Upload
rizkhy-wahyu
View
67
Download
27
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bdfgjksdgbsdgkjzfd
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas.
Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian
epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan
menyertai gagal jantung. Kondisi tersebut dinamakan faktor resiko. Faktor
resiko yang ada dapat dimodifikasi artinya dapat dikontrol dengan mengubah
gaya hidup atau kebiasaan pribadi dan faktor resiko non moodifieble yang
merupakan kosekuensi genetik yang tak dapat dikontrol.
Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai
penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara berkembang.
Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l
% pada usia kurang dari 50 Tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan
10% pada usia 70 tahun ke atas.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien
jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di
rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam
setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal
jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan
infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan
penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena
beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda –
tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan
untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan
yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka
perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
1
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa medis Decomp Cordis melalui pendekatan proses perawtan.
2. Tujuan khusus
a. Memperoleh gambaran mengenai Decomp Cordis.
b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan
Decomp Cordis
C. MANFAAT
Manfaat dari penyusunan asuhan keperawatan ini, yaitu:
1. Kegunaan Ilmiah
a. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa
b. Sebagai salah satu tugas akademik
2. Kegunaan Praktis
Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan
keperawatan pada klien dengan Decomp Cordis.
2
BAB II
ISI
A. DEFINISI DECOMP CORDIS
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis)
atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau
kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang
bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya
tanda dan gejala yang khas.
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya
kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
B. KLASIFIKASI FUNGSIONAL (NYHA)
1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat.
2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.
3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan.
4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat
ringan dan pada waktu istiraha.
C. ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung
tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan.
Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif,
penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati,
amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula
arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,
stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung
kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.
3
D. PATOFISOLOGI
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik,
ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa
penurunan fungsi jantung. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah,
volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot
jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
sistem saraf adrenergik.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan :Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif
jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah
jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan
ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
- Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami
ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (
PND)
- Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan
4
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
- Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
- Batuk
Gagal jantung kanan :
- Kongestif jaringan perifer dan viseral.
- Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
- Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
- Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
- Nokturia
- Kelemahan.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark
miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup
atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas.
5
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
6. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemik( jika disebabkan oleh AMI)
7. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
G. PENATALAKSANAAN MEDISTujuan pengobatan adalah :
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan
preparat farmakologi, dan
3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara
memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
Terapi Farmakologis :
1. Glikosida jantung.
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
diuresisidan mengurangi edema.
2. Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
3. Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Obat –obat yang digunakan antara lain :
1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan
menimbulkan vasodilatasi koroner.
6
2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian
ventrikel.
3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi
diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika
harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian
ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.
Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan
karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
memperberat kegagalan jantung.
Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
H. PENCEGAHAN
Penyebab gagal jantung terutama berasal dari penyakit jantung; maka
pencegahan penyakit jantung merupakan tahap pertama pencegahan gagal
jantung. Pencegahan atau pengobatan dini penyakit jantung seperti CAD,
endokarditis infektif, perikarditis konstriktif, hipertensi, dan penyakit jantung
reumatik adalah sangat penting. Bagaimanapun, karena satu dan lain hal,
penyakit jantung tidak selalu dapat dicegah, maka tahap berikutnya adalah
menunda serangan mendadak gagal jantung. Hal ini meliputi manajemen diet
seperti diet rendah garam- rendah lemak atau diet untuk menurunkan berat
badan; program penghentian merokok; menyusun program aktivitas atau
latihan dan pengobatan dini terhadap infeksi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat)
b. Palpitasi atau berdebar-debar
7
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak
nafas saat beraktivitas, batuk ( hemoptoe), tidur harus pakai
bantal lebih dari dua buah
d. Tidak nafsu makan, mual dan muntah
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/sering kambuh
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung dan distrimia.
3. Riwayat diet: Intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung,
steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi urine: oligiria, nokturia.
6. Merokok: perokok/jumlah batang per hari, jangka waktu.
7. Postur, kegelisahan, kecemasan.
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral/iktus kordis, tekanan
darah, mean arterial pressure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus
alternas, gallop’s murmur, obstruktif idiopathic, hypertropic sub-aorti
stenosis (IHSS).
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, PND, suara nafas tambahan (ronkhi,
rales, wheezing).
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3cmH2O, hepatojugular refleks.
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau cemas/takut yang
kronis.
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, spelonomegali, asites.
8
6. Konjungkiva pucat, sklera ikterik.
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis,
warna kulit pucat, dan pitting edema.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC1. Penurunan Perfusi
Jarigan berhubungan denganpenurunan CurahJantung, KongestiVena Sekunderterhadap KegagalanKompensasi Jantung.
TujuanPerfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tanda-tanda dekompensasi kordis tidak berkembang.
Kriteria Hasil
1. keluhandiatas (pada datapenunjang) berkurang atau hilang.
2. tekanan darah normal;MAPnormal; denyut nadikuat dan frekuensinormal; kadarBUN/kreatinin;JVP<3 cmH20; kulithangat, keringatnormal; iramajantung sinus; pola nafas efektif,bunyinafas normal;BJ tunggal,intensitas kuat dan irama teratur.
1. Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/high fowler).
2. Bed rest total dan mengurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respon valsava/vagal manuver. Catat reaksi klien terhadap aktivitas yang dilakukan.
3. Monitor tanda-tanda vital dab denyut aplikal setiap jam (pada fase akut), dan kemudian tiap 2-4 jam bila fase akut berlalu.
4. Monitor dan catat tanda-tanda distrimia, auskultasi perubahan bunyi jantung.
5. Monitor BUN / kreatinin sesuai program terapi.
6. Observasi perubahan sensori.
7. Observasi tandan-tanda kecemasan dan upayakan memelihara lingkungan yang nyman. Upayakan waktu istirahat dan tidur adekuat.
8. Kolaborasi tim gizi untuk membersihkan diet rendah garam, rendah protein, dan rendah kalori (bila klien obesitas) serta cukup selulosa.
9. Berikan diet sedikit -
9
sedikit tapi sering dan lakukan oral higiene secara teratur.
10. Kolaborasi tim medis untuk terapi tindakan. Glikosid jantung. Inotropik atau
dugitalis dan obat vasoaktif.
Aniemetik dan laxatif (sesuai indikasi).
Tranquilizer/sedatif ( bila perlu).
Bantuan oksigenasi (tingkatkan aliran/konsentrasinya) setiap kali klien selesai melakukan aktivitas/makan.
Cek EKG serial. Rontgen toraks
(bila ada indikasi). Kateterisasi jantung
( flow direct catheter), bila ada indikasi.
Pasang facemaker (bila ada distritmia maligna atau AV Block Total
1. Monitor serum digitalis secara periodik dan efek samping obat-obatan serta tanda-tanda peningkatan ketegangan jantung.
2. Jangan memberikan digitalis bila didapatkan perubahan denyut nadi, bunyi jantung atau perkembangan toksisitas digitalis dan segera laporkan kepada tim medis.
10
NO DIAGNOSA NOC NIC2. Kerusakan
Pertukaran Gas berhubungan dengan Akumulasi Cairan dalam Alveoli Paru SekunderTerhadap StatusHemodinamik TidakStabil.
TujuanMempertahankanpertukarangas dalam paru secaraadekuat untukmeningkatkanoksigenasi jaringan.
Kriteria Hasil
1. keluhan sesak napas, nyeri dada, dan batukhilang.
2. tanda sianosis hilang, bunyi/napas normal, tanda –tanda kesulitan bernapas hilang, nilai ABG dalam batas normal.
1. Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung
2. Bed rest total dan batasi aktivitas selama periode sesak napas, bantu mengubah posisi
3. Auskultasi suara napas dan catat adanya rales (crackles) atau ronkhi di basal paru, wheezing
4. Observasi kecepatan pernapasan dan ke dalaman (pola napas) tiap 1 – 4 jam
5. Monitor tanda/gejala edema pulmonal (sesak napas saat aktivitas, PND/orthopnea, batuk, takipnea; sputum: bau, jumlah, warna, viskositas, peningkatan Pulmonary Artery Wedge Pressure)
6. Monitor tanda/gejala hipoksia (perubahan nilai gas darah; takikardia; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bingung, pusing, nyeri dada, sianosis di bibir dan membran mukosa).
7. Observasi tanda–tanda kesulitan respirasi, pernapasan Cheyne stokes. Segera laporkan tim medis.
8. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan.
a. Pemberian oksigen melalui nasal kanul 4-6 liter per menit (kecuali
11
bila klien mengalami hipoksia kronis) kemudian 2 liter per menit. Observasi reaksi klien dan efek pemberian oksigen (nilai kadar ABG)
b. Diuretik dan suplemen kalium
c. Bronkodilatord. Sodium nitropruside
Sodium bikarbonat (bila asidosis metabolic)
9. Monitor efek yang diharapkan efek samping dan toksisitas dari terapi yang diberikan. Cek kadar elektrolit. Laporkan kepada tim medis bila ditemukan tanda toksisitas atau komplikasi lain.
10. Kolaborasi tim gizi untuk memberikan diet jantung (rendah garam – rendah lemak)
NO DIAGNOSA NIC NOC3. Resiko kelebihan
volume cairan (edema) b.d peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus (peningkatan produksi ADH dan retensi air + garam).
Kriteria hasil :1. Keluhan
berkurang/hilang2. CVP, PWP,
tekanan darah, denyut nadi/jantung, berat badan dalam batas normal. Edema/asites berkurang/hilang, pola napas normal, suara napas normal, hati dan limpa normal
1. Monitor dan evaluasi CVP, PWP, denyut nadi/jantung, tekanan darah secara ketat/tiap jam (fase akut) atau 2-4 jam setelah fase akut berlalu.
2. Monitor bunyi jantung, murmur; palpasi iktus kordis, lebar denyut apeks dan disritmia.
3. Observasi tanda-tanda edema anasarka.
4. Timbang berat badan setiap hari (bila kondisi
12
klien memungkinkan).5. Observasi pembesaran
hati dan limpa; catat adanya mual, muntah, distensi, dan konstipasi.
6. Batasi makanan yang menimbulkan gas dan minuman yang mengandung karbonat.
7. Batasi asupan cairan dan berikan diet rendah garam.
8. Observasi input dan output cairan (terutama per infus) dan produksi urine per jam atau per 24 jam.
9. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan.a. Diuretik, catat
produksi urine.b. Cek kadar elektrolit
serum.c. Oksigenasi dengan
tekanan rendah.d. Thoracocentesis,
paracentesis, phlebotomi, atau rotating tourniquet (bila perlu).
13
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas.
Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Decompensasi
cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. pencegahan penyakit jantung
merupakan tahap pertama pencegahan gagal jantung. Pencegahan atau pengobatan
dini penyakit jantung seperti CAD, endokarditis infektif, perikarditis konstriktif,
hipertensi, dan penyakit jantung reumatik adalah sangat penting.
SARAN
Makalah ini masih belum cukup sempurna dan masih ada banyak
kesalahan sehingga kami mohon kritik dan saran yang membangun guna untuk
menyempurnakan makalah kami yang selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
2. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
3. Guyton and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
15