36
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak i Republik Indonesia i

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak i ...pkga.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/MODUL-PEMAHAMAN-PANGAN... · infeksi akut (seperti ISPA, diare, TBC, dll) yang

  • Upload
    ledieu

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak i Republik Indonesia

i

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ii Republik Indonesia

Tim Penyusun :

Budi Setiawan

Reisi Nurdiania

Sakinah

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak iii Republik Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, atas

tersusunya Modul OSSOF (One Student Save One Family) kerjasama

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(KPPPA) dengan Pusat Kajian Gender dan Anak (PKGA) Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian

Bogor (IPB).

OSSOF adalah gagasan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak, Prof.Dr. Yohana Yembise, MA, berupa partisipasi

mahasiswa dalam penyuluhan dan pendampingan kepada keluarga-

keluarga yang berada di daerah pelosok Indonesia. Program OSSOF

ini dapat dilaksanakan dalam bentuk program kemitraan antara

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(KPPPA) RI dengan Perguruan Tinggi, serta melibatkan stakeholders

terkait (lembaga swadaya masyarakat/masyarakat, pemerintah

daerah, dan swasta).

Modul ini merupakan panduan dalam pembekalan bagi mahasiswa

maupun kader dalam pelaksanaan kegiatan OSSOF yang dapat

dipilih sesuai dengan situasi dan permasalah di daerah yang menjadi

tempat pelaksanaan kegiatan. Modul pemahaman dan instrumen

yang dapat dipilih terdiri: 1)Ketahanan Keluarga, 2)Pemberdayaan

Perempuan, 3)Perlindungan Anak, 4)Desa/Kelurahan Layak Anak,

5)Pangan dan Gizi. Disamping itu juga telah disusun pedoman yang

berisi konsep OSOF dan pedoman pelaksanaan OSSOF.

Penghargaan yang tinggi serta ucapan terima kasih disampaikan

kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini.

Semoga modul ini bermanfaat dalam mewujudkan pelaksanaan

program OSSOF sebagaimana yang diharapkan.

Pusat Kajian Gender dan Anak

Kepala,

Budi Setiawan.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak iv Republik Indonesia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Sistematika pembekalan 2

BAB II 3

Masalah Pangan, Gizi, dan Kesehatan 3

BAB III 5

Strategi Penanganan Masalah Pangan, Gizi, dan Kesehatan 5

Program Pendampingan Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk 5

BAB IV 11

Revitalisasi Posyandu dalam Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat 11

BAB V 14

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah 14

BAB VI 17

Keamanan Pangan Keluarga 17

BAB VII 22

INSTRUMEN 22

Form monitoring status gizi keluarga 22

Form PHBS Rumah Tangga 25

Form Pendataan Status Gizi Wilayah 27

Form Kunjungan ke Posyandu 30

DAFTAR PUSTAKA 32

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 1 Republik Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gender dan gizi berkaitan erat dengan lingkaran kemiskinan. Ketidaksetaraan gender dapat mengakibatkan kelaparan dan malagizi. Menurut FAO (2012), ketidaksetaraan gender berhubungan dengan tingkat kekurangan gizi, baik kronis maupun akut. Berdasarkan dua belas bidang kritis pada Deklarasi Beijing, perempuan dan kemiskinan menempati urutan pertama yang menjadi pertimbangan prioritas dalam ranah pembangunan secara multisektoral.

Di satu sisi, perempuan dan anak wajb dilindungi, serta setiap warga wajib membangun ketahanan keluarga. Di sisi lain, perempuan dan anak justru menjadi korban dan semakin rapuhnya ketahanan keluarga.

“One Student Save One Family”, atau program OSSOF, merupakan

kegiatan yang digagas oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (PP-PA), Yohana Yambise. Program ini berupa

penyuluhan dan edukasi bagi keluarga-keluarga yang berada di

daerah pelosok Indonesia. Program ini dilakukan oleh para

mahasiswa sebagai salah satu bentuk partisipasi yang melibatkan

anak muda. Para mahasiswa dapat ditugaskan ke berbagai daerah

untuk memberikan penyuluhan dan pendampingan mengenai

berbagai aspek yang berkaitan dengan pemberdayaan keluarga. Ini

diharapkan dapat menjadi solusi agar keluarga menjadi lebih

berdaya dan anak-anak dapat terpenuhi hak-haknya, diantaranya

dalam hal keterjaminan bidang pangan, gizi, dan kesehatan.

Program OSSOF dapat dilaksanakan dalam bentuk program

kemitraan antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (KPPPA) RI dengan Perguruan Tinggi. Dalam

pelaksanaannya, kemitraan juga melibatkan stakeholders terkait

(lembaga swadaya masyarakat/masyarakat, pemerintah daerah, dan

swasta).

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2 Republik Indonesia

Tujuan

1. Mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan ketahanan keluarga, terutama bidang pangan, gizi, dan kesehatan di masyarakat;

2. Mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui penerapan ilmu serta melatih mahasiswa untuk bekerjasama antar bidang keahlian secara terpadu;

3. Mendekatkan perguruan tinggi dengan masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi lain yang terkait sehingga memperoleh umpan balik dalam rangka peningkatan relevansi Tridharma Perguruan Tinggi dengan tuntutan pembangunan; dan

4. Membantu masyarakat dalam mengatasi permasalahan di berbagai bidang, terutama pangan, gizi, dan kesehatan.

Sistematika Pembekalan

Peran mahasiswa pada program ini adalah melakukan pendampingan bagi keluarga, terutama keluarga yang memiliki masalah yang kritis. Pendampingan mahasiswa adalah mencatat, melaporkan, lalu menghubungkan dengan lembaga pelayanan dari kasus kasus yang terkait. Selain melakukan pendampingan, mahasiswa juga melakukan metode Training on Trainer (TOT) kepada para fasilitator di desa/kecamatan sehingga program ini diharapkan dapat terus berlanjut.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 3 Republik Indonesia

BAB II Masalah Pangan, Gizi, dan Kesehatan Indonesia sudah memiliki dasar-dasar hukum untuk pelaksanaan pembangunan pangan dan gizi di Indonesia antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025. Pembangunan pangan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya.

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Arah perbaikan gizi adalah meningkatknya mutu gizi perorangan dan masyarakat. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bersama-sama menjamin tersedianya bahan makanan yang bergizi secara merata dan terjangkau.

3. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.

Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan dalam perbaikan gizi masyarakat, antara lain masih rendahnya status gizi balita yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan sosial-budaya masyarakat, terbatasnya akses yang memadai bagi masyarakat miskin dan berpendidikan rendah dalam memperoleh pangan yang bergizi dan aman, belum seimbangnya pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia, rendahnya pemberian ASI eksklusif, rendahnya peranan masyarakat dalam menanggulangi kekurangan gizi, serta lemahnya kelembagaan yang bertanggung-jawab dalam upaya perbaikan pangan dan gizi, seperti Posyandu. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan data bahwa hanya sekitar 65.2% proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan Posyandu di daerahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memantau tumbuh-kembang anaknya di Posyandu.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 4 Republik Indonesia

Data Riskesdas lainnya menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari sebanyak 18.4% pada tahun 2007 menjadi 19.6% pada tahun 2013. Pada kelompok usia 6-8 tahun secara nasional prevalensi anak pendek masih tinggi, yaitu diatas 30%. Proporsi remaja dengan tingkat kecukupan energi sangat kurang (<70%) sebanyak 52.5% tertinggi dibandingkan dengan empat kelompok umur lainnya. Rerata tingkat kecukupan energi dan protein pada kelompok umur remaja (13-18 tahun) sebesar 72.3% dan 82.5% (Madajinah 2015).

Status gizi pada kelompok dewasa diatas 18 tahun didominasi oleh masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Kecenderungan obesitas ini tidak hanya dialami oleh kalangan menengah keatas, tetapi juga dialami oleh kalangan menengah kebawah sebagai akibat ketidaksemimbangan asupan energi. Berdasarkan hasil Survey Sosal Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 hingga 2008 menunjukkan bahwa sebagian besar kontribusi energi masyarakat Indonesia berasal dari kelompok pangan sumber karbohidrat, seperti padi-padian dan umbi-umbian, namun masih rendah asupan dari bahan pangan sumber protein, vitamin, dan mineral.

Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih belum terselesaikan. Keadaan ini disebut dengan double burden. Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Penyakit tidak menular ini selain akibat faktor lingkungan, juga disebabkan oleh faktor gaya hidup dan pola makan (Madajinah 2015).

Selain itu, Riskesdas (2013) menunjukkan data bahwa proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan Posyandu masih rendah, yaitu 65,2% untuk rata-rata Indonesia.Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran untuk hidup sehat masyarakat pun masih rendah dan tidak didukung oleh pelayanan kesehatan yang memadai.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 5 Republik Indonesia

BAB III Strategi Penanganan Masalah Pangan, Gizi, dan Kesehatan

Program Pendampingan Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Mengapa perlu dilakukan pendampingan pada balita yang gizi kurang dan gizi buruk ? Balita gizi kurang sangat berisiko menjadi balita gizi buruk, demikian juga dengan balita gizi buruk tanpa komplikasi sangat berisiko menjadi balita gizi buruk dengan komplikasi.Faktor penyebab gizi buruk pada balita terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung antara lain akibat penyapihan ASI terlalu dini, kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan, anak menderita sakit akut dan berat seperti campak atau menderita penyakit kronis seperti TBC, anak menderita penyakit yang pemanfaatan zat gizinya terganggu seperti kelainan jantung bawaan, kelainan neurologi atau metabolisme lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah daya beli keluarga rendah, lingkungan rumah (hygiene sanitasi) kurang baik, pengetahuan gizi kurang, perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang baik.

Gizi buruk pada anak apabila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental sampai dewasa, terhambatnya perkembangan kecerdasan, serta mudahnya terjangkit penyakit infeksi akut (seperti ISPA, diare, TBC, dll) yang apabila dibiarkan secara terus-menerus dapat menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif. Apa tujuan dilakukannya pendampingan pada balita gizi kurang dan gizi buruk ? Tujuan dilakukannya program pendampingan balita gizi kurang dan gizi buruk ini secara umum yaitu untuk meningkatkan status gizi dan menurunkan angka kematian anak gizi kurang dan gizi buruk. Sedangkan tujuan khususnya antara lain:

1. Dilakukannya penapisan anak gizi buruk.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 6 Republik Indonesia

2. Terselenggaranya kegiatan perawatan anak gizi buruk sesuai standar.

3. Tercapainya peningkatan status gizi anak. 4. Dilakukannya pendampingan anak gizi buruk pasca rawat

inap dan rawat jalan. 5. Dilakukannya pemantauan dan evaluasi pelayanan anak gizi

buruk. Apa saja prinsip-prinsip pendampingan bagi balita gizi kurang dan gizi buruk ?

Pendampingan bagi balita gizi kurang dan gizi buruk harus mencakup beberapa prinsip dasar sebagai berikut:

1. Meningkatkan jangkauan/cakupan pemulihan gizi. Penanganan anak gizi buruk dilaksanakan agar dapat menjangkau sebanyak mungkin kasus gizi buruk yang membutuhkan perawatan.

2. Ketepatan waktu. Penemuan kasus gizi buruk secara dini sehingga bisa dilakukan penanganan lebih awal dan bersifat komprehensif.

3. Pelayanan yang tepat. Penanganan anak gizi buruk yang disesuaikan dengan kondisi anak untuk menentukan apakah anak perlu rawat inap atau rawat jalan.

4. Pelayanan yang terintegrasi. Penanganan anak gizi buruk merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada.

5. Penanganan anak gizi buruk melibatkan peran lintas sektor terkait, LSM, organisasi profesi dan tokoh masyarakat.

6. Pemantauan secara rutin. Pemantauan pelaksanaan penanganan anak gizi buruk perlu dilakukan secara terus menerus untuk menjamin kinerja pelayanan secara tepat dan efektif.

Apabila menemukan kasus gizi buruk, apa langkah-langkah yang harus dilakukan ? Berikut adalahlangkah-langkah pemeriksaan yang dapat digunakan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk berdasarkan kategori yang telah ditentukan.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 7 Republik Indonesia

1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat (media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif (operasi timbang anak).

2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang berdasarkan hasil penapisan LILA< 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari posyandu maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.

Gambar 1 Bagan alur penanganan balita gizi buruk Sumber: Kemenkes RI (2011)

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 8 Republik Indonesia

3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LILA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.

4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LILA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.

5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LILA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT Pemulihan.

6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.

7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda- tanda komplikasi medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan anak dengan pemberian PMT pemulihan.

8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

Bagaimana cara menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita ?

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 9 Republik Indonesia

upaya menangani setiap kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.

Penanganan gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap merupakan jawaban terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perbaikan Gizi, yaitu setiap anak gizi buruk yang ditemukan harus mendapatkan perawatan sesuai dengan standar. Untuk melakukan penanganan anak gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap diperlukan buku pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.

Sehingga balita gizi kurang ini memerlukan pendampingan dari ahli gizi atau kader melalui cara: 1. kunjungan rumah untuk mendampingi keluarga menyediakan

MP-ASI/makanan bagi balita yang lebih bergizi; 2. pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu; 3. pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, jika tersedia

dana dari pemerintah/LSM.

Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan atau kader membawa kartu status, cheklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan bahan penyuluhan.

Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan. Rujukan dilakukan apabila ditemukan : a. anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta; b. sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali

anak dengan edema); c. timbul edema baru.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 10 Republik Indonesia

Apa yang dimaksud Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan ? Makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral. Makanan ini diberikan kepada anak gizi buruk selama masa pemulihan, dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik, padat.

Bahan dasar utama makanan untuk pemulihan gizi dalam formula F100 dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi sebesar 30-60 % dari total kalori. Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari. Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 11 Republik Indonesia

BAB IV Revitalisasi Posyandu dalam Upaya

Perbaikan Gizi Masyarakat Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat. Apa saja kegiatan di Posyandu ? Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Kegiatan utama, mencakup:

kesehatan ibu dan anak

keluarga berencana

imunisasi

gizi

pencegahan dan penanggulangan diare Masyarakat dapat menambah kegiatan baru disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan, dinamakan Posyandu Terintegrasi. Kegiatan baru tersebut misalnya:

Bina Keluarga Balita (BKB)

Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

Bina Keluarga Lansia (BKL)

Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya.

Siapa saja yang membutuhkan pelayanan di Posyandu ?

Semua anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan dasar yang ada di Posyandu terutama bayi dan anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui, pasangan usia subur, dan pengasuh anak.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 12 Republik Indonesia

Apa saja prinsip pelayanan di Posyandu ?

Pelayanan di Posyandu terdiri dari 5 meja pelayanan.

Meja 1 merupakan meja pendaftaran bagi peserta Posyandu, baik balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Meja 2 merupakan meja penimbangan dan pengukuran panjang atau tinggi badan bagi bayi dan balita.

Meja 3 merupakan meja pencatatan hasil penimbangan dan pengukuran badan.

Meja 4 merupakan meja penyuluhan dan pelayanan gizi.

Meja 5 merupakan pelayanan kesehatan dan KB. Mengapa revitalisasi Posyandu penting untuk dilakukan ? Sasaran dari program kegiatan ini adalah revitalisasi satu Posyandu di lokasi yang belum berjalan dengan baik. Pemilihan Posyandu yang akan dibina berdasarkan kesepakatan dengan Desa/Kelurahan dan rekomendasi Puskesmas setempat. Program ini perlu memaksimalkan peran stakeholders (Desa, Puskesmas, Dinkes, LSM, Swasta dll). Seluruh kader pada Posyandu yang terpilih di kecamatan lokasi akan dilibatkan dalam kegiatan revitalisasi Posyandu. Kader Posyandu yang potensial akan dipilih untuk mengikuti kegiatan pendampingan secara intensif terhadap anak balita gizi kurang/buruk. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.Adapun keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki kader antara lain keterampilan komunikasi interpersonal, keterampilan yang berhubungan dengan kegiatan di Posyandu (pencatatan, pelaporan, penimbangan dll), serta pengetahuan kesehatan dasar dan gizi. Keberhasilan pengelolaan Posyandu memerlukan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, baik dukungan moril, materil, maupun finansial.Selain itu diperlukan adanya kerjasama, tekanan dan pengabdian para pengelolanya termasuk kader. Apabila kegiatan Posyandu terselenggara dengan baik akan memberikan kontribusi yang besar, dalam menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak balita.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 13 Republik Indonesia

Apa saja strategi revitalisasi di Posyandu ? Menurut Kemendagri RI, strategi revitalisasi yang perlu diterapkan di Posyandu antra lain: 1. meningkatkan kemampuan kader; 2. memperluas kualitas dan kuantitas pelayanan; 3. pemenuhan sarana dan prasarana; 4. meningkatkan peran serta masyarakat; 5. menyediakan pilihan pelayanan (paket minimal dan tambahan); 6. penetapan sasaran baduta (bawah dua tahun) untuk mencapai

cakupan keseluruhan; serta 7. memperkuat dukunganpembinaan dan pendampingan teknis.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 14 Republik Indonesia

BAB V Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) di Rumah Apa itu PHBS ? Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), adalah wujud pemberdayaan masyarakat yang sadar, mau, dan mampu mempraktekkan pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat. Dalam hal ini ada 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup, dan dana sehat/asuransi kesehatan. Apa manfaat melakukan PHBS di rumah ? • Tiap orang dapat menjaga kesehatannya. • Masyarakat mampu mengupayakan agar lingkungan tetap sehat. • Masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. • Anak dapat terlindungi dari kekerasan dan stres. • Setiap ada masalah dapat diatasi segera. PHBS ini menjadi penting karena masyarakat yang sadar akan pentingnya hidup bersih dan sehat dapat mewujudkan derajat hidup yang optimal. Apa saja prinsip PHBS yang bisa diterapkan di rumah ?

1. Memberikan ASI ekslusif untuk bayi usia 0-6 bulan Bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain misalnya air, madu,teh, buah-buahan. ASI mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan serta zat kekebalan yang melindungi bayi dari alergi dan penyakit.

2. Mencuci tangan dengan sabun Mencuci tangan dilakukan pada saat: sesudah buang air, setelah menceboki bayi atau anak, sebelum makan dan

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 15 Republik Indonesia

menyuapi anak, setelah memegang hewan, setelah bermain di tanah atau tempat kotor, dan setelah bersin/batuk.

3. Menggunakan air bersih Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita, antara lain (dapat dilihat, dirasa, dicium, dan diraba). Air tidak berwarna, harus bening dan jernih. Air tidak keruh, bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan kotoran lainnya. Air tidak berasa asin, asam, tidak payau,dan tidak pahit, harus bebas dari bahan kimia beracun. Air juga tidak berbau, seperti bau amis, anyir, busuk, atau bau belerang.

4. Buang air besar/ kecil di jamban dan buang sampah di tempat sampah Buang air besar/kecil harus dilakukan di jamban agar lingkungan tempat tinggal tetap bersih, sehat, tidak berbau, dan tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya. Pastikan lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air. Jamban yang kotor akan mengundang datangnya lalat, kecoa, tikus yang menyebabkan penularan penyakit diare, kolera, disentri, thypus, dan cacingan. Selain itu, sampah harus dibuang pada tempat sampah yangjuga harus dibersihkan secara berkala.

5. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Persalinan sebaiknya dibantu oleh tenaga kesehatan agar lebih terjamin keamanan ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Sejak hamil sebaiknya ibu memeriksakan kandungannya ke bidan atau Puskesmas setempat untuk mendapat perawatan intensif bagi persiapan kelahiran serta kesehatan ibu dan janin.

6. Penimbangan balita Penimbangan balita perlu dilakukan untuk mengetahui perkembangan status gizi balita. Penimbangan dapat dilakukan secara rutin di Posyandu yang diadakan setiap satu bulan sekali. Sehingga apabila terdapat keterlambatan pertumbuhan, hal tersebut dapat segera ditangani.

7. Makan makanan bergizi Makanan yang bergizi penting, terutama bagi kelompok rentan kekurangan gizi seperti bayi, balita, ibu menyusui dan ibu hamil. Makanan yang bergizi sesuai dengan kebutuhan, dalam porsi seimbang, dan juga beragam. Pangan yang beragam mengandung sumber karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, dan mineral. Selain bergizi, beragam, dan

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 16 Republik Indonesia

berimbang, pastikan makanan dikonsumsi dalam keadaan bersih.

8. Tidak merokok Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah Nikotin,Tar, dan Carbon Monoksida (CO).Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan pembuluh darah. Tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker. CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.Setiap anggota keluarga dilarang merokok apalagi jika ada bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia mempunyai hak untuk menghirup udara segar dan bebas dari asap rokok.

9. Lakukan aktivitas fisik setiap hari Aktivitas fisik penting dilakukan untuk menyeimbangkan energi yang masuk dan energi yang digunakan sehari-hari. Rutin melakukan aktivitas fisik, selain untuk menjaga berat badan yang ideal, juga dapat menghindarkan diri dari penyakit degeneratif, seperti jantung, darah tinggi, dan diabetes melitus tipe 2. Aktivitas fisik yang teratur juga menghindarkan dari stres.

10. Rumah bebas jentik nyamuk Nyamuk merupakan serangga pembawa penyakit menular seperti demam berdarah dan malaria. Jentik nyamuk biasanya banyak ditemukan pada genangan-genangan air kotor, ataupun tempat penyimpanan air yang jarang dikuras. Oleh karena itu, pastikan rumah bersih dari jentik nyamuk dengan cara rutin menguras bak mandi, menutup tempat penyimpanan air, dan mengubur sampah bekas yang menjadi sarang nyamuk.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 17 Republik Indonesia

BAB VI Keamanan Pangan Keluarga

Pangan yang aman adalah makanan dan minuman yang bebas kuman (mikroba patogen), bahan kimia dan bahan berbahaya yang bila dikonsumsi menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Sebaliknya, pangan yang tidak aman adalah pangan yang mengandung kuman (mikroba patogen), bahan kimia, dan bahan lain berbahaya yang bila dikonsumsi menimbulkan gangguan kesehatan manusia.

Idealnya, bila semua produsen pangan menerapkan perundangan dan peraturan yang berlaku tentang keamanan pangan, tentu tidak ada pangan yang tidak aman yang beredar atau diperdagangkan, dan tidak ada korban keracunan pangan. Kenyataannya,Laporan surveilan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM menunjukkan selama tahun 2004 di seluruh Indonesia telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan sebanyak 153 kejadian di 25 provinsi yang mencakup 7.347 kasus dan 45 diantaranya meninggal dunia.

Peristiwa keracunan pangan karena pangan tidak aman tidak hanya berdampak buruk bagi konsumen atau korban, tetapi berdampak buruk secara sosial dan ekonomi bagi keluarga, bagi produsen atau industri pangan, dan bagi pemerintah. Pada tabel berikut disajikan berbagai kemungkinan risiko kesehatan, sosial dan ekonomi bagi korban dan keluarganya, dan bagi produsen pangan yang tidak aman, dan pemerintah. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui tentang cara memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi agar tercipta keamanan pangan. Apakah yang dimaksud keamanan pangan ?

Kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman harus bebas dari bahan biologis, kimia, dan benda lain.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 18 Republik Indonesia

Apa yang dimaksud dengan cemaran biologis ? Cemaran biologis pada umumnya disebabkan oleh rendahnya kondisi higiene dan sanitasi.Contoh cemaran biologis yang umum mencemari makanan, adalah :

Salmonella pada unggas. Salmonella dapat ditularkan dari kulit telur yang kotor;

E.coli O157-H7 pada sayuran mentah, daging cincang (kontaminasi dapat berasal dari kotoran hewan maupun pupuk kandang yang digunakan dalam proses penanaman sayur);

Clostridium perfringens pada umbi-umbian (kontaminasi dapat berasal dari debu dan tanah);

Listeria monocytogenes pada makanan beku. Cemaran biologis ini dapat mencemari makanan pada berbagai tahapan pengelolaan makanan, mulai dari tahap pemilihan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, persiapan dan pemasakan bahan pangan, pengemasan makanan matang, penyimpanan makanan matang dan pendistribusiannya serta pada saat makanan dikonsumsi. Apa ciri-ciri makanan yang aman dari bahaya biologis ? Makanan yang aman dari bahaya biologis biasanya terlihat bersih, kemasan tidak rusak, serta tidak basi (tekstur lunak, bau tidak menyimpang seperti bau asam atau bau busuk). Bila makanan memiliki rasa menyimpang, jangan ragu untuk dibuang. Apa yang dimaksud cemaran kimia ? Cemaran kimia dapat berasal dari lingkungan yang tercemar limbah industri, radiasi, dan penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan, yang ditambahkan kedalam pangan. Contoh bahan yang terkategori bahan berbahaya adalah formalin, rhodamin B, boraks, dan methanil yellow. Selain penyebab tersebut, cemaran kimia dapat juga berasal dari racun alami yang terdapat dalam bahan baku pangan itu sendiri, seperti :

Singkong atau kentang yang berwarna kehijauan diduga mengandung sianida

Ikan buntal mengandung tetradotoksin

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 19 Republik Indonesia

Logam berat seperti merkuri, arsenik, dan timbal dari tinta, kertas fotocopy, koran, dan limbah industri

Penyalahgunaan pewarna tekstil untuk makanan

Residu pestisida pada sayur dan buah

Perpindahan bahan plastik kemasan kedalam makanan Cemaran kimia ini dapat berasal dari bahan baku, BTP, peralatan, lingkungan, bahan kimia, pembasmi hama dan bahan pengemas. Seperti halnya cemaran biologis, cemaran kimia dapat mencemari makanan pada saat pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan, persiapan dan pemasakan, pengemasan, penyimpanan makanan jadi, pendistribusian serta pada saat makanan dikonsumsi. Apa ciri-ciri makanan yang aman dari bahaya kimia ? Makanan yang aman dari bahaya kimia memiliki tekstur yang tidak terlalu kenyal, keras, atau gosong. Memiliki rasa yang tidak pahit atau getir, berwarna normal (tidak terlalu mencolok), tidak menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) berlebih, dan tidak mengandung bahan berbahaya. Selain itu, tidak dibungkus dengan kertas bekas atau kertas koran. Apa yang dimaksud dengan cemaran fisik ? Cemaran fisik dapat berupa rambut, potongan kayu, potongan bagian tubuh serangga, pasir, batu, pecahan kaca, isi staples, dan lainnya. Cemaran fisik ini dapat berasal dari bahan baku, dari penjamah makanan (pakaian dan perhiasan), dan dari fasilitas yang tersedia pada saat pengolahan, seperti peralatan yang dipergunakan (alat yang terbuat dari bahan besi), hama, dan lingkungan (dapat diakibatkan dari pembangunan di sekitar pengolahan bahan pangan). Cemaran fisik ini dapat mencemari makanan pada tahapan pemilihan, penyimpanan, persiapan, dan pemasakan bahan pangan, pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian makanan matang, serta pada saat makanan dikonsumsi. Apa ciri-ciri makanan yang aman dari bahaya cemaran fisik ? Makanan dikatakan aman dari cemaran fisik apabila tidak terdapat rambut, serpihan kayu, kerikil, staples, maupun benda asing lainnya.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 20 Republik Indonesia

Sebaiknya, makanan tidak dibungkus menggunakan pembungkus stapler. Bagaimana agar makanan yang kita makan terhindar dari bahaya biologis, kimia, dan benda asing ? Memilih pangan yang aman memerlukan pengetahuan sederhana tentang tanda atau ciri pangan yang aman. Cara ini mengandalkan ketajaman inderawi konsumen. Meskipun cara ini tidak seteliti pemeriksaan laboratorium, tetapi dapat memberikan indikasi bahwa pangan tersebut berisiko tidak aman Makanan yang kita konsumsi harus benar-benar aman dari bahaya biologis, kimia, maupun benda asing. Oleh karena itu, pastikan hal-hal berikut.

1. Beli pangan di tempat yang bersih, terlindung dari matahari, debu, hujan, angin, dan asap.

2. Beli dari penjual yang sehat dan bersih. 3. Pilih makanan yang telah dimasak. 4. Beli pangan yang dipajang, disimpan, dan disajikan dengan

baik. 5. Konsumsi pangan secara benar. 6. Jangan membeli pangan yang dibungkus dengan kertas

bekas atau kertas koran, serta hindari makanan yang dibungkus menggunakan stapler.

7. Jangan membeli makanan atau minuman yang warnanya terlalu mencolok serta bertekstur terlalu keras, kenyal, atau gosong.

8. Periksa terlebih dahulu apakah makanan yang dibeli mengandung benda lain seperti rambut, pecahan kaca, serbuk kayu, staples, kerikil, dan sebagainya.

Apakah yang dimaksud dengan label pangan ? Label pangan merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan padam atau merupakan bagian kemasan pangan. Informasi label pangan harus terdiri dari:

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 21 Republik Indonesia

1. Nama pangan olahan (nama jenis dan nama dagang). 2. Berat bersih/isi bersih. 3. Nama dan alamat produsen/importir. 4. Daftar bahan yang digunakan. 5. Nomor pendaftaran. 6. Keterangan kadaluarsa. 7. Kode produksi.

Mengapa membaca label pangan itu penting ? Label pangan dapat berfungsi sebagai media promosi dan memberikan informasi tentang pangan yang dikemas. Sebagai konsumen, penting untuk membaca informasi yang tercantum pada label karena konsumen perlu tahu bahwa makanan yang mereka konsumsi terjamin keamanannya. Informasi yang harus diketahui konsumen dari label pangan antara lain:

1. Keterangan kandungan zat gizi. 2. Pangan halal. 3. Keterangan petunjuk penyimpanan. 4. Peringatan lain (seperti: mengandung babi, tidak cocok

untuk bayi, dan sebagainya). Perlu diperhatikan bahwa pangan yang akan dikonsumsi harus dijaga agar selalu aman, bermutu, dan bergizi. Bahaya keamanan pangan dapat timbul pada setiap tahap penyediaan pangan, oleh karena itu kaidah keamanan pangan harus selalu diterapkan. Praktik keamanan pangan yang baik harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, terutama di dapur keluarga. Keamanan pangan di tingkat rumah tangga merupakan tonggak kemandirian masyarakat dibidang keamanan pangan.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 22 Republik Indonesia

BAB VII INSTRUMEN

Form monitoring status gizi keluarga

Kuesioner pemantauan status gizi keluarga

IDENTITAS LOKASI 1. Provinsi : .............................................................

2. Kabupaten/Kota : .............................................................

3. Kecamatan : .............................................................

4. Desa/Kelurahan : .............................................................

5. Tipe Desa/Kelurahan

(Perkotaan/Pedesaan) : .............................................................

6. Tanggal pengukuran

(HH/BB/TTTT) : .............................................................

7. Nomor klaster : .............................................................

8. Nama petugas : .............................................................

IDENTITAS RUMAH TANGGA 9. Nomor urut rumah tangga : .............................................................

10. Nama kepala rumah tangga : .............................................................

11. Nama Responden : .............................................................

12. Jumlah anggota rumah tangga : ..........................................orang

13. Tingkat pendidikan : .............................................................

Pendidikan ayah/kepala keluarga : .............................................................

Pendidikan ibu/istri : .............................................................

Pendidikan responden : .............................................................

PENGUKURAN ANTROPOMETRI ANGGOTA RUMAH TANGGA

No Nama JK HK Tanggal lahir

(HH/BB/TTTT)

Umur BB

(00,0 kg)

TB (000,0

cm)

LLA (00,0 cm)

PLA (00,0 cm)

Ket.

Thn Bln

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 23 Republik Indonesia

Kolom (3) : JK = Jenis Kelamin (1=laki-laki; 2=perempuan) Kolom (4) : HK = Hubungan Keluarga (1=Kepala Keluarga; 2=Istri; 3=Anak kandung; 4=Lainnya) Kolom (5) : BB = Berat Badan dalam 00,0 kg Kolom (6) : PB/TB = Panjang Badan/Tinggi Badan dalam 000,0 cm Kolom (7) : LLA = Lingkar Lengan Atas, diukur pada bagian tengah lengan atas. Kolom (8) : PLA = Panjang Lengan Atas, diukur dari bahu sampai lengan atas. Kolom (12): Keterangan (1=Balita diukur terlentang; 2=Balita diukur berdiri; 3=Ibu hamil; 4=Ibu nifas; 5=Ibu menyusui)

14. Tata Laksana Balita Gizi Buruk

a. Jika dalam keluarga ada balita, apakah ada balita yang tampaknya sangat kurus?

1 = Ya 2 = Tidak

b. Jika dalam keluarga ada balita yang tampaknya sangat kurus, apakah

pernah dirujuk/dirawat? 1 = Ya 2 = Tidak

Jika dalam keluarga ada balita yang sangat kurus yang pernah

dirujuk/dirawat, KEMANA dirujuk?

1 = Puskesmas 2 = TFC 3 = Rumah Sakit

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 24 Republik Indonesia

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 25 Republik Indonesia

Form PHBS Rumah Tangga Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga

1. Penimbangan Balita

a. Jika dalam keluarga ada bayi 0 – 1 bulan, dalam 2 bulan terakhir

berapa kali balita datang dan ditimbang di Posyandu?

1 = Tidak pernah 2 = 1 kali 3 = 2 kali b. Jika dalam keluarga ada bayi 2 – 3 bulan, dalam 4 bulan terakhir

berapa kali balita datang dan ditimbang di Posyandu?

1 = Tidak pernah 2 = 1 kali 3 = 2 kali 4 = 3 kali 5 = 4

kali c. Jika dalam keluarga ada bayi 4 – 5 bulan, dalam 6 bulan terakhir

berapa kali balita datang dan ditimbang di Posyandu?

1 = Tidak pernah 2 = 1 kali 3 = 2 kali 4 = 3 kali 5 = 4

kali 6 = 5 kali d. Jika dalam keluarga ada bayi 6 – 59 bulan, dalam 6 bulan

terakhir berapa kali balita datang dan ditimbang di Posyandu?

1 = Tidak pernah 2 = 1 kali 3 = 2 kali 4 = 3 kali 5 = 4 kali

6 = 5 kali 7 = 6 kali

1 a

1 b

1 c

1 d

2. Konsumsi Garam Beryodium

a. Apa jenis garam yang digunakan dalam rumah tangga saat ini?

1 = Garam bata 2 = Garam curah 3 = Garam halus 4 = Garam gurih

b. Alasan menggunakan jenis garam tersebut?

1 = Karena mengandung yodium

2 = Karena ada di pasar 3 = Rasanya tidak pahit

4 = Murah

c. Minta garam yang digunakan lalu ambil contoh dari bagian

tengahnya, kemudia teteskan cairan uji yodium (Iodium Test), selanjutnya catat perubahan warna yang terjadi.

1 = Berwarna biru atau ungu pekat/pucat (seperti pada contoh di

label kemasan Iodium Test)

2 = Tidak berwarna

2 a

2 b

2 c

3. ASI Ekslusif

a. Jika dalam keluarga ada bayi 0 – 5 bulan, diberi makan atau minum apa saja sehari kemarin?

1 = Tidak diberi makanan/minuman selain ASI (hanya ASI saja)

2 = Diberi makan/minum selain ASI

b. Jika dalam keluarga ada bayi 0 – 5 bulan, pada usia berapa bulan bayi diberi makan atau minum selain ASI?

1 = 0 bulan (<30 hari) 5 = 4 bulan

2 = 1 bulan 6 = 5 bulan

3 = 2 bulan 7 = 6 bulan 4 = 3 bulan 8 = lebih dari 6 bulan

3 a

3 b

4. Keberadaan jamban dan tempat sampah a. Apakah anggota keluarga sudah terbiasa menggunakan jamban

untuk buang air?

1 = Ya 2 = Tidak 3 = Tidak selalu

b. Apakah terdapat tempat sampah yang layak di rumah? 1 = Ya 2 = Tidak

4 a

4 b

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 26 Republik Indonesia

5. Kebiasaan merokok a. Apakah ada anggota keluarga yang merokok?

1 = Ya 2 = Tidak

b. Jika ada anggota keluarga yang merokok, seberapa sering?

1 = 1 – 2 kali/hari 2 = 3 – 5 kali/hari 3 = > 5 kali/hari

5 a 5 b

6. Ketersediaan air bersih

a. Apakah di rumah sudah tersedia air bersih? 1 = Ya 2 = Tidak

b. Jika sudah terdapat air bersih, darimana sumbernya?

1 = Sumur 2 = PDAM 3 = Lainnya, ................

6 a 6 b

7. Pemanfaatan pelayanan kesehatan

a. Jika ada anggota keluarga yang sakit, kemana biasanya dirujuk? 1 = Puskesmas 2 = Rumah Sakit 3 = Mantri

b. Alasan dirujuk ke pelayanan kesehatan tersebut?

1 = Akses yang mudah dijangkau 2 = Murah 3 =

Pelayanan yang baik

7 a 7 b

8. Pertolongan persalinan oleh tenaga medis

a. Ketika ibu/istri melahirkan, dirujuk kemana?

1 = Bidan 2 = Puskesmas 3 = Rumah Sakit 4 = Dukun beranak

b. Alasannya?

1 = Akses yang mudah dijangkau 2 = Murah 3 = Pelayanan yang baik

8 a 8 b

9. Mencuci tangan dengan sabun a. Apakah anggota keluarga sudah terbiasa mencuci tangan

dengan sabun?

1 = Ya 2 = Tidak

b. Apakah anggota keluarga dapat menyebutkan manfaat mencuci tangan menggunakan sabun?

1 = Ya 2 = Tidak

9 a 9 b

10. Persyaratan rumah sehat

a. Apakah ventilasi rumah sudah cukup memadai sesuai

persyaratan rumah sehat?

1 = Ya 2 = Tidak b. Apakah pencahayaan sudah cukup memadai sesuai persyaratan

rumah sehat?

1 = Ya 2 = Tidak

c. Apakah lantai sudah cukup memadai sesuai persyaratan rumah sehat?

1 = Ya 2 = Tidak

d. Apakah dinding sudah cukup memadai sesuai persyaratan

rumah sehat? 1 = Ya 2 = Tidak

10 a 10 b 10 c 10 d

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 27 Republik Indonesia

Form Pendataan Status Gizi Wilayah Dummy Table Pendataan Status Gizi BalitaTingkat Desa

Tabel . Data Balita di Desa ......

No Nama Umur

(bulan) Berat badan (kg)

Tinggi badan (cm)

awal akhir awal akhir

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 28 Republik Indonesia

Contoh Tabel Rekapitulasi Tingkat Kabupaten

Tabel . Data Sebaran Balita berdasarkan Status Gizi (BB/U) pada awal dan akhir pendampingan di Kabupaten ...

Kriteria Sebaran Balita berdasarkan Status Gizi

BB/U

Awal Akhir Delta

Kecamatan A

Desa S

Status Gizi Kurang 1 (2%) 1 (2%) 0%

Status Gizi Baik/Normal 49 (98%) 49 (98%) 0%

Jumlah 50(100%) 50(100%)

Desa P

Status Gizi Kurang 9(18%) 8(16%) 1(11,11%)

Status Gizi Baik/Normal 41(82%) 42(84%) 1(2,43%)

Jumlah 50(100%) 50(100%)

Desa R

Status Gizi Kurang 6(12%) 2(4%) 4 (66,67%)

Status Gizi Baik/Normal 44(88%) 48(96%) 4 (9,09%)

Jumlah 50(100%) 50(100%)

Desa G

Status Gizi Kurang 5 (10%) 1 (2%) 4 (80%)

Status Gizi Baik/Normal 45 (90%) 49 (98%) 4 (8,88%)

Jumlah 50 (100%) 50 (100%)

Rekapitulasi Data Kec. A

Status Gizi Kurang 21 (10,5%) 12 (6%) 9 (42,85%)

Status Gizi Baik/Normal 179 (89,5%) 188 (94%) 9 (5,02%)

Jumlah 200 (100%) 200 (100%)

Kecamatan B

Desa J

Status Gizi Kurang 9 (17,3%) 6 (11,5%) 3 (33,33%)

Status Gizi Baik/Normal 43 (82,7%) 46 (88,5%) 3(6,79%)

Jumlah 52(100%) 52 (100%)

Desa K

Status Gizi Kurang 12 (14%) 10 (8%) 2 (16,67%)

Status Gizi Baik/Normal 38 (80%) 40 (86%) 2 (5,26%)

Jumlah 50 (100%) 50 (100%)

Desa T

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 29 Republik Indonesia

Status Gizi Kurang 12 (24%) 9 (18%) 3 (25%)

Status Gizi Baik/Normal 38 (76%) 41(82%) 3 (7,89%)

Jumlah 50(100%) 50(100%)

Rekapitulasi Data Kec. B

Status Gizi Kurang 33 (21,71%) 25 (16,45%) 8 (24,24%)

Status Gizi Baik/Normal 119 (78,29%) 127 (83,55%) 8 (6,72%)

Status Gizi Lebih 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah 152 (100%) 152 (100%)

Rekapitulasi Data Kab ...

Status Gizi Kurang 54 (15,34 %) 37 (10,51%) 17 (31,48%)

Status Gizi Baik/Normal

298 (84,66%) 315 (89,49%) 17 (5,70%)

Status Gizi Lebih 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah 352 (100%) 352 (100%)

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 30 Republik Indonesia

Form Kunjungan ke Posyandu

Lembar Kunjungan ke Posyandu

Nama : ...........................

Tanggal kunjungan : ...........................

Nama Posyandu : ...........................

Alamat Posyandu : ...........................

Petugas/Kader yang ditemui : 1. Nama : ........................... Tandatangan : Jabatan : Petugas Puskesmas/Bidan/Kader/ Lainnya...........................

2. Nama : ........................... Tandatangan : Jabatan : Petugas Puskesmas/Bidan/Kader/ Lainnya ........................... 3. Nama : ........................... Tandatangan : Jabatan : Petugas Puskesmas/Bidan/Kader/ Lainnya ...........................

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 31 Republik Indonesia

Hasil kunjungan (wawancara dan observasi):

Daftar stake holder beserta data yang harus dikumpulkan

Stake holder Data yang dibutuhkan

Kantor Desa 1. Data geografis dan demografis 2. Produksi pangan dan non-pangan 3. Konsumsi pangan dan non-pangan 4. Matapencaharian penduduk

Puskesmas 1. Data tenaga kesehatan 2. Data kejadian penyakit penduduk

Posyandu 1. Data balita, ibu hamil, dan ibu menyusui 2. Data presentasi kehadiran balita ke

Posyandu 3. Data status gizi balita

Bidan 1. Data jumlah pasangan usia subur 2. Data jumlah pengguna KB

Keluarga 1. Data status gizi anggota keluarga 2. Data penerapan PHBS di rumah tangga

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 32 Republik Indonesia

DAFTAR PUSTAKA [BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2014. Ketahanan Pangan dan Gizi.

[Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia].

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. ____. 5 Kunci Keamanan Pangan untuk Keluarga. Jakarta (ID): BPOM RI.

_______. 2015. 5 Kunci Keamanan Pangan untuk Anak Sekolah. Jakarta (ID): BPOM RI.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2008. Jakarta (ID): BPS.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. Gender and Nutrition [Draft]. Roma (IT) : FAO.

Indrawan A. 2015. Darurat Anak, Menteri Yohana Gagas Program One Student Save One Family [Internet]. [Diacu pada 2015 Nov 9] Tersedia dari: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum /15/06/11/nprere-darurat-anak-menteri-yohana-gagas-program-one-student-save-one-family

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi.

_______. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

Madanijah S. 2015. Pendidikan Gizi: Sains dan Aplikasinya dalam Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan Menuju Generasi Emas. [Orasi Ilmiah Guru Besar IPB].

Petunjuk Tenis Praktek Kerja Lapang (PKL) Bidang Gizi Masyarakat terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata Berbasis Profesi (KKN-P) IPB 2015. Bogor (ID) : Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB.