50
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika fase Pengendalian Manajemen masuk pada rana teknis pelaksanaan, maka menjadi penting kemudian untuk memahami dinamika dalam penganggaran. Penyusunan anggaran merupakan faktor penting yang harus dibahas secara matang dan penerapannya harus optimal. Proses dari penyusunan anggaran yang terjadi sebelum tahun atau periode perusahaan berjalan. Anggaran pada dasarnya merupakan alat penting Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan negara sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) khususnya dalam sistem penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar. Salah satunya adalah penerapan pendekatan penganggaran yang digunakan dalam penyusunannya berupa pendekatan penganggaran terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menegah (KPJM) atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF), dan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) atau Perfomance Based Budgeting (PBB). Disamping penerapan tiga pendekatan, anggaran belanja negara juga diwajibkan untuk dikelompokkan dalam 3 (tiga)

Kelompok Anggaran Sektor Publik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kelompok Anggaran Sektor Publik

Citation preview

Page 1: Kelompok Anggaran Sektor Publik

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketika fase Pengendalian Manajemen masuk pada rana teknis pelaksanaan, maka menjadi

penting kemudian untuk memahami dinamika dalam penganggaran. Penyusunan anggaran

merupakan faktor penting yang harus dibahas secara matang dan penerapannya harus optimal.

Proses dari penyusunan anggaran yang terjadi sebelum tahun atau periode perusahaan berjalan.

Anggaran pada dasarnya merupakan alat penting Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan

negara sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(UU 17/2003) khususnya dalam sistem penganggaran telah banyak membawa perubahan yang

sangat mendasar. Salah satunya adalah penerapan pendekatan penganggaran yang digunakan

dalam penyusunannya berupa pendekatan penganggaran terpadu (Unified Budget), Kerangka

Pengeluaran Jangka Menegah (KPJM) atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF), dan

Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) atau Perfomance Based Budgeting (PBB). Disamping

penerapan tiga pendekatan, anggaran belanja negara juga diwajibkan untuk dikelompokkan

dalam 3 (tiga) klasifikasi anggaran yaitu klasifikasi fungsi, klasifikasi organisasi, dan klasifikasi

ekonomi atau jenis belanja.

Penerapan ketiga pendekatan dan klasifikasi tersebut di atas secara bersama dinyatakan

dalam dokumen perencanaan dan penganggaran yaitu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga (RKA-KL) dan dokumen pelaksanaan anggaran yaitu Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran (DIPA). Banyak hal yang telah dilaksanakan dan dikembangkan dalam rangka

reformasi yang dimulai sejak tahun anggaran 2005. Perubahan dan pengembangan sistem

penganggaran tersebut sebagai hasil kajian dan evaluasi penerapan sistem penganggaran selama

ini. Namun demikian upaya yang telah dilakukan tersebut dirasakan belum sepenuhnya sesuai

dengan amanat UU 17/2003. Disamping itu perkembangan bidang pengelolaan keuangan negara

Page 2: Kelompok Anggaran Sektor Publik

juga menuntut adanya pengembangan sistem penganggaran sesuai kondisi yang ada. Oleh karena

itu sistem penganggaran diupayakan terus disempurnakan. Penyempurnaan dan perubahan ini

dilakukan dalam hal penerapan ketiga pendekatan penganggaran dan kejelasan penggunaan

klasifikasi anggaran yang digunakan sebagaimana tersebut di atas. Dengan adanya

penyempurnaan sistem penganggaran tersebut diharapkan penyusunan anggaran dapat berjalan

dengan baik dan lebih berkualitas.

Berkenaan dengan penyusunan anggaran mulai tahun 2011 ada perubahan mendasar dalam

sistem penganggaran sebagai tanggapan/respon atas beberapa kondisi antara lain:

1. Restrukturisasi program dan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga (K/L)

Langkah restrukturisasi program dan kegiatan K/L menghasilkan rumusan program

dan kegiatan yang mencerminkan tugas-fungsi K/L atau penugasan tertentu dalam

kerangka prioritas pembangunan nasional yang secara konsisten hasil rumusan

tersebut akan digunakan pada semua dokumen perencanaan dan penganggaran. Dasar

hukum restrukturisasi ini berupa Surat Edaran Bersama antara Menteri Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) dengan Menteri Keuangan tanggal 19 Juni 2009 Nomor

0142/MPN/06/2009 dan Nomor SE-1848/MK/2009 perihal Pedoman Reformasi

untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi.

Suatu anggaran operasi biasanya meliputi waktu satu tahun dan menyatakan

pendapatan dan beban yang direncanakan untuk tahun itu. Perencanaan dan

Pembangunan. Hasil restrukturisasi program dan kegiatan digunakan dalam

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

dan Rencana Strategis (Renstra) K/L tahun 2010-2014 serta mulai diimplementasikan

tahun 2011 dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja Kementerian

Negara/Lembaga (Renja K/L), RKA-KL, dan DIPA;

Page 3: Kelompok Anggaran Sektor Publik

2. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Adanya peraturan-peraturan tersebut akan mengubah hubungan kelembagaan antara

Pemerintah dan DPR berkaitan dengan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), termasuk didalamnya jadwal pembahasan APBN. Sehubungan dengan adanya

perubahan dan penyempurnaan tersebut, maka perlu disusun Petunjuk Penyusunan dan

Penelaahan RKA-KL yang akan menjadi pedoman dalam melaksanakan penganggaran K/L

mulai tahun 2011.

Page 4: Kelompok Anggaran Sektor Publik

BAB II

PEMBAHASAN

1.2 PENDEKATAN PENGANGGARAN

Pembahasan mengenai sistem penganggaran meliputi 2 (dua) materi bahasan yaitu:

pendekatan penganggaran dan klasifikasi anggaran. Pendekatan penganggaran tersebut

meliputi pendekatan Penganggaran Terpadu, pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja

(PBK), dan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Penerapan

pendekatan penganggaran dari tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Salah satu alasan

penyempurnaan ini untuk penyesuaian dengan perkembangan dalam bidang pengelolaan

anggaran.

2.1. Pendekatan Penganggaran Terpadu

Penganggaran terpadu merupakan unsur yang paling mendasar bagi pelaksanaan

elemen reformasi penganggaran lainnya, yaitu PBK dan KPJM. Dengan kata lain bahwa

pendekatan anggaran terpadu merupakan kondisi yang harus terwujud terlebih dahulu.

Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses

perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-KL

dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

Integrasi atau memadukan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan agar tidak

terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang bersifat investasi maupun

untuk keperluan biaya operasional. Pada sisi yang lain penerapan penganggaran terpadu juga

diharapkan dapat mewujudkan Satker sebagai satu-satunya entitas akuntansi yang

bertanggung jawab terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya, serta adanya akun yang

Page 5: Kelompok Anggaran Sektor Publik

standar (dahulu dikenal sebagai mata anggaran keluaran) untuk satu jenis belanja dipastikan

tidak ada duplikasi penggunaannya.

Mengacu pada pendekatan penganggaran terpadu tersebut di atas, penyusunan RKA-

KL untuk Tahun Anggaran 2011 menggunakan hasil restrukturisasi program/kegiatan dalam

kaitannya dengan klasifikasi anggaran menurut program dan kegiatan, serta penataan bagian

anggaran dan satker untuk pengelolaan anggaran dalam kaitannya dengan klasifikasi

anggaran menurut organisasi.

2.2. Pendekatan PBK

PBK merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan

keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi

dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Penyusunan anggaran tersebut mengacu

kepada indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja. Penerapan PBK akan

mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sebagai suatu

pendekatan PBK berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil

(outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap

anggaran yang dialokasikan. Secara lebih rinci maksud dan tujuan PBK adalah:

mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja berupa keluaran (ouput) dan hasil

(outcome) atas alokasi belanja (input) yang ditetapkan;

disusun berdasarkan sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran

sesuai dengan Renstra dan/atau tugas-fungsi K/L.

Pada dasarnya PBK akan merubah fokus pengukuran pencapaianprogram/kegiatan yang

akan dilaksanakan oleh satker. Keberhasilan suatu kegiatan yang semula didasarkan atas

besarnya jumlah alokasi sumber daya bergeser kepada hasil yang dicapai dari penggunaan

Page 6: Kelompok Anggaran Sektor Publik

sumber daya. Perumusan output/outcome dalam penerapan PBK merupakan hal penting,

tetapi ada perumusan lain yang juga penting berupa perumusan indikator kinerja

program/kegiatan. Rumusan indikator kinerja ini menggambarkan tanda-tanda keberhasilan

program/kegiatan yang telah dilaksanakan beserta outcome/output yang dihasilkan. Indikator

inilah yang akan digunakan sebagai alat ukur setelah berakhirnya program/kegiatan, berhasil

atau tidak. Indikator kinerja yang digunakan baik pada tingkat program atau kegiatan dalam

penerapan PBK dapat dibagai dalam:

a) Input indicator yang dimaksudkan untuk melaporkan jumlah sumber daya yang

digunakan untuk menjalankan suatu kegiatan atau program;

b) Output indicator, dimaksudkan melaporkan unit barang/jasa yang dihasilkan suatu

kegiatan atau program;

c) Outcome/effectiveness indicator, dimaksudkan untuk melaporkan hasil (termasuk

kualitas pelayanan).

Oleh karena itu dalam rangka penerapan PBK dimaksud, Kerangka Acuan Kegiatan

(KAK) atau yang lebih dikenal dengan Term of Reference (TOR) akan disempurnakan

sehingga benar-benar menggambarkan alur pikir dan keterkaitan antara kegiatan dengan

program yang memayungi, dan bagaimana output kegiatan tersebut dicapai melalui

komponen input. Di samping itu, harus tergambarkan asumsi yang digunakan dalam rangka

pengalokasian anggaran output kegiatan, dan tidak kalah pentingnya adalah relevansi

masing-masing komponen input sebagai tahapan dalam rangka pencapaian output kegiatan,

sehingga tidak ditemukan tahapan kegiatan pencapaian output (komponen kegiatan) yang

tidak relevan mendukung pencapaian output kegiatan. Mengacu pada pendekatan

penganggaran berbasis kinerja tersebut di atas, penyusunan RKA-KL Tahun Anggaran 2011

difokuskan pada perumusan output kegiatan. Sebagaimana diketahui bahwa hasil

restrukturisasi program dan kegiatan berupa rumusan program dan kegiatan beserta indikator

Page 7: Kelompok Anggaran Sektor Publik

kinerjanya telah ditetapkan/digunakan dalam dokumen RPJMN 2010-2014 untuk selanjutnya

dijadikan acuan penyusunan Renja K/L dan RKA-KL.

2.3 Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)

KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan

keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun

anggaran.Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan

proses penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi:

a) penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka

menengah;

b) penyusunan proyeksi/rencana /target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio

utang pemerintah) jangka menengah;

c) rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka

menengah (medium term budget framework), yang menghasilkan pagu total belanja

pemerintah (resources envelope);

d) pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing K/L (line

ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka menengah tersebut merupakan

perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah;

e) penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-masing

K/L ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka

menengah yang telah ditetapkan.

Tahapan penyusunan proyeksi/rencana (a) sampai dengan (d) merupakan proses top

down sedangkan tahapan (e) merupakan proses bottom up. Proses estimasi bottom up

seringkali dipisah atas proyeksi mengenai biaya dari pelaksanaan kebijakan yang sedang

Page 8: Kelompok Anggaran Sektor Publik

berjalan (on going policies) dan penyesuaiannya sehubungan dengan upaya-upaya

rasionalisasi program/kegiatan melalui proses evaluasi program/kegiatan, serta prakiraan atas

biaya dari kebijakan baru (new policies). Dalam rangka penyusunan RKA-KL dengan

pendekatan KPJM, K/L perlu menyelaraskan kegiatan/program yang disusun dengan RPJM

Nasional dan Renstra K/L, yang pada tahap sebelumnya menjadi acuan dalam menyusun

RKP dan Renja-KL. Mengacu pada pendekatan KPJM dimaksud, penyusunan RKA-KL

Tahun Anggaran 2011 difokuskan pada pemantapan penerapannya, terutama

penggunaannya dalam penghitungan alokasi anggaran output kegiatan. Pemantapan

penerapan KPJM dimaksudkan agar K/L memperhatikan output kegiatan yang telah dicapai,

sedang direncanakan, dan yang akan direncanakan.

Penerapan penganggaran secara terpadu (Unified Budget), dan penerapan penganggaran

berdasarkan kinerja (Performance Budget). Dengan menggunakan pendekatan penyusunan

anggaran tersebut, maka penyusunan RKA-KL diharapkan akan semakin menjamin

peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran (planning and

budgeting).

Performance Based Budgeting

Penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) merupakan penyusunan

anggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan keluaran dan hasil yang

diharapkan. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) diterapkan dalam rangka penyempurnaan

penyusunan anggaran untuk memenuhi amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara. Penganggaran Berbasis Kinerja berfokus pada pengukuran

pencapaian program/kegiatan yang akan dilaksanakan oleh satuan kerja. Berbeda dengan

penganggaran tradisional yang menekankan pada besarnya alokasi anggaran sebelum

menyusun kegiatan, PBK menyusun kegiatan dan indikator keluaran dalam rangka penetapan

Page 9: Kelompok Anggaran Sektor Publik

alokasi yang efisien yang sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya akan disandingkan

dengan keluaran yang akan dicapai.

Hal yang sangat penting dalam upaya menuju PBK adalah sinkronisasi program dan kegiatan.

Sinkronisasi ini merupakan upaya untuk menyusun alur keterkaitan antara kegiatan dan

program terhadap kebijakan yang melandasinya. Dengan demikian kegiatan yang

dilaksanakan akan menghasilkan keluaran yang mendukung sasaran kinerja program dan

pencapaiantujuankebijakan.

Tahap-tahap penyusunan anggaran:

●Penetapan Pagu Indikatif

●Penetapan Pagu Sementara

●Rapat Dengar Pendapat

●Penelaahan RKA-KL

●Penetapan Pagu Definitif

●Penyusunan DIPA dan POK

Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL

Proses penyusunan sampai dengan penelaahan RKA-KL merupakan kelanjutan dari

tahapan perencanaan yang tertuang dalam dokumen rencana kerja kementerian

negara/lembaga. RKA-KL yang disusun merupakan perpanjangan dari rencana kerja yang

telah ditetapkan sehingga kegiatan dan output yang telah ditetapkan dalam program harus

sesuai dengan rencana kerja. Penelaahan RKA-KL adalah kegiatan meneliti kesesuaian hasil

pembahasan Kementerian Negara/Lembaga dan Komisi mitra kerja terkait di DPR dengan

Pagu Sementara.

Page 10: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Rapat Dengar Pendapat

Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam penyusunan anggaran merupakan perwujudan

hak budget yang dimiliki oleh DPR. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga pasal 10 ayat (1)

dan (2) menyebutkan bahwa setelah menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang pagu

sementara bagi masing-masing program pada pertengahan bulan Juni.

Menteri/pimpinan lembaga menyesuaikan rencana kerja kementerian negara/lembaga

menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan. Selanjuntya

kementerian negara/lembaga membahas RKA-KL dengan komisi terkait di DPR. Hasil

pembahasan dengan DPR selanjutnya dikumpulkan oleh Menteri Keuangan dan bersama

dengan RKA-KL seluruh kementerian negara/lembaga untuk dibahas pada sidang kabinet.

Hasil pembahasan pada sidang kabinet berupa Nota Keuangan dan Rencana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dibahas kembali oleh DPR untuk ditetapkan

sebagai Undang-undang APBN. RKA-KL hasil pembahasan dengan DPR ditetapkan melalui

Keputusan Presiden tentang Rincian APBN. Lebih lanjut, Keppres Rincian APBN menjadi

dasar kementerian negara/lembaga untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran.

Pagu Definitif Tahun 2009

Pagu definitif ditetapkan dalam Undang-Undang APBN. RKA-KL untuk masing-

masing kementerian negara/lembaga tertuang dalam Rincian APBN yang ditetapkan melalui

Keputusan Presiden.

Page 11: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Penyempurnaan rumusan kegiatan dalam penyusunan RKA-KL tahun 2009

menghasilkan pengelompokan kegiatan menjadi:

a) Kegiatan Prioritas yaitu kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka

melaksanakan prioritas kementerian negara/lembaga.

b) Kegiatan Dasar yaitu kegiatan yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan

dasar satuan kerja, merupakan syarat minimal berjalannya operasional atau kegiatan-

kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pemenuhan pelayanan publik/birokrasi

sesuai tugas-fungsi yang diemban oleh satuan kerja. Kegiatan Dasar meliputi:

kegiatan pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan, kegiatan penyelenggaraan

operasional dan pemeliharaan perkantoran.

DIPA dan POK

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian Negara/Lembaga pasal 12 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa

RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presiden tentang Rincian

APBN selambat-lambatnya akhir bulan November.

Keputusan Presiden tentang Rincian APBN menjadi dasar bagi masing-masing

kementerian negara/lembaga untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran.

Petunjuk tentang penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) lebih lanjut diatur

dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 tanggal 24 Juli 2008

tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Pelaksanaan Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran Tahun 2009. Atas dasar SP-SAPSK, satuan kerja menyusun konsep

DIPA yang selanjutnya disampaikan Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk ditelaah dan

disahkan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 Lampiran II Bab IV Huruf

Page 12: Kelompok Anggaran Sektor Publik

B menyebutkan bahwa untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam DIPA,

setelah DIPA disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan Petunjuk

Operasional Kegiatan (POK) sebagai pedoman pelaksanaan lebih lanjut dari DIPA.

JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

1. Anggaran Tradisional atau Anggaran Konvensional

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara

berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara

penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan

susunan anggaran yang besifat line-item.

Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c)

cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip

anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu

mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran

tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan.

Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang

dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.

a. Incrementalism

Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan

pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu

hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada

sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan

besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.

Page 13: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian

terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak

dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya

perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi

kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas

yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.

Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,

program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun

sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya

menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk,

dan penyesuaian lainnya.

b. Line-item

Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang

didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item

budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran

yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item tertentu sudah

tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena sifatnya yang demikian,

penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja

secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada

ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya

orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal

tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti

Page 14: Kelompok Anggaran Sektor Publik

misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk

gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang

ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.

Kelemahan Anggaran Tradisional

Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki

beberapa kelemahan, antara lain:

1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana

pembangunan jangka panjang.

2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah

diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.

3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran

tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan

sumberdaya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana

telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.

4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara

keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik,

overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.

5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.

6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu

pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik

yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).

Page 15: Kelompok Anggaran Sektor Publik

7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai

menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya

budget padding atau budgetary slack.

8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme

pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi

anggaran dan ’manipulasi anggaran.

9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi

dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

2. Anggaran Publik dengan Pendekatan New Public Management

Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik

yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan

hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi

pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut

telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan

masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah

pendekatan New Public Management.

New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi

pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management

tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan

untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.

Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model

pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam

Page 16: Kelompok Anggaran Sektor Publik

pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif baru

pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:

a. Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan

publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus

terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Produksi pelayanan

publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan,

pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh

pihak non-pemerintah.

b. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani.

Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka

mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help

community).

c. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian

pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya

sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan

publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.

d. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh

peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.

e. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada

pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh

kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi,

semakin besar pula dana yang dialokasikan.

Page 17: Kelompok Anggaran Sektor Publik

f. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan

birokrasi. Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan

pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi

pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali

menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan

anggaran adalah pelanggannya.

g. Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar

membelanjakan. Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat

pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang

daerahnya kepada pusat-pusat penelitian (BUMN/BUMD) pemberian hak guna usaha

yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat, seperti misalnya penyertaan

modal, dan lain-lain.

h. Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah

tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk

memecahkan masalah publik.

i. Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja. Pada saat

sekarang perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/ keinginan

masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak

yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke

tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.

j. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan

mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem

prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar

Page 18: Kelompok Anggaran Sektor Publik

dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang

terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan

mekanisme administratif yaitu menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan

prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk

melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Pemerintah wirausaha

menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi

mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan

kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

Munculnya konsep NPM berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran publik.

Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran

tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.

PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN

Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public

Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih

sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan

tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik

anggaran kinerja (performance budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning,

Programming, and Budgeting System (PPBS).

Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki

karakteristik umum sebagai berikut:

1. komprehensif/komparatif

2. terintegrasi dan lintas departemen

Page 19: Kelompok Anggaran Sektor Publik

3. proses pengambilan keputusan yang rasional

4. berjangka panjang

5. spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas

6. analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)

7. berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.

8. adanya pengawasan kinerja.

3.1 PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA

Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem

penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan output/keluaran dan

outcome/hasil yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian hasil dan

keluaran tersebut. Dalam struktur penganggaran yang berbasis kinerja harus mempunyai

keterkaitan yang jelas antara kebijakan perencanaan sesuai dengan hirarki struktur organisasi

pemerintahan dengan alokasi anggaran untuk menghasilkan output yang dilaksanakan oleh

unit pengeluaran (spending unit) pada tingkat Satker. Sesuai dengan rumusan pengertian

anggaran berbasis kinerja tersebut di atas maka frase “memperhatikan hasil yang diharapkan

(baik outcome maupun output)” berkaitan dengan perumusan tujuan terlebih dahulu, baru

kemudian kebutuhan biayanya.

Perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu oleh Pemerintah melalui dokumen RKP

yang berisikan prioritas pembangunan beserta kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan.

Hasil yang diharapkan adalah national outcome sebagaimana amanat Undang-Undang

Page 20: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Dasar. Tujuan tersebut dirinci oleh masing-masing K/L sesuai dengan bidang tugas yang

menjadi kewenangannya dalam bentuk program yang merupakan tanggung jawab Unit

Eselon I-nya dan dalam bentuk kegiatan yang menjadi tanggung jawab unit kerja di

lingkungan Unit Eselon I-nya. Program menghasilkan outcome untuk mendukung

pencapaian national outcome. Sedangkan kegiatan menghasilkan output yang mendukung

pencapaian outcome program. Setelah tujuan tersebut dirumuskan pada berbagai tingkatan

organisasi K/L, barulah dapat dihitung kebutuhan alokasi anggarannya untuk pencapaian

tujuan dimaksud. Berdasarkan kerangka penganggaran berbasis kinerja, secara penerapan

PBK dapat dibedakan dalam 2 (dua) tingkatan yaitu penerapan PBK Tingkat Nasional dan

Penerapan PBK Tingkat K/L.

Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan

penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan

sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai

dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai

dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang

digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

ZERO BASED BUDGETING (ZBB)

Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada

pada sistem anggara tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero

Based Budgeting dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran

diasumsikan mulai dari nol (zero-base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental

mendasarkan besarnya anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu

dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak

Page 21: Kelompok Anggaran Sektor Publik

berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan

anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran

dimulai dari hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dibutuhkan

dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran atau

mungkin juga muncul item baru.

Proses Implementasi ZBB

Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Identifikasi unit-unit keputusan

Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban

(responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan

(decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based

Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai

dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan

dari unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan

suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas; dinas-dinas

dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas; subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan

sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.

Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah

menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan

untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision

packages).

2. Penentuan paket-paket keputusan

Page 22: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas

organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat oleh

manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan

pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara

teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatif

kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level

usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:

a. Paket keputusan mutually-exclusive. Paket keputusan yang bersifat mutually-

exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila

dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak

semua alternatif yang lain.

b. Paket keputusan incremental. Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat

usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu.

Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket

lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan

level aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya

dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.

3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan

Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking semua paket

berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju

proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada

dan lainnya baru sama sekali.

Keunggulan ZBB

Page 23: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya

secara lebih efisien.

ZBB berfokus pada value for money

Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan

biaya

Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer

Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan

anggaran

Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong

organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat

pengeluaran.

Kelemahan ZBB

Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis,

membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk

karena pembuatan paket keputusan.

ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek

Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju

Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview

paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang

melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.

Page 24: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki

keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf

memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam

perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik

sehingga tidak obyektif lagi.

Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus

masuk dalam anggaran.

Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi

PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)

PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang

berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya

berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur

organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu

pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.

PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu

manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik.

Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya,

sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut

pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling

besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka

untuk membuat pilihan tersebut.

Proses Implementasi PPBS

Page 25: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:

1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas

2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan

3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit dari

masing-masing program.

4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil

5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.

PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan

tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang

disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi.

Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program.

Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumber daya

yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi,

struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisis

program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat dari masing-masing

program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal tersebut PPBS

membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat memonitor kemajuan dalam

pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan

hasil (manfaat) program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.

Karakteristik PPBS:

Page 26: Kelompok Anggaran Sektor Publik

o Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan

o Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang

karena PPBS berorientasi pada masa depan

o Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi

o Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi:

(a) identifikasi tujuan

(b) identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan,

(c) estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program,

(d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing

alternatif program.

Kelebihan PPBS

Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke

manajemen menengah.

Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja

Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya

(cost-consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program

Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja

sama antardepartemen

Page 27: Kelompok Anggaran Sektor Publik

Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian

tujuan organisasi

PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya

secara optimal

Kelemahan PPBS

PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem

pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi

Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan

teknologi yang canggih

PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan

PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia

yang kompleks

PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik

terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statististik hanya tepat untuk

mengukur beberapa program tertentu saja.

Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat progam

atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi

biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.

Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS

Page 28: Kelompok Anggaran Sektor Publik

o Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan

aktivitas.

o Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur

output.

o Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik,

dan ekonomi.

o Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.

o Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika terdapat

pertentangan kepentingan (conflict of interest).

o Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan

tepat.

o Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah

(resistence to change).

o Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan

politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic” yang hal tersebut bisa

mempengaruhi proses anggaran.

o Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.

3.2 Penerapan PBK Tingkat Nasional dan Mekanisme Pengalokasian Anggarannya

Kerangka PBK pada tingkat nasional dengan penjelasan sebagai berikut:

Page 29: Kelompok Anggaran Sektor Publik

1. RKP sebagai dokumen perencanaan memberi informasi mengenai tujuan yang akan

dilakukan Pemerintah untuk waktu 1 (satu) tahun yang akan datang. RKP berisikan

prioritas dan fokus prioritas pembangunan nasional. Dalam dokumen ini juga

dinyatakan mengenai target kinerja dari prioritas dan fokus prioritas pembangunan

dimaksud;

2. berdasarkan tujuan dalam prioritas dan fokus prioritas pembangunan nasional

termasuk target kinerja yang akan dicapai, kemudian dihitung perkiraan kebutuhan

anggarannya. Kebutuhan anggaran dalam rangka pencapaian target prioritas dan

fokus prioritas pembangunan nasional tersebut disesuaikan dengan kemampuan

keuangan negara;

3. dengan mengacu pada fokus prioritas pembangunan nasional dan alokasi anggaran

yang tersedia, maka kegiatan prioritas dirumuskan. Perumusan kegiatan prioritas

tersebut meliputi nama kegiatan prioritas, ouput (jenis beserta satuan ukur) dan

volume output kegiatan; serta indikator kinerja kegiatannya;

4. setelah rumusan tujuan kegiatan prioritas ditetapkan, barulah dihitung kebutuhan

alokasi anggaran kegiatan dalam rangka menghasilkan output yang direncanakan

secara rinci. Hasil yang diharapkan pada akhir tahun bahwa output-output kegiatan

yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa indikator kinerja kegiatan

tercapai/tidak tercapai.

3.3 Penerapan PBK Tingkat K/L dan Mekanisme Pengalokasian Anggarannya

Kerangka PBK tingkat K/L dengan penjelasan sebagai berikut:

a) K/L sesuai dengan rencana strategis-nya (Renstra) menugaskan Unit Eselon I sesuai

bidang tugas yang diembanna;

Page 30: Kelompok Anggaran Sektor Publik

b) Unit Eselon I1 merumuskan tujuan berupa: program yang dirancang sesuai bidang

tugasnya, outcome yang dihasilkan, dan indikator kinerja utama program;

c) Atas dasar rumusan program tersebut baru dihitung kebutuhan anggaran untuk

mendukung mewujudkan outcome program dan indikator kinerja utama program;

d) Selanjutnya program dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung

jawab Unit Eselon II/satker di lingkungan Unit Eselon I berkenaan. Unit Eselon

II/Satker merumuskan kegiatan berupa nama kegiatan dalam rangka tugas-fungsinya

dan/atau kegiatan dalam rangka prioritas pembangunan nasional, output kegiatan, dan

indikator kinerja kegiatan;

e) Atas dasar rumusan kegiatan tersebut, baru dihitung kebutuhan anggarannya untuk

mewujudkan output kegiatan dan indikator kinerja kegiatan. Pengalokasian anggaran

termasuk kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan dasar organisasi serta alokasi untuk

kegiatan yang bersifat penugasan (kegiatan prioritas);

Di dalam tampilannya, anggaran selalu menyertakan data penerimaan dan pengeluaran

yang terjadi di masa lalu. Kebanyakan organisasi sektor publik melakukan perbedaan krusial

antara tambahan modal dan penerimaan, serta tambahan pendapatan dan pengeluaran.

Dampaknya adalah pemisahan penyusunan anggaran tahunan dan anggaran modal tahunan.

Jenis anggaran sektor publik :

a. Anggaran Negara dan Daerah APBN/APBD (Budget of state)

b. Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP), yaitu anggaran usaha setiap

BUMN/BUMD serta badan hukum publik atau gabungan publik-swasta.

Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga

yang lebih tinggi. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintaha Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No.

Page 31: Kelompok Anggaran Sektor Publik

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lahirlah tiga paket perundang-

undangan, yaitu UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No1/2004 tentang

Perbendaharaan Negara, dan UUNo 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang telah

membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengatuan

keuangan, khususnya Perencanaan dan Anggaran Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat

Kegiatan yang Digunakan dalam Penyusunan RKA-KL :

Dalam rangka penyusunan RKA-KL, kegiatan yang digunakan adalah rumusan hasil

restrukturisasi sebagaimana digunakan dalam dokumen RPJMN 2010-2014. Hasil

restrukturisasi kegiatan tersebut mengelompokkan kegiatan dalam 2 (dua) jenis:

a. Kegiatan generik, merupakan kegiatan kegiatan yang digunakan oleh beberapa Unit

Eselon II yang memiliki karakteristik sejenis.

b. Kegiatan teknis, merupakan kegiatan untuk menghasilkan pelayanan kepada kelompok

sasaran/masyarakat (eksternal) dan terbagai dalam:

· Kegiatan prioritas nasional, yaitu kegiatan-kegiatan dengan output spesifik dalam rangka

pencapaian sasaran nasional;

· Kegiatan prioritas K/L, yaitu kegiatan-kegiatan dengan output spesifik dalam rangka

pencapaian kinerja K/L;

· Kegiatan teknis non-prioritas, merupakan kegiatan-kegiatan dengan output spesifik dan

mencerminkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas-fungsi Satker, namun bukan

termasuk dalam kategori prioritas.

Page 32: Kelompok Anggaran Sektor Publik

CONTOH KASUS

Akuntabilitas Anggaran Publik, Konferensi Administrasi Negara III, Bandung, 6-8 Juli

2010 10 Juli 2010 Sebuah pertemuan akbar diantara para dosen dan peneliti bidang ilmu

administrasi negara digelar di kota Bandung, tgl 6-8 Juli 2010. Ini adalah konferensi nasional

yang ketiga kalinya setelah yang pertama di UGM-Jogja, dan yang kedua di Unair-Surabaya.

Saya menulis paper tentang akuntabilitas anggaran publik. Saya tidak bisa memaparkannya

dalam KAN-3 ini karena sakit, tetapi saya berharap ide dalam paper saya tetap bisa memberi

kontribusi. Rendahnya akuntabilitas anggaran publik, terutama jika disoroti dari proses

perumusan APBD dan realisasinya, terbukti dari tiga fenomena pokok. Pertama, perumusan

APBD sejauh ini masih didikte oleh kepentingan politik para elit pejabat di daerah, baik di

jajaran eksekutif maupun legislatif. Akibatnya, kepentingan untuk memakmurkan rakyat

seringkali terpinggirkan. Kedua, prioritas belanja daerah ternyata masih sangat dipengaruhi

alokasi untuk gaji dan belanja pegawai, bukan untuk membuat program-program yang

responsif bagi rakyat di daerah. Kecenderungan seperti ini sesungguhnya sudah ada sejak

masa pemerintahan Orde Baru, di mana SDO (Subsidi Daerah Otonom) selalu menyedot

dana publik yang proporsinya begitu besar. Ketiga, kurangnya kemampuan perencanaan dan

penganggaran diantara para pegawai Pemda dan semakin ketatnya ketentuan pengadaan

barang dan jasa mengakibatkan semakin besarnya SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan

Anggaran). Akibatnya, sekali lagi semakin banyak dana APBD yang kurang dapat

dimanfaatkan untuk peningkatan kemakmuran rakyat karena tidak bisa dibelanjakan secara

efektif.

KESIMPULAN

Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan angaran sektor publik, yaitu pendekatan

tradisional dan pendekatan New Public Management. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk

Page 33: Kelompok Anggaran Sektor Publik

mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari

beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja, ZBB, dan PPBS. Anggaran dengan pendekatan NPM

sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output.

Perubahan dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM

merupakan bagian penting dari reformasi anggaran. Reformasi anggaran sektor publik

dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan

menekankan value for money. Beberapa jenis anggatan dengan pendekatan NPM, seperti

ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan,

karena pada masing-masing jenis anggaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan.

Penerapan sistem anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan

kesiapan teknologi yang dimiliki oleh pemerintah.