektif mereka.
Pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan yang besar, dibutuhkan pula
suatu prinsip yang besar serta kuat. Keseluruhan karakteristik atau prinsip good
governance tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling memperkuat dan
saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Diharapkan dengan adanya prinsip-
prinsip yang telah disebutkan di atays, penerapan konsep good governance dapat
berjalan baik guna membangun perekonomian masyarakat sejahtera.
C. Pemerintah, Bisnis dan Komunitas
Kehidupan masyarakat sehari-hari secara sederhana dibangun diatas tiga
pilar sebagai elemen social pokok serta direpresentasikan sebagai kekuatan
politik, ekonomi dan sosial. Ketiga pilar yang dimaksud adalah pemerintah,
bisnis, dan komunitas. Secara konseptual, masing-masing pilar idealnya memiliki
25
posisi dan peranan yang spesifik. Menurut Sentanu (2012:2) menjelaskan bahwa
dalam kehidupan nyata di masyarakat ketiganya saling berinteraksi, sehingga
konfigurasi pengaruh diantara ketiganya akan mewarnai dan menjadi faktor yang
memberi corak kehidupan sistem sosial secara keseluruhan.
1. Pemerintah
Adapun deinisi pemerintah, bisnis dan komunitas menurut Steiner dan
Steiner (1991:6) di dalam bukunya yang berjudul “Business, Government and
Society” menjelaskan bahwa “Government may be defined as the structures and
processes through which public policies, programs, and rules are authoritatively
made for society”. Pemerintah dapat diartikan sebagai struktur dan proses dimana
kebijakan publik, program-program pemerintah, peraturan-peraturan dibuat oleh
pihak yang berwenang. Selanjutnya ada beberapa buntuk intervensi pemerintah
yang umumnya ditempuh yaitu:
1) Kontrol harga
Ada dua hal yang harus ditetapkan dalam kontrol harga yaitu:
a. Harga jual tinggi (ceiling price) adalah harga jual yang diputuskan
pemerintah, lebih rendah dari harga pasar bila tidak ada intervensi
pemerintah. Harga jual tinggi diputuskan bila pemerintah bertujuan
memperbaiki kesejahteraan pihak pengguna (sisi permintaan).
b. Harga jual minimum/harga dasar (floor price) yaitu berbalikan dari
harga tinggi, bila pemerintah memutuskan harga dasar, maka harga
yang diputuskan adalah lebih tinggi dari harga keseimbangan pasar
bila pemerintah tidak melakukan intervensi.
26
2) Kontrol kuantitas (kuota)
Hasil terakhir dari kontrol kuantitas adalah sama dengan hasil akhir
kontrol harga. Jika pada kontrol harga, kuantitas yang terpengaruh, maka
pada kuota akhirnya harga yang terpengaruh.
3) Pajak dan subsidi
Pajak adalah transfer sumber daya dari sektor privat (rumah tangga dan
perusahaan) kesektor public (pemerintah). Sifat-sifat dari pajak adalah
mekanisme pemungutannya yang bersifat memaksa berdasarkan
kekuatan hukum dan tanpa ada kewajiban memberi imbalan jasa
langsung. Subsidi adalah pajak negatif (negative tax) karena subsidi
justru tapat meningkatkan daya beli.
4) Regulasi
Regulasi adalah langkah-langkah dibidang hukum yang ditempuh
pemerintah untuk memperbaiki eisiensi alokasi. Regulasi yang ditetapkan
pemerintah akan memaksa pelaku ekonomi menyesuaikan prilaku atau
keputusannya dengan keinginan pemerintah. Namun regulasi-regulasi
yang di berlakukan justru dapat bersiat merugikan bila terlalu berlebihan
(Sentanu, 2012:4).
Selain itu fungsi utama dari pemerintah sendiri yakni sebagai kelembagaan
politik yang merupakan wadah untuk berjalannya kelembagaan pasar dan
komunitas. Pemerintah juga bertanggung jawab dalam mengkonstruksi tata
hubungan antar komponen pada setiap level, baik level pusat dan daerah atau
nasional dan lokal. Pemerintah sebagai kelembagaan politik menjadi wadah
27
pelaku-pelaku ekonomi dan komunitas berinteraksi dalam akses dan distribusi
manfaat terhadap sumber-sumber daya yang tersedia. Berdasarkan perannya
sebagai pelayan, maka pemerintah harus melayani pelaku bisnis maupun bukan.
Pemerintah bertugas untuk mengawasi berjalannya sistem sosial sesuai dengan
tatanan yang telah disepakati.
2. Bisnis
Menurut Steiner dan Steiner (1991:6) menjelaskan bahwa “Business”
encompasses a broad range of action, from individual persuits to the work of
giant corporations. In this book the term covers manufacturing, commercial,
trade, and other economic activities of both individuals and institutions. Dimana
istilah bisnis menjelaskan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan individu hingga
keterlibatannya dalam sebuah perusahaan. Selain itu kata bisnis berhubungan
dengan manufaktur, komersial, perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya yang
melibatkan institusi dan individu. Sedangkan menurut Sentanu (2012:2) bisnis
merupakan komponen dan institusi penting dari masyarakat dalam lingkup
ekonomi. Tugas utamanya adalah bagaimana bisnis dapat menyediakan kebutuhan
dan keinginan masyarakat dengan memproduksi barang-barang dan jasa.
3. Komunitas
Selanjutnya komunitas/masyarakat yakni merupakan suatu lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat, dan juga komunitas berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan hidup secara komunal. Komunitas pada umumnya di pandang sebagai
bentuk kelembagaan yang paling alamiah. Orientasi dari komunitas yakni untuk
pemenuhan kebutuhan hidup secara konseptual. Menurut Soekanto (1999)
28
komunitas adalah kesatuan sosial yang terbentuk atas dasar kesatuan wilayah,
bukan kepentingan tertentu.
Pemerintah bisnis dan komunitas dilihat dari fakta bahwa semua lembaga
di masyarakat, pemerintah sebagai pengaruh penting di dalam bisnis Steiner dan
Steiner (1991:6). Sedangkan menurut Peery Newman S. (1995:5) mengemukakan
bahwa pemerintah bisnis dan komunitas yakni memiliki hubungan di bidang
politik, ekonomi dan budaya namun masih saling berhubungan. Dimana
pemerintah menekankan pada bidang politik, bisnis di bidang ekonomi dan
komunitas pada bidang budaya. Pemerintah dengan segala keterbatasnnya tidak
dapat melakukan sendiri dalam pengembangan pembangunan dan pelayanan
public karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki pemerintah baik itu dalam
bidang capital atau modal, sumber daya manusia (SDM) ataupun bidang
manajemennya. Dengan demikian pemerintah harus bermitra dengan aktor lain
yaitu sector privat bisnis/swasta) maupun masyarakat.
Keberhasilan suatu pembangunan sangat ditentukan seberapa besar
sinergi yang dapat dilakukan oleh tiga pihak pelaku pembangunan yaitu
pemerintah, bisnis, dan komunitas. Karena hingga kini tidak mungkin semua yang
tercantum dalam rencana pembangunan daerah setempat diwujudkan oleh
pemerintah secara sepihak. Oleh karena itu terdapat kebutuhan pemerintah untuk
menjalin kerjasama dengan bermitra kepada pihak lain seperti bisnis maupun
masyarakat.
Kemitraan antara pemerintah, bisnis, dan komunitas merupakan suatu
sistem yang saling berinteraksi dengan batasan-batasan dan aturan-aturan yang
29
telah disepakati antar berbagai pihak yang bermitra dan kemitraan ini
dikembangkan dalam kerangka kebutuhan dan sumber daya yang dimiliki oleh
pihak yang bermitra. Dalam kerangka sektor swasta akan mendapatkan
keuntungan dalam jangka panjang dengan inklusifitas berimbang antara rantai
produsen dan konsumen, sektor publik akan mendapatkan keuntungan dengan
tambahan sumber daya dan nilai investasi serta keterjaminan partisipasi dan
kepemilikan para pihak, sedangkan masyarakat akan memperoleh manfaat dengan
perolehan keterampilan, pengetahuan dan teknologi baru. Oleh karena itu untuk
mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi perlu memahami suatu konsep
kemitraan.
D. Kemitraan
1. Pengertian kemitraan
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa
ada bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan serta dalam melakukan segala
aktivitasnya. Secara alamiah, manusia melakukan interaksi dengan lingkungan
sesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya. Begitupun dalam
aktivitas usaha yang membutuhkan peran atau bantuan orang lain dengan
melakukan suatu kemitraan.
Konsep kemitraan mengacu pada konsep kerjasama antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan, dengan
memperhatikan prinsisp saling menguntungkan dan memperkuat. Sebagaimana
pengertian kemitraan menurut Hafsah (2000:43) menyebutkan bahwa kemitraan
merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
30
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan. Senada dengan pengertian diatas,
Sulistyani (2004:129) memberikan definisi kemitraan sebagai suatu persekutuan
antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar
kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas
dan kapabilitas di suatu bidang usaha atau tujuan tertentu, sehingga dapat
memperoleh hasil yang lebih baik
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwasanya kemitraan
merupakan suatu interaksi soaial yang membutuhkan peran dan bantuan dari
orang lain. Interaksi akan berjalan ketika suatu usaha yang dilakukan antara orang
perorangan atau kelompok memiliki kesamaan kepentingan dan tujuan kemitraan.
Tujuan kemitraan ini akan tercapai apabila masing-masing pelaku usaha
mempunyai prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan dalam
menjalankan suatu usaha .
Pada kemitraan perlu adanya upaya yang melibatkan berbagai sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk
bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan
prinsip dan peran masing-masing. Kemudian, hal ini sebagaimana yang
disampaikan oleh Hafsah (2000:46-47) bahwasanya:
“Pemerintah yang mempunyai andil besar dalam memacu keberhasilan
kemitraan terutama dalam menciptakan iklim yang kondusif serta
meregulasi peraturan-peraturan yang menghambat baik langsung maupun
tidak langsung berhubungan dengan upaya-upaya menumbuh kembangkan
kemitraan. Keberpihakan pemerintah pada pengusaha kecil, petani,
nelayan, dan pengrajin dalam mempermudah arus investasi merupakan
suatu keharusan untuk membuat keseimbangan dengan perusahaan besar
atau pihak swasta.”
31
Berdasarkan uraian diatas dapat difahami bahwa dalam membangun
kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
a. Adanya kerjasama yang dilakukan oleh pihak-pihak atau perorangan maupun
kelompok-kelompok atau badan hukum dengan persamaan perhatian,
b. Saling percaya dan saling menghormati,
c. Saling menyadari pentingnya kemitraan,
d. Harus ada kesepakatan misi, visi, tujuan dan nilai yang sama,
e. Berpijak pada landasan yang sama.
Adanya kemitraan ini akan memberikan nilai tambah bagi pihak yang
bermitra dari berbagai aspek. Selain itu dalam menjalankan kemitraan masing-
masing pihak atau actor harus memahami peranannya dan menganut etika bisnis
sebagai tolak ukur keberhasilan menjalankan kemitraan. Sehingga pada
pelaksanan kemitraan tidak ada yang dirugikan atau merasa berjalan sendiri,
melainkan kemitraan yang dibangun bisa menguntukkan semua pihak sesuai
dengan tujuan tersebut. Proses kemitraan yang dilakukan oleh beberapa pihak
tentunya memiliki perannya masing-masing agar dapat terjadi kesinambungan
untuk mencapai suatu tujuan.
2. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha
Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu
memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran
masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian
diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah menjalankan
32
tugas dan peranannya secara baik. Menurut Hafsah (2000:84-87) peran dari
pelaku kemitraan usaha adalah sebagai berikut:
a. Peranan pengusaha besar
Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada
pengusaha kecil/koperasi dalam hal:
1) memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha
kecil/koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan, pemagangan,
manajemen, dan keterampilan teknis produksi,
2) menyusun rencana usaha untuk disepakati bersama,
3) bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk
permodalan pengusaha kecil/koperasi mitranya,
4) memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil/koperasi,
5) memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi,
6) menjamin pembelian hasil produksi sesuai dengan kesepakatan bersama,
7) promosi hasil produksi,
8) pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan
keberhasilan kemitraan.
b. Peranan pengusaha kecil/koperasi
Dalam melaksanakan kemitraan usaha pengusaha kecil/koperasi didorong
untuk melakukan:
1) bersama-sama melakukan penyusunan rencana usaha dengan pengusaha
besar untuk disepakati,
33
2) menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai dengan
kesepakatan mitranya,
3) melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki
usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk
mendukung kebutuhan pasokan produksi,
4) mengembangkan proesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau
keterampilan teknis produksi dan usaha.
c. Peranan Pembina
Peranan lembaga pembina ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang
kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan
usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra.
Secara rinci peran lembaga Pembina tersebut adalah:
1) meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dan manajemen
pengusaha kecil atau koperasi,
2) membantu penyediaan fasilitas permodalan,
3) mengadakan penelitian, pengembangan dan penyuluhan teknologi baru
yang dibutuhkan oleh dunia usaha,
4) melakukan koordinasi dalam pembinaan pengembangan usaha, pelayanan,
penyediaan informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha
yang akurat dan actual pada setiap wilayah,
5) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan,
pelatihan, incubator, magang, studi banding dan sebagainya, bertindak
34
sebagai arbitase dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kemitraan
usaha di lapangan agar sesuai yang diharapkan.
3. Tujuan Kemitraan
Sebagai seorang wirausaha dalam kegiatan usaha memerlukan kerjasama
dengan pihak lain, dan dalam memilih mitra kerjasma tentu memilih yang dapat
memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun mitra kerjasamanya. Adapun tujuan
dari terjadinya kemitraan adalah untuk terciptanya hasil yang disepakati bersama
dengan baik dan dengan saling memberikan keuntungan bagi setiap pihak yang
ikut bermitra atau berperan dalam kemitraan. Adanya kemitraan ini, bukan
menjadikan pihak mitra yang lemah menjadi sasaran untuk menjatuhkan atau
mendapakan keuntungan pribadi. Agar terjadi sebuah kemitraan yang kuat, saling
menguntungkan dan memperbesar manfaat kemitraan memerlukan komitmen
yang seimbang antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana ditambahkan oleh
Hafsah (2000:62) yang mengatakan bahwa:
“ pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Win-Win
Solution Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan di sini tidak
berarti partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan
dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya
posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari
kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh-
majikan atau atasan-bawahan sebagai pembagian resiko dan keuntungan
yang professional, disinilah karakter dan kekuatan kemitraan usaha”.
Berdasarkan pengertian diatas mengenai tujuan kemitraan dapat diambil
kesimpulan bahwasanya tujuan penting seseorang menjalin hubungan antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan kegiatan usaha kemitraan dengan mejalankan
prinsip saling membutuhkan dan saling memperbesar sesuai komitmen. Adanya
hubungan timbal-balik juga diperlukan agar memperkuat karakter dan kekuatan
35
kemitraan usaha yang dijalankan. Selain itu perlu adanya pembinaan oleh
perusahaan mitra kepada kelompok mitra, serta sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan diantara pihak yang bermitra.
Tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek (Hafsah, 2000:54), yaitu:
a. Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
kemitraan secara lebih kongkrit yaitu :
1) Meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat
2) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
3) Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil
4) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional
5) Memperluas kesempatan kerja
6) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
b. Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha
kecil. Pengusaha besar berperan sebagai faktor percepatan pemberdayaan
usaha kecil sesuai kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra
usahanya menuju kemandirian usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan
usaha yang dilakukan oleh pengusaha besar yang telah mapan dengan
pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar
untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang
tangguh dan mandiri. Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat
berupa pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil,
36
dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapkan pengusaha
kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang
tangguh dan mandiri.
c. Tujuan dari Aspek Teknologi
Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha kecil,
maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan
terhadap pengusaha kecil meliputi juga memberikan bimbingan teknologi.
Teknologi dilihat dari arti kata bahasannya adalah ilmu yang berkenaan
dengan teknik.
d. Tujuan dari Aspek Manajemen
Manajemen merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu
untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil
yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Ada 2 (dua)
hal yang menjadi pusat perhatian yaitu:
1) Peningkatan produktivitas individu yang melaksanakan kerja.
2) Peningkatan produktivitas organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan.
Pengusaha kecil yang umumnya tingkat manajemen usaha rendah, dengan
kemitraan usaha diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan
kualitas sumber daya manusia serta pemantapan organisasi.
Melalui kemitraan akan tercipta Transfer of Knowledge dalam
hal pengalaman pengelolaan usaha yang lebih efisien dan prospektif bagi usaha
kecil, sedangkan bagi usaha besar dan usaha menengah akan memperolah
kontinuitas produksi atau meningkatkan kapasitas yang lebih besar. Kemitraan
37
merupakan suatu jawaban untuk meningkatkan kesempatan pengusaha kecil
dalam mengembangkan perekonomian nasional sekaligus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial. Dengan demikian
kemitraan sebagai jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling
menguntungkan.
4. Model-Model Kemitraan
Model kemitraan adalah memberikan peran yang setara kepada tiga aktor
pembangunan, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat (Sulistyani, 2004:94).
Sulistiyani membedakan model-model kemitraan dengan didasari oleh fenomena
biologis yang ada di dalam khasanah kehidupan organism ke dalam pemahaman
kemitraan yang kemudian dibagi menjadi tiga yaitu:
a. kemitraan semu atau Pseudo partnership.
kemitraan semu merupakan persekutuan yang terjadi antara dua pihak atau
lebih, namun dalam kerjasama tersebut keseimbangan antar mitra tidak
seimbang, bahkan ada suatu pihak tertentu yang memahami secara benar akan
akan makna sebuah persekutuan yang dilakukan, dan untuk tujuan apa
kemitraan dilakukan serta disepakati. Dalam kemitraan semua pihak yang
bermitra sama-sama merasa penting untuk melakukan kerjasama, akan tetapi
pihak-pihak yang bermitra belum tentu memahami substansi yang
diperjuangkan dan apa manfaat yang dihasilkan.
b. kemitraan mutualistik atau Mutualism partnership
Kemitraan ini merupakan persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama
menyadari aspek penting melakukan kemitraan, yaitu untuk saling
38
memberikan manfaat dan mendapatkan manfaat lebih, serta sama-sama
memahami tujuan dan makna dari kemitraan yang dijalankan sehingga dapat
mencapai tujuan secara lebih optimal. Manfaat saling silang antara pihak-
pihak yang bermitra dapat diperoleh, sehingga memudahkan masing-masing
mewujudkan visi misinya, dan sekaligus saling menunjang satu dengan yang
lainnya. Pemikiran itu diadopsi dari pola simbiosis mutualisme, yang terjadi
antara kerbau dan burung dalam kehidupan binatang.
c. kemitraan konjugasi
Kemitraan ini merupakan kemitraan yang dianalogikan dari kehidupan
“paramecium”. Dua paramecium melakukan konjugasi untuk mendapatkan
energy dan kemudian terpisah satu sama lain, dan selanjutnya dapat
melakukan pembelahan diri. Bertolak dari analogi tersebut maka organisasi,
agen-agen, kelompok-kelompok atau perorangan yang memiliki kelemahan di
dalam melakukan usaha atau mencapai tujuan organisasi dapat melakukan
kemitraan model ini. Dua pihak atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam
rangka meningkatkan kemampuan masing-masing (Sulistyani, 2004:130).
Sementara itu kemitraan yang lain dikembangkan berdasar atas azas
kehidupan organisasi pada umumnya adalah (Sulistiyani, 2004:131-132):
a. Subordinate union of partnership. Kemitraan ini atas dasar
penggabungan dua pihak atau lebih yang berhubungan secara
subordinatif. Kemitraan semacam ini terjadi antara dua pihak atau lebih
yang memiliki status, kemampuan atau kekuatan yang tidak seimbang
satu sama lain. Dengan demikian hubungan yang tercipta tidak berada
39
dalam suatu garis lurus yang seimbang satu dengan lainnya, melainkan
berada pada hubungan atas bawah, kuat-lemah. Oleh karena kondisi
demikian ini mengakibatkan tidak ada sharing dan peran atau fungsi
yang seimbang.
b. Linear union of partnership, yaitu kemitraan dengan melalui
penggabungan pihak-pihak secara linear atau garis lurus. Dengan
demikian pihak-pihak yang bergabung untuk melakukan kemitraan
adalah organisasi atau para pihak yang memiliki persamaan secara relatif.
Kesamaan tersebut dapat berupa tujuan, atau misi, besaran/volume usaha
atau organisasi, status atau legalitas.
c. Linear collaborative of partnership, kemitraan ini tidak membedakan
besaran atau volume, status/legalitas, atau kekuatan para pihak yang
bermitra. Yang menjadi tekanan utama adalah visi-misi yang saling
mengisi satu dengan lainnya. Dalam hubungan kemitraan ini terjalin
secara linear, yaitu berada pada garis lurus, tidak saling tersubordinasi.
Suatu proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak selamanya
ideal karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang dilakukan didasarkan pada
kepentingan pihak yang bermitra. Menurut Wibisono (2007), Kemitraan yang
dilakukan antara perusahaan dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat
dapat mengarah pada tiga pola, diantaranya:
a. Pola kemitraan kontra produktif
Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional
yang hanya mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit
40
sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih bertumpu pada
bagaimana perusahaan bisa meraup keuntungan secara maksimal, sementara
hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar
pemanis belaka. 30 Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah
juga tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat tidak memiliki akses apapun
kepada perusahaan. Hubungan ini hanya menguntungkan beberapa oknum
saja, misalnya oknum aparat pemerintah atau preman ditengah masyarakat.
Biasanya, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah digunakan untuk
memelihara orang-orang tertentu saja. Hal ini dipahami, bahwa bagi
perusahaan yang penting adalah keamanan dalam jangka pendek.
b. Pola Kemitraan Semiproduktif
Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap
sebagai obyek dan masalah diluar perusahaan. Perusahaan tidak tahu
program-program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang
kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan
ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum atau tidak
menimbulkan sense of belonging di pihak masyarakat dan low benefit dipihak
pemerintah. Kerjasama lebih mengedepankan aspek karitatif atau public
relation, dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih
dianggap sebagai objek. Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis
dan masih mengedepankan kepentingan sendiri (self interest) perusahaan,
bukan kepentingan bersama (commont interest) antara perusahaan dengan
mitranya.
41
c. Pola Kemitraan Produktif
Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma
commont interest. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini.
Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi,
pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan
masyarakat memberikan dukungan positif kepada perusahaan. Bahkan bisa
jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan resourced based patnership, dimana
mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders. Sebagai contoh,
mitra memperoleh saham melalui stock ownership Program (Wibisono, 2007:
104).
Pada dasarnya dua pihak atau lebih yang melakukan kegiatan kemitraan,
perlu pula mengetahui adanya model-model kemitraan karena dapat memberikan
penjelasan mengenai suatu peran yang setara kepada tiga aktor pembangunan,
yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dimana kemitraan yang dijalankan
dengan mitranya seimbang atau tidak seimbang. Selain itu manfaat saling silang
antara pihak-pihak yang bermitra dapat diperoleh, sehingga memudahkan masing-
masing mewujudkan visi misinya. Kemudian mereka dapat terpisah satu sama
lain, dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan masing-masing. Diharapkan
adanya model-model yang telah disebutkan di atas, penerapan konsep kemitraan
dapat berjalan baik guna membangun suatu pembangunan ekonomi kelautan dan
perikanan yang disebut dengan minapolitan.
42
E. Konsep Minapolitan
1. Pengertian Minapolitan
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun
2010 tentang Minapolitan, mendefinisikan minapolitan merupakan konsepsi
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan
prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Sedangkan
Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama
ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas
perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. Minapolitan
merupakan upaya akselerasi pembangunan kelautan dan perikanan di sentra-sentra
produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam rangka
mendukung visi dan misi kementrian kelautan dan perikanan.
Tujuan akselerasi kawasan minapolitan adalah untuk meningkatkan
produksi perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk
kelautan dan perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya,
pengolah ikan yang adil dan merata, dan mengakselerasikan kawasan minapolitan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi
perikanan sebagai penggerak ekonomi rakyat.
Sasaran akselerasi kawasan minapolitan adalah sebagai ekonomi rumah
tangga masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil makin kuat, usaha kalutan
dan perikanan kelas menengah ke atas makin bertambah dan berdaya saing tinggi,
dan sektor kelautan dan perikanan sebagai penggerak ekonomi nasional.
Pendekatan akselerasi kawasan minapolitan dilakukan melalui: (a) ekonomi
43
kelautan dan perikanan berbasis wilayah, (b) kawasan ekonomi unggulan, (c)
sentra produksi, (d) unit usaha, penyuluhan, dan lintas sektor. (junal kartika
yulinda, 2012:50)
2. Tujuan Minapoltan
Minapolitan yang di tetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan
melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Minapolitan, mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan
perikanan;
b. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan
yang adil dan merata; dan
c. Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
di daerah.
3. Sasaran Minapolitan
Sasaran pelaksanaan minapolitan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan, meliputi:
a. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala
mikro dan kecil, antara lain berupa:
1) penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran
rumah tangga, dan pungutan liar;
2) pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan efisien untuk
usaha mikro dan kecil;
3) penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah bagi
masyarakat;
44
4) pemberian bantuan teknis dan permodalan; dan/atau
5) pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan.
b. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala
menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, antara lain berupa:
1) deregulasi usaha kelautan dan perikanan;
2) pemberian jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan investasi;
3) penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif
barriers);
4) pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi,
pengolahan, dan/atau pemasaran; dan
5) pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor produk
kelautan dan perikanan.
c. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi
regional dan nasional, antara lain berupa:
1) pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah;
2) pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal;
3) revitalisasi sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran sebagai
penggerak ekonomi masyarakat; dan Pemberdayaan kelompok usaha
kelautan dan perikanan di sentra produksi, pengolahan, dan/atau
pemasaran.
45
4. Asas dan Prinsip Minapolitan
Minapolitan dilakukan berdasarkan asas:
a. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat;
b. Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui pemberdayaan
masyarakat; dan
c. Penguatan peranan ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat maka bangsa
dan Negara kuat.
5. Persyaratan Suatu Daerah Ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan
Berdasarkan Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Kep.18/Men/2011 menyebutkan suatu daerah dapat dijadikan sebagai
kawasan minapolitan mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan;
b. Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi;
c. Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan
daerah sekitarnya; dan
d. Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.
Sedangkan suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Investasi Jangka
Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan;
46
2) memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai
ekonomi tinggi;
3) letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan
untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan;
4) terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha
yang aktif;
5) tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar,
permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran,
keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan;
6) kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, potensi dampak negatif;
7) komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas
pengelolaan dan pengembangan minapolitan;
8) keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang kelautan dan perikanan; dan
9) ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan
(Keputusan menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Kep.18/Men/2011).
6. Ciri-ciri Kawasan Minapolitan yang Berkembang
Suatu kawasan minapolitan yang sudah berkembang memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari
kegiatan perikanan (minabisnis)
47
b. Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
perikanan, termasuk didalamnya usaha industri pengolahan hasil perikanan,
perdagangan hasil perikanan (termasuk perdagangan untuk tujuan ekspor),
perdagangan minabisnis hulu (sarana perikanan dan permodalan, minawisata
dan jasa pelayanan)
c. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland atau daerah-daerah
sekitarnya di kawasan minapolitan bersifat interdependensi atau timbal balik
yang harmonis, dan saling membutuhkan, dimana kawasan perikanan
mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah
tangga (off farm)
d. Kehidupan masyarakat di kawasan minapolitan mirip dengan suasana kota
karena keadaan sarana yang ada di kawasan minapolitan tidak auh berbeda
dengan di kota. (Dirjen Perikanan Budidaya, 2009)
F. Pengembangan Ekonomi Lokal
1. Pengertian Pengembangan Ekonomi Lokal
Pembangunan ekonomi berbasis lokal merupakan pergerseran mendasar
dalam aktor serta kegiatan terkait pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi
berbasis lokal dapat dinyatakan sebagai Konsep Local Economic Development
(LED). Konsep LED sebenarnya adalah alternatif baru dari konsep pembangunan
top-down dan bottom-up yang beranggapan bahwa pengembangan wilayah sangat
ditentukan oleh tumbuh kembangnya wiraswasta lokal yang ditopang oleh
struktur kelembagaan di wilayah tersebut: industri, universitas, asosiasi kegiatan
usaha, pemerintah daerah, dan pengusaha lokal (Bappenas, 2008).
48
Menurut Febrian (2014), LED merupakan suatu proses dimana pemerintah
lokal dan atau kelompok didasarkan komunitas mengelola sumberdaya yang ada
dan masuk ke dalam susunan kerjasama (kemitraan) dengan sektor swasta atau
dengan diantaranya mereka untuk menciptakan pekerjaan baru, merangsang
kegiatan ekonomi di zona ekonomi yang didefinisikan dengan baik. Hal tersebut
didukung dengan adanya pendapat yang dijelaskan oleh Blakely (1989:78) bahwa
terdapat dua syarat utama yang harus diamati dalam proses pembangunan
ekonomi lokal, yaitu pertama, proses harus dimulai oleh penyelenggara atau
kelompok lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan atau setidaknya
koordinasi pelaksanaan strategi pembangunan ekonomi. Kedua, daerah
pembangunan ekonomi atau zona perhatian harus ditentukan terlebih dahulu.
Kemudian, dalam pelaksanaan LED menurut Nastiti (2010:5) perlu
berpedoman pada indikator yang sering digunakan dalam pengembangan ekonomi
lokal, yaitu pada peningkatan kesempatan kerja atau penciptaan lapangan kerja
lokal dan penyerapan komoditas lokal yang bertujuan pada suatu pencapaian
untuk meningkatkan jumlah dan keanekaragaman kesempatan kerja yang
disediakan untuk masyarakat setempat.
2. Peran pengembangan ekonomi lokal
Langkah perencanaan pertama organisasi atau instansi dalam
pembangunan ekonomi lokal harus terlebih dahulu menentukan peran dalam
proses pembangunan yang dilakukan. Pada dasarnya menurut Blakely and Ted
(2003) terdapat 4 (empat) program tindakan terbuka untuk organisasi atau instansi
dalam mengambil inisiatif pembangunan ekonomi dan lapangan kerja, yaitu
49
bertindak sebagai entrepreneur, coordinator, fasilitator, dan stimulator. Berikut
ini merupakan penjelasan mengenai 4 tindakan dalam pembangunan ekonomi,
yaitu.
1. Entrepreneur
Dalam peran ini, organisasi mengambil tanggung jawab penuh dari operasi
bisnis perusahaan. Organisasi pemerintah atau masyarakat lokal dapat
memutuskan untuk mengoperasikan perusahaan komersial sendiri. Tanah atau
bangunan mungkin berada dalam kontrol pemerintah daerah untuk alasan
konservasi atau lingkungan atau untuk rencana pembangunan masa depan dan
dibuat untuk tujuan ekonomi. Pemerintah daerah mungkin ingin
mempertahankan tanah komersial dan bangunan atau menyerahkan sumber
daya ini untuk kelompok masyarakat setempat.
2. Coordinator
Pemerintah daerah atau kelompok berbasis masyarakat dapat dibentuk
sebagai badan koordinasi untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan
strategi untuk pengembangan daerah. Karena layanan yang diberikan oleh
kedua pemerintah, baik pusat maupun daerah dan kelompok berbasis
masyarakat, serta bisnis memiliki dampak kepada kelompok masyarakat,
semakin berusaha untuk memberikan beberapa kepemimpinan dalam
perencanaan dan koordinasi pelayanan dalam wilayah mereka. Peran ini
untuk pembangunan ekonomi yang melibatkan kelompok masyarakat dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi informasi ekonomi (tingkat pekerjaan,
tenaga kerja, pengangguran).
50
3. Facilitator
Beberapa kelompok masyarakat dan/ atau pemerintah daerah telah
memutuskan dapat meningkatkan pembangunan di daerah masyarakat yang
memiliki potensi. Hal ini mungkin melibatkan dalam pelurusan proses
pembangunan dan prosedur perencanaan yang lebih baik dan peraturan
zonasi.
4. Stimulator
Kelompok masyarakat dan pemerintah daerah, keduanya dalam posisi untuk
merangsang penciptaan bisnis atau ekspansi dengan mengambil tindakan
tertentu yang mendorong perusahaan untuk datang ke wilayah pembangunan.
3. Tujuan pengembangan ekonomi lokal
Berdasarkan fokus penerapannya, tujuan PEL meliputi:
a. Membentuk kemitraan antara pelaku ekonomi untuk pemanfaatan potensi
lokal dengan meningkatkan kapasitas pasar pada tingkat lokal, regional dan
global.
b. Meningkatkan kapasitas lembaga lokal (pemerintah, swasta, dan masyarakat)
dalam pengelolaan PEL.
c. Terjadinya kolaborasi antar aktor baik publik, bisnis dan mayarakat.
d. Mendorong pertumbuhan ekonomi
Sementara itu sasaran yang ingin dicapai adalah tumbuh dan
berkembangnya usaha masyarakat dan meningkatnya pendapatan masyarakat
berkurangnya kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan serta
mendukung kebijakan pengentasan kemiskinan. Kemudian proses implementasi
51
perencanaan dan penerapan PEL ini menggunakan prinsip pendekatan ekonomi,
kemitraan, dan kelembagaan.
a. Prinsip ekonomi
1) Mulai dengan kebutuhan pasar
2) Memfokuskan pada kluster dari kegiatan ekonomi yang ada, yang
produksinya dijual ke daerah luar (economic base) multiplier effect di
daerahnya kuat
3) Menghubungkan produsen skala kecil dengan supplier kepada
perusahaan ekspor.
b. Prinsip kemitraan
1) Adanya tanggungjawab dari masing-masing stakeholders (pemerintah,
swasta, dan masyarakat) sebagai aktor pengembangan dan pengelola
ekonomi local
2) Masing-masing stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat)
berperan aktif dalam bekerjasama
3) Kemitraan mengandalkan sumber daya lokal, bukan bantuan dari luar
atau asing
4) Inisiatif digerakkan oleh pembeli, pasar, dan permintaan bukan produksi
atau supply
c. Prinsip kelembagaan
1) Fasilitas dialog diantara stakeholders (pemerintah, swasta, dan
masyarakat) untuk menghasilkan ide dan inisiatif
2) Mobilisasi sumber daya lokal untuk menunjang inisiatif yang diusulkan
52
3) Pengembangan kelembagaan didasarkan atas kebutuhan dari kegiatan
ekonomi yang sedang berlangsung (Blakely, 1984 dalam supriyadi, 2007,
109-123).
Ketiga prinsip tersebut dapat dijadikan sebagai pendekatan dan proses
perencanaan mengembangkan ekonomi lokal yang dilakukan atas dasar partisipasi
dan kemitraan dalam kerangka pengembangan kelembagaan. Partisipasi dalam
konteks pemerintah diartikan sebagai forum yang terorganisasikan guna
memfasilitasi komunikasi antar pemerintah, masyarakat dan stakeholders dan
berbagai kelompok yang berkepentingan terhadap penanganan masalah atau
pengambilan keputusan.
Selain itu, Blakely dalam Supriyadi (2007:109) juga berasumsi bahwa
dalam keberhasilan pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari beberapa
indikator yaitu:
a. Perluasan kesempatan bagi masyarakat kecil dalam kesempatan kerja dan
berusaha.
b. Perluasan kesempatan kerja bagi si miskin untuk meningkatkan
pendapatan.
c. Keberdayaan usaha mikro dan kecil dalam proses produksi dan pemasaran.
d. Keberdayaan kelembagaan jaringan kerja kemitraan antara pemerintah,
usaha swasta, dan masyarakat lokal.
Pada dasarnya proses sumber daya yang ada dan kelompok berbasis
masyarakat baik itu pemerintah atau kelompok berbasis masyarakat dalam
pengelolaannya juga dapat menggunakan model kemitraan dengan sektor swasta
untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong kegiatan ekonomi di zona
ekonomi secara lebih baik. Berdasarkan asumsi tersebut, penulis dapat
menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi lokal merupakan sebuah
53
pendekatan jangka panjang untuk pembangunan kapasitas masyarakat yang akan
membantu pemerintah untuk reorientasi diri dalam meningkatkan potensi
ekonomi daerah tertentu dengan lebih menitikberatkan pada kerjasama dalam
membangun perekonomian daerah dengan potensi yang ada.
G. Kemitraan Pemerintah, Bisnis, dan Komunitas dalam Pengembangan
Kawasan Minapolitan sebagai Upaya Meningkatan Ekonomi Lokal.
Pada hakikatnya suatu pembangunan menuntut perubahan yang lebih baik
atau maju dari sebelumnya. Perubahan ini dilakukan dalam berbagai aspek
kehidupan yang mengarah kepada masyarakat. Sebagaimana mengembangkan
wilayah utuk pembangunan yang lebih baik dengan memanfaatkan sumber daya
potensial yang terdapat di wilayah tersebut dan sumber daya manusia lokal itu
sendiri. Adapun pembangunan yang dilakukan di sektor perikanan, salah satu
bentuknya ialah dengan adanya pengembangan kawasan minapolitan.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya peran pemerintah dalam
mengembangkan kawasan minapolitan agar kekayaan yang dimiliki oleh suatu
daerah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Adanya hal yang demikian
untuk selanjutnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan yang mendefinisikan
minapolitan sebagai konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan
berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas
dan percepatan. Serta dengan adanya hal tersebut diharapkan pula adanya suatu
upaya peningkatan di seluruh kawasan minapolitan yang ada di Indonesia pada
umumnya.
54
Kawasan minapolitan merupakan upaya akselerasi pembangunan kelautan
dan perikanan di sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mensinergiskan kegiatan
produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran dalam satu rangkaian kegiatan
besar dalam satu kawasan atau wilayah. Selain itu dalam mengembangankan
kawasan minapolitan diperlukan pula peran dari pemerintah, bisnis dan komunitas
yang disebut sebagai pelaku pembangunan.
Namun pada dasarnya pemerintahlah yang memiliki andil lebih besar
selaku pelaku pembangunan. Hal ini dikarenakan pemerintah merupakan
komando teratas dalam suatu pembangunan yang dilakukan. Pemerintah tidak
hanya sebagai fasilitator dalam pembangunan tersebut, tapi juga menjembatani
antara keinginan masyarakat dan sektor swasta. Adanya hal tersebut dapat
diartikan pula bahwa pemerintahan yang dapat melaksanakan aspek fungsional
secara efektif dan efesien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai keinginan
rakyat, maka pemerintahan yang seperti ini dapat dikatakan sebagai pemerintahan
yang baik (Good Governance). Seperti yang dikutip dari Sjamsudin (2005:11),
beliau mendefinisikan pemerintahan yang baik ialah suatu kesepakatan
menyangkut peraturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah,
masyarakat madani, dan sektor swasta. Salah satu upaya pemerintah dalam
mewujudkan adalah dalam bentuk kemitraan dengan sektor swasta guna
mengembangkan kawasan minapolitan.
Menurut Hafsah (2000:43) menyebutkan bahwa kemitraan merupakan
strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu
55
tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan
dan saling membesarkan. Adanya kemitraan yang dilakukan oleh ketiga sektor
disini diharapkan dapat mengembangkan kawasan minapolitan dengan tujuan
meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat, serta meningkatkan
perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan. Secara garis besar tujuan yang
dilakukan oleh ketiga sektor tersebut akan bermuara pada pembangunan ekonomi
lokal (Local Economic Development /LED).
Febrian (2014) memberikan definisi LED sebagai suatu proses dimana
pemerintah lokal dan atau kelompok didasarkan komunitas mengelola
sumberdaya yang ada dan masuk ke dalam susunan kerjasama (kemitraan) dengan
sektor swasta atau dengan diantaranya mereka untuk menciptakan pekerjaan baru,
merangsang kegiatan ekonomi di zona ekonomi yang didefinisikan dengan baik.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep LED merupakan
suatu konsep yang bertujuan untuk merangsang kegiatan ekonomi lokal dengan
cara meningkatkan kapasitas lembaga lokal (pemerintah, swasta, dan masyarakat),
terjadinya kolaborasi antar aktor baik publik, bisnis dan mayarakat sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dalam konteks pengembangan kawasan
minapolitan.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dengan kekayaan
alam yang dimiliki oleh Indonesia berupa kawasan minapolitan, diharapkan
pemerintah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki. Tentunya dalam
pengembangan kawasan minapolitan ini dibutuhkan sumber daya manusia yang
memadai, agar dalam pengembangannya dapat dikembangkan berdasarkan
56
kearifan lokal yang ada di daerah tersebut. Serta dalam tata kelola pemerintahan
yang baik, untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh Indonesia
perlu adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan sektor swasta.
Adanya kemitraan yang dilakukan oleh sektor pemerintah, bisnis, dan
komunitas dapat memaksimalkan pengelolaan kawasan minapolitan. Keberhasilan
dalam kemitraan yang dilakukan dalam pengelolaan kawasan kemitraan dapat
ditinjau dari; aspek ekonomi, sosial budaya, teknologi dan manajemen.
Keberhasilan dalam kemitraan tidak hanya dilihat berdasarkan tercapainya tujuan
di setiap sektor yang melakukan kerjasama, namun tujuan utama yang diharapkan
dalam kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan adalah pertumbuhan
ekonomi lokal. Adanya kemitraan yang dilakukan oleh sektor pemerintah, bisnis,
dan komunitas diharapkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi lokal di
suatu daerah. Sehingga daerah tersebut dapat merangsang pertumbuhan
ekonominya dan dapat merasakan dampak positif dengan adanya kemitraan
tersebut. Salah satu bentuk pertumbuhan ekonomi dalam konteks keberhasilan
pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari segi; perluasan kesempatan dalam
kesempatan kerja dan berusaha, perluasan kesempatan kerja untuk meningkatkan
pendapatan, keberdayaan usaha mikro dan kecil dalam proses produksi dan
pemasaran serta keberdayaan kelembagaan jaringan kerja kemitraan antara
pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat lokal.
57
Gambar 3.
Kemitraan Pemerintah, Bisnis dan Komunitas dalam Pengembangan
Kawasan Minapolitan sebagai Upaya Meningkatkan Ekonomi Lokal
Sumber: Diolah Peneliti Tahun 2016
Pemerintah
Pengembangan Kawasan
MInapolitan
Masyarakat/komunitas
Pemerintah
Bisnis/ swasta
Kemitraan
Bisnis/swasta Masyarakat/komunitas
1. Bentuk kemitraan
2. Stakeholder kemitraan
3. Tujuan kemitraan
Dampak terhadap meningkatkan
ekonomi lokal
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan prosedur untuk mengetahui cara yang akan
digunakan dalam penelitian agar berjalan secara sistematis dan dapat memecahkan
permasalahan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala,
fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-
sifat populasi atau daerah tertentu (Riyanto, 2008:108). Sedangkan menurut
Sugiyono (2014:9) metodologi penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Sejalan dengan itu Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Moleong (2007:4)
yang mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Berdasarkan hal ini, jenis Penelitian deskriptif
kualitatif ditetapkan agar dapat mendeskripsikan fenomena secara empiris yang
terjadi dilapangan mengenai kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang,
59
Kabupaten Tulungagung. Adapun pendekatan kualitatif lebih menekankan pada
penggambaran variabel secara deskripsi baik dalam bentuk definisi, penjelasan
konsep, catatan atau bentuk lainnya yang menggambarkan kondisi lapangan yang
dapat menyerap informasi identifikasi kemitraan dalam pengembangan kawasan
minapolitan budidaya ikan lele di lokasi studi hingga proses analisa tahapan
pengelolaan yang telah dilaksanakan. .
B. Fokus Penelitian
Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif bertujuan untuk memberikan
batasan dalam pengumpulan data, sehingga dengan adanya pembatasan ini
peneliti memfokuskan penelitian terhadap masalah-masalah yang menjadi tujuan
penelitian saja. Selain itu, penentuan fokus lebih diarahkan pada tingkat
kebaharuan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial (lapangan). Melalui
fokus penelitian, suatu informasi yang berada dilapangan dipilah-pilah sesuai
dengan konteks permasalahan yang diangkat Sugiyono (2014:377).
Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi fokus penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan di Desa Gondusuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Tulungagung bisa di lihat dari:
a. Stakeholder yang terlibat dalam kemitraan pengembangan kawasan
minapolitan berdasarkan teori peranan pelaku kemitraan usaha menurut
Hafsah (2000) bisa dilihat dari:
1) Pemerintah
60
2) Bisnis
3) Komunitas
b. Bentuk kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan
berdasarkan teori model-model kemitraan menurut Sulistiyani (2004);
menunjukkan termasuk kemitraan semu, kemitraan mutualistik atau
kemitraan konjugasi.
c. Tujuan kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan
berdasarkan teori tujuan kemitraan menurut Hasah (2000) meliputi
beberapa aspek yaitu:
1) Tujuan dari aspek ekonomi
2) Tujuan dari aspek social dan budaya
3) Tujuan dari aspek teknologi
4) Tujuan dari manajemen
2. Hasil kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan sebagai upaya peningkatan ekonomi lokal di Desa
Gondusuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung berdasarkan teori
indikator keberhasilan pengembangan ekonomi local menurut Blakely
dalam Supriyadi (2007)
C. Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat yang dipilih sebagai objek penelitian yang
akan dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang bersangkutan dengan
tujuan penelitian. Adapun lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah
Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Melihat bahwa Kabupaten Tulungaggung
61
merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan yang besar, selain itu
Kabupaten Tulungagung ditetapkan sebagai kawasan strategis perikanan yang di
sebut dengan kawasan minapolitan.
Sedangkan situs penelitian adalah letak peneliti dalam menjalankan penelitian
yang akan menghasilkan informasi data, yaitu pada Desa Gondosuli, komunitas
pembudidaya ikan lele dapat digunakan untuk menjawab permasalahan sesuai
dengan fokus penelitian. Alasan peneliti mengambil situs di Desa Gondosuli
karena Desa Gondosuli merupakan penghasil ikan lele terbesar di Kabupaten
Tulungagung dan dijadikan suatu perojek sebagai kawasan minapolitan. Selain itu
di Desa Gondosuli memiliki rumah tangga perikanan budidaya (RTP) sebanyak
470 RTP, sehingga dapat dikatakan mata pencaharian masyarakat Desa Gondosuli
banyak yang meminati usaha di bidang perikanan.
D. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data Primer
Sumber primer (Sugiyono, 2014: 225) merupakan sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam penelitian
ini bisa diperoleh di lapangan dari aktor-aktor yang bersangkutan dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Tulungagung. Adapun data narasumber dalam penelitian ini berjumlah
10 narasumber. Berikut merupakan data terkait dengan narasumber:
62
1) Bapak Eko, staf di bidang ekonomi (Bappeda Kabupaten Tulungagung)
2) Ibu Diah, kepala di bidang perikanan budidaya (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Tulungagung)
3) Bapak Sumiran (Kepala Desa Gondosuli)
4) Bapak Supangat (pebisnis budidaya ikan lele)
5) Komunitas pembudidaya ikan lele Desa Gondosuli yaitu Bapak Parsam
(ketua kelompok mekarsari), Bapak maryoto ( ketua kelompok maju mulyo),
Bapak Hery (anggota kelompok mina Baru), Bapak sudar (anggota kelompok
mekarsari), Ibu Mukiyah (pengolahan ikan panggang), Ibu Rini (pengolahan
ikan abon)
2. Data Sekunder
Data skunder adalah adalah sumber data yang tidak langsung memberikan
informasi kepada peneliti dan merupakan data yang terlebih dahulu diteliti dan
dilaporkan oleh orang lain diluar peneliti. Sumber data skunder dapat berupa
catatan-catatan resmi, laporan atau dokumen-dokumen formal maupun non formal
yang dimiliki Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, Pemerintah
Desa Gondosuli, komunitas pembudidaya ikan lele dan juga sumber dari kajian
jurnal ilmiah, buku, majalah, yang berhubungan dengan penelitian yang sama.
Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah berasal dari informan,
peristiwa, dan kejadian yang ada dalam lokasi penelitian, serta dari dokumen-
dokemen. Menurut Arikunto (2010), sumber data dalam penelitian adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh. Sumber data utama pada penelitian kualitatif
biasanya berupa informasi yang didapat hasil informan melalui proses wawancara,
63
selebihnya merupakan data tambahan yang diperoleh dari dokumen, dan lain-lain.
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini, adalah:
1) Informan. Informan yang diwawancarai untuk penelitian ini terdiri dari
pengurus Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, pengurus
Desa Gondosuli, Kelompok Perikanan Budidaya yang ada di Desa Gondosuli,
serta masyarakat Desa Gondosuli terkait pengembangan budidaya ikan lele di
Desa Gondosuli. Data-data yang diperoleh peneliti diperoleh langsung dari
hasil wawancara dari beberapa informan seperti yang telah disebutkan untuk
dapat mengungkap permasalahan yang ada sesuai dengan fokus penelitian.
2) Peristiwa. Sumber data dalam penelitian ini akan diambil sesuai dengan
peristiwa yang terjadi di lapangan yang bermanfaat dan dinilai tepat yang
berkaitan dengan fokus penelitian.
3) Dokumen dan catatan dalam penelitian yang akan digunakan adalah dokumen
dan catatan yang berkaitan dengan penelitian dalam pengembangan budidaya
ikan lele di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,
2014:224). Pengumpulan data yang dilaksanakan harus serius agar dapat
memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang dimaksud penelitian ini. Adapun
teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:
64
1. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan metode pengumpulan data yang
menghendaki komunikasi langsung antara penyedik dengan subyek atau
responden. Menurut Arikunto (2010:198), wawancara (interview/kuesioner
lisan) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Pengumpulan data melalui
wawancara ini berpedoman pada pertanyaan yang ditujukan kepada
narasumber atau informan yang dapat mendukung dalam memberikan data
sesuai dengan fokus penelitian yang dapat diyakini terkait apa yang
dinyatakan bersifat benar dan dipercaya. Wawancara yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur yang termasuk dalam
kategori in-dept interview yang pelaksanaannya lebih bebas dan terbuka
dalam mengajak informan untuk berpendapat mengenai pengembangan
kawasan minapolitan budidaya ikan lele di Desa Gondosuli. Adapun
Wawancara dilakukan kepada pihak bersangkutan, yaitu Kepala bidang
perikanan budidaya yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Tulungagung, Staf bidang ekonomi dari Bappeda, Ketua
kelompok pembudidaya ikan, anggota kelompok pembudidaya ikan,
kelompok pengolahan ikan, serta masyarakat Desa Gondosuli.
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian. Observasi meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera
65
(Arikunto, 2010:199). Jenis observasi yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah observasi nonpartisipan secara terstruktur. Observasi nonpartisipan,
peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono,
2014:145). Kemudian, observasi terstruktur menurut Sugiyono (2014:146)
adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang
akan diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu peneliti mengamati atau melihat kemitraan yang dilakukan
oleh pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan kawasan
minapolitan sebagai upaya meningkatkan ekonomi lokal di Desa Gondosuli,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung. Selama penelitian peneliti
melakukan observasi selama 2 minggu untuk melihat situasi dan kondisi
petani yang sedang melaksanakan tugasnya, serta kondisi lainnya yang
bersangkutan dengan fokus penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis
(Arikunto, 2010:201). Dalam dokumentasi ini, peneliti menyelidiki barang-
barang tertulis seperti buku-buku, dokumen, peraturan-peraturan, catatan
khusus, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian. Dokumentasi dalam
penelitian yang dilakukan didapat dari dokumen seperti: peraturan mengenai
kawasan minapolitan dan RPJM Kabupaten Tulungagung, pembukuan
mengenai hasil produksi perikanan, lokasi strategis perikanan, dan sebagainya
yang berkaitan dengan penelitian mengenai kemitraan dalam pengembangan
kawasan minapolitan di Desa Gondosuli dengan mendapatkannya dalam
66
bentuk softcopy file, ada juga yang download dari situs internet, maupun
fotocopy dokumen tersebut. Pada saat dilapangan, peneliti menggunakan
kamera handphone untuk mendokumentasikan fenomena yang diperlukan
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dapat diartikan sebagai alat bantu bagi peneliti dalam
mengumpulkan data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang akan digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih muda dan hasilnya lebih baik, dalam
arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah (Arikunto,
2010:203). Instrumen penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, yaitu adalah
sebagai berikut.
1. Peneliti sendiri, sebagai instumen utama dalam mengumpulkan data, seperti:
menggunakan alat panca indera dalam melakukan pengamatan, mencatat
fenomena yang terjadi di lapangan.
2. Pedoman wawancara, sebagai pedoman yang akan digunakan peneliti dalam
melakukan wawancara kepada narasumber untuk menggali informasi atau
data yang dibutuhkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Perangkat Penunjang, sebagai peralatan yang akan digunakan demi
kelancaran pelaksanaan penelitian, seperti:
a. Catatan lapangan, sebagai catatan informasi yang diperoleh dari lokasi
penelitian
67
b. Alat tulis, sebagai alat bantu dalam mencatat informasi atau data yang
didapat dari observasi maupun hasil wawancara terkait dengan tujuan
penelitian.
c. Alat perekam, sebagai alat untuk merekam proses berjalannya
wawancara kepada narasumber.
d. Situs internet, merupakan alat peneliti untuk mendapatkan segala
informasi atau data yang menunjang penelitian.
G. Analisis Data
Kegiatan analisis data merupakan tahapan yang penting dan menentukan
dalam kegiatan penelitian. Analisis data deskriptif kualitatif adalah proses
mendeskripsikan, menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang
diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat. Kemudian model analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Miles, Huberman, dan Saldana seperti
gambar pada berikut :
Gambar 4. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
Sumber: Miles, Huberman, and Saldana : 2014
68
Peneliti memilih menggunakan model analisis Miles, Huberman, dan Saldana
karena dianggap sesuai dengan penelitian dilapangan. Dimana peneliti
mengamati, menggambarkan dan menganalisis, serta menyimpulkan apa yang
sudah dilakukan peneliti saat melakukan penelitian sesuai dengan fokus
penelitian. Langkah-langkah sesuai dengan analisis data dijelaskan berikut ini.
1. Kondensasi Data (Data Condensation)
Kondensasi data, diartikan sebagai proses pemilihan, penyerdehanaan dan
transformasi data mentah yang diproleh dari lapangan. Kondensasi data
berlangsung secara terus –menerus selama penelitian bahkan sebenarnya
kondensasi data dapat dilakukan sebelum data terkumpul secara
menyeluruh. Kondensasi data dilakukan dengan cara, data yang diperoleh di
lokasi penelitian dituangkan dalam uraian atau laporan secara lengkap dan
terinci. Laporan lapangan disederhanakan, dirangkum, dipilih hal-hal pokok,
difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya. .
Pada tahap ini, peneliti telah melakukan transkip wawancara seluruh
narasumber yang berkaitan dengan kemitraan dalam pengembangan
kawasan minapolitan di Desa Gondosuli dan dikelompokkan sesuai dengan
fokus penelitian. Hal ini dilakukan secara terus menerus selama proses
penelitian berlangsung dan tahap analisa data yang lain yaitu penyajian data
dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
2. Penyajian Data (Data Display)
Langkah selanjutnya setelah kondensasi data adalah menyajikan data.
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk
69
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya,
sehingga data dapat terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan
yang mudah dipahami. Pada tahap ini, peneliti mengemas data dalam bentuk
tabel maupun bagan yang dapat memudahkan dalam membaca data yang
menjawab fokus kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan di
desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung.
3. Verifikasi data dan kesimpulan (Conclusion Drawing/Verifying)
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif yaitu menarik kesimpulan
dan verifikasi.Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah jika
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi jika kesimpulan yang dikemukakan
pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data ,maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Jadi kesimpulan dalam
penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi juga mungkin tidak karena seperti yang telah
dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di
lapangan.
H. Keabsahan Data
Keabsahan data berkaitan dengan kevalidan sebuah data yang diperoleh
peneliti di lapangan. Teknik keabsahan data yang akan digunakan adalah
trianggulasi. Trianggulasi diartikan sebagai teknik kebasahan data yang bersifat
70
menggambungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Menurut Bungin, (2010:205) uji keabsahan melalui triangulasi ini
dilakukan karena dalam penelitian kualitatif untuk menguji keabsahan informasi
tidak dapat dilakukan dengan alat-alat uji statistik, begitu pula materi kebenaran
tidak diuji berdasarkan kebenaran alat sehingga substansi kebenaran tergantung
pada kebenaran intersubjektif, oleh karena itu suatu yang dianggap benar apabila
kebenaran itu mewakili kebenaran orang banyak atau kebenaran steakholders.
Keabsahan data ini dicapai melalui proses pengumpulan data yang tepat,
yaitu dengan mengecek ulang hasil penelitian kepada subyek penelitian. Dalam
penelitian ini keabsahan data yang digunakan peneliti menurut Sugiyono,
(2005:121) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility
(kepercayaan), dependability (kebergantungan), dan confirmability (kepastian),
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Credibility (kepercayaan)
Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif
antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat,
analisis kasus negatif, dan member check. Pada tahap awal peneliti memasuki
lapangan, peneliti masih dianggap orang asing, sehingga informan yang
diberikan belum lengkap, tidak mendalam, maka dari itu peneliti melakukan
perpanjangan waktu untuk mengecek kembali apakah data yang diberikan
selama ini merupakan data yang sudah benar atau pun tidak. Peneliti sudah
melakukan prariset untuk mendapakan informasi namun informasi yang
71
diterima belum lengkap maka peneliti memperpanjang waktu saat riset selama
3 minggu untuk mendapatkan informasi dan mengecek data yang selama ini
merupakan data yang sudah benar ataupun tidak. Setelah itu peneliti juga
berdiskusi dengan teman sejawat seperti membahas mengenai sejauhmana
peran pemerintah dalam pengembangan kawasan minapolitan di Desa
Gondosuli. Selanjunya pada prinsip member cek peneliti menggunakan
metode untuk meyakinkan setiap informan dengan mendapat pertanyaan yang
sama dan informan terpercaya sehingga mendapatka jawaban yang akurat.
2. Transferability
Transferability ini merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif,
nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga hasil penelitian dapat
diterapkan dalam situasi lain. Oleh karena itu supaya orang dapat memahami
penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil
penelitian tersebut maka dalam membuat laporannya harus memberikan uraian
secara rinci, jelas, dan sistematis dan dapat dipercaya. Pada tahap ini peneliti
merekap hasil wawancara dan pemilihan data sesuai dengan fokus penelitan
agar runtut dalam melakukan penyajian data. Kemudian teori yang digunakan
dalam penelitian telah sesuai dengan konsep-konsep para ahli sehingga dapt
digunakan di tempat yang berbeda dan permasalahn yang berbeda.
3. Dependability (kebergantungan)
Dalam penelitian kualitatif, pengujian reliabilitas dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Peneliti melakukan
auditor yang independent yaitu melalui dosen pembimbing dalam penelitian
72
ini. Untuk itu pengujian dependability dilakukan dengan cara melakukan audit
terhada keseluruhan proses penelitian. Peneliti sudah melakukan konsultasi
dengan Dosen Pembimbing untuk mengatasi permasalahan yang didapat di
lapangan. Dapat dibuktikan dengan buku komunikasi mahasisa yang dimiliki
peneliti untuk berkonsultasi kepada Dosen Pembimbing
4. Confirmability (kepastian)
Pengujian konfermability dalam penelitian kualitatif, disebut juga sebagai
objektivitas peneliti. Peneliti dikatakan objektif bila disepakati oleh banyak
pihak atas hasil yang peneliti lakukan, maka dari itu setelah penelitian ini
selesai dilakukan akan diuji, bila hasil ini memuaskan selanjutnya akan diakui
keobjektivitasannya oleh para penguji tersebut dan penelitian ini telah
memenuhi standart konfirmability. Dalam hal ini peneliti melakukan
konfirmasi antara pihak pemerintah, bisnis dan komunitas yang telah di papar
penyajian data melaui hasil wawancara, observasi dan dokumentasi serta
konfirmasi dengan informan dan Dosen Pembimbing.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Tulungagung
a. Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Tulungagung terletak pada posisi 111º 43'
sampai dengan 112º 07' bujur timur dan 7º 51' sampai dengan 8º 18' lintang
selatan, dengan titik nol derajat dihitung dari Greenwich, Inggris dan terletak
kurang lebih 154 km ke arah Barat Daya dari Kota Surabaya.Kabupaten
Tulungagung merupakan salah satu dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Timur. Luas wilayah Kabupaten Tulungagung yang mencapai 1.055,65 km2.
Adapun batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Tulungagung adalah sebagai
berikut.
a) Utara : Kabupaten Kediri
b) Timur : Kabupaten Blitar.
c) Selatan : Samudera Indonesia
d) Barat : Kabupaten Trenggalek.
Secara administrasi Kabupaten Tulungagung dibagi menjadi 19
Kecamatan, 271 desa, 14 kelurahan, 1.851 Rukun Warga (RW) dan 6.405 Rukun
Tetangga (RT). Kecamatan yang mempunyai jumlah desa terbanyak adalah
Kecamatan Gondang yaitu sebanyak 20 desa, sedangkan kecamatan yang
mempunyai jumlah desa paling sedikit adalah Kecamatan Tanggunggunung yaitu
73
74
sebanyak 7 desa. Berikut merupakan daftar nama kecamatan dari Kabupaten
Tulungagung.
Tabel 3. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tulungagung Tahun 2014
Kecamatan Luas Wilayah
(km2)
Besuki 82.16
Bandung 41.96
Pakel 36.06
Campurdarat 39.56
Tanggunggunung 117.73
Kalidawir 97.81
Pucanglaban 82.94
Rejotangan 66.49
Ngunut 37.70
Sumber gempol 39.28
Boyolangu 38.44
Tulungagung 13.67
Kedungwaru 29.74
Ngantru 37.03
Karangrejo 35.54
Kauman 30.84
Gondang 44.02
Pagerwojo 88.22
Sendang 96.46
Sumber : Tulungagung Dalam Angka Tahun 2015
Kabupaten Tulungagung terbagi menjadi menjadi tiga daratan yaitu tinggi,
sedang dan rendah. Dataran rendah merupakan daerah dengan ketinggian dibawah
500 m dipermukaan laut, daerah ini meliputi semua kecamatan tetapi tidak semua
desa untuk Kecamatan Pagerwojo dan Sendang hanya empat desa. Dataran sedang
mempunyai ketinggian 500 m sampai dengan 700 m dari permuakaan air laut,
daerah ini meliputi Kecamatan Pagerwojo sebanyak 6 desa dan Kecamatan
Sendang sebanyak 5 desa. Sedangkan dataran tinggi merupakan daerah dengan
ketinggian diatas 700 m dari permukaan air laut yaitu Kecamatan Pagerwojo
75
sebanyak 1 desa dan Kecamatan Sendang sebayak 2 desa.Daerah yang
mempunyai wilayah terluas secara berurutan yaitu: Kecamatan Tanggunggunung,
Kecamatan Kalidawir, Kecamatan Sendang dan Kecamatan Pagerwojo.
b. Kondisi Demografis
Kabupaten Tulungagung pada tahun 2015 memiliki jumlah penduduk
sebesar 1.021.190 jiwa atau mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar
0.51 persen dibandingkan tahun 2014. Jumlah penduduk ini terdiri dari 495.083
jiwa penduduk laki-laki dan 520.891 jiwa penduduk perempuan dengan tingkat
kepadatan penduduk rata-rata 962 jiwa/km2. Piramida penduduk Kabupaten
Tulungagung tahun 2015 menunjukkan penduduk Kabupaten Tulungagung
didominasi oleh penduduk muda/dewasa dengan usia 65 keatas jumlahnya lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah kelompok usia lainnya. Jumlah penduduk
usia 15 tahun keatas pada tahun 2015 yang masuk kelompok angkatan kerja
sebanyak 547.466 orang dan bukan angkatan kerja sebanyak 238.802 orang. Hal
ini mempengaruhi indikator ketenagakerjaan Kabupaten Tulungagung dalam
memberikan distribusi perekonomian Kabupaten Tulungagung.
Penduduk di Kabupaten Tulungagung diketahui memiliki berbagai
bidang ketenagakerjaan, seperti pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan,
pemerintahan, pendidikan, perdagangan, jasa perhubungan, konveksi, tenaga kerja
diluar negeri dan lain-lain yang berkembang di masyarakat. Sebagian besar
penduduk Kabupaten Tulungagung bekerja di sektor pertanian, presentasenya
pada tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014. Hal ini dapat
dilihat dari tabel berikut ini.
76
Tabel 4. Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Usaha (2013-2015)
No. Lapangan Usaha Tahun (%)
2013 2014 2015
1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Perburuan, dan Perikanan 42,95 40,00 36,41
2 Pertambangan dan Penggalian 0,45 0,37 0,33
3 Industri 17,53 19,35 16,61
4 Listrik, Gas, Air minum dan Konstruksi 5,90 6,87 8,85
5 Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa
Akomodasi 17,76 18,86 22,69
6 Transportasi, Pergudangan, dan
Komunikasi 1,25 1,58 2,58
7 Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha
Persewaan, dan Jasa 1,57 1,22 2,03
8 Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan
Perorangan 12,58 11,74 10,50
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Tulungagung, 2016
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Kabupaten Tulungagung
memiliki persentase penduduk yang bergerak dibidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, perburuan, dan perikanan lebih tinggi dibandingkan jenis lapangan
usaha lainnya. Walaupun mengalami penurunan jumlah persentase penduduk
namun hal tersebut dapat menjadi faktor penting dalam mensejahterakan
masyarakat Kabupaten Tulungagung.
c. Kondisi Perikanan
Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur
yang mempunyai potensi dari sektor perikanan dalam mensejahterakan
masyarakat. Hal ini didukung dengan masyarakat Tulungagung memiliki profesi
sebagai pengembang perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian.
Kabupaten Tulungagung mempunyai potensi sumberdaya perikanan berupa
perairan laut, payau, perairan umum dan budidaya ikan air tawar. Kegiatan usaha
perikanan dalam memanfaatkan potensi tersebut meliputi cabang-cabang usaha
77
penangkapan ikan di laut dan perairan umum, budidaya udang di tambak dan
budidaya ikan konsumsi maupun ikan hias air tawar di kolam pasangan, kolam
tanah yang berupa pekarangan, tegalan dan sawah.
Perikanan dapat dibedakan menjadi perikanan laut dan perikanan darat.
Perikanan darat merupakan penangkapan ikan di perairan umum, budidaya
pemeliharaan ikan di tambak, kolam, keramba dan sawah. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, data statistik perikanan dibedakan
atas data perikanan laut dan perikanan darat.
1. Perikanan Tangkap Laut
Potensi perairan lautKabupaten Tulungagung cukup besar karena berada
di perairan pantai selatan Pulau Jawa yaitu Samudra Hindia dengan panjang pantai
61,470 km. Wilayah ini masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indnesia (WPP-RI) 573 yang memiliki total potensi sumberdaya ikan (SDI)
491.700 ton/ tahun. Potensi SDI tersebut dimanfaatkan oleh RTP nelayan
sebanyak 375 dengan jumlah nelayan 1.297 orang yang terdiri dari Nelayan tetap
694 orang, Nelayan Sambilan 430 orang, Nelayan Andon 68 orang, Nelayan
Kadang-kadang 105 orang. Persebaran nelayan meliputi 6 kecamatan diantaranya
Kecamatan Besuki, Kecamatan Bandung Kecamatan Campurdarat, Kecamatan
Tanggunggunung, dan Kecamatan Kalidawir. Alat tangkap yang digunakan
berjumlah 375 unit, meliputi payang 20 unit, pukat cincin 21 unit, jaring insang
hanyut 28 unit, rawai tetap 20 unit, pancing yang lain 225 unit, tonda 36 unit dan
perangkap lainnya 25 unit.
78
Adapun wilayah pesisir di Kabupaten Tulungagung adalah sebagai
berikut: Pantai Molang, Dlodo, Sine, Ngelo, Gerangan, Brumbun, Popoh, Sidem,
Klatak, Bayem, Gemah dan Nglarap. Dari keempat wilayah pesisir tersebut,
Sidem, Sine dan Brumbun merupakan pemukiman nelayan yang ditata dan diatur
dengan baik. Kabupaten Tulungagung juga mempunyai kawasan pulau-pulau
kecil antara lain Pulau Sosari, Solimo, Sokalong, Tamengan, Sigunung, Siupah,
dan Batu Payung.
Gambar 5. Pesisir Selatan Kabupaten Tulungagung
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
2. Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (PUD)
Potensi Perairan Umum Daratan (PUD) di Kabupaten Tulungagung
seluas 504,5 ha terdiri dari waduk/ cekdam 450 ha, danau/ telaga 17,4 ha, rawa 37
ha serta sungai sepanjang 408,65 km, dengan potensi tangkap SDI tahun 2014
sebanyak 10.350 Ton. Adapun armada penangkapan ikan yang dioperasikan yaitu
perahu tanpa motor sebanyak 207 unit dan alat tangkap yang digunakan sebanyak
143 unit. Perairan umum tersebut dimanfaatkan oleh 207 RTP dengan jumlah
nelayan sebanyak 1.050 nelayan PUD.
79
3. Potensi Perikanan Air Tawar
Perkembangan budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tulungagung
dikelompokkan menjadi 2 kategori usaha, yaitu budidaya ikan hias dan budidaya
ikan konsumsi. Pengembangan budidaya ikan hias diprioritaskan untuk jenis ikan
hias Maskoki (Kaliko, Tosa, Rasket, Mutiara, Lion Head/Kepala Singa, Mata
Kantong/Mata Bola, Mas Lowo, Tekim, Spenser dan Rensil). Strain Tosa
disamping menjadi produk unggulan juga berhasil dijadikan sebagai Maskot
Kabupaten Tulungagung. Di samping itu dikembangkan juga 40 jenis ikan hias
lainnya. Sedangkan budidaya ikan konsumsi didominasi oleh ikan Lele, Gurami,
Patin, Nila dan Tawes.
Pembudidaya ikan hias di Kabupaten Tulungagung sebanyak 1.295 RTP
dengan jumlah pembudidaya 2.207 orang yang terpusat di Kecamatan
Sumbergempol, Kedungwaru, Boyolangu, dan Tulungagung, sedangkan
pembudidaya ikan konsumsi sebanyak 8.949 RTP dengan jumlah pembudidaya
11.310 orang, yang tersebar di 12 Kecamatan potensi perikanan, yaitu Ngunut,
Rejotangan, Sumbergempol, Boyolangu, Kedungwaru, Ngantru, Tulungagung,
Pakel, Kalidawir, Karangrejo, Gondang, dan Kauman. Sedangkan untuk potensi
budidaya ikan di air deras berada pada wilayah Kecamatan Pagerwojo dan
Sendang.
4. Potensi Perikanan Air Payau
Kegiatan budidaya di air payau dari potensi lahan 106.1 ha dengan potensi
produksi sebesar 1.395,86 ton/tahun yang dimanfaatkan ± 21,22 ha untuk
budidaya udang vaname secara intensif oleh 2 perusahaan perikanan swasta
80
nasional yang menyerap tenaga kerja sebanyak 95 orang, adapun lokasi kegiatan
usahanya berada diKecamatan Besuki dengan luas lahan operasional 8 ha.
Kecamatan Pucanglaban dengan luas lahan operasional 13,22 Ha.
2. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung
Adanya potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Kabupaten
Tulungagung, maka dinas terkait yang dapat menangani akan sumber daya yang
melimpah ini adalah Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Selanjutnya DKP
kemudian mendukung sumber daya tersebut dengan adanya perumusan kebijakan
dalam jangka menengah denganmenetapkan visi ”Mengembangkan Produksi dan
Produktivitas Sektor Kelautan dan Perikanan Melalui Kegiatan Industrialisasi
Yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan”. Kemudian agar dapat melancarkan visi
yang telah ditetapkan, maka selanjutnya DKP merumuskan misinya sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan sektor kelautan dan perikanan;
2. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan;
3. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan
perikanan;
4. Memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan sumberdaya kelautan
dan perikanan.
Visi dan misi tersebut dijadikan sebagai arah dalam pelaksanaan
pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang mana diperlukan kerangka yang
jelas pada setiap misi yang telah ditetapkan mengenai tujuan dan sasaran yang
hendak dicapai. Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan,
81
program dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi. Tentunya visi serta misi
yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung akan
mendorong terciptanya kondisi perikanan yang dapat membantu mengembangkan
lapangan pekerjaan di Kabupaten Tulungagung.
Kemudian dalam melaksanakan visi misi serta program terkait
pengembangan perikanan serta penetapan kawasan minapolitan di Kabupaten
Tulungagung, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang handal di dalamnya.
Berikut ini adalah struktur organisasi pegawai DKP Kabupaten Tulungagung yang
bertanggung jawab dan bertugas dalam bidang perikanan yang berada di wilayah
Kabupaten Tulungagung, yaitu.
82
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIS
SUB BAGIAN
UMUM
SUB BAG.
KEUANGAN
SUB BAG.
BINA
PROGRAM
BIDANG
PERIKANAN
BUDIDAYA
BIDANG
PERIKANAN
TANGKAP
BIDANG
KELAUTAN
BIDANG PENGOLAHAN,
PEMASARAN HASIL PERIKANAN
& SUMBERDAYA MANUSIA
SEKSI BUDIDAYA
IKAN
SEKSI
PENGOLAHAN
SUMBER
DAYA IKAN
SEKSI PESISIR
DAN
SUMBERDAYA
KELAUTAN
SEKSI PENGOLAHAN
SEKSI
PEMBENIHAN
IKAN
SEKSI
PENGEMBANG
AN USAHA
PENANGKAPA
N IKAN
SEKSI
PENGAWASAN
DAN
PENGENDALIA
N
SEKSI PEMASARAN
SEKSI
KESEHATAN IKAN
& LINGKUNGAN
SEKSI
PERIKANAN
TANGKAP
SEKSI
PRASARANA
PENDARATAN
IKAN
SEKSI DIKLAT &
PENYULUHAN
UPTD PPI POPOH,UPTD BBI
JEPUN,UPTD BBI BOLO
`
Gambar 6. Struktur Organisasi DKP Kabupaten Tulungagung
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
83
3. Gambaran Umum Kecamatan Gondang
a. Kondisi Geografis
Secara geografis Kecamatan Gondang merupakan salah satu kecamatan
yang ada di sebelah selatan Kabupaten Tulungagung. Luas Wilayah kecamatan
Gondang adalah 37,65km2, dengan batas-batasnya yaitu
a) Sebelah Utara : Kecamatan Kauman dan Pagerwojo
b) Sebelah Timur : Kecamatan Tulungagung dan Boyolangu
c) Sebelah Selatan : Kecamatan Pakel
d) Sebelah Barat : Kabupaten Trenggalek
Gambar 7. Peta Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Dari seluruh desa yang ada di Kecamatan Gondang yang mempunyai
wilayah terluas adalah Desa Tiudan dengan luas 4,13 Km2 dan yang mempunyai
wilayah tersempit adalah Desa Jarakan dengan luas 0,76 Km2. Sedangkan bila di
lihat dari jarak ke Ibukota Kecamatan desa Sidem mempunyai jarak yang paling
jauh yaitu 7,40 Km2 dan Ibukota Kecamatan berada di Desa Gondang.
Sedangkan menurut statusnya 10 desa di kecamatan ini berstatus desa semua.
84
Namun bila dilihat dari penggunannya ada dua jenis lahan wilayah ini yaitu tanah
sawah dan tanah kering, untuk tanah sawah yaitu seluas 1.378,75 Ha dengan
system pengairan teknis,pengairan setengah teknis, pemgiran sederhana dan ada
juga yang tadah hujan.
Sedangkan untuk tanah kering seluas 2.386,46 Ha, yang sebagian besar
digunakan untuk pekarangan dan perumahan yaitu sebesar 1.023,71 Ha.
Kecamatan Gondang terbagi habis ke dalam 20 desa, 105 Rukun Warga (RW)
dan 388 Rukun Tetangga (RT). Desa yang mempunyai jumlah RT terbanyak
adalah desa Tiudan sebanyak 46 RT, sedangkan yang mempunyai jumlah RT
paling sedikit adalah desa Dukuh sebanyak 10 RT.
Tabel 5. Daftar Desa di Kecamatan Gondang Tahun 2014
Desa Luas Wilayah
(Km2)
Dusun RW RT
Kendal 1.65 2 4 14
Tawing 1.21 3 6 18
Gondosuli 1.71 2 4 14
Dukuh 1.10 2 5 10
Sepatan 0.84 2 2 13
Macambang 1.11 3 6 14
Kiping 0.83 2 4 15
Rejosari 1.23 2 4 22
Bendo 1.37 2 4 23
Ngrendeng 0.92 2 4 21
Gondang 1.03 2 7 21
Bendungan 1.28 2 6 14
Mojoarum 2.23 2 4 24
Sidomulyo 2.75 3 6 24
Notorejo 2.39 4 10 30
Sidem 7.97 1 3 17
Blendis 2.14 3 5 17
Tiudan 3.94 6 12 46
Wonokromo 1.20 3 5 13
Jarakan 0.76 2 4 18
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2015, data diolah Peneliti
85
b. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk kecamatan Gondang tahun 2015 menurut hasil sensus
penduduk tahun 2015 sebanyak 54.550 jiwa, yang terbagi atas laki-laki 26.741
jiwa dan perempuan 27.809 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata
1.440 jiwa/km2. Hal ini bisa dilihat adanya kesenjangan tingkat kepadatan
penduduk antar kecamatan. Berikut merupakan data jumlah penduduk di setiap
desa di Kecamatan Gondang yang dapat dilihat bahwa belum terlaksananya
pemerataan penduduk dengan selisih angka yang cukup signifikan.
Tabel 6. Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Tahun 2014
Desa Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio
Kendal 836 875 1711 96
Tawing 1126 1272 2398 89
Gondosuli 1187 1201 2388 99
Dukuh 1043 1059 2102 98
Sepatan 718 765 1483 94
Macambang 888 1014 1902 88
Kiping 1241 1343 2584 92
Rejosari 1049 1137 2186 92
Bendo 1685 1772 3457 95
Ngrendeng 1126 1209 2335 93
Gondang 1518 1507 3025 101
Bendungan 115 1278 2473 94
Mojoarum 1446 1508 2954 96
Sidomulyo 1544 1542 3086 100
Notorejo 1933 1975 3908 98
Sidem 1103 1059 2162 104
Blendis 817 913 1730 89
Tiudan 3908 4092 8000 96
Wonokromo 1123 1034 2157 109
Jarakan 1223 1229 2452 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2015
Piramida penduduk Kecamatan Gondang tahun 2015 menunjukkan
penduduk Kecamatan Gondang didominasi oleh penduduk muda/dewasa. Jumlah
penduduk usia 65 ke atas jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
86
penduduk di kelompok usia lainnya. Akan tetapi jumlah penduduk satu tingkat
dibawah kelompok usia 65 tahun keatas, yaitu kelompok usia 60-64 tahun
jumlahnya paling sedikit, baik berjenis kelamin laki-laki atau berjenis kelamin
perempuan.
Ditinjau dari sumber penghasilan utama rumah tangga, ternyata di
Kecamatan Gondang yang terbesar adalah pertanian sebesar 40.12 persen dan
yang kedua adalah industri pengolahan yaitu sebesar 23,64 persen. Hal ini dapat
dikatakan bahwa kesejahteraan rumah tangga di Kecamatan Gondang cukup
bagus karena hampir 80 persen rumah tangganya masuk golongan rumah tangga
sejahtera, dan sebesar hanya 20 persen masuk kelompok pra sejahtera. Oleh
karena itu, perlunya mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat di
Kecamatan Gondang dengan berbagai program yang telah dicanangkan
pemerintah, seperti pengembangan pada sektor perikanan yang dicanangkan
melalui penetapan kawasan minapolitan pada Kabupaten Tulungagung.
c. Kondisi Perikanan
Pembahasan penelitian ini lebih menekankan pada kondisi perikanan yang
terfokuskan pada perikanan budidaya di Kecamatan Gondang. Sejalan dengan
kebijakan pembangunan perikanan yang ditempuh Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kabupaten Tulungagung sebagai salah satu sentra produksi perikanan
budidaya di Jawa Timur juga menjalankan kebijakan pengembangan kawasan
minapolitan. Bahkan, Pada tahun 2015, melalui Keputusan Nomor: 180/ KEP-
DJPB/ 2014, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) menetapkan 101
Lokasi Sentra Produksi Perikanan Budidaya pada Kawasan Minapolitan
87
Terintegrasi, salah satunya adalah Kawasan Minapolitan Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung.
Pelaksanaan konsepsi minapolitan perikanan budidaya sebagai strategi
pembangunan Kabupaten Tulungagung secara garis besar dibagi menjadi 2 basis
pengembangan utama yaitu kawasan inti dan kawasan hinterland. Kawasan inti
minapolitan diKecamatan Gondang dengan komoditas utama ikan lele dan
kawasan hinterland atau penyangga yang terdiri dari 3 kecamatan potensi
perikanan yang memiliki keterkaitan erat dengan Kecamatan Gondang, yaitu
Kecamatan Boyolangu dengan komoditas utama ikan hias, Kecamatan Pakel
dengan komoditas utama ikan lele dan Kecamatan Campurdarat dengan
komoditas utama ikan gurami. Kecamatan Gondang dipilih sebagai kawasan inti
dalam pengembangan minapolitan Kabupaten Tulungagung karena wilayah ini
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Memiliki pusat budidaya ikan
2) Memiliki wilayah pengembangan di sekitar sentra budidaya ikan
3) Memiliki sentra produksi, pengolahan, dan pemasaran serta didukung
kegiatan usaha lainnya
4) Memiliki potensi sarana dan prasarana pendukung aktivitas ekonomi
5) Memiliki potensi sumber daya manusia dan kelembagaan
6) Memiliki komoditas unggulan
7) Letak geografi yang strategis untuk strategi pengembangan produk
Selanjutnya Luas lahan budidaya ikan di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Gondang sampai saat ini mencapai 284.203m2 dari total keseluruhan lahan potensi
88
seluas 542.178 m2. Lahan budidaya ikan tersebut dikelola oleh 470 rumah tangga
perikanan/RTP yang terdiri dari 403 RTP pembesaran ikan konsumsi, 57 RTP
perbenihan ikan, dan 10 RTP budidaya ikan hias. Adapun data mengenai luas
lahan yang digunakan dalam pengembangan perikanan melalui budidaya ikan,
yaitu adalah sebagai berikut.
Tabel 7. Pembesaran Perikanan Darat menurut Desa dan Jenisnya Tahun
2013
Desa
Ikan Konsumsi Ikan Hias
Luas (m2) Jumlah
Peternak Luas (m2)
Jumlah
Peternak
Kendal 1512 14 - -
Tawing 20874 67 150 1
Gondosuli 102200 82 - -
Dukuh 672 13 - -
Sepatan 2133 18 - -
Macambang 7130 28 - -
Kiping 576 5 - -
Rejosari 3641 17 110 1
Bendo 1968 4 - -
Ngrendeng 2866 13 - -
Gondang 1026 5 - -
Bendungan 5565 35 - -
Mojoarum 3669 16 - -
Sidomulyo 3753 17 - -
Notorejo 2280 10 - -
Sidem 420 7 - -
Blendis - - - -
Tiudan 2558 23 - -
Wonokromo 2210 8 - -
Jarakan 1440 9 - -
Jumlah 166493 391 260 2
Sumber:Badan Pusat Statistik Tahun 2015
Adanya pemanfaatan lahan dan jumlah peternak seperti data laporan
diatas, dapat mempermudah koordinasi dalam rangka pengembangan usaha
perikanan. Dimana hubungan kelompok yang dapat saling bekerja sama antara
para peternak ikan atau bisa dikatakan sebagai pembudidaya ikan dengan yang
89
lainnya. Selain itu sebagai kawasan minapolitan upaya yang dilakukan pemerintah
guna mengembangkan usaha pembudidaya ikan di Kecamatan Gondang dengan
membentuk suatu kelompok kerja (Pokja).
Pokja Minapolitan Kabupaten Tulungagung untuk pertama kalinya
dibentuk pada tanggal 27 Juli 2011 melalui Surat Keputusan Bupati Tulungagung
Nomor: 188.45/ 261/ 031/ 2011 tentang Tim Kelompok Kerja (Pokja)
Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Tulungagung Tahun
Anggaran 2011. Selanjutnya, keputusan yang sama dikeluarkan oleh Bupati
Tulungagung setiap tahun dengan masa berlaku keanggotaan selama satu tahun.
Selain itu untuk meningkatkan koordinasi dan pelaksanaan kegiatan, pokja
pengembangan kawasan minapolitan dibantu oleh Tim Sekretariat yang
ditetapkan setiap tahun oleh Kepala DKP Kabupaten Tulungagung.
Kemudian pada tahun 2015 struktur pokja ditetapkan dengan Keputusan
Bupati Tulungagung Nomor: 188.45/ 148/ 013/ 2015 tentang Pengembangan
Kawasan Agropolitan dan Minapolitan Kabupaten Tulungagung Tahun 2015 dan
Tim Sekretariat Pokja dengan Keputusan Kepala DKP Tulungagung Nomor: 523/
071.1/ 111/ 2015 tentang Tim Sekretariat Pokja Minapolitan Kabupaten
Tulungagung Tahun 2015. Berdasarkan dua surat keputusan tersebut, struktur
Pokja Pengembangan Kawasan Minapolitan Kecamatan Gondang Tahun 2015
adalah sebagai berikut:
90
Table 8. Kelompok Kerja Minapolitan Kabupaten Tulungagung Tahun 2015
Pengarah Ketua Sekertaris Anggota Tim Sekertariat
Bupati
Tulungagu
ng
Sekretaris
Daerah
Kabupaten
Tulungagu
ng
Kepala Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
1. Kepala Dinas
Pertanian, Tanaman
Pangan dan
Hortikultura
2. Kepala Dinas
Kelautan dan
Perikanan
3. Kepala Badan
Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan
4. Kepala Dinas
Peternakan
5. Kepala Dinas
Kehutanan dan
Perkebunan
6. Kepala Dinas
Pekerjaan Umum,
Pengairan, dan Energi
Sumber Daya Mineral
7. Kepala Dinas
Pekerjaan Umum,
Bina Marga,
Perumahan, dan
Ciptakarya
8. Kepala Badan
Lingkungan Hidup
9. Kepala Badan
Pemberdayaan
Masyarakat dan
Pemerintahan Desa
10. Kepala Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan
11. Kepala Dinas
Koperasi dan UMKM
12. Kepala Dinas
Pariwisata, Pemuda,
dan Olah Raga
13. Kepala Bagian
Sumberdaya Alam
Setda
14. Kepala Bagian
Perekonomian Setda
a. Penanggung
Jawab: Kepala
Dinas Kelautan
dan Perikanan
b. Ketua: Kepala
Bidang
Perikanan
Budidaya
c. Sekretaris:
Kepala Seksi
Perbenihan Ikan
d. Bidang
perencanaan:
Suliyadi, A.Md.
e. Bidang
Pemberdayaan/
Pelaksanaan:
Kepala Seksi
Budidaya.
f. Bidang
pelaporan:
Mohamad Aziz
Muslim, A.Md.
g. Bidang
monitoring dan
evaluasi: Arif
Sujoko, S.Pi.
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
91
Dilihat dari table diatas bahwa struktur pokja pengembangan kawasan
minapolitan tahun 2015 dimana yang berperan dalam pengembangan kawasan
minapolitan di Kecamatan Gondang bukan hanya Dinas Kelautan dan Perikanan,
tetapi juga ada peran dari SKPD yang berhubungan dengan pengembangan
kawasan minapolitan. Seluruh Dinas ataupun anggota yang tergabung dalam
pokja melakukan tugas atau peranannya sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
Pokja ini didasari oleh potensi budidaya ikan dan pengolaan ikan. Adanya
organisasi yang terstruktur ini diharapkan mampu mengembangkan Desa
Gondosuli Kecamatan Gondang menjadi kawasan minapolitan yang berhasil dan
menjadi desa percontohan kawasan minapolitan budidaya ikan lele secara
nasional.
4. Gambaran Umum Desa Gondosuli
a. Sejarah Desa Gondosuli
Menurut sejarah awal nama Gondosuli itu sendiri sebenarnya terjadi secara
sederhana, berawal ketika seorang tokoh agama yang dihormati dan menjadi
panutan oleh masyarakat sekitar beliau bernama Syeh Sunan Kuning. Beliau pada
saat itu sedang melakukan perjalanan syiar Agama Islam yang secara kebetulan
melewati suatu daerah atau tempat yang beraroma sangat menyengat seperti bau
bangkai.Bau tersebut berasal dari bunga yang dikenal sebagai Bunga Bangkai
(Rafflesia Arnoldi). Maka sejak saat daerah tersebut dinamai dengan Gondosuli,
berasal dari kata "Gondo" berarti bau dan "Suli" berarti Asu keli (Anjing hanyut).
Namun versi yang lain juga menyebutkan bahwa nama Gondosuli berasal dari
sebuah bunga beraroma wangi yang diketemukan oleh Syeh Sunan kuning,
92
"Gondo" berarti bau dan Suli (Wanita cantik, yang diidentikan dengan bunga yang
beraroma harum).
Sejarah pemerintahan Desa Gondosuli secara resmi tercatat sejak tahun
1860, yang pada waktu itu Zaman Penjajahan Belanda. Adapun Kepala Desa yang
pernah menjabat di Desa Gondosuli sejak dulu hingga sekarang (2012), tercatat
ada 10 Kepala Desa, yaitu :
1) Suromejo, menjabat Kepala Desa Tahun 1860 s/d 1885
2) Karsorejo, menjabat Kepala Desa Tahun 1886 s/d 1912
3) Sodimejo, menjabat Kepala Desa Tahun 1913 s/d 1934
4) Surontono, menjabat Kepala Desa Tahun 1935 s/d 1968
5) Bakri, menjabat Kepala Desa Tahun 1969 s/d 1977
6) Moh. Juli, menjabat Kepala Desa Tahun 1978 s/d 1982
7) Mamik Sudiman, menjabat Kepala Desa Tahun 1983 s/d 1998
8) Katno, menjabat Kepala Desa Tahun 1999 s/d 2007
9) H. Gatot Suminto, menjabat Kepala Desa Tahun 2008 s/d 2013
10) Sumiran, menjabat Kepala Desa Tahun 2013 s/d 2018
Perkembangan dan pembangunan Desa Gondosuli, dilihat dari segi
pembangunan yang ada di Desa Gondosuli dari tahun ke tahun mengalami banyak
peningkatan baik di bidang ekonomi, sosial budaya maupun keagamaan.
Pembangunan di Desa Gondosuli masa sekarang 2007 sampai sekarang 2012, ada
dua masa kepemimpinan Kepala Desa yang memimpin pada zaman ini, yaitu H.
Gatot Suminto dan Bapak Sumiran. Pada masa kepemimpinan Bapak H. Gatot
Suminto, beliau meneruskan pembangunan fisik pada waktu kepemimpinan
93
sebelumnya, namun pembangunan fisik menjadi prioritas utama dengan tahapan
perkembangan yang lebih cepat, terfokus dan terencana dibanding pada masa
sebelumnya. Secara fisik pembangunan yang diperioritaskan seperti sarana
prasarana desa, pembangunan jalan aspal desa diteruskan, pembangunan PAUD
dan Taman Kanak Kanak Pembina (Negeri).
Kemudian pada kepemimpinan Bapak Sumiran, beliau melanjutkan
tampuk kepemimpinan H. Gatot Suminto. Dalam kepemimpinan sebelumnya
tatanan kepemerintahan desa dan masyarakat sudah tertata dengan baik. Sehingga
dengan semangat Kepala Desa muda semoga mampu memimpin Desa Gondosuli
ke depan menuju masyarakat mandiri dan sejahtera.
b. Profil Desa Gondosuli
Desa Gondosuli secara struktural merupkan bagian integral yang tidak
terpisahkan dari sistem perwilayahan Kecamatan Gondang Kabupaten
Tulungagung. Secara administratif Desa Gondosuli merupakan salah satu dari 20
desa yang berada di Kecamatan Gondang. Oleh karena itu, Desa Gondosuli
sendiri juga memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Visi Misi Desa Gondosuli :
“Menjadikan Desa Bendosari untuk terus maju kedepan, mensejahterakan
masyarakat, membentuk aparatur Desa yang berkualitas, untuk
mendukung otonomi daerah dalam mewujudkan masyarakat yang lebih
mandiri.”
c. Kondisi Geografis
Desa Gondosuli merupakan salah satu Desa yang terdapat di wilayah
Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung. Secara geografis Luas wilayah
Desa Gondosuli adalah 1.71 Km2. Berikut adalah peta Desa Gondosuli.
94
Gambar 8. Peta Desa Gondosuli
Sumber: Desa Gondosuli Kecamatan Gondang 2016
Dari peta diatas menunjukkan batas-batas wilayah Desa Gondosuli. Batas-
batas wilayahnya yaitu Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kedungsuko
Kecamatan Tulungagung, Sebelah Selatan dengan Desa Tawing Kecamatan
Gondang, Sebelah Timur dengan Desa Bono Kecamatan Boyolangu, dan Sebelah
Barat berbatasan dengan Desa Dukuh. Secara administrasi Desa Gondosuli dibagi
menjadi dua Dusun, empat Rukun Warga (RW) dan empat belas Rukun Tetangga
(RT).
d. K ondisi Demografis
Kondisi demografi di desa Gondosuli menunjukkan jumlah penduduk yang
hamper seimbang. Pada tahun 2015 jumlah penduduk terdiri dari 1.312 penduduk
laki-laki. Sedangkan jumlah penduduk perempuan 1.253 orang.
95
Penduduk Desa gondosuli memiliki mata pencaharian yang beragam. Mulai
bertani sampai produksi kolam ikan lele dan gurame. Dimana output dari lele
tersebut lebih dari 10 ton per hari. selain itu juga terdapat bemacam macam olahan
tentang lele.
e. Budidaya Peikanan di Desa Gondosuli
Desa Gondosuli yang semula dikenal sebagai salah satu produsen tembakau
kini telah berubah menjadi desa perikanan, khususnya sentra budidaya lele.Awal
mula masyarakat Desa Gondosuli berbudidaya ikan sekitar tahun 1994
silam.Salah satu warga Desa Gondosuli yaitu Pak Parsam mencoba budidaya lele
dalam kolam kecil di belakang rumahnya.Tanpa diduga sebelumnya, usaha
sampingan tersebut ternyata dapat berkembang dengan pesat. Pada saat ini, sekitar
18 tahun setelah budidaya lele pertamanya, Parsam sudah mengelola 160 unit
kolam lele di lahan seluas 0,62 ha.
Kisah Pak Parsam tersebut merupakan salah satu contoh keberhasilan
pembudidaya lele di Desa Gondosuli. Perkembangan budidaya lele dengan kolam-
kolam lele yang tersebar di lahan seluas 11,03 ha yang diusahakan oleh 92 rumah
tangga perikanan budidaya. Dengan jumlah kolam yang relatif banyak dan
kemampuan manajerial produksi yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok
pembudidaya ikan, panen lele yang dihasilkantidak kurang dari 18 ton per hari.
Produksi lele dari Desa Gondosuli ini dipanen untuk memenuhi pasar
Tulungagung dan daerah-daerah lain di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
96
B. Penyajian Data
Pada tahap ini penulis akan memaparkan lalu mendeskripsikan hasil
penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi untuk mendapatkan gambaran serta jawaban akhir dari permasalahan
yang diteliti. Hasil penelitian ini dibatasi oleh fokus penelitian yang telah
ditetapkan tentang kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan sebagai upaya meningkatkan ekonomi lokal
Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung. Adapun fokus
permasalahan pada penelitian ini ialah sebagai berikut.
1. Kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Tulungagung yang dilihat dari :
Konsep kemitraan pada dasarnya mengacu pada konsep kerjasama. Pada
kemitraan perlu adanya upaya melibatkan berbagai sektor dari kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama
dalam mencapai suatu tujuan bersama. Proses kemitraan yang dilakukan oleh
beberapa pihak tentunya memiliki perannya masing-masing agar dapat terjadi
kesinambungan untuk mencapai suatu tujuan.
a. Stakholder yang terlibat dalam kemitraan pengembangan kawasan
minapolitan.
Tentunya dalam pencapaian tujuan bersama dibutuhkan suatu kemitraan
atau kerjasama yang saling berkesinambungan agar mencapai suatu target yang
telah ditentukan sebelumnya. Seperti kemitraan yang dilakukan oleh sektor
97
pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan kawasan minapolitan di
Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung. Ketiga pihak
tersebut memiliki bagian-bagian atau tugas masing-masing agar tercipta suatu
kondisi yang selaras. Berikut peran masing-masing sektor dalam pengembangan
kawasan minapolitan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
1) Pemerintah
Pada kemitraan penegembangan budidaya ikan lele di Kabupaten
Tulungagung agar menjadi kawasan minapolitan sebagai upaya PEL, peran
pemerintah daerah sangat dibutuhkan agar dalam pencapaiannya sampai pada titik
optimal. Salah satu peran pemerintah daerah ialah membuat payung hukum agar
dalam pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum serta rencana
pengembangannya terstruktur. Salah satunya ialah setelah ditetapkan oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan sebagai Kawasan Minapolitan Perikanan Budidaya
melalui Keputusan Nomor: 35/ KEPMEN-KP/ 2013 tentang Penetapan Kawasan
Minapolitan, Pemerintah Kabupaten Tulungagung dan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya menerbitkan beberapa produk hukum dalam pengembangan
Kawasan Minapolitan Kecamatan Gondang sebagai berikut:
1. Keputusan Kepala Bappeda Kabupaten Tulungagung Nomor: 188/
997/ 201/ 2013 tentang Tim Teknis Kabupaten dan tim Pokja
Kecamatan pada Kegiatan Pemberdayaan pokja dan Masyarakat di
Kawasan Minapolitan Tahun Anggaran 2013
98
2. Keputusan Bupati Tulungagung Nomor: 188.45/ 664/ 013/ 2013
tentang Penetapan Lokasi Penyangga (Hinterland) Pengembangan
Kawasan Minapolitan di Kabupaten Tulungagung
3. Keputusan Bupati Tulungagung Nomor: 188.45/ 148/ 013/ 2015
tentang Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Minapolitan
Kabupaten Tulungagung Tahun 2015
4. Keputusan Kepala Bappeda Kabupaten Tulungagung Nomor: 188/
202/ 201/ 2015 tentang Tim Pembina Kabupaten dan Tim Pembina
Kecamatan Kegiatan Pendamping dan Penunjang Pengembangan
Kawasan Agropolitan dan kawasan Minapolitan Tahun Anggaran
2015
5. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor: 01/ KEP-
DJPB/ 2014 tentang Penetapan 103 Lokasi Sentra Produksi Perikanan
Budidaya sebagai Kawasan Minapolitan Percontohan Tahun 2014
6. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor: 08/ KEP-
DJPB/ 2014 tentang Pendampingan Teknologi oleh Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya di 115 Lokasi Sentra
Produksi Perikanan Budidaya pada Kawasan Minapolitan/
Industrialisasi Percontohan Tahun 2014
7. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor: 180/ KEP-
DJPB/ 2014 tentang Penetapan 101 Lokasi Sentra Produksi Perikanan
Budidaya pada Kawasan Minapolitan Terintegrasi Tahun 2015
99
8. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor: 208/ KEP-
DJPB/ 2014 tentang Pendampingan Teknologi oleh Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya di 101 Lokasi Sentra
Produksi Perikanan Budidaya pada Kawasan Minapolitan Terintegrasi
Tahun 2015.
Berdasarkan beberapa produk hukum yang telah tertera diatas, serta data
yang telah dipaparkan sebelumya di gambaran umum bahwa melalui Surat
Keputusan Bupati Tulungagung Nomor: 188.45/ 261/ 031/ 2011 tentang Tim
Kelompok Kerja (Pokja) Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten
Tulungagung Tahun Anggaran 2011, maka Pokja Pengembangan Kawasan
Minapolitan telah menyelenggarakan rapat koordinasi selama dua tahun terakhir
dengan agenda sebagaimana tabel berikut:
Table 9. Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan
Minapolitan
Waktu Pelaksanaan
Rakor
Agenda Rakor Narasumber
8 Januari 2014 Dukungan Pemerintah
Kabupaten Tulungagung dan
Provinsi Jawa Timur dalam
Pengembangan Kawasan
Minapolitan Kecamatan
Gondang
a. Kepala DKP Kab. Tulungagung
b. DPK Prov. Jawa Timur
c. Bappeda Kab. Tulungagung
Bappeda Prov. Jawa Timur
10 Juni 2014 Dukungan lintas sektor dalam
Pengembangan Kawasan
Minapolitan Kecamatan
Gondang (Rakor Terpadu
dengan Pokja Tingkat Pusat)
a. Dr. Ir. Iin Siti Djunaidah, M.Sc.
(Staf Ahli MenKP Bidang
Kemasyarakatan dan Hubungan
Antar Lembaga)
b. Ir. Dwika Herdikiawan, M.M.
(Direktur Prasarana dan Sarana
Budidaya DJPB)
Drs. Suprapto, M.M. (Kepala DKP
Kab. Tulungagung)
4 September 2014 Evaluasi Kinerja Kawasan
Minapolitan Kecamatan
Gondang
a. Dra. Dyah Wahyuningsih (Kepala
Bidang Perikanan Budidaya DKP
Kab. Tulungagung)
b. Ir. Sutrisno (Kepala Bidang
Perencanaan Ekonomi Bappeda
Kab. Tulungagung)
c. Ir. Mukti Sumarsono, Kepala Seksi
Statistik Sosial BPS Tulungagung
100
25 September 2014 Strategi Perencanaan Kawasan
Minapolitan Kecamatan
Gondang
Mujio Sukir, S.Pi., M.Si. (Peneliti
Institut Pertanian Bogor)
11 Agustus 2015 Perencanaan Pembangunan di
Kawasan Minapolitan Tahun
2016
a. Drs. Suprapto, M.M. (Kepala DKP
Kab. Tulungagung)
b. Ir. Helmi Yudiarsafran Zuna,
M.Si. (Kepala Subdirektorat
Minapolitan DJPB)
c. Dra. Dyah Wahyuningsih (Kepala
Bidang Perikanan Budidaya DKP
Tulungagung
Sukarji, S.T. (Kepala Bidang Bina
Marga Dinas PUBMPCK Kab.
Tulungagung)
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rapat koordinasi
Pokja dalam pengembangan kawasan minapolitan didukung oleh berbagai SKPD
yang ada di Kabupaten Tulung agung. Berbagai bentuk dukungan dan kegiatan
yang telah dilakukan SKPD anggota Pokja dalam pembangunan kawasan
minapolitan, baik kawasan inti maupun hinterland, dalam kurun 2012-2015
adalah sebagai berikut (daftar lebih rinci dapat dilihat dalam lampiran):
a. Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, Perumahan, dan Cipta Karya
(PUBMPCK)
Ketersediaan infrastruktur merupakan faktor penting dalam
pengembangan Kawasan Minapolitan. Karena itu, Dinas PUBMPCK
mengalokasikan berbagai kegiatan pendukung minapolitan di
Kecamatan Gondang dan Campurdarat dalam bentuk:
1) Pembangunan jalan
2) Pembangunan tembok penahan badan jalan
3) Rehabilitasi jalan
4) Pembangunan jembatan
5) Rehabilitasi jembatan
101
6) Pemeliharaan jalan secara berkala
7) Pembangunan gorong-gorong
Gambar 9. Pembangunan Infrastruktur Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
b. Dinas Pekerjaan Umum, Pengairan, dan Energi Sumber Daya Mineral
(PUPESDM). Sesuai dengan tugas fungsi instansinya, Dinas
PUPESDM mendukung pengembangan kawasan minapolitan dengan
melaksanakan beberapa kegiatan di Kecamatan Gondang, Boyolangu,
dan Campurdarat dalam bentuk:
1) Perkuatan/ peningkatan tangkis saluran pembuangan
2) Pembangunan DAM
3) Peningkatan saluran pembuangan
4) Pembangunan/ peningkatan irigasi pertanian
5) Normalisasi saluran pembuangan
6) Pembuatan pintu pengatur banjir
7) Pembangunan pintu air
8) Pembangunan bok
102
Gambar 10. Peningkatan saluran irigasi di Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
c. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Sebagai satuan kerja yang menjadi leading sector dalam
pengembangan kawasan minapolitan. DKP melaksanakan berbagai
kegiatan di kawasan minapolitan, yaitu:
1) Pembangunan gedung pertemuan kelompok
2) Bantuan alat uji kualitas air
3) Bantuan alat pencetak pakan
4) Pembangunan sarana dan prasarana (DAK)
5) Peningkatan intensitas budidaya ikan
6) Sertifikasi CPIB
7) Pelaksanaan PUMP PB dan P2HP
8) Pembuatan Detail Design Engineering
9) Pengendalian hama dan penyakit ikan
10) Sertifikasi Hak Atas Tanah Pembudidaya Ikan (Sehatkan)
103
Gambar 11. Kegiatan Sosialisasi Sehatkan dan Peningkatan Intensitas
Budidaya Ikan di Desa Gondosuli
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung2015
d. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP)
BKPP memberikan dukungan terhadap kebijakan pengembangan
Kawasan Minapolitan di Kecamatan Gondang dengan
menyelenggarakan kegiatan:
1) Pemanfaatan pekarangan sebagai cadangan pangan keluarga
2) Lumbung pangan
3) Kawasan rumah pangan lestari
4) Karang kitri
e. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD)
Dukungan dari BPMPD terhadap kebijakan pengembangan Kawasan
Minapolitan adalah dengan melaksanakan kegiatan:
1) Pengembangan sumber daya lokal berbasis kawasan
2) Program PKPKM
f. Badan Lingkungan Hidup (BLH)
BLH memberikan dukungan dengan mengalokasikan kegiatan
pembuatan IPAL, pembuatan tempat pengolahan sampah terpadu,
104
kegiatan pemantauan konservasi dan pengendalian lingkungan hidup,
pembuatan fasilitas biogas, dan pembuatan sumur resapan. Semua
kegiatan tersebut dilaksanakan di wilayah Kecamatan Gondang.
Gambar 12. Pembangunan Sumur Resapan di Wilayah Kecamatan Gondang
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
g. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH)
Dinas PTPH melakukan beberapa kegiatan di Kecamatan Gondang
untuk mendukung pengembangan kawasan minapolitan. Jenis-jenis
kegiatan yang dilaksanakan, antara lain:
1) Pembangunan jaringan irigasi tingkat usaha tani
2) Pembangunan jaringan irigasi air permukaan
3) Pembangunan jaringan irigasi air tanah
4) Pembuatan sumber air tanah dalam
5) Pembangunan jalan usaha tani
6) Pemberian bantuan pompa air
7) Pemberian bantuan alat dan mesin pertanian
8) Anti Poverty Program
9) Pembangunan sumur dalam
105
Gambar 13. Sumur dalam yang dibangun Dinas PTPH di Desa Gondosuli
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
h. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Disperindag di Kecamatan Gondang
untuk mendukung pengembangan kawasan minapolitan antara lain:
1) Penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan industri hasil
tembakau
2) Peningkatan ketrampilan industri
3) Pengembangan produk aneka olahan pangan berbahan baku
lokal
4) Pembinaan pengembangan kualitas industri
i. Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bagian SDA dalam rangka
mendukung kebijakan pengembangan kawasan minapolitan adalah
optimalisasi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan dan
pelaksanaan studi banding.
106
Gambar 14. Dukungan perumusan kebijakan pembangunan diberikan oleh
Bagian SDA melalui berbagai rapat kerja dan sosialisasi
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
j. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Pengembangan perekonomian kawasan akan mampu memberdayakan
perekonomian masyarakat apabila ditopang dengan keberadaan
koperasi. Karena itu, Dinas Koperasi UMKM memfasilitasi pendirian
koperasi di kawasan minapolitan dan melanjutkannya dengan
memberikan pembinaan. Di Desa Gondosuli yang menjadi sentra
produksi dalam kawasan minapolitan telah berdiri KSU Sumber
Makmur Sejahtera pada tahun 2007 dengan nomor badan hukum
188.2/ BH/ XVI.29/ 304/ XII/ 2007. Koperasi ini diketuai oleh
Muyono dan beranggotakan 43 orang.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa dalam pengembangan
budidaya ikan lele di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten
Tulungagung agar menjadi kawasan minapolitan yang berkembang, pihak
pemerintah daerah mengerahkan bantuannya sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing SKPD. Adanya data yang telah disebutkan diatas
107
dibenarkan oleh Bapak Sumiran selaku Kepala Desa Gondosuli, mengenai
bantuan pemerintah daerah beliau mengatakan.
“Banyak perkembangan program program dari itu pertamanya dari
pusat kita pengembangannya terkait dengan kawasan ada
pengembangan masalah inrastruktur, sarana prasarana mulai dari
pembuangan lewat jalur ini pengolahan limbahnya ini kayak gini, ada
perhatian atau bantuan dari pusat untuk daerah” (Wawancara pada
tanggal 28 November 2016 Pukul 10:00 WIB di kantor Desa
Gondosuli)
Selain pernyataan Bapak Sumiran, pernyataan mengenai bantuan
pemerintah daerah juga dibenarkan oleh Bapak Parsam selaku pembisnis dari
budidaya ikan lele, beliau menambahkan.
“Kalau dinas bantu kadang-kadang ada sosialisasi, terus semisalnya
ada kemasukan penyakit atau apa, itu dari dinas perikanan, ada
pelatihan di seketarian, kemaren ada pertemuan itu membahas mau
ada dapat bantuan mesin pembuat pakan mungkin akhir desember di
serahkannya” (Wawancara pada tanggal 25 November 2016 Pukul
15:21 WIB di kediaman Bapak Parsam )
Adanya pernyataan yang demikian dapat disimpulkan bahwa dalam
pengembangan kawasan minapolitan khususnya di bidang budidaya ikan lele di
Desa Gondosuli, pemerintah daerah mengerahkan seluruh elemen SKPD-nya
untuk membantu pengembangan budidaya. Salah satunya ialah dengan adanya
sosialisasi, perbaikan sarana dan prasarana, pengolahan limbah dan lain
sebagainya. Pada pengembangan kawasan minapolitan ini, tentunya tidak hanya
memikirkan keberhasilan di satu aspek saja, namun juga melihat dari berbagai
aspek yang juga dapat diperhitungkan dari bidang lain, dalam hal ini Bapak Eko
selaku Staff Bidang Ekonomi Bappeda mengatakan.
“Kalau kita sudah menyebut suatu kawasan tertentu, minapolitan
contohnya. Berarti kawasan itu tidak hanya mengambil suatu bagian,
tapi kalau sudah mengarah pada kawasan itu sudah tidak asa sekat-
108
sekat administratif. Bisa jadi desa yang ada sentralnya tapi hitterland-
nya di daerah lain. Dan mencakup kawasan yang relatif luas ini tentu
banyak fungsi dalam satu kawasan yang berkembang dalam tata ruang
itu bagaimana nanti harus dikaji. Sekarang terkait tata ruang ada
Bappeda sendiri, dan ada PU yang harus tahu persis tentang
pemanfaatan tata ruang. Ada infrastruktur kawasan ada jalan dan
drainase. Jika di suatu kawasan tertentu ada budidayanya, maka
secara otomatis lingkungan juga terpengaruh terhadap limbah. Untuk
itu BLH harus tahu tentang ini, serta DKP harus punya kapasitas di
dalamnya, dan menggunakan sistem seperti apa untuk menanganinya”
(Wawancara pada tanggal 25 November 2016 WIB Pukul 09:30 WIB
di kantor Bappeda)
Adanya penjelasan dari Bapak Eko diatas, dapat disimpulkan bahwa
adanya pengembangan budidaya lele untuk membentuk kawasan minapolitan di
Desa Gondosuli Kecamatan Gondang tidak hanya bertumpu pada budidayanya
saja, namun juga melihat dari aspek lain yang juga diperhitungkan agar tidak
terjadi kesenjangan. Karena itulah perlu adanya kerjasama dan pembagian tugas
antar SKPD berdasarkan tugas dan fungsinya masing-masing. Pengembangan
budidaya ikan lele ini tentunya memiliki SKPD yang menjadi leading sector-nya,
dalam hal ini DKP melalui Ibu Diah selaku Ketua Bidang Perikanan Budidaya
memberikan klarifikasi mengenai bantuan yang diberikan dinasnya dalam
pengembangan budidaya ikan lele ialah sebagai berikut.
“Bantuan yang diberikan oleh kami ada banyak. Pertama,
perlengkapan saran dan prasarana baik infrastruktur maupun sarana
yang berkaitan langsung dengan kegiatan budidaya seperti perbaikan
jalan, saluran, saluran air limbah. Khusus untuk budidaya kami
memberikan teknologi contohnya mengenalkan teknologi baru
dengan sistem bioflok. Bioflok itu sistemnya dengan menggunakan
kolam bundar bukan kolam pakai tanah. Dengan harapan dengan
teknologi bioflok itu dapat menghemat lahan, menghemat air,
menghemat pakan, dan ramah lingkungan. Di gondosuli itu ada 2
kelompok, sedangkan di hinter lainnya ada 2 kelompok juga. Tapi
sepertinya sudah ada beberapa yang menerapkan bioflok, dengan
109
melihat teknologi yang kita kenalkan ada yang menerapkan sendiri”
(Wawancara pad tanggal 27 November 2016 Pukul 13:50 WIB
bertempat di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tulungagung)
Berdasarkan penuturan Ibu Diah diatas dapat disimpulkan bahwa DKP
telah memberikan bantuan berupa perbaikan sarana dan prasarana, serta teknologi
baru berbentuk sistem bioflok. Pihaknya mengklaim bahwa bantuan bioflok
tersebut diharapkan merupakan bantuan yang dapat membantu masyarakat agar
lebih maju dalam budidaya ikan lele. Pada kenyataanya bantuan yang diberikan
tidak serta merta cocok dengan yang terjadi di lapangan. Hal ini dikarenakan
setiap daerah memiliki sumber daya yang berbeda-beda. Mengenai bantuan
pemerintah dan sistem bioflok tersebut, Bapak Supangat selaku pebisnis dari
budidaya ikan lele mengatakan.
“Benar ada bantuan berupa sarana dan prasarana dalam bentuk
pembuangan limbah sejauh 2 Km yang dibuat untuk kelompok desa,
ada juga bioflox. Setiap kelompok dapat 1 bioflox, untuk daerah sini
masih dalam bentuk uji coba dan hasilnya memang belum begitu
berhasil. Sistem bioflox terlalu ribet, tegang, kalau tingkat perjalanan
pengembangan ya sebagai pendamping untuk sisa ikan yang masih
ada. Adanya bioflox sih untung tidak untung, kalau tidak untung buat
apa, kan salah besar” (Wawancara pada tanggal 28 November 2016
Pukul 14:00 WIB bertempat di kediaman Bapak Supangat)
Berdasarkan pernyataan Bapak Supangat dapat disimpulkan bahwa adanya
bantuan pemerintah berupa sistem bioflok tidak terlalu berhasil, dan juga tidak
terlalu menguntungkan untuk masyarakat pembudidaya lele. Pasalnya dengan
adanya sistem bioflok ini, masyarakat beranggapan bahwa sistem tersebut terlalu
ribet, dan tegang. Untuk itulah perlu adanya pendampingan dari pihak pemerintah
khususnya DKP untuk mengedukasi masyarakat agar dapat menggunakan sistem
110
bioflok yang baik dan benar, sehingga dapat membantu masyarakat dalam
mendongkrak hasil budidayanya.
Pernyataan Bapak Supangat yang mengatakan bahwa sistem bioflok tidak
terlalu berhasil dalam pengembangan budidaya ikan lele di Desa Gondosuli,
pernyataan yang diberikan oleh Bapak Hery selaku kelompok pembudidaya Mina
Baru lebih menekankan pada ketidakberhasilan sistem bioflok dalam
pengembangan budidaya-nya. Mengenai sistem bioflok ini beliau mengatakan.
“Dinas kelautan dan perikanan bantuannnya ada sumur, paralon
pembuangan air limbah kolam, dan sistem bioflok yang tidak digunakan
karena tidak ada hasil yang diperoleh dari pada budidaya tradisional, jadi
masih menggunakan cara budidaya tradisional” (Wawancara pada tanggal
8 Agustus 2016 WIB Pukul 10:00 WIB bertempat di kediaman Bapak
Hery)
Selain itu mengenai sistem bioflok, Bapak Parsam selaku Ketua Kelompk
Budidaya Mekarsari juga menambahkan.
“Sistem bioflok Itu sebetulnya termasuk kata-kata orang pintar dan
termasuk teknologi modern. Cuma kenyataanya orang-orang itu saya
bilang tolong tunjukkan orang yang bisa menggunakan sistem bioflok
dalam kehidupanya sehari hari paling ndak bisa membelikan sepatu
anaknya baju anaknya hasil dari bioflok. Sementara itu sampai sekarang
belum ada yang menjawab, berarti keberhasilnnya kurang. Tapi kalau semi
seperti ini, banyak, yang bikin rumah ada, termasuk saya sendiri, yang
punya mobil ada, sampek segitu besarnya malahan, bukan belikan sepatu
atau pakaian lho” (Wawancara pada tanggal 25 November 2016 WIB
Pukul 15:21 WIB bertempat di kediaman Bapak Parsam)
Keterangan yang diberikan oleh Bapak Hery dan Bapak Parsam mengenai
bantuan pemerintah yang berupa sisten bioflok dapat disimpulkan bahwa tidak
semua bantuan yang diberikan tepat guna. Hal ini ditunjukkan dengan masyarakat
yang masih beranggapan bahwa sistem tradisional lebih mendatangkan hasil dan
keuntungan yang lebih besar dari pada sistem bioflok. Perbedaan sumber daya,
111
lingkungan, serta dukungan pemerintah dapat mempengaruhi keberhasilan suatu
produk bantuan yang diberikan oleh pemerintah.
2) Bisnis
Pada pengembangan kawasan minapolitan khususnya bidang budidaya
ikan lele di Desa Gondosuli, tentunya ada pihak atau stakeholder yang ikut
membantu dalam pencapaian kesuksesannya. Salah satunya ialah pihak swasta
yang membantu penyediaan pakan yang datang dari pabrik. Mengenai hal tersebut
Bapak Hery selaku Kelompok Pembudidaya Mina Baru memberikan keterangan
sebagai berikut.
“Untuk penyediaan pakan budidaya ikan lele kami bermitra dengan pabrik.
Pabrik ini berfungsi untuk penyedia pakan ikan. Pihak itu adalah CV.
Menara dan PT. Wonokoyo. Mereka mensuplai pakan ikan kami setiap
bulan berapa ton gitu mbak. Jadi kita nggak bingung lagi masalah pakan.
Sistem pakannya ya jual beli” (Wawancara pada tanggal 8 Agustus 2016
Pukul 10:00 WIB berempat di kediaman Bapak Hery)
Selain itu mengenai suplai pakan budidaya ikan lele juga dibenarkan oleh
Bapak Supangat, beliau mengatakan.
“Kalau kerjasama dengan swasta, kami kerjasamanya dibidang pakan yaitu
dengan pabrik Wonokoyo dari Surabaya dan pabrik Menara dari
Tulungagung sendiri. Jumlah pakannya tidak menentu, tahun 2016 itu sulit
untuk di deteksi. Program sulit karena pasar lagi lesu, akhirnya untuk
panen produknya kita rapatkan. Karena ga mungkin dengan situasi seperti
ini panen tetap besar tapi pasar tidak merespon, pasar tidak mampu
menampung barang banyak dan akhirnya ada pengurangan barang. Untuk
tahun ini memang lagi lesu pasarannya, tidak seperti tahun sebelumnya.
Tahun 2014 itu hancur mbak, tahun 2015 lumayan bagus, tahun 2016
melemah, ini dikarenakan pasar yang tidak bisa merespon barang yang
ada. Selain itu faktor ikan lele ini sudah tersebar secara merata, tidak
hanya disini saja yang memproduksi ikan lele. Sekarang di setiap daerah
ada, kalau dulu masih jarang bahkan tidak ada” (Wawancara pada tanggal
28 November 2016 Pukul 14:00 WIB berempat di kediaman Bapak
Supangat)
112
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak Hery dan Bapak
Supangat mengenai stakeholder yang terlibat dalam kemitraan pengembangan
kawasan minapolitan ialah CV. Menara dan PT. Wonojoyo. Kedua perusahaan
tersebut bergerak dibidang penyedia pakan budidaya ikan lele. Mereka bertindak
mensuplai pakan lele dengan sistem jual beli serta pengirimannya beberapa ton
perbulannya tergantung permintaan pembudidaya. Selain itu juga keterangan yang
diberikan Bapak Supangat menjelaskan bahwa jumlah pakan yang tidak menentu,
mengenai hal tersebut Bapak Supangat menambahkan.
“Dalam kerjasama dengan pihak swasta itu tidak ada peraturannya,
soalnya sistem yang dipakai itu jual beli. Kalau barangnya sampai
ditangan saya, dan berapa ton perbulan dikirimnya, ya sudah mbak gitu
aja” (Wawancara pada tanggal 28 November 2016 Pukul 14:00 WIB
bertempat di kediaman Bapak Supangat)
Adanya keterangan yang demikian dapat disimpulkan bahwa tidak adanya
peraturan antara masyarakat dan pihak penyedia pakan akan mengakibatkan
kerugian pada pembudidaya ikan lele. Hal ini dikarenakan pasokan pakan serta
hasil produksi ikan lele juga melimpah, sedangkan pasar tidak dapat menampung
hasil produksi ikan lele tersebut. Selain itu faktor berkembang pesatnya budidaya
ikan lele yang kian meluas juga menjadi salah satu faktor penyebab meruginya
budidaya ikan lele di Desa Gondosuli.
Agar tetap dapat bersaing di pasaran, tentunya pembudidaya khususnya di
Desa Gondosuli memerlukan pendaanaan. Pemerintah dalam hal ini memberikan
bantuannya berupa peminjaman modal dari perbankan. Pemberian pinjaman
modal ini bertujuan agar pembudidaya dapat mengembangkan usahanya agar
113
dapat berkembang. Mengenai pinjaman modal Bapak Sumiran selaku Kepala
Desa Gondosuli mengatakan.
“Berkenaan dengan permodalan usaha kami berasal dari modal sendiri
mbak. Tapi bantuan-bantuan juga ada dari perbankan yang ditunjuk sama
pemerintah. Perbankan biasanya kita ambil kreditnya dengan bank JATIM
dan bank BRI” (Wawancara pada tanggal 28 November 2016 Pukul 10:00
WIB berempat di kantor Desa Gondosuli)
Pernyataan Bapak Sumiran diperkuat oleh pemaparan Bapak Hery selaku
kelompok pembudidaya Mina Baru menambahkan.
“Dukungan produksi budidaya dari dana sendiri pastinya mbak, ada juga
dari bank, dan bantuan pemerintah. Bantuan pemerintah ini ya pelatihan”
(Wawancara pada tanggal 8 agustus 2016 Pukul 10:00 WIB berempat di
kediaman Bapak Hery)
Kemudian pernyataan keduanya dibenarkan kembali oleh Ibu Mukiyah
selaku Pengolah Ikan Asap Berkah Lumintu memaparkan.
“Bantuan dari pemerintah sangat beragam agar usaha kami berkembang.
Salah satunya dari pemerintah itu dari kantor DKP kerjasama dengan
Bumi Putera atau bekerjasama dengan instansi lain” (Wawancara pada
tanggal 26 November 2016 Pukul 10:50 WIB berempat di kediaman Ibu
Mukiyah)
Berdasarkan data dan fakta yang didapatkan dilapangan dapat disimpulkan
bahwa pembudidaya berupaya untuk mengembangkan usahanya dengan
menggunakan modal sendiri. Akan tetapi pemerintah tidak tinggal diam,
pemerintah memberikan bantuannya berupa pinjaman modal yang berasal dari
bank yang ditunjuk oleh pemerintah yaitu Bank BRI dan Bank Jatim. Sehingga
dengan adanya fakta yang demikian, kerjasama yang dilakukan saling
memberikan timbal balik antara pemerintah, bisnis dan komunitas sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan yang ada. Berkenaan dengan permasalahan yang
telah disebutkan diatas, salah satu cara yang dapat ditempuh ialah adanya
114
peraturan kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU) diantara ketiga
stakeholder yang sedang bermitra agar mendapatkan solusi terbaik untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada.
3) Komunitas
Merujuk pada Keputusan Bupati Tulungagung Nomor: 188.45/ 148/ 013/
2015 tentang Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Minapolitan Kabupaten
Tulungagung Tahun 2015 dan Tim Sekretariat Pokja dengan Keputusan Kepala
DKP Tulungagung Nomor: 523/ 071.1/ 111/ 2015 tentang Tim Sekretariat Pokja
Minapolitan Kabupaten Tulungagung Tahun 2015 yang telah disebutkan
sebelumnya, maka dari sisi komunitas dalam pengembangan kawasan minapolitan
di Desa Gondosuli para masyarakat terbagi atas beberapa kelompok. Berikut data
potensi budidaya ikan dan kelompok pengolahan ikan di Desa Gondosuli.
Table 10. Potensi Budidaya Ikan dan Pengolahan Ikan Kecamatan Gondang
2014
Potensi Keterangan
I. Luas Area Budidaya 16,0018 Ha 16,0018 Ha
II. Jumlah Kolam 2.626 Unit
III. Jumlah Pembudidaya 391 orang
IV. Jenis Ikan yang dibudidayaka Gurami, Lele, Nila, Hias dan
Patin
V. Jumlah Kelompok
a. Kelompok Pembudidaya 13 kelompok
b. Kelompok Pengolah 2 kelompok
c. Kelompok masyarakat 1 kelompok
VI. Jumlah Pengolah
a. Panggang 40 orang
b. Abon 1 orang
VII. Produksi
a. Ikan Hias 11.010 Ekor/tahun
b. Budidaya 1.145 ton
c. Olahan
Panggang 180 Ton/tahun
Abon 1,3 Ton/tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015
115
Berdasarkan data tabel diatas menunjukkan bahwasanya di Kabupaten
Gondang usaha dibidang perikanan banyak diminati. Hal ini dilihat dari jumlah
pembudidaya ikan maupun jumlah pengolah ikan juga produksi yang dihasilkan.
Kecamatan Gondang sebagai kawasan Minapolitan yang berbasiskan pada
komoditas unggulan lele, dengan penghasil lele yang paling baik dan paling
besar, antara lain terletak di Desa Gondosuli yang merupakan sentra pembudidaya
ikan lele. Selain itu terdapat pembagian beberapa kelompok agar dalam
pelaksanaan budidaya ikan lele dapat sama rata.
Keberhasilan ekonomi Desa Gondosuli dengan budidaya lelenya tidak
hanya ditunjukkan oleh kemampuan produksi budidaya. Sistem kerjasama
budidaya yang dikembangkan dengan cara bagi hasil telah membantu banyak
masyarakat bagi yang memiliki lahan namun tidak memiliki modal uang.
Demikian juga kegiatan pengolahan hasil perikanan, saat ini sekitar 20 unit
pengolahan ikan mulai berkembang di Desa Gondosuli, para pekerja pengolahan
yang sebagian besar adalah kaum wanita memproduksi berbagai olahan ikan
berbahan baku lele, baik yang sederhana seperti ikan asap dan rambak kulit ikan
maupun produk inovatif seperti fish stick dan abon ikan.
Budidaya ikan di Desa Gondosuli sebagai pusat pembudidayaan ikan lele di
kawasan minapolitan di Kecamatan Gondang. Hal ini bisa dilihat melalui
banyaknya pokdakaan di Desa Gondosuli. Data pokdakaan di Kecamatan
Gondang, yaitu sebagai berikut:
116
Tabel 11. Data Keragaan Pokdakan di Kawasan Minapolitan Kecamatan
Gondang
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Tabel diatas menyebutkan bahwa pokdakan di Kecamatan Gondang
terdapat sepuluh kemompok dibentuk dalam rangka memanfaatkan sumberdaya,
mengembangkan usaha, meningkatkan kesejahteraan dan memberikan pengertian
untuk sadar berkelompok. Pengembangan kelompok pelaku usaha diarahkan pada
peningkatan kemampuan setiap kelompok pelaku usaha dalam melaksanakan
fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan
usahanya, penguatan kelompok pelaku utama menjadi organisasi yang kuat dan
mandiri.
Pada kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah, bisnis, dan komunitas
dalam pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung yang menjadi sorotan utamanya ialah pihak
komunitas pengembang budidaya ikan lele. Pasalnya program pengembangan
bubidaya ikan lele tidak akan berhasil jika tidak ada potensi dan niat yang dimiliki
oleh masyarakat. Tentunya dalam hal ini masyarakat memiliki tekad yang bulat
Nama Ketua Jumlah Anggota
(orang)
Lestari H. Gatot S. 13
Mina Jaya Sumarjo 33
Mekar sari Parsam 22
Mina Baru Juprianto 20
Mina Lestari Katimin 17
Sumber Makmur Supangat 24
Mina Ngampel Sigit S. 14
Ageng Rahayu Sugeng ST 9
Joyodiningrat Group Slamet R 10
Maju Mulyo Maryoto 10
Banyu Urip Moh Andar 12
117
untuk menjadikan Desa Gondosuli sebagai kawasan minapolitan yang berhasil
serta meningkatkan ekonomi lokal masyarakat setempat. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Maryoto selaku ketua kelompok Maju Mulyo
mengatakan.
“Kami berangkat dari keinginan sendiri, ingin berkontribusi di budidaya
ini, sehingga menjadi besar seperti ini mbak. Dan lama kemudian ada
program kawasan minapolitan itu tapi kita tetap gini-gini aja mbak”
(Wawancara pada tanggal 26 November 2016 Pukul 08:10 WIB berempat
di kediaman Bapak Maryoto)
Berdasarkan keterangan yang diungkapkan oleh Bapak Maryoto dapat
disimpulkan bahwa usaha budidaya ikan lele yang kini digeluti oleh masyarakat
Desa Gondosuli bermula dari keinginan yang kuat dari masyarakat setempat.
Setelah sekian lama pemerintah daerah mulai memberikan apresiasinya berupa
program kawasan minapolitan, namun masyarakat Desa Gondosuli belum
merasakan dampak dari adanya program tersebut. Padahal masyarakat khususnya
Bapak Maryoto berharap bahwa dengan adanya kontribusi pemerintah,
pengenbangan budidaya ikan lele ini dapat berkembang. Selain Bapak Maryoto,
Bapak Hery selaku kelompok pembudidaya Mina Baru memberikan asumsinya
terhadap pengaruh adanya program minapolitan di Desa Gondosuli yang sedang
berkembang, beliau menambahkan.
“Sejauh mana pengaruh minapolitan, kalau saya boleh berpendapat ya
bertambah tapi tidak terlalu berdampak soalnya kami usaha sendiri, berdiri
di atas kaki sendiri. Setelah sebagai kawasan minapolitan memang sih ada
pelatihan-pelatihan, sering ada kunjungan juga” (Wawancara pada tanggal
8 Agustus 2016 Pukul 10:00 WIB bertempat di kediaman Bapak Hery)
Asumsi yang diberikan oleh Bapak Hery tidak jauh berbeda dengan yang
dikatakan oleh Bapak Maryoto, yaitu budidaya ikan lele untuk pengembangan
118
kawasan minapolitan di Desa Gondosuli peran masyarakat sangat besar. Usaha
yang selama ini dilakukan adalah buah hasil dari upaya masyarakat agar dapat
membangun Desa Gondosuli menjadi masyarakat yang makmur dilihat dari segi
finansial. Peran pemerintah belum terlihat memberikan dampak yang begitu besar,
Dari penuturan Bapak Hery telah ada pelatihan-pelatihan yang diberikan untuk
pengembangan budidaya ikan lele. Selanjutnya ungkapan Ibu Rini selaku
Pengolahan Ikan Lele (Abon Pak Gondo) tidak berbeda seperti yang telah
diungkapkan oleh Bapak Hery. Mengenai pelatihan yang diberikan untuk bekal
pengembangan budidaya ikan lele beliau mengatakan.
“Kita berusaha ya sendiri, tidak ada pelatihan, dulu kami sebelum ada
pemerintah berjalan sendiri setelah sudah satu tahun baru ada pemerintah”
(Wawancara pada tanggal 8 Agustus 2016 Pukul 10:00 WIB bertempat di
kediaman Ibu Rini)
Asumsi yang diberikan oleh Ibu Rini sejalan dengan penuturan Bapak
Hery mengenai pelatihan yang diberikan untuk pengembangan budidaya ikan lele.
Ibu Rini menegaskan bahwa pihaknya tidak mendapatkan pelatihan dalam
mengembangkan usaha ikan lele yang dimilikinya. Setelah setahun usahanya
berjalan pemerintah baru memberikan dukungan untuk pengembangan usaha ikan
lele. Adanya hal yang demikian diharapkan dapat diselesaikan dengan baik dan
adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, bisnis, dan komunitas. Hal ini
dikarenakan dalam pengembangan kawasan minapolitan budidaya ikan lele di
Desa Gondosuli Kecamatan Tulungagung ini memiliki potensi yang sangat besar
walaupun dalam kemitraannya masih belum ada regulasi yang mengatur tentang
kerjasama yang dilakukan tersebut.
119
b. Bentuk kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan.
Pada fokus penelitian ini peneliti akan memaparkan hasil data yang
diperoleh dari lapangan yang di dapat berdasarkan hasil wawancara dengan
informan. Kemitraan yang dilakukan oleh ketiga sektor ini tidak serta merta
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan kemitraan yang dilakukan tidak
memiliki timbal balik dan antar sektor belum memahami serta tidak menjalankan
prinsip kemitraan yang sesungguhnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak
Parsam selaku Ketua Kelompok Budidaya Mekarsari, mengenai kemitraan yang
dilakukan oleh ketiga sektor dalam pengembangan kawasan minapolitan beliau
menjelaskan.
“Kerjasama atau kemitraan yang dijalani itu mbak, ya sekedar jalan
saja. Tidak ada peraturan, cuma berita acara, itu biasanya dihadiri oleh
kepala desa dan PPL kecamatan setempat. Terus kemitraan itu
dilakukan antara kelompok sama bisnis, kalau pemerintah sama bisnis
ngga ada mbak”(Wawancara pada tanggal 25 November 2016 Pukul
15:21 WIB Bertempat di kediamam Bapak Parsam ).
Jika keterangan yang diberikan oleh Bapak Parsam menjelaskan tentang
kemitraan antara pemerintah, bisnis dengan masyarakat, figur lain juga ikut
memberikan penjelasan mengenai kemitraan pengembangan kawasan minapolitan
budidaya ikan lele antara masyarakat dengan bisnis. Beliau adalah Bapak
Supangat selaku pebisnis dari budidaya ikan lele yang merupakan pengepul hasil
produksi ikan lele di Desa Gondosuli ini menjelaskan.
“Dalam kerjasama dengan pihak swasta itu tidak ada peraturannya,
soalnya sistem yang dipakai itu jual beli. Kalau barangnya sampai
ditangan saya, dan berapa ton perbulan dikirimnya, ya sudah mbak
gitu aja” (Wawancara pada tanggal 28 November 2016 Pukul 14:00
WIB Bertempat di kediamam Bapak Supangat).
120
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Bapak Parsam dan Bapak
Supangat dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah,
bisnis dan masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan tidak memiliki
peraturan yang tetap mengenai kemitraan yang sedang dilaksanakan. Kemitraan
yang dilakukan hanya sebatas kerjasama yang tidak saling memiliki ikatan, hal ini
ditunjukkan dengan adanya keterangan yang menyebutkan bahwa kemitraan
antara pemerintah, bisnis, serta masyarakat hanya sekedar kerjasama yang sebatas
pembantuan. Jika pemerintah membantu dari segi legalitas untuk masyarakat di
bidang pengembangan minapolitan, maka sektor bisnis juga membantu
pengembangan minapolitan tersebut dengan pendistribusian pakan untuk budidaya
lelenya. Namun antara pihak pemerintah dan bisnis tidak memiliki ikatan
kemitraan dalam upaya pengembangan kawasan minapolitan tersebut. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemitraan tersebut tidak memiliki ikatan rantai timbal
balik antara ketiga sektor.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh peneliti, dapat disimpulkan
bahwa bentuk kemitraan yang dilakukan oleh pihak pemerintah, bisnis, dan
masyarakat dalam upaya pengembangan kawasan minapolitan guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi lokal ialah model kemitraan yang dapat berbentuk
kemitraan semu. Hal ini dikarenakan kemitraan yang dilakukan oleh ketiga pihak
tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktivitas kemitraannya. Adanya
hal tersebut dibuktikan dengan adanya rantai kemitraan yang tidak saling
memiliki timbal balik, diantaranya ialah pemerintah yang tidak memiliki
hubungan kemitraan dengan sektor bisnis. Selain itu kemitraan antara masyarakat
121
dengan bisnis juga tidak memiliki kemitraan khusus dalam peningkatan hasil
budidaya perikanan, hal ini ditunjukkan dengan data yang diperoleh peneliti
bahwa bantuan yang diberikan oleh sektor bisnis hanya berupa suplai pakan untuk
benih ikan lele. Bantuan pakan tersebut juga sifatnya jual beli dan tidak ada
bantuan yang berupa pemberian pakan secara gratis atau bantuan secara pinjaman.
Selain memenuhi karakteristik kemitraan yang berbentuk model semu,
kemitraan antara pemerintah, bisnis, dan komunitas juga memenuhi karakteristik
kemitraan model mutualistik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kesadaran
diantara ketiga pihak tersebut yang ingin memperjuangkan keberhasilan
pengembangan budidaya ikan lele agar menjadi kawasan minapolitan. Pihak
pemerintah dalam hal ini ditunjukkan dengan adanya bantuan berupa perbaikan
sarana dan prasarana, pemberian bekal berupa pendampingan kepada masyarakat,
dan lain sebagainya. Pihak masyarakat menunjukkan upaya pencapaian hasil
kemitraan dengan adanya sifat terbuka dan mau menjalin kerjasama dengan pihak
bisnis terutama dipenyedia pakan agar ternak yang dimiliki menjadi tumbuh
berkembang.
Jika dilihat dari kerjasama yang dilakukan oleh ketiga aktor tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan sama sekali tidak
mencerminkan model kemitraan konjugasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
fakta yang terjadi dilapangan bahwa, pihak pemerintah tidak ada kerjasama atau
kemitraan yang dilakukan dengan pihak bisnis. Begitu juga sebaliknya pihak
bisnis hanya bermitra dengan pihak masyarakat, dalam hal ini pemerintah juga
tidak dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi budidaya lele
122
di Desa Gondosuli. Salah satunya ialah tidak adanya bantuan penetapan harga dan
pemasaran produk ikan lele. Masyarakatlah yang menangani sendiri atas
permasalahan tersebut. Adanya hal yang demikian perlu adanya pengkajian ulang
tentang tugas dan fungsi masing-masing stakeholder dalam pengembangan
budidaya ikan lele agar menjadi kawasan minapolitan yang maju.
c. Tujuan kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan.
Kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah, bisnis dan komunitas tentunya
tidak serta merta dilaksanakan tanpa adanya tujuan yang pasti terhadap
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung. Berdasarkan tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek
menurut Hafsah (2000:54), diantaranya.
1) Tujuan dari aspek ekonomi
Aspek ekonomi dalam pengembangan kawasan minapolitan di Desa
Gondosuli khususnya di bidang budidaya ikan lele telah mencapai suatu titik yang
dapat dikatakan berhasil. Beberapa poin penting yang dapat dilihat dari aspek
ekonomi diantaranya meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat,
meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, meningkatkan
pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, memperluas kesempatan
kerja, hingga meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Pernyataan dari Bapak
Eko selaku Staff Bidang Ekonomi BAPPEDA mengenai aspek ekonomi dalam
pengembangan kawasan minapolitan Desa Gondosuli, beliau memaparkan.
“Hasil dari pengembangan kawasan minapolitan sangat menyumbang
sekali, PDRB 28 Trilliun itu 2% ditopang oleh budidaya perikanan,
123
kehutanan. Kalau kehutanan tidak terlalu membantu karena banyak lahan
yang gundul. Pertanian dan perikanan yang menyumbang paling besar.
Pertanian surplus 70.000 ton per tahun beras trenggiling. Perikanan
budidaya ada 2, yaitu ikan hias dan ikan konsumsi yang terbesar adalah
lele, gurami, dan emas. Untuk ikan hias banyak terutama mas koki”
(Wawancara pada tanggal 25 November 2016 Pukul 09:30 WIB bertempat
di kantor Bappeda)
Berdasarkan penuturan Bapak Eko dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya pengembangan kawasan minapolitan ini sangat berpengaruh terhadap
aspek ekonomi. Hal ini terbukti dengan adanya sumbangsih sekitar 2% dari
budidaya perikanan. Pengaruh aspek ekonomi ini dikarenakan adanya faktor
produksi dan faktor pasar yang saling berhubungan. Seperti yang diutarakan oleh
Bapak Sudar selaku pembudidaya ikan lele, beliau menjelaskan.
“Pengaruh penetapan kawasan minapolitan terhadap perekonomian sih
tergantung sama pasar. Kalau pasar menanggapi produksi lele kita baik ya
hasilnya nanti baik juga ke ekonomi kita. Kalau produksi berlebih tapi
pasar tidak menanggapi ya kita akan rugi, soalnya produk kita tidak
terserap pasar” (Wawancara pada tanggal 26 November 2016 Pukul 10.49
di kediaman Bapak Sudar)
Penuturan Bapak Sudar dapat disimpulkan bahwa aspek ekonomi yang
dicapai oleh Desa Gondosuli dalam pengembangan kawasan minapolitan akan
tercapai, jika pasar dapat menanggapi produksi ikan lele. Tentunya dengan adanya
hal yang demikian perlu adanya strategi lanjutan untuk antisipasi agar produksi
yang berlebih tetap dapat terserap oleh pasar. Sehingga pembudidaya ikan lele
tidak mengalami kerugian dan melahirkan produk-produk baru untuk menjadi
konsumsi masyarakat.
2) Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Adanya aspek sosial dan budaya dalam pengembangan budidaya ikan lele
agar menjadi kawasan minapolitan bertujuan untuk memberdayakan usaha kecil
124
agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri. Adapun sebagai
wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan
pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan bimbingan yang
terus menerus diharapkan pengusaha kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai
komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri. Mengenai aspek sosial dan
budaya dilihat dari segi pemerintahan khususnya dibidang perencanaan
pembangunan, Bapak Eko selaku Staff Bidang Ekonomi Bappeda beliau
menyebutkan.
“Bentuk dukungan dari Bappeda adalah membantu membuat perencanaan
pengembangan kawasan minapolitan berupa rencana induk itu dibuat
untuk 5 tahun. Dia merupakan dokumen, jadi ada tujuan strategis ada visi
misi pengembangan kawasan minapolitan. Step by step setiap tahunan itu
seperti apa, sumber daya yang dibutuhkan, sejauh apa proporsinya itu di
dalam rencana induk itu semua ada. Selain itu juga ada pertemuan rutin,
pertemuan rutin dengan tim sebenarnya ada tim pembina teknis yang ada
di DKP itu. Pertemuan mereka lakukan setiap sebulan sekali. Kalau
penyuluhannya yang dimiliki oleh DKP itu kelihatannya ke pendampingan
pengawasan kawasan minapolitan itu seminggu sekali. Kalau kita di
Bappeda itu melakukan evaluasi terkait dengan pencapaian program yang
direncanakan setahun dua kali” (Wawancara pada tanggal 25 November
2016 Pukul 09:30 WIB berempat di kantor Bappeda)
Pemaparan Bapak Eko dapat disimpulkan bahwa pihaknya membantu
pengembangan berdasarkan tugas dan fungsinya sebagai SKPD yang
merencanakan pengembangan khususnya di kawasan minapolitan yaitu berupa
rencana induk yang akan direalisasikan tahap demi tahap. Selain itu pihaknya
mengklaim bahwa ada pertemuan rutin yang dilaksanakan oleh DKP yang digelar
sebulan sekali. Pertemuan rutin tersebut bertujuan untuk memberikan penyuluhan
serta pendampingan seminggu sekali. Berkenaan pelatihan atau pembantuan yagn
125
diberikan oleh pihak pemerintah, Bapak Sumiran selaku Kades Gondosuli
menambahkan.
“Banyak yang kita dapat, ada pelatihan-pelatihan, ada bantuan yang
berupa peralatan, berupa macam macam lah itu bentuk perhatian atau
bantuan yang khusus untuk wilayah kita. Ada jadwal ketika ada
permasalahan apapun terhadap perkembangan dari pada usaha ini atau ada
program apapun kita tetep sharing atau kita diskusikan” (Wawancara pada
tanggal 28 November 2016 Pukul 10:00 WIB bertempat di kantor Desa
Gondosuli)
Bantuan berupa pelatihan dan program-program yang telah dipaparkan
sebelumnya, diperkuat kembali dengan adanya pernyataan dari Ibu Diah selaku
Ketua Bidang Perikanan Budidaya DKP Kabupaten Tulungagung. Mengenai hal
tersebut beliau menambahkan.
“Ketika di forum-forum rapat akan kami sampaikan, dimana kami
menyampaikan untuk dibantu dalam mencarikan pasar. Karena pasar
inikan lintas kabupaten bahkan lintas provinsi. Selain itu kita ada program
GERPARI (Gerakan pakan mandiri) bantuan dari provinsi tahun 2016.
Dalam rangka mengurangi biaya operasional karena kegiatan budidaya
biaya operasionalnya yang tertinggi ada di pakan yaitu 80% sendiri.
Harapannya dapat mengurangi pengambilan pakan” (Wawancara pada
tanggal 27 November 2016 Pukul 13:50 WIB bertempat di kantor Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung)
Berdasarkan beberapa keterangan yang didapatkan oleh informan dapat
disimpulkan bahwa pihak pemerintah telah memenuhi tujuan kemitraan dalam
pengembangan kawasan minapolitan budidaya ikan lele di Desa Gondosuli.
Tujuan kemitraan berdasarkan aspek sosial dan budaya ditunjukkan dengan
adanya tanggungjawab sosial yang diberikan kepada masyarakat yang berbentuk
pembinaan dan pelatihan agar masyarakat dapat menjadi pengusaha yang mandiri,
berkembang serta berkompeten. Harapannya dengan adanya pemenuhan tujuan
kemitraan ini Desa Gondosuli benar-benar dapat berkembang menjadi kawasan
126
minapolitan yang menjadi pusat percontohan budidaya yang berhasil baik
percontohan dalam sekala nasional maupun internasional.
3) Tujuan dari Aspek Teknologi
Aspek teknologi dalam pengembangan kawasan minapolitan dapat dilihat
dari pembinaan dan pengembangan terhadap pengusaha kecil meliputi juga
memberikan bimbingan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari pemberian contoh
ataupun berupa teknologi yang baik untuk diterapkan di Desa Gondosuli.
Mengenai hal tersebut, Ibu Diah selaku Ketua Bidang perikanan budidaya DKP
Kabupaten Tulungangung mengatakan.
“Yang diharapkan adalah mereka dapat memanfaatkan/menggunakan
teknologi yang kita contohkan dan mengarahkan mereka untuk memiliki
sertifikat CBIB sehingga ikan yang dihasilkan adalah ikan yang sehat
(maksudnya adalah layak untuk dikonsumsi dan sehat bagi yang
mengonsumsi). Yang jelas dengan menggunakan tekologi itu pada padat
tebar yang tinggi karena dalam dimeter 2 diisi sekitar 1500/2000, itu
adalah termasuk bantuan” (Wawancara pada tanggal 27 November 2016
Pukul 13:50 WIB bertempat di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Tulungagung)
Berdasarkan pemaparan Ibu Diah diatas dapat disimpulkan bahwa
teknologi yang disarankan untuk digunakan adalah sistem bioflok, namun seperti
yang telah disampaikan sebelumnya bahwa sistem tersebut kurang diminati oleh
pembudidaya dikarenakan sistem yang terlalu rumit dan sukar untuk dilakukan.
Pembudidaya lebih memilih cara tradisional dikarenakan keuntungan yang
diperoleh lebih besar. Oleh karena itu untuk penerapan teknologi yang disarankan
tersebut butuh dilakukan pengkajian ulang oleh pemerintah daerah agar lebih tepat
guna. Selain itu saran kepada pembudidaya mengenai kepemilikian sertifikat
CBIB memang dibutuhkan, pasalnya para konsumen yang mengkonsumsi ikan
127
lele tidak hanya menyehatkan namun juga layak untuk dikonsumsi. Adanya
sertifikat tersebut lebih menekankan pada kualitas yang baik, sehingga
memberikan dampak yang baik juga antara pembudidaya dan konsumen.
4) Tujuan dari Aspek Manajemen
Hal-hal yang dapat menjadi poin pada aspek manejemen dalam
pengembangan budidaya ikan lele agar menjadi kawasan minapolitan adalah
peningkatan produktivitas individu yang melaksanakan kerja serta peningkatan
produktivitas organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Produktivitas yang
dimaksud adalah produktivitas yang tidak hanya di kalangan pemerintah, namun
juga di kalangan pembudidaya. Mengenai aspek produktivitas dalam tujuan
kemitraan pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli, Ibu Diah
menyampaikan.
“Dengan adanya aktivitas bermitra ini yang diharapkan adalah saling
membantu, saling mengisi dan melengkapi sehingga keperluan disana itu
seperti perbaikan jalan dan saluran ada yang menangani. Di minapoltan
ada POKJA minapolitan dimana yang berperan itu bukan hanya DKP
tetapi juga seluruh SKPD yang tergabung dalam POKJA dan melakukan
interfensi sesuai dengn tupoksinya masing-masing. POKJA itu terdiri dari
beberapa SKPD memiliki tugas membina disana, menginterfensi disana
agar bisa berhasil” (Wawancara pada tanggal 27 November 2016 Pukul
13:50 WIB bertempat di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tulungagung)
Selain Ibu Diah, Bapak Eko selaku Staff Bidang Ekonomi Bappeda
Kabupaten Tulungagung menambahkan asumsinya tentang tujuan kemitraan
dilihat dari aspek manajemennya, beliau memaparkan.
“Kalau lokasi minapolitan menyentuh kawasan pertanian dan
mempengaruhi perkembangan pertanian, nanti kita juga harus
mengundang Dinas Pertanian. Terkait dengan pengolahan, pabrik,
industrialisasi, pertambahan nilai tambah yang seperti itu juga harus
diketahui DKP. Bappeda sendiri bidang ekonomi juga harus ikut
128
mengawasi. Karena dalam pengembangan suatu usaha jenis tertentudalam
suatu kawasan yang luas, itu akan beresiko terkait dengan kekuatan
struktur ekonomi, karena apabila terjadi isu ekonomi misalnya. Produksi
banyak sedangkan produksi tidak terserap pasar, sedangkan 80%
masyarakat disitu sebagai peternak lele dan dalam kondisi ini sangat
membahayakan mereka” (Wawancara pada tanggal 25 November 2016
Pukul 09:30 WIB bertempat di kantor Bappeda)
Berdasarkan pemaparan dari Ibu Diah dan Bapak Eko dapat disimpulkan
bahwa peningkatan produktivitas dalam pengembangan kawasan minapolitan di
Desa Gondosuli dibuktikan dengan adanya sikap saling melengkapi baik antar
SKPD maupun masyarakat pembudidaya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
Pokja yang bekerjasama dalam mengembangkan kawasan minapolitan. Pokja
tersebut beranggotakan SKPD yang ada di Kabupaten Tulungagung serta
pembudidaya yang saling memberikan dampak dan timbal balik yang sifatnya
saling mengintervensi agar memberikan nilai tambah dalam pengembangan
kawasan minapolitan.
Setiap SKPD memberikan kontribusinya melalui tupoksinya masing-
masing, diharapkan dengan adanya hal ini pengembangan kawasan minapolitan di
Desa Gondosuli dapat berkembang seiring dengan adanya manajemen yang baik
di setiap sektor baik pemerintah maupun masyarakat. Pada aspek manajemen
dalam tujuan kemitraan ini masih belum tampak adanya peran dari sektor bisnis,
hal ini dikarenakan peran sektor bisnis masih minim dan hanya berperan dalam
penyediaan pakan saja. Jika sektor bisnis dapat ikut intervensi dalam aspek
manajemen ini, maka dapat dipastikan dalam pengembangan kawasan minapolitan
akan lebih mencapai titik keberhasilan yang maksimal.
129
2. Hasil kemitraan Pemerintah, Bisnis, dan Komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan sebagai peningkatan ekonomi
lokal di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Tulungagung.
Adanya suatu kemitraan yang dilakukan oleh beberapa pihak tentunya
mengharapkan adanya suatu hasil yang menjadi tujuan pokok adanya kemitraan
tersebut. Seperti yng dilakukan oleh kemitraan Pemerintah, Bisnis, dan Komunitas
dalam dalam pengembangan kawasan minapolitan. Tentunya kemitraan tersebut
dibentuk untuk membentuk Desa Gondosuli sebagai kawasan minapolitan yang
maju khususnya di bidang budidaya ikan lele. Agar dapat mengetahui keadaan
kolam lele di Desa Gondosuli disajikan pada gamber berikut ini.
Gambar 15. Keadaan Kolam Ikan Lele Desa Gondosuli Kecamatan Gondang
Sumber : Peneliti Tahun 2016
130
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa kolam ikan lele yang
berada di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung
berbentuk petak-petak dan terletak disamping rumah masyarakat sekitar. Tampak
pada gambar bahwa kolam tersebut ada beberapa petak yang luas totalnya
mencapai 16,0018 Ha. Tidak heran jika Desa Gondosuli menjadi pemasok ikan
lele terbanyak dan mendapatkan reward berupa masuk tabloid Sesneg yang telah
disebutkan sebelumnya.
Budidaya ikan lele di Desa Gondosuli ini tidak hanya memproduksi ikan
lele segar melainkan olahan ikan lele yang berupa abon ikan lele dan ikan
panggang. Seperti yang telah dipaparkan pada tabel 9 mengenai potensi budidaya
ikan dan pengolahan ikan Kecamatan Gondang 2014. Tercatat terdapat 40 orang
yang mempunyai usaha produksi abon ikan lele dan seorang pengusaha produksi
ikan lele panggang, ikan asap dan rambak kulit ikan maupun produk inovatif
seperti fish stick dan abon ikan.
Gambar 16. Pengolahan Lele Panggang
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
131
Sebagian masyarakat Desa Gondosuli tidak hanya memasarkan ikan kepada
pedagang ikan segar, pedagang pengepul dan pengecer. Tetapi mereka juga
melakukan pengolahan hasil perikanan. Berbagai produk olahan hasil perikanan
tersebut antara lain: lele panggang, abon ikan, nugget ikan, bakso ikan, dan crispy
ikan. Saat ini, juga sudah terbentuk kelompok pengolah dan pemasar (Poklahsar)
Mina Kusuma dengan produk utama lele panggang dan Poklahsar Berkah
Lumintu dengan produk utama abon lele. Pengembangan kelompok pelaku usaha
diarahkan pada peningkatan kemampuan setiap kelompok pelaku usaha dalam
melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam
mengembangkan usahanya, penguatan kelompok pelaku utama menjadi
organisasi yang kuat dan mandiri.
Gambar 17. Hasil Produksi Ikan Lele Berupa Abon Ikan Lele Cap Pak
Gondo Sumber : Peneliti Tahun 2016
132
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa ikan lele yang berasal dari Desa
Gondosuli tidak hanya berupa ikan lele segar, namun juga diproduksi menjadi
ikan olahan berupa produk abon ikan lele yang sudah dikemas agar dapat menarik
perhatian masyarakat. Sehingga tidak hanya sebagai kawasan minapolitan saja,
adanya pengembangan ini diharapkan dapat secara tidak langsung sebagai alat
untuk mencapai peningkatan ekonomi lokal di Desa Gondusuli. Adanya hal yang
demikian Bapak Eko Selaku Staff Bidang Ekonomi Bappeda mengenai capaian
pengembangan kawasan minapolitan ini mengatakan.
“Dalam kurun waktu 3 tahun ini kawasan minapolitan kami sendiri
bilangnya ya sukses, entah kalau orang lain yang melihatnya. Kalau dilihat
dari rencana induknya itu sudah sukses, karena dari embrionya sudah
bagus. Untuk apresiasi dari pusatnya pun pada tahun 2015 atau 2014 kalau
tidak salah itu sudah masuk tabloid Sesneg menjadi kawasan minapolitan
nomor 2 se-Indonesia, peringkat ke-3 pengolahan kelembagaan kawasan
minapolitan (Wawancara pada tanggal 25 November 2016 Pukul 09:30
WIB bertempat di kantor Bappeda)
Selain itu Ibu Diah selaku Ketua Bidang Perikanan Budidaya DKP
Kabupaten Tulungangung ikut memberikan pernyataan mengenai hasil kemitraan
dalam pengembangan kawasan minapolitan sebagai peningkatan ekonomi lokal,
beliau mengatakan.
“Menurut kami sudah dapat dikatakan sukses. karena yang dulunya disitu
hanya beberapa hektar sekarang sudah ada sekitar 28 hektar dan apabila
dilihat dari kesejahteraan para pembudidaya yaitu rumah-rumahnya sudah
bagus, memiliki mobil, luas lahan yang dimiliki untuk budidaya
bertambah. Sehingga Minapolitan dapat menjadi pendorong para
pembudidaya untuk meningkatkan usahanya” (Wawancara pada tanggal
27 November 2016 Pukul 13:50 WIB bertempat di kantor Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Tulungagung)
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak Eko dan Ibu Diah
dapat disimpulkan bahwa pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli
133
Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung dalam kurun waktu dapat
dikatakan telah mencapai suatu kesuksesan. Hal ini dilihat dari rencana induk dan
embrio yang dimiliki oleh Desa Gondosuli sebagai cikal bakal kawasan
minapolitan telah baik, serta semakin luasnya lahan budidaya. Capaian yang
diraih selain itu adalah menjadi kawasan minapolitan terbaik ke-2 se-Indonesia
berdasarkan tabloid Sesneg pada tahun 2014 atau 2015. Adanya hal yang
demikian dapat disimpulkan kembali bahwa Desa Gondosuli telah memiliki bekal
yang baik untuk dikembangkan pada masa yang akan datang, namun untuk
mencapai hal tersebut tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai sektor
khususnya pemerintah setempat.
Jika keterangan yang diberikan Bapak Eko dan Ibu Diah mengenai
keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan Desa Gondosuli berdasarkan
prestasi, maka Bapak Supangat selaku pembisnis dari budidaya ikan lele
memberikan pernyataan keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan
berdasarkan peningkatan ekonomi lokal di desa tersebut. Mengenai hal tersebut
Bapak Supangat mengatakan.
“Adanya budidaya ini dapat meningkatkan perekonomian lokal, yang
awalnya merantau untuk mencari kerja, sekarang berkurang banyak
dan pengangguran bisa teratasi. Pengaruhnya untuk saya sebagai
pembudidaya, sebelum dan sesudah adanya program minapolitan
tidak ada masalah yang penting pemasarannya lancar tidak ada
pengaruh. Intinya keuntungan stabil yang diinginkan, yang
menentukan itu tingkat hasilnya. (Wawancara pada tanggal 28
November 2016 Pukul 14:00 WIB bertempat di kediaman Bapak
Supangat)
134
Selain Bapak Supangat yang memberikan pernyataan mengenai
meningkatnya ekonomi lokal di Desa Gondosuli, Bapak Sumiran selaku Kepala
Desa Gondosuli pun memberikan pernyataan yang senada. Beliau menjelaskan.
“Dulu desa gondosuli termasuk desa termiskin se-Tulungagung
karena satu wilayahnya tidak begitu luas, dua karna potensi sumber
daya. Tahun-tahun yang lalu bergantung pada pertanian, ketika masa
panen warganya. Banyak yang nganggur, banyak yang bekerja diluar
negeri, banyak yang jadi buruh ke kota-kota, tapi dengan adanya
usaha budidaya ikan ini, yang biasanya buruh ke Jakarta, Surabaya itu
pada balik. Yang awalnya jadi TKI itu juga pada pulang
mengembangkan usahanya di wilayah kita, yang semula banyak orang
pengangguran sekarang untuk tenaga kerja wilayah kita sendiri
banyak yang mendatangkan dari luar desa juga” (Wawancara pada
tanggal 28 November 2016 Pukul 10:00 WIB bertempat di kantor
Desa Gondosuli)
Agar dapat mendukung data yang diberikan oleh informan, berikut data
yang diperoleh peneliti mengenai statistik perkembangan kawasan minapolitan di
Desa Gondosuli pada tahun 2012-2014.
Tabel 12. Statistik Minapolitan Desa Gondosuli Tahun 2012-2014
NO Uraian 2012 2013 2014
1 Produksi (ton) 4.028 5.309 3.542
2 Tenaga kerja perikanan budidaya
(orang)
138 172 172
3 Unitbudidaya tersertifikasi CBIB
(Kumulatif Unit)
7 7 7
4 Pokdakan(kumulatif kelompok) 7 10 10
5 Poklahsar (kumulatif) 2 3 3
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung Tahun 2015
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak Supangat dan Bapak
Sumiran dan beberapa data pendukung mengenai pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli mengalami peningkatan ekonomi lokal dan dapat
dikatakan berhasil. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengurangan angka
135
pengangguran, serta berkembangnya usaha budidaya ikan lele ini dapat
mempekerjakan masyarakat dari luar desa agar dapar bekerja dan membantu
perekonomian masyarakat setempat. Adanya hal ini merupakan suatu prestasi
yang patut diapresiasi oleh pemerintah daerah, pasalnya dengan adanya
pengembangan kawasan minapolitan ini secara tidak langsung dapat membantu
beban pemerintah dari segi angka pengangguran.
Merujuk pada keterangan yang diberikan oleh Bapak Sumiran dan Bapak
Supangat bahwa dengan adanya budidaya ikan lele di Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang ini, memang membuahkan suatu keberhasilan yaitu berkurangnya
tingkat pengangguran di desa tersebut. Hal ini didukung oleh data yang diberikan
oleh DKP Kabupaten Tulungagung, pada Slide Power Point “Profil Minapolitan
Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung pada Tahun 2015”. Materi yang
dipaparkan tersebut menyebutkan bahwa angkja pengangguran di Kabupaten
Tulungagung berangsur menurun, dikarenakan adanya penetepan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli. Lebih jelas dapat diperhatikan pada gambar
berikut.
136
Gambar 18. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Kabupaten
Tulungagung
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat
pengangguran di Kabupaten Tulungangung. Setiap tahunnya mengalami
penurunan sekitar 0,4% pada tahun 2011-2012. Sedangkan pada rentang tahun
2012-2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu 0,41%. Jika
dikaitakan dengan sebelum dan sesudah penetapan kawasan minapolitan di Desa
Gondosuli pun juga memberikan dampak pada tingkat penurunan angka
pengangguran di Kabupaten Tulungagung. Pasalnya pada tahun 2012 sebelum
ditetapkannya kawasan minapolitan, angka pengangguran di kabupaten tersebut
berada di angka 3,18% sedangkan pada tahun 2014 setelah berjalan 2 tahun
ditetapkannya kawasan minapolitan angka pengangguran menjadi 2,42%. Hal ini
menunjukkan bahwa penurunan pengangguran turun sekitar 0,76%.
Data pendukung diatas menunjukkan bahwa keberhasilan pengembangan
budidaya ikan lele di Desa Gondosuli baik dilihat dari segi kawasan minapolitan
maupun dari segi kemitraan yang dilakukan oleh stakeholder tersebut dapat
3.5 3.583.18
2.772.42
0
1
2
3
4
2010 2011 2012 2013 2014
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%)
REALISASI
137
dikatakan berhasil. Terlepas dari beberapa permasalahan yang mengikuti pada
kemitraan pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung seperti kurang sadarnya akan tugas dan
fungsinya pada kemitraan yang dilakukan oleh ketiga stakeholder serta tidak
adanya regulasi mengenai kemitraan tersebut bukan merupakan suatu hambatan
untuk menjadikan Desa Gondosuli menjadi desa yang maju dan sejahtera. Tingkat
kesejahteraan yang dimaksud dapat dilihat dari segi tingkat kemiskinan yang juga
mengalami penurunan dari tahun ke tahun, lihat gambar berikut.
Gambar 19. Tingkat Kemiskinan (%) Kabupaten Tulungagung
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Pada gambar diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskikan rentang
waktu antara tahun 2012 (saat ditetapkan kawasan minapolitan) hingga tahun
2014 atau pada saat penetapan kawasan minapolitan telah berjalan 2 tahun, rata-
rata penurunan angka kemiskinan berada di angka 0,62%. Walaupun angka
tersebut masih relatif kecil, namun dapat memberikan suatu perubahan yang baik
10.649.9
9.4 9.03 8.78
0
2
4
6
8
10
12
2010 2011 2012 2013 2014
TINGKAT KEMISKINAN (%)
REALISASI
138
untuk masyarakat sekitar. Salah satu dampaknya ialah kesejahteraan masyarakat
Desa Gondosuli, seperti data yang tersaji berikut.
Gambar 20. Data Keluarga Sejahtera Kecamatan Gondang
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa keluarga di Kecamatan
Gondang sudah dapat dikatakan sejahtera. Tingkat kesejahteraan keluarga dapat
diukur dari beberapa faktor, salah satunya ialah ekonomi. Perekonomian di Desa
Gondosuli mulai berangsur berkembang semenjak adanya pembudidayaan ikan
lele pada tahun 2007. Mulai dari sinilah masyarakat dapat mandiri dan berdikari
untuk dapat mensejahterakan keluarganya. Kemudian dengan adanya bantuan dari
sektor berupa pakan dari Wonokoyo dan CV. Menara menjadikan pembudidaya
lebih gampang mengembangkan usaha mereka. Pada tahun 2013 pemerintah juga
ikut ambil andil dalam mengembangkan budidaya ikan lele di Desa Gondosuli
yaitu dengan cara penetapan kawasan minapolitan. Walaupun dengan adanya
penetapan ini masih belum terlalu memberikan dampak yang signifikan, namun
2011 2012 2013
Pra Sejahtera 4096 4002 3936
Sejahtera 13855 14006 14732
4096 4002 3936
13855 1400614732
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
(rib
uan
)
Data Keluarga Sejahtera Kecamatan Gondang
139
berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa selama tahun 2013 tingkat
kesejahteraan masyarakat semakin meningkat pesat.
Ikhtisar dari penyajian data yang diperoleh oleh peneliti dari lapangan
dapat disimpulkan bahwa walaupun kemitraan yang dilakukan oleh ketiga
stakeholder tersebut tidak memiliki regulasi yang pasti, namun telah memberikan
dampak yang besar kepada masyarakat sekitar. Selain itu juga setiap stakeholder
mendapatkan dampak positif bagi organisasinya. Sektor pemerintah menggiatkan
kawasan minapolitan yang kemudian mendapatkan award dari pemerintah pusat
berupa masuk tabloid Sesneg menjadi kawasan minaplitan nomor 2 se-Indonesia
dan peringkat ketiga pengelolaan kelembagaan kawasan minapolitan. Serta
mendapatkan penghasilan dari PDRB yang naik 2% dari tahun sebelumnya yang
berasal dari budidaya perikanan. Kemudian dari sektor masyarakat dapat ditandai
dengan peningkatan kesejahteraan mereka, serta dari sektor bisnis dapat menjual
produksi pakannya kepada pembudidaya ikan lele. Hal yang paling penting dari
keseluruhan pembahasan ini ialah peningkatan ekonomi lokal di Desa Gondosuli
Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung.
C. Pembahasan
1. Kemitraan pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Tulungagung yang dilihat dari :
140
a. Stakeholder yang terlibat dalam kemitraan pengembangan kawasan
minapolitan.
Tiga unsur antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat dalam kemitraan
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung dibutuhkan suatu kesinergisan yang terus menerus agar
tercapai tujuan utama yaitu peningkatan ekonomi lokal serta konsep governance.
Ketiga pilar governance dalam kemitraan menurut (Santoso, 2012:130) yaitu
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Berikut ini akan dipaparkan mengenai
hasil yang diperoleh oleh peneliti dari studi lapang.
1) Pemerintah
Pada penelitian ini tertuju pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Tulungagung yang mendukung dalam pengembangan kawasan minapolitan
khususnya budidaya ikan lele di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang.
Pemerintah daerah yang menjadi leading sector-nya ialah Dinas Kelautan dan
Perikanan, serta SKPD yang lain misalnya Bappeda dalam bidang perencanaan
pengembangan dan pembangunannya.
Secara umum Pemda Kabupaten Tulungagung menggunakan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Kawasan Minapolitan Perikanan
Budidaya melalui Kepmen Nomor 35/2013/261/031/2011 Penetapan Kawasan
Minapolitan sebagai payung hukum untuk “melahirkan” beberapa produk hukum
yang telah disebutkan di penyajian data untuk pengembangan kawasan
minapolitan di Kecamatan Gondang. Sehingga lahirlah Surat Keputusan Bupati
Tulungagung Nomor: 188.45/ 261/ 031/ 2011 tentang Tim Kelompok Kerja
141
(Pokja) Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Tulungagung Tahun
Anggaran 2011 agar dalam pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan
dapat berjalan dengan baik. Adanya Tim Pokja tersebut sehingga mendapatkan
hasil rapat koordinasi, dimana SKPD memberikan dukungannya untuk bersama-
sama memberikan bantuannya berdasarkan tugas dan fungsinya dalam
pengembangan kawasan minapolitan.
Adanya fakta yang demikian maka dapat disimpulkan bahwa Pemda
Kabupaten Tulungagung berupaya untuk memberikan usaha yang terbaik agar
pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Gondang dapat berjalan
dengan lancar. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Sentanu
(2012:4), bahwa pemerintah dapat diartikan sebagai struktur dan proses dimana
kebijakan publik, program-program pemerintah, peraturan-peraturan dibuat oleh
pihak yang berwenang salah satunya adalah intervensi dalam suatu regulasi.
Namun seperti yang telah dipaparkan dalam penyajian data bahwa, regulasi
pemerintah yang berupa bantuan menggunakan teknologi bioflok tidak berjalan
lancar. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat pembudidaya dapat
menggunakan teknologi tersebut dengan alasan terlalu rumit dan hasil yang
diperoleh tidak maksimal. Sehingga pembudidaya ikan lele di Desa Gondosuli
lebih memilih menggunakan teknik budidaya tradisional yang dianggap lebih
mudah dan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Adanya gap antara teoritcal problem dan empirical problem ini
mengharuskan pemerintah dan masyarakat pembudidaya melakukan pengkajian
ulang dengan metode duduk bersama atau melakukan rapat koordinasi agar antara
142
regulasi yang dibuat oleh pemerintah dapat diterima dan dilakukan oleh
pembudidaya ikan lele. Walaupun telah ada koordinasi yang dilakukan oleh kedua
pihak tersebut pada realitanya masih belum dapat berjalan dengan baik. Serta
dapat disimpulkan bahwa selama upaya pengembangan kawasan minapolitan di
Kecamatan Gondang ini masih belum dapat berjalan lancar dan tidak sejalan
dengan bantuan yang diberikan oleh Pemda setempat. Koordinasi yang dilakukan
hingga saat ini hanya terkait dengan program-program serta FAQ (Frequently
Answer Question) yang ada di lapangan tanpa adanya suatu terobosan baru yang
dapat menumbuhkembangkan budidaya kedepannya.
Meskipun demikian Pemda Kabupaten Tulungagung telah memenuhi
unsur-unsur dalam kepemerintahan (governance stakeholders) seperti yang
diungkapkan oleh Sedarmayanti (2012:245-246) yaitu kategori pemerintahan.
Pemda Kabupaten Tulungagung berupaya untuk melakukan kegiatan yang
mengandung unsur kenegaraan, serta melaksanakan tugas kelembagaan untuk
mencapai masyarakat madani. Harapan kedepannya ialah adanya suatu terobosan
baru agar dalam budidaya ikan lele dapat menjadi suatu pengembangan kawasan
minapolitan yang sukses dan dapat menjadi kawasan percontohan nasional.
2) Bisnis
Pelaku swasta dalam kemitraan pengembangan kawasan minapolitan
khususnya budidaya ikan lele di Desa Gondosuli Kecamatan Kondang Kabupaten
Tulungagung berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan dapat disimpulkan
bahwa antusiasme yang dimiliki masih belum terlihat. Hal ini mengakibatkan
pada proses pengembangan kawasan minapolitan kurang berjalan baik. sektor
143
swasta hendaknya memberikan andilnya lebih besar lagi. Tidak hanya sebatas
pemberian bantuan pakan yang sistemnya jual beli, tapi diharapkan juga
memberikan bantuan modal agar pembudidaya dapat lebih membesarkan lagi
usaha yang dimiliki oleh pembudidaya. Pada dasarnya sektor swasta mempunyai
peran yang sangat penting dalam terciptanya masyarakat madani. Selain itu sektor
swasta juga memiliki peranan pengusaha besar sebagai pelaku kemitraan.
Seperti yang diungkapkan oleh Hafsah (2000:84-87) bahwa pengusaha
besar (swasta) melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha
kecil/koperasi (masyarakat pembudidaya). Dari beberapa peranan yang telah
disebutkan pada kajian teori, sektor swasta belum sepenuhnya memenuhi
perannya. Hingga saat ini CV. Menara dan PT. Wonokoyo hanya menyediakan
dan mensuplai pakan ternak lele, tanpa melihat aspek peranan yang lain. Padahal
ada beberapa aspek peranan yang seharusnya diperhatikan oleh pihak swasta,
diantaranya:
1) memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha
kecil/koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan, pemagangan,
manajemen, dan keterampilan teknis produksi,
2) menyusun rencana usaha untuk disepakati bersama,
3) bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk
permodalan pengusaha kecil/koperasi mitranya,
4) memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil/koperasi,
5) memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi,
6) menjamin pembelian hasil produksi sesuai dengan kesepakatan bersama,
7) promosi hasil produksi,
8) pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan
keberhasilan kemitraan. (Hafsah, 2000:84-87)
Berdasarkan peranan yang dimiliki oleh pihak swasta yang telah
disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa pihak swasta hanya dapat memenuhi
peranannya pada pemberian pelayanan dan penyediaan produksi, sedangkan untuk
144
peranan yang lain pihak swasta belum dapat memenuhinya. Penyediaan produksi
berupa suplai pakan ternak lele memakai sistem jual beli dan tidak ada regulasi
yang mengatur tentang penyedian produksi tersebut. Jika produksi budidaya ikan
lele mengalami over production, maka pihak swasta tidak dapat membantu
mengkoordinir dan mempromosikan hasil produksi. Padahal hal tersebut juga
merupakan salah satu peranan dari sektor swasta.
Tidak hanya sektor swasta yang tidak dapat memenuhi peranannya, pihak
pemerintah pun tidak dapat membantu mengenai over production. Seharusnya
dalam kemitraan yang dilakukan oleh ketiga pihak tersebut, pihak swasta dan
pemerintah dapat membantu pihak masyarakat pembudidaya ikan lele
memperoleh jalan keluar terhadap kelebihan produksi budidaya ikan lele ini. Jika
dikaji lebih mendalam, maka sudah seharusnya Pemda Kabupaten Tulungagung
memberikan solusi atas permasalahan mengenai kelebihan produksi agar
pembudidaya ikan lele tidak mengalami kerugian. Menurut analisa peneliti yang
mengutip dari Sentanu (2012:4), bahwa perlu adanya intervensi pemerintah pada
saat produksi ikan lele berlebih dengan cara kontrol harga.
Jika adanya permasalahan kelebihan produksi pada budidaya ikan lele
namun pasar tidak dapat menampung hasil produksi tersebut, maka tindakan yang
harus diambil oleh pemerintah ialah mengontrol harga ikan lele agar tetap dapat
terserap oleh pasar. Selain itu selama ini para pembudidaya mengalami persaingan
harga, antar pembudidaya memberikan harga yang bervariatif. Perbedaan harga
ini dikarenakan setiap pembudidaya mengeluarkan modal yang berbeda-beda pada
saat penebaran benih, perawatan ikan, hingga masa panen. Hal inilah yang
145
menjadikan harga disetiap sentra budidaya ikan lele mengalami perbedaan harga,
dan tidak menutup kemungkinan terjadi persaingan harga diantara pembudidaya.
Pada dasarnya terdapat 2 macam kontrol harga yang disebutkan oleh
Sentanu, yaitu harga jual tinggi yang berguna pada saat produksi ikan lele
mengalami over production. Serta harga jual rendah bertujuan agar pembudidaya
memiliki harga dasar agar tidak terjadi persaingan harga diantara pembudidaya.
Penetapan harga ini bertujuan agar baik pembudidaya maupun konsumen tidak
mengalami kerugian serta mendapatkan kualitas ikan lele yang baik. adanya hal
yang demikian Pemda Kabupaten Tuluangung berupaya agar terjadi iklim
kondusif, baik antar pembudidaya maupun antara pembudidaya dengan
konsumen.
Berdasarkan hal yang demikian seperti yang dikutip dari Hafsah (2000:84-
87) bahwa pemerintah memiliki peranan dalam kemitraan yang dilakukan untuk
pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Gondang ini. Hafsah
menggambarkan sektor pemerintah sebagai peranan pembina yang menciptakan
iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya
kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang
bermitra. Secara rinci peran lembaga pembina tersebut adalah:
1. meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dan manajemen
pengusaha kecil atau koperasi, dalam hal ini dapat ditunjukkan dengan
adanya pelatihan-pelatihan serta workshop yang diberikan oleh DKP
Kabupaten Tulungagung.
146
2. membantu penyediaan fasilitas permodalan, kaitan dengan fasilitas
permodalan ini pemerintah membantu permodalan dengan memberikan
perkreditan rakyat yang disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk oleh
pemerintah.
3. mengadakan penelitian, pengembangan dan penyuluhan teknologi baru yang
dibutuhkan oleh dunia usaha, dalam hal ini pemerintah memberikan teknologi
budidaya menggunakan metode bioflok. Namun metode ini dirasa tidak
cocok diterapkan karena terlalu rumit dan mendapatkan hasil yang tidak
maksimal. Hal yang terpenting dalam kaitannya dengan peran pembina ialah
pemerintah berusaha memenuhi peranannya dalam kemitraan yang dilakukan
agar pengembangan kawasan minapolitan dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan peranan yang dimiliki oleh pemerintah selaku peranan
pembina pada kemitraan yang dilakukan oleh ketiga stakeholder dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Gondang dapat disimpulkan
bahwa Pemda Kabupaten Tulungagung berupaya maksimal dalam memberikan
pelayanan serta memfasilitasi masyarakat pembudidaya agar tercapai tujuannya
yaitu mencapai kesejahteraan dan menjadi masyarakat madani. Serta untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik (good goovernance) bagi Pemda Kabupaten
Tulungagung.
3) Komunitas
Merujuk pada pernyataan Soekanto (1999) komunitas adalah kesatuan
sosial yang terbentuk atas dasar kesatuan wilayah, bukan kepentingan tertentu.
Pada kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan
147
Tulungagung, komunitas yang dimaksudkan adalah masyarakat Desa Gondosuli
yang mempunyai mata pencaharian sebagai peternak atau pembudidaya ikan lele.
Pada mulanya usaha budidaya dilakukan secara mandiri dan dengan usaha sendiri
sehingga masyarakat menyatukan tekadnya agar Desa Gondosuli menjadi suatu
kawasan sentra ikan lele yang maju. Setelah 1 (satu) tahun berjalan barulah
kemudian Pemda Kabupaten Tulungagung menetapkan Kecamatan Gondang
sebagai kawasan minapolitan. Adanya penetapan kawasan minapolitan ini Pemda
Kabupaten Tulungagung berharap dapat membantu masyarakat Desa Gondosuli
agar dapat lebih berkembang dan mendapatkan impact-nya yaitu kesejahteraan
sosial maupun ekonomi.
Pada dasarnya adanya campur tangan dari pemerintah diharapkan mampu
mempengaruhi tingkat kemajuan dibidang ekonomi khususnya dalam bisnis
budidaya ikan lele. Berdasarkan pernyataan Steiner dan Steiner (1991:6) bahwa
pemerintah bisnis dan komunitas dilihat dari fakta semua lembaga yang ada di
masyarakat, pemerintah memiliki pengaruh penting di dalam sektor bisnis.
Pernyataan Steiner dan Steiner tersebut tidak berlaku bagi pembudidaya ikan lele,
pasalnya masyarakat Desa Gondosuli beranggapan bahwa penetapan kawasan
minapolitan oleh pemerintah kurang berpengaruh atau tidak mendapatkan suatu
hasil yang baik. Pernyataan tersebut didapatkan oleh peneliti pada saat
pengambilan sampel di lapangan. Informan menyebutkan bahwa penetapan
kawasan minapolitan tidak mempengaruhi tingkat pendapatan mereka, namun
mereka menyadari bahwa dengan adanya budidaya ikan lele dapat membuka
lapangan pekerjaan yang baru untuk masyarakat yang tidak mempunya pekerjaan.
148
Usaha penetapan kawasan minapolitan merupakan suatu kesadaran
pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban kepada masyarakatnya agar dapat
merasakan timbal balik dengan adanya suatu regulasi. Hal tersebut sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Steiner dan Steiner (1991:6) bahwa pemerintah sebagai
struktur dan proses dimana kebijakan publik, program-program pemerintah,
peraturan-peraturan agar terjadi keselarasan. Adanya suatu regulasi penetapan
kawasan minapolitan bertujuan agar terjadi suatu pemenuhan kebutuhan publik
dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia di kawasan tersebut.
Adanya regulasi serta pemenuhan kebutuhan publik tersebut diharapkan
dapat membantu mewujudkan pemerataan kebutuhan publik dan lain sebagainya,
dengan demikian hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya suatu manajemen
publik oleh Pemda Kabupaten Tulungagung. Menurut peneliti yang merujuk pada
Mahmudi (2010:38-40) menyebutkan bahwa karakteristik yang manajemen publik
yang telah dilakukan oleh Pemda Kabupaten Tulungagung. Pertama, sebagai
penggerak sektor publik yaitu berkoordinasi dengan SKPD yang lain untuk
memenuhi kebutuhan sumber daya. Kedua, dengan adanya penetapan kawasan
minapolitan diharapkan dapat memberikan kesempatan pada Desa Gondosuli agar
dapat berkembang dengan potensi yang ada agar mendapatkan keadilan distribusi
kesejahteraan sosial.
Setelah pemenuhan kebutuhan publik dan manajemen publik dilakukan
oleh pemerintah, maka kekuasaan tertinggi tetap ada di tangan masyarakat.
Kaitannya dalam hal ini adalah masyarakatlah yang dapat menentukan apakah
setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat berjalan dengan baik
149
atau sebaliknya. Pada kemitraan yang dilakukan dalam pengembangan kawasan
minapolitan khususnya budidaya ikan lele, pihak pembudidaya mempunyai peran
sebagai peranan usaha menengah/koperasi. Hafsah (2000:84-87) menuturkan
bahwa peranan usaha menengah mempunyai peran sebagai berikut.
1) bersama-sama melakukan penyusunan rencana usaha dengan pengusaha besar
untuk disepakati, pembudidaya ikan lele Desa Gondosuli ikut memberikan
aspirasi mengenai hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan
usaha budidaya yang dimilikinya melalui kelompok kerja yang dibentuk.
Adanya Pokja tersebut semua aspirasi ditampung dalam suatu rapaat
koordinasi dengan DKP Tulungagung yang dilaksanakan sebulan sekali.
2) menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai dengan
kesepakatan mitranya, namun pada kenyataannya teknologi bioflok yang
dicanangkan oleh pemerintah tidak dapat berjalan karena sistem yang terlalu
rumit serta keuntungan yang diperoleh lebih sedikit dari pada menggunakan
sistem tradisional.
3) melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha
sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung
kebutuhan pasokan produksi, hal ini ditunjukkan dengan adanya produksi
olahan ikan lele berupa abon lele dan lain sebagainya. Adanya hal tersebut
dapat melahirkan suatu kondisi yang kondusif, dan saling mendukung
perputaran roda ekonomi masyarakat setempat.
150
b. Bentuk kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan.
Pada suatu kemitraan tentunya terdapat beberapa pihak yang saling
bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Pada kemitraan yang dilakukan dalam
pengembangan kawasan minapolitan dilakukan oleh tiga sektor, dimana ketiga
sektor tersebut melakukan kerjasama agar mencapai tujuan yang sama. Tentunya
kerjasama ini sama halnya dengan konsep administrasi. Hal ini sejalan dengan
penuturan Siagian (2014:2) bahwa administrasi merupakan keseluruhan proses
kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada konteks
pengembangan kawasan minapolitan khususnya budidaya ikan lele di Desa
Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung ini melakukan
kemitraan yang terdiri dari sektor pemerintah, bisnis, dan masyarakat.
Pada praktek yang ada di lapangan penerapan kemitraan khususnya di
bidang administrasi belum berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan
adanya beberapa fakta yang ada. Pertama, hal yang paling krusial adalah setiap
stakeholder belum menjalankan prinsip kemitraan, yaitu belum adanya peraturan
yang mengatur tentang kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan.
Padahal keberhasilan dalam suatu pencapaian kinerja khususnya pengembangan
kawasan minapolitan wajib hukumnya adanya suatu peraturan. Sama halnya
dengan konsep administrasi, mengutip dari pernyataan Chandler dan Plano (dalam
Keban, 2008 : 4) mendefinisikan bahwa administrasi publik adalah proses dimana
sumberdaya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola (manage) keputusan-keputusan
dalam kebijakan publik. Realita yang terjadi di Desa Gondosuli adalah belum adanya
151
peraturan yang mengikat ketiga sektor yang saling bermitra. Tidak adanya sistem
administrasi yang mengatur dalam kemitraan yang dilakukan oleh pihak pemerintah,
bisnis, dan masyarakat mengindikasikan akan ketidakberhasilannya pengembangan
kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung.
Sistem adminitrasi merupakan embrio yang akan melahirkan suatu kemitraan dalam
penerapan konsep kawasan minapolitan.
Kedua, setiap stakeholder belum melakukan prinsip kemitraan. Hal ini
ditunjukkan dengan pola kemitraan yang dilakukan oleh stakeholder dalam
pengembangan kawasan minapolitan khusunya di bidang budidaya ikan lele.
Kemitraan yang dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan salah satu pihak belaka
tanpa memikirkan asas kemitraan. Padahal menurut Hafsah (2000:43)
menyebutkan bahwa kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh
dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Realita
yang terjadi dilapangan adalah kemitraan yang dilakukan hanya antara sektor
pemerintah dengan masyarakat, serta masyarakat dengan pihak bisnis (swasta),
sedangkan antara pihak pemerintah dan swasta belum melakukan kemitraan.
Padahal suatu kemitraan akan berhasil jika ketiga stakeholder tersebut saling
bersinergi, saling membutuhkan dan saling membersarkan agar bersama-sama
mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, tentunya kemitraan dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemerintah belum bersifat aktif dalam menjalankan roda
kemitraan. Padahal pihak pemerintah merupakan pemeran utama dalam suatu
152
pergerakan baik dari segi pemerintahan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Hal
ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Hafsah (2000:46-47), bahwa
pemerintah yang mempunyai andil besar dalam memacu keberhasilan kemitraan
terutama dalam menciptakan iklim yang kondusif serta meregulasi peraturan-
peraturan yang menghambat baik langsung maupun tidak langsung berhubungan
dengan upaya-upaya menumbuh kembangkan kemitraan. Jika pemerintah belum
menggiatkan tugas dan fungsinya sebagai “pemandu” poros keberhasilan suatu
regulasi, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kegagalan pelaksanaan
suatu kemitraan dalam pengembangan konsep minapolitan.
Kegagalan dalam pelaksanaan suatu kemitraan dalam pengembangan
konsep minapolitan di Desa Gondosuli ditunjukkan dengan adanya fakta-fakta
yang terjadi dilapangan. Pertama, telah disebutkan sebelumnya bahwa belum
adanya penerapan prinsip kermitraan antara pemerintah, bisnis, dan komunitas
yang masih belum bersinergi diantara ketiganya. Kedua, model kimitraan dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli masih bersifat “abu-abu”.
Maksudnya ialah model kemitraan yang sedang dijalankan oleh ketiga sektor
tersebut masih belum jelas dan pasti. Model kemitraan tersebut dapat dikatakan
model kemitraan yang semu, hal tersebut dikarenakan setiap stakeholder yang
bermitra sama-sama merasa penting untuk melakukan kerjasama, akan tetapi
pihak-pihak yang bermitra belum tentu memahami substansi yang diperjuangkan
dan apa manfaat yang dihasilkan.
Kemudian kemitraan yang dilakukan juga dapat dikatakan sebagai
kemitraan dengan model mutualistik, dimana pihak yang bermitra sama-sama
153
menyadari aspek penting melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberikan
manfaat dan mendapatkan manfaat lebih, serta sama-sama memahami tujuan dan
makna dari kemitraan yang dijalankan. Namun kemitraan yang dilakukan dalam
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli sama sekali tidak
mencerminkan model kemitraan konjugasi, hal ini dikarenakan pihak yang
bermitra belum dapat melakukan konjugasi dalam rangka meningkatkan
kemampuan masing-masing. Serta stakeholder yang memiliki kelemahan di dalam
melakukan usaha atau mencapai tujuan bersama belum menyadari serta tidak
berusaha untuk saling melengkapi dalam menutupi kelemahan yang dimilikinya.
Berdasarkan fakta dan realita yang ada dalam pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung
dilihat dari sisi pemerintahannya, tidak mencerminkan konsep pemerintahan yang
baik (Good Governance). Menurut pengertian Good Governance yang dipaparkan
oleh Sedamaryanti (2012:3) pemerintah memiliki 2 (dua) pemahaman penting
yaitu, pertama nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan.
Kedua, sebagai aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efesien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Antara kajian konsep
dengan yang terjadi di lapangan sangat tidak sejalan, hal ini ditunjukkan dengan
tidak adanya peraturan yang menjembatani kemitraan yang dilakukan oleh
pemerintah, bisnis, dan masyarakat pembudidaya dalam pengembangan kawasan
minapolitan. Tidak adanya peraturan tersebut menggambarkan bahwa pemerintah
154
masih belum dapat memenuhi keinginan/kehendak rakyat serta belum
menjalankan aspek fungsional sebagai legislator.
Selanjutnya Sedarmayanti (2012:4-5) memberikan pengertian
pemerintahan lebih dalam lagi mengenai peran pemerintah sebagai kasalisator
dalam kemitraan ialah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan
bertanggungjawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga “kesinergisan”
interaksi yang kontruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan
masyarakat. Definisi pemerintahan yang baik ini mencerminkan bahwa
pemerintah sebagai kasalisator dalam pelaksanaan kemitraan pada konsep
pengembangan kawasan minapolitan khususnya di bidang budidaya ikan lele
seharusnya menjadi “jembatan penghubung” dalam kemitraan antara ketiga
stakeholder yang sedang bersinergi. Namun pada kenyataannya Pemerintah
Daerah Kabupaten Tulungagung masih belum dapat menjadi “jembatan
penghubung” yang baik dalam hal tersebut, sehingga kemitraan yang sedang
dilakukan tidak berjalan dengan lancar.
Pengertian mengenai good governance serta realita yang terjadi di
lapangan di atas menunjukkan bahwa perlu adanya pengkajian ulang tentang
tujuan, prinsip, serta tugas dan fungsi masing-masing stakeholder yang melakukan
kemitraan. Adanya pengkajian ulang tersebut diharapkan adanya suatu
restrukturisasi. Tujuannya ialah setiap stakeholder kembali menata serta
mengetahui tujuan, dan tugasnya dalam kemitraan yang dilakukan agar tercapai
tujuan bersama yaitu menjadikan Desa Gondosuli sebagai kawasan minapolitan
yang dapat membantu mengembangkan ekonomi lokal.
155
c. Tujuan kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan.
Salah satu alasan seseorang atau suatu instansi melakukan suatu kemitraan
adalah memiliki suatu tujuan yang sama dengan cara bekerjasama dengan pihak
lain. Lebih jelasnya tujuan suatu kemitraan adalah terciptanya hasil yang
disepakati bersama dengan baik dengan saling memberikan keuntungan bagi
setiap pihak yang ikut bermitra. Hafsah (2000:54) memberikan tujuan kemitraan
dengan mengelompokkannya menjadi beberapa aspek diantanya:
1) Tujuan dari Aspek Ekonomi
Pada hakikatnya kemitraan yang dilakukan oleh seseorang atau komunitas
atau bahkan instansi memiliki tujuan dari aspek ekonomi. Sangat tidak mungkin
jika suatu kemitraan tidak memikirkan income yang akan didapatkan oleh pihak
yang bermitra. Kaitannya dengan penelitian ini ialah kemitraan yang dilakukan
oleh pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan kawasan
minapolitan khusunya budidaya ikan lele di Kecamatan Gondosuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung. Ditinjau dari sektor pemerintah seperti yang
disebutkan oleh informan bahwa 2% PDRB merupakan pendapatan dari budidaya
perikanan. Walaupun pendapatan yang diperoleh tidak begitu besar, namun angka
2% sudah dapat dikatakan baik karena masih ditopang dengan pendapatan dari
sektor yang lain. Jika pengembangan kawasan minapolitan terus menerus
mendapatkan perhatian dari pemerintah, maka tidak menutup kemungkinan
pendapatan dari sektor budidaya akan terus meningkatkan PDRB Kabupaten
Tulungagung.
156
Adanya fakta yang demikian diharapkan pemerintah dapat lebih mengkaji
dan menggali kembali potensi yang dimiliki oleh Desa Gondosuli sehingga dapat
ditumbuhkembangkan serta mendapatkan hasil yang maksimal dari
pengembangan kawasan minapolitan tersebut. Pada hakikatnya peran pemerintah
sangat penting dalam perputaran roda perekonomian, serta mempunyai tugas
manajemen sehingga tercipta tatanan pemerintahan yang baik. Agar dapat
memaksimalkan perannya, Alison (dalam Mahmudi, 2010:37)
mengidentifikasikan fungsi manajemen yang secara umum berlaku di sektor
publik khususnya pemerintahan. Salah satunya ialah fungsi strategi yaitu
membuat rencana operasional untuk mencapai tujuan sehingga ada penetapan
tujuan dan prioritas dalam berorganisasi. Adanya penetapan tujuan yang demikian
diharapkan pemerintah dapat menyusun strategi agar dapat mencapai tujuan
bersama. Kaitannya dengan pengembangan kawasan minapolitan diharapkan
Pemda Kabupaten Tulungagung dapat menyusun rencana strategi agar dapat
mengembagkan Desa Gondosuli sebagai kawasan minapolitan yang sukses baik
skala lokal maupun nasional. Salah satu caranya ialah dengan bantuan baik berupa
permodalan, teknologi, pembekalan SDM serta rencana pembangunan baik jangka
pendek, menengah dan jangka panjang.
Kemudian ditinjau dari sektor masyarakat, dengan adanya usaha budidaya
ikan lele pendapatan mereka cukup meningkat seperti yang telah dipaparkan
sebelumya. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Hafsah serta tujuan
adanya pemetaan kawasan minapolitan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 bahwa, dengan adanya kemitraan
157
diharapkan terpenuhinya aspek ekonomi dari masyarakat yaitu meningkatkan
pendapatan usaha kecil, nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil
dan merata.
Jika ditinjau dari sektor bisnis dalam kemitraan pengembangan kawasan
minapolitan khususnya budidaya ikan lele di Desa Gondosuli dapat disimpulkan
bahwa peran swasta tidak terlalu tampak dan tidak memiliki dampak yang
signifikan dalam kemitraan yang dilakukan oleh ketiga stakeholder ini. Data yang
diperoleh dilapangan telah dipaparkan sebelumnya bahwa pihak swasta hanya
membantu suplai pakan ternak ikan lele saja tanpa memberikan peranan yang lain.
Padahal peran bisnis sangat dibutukan dalam pengembangan kawasan minapolitan
agar dapat lebih berkembang pesat.
Sentanu (2012:2) menyebutkan bahwa tugas utama dari sektor bisnis ialah
bisnis dapat menyediakan kebutuhan dan keinginan masyarakat dengan
memproduksi barang-barang dan jasa. Lebih konkrit Hafsah (2000:84-87)
menyebutkan bahwa peranan bisnis dalam kemitraan ialah memberikan
bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha kecil/koperasi, baik
melalui pendidikan, pelatihan, pemagangan, manajemen, dan keterampilan teknis
produksi, hingga promosi hasil produksi. Realitanya sektor bisnis dalam
kemitraan pengembangan kawasan minapolitan ini ialah CV. Menara dan PT.
Wonokoyo belum memenuhi peranannya.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerintah
seharusnya dapat merancang kembali strategi lanjutan agar pengembangan
kawasan minapolitan dapat berkembang sesuai yang diinginkan oleh semua pihak.
158
Selain itu hendaknya pemerintah memaksimalkan perannya sebagai pemeran
utama dalam rantai kemitraan yang dijalankannya. Salah satunya ialah pembuatan
regulasi tentang kontrol harga seperti yang diungkapkan oleh Sentanu (Sentanu,
2012:4) mengenai kontrol harga dan regulasi tentang kemitraan antara stakeholder
agar dapat memenuhi peranannya dalam menggapai tujuan bersama.
2) Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Inti dari tujuan yang berdasarkan aspek sosial dan budaya dalam
pengembangan kawasan minapolitan khususnya budidaya ikan lele di Desa
Gondosuli ialah upaya pemberdayaan usaha kecil sebagai tanggung jawab sosial
pengusaha besar agar terjadi percepatan pemberdayaan sesuai kemampuan dan
kompetensinya untuk menuju kemandirian usaha. Salah satu bentuk tanggung
jawab yang diberikan oleh pemerintah maupun sektor swasta ialah berupa
pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat pembudidaya. Tujuannya ialah
agar pengusaha budidaya ikan lele dapat mengoptimalkan usahanya dan
mendapatkan kesejahteraan baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Sejauh ini pengembangan budidaya ikan lele di Desa Gondosuli dalam
upaya pengembangan kawasan minapolitan telah mendapatkan beberapa perhatian
yang serius oleh pemerintah setempat. Salah satu bukti konkrit yang diberikan
ialah penetapan rencana induk oleh Bappeda Kabupaten Tulungagung yang
berisikan tentang visi misi pengembangan kawasan minapolitan dan lain
sebagainya. Selain itu pemerintah memberikan pembinaan serta bimbingan yang
diprakarsai oleh DKP Kabupaten Tulungagung berupa pertemuan rutin sebulan
sekali serta pengawasan minapolitan oleh tim pembina yang dilakukan seminggu
159
sekali. Hal ini merupakan bentuk tanggungjawab yang diberikan oleh sektor
pemerintah agar rencana pengembangan kawasan minapolitan dapat berjalan
dengan baik.
Pengawasan dan pembinaan dari sektor pemerintah selain merupakan
wujud tanggung jawab juga merupakan suatu bentuk penerapan fungsi manajemen
seperti yang diungkapkan oleh Alison (dalam Mahmudi, 2010:37). Wujud
tanggung jawab ini merupakan salah satu bentuk manajemen komponen internal
yang berfungsi untuk mengarahakan dan manajemen sumber daya manusia yang
dimiliki agar dapat memaksimalkan setiap potensinya untuk menerapkan setiap
regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah guna upaya pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli. Selain itu bentuk tanggungjawab ini juga
merupakan penerapan bentuk manajemen konstituen eksternal yang berfungsi
sebagai memperbaiki serta menciptakan suasana yang harmonis antar unit
eksternal organisasi maupun dengan organisasi lain. Hal ini disebabkan dalam
upaya pengembangan kawasan minapolitan tidak dapat berjalan dengan
sendirinya, dibutuhkan banyak pihak agar tujuan tersebut dapat tercapai.
Pemberian pembinaan atau bimbingan selain merupakan suatu tanggung
jawab dan fungsi manajemen yang diberikan oleh pemerintah, juga merupakan
salah satu bentuk pelaksanaan prinsip-prinsip good governance. Karakteristik
yang demikian merupakan penerapan prinsip daya tanggap seperti yang
diungkapkan oleh UNDP (dalam Sedarmayanti, 2012:5-7). Daya tanggap yang
diberikan oleh pemerintah merupakan suatu bentuk kepedulian akan
keberlangsungan upaya pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli,
160
dimana kepedulian tersebut dibuktikan dengan adanya pelatihan, bantuan
peralatan yang mendukung usaha budidaya, serta memberikan kesempatan kepada
pembudidaya untuk berdiskusi dengan Pokja. Selain itu juga pemerintah
memberikan respon terhadap keluhan pembudidaya dengan membantu
mencarikan pasar agar produksi ikan lele dapat sepenuhnya oleh konsumen serta
diberikannya bantuan oleh Pemprov Jawa Timur berupa Gerakan pakan mandiri
(Gerpari) pada tahun 2016.
3) Tujuan dari Aspek Teknologi
Salah satu usaha yang menunjukkan keseriusan Pemda Kabupaten
Tulungagung dalam pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli
Kecamatan Gondang ialah pembinaan serta bimbingan dari aspek teknologi.
Sistem bioflok merupakan suatu terobosan baru yang diberikan oleh pemerintah
dalam memenuhi peranannya sebagai pembinan dalam kemitraan yang dilakukan
oleh ketiga stakeholder ini. Pada kenyataannya pembudidaya tidak serta merta
mau menerapkan sistem yang diberikan oleh pemerintah dengan alasan sistem
bioflok merupakan sistem yang rumit serta mendapatkan hasil yang tidak
maksimal. Berbeda dengan sistem tradisional yang dapat lebih dipilih oleh
pembudidaya, sistem tradisional selain mudah dilakukan juga mendapatkan hasil
yang maksimal.
Selain sistem bioflok yang diperbantukan dari aspek teknologi, pemerintah
juga mencanangkan program CBIB. Program CBIB ini merupakan suatu sertifikat
yang mengarahkan para pembudidaya untuk menghasilkan produksi ikan lele
yang baik, sehat, serta aman dikonsumsi. Terobosan sertifikasi CBIB ini
161
mendorong pembudidaya agar memberikan citra yang positif untuk konsumen
bahwa produk yang diperdagangkan aman dikonsumsi dan diharapkan mampu
mendongkrak penjualan ikan lele yang diproduseni oleh Desa Gondosuli.
Hal yang demikian merupakan suatu penerapan konsep good governance,
dimana Pemda Kabupaten Tulungagung berupaya memenuhi kebutuhan
masyarakatnya dengan memberikan bekal serta binaan untuk mendapatkan
kesejahteraan ekonomi. Karakteristik tersebut sejalan dengan yang diungkapkan
oleh UNDP dalam Sedarmayanti (2012:5-7), bahwa pemerintahan yang baik
memiliki karakteristik berkeadilan (Equity). Berkeadilan yang dimaksud adalah
pemerintah yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap semua warga
masyarakat dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas
hidupnya.
Realitanya upaya pemerintah yang demikian tidak sejalan seperti yang
dinginkan oleh masyarakatnya, padahal sistem bioflok merupakan salah satu bukti
penerapan budidaya yang dianggap baik oleh pemerintah. Santoso (2012:130)
menyebutkan bahwa terdapat tiga pilar governance yaitu pemerintah, sektor
swasta, dan mayarakat. Ketiga pilar tersebut hendaknya saling berkesinambungan
sehingga terjadi keselarasan serta kohesi agar mencapai tujuan bersama yaitu
masyarakat madani. Selanjutnya Sjamsudin (2005:11) menuturkan bahwa
kepemerintahan yang baik itu adalah suatu kesepakatan menyangkut peraturan
negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor
swasta.
162
Berdasarkan penuturan para ahli dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan tatanan pemerintahan yang baik merupakan kesepakatan yang
diciptakan oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar tercipta suasana
yang harmonis, selaras serta mencapai kesejahteraan baik sosial, maupun
ekonomi. Sedangkan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa upaya yang
diberikan oleh pemerintah tidak sejalan seperti yang diharapkan. Masyarakat
beranggapan bahwa pembinaan pemerintah melalui aspek teknologi berupa sistem
bioflok tidak dapat diterapkan dengan alasan sistem yang ruwet, dan mendapatkan
laba yang tidak maksimal. Padahal menurut Hafsah (2000:84-87) peranan
masyarakat dalam kemitraan ialah menerapkan teknologi dan melaksanakan
ketentuan sesuai dengan kesepakatan mitranya.
Sebenarnya pembinaan yang diberikan oleh pemerintah melalui aspek
teknologi ini bersifat baik dan mengingikan adanya keberpihakan pada
pembudidaya agar mendapatkan pendapatan yang lebih baik lagi. Benar adanya
jika suatu sistem atau penerapan suatu kebijakan tidak dapat diberlakukan pada
semua permasalahan yang sama, karena pada dasarnya setiap daerah memiliki
keanekaragaman SDM, SDA, serta kultur yang berbeda. Namun demikian perlu
adanya sikap masyarakat yang bijak agar dapat memberikan solusi atau jalan
keluar yang baik untuk menyikapi mengenai bantuan aspek teknologi ini.
Seperti yang diungkapkan oleh Blackely (dalam supriyadi, 2007:109-123)
menyebutkan bahwa proses implementasi perencanaan dan penerapan PEL
berdasarkan aspek kemitraan ialah adanya tanggungjawab dari masing-masing
stakeholder (pemerintah, swasta, dan masyarakat) sebagai aktor pengembangan
163
dan pengelola ekonomi lokal. Sehingga bantuan yang diberikan oleh pemerintah
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ekonomi lokal, sebab itulah
dibutuhkan suatu kolaborasi yang baik antar aktor baik publik, bisnis dan
mayarakat. Jika bantuan dari pemerintah kurang cocok diterapkan di Desa
Gondosuli, maka sudah seharusnya masyarakat memberikan masukan terhadap
pemerintah mengenai jalan keluar serta solusi yang tepat perihal pembinaan aspek
teknologi tersebut.
4) Tujuan dari Aspek Manajemen
Tujuan kemitraan dalam pengembangan kawasan minapolitan di Desa
Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung yang terakhir ialah
dilihat dari aspek manajemennya. Ditinjau dari sisi pemerintahannya aspek
manajemen menurut Mahmudi (2010:38-40) mengungkapkan bahwa salah satu
karakterisiktik manajemen sektor publik ialah menciptakan adanya kesempatan
yang sama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan utama hidupnya,
misalnya kebutuhan terhadap kesehatan, pendidikan, transportasi dan sarana-
sarana umum lainnya. Kaitannya dengan kemitraan yang dilakukan oleh ketiga
sektor yaitu pemerintah, bisnis, dan komunitas dalam pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung
ialah ditunjukkan dengan adanya upaya peningkatan produktivitas.
Menciptakan kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya melalui upaya peningkatan produktivitas ialah dibentuknya
Pokja yang merupakan intervensi setiap SKPD. Intervensi yang dilakukan SKPD
merupakan suatu upaya untuk memberikan pelayanan serta pemenuhan kebutuhan
164
masyarakat dengan tujuan pada akhirnya masyarakat dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi lokal yang berdampak pada pendapatan perseorangan.
Intervensi SKPD melalui Pokja tersebut telah disebutkan sebelumnya pada
penyajian data.
Berdasarkan fakta yang telah disebutkan bahwa Pemda Kabupaten
Tulungagung telah melaksanakan tujuan aspek manajemen seperti yang telah
disebutkan oleh Hafsah (2000:54) yaitu peningkatan produktivitas organisasi di
dalam kerja yang dilaksanakan produktivitas organisasi. Penuturan Hafsah
tersebut merujuk pada interfensi yang dilakukan oleh SKPD dengan memberikan
bantuan yang ekuivalen dengan upaya pengembangan kawasan minapolitan di
Desa Gondosuli. Pengembangan serta pembangunan yang dilakukan oleh SKPD
diharapkan dapat membantu pembudidaya agar dapat meningkatkan produktivitas
individu yang melaksanakan kerja dan mengembangkan usahanya. Peningkatan
produktivitas dan pengembangan usaha yang dilakukan masyarakat pada akhirnya
bermuara pada keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan yaitu
meningkatnya ekonomi lokal.
2. Hasil kemitraan Pemerintah, Bisnis, dan Komunitas dalam dalam
pengembangan kawasan minapolitan sebagai peningkatan ekonomi
lokal di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Tulungagung.
Kemitraan yang dilakukan oleh beberapa pihak tentunya berawal dari
kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama dalam suatu kemitraan adalah
adanya suatu hasil yang dapat menguntungkan semua pihak yang bermitra serta
165
mendapatkan sautu solusi atas permasalahan yang dihadapi. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Hafsah (2000:62) bahwa pada dasarnya maksud dan tujuan dari
kemitraan adalah “Win-Win Solution Partnership” serta ciri dari kemitraan usaha
terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh-majikan atau atasan-
bawahan sebagai pembagian resiko dan keuntungan yang profesional, disinilah
karakter dan kekuatan kemitraan usaha.
Sejak tahun 2007 Desa Gondosuli mulai merintis usaha budidaya ikan lele
dan semakin berkembang pesat dari tahun ke tahun. Semenjak ada gelita para
pembudidaya tersebut, pada tahun 2013 Pemda Kabupaten Tulungagung mulai
memberikan apresiasi atas budidaya ikan lele tersebut dengan penetapan kawasan
minapolitan di Kecamatan Gondang. Alhasil lahan yang awalnya tidak seberapa
kini menjadi 28 Ha. Keberhasilan perluasan lahan ini tentunya tidak serta merta
berjalan dengan lancar, sudah dapat dipastikan bahwa adanya beberapa pihak
yang membantu jalannya usaha budidaya ini baik dari segi masyarakat,
pemerintah, dan swasta. Hal tersebut menggambarkan suatu simbiosis
mutualisme, dimana kemitraan tidak akan dapat berjalan dengan lancar jika tidak
ada kerjasama yang baik antar stakeholder.
Adanya fakta yang demikian dapat diartikan sebagai suatu pola kemitraan
yang produktif seperti yang diungkapkan oleh Wibisono (2007: 104), bahwasanya
pola kemitraan produktif ialah pihak swasta mempunyai kepedulian sosial dan
lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia
usaha dan masyarakat memberikan dukungan positif kepada swasta. Pada
kenyataannya kemitraan yang dilakukan ketiga stakeholder tersebut pada
166
kenyataannya tidak sejalan seperti yang ada pada teori seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Walaupun demikian perjalanan budidaya ikan lele di
Desa Gondosuli ini sudah dapat dikatakan sukses karena memiliki beberapa
prestasi yang sudah diraihnya.
Beberapa capaian yang diperoleh Desa Gondosuli dalam kurun waktu
kurang lebih 9 tahun hingga penetapan kawasan minapolitan oleh Pemda
Kabupaten Tulungagung ialah suksesnya rencana induk yang dicanangkan oleh
Bappeda. Perolehan yang dicapai ini tentunya merupakan usaha dari pemerintah
sebagai wujud karakteristik pemerintahan yang baik. Capaian yang diperoleh
berdasarkan suksesnya rencana induk ini sejalan dengan pemaparan UNDP
(dalam Sedarmayanti, 2012:5-7) bahwa karakteristik pemerintahan yang baik
ialah berorientasi pada konsensus. Kaitannya dalam hal ini Pemda Kabupaten
Tulungagung bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang
berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi
kepentingan masing-masing pihak, hal ini ditunjukkan dengan suksesnya rencana
induk yang dicanangkan oleh Bappeda.
Adanya fakta tentang kesuksesan yang telah disebutkan sebelumnya
menandakan adanya pengaruh pemerintah daerah untuk melakukan akselarasi
kawasan minapolitan yang ditandai dengan produksi perikanan, produktivitas
usaha, dan meningkatkan kualitas produk kelautan dan perikanan, meningkatkan
pendapatan nelayan, pembudidaya, pengolah ikan yang adil dan merata seperti
yang disebutkan oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun
2010 tentang Minapolitan. Berdasarkan Permen tersebut kemudia Pemda
167
Kabupaten Tulungagung mengambil sikap dengan mewujudkan tujuan serta
sasaran dari minapolitan. Sehingga tercapailah suatu kesuksesan yang lain yaitu
kesejahteraan finansial pembudidaya.
Kesuksesan serta kesejahteraan finansial dari pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli ini merupakan suatu bukti dari program tindakan
terbuka untuk organisasi atau instansi dalam mengambil inisiatif pembangunan
ekonomi dan lapangan kerja seperti yang diungkapkan oleh Blakely and Ted
(2003). Blakely and Ted menyebutkan bahwa instansi bertindak sebagai
entrepreneur, coordinator, fasilitator, dan stimulator. Keempat tindakan ini
ditunjukkan dengan tercapainya kesejahteraan masyarakat setempat dengan
memiliki ekonomi berupa rumah dan mobil seperti yang disebutkan oleh
informan.
Kemudian Blakely dalam Supriyadi (2007:109) menyebutkan bahwa
keberhasilan pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari perluasan
kesempatan bagi masyarakat kecil dalam kesempatan kerja dan berusaha.
Pertumbuhan ekonomi lokal di Desa Gondosuli yang dibuktikan dengan
kembalinya para perantau ke tempat asal dikarenakan lapangan pekerjaan terbuka
lebar untuk mereka, dengan kata lain adanya budidaya ikan lele dalam
pengembangan kawasan minapolitan ini mampu menyerap angka pengangguran
serta membuka lapangan pekerjaan baru. Kades Gondosuli memperkuat data
bahwa adanya pertumbuhan ekonomi lokal yang ditandai dengan dahulu Desa
Gondosuli merupakan salah satu desa termiskin di Kabupaten Tulungagung,
namun sekarang merupakan suatu prospek yang bagus untuk para masyarakat luar
168
maupun dalam desa agar mendapatkan pekerjaan. Febrian (2014) menyebutkan
bahwa LED sebagai suatu proses dimana pemerintah lokal dan atau kelompok
didasarkan komunitas mengelola sumberdaya yang ada dan masuk ke dalam
susunan kerjasama (kemitraan) dengan sektor swasta atau dengan diantaranya
mereka untuk menciptakan pekerjaan baru.
Kesuksesan ini tentunya merupakan suatu harapan dari kemitraan yang
dilakukan oleh ketiga stakeholder dalam pengembangan kawasan minapolitan.
Serta telah memenuhi tujuan pengembangan kawasan minapolitan yang di
tetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010. Jika dilihat dari tercapainya
pengembangan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung, maka peneliti memberikan asumsinya bahwa Desa
Gondosuli telah memenuhi karakteristik dan persyaratan untuk ditetapkan sebagai
kawasan minapolitan menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Kep.18/Men/2011.
Adanya fakta yang demikian selain memenuhi karakteristik dan
persyaratan untuk ditetapkan sebagai kawasan minapolitan juga memenuhi
kawasan minapolitan yang sudah berkembang menurut Dirjen Perikanan
Budidaya (2009). Ciri-ciri yang telah dipenuhi oleh Desa Gondosuli sebagai
kawasan minapolitan yang sudah berkembang ialah Pertama, sebagian besar
masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan.
Kedua, Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
perikanan, termasuk didalamnya usaha industri pengolahan hasil perikanan,
169
perdagangan hasil perikanan. Tidak hanya memproduksi ikan lele sebagai
produksi utama, namun juga terdapat produksi lain berupa ikan olahan seperti
abon lele dan lain sebagainya. Ketiga, hubungan antara pusat kawasan dan daerah-
daerah hinterland atau daerah-daerah sekitarnya bersifat interdependensi atau
timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan, yang dibuktikan dengan
adanya produksi olahan ikan lele yang berada disekitar Desa Gondosuli serta
daerah sekitarnya yang ikut mempromosikan hasil olahan ikan lele tersebut.
Membahas lebih detil mengenai kawasan minapolitan yang sudah
berkembang seperti yang dipaparkan oleh Dirjen Perikanan Budidaya (2009)
diatas dan berdasarkan hasi penelitian yang dilakukan dapat di analogikan bahwa
keberhasilan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung diawali dengan penambahan kawasan minapolitan. Hal
ini ditunjukkan dengan hasil yang diperoleh pembudidaya saat masa panen.
Besarnya panen yang diperoleh menunjukkan bahwa kolam bibit ikan lele juga
mengalami penambahan luas area. Karena pada praktiknya suatu luas kolam
dengan lebar tertentu mempunyai batas penebaran bibit ikan lele. Pembatasan
bibit dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan ikan lele hingga
masa panen.
Sejalan dengan penambahan kawasan/area kolam bibit ikan lele yang
semakin bertambah, secara tidak langsung akan membutuhkan tenaga kerja yang
tidak sedikit pula. Selain bertambah luasnya area kolam bibit ikan lele yang
semakin bertambah, faktor lain yang menyebabkan terjadinya penyerapan tenaga
kerja ialah adanya pemekaran kelompok pembudidaya di desa tersebut.
170
Pemekaran ini dilakukan karena salah satu anggota kelompok pembudidaya
merasa mampu dan memiliki modal usaha dan bertujuan untuk membuka
lapangan kerja yang baru dan menyerap tenaga kerja yang berasal dari
keluarganya sendiri.
Tetap mengacu pada Dirjen Perikanan Budidaya (2009) pada poin ketiga
yang menyebutkan hubungan antara pusat kawasan dan daerah-daerah hinterland
atau daerah-daerah sekitarnya bersifat interdependensi atau timbal balik yang
harmonis dan saling membutuhkan, keterkaitannya dengan hal ini ialah
peningkatan pendapatan para pelaku usaha. Salah satu faktor yang megakibatkan
peningkatan pendapatan ialah para pembudidaya mendapatkan bantuan dari
pemerintah berupa Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP). PUMP
merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada para pembudidaya ikan
lele agar dapat mengembangkan usahanya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembudidaya agar mendapatkan
bantuan dana PUMP ialah Pertama, diberikan kepada 18 kelompok dengan total
dana Rp 1,17 T dengan masing-masing kelompok mendapatkan Rp. 65.000.000,
dengan usia minimum usaha 6 bulan. Pemberian bantuan dana tersebut merupakan
hak dinas terkait untuk pemilihan yang berhak mendapatkan bantuan dana
tersebut, dan dana hanya diberikan kesempatan satu kali kepada setiap kelompok.
Pemberian dana tersebut tetap mendapatkan pengawasan langsung dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menjauhi penyalahgunaan dana. (neraca.co.id)
Jika usaha pengembangan kawasan minapolitan dilakukan secara
kontinuitas, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Kecamatan Gondang akan
171
menjadi suatu kecamatan percontohan kawasan minapolitan nasional bahkan
internasional. Perbaikan-perbaikan serta restrukturisasi hendaknya dilakukan oleh
ketiga stakeholder tersebut agar dapat memaksimalkan setiap peranan yang
dimilikinya. Pada dasarnya tidak ada sebuah hasil yang didapatkan secara instan,
perlu adanya suatu kerjasama yang saling memberikan feed back serta impact bagi
pelaku kemitraan tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti selama di
lapangan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan fokus penelitian
baik melalui wawancara, dokumentasi maupun observasi serta sesuai data yang
telah disajikan dan dibahas oleh peneliti tentang “kemitraan pemerintah,bisnis dan
komunitas dalam pengembangan kawasan minapolitan sebagai upaya
meningkatkan ekonomi lokal di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Tulungagung”, sebagai berikut:
1. Kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bentuk kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah, bisnis dan komunitas
ialah model kemitraan yang berbentuk kemitraan semu dikarenakan
setiap stakeholder yang bermitra sama-sama merasa penting untuk
melakukan kerjasama, namun pihak-pihak yang bermitra belum banyak
memahami substansi yang diperjuangkan dan apa manfaat yang
dihasilkan. Selain itu kemitraan yang dalam pengembangan kawasan
minapolitan menggunakan bentuk kemitraan mutualistik, hal ini di
tunjukkan adanya kesadaran ketiga pihak tersebut yang ingin
memperjuangkan keberhasilan pengembangan budidaya ikan lele agar
menjadi kawasan minapolitan.
172
173
b. Keterllibatan stakeholder dalam kemitraan ini dapat dikatakan baik
dilihat dari ketiga pihak pemerintah, bisnis, dan komunitas yang memiliki
peran penting dalam pengembangan kawasan minapolitan seperti
pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah, bisnis yang berperan sebagai
supplier pakan ikan serta komunitas sebagai media komunikasi antar
anggota yang memberika kemudahan dalam mengetahui perkembangan
harga dan mengatur perkembangan budidaya antar anggota. Akan tetapi
ketiga aktor tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktivitas
kemitraannya yaitu antara pemerintah dengan bisnis yang tidak saling
memiliki hubungan timbal balik.
c. Tujuan kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam
pengembangan kawasan minapolitan khususnya budidaya lele di Desa
Gondosuli, kecamatan Gondang, kabupaten Tulungagung dilihat dari
aspek ekonomi bahwa hasil dari budidaya perikanan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat lokal dan memberikan kontribusi untuk daerah
sebanyak 2% PDRB Kabupaten Tulungagung. Dari segi sosial dan
budaya, kemitraan dilakukan sebagai tanggungjawab sosial bagi
pengusaha besar maupun pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil
agar menjadi mandiri dan dapat mengoptimalkan usahanya untuk
kesejahteraan dari segi ekonomi maupun sosial. Tanggung jawab yang
diberikan pemerintah juga tercermin dari perannya dalam memberikan
manfaat dari aspek teknologi dimana pemerintah memberikan terobosan
cara budidaya yaitu dengan sistem bioflok. Namun, pembudidaya masih
174
menggunakan teknologi budidaya ikan sistem tradisional yaitu kolam
tanah dengan menggunakan terpal dan setelah panen ikan dilakuan
pengganti air kolam. Pembudidaya masih mengunakan sistem tradisional
yang dianggap bahwa selain mudah dilakukan juga mendapatkan hasil
yang maksimal. sedangkan dalam memberikan upayanya untuk
melakukan peningkatan produktivitas, dari aspek manajemen dilakukan
pembentukan kelompok kerja atau disebut denagn istilah pokja yang
merupakan intervensi setiap SKPD.
2. Hasil kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan
kawasan minapolitan sebagai upaya meningkatkan ekonomi lokal di Desa
Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten Gondang dapat dikatakan
berhasil tetapi belum maksimal. Hal ini dilihat dari lahan kolam budidaya
ikan sangat luas dan dari segi perekonoian masyarakat Desa Gondosuli dapat
dikatakan meningkat atau sejahtera seperti banyaknya rumah warga yang
bagus, mampu memperkerjakan tenaga kerja dari luar desa. Namun masih
terdapat masalah mengenai harga pakan yang tinggi dan pemasaran ikan yang
mengakibatkan produksi ikan berlebih tidak terserap pasar.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang sesuai dengan fenomena di
lapangan, maka peneliti mencoba memberikan masukan sebagai saran yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah, bisnis maupun komunitas
dalam menjalin kemitraan dalam kegiatan pengembangan kawasan minapolitan
adalah sebagai berikut.
175
1. Kemitraan pemerintah, bisnis dan komunitas dalam pengembangan kawasan
minapolitan di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bentuk kemitraan dilihat dari pemerintah, bisnis dan komunitas masih
belum ada sinergi antar ketigannya dan belum adanya peraturan yang
mengatur tentang kemitraan dalam pengembangan kawasan
minapoliatan. Maka dari itu peneliti memberikan saran atau masuk agar
proses kemitraan atau kerjasama harus lebih digalakkan lagi karena
ketiga pihak tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam
meningkatkan perkembangan dunia usaha maupun perekonomian daerah
serta mampu menciptakan Good Governance.
b. Diharapkan ketiga aktor memiliki keseimbangan dalam menjalankan
aktivitas kemitraannya seperti pemerintah Kabupaten Tulungagung selain
bermitra dengan masyarakat atau komunitas perlu juga bermitra dengan
pihak bisnis. Hal ini diharapkan agar saling memperkuat ketiga sektor
yang bermitra serta membangun perekonomian masyarakat sejahtera.
Selain itu juga Perlu adanya peraturan kemitraan yang mengikat ketiga
sektor yang saling bermitra. Mengingat bahwa surat tersebut sebagai
dasar untuk menjalin suatu kerjasama yang didalamnya berisi tentang
pembagian hak dan kemwajinban yang jelas, maka pihak yang bermitra
harus bisa bekerja sesuai dengan wewenang dan tugas yang disepakati
dalam surat perjanjian tersebut.
176
c. Tujuan kemitraan, peneliti memberikan masukan atau saran dari aspek
teknologi kepada pemerintah atau dinas terkait, dalam memberikan
teknologi seperti sistem budidaya bioflok perlu benar-benar mendampingi
serta membina agar teknologi budidaya yang diterapkan oleh
pembudidaya sukses dan panen ikan yang dihasilkankan besar.
2. Pemerintah daerah Kabupaten Tulungagung diharapkan mampu memberikan
solusi atas permasalahan mengenai kelebihan produksi agar pembudidaya
ikan lele tidak mengalami kerugian serta dapat membantu mengatasi harga
pakan ikan yang tinggi. Misalnya seperti pemerintah atau dinas-dinas terkait
membantu dengan memperbanyak usaha kecil menengah (UKM) pengolahan
ikan lele untuk dijadilan krupuk, abon, nugget dll sebagai jajanan oleh-oleh
Tulungagung. Hal ini agar produksi budidaya ikan terserap oleh permintaan
para pengolahan ikan. Kemudian dalam mengatasi masalah pakan ikan
peneliti memberikan saran kepada pemerintah agar menjalin hubungan kerja
sama dengan pihak bisnis seperti pabrik pakan ikan agar pemerintah bisa
membuat regulasi mengenai harga pakan seperti menstabilkan harga pakan
atau harga pakan dari pabrik semua sama dengan pajak pakan dari pemerintah
dikurangi.
177
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto, Andri. 2014. Teori Administrasi Publik. Diakses pada tanggal 1 Oktober
2016 pukul 10.20 WIB melalui https://andriraf.files.wordpress.com/2014/11
/03-tugas-teori-ap.pdf
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Anonim. 2015. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2015. Pusat Data
Statistik dan Informasi.
Blakely, Edward J and Ted K.Bradshaw. 2003. Planning Local Economic
Development: Theory and Practice. Third Edition. New Delhi: VISTAAR
Publications
Blakely, Edward J. 1989. Planning Local Economic Development: theory and
Practice. Sage Publications, Inc
Febrian, Billal M dan Dewi Sawitri Tjokropandojo. 2014. SDM Manusia dan
Kinerja Petani sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi Kasus:
Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, diakses
pada tanggal 10 November 2015 pukul 09.46 WIB melalui
http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wp-content/uploads/2014/04/V1N2517-526.pdf
Hafsah, Mohammad Jafar. 2000, Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi.
Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan.
Indradi, Sjamsiar Sjamsuddin. 2010. Dasar-Dasar dan Teori Administrasi Publik.
Malang: Agritek YPN
Keban, Y. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Konsep, Teori Dan
Isu. Cetakan Kedua. Yogyakarta : Gava Media
Kementrian PPN/Bappenas Direktorat Kelautan dan Perikanan, 2014, Strategi
Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan. diakses pada tanggal 19 April 2015
pukul 09.00 WIB dari http://www.bappenas.go.id/files/7614/4401/4206/
Strategi_Pengelolaan_Perikanan_Berkelanjutan.pdf
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
178
Miles M, Huberman M, Saldana J. 2014. Qualitative Data Analysis: a Methods
Sourcebook.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Nastiti, Imaniar. 2010. Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Resources
Development), diakses pada tanggal 13 Juni 2016 pukul 08.00 WIB dari
http://slideshare.net/Bulbulkoala/k5-pengembangan-ekonomi-lokal-new
Peery, Newman S. Jr. 1995, Business, Government, & society: Managing
Competitiveness, Ethics, and Social Issues, Prentice Hall, Engleood Cliffs,
New Jersey.
Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan No. 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan
Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2010/11 tentang
Minapolitan
Primyastanto, Mimit. 2011, Minapolitan: Suatu Pendekatan Sosial Lingkungan
dan Agama. Malang: UB Press.
Rofiq, Aunur, 2015, Potensi Indonesia Menjadi Kekuatan Ekonomi Global.
diakses pada tanggal 22 Juni 2015 pukul 08.00 WIB dari
http://nasional.sindonews.com/read/1010858/18/potensi-indonesia-menjadi-
kekuatan-ekonomi-global-1433899211
Sedarmayanti. 2012. Good governance (kepemerintahan yang baik) dalam rangka
otonomi daerah : upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui
restrukturisasi dan pemberdayaan.Bandung: Mandar Maju.
Sentanu, I Gede Eko Putra Sri. 2012. Pemerintah, Bisnis dan Komunitas. Malang:
UBDistancelearning.
Siagian, P. Sondang. 2014. Filsafat administrasi. Jakarta: Bumi Aksara
Sjamsuddin, Sjamsiar. (2005) Kepemerintahan dan Kemitraan. Malang, Yayasan
Pembangunan Nasional kerjasama dengan CV. Sofa Mandiri dan Indonesia
Print malang.
Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Steiner G, Steiner J. 1991. Business Government and Society: a Managerial
Perspective Text and Cases. Singapore: McGraw-Hill Book
179
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2003. Memahami Good Governance: Dalam
Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gava Media.
Sulistyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang:
Universitas Brawijaya (UB) Press.
Sugiyono, 2005. Metote Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Supriyadi, Edy. 2007,Telaah Kendala Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal:
Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL.Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota 18 (2): 103-123.
Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Wibisono, Yusuf. (2007) Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho
Publishing,
Zauhar, Soesilo. 1996. Reformasi Aministrasi: Konsep, Dimensi dan Strategi. PT.
Bumi Aksara: Jakarta