Upload
dian-abdillah
View
248
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rr
Citation preview
1.1 Pengemasan
Pada kemasan obat-obatan biasanya tertera logo atau simbol berupa lingkaran dengan
warna tertentu. Selain itu juga terdapat peringatan dalam kotak kecil berdasar warna hitam
dengan tulisan warna putih. Simbol-simbol ini bukannya tanpa makna melainkan masing-
masing mempunyai arti tersendiri.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BADAN POM) telah membuat aturan dan
klasifikasi obat agar kita tidak salah dalam menggunakannya sehingga aman untuk
dikonsumsi. Untuk itu marilah kita mengenali simbol lingkaran yang terdapat pada kemasan
obat agar kita bisa menggunakannya sesuai aturan.
1. Obat Bebas
Obat bebas merupakan obat yang boleh digunakan
tanpa resep dokter. Obat jenis ini dapat dibeli bebas di
warung, tooko obat, maupun apotek. Contoh obat dari
golongan ini misalnya: vitamin, oralit, dsb.
Meskipun obat ini masuk ke dalam kategori aman,
namun tetap saja tidak boleh digunakan secara
sembarangan. Obat bebas juga memiliki kandungan
toksik yang dapat berbahaya bagi tubuh jika tidak
digunakan sebagaimana mestinya.
2. Obat Bebas Terbatas
Obat jenis ini masih dapat dibeli secara bebas tanpa
resep dokter. Namun aturan pakai serta efek sampingnya
harus diperhatikan juga. Penggunaannya pun harus
sesuai dengan indikasi yang tertera pada kemasan.
Pada kemasan obat jenis ini terdapat lingkaran berwarna
biru dengan garis tepi hitam. Selain itu, terdapat pula
peringatan dalam kotak kecil dengan dasar hitam dengan
contoh sebagai berikut.
3. Obat Keras
Obat jenis ini merupakan jenis obat yang diperoleh
harus dengan resep dokter. Obat-obat yang termasuk
golongan ini misalnya, obat-obat yang mengandung
hormon, obat hipnotik-sedatif, antibiotik, dsb.
4. Psikotropika
Obat jenis psikotropika ini diperoleh harus dengan
resep dokter. Pihak apotek yang diberi hak menjual
wajib melaporkan jumlah dan macamnya.
5. Obat Herbal
Obat herbal ini biasanya terbuat dari sari pati alam, ekstrak tumbuhan, atau hewan
tertentu.
Aturan Nomor Registrasi dan Batch Obat
CARA PENOMORAN NO. REGISTRASI
PENGERTIAN NO. REGISTRASI
(PERMENKES RI NO. 920/MENKES/PER/X/1995, TENTANG PENDAFTARAN OBAT
JADI IMPOR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Keterangan:
Nomor 1 membedakan nama obat jadi
D : Nama Dagang
G : Nama Generik
Nomor 2 menggolongkan golongan obat
N : Golongan obat narkotik
P : Golongan obat Psikotropika
T : Golongan obat Bebas terbatas
B : Golongan obat bebas
K : Golongan obat keras
Nomor 3 membedakan jenis produksi
I : Obat jadi Impor
E : Obat jadi untuk keperluan ekspor
L : Obat jadi produksi dalam negeri/lokal
X : Obat jadi untuk keperluan khusus
Nomor 4 dan 5 membedakan periode pendaftaran obat jadi
72 : Obat jadi yang telah di setujui pendaftarannya pada priode 1972-1974, dan seterusnya.
Nomor 6, 7, dan 8 menujukkan nomor urut pabrik.
Nomor 9, 10, dan 11 menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-masing
pabrik.
Nomor 12 dan 13 menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi. Macam sediaan yang ada yaitu:
12 : Tablet isap
37 : Sirup
24 : bedak/talk
62 : Inhalasi
33 : Suspensi
30 : Salep
29 : krim
10 : Tablet
01 : Kapsul
46 : Collyria
36 : Drops
Nomor 14 menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi
A : Menunjukkan kekuatan obat yang pertama di setujui
B : Menunjukkan kekuatan obat yang kedua di setujui
C : Menunjukkan kekuatan obat yang ketiga di setujui
Nomor 15 menunjukkan kemasan yang berbeda untuk tiap nama, kekuatan dan bentuk
sediaan obat jadi.
“1” : Menunjukkan kemasan yang pertama
“2” : Menunjukkan beda kemasan yang pertama
“3” : Menunjukkan beda kemasan.
Cara Penomoran Batch
Produksi Ruahan
Digit 1 : Untuk produk (tahun)
1990 = 0
1991 = 1
Digit 2 & 3 : Kode produk dari produk ruahan
01 : Kloramfenikol salep mata
02 : Sulfacetamid salep mata
Digit 4,5 & 6 : Urutan produk
001, 002, ….. 999 dan kembali ke 001
misalnya 302025
Produk jadi
2-6 digit pada produk ruahan ditabah di depan
Digit 1 : Untuk tahun pengemasan
1990 = A
1991 = B
Contoh : D 02302025
1. Nama Dagang
Nama obat ini adalah nama yang diberikan oleh industri farmasi sebagai salah satu
identitas produknya atau dengan istilah lain merupakan merk dagang produk.
2. Nama Generik
Nama generik adalah suatu nama resmi zat obat yang telah ditetapkan dalam farmakope.
Nama generik ini harus dicantumkan di kemasan obat (Permenkes No. 524 tahun 2005)
. Nama generik ini harus tercantum dengan ukuran huruf ≥ 80% dari nama dagang dan
dicantumkan tepat dibawah nama dagang.
Contoh dari nama generik antara lain: paracetamol, chlorpheniramine maleat (CTM),
asam mefenamat, amoksisilin, guafenesin, dexamethason, dan cefadroxil.
3. Bentuk sediaan
Bentuk sediaan adalah bentuk obat itu sendiri, ada tablet, kapsul, kaplet, sirop, eliksir,
suspensi, krim, gel, dan suppositoria. Biasanya informasi tentang bentuk sediaan ini
tertulis sebagai berikut:
4 tablet
4 kaplet salut gula
Untuk bentuk sediaan larutan (sirup, suspensi, atau eliksir) biasanya tertulis di bawah
nama dagang obat (tapi tidak semua).
4. Tanda khusus untuk obat
Tanda khusus ini harus tercantum dan telah diatur sejak lama dengan SK
Menkes No.2380 tahun 1983. Tanda ini berupa lingkaran berwarna sesuai dengan
golongan obatnya. Seperti yang telah dijelaskan pada Obat: Geng Hijau, Geng Biru,
dan Geng Merah
5. Komposisi
Komposisi yang tercantum pada kemasan obat adalah komposisi zat-zat yang berkhasiat.
Karena itu komposisi yang tercantum pada kemasan obat lebih sedikit daripada
komposisi pada kemasan produk makanan yang juga mencantumkan zat-zat tambahan
yang digunakan. Ada juga pengecualian untuk beberapa bahan yang harus tampil pada
komposisi obat, contohnya adalah alkohol dan lagi-lagi pencantuman ini sudah diatur,
yaitu dalam SK KBPOM No.131 tahun 2003.
6. Indikasi
Istilah indikasi diartikan sebagai tanda atau keadaan yang menunjukkan atau
menggambarkan penyebab, patologi, pengobatan, atau serangan penyakit1. Dengan kata
lain, indikasi pada kemasan obat dapat diartikan sebagai petunjuk kondisi-kondisi
dimana tubuh membutuhkan terapi menggunakan obat tersebut.
7. Kontraindikasi
Kontraindikasi yang dituliskan pada kemasan obat merupakan petunjuk kondisi-kondisi
dimana penggunaan obat tersebut tidak tepat atau tidak dikehendaki.
8. Efek Samping
Efek samping yang dituliskan pada kemasan obat adalah suatu keadaan yang bisa saja
terjadi pada saat penggunaan obat dalam rentang dosis terapi.
9. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan suatu keadaan dimana efek obat berubah dengan adanya
penggunaan obat lain, makanan, minuman, atau zat kimia di lingkungan. Informasi
tentang interaksi obat di kemasan obat biasanya menuliskan apa – apa saja yang
mempengaruhi efek obat tersebut.
10. Cara Kerja Obat
Cara kerja obat yang dituliskan berkaitan dengan efek farmakologi obat, yaitu suatu kerja
obat dalam tubuh. Istilah – istilah yang tertulis pada bagian ini bermacam – macam, ada
yang mudah dimengerti, adapula yang menggunakan istilah medis, seperti analgesik,
antasida, dekongestan, laksatif dan masih banyak lagi.
11. Aturan Pakai
Aturan pakai menginformasikan tentang penggunaan obat. Aturan pakai ini tidak sama
dengan dosis. Dosis adalah sejumlah (dalam satuan bobot) obat yang harus digunakan
untuk suatu keadaan sakit tertentu. Aturan pakai biasanya dituliskan sebagai berikut: 1
kapsul 3 kali sehari atau ada pula yang menuliskannya 3 kali sehari 1 kapsul.
12. Peringatan
Untuk obat-obat golongan bebas terbatas pada kemasannya juga harus dilengkapi dengan
tanda peringatan obat, sesuai yang diatur dalam SK Menkes Nomor 6355 tahun 1969.
Ada 6 jenis tanda peringatan sebagai berikut:
13. Nomor Batch/Lot
Nomor ini merupakan suatu identitas produksi yang diberikan oleh industri farmasi
terhadap suatu obat dalam satu satuan produksi.
14. Nomor Registrasi
Nomor registrasi adalah nomor yang diberikan sebagai tanda obat telah terdaftar di
BPOM dan mendapat izin edar.
15. Nama dan Alamat Industri Farmasi
Nama dan Alamat Industri Farmasi dituliskan sebagai identitas industri yang
memproduksi obat.
16. Tanggal Kedaluwarsa
Tanggal kedaluwarsa merupakan istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan
suatu waktu dimana produk sudah selayaknya tidak digunakan lagi. Biasanya pada
kemasan obat akan tertulis sebagai “Exp. Date”. Berbeda dengan “Mfg. Date”. Mfg.
Date adalah manufacturing date, yaitu tanggal dimana obat tersebut diproduksi.
Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan
kemasan)
a) Kemasan primer: kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan.
Misalnya kaleng susu, botol minuman.
b) Kemasan sekunder: kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok
kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak karton untuk
wadah strip obat dan sebagainya.
c) Kemasan tersier, kuartener: kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer,
sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan.
Misalnya botol yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian
dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.
Materia
l Tipe Kegunaan
Gelas Primer
Botol, ampul, vial berisi
solution atau tablet
Plastik
Primer
Sekunder
Botol, ampul, vial berisi
solution atau tablet
Pembungkus yang terdiri dari
beberapa kemasan primer
Wol Primer Pengisi kosong
Logam Primer
Penyusun aerosol, penutup
bahan
Papan Sekunder Kotak berisi kemasan primer
Kertas Sekunder Leaflet, label
Liners Primer
Penutup yang memberi segel
kompresi
Dalam hal material, tidak semua bahan dapat berfungsi sebagai pengemas demikian pula
persyaratan dan spesifikasi bahan pengemas untuk keperluan yang satu berbeda dengan yang
lain. Beberapa persyaratan bahan pengemas:
a. Memiliki permeabilitas terhadap udara (oksigen dan gas lain) yang baik
b. Harus bersifat tidak toksik dan tidak bereaksi (inert), sehingga tidak terjadi reaksi kimia
yang dapat menyebabkan atau menimbulkan perubahan warna, flavor dan citarasa
produk yang dikemas
c. Harus mampu menjaga produk yang dikemas agar tetap bersih dan merupakan pelindung
terhadap pengaruh panas, kotoran dan kontaminan lain
d. Harus mampu melindungi produk yang dikemasnya dari kerusakan fisik dan gangguan
dari cahaya (penyinaran)
e. Harus mudah dibuka dan ditutup dan dapat meningkatkan kemudahan penanganan,
pengangkutan dan distribusi
f. Harus mampu menjelaskan identifikasi dan informasi dari bahan yang dikemasnya,
sehingga dapat membantu promosi atau memperlancar proses penjualan.
Dengan banyaknya persyaratan yang diperlukan untuk bahan kemas, maka tentu saja
bahan kemas alami tidak dapat memenuhi semua persyaratan tersebut sehingga manusia
dengan bantuan teknologi berhasil membuat bahan kemas sintetik yang dapat memenuhi
sebagian besar dari persyaratan minimal yang diperlukan.
Kegiatan pengemasan produk dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan
pengemasan dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan
pengemasan dicatat dalam catatan pengemasan batch.
Seluruh wadah, yang digunakan untuk penyimpanan obat dan tutupnya tidak boleh
mempengaruhi kualitas obat yang tersimpan di dalamnya. Wadah dan tutupnya dibersihkan
dulu sebelum digunakan. Dengan menggunakan cara yang cocok dapat dijamin bahwa
persyaratan kemurnian mikrobiologis bagi bahan obat dan sediaan obat yang tercantum
dalam Farmakope dapat terpenuhi. Setelah pembersihan dan pengeringan wadah, sejauh tidak
digunakan, disimpan dalam kondisi tertutup. Wadah harus diberi tanda yang jelas sesuai
dengan persyaratannya setelah diisi dengan obat. Wadah dan tutup yang terbuat dari plastik
dan elastik, diuji seperti “Pengujian barang terbuat dari plastick dan elastik”.
Teknologi Pengemasan Produk Farmasi
1. Strip packaging
Merupakan pengemasan yang
menganut sistem dosis tunggal,
biasanya untuk sediaan padat (tablet,
kapsul, kaplet, dan lain-lain) yang
digunakan secara per oral. Metodenya adalah mengemas dengan dua lapisan atas atau bawah,
dan kemudian diseal dan dicut. Produk akan jatuh kedalam mold yang panas, kemudian
dibentuk kemasan dan mewadahi produk tersebut. Produk yang disegel antara dua lapisan
tipis ini biasanya mempunyai segel dan biasanya dipisahkan dari bungkus-bungkus yang
bedekatan karena adanya perforasi. Pemilihan dari material harus tepat, agar tidak ada
migrasi dari produk keluar. Ukuran dan kedalaman dari mold tersebut harus cukup untuk
menampung produk dan membentuk kantong, dan jangan sampai produk tertekan. Contoh:
noza, obat generik seperti dextromethorphan.
Strip terdiri dari berbagai macam tergantung bahan penyusun dari strip. Diantaranya ada
PLM (polycellonium), PLO (Polycello) dan PLN (Polynium). PLM merupakan bahan strip
yang paling umum, dimana kandungannya adalah polycello atau cellophan dan alumunium.
Cellophan adalah sejenis bahan dari serat selulosa yang berbentu tipis transparan, fungsinya
dalam kemasan adalah untuk menempelkan pewarna sehingga strip bisa colorfull. Bahan
yang biasa dipakai adalah MST / MT dan PT cellophan. Alumunium sendiri berfungsi untuk
menjaga obat dari pengaruh kelembapan. Semakin tebal alumunium yang digunakan akan
semakin membuat tingkat proteksi menjadi lebih baik. Namun harus dilihat dari sisi mesin
strip, apakah kompatibel atau tidak karena bisa jadi semakin tebal akan menggangu
proses stripping.
Antara selophan dan alumunium ini terdapat satu lapisan yakni PE atau Polyetilen yang
berfungsi untuk melekatkan selophan dan alumunium. Lapisan setelah alumunium sendiri
adalah PE lagi, fungsinya kali ini adalah untuk membuat dua PLM dapat saling melekat saat
distripping. Jadi secara garis besar, ada 4 lapisan dalam PLM yakni selophan (terluar), PE,
Alumunium, PE (terdalam). Pembuatan PLM secara garis besar yaitu selophan dicetak dan
diberi warna lalu PE dicairkan. Kemudian Alumunium dan selophan dipasang dalam masing-
masing silindernya, saat akan ditemukan maka diberi cairan PE, sehingga keduanya melekat.
Lalu dilapis dengan PE kembali pada bagian dalam. Untuk PLO dan PLN hampir sama
dengan PLM. Hanya saja PLO komposisinya adalah selophan dan PE sehingga sifatnya
elastis dan tembus pandang (contoh: antimo tablet). Sedangkan PLN kandungannya adalah
Alumunium dan PE.
Sistem kerja mesin strip sendiri cukup sederhana yakni dengan menyiapkan dua PLM
pada rollernya. Kemudian di tengahnya dimasukkan dalam strip dan dipanasi sehingga PE
mencair dan akan melekatkan kedua PLM. Pemeriksaan strip juga sederhana. Saat
kedatangan barang, cukup diperiksa kesesuaian warna dan teks, lebar PLM dalam satu roll,
dan kebersihan PLM. Saat produksi, dilakukan pengecekan kualitas PLM dengan tes
kebocoran menggunakan metilen blue dalam presure chamber.
2. Blister pack
Dalam proses ini lembar plastik yang tebal dilewatkan
pada rol yang telah dipanaskan, hingga akan terbentuk
ruang untuk diisi produk. Produk yang akan dikemas
kemudian dilepas melalui happer, kemudian lembar foil
yang sudah dicoat dengan laquer dipakai untuk menutup
lembar plastik yang sudah dibentuk dan berisi produk
lalu dicut. Strip dibentuk dalam tray, dicut sesuai mold
dan dimasukkan dalam karton box. Contoh: panadol
atau supra livron.
Gambar mesin pengemas blister
Kemasan blister terdiri dari dua lapisan kemasan yang berbeda yakni PTP dan Plastik.
PTP merupakan singkatan dari Press Trough Packaging. Komposisi PTP ini adalah
alumunium dan PE. Sedangkan plastik yang digunakan bisa PVC atau PVdC, tergantung dari
bahan yang akan diblister. jika bahan sensitif dengan kelembapan maka akan lebih
disarankan PVDC karena lebih protect. Proses produksi awalnya yaitu PVC dibentuk dengan
dipanaskan terlebih dahulu dengan heater namun tidak sampai cair, lalu dibentuk sesuai
dengan cetakannya atau nama kerennya “forming”. Proses forming sendiri prinsipnya adalah
dengan memberikan tekanan udara untuk membentuk plastik panas dan cooler sehingga
plastik yang tertekan udara dalam cetakan akan terbentuk namun tidak bisa kembali ke
bentuk semula karena ada proses pendinginan. kemudian tablet dimasukkan dalam forming
baik manual atau otomatis dan disealing dengan PTP menggunakan panas pada bagian
sampingnya. Baru kemudian dipotong sesuai ukuran blister dengan menggunakan cutting
khusus.
3. Pengemasan bulk produk
Untuk mengemas barang yang cukup banyak atau
bulk material digunakan, multi wall paper sack.
Heavy duty bag polyethylene, woven sack
polipropylene dan jute bags, tetapi sekarang ini jute
bags sudah kurang popular. Multi wall paper sack:
terdiri dari beberapa lapisan kertas yang saling
menunjang, dengan demikian maka beban yang didukung oleh kantong tersebut akan merata
keseluruh lapisan. Jumlah lapisan bisa antara 2 sampai dengan 6 lapis. Dengan menggunakan
beberapa lapisan kertas yang agak tipis adalah lebih fleksibel dan kuat daripada
menggunakan satu atau dua lapisan kertas yang tebal. Multiwall paper bag dapat digunakan
untuk berbagai produk terutama yang berbentuk bubuk.
Gambar mesin pengemas bulk
4. Pengemasan botol
Kaca merupakan penelitian terdekat untuk bentuk botol
yang steril. Hanya sumber potensial dari pergeresan
gas didalam atau diluar botol kaca melalui segel antara
penutup dan leher botol. Teknologi metode-metode evaluasi untuk kaca di dikenal baik dan
dikemas dalam UPS/NF.
Bagian-bagian yang penting dari botol kaca adalah tipe botol, bentuk, isi keseluruhan
(juga dikenal dengan kapasitas yang berlebih), pengakhiran leher botol, warna dan pergeseran
bentuk. Hal yang banyak digunakan tipe NP, sebuah kaca bentuk soda untuk produk yang
tidak parental, yaitu produk yang didasari dengan penggunaan topikal dan oral. Warna yang
banyak digunakan adalah kuning gading.
Gambar kemasan botol kaca untuk sediaan injeksi
Gambar mesin pengemas botol
5. Pengemasan kaleng
Syarat-syarat pengaturan, membutuhkan panduan
USP/NF yang mencakup pengalengan dan penutupan,
memberikan petunjukan pengemasan dengan bentuk-
bentuk takaran bubuk dalam pengalengan takaran yang
banyak. Seorang ahli obat-obatan seharusnya tidak
mengemas kembali sebuah produk dalam pengalengan
yang lemah pertahanan. Pengalengan seharusnya bersih dan aman untuk menjamin identitas
kekuatan, kualitas dan kemurnian dari produk-produk obat-obatan untuk ketahanan hidup.
Perusahaan-perusahaan obat dibutuhkan untuk melakukan tes untuk menemukan hal yang
standar ini. Hal yang kecil akan menjadi sebuah stabilitas penelitian dalam pengalengan
bertanda dan penutupan yang digunakan untuk penjualan produk.
Perkembangan Teknologi Pengemasan
Saat ini telah dikembangkan teknologi pengemasan bahan pangan dan produk
farmasi yang mencakup:
1. Pengemasan atmosfir termodifikasi (Modified Atmosfer Packaging/MAP)
Merupakan pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat
menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan
ini menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,
mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. Fabrikasi film
kemasan dapat menghasilkan kemasan dengan permeabilitas gas yang luas serta
tersedianya adsorber untuk O2, CO2, etilen, dan air. Keuntungan dari teknik kemasan
aktif adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem
distribusi.
Adanya absorber oksigen dapat menyerap oksigen pada bahan-bahan pangan seperti
hamburger, pasta segar, mie, kentang goreng, daging asap (sliced ham dan
sosis), cakes,dan roti dengan umur simpan panjang, produk-produk konfeksionari,
kacang-kacangan, kopi, herba (dalam farmasi) dan rempah-rempah. Penggunaan
kantung absorber O2 memberikan keuntungan khususnya untuk produk-produk yang
sensitif terhadap oksigen dan cahaya seperti produk bakery dan pizza, daging yang
dimasak dimana pertumbuhan jamur dan perubahan warna merupakan masalah
utamanya.
2. Pengemasan aktif (Active Packaging) dan Smart Packaging
Merupakan teknik kemasan yang mempunyai sebuah indikator eksternal atau
internal untuk menunjukkan secara aktif perubahan produk serta menentukan mutunya.
Tujuan dari kemasan aktif atau interaktif adalah untuk mempertahankan mutu produk
dan memperpanjang masa simpannya.
Dapus
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Materi Talkshow di RRI tentang Kemasan Pangan. 2008.