107
KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH SUTERA KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR REZA PRAYOGA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

  • Upload
    doananh

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH SUTERA

KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

REZA PRAYOGA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia
Page 3: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kelayakan Usaha

Produksi Kokon pada Rumah Sutera Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor“

benar merupakan hasil karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing yang

belum pernah diajukan pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Saya juga

menyatakan bahwa informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

.

Bogor, Juli 2014

Reza Prayoga

NIM H34114068

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak

luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

Page 4: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

ii

ABSTRAK

REZA PRAYOGA. Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera pada

Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YANTI NURAENI

MUFLIKH.

Rumah Sutera merupakan usaha yang melakukanproduksi kokon. Kokon adalah

hasil akhir dari budidaya ulat sutera. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

kelayakan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan usaha produksi kokon dilihat

dari aspek non finansial, aspek finansial, serta melihat nilai switching value. Hasil analisis

finansial, baik tanpa pengembangan maupun dengan pengembangan produksi kokon

menunjukkan layak untuk dijalankan atau diusahakan. Hasil analisis tanpa pengembangan

nilai Net Present Value sebesar Rp29 137 225.8, net B/C sebesar 1.54, Internal Rate of

Return sebesar 14 persen, dan payback period 6 tahun 7 bulan. Sedangkan dengan

pengembangan nilai Net Present Value sebesar Rp364 063 503.3, net B/C sebesar 3.52,

Internal Rate of Return sebesar 40 persen, dan payback period 3 tahun 10 bulan. Nilai

switching value yang dapat ditoleransi yaitu pada saat perubahan penurunan produksi

kokon dan kenaikan harga daun murbei, tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan.

Kata kunci: Rumah Sutera, Kelayakan Usaha Produksi Kokon, Analisis Non Finansial,

Analisis Finansial

ABSTRACT

REZA PRAYOGA, Feasibility Analysis on Main Silk Cocoon Production in the

Tamansari District of Bogor regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH

Rumah Sutera is a business that produce cocoon, cocoon is the final product from

silkworm cultivating. This study aimed at analyzing without development and with

development feasibility of produce cocoon from the non-financial aspects and financial

aspects, and at finding out its switching value. Analize result from financial aspect with

development of without development if buying the mulberry leaves show that the

bussuness have appropriateness to be run. The analyse result without development the net

present value is Rp29 137 225, the net B/C is 1.54, Internal Rate of Return 14 percent,

and the payback periode are 6 years and 7 months. If with development, Net Present

Value Rp364 063 503.3, Net B/C 3.52, Internal Rate of Return of 40 percent, Payback

Periode of 3 years and 10 months. Switching value when there is changes ondecreasing

on cocoon production without development and with development if self producing

mulberry leaves the tolerate value production that tolerated.

Keywords : House of Silk , Cocoon Production Feasibility , Analysis of Non Financial ,

Financial Analysis

Page 5: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

iii

REZA PRAYOGA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH

SUTERA KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

Page 6: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

iv

Judul skripsi : Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera

Kecamatan Tamansari Kebupaten Bogor

Nama : Reza Prayoga

NIM : H34114068

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP MAgribus

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Page 7: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

v

PRAKATA

Puji dan syukur kepada penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Kuasa yang

telah melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejakan bulan

Maret 2013, dengan judul Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera

Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.

Penulisan skripsi melalui penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam

meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan

kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribus sebagai dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, kepada Ibu Tintin Sarianti,SP,

MM sebagai dosen evaluator kolokium yang telah memberikan masukan sebelum

penulis turun lapang. Terimakasih juga penulis ucapkan kapada Bapak Dr Ir

Wahyu Budi Priatna, MSi dan Ibu Situ Jahro, PhD sebagai dosen penguji yang

telah membeirkan masukan dalam penyelesaian skripsi ini dan tidak lupa penulis

ucapkan kepada keluarga besar Rumah Sutera yang telah memberikan kesempatan

untuk melaksanakan penelitian dan telah membantu selama pengumpulan data,

dan juga penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai pihak telah

membantu dama penyelesaian skripsi ini, semoga Tuhan memberikan berkat dan

anugerah yang melimpah.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena

keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

masukan berupa saran dan kritik yang dapat bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini

kearah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua

pihak.

.

Bogor, Juli 2014

Reza Prayoga

Page 8: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 11

Manfaat Penelitian 12

TINJAUAN PUSTAKA 12

Aspek Non Finansial 13

Aspek Finansial 14

KERANGKA PEMIKIRAN 16

Kerangka Pemikiraan Teoritis 16

Konsep Kelayakan Usaha 17

Aspek Non Finansial 18

Aspek Finansial 20

Kerangka Pemikiran Operasional 22

METODE PENELITIAN 24

Lokasi dan Waktu Penelitian 24

Jenis dan Sumber Data 24

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan dan Analisis Data 25

Metode Analisis Aspek Non Finansial 25

Analisis Finansial 27

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Gambaran Umum Rumah Sutera 30

Analisis Kelayakan Usaha Kokon 31

HASIL ANALISIS TANPA PENGEMBANGAN 32

Analisis Kelayakan Non Finansial 32

Aspek Pasar 32

Page 9: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

vii

Aspek Teknis 35

Aspek Manajemen dan Hukum 39

Aspek Sosial dan Lingkungan 41

Analisis Kelayakan Finansial 42

Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon 44

HASIL ANALISIS DENGAN PENGEMBANGAN 50

Analisis Kelayakan Non Finansial 50

Aspek Pasar 50

Aspek Teknis 52

Aspek Manajemen dan Hukum 53

Aspek Sosial dan Lingkungan 53

Analisis Kelayakan Finansial dengan Pengembangan Produksi Kokon 54

Analisis Kelayakan Finansial 54

Hasil Analisis Aspek Finansial Dengan Pengembangan 58

Analisis Perbandingan tanpa Pengembangan dan dengan Pengembangan 59

SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 65

RIWAYAT HIDUP 107

DAFTAR TABEL

1 Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2008 - 2012 1

2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu

2012 - 2013 2

3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia tahun 2006-2012 5

4 Produksi budidaya sutera alam di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 7

5 Produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2011-2013 9

6 Jenis dan sumber data 24

7 Metode pengolahan dan analisis data 25

8 Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera 36

Page 10: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

viii

9 Kualitas kokon berdasarkan grade pada Rumah Sutera 39

10 Biaya variabel per tahun produksi tanaman murbei pada Rumah Sutera 44

11 Biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera 45

12 Biaya reinvestasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera 46

13 Biaya tetap produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon pada

Rumah Sutera 47

14 Proyeksi penerimaan penjualan kokon produksi tanpa pengembangan

pada Rumah Sutera 48

15 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi tanpa pengembangan

produksi kokon 49

16 Hasil analisis aspek finansial tanpa pengembangan 49

17 Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera 52

18 Biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera tahun 2014 55

19 Biaya reinvestasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera tahun 2014 56

20 Biaya tetap per tahun dengan pengembangan produksi kokon pada

Rumah Sutera tahun 2014 56

21 Proyeksi penerimaan penjualan dengan pengembangan produksi kokon

pada Rumah Sutera 57

22 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi dengan pengembangan

produksi kokon pada Rumah Sutera 58

23 Hasil analisis aspek finansial dengan pengembangan produksi kokon

jika membeli daun 58

24 Perbandingan analisis tanpa pengembangan dan dengan pengembangan

apabila memproduksi daun murbei 59

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan produksi kokon di Indonesia 6

2 Kerangka pemikiran operasional tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan 23

3 Hubungan antara NPV dan IRR 28

4 Struktur organisasi Rumah Sutera tahun 2013 40

5 Hubungan NPV dan IRR tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

Page 11: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1 Volume ekspor dan impor produksi sutera alam di Indonesia 65

2 Pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan

pendekatan klaster 66

3 Hasil-hasil kegiatan persutera alam di Indonesia tahun 2010-2011 69

4 Dokumentasi penelitian 70

5 Layout tanpa pengembangan produksi kokon pada rumah sutera (lahan

0.5 ha) 71

6 Layout dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera

(lahan 1 ha) 72

7 Pola produksi kokon pada Rumah Sutera 74

8 Biaya variabel tanpa pengembangan produksi kokon 75

9 Laba rugi tanpa pengembangan produksi kokon 76

10 Arus kas tanpa pengembangan produksi kokon 78

11 Switching value penurunan tanpa pengembangan produksi kokon

sebesar 3.86% 80

12 Switching value kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan

sebesar 35.11% 82

13 Tabel biaya variabel dengan pengembangan produksi kokon 84

14 Laba rugi dengan pengembangan produksi kokon 85

15 Arus kas dengan pengembangan produksi kokon 87

16 Switching value penurunan produksi kokon dengan pengembangan

sebesar 19.19% 89

17 Switching value kenaikan harga daun murbei dengan pengembangan

sebesar 88.08% 91

Page 12: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia
Page 13: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data Produk Domestik Bruto (PDB) dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait

usaha sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu sub sektor tanaman

bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor

kehutanan dinilai cukup berpotensi karena mampu menyumbang PDB, walaupun

kontribusinya tidak sebesar dari produk tanaman bahan makanan, perikanan,

perkebunan dan peternakan. Terlihat pada Tabel 1 di bawah ini mengenai data

PDB pada sektor kehutanan sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 terjadi

peningkatan, namun tahun 2012 PDB mengalami penurunan. Sektor kehutanan

perlu dikembangkan di Indonesia agar dapat menyumbang PDB lebih besar dan

dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Tabel 1 Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2008 - 2012

No Pertanian Tahun

2008 2009 2010*) 2011**) 2012***)

1

2

3

4

5

Tanaman bahan

makanan

Perkebunan

Peternakan

Kehutanan

Perikanan

349 795.0

105 960.5

83 276.1

40 375.1

137 249.5

419 194.8

111 378.5

104 883.9

45 119.6

176 620.0

482 377.1

136 026.8

119 371.7

48 289.8

199 383.4

530 603.7

153 884.7

129 578.3

51 638.1

227 761.2

314 378.9

72 715.3

70 396.4

24 938.4

121 942.3

Keterangan :

*) angka sementara

**) angka sangat sementara

*** ) angka sangat sangat sementara

sumber: Kementerian Pertanian 2013

Peraturan Menteri No.P35/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa yang

termasuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati

maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu sebagai segala

sesuatu yang bersifat material yang dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah menetapkan kriteria dan

indikator penentuan jenis HHBK unggulan yang tertuang dalam peraturan Menteri

Kehutanan No.P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009. Komoditas HHBK

unggulan nasional yang diprioritaskan dalam pengembangannya yaitu lebah madu

(madu alam), sutera alam, gaharu, dan bambu.

Karena lebah madu dan sutera alam merupakan HHBK komoditi

peternakkan, sedangkan komoditi gaharu dan bambu bukan merupakan komoditi

peternakkan (kayu), sehingga yang dapat dibandingkan yaitu sutera alam dan

lebah madu. Volume ekspor dan impor terhadap komoditi sutera alam yang

berupa kokon, benang sutera dan kain sutera yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Page 14: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

2

Volume impor sutera alam pada tahun 2012 lebih kecil dari pada madu alam,

namun volume ekspor sutera alam sebesar 495 ton belum mampu bersaing dengan

madu alam yang volume ekspornya mencapai 659 021 ton. Tahun 2013, volume

impor sutera alam semakin berkurang dari tahun 2012 dan volumenya lebih

sedikit dari lebah madu. Volume ekspor sutera alam terjadi peningkatan yang

sebelumnya tahun 2012 mampu mengekspor sebesar 495 ton, namun tahun 2013

meningkat menjadi 141 654 ton. Penurunan volume impor dan peningkatan

volume ekspor merupakan peluang bagi Indonesia untuk dikembangkan lagi,

karena kemampuan Indonesia untuk memenuhi permintaan nasional cukup baik

ditandai dengan menurunnya volume impor dan volume ekspor meningkat, hal ini

dapat menjadi salah satu komoditi unggulan bagi negara Indonesia.

Tabel 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu

2012 - 2013

Komoditi

2012 2013

Volume

impor (ton)

Volume

ekspor (ton)

Volume

impor (ton)

Volume

ekspor (ton)

Sutera alam 175 620 495 150 351 141 654

Madu alam 1 555 725 659 021 1 365 518 4 Sumber: Kementerian Pertanian, 2013 (diolah)

Perkembangan sutera alam di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1718,

bangsa Belanda membawa teknologi untuk budidaya sutera di Indonesia. Sejak

saat itu, sutera alam mulai dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 1950

dicanangkan program multiple use of forest lands oleh dr. Soejarwo, yang

ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan

lahan kehutanan. Sehingga pada tahun 1954 hingga 1961 pemeliharaan ulat sutera

dilakukan di Cisarua oleh Naito dari Jepang dan Kosasih dari Bandung. Daerah

pengembangan sutera alam diantaranya adalah1.

1. Jawa Barat: Sukabumi, Cianjur dan Garut.

2. Jawa Tengah: Candiroto (Pusat Pembibitan Ulat Sutera/PPUS) dan

Regoloh di Pati (mempunyai usaha persuteraan alam/UPA).

3. Jawa Timur: Gerbo di Pasuruan dan Pare di Kediri.

4. Sumatera Barat: Payakumbuh dan Batu Sangkar.

5. Sumatera Utara: Berastagi dan Dairi.

6. Sulawesi Selatan: Soppeng (sentra produksi benang sutera terbesar di

Indonesia), Wajo dan Majene.

Berdasarkan tahun 2012 dan 2013, negara tujuan ekspor sutera alam adalah

Timor Leste, Amerika Serikat, Switzerland, Denmark, dan Cina, yang merupakan

volume ekspor terbesar yaitu ke Negara Timor Leste pada tahun 2012 hingga

tahun 2013. Sedangkan negara asal impor adalah dari Jepang, Hong Kong, Korea,

Taiwan, Cina, Singapore, India, Australia, Amerika Serikat, Amerika Latin,

Jerman, Malaysia, Sri Lanka, dan Inggris, dan yang merupakan negara asal impor

1 Kang Ade Bastiawan The Silk Road –Jalur Sutera. 2012. Tersedia pada:

http://bastiawanade.blogspot.com/2012/07/zona-kreatif-kampung-tenun.html

Page 15: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

3

terbesar adalah dari Cina pada tahun 2012 hingga tahun 20132. Dapat dilihat pada

Lampiran 1 mengenai negara tujuan ekspor dan impor.

Untuk meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia sebagai

produsen sutera, maka diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri

Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan nomor

07/PER/M.KUKM/VI/20063 terdapat pada Lampiran 2. Faktor-faktor yang

mempengaruhi usaha persuteraan alam, khususnya produksi kokon yaitu Sumber

Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi dan manajemen,

sumberdaya kapital atau permodalan, pasar dan pemasaran. Sumber Daya Alam

(SDA) merupakan tempat usaha/lokasi usaha yang sesuai dengan kebutuhan yang

diinginkan oleh kegiatan produksi kokon. Sumber daya alam seperti kondisi iklim,

tanah dan air yang sangat menentukan keberlanjutan usaha dan keberhasilan untuk

memproduksi kokon.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan penggerak pengelolaan sumber

daya alam. SDM yang dibutuhkan dalam keberhasilan produksi kokon adalah

SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi produksi kokon yang baik

dan terampil. Metode (teknologi dan manajemen) sangat mempengaruhi

keberhasilan produksi kokon yang mana teknologi merupakan teknik yang harus

dikuasai oleh SDM untuk mengolah SDA, agar menghasilkan produk kokon

berlimpah dengan kualitas baik dan dapat bersaing dipasaran. Teknologi dapat

mengefisienkan waktu dan memudahkan pekerjaan, dan manajemen adalah alat

untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Manajemen yang diperlukan dalam produksi kokon diantaranya manajemen

produk, manajemen SDM, manajemen keuangan dan manajemen pemasaran.

Sumber daya kapital/permodalan merupakan faktor penentu bergeraknya

suatu kegiatan usaha persuteraan alam yang mana seluruh sumber daya akan

bergerak dengan adanya pembiayaan untuk memodali kegiatan produksi kokon.

Faktor pasar dan pemasaran, pasar dan pemasaran merupakan ujung tombak dari

kegiatan usaha produksi kokon karena semua aspek akan menghasilkan produk

kokon yang harus dapat diterima oleh pasar. Pemasaran tersebut harus mampu

menyalurkan produk yang berdasarkan market oriented (sesuai dengan kebutuhan

pasar).

Berdasarkan sistem agribisnis, persuteraan alam merupakan kegiatan

dengan rangkaian usaha yang dimulai dari produksi tanaman murbei,

pemeliharaan ulat (produksi kokon), pemintalan benang dan penenunan kain

sutera. Pada Lampiran 3 dapat dilihat hasil-hasil kegiatan persuteraan alam tahun

2010 hingga 2011 di Indonesia, yang terdiri dari tanaman murbei, bibit telur,

produksi kokon, dan benang sutera. Produksi kokon berpontensi untuk

dikembangkan di Indonesia karena apabila diukur dari kondisi alam, sumber daya

2Dapertemen Pertanian. 2012. Volume ekspor dan impor ulat sutera di Indonesia. Tersedia pada:

http://database.deptan.go.id/eksim2012asp/eksporSubsek.asp. (diakses tanggal 4 Januari jam

07.23). 3 Departemen kehutanan. 2009. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam

Nasional Dengan Pendekatan Klaster. Tersedia pada:

Http://Www.Dephut.Go.Id/Uploads/INFORMASI/RRL/RLPS/Klaster.Htm

Page 16: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

4

manusia yang tersedia, dan kebutuhan atau permintaan kokon untuk kebutuhan

industri benang sutera yang setiap tahunnya belum terpenuhi.

Hasil kegiatan persuteraan alam tahun 2010 hingga 2011 di Indonesia,

terdiri dari tanaman murbei, bibit telur, produksi kokon, dan benang sutera yang

tersebar di 33 Provinsi. Produksi kokon di Provinsi Jawa Barat masih kecil

apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya, namun Jawa Barat mampu

memproduksi kokon meskipun produksinya kecil. Pada tahun 2010 hingga 2011

produksi menurun, hal ini menjadi menarik untuk dianalisis kenapa di Jawa Barat

produksinya berkurang. Oleh sebab itu, perlu dianalisis apakah usaha produksi

kokon layak untuk diusahakan dianalisis dengan aspek non finansial maupun

aspek finansial. Usaha produksi kokon cukup sulit untuk diusahakan meskipun

produksi kokon dapat dilakukan dalam waktu yang singkat yaitu satu kali

produksi memerlukan waktu kurang lebih 30 hari.

Berdasarkan data Departemen Perindustrian (Depperin) tahun 2011

menyatakan, hingga saat ini produksi kokon hanya sekitar 250 ton per tahun,

jumlah produksi masih jauh di bawah kebutuhan atau permintaan kokon nasional

yang mencapai 700 ton per tahun4 atau dikatakan Indonesia dapat memenuhi

permintaan kokon sebesar 35.7 persen. Produksi ulat sutera nasional saat ini

belum memenuhi kebutuhan bahan baku sutera dalam negeri dengan kesenjangan

yang sangat jauh. Kebutuhan benang sutera 700 000 kg/tahun dengan

kecenderungan semakin meningkat, namun produksi benang hanya 50 000

kg/tahun dan produksi kokon 325 000 kg/tahun. Sebanyak 80 persen dari total

produksi nasional tersebut berasal dari Sulawesi Selatan.

Produksi kokon sebesar 250 ton dapat menghasilkan benang sutera

sebanyak 41.6 ton yang mana dalam satu box telur yang berisi 25 000 telur dapat

menghasilkan benang sutera sebanyak 5 kg, artinya produksi kokon sebesar 250

ton dapat memelihara telur sebesar 8 333.3 box bibit telur ulat, sehingga dipintal

menghasilkan benang sutera sebesar 41.6 ton dan ditenun menghasilkan kain

sutera sepanjang 2 500 000 meter. Padahal saat ini, produksi industri benang

sutera nasional, baik yang menggunakan mesin modern maupun tradisional,

membutuhkan benang sutera hingga mencapai 87.5 ton setahun, sekitar 47.6

persen yang mampu dipenuhi. Sehingga para industri benang sutera lebih banyak

mengimpor kokon, hal ini yang menjadikan letak peluang bisnis usaha produksi

kokon.

Walaupun kondisi alam di Indonesia cocok untuk produksi kokon, namun

sampai saat ini daerah yang mengusahakan produksi kokon tidak banyak tersebar,

sentra produksi kokon di Indonesia masih pada daerah yang sama yaitu Sulawesi

Selatan dan Jawa Tengah. Kokon diolah menjadi benang sutera yang bermutu

tinggi dan memiliki harga sangat tinggi di pasaran, yang mana kegunaan serat

kokon tidak hanya terbatas sebagai bahan busana saja, namun juga dapat

digunakan sebagai keperluan medis dan sebagai bahan pembuat parasut, hal ini

membuat kebutuhan permintaan kokon semakin tinggi.

4Salman binustech. 2011. Menhut Kunjungi Lumbung Sutera di Indonesia. Tersedia pada:

http://lalulintasberita.blogspot.com/2011/02/menhut-kunjungi-lumbung-sutera-di.html. (diunduh

tanggal 4 Mei 2013)

Page 17: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

5

Tabel 3 menunjukkan bahwa perkembangan produksi budidaya sutera alam

di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan dan penurunan produksi apabila

diukur dari jumlah luas lahan murbei, jumlah peternak yang mengusakannya,

penyerapan telur, dan produksi benang sutera sejak tahun 2006 hingga tahun

2012. Pada tahun 2011 jumlah lahan murbei yang diusahakan sebanyak 2 178 ha,

peternak yang mengusahakan budidaya sutera alam sebanyak 3 357 dan

penyerapan telur ulat 5 388 box sehingga dapat menghasilkan kokon sebanyak

159 801 kg dan dipintal menghasilkan benang sutera 17 065 kg.

Produksi tanaman murbei, dan jumlah peternak yang mengusahakan sutera

alam tahun 2011 terjadi peningkatan, namun untuk penyerapan telur ulat sutera

dan benang yang diproduksi terjadi penurunan, dan penurunan produksi benang

disebabkan penyerapan telur ulat yang berkurang. Pada tahun 2012 luas lahan

tanaman murbei meningkat menjadi 2 203 hektar, peternak yang

mengusahakannya meningkat menjadi 2 401, dan kokon yang diproduksi

meningkat sebesar 163 119 kg dan benang sutera sebesar 19 050 kg, namun

penyerapan telur ulat menurun menjadi 4 970 box. Dapat dikatakan bahwa

peningkatan produksi kokon ditentukan oleh faktor ketersediaan tanaman murbei,

peternak yang mengusahakannya, dan penyerapan telur ulat sutera.

Tabel 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia tahun 2006-2012

Tahun

Perkembangan produksi budidaya ulat sutera di Indonesia

Jumlah

murbei (ha)

Jumlah

peternak (kk)

Penyerapan

telur fi (box )

Kokon

(kg)

Produksi

benang (kg)

2006 1 482 2 936 11 510.25 305.657 43 507

2007 1 520 3 286 12 849.00 384.704 54 923

2008 2 273 3 500 8 401.00 238.315 36 795

2009 2 335 3 377 4 103.50 99.407 15 808

2010 2 025 3 242 5 973.50 155.972 19 661

2011 2 178 3 357 5 388.00 159.801 17 065

2012 2 203 2 401 4 970.88 163.119 19 050 Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Ciomas 2012

Berdasarkan data produksi kokon di Indonesia, produksi kokon terendah

dari tahun 2006 hingga tahun 2012 terjadi pada tahun 2009 dan yang tertinggi

tahun 2007. Ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini, produksi kokon setiap

tahunnya sejak tahun 2006 hingga 2012 produktivitasnya berfluktuatif, fluktuatif

produksi disebabkan oleh perubahan jumlah tanaman murbei (daun murbei),

jumlah peternak yang mengusahakannya dan penyerapan telur ulat sutera yang

diproduksi. Tahun 2011 produksi kokon sebesar 159 801 kg dan tahun 2012

meningkat menjadi 163 119 kg. Peningkatan produksi kokon menjadi hal yang

menarik karena menjadi peluang bagi Indonesia untuk lebih dikembangkan lagi

atau memungkinkan untuk diusahakan.

Page 18: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

6

Gambar 1 Perkembangan produksi kokon di Indonesia

Sumber: Rumah Sutera 2013

Perkembangan produksi kokon di Provinsi Jawa Barat tersebar di

Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung, Sukabumi, Bogor, Purwakarta, Tasikmalaya,

Majalengka, dan Sumedang. Pada Provinsi Jawa Barat, terdapat kabupaten-

kabupaten yang hanya melakukan usaha budidaya tanaman murbei yaitu

Purwakarta, Tasikmalaya, Majalengka dan Sumedang. Sedangkan Kabupaten

Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung dan Garut merupakan kabupaten yang

melakukan usaha budidaya sutera alam secara keseluruhan yaitu memiliki luas

lahan tanaman murbei, mampu menyerap telur ulat, dapat memproduksi kokon

dan benang sutera.

Tabel 4 di bawah ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan

kabupaten yang produksi kokon terbesar kedua setelah Kabupaten Sukabumi,

maka Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang cukup berpotensi apabila

dilakukan produksi murbei kokon. Pada tahun 2012, Kabupatan Bogor memiliki

tanaman murbei seluas 22 hektar, namun penyerapan telur ulat yang cukup besar

yaitu sebanyak 24 box dan mampu menghasilkan kokon sebesar 852.4 kg yang

menghasilkan 76 kg benang sutera. Peneliti tertarik melakukan penelitan di

Kabupaten Bogor karena memungkinkan terjadi peningkatan produksi kokon

dengan didukung oleh iklim yang cocok yang mana suhu antara 180C sampai

400C, kelembaban yang sesuai yaitu pada ketinggian 40 sampai 800 di atas

permukaan laut, lahan tanaman murbei, penyerapan telur, kapasitas produksi

kokon dan produksi benang sutera. Berikut ini pada Tabel 4 menunjukkan data

perkembangan produksi kokon di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012.

0

200000

400000

600000

Jum

lah

Produksi kokon di Indonesia

Produksi kokon

Page 19: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

7

Tabel 4 Produksi budidaya sutera alam di Provinsi Jawa Barat tahun 2012

No Kabupaten Luas tanaman

murbei (ha)

Kapasitas

Penyerapan

telur (box)

Produksi

kokon (kg)

Produksi

benang (kg)

1 Bogor 22 24.00 712.00 76.20

2 Cianjur 137.10 21.00 632.00 70.22

3 Sukabumi 35 64.50 2.015.00 226.89

4 Bandung 59 17.00 521.00 58.25

5 Purwakarta 45 0.00 0.00 0.00

6 Garut 231 4.00 136.00 14.50

7 Tasikmalaya 35 0.00 0.00 0.00

8 Majalengka 45 0.00 0.00 0.00

9 Sumedang 10 0.00 0.00 0.00

Jumlah 619.10 130.50 4 016 446 06 Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor 2012

Jumlah impor kokon yang setiap tahun semakin meningkat, sehingga

membuat peternak sutera alam di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bogor

mengharuskan mengembangkan usaha produksi kokonnya. Peneliti tertarik

melakukan penelitan di Kabupten Bogor dengan topik penelitian kelayakan usaha

produksi kokon. Pengambilan tempat penelitian di Bogor karena berdasarkan

informasi yang didapat dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor,

menyatakan bahwa di Kabupaten Bogor yang masih bertahan memproduksi

kokon sejak tahun 2011 adalah Rumah Sutera yang dimiliki oleh Bapak Tatang,

sehingga peneliti mengambil tempat penelitian di Rumah Sutera.

Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, peneliti

tertarik mengambil judul penelitian mengenai analisis kelayakan usaha produksi

kokon, sebab pada Rumah Sutera belum pernah dilakukan analisis kelayakan

usaha khususnya produksi kokon. Memproduksi kokon sejak tahun 2011 yang

permintaan kokon pada Rumah Sutera setiap tahunnya terjadi peningkatan,

sedangkan produksi kokon belum mampu memenuhi permintaan, karena produksi

kokon sebagian besar setiap tahunnya digunakan sebagai kebutuhan sendiri untuk

dijadikan benang sutera.

Walaupun Rumah Sutera telah berjalan 13 tahun, namun belum pernah

dilakukan analisis kelayakan, maka pada penelitian ini dilakukan analisis

kelayakan agar dapat mengetahui apakah usaha produksi kokon pada Rumah

Sutera ini layak untuk dijalankan atau tidak layak. Oleh sebab itu, peneliti

menganalisis kelayakan usaha produksi kokon berdasarkan tanpa pengembangan

dan dengan pengembangan, kedua analisis ini dianalisis apabila Rumah Sutera

memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei berdasarkan aspek non

finansial, dan finansial. Penelitian analisis kelayakan usaha aspek non finansial

diantaranya adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan

aspek sosial dan lingkungan. Analisis finansial melalui kriteria finansial yaitu Net

Present Value (NPV), Net benefit Cost ratio (Net B/C), Internal Rate of Return

(IRR), Payback Periode (PP), dan analisis switching value.

Page 20: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

8

Rumusan Masalah

Produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digemari

masyarakat tidak hanya di dalam negeri saja tetapi juga di luar negeri, terlihat dari

produksi kokon nasional per tahun rata-rata sebesar 250 ton atau berkisar 31.25

ton benang sutera. Hal ini masih jauh dari kebutuhan atau permintaan kokon

nasional sebesar 700 ton per tahun untuk memenuhi kapasitas produksi industri

pemintalan benang sutera nasional sebesar 87.5 ton setiap tahunnya. Sebanyak 80

persen dari total produksi nasional tersebut berasal dari Sulawesi Selatan5. Untuk

memenuhi kebutuhan kokon nasional, Indonesia masih impor sebesar 450 ton

kokon per tahun dari China dan Thailand. Potensi ini cukup besar untuk

dikembangkan sebagai komoditas yang bernilai ekonomi, maka teknik budidaya

yang tepat agar dapat menghasilkan kokon yang berkualitas.

Usaha produksi kokon khususnya di Jawa Barat, selama ini banyak

mengalami fluktuasi produksi, hal ini menyebabkan terbatasnya bahan

baku/benang baik dari segi kualitas dan kuantitas. Kabupaten Pati merupakan

sentra produksi benang sutera di Jawa dan sentra produksi kain sutera di Jawa

Barat adalah Garut dan Tasikmalaya. Sejak tahun 2011 Provinsi Jawa Barat, bisa

dikatakan tidak terdapat sentra produksi benang sutera karena setiap peternak

yang memproduksi kokon tidak menjual ke peternak lain, namun diolah sendiri

untuk kebutuhan usaha sendiri dan juga rata-rata peternak yang memproduksi

kokon dan benang sutera dalam jumlah yang sama.

Pada awalnya Rumah Sutera memiliki Peternak kokon plasma, untuk

memenuhi kebutuhan kokonnya. Namun sejak tahun 2012, Rumah Sutera tidak

memiliki pasokan kokon lagi dari plasma, karena peternak plasma tersebut

berhenti melakukan kerjasama alasannya karena keuntungan yang diperoleh tidak

dapat langsung, artinya tingkat pengembalian modal diperoleh dalam waktu

jangka lama. Alasan lain juga karena keterbatasan lahan yang dimilikinya,

sehingga peternak tersebut beralih ke usaha yang lain seperti ke pedagang dan

tanaman hortikultura. Peternak berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera

membuat jumlah kokon yang diproduksi Rumah Sutera menjadi menurun.

Keterbatasan ini membuat menarik perhatian peneliti untuk menganalisis

kelayakan produksi kokon yang diukur berdasarkan analisis kelayakan non

finansial dan finansial dilakukan berdasarkan tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan produksi kokon. Rencana pengembangan produksi kokon

dilakukan ditempat usaha yang sama dengan tanpa pengebangan atau dapat

dikatakan dengan mengembangakan usaha produksi kokon yang sudah ada.

Analisis dengan pengembangan dilakukan karena ada permintaan sedangkan

penawaran belum mampu memenuhi permintaan.

5 Salman Binustech. 2011. Menhut kunjungi lumbung sutera di indonesia. Tersedia pada:

Http://lalulintasberita.blogspot.com/2011/02/menhut-kunjungi-lumbung-sutera-di.html.

(diunduh Mei 2013)

Page 21: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

9

Tabel 5 Produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2011-2013

Tahun Asal telur Jumlah telur

(box)

Jumlah kokon

(kg)

2011

Soppeng 14 420

Candiroto 1 6.6

Balai Persuteraa Alam (BPA) Bili-

bili 3.5 105

Balai Persuteraa Alam (BPA) Bogor 1 31.1

Total produksi 562.7

2012

Soppeng 24 792

Candiroto - -

BPA bili-bili 2 60

Total produksi 852.4

2013

Soppeng 17 535.3

Candiroto 9 837

Balai Persuteraa Alam (BPA) Bogor 2 62.9

Cina 1 61.8

Total produksi 1 200 Sumber: Rumah Sutera 2013

Rumah Sutera membeli telur ulat sutera alam dari Soppeng, Candiroto dan

Cina, dan Rumah Sutera memperoleh telur ulat secara gratis dari Balai

Persuteraan Alam (BPA) yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Kabupaten Bogor dan Bili-Bili. Telur dari Soppeng

dan Candiroto dibeli dengan harga Rp130 000 dan Cina Rp100 000, harga telur

Cina lebih murah dari pada domestik karena Cina ingin bersaing dengan pasar

Indonesia dibidang sutera alam. Pada tahun 2011, produksi sudah kembali baik

yang mana tahun 2009 hingga tahun 2010, ulat terkena virus febrin, namun tahun

2012 kondisi kembali membaik ditandai dengan produksi kokon meningkat

menjadi 852.4 kg karena virus febrin masih berdampak, sehingga kokon yang

diproduksi tidak maksimal. Rumah Sutera membeli telur ulat sutera dari

Candiroto dan Soppeng dengan tidak membedakan intensitas pembelian,

pembelian dilakukan secara bergantiaan.

Rumah Sutera membeli telur ulat sutera dari Cina karena memiliki

perbedaan kokon yang dihasilkan dari telur ulat sutera, kokon Indonesia

mempunyai panjang filamen berkisar 1000 meter sedangkan kokon asal Cina

hanya 500 meter. Kokon Indonesia lebih panjang tapi per 100 meter putus,

sedangkan kokon Cina dalam 500 meter tidak putus, dan kokon asal China lebih

mudah dipintal. Pada tahun 2012, peternak plasma berhenti bekerjasama dengan

Rumah Sutera, karena pendapatan yang diperoleh hanya sedikit karena telur yang

diproduksi terserang virus febrin, sehingga produksi kokon menjadi berkurang

menjadi 562.7 kg, akibatnya Rumah Sutera memproduksi kokon sendiri. Telur

ulat sutera yang dibeli Rumah Sutera dari semua pemasok bibit telur ulat memiliki

kualitas yang sama.

Produksi kokon berfluktuatif disebabkan karena telur ulat sutera yang

terserang virus febrin, iklim yang tidak menentu (musim kemarau dan hujan)

terjadi pada peralihan dari musim kemarau ke musim hujan menyebabkan

Page 22: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

10

munculnya hama dan penyakit yang menyerang ulat sutera dan daun murbei, dan

juga karena peternak plasma berhenti bekerjasama.

Tiga tahun terakhir ini, satu bulan dapat mempoduksi kokon biasanya

Rumah Sutera menghabiskan tiga sampai lima box, alasannya karena keterbatasan

pakan ulat (daun murbei) pada saat pertumbuhan ulat sangat dipengaruhi oleh

pakannya (daun murbei). Produksi kokon ditentukan dari ketersediaan daun

murbei, kemampuan rak pemeliharaan dan alat pengokonan yang tersedia

(serifrem), kokon yang dihasilkan juga bisa berubah karena pada saat

pemeliharaan ulat maupun kokon terserang hama dan penyakit. (Anonoim 1996)

menjelaskan bahwa keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh peternak ulat

sutera alam ketika memproduksi kokon seperti luas tanaman murbei, upah tenaga

kerja, teknologi yang digunakan peternak, penentuan jumlah bibit yang akan

dipelihara merupakan ukuran skala usaha usaha. Penentuan umur usaha

berdasarkan lamanya umur ekonomis peralatan serifrem yaitu selama 13 tahun

karena merupakan investasi yang paling berpengaruh atau terpenting.

Denir adalah sebutan untuk menjelaskan besar kecilnya filamen atau benang

yang digunakan dalam kain. Semakin tinggi denir berarti kain tersebut semakin

tebal. Serat-serat yang dipergunakan untuk membuat benang dibagi menjadi dua

yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas yang disebut stapel dan ada

yang mempunyai panjang tidak terbatas yang disebut filamen. Setiap satu box

berjumlah 25 000 butir telur dan sesuai standar kokon yang akan dihasilkan rata-

rata sebesar 30 kg/box dan apabila dipintal akan menghasilakan kurang lebih tigak

benang sutera. Rumah Sutera tidak memiliki pesaing usaha di Bogor, karena

Rumah Sutera merupakan Petani satu-satunya yang masih bertahan memproduksi

kokon di Kabupaten Bogor.

Untuk memperoleh hasil kokon yang diproduksi lebih optimal, maka dalam

kegiatan produksi kokon perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas bibit telur

ulat sutera, kualitas dan kuantitas daun murbei, ruang pemeliharaan ulat sutera

harus steril, dan perlakukan pemberian desinfeksi dan yang tepat agar kokon yang

dihasilkan lebih optimal dan dapat memenuhi permintaan kokon apabila hal ini

diperhatikan maka produksi kokon dapat optimal, sehingga dapat memenuhi

permintaan pasar Indonesia dan Provinsi Jawa Barat khususnya. Produksi kokon

merupakan salah satu komoditas yang menarik untuk diusahakan karena pasar

kokon masih sangat terbuka baik didalam maupun diluar negeri (ekspor) sehingga

dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat.

Usaha produksi kokon masih memiliki prospek yang cukup baik untuk

dikembangkan mengingat kebutuhan nasional akan kokon yang hingga saat ini

sebagian besar belum terpenuhi, serta peluang pasar di luar negeri yang sangat

besar, maka prospek produksi kokon di masa mendatang akan sangat cerah.

Apalagi dengan berkembangnya sektor agrowisata yang antara lain ditandai

dengan meningkatnya arus kunjungan wisatawan yang datang ke Rumah Sutera

yang memberikan dampak positif terhadap usaha produksi kokon. Dari uraian di

atas adanya potensi usaha produksi kokon maka peneliti membahas bagaimana

kelayakan usaha produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan

jika Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei. Analisis

aspek non finansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen

dan hukum, dan aspek sosial dan lingkungan. Aspek finansial dengan

menganalisis Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Rasio B/C, Internal Rate

Page 23: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

11

of Return (IRR), dan Payback Periode (PP) dan menganalisis switching value,

terlebih dahulu menganalisis manfaat dan biaya untuk perhitungan laba rugi dan

arus kas.

Analisis kelayakan finansial dianalisis dengan membandingkan tanpa

pengembangan produksi dan dengan pengembangan produksi kokon yang

dianalisis tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur usaha yaitu 13 tahun.

Analisis tanpa pengembangan produksi kokon dilakukan karena usaha produksi

kokon belum optimal, yang mana ulat sutera yang dipelihara Rumah Sutera

terserang virus febrin yang berasal dari Soppeng, iklim tidak menentu yang

menyebabkan daun murbei kualitas dan kuantitas berkurang, sehingga kuantitas

dan kontinuitasnya hanya bergantung pada daun murbei yang ada di Rumah

Sutera. Analisis rencana pengembangan usaha, karena produksi kokon pada

Rumah Sutera belum optimal, yang mana input (serifrem, rak pemeliharaan, dan

daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera belum optimal), oleh sebab itu

analisis ini dilakukan analisis pengembangan usaha produksi pemeliharaan ulat

sutera agar dapat meningkatkan produksi kokon. Pengembangan produksi kokon

dilakukan dengan menambah kapasitas produksi pemeliharaan telur ulat, membeli

daun murbei, membangun ruang ulat kecil, ruang ulat besar, menambah peralatan

serifrem (alat mengokon).

Daun murbei merupakan hal yang terpenting dan diperlukan ketika

memproduksi kokon, sehingga kebutuhan daun murbei harus terpenuhi. Karena

tanpa pengembangan produksi daun murbei terbatas, maka dengan pengembangan

diasumsikan Rumah Sutera membeli daun murbei untuk menjaga ketersediaan

dan kontinuitasnya. Kondisi seperti berat kokon yang dihasilkan berkurang dari

standar normalnya yang mana standar normal dalam satu box telur ulat

menghasilkan 30 kg kokon, perlu dilakukan analisis switching value mengenai

perubahan jumlah produksi kokon. Perubahan penurunan produksi kokon dapat

menyebabkan penurunan penerimaan yang diterima Rumah Sutera. Apabila bisnis

layak secara aspek finansial dan non finansial maka bisnis dapat dijalankan.

Sebaliknya, ketika bisnis dikatakan tidak layak secara non finansial maupun

finansial, maka perlu dilakukan evaluasi atau perbaikan pada kegiatan yang tidak

efisien. Berdasarkan gambaran permasalahan yang telah dijelaskan di atas dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana kelayakan usaha produksi kokon diukur dari aspek non

finansial pada Rumah Sutera?

2. Bagaimana kelayakan usaha produksi kokon diukur dari aspek finansial

tanpa pengembangan produksi kokon dan dengan pengembangan produksi

kokon pada Rumah Sutera?

3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha produksi kokon terhadap

perubahan jumlah produksi kokon dan kenaikan harga daun murbei yang

masih dapat ditoleransi oleh Rumah Sutera?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

penelitian ini ditujukan untuk:

1. Menganalisis kelayakan usaha produksi kokon berdasarkan aspek non

finansial pada Rumah Sutera.

Page 24: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

12

2. Menganalisis kelayakan aspek finansial produksi kokon pada kondisi

dengan pengembangan usaha dan tanpa pengembangan produksi kokon

pada Rumah Sutera.

3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha produksi kokon terhadap

perubahan jumlah produksi kokon dan kenaikkan harga daun murbei pada

Rumah Sutera.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan

kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti:

1. Bagi pengusaha diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai

masukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan

usaha produksi kokon terkait non finansial dan aspek finansial.

2. Untuk penelitian selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi atau sebagai bahan acuan dan bahan perbandingan mengenai

kelayakan usaha produksi kokon.

3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai media untuk menerapkan ilmu yang

diperoleh penulis berada dibangku perkuliahan dan dapat menjawab

keingintahuan dari penulis mengenai kelayakan usaha produksi kokon.

Ruang Lingkup Penelitian

Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor yang

merupakan usaha yang bergerak di bidang persutera alam yang melakukan

kegiatan agrowisata dan produksi. Produksi sutera alam terdiri dari produksi daun

murbei, produksi kokon, produksi benang sutera dan produksi kain sutera. Pada

penelitian ini ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada kelayakkan

pengembangan produksi kokon.

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelitian terdahulu yang penulis jadikan bahan acuan untuk

menulis skripsi ini,terkait dengan aspek non finansial, aspek finansial dan analisis

switching value. Usaha produksi kokon pada Rumah Sutera termasuk ke dalam

usaha menengah. Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk

menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 25.000 butir telur ulat, kokon

yang dihasilkan dalam satu box diharapkan adalah 30 sampai 35 kg. Penelitian

yang dilakukan oleh Widagdho (2008), Pradana (2009), Evin (2011), Nurlaela

(2006), dan Nasution (2011).

Topik penelitian ini mengenai kelayakan usaha produksi kokon, pada

penelitian ini peneliti menganalisis kelayakan aspek non finansial yaitu aspek

pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial dan lingkungan. Sedangkan aspek

kelayakan finansial mengenai analisis kriteria Net Present Value (NPV), Internal

Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period

Page 25: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

13

(PP),dan switching value. Persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu sama-

sama menganalisis komoditas peternakan, sehingga dapat manjadi bahan

perbandingan dengan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

terdahulu yaitu lokasi penelitian pada saat mengambil studi kasus di Kabupaten

Bogor dan komoditinya yaitu produksi kokon.

Aspek Non Finansial

Aspek non finansial terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek

pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial, budaya dan

lingkungan. Penelitan yang dilakukan oleh Arief (2009) menunjukkan bahwa

aspek pasar dikatakan layak karena potensi pasar dan pangsa pasar dinilai

memadai untuk pemasaran produk. Sama halnya berdasarkan penelitian Nandana

Widagdho (2008) aspek pasar ditunjukan dari produk yang dihasilkan pada usaha

budidaya anakan kelinci, budidaya kelinci pedaging sesuai dengan permintaan

pasar dan harga yang ditawarkan merupakan harga yang terjangkau oleh

konsumen. Pradana (2009) apabila diukur dari aspek pasar, peluang pasar masih

terbuka karena permintaan yang tinggi

Aspek teknis dapat dikatakan layak apabila lokasi usaha, peralatan dan

penentuan layout suatu usaha harus efektif dan efisien. Arief (2009) apabila

dianalisis dari segi aspek teknis, perusahaan tersebut memilih lokasi yang tepat

serta memiliki sarana dan prasarana pendukung. Sama halnya hasil penelitian dari

Pradana (2009) bahwa aspek teknis kegiatan budidaya ulat sutera menggunakan

teknologi dan peralatan relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada

umumnya. Aspek manajemen dikatakan layak apabila, manajemen usaha yang

dilakukan sesuai dengan kriteria manajemen yaitu stuktur organisasi dan adanya

pembagian pekerjaan yang jelas. Penelitian Pradana (2009) menyimpulkan bahwa

aspek manajemen budidaya ulat sutera dapat dilakukan secara perseorangan dan

tidak memerlukan organisasi yang kompleks. Sedangkan Saputera (2011)

menyatakan aspek manajemen pada usaha peternakan ayam broiler tersebut

menerapkan struktur organisasi sederhana namun dapat membuat kegiatan

pembesaran ayam broiler mampu berjalan lancar.

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Widagdho (2008) bahwa analisis aspek

manajemen ditunjukkan dengan adanya struktur organisasi dan pembagian

pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,

persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang

unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Aspek

sosial dan lingkungan dapat dijalankan apabila suatu usaha membangun usaha

harus memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lingkungannya, seperti

halnya penelitian oleh Pradana (2009) yang mengusahakan budidaya ulat sutera

bahwa mampu menyerap tenaga kerja, memanfaatkan lahan tidur, dan ramah

terhadap lingkungan. Sedangkan penelitian oleh Saputera (2011), aspek sosial dan

lingkungan memperlihatkan dengan kepedulian dan rasa tanggung jawab sosial

peternakan terhadap lingkungan sekitar lokasi kandang.

Page 26: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

14

Aspek Finansial

Suatu usaha dapat dikatakan layak dari aspek finansial apabila memenuhi

kriteria finansial seperti nilai NPV lebih besar dari nol, IRR lebih besar dari df,

Net B/C yang lebih besar dari 1, payback period kurang dari umur investasi dan

analisis switching value tidak melebihi persentase batas toleransi. Arief (2009)

menggunakan kritera-kriteria penelitian investasi yaitu NPV, IRR, net B/C dan

Payback Period, yang mana analisis yang dilakukan menggunakan arus kas (cash

flow). Analisis finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi menunjukkan

bahwa layak untuk dijalankan. Karena nilai NPV lebih dari nol, nilai net B/C

lebih dari satu dari tinggkat diskonto yang digunakan dan payback period berada

sebelum masa proyek berakhir. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh

Nandana Duta Widagdho, analisis kelayakan finansial pada usaha peternakan

kelinci untuk ketiga pola usaha layak dilaksanakan.

Menurut penelitian Nasution, hasil kelayakan finansial usaha sapi terhadap

aspek finansial yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Inernal Rate Return net B/C

(Net benefit Cost Ratio), PP (Payback Period) dan analisis Sensitivitas (Switching

value) menunjukkan layak. Hasil analisis Pradana (2009) berdasarkan kelayakan

finansial untuk perhitungan NPV, IRR, net B/C, payback periode dan analisis

switching value yang mana dibagi menjadi 3 skenario. Produksi kokon

berdasarkan kodisi usaha saat ini (skenario I), yang mana kondisi belum optimal

dengan lahan 2 ha, skenario II yaitu kondisi sudah optimal dengan luas lahan 2 ha,

dan skenario III dengan meningkatkan luas laha mnejadi 6 ha. Analisis skenario I,

menghasilkan nilai (NPV<0), dan net B/C yang dihasilkan (net B/C<1).

Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan

menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena

mengalami rugi, sehingga usaha pada kondisi saat ini tidak layak untuk

dijalankan. Skenario II, kondisi sudah optimal, memperoleh nilai NPV (NPV>0),

net B/C (netB/C>1), dan IRR sebesar 29 persen. Berdasarkan kriteria payback

period, investasi yang akan kembali dalam 5.12. Berdasarkan hasil analisis

finansial usaha dengan pengembangan produksi kokon layak untuk dijalankan.

Sedangkan skenario III, (NPV>0), net B/C (net B/C>1), dan IRR > df, dan

Investasi yang dikeluarkan kurang dari umur usaha. Berdasarkan hasil analisis

switching value, usaha dengan pengembangan produksi kokon memiliki tingkat

kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas

perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha tanpa pengembangan

produksi kokon.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial yang dilakukan oleh

Nurlaela (2006) padaunit usaha pemintalan dan pertenunan di KOPPUS

Sabilulungan III layak untuk diusahakan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang

positif, net B/C lebih dari satu dan IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga

yang berlaku dan juga pengembalian investasi yang kecil dari umur proyek.

Namun hasil perhitungan analisis ekonomi menunjukkan bahwa unit usaha

pemintalan dan pertenunan tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut

terlihat dari nilai NPV yang negatif, nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat

diskonto, nilai net B/C lebih kecil dari nol dan payback period yang lebih

besardari umur proyek.

Page 27: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

15

Ketidaklayakan pada analisis ekonomi disebabkan oleh harga bayangan

output yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan harga finasial, karena untuk

produk benang dan kain sutera impor tidak adanya pajak bea masuk sehingga

harga produk sutera impor lebih murah. Hasil analisis sensitivitas secara

menunjukkan bahwa pada unit usaha pemintalan dan pertenunan tersebut tidak

peka terhadap kenaikan harga input. Berdasarkan hasil analisis switching value

menunjukkan bahwa perubahan yang dapat diterima pada unit pemintalan dan

pertenunan yaitu apabila terjadi kenaikan upah tenaga kerja, penurunan harga jual

benang sutera, penurunan produksi benang sutera. Sama halnya penelitian yang

dilakukan oleh Penelitian Saputera (2011) mengenai analisis kelayakan investasi

peternakan ayam broiler sesuai dengan kiteria yang digunakan dalam menilai

kelayakan suatu proyek adalah Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio

(Net B/C), Payback Period (PP), dan Internal Rate of Return (IRR), nilai dari

masing-masing kriteria tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan

sehingga peternakan layak dilanjutkan.

Artikel budidaya ulat sutera dan produksi kokon, luas lahan kebun tanaman

murbei unit terkecil 1 000 m2 ditambah 100 m2 untuk bangunan (60 m2)

pemeliharaan ulat total biaya produksi Rp8 587 500 terdiri dari modal sendiri

dalam bentuk penyediaan lahan 1100 m2 seharga Rp1 100 000 dan dari kredit

sebesar Rp7 487 000 terdiri dari kredit investasi Rp6 797 500 dan modal kerja

Rp689 500. Skim kredit yang dapat dimanfaatkan adalah kredit program (KKPA,

KPKM dll.) tingkat bunga 16 persen atau kredit usaha kecil (KUK) dengan

tingkat bunga 24 persen per tahun. Hasil penelitian Pipit (2008), berdasarkan

produksi kokon sebesar 60 kg/bulan, harga rata-rata Rp 20.000/kg kokon,

sehingga pendapatan peternak sebesar Rp1 200 000/bulan atau Rp9 600 000/tahun

(8 bulan produksi dalam setahun), sedangkan untuk tahun pertama produksi

kokon 50 persen. Pada tingkat bunga 16 persen, menghasilkan NPV pada discoun

factor 16 persen, sebesar Rp4 264 910, Net B/C ratio sebesar 1.5, IRR 33.22

persen, Payback period yaitu selama 3 tahun 2 bulan.

Analisa sensitivitas, apabila harga kokon turun 10 persen sebagai, maka

Nilai NPV pada discoun factor 16 persen sebesar Rp1 535 382, IRR 22.54 persen,

Net B/C ratio sebesar 1.18, dan Payback period selama 4 tahun. Usaha inl layak

dan menguntungkan petani. Apabila dianalisis pada tingkat bunga 24 persen nilai

NPV sebesar Rp1 953 892, B/C 1.23, IRR sebesar 33.22 persen, dan payback

period sebesar 3.72 tahun. Analisis sensitivitas, apabila harga kokon turun 10

persen, NPV pada df 24 persen Rp-294 580, net B/C sebesar 0.97, IRR sebesar

22,54 persen, dan Payback Period selama 4,75 tahun. Dengan penurunan harga

kokon sebesar 10 persen menjadikan usaha tidak layak dan tidak menguntungkan

petani, namun usaha masih layak dan menguntungkan petani dengan penurunan

harga kokon hingga 8 persen6.

Kadir (2008) Budidaya ulat sangat menguntungkan dan berprospek cukup

baik mengingat kebutuhan akan benang sutra yang semakin meningkat. Untuk

membudidayakannya juga tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, hanya

berkisar Rp1 000 000 sampai Rp2 000 000/box. Sementara penghasilan yang

diperoleh rata-rata Rp7 000 000/tahun dengan pendapatan bersih rata-rata Rp300

000/box. Produksi kokon dalam setiap box dan satu kali periode pemeliharaan

6 Pipit Robi. Budidaya Ulat Sutera Dan Produksi Kokon. Tersedia:

http://forda.epatrass.co.id/index.php/dashboard/detail_peneliti/285

Page 28: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

16

berkisar antara 30.5 kg/box sampai 40 kg/box dengan rata-rata produksi kokon

sebesar 36.25 kg/box. Apabila harga kokon di tingkat peternak sebesar Rp20

000/kg, maka rata-rata pendapatan kotor yang akan diterima oleh sebesar Rp725

000/box dalam satu kali periode pemeliharaan ulat sutera. Apabila dalam setahun

peternak sutera dapat melakukan kegiatan pemeliharaan ulat sutera sebanyak 10

kali, maka rata-rata total pendapatan kotor yang diperoleh oleh petani sutera

adalah Rp7 250 000/tahun7.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiraan Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini menjelaskan teori-teori

yang relevan terkait dengan permasalahan penelitian.

Agribisnis Ulat Sutera

Agribisnis merupakan seluruh kegiatan usaha yang berkaitan (menunjang

dan atau ditunjang) dengan sektor pertanian dalam arti luas baik pertanian,

peternakan, perikanan, dan kehutanan (Saragih 2010). Agribisnis merupakan

suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri

dari empat sub sistem yang terkait satu sama lain, ke empat sub sistem tersebut

adalah sub sistem agribisnis hulu, subssistem agribisnis usahatani, sub sistem

agribisnis hilir, dan sub sistem jasa penunjang (supporting institution).

Menempatkan sistem agribisnis sebagai ilmu baru dalam usaha produksi kokon,

maka usaha produksi kokon memiliki subssistem agribisnis yang lengkap mulai

dari pengadaan sarana produksi, budidaya, industri pengolahan, pemasaran dan

kelembagaan pendukung. Salah satu produksi sutera alam adalah produksi kokon,

produksi kokon mempunyai rangkaian kegiatan yang cukup panjang mulai dari

penetasan telur ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera kecil dan besar, dan

pengokonan. Hasil akhir pemeliharaan ulat sutera yaitu kokon, hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam proses pengolahan kokon adalah8.

1. Reelability (daya pintal kokon)

Daya pintal kokon diperhitungkan lewat besar, persentase putusnya

sewaktu kokon dipintal. Hasil uji reelability besar sekali pengaruhnya

terhadap harga jual kokon sebagai bahan baku benang sutera dan yang

7Anonim.2011.Peluang Infestasi Sutera Alam. Tersedia pada:

www.warintek.ristek.go.id/peluang/investasi/ sutera/alam. (Diakses Frbruari

2014)

8 Membaca, Berpikir dan Bekerja. Budidaya Ulat Sutera. 2013. Tersedia pada: http://ulat-

sutera.blogspot.com/2013/04/beberapa-hal-yang-perlu-diketahui.html. (diunduh Februari 2014)

Page 29: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

17

mempengaruhi reelability adalah jenis bibit, suhu dan terutama

kelembapan udara saat pengokonan.

2. Warna kokon

Rata-rata warna kokon adalah putih namun, ada juga kokon yang

dihasilkan dengan warna lain. Misalnya, warna kuning, kuning emas, hijau

bambu, hijau dan kemerahan. Selain kokon yang berwarna hijau, warna itu

terjadi karena pengaruh sericine. Dengan proses pemutihan (degumming)

warna itu bisa hilang dan benang sutera yang dihasilkan akan berwarna

putih.

3. Bentuk dan ukuran kokon

Ada beberapa macam bentuk kokon, yaitu elips, bulat, berlekuk dan bulat

panjang. Bentuk yang berbeda ini karena jenis dan sifat ulat yang

dipelihara juga berbeda. Sedangkan besar kecilnya kokon dipengaruhi

banyak hal seperti jenis ulat, kondisi suhu dan kelembapan, serta jumlah

dan kualitas murbei yang diberikan.

4. Ketegangan kokon

Ketegangan kokon adalah keras atau lembek kulit kokon bila ditekan,

kokon yang baik tentu saja yang keras. Kokon yang lembek tidak bagus

apabila dipintal menjadi benang. Ketegangan kokon dipengaruhi oleh jenis

bibit, kondisi pemeliharaan dan pengokonan.

5. Kerutan kokon

Pada kulit luar kokon ada kerutan, yang mana di bagian luar kerutannya

kasar, tetapi makin ke dalam makin kecil. Hal yang menyebabkannya

adalah jenis bibit dan kondisi pengokonan. Kerutan yang kasar terjadi

apabila kondisi pengokonan kering. Namun, jika kondisi basah dan suhu

rendah, kerutan yang terjadi lebih rapat dan kecil. Kokon dengan kerut-

kerut yang terlalu kasar kurang baik saat dipintal.

6. Berat okon

Pengertian berat kokon adalah berat kokon keseluruhan termasuk berat

kulit kokon ditambah pupa di dalamnya. Jenis ulat, jenis kelamin dan cara

pemeliharaan akan mempengaruhi hal ini.

7. Berat kulit kokon

Dalam hal ini yang dimaksud hanyalah kulit kokonnya saja, makin berat

kulit kokon makin banyak benang yang bisa dihasilkan. Jenis bibit dan

jenis kelamin serta cara pemeliharaan berperan terhadap keadaan ini.

Konsep Kelayakan Usaha

Pengertian studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang dapat tidaknya

suatu proyek (investasi) dilaksanakan dengan berhasil, berdasarkan kriteria

tertentu. Pengertian proyek adalah pendirian usaha baru atau pengenalan sesuatu

(produk) yang baru ke dalam product mix yang sudah ada selama ini. Pengertian

proyek investasi yaitu suatu rencana menginvestasikan sumber daya yang bisa

dinilai secara independen. Studi kelayakan bisnis merupakan penelaah atau

analisis tentang apakah suatu kegiatan memberikan manfaat atau hasil bila

dirasakan, atau dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau suatu bisnis

layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2010) .

Sedangan menurut (Suratman 2002), studi kelayakan proyek merupakan

suatu studi untuk menilai proyek yang dikerjaan di masa mendatang, penilaiannya

Page 30: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

18

adalah memberikan rekomendasi apakah sebaiknya proyek yang bersangkutan

layak dikerjakan atau sebaiknya ditunda dulu. Hal ini karena di masa mendatang

penuh ketidakpastian, maka studi yang dilakukan tentunya meliputi berbagai

aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan untuk memutuskannya.

Menurut (Nurmalina et al. 2010) ada beberapa cara dalam menentukan umur

bisnis, diantaranya:

1. Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu

(periode) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari asset terbesar

yang ada di bisnis. Pada saat tahun selama pemakaian aset tersebut dapat

meminimumkan biaya tahunan (masih menguntungkan jika dipakai).

2. Untuk bisnis bergerak (diberbagai bidang) lebih mudah menggunakan

umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih

panjang dari umur ekonomis, tapi hal ini tidak berlaku apabila adanya

keusangan teknologi (absolence) dengan ditemukannya teknologi baru.

3. Untuk bisnis yang berumur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun, dapat

menggunakan umur bisnis yakni 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah 25

tahun jika di discount rate dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10

persen maka present value-nya akan kecil sekali karena nilai discount

factor-nya kecil atau mendekati nol.

Pelaksanaan analisis kelayakan usaha berdasarkan aspek-aspek yang perlu

diperhatikan menurut (Nurmalina et al. 2010), aspek tersebut yaitu aspek non

finansial dan finansial. Aspek non finansial terkait dengan aspek pasar, teknis,

manajemen dan hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan, setiap aspek ini

memiliki keterkaitan satu dengan lain. Untuk dapat menjawab aspek non finansial

berdasarkan kriteria perhitungan sebelumnya menganalisis manfaat dan biaya,

sehingga dapat dilakukan analisis Net Present Value (NPV), Net benefit Cost

Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Payback Periode (PP) dan

switching value.

Aspek Non Finansial

1. Aspek Pasar

Aspek pasar dilakukan dengan tujuan menciptakan pasar

potensialnya yang suatu usaha dapat menjadikan pemimpin atas produk

yang dipasarkan. Analisis kelayakan suatu usaha dilakukan untuk

mengetahui apakah usaha tersebut berhasil dijalankan, tingkat

keberhasilan tersebut diukur dari manfaat ekonomis investasi, bermanfaat

bagi masyarakat sekitar yang berupa penyerapan tenaga kerja, dan

pemanfaatan sumber daya. Aspek pasar ini perlu dianalisis untuk dapat

mengetahui permintaan terhadap produk saat ini dan yang di masa akan

datang, tanpa aspek pasar suatu usaha akan terancam tidak dapat

dijalankan, dikarenakan kelebihan maupun kekurangan permintaan suatu

produk.

Kelebihan maupun kekurangan permintaan membuat usaha akan

berjalan tidak efisien. Penjelasan mengenai aspek pasar mempelajari

tentang pemintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan

penjualan yang biasa dicapai perusahaan. Bauran pemasaran adalah alat

pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan

Page 31: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

19

pemasarannya dalam pasar (Kotler 1997), bauran pemasaran ditentukan

menjadi empat unsur yang dikenal yaitu produk, harga, tempat dan

promosi.

2. Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang menjelaskan mengenai

proses pembangunan usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah

usaha tersebut dilakukan. Hal-hal penting yang menjadi dasar dari

penjelasan aspek teknis ini adalah lokasi suatu usaha, baik lokasi pabrik

maupun bukan lokasi pabrik. Besar skala operasi atau luas produksi yang

ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis, dan layout

bangunan produksi dan fasilitas lainnya.

Menurut (Soeharto 1998) pengkajian aspek teknis mencakup hal-

hal yaitu, menentukan letak geografis lokasi, mencari dan memilih

teknologi prosees produksi, menentukan kapasitas produksi, denah atau

tata letak instalasi (usaha) dan bangunan. Pengkajian aspek teknis ini

dapat memberikan keberhasilan untuk berkelanjutan usaha atau proyek

yaitu merupakan komitmen jangka panjang, berpengaruh besar terhadap

biaya pembangunan usaha dan mempunyai dampak terhadap biaya

operasi atau produksi.

3. Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen mempelajari mengenai manajemen dalam masa

pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi, manajemen ini

dilakukan untuk mengelola uang, tanah, mesin, bahan baku, dan tenaga

kerja sehingga dapat mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh

berbagai pihak ketika kegiatan bisnis ini berjalan. Aspek hukum

mempelajari mengenai bentuk badan usaha yang akan digunakan terkait

dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya, dan memperlajari jaminan-

jaminan yang disediakan apabila menggunakan sumber dana yang berupa

pinjaman, sertifikat dan perizinan dan dapat mempermudah dan

mempelancar kegiatan bisnis ketika menjalin kerjasama dengan pihak

lain.

4. Aspek Sosial dan Lingkungan

Aspek sosial ini mempelajari mengenai penambahan kesempatan

kerja atau pengurangan pengangguran, pemerataan kesempatan kerja

mengenai pengaruh bisnis terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis

tersebut. Seperti semakin ramainya daerah, lalu lintas semakin lancar,

adanya penerangan listrik, telepon dan sarana lainnya. Suatu bisnis tidak

akan ditolak oleh masyarakat sekitar apabila secara sosial dapat

memberikan kesejahteraan.

Aspek lingkungan mempelajari tentang pengaruh bisnis terhadap

lingkungan yang perlu diperhatikan dari suatu bisnis apakah memberi

dampak baik atau semakin buruk. Apabila menganalisis kelayakan suatu

bisnis atau usaha, aspek lingkungan perlu diperhatikan dengan

mempertimbangkan masalah dampak lingkungannya, sebagai contoh

dampak terhadap limbah yang dapat mengganggu masyarakat sekitar

terhadap limbah produksi kokon yaitu air, terdapat saluran pembuangan

limbah air bekas pencucian peralatan. Dalam melakukan analisis

Page 32: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

20

kelayakan, perlu dimasukkan biaya yang dikeluarkan perusahaan

mengenai limbah produksi tersebut.

Aspek Finansial

Kriteria finansial terdiri dari nilai bersih kini Net Present Value (NPV),

rasio manfaat biaya Net benefit Cost Rasio (Net B/C), tingkat pengembalian

internal yang disebut dengan Internal Rate of Return (IRR), dan jangka waktu

pengembalian modal investasi atau Payback Period (PP), pada saat seluruh

manfaat dan biaya untuk setiap tahun didiskonto dengan Discout Factor (DF).

Discount factor kaitannya dengan preferensi waktu atas uang, sejumlah uang

sekarang lebih disukai dari pada sejumlah uang yang sama pada tahun mendatang

(Nurmalina et al. 2010).

1. Teori Biaya dan Manfaat

Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan

manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan (Gittinger J

2008). Biaya adalah pengeluaran atau pengorbanan perusahaan yang

menimbulkan pengurangan manfaat yang diterima. Biaya-biaya yang

digunakan dalam analisis usaha agribisnis adalah biaya-biaya langsung

seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah

biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan

biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan

kebutuhan pada saat proyek berjalan.

Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel,

komponen biaya pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga

kerja, tanah, biaya tak terduga, dan sunk cost (Nurmalina et al. 2010).

Teori manfaat terbagi menjadi tiga yaitu tangible benefit, indirect or

secondary benefit dan intangible benefit. Analisis teori biaya dan manfaat

dilakukan untuk dapat menganalisis arus kas suatu perusahaan yang

terdapat dua macam laporan, yaitu laporan laba rugi dan laporan aliran

kas.

2. Laba Rugi

Menurut (Gittinger J 2008), laba rugi adalah laporan keuangan

yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama

periode akuntansi. Analisis laba digunakan untuk mengetahui besarnya

perubahan laba apabila faktor-faktor seperti biaya produksi, volume, dan

harga penjualan berubah. Biaya tetap adalah total biaya yang besarnya

tetap, artinya tidak bergantung pada volume produksi, sedangkan biaya

variabel berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel mempunyai

hubungan erat dengan tingkat produksi artinya jika biaya produksi naik

maka variabel juga naik. Tidak semua biaya modal habis digunakan

selama periode proyek sehingga tersisa suatu nilai yang disebut nilai sisa

yang dimasukkan dalam manfaat yang diterima pada akhir umur usaha.

3. Aliran Kas

Aliran kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu

periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas

tersebut dengan menunjukkan alasan mengenai perubahan kas tersebut

dari mana sumber-sumber kas dan pengguna-penggunanya. Laporan

aliran kas menurut (Soeharto 1998) yaitu memberikan gambaran

Page 33: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

21

mengenai jumlah dana yang tersedia setiap saat yang dapat digunakan

untuk berbagai kebutuhan opersional perusahaan, termaksud investasi

juga memuat jumlah pemasukan dan pengeluaran yang disusun dengan

menelusuri dan mengaji laporan laba rugi. Kriteria yang perlu dimiliki

ketika menjalankan usaha yaitu dana tersebut harus diketahui dari mana

diperoleh dan dalam jumlah berapa pinjamannya, persyaratan pinjaman,

banyak investor yang menanamkan dananya dalam kegiatan bisnis, dan

kemampuan bisnis di masa depan memenuhi kriteria ini. Studi kelayakan

usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha

berdasarkan kriteria investasi.

4. Net Present Value (NPV)

Untuk mengetahui apakah suatu usaha investasi layak dilaksanakan

atau tidak dilakukan dengan cara mengurangkan antara present value

(nilai saat ini) dan aliran kas bersih operasional atas usaha investasi

selama umur ekonomis termasuk cash flow dengan initial cash flow. Jika

NPV positif maka usulan usaha investasi dinyatakan layak, namun jika

NPV negatif dinyatakan tidak layak untuk dijalankan (Suratman 2002).

Suatu usaha atau investasi dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar

dar nol (NPV > 0)

5. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat pengembalian internal atau tingkat

pengembalian yang menghasilkan NPV arus kas masuk sama dengan

NPV arus kas keluar (Soeharto 2002). Usaha dikatakan layak apabila

nilai IRR lebih besar dari discount rate (IRR<DR).

6. Net benefit Cost Rasio (Net B/C)

Net B/Cadaah perbandingan jumlah nilai sekarang (net presen

value) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun pada saat keuntungan

bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif

(Nurmalina et al. 2010). Suatu usaha atau investasi dapat dikatakan layak

apabila net B/C lebih besar dari satu (Net B/C>1).

5. Payback periode (PP)

Analisis payback periode dilakukan untuk menentukan layak atau

tidaknya usulan usaha investasi dihitung dengan cara membandingkan

antara waktu pengembalian total dana untuk investasi dengan umur

ekonomi usaha tersebut (Suratman 2002). Untuk menilai suatu usaha

layak diterima atau tidak yaitu dari hasil perhitungannya harus lebih kecil

dari pada umur investasi.

Analisisi Switching Value (Analisis Nilai Pengganti)

Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan

maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output dan

penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga

input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih

tetap layak. Perubahan tersebut jangan melebihi nilai (NPV<0), jika melebihi

maka bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan (Gittinger 1986, dalam

Nurmalina et al. 2010).

Page 34: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

22

Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha produksi kokon sangat berpotensi untuk dikembangkan, kerena

terlihat dari peningkatan permintaan kokon setiap tahunnya mengharuskan jumlah

produksi kokon harus ditingkatkan juga agar dapat memenuhi kebutuhan nasional

maupun Jawa Barat yang belum tercukupi. Rumah Sutera merupakan usaha

kegiatan peternakan yang bergerak di bidang produksi kokon, produksi daun

murbei, pemintalan benang, penenunan kain sutera dan agrowisata, namun karena

keterbatasan peneliti maka pada penelitian ini yang akan dianalisis yaitu

memproduksi kokon. Produksi kokon pada Rumah Sutera belum optimal,

sehingga belum mampu memenuhi permintaan khususnya di Jawa Barat padahal

potensi yang belum termanfaatkan karana adanya kendala pada saat

pengembangan yang harus diuji kelayakan usahanya. Penelitian ini menganalisis

aspek kelayakan yaitu aspek non finansial dan finansial dan analisis switching

value dengan kondisi tanpa pengembangan dan dengan pengembangan. Aspek-

aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan non finansial adalah aspek

pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingungan.

Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan

investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat kelayakan usaha

produksi kokon. Analisis aspek finansial dilakukan melalui analisis berdasarkan

tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon yaitu rencana

pengembangan usaha produksi kokon, yang dibagi menjadi dua kondisi yaitu

kondisi apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun

murbei. Analisis finansial menggunakan metode NPV, IRR, Net B/C, Payback

periode, dan analisis switching value. Apabila menghadapi penurunan ouput yaitu

produksi kokon dan peningkatan harga input yaitu kenaikan harga daun murbei,

maka diperlukan kewaspadaan terhadap usaha tersebut dengan menganalisis

melalui analisis pengganti (switching value analysis).

Pada analisis ini akan diketahui berapa besarnya batas perubahan tersebut

sehingga membuat usaha tersebut tidak layak. Apabila hasil analisis baik secara

kriteria non finansial maupun finansial menunjukkan layak, maka usaha produksi

kokon tersebut layak untuk dapat dijalankan, sehingga maka hasil penelitian ini

akan direkomendasikan kepada pemilik Rumah Sutera yaitu Bapak Tatang agar

mengembangkan usahanya. Sedangkan apabila terdapat salah satu aspek

menunjukkan tidak layak, sebaiknya Rumah Sutera mengevaluasi dan

memperbaikinya aspek yang tidak layak tersebut agar usaha produksi kokon

secara keseluruhan dari aspek non finansial maupun finansial layak untuk

dijalankan. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka pemikiran operasional dapat

diukur pada Gambar 2.

Page 35: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

23

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan

Potensi permintaan kokon semakin meningkat

Produksi kokon nasional maupun Jawa Barat yang belum tercukupi

Usaha produksi kokon pada Rumah Sutera

Potensi yang belum termanfaatkan

Adanya rencana pengembangan yang harus diuji kelayakan usaha

Rumah sutera

Analisis kelayakan usaha produksi kokon

Aspek kelayakan finansial

NPV (Net Present Value)

IRR (Internal Rate of Return)

Net B/C (Net Benefit-Cost Ratio)

PP (Payback Period)

Aspek kelayakan non finansial

Aspek pasar

Aspek teknis

Aspek Manajemen dan hukum

Aspek sosial dan lingkungan

Layak Tidak layak

Usaha dijalankan Evaluasi

Analisis switching value

Analisis Rencana

Pengembangan Usaha produksi kokon

Page 36: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

24

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Rumah Sutera yang terletak di Kecamatan

Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian pada Rumah Sutera

dilakukan secara purposive sampling dan dilakukan dengan sengaja dan

merupakan satu-satunya usaha yang masih bertahan memproduksi kokon, karena

Rumah Sutera merupakan usaha produksi ulat sutera yang skala produksi

terlengkap di Asia yaitu dari hulu hingga hilir. Penelitian ini berlangsung pada

bulan Maret 2013, pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai

dengan bulan September tahun 2013 dan responden yang di tuju yaitu pemilik dan

setiap kepala bagian aktivitas yang mengetahui secara lengkap kondisi yang

terjadi pada kegiatan produksi kokon.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian

dengan cara pengamatan langsung di lokasi usaha dan wawancara langsung

dengan pemilik dan tenaga kerja terkait tentang kegiatan usaha produksi kokon.

Wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang berisi daftar

pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data yang

sudah tertulis atau sudah ada sebelumnya yang merupakan literatur yang relevan

dengan topik penelitian, tujuannya adalah untuk mendukung peneliti dalam

melakukan penelitian agar lebih jelas dan spesifik.

Tabel 6 Jenis dan sumber data

Jenis Data Aspek Kajian Sumber Data

Primer

Aspek Pasar Rumah Sutera

Aspek Teknis Rumah Sutera

Aspek Manajemen dan Hukum Rumah Sutera

Aspek Sosial dan Lingkungan Masyarakat sekitar lokasi

Rumah Sutera

Aspek Finansial Rumah Sutera

Sekunder

Aspek Pasar

Buku studi kelayakan bisnis

Dapertemen Perindustrian

Balai Penelitian dan Pengembanga

Kehutanan

Aspek Teknis Buku studi kelayakan bisnis

Aspek Manajemen dan Hukum

Buku studi kelayakan bisnis

Peraturan tentang Undang-Undang

pendirian usaha

Aspek Sosial dan Lingkungan Buku studi kelayakan bisnis

Aspek Finansial Buku studi kelayakan bisnis

Sumber: Rumah Sutera 2013

Page 37: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

25

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan melakukan wawancara, observasi dan diskusi. Metode wawancara

dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk tanya jawab

langsung dengan pihak Rumah Sutera dan narasumber seperti kepada pihak Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Teknik observasi dilakukan dengan

melakukan pengamatan langsung di lokasi produksi kokon untuk memperoleh

informasi dan data sebagai pelengkap dari hasil wawancara yang telah dilakukan.

Metode diskusi dilakukan dengan membahas hasil dari wawancara dan observasi,

data diperoleh selanjutnya dilakukan pencatatan terkait data produksi, penerimaan

dari penjualan, pengeluaran biaya-biaya untuk mendukung proses produksi

maupun data yang mendukung yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu kelayakan

usaha produksi kokon. Sedangkan untuk data sekunder, metode pengumpulan data

dilakukan dengan cara studi literatur dan memperoleh data dari internet.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara

kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif pada analisis kelayakan

usaha dianalisis untuk mengkaji gambaran mengenai aspek non finansial yaitu

aspek pasar, teknis, dan manajemen dan hukum, dan sosial dan lingkungan dalam

analisis kelayakan usaha produksi kokon. Sedangkan, analisis kuantitatif

dilakukan dengan menganalisis aspek finansial kelayakan usaha produksi kokon

dengan cara mengolah data-data yang berdasarkan kriteria kelayakan usaha, yaitu

analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value/NPV), tingkat pengembalian

investasi (Internal Rate of Return/IRR), rasio manfaat dan biaya bersih (Net B/C),

Payback Period/PP), dan analisis switching value melakkan perhitungan kepekaan

produksi kokon dengan adanya penurunan produksi kokon dan kenaikan harga

daun murbei. Metode pengolahan data perhitungan kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan kalkulator dan microsoft excel 2007.

Tabel 7 Metode pengolahan dan analisis data

Metode pengolahan Aspek kajian

Kualitatif

Aspek pasar

Aspek teknis

Aspek manajemen dan hukum

Aspek sosial dan lingkungan

Kuantitatif

Analisis Net Present Value/NPV, Internal Rate of

Return/IRR, Net B/C, Payback Period, dan switching

value Sumber: Rumah Sutera 2013

Metode Analisis Aspek Non Finansial

Dalam melakukan analisis kelayakan bisnis, ada beberapa aspek yang perlu

dilakukan, aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.

Artinya berkaitan yaitu jika salah satu aspek tidak dipenuhi, maka perlu dilakukan

Page 38: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

26

perbaikan atau penambahan yang diperlukan agar usaha layak. Secara umum,

aspek-aspek pada aspek non finansial yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah

aspek hukum, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek dampak

lingkungan (Kasmir dan Jakfar 2010).

Aspek Pasar

Menurut (Nurmalina et al. 2010) aspek pasar diharapkan dapat beroperasi

secara sehat bilamana produk yang dihasilkan mampu mendapatkan tempat di

pasaran serta dapat menghasilkan jumlah penjualan yang memadai dan

menguntungkan. Analisis aspek pasar dilakukan di Rumah Sutera dengan

menganalisis permintaan dan penawaran (produk, harga, promosi, distribusi) dan

perkiraan kapasitas produksi kokon. Dalam aspek pasar ini, sangat berpengaruh

penting dalam berjalannya usaha pada Rumah Sutera, maka sebaiknya Rumah

Sutera mampu menentukan produk yang akan dijual agar produk tersebut dapat

beredar dipasaran atau mampu menentukan pergerakan permintaan konsumen

yang akan dijual di pasar baik saat ini maupun jangka panjang. Oleh sebab itu,

untuk mengkaji aspek pasar, perlu diketahui tingkat permintaan masa lalu, saat

ini, dan di masa yang akan datang. Apabila sesuai dengan kriteria-kriteria aspek

pasar ini dapat dipenuhi oleh Rumah Sutera, maka usaha produksi kokon yang

layak untuk dijalankan.

Aspek Teknis

Aspek teknis dikenal sebagai aspek produksi, hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam aspek ini adalah penentuan lokasi bisnis, luas produksi dan

tata letak (layout). Aspek teknis merupakan aspek yang menganalisis proses

pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis selesai

dibangun (Nurmalina et al. 2010). Aspek teknis berpengaruh atas kelancaran

proses produksi kokon. Analisis ini dikaji berdasarkan kualitatif yang mana untuk

dapat mengetahui gambaran mengenai lokasi usaha produksi kokon pada Rumah

Sutera, luas produksi, proses produksi, dan layout tata letak bangunan maupun

peralatan pada Rumah Sutera. Apabila Rumah Sutera mampu melakukan kegiatan

dalam kriteria aspek teknis diantaranya lokasi usaha berdekatan dengan lokasi

bahan baku, dekat dengan industri pemintalan benang sutera, proses produksi

kokon yang baik, maka usaha produksi kokon pada Rumah Sutera layak untuk

dijalankan apabila dianalisis berdasarkan aspek teknis.

Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen dianalisis untuk dapat mengetahui struktur organisasi

pada setiap sumberdaya tenaga kerja yang menjalankan pekerjaanya masing-

masing aktifitas, sehingga dapat diatur pelaksanaan operasional perusahaan yang

dilakukan oleh manajemen perusahaan. Aspek hukum mengkaji mengenai

legilitas usulan usaha yang akan dibangun dan dioperasikan, artinya setiap usaha

yang akan didirikan dan dibangun diwilayah tertentu harus memenuhi hukum dan

tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut (Suratman 2002). Aspek

manajeman dikaji secara deskriptif untuk dapat mengetahui sumber daya manusia

dalam menjalankan masing-masing aktivitas produksi kokon pada Rumah Sutera.

Usaha produksi kokon dikatakan layak apabila Rumah Sutera secara aspek

manajemen dapat dilakukan, seperti adanya koordinasi diantara aktivitas yang

Page 39: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

27

ada, struktur organisasi yang jelas dan adanya pembagian kerja yang jelas.

Sedangkan aspek hukum mengenai bentuk badan hukum Rumah Sutera, izin-izin

usaha, adanya sertifikat tanah yang jelas, dan juga terdapat arsip pembayaran

pajak usaha. Apabila Rumah Sutera dapat malakukan kritera aspek berdasarkan

aspek hukum dan manajemen, maka usaha produksi kokon pada Rumah Sutera

dikatakan layak untuk dijalankan.

Aspek Sosial dan Lingkungan

Setiap usaha yang dijalankan tentu akan menimbulkan dampak, baik

dampak positif maupun dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat maupun

pemerintah. Aspek sosial bertujuan untuk mengukur manfaat yang diterima oleh

masyarakat lingkungan suatu usaha. Dampak positif dari aspek sosial bagi

masyarakat adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti

pembangunan jembatan, listrik dan sarana lainnya (Kasmir dan Jakfar 2003)

Aspek lingkungan perlu diperhatikan dari suatu bisnis untuk dapat mengelolah

dampak lingkungan yang merugikan masyarakan, sehingga perusahan

memberikan laporan analisis dampak lingkungan (AMDAL), apabila perusahaan

tidak mampu merealisasikan maka rencana bisnis dianggap tidak layak. Apabila

rencana bisnis dinyatakan tidak layak diperlukan kajian ulang yang memberi

dampak positif sehingga rencana bisnis dianggap layak.

Aspek sosial dan lingkungan dilakukan dengan menganalisis apakah usaha

produksi kokon memiliki dampak yang ditimbulkan usaha tersebut. Analisis

dilakukan untuk menilai apakah usaha produksi kokon memiliki dampak positif

atau negatif kepada masyarakat dilingkungan usaha Rumah Sutera. Aspek ini

menunjang keberlangsungan usaha pada Rumah Sutera, apabila dalam

pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik dan sangat penting untuk ditelaah

sebelum investasi atau usaha dijalankan. Jika dengan adanya usaha produksi

kokon ini mampu memberikan dampak yang positif lebih besar dari pada dampak

negatif, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan diukur pada aspek sosial dan

lingkungan.

Analisis Finansial

Aspek finansial atau keuangan bertujuan untuk mengetahui perkiraan

pendanaan dan aliran kas proyek bisnis, sehingga bisnis tersebut dapat diartikan

layak atau tidak. Oleh sebab itu, perlu diketahui rincian kebutuhan atas dana serta

sumber dananya diperoleh dari mana. Analisis aspek finansial pada usaha

produksi kokon pada Rumah Sutera ini menggunakan kriteria kelayakan investasi

dengan metode Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio (Net B/C),

Payback Period (PP) dan analisis switching value. Switching value untuk

mengukur batas toleransi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kriteria

investasi akan menunjukkan layak apabila dari aspek finansial usaha produksi

kokon pada Rumah Sutera nilainya sesuai dengan penilaian masing-masing

kriteria.

Net Present Value (NPV)

Menurut (Nurmalina et al. 2010) suatu bisnis atau usaha dikatakan layak

apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan.

Net present value adalah selisih antara total present value manfaat dengan total

Page 40: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

28

present value biaya, atau jumlah present value dari hasil manfaat bersih tambahan

selama umur bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0

(NPV ˃0).

NPV= -

Pada saat:

= Manfaat pada tahun t

= Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis

i = Tingkat DR (%)

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat discount rate yang

menghasilan NPV sama dengan nol. IRR dapat diukur untuk mengetahui

pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Bisnis dikatakan layak

jika IRR lebih besar dari opportunity cost of capital nya (Nurmalina et al. 2010).

IRR dianalisis dengan bertujuan untuk mengukur tingkat suku bunga yang akan

menjadikan jumlah nilai sekarang dari net benefit atau jumlah nilai sekarang dari

pengeluaran modal (Primyastanto 2011).

IRR= -

-

Pada saat:

= Discount rate yang menghasilkan NPV positif

= Discount rate yang menghasilkan NPVegatif

= NPV positif

= NPV negatif

Membandingkan NPV dan IRR

(Soeharto 2002), menyatakan bahwa analisis dengan menggunakan salah

satu metode NPV atau IRR dapat memberikan hasil yang sama mengenai diterima

atau ditolaknya usulan proyek atau usaha, tetapi belum tentu metode-metode

tersebut memberikan urutan ranking yang sama. Analisis kriteria NPV dan IRR

memiliki hubungan yang mana konsepnya IRR sama dengan NPV dan sama

dengan nol pada tingkat discount rate. Apabila discount rate lebih besar dari pada

IRR maka nilai NPV akan negatif, namun apabila discount rate lebih kecil dari

pada IRR, maka nilai NPV akan positif.

Gambar 3 Hubungan antara NPV dan IRR

Sumber: Nurmalina et al.2010

NPV

IRR

R

i

DR

Page 41: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

29

Net benefit-Cost Ratio ( Net B/C)

Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan

manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika net B/C

lebih besar dari satu dan tidak layak jika net B/C lebih kecil dari satu. Menurut

(Nurmalina et al. 2010), nilai net B/C ratio diperoleh dengan membagi nilai

present net benefit positif dibagi yang negatif dengan menggunakan nilai sekarang

yang diharapkan atas dasar discount factor (Primyastanto 2011).

-

- Untuk

-

-

Pada saat:

= Manfaat pada tahun t

= Biaya pada tahun t

i = Discount rate (%)

t = Tahun

Payback Periode

Payback periode dilakukan untuk mengukur tingkat cepatnya investasi

dapat kembali dengan arti, bahwa payback periode yang singkat atau cepat

pengembalian investasinya termaksud kemungkinan besar akan dipilih

(Nurmalina et al. 2010). Jika payback period lebih pendek waktunya dari

maksimum payback period nya maka usulan investasi diterima (Umar H 2003).

Payback period dilakukan dengan membandingkan besarnya biaya investasi yang

diperlukan dengan benefit bersih yang diperoleh pada tiap tahun, metode

pengukuran kelayakan investasinya berdasarkan lama waktu investasi sampai

diperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan (Primyastanto 2011).

Payback Peroide =

Pada saat:

I = Besarnya biaya invesasi yang diperlukan

Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahun

Analisis Switching value

Analisis switching value atau nilai peralihan digunakan untuk mengetahui

ambang batas maksimal peningkatan atau penurunan suatu variabel yang dapat

mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak

layak. Untuk menghitung suatu nilai pengganti (switching value) maka harus

menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisis proyek yang

akan diganti agar proyek dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek

Hal ini dilakukan untuk dapat menentukan apakah proyek akan dilaksanakan atau

tidak yang dapat memperkirakan pengaruh perubahan tersebut terhadap

kepentingan proyek (Gittinger 2008).

Perubahan tersebut yang masih dapat ditoleransi yaitu ketika nilai NPV

sama dengan nol, net B/C sama dengan satu dan IRR sama dengan tingkat suku

bunga yang gunakan, nilai suatu usaha dapat dijalankan apabila perubahan yang

terjadi tidak melebihi nilai switching value. Perubahan kriteria investasi pada

Rumah Sutera ketika memproduksi kokon adalah perubahan penurunan jumlah

Page 42: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

30

produksi kokon dan perubahan kenaikan harga daun murbei. Penurunan volume

produksi kokon terjadi karena fluktusai produksi kokon setiap tahunnya, sehingga

mempengaruhi kokon yang diproduksi. Perubahan penurunan produksi kokon

tanpa pengembangan dan dengan pengembangan apabila Rumah Sutera

memproduksi daun murbei sebesar persen dan persen, dan perubahan kenaikan

harga daun murbei masih dapat ditoleransi maksimal sebesar persen dan persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Rumah Sutera

Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari yang dimiliki oleh Bapak

Tatang Ghazali, usaha ini dilakukan dengan maksud sebagai aktivitas yang

dilakukan selama masa pensiun dari PT. Perkebunan Nusantara VIII, usaha ini

bergerak pada produksi kokon, pemintalan benang sutera, dan penenunan kain

sutera dan juga sebagai agrowisata, namun karena keterbatasan waktu penelitian,

peneliti mengambil produksi kokon. Usaha pada Rumah Sutera berdiri pada tahun

2001 dengan luas lahan dua hektar, namun pada tahun 2003 luas lahan bertambah

menjadi empat hektar, 0.5 ha digunakan untuk proses produksi kokon, 0.5 ha

pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera, lahan satu hektar digunakan

untuk rumah pemilik dan usaha agrowisata, dan dua hektar lagi untuk budidaya

tanaman murbei.

Rumah Sutera memiliki motto, visi dan misi. Motto usaha Rumah Sutera

yaitu ‘silk for the human’ artinya penghijauan alam, konservasi alam dan

kesejahteraan masyarakan sekitar, visinya adalah human life (penghijauan,

konservasi alam, dan kesejahteraan petani), dan misinya membangun persuteraan

alam pada umumnya serta secara global pada khususnya. Pada tahun 2001 bulan

Oktober, Rumah Sutera berdiri dengan modal sendiri dengan memiliki kebun

murbei dengan luas 1.5 ha dan pada tahun 2002 selain memproduksi daun murbei

juga memproduksi kokon. Rumah Sutera tadinya memasok daun murbei tahun

2001 dan tahun 2002 dapat memasok kokon kepada perusahaan PT. Indojado

Sutera Pratama yang merupakan pabrik benang sutera terbesar di Asia Tenggara

yang letaknya pada Kabupaten Sukabumi. Namun kerjasama dengan PT. Indojado

Sutera Pratamaterjadi hanya dua tahun karena PT. Indojado Sutera Pratama

mengalami ‘gulung tikar’. Kondisi ini membuat Rumah Sutera memutuskan untuk

menjalankan bisnis sendiri sejak tahun 2004 bulan Agustus dengan tujuan

membantu para peternak di daerah Sukabumi, Cianjur, Priangan dengan jumlah

peternak yang sebelumnya bekerjasama dengan PT. Indojado Sutera Pratama.

Seiring berkembangnya usaha ini, maka pada tahun 2004 Rumah Sutera

sudah mampu memproduksi kokon dan daun murbei secara mandiri dan menjual

benang sutera kepada petani industri benang sutera dan untuk memenuhi

kebutuhan sendiri. Pada tahun 2005 Rumah Sutera membangun pabrik pemintalan

dan membeli mesin-mesin pemintalan benang. Setelah berjalan hampir satu tahun,

Rumah Sutera mendapat bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) yang

berupa penyediaan alat pemintalan, sejak tahun ini Rumah Sutera melakukan

Page 43: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

31

aktivitas selain budidaya kokon juga melakukan pemintalan kain sutera. Rumah

Sutera juga dijadikan sebagai tempat pelatihan dari Perum Perhutani Bogor dalam

jangka waktu biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu tahun.

Pada tahun 2005 hingga sekarang tahun 2014, Rumah Sutera melakukan

usaha produksi tanaman murbei, produksi kokon, pemintalan benang sutera dan

tenun kain sutera. Rumah Sutera lebih berorientasi pada sektor agrowisata yang

memperkenalkan persuteraan alam pada masyarakat sekitar Jawa Barat dan

Nasional kepada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA

maupun masyarakat umum. Pendapatan terbesar Rumah Sutera dyaitu dari

agrowisata, sehingga pendapatan terbesar yang diperoleh Rumah Sutera yaitu dari

usaha agrowisata.

Penghargaan yang diperoleh Rumah Sutera terakhir yaitu pada tahun 2012

pemilik Rumah sutera dapat penghargaan dalam Entrepreneurship UKM dalam

rangka HUT DKI Jakarta. Penghargaan yang diperoleh juga dari datangnya team

dari Dapartemen Persuteraan di Thailand pada tahun 2012 dan juga penghargaan

yang diperoleh Rumah Sutera adalah kedatangan istri dari Presiden Ceko untuk

melihat dan menilai kondisi budidaya ulat sutera pada Rumah Sutera. Di

Indonesia produsen yang menjual bibit telur ulat sutera alam hanya Provinsi

Sulawesi Selatan yaitu Soppeng dan Jawa Tengah yaitu Candiroto, kedua

produsen ini dapat membudidayakan bibit telur ulat sutera sesuai dengan

persetujuan dari Dapertemen Kehutanan. Balai Persutera Alam (BPA) Bili-Bili

dan BPA Bogor merupakan penelitiaan, sehingga BPA membeli contoh penelitian

kepata peternak kokon.

Kedua produsen telur tersebut dari jenis bibitnya, jenis bibit dari Soppeng FI

dan dari Candiroto 301 tidak memiliki perbedaan kualitas, Rumah Sutera membeli

telur ulat berdasarkan dari pengalaman, harga telur dari kedua produsen tersebut

sama yang saat ini senilai Rp130 000 yang setiap box berisi 25 000 sudah

termasuk biaya transportasi. Harga jual kokon ditentukan oleh pemerintah, namun

pihak Rumah Sutera juga dapat menentukan dengan melihat kualitas kokonnya

yaitu dari ketebalan serat kokon dan keras kulit kokonnya. Saat ini harga kokon

dalam satu kg Rp45 000 untuk grade A dan Rp40 000 grade B, biasanya

perubahan kenaikan harga kokon dapat berubah dalam waktu tiga tahun satu kali

dan kenaikan harga biasanya naik Rp1000 sampai dengan Rp2500.

Analisis Kelayakan Usaha Kokon

Kriteria keberhasilan analisis kelayakan usaha produksi kokon yaitu

berdasarkan aspek non finansial dan finansial dan analisis switching value. Aspek

non finansial tersebut antara lain, aspek pemasaran, aspek teknik, lingkungan dan

lain-lain, dan aspek-aspek ini memberi masukan penting kepada aspek finansial

dan ekonomi (Imam Soeharto1998). Analisis kelayakan usaha produksi kokon

pada Rumah Sutera mencakup penetasan bibit telur ulat sutera, pemeliharaan ulat,

dan produksi kokon. Produksi kokon memiliki potensi untuk dijalankan maupun

dikembangkan usahanya, beberapa faktor antara lain yaitu kondisi alam yang

mendukung tingginya permintaan kokon, ketersediaan bahan baku, jenis peralatan

yang digunakan dan sumber daya manusia (tenaga kerja) yang terampil serta

memiliki modal.

Page 44: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

32

Sejak tahun 2011 Rumah Sutera tidak melakukan kerjasama dengan petani

plasma atas penyediaan kokon, hal ini berdampak pada minimnya kokon yang

diperoleh Rumah Sutera, sehingga mempengaruhi permintaan kokon yang tidak

terpenuhi. Oleh sebab itu peneliti tertarik melakukan analisis kelayakan usaha

produksi kokon baik secara aspek kelayakan non finansial, aspek finansial dan

analisis switching value, analisis kelayakan ini bertujuan untuk pengukuran

kelayakan usaha produksi kokon sesuai dengan kondisi aktual pada Rumah Sutera

tersebut. Usaha produksi kokon dianalisis selama waktu 13 tahun, penentuan

umur usaha ini dilakukan atas dasar umur ekonomis dari pada peralatan (serifrem)

yang mana merupakan asset terpenting yang digunakan dalam waktu yang

digunakan yang dapat meminimumkan biaya tahunan.

Hasil Analisis Tanpa Pengembangan

Analisis Kelayakan Non Finansial

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kelayakan usaha

produksi kokon pada Rumah Sutera adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek

manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingkungan.

Aspek Pasar

Analisis aspek pasar ini dilakukan untuk melihat apakah berdasarkan

kriteria aspek pasar suatu usaha layak atau tidak. Tujuan utama usaha pada

Rumah Sutera yaitu argowisata, sehingga Rumah Sutera memproduksi kokon

dalam satu bulan dua kali agar setiap hari ada pemeliharaan ulat sutera yang mana

dapat memaksimalkan konsumen yang datang. Produksi kokon setiap tahunnya

konstan, sedangkan permintaan semakin meningkatnya, hal ini merupakan

peluang bagi Rumah Sutera untuk meningkatkan produksi kokonnya, untuk

menanggapi peluang tersebut maka dilakukan analisis aspek pasar. Kriteria

kelayakan aspek pasar yaitu adanya peluang pasar kokon, terkait permintaan dan

penawaran. Rumah Sutera melakukan kontrak dengan produsen telur ulat yaitu

Candiroto dan Soppeng dan apabila penetasan ulat kurang sempurna atau ketika

pemeliharaan dari penentasan hingga pemeliharaan ulat kecil kerusakannya

melebihi 50 persen, maka pihak Rumah Sutera menyampaikan keluhannya kepada

produsen pemasok bibit telur ulat sutera tersebut dengan menggantikan bibit telur

ulat yang baru. Untuk menjaga ketersedian dan kualitas bibit telur pihak Rumah

Sutera melakukan pembelian secara bergantian.

Kokon yang diproduksi Rumah Sutera masih belum maksimal (tanpa

pengembangan). Satu box bibit telur ulat yang berisi 2 500 telur standarnya dapat

menghasilkan 30 kg kokon, apabila dipintal dapat menghasilkan lima kg benang

sutera, dan satu kg benang sutera dapat menghasilkan 10 meter kain sutera.

Analisis tanpa pengembangan, dalam satu bulan rata-rata Rumah Sutera mampu

memproduksi kokon sebanyak tiga box atau sekitar 75 kg kokon setiap bulan,

apabila diolah menghasilkan benang sekitar 13 kg dan kain 130 meter, kapasitas

alat pemintalan benang sutera mampu memintal benang dalam satu bulan sebesar

Page 45: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

33

1 560 kg. Rata-rata dalam satu tahun Rumah Sutera mampu memproduksi kokon

sebanyak 852.4 kg sampai 1 200 kg atau setara memelihara telur ulat sebanyak 30

sampai 45 box, diolah menghasilkan benang sutera sebanyak 130 kg. Berdasarkan

informasi dari hasil wawancara, permintaan kokon dalam satu tahun sebesar 1 500

kg, sedangkan untuk benang sutera permintaannya sebesar 250 kg dan kain sutera

dalam satu tahun permintaannya sebesar kg 2 500 meter.

1. Permintaan dan Penawaran

Saat ini permintaan kokon cukup menjanjikan, hal ini karena pola

pikir masyarakat Indonesia masih menganggap serat kokon dapat diolah

menjadi benang sutera yang bermutu tinggi. Produk yang dihasilkan pada

usaha produksi kokon merupakan produk yang sesuai dengan permintaan

pasar dan harga yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh masyarakat.

Sejak tahun 2002 hingga tahun 2004 Rumah Sutera mampu menjual

kokon ke PT. Indojado Sutera Pratama, namun karena PT. Indojado

Sutera Pratama mengalami gulung tikar, namun tahun 2004 Rumah

Sutera tidak lagi memasok kokon, karena Rumah Sutera tidak memiliki

pasar kokon, oleh sebab itu, sejak tahun 2004 Rumah Sutera memiliki

alat pemintalan benang sutera sendiri, sehingga kokon yang diterima

Rumah Sutera dapat langsung di olah Rumah Sutera sendiri.

Peternak yang menjual kokon kepada Rumah Sutera sejak tahun

2003 sekitar berjumlah 40 peternak, namun peternak semakin berkurang

yang memproduksi kokon hingga akhirnya hanya dua peternak yang

bertahan. Tahun 2012 dan sekitar Bulan Juni tidak ada peternak plasma

yang bekerja sama dengan Rumah Sutera, peternak tersebut beralih

pekerjaan ke dagang dan menanam tanaman hortikultura. Kokon yang

diterima oleh Rumah Sutera sejak tahun 2012 hingga saat ini membeli

hanya dari Balai Penelitian dan Pengembangan Sutera alam yang

jumlahnya sekitar 10 kg dan kokon yang dijual ke Rumah Sutera

biasanya selama tiga bulan satu kali. Tidak ada perjanjian penjualan

kokon oleh Balai Persuteraan Alam Bogor karena kokon yang dijual

merupakan kokon hasil penelitian dan juga pasti kokon yang diproduksi

tersebut merupakan grade A. Apabila Rumah Sutera memproduksi kokon

dalam jumlah besar, maka dapat dijual kepada industri benang sutera,

namun hingga saat ini Rumah Sutera masih kekurangan kokon. Peternak

yang memproduksi kokon di Jawa Barat masih kekurangan kokon,

sehingga perternak kokon yang ada di Jawa Barat memproduksi kokon

untuk kebutuhan sendiri.

1) Produk

Produk adalah sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan

keinginan konsumen, menurut Philip Ketler dalam Kasmir dan

Jakfar (2003) menyatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dapat

ditawarkan ke pasar agar mendapatkan perhatian, untuk digunakan

atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi keinginan dan

kebutuhan konsumen. Fokus produk utama yang dianalisis oleh

peneliti pada Rumah Sutera adalah produksi kokon, standarnya satu

box telur menghasilkan 30 kg kokon.

Page 46: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

34

2) Harga

Harga kokon berbeda-beda yang sesuai dengan berat kokon,

harga ini ditentukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dan juga

berdasakan pertimbangan dari Rumah Sutera atas dasar

kualitasnya, harga kokon yaitu Rp45 000/kg untuk grade A dan

Rp40 000/kg grade B. Karena kelayakan usaha ini terbatas hanya

pada produksi kokon maka penetapan harga yang dimaksud adalah

terhadap harga produk kokon. Mengingat peluang pasar begitu

terbuka yang mana permintaan kokon begitu besar dibandingkan

dengan penawaran, menyebabkan kelangkaan kokon di pasaran.

3) Promosi

Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Rumah Sutera yaitu

melalui media internet, media elektronik, komunikasi masyarakat,

elalui iklan dengan menaruh papan nama yang menjelaskan

terdapatnya Rumah Sutera. Rumah Sutera memiliki situs web yaitu

www.Rumahsuteraalam.com. Media promosi informasi melalui

komunikasi masyarakan atau informasi dari mulut ke mulut,

sehingga dari media tersebut. Semakin berkembang atau banyaknya

pengunjung yang tertarik mengunjungi usaha ini membuat Rumah

Sutera dikunjungi melalui media elektronik yaitu stasiun televisi

swasta (Indosiar, RCTI dan SCTV) dan memberitakan melalui

media cetak yaitu koran dengan tujuan untuk mempromosikan

lebih lanjut usaha produksi kokon dan juga banyak mahasiswa

melakukan praktek tugas akhir maupun penelitian pada usaha

produksi kokon.

4) Distribusi

Keberadaan lokasi yang terletak di pinggir jalan raya

menjadikan lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera cukup

strategis. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Sutera yaitu kokon

dan dipasarkan pada galeri. Konsumen dapat membeli kokon dapat

memesan terlebih dahulu, kemudian pihak Rumah Sutera langsung

mengantar kokon tersebut, menggunakan transportasi yang dimiliki

Rumah Sutera yaitu mobil. Pesanan bibit telur ulat ditentukan dari

kapasitas ruangan dan peralatan pemeliharaan, dan bibit telur ulat

sutera dipesan.

2. Perkiraan kapasitas produksi kokon

Kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit poduksi untuk

berproduksi dalam waktu tertentu, artinya kapasitas ini diukur dari sisi

input dan output (Umar 2003). Sebelum memproduksi kokon, Rumah

Sutera memperkirakan terlebih dahulu kapasitas yang akan dilakukan

untuk produksi, tentu perkiraan utama yang diperhatikan yaitu

ketersediaan daun murbei yang akan dibeli, jumlah box telur ulat yang

akan dipelihara, kapasitas rak pemeliharaan dan alat serifrem. Kapasitas

produksi kokon yang dilakukan Rumah Sutera yaitu dengan melakukan

penelitian pasar agar dapat diketahui apakah waktu yang akan datang

permintaan pasar tinggi atau berkurang, agar penentuan kapasitas dapat

ditambah atau dikurangi. Kapasitas produkis kokon sebesar 1200

kg/tahun sampai 1500 kg/tahun. Dari penjelasan mengenai aspek pasar

Page 47: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

35

tersebut, usaha produksi kokon layak untuk dijalankan, karena

berdasarkan kelayakan aspek pasar Rumah Sutera memiliki potensi

dalam memproduksi kokon.

Aspek Teknis

Analisis aspek teknis pada Rumah Sutera yaitu mencakup lokasi usaha, luas

produksi, proses produksi, dan layout. Berikut penjelasan deskripsi hasil analisis

dari aspek teknis.

1. Lokasi usaha

Penentuan lokasi usaha atas pertimbangan yaitu ketersediaan bahan

baku, letak pasar yang dituju berdekatan, tenaga kerja, dan lokasi usaha

merupakan lokasi yang cocok dilakukan produksi kokon di Kabupaten

Bogor yang berada pada ketinggiaan 40 sampai 800 di atas permukaan

laut dan suhu antara 180C sampai 40

0C. Penentuaan lokasi usaha

produksi kokon ini atas dasar Rumah Sutera tidak kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan bahan baku diantaranya daun murbei, bibit telur

ulat, pembelian desinfeksi, dan sarana produksi lainnya. Tenaga kerja

yang digunakan Rumah Sutera untuk memproduksi kokon tanpa

pengembangan berjumlah dua orang.

2. Luas produksi

(Kasmir dan Jakfar 2003) Mendefinisikan penentuan luas produksi

berkaitan dengan berberapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam

waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan

yang dimiliki serta biaya yang digunakan paling efisien. Luas produksi

dapat diukur dari segi ekonomis dan teknis, dari segi ekonomis yaitu

produk yang dihasilkan dengan waktu tertentu dengan biaya yang paling

efisien, dan dari segi teknis yaitu jumlah produk yang dihasilkan atas

dasar kemampuan mesin dan peralatan serta peralatan teknis yang

digunakan.

Luas produksi kokon pada Rumah Sutera tanpa pengembangan

seluas satu hektar, fasilitas-fasilitas pada lingkungan produksi kokon

yakni terdapat sumur untuk membersihkan peralatan dan bangunan,

lahan, rak pemeliharaan, rak penetasan, dan serifrem. Luas produksi

kokon tanpa pengembangan terlihat dari kemampuan Rumah Sutera

dalam satu kali produksi dapat memelihara telur ulat sebanyak dua

sampai tiga box. Peralatan yang digunakan untuk mendukung proses

produksi kokon adalah alat pengokon serifem, thermometer,

wadah/ember, sprayer,dan timbangan. Dokumentasi fasilitas ruang ulat

kecil, ruang ulat besar, rak pemeliharaan ulat dan serifrem terdapat pada

Lampiran 4. Tabel 8 ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada

Rumah Sutera ketika memproduksi kokon.

Page 48: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

36

Tabel 8 Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera

No Fasilitas Ukuran (p×l) Tanpa pengembangan

(jumlah)

1 Ruang ulat kecil 6×7 1

2 Ruang ulat besar 6×10 1

4 Rak pemeliharaan ulat 6×1 5

5 Galeri 4×5 1 Sumber: Rumah Sutera 2013

3. Proses Produksi Kokon pada Rumah Sutera

(Soeharto 2003) Menjelaskan bahwa proses produksi adalah teknik

atau metode yang dipakai untuk meningkatkan kegunaan barang atau

jasa, pada saat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah

menjanjikan banyak pilihan sekaligus risikonya. Proses produksi kokon

meliputi berbagai aktivitas, diantaranya penetasan telur ulat,

pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar dan pengokonan. Jenis

ulat sutera yang dipelihara di Rumah Sutera adalah ulat sutera jenis

Bombyx morri L merupakan hasil persilangan antara ulat dari ras Cina

dan ras Jepang yang diproduksi oleh Soppeng dan Candiroto. Setiap satu

siklus periode produksi kokon memerlukan waktu kira-kira 29 sampai 30

hari, penetasan telur dalam waktu lima hari, pemeliharaan ulat kecil

sepuluh hari, pemeliharaan ulat besar sembilan hari, dan pengokonan

dalam waktu lima hari. Apabila musim penghujan, siklus produksi kokon

menjadi lama kira-kira 35 hari dan apabila musim panas produksi

menjadi lebih cepat dari jadwalnya yaitu 25 sampai dengan 28 hari.

Untuk dapat menjaga kualitas kokon, ketentuan yang ditetapkan biasanya

dalam satu tahun tidak boleh dilakukan produksi kokon lebih dari 10

bulan produksi, dan satu bulan produksi kokon dilakukan dua kali.

Menurut tenaga kerja, semua instar ulat dapat hidup normal pada

suhu maksimum dan minimum antara sampai , dan bahkan

dapat bertahan pada suhu setinggi sampai . Terdapat lima

tahap pertumbuhan ulat yang dikatakan instar yaitu, instar I dapat

dikatakan sebagai tingkat pengumpulan air, instar II sampai IV sebagai

tingkat penahanan air dan instar V sebagai tahap pelepasan air. Pada

instar I pemeliharaan perlu dilakukan dalam lingkungan lembab dan

diberi pakan daun murbei dengan kandungan air tinggi, namun untuk

instar V lingkungan harus relatif kering dengan ventilasi yang baik (H.

Soekiman Atmosoedarjo et al. 2000). (Anwar 1992 dalam H.

Atmosoedarjo et al. 2000) Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

antara penggunaan desinfeksi dan tanpa desinfeksi. Pemberiaan

desinfeksi berpengaruh nyata pada moralitas ulat, baik ulat kecil maupun

ulat besar yaitu bekisar 2.286 hingga 16.571 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa semu jenis desinfektan (kaporit, kapur thor, formalin tablet, asam

benzoate, dan air) cukup efektif untuk mencegah timbulya penyakit pada

ulat sutera. Pola produksi kokon terdapat pada Lampiran 6. Proses

produksi kokon pada Rumah Sutera sebagai berikut.

Page 49: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

37

1) Penetasan Telur Ulat

Rumah sutera tidak melakukan pembibitan telur secara

mandiri karena keterbatasan teknologi, sehingga telur dibeli dari

Soppeng, Candiroto, BPA Bilibili, BPA Bogor, dan Cina. Telur

diletakkan diruang inkubasi dengan maksud dilakukan penetasan

dalam suhu dan kelembaban yang sudah diatur, sehingga dapat

menetas pada waktu yang diinginkan. Biasanya telur menetas

setelah lima hari masa inkubasi dengan temperatur C,

kelembaban ruang inkubasi 75 persen sampai dengan 80 persen.

2) Pemeliharaan Ulat Kecil

Masa pertumbuhan ulat kecil pada Rumah Sutera yaitu 10

hari, pemeliharaan ulat kecil harus hati-hati karena ulat kecil ini

mudah terserang penyakit. Bangunan ruang ulat kecil berukuran

6×7 (P×L) meter yang terletak disamping lahan murbei, pada ruang

ulat kecil terdapat dua rak pemeliharaan dengan tiga tingkat,

terdapat alat inkubasi telur ulat dan juga terdapat ruang

penyimpanan daun murbei serta peralatan. Pemeliharaan ulat kecil

berlangsung pada instar I, II, dan III. Untuk instar I biasanya

selama selama waktu empat hari, instar II dua hari berikutnya dan

instar III selama empat hari.

Pakan serta keadaan lingkungan untuk ulat pada instar I

hingga III sangat berpengaruh terhadap kondisi serta pertumbuhan

ulat. Oleh sebab itu, daun harus berkualitas dan dan cara pemberian

pakan daun murbei yang sudah dirajang. Pemeliharaan ulat kecil

harus berhati-hati karena ulat masih kecil, sehingga ruangan harus

steril. Daya tahan hidup ulat pada saat pemeliharaan dipengaruhi

oleh fakor lingkungan terutama suhu, kelembaban, kecukupan

pakan dan kebersihan atau kondisi lingkungan pemeliharaan steril.

Lingkungan dan cuaca pada saat pemeliharaan ulat sutera harus

benar-benar tenang tidak ada gangguan suara yang bising, sehingga

saat pemeliharaan harus jauh dari keramaian, karena suara yang

bising akan menyebabkan proses pertumbuhan ulat menjadi

terhambat bahkan dapat menyebabkan ulat menjadi sakit. Kondisi

cuaca diperhatikan dengan cara mengukur suhu ruangan, mengatur

udara di dalam ruangan. Kelembapan ruangan yang dibutuhakan

selama pemeliharaan ulat kecil berkisar antara 80 persen sampai

dengan 85 persen. Pada waktu sebagian ulat mulai tidur, tenaga

kerja masih tetap memberi pakan ulat karena masih ada sebagian

ulat yang belum tidur. Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai ulat

masa instar III, pada saat ini harus secepatnya dipindahkan ke

tempat pemeliharaan ulat besar, pemindahan ini sebaiknya

dilakukan pada waktu pagi atau sore hari.

3) Pemeliharaan Ulat Besar

Dalam ruangan rumah ulat besar, terdapat tiga rak bertingkat

yang fungsinya tempat pemeliharaan ulat. Suhu ruangan harus tetap

terjaga agar pemeliharaan ulat besar terjaga, apabila suhu ruangan

terlalu panas maka ulat besar cepat mengokon. Persiapan untuk

pemeliharaan ulat besar cara pembersihan ruang tempat

Page 50: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

38

pemeliharaan ulat besar tidak berbeda dengan ulat kecil. Semua alat

di dalam ruangan pemeliharan dikeluarkan dan kemudian

dibersihkan dan dicuci dengan baik. Fase ulat besar mencakup

instar IV dan V, instar IV lebih dekat dengan fase ulat kecil, namun

instar V berat kelenjar ulat lebuh capat bertambah sampai 40 persen

dari jumlah berat tubuhnya, keperluan jumlah pakan pada instar V

sebanyak 90 persen dari jumlah keperluan semua instar ulat.

Pemeliharaan ulat besar membutuhkan daun yang banyak

untuk pertumbuhannya, daun dalam jumlah yang banyak akan

menjamin produksi kokon yang tinggi (Atmosoedarjo et al. 2000).

Sedangkan ketika ulat sudah besar, diberi pakan daun murbei yang

banyak dengan pemberian daun yang berkualiatas maka akan dapat

menjamin hasil kokon yang baik. Pada pemeliharaan ulat besar ini,

ulat tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban tinggi serta

peredaran udara yang buruk karena nafsu makan ulat cukup tinggi

dan cairan dalam tubuhnya berkurang. Oleh sebab itu, perlukan

adanya ventilasi yang baik agar suhu badan dapat dinormalkan.

Ventilasi diperlukan untuk membuang uap air dan gas-gas yang

berbahaya dari kotoran ulat.

4) Pengokonan

Tahap pengokonan merupakan tahap terakhir dari produsi

kokon, pengokonan dapat dilakukan ketika rata-rata ulat sudah siap

mengkokon mencapai 80 persen. Tanda-tanda ulat akan mengokon

yaitu nafsu makan berkurang dan perlahan ulat akan berhenti

makan, sudah cukupnya tanggal mengokon, tubuh tampak bening

transparan dan kemudian akan keluar lendir dari mulut. Alat

pengokonan diletakkan di atas ulat yang dilapisi oleh koran

kemudian ulat akan melakukan pengokonan dengan naik ke

serifrem. Ulat sutera alam tersebut akan mengeluarkan lendir atau

cairan sebagai proses awal mengokon, kokon dapat dipanen setelah

enam hari setelah pengokonan ini asumsi bahwa saat kokon terlalu

lama dibiarkan dipanen akan menjadi kupu-kupu selama waktu 12

hari, sehingga tenaga kerja mengambil waktu enam atau tujuh hari

dapat dipanen. Biasanya proses pengokonan akan cepat ketika

musim kemarau yang artinya cuaca panas dan sebaliknya proses

pengokonan alam sedikit lama dari yang diperkirakan saat musim

hujan.

Sebelum panen kokon dilakukan, maka terlebih dahulu kokon

harus diperiksa satu atau dua telur dan kokon tersebut dipotong

kulitnya untuk melihat kondisi pupa, apabila warna pupa sudah

coklat berarti kokon sudah bisa dipanen. Setelah kokon dipanen

selanjutnya dapat dibersihkan dan diseleksi dengan tujuan untuk

memisahkan kokon yang baik, dan kokon yang cacat, karena tidak

pernah Rumah Sutera memprodusi kokon dengan tingkat

keberhasilan 100 persen. Produksi kokon dipengaruhi oleh kegiatan

penetasan telur ulat, pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat

besar, dan pengokonan. Kokon dapat dipanen dan menghasilkan

nilai yang tinggi dengan ketentuan yaitu kokon sehat (tidak cacat),

Page 51: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

39

warna kokon bersih putih dan pupa tidak tipis dan bila ditekan

kokon keras. Oleh sebab itu diharapkan tenaga kerja yang sudah

memiliki keterampilan untuk mensortir kokon yang rusak. Kelas

atau grade mutu kokon dibagi menjadi empat kelas yaitu A, B, dan

C dengan menggunakan tiga parameter uji yaitu bobot kokon satu

butir dalam gram, dan Rumah Sutera rata-rata menjual kokon grade

A dan B. Dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini penentuan

kualitas kokon berdasarkan grade yang yang ditentukan oleh

Rumah Sutera.

Tabel 9 Kualitas kokon berdasarkan grade pada Rumah Sutera

Parameter yang diuji Kualitas

A B C

Bobot kokon (g/butir) > 2.0 1.7-1.9 1.3-1.6

Persentase kulit kokon (%) ≥23.0 20.0-22.9 17.0-19.9

Kokon cacat (%) ≤ 2.0 2.0-5.0 5.1-8.0

Sumber: Rumah Sutera 2013

4. Tata letak (Layout)

Tata letak (Layout) merupakan penentuan keseluruhan bangunan-

bangunan dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh suatu

perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layout

tanpa pengembangan antara lain, adanya konsistensi dengan teknologi

produksi, adanya arus produk dalam proses yang lancar dari proses satu

ke proses yang lain, penggunaan ruang optimal, terdapat kemungkinan

untuk dengan mudah melakukan penyesuaian maupun untuk ekspansi,

dan dapat meminimalisasi biaya produksi dan memberikan jaminan yang

cukup untuk kesalamatan kerja (Nurmalina et al. 2010). Tata letak

(layout) tempat produksi harus memiliki ketepatan penempatan fasilitas-

fasilitas seperti mesin, letak alat-alat produksi, dan lajur pengangkutan

barang.

Pada Rumah Sutera, rumah pemeliharaan ulat kecil maupun besar

terdapat sekat untuk penyimpanan daun mubei dan penyimpanan

peralatan, sehingga dapat memudahkan pengambilan pakan daun murbei

dan pengambilan peralatan, dan juga bangunan ruang pemeliharaan ulat

kecil berdekatan dengan ruang pemeliharaan ulat besar yang dapat

memudahkan dalam pengangkutan ketika ulat dipindahkan. Layout

produksi kokon pada Rumah Sutera, tanpa pengembangan sudah sesuai

dengan kriteria layout, terlampir pada Lampiran 7. Hasil analisis dari

aspek teknis terkait produksi kokon tanpa pengembangan menyimpulkan

bahwa usaha ini layak untuk dijalankan, dengan pertimbangan bahwa

lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout sesuai dengan

kriteria yang diperlukan sesuai apek teknis.

Aspek Manajemen dan Hukum

Analisis aspek manajemen bertujuan untuk mengetahui apakah dengan

adanya usaha dapat direncanakan, pengorganisasian yang akan digunakan,

Page 52: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

40

dilaksanakan, dan dikendalikan sehingga rencanaa suatu usaha dapat dinyatakan

layak maupun tidak layak (Umar 2003). Perencanaan secara langsung ditentukan

oleh pemilik yaitu bapak Tatang ketika menentukan jumlah ulat yang akan

dipelihara untuk menghasilkan kokon dan perencanaan besarnya anggaran

(modal) yang akan digunakan. Penentuan produksi kokon atas dasar ketertarikan

pemilik akan sutera alam yang diketahui bahwa pemeliharaan ulat sutera hingga

menjadi kokon memiliki prospek bisnis yang cukup baik karena permintaan

kokon yang tinggi.

Pengorganisasian pada Rumah Sutera dengan berdasarkan tanpa

pengembangan, pembagian tugas dan tanggung jawab yang masih terjadi

pengalihan kerja apabila ada kekurangan tenaga kerja untuk suatu kegiatan,

sehinga dapat mengambil dari kegiatan lain. Selain terjadi pengalihan tugas, juga

masih kurangnya koordinasi yang baik antara pemilik dengan karyawan maupun

sebaliknya. Pengawasan terhadap setiap kegiatan proses produksi kokon

dilakukan oleh pemilik dan tenaga kerja penyuluh, seperti halnya tenaga kerja

melakukan pensortiran ulat dan kokon, pemberikan pakan (daun murbei)

Pengawasan terhadap setiap kegiatan proses produksi kokon dilakukan oleh

pemilik dan tenaga kerja.

Jumlah tenaga kerja secara keseluruhan pada Rumah Sutera sebanyak 13

orang, peran masing-masing tenaga kerja adalah satu orang dibagian galeri, tiga

orang pekerja di bagian pemintalan, tiga orang bekerja di bagian penenunan, satu

orang bekerja di kebun murbei, satu orang bekerja di bagian ulat kecil dan

penetasan, satu orang dibagian pemeliharaan ulat besar dan pengokonan, satu

orang bagian supir serta satu orang bekerja untuk membersihkan lingkungan.

Tenaga kerja lulusan dari SD dan SMA yang sudah berpengalaman di bagian

produksi kokon, untuk memaksimalkan kinerja kepala bagian aktivitas diberikan

pelatihan agar tanggung jawab kerjaan yang dikerjakan lebih jelas dan tepat.

Tenaga kerja yang melakukan proses produksi kokon tanpa pengembangan

sebanyak dua orang. Rumah Sutera memproduksi usaha agrowisata, produksi

kokon, benang sutera dan kain sutera, usaha produksi kokon dan agrowisata

melibatkan tenaga kerja yang sama. Apabila ada kekurangan atau hambatan dalam

memproduksi kokon, maka setiap tenaga kerja dapat langsung berhubungan

dengan pemilik. Jam hari kerja pada Rumah sutera adalah hari senin sampai sabtu

dan mulai kerja dari jam 07.00 sampai 16.00 dan jam istirahat jam 12.00 sampai

13.00. Pada Gambar 4 berikut ditunjukkan struktur organisasi pada Rumah Sutera.

Gambar 4 Struktur organisasi Rumah Sutera tahun 2013

Sumber: Rumah Sutera, 2013

Pemilik dan bagian keuangan

Bagian pemasaran

(Galery)

Bagian ulat

besar

Bagian ulat kecil

dan penetasan

Page 53: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

41

Setiap bagian karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing,

namun ketika terjadi kondisi salah satu bagian kekurangan karyawan untuk

melakukan tugas, maka dapat menggunakan karyawan dari bagian aktivitas yang

lain. Berikut ini deskripsi tanggung jawab setiap bagian kegiatan pada Rumah

Sutera.

1) Pemilik

Mengawasi dan mengelolah setiap kegiatan usaha

Mengelolah keuangan dan penentukan keputusan

2) Pemasaran (galery)

Melakukan penjualan.

Menjaga hubungan baik dengan pelanggan

Membuat pembukuan penjualan setiap harinya

3) Ruang ulat kecil dan penetasan telur

Menjaga kebersihan ruang ulat kecil

Mengawasi dan memperbaiki peralatan yang digunakan di ruang

ulat kecil

Mengontrol setiap pertumbuhan dan memberi pakan ulat kecil

Melakukan penetasan telur

4) Ruang ulat besar dan pengokonan

Menjaga kebersihan ruang ulat besar

Mengawasi dan memperbaiki peralatan yang digunakan di ruang

ulat besar

Mengontrol setiap pertumbuhan dan memberi pakan ulat besar

Melakukan pemindahan ulat yang akan mengokon

Rumah Sutera ini digolongkan dalam usaha perorangan karena modal usaha

yang digunakan berasal dari satu orang yaitu pemilik perusahaan Bapak Tatang

Ghazali. Pengelolannya dilakukan oleh pemilik sendiri dan keuntungan maupun

kerugian ditanggung oleh Bapak Tatang. Produksi kokon pada Rumah Sutera

belum memiliki bentuk badan hukum usaha karena skala usaha yang masih kecil,

dan dikenakan biaya perizinan sebesar Rp1 500 000. Sudah terdapat surat izin

usaha dibuktikan dengan Rumah Sutera membayar biaya perizinan usaha,

membayar pajak usaha yang ditunjukkan terdapat slip pembayaran pajak usaha,

dan terdapat akte tanah. Kegiatan produksi kokon pada Rumah Sutera

menggunakan modal sendiri atau tidak ada pinjaman, sehingga Rumah Sutera

tidak melakukan pembayaran pinjaman. Analisis aspek manajemen tanpa

pengembangan dinyatakan tidak layak untuk diusahakan karena masih adanya

peralihan pekerjaan. Hasil analisis berdasarkan aspek hukum tanpa pengembangan

dikatakan layak, karena sudah sesuai dengan kriteria kelayakan aspek hukum.

Aspek Sosial dan Lingkungan

Apabila diukur dari aspek sosial secara nasional, masyarakat memproduksi

kokon untuk memperoleh benang sutera yang mana merupakan tradisi di Sulawesi

Selatan karena kain sutera digunakan sebagain kain tradisional. Dalam

menjalankan suatu usaha baik secara langsung maupun tidak langsung akan

mendatangkan dampak bagi lingkungan sosial, dampak tersebut terkait dengan

Page 54: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

42

dampak sosial dan lingkungan. Aspek sosial berupaya dalam peningkatan

pendapatan dan perluasan tenaga kerja serta pengaruh lingkungan mengenai

dampak limbah produksi. Diukur dari aspek sosial, usaha produksi kokon pada

Rumah Sutera menguntungkan bagi bisnis-bisnis lain di sekitar seperti

terdapatnya curuk nangka (objek wisata), dan juga dapat membuka lapangan

pekerjaan yang saat ini Rumah Sutera telah melibatkan masyarakat sekitar

sebanyak 13 orang, tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi kokon tanpa

pengembangan sebanyak dua orang, sedangkan dengan pengembangan tenaga

kerja bertambah menjadi tiga orang.

Limbah produksi kokon tidak dampak negatif bagi masyarakat sekitar,

aspek lingkungan yang diperhatikan adalah dengan tidak sembarangan membuang

limbah (baik cair maupun padat) produksi kokon seperti limbah air bekas cucian

peralatan karena mengandung bahan kimia. Usaha produksi kokon pada aspek

sosial dan lingkungan dengan analisis tanpa pengembangan ini dikatakan layak

untuk diusahakan karena tidak menimbulkan dampak kerugian negatif bagi

masyarakat, namun saling menguntungkan bagi Rumah Sutera dengan

masyarakat.

Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial produksi kokon bertujuan untuk mengetahui

apakah usaha produksi kokon yang akan dijalankan Rumah Sutera dikatakan

layak atau tidak layak. Metode analisis untuk menentukan kelayakkan usaha

produksi kokon berdasarkan kriteria investasi yang dilakukan dengan analisis Net

Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net

B/C), Payback Period (PP) dan switching value. Untuk menganalisis metode

perhitungan tersebut, maka dilakukan analisis laba rugi dan arus kas agar dapat

mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan. Analisis

arus kas disusun untuk menunjukan perubahan kas selama satu periode tertentu

serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukan

dari mana sumber-sumber kas dan penggunaannya. Untuk melakukan perhitungan

kelayakan finansial, asumsi dasar penelitian analisis aspek finansial tanpa

pengembangan sebagai berikut.

1. Umur bisnis atau usaha produksi kokon pada Rumah Sutera di Kecamatan

Tamansari, Kabupaten Bogor yaitu berdasarkan umur ekonomis dari alat

pengokonan (serifrem), karena merupakan asset yang paling berpengaruh

atau terpenting. Alat pengokonan (serifrem) sebagai variabel yang

dijadikan lamanya umur proyek yaitu umur ekonomis 13 tahun.

2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan

pemeliharaan membutuhkan waktu satu tahun dan diasumsikan bahwa

awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama, sehingga

tahun pertama belum menghasilkan keuntungan.

3. Satu tahun Rumah Sutera mempu memproduksi kokon selama 10 bulan,

yang satu bulannya memproduksi kokon dua kali.

4. Kokon dijual kepada petani pengolah kokon (PT. Indojado Sutera

Pratama) dan diolah sendiri.

5. Usaha ini didirikan dengan menggunakan modal sepenuhnya dari pemilik

Rumah Sutera tanpa ada bantuan permodalan dari pihak Bank.

Page 55: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

43

6. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang

berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga

umur usaha berakhir yaitu kokon grade A Rp45 000 dan grade B Rp40

000, berdasarkan pengalaman persentasi kira-kira grade A sebesar 91.13

persen dan grade B 8.87 persen.

7. Dalam satu box bibit telur ulat terdapat 25.000 telur ulat dengan harga

Rp130 000 per box dan harga bibit diasumsikan tetap selama umur usaha.

8. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus dan

perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba dan rugi

usaha setiap tahunnya.

9. Perhitungan besarnya pajak penghasilan Pasal 17 Undang-undang Nomor

17 Tahun 2000 tentang tarif umum PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri

dan bentuk usaha tetap, pajak penghasilan sebesar 25% setiap tahunnya.

10. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku

bunga deposito rata-rata Bank Mandiri pada tahun 2013, yaitu sebesar 6%,

dan ingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur usaha.

Perhitungan Harga Pokok Produksi

Budidaya tanaman murbei dilakukan dengan kegiatan pembibitan, persiapan

tanam, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Produksi tanaman

murbei merupakan dasar dari persuteraan alam, karena budidaya murbei

menghasilkan daun murbei yang digunakan sabagai pakan ulat sutera. Sehingga

budidaya tanaman murbei harus diperhatikan agar daun murbei yang dihasilkan

optimal dan berkualitas. Analisis kelayakan produksi tanaman murbei dilakukan

untuk mengukur Harga Pokok Produksi (HPP) daun murbei yang terjadi pada

Rumah Sutera. Lahan tanaman murbei dengan luas dua hekar dengan jumlah

tanaman dua hektar sebanyak 2000 batang dan produksi rata-rata sama setiap

tahunnya yaitu sebesar 30 000 kg.

Apabila Rumah Sutera memprodusi daun murbei harganya sebesar Rp622

000/ton dan apabila Rumah Sutera membeli daun murbei dari luar harganya

sebesar Rp650 000/ton. Daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera hanya

dimanfaatkan untuk kebutuhan Rumah Sutera sendiri (tidak dijual keluar). Rumah

Sutera membeli daun murbei dari luar karena Rumah Sutera berencana

mengembangkan usaha produksi kokonnya. Dua hektar tanaman murbei dapat

mencukupi pemeliharaan telur ulat sutera sebanyak lima box atau sama dengan 2

500 kg daun setiap bulan, sehingga dalam satu tahun sebesar 25 000 kg. Analisis

arus biaya pada analisis finansial pada produksi tanaman murbei terdiri dari biaya

tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk memproduksi daun

murbei adalah sewa lahan. Biaya sewa lahan untuk dua hektar sebesar Rp6 000

000.

Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah selama proses

pemeliharaan tanaman murbei, biaya variabel bergantung pada banyaknya

produksi murbei yang dihasilkan. Variabel yang dikeluarkan yaitu upah tenaga

kerja, cangkul dan alat stek, alat semprotan, pembelian pestisida, pupuk kandang,

dan pupuk kimia. Tenaga kerja yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman

murbei yang meliputi aktivitas pemeliharaan sebanyak dua orang, namun

demikian kedua pekerja tidak bekerja secara bersamaan. Pupuk kimia yang

digunakan yang mengandaung Nitrogen, Fosfas dan Kalium (NPK).

Page 56: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

44

Pestisida yang digunanakan adalah roundup, pupuk kandang, dan pupuk

kimia yang digunakan adalah pupuk NPK dan diberi dua kali satu tahun sebanyak

2000 ton/tahun untuk dua hektar. Pestisida diberikan agar tanaman murbei jauh

dari serangan hama dan penyakit, dan pupuk ini diberikan agar kualitas daun

murbei semakin baik dan kuantitasnya lebih banyak. Total biaya variabel untuk

produksi tanaman murbei sebesar Rp15 762 500. Rincian pengeluaran biaya

variabel dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Biaya variabel per tahun produksi tanaman murbei pada Rumah Sutera

No Keterangan Jumlah

Harga

satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

Total

penyusutan

(Rp)

1 Upah tenaga kerja 2 737 500 12 900 000 -

2 Pestisida 40 12 500 500 000 -

3 Pupuk kimia 2 000 600 1 200 000 -

4 Cangkul dan alat stek 3 75 000 225 000 112 500

5 Alat semprotan 2 275 000 550 000 275 000

Total biaya variabel 15 375 000 387 500

Manfaat yang diterima pada saat memproduksi tanaman murbei berasal dari

penjualan murbei, jumlah produksi pertahun sebesar 30 000/tahun dan

diasumsikan rata-rata satu bulan produksi daun mencapai 30 000 kg. Ada pun

rincian perhitungan biaya tetap dan variabel pada Rumah Sutera sebagai berikut.

Jumlah produksi per tahun = 35 000 kg

Biaya produksi per tahun = (biaya tetap dan biaya variabel)

= (Rp6 000 000 + Rp15 762 500)

= Rp21 762 500

Harga pokok produksi =

= Rp622/kg

Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon

Analisis kelayakan finansial tanpa pengembangan produksi kokon dilakukan

dengan maksud melihat kelayakan usaha produksi kokon dengan kondisi yang

benar-benar terjadi (aktual) pada Rumah Sutera.

Analisis Biaya

Analisis biaya produksi kokon terdiri dari biaya pra investasi, biaya

investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi adalah biaya yang

dikeluarkan Rumah Sutera sebelum usaha dimulai, biaya pra investasi pada usaha

produksi kokon pada Rumah Sutera adalah biaya yang dikeluarkan untuk

pelatihan teknis produksi kokon yang diikuti oleh pemilik yaitu Bapak Tatang

sebelum memulai usaha dan biaya pengurusan perizinan usaha yang nilainya

sebesar Rp2 000 000, yang dikeluarkan pada saat usaha mulai dilakukan pada

Page 57: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

45

tahun pertama. Biaya investasi yang dikeluarkan Rumah Sutera diantaranya

adalah pembangunan kandang pemeliharaan ulat besar, kandang pemeliharaan

ulat kecil, rak pemeliharaan ulat, pembelian serifrem, thermometer, sprayer,

timbangan, dan wadah atau ember. Total biaya investasi produksi kokon di

Rumah Sutera sebesar Rp57 955 667.

Dalam produksi kokon, terdapat beberapa variabel investasi yang termasuk

ke dalam biaya tidak tunai, pada saat biaya tersebut sebenarnya pemilik tidak

mengeluarkan biaya untuk membelinya, namun tetap diperhitungkan sebagai

biaya sebagai opportunity cost, biaya tersebut adalah biaya sewa lahan dan

kendaraan mobil. Kendaraan yang digunakan pada Rumah Sutera adalah mobil

sebagai alat transportasi yang merupakan kepemilikan pribadi digunakan untuk

pengangkutan bibit ulat sutera dan membeli sarana produksi sebesar Rp31 666

667.

Biaya mobil ini digunakan sesuai dengan proporsinya sebesar 33.3 persen,

karena selain digunakan sebagai kegiatan produksi kokon juga digunakan untuk

usaha produksi produksi benang sutera dan produksi kain sutera. Biaya yang

dikeluarkan untuk membangun kandang ulat besar sebesar Rp11 750 000,

kandang ulat kecil sebesar Rp7 850 000 dan rak pemeliharaan ulat mengeluarkan

biaya sebesar Rp1 400 000. Serifrem adalah alat yang digunakan untuk proses ulat

mengokon, alat serifrem terbuat dari karet dengan umur ekonomis selama 15

tahun. Untuk satu box bibit telur ulat yang berisi 25 000 bibit telur ulat biasanya

membutuhkan sebanyak 120 buah, dalam analisis ini memerlukan 360 buah

karena maksimal satu kali produksi pada kelayakan usaha ini adalah memelihara

tiga box telur ulat, biayanya sebesar Rp4 320 000.

Biaya thermometer sebesar Rp100 000, sprayer Rp60 000, dan timbangan

yang digunakan untuk mengukur jumlah kokon yang dihasilkan dengan biaya

sebesar Rp35 000, timbangan digunakan untuk mengukur berat kokon, benang

sutera, dan kain sutera, yang mana proporsinya 33.3 persen. Wadah untuk tempat

daun murbei ketika memberikan daun ke ulat saat pemeliharaan sebesar Rp134

000. Rincian biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon dapat diukur

pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11 Biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera

No Keterangan Jumlah

(buah)

Umur

ekonomis

(tahun)

Harga satuan

(Rp)

Biaya

(Rp)

1 Kandang (UB) 1 13 11 750 000 11 750 000

2 Kandang (UK) 1 13 7 850 000 7 850 000

3 Rak pemeliharaan 5 13 280 000 1 400 000

4 Serifem 420 13 12 000 5 040 000

5 Thermometer 2 10 50 000 100 000

6 Sprayer 2 5 15 000 30 000

7 Timbangan 1 13 105 000 35 000

8 Wadah/ember 4 13 33 500 134 000

10 Mobil 1 15 95 000 000 31 666 667

Total biaya 57 955 667

Page 58: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

46

Dalam variabel investasi, ada beberapa variabel yang mengalami reinvestasi

yaitu ketika barang yang diinvestasikan telah habis umur ekonomisnya, dapat

diganti dengan barang baru. Serifrem mengalami reinvestasi sebanyak 100

serifrem sebesar Rp1 500 000, sprayer merupakan alat yang digunakan untuk

menyemprot tubuh ulat dengan menggunakan bahan obat popsol tujuannya dapat

menjaga ketahanan tubuh ulat dan mencegah munculnya penyakit, biaya

pembelian sprayer sebesar sebesar Rp60 000, wadah atau ember di reinvestasi

dengan biaya reinvestasi wadah Rp105 000, dan biaya lampu mengalami

reinvestasi sebesar Rp50 000. Total biaya reinvestasi sebesar Rp1 427 000 yang

dikeluarkan Rumah Sutera. Rincian biaya reinvestasi yang dikeluarkan dapat pada

Tabel 12 di bawah ini.

Tabel 12 Biaya reinvestasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera

No Keterangan Jumlah

(buah)

Umur ekonomis

(tahun)

Harga satuan

(Rp)

Total

nilai(Rp)

1 Seriframe 84 13 12 000 1 008 000

2 Thermometer 2 10 50 000 100 000

3 Sprayer 2 5 15 000 30 000

4 Wadah 4 13 33 500 134 000

5 Timbangan 1 13 105 000 105 000

6 Lampu 2 5 25 000 50 000

Total biaya reinvestasi 1 427 000

Biaya operasional merupakan keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan

ketika mengambil keputusan kegiatan produksi, atau keseluruhan biaya yang

berhubungan dengan kegiatan produksi. Biaya operasional dibagi menjadi biaya

tetap dan biaya variabel, biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh

Rumah Sutera agar dapat memproduksi kokon yang tidak dipengaruhi oleh

banyak atau sedikitnya kokon yang dihasilkan. Sedangkan biaya variabel adalah

seluruh biaya yang besarnya dapat berubah sesuai dengan perubahan banyaknya

kokon yang diproduksi. Biaya tetap dalam analisis ini mengenai biaya sarana

produksi yang meliputi upah tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan, perawatan

transportasi (mobil), perawatan kandang ulat besar dan ulat kecil, perawatan rak

ulat, air, dan listrik.

Sedangkan biaya variabel berasal dari bibit telur ulat, obat popsol, dan biaya

membeli daun murbei. Pada awal tahun pertama, produksi kokon dilakukan

dengan mempersiapkan pembangunan ruang ulat besar maupun ruang ulat kecil

dan membeli peralatan. Rincian biaya variabel terdapat pada lampiran 8. Modal

pribadi usaha adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan dan

keuntungan modal sendiri adalah tidak adanya beban biaya bunga seperti modal

pinjaman (Kasmir dan Jakfar 2003). Sewa lahan merupakan komponen biaya

diperhitungkan bagi Rumah Sutera, namun Rumah Sutera menggarap lahan

sendiri (pemilik lahan) dengan luas 0.5 ha, sehingga biaya sewa lahan 0.5 ha

sebesar Rp1 500 000/tahun atas dasar harga tanah dilingkungan usaha.

Page 59: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

47

Upah tenaga kerja sebesar Rp11 900 000, perawatan mobil sebesar Rp130

000, yang mana biayanya seain dari produksi kokon juga dari produksi benang

sutera dan kain sutera. Perawatan kandang ulat besar sebesar Rp225 000 dan

kandang ulat kecil sebesar Rp155 000, perawatan rak ulat Rp134 000, biaya

pembelian kaporit dan kapur sebesar Rp90 000, dan penggunaan listrik dan air

adalah Rp872 000. Total biaya tetap produksi kokon sebesar Rp15 006 000,

besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 13

berikut.

Tabel 13 Biaya tetap produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon pada

Rumah Sutera

No Keterangan Satuan Biaya per bulan

(Rp)

Total Biaya

per tahun (Rp)

1 Sewa lahan Hektar - 1 500 000

2 Upah tenaga kerja Orang 537 500 11 900 000

3 Perawatan mobil Unit 33 000 130 000

4 Perawatan kandang UB Unit 30 000 225 000

5 Perawatan kandang UK Unit 20 000 155 000

6 Perawatan rak ulat Unit 31 500 134 000

7 Kaporit dan kapur Kg 9 000 90 000

8 Air + listrik Meter 115 500 872 000

Total biaya variabel 15 006 000

Biaya variabel merupakan biaya yang besar nilainya dapat berubah ketika

terjadi perubahan produksi kokon. Komponen yang termasuk biaya variabel

adalah biaya pembelian bibit telur ulat dalam satu box Rp130 000, popsol Rp30

000, dan daun murbei hasil produksi Rumah Sutera sendiri seharga Rp622

000/ton. Biaya pembelian bibit telur ulat sutera dan popsol dilakukan berdasarkan

akan pengalaman yang dialami Rumah Sutera, waktu pemesanan bibit telur ulat

biasanya maksimal sepuluh hari sebelum ulat menetas dan popsol dibeli dalam

satu karung dapat digunakan selama satu tahun. Pada tahun pertama dilakukan

pembangunan ruang ulat kecil, ruang ulat besar, rak pemeliharaan ulat, membeli

bahan baku, dan membeli peralatan yang dibutuhkan, tahun pertama ini tidak

dilakukan pemeliharaan ulat atau tidak memproduksi kokon. Kokon yang

diproduksi belum optimal, hal ini dikarenakan ketersediaan pakan yang terbatas

dan juga pemeliharaan tanaman murbei yang kurang baik. Rincian pengeluaran

biaya variabel setiap tahunnya ditunjukkan pada Lampiran 8.

Analisis Manfaat

Analisis manfaat usaha produksi kokon pada Rumah Sutera yaitu total

produksi kokon yang dihitung berdasarkan penerimaan selama 13 tahun periode

produksi. Penurunan harga kokon jarang terjadi dan harga kokon menurun apabila

petani yang mengolah kokon berkurang. Harga kokon ditentukan berdasarkan

grade yaitu grade A Rp45 000 dan B Rp40 000. Produksi kokon setiap tahun

berbeda-beda dan juga dijual sesuai grade nya, diasumsikan persentasi untuk

grade A yaitu 90 persen dan grade B sebesar 10 persen. Produksi kokon pada

tahun ke-2 hingga tahun ke-9 sebesar 1050 kg, tahun ke-10 sebesar 562.7 kg, ke-

Page 60: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

48

11 sebesar 852.4, ke-12 sebesar 1050 kg, dan tahun ke-13 sebesar 1200 kg. Total

penerimaan penjualan kokon dapat diukur pada Tabel 14 di bawah berikut ini.

Tabel 14 Proyeksi penerimaan penjualan kokon tanpa pengembangan pada

Rumah Sutera

Tahun

Grade A Grade B Total

Penjualan

kokon (Rp) total produksi

(kg)

harga jual

(Rp)

total produksi

(kg)

harga jual

(Rp)

1 - - - -

2 945 45 000 105 40 000 46 725 000

3 945 45 000 105 40 000 46 725 000

4 945 45 000 105 40 000 46 725 000

5 945 45 000 105 40 000 46 725 000

6 945 45 000 105 40 000 46 725 000

7 945 45 000 105 40 000 46 725 000

8 945 45 000 105 40 000 46 725 000

9 945 45 000 105 40 000 46 725 000

10 506.43 45 000 56.27 40 000 25 040 150

11 767.16 45 000 85.24 40 000 37 931 800

12 945 45 000 105 40 000 46 784 525

13 1080 45 000 120 40 000 53 400 000

Pada tahun pertama belum dapat menghasilkan kokon karena tahun pertama

masih dilakukan persiapan usaha, tahun ke dua hingga tahun ke-9 sudah optimal,

namun pada tahun ke-10 terjadi penurunan produksinya disebakan dari telur

terserang virus febrin dan berhentinya peternak plasma bekerjasama dengan

Rumah Sutera, tahun ke-12 produksi naik kembali, dan tahun ke-13 produksi naik.

Penurunan penerimaan produksi kokon karena petani pemeliharaan tanaman

murbei yang berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera (plasma), dan memilih

beralih pekerjaan usaha lain seperti menanam tanaman hortikultura dan pedagang

terjadi dari tahun 2011 dan juga disebabkan dari menurunnya kualitas daun

murbei yang dihasilkan Rumah Sutera. Pemeliharaan telur ulat berkurang

disebabkan pakan (daun murbei) yang terbatas dan juga kualitas daun murbei

menurun. Manfaat yang diperoleh Rumah Sutera tidak diperoleh dari penjualan

kokon saja, tetapi juga dari nilai sisa barang yang sudah habis umur usaha dan

masih bisa dijual. Nilai sisa diperoleh dari biaya investasi yang terdapat hingga

akhir umur proyek, terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa

di akhir umur ekonomis dan di akhir umur proyek, sebagaimana terlihat pada

Tabel 15 di bawah ini. Nilai sisa yang terdapat pada usaha produksi kokon

tersebut menjadi tambahan manfaat bagi Rumah Sutera. Penentuaan nilai sisa oleh

Rumah Sutera dengan memperkirakan apabila peralatan masih dapat dijual pada

saat habis umur usaha.

Pada usaha produksi kokon, terdapat peralatan yang tahun terakhir atau

tahun ke-13 belum habis umur ekonomisya yaitu bangunan Rumah ulat besar

(UB) dan ulat kecil (UK), rak pemeliharaan, serifrem, wadah atau ember, dan

mobil. Total nilai sisa pada tahun terakhir yang diperoleh Rumah Sutera sebesar

Rp5 810 566 dan total penyusutan yang dikeluarkan setiap investasi, besarnya

Page 61: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

49

penyusutan dalam satu tahun adalah Rp3 738 191, cara menghitung nilai

penyusutan yaitu harga beli dikurangi nilai sisa kemudian dibagikan dengan umur

ekonomis produk.

Tabel 15 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi tanpa pengembangan

produksi kokon

No Investasi Umur teknis

(tahun)

Nilai beli

(Rp)

Nilai sisa

(Rp)

Penyusutan

(Rp)

1 Kandang UB 13 11 750 000 1 175 000 813 461

2 Kandang UK 13 7 850 000 785 000 543 461

3 Rak pemeliharaan 13 1 400 000 140 000 96 000

4 Serifrem 13 5 040 000 504 000 348 923

5 Sprayer 5 60 000 6 000 10 800

6 Thermometer 10 100 000 10 000 9 000

7 Wadah/ ember 13 134 000 13 400 9 277

8 Timbangan 13 105 000 10 500 7 269

9 Mobil 15 31 666 667 3 166 666 1 900 000

Total 5 810 566 3 738 191

Hasil Analisis Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon

Hasil Perhitungan analisis finansial usaha tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei sebagai pakan

ulat sutera, produksi kokon di Rumah Sutera yaitu berdasarkan kriteria NPV, Net

B/C, IRR, dan Payback Periode (PP). Hasil analisis finansial produksi kokon

dapat ditunjukkan pada Tabel 16 berikut ini.

Tabel 16 Hasil analisis aspek finansial tanpa pengembangan

Kriteria Apabila memproduksi daun murbei

Net Present Value (Rp) 29 137 225.8

Net B/C 1.54

Internal Rate of Return (%) 14%

Payback Period (tahun) 6 tahun 7 bulan

Berdasarkan Tabel 17 diatas, hasil analisis aspek kedua analisis tersebut

memiliki keuntungan masing-masing, yang mana analisis ini Rumah Sutera

memproduksi daun murbei sendiri biayanya sebesar Rp622 000/ton. Tambahan

manfaat yang diterima selama umur usaha yaitu 13 tahun dengan tingkat diskonto

6 persen, yaitu ketika Rumah Sutera memproduksi daun murbei sendiri sebesar

Rp29 137 225.8. Nilai net B/C analisis tersebut layak (Net B/C>1), ditunjukkan

dengan diperoleh nilai sebesar 1.54 yang artinya setiap Rp 1 biaya yang

dikeluarkan oleh Rumah Sutera untuk produksi kokon akan memperoleh manfaat

bersih sebesar Rp1.54. Hasil perhitungan nilai IRR ini layak (IRR>6 persen),

nilainya yaitu 14 persen artinya tepat Rumah Sutera menginvestasikan modal

yang dimiliki untuk usaha produksi kokon apabila dibandingkan dengan

mendepositokan modalnya di lembaga perbankan (Bank Mandiri 6 persen). Nilai

Page 62: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

50

payback period atau yang disebut dengan waktu pengembalian investasi yaitu

selama 6 tahun 7 bulan, hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi kokon pada

Rumah Sutera ini layak karena waktu pengembalian investasi tercapai sebelum

umur usaha berakhir. Terlampir pada Lampiran 9 dan 10.

Analisis Switching value Tanpa Pengembangan Produksi Kokon

Analisis switching value dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu

usaha dikatakan dapat dijalankan apabila terjadi perubahan variabel atau

mengetahui sejauh mana batas maksimum perubahan yang dapat ditoleransi.

Perubahan yang masih dapat ditoleransi yaitu penurunan jumlah produksi dan

kenaikan biaya daun murbei. perubahan masih dapat ditoleransi ketika NPV sama

dengan nol, net B/C sama dengan satu dan IRR sama dengan discount factor (df)

yang digunakan. Hasil analisis switching value yang masih dapat ditoleransi

terhadap perubahan penurunan produksi kokon tanpa pengembangan sebesar 3.86

persen. Penurunan produksi ini mengakibatkan menurunnya penerimaan Rumah

Sutera pada tahun ke dua dan ke-9, tahun ke-10, dan tahun ke-11, tahun ke-12

sampai ke-13, analisis switching value tersedia pada Lampiran 11. Petani yang

menjual daun murbei semakin sedikit meyebabkan harga daun murbei meningkat.

Persentase perubahan maksimal output yang dapat ditolerir oleh Rumah Sutera

pada kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11 persen,

tersedia pada Lampiran 12.

Hasil Analisis dengan Pengembangan

Analisis Kelayakan Non Finansial

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kelayakan usaha

produksi pada Rumah Sutera adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen

dan hukum, aspek sosial dan lingkungan.

Aspek Pasar

Analisis aspek pasar ini dilakukan untuk melihat apakah berdasarkan

kriteria aspek pasar ini layak atau tidak. Kriteria kelayakan aspek pasar yaitu

adanya peluang pasar kokon, terkait permintaan dan penawara dan perkiraan

kapasitas produksi kokon. Produksi kokon yang semakin menurun sedangkan

semakin meningkatnya permintaan terhadap kokon, hal ini merupakan peluang

bagi Rumah Sutera untuk dapat mengembangkan usaha produksi kokon agar

dapat memenuhi permintaan. Untuk menanggapi peluang tersebut maka Rumah

Sutera berencana melakukan pengembangan usaha produksi kokonnya. Analisis

dengan pengembangan produksi kokon dilakukan karena, semakin tingginya

permintaan akan kokon oleh industri benang sutera, sehingga Rumah Sutera

melakukan penambahan pemeliharaan ulat yang dapat meningkatkan produksi

kokon. Rencana pengembangan usaha diasumsikan dalam satu tahun Rumah

Sutera memproduksi kokon sebanyak 4 200 sampai 4 800 kg, sedangkan

berdasarkan wawancara dengan pihak Rumah Sutera, permintaan kokon dalam

satu tahun sebesar 1 500 kg dan setiap tahun peningkatan meningkat, oleh sebab

itu Rumah Sutera mampu memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.

Page 63: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

51

1. Permintaan dan Penawaran

Saat ini permintaan kokon cukup menjanjikan, hal ini karena pola

pikir masyarakat Indonesia masih menganggap serat kokon dapat diolah

menjadi benang sutera yang bermutu tinggi. Produk yang dihasilkan pada

usaha produksi kokon merupakan produk yang sesuai dengan permintaan

pasar dan harga yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh masyarakat.

Analisis aspek pasar berdasarkan pengembangan dilakukan karena

tingginya permintaan sedangkan penawaran masih belum mencukupi

permintaan. Analisis dengan pengembangan membuat kokon yang

diproduksi cukup besar, sehingga dapat dijual kepada industri benang

sutera (dapat memenuhi permintaan).

1) Produk

Fokus produk yang dianalisis oleh peneliti pada Rumah

Sutera adalah produksi kokon, standarnya satu box telur

menghasilkan 30 kg kokon. Kokon yang diproduksi untuk

dipasarkan memiliki ciri khusus yaitu grade A dan B.

2) Harga

Harga kokon yang ditetapkan Rumah Sutera rata-rata setiap

tahunnya tidak mengalami kenaikan dan penurunan, saat ini Rumah

Sutera menjual kokon dengan harga untuk grade A Rp45 000 dan

grade B Rp40 000.

3) Promosi

Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Rumah Sutera yaitu

melalui media internet, media elektronik, komunikasi masyarakat

dengan menaruh iklan papan nama yang menjelaskan terdapatnya

Rumah Sutera. Rumah Sutera memiliki situs web yaitu

www.Rumahsuteraalam.com.

4) Distribusi

Keberadaan lokasi yang terletak di pinggir jalan raya

menjadikan lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera cukup

strategis. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Sutera yaitu kokon

dan dipasarkan pada galeri. Konsumen dapat membeli kokon dapat

memesan terlebih dahulu, kemudian pihak Rumah Sutera langsung

mengantar kokon tersebut, menggunakan transportasi yang dimiliki

Rumah Sutera yaitu mobil.

2. Perkiraan kapasitas produksi kokon

(Soeharto 2003) dalam menentukan besarnya kapasitas dapat

diukur dari jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek dengan

memperhitungkan perubahan produksi, seperti akibat fluktuasi

permintaan pasar, ketersediaan bahan (musiman), dan lain-lain,

sedangkan jangka panjang berhubungan dengan tingkat perkiraan

produksi jangka panjang. Sebelum memproduksi kokon, Rumah Sutera

memperkirakan terlebih dahulu kapasitas yang akan dilakukan untuk

produksi, tentu perkiraan utama yang diperhatikan yaitu ketersediaan

daun murbei yang akan dibeli, jumlah box telur ulat yang akan dipelihara,

kapasitas rak pemeliharaan dan alat serifrem. Upaya Rumah Sutera untuk

rencana pengembangan skala usaha yang akan dilakukan dengan

Page 64: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

52

meningkatkan pemeliharaan jumlah box bibit telur ulat,karena semakin

meningkatnya permintaan terhadap kokon yang diproduksi, peningkatan

kapasitas produksi kokon diasumsikan 4 200 sampai 4 800 kg/tahun. Dari

penjelasan mengenai aspek pasar tersebut, usaha produksi kokon layak

untuk dijalankan, karena berdasarkan kelayakan aspek pasar Rumah

Sutera memiliki potensi dalam memproduksi kokon.

Aspek Teknis

Analisis aspek teknis pada Rumah Sutera yaitu mencakup lokasi usaha, luas

produksi, proses produksi, dan layout. Berikut penjelasan deskripsi hasil analisis

dengan pengembangan dari aspek teknis.

1. Lokasi usaha

Rumah Sutera yang dimiliki oleh Bapak Tatang Ghazali berlokasi

di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi usaha atas

pertimbangan yaitu ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju

berdekatan, tenaga kerja, dan lokasi yang cocok dilakukan produksi

kokon. Lokasi usaha cukup strategis, karena lokasi usaha ini berdekatan

dengan pelanggan yaitu petani pemintalan benang dan industri kain

sutera yang berada di Sukabumi dan Cianjur, dan juga lokasi usaha

Rumah Sutera berdekatan dengan tempat wisata lain yang dapat

menguntungkan satu sama lain. Lokasi usaha pada Rumah Sutera tidak

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku diantaranya daun

murbei, bibit telur ulat, pembelian desinfeksi, dan sarana produksi

lainnya. Tenaga kerja yang digunakan Rumah Sutera untuk memproduksi

kokon berjumlah tiga orang.

2. Luas produksi

(Kasmir dan Jakfar 2003) Mendefinisikan penentuan luas

produksi berkaitan dengan berberapa jumlah produksi yang dihasilkan

dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan

peralatan yang dimiliki serta biaya yang digunakan paling efisien. Luas

produksi kokon pada Rumah Sutera dengan pengembangan seluas satu

hektar, fasilitas-fasilitas pada lingkungan produksi kokon yakni terdapat

sumur untuk membersihkan peralatan dan bangunan, lahan, rak

pemeliharaan, rak penetasan, dan serifrem. Luas produksi kokon dengan

pengembangan, luas lahan produksi bertambah menjadi dua hektar

dengan menambah pemeliharaan ulat sutera 14 sampai 16 box. Tabel 17

ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera ketika

memproduksi kokon dengan pengembangan.

Tabel 17 Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera

No Fasilitas Ukuran (p×l) Dengan pengembangan

(jumlah)

1 Ruang ulat kecil 6×7 2

2 Ruang ulat besar 6×10 2

4 Rak pemeliharaan ulat 6×1 10

5 Galeri 4×5 1

Sumber: Rumah Sutera 2013

Page 65: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

53

3. Proses produksi kokon

Proses produksi kokon dengan pengembangan sama dengan

kondisi tanpa pengembangan.

4. Tata Letak (Layout)

Tata letak (layout) tempat produksi harus memiliki ketepatan

penempatan fasilitas-fasilitas seperti mesin, letak alat-alat produksi, dan

lajur pengangkutan barang. Pada Rumah Sutera, kandang pemeliharaan

ulat kecil maupun besar terdapat sekat untuk penyimpanan daun mubei

dan penyimpanan peralatan, sehingga dapat memudahkan pengambilan

pakan daun murbei dan pengambilan peralatan, dan juga bangunan ruang

pemeliharaan ulat kecil berdekatan dengan ruang pemeliharaan ulat besar

yang dapat memudahkan dalam pengangkutan ketika ulat dipindahkan.

Tata letak (Layout) produksi kokon pada Rumah Sutera dengan

pengembangan sudah sesuai dengan kriteria layout, terlampir pada

Lampiran 13. Hasil analisis dari aspek teknis terkait produksi kokon

dengan pengembangan menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk

dijalankan, dengan pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi,

proses produksi, dan layout sesuai dengan kriteria yang diperlukan sesuai

aspek teknis.

Aspek Manajemen dan Hukum

Jumlah tenaga kerja dengan pengembangan sebanyak tiga orang, setiap

bagian karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, yang mana

dua orang untuk kegiatan pemeliharaan ulat kecil dan satu orang untuk

pemeliharaan ulat besar. Rumah Sutera ini digolongkan dalam usaha perorangan

karena modal usaha yang digunakan berasal dari satu orang yaitu pemilik

perusahaan Bapak Tatang Ghazali. Rumah Sutera sudah mendapatkan izin usaha

dibuktikan dengan Rumah Sutera membayar biaya perizinan usaha, membayar

pajak usaha yang ditunjukkan terdapat slip pembayaran pajak usaha, dan terdapat

akte tanah. Analisis aspek manajemen dengan pengembangan dinyatakan layak

karena sudah tepatnya manajemen yang dijalankan dan aspek hukum layak

dijalankan karena sudah sesuai dengan kriteria kelayakan aspek hukum.

Aspek Sosial dan Lingkungan

Analisis berdasarkan aspek sosial pada Rumah Sutera ini layak dijalankan

ditujukkan Rumah Sutera mempu membuka lapangan pekerjaan yang mana saat

ini Rumah Sutera telah melibatkan masyarakat sekitar sebanyak 13 orang, tenaga

kerja yang digunakan untuk memproduksi kokon dengan pengembangan tenaga

kerja bertambah menjadi tiga orang. Limbah produksi kokon tidak dampak negatif

bagi masyarakat sekitar. Usaha produksi kokon pada aspek sosial dan lingkungan

dengan analisis dengan pengembangan produksi dikatakan layak untuk

diusahakan karena tidak menimbulkan dampak kerugian negatif bagi masyarakat,

namun saling menguntungkan bagi Rumah Sutera dengan masyarakat.

Berdasarkan kriteria aspek sosial dan lingkungan, Rumah Sutera mampu

memenuhi kriteria tersebut sehingga usaha ini layak.

Page 66: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

54

Analisis Kelayakan Finansial dengan Pengembangan Produksi Kokon

Analisis Kelayakan Finansial

Rencana pengembangan usaha produksi kokon terletak di lokasi usaha yang

sama dengan usaha produksi tanpa pengembangan. Metode analisis untuk

menentukan kelayakkan usaha produksi kokon menggunakan kriteria investasi

yaitu analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit

Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) dan switching value. Untuk

melakukan perhitungan kelayakan finansial terkait rencana pengembangan usaha

produksi kokon asumsi dasar penelitian adalah sebagai berikut.

1. Umur bisnis atau usaha produksi kokon pada Rumah Sutera di

Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yaitu berdasarkan umur

ekonomis dari alat pengokonan (serifrem), karena merupakan asset yang

paling berpengaruh atau terpenting. Alat pengokonan (serifrem) sebagai

variabel yang dijadikan lamanya umur proyek yaitu umur ekonomis 13

tahun.

2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan

pemeliharaan, membutuhkan waktu satu tahun, dan diasumsikan bahwa

awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama,

sehingga tahun pertama belum menghasilkan keuntungan.

3. Satu tahun Rumah Sutera mempu memproduksi kokon selama 10 bulan,

yang satu bulannya memproduksi kokon dua kali. Kokon dijual kepada

petani pengolah kokon (PT. Indojado Sutera Pratama) dan diolah sendiri.

4. Usaha ini didirikan dengan menggunakan modal sepenuhnya dari pemilik

Rumah Sutera tanpa ada bantuan permodalan dari pihak Bank.

5. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang

berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga

umur usaha berakhir yaitu kokon grade A Rp45 000 dan grade Rp40

000.

6. Dalam satu box bibit telur ulat terdapat 25.000 telur ulat dengan harga

Rp130 000 per box dan harga bibit diasumsikan tetap selama umur usaha.

7. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus dan

perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba dan rugi

usaha setiap tahunnya.

8. Perhitungan besarnya pajak penghasilan Pasal 17 Undang-undang Nomor

17 Tahun 2000 tentang tarif umum PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri

dan bentuk usaha tetap, pajak penghasilan sebesar 25% setiap tahunnya.

9. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku

bunga deposito rata-rata Bank Mandiri pada tahun 2013, yaitu sebesar 6

persen. Tingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur

usaha.

Analisis kelayakan dengan pengembangan produksi kokon merupakan

analisis rencana pengembangan usaha produksi kokon dilakukan dengan

menambah kapasitas telur ulat yang dipelihara dengan tetap menggunakan input

yang sama. Pengembangan usahanya dengan asumsikan dapat memelihara telur

Page 67: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

55

ulat sebanyak 14 hingga 16 box dalam satu bulan. Rencana pengembangan usaha

ini atas dasar kemauan pemilik agar mampu memenuhi permintaan kokon di Jawa

Barat khususnya Kabupaten Bogor. Rumah Sutera dapat memproduksi kokon

pada analisis tanpa pengembangan salah satunya dipengaruhi dari ketersediaan

daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera dan juga input-input, yang mana

produksi daun belum optimal dan juga penggunaan input-input belum optimal

sehingga produksi kokon belum optimal, hal ini menyebabkan RUmah Sutera

belum mempu memenuhi permintaan konsumen. Namun pada analisis dengan

pengembangan, produksi sudah optimal dan juga input-input dapat digunakan

secara optimal dan juga diasumsikan Rumah Sutera membeli daun murbei dari

luar atau petani penyedia daun murbei agar kokon yang diproduksi optimal dan

dapat memenuhi permintaan konsumen.

Analisis Biaya

Analisis arus biaya pada analisis finansial dengan pengembangan produksi

kokon terdiri dari biaya pra investasi, investasi, dan biaya operasional. Biaya pra

investasi yang dikeluarkan sama dengan biaya pra investasi pada tanpa

pengembangan produksi kokon yaitu untuk biaya pelatihan dan perizinan

membangun usaha yang besarnya Rp1 500 000. Biaya investasi dengan

pengembangan produksi kokon sama dengan investasi tanpa pengembangan

produksi kokon, perbedaanya terdapat pada penambahan luas lahan menjadi satu

hektar. Rumah pemeliharaan ulat besar bertambah dua dan kecil bertambah satu,

biayanya menjadi Rp35 250 000 dan kandang ulat kecil bertambah satu, sehingga

biayanya sebesar Rp15 700 000. Rak pemeliharaan ulat sutera juga bertambah

biayanya sebesar Rp3 640 000, serifem menjadi 1 920 buah sehingga biayanya

menjadi Rp23 040 000. Timbangan biaya investasinya Rp210 000, thermometer

biayanya Rp250 000, sprayer Rp150 000, wadah sebagai tempat pakan murbei

bertambah menjadi 10 buah dengan biaya Rp335 000, dan mobil sebesar Rp31

666 667. Besarnya biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon

bertambah menjadi Rp110 026 607. Biaya investasi yang dikeluarkan dengan

pengembangan produksi kokon dapat ditunjukkan pada Tabel 18 berikut ini.

Tabel 18 Biaya Investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera tahun 2014

No Keterangan Jumlah

(buah)

Umur

ekonomis

(tahun)

Harga satuan

(Rp)

Biaya

(Rp)

1 Kandang (UB) 3 13 11 750 000 35 250 000

2 Kandang (UK) 2 13 7 850 000 15 700 000

3 Rak pemeliharaan 13 13 280 000 3 640 000

4 Serifem 1 920 13 12 000 23 040 000

5 Timbangan 2 13 35 000 70 000

6 Thermometer 5 10 50 000 250 000

7 Sprayer 5 5 15 000 75 000

8 Wadah/ember 10 13 33 500 335 000

9 Mobil 1 15 95 000 000 31 666 667

Total biaya investasi 110 026 667

Page 68: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

56

Kapasitas bangunan ruang pemeliharaan ulat besar sebanyak enam box dan

kapasitas bangunan ruang pemeliharaan ulat sutera kecil mampu menampung ulat

delapan box, rencana pengembangan usaha dengan memelihara telur ulat

kapasitasnya sebanyak 14 sampai 16 box, sehingga perlu membangun kandang

pemeliharaan ulat besar, kecil dan rak pemeliharaan ulat. Penggunaan setiap biaya

yang dikeluarkan untuk biaya reinvestasi sedikit berbeda dengan penggunaanya

pada tanpa pengembangan produksi kokon. Biaya reinvestasi tersebut adalah,

serifrem, thermometer, sprayer, wadah, dan timbangan. Total biaya reinvestasi

sebesar Rp5 478 000, rincian biaya reinvestasi ditunjukkan pada Tabel 19 berikut

ini.

Tabel 19 Biaya reinvestasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah

Sutera tahun 2014

No Keterangan Jumlah

(buah)

Umur

ekonomis

(tahun)

Harga

satuan (Rp)

Total Nilai

(Rp)

1 Serifrem 384 13 12 000 4 608 000

2 Thermometer 5 10 50 000 250 000

3 Sprayer 5 5 15 000 75 000

4 Wadah/ember 10 13 33 500 335 000

5 Timbangan 2 13 35 000 210 000

Total biaya reinvestasi 5 478 000

Biaya berikutnya yang dihitung adalah biaya operasional, biaya operasional

dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Analisis ini dengan rencana

pengembangan usaha dengan menambah pemeliharaan telur ulat sutera. Biaya

tetap dengan pengembangan usaha yaitu sewa lahan, upah tenaga kerja, parawatan

transportasi (mobil), perawatan kandang ulat besar, perawatan kandang ulat kecil,

perawatan rak pemeliharaan, dan listrik dan air. Besarnya biaya tetap yang

dikeluarkan per tahun Rp60 455 400 ditunjukkan pada Tabel 20 di bawah ini.

Tabel 20 Biaya tetap per tahun dengan pengembangan produksi kokon pada

Rumah Sutera tahun 2014

No Keterangan Jumlah Satuan Biaya per

bulan (Rp) Nilai (Rp)

1 Sewa lahan 0.5 Hektar - 1 500 000

2 Upah tenaga kerja 3 Orang 1 487 500 53 550 000

3 Perawatan mobil 1 Unit 80 000 130 000

4 Perawatan kandang UB 3 Unit 90 000 675 000

5 Perawatan kandang UK 2 Unit 40 000 310 000

6 Perawatan rak ulat 13 Unit 45 100 348 400

7 Kapur dan kaporit 150 Kg 1 800 270 000

8 Air + listrik - Meter 203 000 2 436 000

Total biaya tetap 60 455 400

Page 69: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

57

Biaya variabel yang dikeluarkan dengan pengembangan produksi kokon

terdiri dari biaya pembelian bibit telur ulat sutera, biaya pembelian popsol, dan

biaya pembelian daun murbei. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit telur

ulat sutera satu box Rp130 000, popsol Rp30 000 dimana Rumah Sutera membeli

daun murbei dari luar Rumah Sutera membeli dengan harga Rp650 000/ton.

Perubahan biaya daun murbei mempengaruhi perubahan biaya variebel, rincian

pengeluaran biaya variabel setiap tahunnya ditunjukan pada Lampiran 14.

Analisis Manfaat

Manfaat yang diterima pada pengembangan produksi kokon berasal dari

penerimaan penjualan kokon dan nilai sisa barang investasi. Analisis manfaat

berdasarkan penerimaan selama 13 tahun periode produksi dengan rata-rata satu

box dapat menghasilkan kokon sebanyak 30 kg dan harga kokon diasumsikan

sebesar Rp45 000 untuk grade A dan Rp40 000 grade B. Produksi kokon setiap

tahun berbeda-beda dan juga dijual sesuai grade nya, diasumsikan persentasi

untuk grade A yaitu 90 persen dan grade B sebesar 10 persen. Satu bulan dapat

memproduksi kokon dua kali, yang mana pada tahun pertama Rumah Sutera

belum memproduksi kokon, sehingga produksi kokon dimulai dari tahun kedua.

Tahun kedua Rumah Sutera memelihara telur ulat sebanyak 140 box bibit telur

ulat dengan memperoleh kokon sebanyak 4 200 kg. Tahun ketiga hingga tahun

terakhir Rumah Sutera memelihara telur ulat sebanyak 160 box, kemudian

dikalikan 30 kg kokon sehingga kokon yang dihasilkan sebanyak 4 800 kg.

Besarnya penerimaan penjualan kokon setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel

21.

Tabel 21 Proyeksi penerimaan penjualan dengan pengembangan produksi kokon

pada Rumah Sutera

Tahun

Grade A Grade B Penerimaan

kokon Total

produksi (kg)

Harga

(Rp)

Total

produksi (kg)

harga

(Rp)

1 - - -

2 3 780 45 000 420 40 000 186 900 000

3 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

4 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

5 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

6 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

7 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

8 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

9 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

10 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

11 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

12 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

13 4 320 45 000 480 40 000 213 600 000

Manfaat lain yang diterima selain penerimaan dari penjualan kokon juga

diterima dari nilai sisa diperoleh dari barang-barang investasi yang masih

memiliki nilai jual ketika berakhirnya umur proyek yang disebut nilai sisa. Nilai

Page 70: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

58

sisa diperoleh dari biaya investasi yang masih memiliki nilai hingga akhir umur

proyek. Terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa di akhir

umur usaha yaitu kandang ulat besar, kandang ulat kecil, rak pemeliharaan ulat,

serifrem, timbangan, wadah, dan transportasi. Total nilai sisa sebesar Rp11 066

166 dan penyusutan Rp36 295 608, dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini.

Tabel 22 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi dengan pengembangan

produksi kokon pada Rumah Sutera

No Investasi Umur teknis

(tahun)

Nilai beli

(Rp)

Nilai sisa

(Rp) Penyusutan

1 Kandang UB 13 35 250 000 3 525 000 2 440 384

2 Kandang UK 13 15 700 000 1 570 000 1 086 923

3 Rak

pemeliharaan

13 3 640 000 364 000 252 000

4 Serifrem 13 23 040 000 2 304 000 1 595 076

5 Thermometer 10 250 000 - 25 000

6 Sprayer 5 75 000 - 30 000

7 Wadah 13 335 000 33 500 30 115

8 Timbangan 13 70 000 7 000 14 538

9 Mobil 13 31 666 667 3 166 666 31 455 555

Total 11 066 166 36 929 591

Hasil Analisis Aspek Finansial Dengan Pengembangan

Hasil perhitungan analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon

yaitu ketika Rumah Sutera membeli daun murbei sebagai pakan ulat sutera, kokon

menggunakan kriteria nilai NPV, net B/C, IRR, dan Payback Period (PP). Hasil

analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon ditunjukkan pada Tabel

23.

Tabel 23 Hasil analisis aspek finansial dengan pengembangan produksi kokon jika

membeli daun

Berdasarkan Tabel 23 hasil analisis dengan pengembangan produksi kokon,

nilai Net Present Value dikatakan layak untuk dijalankan karena nilainya lebih

besar dari nol (NPV>0) yaitu sebesar Rp364 063 503.3. Artinya tambahan

manfaat bersih yang diterima selama umur proyek yaitu 13 tahun pada tingkat

diskonto yang berlaku (6 persen) sebesar Rp364 063 503.3. Berdasarkan hasil

analisis nilai net B/C, analisis ini menghasilkan nilai yang lebih besar dari 1 (net

B/C>1) yaitu sebesar 3.52. Artinya adalah setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan

selama umur usaha yaitu 13 tahun dengan tingkat diskonto 6 persen,

Kriteria Dengan pengembangan

Net Present Value (Rp) 364 063 503.3

Net B/C 3.52

Internal Rate of Return (%) 40%

Payback Period (tahun) 3 tahun 10 bulan

Page 71: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

59

menghasilkan manfaat sebesar Rp3.52, analisis switching value tersedia pada

Lampiran 15 dan 16.

Berdasarkan hasil analisis IRR sebesar 40 persen, yang mana nilai IRR ini

jauh lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 6 persen. Artinya

pemilik tepat menginvestasikan modal yang dimiliki untuk usaha produksi kokon,

jika dibandingkan dengan mendepositokan modalnya di lembaga perbankan. Nilai

payback periode atau waktu pengembalian investasi yaitu jika memproduksi daun

murbei selama 3 tahun 10 bulan. Berdasarkan hasil analisis usaha produksi kokon

tanpa pengembangan ini layak untuk dijalankan karena waktu pengembalian

investasi kurang dari umur usaha yaitu 13 tahun.

Analisisis Switching value dengan Pengembangan Produksi Kokon

Analisis switching value menunjukkan bahwa secara aspek finansial usaha

produksi kokon akan tetap dapat mencapai keuntungan, namun jika terjadi

perubahan variabel diantaranya yaitu penurunan jumlah produksi dan kenaikkan

harga jual daun murbei, dapat mempengaruhi nilai NPV, Net B/C, IRR, dan PP.

Persentasi batas kepekaan yang masih dapat diterima Rumah Sutera terhadap

penurunan jumlah produksi sebesar 19.19 persen. Batas perubahan yang masih

dapat ditoleransi Rumah Sutera terhadap perubahan peningkatan harga jual daun

murbei ketika Rumah Sutera memproduksi daun yaitu sebesar 88.08 persen. Hasil

analisis switching value tersedia pada Lampiran 15 dan 16. Apabila perubahan

penurunan produksi kokon dan kenaikan biaya daun murbei tidak melebihi

persentase perubahan atau tidak melebihi batas toleransi maka dikatakan layak

untuk dijalankan

Analisis Perbandingan tanpa Pengembangan dan dengan Pengembangan

Analisis perbandingan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan

produksi kokon, dilakukan mengukur kelayakan dengan metode Net Present

Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C),

dan Payback Periode (PP), dan melakukan analisis switching value. Hasil

analisisnya dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Perbandingan analisis tanpa pengembangan dan dengan pengembangan

apabila memproduksi daun murbei

Uraian Tanpa

pengembangan

Dengan

pengembangan

Net Present Value (NPV) 29 466 304 364 063 503.3

Net benefit Cost Ratio (Net B/C) 1.55 3.52

Internal Rate of Return (IRR) 14% 40%

Payback Periode (PP) 6 tahun 7 bulan 3 tahun 10 bulan

Switching Value (penurunan produksi

kokon) 3.86 19.15

Switching Value (kenaikan harga daun

murbei) 35.11 88.08

Page 72: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

60

Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa kedua analisis tersebut memiliki

keuntungan yang dijalankan masing-masing, yang mana nilai NPV ketika

memproduksi kokon tanpa pengembangan memperoleh tambahan menfaat sebesar

Rp29 466 304, namun keuntungan yang diperoleh ketika memproduksi kokon

dengan pengembangan produksi kokon jauh lebih besar dari pada tanpa

pengembangan produksi kokon yaitu sebesar Rp364 063 503.3. Perhitungan nilai

net B/C untuk kedua analisis produksi kokon tersebut menunjukkan layak untuk

dilaksanakan atau dijalankan, ditunjukkan dengan perolehan nilai lebih besar dari

1 (net B/C>1). Hasil analisis nilai net B/C, yang merupakan manfaat yang paling

besar yaitu pada kondisi dengan pengembangan.

Perhitungan IRR untuk kedua usaha produksi tersebut dinyatakan layak

karena memiliki hasil perhitungan nilai IRR lebih besar dari discount factor yang

nilainya sebesar 6 persen, masing-masing nilai sebesar 14 persen dan 40 persen,

sehingga nilai yang lebih menguntungkan yaitu dengan pengembangan.

Perhitungan kriteria waktu pengembalian investasi yang disebut dengan payback

periode terhadap produksi kokon tanpa pengembangan selama 6 tahun 7 bulan,

sedangkan produksi kokon dengan pengembangan waktu pengembalian investasi

3 tahun 10 bulan. Hasil perhitungan payback periode menunjukkan bahwa dengan

pengembangan produksi kokon lebih menguntungkan karena tingkat

pengembalian investasi lebih cepat dari pada tanpa pengembangan produksi

kokon. Oleh sebab itu, jika dibandingkan tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan, lebih baik mengusahakan produksi kokon dengan pengembangan

karena waktu pengembalian modal lebih cepat.

Pada Tabel 24 di atas, batas toleransi penurunan jumlah produksi kokon

sebesar 3.86 persen dan kenaikan harga daun murbei 35.11 sebesar persen.

Sedangkan dengan pengembangan batas toleransi sebesar 19.15 persen dan

kenaikan harga daun murbei sebesar 88.08 persen. Persentase perubahan terhadap

parameter tersebut merupakan persentase maksimal yang dapat ditolerir oleh

Rumah Sutera ketika memproduksi kokon. Apabila persentase penurunan julah

produksi dan kenaikan harga daun murbei lebih besar dari persentase yang

ditolerir, maka kegiatan usaha produksi kokon tidak layak untuk dijalankan.

Nilai NPV, Net B/C, IRR, dan PP tanpa pengembangan lebih kecil dari pada

dengan pengembangan karena pada kondisi tanpa pengembangan, produksi belum

optimal yang disebabkan dari berhentinya petani palasma yang bekerjasama dan

juga telur ulat yang dipeihara terserang virus febrin. Oleh sebab itu keuntungan

yang diperoleh sangat kecil. Pada perbandingan analisis tanpa pengembangan dan

pengembangan, lebih baik mengembangkan usaha produksi kokon dengan

pengembangan, risikonya apabila membeli yaitu Rumah Sutera perlu

memperhatikan jumlah dan kontinuitas ketersediaan daun murbeinya. Sumber

daun murbei sebaiknya tidak jauh dari Rumah Sutera, apabila lokasi petani

penyedia daun murbei jauh dapat menyebabkan daun murbei kering dan layu

sahingga kandungan dalam daun berkurang (ulat tidak tumbuh baik).

Page 73: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

61

Gambar 5 Hubungan NPV dan IRR tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari kelayakan usaha produksi kokonbaik tanpa pengembangan

dan dengan pengembangan pada Rumah Sutera milik Bapak Tatang yaitu

berdasarkan hasil analisis aspek non finansial yang terdiri dari analisis aspek

pasar, aspek teknis, serta aspek sosial dan lingkungan, dan aspek manajemen dan

aspek hukum. Aspek pasar baik tanpa pengembangan dan dengan pengembangan,

layak untuk dijalankan karena adanya potensi pasar dengan penjualan kokon yang

dipasarkan. Analisis dari aspek teknis (tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan) menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan dengan

pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout

sesuai dengan kriteria yang diperlukan dari apek teknis. Analisis aspek sosial dan

lingkungan (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan) usaha ini tidak

memberikan dampak negatif kepada lingkungan masyarakat usaha produksi

kokon pada Rumah Sutera, sehingga layak untuk dijalankan.

Berdasarkan aspek hukun (tanpa pengembangan dan dengan

pengembangan) layak untuk dijalankan karena usaha produksi kokon pada Rumah

Sutera sudah memenuhi kriteria aspek hukum dan peraturan yang berlaku di

wilayah usaha produksi kokon. Namun berdasakan aspek manajemen usaha ini

tidak layak untuk dijalankan karena pembagian tugas dan tanggung jawab yang

tidak jelas yang mana kesulitan memberikan koordinasi dan pengontrolan antara

pemilik dan tenaga kerja maupun sebaliknya, namun ketika kondisi dengan

pengembangan dikatakan layak karena dengan rencana sudah dilakukan perbaikan

terhadap manajemennya. Berdasarkan analisis aspek kelayakan finansial usaha

produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon

layak untuk dijalankan, karena nilai NPV lebih besar dari nol, net B/C lebih besar

dari satu, IRR lebih besar dari tingkat diskonto 6 persen dan payback periode (PP)

atau tingkat pengembalian modal kurang dari umur usaha selama 13 tahun.

Hasil analisis kelayakan finansial apabila dibandingkan lebih baik

menjalankan dan mengembangkan usaha produksi kokon dengan pengembangan,

i= 6% DR

IRR

14% 40%

IRR

NPV

364 063 503.3

29 137 225

Page 74: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

62

karena lebih menguntungan dari pada usaha produksi kokon tanpa pengembangan

produksi kokon. Batas toleransi perubahan maksimum agar produksi kokon layak

terhadap penurunan jumlah produksi kokon jika Rumah Sutera memproduksi

kokon (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan sebesar 3.86 persen dan

19.19 persen, sedangkan batas toleransi kelayakan dari kenaikan harga jual daun

murbei sebesar 35.11 persen dan 88.08 persen.

Saran

Saran dari peneliti untuk aspek manajamen jika tanpa pengembangan,

sebaiknya terdapat koordinasi yang tepat antara pemilik dengan tenaga kerja

maupun sebaliknya dan sebaiknya setiap tenaga kerja bertanggung jawab atas

kegiatannya masing-masing agar tidak terjadi pengalihan tenaga kerja, agara

berdasarkan aspek manajeman usaha produksi kokon dikatakan layak untuk

dijalankan. Rumah Sutera dalam menjalankan usaha produksi kokonnya

sebaiknya memperhatikan perubahan penurunan produksi kokonnya dan

kanaikkan harga jual daun murbei. Penurunan produksi sebaiknya tidak melebihi

batas penurunan produksi kokon dan kenaikan harga jual daun murbei tersebut

agar usaha pada Rumah Sutera layak untuk dijalankan.

Rumah Sutera lebih baik mengembangkan produksi kokon dengan

pengembangan, namun perlu memperhatikan ketersediaan dan kontinuitas daun

murbei yang dibeli, agar produksi kokon dapat berjalan baik, karena keberhasilan

produksi kokon ditentukan dari pakan (daun murbei). Untuk penelitian

selanjutnya, sebaiknya dilakukan analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera

tidak hanya sampai usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat menganalisis

kelayakan usaha pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera. Dengan

demikian dapat dibandingkan pengelolaan usaha dalam kondisi mana yang paling

menguntungkan bagi pelaku usaha baik dari analisis non finansial maupun

finansial dan dengan mengantisipasi ketersediaan daun murbei. Sebaiknya Rumah

Sutera lebih memperluas lahan tanaman murbei, sehingga berpengaruh positif

terhadap bertambahnya kokon yang diproduksi.

Melihat prospek dan peluang usaha produksi kokon yang menjanjikan,

karena kebutuhan kokon yang terus meningkat, maka usaha produksi kokon ini

harus mendapat perhatian penuh oleh pemerintah. Pemerintah sebaiknya

melakukan penyuluhan kepada peternak-peternak ulat sutera (produksi kokon)

dan memberikan pengarahan-pengarahan mengenai teknis produksi kokon agar

peternak semakin mahir dan menguasai teknis pembudidayaannya, sehingga dapat

memberikan hasil yang maksimal. Pemerintah juga bisa memberikan penyuluhan

dan pendidikan mengenai budidaya ulat sutera kepada yang bukan merupakan

peternak ulat sutera agar berani mencoba membudidayakan ulat sutera, mengingat

prospek pembudidayaan ulat sutera yang cukup baik. Dengan begitu, diharapkan

kebutuhan nasional akan kokon dapat terpenuhi Untuk penelitian selanjutnya

sebaiknya dilakukananalisis kelayakan usaha produksi yang tidak hanya sampai

usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat ditambah dengan melakukan

pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera, serta menganalisis nilai

tambah yang diperoleh dari kokon menjadi benang sutera maupun dari benang

sutera ke kain sutera.

Page 75: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

63

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Dalam Ali D, Ashari A. Rencana Proyek Pengembangan Persutera

Alam Suawesi Selatan. Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan. Ujung

Pandang.

Balai Persutera Alam. 2011. Perkembangan budidaya ulat sutera alam di

Indonesia tahun 2006-2012). Balai Persutera Alam Rimba Ciomas 2006-2012.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Luas lahan pohon murbei untuk sutera

berdasarkan provinsi pada periode 2001-2007 (dalam hektar).

Statistikkehutanan Indonesia: BPS Indonesia.

Betyana BR Sembiring, Cattley R, Fannnysyah R 2011. Kajian Lingkungan

Bisnis Budidaya da Pengolahan Ulat Sutera Alam, Ciapus, Bogor, Jawa Barat

[Tugas Akhir]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Gittinger J. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah Slamet

Utomo dan Komel Mangiri. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke dua. Jakarta (ID):

Kencana.

Kementrian Pertanian. 2012. Statistik peternakan dan kesehatan hewan tentang

Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2007-2012 (atas dasar

harga berlaku). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian RI.

Kotler, keller.2007.Manajemen Pemasaran Jilid 1.Jakarta (ID):PT. Indeks

Mimit. 2011. Manajemen Agribisnis. Universits Brawijaya Press (UB Press).

Nasution I (2011) Analisis Kelayakan Finansial Usaha Sapi Perah Cv Cisarua

Integrated Farming Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: akultas

Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurlela A. 2006. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi usaha pemintalan dan

penenunan sutera alam di Koppus Sabilulung, Kecamatan Sukaresik,

Kabupaten Tasikmalaya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID):

Departemen Agribisnis FEM-IPB. Bogor.

Pradana M. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus

Pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachmina D, Burhanuddin. 2009. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi.

Departemen Agribisnis. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Rumah Sutera. 2011-2013. Data Produksi Budidaya Ulat Sutera Pada Rumah

Sutera 2001-2013.

Saputra E. 2011. Analisis Kelayakan Investasi Peternakan Ayam Broiler Pada

Kondisi Risiko (Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya,

Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 76: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

64

Saragih. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis

Pertanian. P.T. Penerbit IPB Press. Bogor

Soeharto I. 1998. Manajemen Proyek. Edisi ke dua. Jakarta. Erlangga.

Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke tiga. Jakarta (ID): PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Widagdho D. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit

Project, Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor Program Studi Manajemen Agribisnis.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yusup M. 2009. Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera Pada CV Batu Gede

Di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 77: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

65

LAMPIRAN

Lampiran 1 Volume ekspor dan impor produksi sutera alam di Indonesia

Komoditi

2012 2013

Volume

Impor (ton)

Volume

Ekspor (ton)

Volume

Impor (ton)

Volume

Ekspor (ton)

Timor Leste - 495 - 1 181

Amerika Serikat - 400 - -

Switzerland - 70 - 3

Denmark - 56 - -

Cina - - - 1

Jepang 29 - 2 -

Hongkong 18 - 2 -

Korea 14 271 - 4 647 -

Taiwan 53 - 5 -

Cina 237 470 - 227 947 -

Singapore 21 416 - 12 682 -

India - - 13 -

Australia 86 - 148 -

Amerika Latin 211 191 -

Chile - - 70 -

Jeran - - 1 -

Malaysia 516 - - -

Sri Lanka 1 - -

Inggris 4 - - - Sumber: Kementerian Pertanian 2013 (diolah)

Page 78: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

66

Lampiran 2 Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan

pendekatan klaster

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM

NASIONAL DENGAN PENDEKATAN KLASTER

Dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia negara

produsen sutera, maka dalam pelaksanaannya perlu koordinasi, integrasi dan

komitmen bersama secara berkesinambungan antara Departemen Kehutanan,

Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah dalam pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional.

Untuk maksud tersebut diatas telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri

Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil

dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006;

dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan

Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Beberapa hal yang perlu

diketahui para pelaku usaha persuteraan alam yang tertuang dalam Peraturan

Bersama diatas antara lain:

1. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan pada :

a. Sentra produksi persuteraan alam.

b. Daerah potensial dan kawasan hutan negara.

c. Kelompok tani, koperasi, usaha lecil, usaha menengah di bidang

persuteraan alam

2. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan dengan pendekatan

klaster, melalui :

a. Bantuan infrastruktur ekonomi, teknologi dan sarana produksi.

b. Perkuatan kelembagaan dan usaha persuteraan alam serta jaringan

kerjsa usaha pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional

dililakukan secara terkoordinasi dengan melibatkan instansi terkait,

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak-pihak terkait

lainnya.

4. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional mengacu

kepada Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional.

Adapun Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional (2006-

2010) adalah sebagai berikut:

a. Potensi perkembangan Persuteraan Alam Nasional dari tingkat

hulu hingga ke tingkat hilir :

Kokon berasal dari ulat sutera. Bibit ulat sutera berupa telur

ulat sutera yang pada saat ini diproduksi dan dikembangkan

oleh Perum Perhutani yang berlokasi di Candiroto Jawa

Tengah dan Soppeng Sulawesl Selatan dengan produksi

sebanyak 25.000 box s per tahun. Petani sutera sebanyak

hampir 10.000 orang dengan luas tanaman murbei hampir

10.000 ha dan produksi kokon mendekati 1.000 ton.

Page 79: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

67

Industri pemintalan sutera sampai saat ini sebanyak 4.463

unit usaha dengan daerah penghasil utama terdapat di

daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Tenaga kerja yang

terserap sebanyak 7.796 orang dengan nilai produksi

sebesar Rp. 19,5 milyar dan benang sutera yang dihasilkan

sekitar 78 ton per tahun. Produksi ini masih di bawah

kapasitas produksi terpasang industri benang samping

diekspor ke Jepang, Italia, Perancis dan Amerika Serikat.

b. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia

Persuteraan Alam Indonesia merupakan kelompok agro-

industri yang sangat potensial sutera sekitar 400 ton.

Industri Pertenunan Sutera pada saat ini terdapat 46.257

unit usaha yang mempekerjakan 148.022 tenaga kerja

dengan nilai produksi sebesar Rp 309 miliar. Sentra utama

yang memproduksi kain sutera terdapat di Sulawesi Selatan

dan daerah lain yang memproduksi adalah Jawa Barat,

Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Promosi dan pemasaran produk sutera telah berjalan sesuai

mekanisme pasar. Secara tradisional sudah terbentuk

jaringan distribusi pemasaran. Permintaan kain sutera oleh

industri pembatikan sekitar 1 juta meter atau setara 200 ton

benang sutera per bulan, permintaan kain sutera untuk

industri gaun pengantin, interior, garmen dan produk jadi

lainnya di dalam negeri cukup besar, di untuk

dikembangkan karena memiliki berbagai keunggulan antara

lain : geografis alam Indonesia sangat mendukung untuk

menghasilkan murbei dan kokon yang baik dalam jumlah

besar; produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan

banyak digemari di dalam negeri dan luar negeri;

persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan

secara luas; permintaan pasar produk sutera baik domestik

maupun ekspor cenderung meningkat.

Persuteraan Alam Indonesia diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang berarti dalam perekonomian nasional. Hal

ini akan terwujud apabila pengembangan persuteraan alam

nosional dikelola dengan cermat dan konsepsional oleh

instansi pembina dan para stakeholders.

c. Sasaran pengembangan persuteraan alam nasional pada tahun 2010

terdiri dari sasaran pengembangan produk sutera hulu dan produk

sutera hilir.

Sasaran pengembangan produk sutera hulu untuk

memproduksi kokon sebanyak 5.000 ton diperlukan

ketersediaan lahan untuk tanaman murbei seluas 12.250 ha

melalui rehabilitasi tanaman yang sudah ada maupun

penanaman baru dan diharapkan mampu mempekerjakan

petani sebanyak 13.235 KK.

Page 80: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

68

Sasaran pengembangan produk sutera hilir yang mencakup

produksi benang sutera sebanyak 625 ton, kebutuhan

benang sutera 900 ton, kain sutera sebanyak 44 juta meter,

tenaga kerja yang terserap sebanyak 235.868 orang dan

nilai impor benang sutera 275 ton dan ekspor produk sutera

sebesar US $ 15.087.

Direktur Bina Perhutanan Sosial,

ttd.

Ir. Billy Hindra, MSc.

NIP. 710001261

Sumber: Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS

Page 81: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

69

Lampiran 3 Hasil-hasil kegiatan persutera alam di Indonesia tahun 2010-2011

No Provinsi

2010 2011

Tanaman

murbei (ha)

Bibit telur

(box)

Produksi

kokon (kg)

Benang

sutera (ton)

Tanaman

murbei (ha)

Bibit telur

(box)

Produksi

kokon (kg)

Benang

sutera (ton)

1 Aceh - - - - - - - -

2 Sumatera Utara 18 4 167 0.20 - 4 176 22.00

3 Sumatera Barat 8 9 247 0.03 - 4 109 14.00

4 Riau - - - - - - - -

5 Jambi - - - - - - - -

6 Sumatera Selatan - 8 172 0.02 - 2 49 5.30

7 Bengkul - - - - - - - -

8 Lampung 25 - - - - - - -

9 Bangka Belitung - - - - - - - -

10 Kepulauan Riau - - - - - - - -

11 DKI Jakarta - - - - - - - -

12 Jawa Barat 608 266 6,290 0.77 8 138 3,881 569.00

13 Jawa Tengah 273 1,514 36,680 0.50 - 9,932 61,651 3,756.00

14 DI Yogyakarta 19 - - - - - - -

15 Jawa Timur - 1 23 0.03 - 2 67 8.40

16 Banten -

17 Bali 32 4 115 0.01 6 5 643 79.44

18 Nusa Tenggara Barat 12 - - - - - - -

19 Nusa Tenggara timur 97 9 237 0.03 - - - -

20 klimantan Barat - - - - - - - -

21 Kalimantan Tengah - - - - - - - -

22 Kalimantan Selatan - - - - - - - -

23 Kalimantan Timur - 1 23 0.00 - 1 34 3.80

24 Sulawesi Utara 245 - - - - - - -

25 Sulawesi Tengah 45 2 20 - - 14 311 38.90

26 Sulawesi selatan 625 4,568 116,431 15.00 109 2,250 78,930 9,994.00

27 Sulawesi tenggara 5 - - - - - - -

28 Gorontalo - - - - - - - -

29 Sulawesi Barat 52 34 1 0.13 - 24 724 82.44

30 Maluku - - - - - - -

31 Maluku Utara - - - - - - - -

32 Papua Barat - - - - - - - -

33 Papua 3 89 0.01 - -

Sumber: Kementerian Pertanian 2013 (diolah)

Page 82: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

70

Lampiran 4 Dokumentasi penelitian

Ruang ulat kecil Ruang ulat besar

Rak penetasan telur Alat serifreme

Lahan tanaman murbei Kokon

Page 83: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

71

Lampiran 5 Layout tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera (lahan

0.5 ha)

Sumber: Rumah Sutera (2013)

Gerbang

Masuk Rumah

Sutera

Rumah Sutera

Lahan murbei

Rumah Ulat

Kecil dan

Penetasan

sumur

Rumah

Ulat Besar

Rumah Pemilik dan Usaha Agrowisata

Produksi Benang dan Kain Sutera

0.5 ha

2 ha

Page 84: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

72

Lampiran 6 Layout dengan pengembangan produksi kokon ada Rumah Sutera

(lahan 1 ha)

Sumber: Kajian lingkungan bisnis Betty, Catley, Fanny 2011

Lahan murbei

Gerbang

Masuk

Rumah

Sutera

Rumah

Sutera

Rumah

Ulat Kecil

dan

Penetasan

Rumah

Ulat Besar

Sumur

Rumah Ulat

Besar

Rumah Ulat

Kecil dan

Penetasan

Rumah Pemilik dan Agrowisata

Produksi Benang dan Kain Sutera

0.5 ha

0.5 ha

2 ha

Page 85: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

73

Page 86: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

74

Lampiran 7 Pola produksi kokon pada Rumah Sutera

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Penetasan telur

Pemeliharaan ulat kecil

Pemeliharaan ulat besar

Pengokonan

Keterangan:

Penetasan ulat, apabila pentasan belum seragam lakukan hingga keesokan hari

Instar I, ulat diletakkan dialas kertas parafin

Instar II, ulat diletakkan dialas koran

Instar III, ulat diletakkan dialas koran

Instar IV, ulat diletakkan dialas koran

Instar V, ulat diletakkan dialas koran

Ulat mengeluarkan kelenjar menjadi kokon

Page 87: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

75

Lampiran 8 Biaya variabel tanpa pengembangan produksi kokon

Tahun

Biaya variabel

Bibit telur ulat Obat-obatan (popsol) Daun murbei

Jumlah (box) Harga (Rp) Nilai (Rp) Jumlah (kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) Jumlah (ton) Harga (Rp) Nilai (Rp)

1 - - - - - - - - -

2 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

3 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

4 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

5 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

6 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

7 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

8 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

9 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 17.5 622 000 10 885 000

10 19 130 000 2 470 000 19 30 000 570 000 9.5 622 000 5 909 000

11 28.5 130 000 3 705 000 28.5 30 000 855 000 17.5 622 000 10 885 000

12 35 130 000 4 550 000 35 30 000 1 050 000 14.25 622 000 8 863 500

13 40 130 000 5 200 000 40 30 000 1 200 000 20 622 000 12 440 000

Page 88: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

76

Lampiran 9 Laba rugi tanpa pengembangan produksi kokon

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Penerimaan

penjualan kokon

46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 53400000

PV nilai sisa

5810566

Total penerimaan

46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 53400000

Biaya operasional

Biaya variabel

Bibit telur ulat

4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000

Obat popsol

1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000

Daun murbei

10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 5909000 8863500 10885000 12440000

Total biaya variabel 0 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 8949000 13423500 16485000 18840000

Laba kotor 0 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 16091150 24508300 30240000 34560000

Biaya tetap

Upah tenaga kerja 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000

Perawatan kandang UB

225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000

Perawatan kandang UK

155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000

Perawatan rak ulat

134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000

Kaporit dan kapur

90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000

Air + listrik

872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000

Penyusutan

3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191

Total biaya tetap 13400000 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191

Page 89: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

77

Total biaya operasional 13400000 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 27693191 32167691 35229191 37584191

Laba Bersih Sebelum

Pajak -13400000 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 -2653041 5764109 11495809 15815809

Pajak 25% -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.25 1441027.25 2873952.25 3953952.25

Laba bersih setelah

pajak -10050000 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 -1989780.75 4323081.75 8621856.75 11861856.75

Page 90: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

78

Lampiran 10 Arus kas tanpa pengembangan produksi kokon

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan kokon

46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 53400000

PV nilai sisa

5810566

Total inflow 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 59210566

Outflow

Biaya pra investasi

0

Biaya pelatihan dan perizinan

usaha 1500000

0

Total biaya pra investasi 1500000

Biaya investasi

Kandang pemeliharaan ulat

besar 11750000

Kandang pemeliharaan ulat kecil

7850000

Rak pemeliharaan ulat 1400000

Seriframe 5040000

1008000

Thermometer 50000

50000

Sprayer 30000

30000

Timbangan 35000

Wadah/ember 134000

Mobil 31666667

Total biaya investasi 57955667 0 0 0 0 0 30000 0 0 0 50000 0 1008000

Biaya operasional

Biaya tetap

Upah tenaga kerja 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000

Page 91: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

79

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000

Perawatan kandang UB

225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000

Perawatan kandang UK

155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000

Perawatan rak ulat

134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000

Kaporit dan kapur

90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000

Air + listrik

872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000

Total biaya tetap 13400000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000

Biaya variabel

Bibit telur ulat

4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000

Obat popsol

1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000

Daun murbei

10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 5909000 8863500 10885000 12440000

Total biaya variabel 0 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 8949000 13423500 16485000 18840000

Total biaya operasional 13400000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 23955000 28429500 31491000 33846000

Pajak -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.3 1441027.3 2873952.25 3953952.3

Total outflow 68005667 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34394952.25 34364952.25 34364952.25 23291739.7 29920527.3 34364952.25 38807952.3

Net benefit -68005667 12360047.75 12360047.75 12360047.75 12360047.75 12360047.75 12330047.75 12360047.75 12360047.75 1748410.3 8011272.7 12360047.75 20402613.7

DF 6% 0.94 0.89 0.84 0.79 0.75 0.70 0.67 0.63 0.59 0.56 0.53 0.50 0.47

PV DF -64156289.62 11000398.5 10377734.43 9790315.5 9236146.698 8713345.942 8200185.967 7754846.869 7315893.272 976303.1794 4220238.521 6142565.064 9565541.458

PV negative -53778555.19

PV positif 82915780.97

NPV 29137225.77

Net B/C 1.54

IRR 14%

Payback Period 6 tahun 7 bulan

Page 92: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

80

Lampiran 11 Switching value penurunan tanpa pengembangan produksi kokon sebesar 3.86%

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan kokon

42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 22981031.89 34827374.78 42900919.19 49029621.94

PV nilai sisa

5810566

Total inflow 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 22981031.89 34827374.78 42900919.19 54840187.94

Outflow

Biaya pra investasi

0

Biaya pelatihan dan

perizinan usaha 1500000

0

Total biaya pra investasi 1500000

Biaya investasi

Kandang pemeliharaan

ulat besar 11750000

Kandang pemeliharaan ulat kecil

7850000

Rak pemeliharaan ulat 1400000

Seriframe 5040000

1008000

Thermometer 50000

50000

Sprayer 30000

30000

Timbangan 35000

Wadah/ember 134000

Mobil 31666667

Total biaya investasi 57955667 0 0 0 0 0 30000 0 0 0 50000 0 1008000

Biaya operasional

Biaya tetap

Upah tenaga kerja 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000

Page 93: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

81

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000

Perawatan kandang UB

225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000

Perawatan kandang UK

155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000

Perawatan rak ulat

134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000

Kaporit dan kapur

90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000

Air + listrik

872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000

Total biaya tetap 13400000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000

Biaya variabel

Bibit telur ulat

4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000

Obat popsol

1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000

Daun murbei

10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 5909000 8863500 10885000 12440000

Total biaya variabel 0 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 8949000 13423500 16485000 18840000

Total biaya operasional 13400000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 23955000 28429500 31491000 33846000

Pajak -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.3 1441027.3 2873952.25 3953952.3

Total outflow 68005667 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34394952.25 34364952.25 34364952.25 23291739.7 29920527.3 34364952.25 38807952.3

Net benefit -68005667 8535966.944 8535966.944 8535966.944 8535966.944 8535966.944 8505966.944 8535966.944 8535966.944 -310707.8138 4906847.482 8535966.944 16032235.64

DF 6% 0.94 0.89 0.84 0.79 0.75 0.70 0.67 0.63 0.59 0.56 0.53 0.50 0.47

PV DF -64156289.62 7596980.192 7166962.446 6761285.326 6378571.062 6017519.87 5656953.824 5355571.262 5052425.719 -173497.6204 2584866.042 4242114.06 7516537.68

PV negatif -56989327.18

PV positif 56989327.42

NPV 0

Net B/C 1

IRR 6%

Payback Period 13 Tahun

Page 94: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

82

Lampiran 12 Switching value kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11%

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan kokon

46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 53400000

PV nilai sisa

5810566

Total inflow 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 59210566

Outflow

Biaya pra investasi

0

Biaya pelatihan dan perizinan

usaha 1500000

0

Total biaya pra investasi 1500000

Biaya investasi

Kandang pemeliharaan ulat

besar 11750000

Kandang pemeliharaan ulat kecil

7850000

Rak pemeliharaan ulat 1400000

Seriframe 5040000

1008000

Thermometer 50000

50000

Sprayer 30000

30000

Timbangan 35000

Wadah/ember 134000

Mobil 31666667

Total biaya investasi 57955667 0 0 0 0 0 30000 0 0 0 50000 0 1008000

Biaya operasional

Biaya tetap

Upah tenaga kerja 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000

Page 95: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

83

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000

Perawatan kandang UB

225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000

Perawatan kandang UK

155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000

Perawatan rak ulat

134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000

Kaporit dan kapur

90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000

Air + listrik

872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000

Total biaya tetap 13400000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000

Biaya variabel

Bibit telur ulat

4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000

Obat popsol

1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000

Daun murbei

14707195.04 14707195.04 14707195 14707195 14707195 14707195 14707195 14707195 7983905.88 11975858.82 14707195.04 16808222.9

Total biaya variabel 0 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 11023905.88 16535858.82 20307195.04 23208222.9

Total biaya operasional 13400000 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 26029905.88 31541858.82 35313195.04 38214222.9

Pajak -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.3 1441027.3 2873952.25 3953952.3

Total outflow 68005667 38187147.29 38187147.29 38187147.29 38187147.29 38187147.29 38217147.29 38187147.29 38187147.29 25366645.58 33032886.12 38187147.29 43176175.2

Net benefit -68005667 8537852.712 8537852.712 8537852.712 8537852.712 8537852.712 8507852.712 8537852.712 8537852.712 -326495.5779 4898913.883 8537852.712 16034390.8

DF 6% 0.94 0.89 0.84 0.79 0.75 0.70 0.67 0.63 0.59 0.56 0.53 0.50 0.47

PV DF -64156289.62 7598658.519 7168545.773 6762779.031 6379980.218 6018849.262 5658207.968 5356754.416 5053541.902 -182313.4254 2580686.722 4243051.228 7517548.105

PV negatif -56987743.85

PV positif 56987743.94

NPV 0

Net B/C 1

IRR 6%

Payback Period 13 Tahun

Page 96: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

84

Lampiran 13 Biaya variabel dengan pengembangan produksi kokon

Tahun

Biaya variabel

Bibit telur ulat Obat popsol Daun murbei

Jumlah (box) Harga (Rp) Nilai (Rp) Jumlah (kg) Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Jumlah(ton) Harga Nilai (Rp)

1. - - - - - - - - -

2. 140 130 000 18 200 000 140 30 000 4 200 000 70 650 000 45 500 000

3. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

4. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

5. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

6. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

7. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

8. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

9. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

10. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

11. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

12. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

13. 160 130 000 20 800 000 160 30 000 4 800 000 80 650 000 52 000 000

Page 97: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

85

Lampiran 14 Laba rugi dengan pengembangan produksi kokon

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Penerimaan

penjualan

kokon 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000

PV nilai sisa

11066166

Total

penerimaan 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 224666166

Biaya

operasional

Biaya variabel

Bibit telur ulat

18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000

Obat popsol

4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000

Daun murbei

45500000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000

Total biaya

variabel 67900000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000

Laba kotor 0 119000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 147066166

Biaya tetap

Upah tenaga

kerja 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan

mobil 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000

Perawatan

kandang UB 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000

Perawatan

kandang UK 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000

Perawatan rak

ulat 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400

Kaporit dan

kapur 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000

Page 98: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

86

Air + listrik 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000

Penyusutan

36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591

Total biaya

tetap 57486000 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991

Total biaya

operasional 57486000 165284991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991

Laba Bersih

Sebelum Pajak -57486000 21615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 49681175

Pajak 25% -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75

Laba bersih

setelah pajak -43114500 16211256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 37260881.25

Page 99: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

87

Lampiran 15 Arus kas dengan pengembangan produksi kokon

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan kokon

186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000

PV nilai sisa

11066166

Total inflow 0 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 224666166

Outflow

Biaya pra investasi

0

Biaya pelatihan dan

perizinan usaha 1500000

0

Total biaya pra investasi 1500000

Biaya investasi

Kandang pemeliharaan

ulat besar 35250000

Kandang pemeliharaan ulat kecil

15700000

Rak pemeliharaan ulat 3640000

5500000

Seriframe 23040000

4608000

Thermometer 250000

250000

Sprayer 75000

75000

75000

Timbangan 70000

70000

Wadah/ember 335000

335000

Mobil 31666667

Total biaya investasi 110026667 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 395000 0 10443000

Biaya operasional

Biaya tetap

Upah tenaga kerja 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000

Page 100: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

88

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000

Perawatan kandang UB

675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000

Perawatan kandang UK

310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000

Perawatan rak ulat

348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400

Kaporit dan kapur

270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000

Air + listrik 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000

Total biaya tetap 57486000 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400

Bibit telur ulat

18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000

Obat popsol

4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000

Daun murbei

45500000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000

Total biaya variabel 0 67900000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000

Total biaya operasional 57486000 128355400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400

Pajak -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75

Total outflow 153141167 133759152.3 147709152.3 147709152.3 147709152.3 147784152.3 147709152.3 147709152.3 147709152.3 147709152.3 148104152.3 147709152.3 160918693.8

Net benefit -153141167 53140847.75 65890847.75 65890847.75 65890847.75 65815847.75 65890847.75 65890847.75 65890847.75 65890847.75 65495847.75 65890847.75 63747472.25

DF 6% 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 0.70496054 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777 0.526787525 0.496969364 0.468839022

PV DF -144472799.1 47295165.32 55323226.35 52191722.97 49237474.5 46397575.6 43821177.02 41340733.04 39000691.54 36793105.23 34502395.56 32745732.67 29887302.56

PV negatif -144472799.1

PV positif 508536302.3

NPV 364063503.3

Net B/C 3.52

IRR 40%

Payback Period 3 tahun 10 bulan

Page 101: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

89

Lampiran 16 Switching value penurunan produksi kokon dengan pengembangan sebesar 19.19%

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan kokon

144245407.3 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 213860800

PV nilai sisa

11066166

Total inflow 0 144245407.3 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 224926966

Outflow

Biaya pra investasi

0

Biaya pelatihan dan perizinan

usaha 1500000

0

Total biaya pra investasi 1500000

Biaya investasi

Kandang pemeliharaan ulat besar 35250000

Kandang pemeliharaan ulat kecil 15700000

Rak pemeliharaan ulat 3540000

5500000

Seriframe 24000000

4896000

Thermometer 250000

250000

Sprayer 75000

75000

75000

Timbangan 70000

70000

Wadah/ember 335000

335000

Mobil 31666667

Total biaya investasi 110886667 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 395000 0 10731000

Biaya operasional

Biaya tetap

Page 102: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

90

Upah tenaga kerja 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000

Perawatan kandang UB

900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000

Perawatan kandang UK

400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000

Perawatan rak ulat

586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300

Kaporit dan kapur

270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000

Air + listrik 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000

Total biaya tetap 57486000 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300

Bibit telur ulat

18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000

Obat popsol

4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000

Daun murbei

45500000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000

Total biaya variabel 0 67900000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000

Total biaya operasional 57486000 129108300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300

Pajak -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75

Total outflow 154001167 134512052.3 148462052.3 148462052.3 148462052.3 148537052.3 148462052.3 148462052.3 148462052.3 148462052.3 148857052.3 148462052.3 161959593.8

Net benefit -154001167 9733355.088 16389841.85 16389841.85 16389841.85 16314841.85 16389841.85 16389841.85 16389841.85 16389841.85 15994841.85 16389841.85 62967372.25

DF 6% 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 0.70496054 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777 0.526787525 0.496969364 0.468839022

PV DF -145284119.8 8662651.378 13761227.26 12982289.87 12247443.27 11501319.73 10900180.91 10283189.54 9701122.209 9152002.084 8425883.157 8145249.274 29521561.24

PV negatif -145284119.8

PV positif 145284119.9

NPV 0

Net B/C 1

IRR 6%

Payback Period 13 Tahun

Page 103: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

91

Lampiran 17 Switching value kenaikan harga daun murbei dengan pengembangan sebesar 88.08%

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan kokon

186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000

PV nilai sisa

11066166

Total inflow 0 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 224666166

Outflow

Biaya pra investasi

0

Biaya pelatihan dan

perizinan usaha 1500000

0

Total biaya pra investasi 1500000

Biaya investasi

Kandang pemeliharaan ulat besar

35250000

Kandang pemeliharaan ulat

kecil 15700000

Rak pemeliharaan ulat 3540000

5500000

Seriframe 24000000

4896000

Thermometer 250000

250000

Sprayer 75000

75000

75000

Timbangan 70000

70000

Wadah/ember 335000

335000

Mobil 31666667

Total biaya investasi 110886667 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 395000 0 10731000

Biaya operasional

Biaya tetap

Page 104: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

92

Upah tenaga kerja 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000

Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000

Perawatan mobil

330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000

Perawatan kandang UB

900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000

Perawatan kandang UK

400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000

Perawatan rak ulat

586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300

Kaporit dan kapur

270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000

Air + listrik 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000

Total biaya tetap 57486000 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300

Bibit telur ulat

18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000

Obat popsol

4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000

Daun murbei

85576363.55 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34

Total biaya variabel 0 107976363.5 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3

Total biaya operasional 57486000 169184663.5 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3

Pajak -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75

Total outflow 154001167 174588415.8 194263610.6 194263610.6 194263610.6 194338610.6 194263610.6 194263610.6 194263610.6 194263610.6 194658610.6 194263610.6 207761152.1

Net benefit -154001167 12311584.2 19336389.41 19336389.41 19336389.41 19261389.41 19336389.41 19336389.41 19336389.41 19336389.41 18941389.41 19336389.41 16905013.91

DF 6% 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 0.70496054 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777 0.526787525 0.496969364 0.468839022

PV DF -145284119.8 10957266.11 16235205.41 15316231.52 14449275.02 13578519.49 12859803.33 12131889.93 11445179.18 10797338.85 9978087.653 9609593.138 7925730.191

PV negatif -145284119.8

PV positif 145284119.8

NPV 0

Net B/C 1

IRR 6%

Payback Period 13 Tahun

Page 105: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

93

Page 106: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia
Page 107: KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH … · 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia

1

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Reza Prayoga, lahir di Kuamang Kuning pada tanggal 31 Maret

1990. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara, sebagai anak kandung

dari pasangan Janter Tambun dan Rindu Simanjuntak. Penulis memiliki satu orang

kakak laki-laki yang bernama Osbon Mayer Tambun, dua orang kaka perempuan yang

bernama Yeni Martha dan Okta Jenita Tambun serta satu orang adik perempuan yang

bernama Desmalita Tambun.

Pendidikan awal yang diikuti penulis dimulai di SDN 367 Pelepat selama enam

tahun pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan tingkat menengah

pertama diselesaikan penulis pada tahun 2002 sampai 2005 di SMPN 2 Pelepat.

Selanjutnya pada tahun 2008 penulis meyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMAN 1

Pelepat Ilir. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program

Diploma jurusan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufatur/Jasa, Institut

Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2011

penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana alih jenis, Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.